menginduksi mutagenesis pada tanaman

32
1 MENGINDUKSI MUTAGENESIS PADA TANAMAN Dr. Ir. I Gede Ketut Susrama, MSc PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA Juli 2017

Upload: others

Post on 30-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

MENGINDUKSI MUTAGENESIS PADA TANAMAN

Dr. Ir. I Gede Ketut Susrama, MSc

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

Juli 2017

2

KATA PENGANTAR

Mutagenesis pada manusia akibat terpapar mutagen adalah sesuatu yang

berbahaya tetapi mutagenesis pada tanaman menjanjikan suatu keberhasilan dalam

memproduksi tanaman unggul atau tanaman lebih berkualitas. Tulisan ini membahas

dalam bentuk yang paling sederhana mengenai pendekatan dengan pemanfaatan

mutagen untuk memodifikasi genetik tanaman dalam upaya membuat tanaman

mutan dengan karakteristik menguntungkan bagi kehidupan manusia.

Berbagai hambatan telah dilewati dalam proses penulisan tulisan ini dan berkat

rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan berkat asung kerta wara nugraha Ida Sanghyang

Widhi Wasa serta atas bantuan/dukungan banyak sahabat yang masih mau berbaik

hati kepada penulis, tulisan ini bisa diselesaikan.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semuanya termasuk kepada anda

pembaca yang sedang membaca tulisan ini. Antusiasme pembaca yang terbayang

pada saat menulis memberi semangat untuk bisa menulis sesuatu yang bermanfaat

untuk sebanyak mungkin orang dan dengan berbekal itikad baik dan ketulusan hati

rasa sakit pada bahu, pinggang dan lutut pada saat harus duduk berlama-lama untuk

menulis tulisan ini seperti agak terlupakan.

Semoga kebenaran, kebaikan dan kewajaran berangkat dari ketulusan hati

nurani bisa selalu dinikmati sebagai keindahan lahir bathin dalam kehidupan sekejap

yang fana ini. Astungkara.

Denpasar, Juli 2017

Penulis

3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................2

DAFTAR ISI ...............................................................................................................3

I. PENDAHULUAN ...................................................................................................4

II. MUTAGEN DAN MUTAGENESIS ....................................................................10

2.1 Mutagen ...............................................................................................................10

2.1.1Mutagen analog basa ....................................................................................11

2.1.2Alkilator ......................................................................................................12

2.1.3Deaminator oksidatif ...................................................................................13

2.1.4Kolkisin ........................................................................................................14

2.2 Mutagenesis .........................................................................................................15

2.3 Penelitian mutagenesis di Indonesia ....................................................................18

III. MENGINDUKSI MUTAGENESIS PADA TANAMAN ...................................20

3.1 Mutagenesis untuk pembuatan tanaman resisten .................................................20

3.2 Pengaruh EMS pada tanaman ..............................................................................23

3.3Pengaruh sinar gamma pada tanaman ...................................................................24

3.4Pengaruh kolkisin pada tanaman ...........................................................................25

3.5Pengaruh natrium azida pada tanaman ..................................................................26

KESIMPULAN ..........................................................................................................27

SARAN ......................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................29

4

I. PENDAHULUAN

Untuk mengimbangi peningkatan jumlah penduduk mengharuskan upaya terus

menerus meningkatkan ketersediaan pangan. Apabila upaya meningkatkan

ketersediaan pangan gagal atau tidak mampu mengimbangi tingkat pertambahan

penduduk maka akan terjadi bencana kelaparan seperti yang terjadi di Etiopia dan

negara lainnya. Malthus seorang ahli ekonomi sejak berabad lalu sudah

menyampaikan kemungkinan resiko dunia kekurangan bahan pangan dengan

pernyataan matematis bahwa peningkatan produksi pangan dunia mengikuti

pertambahan deret hitung sedangkan pertumbuhan penduduk dunia mengikuti

pertambahan deret ukur. Untuk meningkatkan produksi pangan berbagai pendekatan

perlu dilakukan mengingat permasalahan yang dihadapi untuk meningkatkan

produksi pangan sangat kompleks, multi dimensi atau saling terkait dengan berbagai

bidang kehidupan dan melibatkan banyak pemangku kepentingan baik klasifikasi

maupun jumlah. Memperluas lahan pertanian ke depannya akan semakin sulit

mengingat sebagian dari lahan pertanian yang ada sekarang akan terus berkurang

untuk memenuhi kebutuhan akan pemukiman. Hal yang sama terjadi pada

berkurangnya air irigasi karena harus dialihkan peruntukkannya dipakai sebagai air

baku untuk penyediaan air minum. Ini berarti bidang pertanian harus terus mampu

meningkatkan produksi pangan dalam kondisi lahan yang akan terus berkurang dan

ketersediaan air irigasi yang juga akan terus berkurang.

Salah satu upaya yang mungkin dilakukan adalah meningkatkan kualitas

tanaman. Apabila kualitas tanaman meningkat maka otomatis produktivitas lahan

akan bertambah. Dulu produksi padi per hektar di tingkat petani hanya 3-4 ton.

Sekarang sudah menjadi 5-6 ton bahkan ada yang lebih dari itu. Walaupun bukan

5

seluruhnya hanya karena varietas yang unggul karena kontribusi peningkatan

kualitas budidaya juga sangat penting. Peningkatan kualitas tanaman tidak hanya

mengangkut peningkatan produksi tanaman per satuan luas lahan. Peningkatan

kualitas tanaman juga termasuk peningkatan kandungan nutrisi dalam bagian

tanaman yang dikonsumsi baik jenis maupun besar kandungannya, penambahan

kandungan vitamin dan mineral serta akhir-akhir ini sudah berhasil dibuat produk

pertanian dengan kandungan antibiotik di dalamnya. Walaupun ada catatan

bahwasanya produk pertanian yang baru yang bisa mengandung nutrisi, vitamin atau

antibiotik termasuk produk rekayasa genetik atau GMO (Genetically Modified

Organism) yang memang masih ada pro kontranya. GMO merupakan hasil aplikasi

bioteknologi modern yakni hasil aplikasi teknik asam nukleat in vitro dan teknik fusi

sel. Jadi selain produk pertanian hasil aplikasi kedua teknik tersebut diatas tidak

termasuk dalam produk rekayasa genetik. Banyak pihak yang masih belum jelas atau

ragu produk rekayasa genetik dan penjelasan ikutannya walaupun sebenarnya hal

tersebut sudah diterbitkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan untuk

menghentikan perdebatan berlanjut antar pihak di masyarakat. Perdebatan tentang

GMO yang cenderung tidak jelas ujung pangkalnya, selama ini terjadi disamping

karena kekhawatiran akan terjadinya kontaminasi genetik, kemungkinan juga karena

ketidakpahaman tentang topik yang didebatkan.

