mengoptimalkan pengelolaan keuangan daerah untuk

168
Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif BAPPEPROV JATIM PKDSP UNIBRAW 71905 Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerahuntuk Pertumbuhan yang Inklusif

BAPPEPROV JATIMPKDSP UNIBRAW

71905P

ublic

Dis

clos

ure

Aut

horiz

edP

ublic

Dis

clos

ure

Aut

horiz

edP

ublic

Dis

clos

ure

Aut

horiz

edP

ublic

Dis

clos

ure

Aut

horiz

edP

ublic

Dis

clos

ure

Aut

horiz

edP

ublic

Dis

clos

ure

Aut

horiz

edP

ublic

Dis

clos

ure

Aut

horiz

edP

ublic

Dis

clos

ure

Aut

horiz

ed

Page 2: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

KANTOR BANK DUNIA JAKARTA

Gedung Bursa Efek Indonesia Menara II, Lt. 12-13Jln. Jenderal Sudirman Kav. 52-53Jakarta – 12190Telp. (+6221) 5299 3000Faks (+6221) 5299 3111

Laporan ini dicetak pada Bulan April 2012

Foto kiri atas, dan kanan atas pada halaman sampul merupakan Hak Cipta © Bank Dunia, foto pada kiri bawah halaman sampul merupakan Hak Cipta © REDI. Foto pada halaman dalam merupakan Hak Cipta © Bastian Zaini untuk foto pada halaman Ringkasan Eksekutif, Hak Cipta © REDI untuk foto pada halaman Bab 1 dan Bab 5, Hak Cipta © Bank Dunia untuk halaman Bab 2, Bab 4, dan Bab 7, Hak Cipta © Indira Hapsari untuk halaman Bab 3, Hak Cipta © Sigit Yuwono untuk halaman Lampiran, dan foto pada halaman Bab 6 merupakan Hak Cipta © Governance and Decentralization Survey 2.

Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011. Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif merupakan kerjasama tim peneliti PKDSP Universitas Brawijaya, Pemerintah Daerah Jawa Timur, dan staf Bank Dunia. Temuan, interpretasi, dan kesimpulan dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat Dewan Eksekutif Bank Dunia, maupun pemerintah yang mereka wakili.

Bank Dunia tidak menjamin keakuratan data yang terdapat dalam laporan ini. Batasan, warna, angka, dan informasi lain yang tercantum pada tiap peta dalam laporan ini tidak mencerminkan penilaian Bank Dunia tentang status hukum suatu wilayah atau merupakan bentuk pengakuan dan penerimaan atas batasan tersebut.

Untuk keterangan lebih lanjut mengenai laporan ini, silahkan hubungi Bastian Zaini ([email protected]).

Laporan ini dicetak menggunakan kertas daur ulang

Page 3: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerahuntuk Pertumbuhan yang Inklusif

Page 4: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

ivAnalisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Ucapan Terima Kasih

Laporan ini merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan Universitas Brawijaya (PKDSP UNIBRAW) dan Bank Dunia. Apresiasi yang tinggi disampaikan kepada tim peneliti yang diketuai oleh Dwibudi Santosa, dengan tenaga ahli Prof. Munawar, Prof. Maryunani, Prof. Djumilah, dan Prof. Ahmad Erani Yustika, dengan peneliti Ferry Prasetyia, Devanto SP, Putu Mahardika, Dadan S. S dan Wawan Sobari, serta dukungan penuh tim data, yaitu Anorti Ika W, Ping Pradhana, Diaz Satria, Almuizzudin, dan Anorda Satria. Tim Bank Dunia dipimpin oleh Fahmi Wibawa dan Bastian Zaini, dibantu oleh Indira Maulani Hapsari, Chandra Sugarda, Ihsan Haerudin, Diding Sakri dan Adrianus Hendrawan.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Project Management Committee (PMC) yang secara aktif dan responsif berkontribusi sejak proses penelitian sampai dengan proses penulisan laporan. Terima kasih juga kami sampaikan kepada segenap SKPD di lingkungan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur atas dukungannya. Secara khusus, terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kami sampaikan kepada Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur sebagai ketua PMC, Bapak Hadi Prasetyo dan Bapak Zainal Abidin, dan Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Provinsi Jawa Timur sebagai sekretaris PMC, Bapak Budi Setiawan dan Bapak Jumadi, serta Bapak Arief Tri Hardjoko yang memfasilitasi secara langsung penelitian ini.

Proses pembuatan laporan ini diarahkan oleh Gregorius D.V. Pattinasarany. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Shubham Chaudhuri, William E. Wallace, Cut Dian Rahmi Agustina, Ahmad Zaki Fahmi, Dwi Endah Abriningrum, Ahya Ihsan, serta rekan-rekan dari Bank Dunia atas saran dan masukannya. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Maulina Cahyaningrum atas bantuan dalam proses produksi laporan dan Sarah Sagitta Harmoun dan Sigit Yuwono atas dukungan logistiknya. Laporan ini juga mendapat sumbangan yang berharga dari hasil survei Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) Provinsi Jawa Timur yang dilaksanakan oleh Syahrir Cole.

Page 5: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

v

Kata Pengantar

Jawa Timur dikenal sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki posisi strategis, terutama dalam aspek perekonomiannya. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur stabil diatas rata-rata nasional, dengan sektor pertanian dan indutri pengolahan sebagai pendorong utama perekonomian daerah. Dengan dukungan ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan potensi sumber daya fi skal yang tersedia, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, Jawa Timur memiliki peluang besar untuk mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan pembangunan yang merata.

Untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut, berbagai hambatan pembangunan perlu dibenahi. Dari sisi pengelolaan keuangan daerah, masih diperlukan perbaikan komposisi belanja publik pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Kualitas infrastruktur perlu ditingkatkan, khususnya infrastruktur jalan kabupaten/kota yang dibutuhkan untuk menjamin keterhubungan antar wilayah. Dan yang tidak kalah penting, peningkatan kualitas SDM melalui Program Wajib Belajar 9 tahun dan sekolah menengah 12 tahun. Tantangan pembangunan terbesar bagi Pemerintah Daerah di Jawa Timur adalah bagaimana APBD dapat menjadi instrumen untuk mempercepat tercapainya sasaran-sasaran pembangunan di berbagai sektor, yang mampu mendorong terciptanya lapangan pekerjaan dan mengurangi angka kemiskinan, dan pada akhirnya dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Laporan ini merupakan upaya Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur dalam meningkatkan kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah, meningkatkan kualitas perencanaan dan penganggaran, dan pada akhirnya mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunannya. Laporan ini merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur, Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan Universitas Brawijaya (PKDSP UNIBRAW), dengan dukungan CIDA, AusAID dan Bank Dunia. Bappeda Provinsi Jawa Timur berperan penting dalam menfasilitasi seluruh proses pembuatan laporan ini.

Kami berharap laporan ini dapat memberikan kontribusi bagi Pemerintah daerah di Provinsi Jawa Timur, pemerintah daerah di daerah lainnya, dan Pemerintah Pusat sebagai referensi dalam meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan daerah pada khususnya serta pembangunan daerah pada umumnya.

Surabaya, April 2012 Jakarta, April 2012

Dr. H. Soekarwo, M.Hum.

Gubernur Provinsi Jawa TimurStefan G. Koeberle

Kepala Perwakilan Bank Dunia Indonesia

Surabaya, April 2012

Dr. H. Soekarwo, M.Hu

b

Page 6: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

viAnalisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Daftar Isi

Ucapan Terima Kasih ivKata Pengantar vDaftar Isi viDaftar Istilah xiiRingkasan Eksekutif 1

Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur 9 1.1 Demografi , Ketenagakerjaan, dan Kemiskinan 12 1.2 Perekonomian dan Pertumbuhan Inklusif 20

Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan 27 2.1 Gambaran Umum 28 2.2 Pajak Daerah 31 2.3 Dana Bagi Hasil 32 2.4 Dana Alokasi Umum 33 2.5 Dana Alokasi Khusus 33 2.6 Kesimpulan dan Rekomendasi 34

Bab 3 Belanja Daerah 37 3.1 Gambaran Umum 38 3.2 Belanja Daerah Berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi 40 3.3 Belanja Daerah Berdasarkan Sektor 41 3.4 Belanja Pemerintah Pusat di Jawa Timur 41 3.5 Belanja Perkapita Kabupaten/Kota di Jawa Timur 42 3.6 Analisis Anggaran vs. Realisasi 43 3.7 Hubungan Belanja dan Gender 45 3.8 Kesimpulan dan Rekomendasi 46

Bab 4 Analisis Sektoral 49 4.1 Sektor Infrastruktur 50 4.1.1 Kesimpulan dan Rekomendasi 56 4.2 Sektor Pendidikan 57 4.2.1 Kesimpulan dan Rekomendasi 62 4.3 Sektor Kesehatan 63 4.3.1 Pelayanan Kesehatan 65 4.3.2 Belanja Kesehatan 65 4.3.3 Kesimpulan dan Rekomendasi 69 4.4 Sektor Pertanian 69 4.4.1 Gambar Umum Sektor Pertanian 69 4.4.2 Upah rata-rata dan Nilai Tukar Petani 72 4.4.3 Belanja Sektor Pertanian 73

Page 7: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

vii

Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur 79 5.1 Pendahuluan 80 5.2 Kerangka Peraturan Perundangan Daerah 81 5.3 Perencanaan dan Penganggaran 82 5.4 Pengelolaan Kas Daerah 83 5.5 Pengadaan Barang dan Jasa 84 5.6 Akuntansi dan Pelaporan 85 5.7 Internal Audit 85 5.8 Hutang, Hibah, dan Investasi 86 5.9 Pengelolaan Aset 87 5.10 Audit Eksternal 88 5.11 Hasil Laporan Audit BPK Terhadap Laporan Keuangan Daerah tahun 2005-2010 89 5.12 Rekomendasi 92

Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik 95 6.1 Perkembangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Jawa Timur 96 6.2 Reformasi PNS Di Jawa Timur 96 6.3 PNS Dan Kesejahteraan Masyarakat 99 6.4 Kesimpulan Dan Rekomendasi 101

Bab 7 Pengarusutamaan Gender 105 7.1 Pengarusutamaan Gender di Jawa Timur 106 7.2 Perkembangan Pembangunan Gender 107 7.3 Kemiskinan dan Tenaga Kerja Wanita (TKW) 108

Daftar Pustaka 117

Lampiran 119Lampiran A. Apakah yang dimaksud dengan Analisis Keuangan Publik Pemerintah Jawa Timur? 120 Lampiran B. Catatan Metodologi 121Lampiran C. Matriks Temuan, Rekomendasi dan Rencana Aksi 132Lampiran D. Budget Master Table 141

Daftar Gambar

Gambar 1.1. Profi l wilayah Jawa Timur 11Gambar 1.2. Kinerja Jawa Timur meningkat selama 10 tahun desentralisasi 12Gambar 1.3. Wilayah kota memiliki kinerja yang lebih baik daripada kabupaten 13Gambar 1.4. Pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Timur tergolong rendah 13Gambar 1.5. Kepadatan penduduk terpusat di daerah perkotaan 14Gambar 1.6. Jumlah penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan di Jawa Timur, 2010 15Gambar 1.7. Keterkaitan antara sektor basis pertanian dengan tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Jawa Timur 15Gambar 1.8. Tenaga kerja per sektor dan berdasarkan struktur di Jawa Timur dan menurunnya angka pengangguran terbuka 16Gambar 1.9. Angkatan kerja per pencapaian pendidikan di tahun 2010 17Gambar 1.10. Pengangguran dan pembangunan manusia berdasarkan gender di Jawa Timur. 18Gambar 1.11. Pengentasan kemiskinan adalah tantangan besar bagi Jawa Timur 18Gambar 1.12. Peta tingkat kemiskinan di kabupaten/kota di Jawa Timur 2010 19

Page 8: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

viiiAnalisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Gambar 1.13. Kemiskinan dan populasi perempuan di Jawa Timur, 2010. 20Gambar 1.14. Jawa Timur memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia 21Gambar 1.15. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dan nasional, 2010 21Gambar 1.16. Kontribusi PDRB Jawa Timur dan perdagangan antar pulau, 2010 22Gambar 1.17. Ukuran geografi s (area) dan peta kegiatan ekonominya (PDRB) 23Gambar 1.18. Tingkat infl asi di Jawa Timur bervariasi 24Gambar 2.1a. Pendapatan daerah Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Jawa Timur, 2006-2010 28Gambar 2.1b. Komponen pendapatan daerah Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Jawa Timur, 2006 – 2010 28Gambar 2.2a. Porsi pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2006-2010 29Gambar 2.2b. Porsi pendapatan daerah Pemerintah Kabupaten/kota Jawa Timur, 2006-2010 29Gambar 2.3. Pendapatan per kapita daerah kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2009 (Rp) 30Gambar 2.4a. Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Jawa Timur, 2006-2010 30Gambar 2.4b. Ruang Fiskal Kabupaten/Kota Tahun 2009 (Persen Terhadap Total Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota) 30Gambar 2.5a. Komponen PAD Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2006-2010 32Gambar 2.5b. Komponen PAD Pemerintah Kabupaten/kota Jawa Timur, 2006-2010 32Gambar 2.6. DIstribusi Pendapatan Asli Daerah per kapita kabupaten di Jawa Timur, 2009 32Gambar 2.7. Pendapatan dana bagi hasil provinsi dan kabupaten/kota di jawa timur, 2006-2010 32Gambar 2.8. Sebaran jumlah pegawai negeri dan DAU yang diterima kabupaten/kota di Jawa Timur, 2009 33Gambar 2.9. Alokasi DAK untuk Jawa Timur, 2009 33Gambar 3.1. Belanja daerah per kapita provinsi di Indonesia, 2010 38Gambar 3.2. Belanja daerah Jawa Timur oleh pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan pusat, 2006-2010 39Gambar 3.3. Belanja provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur, 2006-2010 39Gambar 3.4a. Porsi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Timur berdasarkan klasifi kasi ekonomi, 2006-2010 40Gambar 3.4b. Porsi belanja Pemerintah Kabupaten/kota Jawa Timur berdasarkan klasifi kasi ekonomi, 2006-2010 40Gambar 3.5a. Porsi belanja pemerintah provinsi berdasarkan sektor, 2006-2010 41Gambar 3.5b. Porsi belanja pemerintah kabupaten/kota berdasarkan sektor, 2006-2010 41Gambar 3.6. Belanja Pemerintah Pusat di Jawa Timur untuk 4 sektor strategis, 2006-2010 42Gambar 3.7. Belanja per kapita daerah kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2009 43Gambar 3.8. Anggaran versus realisasi belanja daerah Jawa Timur, 2006-2010 43Gambar 3.9. Belanja Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Jawa Timur 46Gambar 4.1. Penyediaan infrastruktur dasar dapat mengimbangi rata-rata nasional 51Gambar 4.2. Akses Rumah Tangga yang Dikepalai Perempuan Terhadap Air Bersih, Sanitasi dan Listrik di Jawa Timur 51Gambar 4.3. Provinsi Jawa Timur memiliki jalan kabupaten/kota terpanjang di Indonesia 52Gambar 4.4. Secara umum, sebagian besar desa telah memiliki akses ke jalan, namun sebagian besar mengalami kerusakan setidak-tidaknya sebesar 20 persen 52Gambar 4.5. Belanja pemerintah daerah untuk infrastruktur cenderung stabil namun mengalami penurunan proporsi dalam 5 tahun terakhir 53Gambar 4.6. Komposisi belanja infrastruktur pemerintah daerah 54Gambar 4.7. Belanja program infrastruktur Pemerintah Provinsi Jawa Timur 55Gambar 4.8. Perbedaan yang signifi kan antara belanja Kota Surabaya dan Kabupaten Lumajang 55Gambar 4.9. Investasi pemerintah daerah dalam infrastruktur masih dibawah 1 persen dari PDRB Jawa Timur 56Gambar 4.10. Tantangan pemerintah daerah di Jawa Timur adalah meningkatkan angka partisipasi sekolah untuk tingkat SMP dan SMA 57Gambar 4.11. Pada 27 dari 38 kabupaten/kota, APM (SMP 2010) perempuan lebih rendah daripada laki-laki 58Gambar 4.12. Pada 26 dari 38 kabupaten/kota, APM (SMA 2010) perempuan lebih rendah dari pada laki-laki 58

Page 9: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

ix

Gambar 4.13. Sebagian besar tenaga kerja berpendidikan rendah yang disebabkan oleh dorongan faktor ekonomi 59Gambar 4.14. Belanja pendidikan terus meningkat secara riil, namun pada tingkat kabupaten/kota masih bervariasi 59Gambar 4.15. Sebagian besar belanja pendidikan tingkat kabupaten/kota dialokasikan untuk belanja pegawai 60Gambar 4.16. Belanja program pendidikan provinsi berfokus pada peningkatan mutu dan pendidikan menengah 61Gambar 4.17. Biaya pendidikan di Jawa Timur semakin meningkat, khususnya untuk kelompok pengeluaran tinggi 62Gambar 4.18. Penurunan AKB berpotensi meningkatkan AHH 63Gambar 4.19. Kesenjangan AKB antar kabupaten/kota di Jawa Timur masih cukup tinggi, 2010 64Gambar 4.20. Cakupan imunisasi dan kelahiran ditolong tenaga kesehatan cukup baik pada tingkat provinsi, tapi masih menyisakan kesenjangan antar kabupaten/kota 64Gambar 4.21. Angka Kesakitan penduduk Jawa Timur sedikit lebih rendah dari rata-rata nasional 65Gambar 4.22. Targeting fasilitas kesehatan gratis sudah cukup baik, namun perlu peningkatan cakupan 65Gambar 4.23. Belanja Kesehatan secara riil meningkat dan didominasi oleh belanja kesehatan kabupaten/kota 66Gambar 4.24. Tujuh daerah dengan belanja kesehatan per kapita terendah adalah daerah dengan proporsi belanja kesehatan yang terendah juga 66Gambar 4.25. Masih ada 15 kabupaten/kota yang belanja urusan kesehatannya kurang dari 10 persen total APBD 67Gambar 4.26. Klasifi kasi ekonomi belanja kesehatan 68Gambar 4.27. Belanja rumah tangga untuk kesehatan tetap tinggi meskipun Belanja Kesehatan per Kapita juga meningkat 68Gambar 4.28. Produksi Riil Meningkat, namun kontribusi terhadap perekonomian menurun dengan pertumbuhan dibawah pertumbuhan produksi pertanian nasional 70Gambar 4.29. Kabupaten Banyuwangi, Sumenep, Blitar dan Probolinggo memiliki surplus produksi pertanian 70Gambar 4.30. Sub-sektor tanaman pangan mendominasi sektor pertanian di Jawa Timur dengan pertumbuhan meningkat tiap tahunnya. 71Gambar 4.31. Jawa Timur merupakah salah satu lumbung padi nasional dengan angka produktivitas tertinggi 71Gambar 4.32. Petani memiliki upah rata-rata terendah dibanding sektor lainnya, dengan Indeks NTP 2009-2010 selalu dibawah 100 72Gambar 4.33. Belanja Pemerintah untuk sektor pertanian tidak meningkat berarti. 73Gambar 4.34. Ada beberapa wilayah perkotaan yang memiliki belanja pertanian perkapita lebih tinggi dibandingkan kabupaten 74Gambar 4.35. Sebagian Besar belanja pertanian dialokasikan untuk belanja pertanian tanaman pangan (termasuk didalamnya peternakan) 74Gambar 4.36. Belanja langsung sudah mendominasi belanja pertanian, namun proporsi belanja pegawai dalam belanja langsung masih lebih besar dari modal 75Gambar 4.37. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani baru menjadi prioritas pada tahun 2010 75Gambar 5.1. Kinerja PKD di Provinsi Jawa Timur 80Gambar 5.2. Kinerja PKD di Provinsi Jawa Timur Dirinci Berdasarkan 9 Bidang 80Gambar 5.3. Kinerja PKD Bidang Kerangka Peraturan Daerah 81Gambar 5.4. Kinerja PKD Bidang Perencanaan dan Penganggaran 82Gambar 5.5. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Kas Daerah 83Gambar 5.6. Kinerja PKD Bidang Pengadaan Barang dan Jasa 84Gambar 5.7. Kinerja PKD Bidang Akuntansi dan Pelaporan 85Gambar 5.8. Kinerja PKD Bidang Internal Audit 86Gambar 5.9. Kinerja PKD Bidang Hutang, Hibah, dan Investasi 87

Page 10: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

xAnalisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Gambar 5.10. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Aset 88Gambar 5.11. Kinerja PKD Bidang Audit Eksternal 89Gambar 5.12. Status Laporan Keuangan Daerah berdasarkan audit BPK 2005-2010 untuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur 89Gambar 6.1. Jumlah anggota PNS mengalami penurunan pada tahun terakhir dan persentase PNS perempuan yang berpendidikan tinggi meningkat. 96Gambar 6. 2. Komposisi PNS Berdasarkan Golongan tahun 2010 96Gambar 6. 3. PNS Per 1000 Penduduk tahun 2007 – 2010 97Gambar 6.4. Sebaran PNS berdasarkan rata-rata gaji pegawai per kapita dan tingkat kemiskinan kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2007 – 2010 100Gambar 6.5. Sebaran PNS berdasarkan rata-rata gaji pegawai per kapita dan IPM kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2006 – 2010 101Gambar 7.1. Persentase anggota DPRD Jawa Timur menurut jenis kelamin periode 2004/2009 dan 2009/2014 106Gambar 7.2. Jumlah lulusan pendidikan tinggi menurut jenis kelamin per 10.000 penduduk di Jawa Timur 106Gambar 7.3. Grafi k IPM dan IPG di Jawa Timur Tahun 2006-2008 107Gambar 7.4. Grafi k IPM dan IPG di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur 107Gambar 7.5. Alasan Perempuan Menjadi TKW 108Gambar 7.6. Wilayah yang menjadi kantong tenaga kerja wanita di Jawa Timur tahun 2009-2010 108Gambar 7.7. Negara tujuan TKI laki-laki dan perempuan di Jawa Timur Tahun 2009-2010 109Gambar 7.8. Penempatan TKI formal dan informal ke luar negeri. 110Gambar 7.9. TKW Jawa Timur berdasarkan jenis pekerjaannya 2009 – 2010. 111Gambar 7.10. Jumlah remittance dari negara tujuan TKI Indonesia tahun 2009-2010 111Gambar 7.11. Beragam permasalahan yang dihadapi TKI 112

Daftar Tabel

Tabel 3.1. Anggaran versus Realisasi Belanja Pemerintah Jawa Timur, 2006-2010 40Tabel 3.2. Tingkat realisasi belanja provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur, 2006-2009 44Tabel 3.3. Tingkat realisasi belanja provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur berdasarkan sektor, 2006-2009 45Tabel 4.1. Belanja Kesehatan berdasarkan tingkat pemerintahan 67Tabel 4.2. Kontribusi produksi pertanian Jawa Timur terhadap nasional 2010 72Tabel 4.3. Pemerintah Provinsi memiliki proporsi belanja pertanian lebih besar dibanding tingkat pemerintahan lainnya 73Tabel 5.1. Kinerja PKD Bidang Peraturan Perundangan dirinci berdasarkan sub-bidang 81Tabel 5.2. Kinerja PKD Bidang Perencanaan dan Penganggaran dirinci berdasarkan sub-bidang 83Tabel 5.3. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Kas dirinci berdasarkan sub-bidang 84Tabel 5.4. Kinerja PKD Bidang Akuntansi dan Pelaporan dirinci berdasarkan sub-bidang 85Tabel 5.5. Kinerja PKD Bidang Pengawasan Intern dirinci berdasarkan sub-bidang 86Tabel 5.6. Kinerja PKD Bidang Hutang dan Investasi Publik dirinci berdasarkan sub-bidang 87Tabel 5.7. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Aset dirinci berdasarkan sub-bidang 88Tabel 5.8. Kinerja PKD Bidang Audit dan Pengawasan Eksternal dirinci berdasarkan sub-bidang 88Tabel 5.9. Hasil Audit BPK terhadap Laporan Keuangan Daerah periode 2005-2010 90Tabel 5.10. Hasil audit BPK untuk provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur 2005-2010 91Tabel 5.11. Agenda dan Usulan Program Peningkatan Kapasitas PKD di Provinsi Jawa Timur 92

Page 11: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

xi

Tabel indikator dan hasil survei pengelolaan keuangan daerah di pemerintah provinsi dan 3 daerah (kota dan kabupaten) di Jawa Timur 123Tabel D.1.1. Pendapatan Berdasarkan Sumber (dalam Rupiah) 141Tabel D.1.2. Belanja Berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi (dalam Rupiah) 143Tabel D.1.3. Belanja berdasarkan bidang (dalam Rupiah) 144Tabel D.2.1. Belanja Pemerintah Pusat yang Terdekonsentrasi ke Provinsi Jawa Timur (dalam Rupiah) 146Tabel D.3.1. Pendapatan Riil Perkapita Daerah berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2009 (dalam Rupiah) 146Tabel D.3.2. Belanja Riil Perkapita Daerah Kabupaten/kota berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi tahun 2009 (dalam Rupiah) 147Tabel D.3.3. Belanja Riil Perkapita Daerah Kabupaten/kota berdasarkan Urusan tahun 2009 (dalam Rupiah) 148

Daftar Kotak

Kotak 5.1. Hasil Survei PKD Unibraw 91Kotak 6.1. Reformasi Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor Jawa Timur 98Kotak 6. 2. Evaluasi Kinerja Khas Jawa Timur 99Kotak 6. 3. PNS dan Inovasi Daerah 100Kotak 7.1. Perbedaan persyaratan menjadi TKW formal dan informal 110Kotak 7.2. Persepsi TKW terhadap peran pemerintah 112Kotak 7.3. Belum Optimalnya Pemanfaatan Dana Perlindungan yang Dibayar TKW 113

Page 12: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

xiiAnalisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Daftar Istilah

AHH Angka Harapan HidupAKB Angka Kematian Bayi AKI Angka Kematian IbuAMH Angka Melek HurufAPBD Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahAPBN Anggaran Pendapatan dan Belanja NegaraAPK Angka Partisipasi KotorAPM Angka Partisipasi MurniAPS Angka Partisipasi SekolahASB Analisa Standar BiayaBakosurtanal Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan NasionalBappeda Badan Perencanaan Pembangunan DaerahBappenas Badan Perencanaan Pembangunan NasionalBappeprov Badan Perencanaan Pembangunan ProvinsiBawasda Badan Pengawasan DaerahBKB-Posyandu-PADU Bina Keluarga Balita – Pos Pelayanan Terpadu – Pendidikan Anak Dini UsiaBPK Badan Pemeriksa KeuanganBPS Badan Pusat StatistikBUMD Badan Usaha Milik DaerahCEDAW Convention on The Elimination of All Forms of Discriminations Against WomenDAK Dana Alokasi KhususDAU Dana Alokasi UmumDBH Dana Bagi HasilDekon/TP Dekonsentrasi/Tugas PembantuanDispenda Dinas Pendapatan DaerahDJPK Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian KeuanganDPA Dokumen Pelaksanaan AnggaranDPPKAD Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset DaerahDPRD Dewan Perwakilan Rakyat DaerahDRSP Democratic Reform Support ProgramFGD Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terfokus)Gerbangkertasusila Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, LamonganHDI Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia)

Page 13: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

xiii

HPS Harga Perkiraan SendiriIDG Indeks Pemberdayaan GenderIPG Indeks Pembangunan GenderIPM Indeks Pembangunan Manusia atau HDIJatim Jawa TimurJPIP The Jawa Pos Institute of Pro-OtonomiKUA – PPA(s) Kebijakan Umum Anggaran – Plafon Penggunaan Anggaran (sementara)LAKIP Laporan Akuntabilitas dan Kinerja Instansi PemerintahLHP Laporan Hasil PemeriksanaanLKPJ Laporan Keterangan PertanggungjawabanLPJ Laporan PertanggungjawabanLPPD Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan DaerahLQ Location QuotientLSM Lembaga Swadaya MasyarakatMP3EI Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi IndonesiaMusrenbang Musyawarah Perencanaan PembangunanNTB Nusa Tenggara BaratNTP Nilai Tukar PetaniNTT Nusa Tenggara TimurPAD Pendapatan Asli DaerahPBB Pajak Bumi dan BangunanPDB Produk Domestik BrutoPDRB Produk Domestik Regional BrutoPemda Pemerintah DaerahPemkot Pemerintah KotaPemprov Pemerintah ProvinsiPerda Peraturan DaerahPerpu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-UndangPEA Public Expenditure AnalysisPEACH Public Expenditure and Capacity Harmonization Perkada Peraturan Kepala DaerahPFM Public Financial Management (Pengelolaan Keuangan Publik)PIP Pusat Investasi PemerintahPJTKI Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia

Page 14: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

xivAnalisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Daftar Istilah

PKB Pajak Kendaraan BermotorPKD Pengelolaan Keuangan DaerahPNS Pegawai Negeri SipilPokja Kelompok KerjaPolindes Pos Persalinan DesaPosyandu Pusat Pelayanan TerpaduPP dan PA Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan AnakPPK Pejabat Penatausahaan KeuanganPPL Petugas Penyuluh LapanganPU Pekerjaan UmumPUG Pengarusutamaan GenderPUJA Public Sector Jatim AwardPuskesmas Pusat Kesehatan MasyarakatPustu Puskesmas PembantuRAD Rencana Aksi DaerahRenstra Rencana StrategisRKA Rencana Kerja dan AnggaranRp RupiahRPJP Rencana Pembangunan Jangka PanjangRPJM Rencana Pembangunan Jangka MenengahRS Rumah SakitRSUD Rumah Sakit Umum DaerahRT Rumah TanggaRTRW Rencana Tata Ruang WilayahSakernas Survei Tenaga Kerja NasionalSamsat Sistem Administrasi Satu AtapSD Sekolah DasarSDA Sumber Daya AlamSISMIOP Sistem Informasi dan Manajemen Objek Pajak SKPD Satuan Kerja Pemerintah DaerahSKPKD Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah

Page 15: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

xv

Daftar Istilah

SMA Sekolah Menengah AtasSMK Sekolah Menengah KejuruanSMP Sekolah Menengah PertamaSOTK Susunan Organisasi dan Tata KelolaSPD Surat Penyediaan DanaSPM Standar Pelayanan MinimumSusenas Survei Sosial Ekonomi Nasional oleh BPSTA Tahun AjaranTKI Tenaga Kerja IndonesiaTKW Tenaga Kerja WanitaTMP Tidak Memberikan PendapatTPT Tingkat Pengangguran TerbukaTW Tidak WajarUKG Unit Kerja GubernurUMR Upah Minimum RegionalVOC Vereenigde Oostindische Compagnie WB World Bank (Bank Dunia)WDP Wajar Dengan PengecualianWISMP Water Resource Irrigation Sector Management ProgramWTP Wajar Tanpa Pengecualian

Page 16: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk
Page 17: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

Ringkasan Eksekutif

Page 18: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

2Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Ringkasan Eksekutif

Jawa Timur merupakan sebuah provinsi besar yang memiliki berbagai keunggulan dan potensi. Provinsi ini terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota yang tersebar di wilayah pegunungan, pesisir, dan kepulauan. Populasinya hampir mencapai 16 persen dari populasi Indonesia yang mendiami 2,5 persen dari wilayah Indonesia. Secara geografi s, wilayah Jawa Timur terletak pada jantung penghubung antara kawasan barat dan timur Indonesia. Secara ekonomi, Jawa Timur menyumbang hampir 15 persen dari perekonomian nasional. Besarnya kegiatan ekonomi yang juga disebabkan oleh tingginya arus barang dan perdagangan di provinsi ini menyebabkan Jawa Timur memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia.

Secara demografi s, Jawa timur merupakan wilayah dengan populasi kedua terbesar di Indonesia dengan laju pertumbuhan penduduk yang relatif rendah. Rasio ketergantungan menunjukkan bahwa satu penduduk usia non produktif bergantung pada dua orang penduduk usia produktir. Namun sumber daya manusia yang tersedia ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena karena kualitas SDM masih relatif rendah. Pada tahun 2009, lebih dari 55 persen angkatan kerja di Jawa Timur hanya berpendidikan SD atau bahkan lebih rendah. Sementara angkatan kerja berpendidikan lanjutan (D1-D3 dan Universitas) tidak lebih dari 5 persen.

Kinerja Jawa Timur meningkat selama 10 tahun desentralisasi

PDRB

2000

PerK

apita

(200

0=10

0),(

Juta

Rp)

PDRB

2010

PerK

apita

(200

0=10

0),(

Juta

Rp)

Jawa Timur

(26)

Nasional (24)

-

5

10

15

20

25 1999

Jawa Timur

(15) Nasional

(13)

-

5

10

15

20

25

30 2010

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Angka Kemiskinan (BPS, 1999 dan 2010); PDRB per kapita (BPS, 2000 dan 2010); Konsolidasi Belanja Per Provinsi per kapita (Kementerian Keuangan, 2008);

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir setelah dimulainya desentralisasi Jawa Timur mengalami peningkatan kinerja daerah. Sejak desentralisasi, pemekaran yang terjadi di Jawa Timur hanya pemekaran satu kota. Seperti daerah lain, belanja pemerintah daerah mengalami peningkatan yang pesat dan kinerja ekonomi mengalami kemajuan dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) yang secara riil mengalami peningkatan hampir dua kali lipat, dari Rp 5,8 juta per orang (2000) hingga menjadi Rp 9,1 juta per orang (2010) dengan angka pertumbuhan sebesar 7,12 persen di semester pertama tahun 2011. Realisasi belanja yang mencakup seluruh pemerintah daerah di Jawa Timur juga mengalami peningkatan yang signifi kan. Secara riil belanja daerah per kapita meningkat delapan kali lipat dari Rp 123 ribu (2000) menjadi Rp 985 ribu (2010); meskipun masih di bawah rata-rata realisasi belanja per kapita pada tingkat nasional yang pada tahun 2010 telah mencapai angka Rp. 1,8 Juta (2010). Dalam kurun waktu tersebut pula terjadi penurunan angka kemiskinan, dari 26 persen (1999) menjadi 15 persen (2010).

Page 19: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

3

Ringkasan Eksekutif

Namun demikian, masih terdapat tantangan yang perlu diatasi baik pada tingkat agregat maupun internal wilayah. Pada tingkat agregat, Jawa Timur merupakan provinsi dengan populasi penduduk miskin terbesar di Indonesia. Pada tingkat internal, ada dua persoalan yakni adanya kantong-kantong kemiskinan dan rendahnya perdagangan antar wilayah di Jawa Timur. Diketahui bahwa kemiskinan ternyata berkantong di daerah yang sebagian besar penduduknya perempuan, daerah yang perekonomiannya bergantung pada pertanian, serta daerah yang terletak di wilayah kepulauan dan pesisir utara. Pada aspek perdagangan, hanya sebagian kecil dari total nilai perdagangan yang terjadi di dalam wilayah Jawa Timur. Hal ini mengindikasikan adanya ketimpangan wilayah dalam hal kemampuan produksi, konsumsi, dan penyediaan komoditas yang komplemen.

Secara agregat, realisasi pendapatan pemerintah daerah di Jawa Timur mengalami peningkatan. Agregat realisasi pendapatan Jawa Timur tumbuh rata-rata pada tingkat 6,7 persen pertahun (2006-2010), dimana Provinsi tumbuh sedikit lebih tinggi daripada Kabupaten/Kota yakni 7,5 persen berbanding 6,5 persen. Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki perbedaan dalam komponen penyumbang pendapatan daerah. Bagi Provinsi, PAD merupakan komponen terbesar yang proporsinya relatif stabil pada periode 2006-2010 (rata-rata 72,3 persen). Bagi Kabupaten/Kota, komponen terbesar adalah DAU (55,3 persen pada tahun 2010) namun proporsinya terus menurun yang disebabkan oleh meningkatnya komponen PAD dan pendapatan daerah lainnya, walaupun secara perlahan yang masing-masing telah mencapai angka 10,3 dan 18,9 persen pada 2010. Dengan demikian, ada peluang bagi Kabupaten/Kota di Jawa Timur untuk dapat mengurangi ketergantungannya pada dana transfer dari pusat maupun dari tingkat provinsi.

Pada periode 2006-2010, realisasi belanja daerah Jawa Timur tumbuh secara riil rata-rata sebesar 11 persen. Namun demikian, total realiasi belanja daerah perkapita Jawa Timur masih di bawah rata-rata nasional dan bahkan berada pada urutan keempat terendah. Melalui analisis belanja daerah di Jawa Timur, terlihat bahwa tidak terjadi perubahan yang cukup signifi kan pada komposisi belanja sektoral Jawa Timur. Pemerintah provinsi mengalokasikan sebagian besar dananya melalui belanja bagi hasil dan bantuan keuangan kepada daerah bawahan yang diperuntukkan bagi sektor-sektor sosial, pendidikan, kesehatan dan lainnya (44 persen pada 2010). Di tingkat kabupaten/kota, belanja terbesar dialokasikan kepada belanja pegawainya (56 persen pada 2010).

Infrastruktur

Infrastruktur adalah sektor yang memegang peranan penting untuk pertumbuhan yang inklusif serta penyediaan akses terhadap pelayanan publik. Jawa Timur memegang peranan penting dalam MP3EI1 dimana pembangunan infrastruktur merupakan salah satu langkah utama yang diambil oleh Provinsi Jawa Timur untuk mendukung strategi nasional tersebut. Tantangan infrastruktur yang dihadapi Jawa Timur adalah kualitas infrastruktur jalan yang masih harus ditingkatkan. Secara umum, kinerja infrastruktur dapat mengimbangi kinerja rata-rata nasional. Walaupun sebagian besar desa telah memiliki akses jalan, namun sebagian besar mengalami kerusakan, setidak-tidaknya seperlima dari jumlah jalan kabupaten/kotanya. Sebagai provinsi yang memiliki panjang jalan terpanjang kedua di Indonesia, ini merupakan permasalahan besar dimana pemeliharaan jalan tidak berjalan secara optimal.

Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur memberikan perhatian cukup tinggi kepada sektor infrastruktur seperti ditunjukkan oleh belanja infrastruktur yang terus meningkat secara riil walaupun secara proporsi mengalami penurunan. Namun demikian, yang patut diperhatikan dari belanja infrastruktur adalah porsi belanja yang digunakan untuk operasi dan pemeliharaan yang masih terbatas dan kurang konsisten dari tahun ke tahun. Lebih jauh lagi, proporsi belanja infrastruktur terhadap PDRB selalu berada di bawah 1 persen dan tingkat pertumbuhannya pun relatif lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB.

1 Jawa Timur memegang peranan penting dalam Koridor Ekonomi Pulau Jawa sebagai pendorong industri nasional dan pelayanan jasa dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Salah satunya adalah dengan pembangunan jalur Trans Jawa dan Jalur Lintas Selatan untuk menghubungkan Jawa Timur dengan Jawa Tengah dan Provinsi lain di Pulau Jawa.

Page 20: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

4Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Ringkasan Eksekutif

Pendidikan

Tantangan utama pendidikan di Jawa Timur adalah bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia, salah satu potensi utamanya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah salah satu cara untuk meningkatkan produktifi tas. Sekitar 55 persen dari tenaga kerja di Jawa Timur hanya mengecap pendidikan Sekolah Dasar. Hal ini juga ditunjukkan oleh angka partisipasi murni (APM) sekolah yang semakin menurun pada tingkat SMP dan SMA.

Provinsi Jawa Timur menjawab tantangan utama pendidikan dengan memprioritaskan pembangunan pendidikan yang menekankan pada peningkatan kualitas dan akses pendidikan bagi masyarakat secara luas. Belanja pendidikan adalah belanja yang paling signifi kan peningkatannya. Selama kurun waktu 2006-2010, belanja pendidikan, baik yang merupakan konsolidasi belanja pemerintah pusat dan daerah, maupun yang merupakan belanja pemerintah daerah saja, meningkat sangat signifi kan. Secara riil, peningkatan tersebut hampir mencapai dua kali lipat dalam kurun waktu tersebut.

Namun demikian, masih diperlukan inovasi lebih lanjut tentang pola terbaik dalam realisasi belanja sektor pendidikan. Dalam kurun waktu 2006-2010, belanja pegawai tidak langsung (yaitu yang mencakup gaji guru dan gaji pegawai SKPD) mendominasi realisasi belanja, bahkan pada tahun 2009 telah mencapai lebih dari 80 persen belanja pemerintah daerah sektor pendidikan. Di sisi lain, pada periode 2006-2010, biaya pendidikan yang ditanggung oleh 20 persen rumah tangga termiskin di Jawa Timur terus meningkat dari Rp 304 ribu menjadi Rp 496 ribu per tahun. Secara rata-rata, belanja pendidikan rumah tangga di Jatim meningkat dari Rp 1,06 juta menjadi 1,69 juta di periode yang sama. Dengan demikian ada pertanyaan tentang kemampuan realisasi belanja APBD untuk menurunkan rata-rata biaya pendidikan yang harus ditanggung rumah tangga, khususnya rumah tangga termiskin.

Kesehatan

Dalam rangka mendorong peningkatan IPM, Pemerintah Daerah di Jawa Timur perlu terus melakukan peningkatan indeks Angka Harapan Hidup (AHH). Indeks AHH Jawa Timur berubah dari 68,5 tahun pada 2005 ke 71,79 pada tahun 2010, namun tidak mengalami pergeseran posisi yang berarti yakni pada posisi ke-11 secara nasional. Mengingat penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) berperan sangat signifi kan dalam peningkatan AHH, maka dalam rangka peningkatan AHH, pemerintah daerah di Jawa Timur perlu memberi perhatian lebih terhadap penurunan AKB ini. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk penurunan AKB adalah melalui peningkatan cakupan imunisasi dan cakupan pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan.

Dari sepuluh Kabupaten/Kota dengan AKB tertinggi, 7 di antaranya merupakan daerah dengan

cakupan imunisasi dan kelahiran ditolong tenaga kesehatan terendah. Kabupaten Sampang, Bangkalan dan Pamekasan misalnya, merupakan 3 kabupaten dengan cakupan imunisasi dan angka kelahiran ditolong tenaga kesehatan terendah, dan ketiganya memiliki AKB tertinggi. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa AKB dapat ditekan dengan meningkatkan cakupan imunisasi dan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan.

Peningkatan alokasi belanja kesehatan baik yang bersumber dari APBN, maupun APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota ternyata belum mampu menekan peningkatan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh 20 persen rumah tangga termiskin. Dalam periode 2006 hingga 2010, belanja rumah tangga untuk kesehatan mengalami peningkatan secara riil hampir dua kali lipat, dari Rp 347 ribu menjadi Rp 740 ribu per tahun. Untuk rumah tangga termiskin, dalam periode yang sama belanja kesehatannya meningkat lebih dari satu setengah kali, dari Rp 120 ribu menjadi Rp 188 ribu.

Page 21: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

5

Ringkasan Eksekutif

Pertanian

Dari sisi nilai produksi bruto, kinerja pertanian Jawa Timur cukup baik, namun perlu perbaikan pada sub-sektor non-tanaman pangan. Pertumbuhan riil sektor pertanian yang tetap positif, dan kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian daerah yang masih cukup tinggi menunjukkan kinerja sektor secara makro masih cukup baik.

Masalah kesejahteraan petani masih merupakan tantangan besar di sektor pertanian. Sebagaimana terjadi pada umumnya di provinsi lain, tingkat upah pekerja di sektor pertanian di Jawa Timur secara rata-rata lebih rendah dibanding sektor lainnya. Disamping itu, persoalan peningkatan harga produk pertanian yang tidak sebanding dengan peningkatan harga barang input pertanian (contoh: pupuk, benih, dll) dan harga-harga kebutuhan pokok mengakibatkan peningkatan produksi pertanian kurang berdampak secara langsung pada peningkatan kesejahteraan petani.

Belanja pertanian secara riil cenderung stagnan dengan proporsi yang menurun. Di satu sisi belanja daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) untuk pertanian meningkat, namun di sisi lain belanja pertanian yang bersumber dari Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan mengalami penurunan. Kondisi ini yang mengakibatkan belanja publik (yang bersumber dari seluruh tingkatan pemerintahan) untuk sektor pertanian cenderung stagnan pada kisaran Rp. 1,8 triliun pada periode 2005-2010. Kondisi ini belum seiring dengan petumbuhan total belanja pemerintah di Jawa Timur yang tiap tahun meningkat, sehingga secara proporsional belanja pertanian menjadi menurun.

Pengelolaan Keuangan Daerah

Ada kesenjangan kinerja pengelolaan keuangan daerah antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Secara keseluruhan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kota Surabaya memiliki kinerja pengelolaan keuangan daerah yang lebih baik daripada kabupaten/kota lainnya. Oleh karena itu, penting untuk dikembangkan mekanisme pendampingan teknis kepada kabupaten/kota yang masih memiliki kinerja yang kurang. Di samping itu, beberapa daerah lebih baik daripada daerah lain dalam bidang tertentu kabupaten/kota dan sebaliknya lebih buruk dalam bidang lainnya, seperti Kota Batu yang baik dalam bidang pengelolaan kas daerah tetapi kurang baik dalam pengelolaan aset kabupaten/kota dapat saling belajar dengan daerah lain yang berkondisi sebaliknya seperti Kabupaten Tulungagung. Oleh karena itu penting juga untuk dikembangkan program mitra belajar (peer learning) antar daerah.

Birokrasi

Pengelolaan jumlah PNS secara efi sien dan efektif diperlukan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan dan stabilitas anggaran daerah. Perkembangan jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jawa Timur mengalami fl uktuasi dengan tren meningkat dalam empat tahun terakhir. Dengan jumlah PNS yang relatif besar baik di daerah maupun tingkat provinsi, maka diperlukan pengelolaan PNS secara baik sehingga terjadi optimalisasi peran PNS dalam melakukan pelayan publik.

Gender

Pengarusutamaan gender dalam pembangunan di Jawa Timur masih terbatas pada level kebijakan, belum terimplementasi dalam program dan kegiatan yang konkrit. Pengarusutamaan gender merupakan salah satu kebijakan utama dalam pembangunan di Jawa Timur, terlihat pada berbagai kebijakan dan strategi seperti yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009–2014 serta program Gubernur Jawa Timur periode 2009-2014 melalui peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan, serta terjaminnya kesetaraan gender. Namun demikian, komitmen tersebut belum terimplementasi melalui program kesetaraan gender yang konsisten dan dapat langsung dirasakan oleh kaum perempuan dan menjadi gerakan bersama masyarakat serta seluruh SKPD di berbagai tingkatan pemerintahan.

Page 22: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

6Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Ringkasan Eksekutif

Pengarusutamaan gender melalui pemberdayaan perempuan akan menjadi hal yang sangat penting dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan. Banyaknya Tenaga Kerja Wanita (TKW) dari daerah kantong kemiskinan menunjukan bahwa bekerja di luar negeri masih menjadi harapan bagi sebagian penduduk untuk keluar dari kemiskinan. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah mengadakan program dan kegiatan yang mendukung TKW mulai dari pengiriman sampai kembali ke tanah air. Hal ini dapat menjadi salah satu bentuk kebijakan pengentasan kemiskinan dan pengarusutamaan gender yang dilakukan secara simultan

Agenda Pembangunan dan Arah Kebijakan Fiskal Jawa Timur

Mengacu pada potensi dan tantangan yang dihadapi, maka berikut ini adalah beberapa agenda pembangunan serta arah kebijakan fi skal yang perlu dikembangkan oleh Jawa Timur di masa depan. Ada empat agenda utama pembangunan Jawa Timur yang perlu dikembangkan:

1. Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mengoptimalkan potensi geografi s Jawa Timur sebagai penghubung lalu lintas manusia dan barang antar wilayah, serta memberikan kemudahan akses masyarakat terhadap berbagai pelayanan dasar dan ekonomi.

2. Memperbaiki kualitas SDM dengan meningkatkan jenjang pendidikan khususnya bagi penduduk usia produktif yakni sampai minimal tingkat SLTA. Hal ini agar mayoritas penduduk Jawa Timur yang berusia produktif dapat bersaing mengisi kebutuhan lapangan kerja.

3. Pengentasan kemiskinan khususnya di daerah-daerah kantong kemiskinan yakni daerah yang berpenduduk mayoritas perempuan, daerah pertanian, kawasan kepulauan dan pesisir utara. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya program khusus yang membidik kawasan kantong kemiskinan tersebut.

4. Mengoptimalkan arus komoditas dan perdagangan intra-wilayah di dalam provinsi Jawa Timur dengan meningkatkan hubungan input-output antar industri lokal serta meningkatkan konsumsi lokal yang dipasok dari produksi lokal.

Untuk dapat menjalankan keempat agenda pembangunan dengan baik, maka diperlukan kebijakan fi skal yang lebih inovatif. Hal ini agar instrumen fi skal dapat benar-benar dimanfaatkan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi serta memeratakan kesejahteraan.

1. Dari sisi pengeluaran, pemerintah daerah perlu lebih mensiasati pertumbuhan jumlah pegawai dan belanja pegawai karena pertumbuhannya terus mengurangi kemampuan daerah dalam mengalokasi belanja APBD untuk sektor-sektor strategis dan pelayanan publik dasar. Meskipun jumlah PNS menjadi salah satu variabel dalam penentuan alokasi DAU, namun daerah hendaknya tidak terjebak untuk merekrut PNS sebanyak-banyaknya karena hal ini hanya akan menjadi beban pembiayaan pembangunan daerah.

2. Mengoptimalkan peluang peningkatan pendapatan daerah dari PAD agar daerah tidak tergantung pada transfer fi skal dari pusat. Namun demikian, hal ini harus disertai penelitian yang mendalam untuk menentukan subjek PAD agar tidak membebani rakyat khususnya kelompok miskin yang jumlahnya masih cukup besar.

3. Dengan terbatasnya ruang gerak fi skal dan belum optimalnya pemanfaatan sumber-sumber PAD, maka pemerintah daerah perlu lebih inovatif dalam mengoptimalkan komposisi belanjanya, khususnya di sektor-sektor strategis yang berdampak besar terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Belanja sektoral sebaiknya diprioritaskan untuk sektor pelayanan dasar seperti peningkatan akses pendidikan SMP dan SMA, pelayanan kesehatan preventif (seperti imunisasi), pelayanan kesehatan pada masa kehamilan, persalinan yang dibantu tenaga terlatih, dll; serta untuk sektor yang menjadi isu utama pembangunan daerah seperti agribisnis, irigasi, pemeliharaan jalan, dll.

Page 23: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

7

Ringkasan Eksekutif

4. Belanja pada sektor infrastruktur harus menjadi agenda pembangunan prioritas mengingat keberadaannya yang sangat vital bagi perdagangan antar dan intra wilayah serta memudahkan warga dalam mengakses berbagai layanan publik seperti akses ke sarana pendidikan dan kesehatan. Belanja daerah untuk pemeliharaan infrastruktur harus terus ditingkatkan.

5. Belanja daerah pada sektor pendidikan dan kesehatan harus terus diarahkan untuk dapat meningkatkan indikator capaian dan pada saat yang sama berusaha menjaga tingkat kontribusi belanja pendidikan dan kesehatan di tingkat rumah tangga khususnya rumah tangga miskin. Hal ini diperlukan karena masih tingginya jumlah penduduk yang miskin. Di sisi lain, harus ada evaluasi mengenai efektivitas dari belanja pendidikan dan kesehatan terhadap kualitas pendidikan.

Page 24: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk
Page 25: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

Bab 1 Sekilas Tentang

Provinsi Jawa Timur

Page 26: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

10Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur

Sejarah Jawa Timur dimulai sejak abad ke delapan. Di wilayah inilah terdapat kerajaan yang terbentuk pada abad ke delapan, yaitu kerajaan Mataram Kuno. Sejak itu terdapat beberapa kerajaan yang berdiri setelahnya, yaitu Medang, Kediri, Singasari, Majapahit, Demak-Pajang, dan Kerajaan Mataram Islam yang berdiri hingga pertengahan abad ke-18. Pada masa Kerajaan Mataram Islam pula, ditandai dengan masuknya VOC dan berubah menjadi Hindia Belanda diawal abad 19 dan diikuti oleh pendudukan Jepang pada tahun 1942.

Setelah kemerdekaan Indonesia ditahun 1945, Provinsi Jawa Timur adalah satu dari delapan provinsi yang pertama kali terbentuk2. Walaupun Provinsi Jawa Timur sempat terpecah menjadi Negara Jawa Timur dan Negara Madura dibawah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)3 setelah Konferensi Meja Bundar dengan Belanda ditahun 1949, tak lama kemudian berdasarkan desakan rakyat Jawa Timur, kedua negara bagian tersebut membubarkan diri dan menyerahkan kembali kekuasaannya ke Negara Republik Indonesia. Pada tahun 1950, Jawa Timur kembali menjadi Provinsi Jawa Timur. Hingga kini, Provinsi Jawa Timur memiliki 8418 desa dan 637 kecamatan, yang tersebar di 29 kabupaten dan 9 kota.

Posisi Provinsi Jawa Timur merupakan penghubung antara kawasan Timur dan Barat Indonesia. Lokasinya secara strategis berada diujung wilayah kawasan Barat yang berbatasan langsung dengan kawasan Timur Indonesia. Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan Selat Bali di bagian Timurnya, Samudra Indonesia di bagian Selatan, Laut Jawa di Utara, dan Provinsi Jawa Tengah di bagian Baratnya. Provinsi Jawa Timur memiliki luas wilayah daratan sebesar 47 ribu km2 dan 111 ribu km2 wilayah lautan yang mencakup 229 pulau.

Wilayah Jawa Timur memiliki kondisi yang beragam. Selain Pulau Madura dan pulau-pulau lainnya di bagian utara, wilayah daratan Provinsi Jawa Timur dapat dikelompokkan menjadi tiga zona, yaitu (i) bagian utara yang terdiri atas wilayah dataran rendah dan tinggi yang memiliki tanah cukup subur (Ngawi, Blitar, Malang, hingga Bondowoso) dan wilayah utara yang relatif tandus (Bojonegoro, Tuban, Gresik, hingga Madura); (ii) bagian tengah yang terdiri dari rangkaian pegunungan berapi; dan (iii) bagian selatan yang terdiri dari rangkaian perbukitan dari pesisir pantai selatan Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, hingga Malang.

Wilayah Jawa Timur adalah wilayah yang tergantung pada pertanian. Berdasarkan pola tata ruang Jawa Timur yang ditetapkan tahun 2005, sebesar 88 persen dari wilayahnya adalah kawasan budidaya. Secara keseluruhan, 74 persen dari wilayah Jawa Timur diperuntukkan bagi budidaya pertanian dan 14 persen untuk budidaya non-pertanian. Berdasarkan hal ini, maka arahan pengembangan wilayah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Timur adalah menuju pengembangan kawasan yang berorientasi agrobisnis.

2 Setelah kemerdekaan, Indonesia terbagi menjadi delapan provinsi, yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.

3 Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) terdiri atas 9 negara bagian, yaitu: Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Sumatera Timur, Negara Madura, Negara Pasundan, Negara Sumatera Selatan, dan Negara Jawa Timur.

Page 27: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

11

Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur

Gambar 1.1. Profi l wilayah Jawa Timur

Pacitan

Ngawi

Tuban

Lamongan

Bojonegoro

Madiun

Nganjuk

KediriKediriKediriKediriKediriKediriKediriKediriKediri

KOTA KOTA KOTA KOTA KOTA KOTA KOTA KOTA KOTA KEDIRIKEDIRIKEDIRIKEDIRIKEDIRIKEDIRIKEDIRIKEDIRIKEDIRI

KOTA BATU

KOTAMADIUN

KOTA MALANG

Blitar

KOTA BLITAR

KOTA MOJOKERTO

SidoarjoKOTA

PASURUAN

KOTA SURABAYA

Jombang

BangkalanBangkalanBangkalanBangkalanBangkalanBangkalanBangkalanBangkalanBangkalan

Gresik

Banyuwangi

Mojokerto

Probolinggo

Lumajang

Jember

Bondowoso

Situbondo

KOTA PROBOLINGGO

Pasuruan

PamekasanSampang

Sumenep

Malang

Ponorogo

Magetan

TrenggalekTulungagung

0 50 100

kilometers

Luas WilayahPopulasiAngka KemiskinanPDRB per kapita (konstan tahun dasar 2000)Jumlah kabupaten dan kota

: 47.922 km2

: 37.476.011 (Sensus penduduk 2010): 15,26% (BPS, 2010): Rp 20,77 juta : 29 Kabupaten dan 9 Kota

Catatan : Kepulauan Bawean, yang merupakan bagian dari Kabupaten Gresik, serta Kepulauan Kangean dan Kepulauan Masalembu yang merupakan bagian dari Kabupaten Sumenep, tidak ditampilkan didalam peta dan presentasi data.

Desentralisasi memiliki dampak yang terbatas terhadap administrasi pemerintah daerah di Jawa Timur. Seiring dengan proses desentralisasi lebih dari satu dasawarsa yang lalu, terdapat pergeseran kewenangan dan fungsi dari yang sebelumnya dilakukan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Selain itu salah satu karakteristik dari desentralisasi di Indonesia adalah terbentuknya pemerintah-pemerintah daerah baru atau pemekaran. Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar dan jumlah pemerintah daerah terbanyak di Indonesia, justru pemekaran yang terjadi di Jawa Timur terbatas pada pemekaran satu pemerintah daerah. Hanya Kota Batu yang mengalami pemekaran dari Kabupaten Malang yang terjadi di tahun 2001.

