menimbang objek pembeli

7
THRESGIE SIOAN MENIMBANG OBJEK PEMBELI Diterbitkan secara mandiri Oleh: Thresgie Sioan Copyright © 2015 by Thresgie Sioan

Upload: aliluqman

Post on 18-Aug-2015

10 views

Category:

Government & Nonprofit


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Menimbang objek pembeli

THRESGIE SIOAN

MENIMBANG OBJEK PEMBELI

Diterbitkan secara mandiri

Oleh: Thresgie Sioan

Copyright © 2015 by Thresgie Sioan

Page 2: Menimbang objek pembeli

2

Pembeli

Pembeli adalah seseorang yang membeli kebutuhannya.

Baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan non pokok.

Rata-rata pembeli (Purchase) membeli barang fisik itu bisa di

bagi menjadi beberapa kelompok. Yaitu ;

1. Makanan/minuman

2. Pakaian

3. Barang elektronik/bangunan

4. Transportasi

5. Pendidikan

Dan yang paling lazim (Umum) di beli oleh pelanggan

(Customer) di bagi menjadi dua bagian. Yaitu,

1. Kebutuhan pokok (Sandang pangan)

2. Peralatan menunjang (Manufacture)

Kebutuhan Sehari-hari

Dalam kebutuhan sehari-hari sebenarnya pembeli tergantung

kebiasaan atau keadaan. Kebutuhan pokok itu bisa berupa ;

Page 3: Menimbang objek pembeli

[email protected]

Sandang pangan, pakaian. Pembahasan cukup itu saja, kalau

di runtun bisa panjang lebar. Objek pakaian ini tidak bisa di

paksakan, paling-paling seorang pembeli minimal membeli

pakaian setelah gajian atau setahun sekali.

Objek sandang pangan ini adalah kebutuhan nomor satu

makhluk hidup. Setiap hari bahkan setiap detik, ini yang

menjadi andalan semua pengusaha.

Kebutuhan Penunjang

Kebutuhan penunjang itu adalah kebutuhan yang di dasari

oleh kemudahan hidup. Daripada pakaian sebenarnya

kebutuhan penunjang ini lebih memungkinkan. Dikarenakan

kita lebih perlu untuk memudahkan suatu pekerjaan.

Pendidikan

Pendidikan di Indonesia menjadi hal yang sangat

memprihatinkan. Di karenakan belum adanya kemudahan

dan kepedulian. Kebanyakan orang beranggapan bahwa

Page 4: Menimbang objek pembeli

4

pendidikan itu bukanlah segala-galanya. Inilah factor yang

paling utama dan dominan.

Makannya saya lebih sering membagikan secara (Sharing)

agar seseorang lebih terbuka cakrawalanya (Lentera pikiran),

kenapa karena membaca adalah bukan budaya Indonesia.

Walaupun saya membuat suatu buku pedoman, ujung-

ujungnya hanya menjadi pajangan. Itulah alasan saya kenapa

pendidikan bukan suatu usaha formal, karena pendidikan itu

bebas untuk siapa saja yang mau belajar dan berkembang.

Usaha Meningkatkan Taraf Hidup

Hidup tidak luput dari usaha seseorang dalam meningkatkan

taraf hidupnya menjadi lebih baik lagi. Dalam hal ini saya

berpendapat bahwa pendidikan (Ilmu) adalah kebutuhan

yang sangat fital. Meskipun dari soal financial seseorang bisa

saja memperoleh bukan dari ilmu semata, tapi dari

pengalaman. Ini yang membedakan antara pengalaman dan

pendidikan.

Pengalaman adalah seseorang yang menjalani kisah hidup

yang akan menjadi modal dasar sudut pandang dia (Yang

mengalami).

Page 5: Menimbang objek pembeli

[email protected]

Pencari Ilmu adalah seseorang yang berusaha mencari

pengetahuan atau memecahkan masalah (Hidup).

Itulah perbedaan dasarnya, seseorang bisa saja sukses atas

dasar pengalaman hidupnya. Akan tetapi akan lebih baik jika

dia lebih mengetahui dengan ilmu. “Hanya dengan ilmu

semuanya bisa terbeli.” Seharurnya kita mempunyai

pandangan seperti itu dahulu…

Pendidikan Adalah Devisa Negara

Kita bahas sedikit masalah krisis moneter dan kenapa saya

berpendapat seperti ini. Pendidikan adalah devisa Negara

yang perlahan tapi pasti. Kita tidak perlu menjadi Negara

Samurai atau Negara Adi Daya. Jika itu tidak di mungkinkan

kenapa tidak mencari jalan yang sederhana namun berlanjut

pasti. Caranya,

Sistem pendidikan sebisa mungkin berpacu pada hasil cipta

anak bangsa (Karya Tunas Bangsa) dan bukan berpacu pada

nilai ujian semata. Akan tetapi apa yang kita dapat berikan

kepada Negara untuk keberlangsungan hidup orang banyak.

Page 6: Menimbang objek pembeli

6

Polemik Mencintai Barang Cipta Indonesia

Konsumsi penduduk Indonesia memakan beras 154 kg per

tahun, akan tetapi Indonesia masih membutuhkan impor

beras dari luar Negeri. Tak perlu di bahas banyak factor yang

menyebabkan kenapa bisa seperti itu. Saya membahas sedikit

tentang bantuan Negara Luar.

1998, Letter of Intent IMF

1. Article V Section 1, menyatakan bahwa IMF hanya berhubungan dengan bank sentral (atau institusi sejenis, tetapi bukan pemerintah) dari negara anggota. 2. Article IV Section 2, menyatakan bahwa sebagai anggota IMF Indonesia harus mengikuti aturan IMF dalam hal nilai tukar uangnya, termasuk didalamnya larangan menggunakan emas sebagai patokan nilai tukar. 3. Article IV Section 3.a., menyatakan bahwa IMF memiliki hak untuk mengawasi kebijakan moneter yang ditempuh oleh anggota, termasuk mengawasi kepatuhan negara anggota terhadap aturan IMF. 4. Article VIII Section 5, menyatakan bahwa sebagai anggota harus selalu melaporkan ke IMF untuk hal-hal yang menyangkut cadangan emas, produksi emas, expor impor emas, neraca perdagangan internasional dan hal-hal detil lainnya. (http://ilovecassava.multiply.com/journal/item/7/Dokumen_LOI_Indonesia_IMF)

Page 7: Menimbang objek pembeli

[email protected]

Ketergantungan orang hidup di Indonesia sangat ke finansial

(Utang luar Negeri dan Investasi Asing).

Mengatasi Krisis Bisa Pusing Setengah Dewa

Indonesia tidak akan mungkin bisa keluar jika system yang

terpakai seperti itu itu saja. Tidak ada pengembangan hanya

menambah beban. Siapa pun Presidennya takkan mampu

bekerja sendiri. Semua element masyarakat seharusnya mulai

sekarang bersatu padu untuk keluar dari jeratan lobang

hitam hutang piutang. Dampaknya selamanya akan

terjerat atau menunggu di jajah kembali anak cucu…

“Cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang

banyak dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya

untuk kemakmuran rakyat”.(Mandat Konstituasi RI)

Segitu saja, saya juga malah pening sendirian ! Bagaimana

jalan keluarnya jika sudah seperti ini??? Mohon masukannya,

akan selalu bersedia berbincang-bincang dengan kopi atau teh hangat,

siapa pun itu, saya tidak membedakan kultur dan budaya seseorang.