Berbagai cara sudah dilakukan untuk meningkatkan kualitas tanaman seperti

yang diawali oleh Mendel dengan penyilangan bunga untuk membuat varietas baru

yang merupakan cikal bakal pengembangan bidang ilmu pemuliaan tanaman (Plant

Breeding). Penyilangan bunga hanya mungkin dilakukan antar tanaman tertentu saja

sehingga kemudian dikembangkan pengembangan varietas baru untuk peningkatan

6

kualitas tanaman dan sekaligus untuk pengkayaan keanekaragaman hayati dengan

mengkombinasikan DNA (DNA rekombinan) yang memungkinkan

pengkombinasian antar tanaman dan binatang sekalipun. Teknik DNA rekombinan

memerlukan sarana dan prasarana memadai supaya bisa dijalankan dan relatif

mahal.

Diantara kedua teknik peningkatan kualitas tanaman diatas ada teknik

peningkatan tanaman yang ketiga yaitu membuat tanaman mutan dengan bantuan

mutagen. Walaupun ada resiko bahaya yang cukup besar kalau bekerja dengan

mutagen dalam jangka waktu lama yakni kemungkinan melakukan kecerobohan

yang sering terjadi apabila bekerja dengan zat kimia tetapi resiko bahaya itu bisa

dibuat sekecil mungkin dengan pemahaman tentang zat kimia khususnya mutagen

dengan baik, dengan membiasakan diri bekerja dengan zat berbahaya sehingga tidak

tegang dan tentu saja dengan bekerja sehati-hati mungkin pada saat bekerja dengan

mutagen serta dengan selalu berdoa sebelum memulai pekerjaan supaya selamat.

Penelitian menginduksi mutagenesis yang mulai gencar dilakukan sejak kolkisin

ditemukan bisa menginduksi mutasi menguntungkan yakni menggandakan

kromosom pada tanaman pada tahun 1940. Sampai sekarang masih banyak diminati

baik untuk penelitian di berbagai bidang ilmu dasar maupun terapan dan untuk

berbagai aplikasi dalam bidang biologi, pemuliaan tanaman dan bioteknologi

pertanian dalam upaya memperkaya keanekaragaman hayati dan meningkatkan

kualitas tanaman dan sudah menghasilkan banyak sekali varietas tanaman unggul

baru baik untuk meningkatkan tingkat produksi tanaman maupun peningkatan

ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit tanaman dan juga untuk

meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman faktor abiotik seperti kekeringan

7

dan salinitas. Ukuran kacang-kacangan misalnya sudah berhasil ditingkatkan ukuran

bijinya seperti ukuran biji kedelai misalnya sekarang sudah menjadi 2-3 kali ukuran

kedelai varietas asal. Beberapa buah-buahan yang dulunya berbiji, sekarang sudah

bisa dibuat tidak berbiji dengan aplikasi teknik poliploidi. Setelah kolkisin berbagai

jenis mutagen kimia lain dipakai untuk menginduksi mutagenesis pada tanaman

seperti misalnya etil metan sulfonat (EMS) dan sodium azida (SA) yang

menghasilkan lebih banyak lagi tanaman dengan karakteristik lebih unggul dari

varietas yang sudah ada.

Peningkatan kualitas ternak misalnya tidak mungkin dilakukan dengan

perlakuan mutagen atau ternak mutan tidak diperbolehkan dibuat melalui

mutagenesis berbeda dengan tanaman. Untuk mengingatkan kekejaman kepada

mahluk hidup sudah diciptakan ungkapan “peri kemanusiaan” dan juga kadang-

kadang ada yang mengucapkan “peri kebinatangan” tetapi sepertinya belum pernah

ada ungkapan “peri ketanaman”, yang menunjukkan untuk sementara tanaman bisa

diperlakukan seenaknya dengan mutagentanpa harus berurusan dengan aparat

hukum untuk menjadikannya tanaman mutan yang mempunyai karakteristik fenotif

yang lebih menguntungkan untuk kehidupan dibanding varietas asalnya.

Keberhasilan membuat tanaman mutan yang mempunyai karakteristik berbeda

dengan tanaman varietas asal dan diantara karakteristik itu ada yang masuk katagori

kriteria yang menjadikan tanaman berkualitas tinggi yaitu diantaranya memberi

tingkat produksi tinggi, tahan terhadap hama penyakit tumbuhan, jenis nutrisi lebih

lengkap dengankandungan per satuan bahan lebih tinggi,meningkatkan nilai estetika

dan lainnya. Hal itu dimungkinkan karena tanaman berbeda dengan mahluk hidup

lain untuk sementara diperbolehkan diperlakukan dengan mutagen dan hasil

8

mutagenesisnya ada yang menguntungkan misalnya seperti perubahan warna petala

pada bunga tanaman ornamental menjadi lebih menarik dan memberi variasi lebih

indah serta diameter dan panjang polong pada tanaman kacang-kacangan bertambah

dan peningkatan ukuran biji pada tanaman sereal. Kolkisin sebagai salah satu

mutagen yang sering digunakan untuk melipatgandakan kromosom tanaman dimana

tanaman yang tadinya 2n diubah menjadi 4n kemudian menjadi 8n dan seterusnya

akan menambah ukuran tanaman baik bagian vegetatif maupun reproduktif. Untuk

buah-buahan maka peningkatan ukuran buah tentu saja akan meningkatkan secara

langsung volume daging buahnya dan meningkatkan nilai ekonomi karena buah

yang besar lebih disukai dibanding buah yang kecil.

Penciptaan tanaman mutan dengan perlakuan mutagen secara in vivo maupun

seara in vitro baik modifikasi genetik random maupun modifikasi genetik terarah

disamping merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas tanaman juga sangat

bermanfaat untuk upaya peningkatan keanekaragaman hayati khususnya

keanekaragaman tumbuhan baik tumbuhan budidaya (tanaman) maupun tumbuhan

non budidaya agar mempunyai karakteristik fenotif yang lebih baik. Banyak zat

kimia mutagen sudah dicoba selama ini bisa memberi tingkat mutasi relatif tinggi.

Teknik perlakuan mutagen pada bagian tanaman atau pada biji dengan ditetesi atau

direndam sudah dilakukan atau perlakuan mutagen pada tanaman dengan cara

diinjeksi belum banyak dilakukan tetapi perlakuan mutagen dengan variasi pelarut

masih sangat terbatas padahal demikian banyak pelarut tersedia.

Tujuan menginduksi mutasi adalah untuk meningkatkan tingkat mutasi supaya

dalam waktu singkat atau lebih singkat dalam upaya membuat varietas baru.

Berbagai keberhasilan sudah bisa dicapai melalui mutagenesis dengan berbagai jenis

9

mutagen khususnya mutagen kimia akan tetapi mutasi yang menguntungkan pada

bagian tanaman yang dikonsumsi masih harus terus dilakukan. Pada kacang-

kacangan tentunya perlu fokus pada ukuran polong, ukuran biji dan ketahanan

tanaman terhadap hama dan penyakit tumbuhan.