Di sisi lain, Jawa Timur mengalami peningkatan kinerja setelah desentralisasi. Belanja pemerintah daerah mengalami peningkatan yang pesat dan kinerja ekonomi mengalami kemajuan dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) yang secara riil mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dalam lebih dari satu dekade setelah desentralisasi, dari Rp 5,8 juta per orang hingga menjadi Rp 9,1 juta per orang. Peningkatan belanja pemerintah daerah Jawa Timur secara keseluruhan yang mencakup Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota juga mengalami peningkatan yang signifi kan yaitu secara riil per kapita meningkat delapan kali lipat dari Rp 123 ribu perorang menjadi Rp 985 ribu perorang. Dalam kurun waktu tersebut pula, peningkatan perekonomian dan belanja pemerintah daerah juga diikuti oleh penurunan angka kemiskinan, dari 26 persen menjadi 15 persen di tahun 2010.

Page 28: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

12Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur

Namun masih ada catatan yang harus diperhatikan dari perkembangan Jawa Timur selama lebih dari satu dasawarsa. Tren perkembangan Jawa Timur berusaha mengimbangi perkembangan nasional. Secara per kapita, perekonomian Jawa Timur hampir dapat mengimbangi rata-rata nasional. Demikian juga dengan penanggulangan kemiskinan walaupun masih berada di bawah rata-rata nasional. Dalam lebih dari satu dasawarsa, Jawa Timur dapat menurunkan angka kemiskinannya sebanyak sebelas poin, dari 26 persen ke 15 persen dimana secara nasional penurunan angka kemiskinan juga mengalami penurunan 11 poin. Diperlukan usaha yang keras untuk mengejar ketertinggalan Jawa Timur dari rata-rata nasional. Dilain sisi, studi menunjukkan bahwa walaupun perekonomian Jawa Timur mengalami perkembangan yang pesat, namun masih belum dapat mencapai tingkat yang telah dicapai oleh Jawa Timur pada masa sebelum Krisis Moneter di tahun 1997-1998 (Gambar 1.2).4

Gambar 1.2. Kinerja Jawa Timur meningkat selama 10 tahun desentralisasi

Jawa Timur

(26)

Nasional (24)

-

5

10

15

20

25 1999

Jawa Timur

(15) Nasional

(13)

-

5

10

15

20

25

30 2010

PDRB

200

0 Pe

r Kap

ita (2

000=

100)

, (Ju

ta R

p)

PDRB

201

0 Pe

r Kap

ita (2

000=

100)

, (Ju

ta R

p)

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Angka Kemiskinan (BPS, 2010); PDRB per kapita (BPS, 2010); Konsolidasi Belanja Per Provinsi per kapita (Kementrian Keuangan, 2008).

Ada kesenjangan pembangunan yang terlihat di Jawa Timur. Dari 38 kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur, dapat terlihat bahwa ada perbedaan kinerja antara kabupaten/kota tersebut. Secara umum dapat terlihat bahwa daerah-daerah perkotaan memiliki kinerja yang cenderung lebih baik dari pada daerah pedesaan. Daerah kabupaten di Jawa Timur memiliki belanja per kapita dibawah Rp 1,5 juta dan PDRB per kapita dibawah Rp 50 juta. Angka kemiskinan di wilayah kabupaten juga cenderung lebih besar dibandingkan wilayah kota, walaupun belum tentu demikian dari sisi jumlah penduduk miskin. Pemerintah kota memiliki sumber daya fi skal yang lebih besar dibandingkan wilayah kabupaten. Hal ini terlihat dari nilai perkapita yang lebih tinggi dari wilayah Kabupaten. Apabila dilihat dari kinerja perekonomiannya, tidak terlihat ada pola tertentu dimana sebagian besar Kota memiliki PDRB per kapita yang relatif sama dengan wilayah kabupaten. Pengecualian untuk perekonomian hanyalah Kota Surabaya dan Kota Kediri dengan industri tembakaunya (Gambar 1.3).

1.1 Demografi , Ketenagakerjaan, dan Kemiskinan

Jawa Timur memiliki jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang rendah. Dengan jumlah penduduk hampir mencapai 37,5 juta jiwa (BPS, 2010), provinsi ini adalah provinsi dengan populasi terbesar kedua di Indonesia. Sebagian besar penduduknya adalah masyarakat etnis Jawa dan sebagian kecil terdiri dari etnis Madura, Tengger dari kawasan Bromo, serta Samin, dan Osing dari kawasan Banyuwangi. Secara rata-rata, pertumbuhan penduduk Jawa Timur tergolong sangat rendah, hanya 0,81

4 Diagnosa Pertumbuhan Provinsi Jawa Timur (The World Bank, 2011).

Page 29: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

13

Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur

persen dalam kurun waktu 1991-2010. Rendahnya angka pertumbuhan tersebut konsisten selama periode tersebut, berbeda dengan daerah-daerah lain yang memiliki pertumbuhan penduduk yang bervariasi antara satu periode dengan yang lain.

Gambar 1.3. Wilayah kota memiliki kinerja yang lebih baik dari pada kabupaten

Kota BatuKota Blitar

Kota Kediri

Kota MadiunKota Malang Kota Mojokerto

Kota Pasuruan

KotaProbolinggo

Kota Surabaya

-

50

100

150

200

250PD

RB R

iil P

er K

apita

(dal

am Ju

ta R

p)

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Angka Kemiskinan (BPS, 2010); PDRB per kapita (BPS, 2010); Konsolidasi Belanja Per Provinsi per kapita (Kementrian Keuangan, 2008).

Gambar 1.4. Pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Timur tergolong rendah

2,37%

2,03% 1,94%1,88%

1,58%

1,09%

0,90% 0,81%

-2%

-2%

-1%

-1%

0%

1%

1%

2%

2%

3%

3%

Sumber: BPS, 2010.

Kota Surabaya memiliki jumlah penduduk terbesar dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Surabaya. Dari 37,5 juta penduduk Jawa Timur, 41 persen tinggal di daerah perkotaan dan 59 persen di daerah pedesaan. Jumlah penduduk tertinggi terdapat di Kota Surabaya dengan 2,7 juta jiwa atau 7,3 persen dari total penduduk Jawa Timur. Sedangkan jumlah penduduk terkecil adalah Kota Mojokerto dengan 120 ribu jiwa atau 0,3 persen dari total penduduk Jawa Timur. Kepadatan penduduk di wilayah Kota cenderung jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah kabupaten. Walaupun demikian, itu tidak berarti bahwa populasi penduduk kota lebih besar dibandingkan populasi kabupaten. Terdapat 7 wilayah kota yang memiliki populasi terkecil di Jawa Timur diluar Kota Surabaya dan Kota Malang. Hal ini menunjukkan

Page 30: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

14Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur

bahwa walaupun terdapat beberapa wilayah kota yang dapat menjadi pusat perekonomian, konsentrasi jumlah penduduknya belum cukup tinggi untuk dapat merangsang pergerakan perekonomian wilayahnya lebih jauh, kecuali Kota Kediri dan Kota Surabaya (Gambar 1.5).

Gambar 1.5. Kepadatan penduduk terpusat di daerah perkotaan

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

Kota

Sur

abay

aM

alan

gJe

mbe

rSi

doar

joBa

nyuw

angi

Pasu

ruan

Kedi

riBo

jone

goro

Jom

bang

Lam

onga

nG

resi

kTu

ban

Blita

rPr

obol

ingg

oSu

men

epM

ojok

erto

Nga

njuk

Lum

ajan

gTu

lung

agun

gBa

ngka

lan

Sam

pang

Pono

rogo

Kota

Mal

ang

Nga

wi

Pam

ekas

anBo

ndow

oso

Tren

ggal

ekM

adiu

nSi

tubo

ndo

Mag

etan

Paci

tan

Kota

Ked

iriKo

ta P

robo

lingg

oKo

ta B

atu

Kota

Pas

urua

nKo

ta M

adiu

nKo

ta B

litar

Kota

Moj

oker

to

Kepadatan penduduk (jiwa/km

2)Pp

opul

asi (

dala

m ri

buan

)

Populasi 2010 (Dalam ribuan jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2)

0

50

100

150

200

250

0100020003000400050006000700080009000

Kab.

Ban

yuw

angi

Kab.

Situ

bond

oKa

b. P

acita

nKa

b. B

ondo

wos

oKa

b. S

umen

epKa

b. B

ojon

egor

oKa

b. L

umaj

ang

Kab.

Tre

ngga

lek

Kab.

Tub

anKa

b. N

gaw

iKa

b. M

adiu

nKa

b. P

robo

lingg

oKa

b. P

onor

ogo

Kab.

Lam

onga

nKa

b. M

alan

gKa

b. S

ampa

ngKa

b. Je

mbe

rKa

b. N

ganj

ukKa

b. B

litar

Kab.

Mag

etan

Kab.

Ban

gkal

anKa

b. T

ulun

gagu

ngKa

b. G

resi

kKa

b. P

amek

asan

Kab.

Pas

urua

nKa

b. Jo

mba

ngKa

b. K

ediri

Kota

Bat

uKa

b. M

ojok

erto

Kab.

Sid

oarjo

Kota

Pro

bolin

ggo

Kota

Blit

arKo

ta K

ediri

Kota

Mad

iun

Kota

Pas

urua

nKo

ta M

alan

gKo

ta M

ojok

erto

Kota

Sur

abay

a

PDRB Per Kapita (Juta Rp)

Kapa

data

n Pe

ndud

uk (j

iwa/

km2)

Kepadatan Penduduk PDRB per kapita

Sumber: BPS Jawa Timur, 2010.

Proporsi jumlah penduduk perempuan lebih besar daripada penduduk laki-laki. Pada tahun 2010, rasio jenis kelamin penduduk Jawa Timur adalah sebesar 97 persen, yang berarti jumlah penduduk perempuan tiga persen lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. Dengan kata lain, setiap 100 perempuan terdapat 97 laki-laki. Sidoarjo, Malang, Kediri, dan Kota Batu, merupakan daerah dengan sex-ratio di atas 100 yang menunjukan jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuannya. Sedangkan, Ponorogo, Blitar, Mojokerto, Kota Blitar, Kota Mojokerto dan Kota Kediri memiliki jumlah penduduk laki-laki dan perempuan yang berimbang. Untuk kabupaten/kota lainnya, jumlah penduduk perempuannya cenderung lebih banyak dari pada laki-laki, seperti kabupaten/kota di Pulau Madura. Dengan jumlah penduduk perempuan yang lebih besar, maka pemberdayaan perempuan di Jawa Timur juga merupakan salah satu isu sentral pembangunan.

Page 31: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

15

Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur

Gambar 1.6. Jumlah penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan di Jawa Timur, 2010

Sex RatioRatio laki-laki/perempuan (SP 2010)

Sex Ratio > 100Sex Ratio = 100Sex Ratio < 100

Sumber: Peta Wilayah Administrasi BAKOSURTANAL 2007, Sensus Penduduk 2010.

Mata pencaharian terbesar di Jawa Timur adalah pertanian. Hal ini sesuai dengan pemanfaatan lahan di Jawa Timur yang tiga perempatnya dimanfaatkan untuk pertanian. Hampir setengah dari tenaga kerja di Jawa Timur bergantung pada sektor pertanian, dari 46 persen di tahun 2006 hingga 44 persen ditahun 2010 dengan jumlah tenaga kerja sekitar 8 juta jiwa. Ini juga mencakup kegiatan agrobisnis berbasis tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan dan kehutanan. Oleh sebab itu, arah kebijakan pertanian di Jawa Timur mengarah pada pengembangan agrobisnis yang tidak hanya mengandalkan pemanfaatan sumber daya alam yang ada sebagai keunggulan komparatifnya, tapi juga secara bertahap akan terus dikembangkan untuk pengembangan agrobisnis.

Gambar 1.7. Keterkaitan antara sektor basis pertanian dengan tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Jawa Timur

Pacitan

Ponorogo

Trenggalek

Tulungagung

Blitar

KediriMalang Lumajang

JemberBanyuwangi

SitubondoProbolinggoPasuruan

Sidoarjo

MojokertoJombang

Nganjuk

Madiun

Magetan

Ngawi

Bojonegoro

TubanLamongan

Gresik

Bangkalan Sampang PamekasanSumenep

Kota Kediri Kota Blitar

Kota Malang

Kota ProbolinggoKota Pasuruan

Kota Mojokerto

Kota Madiun

Kota SurabayaBatu

y = 0,4x 3-3 ,5x2+ 11,5x + 6,9R² = 0,6

0

5

10

15

20

25

30

00 ,5 11 ,5 22 ,5 33 ,5

Ting

kat K

emis

kina

n (%

)

Indek Peranan Sektor Pertanian Dalam Struktur Ekonomi

Bondowoso

Sumber: BPS Jawa Timur, 2010.

Page 32: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

16Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur

Daerah dengan sektor pertanian sebagai basis ekonominya memiliki kecenderungan tingkat kemiskinannya tinggi. Sampang, Sumenep dan Pamekasan, misalnya, adalah kabupaten dengan basis pertanian, memiliki jumlah penduduk miskin terbesar. Di sini, Location Quotient (LQ) digunakan sebagai indikator basis aktivitas ekonomi, jika suatu daerah dengan nilai LQ untuk pertanian lebih besar dari satu, maka daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai daerah yang aktivitas ekonominya berbasis pada sektor pertanian. Daerah perkotaan umumnya basis aktivitas ekonominya bukan di sektor pertanian. Penduduk miskin ternyata banyak terdapat di daerah yang basis ekonominya pertanian. Oleh karena itu, isu pembangunan sektor pertanian merupakan satu bagian dari isu pengentasan kemiskinan di Jawa Timur.

Tenaga kerja di sektor jasa terus meningkat seiring dengan turunnya angka pengangguran. Dalam lima tahun terakhir terlihat bahwa tenaga kerja yang masuk ke sektor jasa terus meningkat. Dalam kurun waktu tersebut, penyerapan sektor jasa meningkat sebesar 3 persen menjadi 38 persen, yang mencapai lebih dari 1,1 juta tenaga kerja. Sektor industri cukup stabil penyerapan tenaga kerjanya, sedikit dibawah 20 persen. Dilain pihak, terlihat adanya penurunan angka pengangguran terbuka yang relatif besar dalam periode Februari 2009 hingga Februari 2011 dari 5,85 persen menjadi 4,18 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan sektor jasa berperan dalam menyerap tenaga kerja sehingga memiliki dampak terhadap penurunan angka pengangguran terbuka.

Gambar 1.8. Tenaga kerja per sektor dan berdasarkan struktur di Jawa Timur dan menurunnya angka pengangguran terbuka

46% 45% 45% 44% 44%

19% 20% 19% 18% 18%

35% 36% 36% 37% 38%

-

5.000.000

10.000.000

15.000.000

20.000.000

2006 2007 2008 20092 010*

Pertanian Industri Jasa

5,9

5,1 4,9

4,3 4,2

0

1

2

3

4

5

6

7

Feb 2009 Agust 2009 Feb 2010 Agust 2010 Feb 2011

Pers

en

Sumber: BPS Jawa Timur, 2010.

Potensi sumber daya manusia adalah salah satu penggerak perekonomian di Jawa Timur. Jumlah penduduk yang cukup besar di Jawa Timur bisa menjadi penggerak perekonomian bila tenaga kerja tersebut bekerja dengan produktivitas atau di sektor yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Bisa dilihat bahwa ada pergeseran penyerapan tenaga kerja ke sektor jasa. Sebagai salah satu cara untuk menanggulangi kemiskinan di Jawa Timur, perlu dipikirkan strategi agar proses transisi ini bisa difasilitasi, dan pada saat yang sama juga meningkatkan produktivitas sektor pertanian dengan meningkatkan nilai tambah produk pertanian serta mempromosikan pekerjaan untuk non-tani di pedesaan seperti industri pertanian dan industri pedesaan skala kecil untuk membantu petani-petani yang memiliki kemungkinan kecil (misalnya karena usia yang sudah lanjut dan pendidikan yang rendah) untuk pindah ke sektor non-pertanian (Diagnosa Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur, The World Bank- 2011).

Angkatan kerja di Jawa Timur sebagian besar masih memiliki latar belakang pendidikan yang relatif rendah, yang merupakan salah satu penyebab provinsi ini memiliki tingkat upah minimum dan rata-rata upah bulanan paling rendah dibanding provinsi lain di Indonesia. Pada tahun 2010, lebih dari 52 persen angkatan kerja di Jawa Timur hanya berpendidikan SD atau bahkan lebih rendah. Sementara angkatan kerja berpendidikan lanjutan (D1-3 dan Universitas) dan tidak lebih dari 5 persen. Karena pendidikan yang rendah maka keterampilan pekerja juga cenderung rendah sehingga tingkat upah relatif rendah.

Page 33: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

17

Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur

Gambar 1.9. Angkatan kerja per pencapaian pendidikan di tahun 2010

Indonesia

Banten

Jawa Timur

DI Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Sumber: Diolah dari Sakernas dan BPS, 2010.

Rendahnya akses terhadap pendidikan menengah merupakan salah satu faktor rendahnya capaian pendidikan di provinsi tersebut. Terdapat kesenjangan yang besar antara penduduk dari kelompok pengeluaran rendah dengan kelompok pengeluaran tinggi, dan juga antara penduduk pedesaan dan perkotaan dalam hal akses terhadap pendidikan menengah. Akses yang timpang ini dapat disebabkan oleh terbatasnya jumlah sekolah menengah, distribusi sekolah yang tidak merata dan relatif tingginya biaya pendidikan menengah. Di tingkat kabupaten/kota, banyak kabupaten/kota mencatat Angka Partisipasi Murni sekolah dasar di atas 90 persen. Akan tetapi variasi angka partisipasi yang lebih besar dapat dijumpai pada tingkat menengah pertama dengan rentang antara 45 persen sampai 85 persen dan pada tingkat menengah atas dengan rentang antara 18 persen sampai 80 persen di tahun 2009.

Kecenderungan perempuan yang menganggur menurun dengan proporsi pengangguran perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Pada tahun 2006, terdapat 54 persen dari tenaga kerja laki-laki di Jawa Timur yang tidak bekerja, dan meningkat 10 persen pada tahun 2009. Rendahnya tingkat pengangguran terbuka perempuan ini mengindikasikan adanya peningkatan partisipasi perempuan dalam perekonomian Jawa Timur. Namun jika dikaji lebih jauh, khususnya terkait dengan tingkat kualitas sumber daya manusia, maka terdapat indikasi bahwa perempuan di Jawa Timur lebih mudah mengakses lapangan kerja dibandingkan dengan pekerja laki-laki adalah karena adanya disparitas upah, dimana pekerja laki-laki cenderung menerima upah lebih tinggi dari pada pekerja perempuan. Hal ini dapat dilihat dari IPG yang lebih rendah daripada IPM, karena perbedaan kedua indeks tersebut mengindikasikan adanya perbedaan tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan yang diterima antara perempuan dan laki-laki. Selain itu, berdasarkan jenis pekerjaannya, penduduk perempuan lebih banyak bekerja di sektor pertanian dan perdagangan yang berkarakteristik mempunyai nilai tambah rendah dan cenderung penduduknya miskin.

Page 34: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

18Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur

Gambar 1.10. Pengangguran dan pembangunan manusia berdasarkan gender di Jawa Timur.

50

55

60

65

70

75

inde

ks

Perkembangan IPM dan IPG*) Jawa Timur

54 52 54 64

46 48 46 36

0%

20%

40%

60%

80%

100%Te

rbuk

a

Pengangguran Terbuka Berdasarkan Gender

0

10

20

30

40

50

Pers

enta

se P

eker

ja (%

)

Rata-Rata Pekerja Berdasarkan Gender , 2007-2010

Sumber: BPS, Inmakro, 2010.Catatan: *) Kementerian PP&PA, Pembangunan Berbasis Gender 2006, 2007, dan 2008.

Pengentasan kemiskinan adalah tantangan besar pembangunan di Jawa Timur. Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua di Indonesia, pengentasan kemiskinan adalah salah satu tantangan pembangunan terbesar di Jawa Timur. Dengan angka kemiskinan yang sedikit diatas rata-rata nasional, jumlah penduduk miskin di Jawa Timur adalah yang tertinggi di Indonesia. Besarnya jumlah penduduk miskin dan dikombinasikan dengan karakter wilayah yang beragam di 38 kabupaten/kota membuat upaya pengentasan kemiskinan menghadapi tantangan koordinasi yang lebih besar dibandingkan dengan provinsi lain.

Gambar 1.11. Pengentasan kemiskinan adalah tantangan besar bagi Jawa Timur

-

1.000.000

2.000.000

3.000.000

4.000.000

5.000.000

6.000.000

7.000.000

-

5

10

15

20

25

30

35

40

DKI

Jaka

rta

Bali

Kalim

anta

n Se

lata

nKe

pula

uan

Bang

ka B

elitu

ngKa

liman

tan

Teng

ahBa

nten

Kalim

anta

n Ti

mu r

Kepu

laua

n Ri

auJa

mbi

Riau

Kalim

anta

n Ba

rat

Sula

wes

i Uta

raM

aluk

u U

tara

Sum

ater

a Ba

rat

Jaw

a Ba

rat

Sum

ater

a U

tara

Sula

wes

i Sel

atan

Indo

nesi

aSu

law

esi B

arat

Jaw

a Ti

mur

Sum

ater

a Se

lata

nJa

wa

Teng

ahD

I Yo

gyak

arta

Sula

wes

i Ten

ggar

aSu

law

esi T

enga

hBe

ngku

luLa

mpu

ngN

angg

roe

Ace

h D

arus

sala

mN

usa

Teng

gara

Bar

atN

usa

Teng

gara

Tim

urG

oron

talo

Mal

uku

Papu

a Ba

rat

Papu

a

Populasi Masyarakat M

iskin (jiwa)

Mas

yara

kat M

iski

n (%

)

Angka Kemiskinan 2010 Populasi Masyarakat Miskin

Sumber: BPS 2010.

Page 35: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

19

Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur

Kemiskinan di wilayah kepulauan dan pesisir utara cenderung lebih tinggi dibandingkan wilayah

lainnya. Kabupaten yang terletak di Pulau Madura dan kepulauan di sekitarnya adalah daerah yang memiliki angka kemiskinan lebih tinggi dibandingkan daerah lain di Jawa Timur. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan publik maupun kurang berkembangnya kegiatan perekonomian di wilayah tersebut. Selain daerah kepulauan, beberapa daerah di pesisir utara tergolong lebih miskin dibandingkan daerah lainnya. Apabila dibandingkan dengan wilayah pesisir selatan dan wilayah pegunungan yang memiliki akses terbatas, justru daerah tersebut memiliki angka kemiskinannya yang cenderung lebih tinggi. Mengingat daerah tersebut dilalui oleh jalan lintas utara pulau Jawa yang merupakan urat nadi perekonomian disepanjang pesisir utara, perlu diteliti lebih lanjut apa yang menjadi penyebab tingkat kemiskinannya lebih tinggi tersebut.

Gambar 1.12. Peta tingkat kemiskinan di kabupaten/kota di Jawa Timur 2010

Angka Kemiskinan 2010 (%)Sumber: BPS 2011

Diatas 25%20 - 2515 - 2010 - 15Dibaw ah 10%

Sumber: Diolah dari data Provinsi Jawa Timur dan BPS, 2008.

Pada tahun 2010, daerah dengan populasi perempuan lebih besar daripada laki-laki ternyata merupakan daerah kantong kemiskinan di Jawa Timur. Secara umum, populasi perempuan di Jawa Timur lebih besar daripada populasi laki-laki. Sehingga, sebagian besar daerah dengan penduduk miskin terbesar di Jawa Timur, seperti Bangkalan dan Sumenep, memiliki populasi perempuan yang lebih besar daripada populasi laki-laki, yaitu sekitar delapan sampai sembilan persen lebih banyak penduduk perempuannya. Demikian juga, Pamekasan, Sampang, Tuban, Bojonegoro, Lamongan, Ngawi dan Pacitan adalah daerah kantong kemiskinan di Jawa Timur yang dihuni sebagian besar oleh perempuan. Sebaliknya, Batu dan Sidoarjo adalah daerah dengan penduduk miskin rendah dan populasi laki-laki lebih besar daripada populasi perempuan. Oleh karena itu, isu kemiskinan di Jawa Timur tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan isu pemberdayaan perempuan.

Page 36: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

20Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur

Gambar 1.13. Kemiskinan dan populasi perempuan di Jawa Timur, 2010.

Blitar

Banyuwangi

Pacitan

Ponorogo

Trenggalek

Tulungagung

Kediri

Malang

Lumajang

Jember

Situbondo

Probolinggo

Pasuruan

Sidoarjo

Mojokerto

Jombang

Nganjuk

Madiun

Magetan

Ngawi

Bojonegoro

Tuban

Lamongan

Gresik

BangkalanSampang

PamekasanSumenep

Kota Kediri

Kota BlitarKota Malang

Kota ProbolinggoKota Pasuruan

Kota Mojokerto

Kota Madiun Kota Surabaya

Jawa Timur

0

5

10

15

20

25

30

90 92 94 96 98 100 102

Tingk

at Ke

misk

inan (

%)

Bondowosoo

Batu

Sumber: Diolah dari BPS, Inmakro, 2010.

1.2 Perekonomian dan Pertumbuhan Inklusif

Jawa Timur memiliki posisi strategis, baik dari aspek ekonomi maupun dari sisi demografi snya. Secara ekonomi, provinsi ini merupakan penghubung antara kawasan Timur dan Barat Indonesia, khususnya sebagai pintu gerbang perdagangan antar pulau dan daerah. Pada tahun 2010, Jawa Timur mempunyai porsi perdagangan sebesar 52 persen dengan wilayah Indonesia bagian timur seperti Sulawesi, Maluku, dan Papua dan 47 persen dengan wilayah Indonesia bagian barat seperti Sumatra dan Jawa. Sementara dari aspek demografi , jumlah penduduk Jawa Timur adalah yang kedua terbesar di Indonesia setelah Jawa Barat. Pada tahun 2010, jumlah penduduk Jawa Timur adalah sebesar 37,4 juta jiwa atau 16 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.

Kontribusi Jawa Timur terhadap perekonomian Indonesia selalu stabil. Jawa Timur memiliki kontribusi terbesar kedua terhadap perekonomian Indonesia setelah DKI Jakarta. PDRB Jawa Timur dalam sepuluh tahun terakhir menyumbang secara konsisten 15 persen dari PDB Indonesia. Kontribusinya hanya lebih kecil dibandingkan kontribusi seluruh provinsi di Pulau Sumatera dan DKI Jakarta. Data menunjukkan bahwa kontribusinya sekitar 150 persen dari kontribusi seluruh Kawasan Timur Indonesia dan seluruh provinsi di Pulau Kalimantan.

Page 37: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

21

Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur

Gambar 1.14. Jawa Timur memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia

0%

5%

10%

15%

20%

25%

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Sumatra Kalimantan Kawasan Timur Indonesia

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Timur

Sumber: Diolah dari BPS, 2010.

Gambar 1.15. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dan nasional, 2010

3,764,5

4,785,05

5,6 5,48

6,286,01

4,55

6,1

6,5

3,64 3,8

4,78

5,83 5,84 5,86,11

5,94

5,01

6,687,12

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011*

Nasional

Pers

en

Jawa Timur

Sumber: BPS Pusat dan Jawa Timur, 2010.

Dalam sepuluh tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur meningkat dengan stabil. Sejak krisis moneter di tahun 1997-1998 dimana Provinsi Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang terkena dampaknya karena perkembangan sektor industrinya, Provinsi Jawa Timur terus berusaha meningkatkan kinerja perekonomiannya. Dari 3,64 persen tingkat pertumbuhan di tahun 2001, data sementara di semester I tahun 2011 menunjukkan pertumbuhan sebesar 7,12 persen. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selalu dapat mengimbangi pertumbuhan nasional, bahkan selalu lebih tinggi sejak tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perekonomian Jawa Timur lebih tinggi daripada kinerja perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

Arus komoditas yang masuk ke Jawa Timur didominasi oleh barang konsumtif dan bahan mentah untuk produksi. Arus perdagangan komoditas di Jawa Timur mencapai 6 juta ton dimana dua pertiganya adalah arus barang masuk ke Jawa Timur. Namun dari sisi nilai, komoditas keluar dari Jawa Timur memiliki nilai lebih tinggi dari pada nilai komoditas masuk. Sebagai provinsi dengan dengan populasi yang tinggi, arus komoditas yang masuk adalah barang-barang konsumtif yang dibutuhkan oleh masyarakat maupun bahan mentah yang dibutuhkan oleh industri di Jawa Timur. Itulah sebabnya mengapa arus barang yang keluar memiliki nilai lebih tinggi yang mencerminkan nilai tambahnya dari komoditas yang diproduksi di Jawa Timur.

Page 38: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

22Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur

Perdagangan antar daerah merupakan fokus Jawa Timur. Hanya 1 persen dari nilai seluruh perdagangan Jawa Timur yang terjadi antara daerah di Provinsi Jawa Timur dengan nilai sekitar Rp 1 triliun. Selebihnya merupakan perdagangan antar daerah di Indonesia. Nilai perdagangan terbesar adalah dengan tujuan Pulau Sumatera yang menyumbang lebih dari sepertiga perdagangan Jawa Timur dengan nilai sekitar Rp 58 triliun. Ini menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan domestik di Indonesia.

Gambar 1.16. Kontribusi PDRB Jawa Timur dan perdagangan antar pulau, 2010

0

20

40

60

80

100

0

1

2

3

4

5

Bongkar Muat

Dalam

Rp Triliun

Dal

am Ju

ta T

on

Volume Perdagangan (Juta Ton) Nilai Perdagangan (Rp Triliun)

0,06% 10% 12% 19% 21% 37%0

10

20

30

40

50

60

70

Antar Daerah di

Jawa Timur

Antar Provinsi di

Jawa

Bali dan Nusa

Tenggara

Sulawesi, Maluku, Papua

Kalimantan Sumatera

Nila

i Per

daga

ngan

(Rp

Trili

un)

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur, 2011.

Pola pertumbuhan ekonomi dilihat dari sisi kewilayahan di Jawa Timur menunjukkan adanya wilayah yang sangat maju dan wilayah yang masih tertinggal. Pertumbuhan yang tinggi terpusat di perkotaan seperti Kota Surabaya dan sekitarnya (Sidoarjo dan Gresik), serta Kota Malang dan Kabupaten Malang. Kota-kota tersebut merupakan pusat aktivitas ekonomi di Jawa Timur dengan kontribusi sebesar 50 persen terhadap total ekonomi Jawa Timur pada tahun 2010. Kajian Diagnosa Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur (The World Bank, 2011) mengindikasikan bahwa pola pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang ini tidak memerlukan intervensi khusus untuk memindahkan kegiatan ekonomi ke daerah-daerah tertinggal. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa aglomerasi di daerah perkotaan memiliki efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi jika ditunjang dengan fasilitas dan infrastruktur yang tepat. Sehingga yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menerapkan program pembangunan yang bersifat umum dan netral secara spasial, seperti misalnya dengan meningkatkan akses pendidikan dan kesehatan untuk memungkinkan penduduk daerah tertinggal memaksimalkan manfaatnya dan bergerak ke arah peluang yang lebih baik serta diiringi dengan pembangunan infrastruktur yang menghubungkan secara spasial untuk meningkatkan arus barang, orang, dan informasi ke pusat-pusat ekonomi. Peningkatan infrastruktur tersebut juga dapat memperluas perdagangan antar- dan dalam provinsi.

Page 39: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

23

Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur

Gambar 1.17. Ukuran geografi s (area) dan peta kegiatan ekonominya (PDRB)

PDRB Per Kapita 2008 (Rp)Diatas 16.000.0008.000.000 - 16.000.0006.000.000 - 8.000.0004.000.000 - 6.000.000Dibaw ah 4.000.000

Ukuran Ekonominya (PDRB)

Sumber: Diolah dari BPS, 2010.

Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang diatas rata-rata nasional, tingkat infl asi masih relatif terkendali. Perkembangan tingkat harga di Jawa Timur yang diukur dari perkembangan tingkat harga di tujuh kabupaten/kota menunjukkan bahwa sebagian besar masih mengalami perkembangan harga dibawah angka nasional. Perkembangan harga terkecil justru dialami oleh Kabupaten Sumenep yang terdiri dari bagian terjauh di Pulau Madura dan pulau-pulau disekitarnya. Perkembangan harga tertinggi justru dialami oleh Kota Madiun dan Kota Probolinggo yang terletak dibagian pegunungan. Ini menunjukkan bahwa arus barang dan jasa ke pulau Madura dan Kepulauan disekitarnya cukup baik sehingga tidak memiliki dampak terhadap harga. Sebaliknya, arus barang dan jasa untuk daerah pegunungan, seperti Kota Madiun dan Kota Probolinggo justru memiliki dampak terhadap terhadap harga. Akses terhadap barang dan jasa serta kualitas infrastruktur jalan berpotensi terhadap perkembangan harga tersebut.

Page 40: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

24Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur

Gambar 1. 18. Tingkat infl asi di Jawa Timur bervariasi

NASIONAL

Sumenep

Probolinggo

Madiun

95

100

105

110

115

120

125

130

135

Jan-

07

Mar

-07

May

-07

Jul-0

7

Sep

-07

Nov

-07

Jan-

08

Mar

-08

May

-08

Jul-0

8

Sep

-08

Nov

-08

Jan-

09

Mar

-09

May

-09

Jul-0

9

Sep

-09

Nov

-09

Jan-

10

Mar

-10

May

-10

Jul-1

0

Sep

-10

Nov

-10

Jan-

11

Mar

-11

May

-11

Jul-1

1

Sep

-11

CPI: NASIONAL CPI: Jember CPI: Sumenep

CPI: Kediri CPI: Malang CPI: Probolinggo

CPI: Madiun CPI: Surabaya

Sumber: Diolah dari Bank Indonesia, berbagai tahun.

Page 41: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

25

Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur

Page 42: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk
Page 43: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

Bab 2 Pendapatan Daerah

dan Pembiayaan

Page 44: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

28Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan

2.1 Gambaran Umum5

Jawa Timur membutuhkan sumber daya keuangan yang cukup untuk dapat mengatasi beberapa tantangan penting agar dapat meningkatkan pembangunan ekonomi seperti yang diuraikan sebelumnya. Bagian ini akan membahas tentang perkembangan sumber daya fi skal yang dimiliki pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Hal utama yang akan dilihat adalah pendapatan daerah di Jawa Timur, sumber–sumber pendapatan yang berkontribusi cukup signifi kan, serta ruang fi skal pemerintah untuk dapat mengalokasikan dana tersebut bagi peningkatan kualitas infrastruktur, pendidikan dan pertanian.

Selama lima tahun terakhir, pendapatan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur secara riil meningkat stabil dengan rata-rata pertumbuhan per tahun 6 persen dari Rp. 33,3 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 42,2 triliun pada tahun 2010. Dari pendapatan daerah tersebut, secara riil komponen DAK meningkat cukup tinggi sekitar 14 persen per tahunnya, dari Rp. 1,1 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 1,7 triliun pada tahun 2010. Komponen PAD mengalami pertumbuhan yang stabil dengan rata-rata 7 persen per tahunnya dari Rp. 7,1 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 9,4 triliun pada tahun 2010 (perubahan). Kota Batu merupakan kota dengan pertumbuhan PAD tertinggi selama 2006-2010, dengan rata-rata pertumbuhan 23 persen per tahun. Sebaliknya Kabupaten Sumenep mengalami penurunan dalam PAD pada periode yang sama, dengan penurunan terbesar pada tahun 2010 sebesar 18 persen. Komponen Dana Bagi Hasil juga meningkat sebesar 10 persen dari Rp. 3,1 triliun pada 2006 menjadi Rp. 4,5 triliun pada 2010. Komponen pendapatan daerah lainnya mengalami pertumbuhan tertinggi, yaitu kurang lebih 42 persen secara rata-rata per tahun dari Rp. 1,7 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 6,4 triliun pada tahun 2010. Dana DAU mengalami penurunan secara riil semenjak tahun 2009 dari Rp. 21,2 triliun tahun 2008 menjadi Rp. 20,8 triliun pada tahun 2009 dan Rp. 19,9 triliun pada tahun 2010. Ini disebabkan karena penurunan DAU untuk kabupaten/kota khususnya pada tahun 2010 dimana hampir seluruh kabupaten/kota mengalami penurunan DAU kecuali Kota Batu. Kota Surabaya merupakan kota yang mengalami penurunan DAU terbesar secara riil kurang lebih 20 persen pada tahun 2010. Penurunan DAU di kabupaten/kota disebabkan karena variabel PAD yang turut diperhitungkan dalam formula perhitungan DAU mengalami peningkatan pada tahun tersebut6.

Gambar 2.1a. Pendapatan daerah Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Jawa Timur, 2006-2010

Gambar 2.1b. Komponen pendapatan daerah Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Jawa Timur, 2006 – 2010

6.179 8.262

27.10133.949

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

20062 0072 008 2009 2010

Provinsi Kabupaten/Kota

Mili

ar R

p

20.105 21.203 21.279 20.882 19.920

7.1007.571 8.424 9.065 9.474

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

2006 2007 2008 20092 010

DAU DAK Bagi Hasil PAD Pendapatan Daerah Lainnya

Mili

ar R

p

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Dari sini dan selanjutnya, data fi skal tahun 2006-2009 menggunakan data realisasi sedangkan data fi skal tahun 2010 menggunakan data anggaran perubahan. Angka mengunakan angka riil (2009=100).

5 Analisis anggaran dan belanja yang dilakukan mengacu Database PEA yang disusun oleh Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Otonomi (JPIP). Lihat lampiran B.1 untuk keterangan metodologi lebih lanjut.

6 suarasurabaya.net, 14 Agustus 2010, diakses melalui http://kelanakota.suarasurabaya.net/?id=06beeec285d6dfbb145ed8414ac61408201080861 pada 13 Oktober 2011.

Page 45: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

29

Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan

Sebagian besar pendapatan daerah provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur berasal dari dana DAU, namun kecenderungan dalam lima tahun terakhir menunjukkan semakin besarnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah. Porsi DAU dalam pendapatan daerah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur turun dari 60 persen pada tahun 2006 menjadi 47 persen pada 2010. Besar kontribusi DAU ini berbeda antara provinsi dan kabupaten/kota. Di tingkat provinsi, secara rata-rata selama 2006-2010, lebih dari 70 persen pendapatan provinsi bersumber dari Pendapatan Asli Daerah yaitu sebesar Rp. 4,4 triliun tahun 2006 dan Rp. 5,9 triliun tahun 2010. Porsi pendapatan bagi hasil mengalami peningkatan dari 11 persen menjadi 12 persen pada periode yang sama. Porsi DAU pada pemerintah provinsi mengalami penurunan walaupun secara nominal mengalami peningkatan. Porsi ini turun dari 16,1 persen tahun 2006 (Rp. 993 miliar) menjadi 14 persen tahun 2010 (Rp. 1,1 triliun). Sementara itu, jumlah DAU pemerintah kabupaten/kota secara keseluruhan mengalami penurunan walaupun masih merupakan komponen terbesar pendapatan daerah pemerintah kabupaten/kota. Porsi DAU menurun dari 70 persen pada tahun 2006 (Rp. 19,1 triliun) menjadi 55 persen pada tahun 2010 (Rp. 18,7 triliun). Porsi PAD meningkat dari 9 persen pada tahun 2006 menjadi 10 persen pada tahun 2010. Porsi DAK meningkat dari 4 persen pada tahun 2006 menjadi 5 persen pada tahun 2010. Porsi Dana Bagi Hasil mengalami peningkatan dari 9 persen menjadi 10 persen pada periode yang sama. Porsi pendapatan daerah lainnya mengalami peningkatan paling tinggi dari 6 persen (2006) menjadi 18 persen (2010).

Gambar 2.2a. Porsi pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2006-2010

Gambar 2.2b. Porsi pendapatan daerah Pemerintah Kabupaten/kota Jawa Timur, 2006-2010

16,1 15,8 14,5 14,3 13,7

10,9 13,5 11,0 12,2 12,9

72,6 70,1 73,7 72,9 72,2

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2006 2007 2008 2009 2010

DAU DAK Bagi Hasil PAD Pendapatan Daerah Lainnya

70,5 69,0 67,361,5

55,3

9,3 9,9 9,910,2

10,4

9,7 9,7 10,110,4

10,3

6,4 6,3 6,8 11,318,9

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2006 2007 2008 2009 2010

DAU DAK Bagi Hasil PAD Pendapatan Daerah Lainnya

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Terdapat perbedaan yang besar dalam jumlah pendapatan daerah per kapita yang dimiliki oleh kabupaten/kota di Jawa Timur. Kelompok dengan pendapatan daerah cukup tinggi terdapat pada daerah perkotaan mencakup Kota Mojokerto, Kota Blitar, Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Pasuruan, Kota Probolinggo, dan Kota Batu dengan pendapatan fi skal per kapita sekitar Rp 2-3 juta. Sebagian besar kabupaten/kota lain di Jawa Timur, termasuk Kota Surabaya dan Kota Malang, memiliki pendapatan fi skal per kapita rendah sekitar Rp. 500 ribu – 1 juta. Kawasan Gerbangkertasusila (kecuali Kota Surabaya), pendapatan per kapita daerah yang rendah walaupun mempunyai kebutuhan sumber daya keuangan yang cukup tinggi karena cukup tingginya populasi di kawasan tersebut.

Page 46: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

30Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan

Gambar 2.3. Pendapatan per kapita daerah kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2009 (Rp)

-

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

3.000.000

3.500.000

Kota

Moj

oker

toKo

ta B

litar

Kota

Ked

iri

Kota

Mad

iun

Kota

Pas

urua

n

Kota

Pro

bolin

ggo

Kota

Bat

u

Kab.

Mag

etan

Kab.

Mad

iun

Kab.

Pac

itan

Kab.

Tre

ngga

lek

Kota

Sur

abay

a

Kab.

Tul

unga

gung

Kab.

Situ

bond

oKo

ta M

alan

gKa

b. B

ondo

wos

o

Kab.

Nga

wi

Kab.

Pon

orog

o

Kab.

Nga

njuk

Kab.

Blit

arKa

b. P

amek

asan

Kab.

Sum

enep

Kab.

Gre

sik

Kab.

Lam

onga

nKa

b. T

uban

Kab.

Sid

oarjo

Kab.

Moj

oker

to

Kab.

Lum

ajan

g

Kab.

Ban

yuw

angi

Kab.

Pro

bolin

ggo

Kab.

Ban

gkal

an

Kab.

Sam

pang

Kab.

Boj

oneg

oro

Kab.

Ked

iriKa

b. P

asur

uan

Kab.

Jom

bang

Kab.

Mal

ang

Kab.

Jem

ber

DAU DAK Revenue Sharing Own-Source Revenue Others

Mili

ar R

p

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Pemerintah provinsi mempunyai ruang fi skal7 sebesar 40 persen dari pendapatan daerahnya (atau sebesar Rp. 3 triliun) sementara pemerintah kabupaten/kota mempunyai ruang fi skal sebesar 31 persen dari pendapatan daerahnya (atau sebesar Rp. 10,1 triliun) pada tahun 2009. Ruang fi skal ini sedikit lebih kecil dari ruang fi skal nasional sebesar 42 persen dari pendapatan. Dari seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur, Kota Mojokerto mempunyai ruang fi skal terbesar yaitu 50 persen dari total pendapatan daerah Kota Mojokerto tahun 2009. Sebaliknya Kabupaten Ngawi mempunyai ruang fi skal terkecil yaitu sebesar 19 persen dari pendapatan daerah Kabupaten Ngawi tahun 2009. Selama lima tahun terakhir, ruang fi skal pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota mengalami penurunan. Ruang fi skal pemerintah provinsi mengalami penurunan cukup signifi kan pada tahun 2008 dan 2010 yang berasal dari peningkatan belanja bagi hasil ke daerah bawahan yang cukup besar. Ruang fi skal pemerintah kabupaten/kota semakin kecil, dari Rp. 11,7 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 7,6 triliun pada tahun 2010. Penurunan ini terjadi paling besar pada tahun 2010, karena semakin meningkatnya belanja pegawai.

Gambar 2.4a. Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Jawa Timur, 2006-2010

Gambar 2.4b. Ruang Fiskal Kabupaten/Kota Tahun 2009 (Persen Terhadap Total Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota)

-

10

20

30

40

50

60

2006 2007 2008 2009 2010

Provinsi Kabupaten/kota

Mili

ar R

p

Kota Mojokerto;

50,58

Kab. Ngawi; 19,13

- 10 20 30 40 50 60

Kota MojokertoKota Batu

Kota MalangKab. Gresik

Kota ProbolinggoKab. Pasuruan

Kab. PamekasanKab. Jombang

Kab. ProbolinggoKab. MadiunKota Madiun

Kab. BangkalanKab. Kediri

Kab. BanyuwangiKab. SumenepKab. PonorogoKab. Lumajang

Kab. SitubondoKab. Lamongan

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

7 Ruang fi skal (fi scal space) menunjukkan proporsi dari anggaran pemerintah yang dapat digunakan untuk keperluan pembangunan setelah dikurangi dengan anggaran untuk keperluan yang wajib dipenuhi dan pendapatan yang sudah diatur peruntukkannya (earmarked). Dalam hal ini ruang fi skal di defi nisikan sebagai Total Pendapatan Pemerintah dikurangi dengan belanja gaji, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, belanja bunga, dan pendapatan dana alokasi khusus.

Page 47: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

31

Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan

Realisasi pendapatan daerah Jawa Timur pada lima tahun terakhir selalu lebih besar dari anggarannya baik pada Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Perbedaan antara realisasi dan anggaran ini semakin besar selama 2006-2010. Kondisi tersebut dapat mengindikasikan adanya dua kemungkinan. Pertama, adanya peningkatan efektivitas dalam pengumpulan pendapatan daerah yang lebih tinggi dari target pendapatan yang direncanakan. Namun kondisi tersebut juga dapat memberikan makna yang sebaliknya, yaitu adanya kelemahan data dasar yang berkaitan dengan potensi pendapatan daerah, dimana target yang ditetapkan cenderung lebih rendah dari realisasinya. Jika hal ini yang terjadi, maka perbedaan antara realisasi dan rencana yang cenderung meningkat dapat mengindikasikan semakin lemahnya perencanaan dalam penyusunan target pendapatan daerah. Alasan umum yang mengemuka adalah tingkat keakuratan informasi, baik karena lambatnya pembaruan data (updating) maupun alasan cepatnya perubahan objek pajak.

2.2 Pajak Daerah

Pendapatan Asli Daerah Provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur sebagian besar berasal dari Pajak Daerah. Pada pemerintah provinsi, selama 2006-2010, secara rata-rata lebih dari 80 persen PAD provinsi berasal dari Pajak Daerah. Komponen kedua terbesar dalam PAD propinsi disumbangkan oleh pendapatan daerah lainnya yang sebagian besarnya terdiri dari keuntungan perusahaan besar. Secara rata-rata kontribusi PAD lainnya pada PAD provinsi mencapai 6 persen selama periode 2006-2010. Sumber PAD provinsi lainnya adalah retribusi daerah (4 persen) serta hasil kekayaan daerah yang dipisahkan (3 persen). Di tingkat kabupaten/kota, sumber PAD mayoritas berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Porsi kedua komponen PAD ini hampir sama yaitu rata-rata 36 persen untuk pajak daerah dan 35 persen untuk retribusi daerah selama 2006-2010.

Di masa yang akan datang Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki peluang untuk semakin meningkatkan pendapatan pajak daerahnya dengan optimalisasi pengelolaan pajak bumi dan bangunan, namun hal tersebut memerlukan kebijakan pengelolaan yang baik. Salah satu contoh praktik yang baik dalam inisiatif untuk mengelola pajak bumi dan bangunan adalah seperti yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Setelah diberlakukannya undang-undang yang melimpahkan kewenangan pengelolaan PBB-nya ke kabupaten/kota8, pemerintah segera melakukan beberapa inisiatif untuk mengelola pajak bumi dan bangunannya. Kota Surabaya membangun sistem SISMIOP (Sistem Informasi dan Manajemen Objek Pajak dan Prosedur Operasional Standar (SOP)). Kebijakan ini menujukkan kemajuan yang positif walaupun masih banyak memerlukan perbaikan khususnya dalam hal kapasitas kelembagaan dan kriteria hukum. Namun, proses implementasi kebijakan ini cukup mengalami hambatan seperti misalnya persetujuan dari Kementerian Keuangan yang memakan waktu dan kurangnya staf terampil untuk menjalankan sistem pajak yang baru ini. Beberapa usulan seperti kriteria pajak yang jelas serta pelatihan kepada para pegawai pajak untuk mengoperasikan sistem SISMIOP dapat membantu implementasi kebijakan ini berjalan secara optimal.

Pendapatan Asli Daerah per kapita di Jawa Timur cukup beragam khususnya dengan 8 kota dan 2 kabupaten dengan PAD per kapita terbesar. Kabupaten dan kota tersebut adalah Kota Kediri, Kota Surabaya, Kota Blitar, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Pasuruan, Kota Probolinggo, Kabupaten Sidoardjo, Kabupaten Gresik, dan Kota Malang. Kota Kediri merupakan kota dengan PAD per kapita terbesar, sebesar Rp. 325 ribu pada tahun 2009. Sebagian besar PAD ini berasal dari komponen PAD lainnya. Kota Surabaya merupakan kota dengan pendapatan Pajak Daerah terbesar. Kawasan Gerbangkertasusila mempunyai PAD per kapita yang cukup tinggi (kecuali Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Lamongan), yang sebagian besar komponennya berasal dari Pajak Daerah maupun Retribusi Daerah.

8 Indonesia Sub-National Public Expenditure Review, Policy Note 6: Financing Infrastructure Projects, The World Bank, July 2011

Page 48: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

32Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan

Gambar 2.5a. Komponen PAD Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2006-2010

Gambar 2.5b. Komponen PAD Pemerintah Kabupaten/kota Jawa Timur, 2006-2010

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

2006 2007 2008 2009 2010

Pajak Daerah

Retribusi Daerah

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah

MIli

ar R

p

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

2006 2007 2008 2009 2010

Pajak Daerah

Retribusi Daerah

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah

MIli

ar R

p

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Gambar 2.6. DIstribusi Pendapatan Asli Daerah per kapita kabupaten di Jawa Timur, 2009

-

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

Kota

Ked

iriKo

ta S

urab

aya

Kota

Blit

arKo

ta M

ojok

erto

Kota

Ma d

iun

Kota

Pas

urua

nKo

ta P

robo

lingg

oKa

b. S

idoa

rjoKa

b. G

resi

kKo

ta M

a lan

gKa

b. T

uban

Kot a

Bat

uKa

b. T

ulun

gagu

ngKa

b. M

aget

anKa

b. N

ganj

ukKa

b. Jo

mba

n gKa

b. L

umaj

ang

Kab.

Mal

ang

Kab.

Pas

urua

nKa

b. L

amon

gan

Kab.

Tre

ngga

lek

Kab.

Moj

oker

toKa

b. J e

mbe

rKa

b. B

anyu

wan

giKa

b. B

ondo

wos

oKa

b. B

ojon

egor

oKa

b. B

litar

Kab.

Situ

bond

oKa

b. K

ediri

Kab.

Pon

orog

oKa

b. P

acita

nKa

b. P

amek

asan

Kab.

Mad

iun

Kab.

Sum

enep

Kab.

Pro

bolin

ggo

Kab.

Sam

pang

Kab.

Ban

gkal

anKa

b. N

gaw

i

Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan Lain- lain

Rupi

ah

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

2.3 Dana Bagi Hasil

Dana Bagi Hasil provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur mengalami peningkatan dari Rp. 3,1 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 4,5 triliun pada 2010. Hampir seluruh pendapatan bagi hasil pemerintah provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur berasal dari bagi hasil pajak. Porsi bagi hasil pajak ini secara rata-rata mencapai 98 persen dari seluruh pendapatan bagi hasil selama 2006-2010, meningkat dari Rp. 3,1 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 4,5 triliun pada tahun 2010. Porsi bagi hasil sumber daya alam di Jawa Timur sangat minim, secara rata-rata sebesar 2 persen dari total Bagi Hasil SDA Jawa Timur.

Pendapatan bagi hasil kabupaten/kota di Jawa Timur cukup bervariasi. Sebagian besar daerah yang mempunyai pendapatan bagi hasil tertinggi merupakan kota-kota yaitu Kota Kediri, Kota

, Gambar 2.7. Pendapatan dana bagi hasil provinsi dan kabupaten/kota di jawa timur, 2006-2010

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

5.000

2006 2007 2008 2009 2010

Pajak SDA

( Mili

ar R

p )

Pa

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Page 49: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

33

Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan

Surabaya, Kota Mojokerto, Kota Blitar, Kota Batu, Kota Madiun, Kota Pasuruan dan Kota Malang. Pendapatan bagi hasil kota-kota ini hampir seluruhnya berasal dari bagi hasil pajak. Sebaliknya, hanya beberapa daerah di Jawa Timur yang menghasilkan dana bagi hasil SDA. Pada tahun 2008 dana bagi hasil SDA ini meningkat cukup tinggi dari Rp. 75 miliar menjadi Rp. 383 miliar yang sebagian besar berasal dari dana bagi hasil SDA untuk minyak di Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bojonegoro (LKPP, 2008).

2.4 Dana Alokasi Umum

DAU untuk kabupaten/kota di Jawa Timur cukup beragam. Secara per kapita, Kota Mojokerto memiliki DAU terbesar, mencapai Rp. 2 juta. Hal ini disebabkan karena Kota Mojokerto memiliki populasi terendah diantara kabupaten/kota di Jawa Timur. Sebaliknya, Kota Surabaya dengan populasi tertinggi di Jawa Timur, memiliki DAU per kapita terendah yaitu sebesar Rp. 291 ribu.

Semakin banyak jumlah pegawai sipil di Jawa Timur maka semakin besar DAU yang diterima. Sebaran DAU dan jumlah pegawai negeri menunjukan keterkaitan dengan arah yang positif. Jumlah pegawai negeri yang cukup tinggi memiliki DAU yang tinggi pula. Kota Surabaya, memiliki DAU yang cukup tinggi dan jumlah pegawai negeri yang cukup tinggi pula. Namun, Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Bojonegoro memiliki DAU yang cukup tinggi walaupun jumlah pegawai sipilnya merupakan yang terendah di seluruh Jawa Timur. Implikasinya, DAU yang tidak digunakan sebagai belanja pegawai seharusnya dapat digunakan untuk belanja program-program yang sesuai dengan prioritas daerahnya.

Lebih dari separuh DAU digunakan untuk belanja pegawai kabupaten/kota di Jawa Timur. Pada tahun 2009, Kota Mojokerto sebagai penerima DAU tertinggi, juga memiliki tingkat diskresi DAU yang terbesar yang dapat digunakan untuk belanja sektor strategis di daerahnya. Sebesar 55 persen dari DAU di Kota Mojokerto digunakan untuk belanja pegawai, sehingga masih ada 45 persen DAU yang dapat dialokasikan untuk belanja lain. Sebaliknya, Kabupaten Tulungagung memiliki diskresi DAU terendah karena 92 persen DAU tersebut sudah dialokasikan untuk belanja pegawai.

2.5 Dana Alokasi Khusus

Porsi DAK, sebagai sumber daya keuangan lain untuk pembangunan infrastruktur dan pertanian, sekitar 4 persen dari total pendapatan Jawa Timur. Walaupun DAK tumbuh dengan rata-rata 15 persen per tahun, dari Rp. 1 triliun menjadi Rp. 1,7 triliun, namun nilai ini mungkin kurang memadai untuk dana pembangunan ekonomi di Jawa Timur. Secara rata-rata setiap kabupaten/kota di Jawa Timur menerima DAK sebesar Rp. 44 miliar (jika menggunakan data 2010). Sebagian besar atau sekitar 51 persen dana DAK dialokasikan untuk

Gambar 2.8. Sebaran jumlah pegawai negeri dan DAU yang diterima kabupaten/kota di Jawa Timur, 2009

0

200

400

600

800

1.000

1.200

Kab. Pacitan

Kab. Bojonegoro

Kab. Malang

Kota Surabaya

Mily

arRp

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Gambar 2.9. Alokasi DAK untuk Jawa Timur, 2009

51%

17%

2%

12%

4%

5%

3%

5%

0%

1% 0% 0%0% Pendidikan

Kesehatan

Demogra

Jalan

Irigasi

Air

Perikanan

Pertanian

Pemerintahan Umum

Lingkungan

Kehutanan

Desa

Perdagangan

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Page 50: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

34Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan

pendidikan. Porsi DAK untuk sektor infrastruktur di Jawa Timur hanya sebesar 20 persen dan hanya 5 persen untuk sektor pertanian, atau jika dihitung dari rata-rata per kabupaten/kota sebesar maka nilainya Rp. 9 miliar untuk infrastruktur dan Rp. 2,1 miliar untuk sektor pertanian.