Setelah perlakuan mutagen, parameter yang diukur pada tanaman mutan M1,

tanaman mutan M2, dan tanaman mutan seterusnya selama ini lebih banyak fokus

pada data-data unik seperti kekerdilan, perubahan bentuk daun, dan polong mutan

yang bernilai secara akademis saja tapi kurang bernilai secara ekonomis. Seharusnya

lebih fokus pada hasil mutasi yang menguntungkan atau menghasilkan karakteristik

tanaman yang masuk katagori karakteristik lebih baik dari tanaman varietas asal

seperti daun menjadi lebih tebal, butiran sereal menjadi lebih besar, kandungan

nutrisi menjadi lebih lengkap dengan konsentrasi per satuan bahan lebih tinggi atau

biji tanaman buah seperti mangga atau wani misalnya menjadi lebih kecil dan

lainnya. Mengapa tanaman tahan hama penyakit tanaman tidak begitu banyak bisa

dibuat selama ini?. Salah satu penyebabnya adalah umumnya teman-teman yang

bekerja di bidang pemuliaan berangkat dari bidang ilmu agronomi. Jarang atau tidak

ada dari bidang ilmu hama penyakit tanaman. Supaya bisa membuat tanaman tahan

hama dan penyakit tanaman haruslah mempunyai penguasaan dan penghayatan yang

luas dan dalam pada hama dan penyakit tanaman sehingga sudah saatnya tanaman

tahan hama dan penyakit tanaman bisa dibuat di laboratorium-laboratorium hama

dan penyakit tanaman.

10

II. MUTAGEN DAN MUTAGENESIS

2.1. Mutagen

Mutagen adalah substansi fisik atau kimia yang mampu mengubah materi

genetik baik DNA, kromosom maupun genom atau bisa meningkatkan frekuensi

mutasi dan umumnya merupakan substansi yang berbahaya bagi kesehatan manusia,

ternak dan hewan piaraan. Mutagen yang berbahaya bagi manusia, binatang dan

hewan piaraan dicobakan pada tanaman untuk upaya peningkatan kualitas tanaman.

Ada tiga katagori mutagen kimia yang selama ini dipakai untuk menginduksi

mutagenesis pada tanaman yaitu mutagen analog basa, alkilator dan deaminator.

Disamping ketiga katagori mutagen tersebut diatas terdapat berbagai mutagen lain

dengan cara kerja berbeda-beda. Berikut dibawah ini adalah daftar mutagen kimia

yang sudah pernah dicoba efektivitasnya pada tanaman.

Sodium azida Kolkisin EMS Hidrogen

peroksida

Hidrazid maleat 2-aminopurin MMS Talidomida

Asam nitrit Akridin dye Etidium bromida Etilen oksida

Akridin Akridin oranye Akriflavin Hidrazid malik

Campuran

formaldehid dan

asam nitrit

5-bromo-

dioksiuridin

Hidroksilamin

hidroklorid

Hidroksilamin

Bromouracil Strepto-

zotocin dES Proflavin

Formal-

dehid NH2OH 1-3 Butadiene

Dimetil

nitrosamin

Selain mutagen kimia, mutagenesis dengan mutagen fisik seperti sinar ultra

violet, sinar laser dan nuklir juga sudah banyak diteliti. Penulis pernah mencoba

perlakuan sinar rontgen dan juga sinar laser, masing-masing diperlakukan secara

terpisah pada biji/benih tanaman cabai dan tomat, sayangnya waktu itu hasilnya

tidak signifikan atau tidak terjadi perubahan secara fenotif.

11

2.1.1. Mutagen analog basa

Mutagen analog basa yang diklasifikasikan menjadi dua katagori yaitu analog

purin dan analog pirimidin merupakan zat kimia berupa basa yang bisa masuk ke

dalam sistem genetik tanaman dan mampu mengubah susunan basa DNA karena

struktur kimianya sangat mirip dengan basa yang biasa ada pada DNA. Seperti

timin, 5-bromouracil bisa berpasangan dengan adenin karena oleh sistem

metabolisme tanaman 5-bromouracil ini dianggap timin oleh tanaman.

5-BromouracilTimin

Mutagen analog basa akan efektif menginduksi mutagenesis kalau tersedia pada

saat terjadinya sintesis DNA khususnya pada tahapan replikasi DNA atau dengan

kata lain paparan mutagen analog basa baru menimbulkan efek mutagenesis apabila

paparan terjadi pada saat di dalam bagian tanaman yang diperlakukan sedang terjadi

proses sintesis DNA. Terdapat berbagai jenis mutagen analog basa, salah satu

mutagen analog basa yang umum dipakai dalam menginduksi mutagenesis pada

tanaman adalah 5-bromo-dioksiuridin.

2.1.2. Mutagen alkilator

Seperti mutagen analog basa, mutagen alkilator juga menyebabkan kekeliruan

dalam proses berpasangan antar basa dimana terjadi “mispairing”, hanya saja

mutagen alkilator tidak harus bekerja pada saat terjadinya sintesis DNA. Itulah

merupakan kelebihan dari mutagen alkilator dibandingkan dengan mutagen analog

basa. Mutagen alkilator mempunyai kinerja kuat dan banyak dipakai untuk

12

menginduksi mutagenesis. Alkilator merupakan proses penambahan hidrokarbon

pada suatu senyawa kimia atau disebut proses alkilasi. Alkilasi dengan penambahan

satu karbon disebut metilasi (penambahan gugus metil). Proses alkilasi yang secara

medis merusak sel kanker dalam upaya peningkatan kualitas tanaman dipakai untuk

memodifikasi genetik tanaman melalui proses penginduksian mutagenesis pada

tanaman.

Berbagai alkilator sudah ada saat ini seperti: 1) Etil metan sulfonat (EMS), 2)

metan metil sulfonat (MMS) dan 3) dietilsulfat (DES). EMS bisa perubahan basa

nitrogen timin menjadi guanin dan sebalikya.

Struktur kimia Etil Metan Sulfonat

2.1.3. Mutagen deaminator oksidatif

Mutagen deaminator oksidatif adalah merupakan mutagen yang dapat

menyebabkan deaminasi yang bersifat oksidatif terhadap basa tertentu seperti asam

nitrit (HNO2) yang melepaskan gugus amina dari adenin dan sitosin.Mutagen

deaminator oksidatif juga mempunyai kemampuan menginduksi mutagenesis

dengan cara mengubah adenin menjadi hipoksantin (adenin berpasangan dengan

timin dan hipoksantin dengan sitosin), sitosin menjadi urasil (sitosin berpasangan

dengan guanin dan urasil berpasangan dengan timin), dan mengubah guanin menjadi

santin (keduanya berpasangan dengan sitosin). Asam nitrit langsung mengganggu

proses penyandian jadi tidak perlu bekerja pada proses sintesis protein.

13

Deaminasi Sitosin menjadi Urasil

2.1.4. Kolkisin

Dalam bahasa Inggris zat ini mempunyai cukup banyak nama seperti:

colchicine, colchicina, colchicin, colchicum, colchique, condylon, colchicinum, dan

colsaloid. Kemudian dibuat padanannya dalam bahasa Indonesia menjadi kolkisin,

kolkhisin atau kolkisina. Dalam tulisan ini penulis memakai padanan yang paling

sederhana yaitu kolkisin. Kolkisin dengan rumus molekul C22H25NO6 mempunyai

berat molekul 399, 437 gram/mol. Kolkisin merupakan alkaloid utama dari hasil

ekstraksi tanamanColchicum autumnaleatau dari spesies Colchicum yang lain atau

dari Gloriosa superba dan dari tanaman Coleus forskohlii. Kelarutan kolkisin adalah

larut dalam air 10 mg/ml.