2.6 Kesimpulan dan Rekomendasi

Kesimpulan

Setelah menganalisis pendapatan daerah Jawa Timur, dapat dilihat bahwa sumber daya fi skalnya mengalami peningkatan yang cukup signifi kan baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Ruang fi skal memperlihatkan kecenderungan yang menurun, khususnya di tingkat provinsi, karena komponen belanja bagi hasil dan bantuan keuangan ke daerah bawahan yang mengalami peningkatan. Dana DAU memperlihatkan kecenderungan yang menurun karena adanya komponen PAD sebagai komponen perhitungan DAU mengalami peningkatan. Ini berarti Jawa Timur mempunyai potensi untuk meningkatkan PAD-nya dimasa depan dan mengurangi keterantungan pendapatan pada transfer.

Rekomendasi

Mekanisme estimasi penganggaran yang lebih baik sehingga dapat memperkecil perbedaan antara realisasi dan anggaran yang dibuat. Hal ini dapat dilakukan dengan mempercepat pembaharuan data yang digunakan dalam asumsi-asumsi penganggaran tersebut. Selain itu, pembaharuan data mengenai objek pajak juga harus lebih sering dilakukan sehingga data yang digunakan untuk penganggaran tersebut merupakan data terkini.

Kualitas pengelolaan PBB yang akan diserahkan ke daerah hendaknya ditingkatkan. Seperti kasus di Kota Surabaya, adanya pelatihan pegawai pajak dalam implementasi sistem pengumpulan pajak serta kriteria pajak yang jelas merupakan potensi besar untuk peningkatan pendapatan daerah.

Alokasi DAK hendaknya perlu dilihat lebih lanjut. Sebagian besar DAK ditujukan untuk sektor pendidikan. Namun hal ini perlu dikaji kembali, apakah memang alokasi yang besar ini sudah menghasilkan pencapaian-pencapaian yang signifi kan di sektor pendidikan.

Pemerintah juga dapat meningkatkan sumber daya fi nansialnya melalui skema-skema pembiayaan alternatif seperti kemitraan pemerintah dan swasta (public private partnership). Kondisi fi skal yang relatif sehat juga memungkinkan beberapa pemerintah daerah untuk mengakses pembiayaan pinjaman baik dalam negeri (seperti municipal bond, dan pinjaman ke pemerintah pusat) maupun luar negeri.

Page 51: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

35

Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan

Page 52: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk
Page 53: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

Bab 3 Belanja Daerah

Page 54: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

38Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 3 Belanja Daerah

3.1 Gambaran Umum

Pengalokasian sumber daya keuangan ikut menentukan arah pembangunan ekonomi di Jawa Timur. Bagian sebelumnya telah membahas mengenai ketersediaan sumber daya keuangan yang ada di Jawa Timur, sementara bagian ini akan melihat bagaimana sumber daya ini dialokasikan. Pertama- tama dapat dilihat gambaran belanja daerah serta trendnya secara umum, yang diikuti dengan komposisi belanja tersebut baik berdasarkan klasifi kasi ekonominya maupun berdasarkan sektoral secara umum. Pembahasan belanja sektoral pada isu-isu utama seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pertanian akan dielaborasi secara lebih dalam di bagian selanjutnya.

Tingkat belanja daerah perkapita Jawa Timur tergolong cukup rendah, yang juga tercermin oleh pendapatan daerah per kapita yang cukup rendah dibandingkan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Belanja daerah per kapita di Jawa Timur berada di bawah tingkat nasional Indonesia. Pada tahun 2010, belanja daerah per kapita di Indonesia mencapai Rp. 1,8 juta, sedangkan belanja daerah per kapita Jawa Timur hanya mencapai Rp. 1 juta. Namun dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa, belanja daerah per kapita Jawa Timur relatif tinggi dibandingkan Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten. Hampir seluruh provinsi dengan belanja daerah terendah berada di Pulau Jawa dikarenakan tingginya populasi di pulau ini. Oleh karena itu perlu dianalisis lebih dalam apakah pelayanan publik di Pulau Jawa ini sudah dapat menjangkau dan melayani penduduknya secara keseluruhan atau belum.

Gambar 3.1. Belanja daerah per kapita provinsi di Indonesia, 2010

-

2.000.000

4.000.000

6.000.000

8.000.000

10.000.000

12.000.000

Papu

a Ba

rat

Papu

a

Kalim

anta

n Ti

mur

Kalim

anta

n Te

ngah

Mal

uku

Uta

ra

Kepu

laua

n Ri

au

Nan

ggro

e Ac

eh D

aru s

sala

m

Mal

uku

Bang

ka B

elitu

ng

Riau

Sula

wes

i Ten

ggar

a

Beng

kulu

Sula

wes

i Uta

ra

Kalim

anta

n Se

lata

n

Gor

onta

lo

DKI

Jaka

rta

Sum

ater

a Ba

rat

Sula

wes

i Ten

gah

Jam

bi

Sula

we s

i Bar

at

Kalim

anta

n Ba

r at

Bali

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Sum

ater

a Se

lata

n

Sula

wes

i Sel

atan

Nas

iona

l

Sum

ater

a U t

ara

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

DI Y

ogy a

kart

a

Lam

pung

Jaw

a Ti

mur

Jaw

a Te

ngah

Jaw

a Ba

rat

Bant

en

Rupi

ah

Sumber: Diolah dari APBD 2010, DJPK, Kementerian Keuangan RI.

Secara keseluruhan, belanja publik di Jawa Timur, mencakup pusat, provinsi dan kabupaten/kota mengalami peningkatan. Pertumbuhan belanja tersebut cukup stabil secara rill secara rata-rata pertahun sebesar 11 persen dari Rp. 34 triliun tahun 2006 menjadi Rp. 50,2 triliun tahun 2010. Belanja publik di Jawa Timur 74 persen dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota, sementara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi masing-masing hanya mengelola 8 persen dan 18 persen.

Belanja pemerintah pusat relatif berubah-ubah dibandingkan belanja provinsi maupun kabupaten/kota yang cenderung meningkat. Pada tahun 2007 belanja pemerintah pusat mengalami penurunan dari Rp. 3,2 triliun menjadi Rp. 1,4 triliun sebelum mengalami peningkatan pada tahun 2009 menjadi Rp. 6 triliun. Sebaliknya, belanja provinsi mengalami peningkatan dari Rp. 6,2 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 9,8 triliun pada tahun 2010 dengan pertumbuhan yang paling besar terjadi pada tahun 2010. Belanja pemerintah kabupaten/kota juga mengalami peningkatan dari Rp. 24,6 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 37,8 triliun pada tahun 2010 dengan peningkatan paling tinggi juga terdapat pada tahun 2010.

Page 55: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

39

Bab 3 Belanja Daerah

Gambar 3.2. Belanja daerah Jawa Timur oleh pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan pusat, 2006-2010

Provinsi Kabupaten/kota Dekon dan TP

6.203 9.824

24.672

37.857

3.1810

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

2006 2007 2008 2009 2010

33..11663311.4447

66.00448

Mili

ar R

p

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Dari sini dan selanjutnya, data fi skal tahun 2006-2009 menggunakan data realisasi sedangkan data fi skal tahun 2010 menggunakan data anggaran perubahan. Semua angka mengunakan angka riil (2009=100).

Seluruh komponen belanja daerah Jawa Timur berdasarkan klasifi kasi ekonomi mengalami peningkatan. Belanja Pegawai meningkat secara riil dari Rp. 13,2 triliun tahun 2006 menjadi Rp. 23,2 triliun pada tahun 2010. Belanja pegawai provinsi meningkat secara riil dengan rata-rata 12 persen per tahun dan belanja pegawai kabupaten/kota meningkat secara riil sebesar 15 persen pada periode yang sama. Belanja modal mengalami peningkatan secara rata-rata sebesar 11 persen per tahun selama 2006-2010 sedangkan belanja barang dan jasa tumbuh paling rendah sebesar 2 persen pada periode yang sama. Belanja lain-lain secara riil tumbuh paling tinggi dari Rp. 4,6 triliun menjadi Rp. 8,8 triliun. Sebagian besar peningkatan belanja lain-lain ini berasal dari belanja bagi hasil serta bantuan keuangan kepada daerah bawahan.

Secara umum, baik provinsi maupun kabupaten/kota di Jawa Timur telah mempunyai metode penganggaran yang baik sehingga perbedaan antara anggaran belanja dan realisasinya tidak terlalu besar. Namun, pada tahun 2008, anggaran belanja pemerintah Jawa jauh lebih besar dibandingkan realisasinya. Sebagian kelebihan anggaran ini berasal dari anggaran belanja kabupaten/kota di Jawa Timur yang mencapai Rp. 49 triliun dengan realisasi Rp. 30 triliun atau sebesar 62 persen dari total anggarannya. Hal ini dapat mengindikasikan masalah dalam penyerapan anggaran sehingga realisasi belanja pemerintah kabupaten/kota jauh lebih rendah. Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan oleh lambatnya pencairan anggaran dari pusat sehingga dana baru dapat digunakan pada semester kedua pada saat beberapa program sudah berjalan. Hal ini terjadi pada sektor pertanian, dimana tertundanya bantuan pupuk bagi petani dalam bentuk subsidi pertanian yang sebenarnya sangat dibutuhkan pada saat musim tanam dapat mengakibatkan turunnya produksi pertanian.

Gambar 3.3. Belanja provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur, 2006-2010

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

2006 2007 2008 2009 2010

Pegawai Barang dan Jasa Modal Lainnya

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Page 56: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

40Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 3 Belanja Daerah

Tabel 3.1. Anggaran versus Realisasi Belanja Pemerintah Jawa Timur, 2006-2010

Provinsi Kabupaten/kota Total

Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi

2006 5.784 6.203 23.741 24.672 29.525 30.8752007 5.734 5.992 26.485 28.044 32.219 34.0362008 8.893 7.144 49.954 30.060 58.847 37.2042009 6.314 7.602 33.784 32.990 40.098 40.5922010* 7.315 9.824 32.353 37.857 39.668 47.681

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Angka dalam Miliar Rupiah.

3.2 Belanja Daerah Berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi

Porsi Belanja Pegawai dan Belanja Barang dan jasa pemerintah provinsi hampir sama pada tahun 2009 masing-masing sebesar Rp. 1,5 triliun dan Rp. 1,9 triliun. Porsi belanja pegawai pada belanja pemerintah provinsi stabil sebesar 20 persen selama periode 2006-2010. Porsi belanja barang dan jasa pemerintah provinsi sempat mengalami penurunan cukup signifi kan pada tahun 2007 dan setelah itu stabil kurang lebih 25 persen total belanja provinsi. Belanja barang dan jasa provinsi naik dari Rp. 2 triliun menjadi Rp. 2,5 triliun. Sebagian besar belanja pemerintah provinsi Jawa Timur dialokasikan untuk belanja lain-lain, yaitu sebesar 45 persen pada tahun 2010. Belanja lain-lain ini meningkat cukup signifi kan dari Rp. 2,1 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 4,4 triliun pada tahun 2010. Hampir seluruh belanja lain-lain pemerintah provinsi ini dialokasikan untuk belanja bagi hasil dan bantuan keuangan ke daerah bawahan (kabupaten/kota) untuk sektor-sektor pelayanan publik seperti sosial, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.

Sebagian besar belanja pemerintah kabupaten/kota dialokasikan untuk belanja pegawai. Porsi belanja pegawai pemerintah kabupaten/kota ini juga mengalami peningkatan dari 48 persen pada tahun 2006 menjadi 56 persen pada tahun 2010. Secara absolut, belanja pegawai pemerintah kabupaten/kota juga meningkat hampir dua kali lipat dari Rp. 12 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 21,3 triliun pada tahun 2010. Seiring dengan peningkatan porsi belanja pegawai, porsi belanja barang dan jasa pemerintah kabupaten/kota mengalami penurunan dari 23 persen pada tahun 2006 menjadi 14 persen pada tahun 2010 walaupun secara absolut penurunan belanja ini tidak terlalu besar dari Rp. 5,7 triliun menjadi Rp. 5,5 triliun. Porsi belanja modal pada tahun 2010 kurang dari seperlima total belanja pemerintah kabupaten/kota. Porsi ini turun dari tahun sebelumnya, sebesar 22 persen (Rp. 7,3 triliun) menjadi 14 persen (Rp. 6,5 triliun).

Gambar 3.4a. Porsi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Timur berdasarkan klasifi kasi ekonomi, 2006-2010

Gambar 3.4b. Porsi belanja Pemerintah Kabupaten/kota Jawa Timur berdasarkan klasifi kasi ekonomi, 2006-2010

0

10

20

30

40

50

60

2006 2007 2008 2009 2010

Pegawai Barang dan Jasa Modal Lainnya

0

10

20

30

40

50

60

2006 2007 2008 2009 2010

Pegawai Barang dan Jasa Modal Lainnya

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Page 57: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

41

Bab 3 Belanja Daerah

3.3 Belanja Daerah Berdasarkan Sektor

Belanja administrasi umum merupakan belanja terbesar pemerintah provinsi. Belanja ini naik dari Rp. 7,7 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 10,9 triliun pada tahun 2010. Namun, sebagian besar belanja ini berasal dari belanja bagi hasil dan bantuan keuangan ke daerah bawahan serta belanja hibah/subsidi pada urusan pemerintahan umum, yang mencapai lebih dari 50 persen dari total belanja administrasi umum ini. Belanja terbesar kedua pemerintah provinsi Jawa Timur merupakan belanja kesehatan yang meningkat dari 11 persen (Rp. 2 triliun) pada tahun 2006 menjadi 14 persen (Rp. 3,8 triliun) pada tahun 2010. Belanja infrastruktur merupakan belanja terbesar ketiga yaitu sebesar 10 persen pada tahun 2010.

Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan belanja daerahnya sebagian besar untuk sektor pendidikan. Porsi belanja ini mengalami peningkatan dari 33 persen (Rp. 8,6 triliun) pada tahun 2006 menjadi 41 persen (Rp. 15,7 triliun) pada tahun 2010. Namun, perlu dianalisis lebih lanjut mengenai alokasi belanja pendidikan ini agar dapat memperbaiki kualitas pelayanan pendidikan di Jawa Timur. Porsi belanja infrastruktur tidak terlalu besar dan mengalami penurunan signifi kan dari 16 persen (Rp. 3,8 triliun) pada tahun 2006 menjadi 11 persen (Rp. 4,9 triliun). Porsi belanja pertanian juga merupakan porsi belanja terkecil diantara sektor-sektor pelayanan publik lainnya, yaitu sekitar 2 persen dari total belanja pemerintah kabupaten/kota.

Gambar 3.5a. Porsi belanja pemerintah provinsi berdasarkan sektor, 2006-2010

Gambar 3.5b. Porsi belanja pemerintah kabupaten/kota berdasarkan sektor, 2006-2010

0

10

20

30

40

50

60

70

2006 2007 2008 2009 2010

Admin Umum Infrastruktur Pendidikan

Kesehatan Pertanian Lainnya

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

2006 2007 2008 2009 2010

Admin Umum Infrastruktur Pendidikan

Kesehatan Pertanian Lainnya

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

3.4 Belanja Pemerintah Pusat di Jawa Timur

Belanja pemerintah pusat di Jawa Timur mencakup tiga jenis: Belanja Dekonsentrasi, Belanja Tugas Pembantuan dan Belanja Instansi Vertikal. Menurut Peraturan Pemerintah No.106/2000, Belanja Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan merupakan belanja pemerintah pusat di daerah yang kewenangan pelaksanaannya dilimpahkan melalui wakil pemerintah pusat di daerah tersebut. Kewenangan Belanja Dekonsentrasi dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di provinsi dan dilaksanakan oleh dinas provinsi. Sedangkan untuk Belanja Tugas Pembantuan kewenangannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan desa dengan pertanggungjawaban kepada pemerintah pusat. Sedangkan Belanja Kantor Daerah merupakan belanja pemerintah pusat melalui kantor-kantor vertikalnya yang berada di daerah tersebut.

Page 58: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

42Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 3 Belanja Daerah

Sebagian besar belanja pemerintah pusat didaerah dialokasikan untuk sektor pendidikan. Secara rata-rata dari tahun 2006, lebih dari 50 persen belanja pemerintah pusat di Jawa Timur dialokasikan untuk pendidikan, kecuali pada tahun 2007 dimana porsi belanja sektor tersebut turun menjadi 27 persen. Pada tahun 2006, sebesar Rp. 4,5 triliun dari Rp. 8,6 triliun belanja pemerintah pusat di Jawa Timur digunakan untuk sektor pendidikan. Sektor kesehatan mendapat alokasi sebesar Rp. 576 miliar; sektor pertanian mendapatkan alokasi Rp. 519 miliar dan sektor infrastruktur mendapat alokasi relatif paling kecil diantara 4 sektor tersebut, sebesar Rp. 196 miliar. Belanja pemerintah pusat untuk sektor lainnya sebesar Rp. 2,9 triliun sebagian besar dialokasikan untuk ketertiban dan keamanan, khususnya pada sub-fungsi kepolisian. Pada tahun 2010, Rp. 7,3 triliun belanja pemerintah dialokasikan untuk sektor pendidikan, diikuti oleh belanja infrastruktur sebesar Rp. 326 miliar, belanja pertanian sebesar Rp. 267 miliar dan belanja kesehatan sebesar Rp. 185 miliar. Belanja pemerintah pusat untuk sektor lainnya pada tahun ini sebesar Rp. 4,5 triliun, sebagian besar dialokasikan pada fungsi pelayanan umum, khususnya untuk sub-fungsi Lembaga Eksekutif, Legislatif dan Urusan Luar.

Sumber belanja pemerintah pusat lebih banyak disalurkan dalam bentuk belanja kantor daerah, kecuali untuk sektor pendidikan yang didominasi oleh Belanja Dekonsentrasi. Pada tahun 2009, untuk sektor pendidikan, Dana Dekonsentrasi paling besar disalurkan pada sub-fungsi Pendidikan Dasar sebesar Rp. 3,5 triliun. Alokasi dana pendidikan terbesar memang ditujukan kepada sub-fungsi pendidikan dasar. Untuk sektor kesehatan, belanja tugas pembantuan merupakan sumber belanja pemerintah pusat terbesar. Belanja ini dialokasikan terbesar untuk sub-fungsi pelayanan kesehatan perorangan.

3.5 Belanja Per kapita Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Serupa dengan pendapatan daerah, belanja daerah per kapita Jawa Timur cukup timpang diantara kabupaten/kotanya. Kota-kota di Jawa Timur seperti Kota Mojokerto, Kota Blitar, Kota Kediri, Kota Pasuruan, Kota Madiun, Kota Batu, serta Kota Probolinggo berada di kelompok belanja daerah per kapita yang relatif tinggi, berkisar antara Rp. 1,8 juta – Rp. 3,5 juta. Sedangkan kelompok kabupaten, Kota Surabaya serta Kota Malang berada di kelompok belanja daerah per kapita yang relatif rendah, yaitu antara Rp. 570 ribu – Rp. 1,2 juta.

Gambar 3.6. Belanja Pemerintah Pusat di Jawa Timur untuk 4 sektor strategis, 2006-2010

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

18.000

2006 2007 2008 2009 2010

Pendidikan Kesehatan Pertanian Infrastruktur Lainnya

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Page 59: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

43

Bab 3 Belanja Daerah

Gambar 3.7. Belanja per kapita daerah kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2009

Belanja Pemerintah Daerah Per Kapita 2009 (Rp)Database PEA Jawa Timur

Diatas 1.970.0001.060.000 - 1.970.000

850.000 - 1.060.000730.000 - 850.000

Dibaw ah 730,000

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Angka dalam Rupiah.

3.6 Analisis Anggaran vs. Realisasi

Secara umum, pemerintah Jawa Timur telah mampu membelanjakan seluruh anggaran daerah mereka, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Kecuali pada tahun 2008, realisasi belanja daerah Jawa Timur tidak berbeda jauh dari anggaran mereka. Namun, perlu diperhatikan bahwa nilai realisasi belanja Jawa Timur selalu lebih besar dari anggarannya. Jika analisis lebih lanjut, seluruh komponen belanja ekonomi di Jawa Timur mempunyai realisasi lebih besar dibandingkan nilai anggarannya. Selama ini, banyak daerah melakukan perencanaan anggaran menggunakan hasil tahun sebelumnya dengan asumsi besaran anggaran dapat dirubah pada anggaran perubahan. Namun demikian, realisasi pengeluaran pemerintah daerah yang melebihi rencana akan menjadi beban bagi APBD selanjutnya. Oleh karena itu perencanaan penganggaran APBD perlu diefektifkan untuk mencapai hasil yang lebih sesuai.

Gambar 3.8. Anggaran versus realisasi belanja daerah Jawa Timur, 2006-2010

-30.000

-20.000

-10.000

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

2006 2007 2008 2009

Plan Realisasi Gap

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Page 60: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

44Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 3 Belanja Daerah

Realisasi belanja daerah pemerintah provinsi secara umum lebih tinggi dibandingkan pemerintah kabupaten/kota. Berdasarkan klasifi kasi ekonominya, terlihat bahwa tingkat realisasi belanja modal pemerintah provinsi semakin tinggi semenjak tahun 2007 hingga tahun 2009. Pada tahun 2008, tingkat realisasi belanja ini sangat rendah dibandingkan nilai perencanaannya. Sebagian besar belanja yang tidak terealisasi berasal dari pemerintah kabupaten/kota, khususnya pada belanja barang dan jasa serta belanja lain yang terdapat dalam bentuk bantuan ke daerah bawahan. Namun perbedaan nilai realisasi dengan perencanaan tidak terlalu besar. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya anggaran perubahan yang cukup besar sehingga terjadi perbedaan yang cukup signifi kan antara nilai perencanaan dan perubahan. Akan tetapi, hal ini perlu mendapat perhatian khusus karena dapat mengakibatkan perencanaan yang kurang baik oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota.

Tabel 3.2. Tingkat realisasi belanja provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur, 2006-2009

2006 2007 2008 2009

Provinsi

Pegawai 101,8 109,8 93,9 114,2

Barang dan Jasa 107,1 105,2 105,0 116,6

Modal 112,4 105,5 112,2 154,3

Lainnya 109,1 100,9 65,9 119,1

Total 107,2 104,5 80,3 120,4

Kabupaten/Kota

Pegawai 100,2 110,1 74,8 96,4

Barang dan Jasa 105,7 100,8 51,3 99,3

Modal 100,0 104,2 88,8 101,2

Lainnya 116,6 99,1 24,9 95,0

Total 102,9 105,9 60,2 97,6Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Angka dalam persen.

Belanja per bidang pemerintah provinsi secara rata-rata juga relatif lebih tinggi dibandingkan pemerintah kabupaten/kota. Untuk beberapa bidang, nilai realisasi belanja cukup besar, hingga 3 kali lipat dibandingkan nilai anggaran/rencana, seperti pada bidang perindustrian dan perdagangan pemerintahan provinsi pada tahun 2007 atau pada bidang perhubungan pemerintahan provinsi tahun 2009. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hal ini kemungkinan besar dikarenakan pada saat penganggaran/perencanaan anggaran dilakukan, pemerintah melakukan estimasi berdasarkan belanja sebelumnya. Namun pada saat anggaran perubahan dilakukan, terjadi penyesuaian anggaran yang cukup besar dibandingkan nilai perencanaannya.

Page 61: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

45

Bab 3 Belanja Daerah

Tabel 3.3. Tingkat realisasi belanja provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur berdasarkan sektor, 2006-2009

BidangProvinsi Kabupaten/Kota

2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009

Bidang Administrasi Umum

Pemerintahan107,6 101,0 67,7 118.6 103.1 103.9 27.1 94.7

Bidang Pertanian 105,7 106,0 202,7 91,1 112,0 106,7 111,0 95,0

Bidang Perikanan Dan Kelautan 108,0 124,7 115,9 219,2 105,3 120,2 93,0 93,7

Bidang Pertambangan Dan Energi 108,6 100,0 94,5 124,4 122,5 170,1 247,8 188,2

Bidang Kehutanan Dan Perkebunan 105,7 115,0 98,7 99,4 122,6 106,7 133,3 93,3

Bidang Perindustrian Dan

Perdagangan106,4 379,8 121,4 122,8 105,1 133,5 158,8 101,2

Bidang Perkoperasian 106,0 117,9 123,3 183,6 102,2 109,9 114,9 109,0

Bidang Penanaman Modal 105,8 124,7 105,1 136,6 96,0 150,6 79,6 90,9

Bidang Ketenagakerjaan 104,6 96,8 99,7 94,8 109,1 112,0 101,2 98,5

Bidang Kesehatan 106,2 86,7 105,0 111,9 105,5 112,0 111,1 108,5

Bidang Pendidikan Dan Kebudayaan 106,2 112,2 98,1 102,3 102,5 115,1 135,8 97,6

Bidang Sosial 105,4 102,5 95,4 95,5 115,5 115,0 103,6 91,6

Bidang Penataan Ruang 0,0 0,0 0,0 0,0 103,8 8,8 41,7 55,2

Bidang Permukiman 109,1 117,6 155,4 100,0 95,2 69,6 86,8 135,9

Bidang Pekerjaan Umum 108,1 109,3 102,4 99,4 109,9 102,0 103,8 105,4

Bidang Perhubungan 107,4 115,5 170,3 341,1 99,7 93,1 84,5 105,8

Bidang Lingkungan Hidup 106,5 100,3 107,1 97,2 87,8 87,5 96,9 85,3

Bidang Kependudukan 105,5 103,4 93,7 0,0 104,5 102,2 97,8 98,3

Bidang Olah Raga 106,2 140,8 115,0 120,3 97,5 446,9 115,0 87,7

Bidang Kepariwisataan 105,9 113,5 105,7 0,0 108,1 120,9 168,8 126,6

Bidang Pertanahan 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 45,8 263,7 67,0

Bidang Lain-Lain 0,0 0,0 0,0 0,0 87,7 0,0 0,0 0,0Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Angka dalam Persen.

3.7 Hubungan Belanja dan Gender

Alokasi belanja pemerintah provinsi Jawa Timur untuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak baru dimulai pada tahun 2009; namun angka ini kemudian menurun cukup signifi kan pada tahun 2010. Belanja pegawai untuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2009, sebesar Rp. 3,8 miliar turun menjadi Rp 2,8 miliar pada tahun berikutnya. Sementara belanja barang dan jasa turun Rp 2,4 miliar dari Rp 10 miliar di tahun 2009, menjadi Rp. 7,6 miliar di tahun 2010. Hal yang sama terjadi pada belanja modal, dimana terjadi penurunan lebih dari 50 persen, dari Rp 1,5 miliar menjadi Rp 655 juta di tahun 2010.

Penyebab utama penurunan adalah berpindahnya alokasi program Keluarga Berencana dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2009, ke alokasi belanja Dinas Keluarga Berencana pada tahun 2010. Sementara itu Dinas Keluarga Berencana sendiri baru memiliki anggaran belanja pada tahun 2010. Belanja barang dan jasa mendapatkan alokasi belanja tertinggi,

Page 62: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

46Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 3 Belanja Daerah

mengingat kegiatan-kegiatan pengarusutamaan gender yang sarat akan pelatihan-pelatihan, penguatan kelembagaan serta pengembangan model-model operasional. Gambar 3.9. Belanja Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Jawa Timur

3,8

10,0

1,5 2,8

7,6

0,7

Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal

lingkaran dalam = 2009

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

2009 2010

Belanja Modal Belanja Barang dan Jasa

Belanja Pegawai % Belanja Pegawai

% Belanja Modal % Belanja Barang dan Jasa

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Angka dalam Miliar Rupiah.

Dari dua tahun keberadaan alokasi belanja daerah untuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, hanya 3 (tiga) program yang terlihat konsisten selama dua tahun itu, yaitu program Pelayanan Administrasi Perkantoran, program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak serta program Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan. Sementara program-program lain seperti peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah, keserasian kebijakan peningkatan kualitas anak dan perempuan, serta pengembangan model operasional BKB-Posyandu-PADU hanya dialokasikan untuk satu tahun.

Gambaran diatas menunjukkan prioritas Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam mengimplementasikan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional masih belum terlihat. Pengarusutamaan Gender yang merupakan lintas bidang pembangunan, memang sudah terintegrasi di beberapa sektor seperti pendidikan dan kesehatan. Namun di sektor lain seperti infrastruktur dan pertanian, hal ini belum bisa dilihat secara jelas. Belanja pengarusutamaan gender yang paling jelas terlihat adalah belanja dinas dan badan yang langsung berhubungan dengannya, yaitu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Keluarga Berencana dan Setda (Pemerintahan Umum). Dalam hal ini, Provinsi Jawa Timur baru mengalokasikan belanja terkait pengarusutamaan gender pada tahun 2009, sementara untuk dinas Keluarga Berencana baru dimulai tahun 2010, dan belanja PUG pada Setda tidak terlihat sama sekali.

3.8 Kesimpulan dan Rekomendasi

Kesimpulan

Melalui analisis belanja daerah di Jawa Timur, terlihat bahwa tidak terjadi perubahan yang cukup signifi kan pada komposisi belanja sektoral Jawa Timur. Pemerintah provinsi mengalokasikan sebagian besar dananya melalui belanja bagi hasil dan bantuan keuangan bagi daerah bawahan untuk sektor-sektor sosial, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Di tingkat kabupaten/kota, belanja terbesar dialokasikan untuk belanja pegawainya. Belanja pendidikan merupakan sektor utama alokasi belanja pemerintah kabupaten/kota. Namun, perlu diteliti lebih lanjut alokasi belanja pendidikan yang cukup besar dan meningkat di kabupaten/kota. Alokasi belanja daerah untuk sektor infrastruktur masih minim, khususnya di tingkat kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota perlu mengkaji lebih lanjut alokasi belanja sektoral, khususnya untuk sektor infrastruktur, sebagai salah satu sektor yang menjadi isu utama di Jawa Timur.

Page 63: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

47

Bab 3 Belanja Daerah

Rekomendasi:

Belanja berdasarkan klasifi kasi ekonomi, khususnya ditingkat kabupaten/kota perlu dikaji lebih mendalam. Belanja pegawai menempati porsi yang cukup besar sedangkan belanja modal maupun barang dan jasa masih minim. Untuk lebih menunjang pembangunan ekonomi di Jawa Timur, pemerintah perlu memberikan perhatian lebih pada isu utama di Jawa Timur yaitu masalah infrastruktur. Pembangunan jalan yang menjadi penghubung antar titik-titik ekonomi di Jawa Timur membutuhkan modal yang cukup tinggi sehingga dapat mengatasi salah satu masalah konektivitas di Jawa Timur.

Pemerintah perlu mengkaji lebih dalam alokasi belanja sektoralnya. Belanja pemerintah yang cukup besar di sektor pendidikan cukup kontras dengan kecilnya belanja infrastruktur, yang justru merupakan salah satu hambatan utama di Jawa Timur. Untuk itu, alokasi belanja sektoral perlu lebih diprioritaskan pada sektor-sektor yang selama ini menjadi isu utama dalam masalah pembangunan Jawa Timur, seperti misalnya sektor infrastruktur.

Pemerintah pusat masih berperan besar dalam sektor strategis dan terdesentralisasi seperti pendidikan, melalui belanja dekonsentrasinya. Seharusnya peran pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota lebih besar dari pemerintah pusat. Koordinasi pembagian tugas antara pusat dan daerah perlu lebih ditingkatkan sehingga dana yang ditujukan untuk berbagai sektor pelayanan kepada masyarakat tidak tumpang tindih dan terkonsentrasi di satu sektor saja.

Pemerintah perlu mengkaji lebih dalam alokasi belanja pendidikan di Jawa Timur. Dana untuk sektor pendidikan di Jawa Timur sudah cukup besar. Namun perlu dikaji lebih mendalam alokasi di sektor tersebut. Masalah utama pendidikan di Jawa Timur adalah rendahnya populasi pendidikan tingkat menengah serta meningkatkan peran dan fungsi lembaga pendidikan non-formal dan kejuruan untuk menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang lebih terampil (Diagnosa Pertumbuhan Jawa Timur, The World Bank, 2011). Sehingga yang perlu dilakukan pemerintah adalah memberi dukungan dan bantuan lebih pada pendidikan tingkat menengah dan lembaga-lembaga pendidikan non-formal serta kejuruan sehingga lebih aktif berperan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia di Jawa Timur.

Page 64: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk
Page 65: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

Bab 4 Analisis Sektoral

Page 66: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

50Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 4 Analisis Sektoral

4.1 Sektor Infrastruktur

Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan di Jawa Timur membutuhkan tersedianya infrastruktur.9 Ketersediaan infrastruktur yang dibutuhkan adalah yang dapat menunjang kegiatan perekonomian yang menjadi tulang punggung provinsi, khususnya pertanian dan industri. Setiap tingkatan daerah memiliki peranannya masing-masing dalam pemenuhan kebutuhan infrastruktur. Pemerintah kabupaten/kota memiliki wewenang untuk memenuhi kebutuhan sarana jalan kabupaten/kota, yang dapat memberikan akses ke wilayah-wilayah yang merupakan pusat pelayanan publik dan sentra kegiatan ekonomi/produksi. Pemerintah provinsi bertugas untuk memenuhi kebutuhan akan jalan provinsi yang pada dasarnya bertujuan untuk menghubungkan kabupaten/kota antara satu dan lainnya sehingga sentra-sentra tersebut dapat terhubung dan memenuhi skala ekonomisnya. Pemerintah pusat berperan dalam menghubungkan daerah-daerah tersebut dengan provinsi lainnya.

Jawa Timur memegang peranan penting dalam MP3EI10 dimana pembangunan infrastruktur merupakan salah satu langkah utama yang diambil oleh Provinsi Jawa Timur untuk mendukung strategi nasional tersebut. Peranannya dalam Koridor Ekonomi Pulau Jawa sebagai pendorong industri nasional dan pelayanan jasa. Salah satunya adalah dengan pembangunan jalur Trans Jawa dan Jalur Lintas Selatan untuk menghubungkan Jawa Timur dengan Jawa Tengah dan Provinsi lain di Pulau Jawa.

Salah satu kendala utama bagi pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan adalah ketersediaan infrastruktur yang mempengaruhi iklim investasi. Dengan alasan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur memprioritaskan ketersediaan infrastruktur yang memadai dan berkesinambungan. Kebijakan infrastruktur mengarah pada (i) infrastruktur sosial yang berkaitan dengan sumber daya air; (ii) percepatan infrastruktur penunjang pertanian dan wilayah pedesaan; (iii) infrastruktur yang menunjang pemerataan pembangunan; dan (iv) kerja sama dengan pihak swasta untuk pembangunan infrastruktur publik dan komersil.

Sejauh ini, kinerja pemerintah daerah di Jawa Timur dalam pemenuhan kebutuhan infrastruktur dasar dapat mengimbangi daerah-daerah lain di Indonesia. Sebagai provinsi yang memiliki beban pembangunan yang besar, dalam arti populasi yang tinggi dan cakupan daerah administratif yang banyak, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota memiliki peran penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut. Secara umum, pemerintah daerah di Jawa Timur dapat mengimbangi daerah lain. Secara umum pemenuhan kebutuhan infrastruktur dasar cukup memadai. Upaya pemenuhan akses terhadap sanitasi dapat mengimbangi daerah lain secara rata-rata. Dalam upaya pemenuhan akses terhadap air bersih, Provinsi Jawa Timur berada sedikit di bawah rata-rata nasional. Untuk pemenuhan akses terhadap listrik, Jawa Timur bersama dengan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa telah melampaui rata-rata nasional.

9 Yang dimaksud dengan infrastruktur adalah sarana dan prasarana yang terkait Dinas Pekerjaan Umum, Perhubungan, dan infrastruktur dasar yang terkait dengan pemukiman.

10 Jawa Timur memegang peranan penting dalam Koridor Ekonomi Pulau Jawa sebagai pendorong industri nasional dan pelayanan jasa dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Salah satunya adalah dengan pembangunan jalur Trans Jawa dan Jalur Lintas Selatan untuk menghubungkan Jawa Timur dengan Jawa Tengah dan Provinsi lain di Pulau Jawa.

Page 67: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

51

Bab 4 Analisis Sektoral

Gambar 4.1. Penyediaan infrastruktur dasar dapat mengimbangi rata-rata nasional

0102030405060708090

100

2005 2006 2007 2008 2009 2005 2006 2007 2008 2009 2005 2006 2007 2008 2009

Akses terhadap sanitasi Akses terhadap air bersih Akses terhadap listrik

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Banten Nasional

Sumber: Diolahdari BPS, 2011.

Akses terhadap infrastruktur dasar perumahan yang dimiliki rumah tangga yang dikepalai perempuan di Jawa Timur masih bervariasi. Akses terhadap air bersih menduduki tempat terendah, atau dibawah 50 persen. Dari 14 persen rumah tangga yang dikepalai perempuan di provinsi Jawa Timur pada tahun 2009 dan 2010, hanya sebesar 45,2 persen yang memiliki akses langsung ke air bersih di tahun 2009. Angka ini menurun pada tahun berikutnya menjadi 42,3 persen. Sementara akses terhadap sanitasi yang layak juga mengalami sedikit penurunan, dari 79,9 persen di tahun 2009, menjadi 77,9 persen di tahun 2010. Namun akses perempuan terhadap listrik mengalami peningkatan sebesar 0,2 persen, dari 98,4 persen di tahun 2009, menjadi 98,6 persen di tahun 2010. Ini berarti, masih dibutuhkan program pemerintah untuk meningkatkan akses perempuan terhadap air bersih dan sanitasi yang berdampak sangat besar pada tingkat kesehatan perempuan tersebut dan seluruh anggota rumah tangga yang dikepalainya.

Kebutuhan akan sarana dan prasarana infrastruktur di Jawa Timur sangat besar. Sebagai Provinsi dengan kegiatan ekonomi terbesar kedua di Indonesia (setelah DKI Jakarta); provinsi dengan jumlah penduduk terbesar; dan provinsi dengan jumlah kabupaten/kota terbanyak, infrastruktur di Jawa Timur cukup tersedia. Dalam hal ketersediaan jalan, data menunjukkan bahwa Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang memiliki jalan kabupaten/kota terpanjang di Indonesia. Pada tahun 1998, Jawa Timur memiliki jalan kabupaten/kota terpanjang di Indonesia dengan hampir 22 km, jalan nasional sepanjang 1.899,21 km, jumlah jembatan 1.501 buah/20.650,16 m, jalan provinsi sepanjang 2.000,98 km, jumlah jembatan 1.184 buah/12.795,98 m. Total jalan di Jawa Timur sepanjang 26.606,817 km. Dalam satu dasarwarsa, jumlah jalan tersebut meningkat 12 persen menjadi kurang lebih 30.000 km dan menghubungkan 38 kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur.

Gambar 4.2. Akses Rumah Tangga yang Dikepalai Perempuan Terhadap Air Bersih, Sanitasi dan Listrik di Jawa Timur

45,2%% 42,3%%

79,9%% 77,9%%

98,4% 98,6%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

2009 2010

Air Bersih Sanitasi ListrikSumber: Diolah dari Susenas, 2009 dan 2010.

Page 68: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

52Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 4 Analisis Sektoral

Gambar 4.3. Provinsi Jawa Timur memiliki jalan kabupaten/kota terpanjang di Indonesia

-20

0

20

40

60

80

100

120

140

5000

10000

15000

20000

25000

30000

PersenPa

njan

gja

lan

(km

)

1999 2008 Persen

Sumber: Data Kementerian Pekerjaan Umum, 2009.

Tantangan utama yang dihadapi oleh Provinsi Jawa Timur adalah bagaimana mempertahankan infrastruktur yang ada untuk menjamin keterhubungan domestik (domestic interconnectivity). Sebagai sebuah provinsi yang memiliki 38 kabupaten/kota dan populasi tertinggi, keterhubungan antar daerah adalah aspek penting dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Bagi pertumbuhan ekonomi, sangatlah penting untuk dapat menghubungkan wilayah-wilayah yang menjadi sentra pertumbuhan dengan wilayah pendukungnya (hinterland), tempat dimana input untuk produksi tersedia. Dilain pihak, pusat-pusat pertumbuhan dibutuhkan untuk dapat menggairahkan dan mendukung kegiatan ekonomi di wilayah sekitarnya. Bagi pemerataan pembangunan, arus barang, jasa dan orang yang lancar dari daerah pendukung ke pusat pertumbuhan akan mengurangi kesenjangan dengan memberikan akses kepada penduduk di daerah pendukung untuk memanfaatkan peluang di sentra-sentra pertumbuhan.

Sebagian besar wilayah pedesaan di Jawa Timur telah terhubung dengan jalan, namun kualitasnya masih perlu ditingkatkan. Secara umum desa-desa di Jawa Timur telah terhubung dengan jalan permanen. Namun ada beberapa daerah yang tertinggal dibandingkan dengan yang lain. Daerah yang masih memiliki desa-desa yang tidak terhubung dengan jalan adalah Bondowoso dan Sumenep. Bondowoso disebabkan oleh wilayah geografi snya yang berada di daerah pegunungan sedangkan Sumenep karena sebagian daerahnya merupakan wilayah kepulauan.

Gambar 4.4. Secara umum, sebagian besar desa telah memiliki akses ke jalan, namun sebagian besar mengalami kerusakan setidak-tidaknya sebesar 20 persen

Persentase Desa yang memiliki Akses JalanUntuk Kendaraan Roda 4 sepanjang tahun; Podes 2008 (%)

Diatas 95 persen90 - 9585 - 90Dibaw ah 85 persen

Page 69: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

53

Bab 4 Analisis Sektoral

Persentase Jalan Permanen yang Rusak (%)Kementerian Pekerjaan Umum (2009)

40 persen keatas (3)30 to 40 (9)20 to 30 (4)10 to 20 (10)Dibaw ah 10 persen (12)

Sumber: Diolah dari data BPS dan Kementerian Pekerjaan Umum, 2010.

Mempertahankan kualitas infrastruktur jalan adalah tantangan yang dihadapi oleh sebagian besar kabupaten/kota. Ketersediaan akses jalan bukan berarti bahwa permasalahan infrastruktur yang dihadapi oleh kabupaten/kota telah selesai. Jalan yang tersedia tersebut harus dapat dipelihara dan dipertahankan kualitas sehingga dapat digunakan. Ini berarti bahwa kabupaten/kota harus dapat menyediakan anggaran yang memadai untuk dapat menjaga kualitas jalan tersebut. Di Jawa Timur terlihat bahwa kabupaten/kota mengalami kesulitan untuk menjaga kualitas jalannya. Secara rata-rata, hampir 20 persen dari seluruh jalan kabupaten/kota berada dalam kondisi rusak atau rusak berat. Diperlukan komitmen lebih untuk menjaga kualitas infrastruktur yang ada pada tingkat kabupaten/kota.

Belanja pemerintah pusat di Jawa Timur menyebabkan belanja infrastrukturnya berfl uktuasi. Secara riil, belanja pemerintah daerah untuk infrastruktur cenderung konstan walaupun ada variasi disetiap tahunnya. Hal ini cukup berbeda dengan yang dialami oleh daerah-daerah lain, khususnya di Indonesia bagian Timur yang mengalami peningkatan belanja infrastruktur yang cukup signifi kan. Hal ini antara lain disebabkan Provinsi Jawa Timur tidak banyak membangun infrastruktur baru untuk pemekaran wilayah, seperti di daerah-daerah tersebut. Secara keseluruhan, belanja infrastruktur yang berasal dari belanja pusat dan daerah konsisten berada di atas 10 persen, kecuali di tahun 2010 yang menggunakan angka APBN dan APBD Perubahan. Namun, apabila dilihat besarannya secara riil, terlihat bahwa belanja pemerintah pusat cenderung meningkat hingga tahun 2009 hingga mencapai Rp 1,6 triliun, namun ditahun berikutnya turun menjadi Rp 373 miliar.

Gambar 4.5. Belanja pemerintah daerah untuk infrastruktur cenderung stabil namun mengalami penurunan proporsi dalam 5 tahun terakhir

14% 15%

12%

0%

5%

10%

15%

20%

0

2.000

4.000

6.000

8.000

Mili

ar R

p

113%

10%10%10%

Page 70: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

54Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 4 Analisis Sektoral

Belanja Infrastruktur Pemerintah Daerah Per Kapita 2009289,000 to 435,000182,000 to 289,000124,000 to 182,00075,000 to 124,00042,000 to 75,000

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Ada variasi yang cukup besar dalam belanja infrastruktur pada tingkat kabupaten/kota. Data menunjukkan bahwa kota cenderung memiliki angka belanja infrastruktur per kapita yang lebih tinggi dari pada kabupaten. Dengan jumlah populasi yang lebih tinggi, ini berarti bahwa ada perbedaan yang cukup besar dalam ukuran anggaran untuk infrastruktur di daerah urban daripada daerah rural. Belanja per kapita tertinggi (Rp 435 ribu) bisa mencapai sepuluh kali lipat dibandingkan belanja perkapita terendah (Rp 42 ribu). Belanja infrastruktur terendah dialami oleh Kabupaten Lumajang dan Lamongan.

Sebagian besar belanja pemerintah daerah untuk infrastruktur di Provinsi Jawa Timur digunakan untuk belanja modal. Tren belanja pemerintah daerah dari 2005 hingga 2010 menunjukkan bahwa secara konsisten belanja modal merupakan komponen terbesar dari tahun ke tahun. Pada realisasi 2009 bisa terlihat bahwa pemerintah provinsi membelanjakan hampir separuh untuk belanja modal dan pemerintah kabupaten/kota membelanjakan hampir 75 persen untuk belanja modal.

Gambar 4.6. Komposisi belanja infrastruktur pemerintah daerah

0

2.000

4.000

6.000

8.000

2006 2007 2008 2009 2010*

Pegawai Pegawai langsung

Pegawai tidak langsung Barang dan jasa

Modal

Lain-lain

33%%19%%

30%

48%%

22%%11%

13%%

74%

Pegawai langsung

Pegawai tidaklangsung

barang dan jasa

modal

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Besarnya belanja modal untuk infrastruktur pada tingkat kabupaten/kota menyebabkan alokasi belanja untuk pemeliharaan menjadi terbatas. Ini adalah salah satu penyebab utama mengapa kualitas jalan kabupaten/kota kurang terpelihara secara optimal. Ini menjadi hal yang mendesak, mengingat bahwa pada tingkat kabupaten/kota, hanya 13 persen belanja yang dialokasikan untuk belanja barang dan jasa, dimana didalamnya terdapat belanja barang dan jasa, belanja perjalanan dinas, dan belanja operasional dan pemeliharaan. Memang pemeliharaan juga tercakup dalam belanja dekonsentrasi dari pemerintah pusat, namun melihat belanja dekonsentrasi yang sangat fl uktuatif, sulit bagi pemerintah kabupaten/kota untuk bergantung pada belanja dekonsentrasi untuk pemeliharaan sarana dan prasarana infrastruktur yang telah terbangun.

Page 71: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

55

Bab 4 Analisis Sektoral

Gambar 4.7. Belanja program infrastruktur Pemerintah Provinsi Jawa Timur

49% 46%

76%

56%

0%

20%

40%

60%

80%

0

100

200

300

400

500

600

2008 2009 2010*

Mili

ar R

p

Pembangunan jalan dan jembatan

Rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan

Perhubungan

Irigasi, rawa, dan jaringan pengairan

% belanja 4 program terhadap total belanja infrastruktur provinsi

200750

100

150

200

250

Mili

ar R

p

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Pada tingkat provinsi, belanja infrastruktur difokuskan pada empat program utama, yaitu pembangunan jalan dan jembatan, rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan, perhubungan, dan irigasi serta sistem pengairan. Keempat program ini merupakan 76 persen dari belanja infrastruktur pemerintah provinsi di tahun 2009. Dari keempat program ini terlihat program pembangunan jalan dan jembatan mengalami penurunan belanja sejak tahun 2005. Dilain pihak, program dukungan untuk sistem perhubungan mengalami peningkatan yang stabil. Program rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan cenderung stabil namun ada penurunan drastis di tahun 2010.

Perbandingan antara daerah yang kinerjanya berbeda menunjukkan bahwa komposisi belanja masing-masing daerah bisa sangat berbeda. Perbandingan dilakukan antara Kota Surabaya sebagai daerah yang memiliki beban dan belanja infrastruktur terbesar dengan Kabupaten Lumajang, yang memiliki belanja infrastruktur per kapita terendah di Jawa Timur. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah proporsi belanja pegawai tidak langsung dan belanja modal. Kota Surabaya yang memiliki total belanja infrastruktur 15 kali lipat dibandingkan Lumajang, hanya mengalokasikan 5 persen dari belanjanya untuk belanja pegawai tidak langsung. Lumajang mengalokasikan 28 persen dari belanjanya untuk belanja pegawai tidak langsung. Apabila dilihat dari total belanja pegawai tidak langsungnya, Kota Surabaya tidak mencapai tiga kali lipat dari Lumajang (Rp 33 miliar berbanding Rp 12 miliar). Ini menunjukkan bahwa tingkat efi siensi belanja lebih tinggi di Kota Surabaya dibandingkan Lumajang. Dari sisi belanja program terlihat perbedaan yang mencolok antara keduanya yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik.

Gambar 4.8. Perbedaan yang signifi kan antara belanja Kota Surabaya dan Kabupaten Lumajang

58%

28%

33%

11%

5% 4%

15%

76%

Belanja pegawai tidak langsung Belanja pegawai langsung

Belanja barang dan Jasa Belanja modal

-

59%

68%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

-

20

40

60

80

100

120

140

160

180

Lumajang Kota Surabaya

Mili

ar R

p

Pembangunan jalan

dan jembatan

Rehabilitasi dan

pemeliharaan jalan

dan jembatan

Pembangunan

Gorong-royong

Irigasi dan sistem

pengairan

Perhubungan

% dari belanja

infrastruktur

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Page 72: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

56Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 4 Analisis Sektoral

Jawa Timur menghadapi tantangan infrastruktur yang besar di masa yang akan datang. Walaupun ketersediaan infrastruktur dan kinerjanya menunjukkan hasil yang memadai, tren pertumbuhan belanja infrastruktur Jawa Timur (provinsi, kabupaten/kota, pusat) tidak dapat mengimbangi pertumbuhan PDRB Jawa Timur. Dengan kata lain, kemampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan infrastruktur akan tertinggal oleh pertumbuhan ekonomi. Secara rata-rata, belanja infrastruktur di Jawa Timur hanya sekitar 0,8 persen dari PDRBnya. Dengan tingkat belanja infrastruktur tersebut, sangat sulit bagi pemerintah daerah untuk membiayai kebutuhan infrastruktur yang dapat menopang pertumbuhan ekonominya. Dibutuhkan sumber-sumber pendanaan lain yang dapat membantu pembiayaan infrastruktur di Jawa Timur. Pembiayaan ini dapat berasal dari sumber-sumber kerjasama dengan pihak swasta atau melalui mekanisme-mekanisme inovatif lain yang tersedia, misalnya melalui surat berharga daerah (local bonds) maupun pinjaman baik ke pemerintah pusat melalui fasilitas PIP atau pinjaman.

4.1.1 Kesimpulan dan Rekomendasi

Infrastruktur adalah sektor yang memegang peranan penting untuk pertumbuhan yang inklusif. Secara ekonomi, dan secara penyediaan akses terhadap pelayanan publik. Hal ini ditunjukkan oleh belanja infrastruktur yang terus meningkat secara riil walaupun secara proporsi mengalami penurunan. Yang patut diperhatikan dari belanja infrastruktur adalah porsi belanja yang digunakan untuk operasi dan pemeliharaan yang masih terbatas dan kurang konsisten dari tahun ke tahun. Lebih jauh lagi, selain tingkat belanja infrastruktur yang jauh dibawah dari kontribusi PDRB, tingkat pertumbuhannya pun relatif rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB.

Tantangan infrastruktur yang dihadapi Jawa Timur adalah kualitas infrastruktur jalan yang masih harus ditingkatkan. Secara umum, kinerja infrastruktur dapat mengimbangi kinerja rata-rata nasional namun masih memiliki tantangan dalam infrastruktur jalan. Walaupun sebagian besar desa telah memiliki akses jalan, namun sebagian besar mengalami kerusakan setidak-tidaknya seperlima dari jumlah jalan kabupaten/kotanya. Sebagai provinsi yang memiliki panjang jalan terpanjang kedua di Indonesia, ini merupakan permasalahan besar dimana pemeliharaan jalan tidak berjalan secara optimal.

Untuk mendukung pertumbuhan yang inklusif, kualitas infrastruktur harus ditingkatkan, khususnya infrastruktur jalan yang memiliki peran penting dalam upaya penyediaan akses terhadap pelayanan publik, baik pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Selain itu, infrastruktur jalan juga dibutuhkan untuk menghubungkan daerah-daerah yang merupakan sentra-sentra produksi dan daerah-daerah terpencil atau kantung-kantung kemiskinan.

Perlu adanya konsistensi belanja yang digunakan untuk pemeliharaan sarana dan prasarana infrastruktur. Menurunnya kualitas infrastruktur, khususnya infrastruktur jalan, menunjukkan bahwa kualitas pemeliharaan sarana dan prasarana masih harus ditingkatkan lebih jauh. Kebutuhan pemeliharaan sarana dan prasarana infrastruktur merupakan kebutuhan yang rutin dilakukan secara berkala sehingga membutuhkan biaya pemeliharaan yang konsisten dan tidak terlalu berfl uktuasi.

Gambar 4.9. Investasi pemerintah daerah dalam infrastruktur masih dibawah 1 persen dari PDRB Jawa Timur

-

0,8%0,9%

0,8%0,9%

0,7%

0,0%

0,2%

0,4%

0,6%

0,8%

1,0%

100

200

300

400

2006 2007 2008 2009 2010*

Trili

un R

p

Real PDRB Jatim (triliun)

Belanja infrastruktur di Provinsi Jatim (triliun)

Belanja infrastruktur (% dari PDRB)

Sumber: Diolah dari Database BPS dan database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Page 73: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

57

Bab 4 Analisis Sektoral

Peningkatan investasi infrastruktur diperlukan dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sebaran pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran infrastruktur menunjukkan suatu pola yang saling terkait. Jika pengeluaran infrastruktur relatif rendah, maka pertumbuhan ekonominya cenderung relatif rendah pula. Meskipun pembangunan infrastruktur tidak secara langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi namun sebagai pendorong untuk peningkatan investasi. Oleh karena itu peningkatan infrastruktur bagi daerah dengan pertumbuhan ekonomi rendah diharapkan dapat menjadi stimulus dalam peningkatan investasi daerah yang dampaknya akan meningkatkan pertumbuhan ekonominya.

4.2 Sektor Pendidikan

Provinsi Jawa Timur melihat bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah salah satu kunci dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur memprioritaskan pembangunan pendidikan melalui peningkatan kualitas dan akses pendidikan bagi masyarakat secara luas yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur tahun 2009 - 2014. Arah kebijakan tersebut diantaranya adalah menata sistem pembiayaan pendidikan yang berprinsip keadilan, efi sien, transparan dan akuntabel, serta peningkatan anggaran pendidikan mencapai 20 persen APBD, untuk melanjutkan upaya pemerataan dan penyediaan layanan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas, memberikan akses lebih besar kepada kelompok masyarakat yang selama ini kurang dapat terjangkau oleh layanan pendidikan yang murah dan berkualitas.

Kebijakan sektor pendidikan provinsi adalah penuntasan pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, dan Pendidikan Menengah 12 Tahun. Seperti halnya provinsi-provinsi lain di Indonesia, Angka Partisipasi Murni SD Jawa Timur hampir mencapai angka 100 persen yang berarti hampir seluruh anak usia SD telah berada di sekolah dasar, baik di sekolah negeri, swasta, maupun madrasah yang setingkat. Tantangan berikut yang dihadapi oleh Provinsi Jawa Timur adalah menuntaskan program Wajib Belajar 9 tahun. Dengan APM SD yang mendekati sempurna, APM SMPnya masih relatif rendah. Untuk tingkat SMA, angka ini menjadi semakin rendah dimana hanya sekitar setengah dari anak usia SMA berada di sekolah.

Gambar 4.10. Tantangan pemerintah daerah di Jawa Timur adalah meningkatkan angka partisipasi sekolah untuk tingkat SMP dan SMA

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

DKI

Jakarta

Jawa

Barat

Jawa

Timur

Banten Nasional

APM SMPKelompok pengeluaran terendah (1)

2

3

4

Kelompok pengeluaran tertinggi (5)

Pers

en

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

DKIJakarta

JawaBarat

JawaTimur

Banten Nasional

APM SMA

Pers

en

Sumber: Diolah dari Susenas, berbagai tahun.

Salah satu penyebab utama rendahnya angka partisipasi sekolah pada tingkat SMP dan SMA adalah desakan ekonomi. Ada desakan bagi anak usia remaja untuk ikut membantu perekonomian keluarga, khususnya di daerah-daerah yang tertinggal atau terpencil. Data menunjukkan bahwa angka APM terendah di Jawa Timur adalah di Kabupaten Bangkalan dan Sampang, dua dari Kabupaten dengan angka kemiskinan tertinggi di Jawa Timur.

Page 74: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

58Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 4 Analisis Sektoral

Gambar 4.11. Pada 27 dari 38 kabupaten/kota, APM (SMP 2010) perempuan lebih rendah dari pada laki-laki

0,069,8

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90Ka

b.Po

noro

go

Kab.

Paci

tan

Kab.

Mag

etan

Kab.

Sido

arjro

Kab.

Lum

ajan

g

Kota

Sura

baya

Kab.

Blita

r

Kab.

Situ

bond

o

Kab.

Gre

sik

Kab.