Colchicum autumnale (Sumber: Acta plantaraum)

14

Colchicum luteum (Always Ayurveda)

Gloriosa superba (Sumber: Wikipedia)

Coleus forskohlii (Sumber: Natural Stack)

Kolkisin merupakan senyawa alami yang bersifat toksik dan diproduksi oleh

metabolisme tanaman dalam bentuk metabolit sekunder. Kolkisin yang dipasarkan

15

berbentuk tepung berwarna kuning pucat. Setelah dilarutkan dalam akuades warna

larutannya akan bertambah gelap atau kelihatan keruh apabila kena sinar matahari

langsung. Masa paruh waktu 3-5 tahun dan disarankan untuk disimpan dalam wadah

kedap udara dan tidak terkena sinar matahari langsung. Kolkisin akan bersifat toksik

bila tertelan, terhirup atau mengenai lensa mata (Sigma). Di Bidang pertanian,

kolkisin banyak dipakai dalam membuat tanaman poliploid. Kolkisin menghambat

segregasi kromosom pada saat meiosis berlangsung pada berbagai jenis tanaman

(Borisy and Taylor, 1967).

Struktur kimia kolkisin

Tanaman poliploid setelah diperlakukan dengan kolkisin akan mempunyai

ukuran organ vegetatif dan generatif lebih besar dan pertumbuhan lebih cepat (Ade

and Rai, 2010). Di bidang pengobatan, kolkisin secara emperis dipakai sebagai obat

komplementer dan dipercaya bisa membantu penyembuhan penyakit gout yang

disebabkan oleh kandungan asam urat tinggi dalam darah dalam jangka waktu lama.

2.2. Mutagenesis

Mutagenesis merupakan pendekatan yang sangat menjanjikan keberhasilan

dalam upaya menciptakan variabilitas genetik tanaman. Banyak negara tetap

mengerjakan dengan serius upaya peningkatan kualitas tanaman dengan

16

menginduksi mutagenesis dengan mutagen dengan pertimbangan pengerjaannya

sederhana dan tidak memerlukan biaya besar (Oladosu et al, 2016). Berbagai

keberhasilan sudah dicapai dengan berhasil disebarluaskannya banyak varietas

tanaman baru yang tidak bisa dibuat dengan teknik pemuliaan klasik. Hasil review

yang dikemukakan oleh Parry et al., 2009 bahwa mutagenesis sangat potensial untuk

upaya peningkatan kualitas tanaman dan hal senada juga disampaikan oleh

Roychoduwry and Tah, 2016.

Aplikasi mutagenesis di bidang pertanian tidak hanya untuk upaya peningkatan

kualitas tanaman saja. Parry et al., 2009 menyatakan bahwa manfaat mutagenesis

yang juga sangat penting adalah untuk meningkatkan variabilitas yang novelty untuk

meningkatkan biodiversitas tanaman budidaya. Kemajuan teknologi di bidang

bioteknologi memungkinkan mengubah hanya karakteristik tertentu saja dari

tanaman sesuai keinginan peneliti dan tujuan penelitian dengan teknik “site-directed

mutagenesis” in vitro. Diperlukan fasilitas yang memadai untuk melakukan teknik

itu dan memerlukan dukungan aplikasi teknik kultur jaringan. Ditemukannya teknik

“site-directed mutagenesis” in vitro bukan berarti teknik mutagenesis in vivo tidak

diperlukan lagi, Chopra, 2005 mengingatkan bahwa teknik mutagenesis in vivo juga

memberi banyak keuntungan seperti bisa memberi alil mutan dengan berbagai

tingkatan modifikasi karakteristik. Hasil mutagenesis berupa mutasi terlihat (“viable

mutation”) menurut Dhanavel et al., 2012 dibedakan menjadi dua yaitu mutasi

makro dan mutasi mikro. Pada studi variabilitas kacang komak Parmar, 2013

disamping mendata parameter standar yang biasa didata pada penelitian

mutagenesis, pada penelitiannya didata umur tanaman pada saat 50% tanaman sudah

berbunga. Data ini mudah dikerjakan dan bisa dipakai untuk membandingkan umur

17

matang atau dewasa suatu tanaman disamping waktu munculnya bunga pertama kali

pada setiap batang tanaman sampel.

Mutagenesis bisa menghasilkan mutasi frameshift dimana terjadi penambahan

atau pengurangan basa pada rantai DNA satu atau lebih. Disebut mutasi frameshift

karena penambahan atau pengurangan DNA terjadi pada potongan DNA yang akan

ditranslasi membentuk protein.

Mutasi secara umum bisa diklasifikasikan menjadi dua grup yaitu mutasi makro

dan mutasi mikro (Gananamurthy and Danavel, 2014). Mutasi makro adalah mutasi

yang dengan mudah bisa dideteksi pada tanaman, perubahan fenotif yang terlihat

sangat jelas, secara morfologis berbeda dengan varietas asal, dan secara kualitatif

bersifat menurun (baka) serta perubahan gen yang menyebabkan mutasi makro

terjadi pada gen mayor (utama). Mutasi mikro adalah sebaliknya hanya berupa

perubahan kecil yang tidak signifikan hanya bisa dideteksi dengan bantuan statistic,

dan perubahan gen terjadi pada gen minor.

2.3. Penelitian mutagenesis di Indonesia

Penelitian peningkatan kualitas tanaman di Indonesia banyak dilakukan di

Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Soeranto dkk., 2001 menyimpulkan

bahwa mutagenesis dengan mutagen fisik yaitu sinar gamma lebih efektif dan efisien

dibandingkan dengan mutagen kimia (EMS). Syaifudin dkk, 2013 memperlakukan

kolkisin pada kecambah cabai dengan teknik perendaman dan menemukan bahwa

perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 15 ppm optimal untuk meningkatkan jumlah

buah dan berat buah basah. Pada kacang hijau, perlakuan kolkisin dengan kisaran

konsentrasi 0,04%-0,16% menunjukkan pengaruh nyata negatif terhadap jumlah

polong dan jumlah biji per polong (Sinaga, 2014). Hasil polong tertinggi pada

18

kontrol dan hasil polong terendah pada perlakuan kolkisin 0,16%. Hasil ini

menunjukkan perlakuan kolkisin tidak selalu memberi pengaruh positif pada bagian

reproduktif tanaman. Lebih lanjut penelitian pembuatan anggrek bulan poliploid

dengan cara penetesan kolkisin pada pucuk bibit yang dilakukan oleh Rahayu dkk,

2015 menunjukkan bahwa penetesan 0,01 ml kolkisin 5000ml L-1

bisa menghasilkan

50% bibit tetraploid.

19

III. MENGINDUKSI MUTAGENESIS PADA TANAMAN

3.1. Mutagenesis untuk pembuatan tanaman resisten terhadap hama penyakit

Tanaman

Tanaman resisten atau tanaman tahan hama penyakit tanaman merupakan satu

aspek yang sangat penting dalam upaya pengendalian hama penyakit tumbuhan

ramah lingkungan dan ketersediaan tanaman resisten akan sangat membantu petani

dalam berkontribusi dalam mewujudkan dan kemudian mempertahankan ketahanan

pangan. Pengendalian hama penyakit tanaman dengan memilih membudidayakan

tanaman resisten merupakan pilihan yang sangat ramah lingkungan, pilihan murah

dan tidak memerlukan keterampilan khusus, waktu dan tenaga banyak seperti

pengendalian dengan pestisida misalnya. Tanaman yang tidak benar-benar

resistenpun, tanaman yang hanya toleran saja terhadap hama dan penyakit tanaman

tertentu pengaruhnya akan cukup besar membantu upaya menurunkan pemakaian

pestisida mengingat membuat pestisida tersedia memerlukan biaya besar dan resiko

penggunaannya sebagai racun terhadap manusia, ternak, hewan peliharaan, dan

lingkungan abiotik sangat tinggi dan biaya yang diperlukan seandainya terjadi kasus

keracunan dan kerusakan alam karena kontaminasi bahan aktif pestisida jauhlebih

besar lagi.

Pembudidayaan tanaman resisten dan tanaman toleran terhadap hama dan

penyakit tanaman tidak memberantas populasi hama sampai ke zero poin atau tidak

ada sama sekali hanya akan menjaga supaya populasi hama berada dibawah garis

ambang ekonomi. Menurut Kavitha and Reddy, 2012 tanaman resisten yang ada

sekarang masih sangat kurang yang mempunyai ketahanan horizontal dan Khan et

20

al., 2009 menyatakan saat ini sodium azida banyak dipakai untuk memproduksi

tanaman tahan hama penyakit tanaman dari tanaman yang sebelumnya peka.

Skrining untuk menemukan tanaman tahan hama dan penyakit tanaman

umumnya dilakukan di rumah kaca tetapi untuk mempercepat proses mendapatkan

hasil berupa tanaman tahan skrining langsung di lapangan juga di lapangan untuk

selanjutnya kemudian dilakukan “site tests” di beberapa lokasi oleh peneliti di

bidang agronomi dan terakhir diuji di tingkat petani. Skrining di lapangan memang

menyebabkan infestasi hama atau patogen tidak bisa dilakukan secara seragam tetapi

di lapangan peningkatan jumlah tanaman yang diskrining bisa dilakukan atau

ulangan bisa dibuat lebih banyak dibandingkan di rumah kaca dan kondisinya jauh

lebih mendekati kondisi sebenarnya apabila tanaman uji ditanaman oleh petani.

Untuk meningkatkan keseragaman dan untuk meningkatkan reliabilitas uji beberapa

upaya bisa dilakukan seperti:

1) Interplanting satu baris tanaman peka dengan 2 baris tanaman uji

2) Melakukan skrining di daerah endemi

3) Melakukan skrining pada musim serangan

3.2. Pengaruh Etil Metil Sulfonat (EMS) pada tanaman

Pada umumnya respon mahluk hidup terhadap zat kimia termasuk terhadap

mutagen berbeda-beda dari individu ke individu lain, dari varietas ke varietas lain

dan dengan demikian maka pengaruh mutagen akan berbeda-beda pada setiap

individu tanaman dan pengaruh mutagen tentu saja juga dipengaruhi oleh banyak

kondisi diluar tanaman. Shah et al., 2011 menyampaikan kesimpulan dari hasil

penelitian perlakuan sinar gamma dan EMS secara sendiri-sendiri pada kacang arab

(Cicer arietinum) bahwa antar kedua mutagen dan antar dosis dari mutagen masing-

21

masing menunjukkan frekuensi mutasi morfologis yang berbeda. Hal yang sama

juga disimpulkan oleh Wani, 2011 hasil pengamatannya juga pada kacang arab yang

diperlakukan dengan sinar gamma dan EMS dengan berbagai dosis perlakuan.

Jabeen and Mirza, 2004 melaporkan dengan EMS bisa membuat mutan cabai dengan

perubahan morfologis seperti perubahan bentuk daun, perubahan luas daun, simetri

bunga, tanaman kerdil, biji steril, pembungaan lebih cepat atau pembungaan lebih

lambat dibanding varietas asal. Gnanamurthy and Dhanavel, 2014 berdasarkan pada

hasil penelitiannya menyampaikan pengaruh EMS pada kacang tunggak adalah

mutan morfologis seperti tanaman kerdil, tanaman lebih tinggi dari normal, matang

lebih awal, matang terlambat, mutan klorofil, mutan daun, mutan bunga, dan mutan

polong. Perlakuan biji kacang tunggak masing-masing dengan sinar gamma atau

EMS menunjukkan hasil dengan frekuensi terbaik berupa perubahan warna bunga

dan perubahan ukuran biji pada konsentrasi 25mM (Girija et al., 2013). Pada

umumnya semakin tinggi konsentrasi perlakuan mutagen akan menyebabkan

efektivitas dan efisiensinya menurun. Penelitian yang membandingkan efektivitas

antar tiga mutagen yaitu EMS, Diethyl Sulphate (DES), dan natrium azida dilakukan

oleh Dhanavel, 2008 dengan kesimpulan bahwa EMS menunjukkan efektivitas

tertinggi. Perlakuan dengan dosis 4mM, 8mM, dan 16mM EMS pada tomat menurut

Akhtar, 2014 tidak berpengaruh letal dan tomat mutan bisa tumbuh sampai

menghasilkan buah. Tentu saja berbagai pertimbangan perlu dipakai acuan dalam

memutuskan pilihan mutagen yang hendak dipakai tetapi pada prinsipnya harus

dicoba satu-satu dan berlanjut sampai mendapat karakteristik tanaman yang

diinginkan.

22

Menurut Mba et al., 2010 dari pengalamannya bekerja dengan EMS bahwa

semakin tinggi konsentrasi EMS yang diperlakukan akan menghasilkan lebih

banyak mutasi tetapi efek letal dan kerusakan sel atau jaringan bagian tanaman yang

diperlakukan juga sangat banyak. Pada wijen, LD50 EMS 1% dan LD50 kolkisin

0,6% (Anbarasan et al., 2014) menunjukkan secara umum EMS lebih toksik

terhadap benih wijen dibandingkan dengan kolkisin. Dinyatakannya juga bahwa

EMS lebih efektif membentuk tanaman mutan dibanding kolkisin dan Gnanamurthy

et al., 2012 berdasarkan hasil penelitiannya menginformasikan bahwa pada jagung

LD50 EMS adalah 50mM sedangkan LD50 DES dan SA sama yaitu 40mM.

Kombinasi mutagen fisik dan mutagen kimia yaitu sinar gamma dan EMS bisa

memberikan ferekuensi yang lebih tinggi dan spektrum mutasi yang lebih lebar

dibanding kalau diperlakukan sendiri-sendiri secara terpisah (Bind and Dwivedi,

2014). Perlakuan EMS untuk menginduksi mutagenesis secara umum lebih banyak

menghasilkan mutasi morfologis dibandingkan dengan menggunakan sinar gamma

(Sri Devi and Mullainathan, 2011). Disampaikannya bahwa perlakuan dengan EMS

30mM efektif menginduksi mutan yang diinginkan dan frekuensinya tertinggi

dibandingkan konsentrasi lain diantara konsentrasi 10mM sampai 50mM.