Mojo

oker

to

Kab.

Kedi

ri

Kab.

Pam

ekas

an

Kab.

Jom

bang

Kota

Prob

olin

ggo

Kota

Pasu

ruan

Kota

Batu

Kota

Mojo

oker

to

Kab.

Pasu

ruan

Kab.

Nga

wi

Kab.

Sum

enep

Kab.

Mad

iun

Kab.

Mal

ang

Kab.

Lam

onga

n

Kab.

Nga

njuk

Jaw

aTi

mur

Kab.

Bojoon

egor

o

Kab.

Tulu

ngag

ung

Kota

Kedi

ri

Kota

Blita

r

Kota

Mal

ang

Kota

Mad

iun

Kab.

Bany

uwan

gi

Kab.

Jem

ber

Kab.

Tren

ggal

ek

Kab.

Prob

olin

ggo

Kab.

Tuba

n

Kab.

Bond

owos

o

Kab.

Sam

pang

Kab.

Bang

kala

n

Laki-Laki Perempuan

Sumber: Diolah dari Susenas dan BPS, 2010.

APM SMP (data tahun 2010) secara rata-rata tingkat provinsi sepertinya cukup berimbang pada level 70 persen (laki-laki) dan 69,8 persen (perempuan). Namun demikian, sebenarnya APM SMP perempuan lebih rendah daripada laki-laki di sebagian besar kabupaten/kota.

Gambar 4.12. Pada 26 dari 38 kabupaten/kota, APM (SMA 2010) perempuan lebih rendah daripada laki-laki

51,345,1

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Kota

Mad

iun

Kota

Sura

baya

Kab.

Sido

arjro

Kota

Blita

r

Kab.

Mojo

oker

to

Kota

Mojo

oker

to

Kota

Kedi

ri

Kota

Pasu

ruan

Kab.

Mad

iun

Kab.

Mag

etan

Kab.

Tulu

ngag

ung

Kota

Mal

ang

Kab.

Nga

wi

Kota

Batu

Kota

Prob

olin

ggo

Kab.

Nga

njuk

Kab.

Gre

sik

Kab.

Sum

enep

Kab.

Kedi

ri

Jaw

aTi

mur

Kab.

Pono

rogo

Kab.

Pam

ekas

an

Kab.

Paci

tan

Kab.

Lam

onga

n

Kab.

Tuba

n

Kab.

Pasu

ruan

Kab.

Jem

ber

Kab.

Bojoon

egor

o

Kab.

Prob

olin

ggo

Kab.

Jom

bang

Kab.

Bany

uwan

gi

Kab.

Bond

owos

o

Kab.

Blita

r

Kab.

Mal

ang

Kab.

Situ

bond

o

Kab.

Bang

kala

n

Kab.

Tren

ggal

ek

Kab.

Lum

ajan

g

Kab.

Sam

pang

Laki-Laki Perempuan

Sumber: Diolah dari Susenas dan BPS, 2010.

Kesenjangan APM antara perempuan dan laki-laki lebih tegas terlihat pada level SMA (data 2010). Rata-rata Provinsi Jatim menunjukkan angka APM SMA 51,3 persen untuk laki-laki dan 45,1 persen untuk perempuan. Ketimpangan APM SMA antara laki-laki dan perempuan secara meyakinkan terjadi di 26 kabupaten/kota di Jawa Timur.

Mayoritas angkatan kerja di Jawa Timur berpendidikan rendah. Pada tahun 2009, lebih dari setengah (55 persen) dari angkatan kerja di Jawa Timur hanya lulusan SD atau lebih rendah, termasuk sekitar 21 persen dari total angkatan kerja yang belum pernah ke sekolah atau tidak menyelesaikan sekolah dasar. Hanya sekitar 6 persen dari angkatan kerja menikmati pendidikan sekolah pasca SLTA.11

11 East Java Growth Diagnostic, The World Bank, 2011.

Page 75: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

59

Bab 4 Analisis Sektoral

Gambar 4.13. Sebagian besar tenaga kerja berpendidikan rendah yang disebabkan oleh dorongan faktor ekonomi

Angka Partisipasi Murni SMPSusenas (2009)

Diatas 7364 - 7355 - 64Dibaw ah 55

Sumber: Diolah dari Susenas, 2009.

Rendahnya kualitas sumber daya manusia dapat menjadi salah satu kendala untuk produktivitas tenaga kerja di Jawa Timur. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dapat meningkatkan kesempatan masyarakat miskin untuk mengakses peluang ekonomi secara lebih luas, sementara kapasitas yang lemah dapat menghambat kesempatan mereka untuk sepenuhnya meraih manfaat dari pertumbuhan. Kapasitas manusia itu sendiri bergantung pada dua faktor dasar utama, pencapaian dan akses kepada pendidikan.

Pemerintah Daerah di Jawa Timur terus meningkatkan belanja pendidikannya. Belanja pendidikan tersebut didorong oleh belanja pemerintah kabupaten/kota yang merupakan ujung tombak dalam penyediaan jasa publik pendidikan. Secara rata-rata, belanja pendidikan kabupaten/kota selalu merupakan komponen belanja terbesar yang diikuti oleh belanja pemerintah pusat melalui data dekonsentrasi, tugas pembantuan, maupun kementerian/lembaga. Di tahun 2009, data realisasi menunjukkan bahwa pemerintah kabupaten/kota menyumbang 63 persen dari seluruh belanja pendidikan dan diikuti oleh belanja pemerintah pusat sebesar 36 persen. Rasio belanja pendidikan pemerintah daerah di Jawa Timur juga mengalami peningkatan dari 28 persen di tahun 2006 menjadi 33 persen di tahun 2009.

Gambar 4.14. Belanja pendidikan terus meningkat secara riil, namun pada tingkat kabupaten/kota masih bervariasi

28%

29%

31%

30%

33%

25%

26%

27%

28%

29%

30%

31%

32%

33%

34%

0

5000

10000

15000

20000

25000

2006 2007 2008 2009 2010*

Mili

ar R

p

Provinsi

Kabupaten/Kota

Dekon/TP/KL

% pendidikan dari total APBD

Page 76: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

60Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 4 Analisis Sektoral

Belanja Pendidikan Pemerintah Daerah Perkapita (Rp)Database PEA Jawa Timur

Diatas 550,000450,000 - 550,000350,000 - 450,000250,000 - 350,000Dibaw ah 250,000

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Malang, Jember, dan Banyuwangi adalah daerah-daerah yang memiliki belanja pendidikan terendah. Secara per kapita, masing masing daerah membelanjakan kurang dari Rp 250.000 untuk pendidikan di tahun 2009. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, pertama, tingkat populasi sangat mempengaruhi belanja pendidikan yang terbatas. Penjelasan ini relevan untuk daerah yang cenderung padat penduduknya seperti Gresik, Sidoarjo, dan Malang. Penjelasan yang kedua adalah keterbatasan belanja pendidikan karena adanya prioritas-prioritas lain, khususnya untuk daerah-daerah yang cukup jauh seperti Jember dan Banyuwangi. Selain itu, perlu diteliti lebih jauh apakah rendahnya belanja pendidikan juga disebabkan oleh terbatasnya distribusi guru atau tenaga pengajar di Jember dan Banyuwangi.

Gaji untuk guru dan pegawai menghabiskan sebagian besar dari belanja pendidikan pemerintah daerah. Dalam kurun waktu 2005 hingga 2010, belanja pendidikan pemerintah daerah meningkat 40 persen secara riil. Belanja pegawai merupakan komponen terbesar, khususnya belanja pegawai tidak langsung yang mencakup belanja guru dan pegawai dinas pendidikan. Ditahun 2009, belanja guru dan pegawai Dinas Pendidikan menghabiskan 84 persen dari total belanja kabupaten/kota dan 17 persen dari belanja provinsi. Pada tingkat kabupaten/kota, belanja pegawai langsung, yang umumnya digunakan untuk membayar guru honorer, tergolong kecil, hanya 2 persen. Lain halnya dengan pada tingkat provinsi dimana belanja pegawai langsung mencapai hampir seperempat dari belanja pemerintah provinsi.

Gambar 4.15. Sebagian besar belanja pendidikan tingkat kabupaten/kota dialokasikan untuk belanja pegawai

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

18.000

2006 2007 2008 2009 2010*

pegawai Pegawai langsung Pegawai tidak langsungbarang dan jasa modal lain-lain

24%

17%53%

6%

2%

84%

4%10%

Pegawai langsung Pegawai tidak langsung barang dan jasa modal

Sumber: Diolah dari Susenas 2009, Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Page 77: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

61

Bab 4 Analisis Sektoral

Belanja program lebih banyak dilakukan pada tingkat provinsi, sesuai dengan fungsi pemerintah provinsi yang strategis. Selain bertugas memberikan pelayanan pendidikan tingkat menengah atas, pemerintah provinsi memiliki fungsi koordinasi dan pengawasan terhadap kabupaten/kota di kawasannya. Belanja program pemerintah provinsi, sekitar 40 persen dari belanja pendidikan provinsi, belanja program terbesar adalah untuk program peningkatan mutu pendidikan, yang sebagaian besar digunakan untuk peningkatan kapasitas guru dan pegawai. Sesuai dengan kebijakan sektor pendidikan dituangkan dalam dokumen perencanaannya, pemerintah provinsi telah membelanjakan anggaran untuk penuntasan program Wajib Belajar 9 Tahun dan Pendidikan Menengah. Selain itu peningkatan mutu pendidikan telah mendapat perhatian setiap tahunnya dengan alokasi belanja program yang terbesar di dua tahun terakhir.

Gambar 4.16. Belanja program pendidikan provinsi berfokus pada peningkatan mutu dan pendidikan menengah

40% 38%41%

49%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0

50

100

150

200

2007 2008 2009 2010*

Mili

ar R

p

PAUD

Wajar 9 tahun

Pendidikan Menengah

Peningkatan Mutu

% dari total belanja pendidikan Provinsi

0

10

20

30

40

50

60

PAUDW ajar 9 tahun Pendidikan Menengah

Peningkatan Mutu

Mili

ar R

p

Pegawai Barang/jasa Modal

Sumber: Diolah dari Susenas 2009, Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Secara rata-rata, biaya pendidikan yang ditanggung oleh rumah tangga di Jawa Timur terus meningkat. Dalam kurun waktu 2007 hingga 2010, biaya yang ditanggung oleh rumah tangga dalam satu tahun menjadi sekitar dua kali lipat secara riil, dari Rp 887 ribu menjadi Rp 1,7 juta. Di satu pihak ini menunjukkan bahwa pertumbuhan biaya pendidikan yang ditanggung oleh masyarakat lebih tinggi dari pada pertumbuhan belanja pendidikan pemerintah daerah secara per kapita. Ini dapat dilihat sebagai beban yang ditanggung masyarakat menjadi lebih besar. Dilain pihak, hal ini menunjukkan peningkatan kemampuan daya beli masyarakat akan pendidikan. Masyarakat menyadari bahwa pendidikan itu penting sehingga mampu mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan pendidikan. Untuk rumah tangga miskin, peningkatan belanja pendidikan yang dikeluarkan konsisten dengan peningkatan belanja pemerintah daerah. Hal ini konsisten dengan peruntukkan pelayanan pendidikan untuk kelompok masyarakat miskin.

Sasaran berikutnya bagi pemerintah kabupaten/kota adalah penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun dan Pendidikan Menengah 12 Tahun. Tingginya tingkat partisipasi sekolah pada tingkat SD, dapat menjadi pertimbangan untuk mengalokasi belanja pendidikan pada tingkatan pendidikan yang lebih tinggi, seperti SMP dan SMA, sesuai dengan kebijakan sektor pendidikan Provinsi Jawa Timur. Dengan porsi belanja pendidikan yang cukup besar di tingkat kabupaten/kota, yaitu sekitar 40 persen dari total belanja, ini merupakan peluang untuk memperluas akses ke pendidikan menengah utk meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara keseluruhan yang akhirnya bisa meningkatkan tingkat kesejahteraan pekerja di Jawa Timur.

Page 78: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

62Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 4 Analisis Sektoral

Gambar 4.17. Biaya pendidikan di Jawa Timur semakin meningkat, khususnya untuk kelompok pengeluaran tinggi

-

200.000

400.000

600.000

800.000

1.000.000

1.200.000

1.400.000

1.600.000

1.800.000

2.000.000

2006 2007 2008 2009 2010*Belanja Pendidikan Per KapitaBiaya RT untuk Pendidikan (Jatim)Biaya RT untuk Pendidikan (Nasional)Biaya RT untuk Pendidikan (RT miskin di Jatim)

-

1.000.000

2.000.000

3.000.000

4.000.000

5.000.000

Jawa Timur

National Jawa Barat

Banten DKI Jakarta

Belanja Pendidikan RT (2009)

Kel. Pengeluaran terendah (1) 23 4Kel. Pengeluaran tertinggi (5)

Sumber: Diolah dari Susenas, berbagai tahun .

4.2.1 Kesimpulan dan Rekomendasi

Provinsi Jawa Timur melihat bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah salah satu kunci dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur memprioritaskan pembangunan pendidikan melalui peningkatan kualitas dan akses pendidikan bagi mas yarakat secara luas yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur tahun 2009 - 2014. Kebijakan sektor pendidikan provinsi adalah penuntasan pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, dan Pendidikan Menengah 12 Tahun. Salah satu penyebab utama rendahnya angka partisipasi sekolah pada tingkat SMP dan SMA adalah desakan ekonomi. Ada desakan bagi anak usia remaja untuk ikut membantu perekonomian keluarga, khususnya di daerah-daerah yang tertinggal atau terpencil.

Belanja pendidikan adalah belanja yang paling signifi kan peningkatannya. Selama kurun waktu 2006-2010, belanja pendidikan baik yang merupakan konsolidasi belanja pemerintah pusat dan daerah, maupun yang merupakan belanja pemerintah daerah saja, meningkat sangat signifi kan. Secara riil, peningkatan tersebut hampir mencapai dua kali lipat dalam kurun waktu tersebut. Lebih dari 80 persen belanja pemerintah daerah dialokasikan untuk belanja pegawai tidak langsung, yaitu yang mencakup gaji guru dan gaji pegawai SKPD terkait.

Tantangan utama pendidikan di Jawa Timur adalah bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang merupakan salah satu potensi utamanya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas. Sekitar 55 persen dari tenaga kerja di Jawa Timur hanya mengecap pendidikan Sekolah Dasar. Hal ini juga ditunjukkan dari rendahnya angka partisipasi sekolah tingkat SMP/SMA dibandingkan dengan tingkat Sekolah Dasar. Sebagian besar dari tenaga kerja tersebut masuk ke dunia kerja hanya dengan pendidikan sekolah dasar.

Page 79: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

63

Bab 4 Analisis Sektoral

4.3 Sektor Kesehatan

Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi pada tingkat menengah dalam hal pencapaian Angka Harapan Hidup (AHH). Indeks AHH merupakan salah satu indikator IPM yang terkait dengan kesehatan. Peningkatan IPM sangat dipengaruhi oleh peningkatan dalam AHH ini. Pada tahun 2010, provinsi Jawa Timur masih berada pada urutan menengah dalam indeks AHH, yakni hanya sedikit diatas rata-rata nasional (71,7% Jawa Timur vs. 70,9% rata-rata nasional).

Peningkatan indeks harapan hidup sangat dipengaruhi oleh indikator Angka Kematian Bayi (AKB). Berdasarkan hasil estimasi BPS 2008, data perbandingan antar provinsi menunjukkan semakin rendah AKB, semakin tinggi AHH, dan sebaliknya (lihat gambar 4.18a)12. Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan AHH tertinggi dan AKB terendah, sebaliknya Provinsi NTB merupakan provinsi dengan AHH terendah dan AKB tertinggi. Provinsi Jawa Timur berada pada urutan ke-11 tertinggi dalam AHH, dan ke 11 terendah dalam AKB. Korelasi AHH dan AKB juga tercermin dalam peningkatan AHH Jawa Timur pada periode 2005-2010 yang seiring dengan penurunan AKB. Peningkatan tertinggi AHH Jawa Timur terjadi tahun 2007, seiring dengan penurunan signifi kan AKB pada tahun tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam upaya peningkatan IPM melalui peningkatan indeks kesehatan (AHH), pemerintah daerah di Jawa Timur perlu memberi perhatian pada penurunan AKB.

Gambar 4.18. Penurunan AKB berpotensi meningkatkan AHH

wa Timur

DKI Jakarta

NTB

64

66

68

70

72

74

76

78

0 10 20 30 40 50

Ang

kaH

arap

anH

idup

(Tah

un)

Angka Kematian Bayi (per 1000 kelahiran hidup)

(a) Angka Harapan Hidup (AHH) VS Angka Kematian Bayi(AKB) antar Provinsi (2008)

68,5 68,6

71,071,2

71,471,736,7

35,3

332,932,6 32,4

330,0

29

30

31

32

33

34

35

36

37

68,0

68,5

69,0

69,5

70,0

70,5

71,0

71,5

72,0

2005 2006 2007 2008 2009 2010

(b) Perkembangan AHH dan AKB Provinsi Jawa Timur(2005-2010)

Angka Harapan Hidup (Tahun) (Axis Kiri)Angka Kematian Bayi (Per Seribu Kelahiran Hidup) (Axis Kanan)

Sumber: Diolah dari data BPS dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, berbagai tahun.Catatan: Data AKB pada Gambar 4.18.(a) berdasarkan estimasi BPS; Karena tidak tersedianya data AKB antar-waktu yang bersumber dari BPS, Gambar 4.18.(b) menggunakan Data AKB antar-waktu dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur; Data AHH seluruhnya bersumber dari BPS.

Meskipun pada tingkat provinsi sudah menunjukkan penurunan, angka AKB antar kabupaten/kota masih menunjukkan kesenjangan yang cukup tajam. Dari 38 daerah kabupaten/kota di Jawa Timur, hampir setengahnya masih memiliki AKB diatas rata-rata provinsi. Kabupaten Probolinggo adalah daerah dengan AKB tertinggi (65,5 per 1000 kelahiran hidup), dan Kota Blitar adalah daerah dengan AKB terendah (20,9 per 1000 kelahiran hidup). Perhatian provinsi untuk mendorong penurunan AKB di 9 daerah dengan AKB tertinggi berpotensi membantu pencapaian angka AHH provinsi secara signifi kan.

12 Berdasarkan hasil estimasi BPS, pada tahun 2008, Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan AHH tertinggi dan AKB terendah, sebaliknya Provinsi NTB merupakan provinsi dengan AHH terendah dan AKB tertinggi.

Page 80: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

64Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 4 Analisis Sektoral

Gambar 4.19. Kesenjangan AKB antar kabupaten/kota di Jawa Timur masih cukup tinggi, 2010

20.9

22.5

22.8

23.1

23.5

23.9

24.3

24.3

24.3

24.6

25.4

27.3

27.9

27.9

28.0

28.3

29.0

29.1

29.9

30.5

32.1

32.1

32.3

34.6

37.0

38.3

39.4

39.7

42.0

49.9

53.3

53.7

55.7

56.5

56.6

57.7

58.9

65.5

0

10

20

30

40

50

60

70

Blita

rKot

a

Tren

ggal

ek

Mojo

oker

toKo

ta

Tulu

ngag

ung

Paci

tan

Mag

etan

Mad

iun

Kota

Gre

sik

Sura

baya

Blita

r

Sido

arjro

Kedi

riKo

ta

Mal

ang

Kota

Mojo

oker

to

Jom

bang

Prob

olin

ggo

Kota

Pono

rogo

Nga

wi

Kedi

ri

Batu

Mad

iun

Mal

ang

Nga

njuk

Lam

onga

n

Tuba

n

Bany

uwan

gi

Bojoon

egor

o

Lum

ajan

g

Pasu

ruan

Kota

Sum

enep

Pasu

ruan

Pam

ekas

an

Bang

kala

n

Situ

bond

o

Bond

owos

o

Jem

ber

Sam

pang

Prob

olin

ggo

Ang

kaKe

mat

ian

Bayi

Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup (IMR) Angka Kematian Bayi JATIM

Sumber: Diolah dari data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2010.

Posisi menengah Jawa Timur dalam hal AKB tidak terlepas dari cakupan imunisasi dan persentase kelahiran ditolong tenaga yang juga berada pada posisi menengah. Hampir sama dengan posisi AHH provinsi Jatim yang berada pada tingkat menengah, indikator cakupan imunisasi dan angka kelahiran ditolong tenaga kesehatan juga berada sedikit diata rata-rata nasional.

Sepuluh daerah kabupaten/kota dengan AKB tertinggi merupakan salah satu dari 7 daerah dengan cakupan imunisasi dan kelahiran ditolong tenaga kesehatan terendah. Kabupaten Sampang, Bangkalan dan Pamekasan misalnya, merupakan 3 kabupaten dengan cakupan imunisasi dan angka kelahiran ditolong tenaga kesehatan terendah, dan termasuk salah satu dari 10 daerah dengan AKB tertinggi. Tiga kabupaten tersebut juga merupakan kabupaten dengan cakupan imunisasi terendah.

Gambar 4.20. Cakupan imunisasi dan kelahiran ditolong tenaga kesehatan cukup baik pada tingkat provinsi, tapi masih menyisakan kesenjangan antar kabupaten/kota

Jawa Timur

Rata -rataNasional

60,0

65,0

70,0

75,0

80,0

85,0

40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 100,0

Caku

pan

Imun

isas

i(%

)

Persentase Kelahiran Ditolong Tenaga Kesehatan (%)

Antar - Provinsi (2009)

a 52%

55%

58%

61%

67%

68%

69%

72%

55.1

%

68.9

%

70.0

%

70.9

%

71.1

%

73.1

%

76.0

%

77.2

%

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

Sam

pang

Bang

kala

n

Pam

ekas

an

Sum

enep

Jem

ber

Situ

bon d

o

Bond

owos

o

Prob

olin

ggo

Bang

kala

n

Sam

pang

Pam

ekas

an

Sum

enep

Situ

bond

o

Prob

olin

ggo

B on d

o wo s

o

Kota

Pasu

ruan

Kelahiran ditolong tenagakesehatan

Cakupan Imunisasi

Tujuh Kab/Kota dengan Angka Kelahiran DitolongTenaga Kesehatan dan Cakupan Imunisasi Terendah di

Jatim (2009)

Sumber : Diolah dari Susenas, 2009.

Angka Kesakitan penduduk Jawa Timur hanya sedikit dibawah rata-rata nasional. Jika dibanding rata-rata nasional, angka kesakitan penduduk di Jawa Timur sedikit lebih rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun merupakan salah satu provinsi dengan penduduk terbanyak, provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan derajat kesehatan masyarakat yang cukup baik.

Page 81: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

65

Bab 4 Analisis Sektoral

Gambar 4.21. Angka Kesakitan penduduk Jawa Timur sedikit lebih rendah dari rata-rata nasional

27%

28%

28%

29%

29%

30%

30%

32%

32%

32%

32%

32%

33%

33%

33%

34%

35%

36%

36%

36%

36%

37%

37%

38%

38%

38%

38%

38%

40%

41%

43%

43% 47

%

48%

J a m

b i

Mal

uku

Uta

ra

Kalim

anta

n Te

ngah

Kalim

anta

n Ti

mur

Sum

ater

a U

tara

R i a

u

Papu

a Ba

rat

Beng

kulu

Sula

wes

i Sel

atan

Jaw

a Ti

mur

Jaw

a Ba

rat

Sum

ater

a Se

lata

n

Jaw

a Te

ngah

Papu

a

Kalim

anta

n Ba

rat

Rata

-rat

a N

asio

nal

Sum

ater

a Ba

rat

NA

D

Sula

wes

i Uta

ra

Sula

wes

i Ten

ggar

a

Mal

uku

DKI

Jaka

rta

Kepu

laua

n Ri

au

Lam

pung

Sula

wes

i Ten

gah

Bant

en

Sula

wes

i Bar

at

B a

l i

NTB

DI Y

ogya

kart

a

Kalim

anta

n Se

lata

n

Bang

ka B

elitu

ng NTT

Gor

onta

lo

Sumber: Diolah dari Susenas, 2009.

4.3.1 Pelayanan Kesehatan

Targeting fasilitas kesehatan gratis sudah cukup baik, namun cakupannya masih lebih rendah dari rata-rata nasional. Penerima fasilitas kesehatan gratis sebagian besar sudah berpihak pada kelompok masyarakat termiskin, miskin, dan menengah secara berturut-turut. Namun demikian, jika dibandingkan dengan rata-rata nasional, cakupan kelompok termiskin yang menerima fasilitas kesehatan gratis di Jawa Timur masih lebih rendah. Sebagai perbandingan, di Aceh, Gorontalo, dan NTT, cakupan fasilitas kesehatan gratis secara berturut-turut sudah mencapai 73 persen, 71 persen, dan 69 persen penduduk termiskin, sementara di Jawa Timur masih sebesar 40 persen. Namun demikian, tingkat pemanfaatan fasilitas kesehatan di Jawa Timur termasuk paling rendah di Indonesia.

Gambar 4.22. Targeting fasilitas kesehatan gratis sudah cukup baik, namun perlu peningkatan cakupan

40% 5%

46%

7%

26%

5%

35%

7%

20%

25%

14% 6%

17%

7%

7%

5%

7%

7%

25%

5%

26%

7%

Sumber: Diolah dari Susenas, 2009.

4.3.2 Belanja Kesehatan

Belanja pemerintah (Provinsi+Kabupaten/Kota+Pusat) untuk Sektor Kesehatan di Jawa Timur secara riil terus mengalami peningkatan dengan proporsi terbesar disumbang oleh belanja kesehatan kabupaten/kota. Belanja kesehatan di Jawa Timur secara riil terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun secara proporsional terhadap total belanja relatif stagnan pada kisaran 10 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa peningkatan belanja kesehatan di Jawa Timur sangat dipengaruhi oleh atau seiring dengan peningkatan belanja pemerintah secara total. Sesuai dengan fungsinya sebagai penyedia langsung layanan kesehatan, belanja kesehatan pemerintah kabupaten/kota memberikan sumbangan terbesar (lebih dari 70%) dari belanja kesehatan di Jawa Timur, sementara provinsi maksimal hanya sebesar 26 persen. Sumbangan pemerintah pusat pada tahun 2006 pernah mencapai 18 persen, namun cenderung menurun dalam 5 tahun terakhir hingga hanya sebesar 3 persen dari total belanja kesehatan di Jawa Timur tahun 2010.

Page 82: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

66Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 4 Analisis Sektoral

Gambar 4.23. Belanja Kesehatan secara riil meningkat dan didominasi oleh belanja kesehatan kabupaten/kota

3.259 3.611 3.8614.820

5.380

10%10%

9%10% 11%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

2006 2007 2008 2009 2010

Belanja Riil Kesehatan (Prov+Kab/Kota+Dekon/TP)

Persentase terhadap Total Belanja

Pemerintah

21% 16% 19% 19% 26%

62% 70%73% 74%

71%

18% 14% 7% 6% 3%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2006 2007 2008 2009 2010

Provinsi Kab/Kota Dekonstrasi/TP

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Tujuh daerah dengan belanja kesehatan per kapita paling rendah adalah juga daerah dengan proporsi belanja kesehatan terendah. Beberapa daerah seperti Kota Malang, Batu, Kabupaten Banyuwangi, Situbondo, Bangkalan dan Pasuruan merupakan 7 daerah dengan belanja kesehatan per kapita terendah di Jawa Timur, yakni dibawah Rp 65.000 per kapita per tahun. Angka ini tidak sampai setengah dari belanja kesehatan per kapita rata-rata kabupaten/kota di Jawa Timur yang mencapai Rp 148.000 per kapita per tahun, dan jauh lebih rendah lagi dari Kota Mojokerto dengan belanja kesehatan per kapita tertinggi sebesar Rp 1,1 juta per kapita per tahun. Jika dilihat dari proporsi belanja kesehatan terhadap total belanja, ketujuh daerah tersebut memiliki proporsi belanja kesehatan yang relatif rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota di Jawa Timur sebesar 10 persen. Pemerintah Kota Batu, Kota Malang, dan Kabupaten Situbondo secara berturut-turut bahkan hanya mengalokasikan 2 persen, 3 persen dan 5 persen dari belanjanya untuk sektor kesehatan. Hal ini mengindikasikan bahwa beberapa daerah dengan belanja kesehatan per kapita rendah, sesungguhnya masih dapat meningkatkan proporsi belanja kesehatannya setidaknya sama dengan rata-rata kabupaten/kota di Jawa Timur.

Gambar 4.24. Tujuh daerah dengan belanja kesehatan per kapita terendah adalah daerah dengan proporsi belanja kesehatan yang terendah juga

Belanja Kesehatan Pemerintah Daerah Perkapita 2009 (Rp)Database PEA Jawa Timur

Diatas 440,000220,000 - 440,00090,000 - 220,00065,000 - 90,000

Dibaw ah 65,000

Masih ada 15 kabupaten/kota yang belum memenuhi ketentuan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan13 yang mewajibkan daerah untuk mengalokasikan minimal 10 persen APBD-nya untuk urusan kesehatan. Kota Mojokerto, Kota Blitar, dan Kota Kediri berturut-turut menjadi kota dengan realisasi

13 UU No. 36 Tahun 2009 pasal 171 ayat 2 berbunyi “Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10 persen (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji.” Dalam laporan ini ditafsirkan sebagai rasio antara total Belanja Urusan Kesehatan terhadap total APBD.

Page 83: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

67

Bab 4 Analisis Sektoral

belanja terbesar yakni masing-masing 24 persen, 21 persen, dan 20 persen. Sedangkan Kota Batu, Kota Malang, dan Kabupaten Banyuwangi adalah daerah dengan proporsi belanja kesehatan terendah yakni masing-masing 4 persen, 5 persen, dan 7 persen. Adapun Pemprov Jawa Timur sendiri telah merealisasikan belanja kesehatan sebesar 14 persen dari total APBD tahun 2010.

Gambar 4.25. Masih ada 15 kabupaten/kota yang belanja urusan kesehatannya kurang dari 10 persen total APBD

24%21%

20%

14%

10%

9%

9%9%

9%8%

8%8%

8%8%

7%7%7%

7%5%4%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

Kota

Moj

oker

toKo

ta B

litar

Kota

Ked

iriPr

ovin

si Ja

timKa

b. Jo

mba

ngKa

b. N

ganj

ukKa

b. G

resi

kKa

b. S

idoa

rjoKa

b. T

reng

gale

kKa

b. Je

mbe

rKa

b. B

ojon

egor

oKa

b. P

amek

asan

Kota

Pro

bolin

ggo

Kab.

Pon

orog

oKa

b. P

asur

uan

Kab.

Mag

etan

Kab.

Tul

unga

gung

Kab.

Ked

iriKa

b. B

ondo

wos

oKa

b. L

amon

gan

Kota

Mad

iun

Kab.

Tub

anKa

b. L

umaj

ang

Kota

Pas

urua

nKa

b. S

itubo

ndo

Kab.

Sum

enep

Kab.

Nga

wi

Kab.

Moj

oker

toKa

b. M

adiu

nKa

b. S

ampa

ngKa

b. P

robo

lingg

oKa

b. B

angk

alan

Kab.

Pac

itan

Kab.

Blit

arKo

ta S

urab

aya

Kab.

Mal

ang

Kab.

Ban

yuw

angi

Kota

Mal

ang

Kota

Bat

u

Belanja Urusan Kesehatan (Realisasi APBD 2010) Ketentuan UU36/2009

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Pemerintah provinsi mengalokasikan lebih besar dari belanjanya untuk kesehatan dibanding kabupaten/kota. Secara rata-rata, pemerintah provinsi membelanjakan sekitar 11,5 persen dari belanjanya untuk kesehatan. Sementara itu, meskipun kabupaten/kota merupakan kontributor belanja kesehatan terbesar, namun kabupaten/kota sebenarnya mengalokasikan lebih kecil dari belanjanya untuk kesehatan, yakni rata-rata hanya sebesar 9,5 persen. Proporsi belanja kesehatan dekonsentrasi/TP/KD pernah mencapai 12 persen dari total belanja dekon/TP di Jawa Timur, namun pada tahun 2009 hingga tahun 2010 menurun hanya sekitar 2 persen.

Tabel 4.1. Belanja Kesehatan berdasarkan tingkat pemerintahan

  2006 2007 2008 2009 2010Belanja Kesehatan Provinsi (Riil, 2009=100)Pegawai 274 254 367 416 534Barang dan Jasa 178 181 237 367 655Modal 30 158 141 153 209Lainnya 190 0 0 0 0Total 672 594 745 937 1,397% terhadap belanja Provinsi 10.8 9.9 10.4 12.3 14.2

Belanja Kesehatan Kabupaten/kota (Riil, 2009=100)Pegawai 1,029 1,243 1,394 1,604 1,772Barang dan Jasa 598 693 751 1,002 1,269Modal 374 590 686 984 757Lainnya 11 0 0 0 0Total 2,012 2,526 2,831 3,590 3,798% terhadap belanja Kabupaten/Kota 8.2 9.0 9.4 10.9 10.0Dekonsentrasi/TP (Riil, 2009=100)Kesehatan 576 491 285 293 185Total 5,748 4,004 7,942 12,614 8,134

% terhadap total Dekonsentrasi/TP sektor strategis 10 12 4 2 2Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan : Angka dalam miliar Rp.

Page 84: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

68Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 4 Analisis Sektoral

Lebih dari sepertiga belanja kesehatan di Provinsi Jawa Timur dialokasikan untuk gaji, dan 10 persen untuk honor pegawai. Pada tahun 2010, belanja tidak langsung (gaji pegawai) di sektor kesehatan mencapai Rp 1,7 triliun atau sebesar 34 persen dari total belanja kesehatan di Jawa Timur. Sementara itu, belanja langsung (untuk program/kegiatan) mencapai Rp. 3,4 triliun atau sebesar 65 persen dari total belanja kesehatan. Dari 65 persen belanja langsung tersebut, sebagian besar dialokasikan untuk barang dan jasa (37%), disusul oleh belaja modal dan terakhir belanja pegawai. Hal ini mengindikasikan bahwa prioritas belanja kesehatan tahun 2010 lebih diarahkan pada operasional pelayanan kesehatan, sementara untuk investasi kesehatan baik berupa fasilitas atau alat-alat kesehatan hanya hanya 19 persen.

Pemerintah Provinsi mengalokasikan lebih besar dari belanja kesehatan-nya untuk belanja langsung (program kegiatan) dibanding kabupaten/kota. Pada tahun 2010, provinsi hanya mengalokasikan 22 persen dari belanja kesehatannya untuk belanja tidak langsung (gaji pegawai), sementara sisanya (78%) untuk belanja program/kegiatan. Sementara itu, pada tingkat kabupaten/kota, hampir 40 persen dialokasikan untuk belanja gaji pegawai. Namun demikian, dari sisi komposisi ekonomis belanja langsung, pemerintah kabupaten/kota terlihat lebih efesien secara alokatif, karena mampu membelanjakan lebih besar dari belanja langsungnya untuk barang dan jasa serta modal.

Gambar 4.26. Klasifi kasi ekonomi belanja kesehatan

Belanja Tidak

Langsung34%

Pegawai10%

Barang

& Jasa37%

Modal19%

Belanja Langsung

65%

Konsolidasi Prov+Kab/Kota

(2010)

Belanja Tidak

Langsung22%

Pegawai16%

Barang dan Jasa

47%

Modal15%

Belanja Langsung

78%

Provinsi (2010)

Belanja Tidak

Langsung39%

Pegawai8%

Barang

dan Jasa33%

Modal20%

Belanja Langsung

61%

Kab/Kota (2010)

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Belanja Kesehatan per kapita di Jawa Timur yang terus meningkat belum berpengaruh terhadap penurunan biaya RT untuk Kesehatan. Jika dibanding rata-rata nasional, belanja rumah tangga untuk kesehatan di Jawa Timur jauh lebih tinggi dengan pertumbuhan yang juga lebih cepat. Di sisi lain, belanja kesehatan per kapita juga terus meningkat. Hal ini mengindikasikan peningkatan belanja kesehatan per kapita belum mampu menurunkan, atau setidaknya menahan laju pertumbuhan belanja rumah tangga untuk kesehatan. Untuk rumah tangga miskin, walaupun peningkatannya jauh dibawah peningkatan rata-rata yang di dorong oleh peningkatan kelompok rumah tangga berpengeluaran lebih tinggi, biaya yang dikeluarkannya tetap lebih tinggi dari belanja kesehatan perkapita pemerintah daerah di Jawa Timur.

Gambar 4.27. Belanja rumah tangga untuk kesehatan tetap tinggi meskipun Belanja Kesehatan per Kapita juga meningkat

-100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 800.000

2006 2007 2008 2009 2010*

Belanja Kesehatan Per Kapita Biaya RT untuk Kesehatan (Jatim)

Biaya RT untuk Kesehatan (Nasional) Biaya RT untuk Kesehatan (RT miskin di Jatim)

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Page 85: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

69

Bab 4 Analisis Sektoral

4.3.3 Kesimpulan dan Rekomendasi

Dalam rangka mendorong peningkatan IPM, Pemerintah Daerah di Jawa Timur perlu terus melakukan peningkatan indeks Angka Harapan Hidup (AHH). Sejak 5 tahun terakhir, indeks AHH Jawa timur tidak mengalami pergeseran posisi yang berarti, yakni pada posisi ke-11 secara nasional. Mengingat penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) berperan sangat signifi kan dalam peningkatan AHH, maka dalam rangka peningkatan AHH, pemerintah daerah di Jawa Timur perlu memberi perhatian lebih terhadap penurunan AKB ini. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk penurunan AKB adalah melalui peningkatan cakupan imunisasi dan cakupan pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan. Beberapa daerah seperti Kabupaten Sampang, Bangkalan, Pamekasan, Probolinggo, Bondowoso, Situbondo, Jember, Sumenep, dan Kota Pasuruan, perlu memberi perhatian lebih terhadap kedua hal tersebut.

Meningkatkan cakupan penerima fasilitas kesehatan gratis dari kelompok masyarakat termiskin. Di Jawa Timur, baru 40 persen kelompok masyarakat termiskin yang menerima fasilitas kesehatan gratis. Angka ini masih cukup kecil jika dibanding NTT, Gorontalo, dan Aceh yang sudah mencapai 70 persen.

Peningkatan belanja kesehatan terutama di beberapa kabupaten/kota dengan belanja kesehatan per kapita terendah. Beberapa kabupaten memiliki belanja per kapita yang sangat rendah, yakni kurang dari Rp 65.000 perkapita per tahun. Angka ini kurang dari setengah rata-rata belanja kesehatan per kapita kabupaten/kota di Jawa Timur yang sudah mencapai Rp 148.000. Beberapa daerah dengan belanja kesehatan per kapita terendah adalah daerah dengan proporsi belanja kesehatan yang juga rendah, seperti Kota Malang, Kota Batu, dan Situbondo yang kurang dari 6 persen. Peningkatan belanja kesehatan juga diperlukan di 15 kabupaten/kota yang masih belum memenuhi ketentuan UU No. 36 Tahun 2009 untuk membelanjakan 10 persen APBD-nya untuk urusan kesehatan.

Meningkatkan efesiensi alokatif dalam belanja kesehatan. Belanja daerah per kapita untuk kesehatan di Jawa Timur terus mengalami peningkatan, namun belum cukup berpengaruh terhadap penurunan pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan. Perlu perhatian lebih dalam mengenai alokasi intra-sektor dalam belanja kesehatan sehingga peningkatan belanja kesehatan per kapita dapat betul-betul berdampak pada penurunan pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan.

4.4 Sektor Pertanian14

Kebijakan revitalisasi pertanian di Jawa Timur dilakukan dalam upaya meningkatkan kontribusi sektor pertanian dan kesejahteraan petani. Terdapat 4 arah kebijakan revitalisasi pertanian dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009 – 2014, yakni: (i) peningkatan kemampuan petani dan penguatan lembaga pendukungnya; (ii) peningkatan produktivitas, produksi, daya saing, dan nilai tambah produk pertanian dan perikanan; (iii) peningkatan pengamanan ketahanan pangan; dan (iv) pemanfaatan hutan untuk diversifi kasi usaha dan mendukung produksi pangan. Sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang diharapkan dapat mendorong pembangunan ekonomi di Jawa Timur.

4.4.1 Gambaran Umum Sektor Pertanian

Nilai produksi riil sektor pertanian di Jawa Timur mengalami peningkatan secara konsisten per tahunnya, namun kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Jawa Timur justru menurun. Meskipun demikian, kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Jawa Timur masih lebih tinggi dari kontribusi sektor pertanian nasional terhadap PDB. Penurunan kontribusi sektor pertanian tersebut disebabkan oleh adanya pertumbuhan lebih tinggi pada sektor lain di luar pertanian. Selain itu, meskipun telah pulih setelah turun pada tahun 2007, pertumbuhan produksi sektor pertanian Jawa Timur belum mampu melampaui pertumbuhan sektor pertanian nasional dalam 3 tahun terakhir.

14 Sektor Pertanian dalam penelitian ini meliputi sektor dalam arti luas, yakni meliputi sub-sektor pertanian tanaman pangan, peternakan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan kelautan. Belanja pemerintah yang termasuk dalam pertanian meliputi urusan pertanian, ketahanan pangan, perikanan dan kelautan, perkebunan dan kehutanan

Page 86: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

70Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 4 Analisis Sektoral

Gambar 4.28. Produksi Riil Meningkat, namun kontribusi terhadap perekonomian menurun dengan pertumbuhan dibawah pertumbuhan produksi pertanian nasional

44,746,5

47,949,4

51,4

0%

4%

8%

12%

16%

20%

38

43

48

53

58

2005 2006 2007 2008 2009

Kontribusi thdp Perekonomian %

Trili

un R

p

Produksi Riil Pertanian dan Kontribusinya terhadap Perekonomin

PDRB Riil Sektor Pertanian Jawa TimurKontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Jawa TimurKontribusi Sektor Pertanian Nasional terhadap PDB

3,2%

4,0%

3,1% 3,1%

4,0%

2,7%

3,4%3,5%

4,8%

4,1%

2,5%

3,0%

3,5%

4,0%

4,5%

5,0%

Pert

umbu

han

Sekt

or P

erta

nian

(%)

Pertumbuhan Sektor Pertanian Jawa Timur dan Nasional

Sumber :Diolah dari data BPS, berbagai tahun.

Produksi per kapita sektor pertanian bervariasi antar kabupaten/kota. Kabupaten Banyuwangi, Jember, dan Malang merupakan 3 kabupaten penyumbang produksi sektor pertanian tertinggi di Jawa Timur. Selain kontributor produk pertanian terbesar di Jawa Timur, Kabupaten Banyuwangi juga diperkirakan memiliki surplus pertanian yang cukup tinggi. Bersama Sumenep, Blitar, dan Probolinggo, Banyuwangi memiliki produksi pertanian per kapita yang jauh diatas rata-rata. Daerah yang minim produksi sektor pertanian, selain di 9 daerah perkotaan, juga terdapat di beberapa kabupaten seperti Pacitan, Trenggalek, dan Sidoarjo.

Gambar 4.29. Kabupaten Banyuwangi, Sumenep, Blitar dan Probolinggo memiliki surplus produksi pertanian

PDRB Pertanian Per Kapita 2008 (Rp)Diatas 2.400.0001.800.000 - 2.400.0001.200.000 - 1.800.000

600.000 - 1.200.000Dibaw ah 600,000

Sumber : Diolah dari data BPS, 2008.

Lebih dari setengah produksi sektor pertanian di Jawa Timur disumbang oleh tanaman pangan, diikuti oleh perkebunan dan peternakan. Selain mendominasi produksi pertanian, sub-sektor tanaman pangan juga memiliki pertumbuhan yang cenderung meningkat. Sementara itu, pertumbuhan sub-sektor perikanan dan peternakan cenderung mengalami pertumbuhan yang menurun. Sub-sektor kehutanan dan perkebuan merupakan dua sub-sektor dengan pertumbuhan yang paling tidak stabil (fl uktuatif ).

Page 87: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

71

Bab 4 Analisis Sektoral

Gambar 4.30. Sub-sektor tanaman pangan mendominasi sektor pertanian di Jawa Timur dengan pertumbuhan meningkat tiap tahunnya.

55,8% 55,0% 54,8% 54,6%

17,6% 17,6% 17,2% 17,4%

16,0% 16,4% 16,5% 16,5%1,0% 1,0% 1,3% 1,2%

9,6% 9,9% 10,2% 10,2%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Kontribusi Sub-sektor Pertanian terhadap PDRB

Sektor Pertanian

4%

5%

4%

-1%

4%

3%

1%

4%

31%

6%

2%

3%

6%

3%

7%

Tanaman Pangan

Perkebunan

Peternakan

Kehutanan

Perikanan

Pertumbuhan Sub-sektor Pertanian

2007- 2009

Sumber : Diolah dari data BPS, berbagai tahun.

Tingginya kontribusi tanaman pangan di Jawa Timur disumbang oleh produksi padi. Tahun 2009, provinsi Jawa Timur mampu menyumbang 17,5 persen produksi padi nasional, atau ke-2 tertinggi setelah Jawa Barat. Selain karena memiliki luas lahan padi ke-2 terluas, provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan produktivitas padi tertinggi se-indonesia, yakni sebesar 59,1 kuintal/ha, jauh di atas produktivitas rata-rata nasional sebesar 37,4 kuintal/ha. Namun demikian, sebagai salah satu lumbung padi terbesar di Indonesia dan mempunyai lahan padi yang paling luas, provinsi Jawa Timur perlu ditunjang oleh sistem irigasi yang baik. Saat ini Jawa Timur termasuk provinsi dengan lahan teririgasi (irrigated land) terluas di Indonesia, namun dengan kondisi irigasi yang kurang baik. Kurang baiknya irigasi ini diakibatkan oleh masih rendahnya belanja pemeliharaan dan operasi (O&M) untuk irigasi.

Gambar 4.31. Jawa Timur merupakah salah satu lumbung padi nasional dengan angka produktivitas tertinggi

29,9

55,8

24,6

35,3 33,7

42,3 37,4

53,5 47,8

41,5 47,9

38,4

57,6

38,0 35,6

58,5

41,4

31,3

45,1

27,0

43,3 50,5 50,0

44

31,1

47,9 39,9

46,9 41,9

45,9 50,2

55,7 59,1 58,1

-

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

-

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

Kepu

laua

n Ri

au

DKI

Jaka

rta

Bang

ka B

elitu

ng

Papu

a Ba

rat

Mal

uku

Uta

ra

Mal

uku

Papu

a

Gor

onta

lo

Sula

wes

i Bar

at

Sula

wes

i Ten

ggar

a

Sula

wes

i Uta

ra

Beng

kulu

DI Y

ogya

kart

a

Kalim

anta

n Ti

mur

Riau Ba

li

Jam

bi

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Sula

wes

i Ten

gah

Kalim

anta

n Te

ngah

Ace

h

Bant

en

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Rata

-rat

a N

asio

nal

Kalim

anta

n Ba

rat

Sum

ater

a ba

rat

Kalim

anta

n Se

lata

n

Lam

pung

Sum

ater

a Se

lata

n

Sum

ater

a U

tara

Sula

wes

i Sel

atan

Jaw

a Te

ngah

Jaw

a Ti

mur

Jaw

a Ba

rat

KU/H

ALu

as L

ahan

(Rib

u H

A)

Luas Lahan (HA) Produktivitas (KU/HA)

Sumber : Diolah dari BPS, 2009.

Page 88: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

72Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 4 Analisis Sektoral

Tabel 4.2. Kontribusi produksi pertanian Jawa Timur terhadap nasional 2010

No Komoditas Produksi Jatim Produksi Nasional %

1. Padi 11.643.773 65.980.670 17,652. Jagung 5.587.318 17.844.676 31,313. Kedelai 339.491 905.015 37,514. Kacang Tanah 214.131 779.677 27,465. Kacang Hijau 79.877 323.518 24,696. Ubi Kayu 3.667.058 23.093.522 15,887. Ubi Jalar 141.103 2.060.272 6,858. Buah-Buahan 3.002.660 12.361.851 24,299. Sayuran 1.093.992 8.433.130 12,97

10. Gula 1.126.812 2.694.227 41,8211. Daging 328.490 2.347.100 14,0012. Telur 252.029 1.378.800 18,2813. Susu 482.014 927.800 51,95

Sumber : Diolah dari Jawa Timur dalam Angka dan BPS.

4.4.2 Upah rata-rata dan Nilai Tukar Petani

Meskipun merupakan sektor yang berkontribusi besar dan terus tumbuh positif, upah rata-rata pekerja di sektor pertanian jauh lebih rendah dibanding sektor lainnya. Rendahnya upah rata-rata pekerja yang bekerja di sektor pertanian disebabkan oleh rendahnya nilai tambah dari produk pertanian dibanding dengan produk lainnya. Selain itu, jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian yang cukup besar tidak sebanding dengan pertumbuhan nilai produksi pertanian.

Selain upah yang rendah, petani juga memiliki nilai tukar yang tidak menguntungkan. Sepanjang tahun 2009 dan 2010, indeks Nilai Tukar Petani (NTP) di Jawa Timur secara terus menerus berada dibawah 100. Hal ini merpakan akibat dari kondisi dimana indeks harga yang diterima petani dari hasil penjualan produk pertanian (IT) lebih kecil dibanding indeks harga yang harus dibeli oleh petani dalam bentuk barang-barang input pertanian atau kebutuhan pokok (IB). Kondisi ini menggambarkan bahwa peningkatan produksi belum tentu memberikan dampak pada peningkatan kesejahteraan petani.

Gambar 4.32. Petani memiliki upah rata-rata terendah dibanding sektor lainnya, dengan Indeks NTP 2009-2010 selalu dibawah 100

373.953

796.199

823.211

891.880

905.507

1.067.443

1.167.690

1.305.477

1.544.214

Pertanian

Perdagangan, hotel & restoran

Industri pengolahan

Pertambangan dan penggalian

Konstruksi

Jasa-jasa

Pengangkutan dan komunikasi

Keuangan, persewaan & jasa persh.

Listrik, gas dan air bersih

90

100

110

120

130

140

150

Jan-

08

Mar

-08

May

-08

Jul-0

8

Sep-

08

Nov

-08

Jan-

09

Mar

-09

May

-09

Jul-0

9

Sep-

09

Nov

-09

Jan-

10

Mar

-10

May

-10

Jul-1

0

Sep-

10

Nov

-10

Jan-

11

Mar

-11

May

-11

Jul-1

1

Sep-

11

Indeks Harga Diterima Petani (IT)

Indeks Harga Dibayar Petani (IB)

Nilai Tukar Petani (NTP)

Sumber : Diolah dari Jawa Timur dalam Angka dan BPS, 2009 - 2011.

Page 89: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

73

Bab 4 Analisis Sektoral

4.4.3 Belanja Sektor Pertanian

Secara riil belanja pemerintah (Provinsi+Kabupaten/Kota+Pusat) untuk sektor pertanian di Jawa Timur tidak meningkat secara berarti sejak tahun 2008. Kenaikan belanja riil pertanian yang cukup berarti terjadi pada tahun 2007, yakni dari Rp 1,5 triliun tahun 2006 menjadi Rp 1,8 triliun. Setelah itu, belanja pertanian secara riil stagnan pada kisaran Rp 1,8 triliun. Kondisi stagnan ini sebagian besar disumbang oleh adanya penurunan belanja pertanian yang bersumber dari Dekon/TP.Gambar 4.33. Belanja Pemerintah untuk sektor pertanian tidak meningkat berarti.

1.5591.799 1.852 1.773 1.816

2,8% 2,9%2,8%

2,4%2,1%

0,0%

0,5%

1,0%

1,5%

2,0%

2,5%

3,0%

3,5%

-

500,00

1.000,00

1.500,00

2.000,00

2.500,00

Mil

iar

Rp

18,4% 16,8%28,8% 26,1% 33,3%

48,3% 45,1%

47,8% 48,9%52,0%

33,3% 38,1%23,4% 25,0%

14,7%

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

Kontribusi Belanja Pertanian di Jawa Timur

berdasarkan Tingkat Pemerintahan

Sumber : Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Secara umum pemerintah provinsi memberikan porsi lebih besar dari belanjanya untuk sektor pertanian. Seluruh tingkat pemerintahan (Provinsi+Kabupaten/Kota+Dekon/TP) memiliki pola belanja pertanian yang berfl uktuasi. Penurunan belanja riil pertanian secara bersamaan terjadi pada tahun 2009 yang kemudian diikuti oleh peningkatan pada tahun 2010 oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, namun diikuti oleh penurunan kembali dalam belanja dekon/TP. Meskipun belanja riil tidak selalu meningkat tiap tahunnya, namun secara umum pemerintah provinsi mengalokasikan lebih besar dari belanjanya (rata-rata sekitar 4%) untuk pertanian.

Tabel 4.3. Pemerintah Provinsi memiliki proporsi belanja pertanian lebih besar dibanding tingkat pemerintahan lainnya

2006 2007 2008 2009 2010

Provinsi

Belanja Pertanian (Miliar Rp) 151,6 194,3 427,8 241,0 388,9 Proporsi thdp Total Belanja Provinsi (%) 2,4% 3,2% 6,0% 3,2% 4,0% Kab/Kota

Belanja Pertanian (Miliar Rp) 490,9 572,4 622,2 606,8 632,3 Proporsi thdp Total Belanja Kabupaten/Kota (%) 2,0% 2,0% 2,1% 1,8% 1,7% Dekonsentrasi/TP/KD Belanja Pertanian (Miliar Rp) 519,1 685,8 432,6 443,8 266,6 Proporsi thdp Total Belanja Dekon/TP (%) 2,1% 2,5% 1,5% 1,4% 0,7%

Sumber : Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Belanja pertanian perkapita tertinggi terdapat di daerah perkotaan. Secara total, belanja pertanian tertinggi terdapat di Kabupaten Malang, Sumenep dan Banyuwangi. Namun demikian, jika memperhitungkan jumlah penduduk, belanja pertanian per kapita tertinggi terdapat di dua daerah perkotaan, yakni kota Batu dan Probolinggo. Meskipun tidak termasuk daerah dengan belanja per kapita tertinggi, beberapa daerah seperti Kabupaten Pacitan, Sumenep, dan Situbondo memiliki proporsi belanja pertanian diatas 4 persen dari total belanjanya. Angka ini sedikit dibawah proporsi belanja pertanian di Kota Batu dan Probolinggo, tapi diatas rata-rata daerah pada umumnya,

Page 90: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

74Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 4 Analisis Sektoral

Gambar 4.34. Ada beberapa wilayah perkotaan yang memiliki belanja pertanian perkapita lebih tinggi dibandingkan kabupaten

Belanja Pertanian Pemerintah Daerah Per Kapita 2009 (Rp)Database PEA Jatim

Diatas 112.00034.000 - 112.00024.000 - 34.00016.000 - 24.000Dibaw ah 16.000

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Baik provinsi maupun kabupaten/kota memiliki prioritas yang cukup besar pada sub-sektor pertanian tanaman pangan dibanding untuk perikanan/kelautan dan kehutanan/perkebunan. Pada tahun 2009, baik provinsi maupun kabupaten/kota mengalokasikan lebih dari setengah belanjanya di sektor pertanian untuk sub-sektor pertanian tanaman pangan (termasuk peternakan). Sub-sektor kehutanan dan perkebunan merupakan sub-sektor dengan proporsi belanja terkecil dalam komposisi belanja di dalam sektor pertanian. Untuk sektor perikanan dan kelautan, pemerintah provinsi memiliki proporsi lebih besar dibanding kabupaten/kota.

Gambar 4.35. Sebagian Besar belanja pertanian dialokasikan untuk belanja pertanian tanaman pangan (termasuk didalamnya peternakan)

52%40%

8%

Provinsi

70%

18%

12%

Kab/Kota

Pertanian

Perikanan dan Kelautan

Kehutanan dan Perkebunan

Sumber: Diolah dari database PEA, Universitas Brawijaya, 2011.

Proporsi belanja langsung pada belanja daerah (provinsi dan kabupaten/kota) untuk sektor pertanian sudah lebih besar dibanding belanja tidak langsung. Pada periode 2007, alokasi belanja langsung sektor pertanian sudah mencapai 73,4 persen dan mengalami peningkatan hingga 75,5 persen tahun 2010. Belanja tidak langsung (untuk gaji pegawai) secara rata-rata kurang dari 25 persen belanja pertanian. Kondisi ini cukup baik mengingat besarnya belanja langsung dapat memberikan peluang alokasi lebih besar untuk investasi pembangunan pertanian dibanding untuk kepentingan gaji aparatur. Meskipun belanja langsung cukup tinggi, namun lebih dari sepertiganya masih dibelanjakan untuk pegawai (honorarium), yakni rata-rata sebesar 37 persen. Angka ini masih lebih tinggi dari proporsi untuk belanja modal yang rata-rata hanya 27 persen.