3.3. Pengaruh sinar gamma pada tanaman

Penelitian mutagenesis pada kacang tunggak lebih banyak memakai sinar

gamma yang sekarang lagi ngetren dan etil metan sulfonat (EMS) karena variasi

pengaruhnya pada semua bagian tanaman lebih bervariasi, serta ada juga sedikit

penelitian memakai mutagen natrium azida. Perlakuan sinar gamma dan EMS pada

biji kacang tunggak bisa mengubah warna bunga, ukuran, bentuk dan warna biji

serta frekuensi mutasi tertinggi diperoleh dengan perlakuan 25mM EMS. Adekola

23

and Oluleye, 2007 sudah mencoba perlakuan sinar gamma di Nigeria dengan hasil

mutan polong berwarna hijau tua, polong bengkok, dan polong berbulu.

Monica and Seetaraman, 2016 melakukan penelitian mutagenesis pada kacang

komak ungu Lablab purpureus var. typicus. dengan sinar gamma dan kolkisin secara

terpisah serta menginformasikan hasilnya bahwa LD50 sinar gamma adalah 25 Kilo

Rontgen dan kolkisin 30 mM. Jabeen and Mirza, 2004 menyampaikan EMS

menginduksi mutasi morfologis pada cabai dengan perubahan seperti mutan kerdil,

biji steril, matang awal, dan matang terlambat. Mullainathan and Aruldoss, 2015

meneliti pengaruh sinar gamma pada cabai dan menemukan pengaruhnya yaitu

tanaman kerdil, tinggi, bercabang banyak (“bushy”), biji steril dan polong mutan

pada M2. Sinar gamma juga bisa meningkatkan jumlah polong dan jumlah biji

kacang hijau (Khan and Goyal, 2009). Hasil mutagenesis dengan mutagen fisik sinar

gamma pada ginseng India (Withania somnifora) yang dilakukan oleh Bharathi et

al., 2013 menunjukkan bahwa perlakuan dengan dosis 5KR memberi jumlah buah

tertinggi dan terendah pada dosis 50KR. Demikian juga pengaruh perlakuan sinar

gamma pada biji, perlakuan dosis lebih rendah menghasilkan biji lebih banyak.

Seperti perlakuan mutagen pada umumnya perlakuan dosis tinggi akan

menghasilkan lebih banyak mutan dan dosis lebih rendah menghasilkan tanaman

mutan lebih sedikit tetapi lebih banyak mempunyai karakteristik yang

menguntungkan. Pada tomat hanya perlakuan dengan dosis sinar gamma rendah

(5KR) tidak berpengaruh letal dan menghasilkan buah (Akhtar, 2014).

Gunasekaran and Pavadai, 2015 berdasarkan pada hasil penelitiannya

menyatakan bahwa perlakuan 10, 20, 30, 40, 50 dan 60KR sinar gamma

menurunkan semua parameter morfologis tanaman kacang tanah yang diperlakukan

24

kecuali waktu pembungaan pada M1 tetapi kemudian meningkatkan komponen hasil

pada M1, M2 dan M3. Makeen and Suresh Babu, 2010 mengkombinasikan sinar

gamma dan sodium azide pada tanaman kacang mungo menemukan bahwa dengan

kombiansi kedua mutagen fisik dan mutagen kimia tersebut, frekuensi mutasi

meningkat dibanding apabila diperlakukan satu demi satu. Hasil kombinasi dua

mutagen ini merupakan suatu petunjuk berarti bagi penelitian mutagenesis

selanjutnya bahwa pengkombinasian dua mutagen atau lebih kemungkinan akan bisa

meningkatkan keberhasilan upaya meningkatkan kualitas tanaman melalui induksi

mutagenesis.

3.4. Pengaruh kolkisin pada tanaman

Penelitian mutagenesis pada tanaman dengan kolkisin sudah dimulai sejak tahun

1940, tahun pada mana kolkisin ditemukan dan kemudian diketahui mempunyai

pengaruh menggandakan kromosom atau menjadikan tanaman poliploid. Berbagai

penelitian dengan kolkisin untuk peningkatan kualitas tanaman kemudian dilakukan

di seluruh belahan dunia sejak saat itu dan sampai sekarang masih terus dilakukan.

Poliploidi bisa menyebabkan reorganisasi genom skala besar dan selanjutnya

menyebabkan terjadinya berbagai perubahan fenotif baik pada bagian tanaman

vegetatif maupun generatif (Amiri et al., 2010) atau lebih detailnya dari hasil

penelitiannya dinyatakan bahwa perlakuan trifluralin dan kolkisin menurunkan

tinggi tanaman dan jumlah daun per cabang tetapi meningkatkan jumlah cabang,

jumlah daun per tanaman, berat daun kering dan kandungan klorofil. Penelitian

peningkatan kualitas pada berbagai jenis tanaman termasuk selama ini lebih banyak

berkutetan pada perlakuan benih sampai menjadi bibit atau perlakuan bibit untuk

kemudian diamati sel, stomatanya dan atau kromosomnya. Penelitian sampai pada

25

tahapan bibit saja memang lebih cepat dan resiko kegagalan pelaksanaan penelitian

lebih rendah. Waktu dan tenaga yang diperlukan juga lebih sedikit. Penelitian

perlakuan mutagen pada serangan hama dan penyakit tanaman sampai panen dan

fokus pada bagian tanaman dan hasil akhir yang dikonsumsi, tidak begitu banyak.

Pengaruh perlakuan kolkisin pada kacang tunggak menurut publikasi hasil

penelitian Dheer et al., 2014 yang mana dilakukan pada kacang komak polong hijau

(Lablab purpureusvarietas Purpureus) pengamatan sitomorfologis pada bibit kacang

tunggak setelah diperlakukan kolkisin dengan pelarut air metode “cotton swab”

adalah daun kacang tunggak mutan lebih lebar, lebih panjang dan lebih tebal dan

menurutnya tantangan utama yang dihadapi adalah menemukan teknik yang tepat

yaitu efektif dan efisien untuk menginduksi mutagenesis dan bisa menghasilkan

tanaman mutan dengan karakterisik yang diinginkan. Selanjutnya disampaikannya

juga bahwa karakteristik mutan setelah perlakuan kolkisin tidak sepenuhnya

diwariskan. Hal ini merupakan sesuatu yang menjadi tantangan ke depan. Essel et al,

2015 menyampaikan hasil penelitiannya memperlakukan mutagen kolkisin dengan

konsentrasi 0,05g/dl, 0,1g/dl, dan 0,2g/dl pada kacang tunggak di Kanada dengan

mendata karakter kuantitatif seperti persentase perkecambahan, tinggi tanaman,

jumlah daun, panjang cabang terpanjang, jumlah cabang primer, jumlah polong dan

biji. Disimpulkannya bahwa dengan perlakuan kolkisin, tanaman menjadi bertambah

besar, percabangan dan jumlah daun menjadi bertambah banyak. Ketiga konsentrasi

menyebabkan terjadinya mutasi dan berbeda nyata. Itu berarti uji dengan perlakuan

kolkisin dengan konsentrasi dibawah 0,05g/dl masih perlu dilakukan. Hasil

penelitian perlakuan mutagen kolkisin pada anggrek bulan atau anggrek ngengat

(“moth orchid”) oleh Azmi et al., 2016 menunjukkan hasil bahwa perlakuan kolkisin

26

50mg/L dan 500mg/L menghasilkan masing-masing 60% dan 100% bibit mutan.

Pengaruh perlakuan kolkisin pada polong kacang tunggak dipublikasikan oleh

Egbadzor et al., 2012 yang menyatakan terjadi perubahan warna polong menjadi

ungu pada bagian ujung polong.

3.5. Pengaruh natrium azida pada tanaman

Perlakuan natrium azida untuk menginduksi mutagenesis pada tanaman

umumnya menyebabkan terjadinya mutasi titik yaitu perubahan pada basa nitrogen

dalam variasi pasangan basa nitrogen kombinasi A-TG-C (Al-Qurainy and Khan,

2009). Perlakuan natrium azida dan kolkisin pada wijen dilakukan oleh Mensah et

al., 2007 melaporkan LD50 natrium azida dan kolkisin masing-masing adalah

0,0776% dan 0,0473%. Disampaikannya juga bahwa perlakuan natrium azida

menurunkan persentase perkecambahan, tinggi tanaman, jumlah daun per tanaman

tetapi meningkatkan luas daun, pembungaan pertama dan ukuran buah. Disamping

itu dinyatakannya perlakuan kolkisin memperpendek jarak antar buku, perubahan

bentuk daun dan mutan klorofil.

27

KESIMPULAN

1) Pemahaman tentang mutagen sangat perlu sebelum memulai penelitian mutagenesis

pada tanaman

2) Kegiatan penelitian mutagenesis pada tanaman sangat banyak dilakukan di negara lain

tapi di Indonesia masih perlu ditingkatkan baik frukuensi maupun kualitasnya.

3) Mutagenesis pada tanaman sangat menjanjikan untuk menghasilkan tanaman mutan

dengan karakteristik yang unggul

4) Bekerja dengan mutagen memang mempunyai resiko bahaya tetapi apabila sudah

mempunyai latar belakang keilmuan yang sesuai dan sudah terbiasa bekerja dengan

zat kimia maka resiko tersebut akan terminimasi.

28

SARAN

1. Penelitian mutagenesis pada tanaman dengan memakai ekstrak bahan tanaman yang

kemungkinan bisa menginduksi mutagenesis masih belum banyak dilakukan dan

merupakan cara untuk menanggulangi harga yang relatif mahal dan proses

pembeliannya perlu waktu.

2. Mengingat masih ada ketidakjelasan atau pengakuan tentang apakah bidang ilmu lain

selain konsentrasi Agronomi dan Hortikultura berhak melakukan kegiatan peningkatan

kualitas tanaman seperti konsentrasi Bioteknologi Pertanian atau Fakultas MIPA

Biologi maka perihal tersebut perlu dituangkan dalam bentuk tertulis supaya

semuanya bisa bekerja dengan nyaman.

29

DAFTAR PUSTAKA

Adekola O.F. and F. Oluleye. 2007. Induction of genetic variation in Cowpea (Vigna

unguiculata L. Walp) by gamma radiation. Asian J. Plant. Sci. 6(5): 689-873.

Ade Ravindra and Mahendra Kumar Rai. 2010. Review: Colchicine, current

advances and future prospects. Bioscience 2(2): 90-96.

Akhtar Naheed. 2014. Effect of physical and chemical mutagens on morphological

behavior of tomato (Lycopersicon esculentum L.) CV. “Rio Grande” under heat

stress conditions. Scholarly J. Agric. Sci. 4(6): 350-355.

Al-Qurainy Fahad and Salim Khan. 2009. Mutagenic effect of sodium azide and its

application in crop improvement. World App. Sci. J. 6(12): 1589-1601.

Amiri S., S. K. Kazemitabahaar, G.Ranjbar and M.Azadbakht. 2010. The effect of

trifluralin and colchicine treatments on morphological characteristics of jimsonweed

(Datura stramonium L.). Trakia J. Sci 8(4): 47-61.

Ambavane A. R., S.V. Sawardekar, S. A. Sawantdesai and N. B. Gokhale. 2014.

Studies on mutagenic effectiveness and efficiency of gamma rays and its effect on

quantitative traits in finger millet (Eleucine coracana L. Gaertn). J. Rad. Res. and

App. Sci.:121-124.

Anbarasan K., R. Rajendran, D. Sivalingam and AL. C. Chidambaram. 2014.

Studies on the effect of EMS and colchicine in M1 generation of sesame (Sesamum

indicum L.) var. TMV3. Intern. Letter Nat. Sci. 11(2): 209-214.

Auti G. Sanjay. 2012. Induced morphological and quantitative mutation in

mungbean. Bioremediation, Biodiversity and Bioavailability 6:27-39.

Azmi T.K.K., D. Sukma, S.A. Aziz and M. Syukur. 2016. Polyploidy induction of

moth orchid (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) by colchicine treatment on

pollinated flowers. J. Agric. Sci. 11(2): 62-73.

Borisy G.G. and E.W. Taylor. 1967. The mechanism of action of colchicine. J. Cell

Bio 34: 525-533.

Bharathi T., Gnanamurthy S., D. Dhanavel, S. Murugan and M. Ariraman. 2013.

Induced physical mutagenesis on seed germination, lethal dosage and morphological

mutans of ashwagandha (Withania somnifera L. Dunal). Intern. J. Adv. Res. 1(5):

136-141.

Bind Devmani and V. K. Dwivedi. 2014. Effect of mutagenesis on germination,

plant survival and pollen sterility in M1 generation of cowpea (Vigna unguiculata

(L.) Walp). Indian J. Agric. Res. 48(5): 398-401.

Chopra V. L. 2005. Mutagenesis; Investigating the process and processing the

outcome for crop improvement. Current Science 89(2).

Dhanavel D., P. Pavadai, L. Mullainathan, D. Mohana, G. Raju, M. Girija and C.

Thilagavathi. 2008. Effectiveness and efficiency of chemical mutagens in cowpea

(Vigna unguiculata (L.) Walp) (Short Communication). African J. Biotechnology

7(22): 4116-4117.

30

Dheer Meenaksi, Ram Avatar Sharma, Ved Prakas Gupta and Sumer Singh Punia.

2014. Cytomorphological investigation in colchicine-induced poliploids of Lablab

purpureus (L) Sweet. Indian J. Biotech13:347-355.

Egbadzor, K.F., I. Amoako-Attah, E.Y. Danquah., S.K. Offei, K. Ofori, and Ofopu-

Agyeman, M.O. 2012. Relationship between flower, immature pod pigmentation

and seed testa of cowpea. Int. J.Biodivers. Conserv. 4(12): 411-415.