Page 91: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

75

Bab 4 Analisis Sektoral

Gambar 4.36. Belanja langsung sudah mendominasi belanja pertanian, namun proporsi belanja pegawai dalam belanja langsung masih lebih besar dari modal

26,6% 24,2% 26,2% 24,5%

73,4% 75,8% 73,8% 75,5%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Komposisi Belanja Langsung dan TIdak

Langsung dalam Belanja Sektor Pertanian

39,9% 36,4% 36,5% 33,0%

31,1% 39,0% 32,9% 42,9%

29,0% 24,7% 30,6% 24,1%

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Program peningkatan kesejahteraan petani baru memperoleh prioritas pada tahun 2010. Pada periode tahun 2007 sampai 2008, prioritas program pemerintah daerah di Jawa Timur lebih banyak mengarah pada peningkatan ketahanan pangan (pertanian/perkebunan). Pada tahun 2009, prioritas bergeser ke pengembangan perikanan tangkap. Pada tahun 2010, program peningkatan perikanan tangkap masih memperoleh alokasi cukup besar, namun masih lebih kecil dibanding dengan program peningkatan kesejahteraan petani. Orientasi pemerintah daerah pada peningkatan produksi tidak serta merta mampu meningkatkan kesejahteraan petani, bahkan bisa berakibat sebaliknya jika pengendalian terhadap harga tidak dilakukan. Oleh karena itu, peningkatan belanja program peningkatan kesejahteraan petani merupakan langkah yang tepat dan sesuai dengan prioritas utama pembangunan sektor pertanian sebagaimana tertuang dalam RPJMD Jawa Timur periode 2009-2014.

Gambar 4.37. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani baru menjadi prioritas pada tahun 2010

-

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

2007 2008 2009 2010

Mil

iar

Rp

Program Lainnya

pencegahan dan penanggulangan penyakit ternak

peningkatan produksi hasil peternakan

Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan

pengembangan budidaya perikanan

optimalisasi pengelolaan dan pemasaran produksi perikanan

pengembangan agribisnis

Peningkatan Ketahanan Pangan (pertanian/perkebunan)

Peningkatan Kesejahteraan Petani

pengembangan perikanan tangkap

Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Dari sisi nilai produksi bruto, kinerja pertanian Jawa Timur cukup baik, namun perlu perbaikan pada sub-sektor non-tanaman pangan. Pertumbuhan riil sektor pertanian yang tetap positif, dan kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian daerah yang masih cukup tinggi menunjukkan kinerja sektor secara makro masih cukup baik. Namun demikian, dalam rangka revitalisasi sektor pertanian, pemerintah daerah di Jawa Timur perlu melakukan beberapa perbaikan sebagai berikut: (i) Mempertahankan kinerja produksi sub-sektor tanaman pangan, terutama padi yang sudah memiliki tingkat produktivitas per hektar tertinggi di Indonesia; (ii) melakukan revitalisasi pada sub-sektor perikanan dan peternakan yang mengalami penurunan angka pertumbuhan pada dua tahun terakhir;

Page 92: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

76Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 4 Analisis Sektoral

(iii) menjaga stabilitas pertumbuhan produksi sektor kehutanan dan perkebunan melalui pengelolaan budidaya hasil hutan dan perkebunan yang lebih berkelanjutan.

Masalah kesejahteraan petani masih merupakan tantangan yang cukup tinggi di sektor pertanian. Sebagaimana terjadi pada umumnya di provinsi lain, tingkat upah pekerja di sektor pertanian di Jawa timur secara rata-rata masih paling rendah dibanding sektor lainnya. Disamping itu, persoalan peningkatan harga produk pertanian yang tidak sebanding dengan peningkatan harga barang input pertanian (misalnya pupuk, benih, dll) dan harga-harga kebutuhan pokok mengakibatkan peningkatan produksi pertanian kurang berdampak secara langsung pada peningkatan kesejahteraan petani. Upaya-upaya lebih konkrit untuk meningkatkan kesejahteraan petani perlu dilakukan, misalnya melalui peningkatan nilai tambah produksi pertanian, menjaga mata rantai pemasaran produk pertanian, atau dengan mendorong peningkatan kualitas kelembagaan pertanian.

Belanja pertanian secara riil cenderung stagnan dengan proporsi yang menurun. Di satu sisi belanja daerah (Provinsi+Kabupaten/Kota) untuk pertanian meningkat, namun di sisi lain belanja pertanian yang bersumber dari Dekon/TP mengalami penurunan. Kondisi ini yang mengakibatkan belanja publik (yang bersumber dari seluruh tingkatan pemerintahan) untuk sektor pertanian cenderung stagnan pada kisaran Rp 1,8 triliun. Kondisi ini belum seiring dengan petumbuhan total belanja pemerintah di Jawa Timur yang tiap tahun meningkat, sehingga secara proporsional belanja pertanian menjadi menurun. Dalam rangka meningkatkan nilai investasi, pemerintah daerah perlu meningkatkan belanja pertanian, minimal dengan menjaga proporsi belanja pertanian pada kisaran 4 persen, sehingga belanja pertanian dapat tetap meningkat seiring dengan peningkatan belanja total pemerintah di Jawa Timur.

Struktur belanja sektor pertanian di Jawa Timur sudah didominasi oleh belanja langsung, namun masih perlu perbaikan dalam komposisi belanja langsung. Proporsi belanja langsung (untuk program/kegiatan) sektor pertanian di Jawa Timur yang sudah jauh lebih tinggi (75%) dibanding belanja untuk gaji pegawai (25%). Namun demikian, alokasi belanja modal dalam belanja langsung masih sangat minim. Investasi modal sangat diperlukan dalam pembangunan sektor pertanian, terutama untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian serta pemasaran.

Perlu peningkatan kerjasama Dinas Pertanian dan Dinas Pekerjaan Umum untuk menangani masalah pemeliharaan irigasi di Jawa Timur. Dalam rangka meningkatkan produktivitas padi di Jawa Timur, pemerintah daerah di Jawa Timur perlu mendorong kerjasama dan koordinasi yang baik antara Dinas Pertanian dengan Dinas Pekerjaan umum, khususnya yang menangani pengairan dan pemeliharaan irigasi.

Page 93: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

77

Bab 4 Analisis Sektoral

Page 94: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk
Page 95: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

Bab 5 Pengelolaan Keuangan

Daerah Provinsi Jawa Timur

Page 96: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

80Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur

5.1 Pendahuluan15

Analisa pengelolaan keuangan daerah didasarkan pada hasil penilaian PKD. Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) merupakan serangkaian proses mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, sampai evaluasi dan pertanggungjawaban keuangan. Penilaian kapasitas PKD bertujuan untuk melihat sejauh mana PKD di Provinsi Jawa Timur sesuai dengan mandat peraturan perundangan yang berlaku atau mengarah pada praktik terbaik pengelolaan keuangan publik. Penilaian PKD di Jawa Timur dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2011 meliputi 1 pemerintah provinsi dan 3 pemerintah kabupaten/kota. Alat penilaian yang digunakan adalah alat yang dikembangkan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Bank Dunia berupa penilaian balance scorecard pada 9 bidang strategis PKD, yakni kerangka peraturan perundangan daerah, perencanaan dan penganggaran, pengelolaan kas, pengadaan barang/jasa, akuntansi dan pelaporan, pengawasan internal, hutang dan investasi publik, pengelolaan aset, serta audit dan pengawasan eksternal.

Kesembilan bidang PKD tersebut masing-masing dirinci menjadi beberapa sub-bidang, yang kemudian dijelaskan oleh beberapa indikator. Secara keseluruhan, 9 bidang PKD dirinci ke dalam 25 sub-bidang, dan total 144 indikator. Sebagai contoh, bidang perencanaan dan penganggaran dirinci menjadi tiga sub-bidang yakni: (i) adanya perencanaan dan penganggaran multi-tahun; (ii) target anggaran yang layak dan berdasarkan proses penyusunan anggaran yang realistis; dan (iii) adanya sistem pemantauan dan evaluasi partisipatif yang komprehensif dalam proses perencanaan dan penganggaran. Ketiga sub-bidang tersebut, diuraikan ke dalam total 16 indikator.

Secara umum, Pemda Provinsi Jawa Timur telah mencapai skor 79 persen dalam bidang pengelolaan keuangan daerah, sementara itu 3 kabupaten/kota sampel hanya mencapai skor rata-rata 68,6 persen. Namun demikian ketiga kabupaten/kota telah mencapai skor di atas 60 persen, dengan skor terendah diperoleh Kota Batu (63,7%) dan tertinggi Kota Surabaya (77,5%).

Di antara 9 bidang PKD, terdapat 4 bidang yang memiliki skor relatif berimbang antara Pemprov dengan 3 Pemkab/Pemkot yakni bidang: (i) pengelolaan kas; (ii) akuntansi dan pelaporan; (iii) hutang, hibah, dan investasi; serta (iv) pengadaan barang dan jasa. Pemprov Jawa Timur memiliki skor lebih tinggi daripada Pemkab/Pemkot dalam 4 bidang lainnya yakni bidang: (i) pengelolaan aset, (ii) audit eksternal, (iii) kerangka peraturan, dan (iv) internal audit. Sementara itu, Pemkab/Pemkot memiliki skor lebih tinggi dalam satu bidang tersisa yakni perencanaan dan penganggaran.

15 Analisis kapasitas pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan di Bab 5 mengacu pada kerangka kerja survei PFM (Public Financial Management), kecuali bila disebutkan terpisah. Lihat lampiran B.2. untuk keterangan lebih lanjut tentang metodologi

Gambar 5.1. Kinerja PKD di Provinsi Jawa Timur

63,7%

64,8%

68,6%

77,5%

79,0%

Kota Batu

Tulungagung

Rata-rata 3 Kab/Kota

Kota Surabaya

Provinsi

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

Gambar 5.2. Kinerja PKD di Provinsi Jawa Timur Dirinci Berdasarkan 9 Bidang

0%

50%

100%Kerangka Peraturan

Perencanaan & Penganggaran

Pengelolaan Kas

Pengadaan Barang & Jasa

Akuntansi & PelaporanInternal Audit

Hutang, Hibah, & Investasi

Pengelolaan Aset

Audit Eksternal

Pemerintah Provinsi Rata-rata 3 Kabupaten/Kota

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

Page 97: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

81

Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur

5.2 Kerangka Peraturan Perundangan Daerah

Bidang peraturan perundangan daerah merupakan salah satu bidang dengan skor paling rendah yakni rata-rata di 3 kabupaten/kota hanya 42 persen. Kota Batu bahkan hanya memperoleh skor 38 persen, sementara itu Pemerintah Provinsi Jawa Timur memperoleh skor tertinggi 71,4 persen.

Berdasarkan Tabel 5.1, rendahnya skor tersebut terutama karena rendahnya kinerja PKD pada dua sub-bidang yakni: (i) kerangka peraturan untuk meningkatkan transparansi dan partisipasi publik, yang diindikasikan dengan adanya Perda mengenai partisipasi dan transparansi; serta (ii) adanya kerangka peraturan daerah yang komprehensif mengenai PKD, khususnya diindikasikan dengan adanya Perda mengenai SPM dan Analisis Standar Belanja.

Khusus untuk sub-bidang transparansi dan partisipasi publik, perlu mendapat penekanan karena data menunjukkan tidak satu kabupaten/kota pun yang telah memiliki Perda tersebut.

Tabel 5.1. Kinerja PKD Bidang Peraturan Perundangan dirinci berdasarkan sub-bidang

BIDANG 1: KERANGKA PERATURAN

PERUNDANGAN DAERAHPemerintah

Provinsi

Jawa Timur

Pemerintah

Kabupaten

Tulungagung

Pemerintah

Kota

Surabaya

Pemerintah

Kota Batu

Rata-rata

sub-bidang

Kerangka Peraturan Perundangan Daerah Mengenai Penegakan Hukum dan Struktur Organisasi yang Efektif

100,00% 100,00% 91,67% 66,67% 89,58%

Adanya Kerangka Peraturan Perundangan Daerah yang komprehensif sebagaimana diamanatkan oleh kerangka hukum nasional mengenai PKD

73,33% 66,67% 46,67% 40,00% 56,67%

Kerangka Peraturan Perundangan Daerah Mencakup Ketentuan-Ketentuan untuk Meningkatkan Transparansi dan Partisipasi Masyarakat

33,33% 0,00% 0,00% 0,00% 8,33%

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

Meskipun skor dalam bidang peraturan perundangan belum terlalu tinggi, namun terdapat beberapa perkembangan yang cukup menggembirakan. Perkembangan positif tersebut antara lain telah disahkannya Perda-Perda mengenai: (i) SOTK, (ii) kebijakan akuntansi daerah, (iii) pengelolaan keuangan daerah, dan (iv) standar harga.

Gambar 5.3. Kinerja PKD Bidang Kerangka Peraturan Daerah

38,1%

42,3%

46,4%

61,9%

71,4%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

Kota Batu

Rata-rata 3 Kabupaten/Kota

Kota Surabaya

Kab. Tulungagung

Pemerintah Provinsi

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

Page 98: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

82Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur

5.3 Perencanaan dan Penganggaran

Bidang perencanaan dan penganggaran merupakan salah satu bidang yang rata-rata skornya di level kabupaten/kota lebih tinggi daripada di level provinsi. Rata-rata 3 kabupaten/kota memperoleh skor 68,8 persen sedangkan provinsi hanya 52,9 persen. Di antara empat Pemda tersebut, Kota Surabaya memperoleh skor tertinggi (76,4%) dan Kabupaten Tulungagung dengan skor terendah (50%).

Provinsi Jawa Timur memiliki 6 indikator bidang perencanaan yang skornya masih rendah. Keenam indikator itu adalah: (i) belum dimilikinya dokumen Analisis Standar Belanja; (ii) Sudah adanya keterlibatan masyarakat dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan SKPD walaupun masih belum optimal; (iii) perbedaan realisasi APBD tahun lalu dengan total belanja APBD melebihi 10 persen; (iv) rata-rata defi sit realisasi anggaran selama 3 tahun terakhir melebihi 3 persen PDRB; (v) proses perencanaan anggaran belum mencakup komponen partisipatif; dan (vi) perbedaan antara APBD induk dengan APBD-P 2010 melebihi 10 persen.

Dari keenam indikator yang skornya masih rendah di tingkat Pemprov Jawa Timur tersebut, Analisis Standar Belanja, partisipasi masyarakat dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan SKPD, dan perbedaan realisasi dan APBD murni yang lebih dari 10 persen, merupakan tiga indikator bidang perencanaan dan penganggaran yang masih harus ditingkatkan juga di tiga kabupaten/kota. Dua masalah yang pertama merupakan akibat langsung dari belum diterbitkannya peraturan perundangan daerah mengenai SPM dan Analisis Standar Belanja, serta partisipasi masyarakat di daerah tersebut.

Disamping beberapa indikator kinerja bidang perencanaan dan penganggaran yang masih memiliki skor rendah, terdapat beberapa perkembangan positif dalam bidang ini. Perkembangan positif tersebut antara lain meliputi: (i) RKA-SKPD sudah memuat indikator-indikator hasil yang terukur dan merujuk pada KUA/PPA; (ii) KUA dan PPAS telah mencakup indikator yang dapat diukur; (iii) KUA dan PPA disusun sebelum proses RKA; (iv) Perubahan anggaran tahun berjalan dilakukan berdasarkan alasan yang jelas sesuai dengan peraturan yang didukung oleh LRA semester I; (v) Renstra dan Renja SKPD telah memuat pagu indikatif (proyeksi biaya) dan mempertimbangankan keterbatasan sumber daya; serta (vi) Terdapat proses evaluasi kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA dan PPAS.

Berdasarkan analisis pada level sub-bidang, diperoleh kesimpulan bahwa sub-bidang pemantauan dan evaluasi partisipatif menjadi komponen yang memiliki skor paling rendah. Semua daerah kecuali Pemerintah Provinsi Jawa Timur memiliki skor di bawah 50 persen. Hal ini nampaknya sejalan dengan temuan pada bidang kerangka peraturan daerah tentang PKD, yakni belum adanya kerangka regulasi mengenai partisipasi masyarakat dalam PKD.

Gambar 5.4. Kinerja PKD Bidang Perencanaan dan Penganggaran

50,0%

52,9%

61,1%

68,8%

76,4%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Kab. Tulungagung

Pemerintah Provinsi

Kota Batu

Rata-rata 3 Kabupaten/Kota

Kota Surabaya

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

Page 99: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

83

Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur

Tabel 5.2. Kinerja PKD Bidang Perencanaan dan Penganggaran dirinci berdasarkan sub-bidang

BIDANG 2: PERENCANAAN DAN

PENGANGGARAN

Pemerintah

Kota

Surabaya

Pemerintah

Kota Batu

Pemerintah

Provinsi

Jawa Timur

Pemerintah

Kabupaten

Tulungagung

Rata-rata

sub-bidang

Tersusunnya perencanaan dan penganggaran multi-tahun 80,00% 72,00% 72,00% 60,00% 71,00%

Target Anggaran yang Layak dan Berdasarkan Proses Penyusunan Anggaran yang Realistis 80,00% 60,00% 40,00% 60,00% 60,00%

Sistem Pemantauan dan Evaluasi Partisipatif yang Komprehensif dalam Proses Perencanaan dan Penganggaran Telah Terbentuk

67,50% 48,75% 45,00% 25,00% 46,56%

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

5.4 Pengelolaan Kas Daerah

Pengelolaan kas daerah merupakan bidang yang memiliki skor tertinggi daripada bidang lainnya. Pemerintah Provinsi Jawa Timur memiliki skor tertinggi (94,6) dalam bidang ini sementara itu Kabupaten Tulungagung dengan skor terendah yakni 82,1 persen, yang relatif masih cukup tinggi daripada skor yang diperolehnya pada bidang-bidang lain.

Bidang pengelolaan kas daerah memiliki skor yang tertinggi daripada bidang-bidang lain karena semua daerah memiliki skor tinggi dalam keempat sub-bidang yakni: (i) peningkatan dan penanganan manajemen pendapatan; (ii) kebijakan, prosedur, dan pengendalian untuk mendorong pengelolaan kas yang efi sien telah dibentuk; (iii) penerimaan kas, pembayaran kas, serta surplus kas temporer dikelola dan dikendalikan secara efi sien; dan (iv) terdapat sistem penagihan dan pemungutan pendapatan daerah yang efi sien.

Skor yang tinggi pada level sub-bidang tersebut disumbang oleh 18 indikator, yang antara lain: ada peningkatan realisasi penerimaan pajak dan retribusi daerah selama 3 tahun terakhir secara riil, dasar penetapan pajak pendapatan daerah diverifi kasi setiap tahun, Pemda telah menganalisis potensi PAD untuk perhitungan target pendapatan, dan seluruh Pendapatan Asli Daerah disetor ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja.

Gambar 5.5. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Kas Daerah

82,1%

85,7%

89,3%

92,9%

94,6%

75%8 0% 85%9 0% 95% 100%

Kab. Tulungagung

Kota Batu

Rata-rata 3 Kabupaten/Kota

Kota Surabaya

Pemerintah Provinsi

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

Page 100: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

84Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur

Tabel 5.3. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Kas dirinci berdasarkan sub-bidang

BIDANG 3: PENGELOLAAN KAS

Pemerintah

Provinsi

Jawa Timur

Pemerintah

Kota

Surabaya

Pemerintah

Kota Batu

Pemerintah

Kabupaten

Tulungagung

Rata-rata

sub-bidang

Peningkatan dan Penanganan Manajemen Pendapatan 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%

Kebijakan, Prosedur, dan Pengendalian untuk Mendorong Pengelolaan Kas yang Efi sien Telah Dibentuk

95,45% 100,00% 81,82% 100,00% 94,32%

Penerimaan Kas, Pembayaran Kas, Serta Surplus Kas Temporer Dikelola dan Dikendalikan Secara Efi sien

100,00% 85,71% 85,71% 85,71% 89,29%

Terdapat Sistem Penagihan dan Pemungutan Pendapatan Daerah yang Efi sien 85,71% 85,71% 85,71% 42,86% 75,00%

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

Meskipun secara umum skor pada bidang pengelolaan kas daerah sudah baik, namun masih terdapat masing-masing satu indikator di level provinsi dan kabupaten/kota yang masih harus diperbaiki. Di level Pemerintah Provinsi Jawa Timur, rekening bank yang terkait dengan pendapatan daerah masih belum direkonsiliasi setiap hari oleh Bendahara Umum Daerah. Sementara itu, di ketiga kabupaten/kota, masih terdapat kasus rancangan peraturan mengenai pajak dan retribusi daerah yang ditolak oleh pemerintah (Kementerian Dalam Negeri/Kementerian Keuangan).

5.5 Pengadaan Barang dan Jasa

Analisis kinerja PKD bidang pengadaan barang dan jasa diarahkan untuk meningkatkan efi siensi dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa daerah yang menghasilkan peningkatan kompetisi, menyediakan peningkatan nilai uang (penghematan) belanja daerah, menciptakan transparansi yang lebih baik, serta menghasilkan akuntabilitas yang lebih baik. Untuk mengukur kinerja PKD pada bidang ini terdapat 6 indikator yang dianalisis. Skor PKD bidang pengadaan barang dan jasa berturut-turut adalah 94 persen untuk Kota Surabaya, 88 persen untuk Pemprov Jawa Timur, dan 69 persen untuk Kota Batu dan Kabupaten Tulungagung.

Secara umum, Keempat Pemda memiliki kinerja yang baik pada 10 dari 16 indikator tersebut. Di antaranya adalah diketahui bahwa daerah: (i) melaksanakan proses pengadaan dengan dilakukan oleh pejabat yang telah memiliki sertifi kat pengadaan barang/jasa serta menandatangani pakta integritas; (ii) proses tender tercatat, diumumkan terbuka melalui media cetak dan internet, dan dilaksanakan tepat waktu; serta (iii) dokumen penawaran dan kontrak kerja jelas dan sesuai dengan nilai kepatutan.

Meskipun secara umum kinerja PKD bidang pengadaan barang dan jasa telah cukup baik, namun masih terdapat beberapa indikator yang perlu untuk diperbaiki. Di antaranya adalah masih belum dilakukannya sistem pengawasan/audit oleh Penanggung Jawab Anggaran atas pengadaan barang yang dilaksanakan melalui swakelola.

Gambar 5.6. Kinerja PKD Bidang Pengadaan Barang dan Jasa

68,8%

68,8%

81,3%

87,5%

93,8%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Kota Batu

Kab. Tulungagung

Rata-rata 3 Kabupaten/Kota

Pemerintah Provinsi

Kota Surabaya

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

Page 101: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

85

Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur

5.6 Akuntansi dan Pelaporan

Kinerja keempat Pemda yang di survei tidak berbeda jauh. Kinerja PKD bidang akuntansi dan pelaporan di keempat Pemda relatif hanya berbeda sekitar 11 poin dari skor terkecil yakni Kota Batu (67%) dengan skor tertinggi yakni Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kota Surabaya (78%).

Dari keempat sub-bidang tersebut, diketahui bahwa keempat daerah perlu untuk lebih meningkatkan lagi kapasitas SDM dan kelembagaan yang memadai untuk fungsi akuntansi dan keuangan. Keempat Pemda hanya memiliki skor 50 persen atau lebih rendah. Kinerja PKD bidang akuntansi dan pelaporan diarahkan untuk menilai empat sasaran yakni: (i) seluruh transaksi dan saldo keuangan pemerintah daerah dicatat secara akurat dan tepat waktu; (ii) sistem informasi akuntansi dan manajemen sudah terintegrasi; (iii) terdapat laporan keuangan dan informasi manajemen anggaran yang dapat diandalkan; dan (iv) adanya kapasitas SDM dan kelembagaan yang memadai untuk fungsi akuntansi dan keuangan.

Tabel 5.4. Kinerja PKD Bidang Akuntansi dan Pelaporan dirinci berdasarkan sub-bidang

BIDANG 5: AKUNTANSI DAN PELAPORAN

Pemerintah

Provinsi

Jawa Timur

Pemerintah

Kota

Surabaya

Pemerintah

Kabupaten

Tulungagung

Pemerintah

Kota Batu

Rata-rata

sub-bidang

Seluruh Transaksi dan Saldo Keuangan Pemerintah Daerah Dicatat Secara Akurat dan Tepat Waktu

90,00% 100,00% 100,00% 100,00% 97,50%

Sistem Informasi Akuntansi dan Manajemen Sudah Terintegrasi 100,00% 87,50% 62,50% 50,00% 75,00%

Terdapat Laporan Keuangan dan Informasi Manajemen Anggaran yang Dapat Diandalkan 75,00% 75,00% 75,00% 75,00% 75,00%

Adanya Kapasitas SDM dan Kelembagaan yang Memadai untuk Fungsi Akuntansi dan Keuangan 50,00% 50,00% 40,00% 40,00% 45,00%

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

Persoalan masih rendahnya kapasitas SDM dan kelembagaan ini antara lain diindikasikan oleh beberapa indikator. Indikator tersebut adalah: (i) Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD tidak berlatar belakang pendidikan akuntansi; (ii) daerah belum memiliki manual akuntansi sebagai pedoman pelaksanaan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan; (iii) masing-masing kepala bagian/bidang dalam DPPKAD adalah bukan berlatar belakang pendidikan akuntansi atau manajemen keuangan; dan (iv) staf DPPKAD yang merupakan lulusan D3 akuntansi atau lebih tinggi jumlahnya masih kurang dari 10 persen.

5.7 Internal Audit

Skor PKD dalam bidang internal audit memiliki rentang perbedaan antar daerah yang cukup tinggi hingga sekitar 22 persen.Kinerja internal audit Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah mencapai skor 85 persen namun di sisi lain, Kota Batu hanya memperoleh skor 63 persen. Secara umum, memang skor bidang internal audit di level kabupaten/kota, lebih rendah dibandingkan delapan bidang PKD lainnya.

Gambar 5.7. Kinerja PKD Bidang Akuntansi dan Pelaporan

66,7%

69,4%

72,2%

77,8%

77,8%

0% 20%4 0% 60%8 0% 100%

Kota Batu

Kab. Tulungagung

Rata-rata 3 Kabupaten/Kota

Pemerintah Provinsi

Kota Surabaya

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

Page 102: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

86Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur

Sistem internal audit di daerah masih bersifat reaktif daripada preventif. Hal ini dapat disimpulkan dari tiga sub-bidang yang menggambarkan kinerja PKD bidang internal audit, yaitu: (i) temuan audit internal ditindaklanjuti dengan segera; (ii) standar dan prosedur audit internal yang diaplikasikan dapat diterima; dan (iii) ditetapkan dan terpeliharanya fungsi internal audit yang efektif dan efi sien. Hal ini diindikasikan dengan skor yang sempurna pada sub-bidang pertama (100%), namun masih cukup rendah pada sub-bidang ketiga (69%).

Tabel 5.5. Kinerja PKD Bidang Pengawasan Intern dirinci berdasarkan sub-bidang

BIDANG 6: PENGAWASAN INTERN

Pemerintah

Provinsi

Jawa Timur

Pemerintah

Kabupaten

Tulungagung

Pemerintah

Kota

Surabaya

Pemerintah

Kota Batu

Rata-rata

sub-bidang

Temuan Audit Internal Ditindaklanjuti dengan Segera 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%

Standar dan Prosedur Audit Internal yang Diaplikasikan Dapat Diterima 91,67% 100,00% 66,67% 62,50% 80,21%

Ditetapkan dan terpeliharanya fungsi internal audit yang efektif dan efi sien 77,78% 66,67% 77,78% 55,56% 69,44%

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

Sistem audit internal daerah pada dasarnya bertumpu pada tugas pokok dan fungsi dari Bawasda (Badan Pengawasan Daerah). Survei menunjukkan ternyata jumlah staf Bawasda yang mempunyai latar belakang akuntansi masih kurang dari 50 persen demikian pula dengan jumlah staf yang berkualifi kasi Jabatan Fungsional Auditor.

5.8 Hutang, Hibah, dan Investasi

Kinerja pengelolaan hutang, hibah, dan investasi cenderung lebih baik dibandingkan bidang lainnya. Dibandingkan dengan 8 bidang PKD lainnya, kinerja PKD bidang hutang, hibah, dan investasi sebenarnya telah memiliki skor yang baik. Namun terdapat kesenjangan yakni semua daerah telah memiliki skor di atas 80 persen, sementara itu Kabupaten Tulungagung hanya memiliki skor 50 persen.

Analisis kinerja PKD dalam bidang hutang, hibah, dan investasi diarahkan pada dua sub-bidang yakni: (i) kebijakan, prosedur dan pengelolaan penerimaan hibah telah ditetapkan dan dilaksanakan, dan (ii) kebijakan, prosedur, serta pengendalian dan pinjaman investasi daerah yang memperhitungkan risiko telah ditetapkan dan dilaksanakan. Dari kedua sub-bidang itu, 4 dari 5 daerah yang disurvei memiliki kinerja PKD yang baik.

Gambar 5.8. Kinerja PKD Bidang Internal Audit

63,2%

69,9%

76,5%

76,5%

85,3%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Kota Batu

Rata-rata 3 Kabupaten/Kota

Kota Surabaya

Kab. Tulungagung

Pemerintah Provinsi

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

Page 103: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

87

Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur

Tabel 5.6. Kinerja PKD Bidang Hutang dan Investasi Publik dirinci berdasarkan sub-bidang

BIDANG 7: HUTANG DAN INVESTASI PUBLIK

Pemerintah

Kota

Surabaya

Pemerintah

Provinsi

Jawa Timur

Pemerintah

Kota Batu

Pemerintah

Kabupaten

Tulungagung

Rata-rata

sub-bidang

Kebijakan, Prosedur, serta Pengendalian dan Pinjaman Investasi Daerah yang Memperhitungkan Resiko Telah Ditetapkan dan Dilaksanakan

100,00% 100,00% 60,00% 100,00% 90,00%

Kebijakan, Prosedur dan Pengelolaan Penerimaan Hibah telah ditetapkan dan dilaksanakan

80,00% 60,00% 100,00% 0,00% 60,00%

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

Ada good practice yang dilakukan oleh keempat Pemda yang disurvei. Hal ini diindikasikan oleh 3 indikator sebagai berikut: (i) DPRD memberikan persetujuan atas transaksi investasi jangka panjang dengan keputusan DPRD; (ii) kebijakan pengelolaan investasi daerah telah dilaksanakan sesuai kerangka kebijakan nasional; dan (iii) transaksi pinjaman dan investasi ke BUMD telah disajikan dalam laporan keuangan.Dibandingkan dengan Pemda yang disurvei, Tulungagung memiliki kinerja yang lebih rendah. Terdapat 5 indikator yang mengakibatkan rendahnya kinerja Kabupaten Tulungagung, yakni: (i) belum dilakukannya publikasi informasi terhadap penerimaan dan kegiatan yang dibiayai dari Hibah; (ii) dana pendamping pelaksanaan penerimaan hibah belum tercantum dalam DPA SKPKD; (iii) belum adanya peraturan mengenai penerimaan, pencatatan, pengelolaan dan pelaporan hibah, baik penerimaan hibah maupun pemberian hibah; (iv) transaksi hibah belum dicatat berdasarkan dokumen yang valid (akta hibah); dan (v) transaksi hibah belum dicatat dalam laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keuangan.

5.9 Pengelolaan Aset

Terdapat kesenjangan antar daerah yang cukup berarti dalam kinerja PKD bidang pengelolaan aset. Kota Surabaya dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah memperoleh skor 80 persen sementara itu daerah lainnya hanya memperoleh skor sekitar 60 persen.

Analisis kinerja PKD bidang pengelolaan aset dilakukan terhadap 3 sub-bidang sebagaimana dalam Tabel 5.7. Dalam 3 sub-bidang tersebut, diketahui bahwa daerah telah memiliki kinerja yang baik dalam sub-bidang pertama yakni daerah telah memiliki kebijakan, sistem dan prosedur pencatatan, perolehan, penilaian, pemindahtangan dan penghapusan dan pelaporan barang daerah yang efektif. Namun sebaliknya, daerah belum memiliki kebijakan yang mengatur penggunaan dan pemanfaatan aset daerah yang mendukung tertib pengelolaan aset daerah (sub-bidang 3).

Gambar 5.9. Kinerja PKD Bidang Hutang, Hibah, dan Investasi

Rata-rata 3 Kabupaten/Kota

50,0%

80,0%

80,0%

85,0%

90,0%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Kab. Tulungagung

Pemerintah Provinsi

Kota Batu

Kota Surabaya

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

Page 104: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

88Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur

Tabel 5.7. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Aset dirinci berdasarkan sub-bidang

BIDANG 8: PENGELOLAAN ASET

Pemerintah

Kota

Surabaya

Pemerintah

Provinsi

Jawa Timur

Pemerintah

Kabupaten

Tulungagung

Pemerintah

Kota Batu

Rata-rata

sub-bidang

Terdapat kebijakan, sistem dan prosedur pencatatan, perolehan, penilaian, pemindahtangan dan penghapusan dan pelaporan barang daerah yang efektif

100,00% 83,33% 77,78% 77,78% 84,72%

Kebijakan dan prosedur pemeliharaan aset dilakukan dan terintegrasi dengan proses perencanaan daerah untuk memastikan kondisi aset selalu siap digunakan

100,00% 87,50% 77,50% 50,00% 78,75%

Terdapat kebijakan yang mengatur penggunaan dan pemanfaatan aset daerah yang mendukung tertib pengelolaan aset daerah

42,86% 71,43% 28,57% 28,57% 42,86%

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

Rendahnya kinerja daerah pada sub-bidang 3 diindikasikan oleh bad practice yang terjadi di keempat daerah yaitu: (i) pemanfaatan barang milik daerah, kerjasama pemanfaatan atau bangun serah guna, bangun guna serah dilaksanakan tanpa melalui proses tender; dan (ii) daerah belum melakukan penilaian Aset Daerah khususnya terhadap barang yang akan dimanfaatkan dalam rangka bangun serah guna atau bangun guna serah.

5.10 Audit Eksternal

Kinerja PKD bidang audit eksternal juga merupakan bidang yang memiliki kesenjangan yang tinggi antar daerah. Kota Surabaya dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur kembali memiliki skor yang lebih baik daripada 2 daerah lainnya. Namun demikian, secara keseluruhan kinerja PKD bidang audit eksternal masih lebih rendah daripada beberapa bidang PKD lainnya seperti pengelolaan kas dan akuntansi dan pelaporan.

Analisis kinerja PKD bidang audit eksternal diarahkan pada dua sub-bidang yakni efektivitas pemantauan dan rutinitas pemantauan keuangan daerah. Menurut dua kategori itu, dapat disimpulkan bahwa kinerja pengelolaan keuangan daerah cukup baik ditinjau dari sisi efektivitasnya daripada dari sisi rutinitasnya. Hal ini mungkin karena adanya peran BPK yang secara efektif akan menindaklanjuti setiap temuan yang ada.

Tabel 5.8. Kinerja PKD Bidang Audit dan Pengawasan Eksternal dirinci berdasarkan sub-bidang

BIDANG 9: AUDIT DAN PENGAWASAN

EKSTERNAL

Pemerintah

Provinsi

Jawa Timur

Pemerintah

Kota

Surabaya

Pemerintah

Kabupaten

Tulungagung

Pemerintah

Kota Batu

Rata-rata

sub-bidang

Adanya pemantau independen yang efektif terhadap manajemen keuangan daerah 100,00% 80,00% 80,00% 80,00% 85,00%

Audit Eksternal Rutin Menjamin Efektivitas dan Akuntabilitas Pemerintah Daerah 66,67% 50,00% 50,00% 33,33% 50,00%

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

Gambar 5.10. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Aset

55,0%

60,5%

67,5%

80,0%

80,0%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Kota Batu

Kab. Tulungagung

Rata-rata 3 Kabupaten/Kota

Pemerintah Provinsi

Kota Surabaya

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

Page 105: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

89

Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur

Secara keseluruhan terdapat good & bad practice PKD dalam bidang audit eksternal. Good practice diindikasikan dengan adanya praktik yang dilakukan oleh keempat daerah dalam bentuk: (i) DPRD memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah tentang Perubahan APBD setelah Perda LPJ disetujui; (ii) DPRD melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi atau dukungan atas tindak lanjut terhadap temuan BPK; (iii) DPRD mengadakan rapat koordinasi dengan setiap SKPD dalam rangka pengawasan pelaksanaan APBD; (iv) gubernur/bupati/walikota menindaklanjuti temuan audit BPK; dan (v) Laporan keuangan tahunan disampaikan kepada BPK paling lambat tanggal 31 Maret pada tahun anggaran berikutnya. Namun demikian masih ada bad practice yang dilakukan keempat daerah yakni: (i) informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) belum dipublikasikan pada media massa setempat dan elektronik; dan (ii) Laporan Keuangan belum dipublikasikan misalnya melalui media massa setempat dan pada papan pengumuman resmi atau melalui website.

5.11 Hasil Laporan Audit BPK Terhadap Laporan Keuangan Daerah tahun 2005-2010

Sebagian besar Laporan Keuangan Pemerintah di Jawa Timur mendapat status Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Jika merujuk kepada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK Semester I tahun 2011, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar Laporan Keuangan Pemda di Jawa Timur pada periode 2005-2010 diberi status WDP, kecuali untuk laporan tahun 2007 yang hampir semuanya memiliki status Tidak Wajar (TW).

Gambar 5.12. Status Laporan Keuangan Daerah berdasarkan audit BPK 2005-2010 untuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur

00 0

62 1

35

37

51 0

22

33

2

28

3632

11 00 0

6

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Hasil audit BPK dari tahun 2005-2010 menunjukkan bahwa sebagian

besar pemda di Provinsi Jawa Timur memiliki status hasil audit WDP,

kecuali pada tahun 2007 yakni TW

TMPT WW DP WTP

Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I BPK, tahun 2011.Catatan: TMP Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer) WDP Wajar Dengan Pengecualian (Qualifi ed) TW Tidak Wajar (Adverse) WTP Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualifi ed)

Gambar 5.11. Kinerja PKD Bidang Audit Eksternal

63,7%

64,8%

70,6%

77,5%

79,0%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Kota Batu

Kab. Tulungagung

Rata-rata 3 Kabupaten/Kota

Kota Surabaya

Pemerintah Provinsi

Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.

Page 106: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

90Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur

Tabel 5.9. Hasil Audit BPK terhadap Laporan Keuangan Daerah periode 2005-2010

No Pemerintah Daerah 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Prov. Jawa Timur WDP WDP TW WDP WDP WTP

2 Kab. Bangkalan WDP TW WDP WDP WTP

3 Kab. Pacitan WDP WDP WDP WDP WDP WTP

4 Kab. Tulungagung WDP WDP TW WDP WDP WTP

5 Kota Blitar WDP TW WDP WDP WTP

6 Kota Mojokerto WDP TW WDP WDP WTP

7 Kab. Banyuwangi TW TW TMP WDP WDP

8 Kab. Blitar WDP WDP TW WDP WDP WDP

9 Kab. Bojonegoro WDP TW TW WDP WDP

10 Kab. Bondowoso WDP TW WDP WDP WDP

11 Kab. Gresik WDP TW WDP WDP WDP

12 Kab. Jember TW TW TW TW WDP WDP

13 Kab. Jombang WDP WDP WDP WDP WDP WDP

14 Kab. Kediri WDP WDP TW WDP WDP WDP

15 Kab. Lamongan WDP WDP TW WDP WDP WDP

16 Kab. Lumajang WTP WDP TW WDP WDP WDP

17 Kab. Madiun WDP WDP TW WDP WDP WDP

18 Kab. Magetan WDP WDP TW WDP WDP WDP

19 Kab. Malang WDP WDP TW WDP WDP WDP

20 Kab. Mojokerto WDP WDP TW WDP WDP WDP

21 Kab. Nganjuk WDP WDP TW WDP WDP WDP

22 Kab. Ngawi WDP WDP TW WDP WDP WDP

23 Kab. Pamekasan WDP TW WDP WDP WDP

24 Kab. Pasuruan TW TW TW TMP WDP WDP

25 Kab. Ponorogo WDP WDP TW TMP WDP WDP

26 Kab. Probolinggo WDP WDP TW WDP WDP WDP

27 Kab. Sampang WDP WDP TW TW WDP WDP

28 Kab. Sidoarjo WDP TW WDP TMP WDP

29 Kab. Situbondo WDP WDP TW TW WDP WDP

30 Kab. Sumenep WDP WDP TW WDP WDP WDP

31 Kab. Trenggalek WDP WDP TW TMP WDP WDP

32 Kab. Tuban TW TW TW WDP WDP WDP

33 Kota Kediri WDP TW TW WDP WDP

34 Kota Madiun WDP TW WDP WDP WDP

35 Kota Malang TW TW WDP WDP WDP

36 Kota Pasuruan WDP WDP TW WDP WDP WDP

37 Kota Probolinggo WDP TW WDP WDP WDP

38 Kota Surabaya WDP WTP TW TMP TW WDP

39 Kota Batu WDP WDP TW TMP TMP TMPSumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I BPK, tahun 2011.

Page 107: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

91

Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur

Hasil pemeriksaan BPK cenderung konsisten dengan hasil survei PKD. Dari keempat Pemda yang disurvei, diketahui bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten Tulungagung mengalami grafi k yang meningkat secara signifi kan dari status TW pada tahun 2007 menjadi WDP dan kemudian WTP pada tahun 2010. Sementara itu, Kota Surabaya cenderung memiliki status berfl uktuasi, dan yang terburuk adalah Kota Batu karena stagnan mendapat status TMP dari BPK sejak 2008 sampai 2010. Hasil ini konsisten dengan hasil survei PKD yang telah dilakukan.

Tabel 5.10. Hasil audit BPK untuk provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur 2005-2010

No Nama Daerah 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Prov. Jawa Timur WDP WDP TW WDP WDP WTP

2 Kota Surabaya WDP WTP TW TMP TW WDP

3 Kab. Tulungagung WDP WDP TW WDP WDP WTP

4 Kota Batu WDP WDP TW TMP TMP TMPSumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I BPK, tahun 2011.

Kotak 5.1. Hasil Survei PKD Unibraw

Sebagai perbandingan terhadap hasil survei PKD dan hasil audit BPK yang telah dipaparkan di atas, dalam kotak berikut ini akan dirangkum laporan penelitian FE Unibraw yang melakukan penilaian PKD terhadap 33 kabupaten/kota di Jawa Timur. Laporan tersebut didasarkan kepada hasil pengisian kuesioner yang dilakukan oleh perwakilan pejabat pemerintah daerah dari 33 kabupaten/kota yang hadir dalam FGD yang diadakan untuk mengidentifi kasi permasalahan atau hambatan utama dalam mewujudkan praktek PKD yang terbaik. Ada lima bidang utama dalam PKD yang ditanyakan dalam kuesioner, yaitu: (i) kerangka kerja peraturan daerah, (ii) perencanaan dan penganggaran, (iii) manajemen kas, (iv) pengadaan, dan (v) akuntansi dan pelaporan.

Secara umum, kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) di Jawa Timur sudah cukup baik, namun kesenjangan kapasitas PKD antar kabupaten/kota di Jawa Timur yang cukup tinggi. Hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur telah melaksanakan kerangka kerja peraturan daerah dengan baik. Pengadaan barang merupakan bagian berikutnya yang telah dilakukan dengan baik, kemudian disusul oleh pengelolaan kas, akuntansi dan pelaporan. Bidang perencanaan dan penganggaran dinilai memiliki kinerja yang rendah. Diindikasikan bahwa sebagian besar daerah mengalami kesulitan dalam penyusunan skala prioritas dan anggaran dalam perencanaan dan penganggaran. Kesulitan lainnya adalah pengukuran kinerja staf, dimana indikator yang digunakan masih kurang terukur secara tegas. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya keluhan dari implementasi sanksi dan insentif yang kurang “adil” atau kurang memberikan stimulus yang positif terhadap motivasi kerja. Selain itu, terdapat kesenjangan yang cukup besar antara total skor kinerja PKD yang terbaik, yaitu Blitar, dengan kinerja PKD yang terburuk, yaitu Kota Kediri. Disini, kinerja PKD di Blitar sekitar dua kali lipat lebih baik dari pada kinerja PKD di Kota Kediri. Kesenjangan kinerja PKD ini mengindikasikan adanya perbedaan kapasitas tata kelola anggaran.

Bidang kerangka kerja peraturan daerah memiliki kinerja yang tertinggi daripada empat bidang yang lain. Hal ini diindikasikan dengan adanya penilaian yang positif terhadap keberadaaan (i) kerangka kerja peraturan daerah yang komprehensif sesuai dengan peraturan pemerintah atas manajemen keuangan yang ada, (ii) kerangka kerja peraturan daerah untuk penegakan dan struktur organisasi yang efektif, dan (iii) kerangka kerja peraturan daerah untuk mengukur transparansi dan partisipasi publik. Kinerja yang baik dalam bidang ini terjadi di semua 33 daerah kasus.

Bidang perencanan dan penganggaran dinilai memiliki kinerja yang kurang optimal bila dibandingkan empat bidang lainnya. Beberapa daerah belum melakukan pengalokasian anggaran berdasarkan skala prioritas, misalnya daerah Tulungagung, Magetan dan Kota Kediri. Alasannya adalah adanya kesulitan untuk memanfaatkan anggaran secara efi sien dan efektif dan adanya anggaran perencanaan yang terbatas. Selain itu, Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang merupakan forum untuk menyepakati rencana kegiatan daerah (RKPD) dan dilakukan secara bottom up belum dilaksanakan secara optimal. Daerah selama ini lebih termotivasi untuk memenuhi sikronisasi program dan anggaran karena adanya pemeriksaan dari BPK. Hal ini yang menyebabkan daerah berusaha mengalokasikan anggarannya sesuai dengan kerangka kerja peraturan daerah, bukan pada kebutuhan pembangunan. Sehingga, Musrenbang seringkali dilaksanakan dalam kerangka pemenuhan formalitas aturan, bukan benar-benar menjaring partisipasi dan kebutuhan masyarakat. Selain itu, pembahasan prioritas perencanaan dan penganggaran juga masih netral gender baik dari sisi peserta pembahasan yang tidak memperhatikan keterlibatan perempuan maupun dari sisi substansi arah pembangunan yang tidak memperhitungkan indikator-indikator ketimpangan capaian pembangunan antara kelompok perempuan dan laki-laki, misalnya dalam hal angka partisipasi sekolah.

Page 108: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

92Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur

Kotak 5.1. Lanjutan

Bidang manajemen kas memiliki skor kinerja kedua tertinggi setelah bidang kerangka pengaturan daerah. Secara umum pengelolaan kas telah dilaksanakan cukup baik, adapun kasus yang agak menonjol adalah Kota Kediri yang mempunyai kinerja terendah terutama dalam hal sistem yang efi sien untuk billing dan pengumpulan pendapatan. Namun demikian berdasarkan konfi rmasi dari Bappeda di setiap kabupaten/kota, saat ini telah ada kecenderungan perbaikan manajamen kas secara bertahap dan optimal. Beberapa daerah berusaha untuk meningkatkan dan mengoptimalkan pengelolaan kas yang sesuai dengan SPD (Surat Pengendalian Dana). Daerah juga berusaha untuk mengelola kas secara terintegrasi dengan akuntansi.

Dalam bidang pengadaan, diperoleh skor kinerja yang cukup moderat. Meskipun demikian ada indikasi yang perlu diperhatikan dan ditelaah lebih lanjut oleh daerah, yakni mengenai adanya intervensi politik yang mengakibatkan panitia pengadaan barang dan jasa sulit untuk bertindak independen. Kasus lainnya yang dilaporkan adalah di Mojokerto mengenai tidak adanya internal audit, pertanggungjawaban ke walikota/bupati dan tidak adanya sangsi apabila terdapat kebijakan yang tidak sesuai dengan peraturan. Bidang akuntansi dan pelaporan memiliki skor yang moderat tetapi cenderung rendah, kedua terendah setelah bidang perencanaan dan penganggaran. Satu persoalan menonjol dalam bidang ini adalah mengenai kualifi kasi pegawai (SDM). Kualifi kasi pegawai menjadi masalah bagi daerah-daerah tertentu, karena tidak sesuai dengan kriteria dalam bidang akuntansi dan pelaporan.

Sumber: Survei PKD , Universitas Brawijaya.

5.12 Rekomendasi

Secara keseluruhan Pemprov Jawa Timur dan Pemkot Surabaya memiliki kinerja PKD yang lebih baik daripada kabupaten/kota lainnya. Oleh karena itu, penting untuk dikembangkan mekanisme pendampingan teknis kepada kabupaten/kota yang masih memiliki kinerja yang kurang. Di samping itu, beberapa daerah lebih baik daripada daerah lain dalam bidang tertentu dan sebaliknya lebih buruk dalam bidang lainnya. Oleh karena itu penting juga untuk dikembangkan program mitra belajar (peer learning) antar daerah. Secara spesifi k, agenda dan program peningkatan kapasitas PKD di Provinsi Jawa Timur dirinci dalam Tabel 5.11.

Tabel 5.11. Agenda dan Usulan Program Peningkatan Kapasitas PKD di Provinsi Jawa Timur

Bidang Rekomendasi Usulan Program

Peraturan Perundangan Daerah

Melengkapi berbagai Peraturan Perundangan

Daerah yang melandasi praktik pengelolaan

keuangan daerah sebagaimana diamanatkan

oleh kerangka hukum nasional, antara lain: Perda

mengenai SPM dan Analisis Standar Belanja

Menyusun Peraturan Perundangan Daerah

mencakup ketentuan-ketentuan untuk

meningkatkan transparansi dan partisipasi

masyarakat

(i) Pelatihan tentang kerangka peraturan daerah yang komprehensif terkait Pengelolaan Keuangan Daerah

(ii) Pendampingan Teknis untuk melengkapi berbagai Peraturan Perundangan Daerah yang belum dibuat dan disahkan

Perencanaan dan Penganggaran

Menyusun dokumen Analisis Standar Belanja

Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

pemantauan dan evaluasi kegiatan yang

dilaksanakan oleh SKPD

(i) Pelatihan dan pendampingan Teknis untuk penyusunan Analisis Standar Belanja

(ii) Pelatihan dan pendampingan teknis untuk fasilitasi proses perencanaan, pemantauan, dan evaluasi partisipatif

Page 109: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

93

Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur

Bidang Rekomendasi Usulan Program

Pengelolaan Kas Mempertahankan kinerja dalam bidang

pengelolaan kas

Pemerintah Provinsi Jawa Timur: Bendahara

Umum Daerah perlu untuk mulai melakukan

rekonsiliasi harian terhadap rekening bank yang

terkait dengan pendapatan daerah

Untuk 3 Kabupaten/Kota: memperbaiki

mekanisme penyusunan Perda mengenai pajak

dan retribusi agar tidak terjadi penolakan oleh

pemerintah

Pendampingan teknis untuk penyusunan Perda mengenai pajak dan retribusi daerah

Pengadaan Barang dan Jasa

Mempertahankan kinerja dalam bidang pengadaan barang dan jasa

Penerapan sistem pengawasan/audit oleh Penanggung Jawab Anggaran atas pengadaan barang yang dilaksanakan melalui swakelola

Pelatihan dan pendampingan teknis untuk penyusunan ketentuan mengenai pengadaan barang melalui proses swakelola

Akuntansi dan Pelaporan

Meningkatkan kapasitas SDM berlatarbelakang

pendidikan akuntansi pada posisi penting

pengelolaan keuangan daerah

Mempertahankan sistem informasi yang sudah

terintegrasi di Pemerintah Provinsi Jawa Timur

dan menerapkannya di kabupaten/kota

(i) Peningkatan jumlah SDM berlatarbelakang akuntansi

(ii) Pelatihan dan pendampingan teknis pada bidang akuntansi

(iii) Pelatihan dan pendampingan teknis untuk sistem informasi akuntansi dan manajemen yang terintegrasi

Internal Audit Mempertahankan kinerja bidang audit internal yang sudah bagus di level Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan memanfaatkannya untuk diterapkan di kabupaten/kota

Meningkatkan kapasitas SDM berlatarbelakang pendidikan akuntansi dan memiliki kualifi kasi Jabatan Fungsional Auditor

(i) Pelatihan bersertifi kat untuk menghasilkan staf dengan kualifi kasi Jabatan Fungsional Auditor

(ii) Penambahan SDM berlatarbelakang akuntansi

(iii) Pendampingan teknis oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur kepada kabupaten/kota pada bidang audit internal

Hutang, Hibah, dan Investasi

Mempertahankan kinerja bidang hutang, hibah, dan investasi yang sudah bagus di level Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan kabupaten/kota lainnya untuk membantu Kabupaten Tulungangung

Peningkatan kinerja Kabupaten Tulungagung, melalui: (i) publikasi informasi terhadap penerimaan dan kegiatan yang dibiayai dari Hibah; (ii) pencantuman dana pendamping hibah dalam DPA SKPKD; (iii) pembuatan peraturan daerah mengenai penerimaan, pencatatan, pengelolaan dan pelaporan hibah, baik penerimaan hibah maupun pemberian hibah; (iv) pencatatan transaksi hibah

Pendampingan teknis oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur kepada Kabupaten Tulungagung terkait dengan: (i) publikasi informasi terhadap penerimaan dan kegiatan yang dibiayai dari hibah; (ii) pencantuman dana pendamping hibah dalam DPA SKPKD; (iii) pembuatan peraturan daerah mengenai penerimaan, pencatatan, pengelolaan dan pelaporan hibah, baik penerimaan hibah maupun pemberian hibah; (iv) pencatatan transaksi hibah.

Pengelolaan Aset Mempertahankan kinerja bidang pengelolaan aset yang sudah bagus di Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kota Surabaya untuk membantu kabupaten/kota lainnya

Membuat dan mengimplementasikan kebijakan dan peraturan daerah yang mengatur penggunaan dan pemanfaatan aset daerah yang mendukung tertib pengelolaan aset daerah

(i) Pendampingan teknis untuk pembuatan dan implementasi peraturan daerah tentang penggunaan dan pemanfaatan aset daerah

(ii) Program mitra belajar (peer learning) antara daerah yang sudah maju dalam bidang tertentu dengan daerah dan bidang lain

Audit Eksternal Melakukan publikasi informasi Laporan

Penyelenggaran Pemerintah Daerah (LPPD) dan

Laporan Keuangan Daerah pada media massa

setempat atau media elektronik atau pada papan

pengumuman resmi atau melalui website

(i) Pelatihan dan pendampingan teknis untuk pembuatan media publikasi bagi informasi Laporan Penyelenggaran Pemerintah Daerah (LPPD) dan Laporan Keuangan Daerah dalam berbagai format media informasi

Page 110: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk
Page 111: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik

Page 112: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

96Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik

6.1 Perkembangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Jawa Timur

Perkembangan jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jawa Timur mengalami fl uktuasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2006 jumlah PNS mencapai 381.205 orang meningkat menjadi 448.170 orang pada tahun 2007, kemudian turun menjadi 440.219 orang pada tahun 2008. Setahun kemudian meningkat empat persen hingga mencapai 457.732. Sedangkan pada tahun 2010, jumlah PNS secara nominal turun sebesar 1,5 persen atau menjadi 450.868 orang. Penurunan jumlah PNS tersebut diharapkan dapat menjadi pendorong bagi pemerintah Jawa Timur untuk lebih efi sien dan efektif dalam memberikan layanan publik.

Gambar 6.1. Jumlah anggota PNS mengalami penurunan pada tahun terakhir dan persentase PNS perempuan yang berpendidikan tinggi meningkat.

381.205

448.170

440.219

457.732

450.868

0

50000

100000

150000

200000

250000

300000

350000

400000

450000

500000

Jum

lah

PNS

(Jiw

a)

9

22

4348

9

18

42

49

10

15

41

50

0

10

20

30

40

50

60

Pers

enta

se P

erem

puan

PN

S (%

)

Sumber: BPS, Jawa Timur Dalam Angka, 2010 dan BKD Kabupaten/Kota Se Jawa Timur dan Provinsi.

Partisipasi PNS perempuan di Pemerintah Daerah Jawa Timur mengalami peningkatan kuantitas dan kualitas. Menurut Laporan Keterangan Pertangggungjawaban (LKPJ) Gubernur Jawa Timur tahun 2011, pada tahun 2010 jumlah perempuan PNS di Jawa Timur meningkat sebesar 3,4 persen dibandingkan tahun 2009. Proporsi perempuan PNS pada tahun 2009 mencapai 44 persen, kemudian meningkat menjadi 45 persen pada tahun 2010. Dari sisi pendidikan, terjadi peningkatan persentase perempuan PNS yang berpendidikan tinggi (akademi atau lebih tinggi). Jumlah perempuan PNS berpendidikan tinggi meningkat dari 48 persen tahun 2008 menjadi 50 persen tahun 2010. Data ini menunjukkan keterlibatan perempuan sebagai PNS tidak hanya meningkat dari sisi jumlahnya saja tapi juga dalam sisi kualitasnya.

Komposisi PNS berdasarkan golongannya di Jawa Timur menunjukkan kondisi yang relatif ideal. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah total PNS Jawa Timur pada tahun 2010 sebanyak 450.868 orang, dengan PNS golongan III mencapai 40 persen. Sementara jumlah terbanyak kedua ditempati PNS golongan IV yang mencapai 31 persen. Bagian terkecil dari jumlah tersebut adalah PNS golongan I yang hanya mencapai 4 persen. Kondisi tersebut akan berdampak baik pada peningkatan kinerja pemerintahan dalam memberikan pelayanan publik. Kinerja pelayanan publik diharapkan dapat lebih optimal dengan komposisi golongan PNS di Jawa Timur yang cukup ideal.

Gambar 6. 2. Komposisi PNS Berdasarkan Golongan tahun 2010

Gol. I4%

Gol.II25%

Gol. III40%

Gol. IV31%

Sumber: Kantor Regional II BKN Surabaya. Dikutip dari BKD Jawa Timur.

Page 113: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

97

Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik

Rasio PNS per seribu penduduk cenderung menurun meskipun penurunannya relatif kecil. Jumlah PNS kabupaten dan kota per 1000 penduduk pada 2010 menurun sebesar 0,07 poin dibanding tahun 2007. Hal yang sama dialami jumlah PNS Provinsi Jawa Timur yang mengalami penurunan sebesar 0,08 poin pada 2010 dibanding tahun 2007. Kondisi tersebut mengindikasikan upaya optimalisasi peran PNS dalam melayani penduduk.

6.2 Reformasi PNS Di Jawa Timur

Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah memiliki komitmen untuk mereformasi PNS dalam bentuk kebijakan “Reformasi Birokrasi”. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa Timur 2006-2008 dan RPJMD Jawa Timur 2009-2014 secara spesifi k menetapkan program dan kegiatan reformasi birokrasi. Meski demikian, masing-masing RPJMD menetapkan target yang berbeda. RPJMD 2006-2008 ditetapkan pada masa kepemimpinan Gubernur Imam Utomo. Dokumen RPJMD 2006-2008 menetapkan agenda reformasi birokrasi sebagai instrumen dalam merevitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah. Reformasi birokrasi tidak menjadi target utama dalam kerangka pembangunan 2006-2008 tetapi menjadi target RPJMD 2009-2014.

Reformasi birokrasi dalam kerangka kebijakan revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah di Jawa Timur pada dasarnya berupaya meningkatkan efi siensi kelembagaan dalam melakukan pelayanan publik. Terdapat dua sasaran penting dalam kebijakan revitalisasi tersebut. Pertama, terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efektif, efi sien, dan akuntabel. Kedua, meningkatnya kapasitas pengelolaan sumberdaya aparatur pemerintah daerah yang profesional dan kompeten. Adapun kegiatan yang ditetapkan untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut, yaitu: 1). Penataan kelembagaan pemerintahan daerah agar sesuai dengan beban pelayanan kepada masyarakat; 2). Peningkatan kinerja kelembagaan daerah berdasarkan prinsip-prinsip organisasi modern dan berorientasi pelayanan masyarakat.

Gambar 6. 3. PNS Per 1000 Penduduk tahun 2007 – 2010

0,7 0,7 0,7 0,6

11,4 11,2 11,6 11,4

0%

200%

400%

600%

800%

1000%

1200%

1400%

2007 2008 2009 2010

Provinsi Kab/Kota

Sumber: BPS, Jawa Timur Dalam Angka, 2010.

Page 114: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

98Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik

Kotak 6.1. Reformasi Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor Jawa Timur

Bayar Pajak di Mal

Di kalangan masyarakat pemilik kendaraan bermotor sering muncul keluhan tatkala waktunya membayar pajak kendaraan bermotor (PKB), “Mau ngasih uang saja kok dipersulit”. Keluhan tersebut muncul karena sulitnya prosedur pembayaran PKB. Belum lagi prosedur yang rumit itu berimplikasi pada lamanya waktu pelayanan. Maka, tidak heran banyak pemilik kendaraan yang enggan datang ke kantor bersama sistem administrasi satu atap (Samsat) baik sekadar untuk membayar PKB maupun mengurus surat-surat kendaraan.

Namun, itu dulu, kejadian lebih dari lima tahun lalu, sekarang berbeda. Pelayanan pembayaran PKB di Jawa Timur sangat mudah dan cepat. Bahkan membayar pajak PKB sama seperti membeli makanan siap saji (fast food). Wajib pajak tidak perlu turun dari kendaraan (drive thru).

Kondisi perbaikan pelayanan itu tidak mustahil diwujudkan karena Dinas Pendapatan Daerah (dispenda) Provinsi Jawa Timur getol melakukan perbaikan pelayanan. Dispenda terus mengutak-atik Sistem dan Prosedur Pelayanan PKB dalam lima tahun terakhir untuk memudahkan dan memuaskan wajib pajak.

Pada 2006 Dispenda berupaya mengimplementasikan Pelayanan Prima dengan menerapkan 10 sendi pelayanan. Pada tahun itu, 11 kantor bersama Samsat berhasil menjalankannya. Kemudian, tahun 2007 dan 2008 Dispenda menerapkan sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 pada tujuh Kantor Bersama Samsat. Setahun kemudian, enam Kantor Bersama Samsat menjalankan standar mutu pelayanan serupa. Terakhir, pada tahun 2010 empat Kantor Bersama Samsat meraih sertifi kasi ISO 9001:2008.

Selain itu, untuk semakin memudahkan wajib pajak, Dispenda memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Maka, digelarlah pelayanan Samsat Link. Wajib pajak tidak lagi perlu membayar pajak terbatas pada lokasi domisilinya, melainkan bisa dilakukan pada kantor Samsat di daerah lain. Hingga 2010 telah tersedia 84 titik Samsat Link di seluruh Jawa Timur.

Bagi wajib pajak yang terbatas waktu dan jarak yang jauh ke lokasi Kantor Bersama Samsat, Dispenda melakukan terobosan pro-aktif atau Jemput Bola. Melalui penempatan Samsat Corner di pusat-pusat perbelanjaan, wajib pajak bisa membayar PKB sambil berbelanja. Samsat corner yang sudah aktif melayani wajib pajak, yaitu di Royal Plaza Surabaya, Mal Olympic Garden Malang, Giant Pondok Candra Sidoarjo, Kediri Mall, Pusat Grosir ITC Surabaya, Carrefour Rungkut Surabaya dan Galaxy Mall Surabaya, dan 52 Unit mobil Samsat Keliling yang tersebar pada seluruh Kantor UPT Dispenda Provinsi Jawa Timur.

Sumber: Dikutip dari laporan Public Sector Jatim Award (PUJA): Gagasan Kemajuan Jawa Timur. LPPM UB – Bapperprov Jatim, 2011).

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Jawa Timur dalam mewujudkan reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan publik.16 Reformasi birokrasi menjadi salah satu dari sembilan agenda utama pembangunan dan salah satu dari 15 prioritas pembangunan 2009-2014. Agenda utama menetapkan upaya “Mewujudkan percepatan reformasi birokrasi, dan meningkatkan pelayanan publik”. Sementara pada butir sepuluh prioritas pembangunan menetapkan Percepatan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan Peningkatan Pelayanan Publik. Untuk mewujudkannya, arah kebijakan prioritas ini adalah: (i) mempercepat perwujudan perubahan pola berpikir dan orientasi birokrasi dari dilayani menjadi melayani masyarakat; (ii) mempercepat perwujudan birokrasi yang efi sien, kreatif, inovatif, bertanggungjawab, dan profesional untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme; (iii) meningkatkan efektivitas dan efi siensi ketatalaksanaan dan prosedur pada semua tingkat dan lini pemerintahan; (iv) meningkatkan kualitas pelayanan publik menjadi pelayanan prima; dan (v) mendorong partisipasi masyarakat untuk turut merumuskan program dan kebijakan layanan publik.

Evaluasi kinerja PNS secara berkala di Pemerintahan Jawa Timur dilakukan dalam upaya meningkatkan kinerja aparatur pemerintahan. Evaluasi kinerja PNS di Jawa Timur menerapkan evaluasi kinerja individu dan kelembagaan. Evaluasi individu dilakukan melalui penilaian kinerja staf oleh atasannya. Setiap akhir tahun kepala SKPD memberikan penilaian kinerja kepada stafnya melalui pengisian DP3. Selain itu, tidak ada kegiatan lain untuk penilaian kinerja individu PNS. Secara kelembagaan, kinerja PNS Provinsi

16 Reformasi PNS Jawa Timur dalam RPJMD 2009-2014 ditetapkan secara spesifi k dalam Bab XV dengan tajuk Reformasi Birokrasi dan Peningkatan Pelayanan Publik.

Page 115: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

99

Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik

Jawa Timur dan PNS kabupaten dan kota dinilai melalui pembuatan LAKIP (Laporan Akuntabilitas dan Kinerja Instansi Pemerintah) oleh setiap SKPD. Seluruh SKPD melaporkan capaian kinerjanya setiap tahun kepada kepala daerah. Capaian kinerja itu didasarkan pada indikator pencapaian program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam satu tahun anggaran oleh SKPD. Berbagai upaya evaluasi kinerja telah dilakukan oleh beberapa daerah dengan kebijakan yang berbeda-beda antar daerah seperti di Kota Probolinggo, Bappeda Provinsi, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Dengan berbagai evaluasi kinerja tersebut diharapkan pembangunan daerah dapat berjalan secara efektif dan dapat dinikmati oleh masyarakat secara luas.

Kotak 6. 2. Evaluasi Kinerja Khas Jawa Timur

Kota Probolinggo menerapkan kontrak kinerja antara kepala SKPD dan walikota di setiap awal tahun anggaran sejak 2009. Walikota mewajibkan setiap kepala SKPD untuk mempresentasikan program dan kegiatan satu tahun anggaran. Kemudian kepala SKPD menandatangani kontrak atas program dan kegiatan yang akan diterapkan dalam satu tahun anggaran.

Bappeda Provinsi Jawa Timur menyusun model pengukuran kinerja satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Provinsi Jawa Timur yang diberi nama Public Sector Jatim Award (PUJA) sejak 2009. PUJA mengukur kinerja SKPD berdasar inisiatif reform yang digagas dan dilaksanakan SKPD untuk mendorong kemajuan Jawa Timur. PUJA dilaksanakan pada 2010 dan menghasilkan rangking kinerja SKPD.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur berupaya mendirikan Unit Kerja Gubernur Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKG-P3) Provinsi Jawa Timur sejak 2010. UKG-P3 merupakan lembaga yang bertanggungjawab pada gubernur guna memastikan pencapaian tujuan pembangunan dan solusi atas permasalahan yang menghambat pembangunan yang dihadapi SKPD Provinsi Jawa Timur. UKG-P3 dikoordinasi oleh seluruh Asisten Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur sesuai bidang pemerintahan dan pembangunan yang menjadi tugas dan wewenangnya.

6.3 PNS Dan Kesejahteraan Masyarakat

Peningkatan kesejahteraan aparatur pemerintah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah Provinsi Jawa Timur mencantumkan program perbaikan remunerasi sejak tahun 2006. Dalam dokumen RPJMD Provinsi Jawa Timur 2006-2008 ditetapkan program pengelolaan sumber daya manusia aparatur. Salah satu kegiatan utamanya, yaitu menyempurnakan sistem manajemen pengelolaan sumber daya manusia aparatur terutama pada sistem karier dan remunerasi. RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009-2014 menetapkan hal yang sama. Hanya saja perbaikan remunerasi merupakan bagian dari program penunjang berupa Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur. Salah satu kegiatan utamanya yaitu penyempurnaan sistem manajemen pengelolaan sumber daya manusia aparatur, terutama pada sistem karier dan remunerasi. Dalam praktiknya Pemerintah Provinsi Jawa Timur belum melaksanakan kegiatan tersebut. Tidak ditemukan kegiatan spesifi k berupa perbaikan remunerasi aparatur provinsi. Perbaikan remunerasi yang ada justru dilakukan di kabupaten dan kota, yaitu melalui pemberian tunjangan sertifi kasi bagi guru yang telah memiliki sertifi kat pendidik. Hanya saja, program ini merupakan implementasi dari kebijakan pemerintah pusat sebagai pelaksanaan UU Guru dan Dosen.

Sebaran antara rata-rata gaji per kapita dengan tingkat kemiskinan yang terjadi di kabupaten/kota tidak memiliki pola yang saling terkait. Misalnya, tingkat kesejahteraan PNS Kota Mojokerto menempati posisi tertinggi, dan tingkat kemiskinan Kota Mojokerto menempati posisi ketujuh terendah di Jawa Timur, dengan capaian sekitar 9 persen . Sebaliknya, rata-rata gaji PNS di Kabupaten Sampang relatif tinggi dengan jumlah penduduk miskinnya menempati posisi tertinggi di Jawa Timur. Sedangkan Kota Malang, tingkat kemiskinannya merupakan yang terendah jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Jawa Timur, namun remunerasi di Kota Malang juga termasuk yang terendah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan kesejahteraan PNS nampaknya belum mencerminkan peningkatan efektivitas pelayanan publik.

Page 116: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

100Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik

Gambar 6.4. Sebaran PNS berdasarkan rata-rata gaji pegawai per kapita dan tingkat kemiskinan kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2007 – 2010

Pacitan

Ponorogo

Trenggalek

Tulungagung

Blitar

Kediri

Malang

Lumajang

JemberBanyuwangi

SitubondoProbolinggo

Pasuruan

Sidoarjo

Mojokerto

Jombang

Nganjuk

Madiun

Magetan

Ngawi

Bojonegoro

TubanLamongan

Gresik

BangkalanSampang

PamekasanSumenep

Kota Malang

Kota Surabaya

Kota KediriKota Blitar

Kota ProbolinggoKota Pasuruan

Kota Mojokerto

Kota Madiun

Batu

0

5

10

15

20

25

30

0 50 100 150 200 250 300

Kem

iski

nan

( Per

sen)

Rata-rata Enumerasi PNS ( Juta Rupiah/PNS)

Bondowoso

Sumber : Diolah dari Database PEA Jawa Timur, Universitas Brawijaya dan JPIP, 2011 serta Susenas berbagai tahun.

Kotak 6. 3. PNS dan Inovasi Daerah

Inovasi-inovasi daerah di Jawa Timur tidak terlepas dari baiknya kinerja PNS. Kapasitas profesional yang dimiliki PNS mampu mendorong lahirnya berbagai terobosan dalam memanfaatkan keunggulan atau mengatasi persoalan daerah. Berdasarkan hasil studi The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP) pada 2007, pengambilan kebijakan inovasi daerah di Jawa Timur sebanyak 73,2 persen ditentukan kepala daerah. Namun demikian, sebanyak 50 persen inovasi idenya berawal dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Dengan kata lain, kreativitas dan kinerja PNS punya peranan cukup besar dalam mendorong lahirnya inovasi daerah.

Contoh kasus di Kabupaten Blitar. Kesungguhan Dinas Pertanian dan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Kecamatan Wonotirto mampu mendorong terobosan metode pertanian untuk kawasan Blitar Selatan yang didominasi lahan kering. Sejak 2007, Dinas Pertanian Kabupaten Blitar beserta PPL Kecamatan mendorong upaya pengembangan cabe besar di lahan kering.

Salah satu contoh terjadi di Desa Sumber Boto Kecamatan Wonotirto Kabupaten Blitar. Kreativitas PPL yang difasilitasi Dinas Pertanian dan bekerjasama dengan masyarakat kelompok tani mampu menyulap daerah tandus menjadi lahan tanam cabe yang bernilai ekonomis.

Keberhasilan tanam cabe di lahan kering, salah satunya karena temuan PPL dan masyarakat kelompok tani untuk mengembangkan sistem irigasi tetes pada cabe dan bantuan pembangunan embung oleh Dinas Pertanian. Sehingga cabe bisa ditanam dengan teknik penanaman yang berbeda dari model penanaman cabe konvensional seperti sawah. Sekarang hasilnya sudah bisa dinikmati masyarakat Blitar Selatan, khususnya di wilayah Kecamatan Wonotirto.

Dampak ekonomi yang paling menonjol dari terobosan tersebut yakni perbaikan taraf kehidupan ekonomi masyarakat. Selain itu, muncul dampak sosial dengan semakin berkurangnya jumlah TKI. Desa Sumber Boto Kecamatan Wonotirto dulunya terkenal sebagai kantong kemiskinan dan TKI, saat ini, kondisinya jauh berbeda. Menurut Keterangan Kepala Desa Sumber Boto, saat ini tidak ada satupun warganya yang menjadi TKI di luar negeri. Pun kasus-kasus perceraian karena menjadi tenaga kerja migran sangat jauh berkurang dari periode sebelumnya.

Sumber: Dikutip dari: Hasil Studi The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP), 2011).

Page 117: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

101

Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik

Gaji pegawai per kapita tidak berkaitan dengan IPM dari kabupaten/kota. Hal tersebut dapat dilihat dari sebaran PNS dari rata-rata pendapatan per kapita dan IPM di masing-masing kabupaten/kota di Jawa Timur. Sebanyak 31 kabupaten/kota memiliki rata-rata gaji pegawai yang rendah, dan sebanyak 19 kabupaten/kota di antaranya memiliki IPM yang sangat tinggi, seperti Kota Surabaya, Kota Malang dan Kabupaten Sidoarjo. Hal tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan kesejahteraan PNS tidak berdampak langsung pada peningkatan kualitas Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dengan demikian, peningkatan kesejahteraan PNS melalui peningkatan gaji hanyalah meningkatkan beban APBD, dan justru mengurangi porsi peningkatan akses masyarakat terhadap fasilitas dan pelayanan publik daerah.

Gambar 6.5. Sebaran PNS berdasarkan rata-rata gaji pegawai per kapita dan IPM kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2006 – 2010

Pacitan

TrenggalekTulungagungBlitar

Kediri

Sidoarjo

Mojokerto

Jombang Magetan

Gresik

Kota MalangKota Surabaya

PonorogoMalang

Lumajang

Jember

Banyuwangi

Situbondo

Probolinggo

Pasuruan

NganjukMadiun

Ngawi

Bojonegoro

Tuban

Lamongan

Bangkalan

Sampang

Pamekasan

Sumenep

Kota Kediri

Kota Blitar

Kota Probolinggo

Kota Pasuruan

Kota MojokertoKota Madiun

Kota Batu

55

60

65

70

75

80

05 0 100 150 200 250 300

IPM

(Per

sen)

Rata-rata Enumerasi PNS Per Tahun (Juta Rupiah?PNS)

Bondowoso

Sumber : Diolah dari Database PEA Jawa Timur, Universitas Brawijaya dan JPIP, 2011 Indikator Makro Ekonomi serta Susenas berbagai tahun.

6.4 Kesimpulan Dan Rekomendasi

Pengelolaan jumlah PNS secara efi sien dan efektif diperlukan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan dan stabilitas anggaran daerah. Perkembangan jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jawa Timur mengalami fl uktuasi dengan tren meningkat dalam empat tahun terakhir. Dengan jumlah PNS yang relatif besar baik di daerah maupun tingkat provinsi, maka diperlukan pengelolaan PNS secara baik sehingga terjadi optimalisasi peran PNS dalam melakukan pelayan publik. Pengelolaan PNS bisa dilakukan melalui penataan karir berbasis kinerja. Dengan ukuran dan ketegasan pelaksanaannya, maka PNS akan terpacu untuk meningkatkan kinerjanya, terutama dalam melayani masyarakat.

Penetapan ukuran peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap penyediaan kebutuhan dasar dapat dijadikan sebagai langkah strategis dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Penetapan tersebut berkaitan dengan reformasi birokrasi yang dijalankan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Hal ini dikarenakan apabila pemerintah provinsi lebih menekankan pada peningkatan kesejahteraan PNS kemungkinan besar tidak akan berdampak secara nyata terhadap penurunan kemiskinan dan peningkatan

Page 118: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

102Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik

angka IPM. Sebaliknya, peningkatan kesejahteraan PNS telah memperbesar belanja pegawai dan mengurangi porsi belanja untuk masyarakat. Untuk itu, pemerintah provinsi dan kabupaten dan kota di Jawa Timur perlu mereformulasi strategi dan target reformasi birokrasi. Salah satunya melalui penetapan ukuran peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap penyediaan kebutuhan dasar oleh pemerintah provinsi dan kabupaten dan kota, yakni meliputi pelayanan kesehatan dan pendidikan dan pengembangan ekonomi masyarakat.

Kebijakan achievement based remuneration merupakan solusi alternatif dalam meningkatkan kinerja aparatur pemerintahan di tengah keterbatasan anggaran di berbagai level pemerintahan. Kebijakan ini merupakan terobosan reformasi yang bisa dilakukan melalui perbaikan remunerasi berbasis kinerja inovatif PNS. Kepada setiap PNS yang berhasil menemukan inovasi berupa teknik/metode/model atau alat tertentu yang mempunyai dampak perbaikan hasil ekonomi atau situasi sosial pada masyarakat berhak mendapat perbaikan remunerasi. Pemerintah daerah mengapresiasi setiap inovasi PNS agar manfaat perbaikan kinerjanya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

Page 119: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

103

Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik

Page 120: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk
Page 121: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

Bab 7 Pengarusutamaan Gender

Page 122: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

106Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 7 Pengarusutamaan Gender

7.1 Pengarusutamaan Gender di Jawa Timur

Pemerintah Provinsi Jawa Timur memiliki perhatian besar dalam upaya pengarusutamaan gender. Hal ini diindikasikan oleh salah satu strategi pokok pembangunan dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009-2014 yaitu pembangunan pro-gender. Selanjutnya agenda utama yang harus dituntaskan dalam program Gubernur Jawa Timur periode 2009-2014 juga menekankan pengarusutamaan gender melalui peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan, serta terjaminnya kesetaraan gender.

Kebijakan pengelolaan keuangan daerah Provinsi Jawa Timur mulai 2009 menganggarkan belanja untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Kebijakan umum anggaran yang dilaksanakan urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak adalah meningkatkan penguatan kelembagaan PUG dan PUA, keserasian kebijakan peningkatan kualitas anak dan perempuan, peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan, peningkatan peran serta dan kesetaraan gender dalam pembangunan, dan pengembangan model operasional BKB-Posyandu-PADU. Selain itu, peningkatan peluang dan keterwakilan perempuan dalam posisi-posisi strategis juga mulai ditingkatkan.

Keterwakilan perempuan di parlemen Jawa Timur mengalami peningkatan persentase dari pemilihan umum periode sebelumnya. Selama 2 periode terakhir, terjadi peningkatan wakil perempuan sebagai anggota DPRD di Jawa Timur. Pada periode 2004-2009 keterwakilan perempuan di legislatif sebesar 9,17 persen persen meningkat menjadi sebesar 15,4 persen pada periode 2009-2014. Walaupun sudah terjadi peningkatan, namun angka tersebut masih jauh di bawah kuota untuk perempuan dalam partai politik yaitu minimal 30 persen, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 2002 tentang Parpol dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003.

Dalam bidang pendidikan tinggi, terdapat kecenderungan lulusan laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Pada tahun 2010, jumlah penduduk laki-laki yang lulus S1/S2/S3 sebesar 357 orang per 10.000 penduduk jauh lebih tinggi dari penduduk perempuan yang hanya sebanyak 321 orang per 10.000 penduduk. Meski demikian, disparitas ini terus mengalami penurunan seperti yang dapat dilihat pada perkembangan sex ratio yang menurun sebesar satu persen, yaitu dari 112 persen pada tahun 2009, menjadi 111 persen pada tahun 2010.

Gambar 7.1. Persentase anggota DPRD Jawa Timur menurut jenis kelamin periode 2004/2009 dan 2009/2014

90,8

9,2

84,6

15,4

0102030405060708090

100

Laki-Laki Perempuan

Jum

lah

Ang

gota

DPR

D (%

)

2004-2009 2009-2014

Sumber: DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota Se Jawa Timur. (INMAKRO 2010).

Gambar 7.2. Jumlah lulusan pendidikan tinggi menurut jenis kelamin per 10.000 penduduk di Jawa Timur

448357

399

321

0

100

200

300

400

2009 2010

Jum

lah

Lulu

san

(Ora

ng)

Laki-laki Perempuan

Sumber: BKD Provinsi dan Kabupaten/Kota Se-Jawa Timur. (INMAKRO 2010).

Page 123: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

107

Bab 7 Pengarusutamaan Gender

7.2 Perkembangan Pembangunan Gender

Pembangunan seringkali dianggap kurang berpihak kepada perempuan. Program-program pembangunan secara formal serta sumberdaya penting seringkali dikuasai oleh laki-laki. Oleh karena itu, sampai saat ini gender masih menjadi isu strategis dalam kehidupan masyarakat di berbagai negara termasuk di Indonesia. Fakta menunjukkan bahwa ketimpangan gender masih sering terjadi di semua aspek kehidupan terutama pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Kesenjangan di bidang pendidikan merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap bidang lain. Konsep kesetaraan gender pada prinsipnya memposisikan perempuan dan laki-laki setara dalam memperoleh kesempatan dan hak-haknya, dimana perempuan dan laki-laki menikmati status yang sama, berada dalam kondisi setara dalam mengakses sumberdaya, berpartisipasi dalam pembangunan, dan mendapat kesempatan yang sama pula untuk dapat merealisasikan potensinya secara optimal sebagai hak-hak asasinya.

Indeks Pembangunan Gender (IPG) merupakan salah satu alat ukur yang dianggap dapat merefl eksikan kesetaraan gender. IPG mengukur dimensi-dimensi dengan menggunakan indikator-indikator yang sama dengan IPM, tetapi menangkap ketidaksetaraan dalam pencapaian antara perempuan dan laki-laki yang diukur melalui tiga sektor strategis, yakni: (1) tingkat pendidikan, (2) kualitas kesehatan, dan (3) ekonomi. IPG dimaksudkan untuk melihat pencapaian perempuan dan laki-laki di ketiga bidang tersebut. Dengan demikian nilai IPG kabupaten/kota di Jawa Timur harus dibandingkan dengan nilai IPM-nya untuk mengetahui apakah pembangunan di kabupaten/kota di Jawa Timur sudah berbasis gender.

Perbandingan IPM dan IPG di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur menunjukkan tren yang relatif konstan, namun tahun 2010 perbandingan capaian IPG menyentuh angka paling tinggi yaitu 10 poin. Perbandingan capaian IPM dan IPG pada tahun 2005 – 2006 yang mencapai 9 poin, sempat menurun di tahun 2007 menjadi 8 poin. Namun angka ini meningkat lagi pada tahun 2008, mencapai 10 poin. Hal ini menunjukkan masih adanya kesenjangan dan inkonsistensi dalam pola penyusunan dan pelaksanaan program pembangunan yang terkait gender.

Gambar 7.4. Grafi k IPM dan IPG di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur

25

45

65

85

Sam

pang

Bond

owos

o

Prob

olin

ggo

Situ

bond

o

Pam

ekas

an

Bang

kala

n

Jem

ber

Sum

enep

Bojo

nego

ro

Pasu

ruan

Lum

ajan

g

Tuba

n

Bany

uwan

gi

Nga

wi

Lam

onga

n

Mad

iun

Pono

rogo

Mal

ang

Nga

njuk

Kedi

ri

Paci

tan

Mag

etan

Jom

bang

Tren

ggal

ek

Tulu

ngag

ung

Moj

oker

to

Kota

Pas

urua

n

Blita

r

Kota

Pro

bolin

ggo

Kota

Bat

u

Gre

sik

Kota

Ked

iri

Sido

arjo

Kota

Mad

iun

Kota

Moj

oker

to

Kota

Mal

ang

Kota

Sur

abay

a

Kota

Blit

ar

IPM IPG

Sumber: Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2010.

Gambar 7.3. Grafi k IPM dan IPG di Jawa Timur Tahun 2006-2008

54

56

58

60

62

64

66

68

70

72

2005 2006 2007 2008

IPGI PM

Sumber: Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2010.

Page 124: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

108Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 7 Pengarusutamaan Gender

7.3 Kemiskinan dan Tenaga Kerja Wanita (TKW)

Kemiskinan merupakan akar permasalahan yang memiliki dampak luas terhadap peningkatan kualitas hidup perempuan, karena ketertinggalan perempuan dari laki-laki berdampak pada ketidakadilan gender. Kebutuhan riil perempuan sering dipahami hanya sebatas kebutuhan rumah tangga/keluarga dan kesehatan. Hal ini menimbulkan persoalan baru bagi perempuan yaitu adanya beban ganda perempuan, dimana perempuan didorong untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan, namun peran tradisional sebagai istri dan ibu tetap dibebankan kepadanya, sehingga muncul sub ordinasi, marjinalisasi, diskriminasi, dan eksploitasi bahkan kekerasan terhadap perempuan. Sempitnya lapangan kerja, tingginya angka kemiskinan serta masih rendahnya kepedulian pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan, memicu banyaknya warga perempuan di provinsi ini pergi mengadu nasib ke luar negeri sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW).

Setidaknya terdapat empat alasan utama pemicu tingginya minat perempuan menjadi TKW: Assymetric Information; terwujud dalam bentuk adanya informasi yang tidak sepenuhnya mencerminkan realitas yang terjadi. Cerita-cerita sukses yang didengar dari keluarga, kerabat, dan teman yang telah lebih dulu menjadi TKW di luar negeri, sangat besar dampaknya pada pembentukan minat.

Tata nilai keluarga yang dijunjung tinggi oleh seluruh anggota keluarga; yang memberikan andil yang sangat besar bagi perempuan untuk menjadi TKW manakala telah terjadi degradasi nilai dalam keluarga tersebut.

Tata nilai masyarakat/sosial. Daerah-daerah kantong TKW di Jawa Timur pada umumnya merupakan daerah pertanian dan perbukitan yang tandus; dimana akses perempuan terhadap lapangan kerja dan ekonomi sangat sempit.

Kemudahan akses terhadap kebutuhan-kebutuhan pokok seperti sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan, diyakini mempunyai peran terbesar dalam bermigrasinya perempuan di daerah-daerah kantong TKW. Tidak adanya akses ke sektor-sektor tersebut merupakan konsekuensi yang harus ditanggung keluarga karena kungkungan kemiskinan. Itulah sebabnya, mereka rela mengadu nasib di negeri orang dengan menjadi TKW.

Gambar 7.6. Wilayah yang menjadi kantong tenaga kerja wanita di Jawa Timur tahun 2009-2010

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

TKI (

Ora

ng)

2009

Laki-laki Perempuan

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

TKI (

Ora

ng)

2010

Laki-laki Perempuan

Sumber: Diolah dari Dinas Tenaga, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi .Jawa Timur, 2009 - 2010.

Gambar 7.5. Alasan Perempuan Menjadi TKW

Ekspektasi Perubahan Kondisi

Sosial Ekonomi yang lebih baik

Aksessabilitas Kebutuhan

Pokok

Tata Nilai Masyarakat

Asymmetric Information

Tata Nilai Keluarga

Sumber: Ilustrasi Peneliti.

Page 125: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

109

Bab 7 Pengarusutamaan Gender

Selama dua tahun terakhir, daerah kantong TKW asal Jawa Timur sebagian besar berada di daerah selatan Jawa Timur. Hal ini tidak mengherankan karena daerah selatan Jawa Timur seperti Kabupaten Malang, Blitar, dan Banyuwangi merupakan daerah dengan tingkat kemiskinan yang relatif tinggi. Kabupaten Malang merupakan daerah pengirim TKW terbesar di Jawa Timur pada tahun 2009 dan 2010 diikuti oleh Kabupaten Blitar. Kondisi ini menunjukan upaya pengentasan kemiskinan di daerah tersebut dipastikan akan menurunkan minat penduduk, khususnya TKW, untuk bekerja ke luar negeri.

Gambar 7.7. Negara tujuan TKI laki-laki dan perempuan di Jawa Timur Tahun 2009-2010

0

3.000

6.000

9.000

12.000

15.000

TKI (

Ora

ng)

2010

Laki-laki Perempuan

0

3.000

6.000

9.000

12.000

15.000

TKI (

Ora

ng)

2009

Laki-laki Perempuan

Sumber: Dinas Tenaga, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, 2009 – 2010.

Hongkong dan Taiwan merupakan negara tujuan yang paling diminati oleh TKW Jawa Timur. Pada tahun 2009 tercatat TKW yang diberangkatkan ke Hongkong sebesar 14.010 orang, sedangkan Taiwan sebesar 11.526 orang. Pada tahun 2010, terjadi peningkatan jumlah TKW yang bekerja di Hongkong dan Taiwan masing-masing sebesar 14.653 orang dan 12.443 orang. Peningkatan ini juga terjadi di hampir semua negara tujuan, kecuali Malaysia yang mengalami penurunan. Penurunan jumlah pemberangkatan TKW ke Malaysia dikarenakan terdapat banyak kasus terutama yang menyangkut permasalahan HAM TKW Indonesia di Malaysia. Selain itu, pemilihan negara penempatan TKW banyak juga dipengaruhi oleh cerita sukses saudara atau tetangganya di negara tujuan tersebut (Kotak 7.2.).

Page 126: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

110Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 7 Pengarusutamaan Gender

Gambar 7.8. Penempatan TKI formal dan informal ke luar negeri.

0

4.000

8.000

12.000

16.000TK

I (O

rang

)

2009

Formal Laki-laki Formal Perempuan Informal Laki-laki Informal Perempuan

0

4.000

8.000

12.000

16.000

TKI (

Ora

ng)

2010

Formal Laki-laki Formal Perempuan Informal Laki-laki Informal Perempuan

Sumber: Dinas Tenaga, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, 2009 - 2010.

Penempatan TKW ke luar negeri lebih didominasi oleh sektor informal. Kondisi tersebut sebagian besar terjadi di Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sementara itu, TKW dengan pekerjaan formal didominasi oleh TKW yang bekerja di Malaysia dan Brunei Darussalam. Hal ini sesuai juga dengan hasil identifi kasi lapangan bahwa sebagian besar TKW lebih dilihat dari keterampilan atau skill-nya (Kotak 7.1).

Kotak 7.1. Perbedaan persyaratan menjadi TKW formal dan informal

Nadia, pengelola sebuah PJTKI di Kota Malang menuturkan: “Kalau informal kita kan lihat dari skill-nya, kalau formal kita lihat dari ijazahnya. Kan ada syarat-syarat yang resmi dari pemerintah seperti G2G, kalau yang informal kita bisa kontrol terus, sampai dengan masa kontrak habis. Kalau yang formal, kontrolnya kita lepas ke perusahaan, jadi kita kan hanya perantara seperti itu, jadi langsung kita serahkan ke pabrik, ke pelayaran, perhotelan dan itu riskan bagi PJTKI untuk memegang formal karena ini kebanyakan hanya sebagai batu loncatan saja istilahnya, setelah mereka sampai di sana kabur, dan kita kan nggak bisa kontrol itu, tapi kalau informal, bisa kontrol terus, karena semuanya lewat agency, majikan komplain atau apapun kita punya datanya, kalau formal itu, kita juga nggak tahu tempat tinggalnya dimana, kita hanya menyalurkan ke perusahaan tersebut.”

Jumlah TKW yang bekerja sebagai penata laksana rumah tangga terus menurun, sementara pekerja formal (worker) meningkat. Pada tahun 2009 persentase TKW sebagai penata laksana rumah tangga sebesar 46 persen menurun menjadi 37 persen pada tahun 2010. Sedangkan TKW sebagai care taker mengalami peningkatan persentase pada tahun 2010 sebesar 22 persen atau meningkat 2 persen. Berbeda dengan persentase worker yang semula 32 persen menjadi 40 persen di tahun 2010, hal ini menunjukkan TKW yang bekerja formal semakin banyak.

Page 127: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

111

Bab 7 Pengarusutamaan Gender

Gambar 7.9. TKW Jawa Timur berdasarkan jenis pekerjaannya 2009 – 2010.

46%

2%

20%

32%Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT)

Tenaga Kerja Mekanik

Caretaker

Pekerja formal

Tahun 2009

37 %

1 %21 %

40 % Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT)

Tenaga Kerja Mekanik

Caretaker

Pekerja formal

Tahun 2010

Sumber: Dinas Tenaga, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, 2009 – 2010).

Dari sisi jumlah remittance-nya, Hongkong dan Taiwan merupakan negara tujuan TKI dengan penyumbang remittance terbesar. Hal ini sejalan dengan fakta bahwa kedua wilayah tersebut merupakan tujuan terbesar penempatan TKI Jawa Timur yaitu Hongkong dan Taiwan. Jumlah remittance dari Hongkong pada tahun 2009 sebesar Rp 1.118 miliar meningkat menjadi sebesar Rp. 1.170 miliar pada tahun 2010. Besarnya remittance seharusnya berbanding lurus dengan kondisi TKI di negara tujuan.

Gambar 7.10. Jumlah remittance dari negara tujuan TKI Indonesia tahun 2009-2010

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

Trili

un R

upia

h

Sumber: Dinas Tenaga, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, 2009 - 2010.

Besarnya sumbangan devisa TKW luar negeri, nampaknya belum diimbangi oleh penurunan permasalahan/kasus TKW. Permasalahan TKW dimulai sejak mengurus keberangkatan, pada waktu berada di karantina, dan di tempat kerja mereka di luar negeri. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam kasus TKW, peran pemerintah kepada TKW sebagai penyumbang devisa masih sangat minim. Selain itu berbagai kasus yang melilit TKI/TKW banyak dan belum tertangani seperti penganiayaan, majikan bermasalah, pelecehan seksual, serta TKI hamil.

Page 128: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

112Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 7 Pengarusutamaan Gender

Gambar 7.11. Beragam permasalahan yang dihadapi TKI

Membawa anak 0%TKI Hamil 1%

Komunikasi Tidak Lancar 1%Majikan Meninggal 2%

Tidak Mampu Bekerja 2%Kecelakaan Kerja 2%

Pekerjaan Tidak sesuai PK 3%

Sakit Bawaan 5%

Dokumen Tidak Lengkap 6%

Pelecehan Seksual8%

Gaji tidak dibayar9%

Majikan bermasalah

11%Penganiayaan

13%

Sakit Akibat Kerja37%

Total TKI : 49.023 TKI (Data periode 1 Januari 2010-November 2010).Sumber: Kompas, 22 Juni 2011.

Kotak 7.2. Persepsi TKW terhadap peran pemerintah

Hasil penelitian lapangan mengemukakan berbagai fakta menarik mengenai persepsi TKW terhadap peran pemerintah dalam pembinaan TKW. Berdasarkan hasil eksplorasi di lapangan diketahui bahwa TKW yang bekerja di luar negeri kebanyakan memang mempunyai keterampilan yang rendah. Pemerintah menurut kaca mata TKW tidak pernah memberikan edukasi apapun terkait dengan keterampilan. Calon TKW oleh agen dibawa ke Jakarta untuk karantina. Selama karantina menunggu visa, mereka hanya diajari bagaimana menyelesaikan administrasi terkait dengan surat-surat dan tata cara bekerja di LN dalam waktu tiga hari. Begitu visa sudah didapat (rata-rata sekitar dua bulan) mereka langsung diterbangkan ke negara tujuan masing-masing. Marni yang bekerja di kilang Sony menyatakan sebagai berikut:

“Ada PAP satu hari, semacam training untuk pembuatan kartu tenaga kerja, sedikit training tentang kerja di Malaysia itu seperti ini”.

Pendapat di atas mengindikasikan bahwa peran pemerintah dalam memberikan edukasi baik melalui peningkatan keterampilan maupun tentang sistem dan prosedur selama ini tidak pernah ada. Hal yang sama juga bagi perusahan jasa tenaga kerja (PJTKI) yang akan memberangkatkan calon TKW ke LN. Seluruh TKW menyatakan hal ini ketika dilakukan interview. Yuni yang bekerja di kilang Hitachi di Malaysia tentang peran pemerintah dalam proses pemberangkatan mereka ke negara tujuan sebagai berikut :

“Tidak ada sama sekali. Semua keberangkatan diurus oleh agen”.

Pernyataan di atas diperkuat oleh Wiarsih, pekerja di kilang Canon di Malaysia berikut ini :

“Tidak ada, adanya malah kita dipancing, di sana lebih enak, lebih banyak gajinya, di situlah penasarannya”.

Secara keseluruhan, isu-isu yang terjadi pada TKW sangat bervariasi. Bagi TKW non PRT, isu utama yang muncul adalah ketidaksesuaian tempat kerja, perbedaan sistem penggajian yang diberikan oleh perusahaan yang berdampak pada gaji yang diterima lebih rendah dari TKW non PRT dari negara lain. Sedangkan isu-isu yang sering terjadi pada TKW PRT adalah eksploitasi, gaji yang ditahan bahkan tidak diberikan, pelecehan seksual, pemerkosaan, penyiksaan/penganiayaan, hingga pembunuhan oleh majikannya. Beberapa kasus yang terjadi pada TKW PRT memberi gambaran bahwa di balik gemilangnya kehidupan TKW yang berhasil, ada segores peristiwa pahit yang terjadi pada TKW di negara penempatan. Namun demikian, peran pemerintah melalui dana perlindungan nampaknya belum dioptimalkan untuk melindungi TKW yang bekerja di luar negeri.

Page 129: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

113

Bab 7 Pengarusutamaan Gender

Kotak 7.3. Belum Optimalnya Pemanfaatan Dana Perlindungan yang Dibayar TKW

Analisis kebijakan Migran Care, organisasi non-pemerintah yang aktif membela hak buruh migran, Wahyu Susilo, mengungkapkan bahwa: “Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi memperoleh penerimaan negara bukan pajak rata-rata Rp 750 miliar per tahun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 500 miliar berasal dari dana perlindungan TKI ........., pemerintah semestinya memanfaatkan dana tersebut untuk lebih melindungi TKI di negara penempatan.”

Meski banyak TKI yang mengalami masalah di negara penempatan, namun lebih banyak lagi yang justru memetik untung dari keputusan mereka bekerja di negeri orang; yaitu keluar dari lingkar kemiskinan di negara sendiri. Terkait hal ini, program pengentasan kemiskinan harus lebih gencar lagi dijalankan pemerintah dengan menggunakan strategi pengarusutamaan gender. Berdasarkan, target penurunan kemiskinan minimal 50 persen pada tahun 2015, dan juga harapan agar pengentasan kemiskinan dapat menuai hasil dengan baik, maka perlu memperhatikan elemen-elemen yang ada dalam masyarakat khususnya peran perempuan.

Anggaran responsif gender merupakan salah satu strategi mengentaskan kemiskinan dalam perspektif gender; dengan cara mengintegrasikan isu gender ke dalam proses perencanaan dan penganggaran, dan menerjemahkan komitmen pemerintah sehingga anggaran memberikan dampak dan manfaat yang setara antara perempuan dan laki-laki. Kriteria umum anggaran responsif gender yang disusun berdasarkan target-target dalam MDGs serta konvensi pengurangan kekerasan terhadap perempuan (CEDAW) terdiri dari : Memprioritaskan pembangunan manusia, dengan menyediakan alokasi yang memadai pada sektor

pendidikan dan kesehatan dibandingkan dengan sektor lainnya. Alokasi yang memadai digunakan untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah, baik laki-laki maupun perempuan terutama untuk jenjang pendidikan SMP ke atas serta untuk mengatasi tingginya Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Ibu Melahirkan, gizi buruk, dan penyakit menular (Malaria, HIV, TBC, dan lain-lain).

Memprioritaskan upaya-upaya untuk mengurangi kesenjangan gender antara laki-laki dengan perempuan, dengan meningkatkan alokasi anggaran agar tingkat partisipasi siswa perempuan di setiap jenjang pendidikan, partisipasi politik perempuan, kapasitas pegawai perempuan di pemerintahan, serta partisipasi angkatan kerja perempuan juga meningkat.

Memprioritaskan upaya penyediaan pelayanan publik yang berkualitas bagi masyarakat, yang ditandai dengan adanya alokasi yang memadai untuk Puskesmas, Posyandu, rumah sakit, penyediaan air bersih.Memprioritaskan upaya-upaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat yang ditandai dengan adanya alokasi yang memadai untuk bantuan modal keluarga miskin, dengan memberikan perhatian khusus kepada perempuan kepala keluarga.

Berbagai langkah dan strategi pengarusutamaan gender telah diformalkan oleh pemerintah melalui berbagai aturan. Peraturan tersebut tertuang dalam UU No 7 tahun 1984 tentang CEDAW, UU No 39 tahun 1999 tentang HAM, PP No 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Rencana Pembangunan Daerah, Inpres No 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, dan Permendagri No 15 tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah sudah memiliki komitmen yang kuat untuk melaksanakan strategi pengarusutamaan gender. Namun, dalam pelaksanaannya masih diperlukan petunjuk langkah-langkah yang konkret yang bisa diikuti seluruh komponen pemerintah dan masyarakat, sehingga dampak keberhasilan program cepat dirasakan oleh masyarakat.

Page 130: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

114Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 7 Pengarusutamaan Gender

Kesimpulan dan Rekomendasi

Komitmen yang kuat dan aplikatif dari berbagai unsur pemerintahan dan masyarakat diperlukan dalam upaya peningkatan kualitas perempuan dalam perspektif pengarusutamaan gender. Pengarusutamaan gender merupakan salah satu kebijakan utama dalam pembangunan di Jawa Timur, terlihat pada berbagai kebijakan dan strategi seperti yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009 – 2014 bahwa pembangunan daerah harus pro gender. Selain itu, pengarusutamaan gender menjadi agenda utama yang harus dituntaskan dalam program Gubernur Jawa Timur periode 2009-2014 melalui peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan, serta terjaminnya kesetaraan gender. Hal ini menunjukan komitmen yang tinggi dari pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam upaya pengarusutamaan gender. Namun demikian, komitmen tersebut harus terimplementasi melalui program kesetaraan gender yang konsisten dan dapat langsung dirasakan oleh kaum perempuan dan menjadi gerakan bersama masyarakat serta seluruh SKPD di berbagai tingkatan pemerintahan.

Diperlukan upaya pengarusutamaan gender sebagai suatu gerakan di masyarakat untuk mencapai kesetaraan gender. Terdapat gap yang relatif besar antara pencapaian Indeks Pembangunan Manusia dengan Indeks Pembangunan Gender. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kualitas hidup sebagian kaum perempuan masih berada di bawah standar pembangunan. Berbagai kebijakan harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan khususnya melalui pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, serta penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan perempuan.

Pengarusutamaan gender melalui pemberdayaan perempuan akan menjadi hal yang sangat penting dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan. Banyaknya TKW dari daerah kantong kemiskinan menunjukan bahwa bekerja di luar negeri masih menjadi harapan bagi sebagian penduduk untuk keluar dari kemiskinan. Kebijakan pengurangan kemiskinan dan pengarusutamaan gender seharusnya dilakukan secara simultan, karena saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu, berbagai program pengentasan kemiskinan seharusnya dilihat dari perspektif gender.

Anggaran responsif gender perlu ditingkatkan dan dioptimalkan untuk mengentaskan kemiskinan khususnya dalam perspektif gender. Salah satu isu strategis pembangunan gender di Jawa Timur adalah masih banyaknya permasalahan TKW di luar negeri yang notabene adalah kaum perempuan miskin. Oleh karena itu diperlukan suatu kebijakan pemerintah daerah di Jawa Timur. seperti anggaran responsif gender yang diarahkan pada pembinaan calon maupun TKW baik sebelum berangkat, training, maupun setelah kembali dari bekerja di luar negeri. Selain itu perluasan lapangan kerja di daerah dengan suasana kondusif dalam perspektif gender harus juga menjadi agenda utama dalam meningkatkan kualitas perempuan.

• Dalam upaya mengoptimalkan pelaksanaan anggaran responsif gender, pemerintah daerah Jawa Timur masih perlu lebih tegas menerapkan pengisian Gender Budget Statement (GBS)17 pada semua program di SKPD, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. GBS, sesuai dengan Permendagri No. 67/2011, adalah dokumen yang menginformasikan suatu output kegiatan telah responsif gender terhadap isu gender yang ada, dan/atau suatu biaya telah dialokasikan pada output kegiatan untuk menangani permasalahan kesenjangan gender. Hasil analisis gender dalam GBS ini, nantinya dijadikan dasar SKPD-SKPD untuk menyusun kerangka acuan kegiatan dan merupakan bagian dari dokumen RKA/DPA SKPD. Kepala daerah menunjuk SKPD yang membidangi tugas pemberdayaan perempuan sebagai koordinator penyelenggaraan pengarusutamaan gender, yang bertugas mengoptimalkan kinerja POKJA PUG, Focal Point PUG dan tim teknis di tingkat provinsi dan kabupaten kota, sesuai dengan Permendagri No. 67/2011, sehingga target pelaksanaan anggaran resposif gender di provinsi ini bisa segera tercapai.

17 Contoh formulir Gender Budget Statement (GBS) dapat dilihat dilampiran.

Page 131: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

115

Bab 7 Pengarusutamaan Gender

Lampiran: Format GBS dan Cara Penyusunannya

GENDER BUDGET STATEMENT

(Pernyataan Anggaran Gender)

Nama K/L : (Nama Kementerian Negara/Lembaga) Unit Organisasi : (Nama Unit Eselon I sebagai KPA) Unit Eselon II/Satker : (Nama Unit Eselon II di Kantor Pusat yang bukan sebagai Satker/Nama Satker baik di Pusat atau Daerah)

Program Nama Program hasil restrukturisasi

Kegiatan Nama Kegiatan hasil restrukturisasi

Indikator Kinerja Kegiatan Nama Indikator Kinerja Kegiatan hasil restrukturisasi atau diciptakan indikator kinerja kegiatan yang mengandung isu gender

Output Kegiatan Jenis,volume, dan satuan dari suatu output kegiatan hasil Restrukturisasi

Analisa Situasi Uraian ringkas yang menggambarkan persoalan yang akan ditangani/dilaksanakan oleh kegiatan yang menghasilkan output. Uraian tersebut meliputi: data pembuka wawasan, faktor kesenjangan, dan penyebab permasalahan kesenjangan gender. Dalam hal data pembuka wawasan (berupa data terpilah) untuk kelompok sasaran baik laki-laki maupun perempuan tidak tersedia (data kuantatif ) maka, dapat menggunakan data kualitatif berupa �rumusan� hasil dari focus group discussion (FGD). Output/suboutput kegiatan yang akan dihasilkan mempunyai pengaruh kepada kelompok sasaran tertentu

Isu gender pada suboutput 1 / komponen 1

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………… Isu gender pada suboutput 2 / komponen 2

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

Page 132: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

116Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Bab 7 Pengarusutamaan Gender

Rencana Aksi (Dipilih hanya suboutput/komponen yang secara langsung mengubah kondisi kearah kesetaraan gender. Tidak semua suboutput/Komponen dicantumkan)

Suboutput 1

Bagian dari suatu Output. Suboutput ini harus relevan dengan Output Kegiatan yang dihasilkan. Dan diharapkan dapat menangani/mengurangi permasalahan kesenjangan gender yang telah diidentifi kasi dalam analisa situasi

Tujuan Sub Output 1

Uraian mengenai tujuan adanya suboutput setelah dilaksanakan analisis gender. Jika penyusun GBS menggunakan analisis Gender Analisis Pathway (GAP) maka, dapat menggunakan hasil jawaban kolom 6 (enam) pada Format GAP.

Komponen 1 Uraian mengenai tahapan pelaksanaan suboutput

Komponen 2 Uraian mengenai tahapan pelaksanaan suboutput

Komponen 3 Uraian mengenai tahapan pelaksanaan suboutput

Anggaran Suboutput 1

Rp…

Suboutput 2

…………………………………………………………………..

Tujuan Sub- Output 2

…………………………………………………………………………………

Komponen 1 …………………………………………………………………………………

Komponen 2 …………………………………………………………………………………

Komponen 3 …………………………………………………………………………………

Anggaran Suboutput 2

Rp……………………

Alokasi Anggaran Output kegiatan

(Jumlah anggaran (Rp) yang dialokasikan untuk mencapai Output kegiatan)

Dampak/hasil Output Kegiatan

Dampak/hasil secara luas dari Output Kegiatan yang dihasilkan dan dikaitkan dengan isu gender serta perbaikan ke arah kesetaraan gender yang telah diidentifi kasi pada analisisi situasi.

Sumber: Panduan Pelatihan Pengarusutamaan Gender, Kementerian Keuangan (September 2010)

Page 133: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

117

Daftar Pustaka

Badan Pemeriksa Keuangan. 2010. “Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2011”. BPK. Jakarta

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. jatim.bps.go.id

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2006. “Jawa Timur Dalam Angka 2006”. BPS. Surabaya

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2007. “Jawa Timur Dalam Angka 2007”. BPS. Surabaya

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2008. “Jawa Timur Dalam Angka 2008”. BPS. Surabaya

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2009. “Jawa Timur Dalam Angka 2009”. BPS. Surabaya

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2010. “Jawa Timur Dalam Angka 2010”. BPS. Surabaya

Badan Pusat Statistik. 2011. “Perkembangan Beberapa Indikator Sosial-Ekonomi Indonesia” diakses melalui http://www.bps.go.id/booklet/Boklet%20November_2011.pdf. BPS. Jakarta

Badan Pusat Statistik (BPS). Sensus Potensi Ekonomi Desa (PODES), berbagai tahun

Badan Pusat Statistik (BPS). Survey Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), berbagai tahun

Badan Pusat Statistik (BPS). Survey Ekonomi dan Sosial Nasional (SUSENAS), berbagai tahun

Decentralization Support Facility. 2008. “Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM).” Decentralization Support Facility, The World Bank. Jakarta

Suara Surabaya (2010). “Tahun Ini DAU Surabaya Turun”, 14 Agustus 2010, diakses melalui http://kelanakota.suarasurabaya.net/?id=06beeec285d6dfbb145ed8414ac61408201080861 pada 13 Oktober 2011. Surabaya

Website Arsip Jawa Timur.

Website Pemerintah Provinsi Jawa Timur. www.jatimprov.go.id

Wikipedia. www.wikipedia.org

World Bank. 2005. “Indonesia: Local Government Financial Management. A Measurement Framework.” The World Bank. Jakarta

World Bank in cooperation with Ministry of Home Aff airs. 2005. Conference Procedings Part 1. “Strengthening Public Services in Decentralizing Indonesia: Approaches for Measuring Performance of Local Governments.” Bali, August 28-29, 2005.

World Bank. 2009 “Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah – Edisi Lokakarya”. The World Bank. Jakarta

World Bank. 2010. “Indonesia Agriculture Public Expenditure Review 2010”. The World Bank. Jakarta (unpublished)

World Bank. 2011. Indonesia Sub-National Public Expenditure Review, Policy Note 6: Financing Infrastructure Projects. The World Bank. Jakarta (unpublished)

World Bank. 2011. “Diagnosa Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur”. The World Bank. Jakarta

Page 134: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk
Page 135: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

Lampiran

Page 136: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

120Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Lampiran

Lampiran A. Apakah yang dimaksud dengan Analisis Keuangan Publik Pemerintah Jawa Timur?

Melihat pengalaman dari pelaksanaan Public Expenditure Analysis and Capacity Harmonization (PEACH) di berbagai daerah di Indonesia, Pemerintah Jawa Timur berinisiatif untuk melakukan program serupa.

Pengalaman PEACH di provinsi lain menunjukkan bahwa analisis partisipatif atas belanja pemerintah merupakan titik awal yang baik untuk memperbaiki kualitas pengelolaan belanja pemerintah agar dapat melaksanakan fungsi dan tanggung jawab yang baru diperoleh pemerintah daerah di Indonesia yang mulai terdesentralisasi.

Sebagai tanggapan, Bank Dunia bekerja sama dengan tim peneliti yang diorganisir oleh Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan (PKDSP) Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya melakukan analisis menyeluruh atas pengelolaan belanja pemerintah, yang dihubungkan dengan suatu program kegiatan untuk memperkuat kapasitas pemerintah-pemerintah daerah. Tujuan yang diharapkan dari PEACH Jawa Timur adalah perbaikan alokasi sumber daya anggaran yang mengarah pada penyediaan barang umum yang lebih baik di tingkat daerah yang disesuaikan dengan preferensi dan pertimbangan di tingkat daerah. Hal tersebut dapat dicapai dengan keterlibatan para pengambil keputusan di tingkat daerah serta para pemangku kepentingan lainnya dalam pengidentifi kasian prioritas belanja pemerintah dan pengelolaan keuangan. Tujuan utama dari komponen PEA adalah:

i. memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang pengelolaan belanja pemerintah di suatu provinsi khususnya sehubungan dengan proses perencanaan dan penganggaran parsitipatif dan penyediaan layanan dasar.

ii. memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang reformasi kepegawaian negeri sipil yang saat ini sedang dijalankan, khususnya sehubungan dengan pelaksanaan tunjangan kesejahteraan daerah;

iii. mengembangkan strategi-strategi untuk memperbaiki pengelolaan keuangan Jawa Timur untuk mencapai layanan umum dan penanaman modal umum yang lebih baik untuk merangsang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

iv. membentuk sistem yang lebih baik untuk menganalisis dan mengawasi anggaran daerah. Sistem tersebut dapat berupa:• membentuk jaringan rekan imbangan dari universitas-universitas lokal di Jawa Timur dan instansi

pemerintah daerah yang akan memimpin pelaksanaan PEACH Jawa Timur dan dengan demikian akan membangun kapasitas untuk dapat melaksanakan analisis belanja pemerintah secara mandiri di masa mendatang;

• memberikan bantuan teknis/peningkatan kapasitas pada jaringan ini untuk melakukan analisis serupa di masa mendatang.

Page 137: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

121

Lampiran

Lampiran B. Catatan Metodologi

B.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Seluruh analisis anggaran dan belanja di dalam laporan Analisis Keuangan Publik (Public Expenditure Analysis atau PEA) Jawa Timur 2011 dibuat mengacu pada Tabel Konsolidasi Anggaran yang disebut Budget Master Table (BMT). BMT disusun oleh tim peneliti dari UNIBRAW dan JPIP.

Sumber data yang digunakan oleh BMT adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang merupakan anggaran tahunan yang dialokasikan dan/atau dibelanjakan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Anggaran tersebut terdiri dari dua kategori: rencana atau alokasi, yang disebut dengan APBD murni atau pokok; dan APBD realisasi (pengeluaran yang sebenarnya atau laporan pertanggungjawaban dari kepala daerah). Seluruh sumber data tersebut di kumpulkan dan dimasukkan ke dalam BMT oleh tim peneliti.