Essel Eunice, Issac K. Asante and Ebenezer Laing. 2015. Effect of colchicine

treatment on seed germination, plant growth and yield traits of cowpea (Vigna

unguiculata (L.) Walp). Canadian J. Pure App. Sci. 9(3):3573-3576.

Girija M., Dhanavel D. and Gnanamurthy S. 2013. Gamma rays and EMS induced

flower color and seed mutants in cowpea (Vigna unguiculata L. Walp). Adv. Appl.

Sci. Res. 4(2): 134-139.

Gnanamurthy S. and D. Dhanavel. 2014. Effect of EMS on induced morphological

mutants and chromosomal variation in cowpea (Vigna unguiculata L. Walp). Intern.

Let. Nat.sci.22:33-43.

Gnanamurthy S., Dhanavel D., Girija M., Pavadai P. and Bharathi T. 2012. Effect of

chemical mutagenesis on quantitative traits of maize (Zea mays L.). Intrn. J. Res.

Bot. 2(4):34-36.

Gunasekaran A. and P. Pavadai. 2015. Effect of gamma rays on germination,

morphology, yield and biochemical studies in groundnut (Arachis hypogaea L.).

World scientific news 23:13-23.

Jabeen Nyla and Bushra Mirza. 2004. Ethylene methane sulfonate induced changes

in Capsicum annuum. Int. J. Agric., Biol. 6(2).

Jain S. Mohan. 2010. Mutagenesis in crop improvement under the climate change.

Romanian biotechnological letters 15(2).

Kavitha K. and K. Dharma Reddy. 2012. Screening techniques for different insect

pests in crop plants. Intern. Bio. Resc.Stress Manag. 3(2):18-195.

Khan Salim, Fahad Al-Qurainy and Firoz Anwar. 2009. Sodium azide: a chemical

mutagen for enhancement of agronomic traits of crop plants. Environ. We. Int. J.

Sci. Tech. 4: 1-21.

Khan Samiullah and Sonu Goyal. 2009. Improvement of mungbean varieties

through induced mutations. African J. Plant. Sci. 3(8):174-10.

Mba Chikelu, Rownak Afza, Souleymane Bado and Shri Mohan Jain. 2010. Induced

mutagenesis in plants using physical and chemical agents (Chapter 7) in Plant cell

culture: essential methods (Eds: Michael R. Davey and Paul Anthony). Jhon Wiley

and Sons, Ltd.

Makeen Kousar and G. Suresh Babu. 2010. Mutageneic effectiveness and efficiency

of gamma rays, sodium azide and their synergic effects in urd bean (Vigna mungo

L.). World J. Agric. Sci. 6(2): 234-237.

31

Mensah J.K., Obadoni B.O., Akomeah P.A. Ikhajiagbe B. and Ajibolu Janet. 2007.

The effects of sodium azide and colchicine treatments on morphological and yield

traits of sesame seed (Sesame indicum L.). African J. Biotech. 6(5):534-538.

Monica S. and N. Seetaraman. 2016. Effect of gamma irradiation and ethyl

metahane Sulphonate (EMS) mutagenesis in early generation of garden bean Lablab

purpureus L. Sweet var, typicus. Intern. J. Adv. Sci. Tech. Res. 6(3):398-410.

Moura de Sousa A. Jorge, Paulo R.A. Campos and Isabel Gordo. 2013. An ABC

method for evaluating the rate and distribution of effect of beneficial mutations.

Genom Bio. Evol. 5(5):794-806.

Mullainathan and T. Aruldoss. 2015. Effect of gamma rays in induced

morphological mutants on M2 generation of chilli (Capsicum annuum L.) var. K1.

Intern. J. Nat. Sci. 3:19-24.

Nair Reena and A.K. Mehta. 2014. Induced mutagenesis in cowpea (Vigna

unguiculata L. Walp) var. arka garima. Indian J. Agric., Res. 48(4): 247-257.

Oladosu Yusuff, Mohd. Y. Rafii, Norhani Abdullah, Ghazali Hussin, Asfaliza,

Ramli, Harun A. Rahim, Gous Miah and Magaji Usman. 2016. Principle and

application of plant mutagenesis in crop improvement: a review. Biotechnology and

biotechnological equipment 30(1): 1-16.

Parmar A. M., A. P. Singh, N. P. S. Dillon and M. Jamwal. 2013. Genetic variability

of morphological and yield traits in dolichos bean (Lablab purpureus L.). African J.

Agric. Res. 8(12): 1022-1027.

Parry A. J. Martin, Pippa J. Madgwick, Carlos Bayon, Katie Tearall, Antonio

Hermandes lopez, Marcelo Baudo, Mariann Rakszegi, Walid Hamada, Adnan Al-

Yassin, Hassan Auabbou, Mustapa Labhilili and Andrews L. Phillips. 2009.

Mutation discovery for crop improvement. J. Exp. Bot. 60(10):2817-2825.

Rahayu E. M. Della, Dewi Sukma, M. Syukur, Sandra A. Aziz dan Irawati. 2015.

Induksi poliploidi menggunakan kolkisin secara in vivo pada bibit anggrek bulan

(Phalaenopsis amabilis (L.) Blum). Buletin Kebun Raya 1(1): 41-48.

Ranjan Tah Priya. 2006. Induced macromutation in mungbean (Vigna radiata, L.

Wilczek.). Int. J. Bot. 2(3):219-288.

Rizwan Muhammad, Sajjad Akhtar, Muhammad Aslam and Muhammad Jawad

Asghar. 2015. Development of herbicide resistant crops through induced mutations.

Advancement in life sciences 3(1): 01-08.

Roychowdhury Rajib and Jagatpati Tah. 2016. Mutagenesis–A potential approach

for crop improvement in K. R. Hakeem et al.(Eds.): Crop Improvement. Springer

Science.

Shah Tariq Mahmud, Babar Manzoor Atta, Javed Iqbal Mirza and Muhammad

Ashanul Haq. 2011. Induced genetic variability chickpea (Cicer arietinum L.) III.

Frequency of morphological mutations. Pak. J. Bot. 43(4):2039-2043.

Sinaga Eka Julianti, Eva Sartini Bayu dan Hasmawi Hasyim. 2014. Pengaruh

konsentrasi kolkisin terhadap pertumbuhan dan produksi kacang hijau. J.

Agroekotek. 2(3): 1238-1244.

32

Sri Devi A and L. Mullainathan. 2011. Physical and chemical mutagenesis for

improvement of chili (Capsicum annuum L.). World App. Sci. J. 15(1): 10-113.

Soeranto, H. Simon Manurung, Masrizal, Ismachin, Riyanti, Mugiono, Ismiati,

Ishak, Dameria, Ita and Dewi. 2003. The use of physical/chemical mutagens for crop

improvements in Indonesia. Center for research and development of isotopes and

radiation technology.

Syaifudin Achmad, Evie Ratnasari dan Isnawati. 2013. Pengaruh pemberian

berbagai konsentrasi kolkhisin terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai

(Capsicum annuum) varietas Lado F1. LenteraBio 2(2): 167-171.

Wani A. Aijaz. 2011. Spectrum and frequency of macromutions induced in chickpea

(Cicer arietinum L.). Turk. J. Biol. 35:221-231.