Selain itu, seluruh analisis anggaran dalam laporan ini adalah berdasarkan BMT yang telah disesuaikan menjadi angka riil dengan tahun 2009 sebagai tahun dasar (2009=100). Hal ini dilakukan untuk meminimalkan dampak pergerakan harga terhadap anggaran. Treatment ini memungkinkan adanya perbedaan antara angka BMT yang digunakan dalam analisis dengan data anggaran yang dimiliki oleh pemerintah daerah.Rentang data yang digunakan dalam analisis ini adalah dari tahun 2006 hingga 2010 dan diperoleh dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur. Data yang berasal dari Kementerian Keuangan digunakan sebagai data perbandingan skala nasional.

B.2 Kerangka kerja Pengelolaan Keuangan Publik (PFM): Bidang Strategis, Hasil, dan Indikator

Analisis yang digunakan di Bab 5 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagian besar berdasarkan sebuah survei kapasitas pengelolaan keuangan daerah (survei PFM), kecuali kalau disebutkan secara khusus.

Bank Dunia bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri telah mengembangkan sebuah metodologi untuk menilai kapasitas pengelolaan keuangan dari pemerintah daerah. Kerangka kerja ini adalah suatu acuan sederhana untuk menilai berbagai elemen yang terkait/relevan dengan proses pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Kerangka kerja ini terdiri dari seperangkat bidang strategis dari siklus Pengelolaan Keuangan Daerah. Kerangka kerja tersebut terbagi dalam sembilan bidang yang menjadi kunci pengelolaan keuangan pemerintah oleh pemerintah kabupaten/kota:

(1) Kerangka Peraturan Perundangan Daerah, (2) Perencanaan dan Penganggaran, (3) Pengelolaan Kas, (4) Pengadaan, (5) Akuntansi dan Pelaporan, (6) Pengawasan Internal, (7) Hutang dan Investasi Publik, (8) Pengelolaan Aset, dan (9) Audit dan Pengawasan Eksternal.

Setiap bidang strategis dibagi menjadi antara 1 sampai 5 hasil, dan daftar indikator dicantumkan untuk setiap hasil. Hasil mewakili pencapaian yang dikehendaki dalam setiap bidang strategis, dan indikator digunakan untuk menilai bagaimana kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam bidang tersebut. Perlu dicatat bahwa praktik-praktik internasional yang terbaik belum diterapkan untuk menetapkan dasar-dasar bagi hasil-hasil tersebut karena pada praktiknya, jarak antara hasil-hasil tersebut dan kenyataan yang ada saat ini terlalu besar untuk dapat membuahkan hasil yang nyata.

Page 138: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

122Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Lampiran

Para responden diminta untuk menjawab “ya” atau “tidak” untuk setiap pernyataan yang diwakili oleh masing-masing indikator.Jawaban setuju ditambahkan untuk setiap hasil, dan skor dihitung berdasarkan persentase jawaban “ya”.

Beberapa bidang strategis memiliki indikator lebih banyak daripada bidang-bidang lainnya, sehingga bidang-bidang tersebut memiliki bobot lebih dalam hasil keseluruhan. Misalnya, perencanaan dan penganggaran mencakup 49 indikator, tetapi hutang dan investasi publik meliputi hanya 8 indikator. Indikator strategis lainnya yang berbobot lebih termasuk pengadaan (41 indikator) dan pengelolaan kas (31 indikator).

Lokasi survei kerangka kerja PFM diterapkan di Jawa Timur, dan meliputi pemerintah provinsi dan 3 kabupaten/kota terpilih yaitu Kabupaten Tulungagung, Kota Surabaya dan Kota Batu. Universitas Hassanudin dilibatkan dalam penelitian untuk survei tersebut diwakili oleh Bapak Syahrir Colle. Pada akhir tahun 2011, survei PFM telah diadakan di sekitar 75 kabupaten/kota di seluruh indonesia.

Metodologi

Hasil diperoleh melalui wawancara dan FGD (diskusi kelompok terfokus) dengan perwakilan pemerintah daerah dari departemen terkait. Diskusi-diskusi ini melibatkan bappeda, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD); DPRD, Dinas Pendapatan Daerah; kantor bendahara daerah; Dinas Pekerjaan Umum; dan badan pengawas pemerintah daerah. Untuk menjamin akurasi data, maka setiap jawaban “ya” harus didukung dengan dokumen terkait dan/atau diperiksa silang dengan responden tambahan.

Interpretasi hasil

Skor diberikan untuk setiap bidang strategis dan lokasi survei, dan skor menyeluruh diberikan untuk setiap lokasi survei. Akan tetapi, interpretasi hasil berisiko menimbulkan subyektivitas, karena hasilnya sangat bergantung pada interpretasi pihak yang mengadakan survei. Ini adalah kelemahan yang dimiliki oleh kerangka kerja ini. Saat ini, Bank Dunia dan Kementerian Dalam Negeri bekerja sama untuk memperbaiki survei tersebut, khususnya dalam upaya memperkecil risiko subyektivitas.

Survei PFM dan Audit BPK

Kerangka kerja survei PFM adalah sebuah komplemen dari Audit BPK. Kerangka kerja ini tidak didesain untuk menggantikan audit yang dilakukan setiap tahun oleh BPK karena perbedaan tujuan dari kedua metode ini. Selain itu, kerangka kerja ini adalah sebuah metode penilaian sederhana yang bertujuan untuk melihat aspek-aspek yang masih membutuhkan perbaikan dan peningkatan kapasitas.

Page 139: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

123

Lampiran

Nilai Survei PFM Jawa Timur: Pemerintah Provinsi, Kota Surabaya, Kota Batu, Tulungagung

Tabel indikator dan hasil survei pengelolaan keuangan daerah di pemerintah provinsi dan 3 daerah (kota dan kabupaten) di Jawa Timur

No Nama Bidang Nama Indikator

Pemerintah Daerah

Pro

vin

si J

aw

a T

imu

r

Ko

ta S

ura

ba

ya

Ko

ta B

atu

Tu

lun

ga

gu

ng

1Kerangka Peraturan Perundangan Daerah

Diterapkannya struktur organisasi pengelola keuangan yang terpadu (berbentuk Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah -DPPKAD)

1 0,75 0 1

 Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) TA 2012 telah dibuat dalam suatu Nota Kesepakatan

0 0 0 0

  Masyarakat memiliki akses terhadap sidang-sidang DPRD mengenai APBD 1 0 0 0

 Peraturan Daerah mengenai SOTK (Struktur Organisasi dan Tata Kerja) Pemda sebagai tindak lanjut dari PP 41/ 2007 dan PP 38/2007 telah disahkan

1 1 1 1

  Peraturan Daerah tentang SPM 0 0 0 0

 Peraturan kepala daerah mengenai sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah telah ditetapkan

1 1 0 1

  Peraturan kepala daerah tentang Analisis Standar Belanja telah ditetapkan 0 0 0 0

  Peraturan kepala daerah tentang kebijakan akuntansi pemerintah daerah telah ditetapkan 1 1 1 1

  Peraturan Kepala Daerah tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) TA 2012 telah disahkan 0 0 0 0

  Peraturan kepala daerah tentang Standar Biaya telah ditetapkan 1 0 1 0

 Peraturan perundangan daerah mengenai APBD TA 2011 ditetapkan tepat waktu (sesuai dengan kalender anggaran)

1 0 0 1

  Peraturan perundangan daerah mengenai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) 1 1 0 1

  Peraturan perundangan daerah mengenai partisipasi telah disahkan 0 0 0 0

  Peraturan perundangan daerah mengenai penanaman modal daerah telah disahkan 1 1 0 1

  Peraturan perundangan daerah mengenai pengelolaan barang daerah telah disahkan 1 0 1 1

  Peraturan perundangan daerah mengenai pengelolaan keuangan daerah disosialisasikan( 1 1 1 1

  Peraturan perundangan daerah mengenai pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah telah disahkan 1 1 1 1

Page 140: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

124Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Lampiran

No Nama Bidang Nama Indikator

Pemerintah Daerah

Pro

vin

si J

aw

a T

imu

r

Ko

ta S

ura

ba

ya

Ko

ta B

atu

Tu

lun

ga

gu

ng

  Peraturan perundangan daerah mengenai RPJMD telah disahkan 1 0 1 1

  Peraturan perundangan daerah mengenai transparansi telah disahkan 0 0 0 0

 

Peraturan perundang-undangan daerah tentang Standar Harga telah ditetapkan sebelum atau bersamaan dengan RKA—Rencana Kerja dan Anggaran TA 2011

1 1 1 1

  Renja disahkan setelah tanggal RKPD 1 1 0 1

    Rata-rata bidang 1 71,4% 46,4% 38,1% 61,9%

2 Perencanaan dan Penganggaran

Dalam anggaran satuan kerja (RKA-SKPD 2.2) TA-2011 terdapat indikator-indikator hasil yang terukur dan merujuk pada KUA/PPA

1 1 1 1

  Dokumen perencanaan dan penganggaran mudah diakses oleh masyarakat 0,8 0,05 0,2 0

 Kebijakan Umum APBD (KUA) dan PPAS (Prioritas dan Plapon Anggaran) TA 2011 mencakup indikatoryang dapat diukur

1 1 1 1

 KUA dan Prioritas dan plafon anggaran (PPA) TA 2011 disusun sebelum proses RKA (Rencana Kegiatan dan Anggaran) di SKPD dimulai TA 2011

1 1 1 1

  Masyarakat dilibatkan dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan yang dilaksanakan di SKPD 0 0,9 0 0

  Perbedaan antara APBD induk dan ABPD-P TA 2010 untuk kelompok belanja langsung kurang dari 10%. 0 1 1 0

  Perbedaan antara total anggaran belanja dengan realisasi APBD tahun lalu kurang dari 10% 0 0 0 1

 Perubahan anggaran tahun berjalan dilakukan berdasarkan alasan yang jelas sesuai dengan peraturan yang didukung oleh LRA semester I

1 1 1 1

  Program dan kegiatan dalam RPJMD merupakan dokumen yang dapat diukur secara kuantitatif 0,6 1 0,6 0

  Proses perencanaan anggaran mencakup komponen partisipatif 0 0,75 0,75 0

  Rata-rata defi sit realisasi anggaran selama 3 tahun terakhir antara 0 sampai 3% dari PDRB 0 1 0 0

 Renstra dan Renja SKPD memuat Pagu indikatif (proyeksi biaya) dan mempertimbangankan keterbatasan sumber daya.

1 1 1 1

  Telah disusun Analisis Standar Biaya (PPP05) untuk APBD TA tahun 2011 0 0 0 0

  Terdapat proses evaluasi atas RKA-SKPD dalam hal kesesuaian dengan KUA dan PPAS 1 1 1 1

Page 141: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

125

Lampiran

No Nama Bidang Nama Indikator

Pemerintah Daerah

Pro

vin

si J

aw

a T

imu

r

Ko

ta S

ura

ba

ya

Ko

ta B

atu

Tu

lun

ga

gu

ng

    Rata-rata bidang 2 52,9% 76,4% 61,1% 50,0%

3 Pengelolaan Kas Ada peningkatan realisasi penerimaan pajak dan retribusi daerah selama 3 tahun terakhir secara riil 1 1 1 1

 Anggaran kas dibuat berdasarkan rancangan DPA dan rencana waktu pelaksanaan Kegiatan (Dokumen Pelaksanaan Anggaran)

1 1 1 1

  Dasar penetapan pajak pendapatan daerah (SKP Daerah/SKR Daerah) diverifi kasi setiap tahun 1 1 1 1

  Ditetapkan prosedur membuka rekening bank 1 1 0 1

  Laporan Realisasi Anggaran Kas dibuat setiap bulan 1 0 1 0

 Pejabat Penatusahaan Keuangan (PPK) SKPD mengisi register pengesahan Surat Pertanggungjawan (SPJ )dan SPM

1 1 1 1

  Pelatihan manajemen pendapatan daerah telah diberikan kepada staf pengelola keuangan daerah 1 1 1 1

 Pelatihan teknis fungsional kebendaharaan diikuti oleh staf bendaharawan diadakan dalam 1 (satu) tahun terakhir

1 1 1 1

  Pemda telah menganalisis potensi PAD untuk perhitungan target pendapatan 1 1 1 1

  Rekonsiliasi atas rekening koran bank dengan Buku Bank dilakukan setiap bulan 1 1 1 1

  Rekonsiliasi harian dilakukan oleh BUD terhadap rekening bank yang terkait dengan pendapatan daerah 0 1 1 1

  Sanksi tegas telah dikenakan kepada para Wajib Pajak/Restribusi yang melanggar ketentuan 1 1 1 0

  Seluruh pendapatan asli daerah disetor ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja 1 1 1 1

  Seluruh pendapatan asli daerah disetorkan ke dalam rekening kas umum daerah 1 1 1 1

  Semua tempat menyempan uang SKPD merupakan rekening atas nama pemerintah daerah 1 1 1 1

  Sistem penatapan dan penagihan terintegrasi 1 1 1 1

  SPJ Fungsional Bendahara mencakup BKU, Bukti-bukti dan rekap perincaian objek 1 1 0 1

  Surat Penyediaan Dana (SPD) dibuat berdasarkan Anggaran Kas 0,5 1 1 1

  Surat Perintah Membayar (SPM) diterbitkan paling lama 2 (dua) hari setelah diterimanya SPP 1 1 1 1

 Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) diterbitkan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya pengajuan SPM

1 1 1 1

Page 142: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

126Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Lampiran

No Nama Bidang Nama Indikator

Pemerintah Daerah

Pro

vin

si J

aw

a T

imu

r

Ko

ta S

ura

ba

ya

Ko

ta B

atu

Tu

lun

ga

gu

ng

  Surplus kas yang ada ditempatkan dalam investasi jangka pendek dan dicairkan jika diperlukan 1 1 0 1

  Terdapat Buku Rekapitulasi Penerimaan Harian 1 1 1 1

 Terdapat ketentuan tentang mekanisme tentang pelaksanaan anggaran belanja bantuan sosial dan hibah

1 1 1 1

  Terdapat Perkada tentang prosedur/mekanisme pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBD 1 1 1 1

 Terdapat rincian informasi atau data pendukung penetapan dan penagihan pajak untuk setiap pembayar pajak tersedia

1 1 1 0

  Terdapat verifi kasi SPJ fungsional oleh BUD/DPKD 1 1 1 1

  Tersedia Unit Layanan menanggapi pertanyaan para pembayar pajak 1 1 1 0

 Tidak ada rancangan peraturan mengenai pajak dan retribusi daerah yang ditolak oleh pemerintah (depdagri atau Depkeu)

1 0 0 0

    Rata-rata bidang 3 94,6% 92,9% 85,7% 82,1%

4 Pengadaan Barang dan Jasa

Ada catatan dan tindak lanjut atas sanggahan dari peserta tender 1 1 1 1

  Calon pemenang tender diumumkan di papan pengumuman resmi dan atau internet 1 1 1 1

  Harga perkiraan sendiri (HPS) disusun dengan harga yang wajar untuk setiap pengadaan barang dan jasa 1 1 1 1

 Hasil audit BPK terhadap LKPD terakhir tidak memuat temuan yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa

0 1 1 0

  Kontrak mengatur dengan jelas uang jaminan pelaksanaan, sanksi dan proses pelaksanaan 1 1 1 1

  Pejabat pengadaan (PPK dan Unit Layanan Pengadaan) memiliki sertifi kat pengadaan barang/jasa 1 1 1 1

 Pejabat pengadaan dan panitia pengadaan dan penyedia barang/ jasa menandatangani pakta integritas.

1 1 1 1

  Penawaran tender diumumkan di koran atau website pengadaan nasional 1 1 1 1

 Penerima hasil pekerjaan dan penyedia barang/jasa menandatangani berita acara serah terima akhir barang/jasa

1 1 1 1

Page 143: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

127

Lampiran

No Nama Bidang Nama Indikator

Pemerintah Daerah

Pro

vin

si J

aw

a T

imu

r

Ko

ta S

ura

ba

ya

Ko

ta B

atu

Tu

lun

ga

gu

ng

 Penjelasan lelang dilakukan dengan terbuka dan dihadiri oleh seluruh peserta yang dibuktikan dengan daftar hadir

1 1 1 1

 

Penyerahan dokumen lelang semuanya tepat waktu sesuai jadwal, tidak ada dokumen yang diterima oleh panitia setelah semua dokumen penawaran tender dibuka

1 1 1 1

  Proses pengadaan barang/jasa telah menggunakan sistem e-procurement 1 1 0 0

 Terdapat catatan rekam jejak (Daftar Hitam) yang dibuat oleh ULP mengenai rekanan yang nakal dan dilaporkan ke LKPP setiap tahun.

1 1 0 0

 Terdapat sistem pengawasan/audit oleh Penanggung jawab Anggaran atas pengadaan barang yang dilaksanakan melalui swakelola

0 0 0 0

  Terdapat Unit Layanan Pengadaan yang melaksanakan pengadaan barang dan jasa di pemda 1 1 0 0

 

Terdapat usulan kebutuhan barang daerah yang dibahas bersama antara pengguna barang (SKPD) dan pengelola barang dengan memperhatikan spesifi kasi barang, dan standar harga

1 1 0 1

    Rata-rata bidang 4 87,5% 93,8% 68,8% 68,8%

5 Akuntansi dan Pelaporan

Dilakukan pelatihan akuntansi dan Penatausaan Keuangan Daerah secara rutin kepada Staf Keuangan SKPD

1 1 1 1

 Laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) menggambarkan tentang pencapaian target pada tahun berjalan

1 1 1 1

  Laporan keuangan dan laporan kinerja dihasilkan dari satu sistem 1 0,5 0 0,5

  Laporan keuangan disusun dan disajikan berdasarkan standar akuntansi pemerintahan 1 1 1 1

 Masing-masing kepala bagian/bidang dalam DPPKAD adalah berlatar belakang pendidikan akuntansi atau manajemen keuangan

0,5 0,5 0 0

  Paling tidak /minimal 10 persen dari staf DPPKAD merupakan lulusan D3 akuntansi atau lebih tinggi 0 0 1 0

  Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD berlatar belakang pendidikan akuntansi 0 0 0 0

  Setiap SKPD menyusunan Laporan Kinerja 1 1 1 1

  Telah dilaksanakan praktik akuntansi berpasangan (double entry accounting) 1 1 1 1

Page 144: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

128Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Lampiran

No Nama Bidang Nama Indikator

Pemerintah Daerah

Pro

vin

si J

aw

a T

imu

r

Ko

ta S

ura

ba

ya

Ko

ta B

atu

Tu

lun

ga

gu

ng

  Terdapat Buku Jurnal, Buku Besar, Buku Besar Pembantu, dan Neraca Saldo 1 1 1 1

  Terdapat kartu kendali kegiatan dan belanja 1 1 0 0

  Terdapat laporan kemajuan pelaksanaan kegiatan dan program 1 1 1 1

 Terdapat manual akuntansi sebagai pedoman pelaksanaan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan

0 0 0 0

  Terdapat neraca awal SKPD 1 1 1 1

  Terdapat Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) di setiap SKPD. 1 1 0 1

  Terdapat rincian pos-pos laporan keuangan pada tahun minimal 2010. 1 1 1 1

  Terdapatnya perhitungan stock opname kas dan persedian pada akhir tahun anggaran 0,5 1 1 1

 Terdapatnya ketentuan batas waktu pencairan SP2D dan pengakuan transaksi/SPJ pada akhir tahun anggaran

1 1 1 1

    Rata-rata bidang 5 77,8% 77,8% 66,7% 69,4%

6 Internal Audit Audit internal dilaksanakan sesuai dengan Program dan Prosedur Audit yang telah dibuat 1 1 0,75 1

  Bawasda memiliki lebih dari 50% staf yang mempunyai latar belakang akuntansi 0 0 0 0

  Bawasda memiliki lebih dari 50% staf yang berkualifi kasi Jabatan Fungsional Auditor 0 1 0 0

  Bawasda memiliki manual program dan prosedur audit internal 1 1 1 1

  Bawasda memiliki Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) 1 1 1 1

  Bawasda memiliki sumber daya pendukung tugas operasional yang cukup. 1 0 0 0

  Bawasda mengaudit seluruh kegiatan pemerintah daerah, termasuk kegiatan komersial yang dilakukan 1 0 0 1

  Bawasda menggunakan standar audit internal 1 1 0 1

  Bawasda secara reguler menguji sistem pengendalian intern yang ada dan implementasinya 1 1 1 1

  Inspektorat melakukan review laporan keuangan sebelum diserahkan ke BPK. 1 1 1 0

  Laporan audit internal dikirimkan kepada Walikota/Bupati dengan tembusan ke Bawasda Provinsi dan BPK 0,5 0 0 1

Page 145: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

129

Lampiran

No Nama Bidang Nama Indikator

Pemerintah Daerah

Pro

vin

si J

aw

a T

imu

r

Ko

ta S

ura

ba

ya

Ko

ta B

atu

Tu

lun

ga

gu

ng

 Laporan audit internal menyatakan ruang lingkup pemeriksaan sebelum memberikan pendapat/kesimpulan

1 1 1 1

  Laporan internal audit ditujukan kepada Kepala Daerah dan ditembuskan ke pihak-pihak yang terkait 1 1 1 1

  Pelatihan rutin yang relevan dilakukan minimal 2 kali setahun 1 1 1 1

  Peran dan tanggung jawab Bawasda ditetapkan secara jelas dalam Peraturan Daerah 1 1 1 1

  Program dan prosedur audit secara reguler dikaji ulang dan direvisi 1 1 1 1

 Temuan audit telah ditindaklanjuti oleh walikota/bupati setelah diterimanya Laporan Hasil Pemeriksaan/LHP

1 1 1 1

    Rata-rata bidang 6 85,3% 76,5% 63,2% 76,5%

7 Hutang, Hibah, dan Investasi

Dana pendamping pelaksanaan penerimaan hibah tercantum dalam DPA SKPKD 0 1 1 0

  Dilakukan publikasi informasi terhadap penerimaan dan kegiatan yang dibiayai dari Hibah 0 0 1 0

  DPRD harus memberikan persetujuan atas transaksi investasi jangka panjang dengan keputusan DPRD 1 1 1 1

  Kebijakan pengelolaan investasi daerah dilaksanakan sesuai kerangka kebijakan nasional 1 1 1 1

 Kebijakan pengelolaan pinjaman daerah dilaksanakan sesuai dengan kerangka kebijakan nasional (PP No. 54 tahun 2005)

1 1 0 1

 Terdapat peraturan mengenai penerimaan, pencatatan, pengelolaan dan pelaporan hibah, baik penerimaan hibah maupun pemberian hibah

1 1 1 0

  Total pinjaman tidak melebihi 2,5% dari debt service coverage ratio 1 1 0 1

  Transaksi hibah dicatat berdasarkan dokumen yang valid (akta hibah) 1 1 1 0

  Transaksi hibah dicatat dalam laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keuangan 1 1 1 0

  Transaksi pinjaman dan investasi ke BUMD disajikan dalam Laporan Keuangan 1 1 1 1

    Rata-rata bidang 7 80,0% 90,0% 80,0% 50,0%

8 Pengelolaan Aset Aset/barang daerah telah diberi kode lokasi dan kode barang 1 1 1 1

  Bukti kepemilikan aset diadministrasikan dan disimpan dengan baik. 1 1 1 1

Page 146: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

130Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Lampiran

No Nama Bidang Nama Indikator

Pemerintah Daerah

Pro

vin

si J

aw

a T

imu

r

Ko

ta S

ura

ba

ya

Ko

ta B

atu

Tu

lun

ga

gu

ng

  Hasil pemanfaatan barang daerah disetor ke rekening kas daerah 1 1 1 1

 Laporan barang daerah yang disiapkan oleh pengelola barang daerah merupakan sumber utama pelaporan aset dalam neraca daerah

0,5 1 1 1

 Pemanfaatan barang milik daerah, kerjasama pemanfaatan atau bangun serah guna, bangun guna serah dilaksanakan melalui proses tender

0 0 0 0

  Pencatatan barang daerah telah menggunakan sistem informasi barang daerah (SIMBADA) berbasis komputer 1 1 1 0

  Pengguna barang melakukan inventarisasi persediaan (di level SKPD) sekali setahun 1 1 0 0

 Pengguna/pengelola barang melakukan inventarisasi barang (aset tetap) sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun

0 1 0 1

 Penghapusan barang daerah dilakukan dengan alasan yang jelas dan tepat serta untuk nilai tertentu atas persetujuan bupati/walikota

1 1 1 1

  Perda Pengelolaan Barang Daerah disosialisasikan ke seluruh SKPD 1 0 1 1

 Telah dilakukan penilaian Aset Daerah khususnya terhadap barang yang akan di manfaatkan dalam rangka bangun serah guna atau bangun guna serah

0 0 0 0

  Terdapat Kartu Inventaris Ruangan yang mencantumkan informasi pemeliharan Aset 1 1 0 1

  Terdapat laporan barang milik daerah yang disiapkan oleh pengelola barang daerah 1 1 1 1

  Terdapat laporan barang pengguna semesteran dan tahunan 1 1 1 1

  Terdapat laporan tahunan hasil pemeliharaan barang pada di setiap SKPD 0,5 1 0 0,1

  Terdapat Pedoman Penatusahaan Barang Daerah dalam bentuk SK Kepala Daerah 1 0 0 0

 Terdapat pencatatan barang milik daerah dalam bentuk daftar barang pengguna (DBP), sesuai penggolongan dan kodifi kasi barang

1 1 1 1

 

Terdapat peraturan daerah yang mengatur tentang sanksi terhadap pengelola, pembantu pengelola, pengguna/kuasa pengguna, dan penyimpan dan/atau pengurus barang berupa Tuntutan Ganti Rugi (TGR) yang karena perbuatannya merugikan daerah.

1 1 0 0

Page 147: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

131

Lampiran

No Nama Bidang Nama Indikator

Pemerintah Daerah

Pro

vin

si J

aw

a T

imu

r

Ko

ta S

ura

ba

ya

Ko

ta B

atu

Tu

lun

ga

gu

ng

  Terdapat rencana tahunan kebutuhan pemeliharaan barang daerah pada setiap SKPD 1 1 1 1

  Terdapat SK Kepala Daerah mengenai status penggunaan barang 1 1 0 0

    Rata-rata bidang 8 80,0% 80,0% 55,0% 60,5%

9 Audit EksternalDPRD memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah tentang Perubahan APBD setelah Perda LPJ disetujui

1 1 1 1

 DPRD melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi atau dukungan atas tindak lanjut terhadap temuan BPK

1 1 1 1

 DPRD melakukan analisa dan evaluasi terhadap laporan realisasi semester pertama dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya

1 1 1 0

  DPRD mengadakan rapat koordinasi dengan setiap SKPD dalam rangka pengawasan pelaksanaan APBD 1 1 1 1

 

DPRD telah memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebelum tgl 31 Agustus

1 0 0 1

  Gubernur/Bupati/walikota menindaklanjuti temuan audit BPK 1 1 1 1

 Informasi Laporan Penyelenggaran Pemerintah Daerah (LPPD) dipublikasikan pada media masa setempat dan elektronik

0 0 0 0

  Laporan audit eksternal minimal berstatus wajar dengan pengecualian 1 1 0 1

 Laporan Keuangan dipublikasikan misalnya melalui media massa setempat dan pada papan pengumuman resmi atau melalui web site

0 0 0 0

 Laporan keuangan tahunan disampaikan kepada BPK paling lambat tanggal 31 Maret pada tahun anggaran berikutnya

1 1 1 1

 Masyarakat dapat menghadiri sidang DPRD yang mendiskusikan laporan pertanggungjawaban dan hasil audit BPK

1 0 0 0

    Rata-rata bidang 9 81,8% 63,6% 54,5% 63,6%

    SCORE SURVEI PFM 79,0% 77,5% 63,7% 64,8%

Page 148: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

132Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Lampiran

La

mp

ira

n C

. M

atr

iks

Te

mu

an

, R

ek

om

en

da

si d

an

Re

nc

an

a A

ksi

Ba

bT

em

ua

n

Re

ko

me

nd

asi

R

en

ca

na

Ak

si

Pend

ahul

uan

Ja

wa

Tim

ur s

elam

a in

i dik

enal

seb

agai

sal

ah s

atu

prov

insi

di I

ndon

esia

yan

g m

emili

ki p

osis

i str

ateg

is,

baik

dar

i asp

ek g

eogr

afi s

, eko

nom

i, m

aupu

n da

ri si

si

dem

ogra

fi sny

a. S

ecar

a lo

kasi

, pro

vins

i ini

terle

tak

di K

awas

an B

arat

Indo

nesi

a ya

ng m

emili

ki a

kses

la

ngsu

ng k

e Ka

was

an T

imur

Indo

nesi

a. S

ecar

a ek

onom

i, pr

ovin

si in

i mer

upak

an p

engh

ubun

g an

tara

kaw

asan

Tim

ur d

an B

arat

Indo

nesi

a,

khus

usny

a se

baga

i pin

tu g

erba

ng p

erda

gang

an

anta

r pul

au d

an d

aera

h.

Pote

nsi p

rovi

nsi i

ni te

rleta

k pa

da p

erek

onom

iann

ya

dan

sum

ber d

aya

man

usia

nya.

Saa

t ini

Jaw

a Ti

mur

ad

alah

kek

uata

n ek

onom

i ked

ua te

rbes

ar d

i In

done

sia

sete

lah

DKI

Jaka

rta

deng

an b

asis

sum

ber

daya

man

usia

terb

esar

ked

ua s

etel

ah Ja

wa

Bara

t.

Seiri

ng d

enga

n po

tens

inya

yan

g be

sar,

Jaw

a Ti

mur

juga

mili

ki ta

ntan

gan

pem

bang

unan

yan

g be

sar.

Tan

tang

anny

a ad

alah

(i)k

ualit

as s

umbe

r da

ya m

anus

ia d

an k

emis

kina

n; (i

i) ko

ordi

nasi

ant

ar

pem

erin

tah

daer

ah; (

iii) k

ualit

as in

fras

truk

tur y

ang

mer

upak

an p

endu

kung

per

tum

buha

n ek

onom

i ya

ng in

klus

if.

Pend

apat

an d

an

Pem

biay

aan

S

um

be

r d

ay

a fi

sk

al

Jaw

a T

imu

r m

en

ga

lam

i

pe

nin

gk

ata

n y

an

g c

uk

up

sig

nifi

ka

n b

aik

di

tin

gk

at

pro

vin

si d

an

ka

bu

pa

ten

/ko

ta. R

uang

fi s

kal m

empe

rliha

tkan

kec

ende

rung

an y

ang

men

urun

, khu

susn

ya d

i tin

gkat

pro

vins

i, k

aren

a ko

mpo

nen

bela

nja

bagi

has

il da

n ba

ntua

n ke

uang

an k

e da

erah

baw

ahan

yan

g m

enga

lam

i pe

ning

kata

n. D

ana

DAU

mem

perli

hatk

an

kece

nder

unga

n ya

ng m

enur

un k

aren

a ad

anya

ko

mpo

nen

PAD

seb

agai

kom

pone

n pe

rhitu

ngan

D

AU m

enga

lam

i pen

ingk

atan

. Ini

ber

arti

Jaw

a Ti

mur

m

empu

nyai

pot

ensi

unt

uk m

enin

gkat

kan

PAD

nya

dim

asa

depa

n da

n m

engu

rang

i ket

eran

tung

an

pend

apat

an p

ada

tran

sfer

.

M

ek

an

ism

e e

stim

asi

pe

ng

an

gg

ara

n y

an

g l

eb

ih

ba

ik s

eh

ing

ga

da

pa

t m

em

pe

rke

cil

pe

rbe

da

an

an

tara

re

ali

sasi

da

n a

ng

ga

ran

ya

ng

dib

ua

t.

K

ua

lita

s p

en

ge

lola

an

PB

B y

an

g a

ka

n d

ise

rah

ka

n

ke

da

era

h h

en

da

kn

ya

dit

ing

ka

tka

n. S

eper

ti ka

sus

di K

ota

Sura

baya

, ada

nya

pela

tihan

peg

awai

paj

ak

dala

m im

plem

enta

si s

iste

m p

engu

mpu

lan

paja

k se

rta

krite

ria p

ajak

yan

g je

las

mer

upak

an p

oten

si

besa

ran

untu

k pe

ning

kata

n pe

ndap

atan

dae

rah.

A

lok

asi

DA

K h

en

da

kn

ya

pe

rlu

dil

iha

t le

bih

la

nju

t.

Se

ba

gia

n b

esa

r D

AK

dit

uju

ka

n u

ntu

k s

ek

tor

pe

nd

idik

an

.

M

empe

rcep

at p

emba

haru

an d

ata

yang

dig

unak

an d

alam

asu

msi

-asu

msi

pe

ngan

ggar

an te

rseb

ut. S

elai

n itu

, pe

mba

haru

an d

ata

men

gena

i obj

ek

paja

k ju

ga h

arus

lebi

h se

ring

dila

kuka

n se

hing

ga d

ata

yang

dig

unak

an u

ntuk

pe

ngan

ggar

an te

rseb

ut m

erup

akan

dat

a te

rkin

i.

pela

tihan

peg

awai

paj

ak d

alam

im

plem

enta

si s

iste

m p

engu

mpu

lan

paja

k se

rta

krite

ria p

ajak

yan

g je

las

mer

upak

an p

oten

si b

esar

unt

uk

peni

ngka

tan

pend

apat

an d

aera

h.

Perlu

dik

aji l

ebih

jaua

h ap

akah

m

eman

g al

okas

i yan

g be

sar i

ni s

udah

m

engh

asilk

an p

enca

paia

n-pe

ncap

aian

ya

ng s

igni

fi kan

di s

ekto

r pen

didi

kan,

m

engi

ngat

bel

anja

pen

didi

kan

adal

ah

sala

h sa

tu k

ompo

nen

bela

nja

terb

esar

.

Page 149: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

133

Lampiran

Ba

bT

em

ua

n

Re

ko

me

nd

asi

R

en

ca

na

Ak

si

Bela

nja

Dae

rah

M

ela

lui

an

ali

sis

be

lan

ja d

ae

rah

di

Jaw

a T

imu

r,

terl

iha

t b

ah

wa

te

rda

pa

t ti

da

k t

erj

ad

i p

eru

ba

ha

n

ya

ng

cu

ku

p s

ign

ifi k

an

pa

da

ko

mp

osi

si b

ela

nja

sek

tora

l Ja

wa

Tim

ur.

Pem

erin

tah

prov

insi

m

enga

loka

sika

n se

bagi

an b

esar

dan

anya

mel

alui

be

lanj

a ba

gi h

asil

dan

bant

uan

keua

ngan

bag

i da

erah

baw

ahan

unt

uk s

ekto

r-se

ktor

sos

ial,

pend

idik

an, k

eseh

atan

dan

lain

nya.

Di t

ingk

at

kabu

pate

n/ko

ta, b

elan

ja te

rbes

ar d

ialo

kasi

kan

kepa

da b

elan

ja p

egaw

ainy

a. B

elan

ja p

endi

dika

n m

erup

akan

sek

tor u

tam

a al

okas

i bel

anja

pe

mer

inta

h ka

bupa

ten/

kota

. Nam

un, p

erlu

dite

liti

lebi

h la

njut

alo

kasi

bel

anja

pen

didi

kan

yang

cuk

up

besa

r dan

men

ingk

at d

i kab

upat

en/k

ota.

Alo

kasi

be

lanj

a da

erah

unt

uk s

ekto

r inf

rast

rukt

ur m

asih

m

inim

, khu

susn

ya d

i tin

gkat

kab

upat

en/k

ota.

Pe

mer

inta

h ka

bupa

ten/

kota

per

lu m

engk

aji l

ebih

la

njut

alo

kasi

bel

anja

sek

tora

l, kh

usus

nya

untu

k se

ktor

infr

astr

uktu

r, se

baga

i sal

ah s

atu

sekt

or y

ang

men

jadi

isu

utam

a

B

ela

nja

be

rda

sark

an

kla

sifi

ka

si e

ko

no

mi,

kh

usu

sny

a d

itin

gk

at

ka

bu

pa

ten

/ko

ta p

erl

u d

ika

ji

leb

ih m

en

da

lam

. Bel

anja

peg

awai

men

empa

ti po

rsi

yang

cuk

up b

esar

sed

angk

an b

elan

ja m

odal

mau

pun

bara

ng d

an ja

sa m

asih

min

im.

P

em

eri

nta

h p

erl

u m

en

gk

aji

le

bih

da

lam

alo

ka

si

be

lan

ja s

ek

tora

lny

a. B

elan

ja p

emer

inta

h ya

ng

cuku

p be

sar d

i sek

tor p

endi

dika

n cu

kup

kont

ras

deng

an k

eciln

ya b

elan

ja in

fras

truk

tur,

yang

just

ru

mer

upak

an s

alah

sat

u ha

mba

tan

utam

a di

Jaw

a Ti

mur

. Unt

uk it

u, a

loka

si b

elan

ja s

ekto

ral p

erlu

lebi

h di

prio

ritas

kan

pada

sek

tor-

sekt

or y

ang

sela

ma

ini

men

jadi

isu

utam

a da

lam

mas

alah

pem

bang

unan

Ja

wa

Tim

ur, s

eper

ti m

isal

nya

sekt

or in

fras

truk

tur.

P

em

eri

nta

h p

usa

t m

asi

h b

erp

era

n b

esa

r d

ala

m

sek

tor

stra

teg

is d

an

te

rde

sen

tra

lisa

si s

ep

ert

i

pe

nd

idik

an

me

lalu

i b

ela

nja

de

ko

nse

ntr

asi

ny

a.

Seha

rusn

ya p

eran

pem

erin

tah

daer

ah p

rovi

nsi

mau

pun

kabu

pate

n/ko

ta le

bih

besa

r dar

i pem

erin

tah

pusa

t.

Pe

me

rin

tah

pe

rlu

me

ng

ka

ji l

eb

ih d

ala

m a

lok

asi

be

lan

ja p

en

did

ika

n d

i Ja

wa

Tim

ur.

Dan

a un

tuk

sekt

or p

endi

dika

n di

Jaw

a Ti

mur

sud

ah c

ukup

be

sar.

Nam

un p

erlu

dik

aji l

ebih

men

dala

m a

loka

si

di s

ekto

r ter

sebu

t. M

asal

ah u

tam

a pe

ndid

ikan

di

Jaw

a Ti

mur

ada

lah

rend

ahny

a po

pula

si p

endi

dika

n tin

gkat

men

enga

h se

rta

men

ingk

atka

n pe

ran

dan

fung

si le

mba

ga p

endi

dika

n no

n-fo

rmal

dan

kej

urua

n un

tuk

men

ghas

ilkan

tena

ga-t

enag

a ke

rja y

ang

lebi

h te

ram

pil (

Dia

gnos

a Pe

rtum

buha

n Ja

wa

TIm

ur,

Wor

ld B

ank,

201

1). S

ehin

gga

yang

per

lu d

ilaku

kan

pem

erin

tah

adal

ah m

embe

ri du

kung

an d

an b

antu

an

lebi

h pa

da p

endi

dika

n tin

gkat

men

enga

h da

n le

mba

ga-le

mba

ga p

endi

dika

n no

n-fo

rmal

ser

ta

keju

ruan

seh

ingg

a le

bih

aktif

ber

pera

n da

lam

pe

ning

kata

n ku

alita

s su

mbe

r day

a m

anus

ia d

i Jaw

a Ti

mur

.

U

ntuk

lebi

h m

enun

jang

pem

bang

unan

ek

onom

i di J

awa

Tim

ur, p

emer

inta

h pe

rlu m

embe

rikan

per

hatia

n le

bih

pada

is

u ut

ama

di Ja

wa

Tim

ur y

aitu

mas

alah

in

fras

truk

tur.

Pem

bang

unan

jala

n ya

ng

men

jadi

pen

ghub

ung

anta

r titi

k-tit

k ek

onom

i di J

awa

Tim

ur m

embu

tuhk

an

mod

al y

ang

cuku

p tin

ggi s

ehin

gga

dapa

t men

gata

si s

alah

sat

u m

asal

ah

kone

ktiv

itas

di Ja

wa

Tim

ur.

Ko

ordi

nasi

pem

bagi

an tu

gas

anta

ra

pusa

t dan

dae

rah

perlu

lebi

h di

tingk

atka

n se

hing

ga d

ana

yang

di

tuju

kan

untu

k be

rbag

ai s

ekto

r pe

laya

nan

kepa

da m

asya

raka

t tid

ak

tum

pang

tind

ih d

an te

rkon

sent

rasi

di

satu

sek

tor s

aja.

Page 150: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

134Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Lampiran

Ba

bT

em

ua

n

Re

ko

me

nd

asi

R

en

ca

na

Ak

si

Sekt

or S

trat

egis

In

fras

truk

tur

In

fra

stru

ktu

r a

da

lah

se

kto

r y

an

g m

em

eg

an

g

pe

ran

an

pe

nti

ng

un

tuk

pe

rtu

mb

uh

an

ya

ng

ink

lusi

f. Se

cara

eko

nom

i, da

n se

cara

pen

yedi

aan

akse

s te

rhad

ap p

elay

anan

pub

lik. H

al in

i di

tunj

ukka

n ol

eh b

elan

ja in

fras

truk

tur y

ang

teru

s m

enin

gkat

sec

ara

riil w

alau

pun

seca

ra p

ropo

rsi

men

gala

mi p

enur

unan

. Yan

g pa

tut d

iper

hatik

an

dari

bela

nja

infr

astr

uktu

r ada

lah

pors

i bel

anja

yan

g di

guna

kan

untu

k op

eras

i dan

pem

elih

araa

n ya

ng

mas

ih te

rbat

as d

an k

uran

g ko

nsis

ten

dari

tahu

n ke

tahu

n. L

ebih

jauh

lagi

, sel

ain

tingk

at b

elan

ja

infr

astr

uktu

r yan

g ja

uh d

ibaw

ah d

ari k

ontr

ibus

i PD

RB, t

ingk

at p

ertu

mbu

hann

ya p

un re

latif

rend

ah

diba

ndin

gkan

per

tum

buha

n PD

RB.

T

an

tan

ga

n i

nfr

ast

ruk

tur

ya

ng

dih

ad

ap

i Ja

wa

Tim

ur

ad

ala

h k

ua

lita

s in

fra

stru

ktu

r ja

lan

ya

ng

ma

sih

ha

rus

dit

ing

ka

tka

n. S

ecar

a um

um, k

iner

ja

infr

astr

uktu

r dap

at m

engi

mba

ngi k

iner

ja ra

ta-r

ata

nasi

onal

nam

un m

asih

mem

iliki

tant

anga

n da

lam

in

fras

truk

tur j

alan

. Wal

aupu

n se

bagi

an b

esar

des

a te

lah

mem

iliki

aks

es ja

lan,

nam

un s

ebag

ian

besa

r m

enga

lam

i ker

usak

an s

etid

ak-t

idak

nya

sepe

rlim

a da

ri ju

mla

h ja

lan

kabu

pate

n/ko

tany

a. S

ebag

ai

prov

insi

yan

g m

emili

ki p

anja

ng ja

lan

terp

anja

ng

kedu

a di

Indo

nesi

a, in

i mer

upak

an p

erm

asal

ahan

be

sar d

iman

a pe

mel

ihar

aan

jala

n tid

ak b

erja

lan

seca

ra o

ptim

al.

U

ntu

k m

en

du

ku

ng

pe

rtu

mb

uh

an

ya

ng

in

klu

sif,

ku

ali

tas

infr

ast

ruk

tur

ha

rus

dit

ing

ka

tka

n,

khus

usny

a in

fras

truk

tur j

alan

yan

g m

emili

ki p

eran

pe

ntin

g da

lam

upa

ya p

enye

diaa

n ak

ses

terh

adap

pe

laya

nan

publ

ik, b

aik

pend

idik

an, k

eseh

atan

, da

n la

inny

a. S

elai

n itu

, inf

rast

rukt

ur ja

lan

juga

di

butu

hkan

unt

uk m

engh

ubun

gkan

dae

rah-

daer

ah

yang

mer

upak

an s

entr

a-se

ntra

pro

duks

i dan

dae

rah-

daer

ah te

rpen

cil a

tau

kant

ung-

kant

ung

kem

iski

nan.

Pe

rlu

ad

an

ya

ko

nsi

ste

nsi

be

lan

ja y

an

g d

igu

na

ka

n

un

tuk

pe

me

lih

ara

an

sa

ran

a d

an

pra

sara

na

infr

ast

ruk

tur.

Men

urun

nya

kual

itas

infr

astr

uktu

r, kh

usus

nya

infr

astr

uktu

r jal

an, m

enun

jukk

an

bahw

a ku

alita

s pe

mel

ihar

aan

sara

na d

an p

rasa

rana

m

asih

har

us d

iting

katk

an le

bih

jauh

. Keb

utuh

an

pem

elih

araa

n sa

rana

dan

pra

sara

na in

fras

truk

tur

mer

upak

an k

ebut

uhan

yan

g ru

tin d

ilaku

kan

seca

ra

berk

ala

sehi

ngga

mem

butu

hkan

bia

ya p

emel

ihar

aan

yang

kon

sist

en d

an ti

dak

berla

lu b

erfl u

ktua

si.

P

en

ing

ka

tan

in

ve

sta

si i

nfr

ast

ruk

tur

dip

erl

uk

an

da

lam

up

ay

a m

en

do

ron

g p

ert

um

bu

ha

n e

ko

no

mi

ya

ng

le

bih

tin

gg

i. S

ebar

an p

ertu

mbu

han

ekon

omi

dan

peng

elua

ran

infr

astr

uktu

r men

unju

kkan

su

atu

pola

yan

g sa

ling

terk

ait.

Jika

pen

gelu

aran

in

fras

truk

tur r

elat

if re

ndah

, mak

a pe

rtum

buha

n ek

onom

inya

pun

rela

tif re

ndah

. Mes

kipu

n pe

mba

ngun

an in

fras

truk

tur t

idak

sec

ara

lang

sung

m

empe

ngar

uhi p

ertu

mbu

han

ekon

omi n

amun

se

baga

i pen

doro

ng u

ntuk

pen

ingk

atan

inve

stas

i. O

leh

kare

na it

u pe

ning

kata

n in

fras

truk

tur b

agi

daer

ah d

enga

n pe

rtum

buha

n ek

onom

i ren

dah

diha

rapk

an d

apat

men

jadi

stim

ulus

dal

am

peni

ngka

tan

inve

stas

i dae

rah

yang

dam

pakn

ya a

kan

men

ingk

atka

n pe

rtum

buha

n ek

onom

inya

.

M

ereh

abili

tasi

kon

disi

jala

n-ja

lan

yang

m

engh

ubun

gkan

kan

tong

-kan

tong

pr

oduk

si m

aupu

n ka

nton

g-ka

nton

g ke

mis

kina

n at

au d

aera

h ya

ng te

rpen

cil.

Pera

n pe

mer

inta

h ka

bupa

ten/

kota

sa

ngat

pen

ting

disi

ni k

aren

a se

bagi

an

besa

r inf

rast

rukt

ur y

ang

haru

s di

reha

bilit

asi a

dala

h ja

lan

akse

s de

sa.

Pe

mer

inta

h pr

ovin

si d

apat

mem

berik

an

inse

ntif

kepa

da p

emer

inta

h ka

bupa

ten/

kota

unt

uk m

enin

gkat

kan

infr

astr

uktu

r ja

lan,

khu

susn

ya y

ang

mem

berik

an

akse

s ke

des

a-de

sa.

Pe

mer

inta

h pr

ovin

si h

arus

men

gam

bil

inis

iatif

dal

am m

engk

aji l

ebih

dal

am

tent

ang

tran

spor

tasi

mul

ti m

oda

sehi

ngga

dap

at m

engh

ubun

gkan

da

erah

-dae

rah

di Ja

wa

Tim

ur d

enga

n si

stem

tran

spor

tasi

lain

.

Men

cari

alte

rnat

if pe

mbi

ayaa

n

pem

bang

unan

/ pem

elih

araa

n in

fras

truk

tur,

baik

dar

i sum

ber-

sum

ber

swas

ta, p

emer

inta

h pu

sat,

mau

pun

alte

rnat

if-al

tern

atif

lain

nya.

Page 151: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

135

Lampiran

Ba

bT

em

ua

n

Re

ko

me

nd

asi

R

en

ca

na

Ak

si

Pe

ndid

ikan

P

rov

insi

Ja

wa

Tim

ur

me

lih

at

ba

hw

a p

en

ing

ka

tan

ku

ali

tas

sum

be

r d

ay

a m

an

usi

a a

da

lah

sa

lah

sa

tu

ku

nc

i d

ala

m u

pa

ya

me

nd

uk

un

g p

ert

um

bu

ha

n

ek

on

om

i d

an

pe

me

rata

an

pe

mb

an

gu

na

n.

Ole

h ka

rena

itu,

Pem

erin

tah

Prov

insi

Jaw

a Ti

mur

m

empr

iorit

aska

n pe

mba

ngun

an p

endi

dika

n m

elal

ui p

enin

gkat

an k

ualit

as d

an a

kses

pen

didi

kan

bagi

mas

yara

kat s

ecar

a lu

as y

ang

tert

uang

dal

am

RPJM

D P

rovi

nsi J

awa

Tim

ur ta

hun

2009

-201

4. S

alah

sa

tu p

enye

bab

utam

a re

ndah

nya

angk

a pa

rtis

ipas

i se

kola

h pa

da ti

ngka

t SM

P da

n SM

A a

dala

h de

saka

n ek

onom

i. Ad

a de

saka

n ba

gi a

nak

usia

rem

aja

untu

k ik

ut m

emba

ntu

pere

kono

mia

n ke

luar

ga, k

husu

snya

di

dae

rah-

daer

ah y

ang

tert

ingg

al a

tau

terp

enci

l.

T

an

tan

ga

n u

tam

a p

en

did

ika

n d

i Ja

wa

Tim

ur

ad

ala

h b

ag

aim

an

a m

en

ing

ka

tka

n k

ua

lita

s

sum

be

r d

ay

a m

an

usi

a y

an

g m

eru

pa

ka

n s

ala

h

satu

po

ten

si u

tam

an

ya

. Pe

ning

kata

n ku

alita

s su

mbe

r day

a m

anus

ia a

dala

h sa

lah

satu

car

a un

tuk

men

ingk

atka

n pr

oduk

tifi ta

s. Se

kita

r 55

pers

en

dari

tena

ga k

erja

di J

awa

Tim

ur h

anya

men

geca

p pe

ndid

ikan

Sek

olah

Das

ar. H

al in

i jug

a di

tunj

ukka

n da

ri re

ndah

nya

angk

a pa

rtis

ipas

i sek

olah

ting

kat

SMP/

SMA

dib

andi

ngka

n de

ngan

ting

kat S

ekol

ah

Das

ar. S

ebag

ian

besa

r dar

i ten

aga

kerja

ters

ebut

m

asuk

ke

duni

a ke

rja h

anya

den

gan

pend

idik

an

Seko

lah

Das

ar.

B

ela

nja

pe

nd

idik

an

ad

ala

h b

ela

nja

ya

ng

pa

lin

g s

ign

ifi k

an

pe

nin

gk

ata

nn

ya

. S

elam

a ku

run

wak

tu 2

006-

2010

, bel

anja

pen

didi

kan

bai

k ya

ng m

erup

akan

kon

solid

asi b

elan

ja p

emer

inta

h pu

sat d

an d

aera

h, m

aupu

n ya

ng m

erup

akan

be

lanj

a pe

mer

inta

h da

erah

saj

a, m

enin

gkat

sa

ngat

sig

nifi k

an. S

ecar

a rii

l, pe

ning

kata

n te

rseb

ut

ham

pir m

enca

pai d

ua k

ali l

ipat

dal

am k

urun

wak

tu

ters

ebut

. Leb

ih d

ari 8

0 pe

rsen

bel

anja

pem

erin

tah

daer

ah d

ialo

kasi

kan

untu

k be

lanj

a pe

gaw

ai ti

dak

lang

sung

, yai

tu y

ang

men

caku

p ga

ji gu

ru d

an g

aji

pega

wai

SKP

D te

rkai

t.

pe

ning

kata

n ku

alita

s da

n ak

ses

pend

idik

an b

agi

mas

yara

kat s

ecar

a lu

as y

ang

tert

uang

dal

am R

PJM

D

Prov

insi

Jaw

a Ti

mur

tahu

n 20

09 –

201

4.

M

enen

tuka

n pr

iorit

as p

emba

ngun

an s

ekto

r pe

ndid

ikan

yan

g se

suai

den

gan

kebu

tuha

n da

n ki

nerja

sek

tor p

endi

dika

n da

n m

enye

suai

kan

angg

aran

aga

r dap

at m

eres

pon

kebu

tuha

n te

rseb

ut.

pe

nunt

asan

pel

aksa

naan

Waj

ib B

elaj

ar

Pend

idik

an D

asar

Sem

bila

n Ta

hun,

dan

Pe

ndid

ikan

Men

enga

h 12

Tah

un

Mem

berik

an in

sent

if ek

onom

i (ba

gi

kelu

arga

mis

kin)

ata

u pe

ndid

ikan

kh

usus

yan

g da

pat l

angs

ung

digu

naka

n di

dun

ia k

erja

seb

agai

inse

ntif

bag

i pe

ndud

uk u

sia

seko

lah,

khu

susn

ya u

sia

SMP

dan

SMA

unt

uk te

tap

men

erus

kan

pend

idik

anny

a.

Page 152: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

136Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Lampiran

Ba

bT

em

ua

n

Re

ko

me

nd

asi

R

en

ca

na

Ak

si

Ke

seha

tan

D

ala

m r

an

gk

a m

en

do

ron

g p

en

ing

ka

tan

IP

M,

Pe

me

rin

tah

Da

era

h d

i Ja

wa

Tim

ur

pe

rlu

te

rus

me

lak

uk

an

pe

nin

gk

ata

n i

nd

ek

s A

ng

ka

Ha

rap

an

Hid

up

(A

HH

). S

ejak

5 ta

hun

tera

khir,

ind

eks

AH

H

Jaw

a tim

ur ti

dak

men

gala

mi p

erge

sera

n po

sisi

yan

g be

rart

i, ya

kni p

ada

posi

si k

e-11

sec

ara

nasi

onal

. M

engi

ngat

pen

urun

an A

ngka

Kem

atia

n Ba

yi (A

KB)

berp

eran

san

gat s

igni

fi kan

dal

am p

enin

gkat

an

AH

H.

Pe

ning

kata

n IP

M d

enga

n m

embe

rikan

prio

ritas

te

rhad

ap u

paya

pen

ingk

atan

Ang

ka H

arap

an H

idup

da

n pe

nuru

nan

Ang

ka K

emat

ian

Bayi

.

Me

nin

gk

atk

an

ca

ku

pa

n p

en

eri

ma

fa

sili

tas

ke

seh

ata

n g

rati

s d

ari

ke

lom

po

k m

asy

ara

ka

t

term

isk

in.

Di J

awa

Tim

ur, b

aru

40pe

rsen

kel

ompo

k m

asya

raka

t ter

mis

kin

yang

men

erim

a fa

silit

as

kese

hata

n gr

atis

. Ang

ka in

i mas

ih c

ukup

kec

il ji

ka

diba

ndin

g N

TT, G

oron

talo

, dan

Ace

h ya

ng s

udah

m

enca

pai 7

0per

sen.

Pe

nin

gk

ata

n b

ela

nja

ke

seh

ata

n t

eru

tam

a d

i

be

be

rap

a k

ab

up

ate

n/k

ota

de

ng

an

be

lan

ja

ke

seh

ata

n p

er

ka

pit

a t

ere

nd

ah

. Be

bera

pa

kabu

pate

n m

emili

ki b

elan

ja p

er k

apita

yan

g sa

ngat

re

ndah

, yak

ni k

uran

g da

ri Rp

. 65.

000

perk

apita

per

ta

hun.

Ang

ka in

i kur

ang

dari

sete

ngah

rata

-rat

a be

lanj

a ke

seha

tan

per k

apita

kab

/kot

a di

Jaw

a Ti

mur

ya

ng s

udah

men

capa

i Rp.

148

.000

. Beb

erap

a da

erah

de

ngan

bel

anja

kes

ehat

an p

er k

apita

tere

ndah

ad

alah

dae

rah

deng

an p

ropo

rsi b

elan

ja k

eseh

atan

ya

ng ju

ga re

ndah

, sep

erti

Kota

Mal

ang,

Kot

a Ba

tu,

dan

Situ

bond

o ya

ng k

uran

g da

ri 6p

erse

n.

M

en

ing

ka

tka

n e

fesi

en

si a

lok

ati

f d

ala

m

be

lan

ja k

ese

ha

tan

. B

elan

ja d

aera

h pe

r kap

ita

untu

k ke

seha

tan

di Ja

wa

timur

teru

s m

enga

lam

i pe

ning

kata

n, n

amun

bel

um c

ukup

ber

peng

aruh

te

rhad

ap p

enur

unan

pen

gelu

aran

rum

ah ta

ngga

un

tuk

kese

hata

n.

Be

bera

pa u

paya

yan

g da

pat d

ilaku

kan

untu

k pe

nuru

nan

AKB

ada

lah

mel

alui

pe

ning

kata

n ca

kupa

n im

unis

asi d

an

caku

pan

pert

olon

gan

kela

hira

n ol

eh

tena

ga k

eseh

atan

. Be

bera

pa d

aera

h se

pert

i Ka

bupa

ten

Sam

pang

, Ban

gkal

an,

Pam

ekas

an, P

robo

lingg

o, B

ondo

wos

o,

Situ

bond

o, Je

mbe

r, Su

men

ep, d

an K

ota

Pasu

ruan

, per

lu m

embe

ri pe

rhat

ian

lebi

h te

rhad

ap k

edua

hal

ters

ebut

.

Perlu

per

hatia

n le

bih

dala

m m

enge

nai

alok

asi i

ntra

-sek

tor d

alam

bel

anja

ke

seha

tan

sehi

ngga

pen

ingk

atan

be

lanj

a ke

seha

tan

per k

apita

dap

at

betu

l-bet

ul b

erda

mpa

k pa

da p

enur

unan

pe

ngel

uara

n ru

mah

tang

ga u

ntuk

ke

seha

tan.

Page 153: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

137

Lampiran

Ba

bT

em

ua

n

Re

ko

me

nd

asi

R

en

ca

na

Ak

si

Pe

rtan

ian

D

ari

sis

i n

ila

i p

rod

uk

si b

ruto

, k

ine

rja

pe

rta

nia

n

Jaw

a T

imu

r c

uk

up

ba

ik,

na

mu

n p

erl

u p

erb

aik

an

pa

da

su

b-s

ek

tor

no

n-t

an

am

an

pa

ng

an

. Pe

rtum

buha

n rii

l sek

tor p

erta

nian

yan

g te

tap

posi

tif, d

an k

ontr

ibus

i sek

tor p

erta

nian

terh

adap

pe

reko

nom

ian

daer

ah y

ang

mas

ih c

ukup

ting

gi

men

unju

kkan

kin

erja

sek

tor s

ecar

a m

akro

mas

ih

cuku

p ba

ik.

M

asa

lah

ke

seja

hte

raa

n p

eta

ni

ma

sih

me

rup

ak

an

tan

tan

ga

n y

an

g c

uk

up

tin

gg

i d

i se

kto

r

pe

rta

nia

n.

Seb

agai

man

a te

rjadi

pad

a um

umny

a di

pro

vins

i lai

n, ti

ngka

t upa

h pe

kerja

di s

ekto

r pe

rtan

ian

di Ja

wa

Tim

ur s

ecar

a ra

ta-r

ata

mas

ih

palin

g re

ndah

dib

andi

ng s

ekto

r lai

nnya

. Dis

ampi

ng

itu, p

erso

alan

pen

ingk

atan

har

ga p

rodu

k pe

rtan

ian

yang

tida

k se

band

ing

deng

an p

enin

gkat

an h

arga

ba

rang

inpu

t per

tani

an (c

onto

h : p

upuk

, ben

ih, d

ll)

dan

harg

a-ha

rga

kebu

tuha

n po

kok

men

gaki

batk

an

peni

ngka

tan

prod

uksi

per

tani

an k

uran

g be

rdam

pak

seca

ra la

ngsu

ng p

ada

peni

ngka

tan

kese

jaht

eraa

n pe

tani

.

Be

lan

ja p

ert

an

ian

se

ca

ra r

iil

cen

de

run

g s

tag

na

n

de

ng

an

pro

po

rsi

ya

ng

me

nu

run

. D

i sat

u si

si

bela

nja

daer

ah (p

rov+

kab/

kota

) unt

uk p

erta

nian

m

enin

gkat

, nam

un d

i sis

i lai

n be

lanj

a pe

rtan

ian

yang

ber

sum

ber d

ari D

ekon

/TP

men

gala

mi

penu

runa

n. K

ondi

si in

i yan

g m

enga

kiba

tkan

be

lanj

a pu

blik

(yan

g be

rsum

ber d

ari s

elur

uh

tingk

atan

pem

erin

taha

n) u

ntuk

sek

tor p

erta

nian

ce

nder

ung

stag

nan

pada

kis

aran

Rp.

1,8

trili

un.

Kond

isi i

ni b

elum

sei

ring

deng

an p

etum

buha

n to

tal

bela

nja

pem

erin

tah

di Ja

wa

Tim

ur y

ang

tiap

tahu

n m

enin

gkat

, seh

ingg

a se

cara

pro

pors

iona

l bel

anja

pe

rtan

ian

men

jadi

men

urun

.

Seba

gai p

rovi

nsi y

ang

mem

iliki

kon

trib

usi p

erta

nian

ya

ng b

esar

, Jaw

a Ti

mur

mas

ih b

erga

ntun

g si

stem

iri

gasi

yan

g la

ma.

M

erev

italis

asi s

ekto

r per

tani

an, p

emer

inta

h da

erah

di

Jaw

a Ti

mur

per

lu m

elak

ukan

beb

erap

a pe

rbai

kan

seba

gai b

erik

ut :

(i) M

empe

rtah

anka

n ki

nerja

pr

oduk

si s

ub-s

ekto

r tan

aman

pan

gan,

teru

tam

a pa

di

yang

sud

ah m

emili

ki ti

ngka

t pro

dukt

ivita

s pe

r hek

tar

tert

ingg

i di I

ndon

esia

; (ii)

mel

akuk

an re

vita

lisas

i pa

da s

ub-s

ekto

r per

ikan

an d

an p

eter

naka

n ya

ng

men

gala

mi p

enur

unan

ang

ka p

ertu

mbu

han

pada

dua

tahu

n te

rakh

ir; (i

ii) m

enja

ga s

tabi

litas

pe

rtum

buha

n pr

oduk

si s

ekto

r keh

utan

an d

an

perk

ebun

an m

elal

ui p

enge

lola

an b

udid

aya

hasi

l hu

tan

dan

perk

ebun

an y

ang

lebi

h be

rkel

anju

tan.

Dib

utuh

kan

upay

a-up

aya

lebi

h ko

nkrit

unt

uk

men

ingk

atka

n ke

seja

hter

aan

peta

ni p

erlu

dila

kuka

n,

mis

alny

a m

elal

ui p

enin

gkat

an n

ilai t

amba

h pr

oduk

si

pert

ania

n, m

enja

ga m

ata

rant

ai p

emas

aran

pro

duk

pert

ania

n, m

endo

rong

pen

ingk

atan

kua

litas

ke

lem

baga

an p

erta

nian

, dll.

Dal

am ra

ngka

men

ingk

atka

n ni

lai i

nves

tasi

, pe

mer

inta

h da

erah

per

lu m

enin

gkat

kan

bela

nja

pert

ania

n, m

inim

al d

enga

n m

enja

ga p

ropo

rsi b

elan

ja

pert

ania

n pa

da k

isar

an 4

pers

en, s

ehin

gga

bela

nja

pert

ania

n da

pat t

etap

men

ingk

at s

eirin

g de

ngan

pe

ning

kata

n be

lanj

a to

tal p

emer

inta

h di

Jaw

a Ti

mur

.

Str

uk

tur

be

lan

ja s

ek

tor

pe

rta

nia

n d

i Ja

wa

Tim

ur

sud

ah

did

om

ina

si o

leh

be

lan

ja l

an

gsu

ng

,

na

mu

n m

asi

h p

erl

u p

erb

aik

an

da

lam

ko

mp

osi

si

be

lan

ja l

an

gsu

ng

. Pr

opor

si b

elan

ja la

ngsu

ng

(unt

uk p

rogr

am/k

egia

tan)

sek

tor p

erta

nian

di J

awa

Tim

ur y

ang

suda

h ja

uh le

bih

tingg

i (75

%) d

iban

ding

be

lanj

a un

tuk

gaji

pega

wai

(25%

). N

amun

dem

ikia

n,

alok

asi b

elan

ja m

odal

dal

am b

elan

ja la

ngsu

ng m

asih

sa

ngat

min

im. I

nves

tasi

mod

al s

anga

t dip

erlu

kan

dala

m p

emba

ngun

an s

ekto

r per

tani

an, t

erut

ama

untu

k m

enin

gkat

kan

nila

i tam

bah

prod

uk p

erta

nian

se

rta

pem

asar

an.

P

erl

u p

en

ing

ka

tan

ke

rja

sam

a D

ina

s P

ert

an

ian

da

n D

ina

s P

ek

erj

aa

n U

mu

m u

ntu

k m

en

an

ga

ni

ma

sala

h p

em

eli

ha

raa

n i

rig

asi

di

Jaw

a T

imu

r.

Dal

am ra

ngka

men

ingk

atka

n pr

oduk

tivita

s pa

di d

i Ja

wa

Tim

ur, p

emer

inta

h da

erah

di J

awa

Tim

ur p

erlu

m

endo

rong

ker

jasa

ma

dan

koor

dina

si y

ang

baik

an

tara

Din

as P

erta

nian

den

gan

Din

as P

eker

jaan

U

mum

, khu

susn

ya y

ang

men

anga

ni p

enga

iran

dan

pem

elih

araa

n iri

gasi

.

Page 154: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

138Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Lampiran

Ba

bT

em

ua

n

Re

ko

me

nd

asi

R

en

ca

na

Ak

si

Peng

elol

aan

Keua

ngan

Dae

rah

Se

cara

kes

elur

uhan

Pem

da P

rovi

nsi J

awa

Tim

ur d

an

Pem

da K

ota

Sura

baya

mem

iliki

kin

erja

PKD

yan

g le

bih

baik

dar

ipad

a ka

b/ko

ta la

inny

a. O

leh

kare

na

itu, p

entin

g un

tuk

dike

mba

ngka

n m

ekan

ism

e pe

ndam

ping

an te

knis

kep

ada

kab/

kota

yan

g m

asih

m

emili

ki k

iner

ja y

ang

kura

ng. D

i sam

ping

itu,

be

bera

pa d

aera

h le

bih

baik

dar

ipad

a da

erah

lain

da

lam

bid

ang

tert

entu

dan

seb

alik

nya

lebi

h bu

ruk

dala

m b

idan

g la

inny

a. O

leh

kare

na it

u pe

ntin

g ju

ga

untu

k di

kem

bang

kan

prog

ram

mitr

a be

laja

r (pe

er

lear

ning

) ant

ar d

aera

h.

Pe

ratu

ran

Peru

ndan

gan

Dae

rah

M

elen

gkap

i ber

baga

i Per

atur

an P

erun

dang

an D

aera

h ya

ng m

elan

dasi

pra

ktik

pen

gelo

laan

keu

anga

n da

erah

seb

agai

man

a di

aman

atka

n ol

eh k

eran

gka

huku

m n

asio

nal,

anta

ra la

in: P

erda

men

gena

i SPM

da

n A

nalis

is S

tand

ar B

elan

ja

Men

yusu

n Pe

ratu

ran

Peru

ndan

gan

Dae

rah

men

caku

p ke

tent

uan-

kete

ntua

n un

tuk

men

ingk

atka

n tr

ansp

aran

si d

an p

artis

ipas

i m

asya

raka

t

Pe

latih

an te

ntan

g ke

rang

ka p

erat

uran

da

erah

yan

g ko

mpr

ehen

sif t

erka

it Pe

ngel

olaa

n Ke

uang

an D

aera

h

Pend

ampi

ngan

Tekn

is u

ntuk

mel

engk

api

berb

agai

Per

atur

an P

erun

dang

an D

aera

h ya

ng b

elum

dib

uat d

an d

isah

kan

Pe

renc

anaa

n da

n Pe

ngan

ggar

an

Men

yusu

n do

kum

en A

nalis

is S

tand

ar B

elan

ja

Men

ingk

atka

n pa

rtis

ipas

i mas

yara

kat d

alam

pe

man

taua

n da

n ev

alua

si k

egia

tan

yang

di

laks

anak

an o

leh

SKPD

Pe

latih

an d

an P

enda

mpi

ngan

Tekn

is

untu

k pe

nyus

unan

Ana

lisis

Sta

ndar

Be

lanj

a

Pela

tihan

dan

Pen

dam

ping

an Te

knis

un

tuk

Fasi

litas

i Pro

ses

Pere

ncan

aan,

Pe

man

taua

n, d

an E

valu

asi P

artis

ipat

if

Pe

ngel

olaa

n Ka

s

Mem

pert

ahan

kan

kine

rja d

alam

bid

ang

peng

elol

aan

kas

Pe

mer

inta

h Pr

ovin

si Ja

wa

Tim

ur: B

enda

hara

Um

um

Dae

rah

perlu

unt

uk m

ulai

mel

akuk

an re

kons

ilias

i ha

rian

terh

adap

reke

ning

ban

k ya

ng te

rkai

t den

gan

pend

apat

an d

aera

h

Unt

uk 3

Kab

/Kot

a: m

empe

rbai

ki m

ekan

ism

e pe

nyus

unan

Per

da m

enge

nai p

ajak

dan

retr

ibus

i aga

r tid

ak te

rjadi

pen

olak

an o

leh

pem

erin

tah

Pe

ndam

ping

an Te

knis

unt

uk

peny

usun

an P

erda

men

gena

i paj

ak d

an

retr

ibus

i dae

rah

Pe

ngad

aan

Bara

ng d

an Ja

sa

M

empe

rtah

anka

n ki

nerja

dal

am b

idan

g pe

ngad

aan

bara

ng d

an ja

sa

Pene

rapa

n si

stem

pen

gaw

asan

/aud

it ol

eh

Pena

nggu

ng Ja

wab

Ang

gara

n at

as p

enga

daan

ba

rang

yan

g di

laks

anak

an m

elal

ui s

wak

elol

a

Pe

latih

an d

an P

enda

mpi

ngan

Tekn

is

untu

k pe

nyus

unan

ket

entu

an m

enge

nai

peng

adaa

n ba

rang

mel

alui

pro

ses

swak

elol

a

Ba

bT

em

ua

n

Re

ko

me

nd

asi

R

en

ca

na

Ak

si

A

kunt

ansi

dan

Pel

apor

an

Men

ingk

atka

n ka

pasi

tas

SDM

ber

lata

rbel

akan

g pe

ndid

ikan

aku

ntan

si p

ada

posi

si p

entin

g pe

ngel

olaa

n ke

uang

an d

aera

h

Mem

pert

ahan

kan

sist

em in

form

asi y

ang

suda

h te

rinte

gras

i di P

empr

ov Ja

wa

Tim

ur d

an

men

erap

kann

ya d

i kab

/kot

a

Pe

ning

kata

n ju

mla

h SD

M

berla

tarb

elak

ang

akun

tans

i

Pela

tihan

dan

Pen

dam

ping

an Te

knis

pa

da b

idan

g ak

unta

nsi

Pe

latih

an d

an P

enda

mpi

ngan

Tekn

is

untu

k si

stem

info

rmas

i aku

ntan

si d

an

man

ajem

en y

ang

terin

tegr

asi

In

tern

al A

udit

M

empe

rtah

anka

n ki

nerja

bid

ang

audi

t int

erna

l ya

ng s

udah

bag

us d

i lev

el P

empr

ov Ja

wa

Tim

ur d

an

mem

anfa

atka

nnya

unt

uk d

itera

pkan

di k

ab/k

ota

M

enin

gkat

kan

kapa

sita

s SD

M b

erla

tarb

elak

ang

pend

idik

an a

kunt

ansi

dan

mem

iliki

kua

lifi k

asi

Jaba

tan

Fung

sion

al A

udito

r

Pe

latih

an b

erse

rtifi

kat u

ntuk

m

engh

asilk

an s

taf d

enga

n ku

alifi

kasi

Ja

bata

n Fu

ngsi

onal

Aud

itor

Pe

nam

baha

n SD

M b

erla

tarb

elak

ang

akun

tans

i

Pend

ampi

ngan

Tekn

is o

leh

Pem

prov

Ja

wa

Tim

ur k

epad

a ka

b/ko

ta p

ada

bida

ng a

udit

inte

rnal

H

utan

g, H

ibah

, dan

Inve

stas

i

Mem

pert

ahan

kan

kine

rja b

idan

g hu

tang

, hib

ah, d

an

inve

stas

i yan

g su

dah

bagu

s di

leve

l Pem

prov

Jaw

a Ti

mur

dan

kab

/kot

a la

inny

a un

tuk

mem

bant

u Ka

b.

Tulu

ngan

gung

Pe

ning

kata

n ki

nerja

Kab

. Tul

unga

gung

, mel

alui

: (i)

pub

likas

i inf

orm

asi t

erha

dap

pene

rimaa

n da

n ke

giat

an y

ang

dibi

ayai

dar

i Hib

ah; (

ii) p

enca

ntum

an

dana

pen

dam

ping

Hib

ah d

alam

DPA

SKP

KD; (

iii)

pem

buat

an p

erat

uran

dae

rah

men

gena

i pen

erim

aan,

pe

ncat

atan

, pen

gelo

laan

dan

pel

apor

an h

ibah

, bai

k pe

nerim

aan

hiba

h m

aupu

n pe

mbe

rian

hiba

h; (i

v)

penc

atat

an tr

ansa

ksi h

ibah

Pe

ndam

ping

an Te

knis

ole

h Pe

mpr

ov

Jaw

a Ti

mur

kep

ada

kab.

Tul

unga

gung

te

rkai

t den

gan:

(i) p

ublik

asi i

nfor

mas

i te

rhad

ap p

ener

imaa

n da

n ke

giat

an y

ang

dibi

ayai

dar

i Hib

ah; (

ii) p

enca

ntum

an

dana

pen

dam

ping

Hib

ah d

alam

DPA

SK

PKD

; (iii

) pem

buat

an p

erat

uran

dae

rah

men

gena

i pen

erim

aan,

pen

cata

tan,

pe

ngel

olaa

n da

n pe

lapo

ran

hiba

h, b

aik

pene

rimaa

n hi

bah

mau

pun

pem

beria

n hi

bah;

(iv)

pen

cata

tan

tran

saks

i hib

ah

Pe

ngel

olaa

n A

set

M

empe

rtah

anka

n ki

nerja

bid

ang

peng

elol

aan

aset

ya

ng s

udah

bag

us d

i Pem

prov

Jaw

a Ti

mur

dan

Kot

a Su

raba

ya u

ntuk

mem

bant

u ka

b/ko

ta la

inny

a

Mem

buat

dan

men

gim

plem

enta

sika

n ke

bija

kan

dan

pera

tura

n da

erah

yan

g m

enga

tur p

engg

unaa

n da

n pe

man

faat

an a

set d

aera

h ya

ng m

endu

kung

tert

ib

peng

elol

aan

aset

dae

rah

Pe

ndam

ping

an Te

knis

unt

uk p

embu

atan

da

n im

plem

enta

si p

erat

uran

dae

rah

tent

ang

peng

guna

an d

an p

eman

faat

an

aset

dae

rah

Pr

ogra

m m

itra

bela

jar (

peer

lear

ning

) an

tara

dae

rah

yang

sud

ah m

aju

dala

m

bida

ng te

rten

tu d

enga

n da

erah

dan

bi

dang

lain

Au

dit E

kste

rnal

M

elak

ukan

pub

likas

i inf

orm

asi L

apor

an

Peny

elen

ggar

an P

emer

inta

h D

aera

h (L

PPD

) dan

La

pora

n Ke

uang

an D

aera

h pa

da m

edia

mas

sa

sete

mpa

t ata

u m

edia

ele

ktro

nik

atau

pad

a pa

pan

peng

umum

an re

smi a

tau

mel

alui

web

site

Pe

latih

an d

an P

enda

mpi

ngan

Tekn

is

untu

k pe

mbu

atan

med

ia p

ublik

asi b

agi

info

rmas

i Lap

oran

Pen

yele

ngga

ran

Pem

erin

tah

Dae

rah

(LPP

D) d

an L

apor

an

Keua

ngan

Dae

rah

dala

m b

erba

gai

form

at m

edia

info

rmas

i

Page 155: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

139

Lampiran

Ba

bT

em

ua

n

Re

ko

me

nd

asi

R

en

ca

na

Ak

si

Biro

kras

i dan

Ke

pega

wai

an

Pe

ng

elo

laa

n j

um

lah

PN

S s

ec

ara

efi

sie

n d

an

efe

kti

f d

ipe

rlu

ka

n d

ala

m u

pa

ya

me

nin

gk

atk

an

ku

ali

tas

pe

lay

an

an

da

n s

tab

ilit

as

an

gg

ara

n

da

era

h.

Perk

emba

ngan

jum

lah

Pega

wai

Neg

eri

Sipi

l (PN

S) d

i Jaw

a Ti

mur

men

gala

mi fl

ukt

uasi

de

ngan

tren

men

ingk

at d

alam

em

pat t

ahun

te

rakh

ir. D

enga

n ju

mla

h PN

S ya

ng re

latif

bes

ar

baik

di d

aera

h m

aupu

n tin

gkat

pro

vins

i, m

aka

dipe

rluka

n pe

ngel

olaa

n PN

S se

cara

bai

k se

hing

ga

terja

di o

ptim

alis

asi p

eran

PN

S da

lam

mel

akuk

an

pela

yan

publ

ik.

Pe

ngel

olaa

n PN

S bi

sa d

ilaku

kan

mel

alui

pen

ataa

n ka

rir b

erba

sis

kine

rja. D

enga

n uk

uran

dan

ket

egas

an

pela

ksan

aann

ya, m

aka

PNS

akan

terp

acu

untu

k m

enin

gkat

kan

kine

rjany

a, te

ruta

ma

dala

m m

elay

ani

mas

yara

kat.

P

en

eta

pa

n u

ku

ran

pe

nin

gk

ata

n a

kse

sib

ilit

as

ma

sya

rak

at

terh

ad

ap

pe

ny

ed

iaa

n k

eb

utu

ha

n

da

sar

da

pa

t d

ija

dik

an

se

ba

ga

i la

ng

ka

h s

tra

teg

is

da

lam

me

nin

gk

atk

an

ku

ali

tas

hid

up

ma

sya

rak

at.

Pene

tapa

n te

rseb

ut b

erka

itan

deng

an re

form

asi

biro

kras

i yan

g di

jala

nkan

pem

erin

tah

Prov

insi

Jaw

a Ti

mur

. Hal

ini d

ikar

enak

an a

pabi

la p

emer

inta

h pr

ovin

si le

bih

men

ekan

kan

pada

pen

ingk

atan

ke

seja

hter

aan

PNS

kem

ungk

inan

bes

ar ti

dak

akan

be

rdam

pak

seca

ra n

yata

terh

adap

pen

urun

an

kem

iski

nan

dan

peni

ngka

tan

angk

a IP

M. S

ebal

ikny

a,

peni

ngka

tan

kese

jaht

eraa

n PN

S te

lah

mem

perb

esar

be

lanj

a pe

gaw

ai d

an m

engu

rang

i por

si b

elan

ja

untu

k m

asya

raka

t.

Pe

mer

inta

h Pr

ovin

si d

an K

abup

aten

dan

Ko

ta d

i Jaw

a Ti

mur

per

lu m

eref

orm

ulas

i st

rate

gi d

an ta

rget

refo

rmas

i biro

kras

i. Sa

lah

satu

nya

mel

alui

pen

etap

an u

kura

n pe

ning

kata

n ak

sesi

bilit

as m

asya

raka

t te

rhad

ap p

enye

diaa

n ke

butu

han

dasa

r ol

eh P

emer

inta

h Pr

ovin

si d

an K

abup

aten

da

n Ko

ta, y

akni

mel

iput

i pel

ayan

an

kese

hata

n da

n pe

ndid

ikan

dan

pe

ngem

bang

an e

kono

mi m

asya

raka

t.

Ke

bij

ak

an

ach

iev

em

en

t b

ase

d

rem

un

era

tio

n m

eru

pa

ka

n s

olu

si

alt

ern

ati

f d

ala

m m

en

ing

ka

tka

n

kin

erj

a a

pa

ratu

r p

em

eri

nta

ha

n

di

ten

ga

h k

ete

rba

tasa

n a

ng

ga

ran

di

be

rba

ga

i le

ve

l p

em

eri

nta

ha

n.

Kebi

jaka

n in

i mer

upak

an te

robo

san

refo

rmas

i yan

g bi

sa d

ilaku

kan

mel

alui

pe

rbai

kan

rem

uner

asi b

erba

sis

kine

rja

inov

atif

PNS.

Kep

ada

setia

p PN

S ya

ng

berh

asil

men

emuk

an in

ovas

i ber

upa

tekn

ik/m

etod

e/m

odel

ata

u al

at te

rten

tu

yang

mem

puny

ai d

ampa

k pe

rbai

kan

hasi

l eko

nom

i ata

u si

tuas

i sos

ial p

ada

mas

yara

kat b

erha

k m

enda

pat p

erba

ikan

re

mun

eras

i. Pe

mer

inta

h da

erah

m

enga

pres

iasi

set

iap

inov

asi P

NS

agar

m

anfa

at p

erba

ikan

kin

erja

nya

bisa

di

rasa

kan

lang

sung

ole

h m

asya

raka

t.

Page 156: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

140Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Lampiran

Ba

bT

em

ua

n

Re

ko

me

nd

asi

R

en

ca

na

Ak

si

Peng

arus

utam

aan

Gen

der

K

om

itm

en

ya

ng

ku

at

da

n a

pli

ka

tif

da

ri b

erb

ag

ai

un

sur

pe

me

rin

tah

an

da

n m

asy

ara

ka

t d

ipe

rlu

ka

n

da

lam

up

ay

a p

en

ing

ka

tan

ku

ali

tas

pe

rem

pu

an

da

lam

pe

rsp

ek

tif

pe

ng

aru

suta

ma

an

ge

nd

er.

Peng

arus

utam

aan

gend

er m

erup

akan

sal

ah s

atu

kebi

jaka

n ut

ama

dala

m p

emba

ngun

an d

i Jaw

a Ti

mur

, ter

lhat

pad

a be

rbag

ai k

ebija

kan

dan

stra

tegi

se

pert

i yan

g te

rtua

ng d

alam

RPJ

MD

Pro

vins

i Jaw

a Ti

mur

200

9 –

2014

bah

wa

pem

bang

unan

dae

rah

haru

s pr

o ge

nder

. Sel

ain

itu, p

enga

rusu

tam

aan

gend

er m

enja

di a

gend

a ut

ama

yang

har

us

ditu

ntas

kan

dala

m p

rogr

am G

uber

nur J

awa

Tim

ur p

erio

de 2

009-

2014

mel

alui

pen

ingk

atan

ku

alita

s ke

hidu

pan

dan

pera

n pe

rem

puan

, ser

ta

terja

min

nya

kese

tara

an g

ende

r. H

al in

i men

unju

kan

kom

itmen

yan

g tin

ggi d

ari p

emer

inta

h Pr

ovin

si

Jaw

a Ti

mur

dal

am u

paya

pen

garu

suta

maa

n ge

nder

. Nam

un d

emik

ian,

kom

itmen

ters

ebut

ha

rus

terim

plem

enta

si m

elal

ui p

rogr

am k

eset

araa

n ge

nder

yan

g ko

nsis

ten

dan

dapa

t lan

gsun

g di

rasa

kan

oleh

kau

m p

erem

puan

dan

men

jadi

ge

raka

n be

rsam

a m

asya

raka

t ser

ta s

elur

uh S

KPD

di

berb

agai

ting

kata

n pe

mer

inta

han.

Pe

ng

aru

suta

ma

an

ge

nd

er

me

lalu

i

pe

mb

erd

ay

aa

n p

ere

mp

ua

n a

ka

n m

en

jad

i h

al

ya

ng

sa

ng

at

pe

nti

ng

da

lam

up

ay

a m

en

uru

nk

an

tin

gk

at

ke

mis

kin

an

. Ba

nyak

nya

TKW

dar

i dae

rah

kant

ong

kem

iski

nan

men

unju

kan

bahw

a be

kerja

di

luar

neg

eri m

asih

men

jadi

har

apan

bag

i seb

agia

n pe

ndud

uk u

ntuk

kel

uar d

ari k

emis

kina

n. K

ebija

kan

peng

uran

gan

kem

iski

nan

dan

peng

arus

utam

aan

gend

er s

ehar

usny

a di

laku

kan

seca

ra s

imul

tan,

ka

rena

sal

ing

terk

ait s

atu

sam

a la

in. O

leh

kare

na

itu, b

erba

gai p

rogr

am p

enge

ntas

an k

emis

kina

n se

haru

snya

dili

hat d

ari p

ersp

ektif

gen

der.

D

ipe

rlu

ka

n u

pa

ya

pe

ng

aru

suta

ma

an

ge

nd

er

seb

ag

ai

sua

tu g

era

ka

n d

i m

asy

ara

ka

t u

ntu

k

me

nc

ap

ai

ke

seta

raa

n g

en

de

r. T

erda

pat g

ap y

ang

rela

tif b

esar

ant

ara

penc

apai

an In

deks

Pem

bang

unan

M

anus

ia d

enga

n In

deks

Pem

bang

unan

Gen

der.

Kond

isi t

erse

but m

enun

jukk

an b

ahw

a ku

alita

s hi

dup

seba

gian

kau

m p

erem

puan

mas

ih b

erad

a di

ba

wah

sta

ndar

pem

bang

unan

. Ber

baga

i keb

ijaka

n ha

rus

dila

kuka

n un

tuk

men

ingk

atka

n ku

alita

s hi

dup

pere

mpu

an k

husu

snya

mel

alui

pen

didi

kan

dan

kese

hata

n ya

ng b

erku

alita

s, se

rta

peny

edia

an s

aran

a da

n pr

asar

ana

yang

men

duku

ng p

enge

mba

ngan

pe

rem

puan

.

An

gg

ara

n r

esp

on

sif

ge

nd

er

pe

rlu

dit

ing

ka

tka

n

da

n d

iop

tim

alk

an

un

tuk

me

ng

en

task

an

ke

mis

kin

an

kh

usu

sny

a d

ala

m p

ers

pe

kti

f g

en

de

r.

Sala

h sa

tu is

u st

rate

gis

pem

bang

unan

gen

der d

i Ja

wa

Tim

ur a

dala

h m

asih

ban

yakn

ya p

erm

asal

ahan

TK

W d

i lua

r neg

eri y

ang

nota

bene

ada

lah

kaum

pe

rem

puan

mis

kin.

Ole

h ka

rena

itu

dipe

rluka

n su

atu

kebi

jaka

n pe

mer

inta

h da

erah

di J

awa

Tim

ur.

sepe

rti a

ngga

ran

resp

onsi

f gen

der y

ang

diar

ahka

n pa

da p

embi

naan

cal

on m

aupu

n TK

W b

aik

sebe

lum

be

rang

kat,

trai

ning

, mau

pun

sete

lah

kem

bali

dari

beke

rja d

i lua

r neg

eri.

Sela

in it

u pe

rluas

an la

pang

an

kerja

di d

aera

h de

ngan

sua

sana

kon

dusi

f dal

am

pers

pekt

if ge

nder

har

us ju

ga m

enja

di a

gend

a ut

ama

dala

m m

enin

gkat

kan

kual

itas

pere

mpu

an.

Page 157: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

141

Lampiran

La

mp

ira

n D

. B

ud

ge

t M

ast

er

Ta

ble

La

mp

ira

n D

.1 K

on

soli

da

si A

ng

ga

ran

Pe

me

rin

tah

Ja

wa

Tim

ur

Ta

be

l D

.1.1

. P

en

da

pa

tan

Be

rda

sark

an

Su

mb

er

(da

lam

Ru

pia

h)

Pro

vin

si2

00

62

00

72

00

82

00

92

01

0

PAD

4.4

84

.66

9.2

27

.51

0

4.7

31

.82

5.1

99

.05

1

5.4

01

.00

5.2

75

.19

1

5.7

08

.04

0.3

37

.08

1

5.9

61

.94

0.2

13

.47

9

Paja

k D

aera

h3.

940.

621.

693.

610

4.06

2.13

2.22

5.88

5 4.

644.

032.

397.

519

4.89

1.81

6.30

2.93

9 4.

975.

832.

086.

761

Retr

ibus

i Dae

rah

320.

446.

757.

865

296.

687.

899.

014

320.

520.

873.

641

75.6

09.0

05.6

74

50.6

13.3

38.7

25

Has

il Pe

ngel

olaa

n Ke

kaya

an D

aera

h ya

ng D

ipis

ahka

n74

.110

.598

.193

11

3.07

3.85

7.16

1 20

2.47

5.84

6.32

6 22

7.44

6.22

5.64

1 22

7.70

5.00

3.13

9

Lain

-lain

Pen

dapa

tan

Asl

i Dae

rah

Yang

Sah

149.

490.

177.

842

259.

931.

216.

990

233.

976.

157.

706

513.

168.

802.

827

707.

789.

784.

854

DA

NA

PER

IMBA

NG

AN

1.6

65

.76

7.4

02

.94

6

1.9

95

.21

9.2

46

.37

6

1.8

63

.24

4.0

69

.27

6

2.0

93

.55

6.4

08

.98

0

2.2

55

.27

0.8

53

.35

9

Dan

a Ba

gi H

asil

Paja

k67

2.69

0.38

0.31

8 91

2.12

1.86

1.22

7 80

3.35

5.88

7.57

9 95

7.07

7.05

8.98

0 1.

067.

988.

724.

526

Bagi

Has

il Bu

kan

Paja

k -

- -

- -

Dan

a A

loka

si U

mum

993.

077.

022.

628

1.06

5.94

1.91

6.35

0 1.

059.

888.

181.

697

1.11

8.47

8.35

0.00

0 1.

134.

007.

820.

681

Dan

a A

loka

si K

husu

s -

17.1

55.4

68.7

99

- 18

.001

.000

.000

53

.274

.308

.153

PEN

DA

PATA

N L

AIN

YA

NG

SA

H2

8.1

13

.89

0.8

37

2

2.6

13

.82

6.9

35

6

6.9

74

.88

4.1

29

2

6.0

98

.06

9.4

71

4

5.0

39

.91

3.0

52

Pend

apat

an H

ibah

- 22

.613

.826

.935

24

.648

.574

.379

22

.032

.919

.471

16

.454

.749

.439

Dan

a D

arur

at -

- -

- -

Dan

a Ba

gi H

asil

Paja

k da

ri Pr

ovin

si d

an P

emer

inta

h D

aera

h La

inny

a -

- -

- -

Dan

a Pe

nyes

uaia

n da

n O

tono

mi K

husu

s -

- 42

.326

.309

.750

4.

065.

150.

000

28.5

85.1

63.6

13

Bant

uan

Keua

ngan

dar

i Pro

vins

i ata

u Pe

mer

inta

h D

aera

h La

inny

a 1

50.7

97.5

42

- -

- -

Bagi

Has

il Bu

kan

Paja

k da

ri Pr

ovin

si d

an P

emer

inta

h D

aera

h La

inny

a27

.963

.093

.295

-

- -

-

Pend

apat

an la

inny

a -

- -

- -

TOTA

L PE

ND

APAT

AN6

.17

8.5

50

.52

1.2

92

6

.74

9.6

58

.27

2.3

62

7

.33

1.2

24

.22

8.5

97

7

.82

7.6

94

.81

5.5

32

8

.26

2.2

50

.97

9.8

90

Cata

tan:

Sem

ua a

ngka

dal

am M

aste

r Tab

le m

erup

akan

ang

ka re

al d

enga

n ta

hun

dasa

r 200

9=10

0.

Page 158: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

142Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Lampiran

Ka

bu

pa

ten

/Ko

ta2

00

62

00

72

00

82

00

92

01

0

PAD

2.6

15

.31

1.0

60

.18

02

.83

8.6

85

.65

4.3

33

3.0

22

.90

0.6

49

.15

03

.35

7.2

24

.03

7.5

25

3.5

11

.86

2.7

16

.20

0

Paja

k D

aera

h99

1.77

4.56

5.03

31.

028.

259.

214.

611

1.07

5.97

7.83

6.41

91.

147.

710.

979.

236

1.25

0.40

0.12

3.82

5

Retr

ibus

i Dae

rah

974.

890.

564.

212

1.12

3.82

5.37

0.90

11.

147.

323.

191.

747

1.10

8.47

1.57

1.72

01.

017.

865.

299.

259

Has

il Pe

ngel

olaa

n Ke

kaya

an D

aera

h ya

ng D

ipis

ahka

n88

.380

.063

.901

129.

967.

577.

805

151.

490.

807.

942

162.

512.

985.

668

185.

045.

975.

569

Lain

-lain

Pen

dapa

tan

Asl

i Dae

rah

Yang

Sah

560.

265.

867.

033

556.

633.

491.

015

648.

108.

813.

043

938.

528.

500.

902

1.05

8.55

1.31

7.54

7

DA

NA

PER

IMBA

NG

AN

22

.74

0.5

12

.29

1.4

24

24

.53

2.1

83

.10

6.9

04

24

.97

5.1

71

.28

0.3

97

25

.15

3.8

82

.16

0.1

16

24

.02

2.2

37

.94

1.1

34

Dan

a Ba

gi H

asil

Paja

k2.

510.

204.

732.

719

2.80

3.11

1.90

0.88

82.

603.

851.

774.

449

3.03

1.72

8.62

5.76

83.

520.

622.

459.

459

Bagi

Has

il Bu

kan

Paja

k12

.605

.000

.018

75.1

10.9

07.4

0238

3.20

5.90

4.22

923

7.94

3.28

0.34

8-

Dan

a A

loka

si U

mum

19.1

12.0

22.1

29.6

5520

.137

.094

.511

.365

20.2

19.3

95.5

33.4

5919

.763

.938

.166

.000

18.7

85.6

58.0

20.9

42

Dan

a A

loka

si K

husu

s1.

105.

680.

429.

032

1.51

6.86

5.78

7.24

91.

768.

718.

068.

260

2.12

0.27

2.08

8.00

01.

715.

957.

460.

733

PEN

DA

PATA

N L

AIN

YA

NG

SA

H1

.74

5.0

76

.12

7.5

13

1.8

34

.06

7.1

16

.47

62

.04

9.6

24

.35

6.6

14

3.6

29

.75

1.0

13

.12

46

.41

4.7

00

.44

9.1

78

Pend

apat

an H

ibah

224.

043.

040

29.8

44.9

43.3

5614

0.61

0.79

7.64

568

.856

.097

.388

146.

420.

272.

969

Dan

a D

arur

at3.

337.

563.

360

53.6

51.8

68.5

8010

7.30

7.31

7.70

019

.987

.902

.923

5.81

1.97

2.70

0

Dan

a Ba

gi H

asil

Paja

k da

ri Pr

ovin

si d

an P

emer

inta

h D

aera

h La

inny

a69

.392

.588

.477

189.

905.

834.

915

743.

742.

028.

067

673.

378.

917.

037

1.77

9.49

4.80

3.93

8

Dan

a Pe

nyes

uaia

n da

n O

tono

mi K

husu

s10

3.74

0.88

224

.560

.297

.743

224.

759.

792.

625

178.

892.

399.

800

2.97

1.39

6.04

0.95

9

Bant

uan

Keua

ngan

dar

i Pro

vins

i ata

u Pe

mer

inta

h D

aera

h La

inny

a1.

530.

122.

607.

797

12.0

66.3

36.6

6584

.517

.749

.539

306.

449.

690.

335

1.43

6.05

1.10

8.40

6

Bagi

Has

il Bu

kan

Paja

k da

ri Pr

opin

si d

an P

emer

inta

h D

aera

h La

inny

a25

.420

.705

.879

-3.

545.

147.

103

19.5

08.5

05.0

0075

.526

.250

.205

Pend

apat

an la

inny

a11

6.47

4.87

8.07

8-

745.

141.

523.

936

2.36

2.67

7.50

0.64

1-

TOTA

L PE

ND

APAT

AN2

7.1

00

.89

9.4

79

.11

62

9.2

04

.93

5.8

77

.71

33

0.0

47

.69

6.2

86

.16

13

2.1

40

.85

7.2

10

.76

53

3.9

48

.80

1.1

06

.51

2

Cata

tan:

Sem

ua a

ngka

dal

am M

aste

r Tab

le m

erup

akan

ang

ka re

al d

enga

n ta

hun

dasa

r 200

9=10

0.

Page 159: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

143

Lampiran

Tabel D.1.2. Belanja Berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi (dalam Rupiah)

Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010

Belanja pegawai 1.233.112.254.946 - - - -

Tidak langsung - 1.244.704.083.678 1.023.751.248.708 1.075.189.345.905 1.269.166.274.424

Langsung - 335.590.781.962 500.912.898.361 483.187.940.619 637.548.860.398

Belanja barang & jasa - 1.176.648.457.465 1.558.040.692.744 1.962.652.642.711 2.589.803.558.638

Barang & jasa 1.578.650.358.797 - - - -

Perjalanan dinas 283.388.519.472 - - - -

Pemeliharaan 215.217.432.824 - - - -

Belanja modal 748.138.656.620 710.339.715.984 604.283.550.965 837.299.991.689 895.385.718.604

Belanja lain-lain 2.144.247.555.880 2.525.064.304.251 3.456.781.650.216 3.243.709.886.603 4.432.425.398.693

Total 6.202.754.778.539 5.992.347.343.340 7.143.770.040.994 7.602.039.807.527 9.824.329.810.757

Catatan: Semua angka dalam Master Table merupakan angka real dengan tahun dasar 2009=100.

Kabupaten/Kota 2006 2007 2008 2009 2010

Belanja pegawai 12.047.093.231.352 - - - -

Tidak langsung - 12.238.004.179.741 13.982.031.877.551 15.728.648.096.249 19.844.946.225.370

Langsung - 1.875.038.429.819 1.660.525.022.712 1.456.020.384.821 1.480.759.883.368

Belanja barang & jasa - 4.840.118.522.052 4.583.979.892.662 4.740.862.103.721 5.497.440.114.215

Barang & jasa 3.775.611.296.789 - - - -

Perjalanan dinas 429.342.435.430 - - - -

Pemeliharaan 1.524.845.295.181 - - - -

Belanja modal 4.378.052.153.465 6.253.366.649.270 6.705.309.339.069 7.328.942.670.997 6.574.256.502.894

Belanja lain-lain 2.516.929.227.186 2.837.122.831.291 3.128.104.495.348 3.735.506.460.889 4.459.320.028.269

Total 24.671.873.639.403 28.043.650.612.174 30.059.950.627.341 32.989.979.716.677 37.856.722.754.114

Catatan: Semua angka dalam Master Table merupakan angka real dengan tahun dasar 2009=100.

Page 160: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

144Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Lampiran

Tabel D.1.3. Belanja berdasarkan bidang (dalam Rupiah)

Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010

Bidang Administrasi Umum Pemerintahan

3.753.732.092.771 3.503.699.274.193 4.491.696.526.512 4.298.711.176.337 5.821.039.233.168

Bidang Pertanian 151.561.348.588 194.282.163.350 427.844.053.829 241.024.403.642 388.875.296.491

Bidang Perikanan dan Kelautan 69.504.627.474 77.413.071.585 75.361.091.083 184.592.575.512 180.389.469.925

Bidang Pertambangan dan Energi

32.060.283.190 27.929.238.914 29.904.861.473 41.092.470.467 28.010.828.872

Bidang Kehutanan dan Perkebunan 66.107.168.527 30.003.230.014 30.201.574.469 36.747.296.800 36.045.728.584

Bidang Perindustrian dan Perdagangan 62.810.419.700 216.852.888.643 82.373.061.989 141.402.070.550 171.482.513.899

Bidang Perkoperasian 25.009.661.722 28.905.450.533 31.153.624.989 83.793.373.691 123.484.902.973

Bidang Penanaman Modal 14.969.923.484 13.289.882.174 12.388.345.411 20.311.011.941 31.592.097.513

Bidang Ketenagakerjaan 73.328.314.771 67.816.475.657 78.060.873.581 107.558.044.244 142.098.664.434

Bidang Kesehatan 671.705.848.129 593.798.221.966 745.128.848.164 936.712.780.103 1.397.091.833.364

Bidang Pendidikan dan Kebudayaan 354.747.255.876 237.329.163.612 228.843.470.292 310.239.795.226 310.226.423.775

Bidang Sosial 81.625.425.195 75.863.712.147 92.417.975.956 126.788.452.569 124.005.124.620

Bidang Penataan Ruang - - - - 7.811.331.339

Bidang Permukiman 104.155.853.571 130.525.109.044 127.924.545.343 157.098.103.084 109.082.624.252

Bidang Pekerjaan Umum 559.846.275.230 593.518.572.794 455.684.121.269 567.971.067.627 589.113.581.713

Bidang Perhubungan 90.364.952.211 105.540.617.307 152.508.623.232 292.053.315.202 270.143.058.470

Bidang Lingkungan Hidup 25.841.537.461 18.583.643.366 20.967.020.341 26.627.843.390 36.242.135.697

Bidang Kependudukan 17.280.064.411 30.220.124.003 15.605.781.322 - 2.758.040.389

Bidang Olah Raga 19.276.122.459 17.771.716.564 15.339.567.512 29.316.027.142 36.372.074.607

Bidang Kepariwisataan 28.827.603.770 29.004.787.474 30.366.074.224 - 18.464.846.672

Bidang Pertanahan - - - - -

Bidang Lain-Lain - - - - -

Total 6.202.754.778.539 5.992.347.343.340 7.143.770.040.994 7.602.039.807.527 9.824.329.810.757

Catatan: Semua angka dalam Master Table merupakan angka real dengan tahun dasar 2009=100.

Page 161: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

145

Lampiran

Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010

Bidang Administrasi Umum Pemerintahan

7.787.511.965.461 8.685.375.290.464 8.595.450.529.837 9.456.662.494.391 10.930.338.780.340

Bidang Pertanian 490.882.137.023 572.393.170.076 622.151.546.590 606.752.867.809 632.335.841.891

Bidang Perikanan dan Kelautan 159.243.912.684 163.159.002.420 159.041.666.225 154.777.511.621 184.108.206.334

Bidang Pertambangan dan Energi

26.082.398.841 36.602.574.977 95.930.509.270 74.443.148.903 31.857.319.746

Bidang Kehutanan dan Perkebunan 102.178.047.140 76.396.576.856 104.491.964.139 104.866.884.994 128.098.154.282

Bidang Perindustrian dan Perdagangan

185.155.134.095 205.102.652.798 229.781.490.147 298.640.667.539 254.837.174.892

Bidang Perkoperasian 78.042.197.742 116.710.607.550 124.583.912.188 147.289.618.870 176.995.861.174

Bidang Penanaman Modal 9.691.873.907 71.164.654.167 34.274.973.582 36.546.426.668 50.819.775.585

Bidang Ketenagakerjaan 118.711.320.851 115.253.948.713 111.789.856.966 125.947.061.363 145.223.637.903

Bidang Kesehatan 2.011.705.494.460 2.525.931.147.225 2.831.227.824.083 3.590.205.128.497 3.797.983.554.998

Bidang Pendidikan dan Kebudayaan 8.261.173.320.650 9.614.744.611.137 11.267.319.532.297 11.884.570.437.555 15.404.666.067.693

Bidang Sosial 260.108.930.477 217.091.782.091 163.302.699.898 222.984.727.913 257.661.739.061

Bidang Penataan Ruang 147.876.415.214 47.207.764.328 315.824.719.048 511.393.463.799 454.628.656.418

Bidang Permukiman 852.535.854.008 382.270.734.101 206.900.758.512 240.370.029.630 261.569.808.661

Bidang Pekerjaan Umum 2.922.465.770.493 3.885.972.937.329 3.806.018.531.813 4.232.423.533.733 3.704.562.552.159

Bidang Perhubungan 281.768.496.867 260.779.004.270 315.656.034.094 387.785.770.960 393.492.518.086

Bidang Lingkungan Hidup 551.311.538.047 573.714.954.981 637.332.724.823 560.763.447.380 675.956.152.430

Bidang Kependudukan 232.211.055.139 181.526.811.796 159.173.770.720 142.894.965.868 150.995.124.541

Bidang Olah Raga 6.975.405.557 220.012.444.410 82.912.404.117 139.179.899.707 130.401.470.093

Bidang Kepariwisataan 103.711.591.655 77.925.522.969 99.640.147.689 49.286.751.915 59.333.868.158

Bidang Pertanahan - 14.314.419.517 97.145.031.305 22.194.877.562 30.856.489.669

Bidang Lain-Lain 82.530.779.092 - - - -

Total 24.671.873.639.403 28.043.650.612.174 30.059.950.627.341 32.989.979.716.677 37.856.722.754.114

Catatan: Semua angka dalam Master Table merupakan angka real dengan tahun dasar 2009=100.

Page 162: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

146Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Lampiran

Lampiran D.2 Belanja Pemerintah Pusat di Provinsi Jawa Timur

Tabel D.2.1. Belanja Pemerintah Pusat yang Terdekonsentrasi ke Provinsi Jawa Timur (dalam Rupiah)

2006 2007 2008 2009 2010

Pendidikan 4.458.785.855.095 2.508.031.161.634 6.479.974.842.267 10.326.889.126.398 7.355.830.333.757

Kesehatan 575.784.366.217 491.041.210.205 284.913.206.727 292.999.625.935 185.267.092.608

Pertanian 519.059.535.906 685.760.740.120 432.603.423.146 443.813.910.137 266.588.612.565

Infrastruktur 194.464.190.590 318.815.841.624 744.655.208.799 1.550.188.924.218 326.307.532.971

Catatan: Semua angka dalam Master Table merupakan angka real dengan tahun dasar 2009=100.

Lampiran D.3 Anggaran Daerah Berdasarkan Kabupaten/Kota

Tabel D.3.1. Pendapatan Riil Perkapita Daerah berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2009 (dalam Rupiah)

PAD DANA PERIMBANGAN

PENDAPATAN LAIN YANG SAH

TOTAL PENDAPATAN

Kota Surabaya 307.754 550.396 158.600 1.016.750

Kota Probolinggo 173.933 1.432.569 441.182 2.047.684

Kota Pasuruan 204.844 1.707.120 203.877 2.115.842

Kota Mojokerto 248.439 2.572.174 346.900 3.167.513

Kota Malang 112.658 729.737 130.783 973.179

Kota Madiun 244.560 1.864.795 212.905 2.322.260

Kota Kediri 325.922 1.905.903 234.097 2.465.923

Kota Blitar 298.789 2.170.169 465.749 2.934.707

Kota Batu 91.700 1.504.948 346.758 1.943.406

Kab. Tulungagung 82.985 776.306 153.999 1.013.291

Kab. Tuban 96.168 629.833 56.390 782.391

Kab. Trenggalek 59.837 854.319 143.291 1.057.447

Kab. Sumenep 43.546 712.341 44.929 800.815

Kab. Situbondo 54.271 854.451 68.616 977.337

Kab. Sidoarjo 157.886 514.714 108.897 781.498

Kab. Sampang 40.401 625.215 72.763 738.378

Kab. Probolinggo 40.746 616.348 86.406 743.500

Kab. Ponorogo 53.440 759.992 93.256 906.688

Kab. Pasuruan 60.352 591.996 27.583 679.931

Kab. Pamekasan 47.224 681.314 74.874 803.412

Kab. Pacitan 49.525 931.990 84.470 1.065.985

Kab. Ngawi 30.556 805.020 117.401 952.976

Kab. Nganjuk 72.092 713.664 113.944 899.701

Kab. Mojokerto 58.811 630.785 87.260 776.856

Page 163: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

147

Lampiran

PAD DANA PERIMBANGAN

PENDAPATAN LAIN YANG SAH

TOTAL PENDAPATAN

Kab. Malang 63.302 479.027 46.118 588.447

Kab. Magetan 77.994 947.877 126.565 1.152.436

Kab. Madiun 46.858 867.265 185.018 1.099.141

Kab. Lumajang 63.555 628.787 55.824 748.166

Kab. Lamongan 60.063 615.105 121.205 796.374

Kab. Kediri 53.604 565.251 77.888 696.742

Kab. Jombang 69.318 547.567 60.938 677.823

Kab. Jember 58.000 470.158 46.844 575.001

Kab. Gresik 138.452 584.855 74.827 798.134

Kab. Bondowoso 56.597 755.636 145.176 957.409

Kab. Bojonegoro 55.264 621.162 53.852 730.278

Kab. Blitar 54.434 708.188 124.620 887.242

Kab. Banyuwangi 56.637 597.205 90.894 744.736

Kab. Bangkalan 35.409 639.513 63.609 738.531

Tabel D.3.2. Belanja Riil Perkapita Daerah Kabupaten/kota berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi tahun 2009 (dalam Rupiah)

PEGAWAI MODAL BARANG dan JASA LAINNYA TOTAL BELANJA

Kota Surabaya 359.600 452.317 282.046 94.559 1.188.522

Kota Probolinggo 909.729 578.455 425.777 60.344 1.974.305

Kota Pasuruan 1.044.783 656.583 324.754 340.867 2.366.987

Kota Mojokerto 1.341.669 1.059.498 955.380 164.789 3.521.336

Kota Malang 500.696 276.196 123.588 84.640 985.120

Kota Madiun 1.364.210 414.383 338.520 54.843 2.171.956

Kota Kediri 1.093.498 723.679 423.925 340.631 2.581.733

Kota Blitar 1.389.511 831.290 496.398 169.458 2.886.657

Kota Batu 828.745 754.745 284.051 217.969 2.085.510

Kab. Tulungagung 619.647 132.483 152.260 116.071 1.020.461

Kab. Tuban 417.470 237.844 75.615 91.098 822.027

Kab. Trenggalek 621.051 169.307 122.588 169.842 1.082.788

Kab. Sumenep 494.197 145.815 114.990 104.048 859.050

Kab. Situbondo 590.658 187.433 96.659 131.384 1.006.134

Kab. Sidoarjo 356.793 139.056 138.931 126.008 760.787

Kab. Sampang 366.942 279.488 83.668 87.553 817.650

Kab. Probolinggo 404.671 158.189 97.429 88.485 748.774

Kab. Ponorogo 550.525 167.907 103.771 82.191 904.394

Kab. Pasuruan 344.738 130.906 118.511 72.167 666.322

Page 164: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

148Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Lampiran

PEGAWAI MODAL BARANG dan JASA LAINNYA TOTAL BELANJA

Kab. Pamekasan 348.910 152.473 109.137 83.062 693.581

Kab. Pacitan 661.060 173.974 134.793 101.910 1.071.738

Kab. Ngawi 640.192 136.378 134.254 151.343 1.062.166

Kab. Nganjuk 526.943 206.634 118.989 52.620 905.186

Kab. Mojokerto 487.496 137.814 102.278 92.677 820.265

Kab. Malang 315.234 116.814 66.688 78.350 577.086

Kab. Magetan 715.043 222.100 135.968 93.835 1.166.946

Kab. Madiun 657.062 215.669 134.412 98.789 1.105.932

Kab. Lumajang 440.519 83.047 91.959 133.133 748.658

Kab. Lamongan 440.563 173.378 107.050 104.829 825.819

Kab. Kediri 397.745 174.617 75.540 54.663 702.565

Kab. Jombang 383.681 105.268 119.860 100.858 709.668

Kab. Jember 335.399 97.407 78.186 63.295 574.288

Kab. Gresik 384.754 86.912 103.022 195.069 769.757

Kab. Bondowoso 578.736 157.998 169.579 89.164 995.477

Kab. Bojonegoro 402.256 169.338 62.785 106.975 741.354

Kab. Blitar 528.372 177.070 103.812 60.609 869.863

Kab. Banyuwangi 376.749 195.134 68.491 121.981 762.355

Kab. Bangkalan 426.013 160.487 105.143 43.277 734.920

Tabel D.3.3. Belanja Riil Perkapita Daerah Kabupaten/kota berdasarkan Urusan tahun 2009 (dalam Rupiah)

Urusan Wajib Urusan Pilihan

Kota Surabaya 1.166.651 21.870

Kota Probolinggo 1.861.436 112.869

Kota Pasuruan 2.303.083 63.904

Kota Mojokerto 3.452.349 68.987

Kota Malang 958.627 26.493

Kota Madiun 2.103.803 68.153

Kota Kediri 2.549.489 32.244

Kota Blitar 2.780.171 106.486

Kota Batu 1.925.268 160.242

Kab. Tulungagung 995.885 24.576

Kab. Tuban 773.727 48.300

Kab. Trenggalek 1.033.892 48.896

Kab. Sumenep 816.640 42.410

Page 165: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

149

Lampiran

Urusan Wajib Urusan Pilihan

Kab. Situbondo 960.236 45.898

Kab. Sidoarjo 742.407 18.380

Kab. Sampang 779.171 38.479

Kab. Probolinggo 723.770 25.004

Kab. Ponorogo 872.303 32.091

Kab. Pasuruan 644.651 21.671

Kab. Pamekasan 677.577 16.004

Kab. Pacitan 1.017.577 54.161

Kab. Ngawi 1.023.037 39.130

Kab. Nganjuk 871.530 33.656

Kab. Mojokerto 792.641 27.623

Kab. Malang 549.358 27.728

Kab. Magetan 1.112.244 54.702

Kab. Madiun 1.061.338 44.594

Kab. Lumajang 720.789 27.869

Kab. Lamongan 771.850 53.969

Kab. Kediri 681.873 20.692

Kab. Jombang 686.257 23.410

Kab. Jember 541.036 33.252

Kab. Gresik 752.568 17.189

Kab. Bondowoso 942.260 53.216

Kab. Bojonegoro 713.040 28.314

Kab. Blitar 852.863 17.001

Kab. Banyuwangi 738.415 23.939

Kab. Bangkalan 703.328 31.592

Page 166: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk

150Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011

Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif

Lampiran

Page 167: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk
Page 168: Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk