menghancurkan network diponegoro - m.kiblat.net · tumenggung (bupati), kliwon, penewu, mantri,...

53
K.SUBROTO STRATEGIBELANDA MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO

Upload: dothuy

Post on 03-Mar-2019

280 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

K.�SUBROTO

STRATEGI�BELANDA�MENGHANCURKAN NETWORK

DIPONEGORO

Page 2: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

Strategi Belanda Menghancurkan Network Diponegoro

K. Subroto

Laporan Edisi 4 / Maret 2018

ABOUT US

Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.

Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami,

kirimkan e-mail ke:

[email protected]

Seluruh laporan kami bisa didownload di website:

www.syamina.org

SYAMINA

Page 3: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

3

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI — 3

EXECUTIVE SUMMARY — 4

Kewajiban dan Tanggung Jawab Menegakkan Agama Islam di Jawa — 7

Persiapan yang Matang — 9

Belanda Kewalahan Menghadapi Diponegoro dan orang Jawa — 14

Network atau Jaringan — 21

Teori Strategi Kontra Network — 22

Para Wanita Tangguh yang Menempa Diponegoro — 23

Network Diponegoro — 26

Strategi Melemahkan dan Menghancurkan Network Diponegoro — 33

Pendekatan Budaya — 36

Black Campaign — 37

Offensive Swarming Dengan Stelsel Benteng Pasukan Gerak Cepat — 37

Usaha Merobohkan Tiang-tiang Penyangga (Ulama dan Santri) — 40

Menggerogoti Network dari Kalangan Bangsawan — 44

Tipudaya Untuk Mengakhiri Perang — 46

Penutup — 51

Daftar Pustaka — 52

Page 4: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

4

Perang Diponegoro adalah sebuah perlawanan untuk merebut kekuasaan

politik di Kesultanan Yogyakarta yang direncanakan secara cermat, rahasia,

dan lama, dengan tujuan membangun balad Islam yang berlandaskan Al

Qur'an di tanah Jawa. Sifat agamis perang ini mengandung banyak sisi sebagai

perang suci, atau perang sabil (jihad fi sabilillah).

Berkenaan dengan itu, Menteri Kelautan dan Jajahan Belanda, C.Th. Elout

(menjabat 1824-1829) mengemukakan dalam suratnya kepada raja Belanda tatkala

ia menolak gagasan untuk berdamai dengan Diponegoro dan mengakuinya sebagai

raja yang terpisah dari Kesultanan Yogyakarta. Elout beralasan kuatnya pengaruh

keagamaan dalam peperangan tersebut. Menurutnya perang itu benar-benar

telah mengancam landasan kekuasaan Kristen Eropa di Jawa, karena hanya faktor

agamalah yang membedakan dengan perang-perang perebutan takhta sebelumnya.

Dari sudut kemiliteran, perang Diponegoro adalah perang pertama yang

melibatkan semua metode yang dikenal dalam perang modern. Baik metode perang

terbuka (open warfare), maupun metode perang gerilya (guerrilla warfare) yang

dilaksanakan melalui taktik hit and run dan penghadangan (Surpressing). Perang ini

bukan merupakan sebuah tribal war atau perang suku. Tapi suatu perang modern

yang memanfaatkan berbagai siasat yang saat itu belum banyak dikenal. Perang ini

juga dilengkapi dengan taktik perang urat syaraf (psy-war) melalui berbagai bujukan

dan tekanan-tekanan serta provokasi oleh pihak Belanda terhadap mereka yang

terlibat langsung dalam pertempuran; dan kegiatan telik sandi (spionase) di mana

kedua belah pihak saling memata-matai dan mencari informasi mengenai kekuatan

dan kelemahan lawannya.

EXECUTIVE SUMMARY

Page 5: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

5

Dalam Babad Dipanegara versi Surakarta, disebutkan bahwa "banyak para

Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap

malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan akan mendukung Diponegoro,

untuk melakukan perang sabil. Pada awal perang Diponegoro, sebanyak 15 pangeran

dari 29 pangeran yang tersisa di Yogyakarta mendukung perjuangan Diponegoro.

Para abdi dalem kraton dan anggota pasukan pengawal sultan juga mendukung

dan bergabung dengan pasukan Diponegoro. Para Bupati saat itu tak kalah antusias

menyambut seruan Diponegoro. Sebanyak 41 bupati dari total 88 bupati di wilayah

Yogyakarta telah menyatakan dukungan dan kesetiaannya ikut berjuang bersama

pasukan Diponegoro. Tiga orang Bupati Monconegoro timur juga memihak

Diponegoro.

Para haji dan para kyai serta orang-orang yang berpengaruh di desa-desa di

wilayah Yogyakarta dan surakarta juga menggunakan pengaruh mereka untuk

membangkitkan dukungan mneggelorakan perang sabil di desa dan wilayah mereka

masing-masing. Menurut penelitian Peter Cerey, ada 131 kyai, 22 haji, 17 syeh atau

syarif, 18 pejabat keagamaan (penghulu, khatib, modin) yang mendukung perang

sabil Diponegoro.

Sebagian besar rakyat Jawa dengan sukarela mendukung dan bergabung dengan

pasukan sabil Diponegoro. Diantara para pendukung Diponegoro yang berasal dari

daerah-daerah pedasaan, terdapat sebanyak 78 Demang (pejabat pedesaan) yang

berasal dari berbagai wilayah Mataram. Diponegoro benar-benar telah berhasil

menyatukan seluruh komponen dan sumberdaya masyarakat Jawa saat itu melawan

musuh bersama, kafir Belanda dan Cina yang telah menyengsarakan rakyat.

Sikap tidak terang-terangan dari sebagian besar bangsawan dan kepala-

kepala desa (demang dan bekel) yang berpihak kepada Diponegoro membuat

tentara penjajah kebingungan karena sulit membedakan antara kawan dan lawan.

Kenyataannya mayoritas masyarakat saat itu memandang tentara Belanda sebagai

lawan.

Dengan dukungan perang sabil yang begitu kuat dari seluruh rakyat Jawa membuat

penjajah Belanda khawatir, cemas dan kuwalahan menghadapi perlawanan. Di awal-

awal perang Belanda kocar-kacir menghadapi perlawanan rakyat. Setelah tahap-

tahap akhir Belanda baru mereka menemukan formula untuk mengakhiri perang.

Akhir tahun 1826 situasi mulai berbalik, pasukan Diponegoro mulai kewalahan

dengan strategi baru penjajah. Strategi baru itu adalah gabungan antara strategi

benteng darurat (benteng stelsel) dan pada saat yang sama melipatgandakan pasukan

gerak cepat. Pada saat dimulai strategi benteng hanya ada 8 kolone pasukan gerak

cepat, tetapi saat akhir perang berlipat ganda menjadi 14 kolone. Daerah operasi

mereka terentang dari dari Banyumas di Sebelah Barat sampai ke Boyolali di Sebelah

Timur.

Di samping strategi militer, dilakukan juga strategi politik dan psikologis serta

pendekatan personal dengan menawarkan uang, jabatan, hadiah dan berbagai

fasilitas menarik bagi para pemimpin dan komandan perang sabil yang mau

membelot atau menyerah pada penjajah Belanda.

Page 6: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

6

Sejak 1827, pimpinan operasi diambil alih oleh Jenderal de Kock, dari tangan

Mayor Jenderal van Geen. Jenderal de Kock kemudian menetap di Markas Besar di

Magelang. Pada tahun ini Jenderal de Kock merintis perundingan dengan tokoh-tokoh

perlawanan. Oktober 1828, Belanda memulai berusaha melobi Kyai Mojo, karena

Kyai Mojo memiliki prajurit 2000 - 3000 orang. Sekalipun belum membuahkan hasil,

yang terpenting adalah peristiwa ini memberikan efek psikologis para pengikutnya.

Bagaimana pun bentuk operasi taktisnya, Jenderal de Kock tetap berpegang

pada strategi besarnya, merebut kembali wilayah Kesultanan Yogyakarta dengan

melipatgandakan pasukan gerak cepat dan sistem benteng serta melalui indirect

approach dengan mengejar center of gravity atau to capture whatever they prize most

pihak lawan.

Sebagai bagian dari operasi militer, de Kock juga mengutus P.P. Roorda van

Eysinga, Kepala Urusan Pribumi dan seorang ahli tentang orang Jawa (Javanicusi)

untuk datang ke Rembang menemui Kepala Penghulu, Notorojo untuk mengadakan

tukar pikiran tentang orang Jawa. Notorojo memberikan rekomendasi atas empat

hal, agar orang Jawa tidak memberontak. Menurut sejarawan Inggris, Peter Cerey,

kegagalan Belanda menghancurkan perang sabil yang dilancarkan Diponegoro

dengan cepat, dan berlarutnya pertempuran dalam perang Jawa disebabkan karena

ketiadaan seorang penasehat strategi militer seperti Snouck Hurgronje.

Sultan Ngabdulkhamid, -nama yang dipakai Diponegoro sampai akhir hayatnya-,

telah mempunyai keberanian dan tekad yang kuat untuk melawan kekuatan militer

yang belum pernah terkalahkan di Jawa saat itu, berani melawan kezaliman dan

hegemoni penjajah Belanda dan berusaha merubah masyarakat jahiliyah menjadi

masyarakat Islami. Ia telah berusaha sekuat tenaga mencurahkan segala potensi

yang ia miliki untuk mengerjakan perintah Allah dalam Al Qur’an, memuliakan

agama Islam di tanah Jawa.

Ngabdulkhamid telah mengorbankan segala yang ia punya bahkan yang paling

berharga yaitu diri dan nyawanya untuk menegakkan agama Islam di tanah Jawa.

Allah yang akan menilai seluruh perjuangan dan pengorbanannya untuk memuliakan

dan membebaskan wong Jowo dari penindasan, kezaliman dan penjajahan. Ia telah

menyiapkan dengan persiapan yang matang perang sabil yang ia kobarkan. Namun

Yang Maha Kuasa belum mengabulkan keinginannya, dan ia menerima dengan sabar

segala ketentuan yang menimpanya. Apa yang dilakukan benar-benar telah memberi

pelajaran yang sangat berharga bagi generasi penerusnya dalam menjalankan

kewajibannya sebagai hamba Allah; ikhtiar (berusaha sekuat tenaga), tawakkal

(menyerahkan hasilnya pada Allah) dan qonaah (menerima segala ketentuan Allah

apapun hasilnya).

Page 7: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

7

Strategi Belanda Menghancurkan Network Diponegoro

Perjuangan yang dilakukan Diponegoro adalah perjuangan untuk merebut

kekuasaan politik di Kesultanan Yogyakarta (yang saat itu berada dalam

kontrol penjajah Belanda) yang direncanakan secara cermat, rahasia, dan

lama, dengan tujuan membangun balad Islam yang berlandaskan Qur'an di tanah

Jawa. Pemberontakan ini pada hakekatnya adalah manifestasi dari konflik yang

latent di antara bangsawan Jawa, yang oleh John Keegan disebut sebagai permanent

warfare yang beraspek politik dan budaya.1

Kewajiban dan Tanggung Jawab menegakkan Agama Islam di JawaPada 21 Ramadhan Dal sebelum pecahnya perang Jawa, tatkala Diponegoro

sedang menyepi, menyendiri untuk mendekatkan diri dengan sang Pencipta (iktikaf),

seolah-olah ada orang yang datang dan mengaku utusan Ratu Adil menyampaikan

pesan agar Diponegoro menghadap padanya. Diponegoro mengikuti utusan itu.

Dalam dialog, Ratu Adil berkata: "He Ngabdulkhamid, kupanggil kau kemari,

rebutlah tanah Jawa. Bila ada orang bertanya dasarnya adalah ayat Qur’an. Cari itu

di ayat Quran (nawanalina Kuran)!” Ngabdulkhamid menjawab, “mohon maaf saya

tidak sanggup, saya tidak memiliki prajurit” (amba nuwun sampun tan kuwawi jurit,

lawan tan saged ika).2 Di sini terjadi “perang batin” dalam diri Diponegoro, antara

keinginan yang kuat (ambisi) dan keraguan.

1 Saleh Asad Djamhari, Stelsel Benteng Dalam Pemberontakan Diponegoro 1827-1830, Suatu Kajian Sejarah Perang, Disertasi Bidang Ilmu Pengetabuan Budaya Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Indonesia 2002, h.295

2 Diponegoro, Babad Dipanegara ing nigari Ngayogyakarta Adiningrat, jilid I (salin aksara Ny. Dra. Ambaristi dan Lasman Marduwiyota), Jakarta, 1983, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hal, 173. menurut Djamhari, ''perintah Ratu Adil" adalah sesuatu yang simbolik, Diponegoro tidak secara jelas menyatakan "keputusannya" untuk memberontak, melawan penjajah.

Page 8: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

8

Keputusan yang digambarkan secara simbolis sebagai “perintah” Ratu Adil,

sebenarnya merupakan kemenangan ambisinya terhadap keraguannya. “Perintah”

dipahami sebagai kewajiban dan tugas yang harus dilaksanakan untuk mencapai

tujuan (mission). Tugas membangun masyarakat baru dalam balad Islam sudah tiba

saatnya. Demikian yang ditulis dalam Babad Diponegoro.

Penolakannya terhadap tawaran Residen John Crawfurd untuk menjadi putera

mahkota dan tawaran Residen Baron de Salis untuk diangkat sebagai Sultan, adalah

suatu sikap yang konsisten dengan cita-citanya, mengubah masyarakat jahiliyah ke

masyarakat baru dalam sebuah balad Islam.

Sultan Hamengkubuwono IV dengan seragam Jenderal Belanda3

Kebenciannya terhadap Patih Danurejo, di samping bersifat pribadi, juga

kebencian yang bermuatan politik dan kultural telah demikian mendalam. Danurejo

yang secara politis berhasil mengendalikan pemerintahan yang berpengaruh

terhadap sikap dan kebijaksanaan pemerintahan adiknya Sultan Hamangkubuwono

IV, yang kebarat-baratan, dan sangat merugikan rakyat. Ditambah lagi dengan

meluasnya pergaulan bebas para bangsawan meniru gaya hidup orang-orang

3 Sultan ke-empat, adik Diponegoro yang gemar berseragam militer Belanda. Kalau tidak dilarang oleh Diponegoro dia akan memakai untuk upacara Garebeg.

Page 9: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

9

Eropa dianggap telah merusak nilai-nilai budaya Jawa. Kesultanan Yogyakarta telah

dikuasai dan diperintah oleh sekelompok orang yang tidak mempunyai hak secara

garis keturunan.

Pihak pemerintah penjajah Belanda tidak waspada terhadap tingkah laku

Diponegoro dan tidak sadar ada bahaya yang mengancamnya. Residen Smissaert

yang menyenangi kehidupan “mewah” rupanya bukan pejabat sipil yang baik. Ia

hanya bekerja tiga hari dalam seminggu, sisa waktunya dihabiskan di perkebunannya

di Bedoyo.

Urusan pemerintahan sehari-hari diserahkan kepada Asisten Residen bernama

Chevallier, seorang bujangan yang juga suka bermain asmara dengan putri-putri

kraton. Mereka terjebak dan terbuai oleh berita-berita keamanan dan ketertiban

yang baik, yang mungkin sengaja dihembuskan oleh pengikut Diponegoro.4

Persiapan yang MatangUntuk merealisasikan cita-cita dan ambisinya sebenarnya Diponegoro telah

mempersiapkannya hampir selama 13 tahun (1812-1825). Aktivitas lobbying dengan

membuat jaringan komunikasi dengan komunitas santri kecil dan berguru berpindah-

pindah tempat (santri kalong), adalah upaya mencari simpati dan dukungan di

kalangan masyarakat.

Untuk menegakkan Islam di Jawa, Diponegoro mempersiapkan kekuatan militer,

memilih tempat strategis sebagai pusat pemerintahannya (Selarong), pangkalan-

pangkalan perlawanan di beberapa tempat strategis di wilayah Kesultanan serta

mencatat secara cermat lawan-lawan politiknya. Persiapan logistik strategis,

membangun tempat pembuatan senjata dan mesiu, membeli padi secara besar-

besaran adalah indikasi yang mengarah pada usaha untuk merebut kekuasaan

negara Kesultanan Yogyakarta.

Diponegoro ingin menjadi Sultan yang terbebas dari ikatan masyarakat Jawa

yang jahiliyah, yang telah dipengaruhi oleh budaya kafir. Ia menanggalkan baju

Jawanya dan menggantikannya dengan jubah, pakaian Rasul. Susunan organisasi

pasukannya dan hirarki kepangkatannya meniru model Turki Usmani, bukan model

barat. Pangkat-pangkat seperti Alibasah, Basah, Dulah dan Seh tidak terdapat dalam

organisasi kemiliteran kraton Jawa. Garis komando antara Diponegoro dan para

pimpinan mandala perang sangat jelas.5

Perebutan kekuasaan politik negara memerlukan suatu conspiracy of silence

untuk membina kekuatan politik maupun militer. Penolakan Diponegoro tatkala

dicalonkan sebagai putera mahkota oleh John Crawfurd (1812) dan tawaran sebagai

Sultan oleh Residen Baron de Salis (1822) menjadi bukti bahwa ia mempunyai

pendirian dan ideologi sendiri tentang negara dan sistem kenegaraan.

Setidak-tidaknya selama tempo dua belas tahun, Diponegoro mempersiapkannya.

Pembuatan pabrik mesiu di desa Geger di bawah Tumengung Brojosentiko, di selatan

Yogyakarta, Parakan, Gunung Kidul, dan di Kembangarum (Kedu), pembelian padi

4 Saleh Asad Djamhari, Strategi Benteng Stelsel, h.735 Djamhari, op.cit. h.25-27

Page 10: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

10

secara besar-besaran oleh masyarakat pada pertengahan tahun 1825, adalah bagian

dari persiapan tersebut. Tatkala terjadi kekosongan kepemimpinan di Kesultanan

secara de facto, merupakan momentum yang tepat dan peluang baik bagi Diponegoro

sebagai saat yang baik untuk merebut kekuasaan.

Insiden saat penobatan Sultan, penutupan jalan dan serbuan ke Tegalrejo

merupakan pemantik yang menyalakan api pemberontakan yang telah dipersiapkan.

Sementara masyarakat yang karena penderitaannya sedang merindukan datangnya

seorang Ratu Adil, karena masyarakat Jawa telah menderita selama hampir 70 tahun.6

Menurut sumber keraton, sebelum pecah perang, Diponegoro mengadakan

pertemuan dengan Pangeran Joyokusumo (pengikut setia HB II) dan adiknya untuk

koordinasi rencana penggalangan dukungan dari berbagai desa di tanah yang mereka

kuasai. Selain Pangeran Joyokusumo banyak diantara pendukung HB II (sultan

sepuh) yang digalang oleh Diponegoro.

Saat Diponegoro dan Mangkubumi mengibarkan panji perang sabil di Selarong

pada tanggal 21 Juli 1828, sejumlah persiapan telah dilakukan untuk memobilisasi

para petani dan penggarap tanah. Untuk persiapan perang sabil Diponegoro

membebaskan pajak para petani selama 2 bulan sebelum dimulainya perang, agar

para petani bisa menggunakan uangnya untuk membeli senjata dan perbekalan.7

Senjata dan perlengkapan militer diponegoro tidak kalah dengan musuhnya,

mereka menguasai semua jenis senjata yang digunakan musuhnya, sehingga ketika

berhasil merampas senjata dari musuh pasukan dapat menggunakannya dengan

baik. Tentara reguler Diponegoro memiliki senjata api dan meriam yang bagus.

Seorang komandan pasukan belanda melaporkan tentang kubu pertahanan yang

berhasil direbut dari pasukan reguler Diponegoro:

“Belum pernah mereka menunjukkan perlawanan yang begitu hebat.

Senjata mereka semua baik dan terdiri dari model Eropa yang lazim.

Meriam satu-satunya yang mereka tinggalkan di benteng mereka

merupakan meriam yang bagus berkaliber satu pon.”

Walaupun perlengkapan Belanda yang dirampas banyak dimanfaatkan,

Diponegoro juga mendapatkan mesiu dari produsen lokal yang telah dipersiapkan di

desa-desa di berbagai kabupaten bagian Selatan dan Barat Yogya. Desa-desa tersebut

antara lain desa Samen di kawedanan Pandak dekat Bantul, Into-into di kali Progo,

dan desa Geger (Samigaluh) serta Dekso di Kulonprogo.

Di kawasan Dekso juga memproduksi peluru meriam dari timah untuk pasukan

Diponegoro. Menurut sejarawan militer Belanda, P.M. Lagordt-Dillie, mesiu yang

dihasilkan sendiri oleh pasukan Diponegoro, khususnya yang dibuat di into-

into bermutu sangat tinggi.8 Di Kulonprogo ada seorang ulama yang ahli dalam

pembuatan mesiu yaitu Haji Amattahir. Ia adalah salah seorang ulama kepercayaan

6 Djamhari, op.cit. h.737 Peter Carey, Kuasa Ramalan, Pangeran Diponegoro Dan Akhir Tatanan Lama Di Jawa, 1785-1855, Jilid 2,

Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) Jakarta, 2011, h.6988 Ibid. h.716-717

Page 11: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

11

Sultan Hamengkubuwono II yang kemudian diangkat menjadi Demang Desa Samen

dan menjadi salah satu pendukung Diponegoro mengobarkan perang sabil.9

Pada tanggal 19 juli, Demang Grojogan (dekat Surakarta) bersama 100 orang

pengikutnya berangkat ke Tegalrejo untuk mendukung perjuangan Diponegoro.10

Pada pertengahan bulan Juli 1825 di Tegalrejo telah berkumpul lebih kurang 1500

orang. Peristiwa pematokan tanah Diponegoro menjadi pemicu awal mobilisasi

kekuatan. Diponegoro kemudian memanggil para ulama sahabatnya, kyai Taptayani

dan kyai Nitiprojo. Di hadapan mereka ia menyatakan tekadnya untuk mengusir

Belanda dan orang Cina dengan perang sabil.

Residen Smissaerst menganggap berkumpulnya banyak orang yang datang dari

berbagai tempat ke Tegalrejo dapat diselesaikan dengan mudah. Pada tanggal 20

Juli 1825 residen mengirim surat panggilan kepada Diponegoro yang disampaikan

oleh dua orang pejabat yang dituakan di keraton namun ditolak oleh Diponegoro.

Residen meminta ia datang ke Loji dan mempertanggung jawabkan adanya orang

yang bergerombol di daerah Kedu dan pembelian padi secara besar-besaran oleh

masyarakat di sekitar Yogyakarta dan sekaligus menuduh Diponegoro sebagai

penggeraknya. Bila kedua peristiwa tersebut menimbulkan gangguan keamanan,

Diponegoro harus bertanggung jawab. Diponegoro menolak tuduhan tersebut.

la menjawab bahwa rakyat yang berkumpul di suatu tempat adalah atas kemauan

mereka sendiri, tidak ada sangkut paut dengan dirinya.

Kemudian residen meminta bantuan Pangeran Mangkubumi untuk memanggil

Diponegoro. Dalam pertemuan dengan Diponegoro, Mangkubumi menyarankan

agar panggilan tersebut tidak dipenuhi, karena di Loji telah dipersiapkan pasukan

Paku Alam untuk menangkapnya.11

Diponegoro dan pamannya, Mangkubumi juga sempat akan dibunuh dengan

mengirim para pembunuh rahasia yang akan mencoba meracuninya di Tegalrejo.

Namun usaha penjajah ini gagal terlaksana.12

Residen kehilangan kesabarannya dan pada 21 Juli 1825 memerintahkan

satu detasemen pasukan yang dipimpin oleh Asisten Residen Chevallier yang

berkekuatan 50 orang yang diperkuat dengan dua pucuk meriam, untuk menangkap

Diponegoro. Ndalem Tegalrejo dikepung, dihancurkan, kemudian dibakar namun

gagal menangkap Diponegoro.

Diponegoro mengundurkan diri ke Selarong, di satu desa strategis yang berada

di kaki bukit kapur yang berjarak enam pal (± 9 jam) dari Yogyakarta. Desa ini secara

diam-diam rupanya telah lama dipersiapkan sebagai markas besar. Di tengah desa

mengalir sungai Bedog, anak Sungai Progo, yang membelah desa ini atas Selarong

Barat dan Selarong Timur. pejabat Belanda awalnya menganggap ringan masalah

Diponegoro, seperti yang pernah diperlakukan terhadap beberapa bangsawan yang

melawan terdahulu, dipanggil ke Loji kemudian ditangkap.

9 Gilang Pradipta Kuncoro, Peran Masyarakat Dekso Dalam Perang Jawa 1825 -1830, Skripsi Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2013. h.19

10 Carey, Kuasa Ramalan Jilid 2, h.69911 Djamhari, op.cit. h.6512 Carey, Kuasa Ramalan Jilid 2, h.700

Page 12: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

12

Suatu aksi conspiracy of silence selama beberapa tahun telah dilakukan

Diponegoro, karena itu dalam waktu yang singkat mobilisasi kekuatan dapat

dilakukan. Pada akhir bulan Juli 1825 di Selarong bersama Diponegoro telah

berkumpul beberapa orang bangsawan Yogyakarta, Pangeran Mangkubumi,

Pangeran Adinegoro, Pangeran Panular, Adiwinoto Suryodipuro, Blitar, Kyai

Mojo, Pangeran Mangkubumi, Pangeran Ronggo, Ngabei Mangunharjo, dan

Pangeran Surenglogo. Diponegoro memerintahkan Joyomenggolo, Bahuyuda, dan

Hanggowikromo memobilisasi orang-orang di desa-desa sekitar Selarong untuk

siap melakukan perang sabil.

Diponegoro kemudian membuat ‘perencanaan strategis dan langkah-langkah

taktis, memastikan sasaran yang akan diserang. Secara garis besar, strategi

Diponegoro adalah merebut dan menguasai seluruh wilayah Kesultanan, mengusir

Belanda dan orang Cina keluar dari wilayah Kesultanan Yogyakarta, terutama kraton

Yogyakarta sebagai sasaran strategis harus diduduki dengan mengepungnya dari

semua penjuru. Pemberontakan di daerah-daerah disulut, untuk memecah kekuatan

lawan dan kekuatan orang-orang yang membantu lawan.

Adapun langkah-langkah untuk mencapai tujuan strateginya meliputi:

Pertama, serbuan terhadap nagara (Kraton Yogyakarta) kemudian mengisolasi

Yogyakarta, mencegah datangnya pasukan bantuan dari luar Yogyakarta.

Kedua, mengirim kurir yang berisi perintah untuk memerangi orang Eropa

dan Cina kepada para pimpinan pasukan di seluruh wilayah Kesultanan; Kedu,

Bagelen, Banyumas, Serang, dan wilayah Monconegoro Timur: Magetan, Madiun,

Rajegwesi, Kertosono, Berbek, Ngrowo, dan para demang yang berada di perbatasan

Kesultanan dan Kesunanan. Para pemimpin daerah diangkat dengan surat keputusan

pengangkatan resmi yang disebut Piagem.

Ketiga, menyusun daftar bangsawan yang dinilai sebagai lawan dan melindungi

mereka yang membantu.

Keempat, membagi wilayah Kesultanan atas beberapa daerah perang dan

mengangkat para komandan wilayah dan komandan pasukan.13 Para pimpinan

daerah militer ini masing-masing menerima piagem lengkap dengan payung

kebesaran yang berwarna kuning; dan apanage 10.000 cacah dan berkekuatan 1000

orang prajurit.

Kelima, menyusun pasukan pengawal baton, yang terdiri atas enam korps

meliputi:

1. Pasukan Mantrijero, dipimpin oleh Pangeran Adinegoro berkekuatan 50

orang.

2. Pasukan Daeng, dipimpin oleh Pangeran Soeryodipoero,

3. Pasukan Nyutro, dipimpin oleh Pangeran Suryoadi.

4. Pasukan Mandung, yang dipimpin oleh Pangeran Kecokusumo.

5. Pasukan Ketanggung, yang dipimpin oleh Pangeran Adiwijoyo,

13 Djamhari, op.cit. h.65-68

Page 13: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

13

6. Pasukan Kanoman, dipimpin oleh Pangeran Teposono.

Dalam perkembangannya kemudian, struktur organisasi, hierarki, dan susunan

tugas masing-masing korps tidak meniru model barat, akan tetapi meniru model

organisasi Janissari pasukan elite kekhalifahan Turki Usmani abad ke-16-18 yang

disesuaikan dengan kondisi Jawa Nama-nama korps seperti Bulkiyo, Borjomuah, dan

Turkiyo, sebelumnya tidak dikenal dalam organisasi militer Jawa Pasukan Bulkiyo

dipimpin oleh Pangeran Ngabdul Khamil.

Pangkat militer yang tertinggi disebut Alibasah, Panglima yang membawahi

pasukan (infanteri dan kavaleri) yang setara dengan Komandan Divisi model Janissari.

Karena itu Diponegoro hanya mengangkat empat orang. Sentot Prawirodirjo yang

masih berusia remaja berpangkat Basah, ia dipromosikan sebagai Alibasah yang

membawahi Korps Pinilih, yang kemudian mendapat promosi jabatan sebagai

Pemimpin Tertinggi Tentara.

Alibasah Kerto Pengalasan (Tumenggung Wirodirejo) yang dipercaya menjadi

Komandan Pasukan Pertahanan di Benteng Pleret di bekas kraton Amangkurat I.

Alibasah Pangeran Sumonegoro Komandan di Kulon Progo, Alibasah Kasan Besari,

adik Kyai Mojo, Komandan Pasukan di Pajang dan Alibasah Muhammad Ngusman

(Usman) Komandan Pasukan di Kulon Progo.

Selanjutnya pangkat Dulah atau Agadulah, yaitu komandan pasukan yang

membawahi 400 orang prajurit setara dengan detasemen. Pangkat perwira yang

terendah, Seh. Perwira ini membawahi pasukan yang setara dengan kompi.14

Selain pasukan-pasukan tersebut, di Selarong dibentuk pula beberapa batalyon

yang dipimpin oleh Pangeran Ingabei Joyokusumo, Pangeran Praboe Wiromenggolo

dan kemudian menyusul Sentot Prawirodirjo. Masing-masing pasukan ini memiliki

pakaian seragam dan atribut yang berbeda, sehingga masing-masing kesatuan

dapat dikenali secara jelas.

De Stuers melukiskan seragam masing-masing pasukan Diponegoro sebagai

berikut :

1. Pasukan Bulkio, Borjomuah, dan Turkiyo, berikat kepala (surban) putih dan

jaket berwama biru.

2. Harkio, surban hijau dan jaket berbagai warna.

3. Pinilih, surban hitam bergaris putih, jaket merah.

4. Larban, Naseran, surban hitam, jaket bermacam-rnacam wama.

5. Suropadah, surban biru dengan garis putih, jaket bergaris putih.

6. Sipuding dan Jagir, surban putih, jaket berbagai warna.

7. Surotandang dan Jayengan, surban merah dan jaket putih.

8. Suragama dan Wanangprang, surban putih dan jaket hitam,15

Menariknya, Diponegoro tidak meninggalkan pola struktur organisasi tentara

Kerajaan Jawa, yakni melakukan mobilisasi petani dan santri untuk menjadi prajurit

14 Djamhari, op.cit. h.70-7215 Ibid, h.74

Page 14: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

14

sebagai pasukan tetap (standing army). Pasukan tetap terdiri atas beberapa korps

dengan kepemimpinan dan struktur organisasi yang jelas. Inilah hasil pemikiran

baru tentang organisasi militer pada masyarakat Jawa, referensi dan orientasinya

diambil dari sistem militer Turki Usmani.16

Belanda Kewalahan Menghadapi Diponegoro dan Orang Jawa Manakala Diponegoro memproklamirkan perlawanan terhadap Belanda,

maka jejaring sosial yang telah ia bina sebelumnya telah siap menyuplai pasukan,

logistik, hingga jaringan bawah tanah. Diponegoro banyak didukung oleh para ulama

yang berasal dari berbagai pesantren di wilayah Mataram. Laskar santri ini banyak

berada di bagian infantri.

Pertempuran terbuka dengan pengerahan pasukan infantri, kavaleri dan

artileri (yang sejak perang Napoleon menjadi senjata andalan dalam pertempuran

frontal) di kedua belah pihak berlangsung dengan sengit. Front pertempuran terjadi

di puluhan kota dan desa di seluruh Jawa. Pertempuran berlangsung sedemikian

sengitnya sehingga bila suatu wilayah dapat dikuasai pasukan Belanda pada siang

hari, maka malam harinya wilayah itu sudah direbut kembali oleh pasukan pribumi;

begitu pula sebaliknya.

Jalur-jalur logistik dibangun dari satu wilayah ke wilayah lain untuk

menyokong keperluan perang. Berpuluh-puluh kilang mesiu dibangun di hutan-

hutan dan di dasar jurang. Produksi mesiu dan peluru berlangsung terus sementara

peperangan sedang berkecamuk. Para telik sandi dan kurir bekerja keras mencari

dan menyampaikan informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi perang.

Informasi mengenai kekuatan musuh, jarak tempuh dan waktu, kondisi medan,

curah hujan menjadi berita utama; karena taktik dan strategi yang jitu hanya dapat

dibangun melalui penguasaan informasi.

Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada bulan-

bulan penghujan; para senopati menyadari sekali untuk bekerjasama dengan alam

sebagai “senjata” tak terkalahkan. Bila musim penghujan tiba, gubernur Belanda

akan melakukan usaha-usaha untuk gencatan senjata dan berunding, karena hujan

tropis yang deras membuat gerakan pasukan mereka terhambat. Penyakit malaria,

disentri, dan sebagainya merupakan “musuh yang tak tampak”, melemahkan moral

dan kondisi fisik bahkan merenggut nyawa pasukan mereka.17

Operasi-operasi pengejaran selama dua tahun (1825-1827) yang dipimpin

oleh Jenderal de Kock, secara militer tidak mengalami kemajuan, namun memberi

pengalaman kepada prajurit Belanda untuk mengenal medan. Karena selama

hampir sembilan tahun, sejak 1816, pulau Jawa (Vorstenlanden) dalam keadaan

aman sehingga tentara penjajah lengah dan kurang terlatih. Jumlah korban yang

16 Saleh Asad Djamhari, Strategi Benteng Stelsel, h.7217 Rijal Mumazziq, Menelusuri Jejak Laskar Diponegoro di Pesantren, Jurnal Falasifa, STAI Al-Falah As-Sunniyyah

Kencong Jember, Vol. 7 Nomor 1 Maret 2016, h.144-145

Page 15: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

15

jatuh pada operasi- operasi pengejaran mencapai 48 % termasuk yang meninggal

karena sakit dan kelelahan merupakan indikasi tidak terlatihnya pasukan.18

Memang ada beberapa bangsawan pemimpin pasukan Diponegoro berhasil

ditawan atau menyerah. Misalnya Pangeran Mangkudiningrat pada 1 Desember

1826, ia menulis surat kepada Jenderal de Kock menyampaikan keinginannya untuk

menghentikan permusuhan apabila diperlakukan dengan baik, sekalipun peristiwa

ini sangat langka.

Perencanaan operasi militer yang memperkirakan pemberontakan dapat

diselesaikan dalam waktu yang singkat, ternyata meleset. Pemberontakan Diponegoro

sangat megejutkan pemerintah dan militer Hindia Belanda. Keadaan yang aman Iebih

dari sembilan tahun sejak 1816 mengurangi kesiapan dan kewaspadaan mereka dari

bahaya permanent warfare di kalangan bangsawan Jawa, sekalipun gejala-gejalanya

sudah tampak. Sebagian besar pejabat penjajah Belanda juga enggan memahami

kondisi masyarakat, berakibat salah dalam membuat keputusan politik.

Kesalahan Residen Baron de Salis yang mengangkat seorang anak berusia tiga

tahun dan mengangkat walinya, Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Diponegoro

yang dikenal dan diketahui sebagai seorang yang saleh dan anti penjajah, secara

tidak langsung telah memberikan jalan menuju ke arah pemberontakan.

Dalam pemahaman masyarakat Jawa, seorang Sultan, di samping sebagai

pemimpin tertinggi (angkatan) perang (senopati ing ngalogo) juga sebagai pemimpin

tertinggi agama (sayidin ponotogomo). Persyaratan lain seorang Sultan harus telah

beristeri.

Seorang bocah tidak memenuhi ketiga persyaratan tersebut. Pemahaman

masyarakat tentang raja ini tidak pemah “ditangkap” oleh para pejabat penjajah

Belanda.19 Semula para elite daerah tidak memprotes pengangkatan seorang bocah

sebagai Sultan, karena peran para Wali-nya, sebagai orang-orang yang sangat

dihormati. Pangeran Mangkubumi, putera Sultan Hamengkubuwono II (Sultan

Sepuh) dikenal sebagai orang yang sangat taat kepada agama. Demikian juga Pangeran

Diponegoro adalah cucu Sultan Sepuh, sekalipun secara politis hubungannya kurang

baik. Karena Sultan bocah didampingi oleh dua orang wali yang sangat mereka

hormati, mereka diam. Namun tatkala Wali Sultan memberontak, mereka serta

merta ikut melakukan pemberontakan, sekalipun sebab-sebabnya tidak mereka

ketahui secara jelas.20

Diponegoro mendengar kabar tentang kelakuan para pejabat yang bejat.

Untuk membuktikan kebenaran cerita tentang kelakuan para pejabat tersebut,

Diponegoro “menanam” spion di kediaman mereka, residen, sekretaris residen,

dan orang-orang penting lainnya yang dianggap sebagai Iawannya yang menyamar

sebagai “abdi” (pembantu rumah tangga) atau pekerjaan lainnya. Karena itu semua

aktivitas mereka diketahui secara pasti oleh Diponegoro.

18 De Stuers menggambarkan bahwa tahun 825-1826 merupakan tahun bencana, suatu pengalaman yang menyedihkan, De Stuers, 1843, hal, 150. Dalam; Saleh Asad Djamhari, Strategi Benteng Stelsel, h.85-86

19 Soemarsaid Moertono, Negara dan Usaha Bina-Negara di Jawa pada masa Lampau, 1985, hal. 35. Oleh Ricklefs disebut sebagai ''unseen world" in Java, M.C. Ricklefs, The Seen and Unseen Worlds in Java 1726-1749, 1998, hal. XXII, H.J. de Graaf, Geschiedenis van Indonesie, 1949, hal, 208-209.

20 Djamhari, op.cit. h.87

Page 16: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

16

Setelah meninggalnya Sultan IV, ia seringkali berkunjung ke Pasar Gede,

Imogiri, Gua Langse di Pantai Selatan, Selarong, dan beberapa tempat lainnya

sendirian tanpa pengawal, bertemu bertatap muka dengan rakyat dan bahkan ikut

membantu menanam atau menuai padi.

Diponegoro tidak pemah mengakui bahwa ia telah mempersiapkan suatu

rencana besar. Kemampuannya untuk mempengaruhi masyarakat diabaikan oleh

pemerintah Hindia Belanda. Ia hanya dianggap sebagai seorang mysticus, pemimpi

(dromer) yang suka berkhayal tentang kebesaran (megalomaniac) dan percaya

kepada tahayul.

Diponegoro yang berwatak keras disertai sikap yang fanatik, berpegang teguh

atas prinsip-prinsip ajaran agama Islam, diterima dengan baik oleh masyarakat karena

kharisma yang ia miliki sebagai seorang keturunan raja. Karena itu Diponegoro amat

populer di kalangan masyarakat bawah terutama petani dan komunitas santri .21

Dari Selarong, pada 31 Juli 1825, Diponegoro dan Mangkubumi menulis surat

kepada masyarakat Kedu agar mereka bersiap-siap untuk berperang;

“Kaloe sekarang negerie Kadoe sudah goea minta, itoe semoea orang laki-

laki, orang perempuan besar, kecil, (soeda goea seboet) ada poen orang

njang saja soeroe namanja Kazan Besarie. Kaloe soeda ikoet goea poenja

soerat Oendang ini biar lakas sedia sendjata, biar reboet negerie, dan

bikin betoel agama Rasoel dan (mangreboet 7 iman). Kaloe ada njang

brani tiada maoe pertjaja boeninja goea poenja soerat, misti goea potong

dia poenja leher.”22

Surat ini bermaksud menegaskan kepada mereka, bahwa wilayah Kedu

yang selama hampir tiga belas tahun, sejak 1812, dirampas oleh kafir telah kembali

ke “pangkuan” orang Jawa. Penerimaan masyarakat terhadap kepemimpinannya

menjadi salah satu sebab pemberontakan semakin meluas dan sulit dibendung.

Sesudah keberhasilan Mulyosentiko menyergap pasukan bala bantuan yang

menuju Yogyakarta di Pisangan (Tempel) dan membunuh serta merampas uang

sebanyak f.30.000, pada 23 Juli 1825, di wilayah Kedu terutama di distrik Probolinggo

(di sebelah tenggara Magelang), berkumpul sukarelawan perang sebanyak 55.000

orang. Tempat tinggal para pejabat pemerintah Belanda diserbu dan dibakar pada

26 Juli 1825. Sebagian dari mereka kemudian menyeberangi Sungai Elo, menyerbu

Magelang yang hanya dijaga oleh 50 orang tentara. Sekretaris residen, Bupati

Danoeningrat panik luar biasa, rumah-rumah para pejabat dibakar. Pangkalan

perlawanan sudah lama dipersiapkan di Probolinggo. Pangkalan perlawanan lainnya

berada di Menoreh. Rumah-rumah para pejabat Belanda menjadi sasaran kemarahan

dan dirusak atau dibakar.

21 Dalam suratnya kepada Letnan Gubemur Jenderal, Residen van Sevenhoven mengingatkan de Kock, bahwa Diponegoro adalah orang yang tidak pemah bergaul dengan orang Eropa karena itu ia selalu berprasangka buruk, seperti para pangeran kelompok Kasepuhan, termasuk Sultan Hamangkubuwono Il (Sultan Sepuh), ANRI, Surat Residen Yogyakarta van Sevenhoven, kepada Letnan Gubemur Jenderal, 10 November 1825, Djokja 8.11. dalam; Djamhari, op.cit. h.90

22 P.J.F. Louw, I, 1894, hal. 269. Surat aslinya tidak ditemukan hanya terjemahannya ke dalam Bahasa Melayu (pasar).

Page 17: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

17

Hampir satu bulan setelah peristiwa penyerbuan Tegalrejo. Diponegoro

juga menulis surat kepada Tumenggung Raden Ronggo Surodilogo. Kemudian

Surodilogo, Bupati Wedana di wilayah sebelah barat Gunung Sumbing, atas nama

Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Diponegoro memerintahkan kepada

semua demang, penatus, penekel, penglawe, panajungan, dan seluruh rakyat untuk

berperang melawan orang-orang kafir yang akan menghancurkan tanah Jawa. Pajak

tetap dipungut tetapi untuk membantu biaya peperangan melawan orang Eropa.

Seluruh Kesultanan Yogyakarta bergolak, Beberapa Bupati Monconegoro,

melakukan aksi perlawanan terhadap Belanda dan Kesultanan. Pada 17 Agustus

1825 di Kadipaten Serang, Pangeran Serang yang tergolong kelompok Kasepuhan,

menantu Pangeran Mangkudiningrat yang dibuang bersama Sultan Sepuh ke

Ambon, dan Pangeran Notoprojo alias Pangeran Papale dan Bupati Gagatan yang

termasuk wilayah Kesunanan Surakarta ikut memberontak. Pemberontakan dari dua

Kadipaten yang letak wilayahnya berada di Keresidenan Semarang bagian selatan,

dinilai strategis, karena bisa mengancam fron Salatiga.

Setelah mereka menyerang Purwodadi, kemudian bergerak menuju Demak.

Hampir semua jembatan penghubung dirusak. Sementara Pangera Serang dibantu

oleh Raden Sukur, putera Bupati Semarang Surioadimenggolo, bergerak ke Buyaran.

Setelah beberapa jembatan sekitar Buyaran dirusak, mereka bergerak untuk

menyerbu Demak. Pada 11 September 1825, pasukan Pangeran Serang berkekuatan

8000 orang berkumpul di desa Praya, berusaha menguasai jalan raya.

Di wilayah Banyumas, Karangkobar, dan Kalibeber, pada 9 Agustus terjadi

pemberontakan yang bermarkas di Batur. Pada 14 Agustus 1825 di Sembong dekat

Weleri, semua pas dibakar. Pemberontakan dipimpin oleh Raden Ngabei (Tersono).

Di Selomanik, Selomerto, Gowong, Brengkelan, Lingis, Yana, Kadilangu

termasuk wilayah Bagelan bergolak. Pemberontakan kemudian bergerak ke daerah

Madiun dan daerah Kesultanan Yogyakarta bagian Timur (Monconegoro Timur),

yang dipimpin oleh Mangun nagara, Kertodirdjo, Surodirjo, Tumenggung Alap-

alap, Pangeran Serang, dan Raden Sukur. Mereka menguasai desa di hampir semua

wilayah tersebut dan menyerang pas-pas penjagaan.

Karena seringkali jatuh korban dari ekses yang dilakukan oleh kedua belah

pihak, komandan Kolone Mobil 2 yang berkedudukan di Ngawi, memberikan

instruksi kepada anak buahnya antara lain:

a. Membakar desa yang menjadi pangkalan pemberontak,

b. pasukan dilarang bergerak dalam kelompok kecil dan gerakan mereka tidak

lebih dari tiga pal sehari,

c. mereka harus menyampaikan berita baik kepada pengikut pemberontak,

d. dia akan mengundang dan berjanji akan memberi pengampunan kepada

Mangunnegara, Kertodirjo, Pangeran Serang, Surodirjo, Raden Sukur,

Tumenggung Alap-alap, dan membebaskan mereka yang dengan sukarela

Page 18: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

18

menyerah, mereka dilarang berbuat tercela terhadap perempuan dan anak-

anak, siapa yang berbuat akan dihukum keras.23

Pemberontakan yang meluas ke berbagai daerah di seluruh wilayah

Kesultanan Yogyakarta bukanlah tidak dipersiapkan. Diponegoro telah dengan

cermat dan melakukan conspiracy of silence dengan para demang dan dengan penuh

kesabaran menunggu saat yang tepat untuk bertindak, Komunikasi dengan para

demang dan komunitas pesantren (para kyai beserta santrinya), terus dipelihara

dengan baik. Keberhasilan seperti penyerangan terhadap pas di Pisangan dan

Bantulan, 400-500 orang dengan senjata api (senapan) menunjukkan bahwa mereka

telah mempersiapkannya sejak lama.

Kebijakan perpajakan yang semakin memberatkan, persewaan tanah

dan pengusiran rakyat dari desa-desa oleh para penyewa semakin menjauhkan

masyarakat dengan pemimpinnya, merupakan puncak kegelisahan masyarakat.

Dalam pandangan masyarakat lapisan bawah Diponegoro adalah Ratu Adil yang

ditunggu kedatangannya. Rangkaian peristiwa dan cita-cita membentuk balad

Islam tersebut menjadi faktor pendukung mengapa perlawanan dengan cepat

meluas dan sulit dipadamkan dengan kekuatan militer.24

Sebagian besar rakyat dan pejabat kesultanan serta para bupati mendukung

perjuangan Diponegoro. Kali ini Belanda bukan hanya menghadapi seorang

pemberontak namun menghadapi perlawanan hampir semua orang Jawa dan para

pemimpinnya. Bahkan para bandit dan orang-orang dari dunia hitam pun bersatu

padu mendukung perang sabil yang dilancarkan sang Sultan Ngabdulkamid. Perang

sabil telah benar-benar berkobar di tanah Jawa. Dengan segala kekuatan militer

dan pendanaan yang besar sekalipun Belanda kesulitan menghadapi perang yang

didukung hampir semua masyarakat Jawa.

Jumlah pasukan Belanda yang terbatas, kurang lebih 6000 orang infanteri dan

1200 artileri, tanpa memiliki pasukan cadangan, harus melakukan manuver terus-

menerus dari satu tempat ke tempat yang lain, tidak sempat istirahat dalam waktu

cukup, energinya terkuras. Kelelahan menjadi salah satu penyebab demoralisasi dan

menambah jumlah yang jatuh sakit.25 Faktor logistik dan penyalurannya ke pasukan

yang tidak teratur, karena sulitnya medan. Daerah sumber logistik dikuasai oleh

pemberontak atau hancur pada saat bertempur, sehingga penyaluran logistik dan

pelayanan kesehatan buruk.

Kedatangan pasukan baru sejumlah 3000 orang bala bantuan dari Nederland

pada 1826, tidak dapat segera digunakan secara efektif. Sebenarnya NOIL26 belum

siap untuk menerima pasukan yang menuntut syarat logistik dengan standar Eropa,

seperti asrama, dan sarana lain. Demikian pula informasi tentang medan (topografi)

23 ARA, Instructie voor den Kommandant der Gewapende Inlandscbe Mobiele Kolonne, bestemd om tegen de Muitelingen in het Madioensche le afgeven, Ngawi, 3 Desember 1825. Arsip Koleksi H.M. de Kock, Serie 14 Volgnr, 18 (1825).

24 Djamhari, op.cit. h.92-9425 Sebelum pecahnya perang Jawa, kekuatan NOIL di Pulau Jawa berjumlah 13.200 orang terbagi dalam tiga

Daerah Militer Besar (Groote Militaire Afdeelingen). Wilayah Komando Daerah Militer Besar I meliputi sepanjang Pantai Utara Pulau Jawa bagian barat, dari Banten sampai Kali Losari (Cisanggarung), yang termasuk keresidenan Banten, Batavia, Buitenzorg, Karawang, Priangan, dan Cirebon, bermarkas di Batavia

26 NOIL = Tentara Hindia Timur, kesatuan Tentara Belanda di Hindia Beelaanda (indonesia)

Page 19: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

19

wilayah Kesultanan Yogyakarta tidak akurat. Pasukan yang berada di medan dipaksa

harus terlebih dulu berperang melawan alam, membangun jalan-jalan baru, yang

kadang-kadang medannya bergunung terpaksa menebangi pohon yang merintangi

gerakannya ditambah dengan cuaca yang tidak mendukung. Batas desa yang berupa

pagar bambu hidup di desa-desa di daerah operasi, merupakan rintangan alam yang

menyulitkan. Bahkan lawan seringkali memasang perangkap atau ranjau dari bambu

(borang) untuk menghambat gerakan sangat menyulitkan pasukan penjajah.

Sikap tidak terang-terangan dari sebagian besar bangsawan dan kepala-

kepala desa (demang dan bekel) yang berpihak kepada Diponegoro membuat

tentara penjajah kebingungan karena sulit membedakan antara kawan dan lawan.

Kenyataannya mayoritas masyarakat saat itu memandang tentara Belanda sebagai

lawan. Strategi berperang orang Jawa yang inkonvensional, secara taktis juga amat

membingungkan lawan. Karakter dan seni perlawanannya sulit diduga. Untuk

memastikan pangkalan perlawanan, seringkali terjadi kejahatan perang, seperti

pembakaran desa-desa, perampasan ternak, dan pembunuhan tawanan.

Faktor lainnya yang terpenting adalah strategi militer Diponegoro, yang

mampu mengulur waktu untuk menguras tenaga dan kemampuan perang lawan.

Lawan tidak pernah diberi kesempatan untuk istirahat sekalipun teknologi

persenjataannya lebih unggul. Pasukan Diponegoro juga mampu mengoperasikan

senjata-senjata yang dirampas dan mampu membuat senjata api dan mesiunya.

Bahkan secara rahasia mereka membeli senjata-senjata baru. Problema lainnya

adalah merajalelanya pemakai opium di kalangan prajurit Belanda. Isteri-isteri

prajurit pribumi ikut menambah beban. Satu kolone kadang-kadang harus

menyediakan logistik untuk 1000 orang setiap hari.

Sampai bulan April 1827, lebih kurang 1603 orang serdadu Belanda tewas atau

27% dari serdadunya yang berjumlah 6.000 orang. Pecahnya pemberontakan baru

di suatu daerah sulit diantisipasi. Sikap dan tingkah laku para penguasa setempat

(tumenggung, demang) tidak dapat dipercaya sepenuhnya, terutama di daerah-

daerah yang pernah terjadi persewaan tanah.

Informasi dari spion-spion yang tersebar hampir di seluruh medan, seringkali

tidak akurat dan meleset. Politik penghematan dari Komisaris Jenderal Du Bus sangat

besar pengaruhnya terhadap pengelolaan dan pelaksanaan perang. Kesejahteraan

dan perlengkapan para prajurit merosot. Rekrutment prajurit baru sulit dilakukan.27

Untuk mengimbangi strategi Stelsel Benteng de Kock, pada 1827 Diponegoro

juga mengaplikasikan strategi baru. Setelah gagal mengaplikasikan strategi

langsung yang mengandalkan keunggulan jumlah (superior number), Diponegoro

menggunakan strategi atrisi (attrition strategy, die Ermattuug Strategie) yang

berarti strategi penjemuan atau penggerogotan, sehingga perang berubah sifatnya

menjadi perang jangka panjang (protracted war).28 Strategi atrisi29 Diponegoro pada

27 Djamhari, op.cit. h.110-11228 Hans Delbruck, History of the Art of War, Within the Framework of Political History, 1985, hal, 294-298 dalam;

Djamhari, op.cit. h.1029 strategi atrisi adalah strategi penggerogotan kekuatan lawan, penjemuan. Ibid, h.xv

Page 20: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

20

awalnya berhasil menguras energi, menurunkan moril dan kemauan berperang

tentara Belanda, Diponegoro juga berhasil memperpanjang jangka waktu perang.30

“Perang Jawa” berawal dari 19 Juli 1825 sampai 28 Maret 1830, telah menelan

korban yang amat besar, menimbulkan penderitaan, keletihan yang luar biasa bagi

semua pihak. Lebih kurang 12749 meninggal di rumah sakit di wilayah Daerah Militer

Besar II, (Jawa Tengah). Jumlah seluruh korban yang hilang dan mati dalam perang

sejumlah 15.000 orang, yang terdiri atas 8.000 orang dari Eropa. Expeditionnaire

Afdeeling (yang datang dari Nederland pada 1826) yang berkekuatan 3134 orang,

lebih dari dua pertiganya tewas. Sisanya kurang dari sepertiganya memilih tetap

berdinas sebagai NOIL.

Hanya seperenam dari mereka yang memilih kembali ke Eropa. Untuk perang

yang lama dan melelahkan ini Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan biaya

f.5.000.000, setiap tahunnya. Seluruh biaya ditaksir sejumlah f.25. 000.000.31

Pemberontakan yang meluas ke berbagai daerah di seluruh wilayah Kesultanan

Yogyakarta bukanlah tidak dipersiapkan. Diponegoro telah dengan cermat dan

melakukan conspiracy of silence dengan para demang dan dengan penuh kesabaran

menunggu saat yang tepat untuk bertindak, Komunikasi dengan para demang

dan komunitas pesantren (para kyai beserta santrinya), terus dipelihara dengan

baik. Keberhasilan seperti penyerangan terhadap pas di Pisangan dan Bantulan,

400 - 500 orang dengan senjata api (senapan) menunjukkan bahwa mereka telah

mempersiapkannya sejak lama. Kebijakan perpajakan yang semakin memberatkan,

persewaan tanah dan pengusiran rakyat dari desa-desa oleh para penyewa semakin

menjauhkan masyarakat dengan pemimpinnya, merupakan puncak kegelisahan

masyarakat.

Dalam pandangan masyarakat lapisan bawah, Diponegoro adalah Ratu Adil

yang ditunggu kedatangannya. Rangkaian peristiwa dan cita-cita membentuk balad

Islam tersebut menjadi causal factor mengapa pemberontakan dengan cepat meluas

dan sulit dipadamkan dengan kekuatan militer.32

Banyak kegagalan strategis akibat under estimate terhadap kekuatan dan

kemampuan pasukan Diponegoro. Penilaian yang berbeda tentang medan antara

Jenderal de Kock dan Diponegoro, menjadi sebab berlarut-larutnya perang. Dalam

pola pikir Jenderal de Kock, medan antara Progo dan Bogowonto merupakan suatu

killing area, meniru model operasi Jenderal Lazarre Roche di Vendee pada 1793,

didukung oleh jumlah personel yang memadai. Ada kecenderungan de Kock menutup

kelemahannya dengan mengandalkan senjata artileri. Letak bangunan benteng yang

hanya mengandalkan posisi strategis, tanpa memperhitungkan jarak antar benteng

berakibat fatal. Pasukan Diponegoro berhasil mengisolasi benteng-benteng dengan

mencegat konvoi-konvoi logistik atau merebut alat-alat transportasi mereka.

Sebaliknya Diponegoro berpikir medan antara Progo dan Bogowonto

sebagai medan yang tepat untuk menggerogoti (attritiated) pasukan lawan. Daerah

30 Ibid. h.29631 Djamhari, op.cit. h.20-2132 Djamhari, op.cit. h.93-94

Page 21: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

21

antara Progo dan Bogowonto merupakan daerah yang subur, penduduknya relatif

padat dan para demang, bekel, dan masyarakat lapisan bawah menjadi pendukung

Diponegoro yang fanatik, dengan pemahaman masing-masing, antara cita-cita

membangun balad Islam dan keinginan melepaskan diri dari penderitaan dan

penindasan penjajah.

Kondisi alam di medan, kelebaran sungai, derasnya arus, kemudahan

untuk memperoleh sarana perbekalan dan peralatan, cuaca, keberanian sebagai

faktor tetap dan faktor tidak tetap yang mempengaruhi pelaksanaan perang dan

pelaksanaan operasi kedua belah pihak. Killing area yang diangankan oleh Jenderal

de Kock tidak pemah tercapai, justru sebaliknya dari bukit-bukit yang terjal pasukan

Diponegoro mampu mengeksploitasi medan. Dari bukit-bukit tersebut dilakukan

taktik perang gunung, bertahan dan menyerang setiap saat tanpa dibatasi oleh

waktu, jumlah logistik dan kondisi cuaca.33

Network atau JaringanJaringan (network) adalah organisasi yang secara sosial terdiri dari komposisi

antara para pelaku dan hubungan mereka. Tidak ada perbedaan mengenai karakter

dibandingkan dengan bentuk organisasi yang lain—yaitu sekelompok orang yang

bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama.

Organisasi menawarkan hasil capaian yang lebih dibandingkan jika hanya

dilakukan sendirian. Dua variabel utama yang membedakan berbagai bentuk

organisasi adalah frekuensi kontak personal dan letak otoritas. Karakteristik struktural

yang membedakan network dengan bentuk organisasi lainnya terletak pada (i)

otonomi lokal dan informal, (ii) interaksi yang fleksibel di antara para anggotanya

berdasarkan hubungan personal, serta (iii) terbatasnya kontrol dari pusat.34

Jenis-Jenis Jaringan (Network)1. Chain: Network jenis ini berbentuk garis linier, dimana hubungan antara satu

orang dengan yang lainnya terpisah dalam pola garis. Orang, barang, dan layanan

berpindah melalui simpul perantara dalam pola beruntun.

2. Star atau Hub: Dalam jenis network ini, beberapa simpul dihubungkan ke satu

simpul pusat dalam satu hub, dengan bentuk seperti jari-jari. Sumber daya dan

komunikasi dilakukan melalui hub pusat.

3. All-Channel: Network jenis ini dibentuk dalam sebuah matriks hubungan, dimana

setiap simpul terkoneksi satu sama lain dalam pola yang padat.

Menurut Arquilla dan Ronfeldt, tiga bentuk di atas merupakan tiga bentuk

utama network, meskipun terkadang ada beberapa kombinasi atau variasi dari

ketiga bentuk tersebut.35

33 Djamhari, op.cit. h.240-24134 Mustarom, Network Vs Network, Saat yang Kecil Melawan yang Besar, Syamina ed.5, September 2013, h.335 Ibid, h.4

Page 22: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

22

Teori Strategi Kontra NetworkBeberapa studi tentang irregular warfare menekankan akan pentingnya usaha

untuk melakukan gangguan secara langsung atas sebuah jaringan. Menurut Carley,

ada tiga indikator utama terjadinya destabilisasi sebuah jaringan, yaitu berkurangnya

aliran informasi, kesulitan untuk mencapai konsensus umum, dan berkurangnya

efektivitas pelaksanaan tugas secara keseluruhan.36

Sebuah organisasi network adalah elemen dari struktur jaringan sosial

masyarakat yang lebih besar, dan memahami populasi di mana mereka berinteraksi

juga tak kalah penting dengan usaha untuk mengacaukan mereka. Organisasi

network bukanlah organisasi militer standar, di mana dalam banyak kasus, usaha

yang paling penting untuk mematahkan mereka adalah dengan melakukan

bujukan pada persepsi masyarakat.37

Kompleksitas mengenai apa, bagaimana, dan mengapa masyarakat

berinteraksi adalah aspek yang penting dalam pengumpulan data intelijen. Begitu

juga dengan faktor budaya. Gordon Hahn menyatakan bahwa “usaha untuk memecah

kelompok pemberontak tidak akan sukses tanpa pemahaman yang rinci akan

pembagian politik, sosial, kesukuan, dan ekonomi jaringan tersebut. Pengetahuan

secara detail atas sejarah, budaya, ideologi politik, dan seluk beluk struktural juga hal

yang esensial.”38

Berikut adalah beberapa teori cara untuk melawan jaringan:

1. Illumination (Penerangan)

Iluminasi adalah sebuah usaha untuk mengidentifikasi dan menentukan

letak simpul dalam sebuah jaringan.

2. Offensive Swarming

Swarming merupakan alat yang paling valid untuk melawan sebuah jaringan.

Sebuah organisasi berbentuk jaringan biasanya terdiri dari beberapa simpul yang

tersebar, yang jika mereka berkumpul sekalipun tetap susah untuk disasar, karena

mereka biasanya pandai bersembunyi dan menghindar. Karenanya, diperlukan

kontra-simpul yang mempunyai kegesitan dan kecepatan yang mampu melawan

simpul tersebut. Dalam hal ini unit counter-swarming bisa menjadi salah satu jawaban.

Unit counter-swarming akan melakukan serangan secara mengejutkan untuk terus

menerus memaksa jaringan tersebut untuk bersembunyi atau menghindar.

3. Information Disruption (Pengacauan Informasi)

Pengacauan informasi berfungsi untuk melawan ketergantungan jaringan

yang tinggi pada informasi, dan mencoba mengeksploitasi kelemahan yang terungkap

dalam strategi informasi jaringan tersebut.

4. Fusion (Penggabungan)

36 Carley, Lee, and Krackhardt, “Destabilizing Networks,” h. 9037 Michael T. Flynn, Matt Pottinger, dan Paul D. Batchelor, Fixing Intel: A Blueprint for Making Intelligence

Relevant in Afghanistan, Washington, D.C.: Center for a New American Security, 2010, h. 2438 Gordon Hahn, ”The Jihadi Insurgency and the Russian Counterinsurgency in the North Caucasus,” Post-Soviet

Affairs 24, no. 1 (January–March 2008): 3

Page 23: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

23

Fusi adalah usaha untuk melawan koneksi tersinkronisasi yang digunakan

oleh jaringan. Fusi memiliki elemen organisasi dan elemen doktrin. Secara

organisasi, fusi membutuhkan konektivitas tingkat tinggi diantara unsur-unsurnya

sebagaimana jaringan, dan hal ini sangat penting dalam sebuah usaha kolaboratif.

Secara doktrin, fusi melibatkan penggabungan berbagai kemampuan operasional

dan upaya analitis dalam sebuah proses pemecahan masalah yang sistematis. Fusi

merupakan gabungan antara mendapatkan data intelijen yang sangat luar biasa dan

melakukan aksi operasional yang mampu mengacaukan lawan irregular.39

Para Wanita Tangguh Yang Menempa DiponegoroPara leluhur pria Diponegoro memberi pengaruh besar secara pribadi

dan sebagai sumber ilham Diponegoro. Namun para kerabat wanita nampaknya

lebih berpengaruh dalam membentuk pandangan sosial selama masa anak-anak

dan remaja. Pandangan sosial yang khas itu berakar pada keyakinan agama yang

mendalam dan hubungan yang luas dengan masyarakat santri Jawa, hubungan

yang tidak umum untuk seorang kerabat keraton seperti Diponegoro. Keyakinan

agama dan hubungan sosial itulah yang akan menentukan kharisma dan gaya

kepemimpinan Diponegoro selama perang Jawa.

R.M. Mustahar atau Raden Ontowiryo (Diponegoro Muda)

39 Mustarom, op.cit. h.16

Page 24: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

24

Diponegoro dibesarkan di bawah asuhan kaum perempuan yang

berkepribadian baik sampai ia berusia 18 tahun. Hal itu berpengaruh besar pada

tumbuh kembang kepribadiannya. Melalui jalur ibu dan kerabat perempuan,

diponegoro memeiliki hubungan darah dan kekerabatan dengan beberapa kiai

terkemuka di Jawa. Ibunda Diponegoro, Radan Ayu Mangkorowati, garwo ampeyan

Sultan ketiga yang melahirkannya pada usia sekitar 15 tahun merupakan keturunan

Ki Ageng Prampelan, seorang tokoh yang sezaman dengan raja pertama Mataram,

Panembahan Senopati. Ki Ageng Prampelan merupakan keturunan ke sepuluh

Sunan Gresik atau Sunan Ngampel Denta, salah seorang wali songo yang membentuk

sebuah masyarakat Islam di Jawa Timur sebelum berakhimya kerajaan Hindu-Budha

Majapahit.

Ibunda Diponegoro lahir di daerah perdikan (desa bebas pajak yang diberikan

pada pemimpin agama) Majasto yang letaknya dekat dengan pusat Islam di

Tembayat. Kedua tempat ini dihuni oleh keturunan Panembahan Kajoran (penentang

raja mataram yang zalim pada abad ke-17) dan pendukungnya. Diponegoro juga

mendapat dukungan yang besar dari dua daerah tersebut saat meletus perang

Jawa. Sebagai satu-satunya anak lelaki Diponegoro sangat dekat dan disayangi oleh

ibundanya. Diponegoro di bawah asuhan ibunya sampai usia 7 tahun.

Seorang perempuan lainnya yang ikut berperan membentuk kepribadian

dan pandangan hidup Diponegoro adalah neneknya, Ratu Kedaton. Neneknya ini

merupakan keturunan panembahan Cokrodiningrat II dari Madura (berkuasa 1680-

1707). Kesetiaannya pada Islam yang merupakan ciri yang menonjol masyarakat

Madura, begitu berkesan dan dikagumi Diponegoro. Semangat Maduranya juga

menyala-nyala sampai di usia senjanya.40

Peta Areal Hasil Bumi untuk Perdagangan Jawa tengah pada masa remaja

Diponegoro

40 Peter Carey, Kuasa Ramalan Jilid 1, h.84-87

Page 25: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

25

Pengaruh terbesar seorang wanita pada pandangan hidup dan kepribadian

Diponegoro adalah nenek buyutnya, Ratu Ageng Tegalrejo. Ia dalam pengasuhan

Ratu Ageng mulai usia 7 tahun sampai nenek buyutnya meninggal saat Diponegoro

berusia 18 tahun.

Diponegoro remaja praktis di bawah didikan seorang perempuan tua

berpengaruh, yang kritis dengan perkembangan istana Yogyakarta. Ratu ageng

merupakan putri seorang kiai terkemuka di Sragen, dan merupakan keturunan Sultan

Bima di Sumbawa, sebuah kesultanan Islam yang begitu kuat menjaga kedaulatannya

di kepulauan Nusantara Timur. Diponegoro juga dekat dengan kerabat ratu Ageng

yang banyak menjadi pejabat keagamaan di istana.

Gb. Denah Ndalem Tegalrejo, tempat tinggal Ratu Ageng dan Diponegoro

Remaja (1792-1803)

Ratu Ageng merupakan seorang perempuan yang sangat tangguh. Ia

mendampingi sultan pertama dalam semua pertempuran melawan Belanda (1746-

1755) sebelum perjanjian Giyanti. Bahkan ia melahirkan anaknya (yang kemudian

menjadi sultan ke-2) di lereng gunung Sindoro. Setelah kesultanan Yogyakarta berdiri

pasca perjanjian giyanti, Ratu Ageng menjadi panglima pasukan kawal perempuan,

semacam korps srikandi kerajaan.

Ratu Ageng juga terkenal ketekunannya dalam mempelajari dan menjalankan

nilai-nilai ajaran Islam. Ia suka membaca kitab-kitab agama dan tekun menjaga adat

Page 26: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

26

keraton. Usianya sudah enam puluh tahunan ketika ia mulai mengasuh Diponegoro

yang saat itu baru berusia tujuh tahun.41

Network DiponegoroPribadi dan kondisi Diponegoro membuatnya memungkinkan dapat

membangun network dengan hampir semua kalangan. Posisinya sebagai anak dan

cucu Sultan Yogyakarta membuatnya begitu disegani dan menambah kharismanya

sehingga bisa diterima bergaul dengan semua kalangan bangsawan di Yogyakarta.

Pengasuhannya oleh nenek buyutnya, Ratu Ageng yang begitu dekat

dengan para ulama dan komunitas santri juga memberikan pengaruh besar bagi

kepribadian dan pandangan hidupnya serta kemampuannya untuk bergaul dengan

kalangan bawah ketika hidup di tengah-tengah petani dan santri di Tegalrejo dalam

kurun waktu lebih dari sepuluh tahun. Faktor-faktor tersebut telah memungkinkan

Diponegoro untuk membangun network ke berbagai kalangan untuk medukung

perang sabil melawan penjajah Belanda yang ia gelorakan. Berikut ini beberapa

network yang berhasil digalang Diponegoro:

1. Ulama dan Santri

Lingkungan kehidupan di Tegalrejo yang religius membentuk kepribadian

dan karakter Diponegoro sebagai muslim yang taat. Seperti anak Jawa yang

lain pada abad 19, semasa mudanya ia berguru di pesantren, berpindah dari

pesantren yang satu ke pesantren yang lain. Karena itu ia mempunyai banyak

guru (kyai, ulama) dan mempunyai hubungan yang luas dengan komunitas

santri.

Diponegoro juga sangat antusias mendalami sejarah kehidupan Nabi

Muhammad dan sejarah Islam. Kegemarannya berkelana dari pesantren ke

pesantren dari masjid ke masjid ataupun ke tempat-tempat yang sepi, gua-

gua, dengan menyamar sebagai santri. Yang paling membahagiakannya tatkala

ia berkumpul dengan santri rendahan yang miskin (lamun kang den karemi

tunggal santri alit kang samya nisthanipun), mengikuti jejak kehidupan Nabi

Muhammad di masa muda.

Pengembaraannya secara fisik dan spiritual, mengubah sikap, gagasan, dan

pandangannya tentang diri dan masyarakatnya. “Saya bukan Diponegoro saya

adalah Ngabdul Kamid”42 dan ia menanggalkan pakaian Jawa, lalu menggantinya

dengan pakaian yang mencontoh Nabi yang serba putih. Secara simbolik

peristiwa tersebut menegaskan idealismenya untuk mengikuti jejak sang Nabi.

Sejak masa pemerintahan ayahnya ia mengidentikkan masyarakatnya dengan

masyarakat Arab pada pra Islam, yang disebutnya masyarakat jahiliyah. Karena

41 Ibid, h.89-9042 Nama Ngabdul Kamid, menurut Peter Carey mengadopsi nama Sultan Turki Abd Al Hamid I ( 1774-1789)

dan memberikan inspirasi dan motivasi yang kuat terbadap Diponegoro untuk menjadi contoh dan teladan, Peter Carey "$atria and Santri, Some Notes on the Relationship Between Diponegoro's Keaton and Religious Supporters During the Java War (1825-30) dalam T. Ibrahim Alfian, (eds) Dari Babad dan Hikayat sampai Sejarah Kritis, 1987, hal. 271

Page 27: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

27

itu ia berambisi untuk merubah masyarakat jahiliyah, menjadi masyarakat

yang Islami berdasarkan tuntunan Rasul. Untuk menyusun masyarakat baru

dalam wadah balad (negara) agama (Islam) bisa dicapai hanya dengan perang

sabil (jihad) terhadap kafir Belanda.

Pergaulannya yang luas dengan para komunitas santri dan petani

memudahkan ia memperoleh simpati, dukungan, dan pengakuan legitimasi

kepemimpinan oleh masyarakat, sebagai pemimpin yang legal. Apalagi ia seorang

keturunan Sultan.

Hubungannya yang akrab dengan para pemimpin bawahan; demang, bekel,

serta para kyai dan ulama terutama Kyai Mlangi, Kyai Kwaron, Kyai Taptazani

menetapkan tekadnya untuk mendirikan balad Islam. Salah seorang anaknya,

RM. Alip, tatkala diinterogasi oleh Belanda setelah ayahnya memberontak,

menjelaskan bahwa ayahnya bersahabat dengan keluarga ulama Syeh Ahmad,

Mudo Wiryodikromo, dan Jo Mohammad yang tinggal di wilayah Pajang. Mereka

mengakui Diponegoro sebagai pimpinannya.

Diponegoro memiliki kemampuan (power) dan kharisma untuk membangun

solidaritas (masyarakat) melalui aktivitas lobbying terhadap semua golongan

masyarakat tidak terkecuali para bangsawan kelompok Kasepuhan.

Tegalrejo adalah suatu “markplaats”, tempat “menjual dan membeli”

gagasan, konsep-konsep ideologi, politik, kenegaraan, budaya, militer, rencana

strategi dan aksi, serta tempat berkumpulnya pemimpin masyarakat tatkala

Kesultanan Yogyakarta terjadi kekosongan kepemimpinan. Di sini Diponegoro

memperoleh basis legitimasi dan permufakatan sukarela dari kelompok yang

berkepentingan.

Peranan para santri sebagai komunikator terdepan bagi penyampaian ide

dan gagasan balad Islam, perang sabil, tentang masyarakat jahiliyah, tidak

dapat diabaikan, Mereka memiliki jaringan yang luas di masyarakat. Ada

sebuah tradisi di pesantren, seorang santri yang tamat belajar dan akan menjadi

kyai wajib menjalani semacam inisiasi, mengembara dari satu tempat ke tempat

lain untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain (dakwah).

Dukungan untuk Diponegoro juga berasal dari kalangan pejabat dan

pembesar keagamaan. Para penghulu istana Yogyakarta termasuk yang memberi

dukungan. Banyak guru agama dan para ulama dari pondok-pondok dan

pesantren-pesantren yang berasal dari daerah perdikan (daerah bebas pajak)

yang bergabung mendukung perjuangan Diponegoro. Para haji dan para kyai

serta orang-orang yang berpengaruh di desa-desa di wilayah Yogyakarta dan

Surakarta juga menggunakan pengaruh mereka untuk membangkitkan dukungan

menggelorakan perang sabil di desa dan wilayah mereka masing-masing.43

43 Peter Cerey, Asal-usul Perang Jawa, LKiS Yogyakarta 2001. h.39-40

Page 28: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

28

Gambar Peta Daerah Mataram dan Pesantren awal abad 19

Peter Carey menemukan ada 131 kyai, 22 haji, 17 syeh atau syarif, 18

pejabat keagamaan (penghulu, khatib, modin) yang mendukung perang sabil

Diponegoro. Ia menyusun nama-nama pria dan wanita tokoh dari kalangan

santri dan ulama Islam yang mendukung perjuangan Diponegoro, semuanya

berjumlah hampir 200 orang. Di antara mereka terdapat sejumlah orang Arab

dan Tionghoa berdarah campuran (peranakan). termasuk di dalamnya kalangan

santri keraton yang merupakan pejabat agama dan pasukan khusus yang terdiri

dari para pejabat agama seperti kelompok Suronatan dan Suryogomo yang

mengabdi di keraton.

Para penduduk desa-desa perdikan (bebas pajak) dan santri-santri dari

pesantren-pesantren (pathok nagari) yang berada di bawah yuridiksi seorang

ulama atau kyai juga menjadi bagian pendukung perang sabil. Satu kelompok

besar santri lagi adalah yang di bawa oleh Kyai Mojo saat ia bergabung di Selarong

pada awal Agustus 1825. Saat itu Kyai Mojo membawa serta keluarga besarnya

dan para santri yang belajar di pesantrennya di Mojo dan Baderan, kawasan

dekat Delanggu Klaten.

Diantara syekh yang menjadi pendukung Diponegoro adalah syekh Abul

Ahmad bin Abdullah al Anshari dan menantunya yang juga dikenal dengan

syekh Ahmad. Kedua syekh tersebut berasal dari Jedah. Seorang lagi adalah syarif

keturunan Arab bernama Syarif Samperwedi (Hasan Munadi), seorang komandan

Page 29: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

29

resimen kawal Diponegoro bernama Barjumungah yang beranggotakan para

ulama.

Panji-panji perang selalu didoakan para ulama sebelum dibawa ke medan

perang. Panji-panji itu dihiasi dengan gambar bulan sabit, ular dan ayat-ayat

Al Qur’an. Setiap satuan yang terdiri dari 150 orang mempunyai panji tempur

tersendiri yang berwarna merah, putih atau kuning.44

Kedudukan Diponegoro di mata para santri sangat terangkat berkat sifat

keagamaan perlawanannya terhadap kafir Belanda beserta sekutunya orang

Jawa yang ‘kafir murtad’. Sifat agamis perang ini mengandung banyak sisi

sebagai perang suci, atau perang sabil (jihad fi sabilillah). Maka menteri kelautan

dan Jajahan Belanda, C.Th. Elout (menjabat 1824-1829) mengemukakan dalam

suratnya para raja Belanda tatkala ia menolak gagasan untuk berdamai dengan

Diponegoro dengan mengakuinya sebagai raja yang terpisah dari Kesultanan

Yogyakarta. Elout beralasan kuatnya pengaruh keagamaan dalam peperangan

tersebut. Ia menggambarkan bahwa di hampir semua pertempuran kelompok-

kelompok ulama yang mencolok dengan jubah putih atau hijau lengkap

dengan sorban mereka, telah membantu memperkuat semangat juang tentara

Diponegoro dengan menyerukan ayat-ayat Al Qur’an.

Ciri-ciri keagamaan dalam perang itulah yang menyebabkan Elout menolak

saran para pejabat tinggi Belanda agar perang diakhiri dengan cara mengakui

Diponegoro sebagai seorang penguasa kerajaan. Kebijakan yang pernah

dilakukan Belanda terhadap Mangkubumi (Hamengku Buwono I), Raden Mas

Said (Mangkunegoro I) dan Notokusumo (Pakualam I), yang diakui masing-

masing pada tahun 1755, 1757, dan 1812.

Menurut Elout tuntukan Diponegoro agar diakui sebagai pelindung dan

penata agama Islam serta pergaulan eratnya dengan kelompok-kelompok

keagamaan membuat tuntutan tersebut mustahil dikabulkan. Menurutnya

perang itu benar-benar telah mengancam landasan kekuasaan Kristen Eropa di

Jawa, karena hanya faktor agamalah yang membedakan dengan perang-perang

perebutan takhta sebelumnya.45

2. Kaum Bangsawan

Jatuhnya kraton Yogyakarta dan perjanjian-perjanjian yang dipaksakan

setelahnya, menandai suatu fase penting dalam proses mengubah kerajaan-

kerajaan Jawa menjadi sekedar Kerajaan boneka yang tergantung dan

dikendalikan oleh penjajah Eropa. Peristiwa-peristiwa itu telah membawa

kesedihan dan keprihatinan dikalangan bangsawan istana yang masih peduli

dengan kedaulatan negara Islam Jawa. Disamping kedaulatan yang hilang, para

pejabat istana dan keluarga bangsawan banyak kehilangan jabatan dan tanah

lungguh mereka disebabkan perampasan wilayah yang dilakukan penjajah

Eropa.

44 Peter Carey, Kuasa Ramalan Jilid 2, h.738-73945 Ibid. h.741-742

Page 30: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

30

Perampasan uang perbendaharaan istana sultan juga mempercepat

pemiskinan semua orang yang kebutuhan hidupnya tergantung dengan istana.

Penghinaan yang diterima Yogyakarta tentunya dirasakan pula pada tingkat

psikologis yang sangat mendalam oleh kebanyakan orang Yogyakarta. Istana

dianggap telah tercemar dan ternoda oleh ulah penjajah Eropa dan perlu suatu

upaya pemindahan tempat istana tersebut.

Perasaan demikian membangkitkan harapan baru pada upaya-upaya

Diponegoro pada awal dilancarkannya perang Jawa yang akan menghancurkan

keraton Yogyakarta dan menggantinya dengan yang baru, yang tidak bernoda di

suatu tempat yang lain. Oleh sebab itu banyak dari kalangan bangsawan yang

memihak Diponegoro di permulaan perang Jawa.46

Pada awal perang Diponegoro, sebanyak 15 pangeran dari 29 pangeran yang

tersisa di Yogyakarta mendukung perjuangan Diponegoro. Para abdi dalem

kraton dan anggota pasukan pengawal sultan juga mendukung dan bergabung

dengan pasukan Diponegoro.

Para Bupati saat itu tak kalah antusias menyambut seruan Diponegoro.

Sebanyak 41 bupati dari total 88 bupati di wilayah Yogyakarta telah menyatakan

dukungan dan kesetiaannya ikut berjuang bersama pasukan Diponegoro. Banyak

kepala pemerintahan daerah ini yang kehilangan kedudukan mereka atau

menderita akibat semakin menciutnya tanah-tanah mereka karena pencaplokan-

pencaplokan yang dilakukan oleh penjajah Eropa. Mereka dan para bangsawan

Yogyakarta yang datang ke Selarong mendapat gelar-gelar baru. Para bupati

ini kemudian diperintahkan untuk mengorganisir dukungan di daerah mereka

masing-masing.47

Pada saat pecah perlawanan Diponegoro, wilayah Monconagoro Timur

cenderung berpihak kepada Diponegoro. Tiga orang bupati di wilayah Magetan,

Tumenggung Sosrowinoto, Tumenggung Cokrodipuro dan Tumenggung

Sosrodipuro menyatakan mendukung Diponegoro, Bahkan Bupati Kertosono,

Tumenggung Wironegoro, pada bulan Oktober 1825 mengerahkan pasukan

untuk menyerang orang-orang Cina. Demikian pula dua orang Bupati Rowo,

Tumenggung Pringgokusumo dan Tumenggung Notodiwiryo serta dua orang

rekannya Tumenggung Mangundirono dan Tumenggung dari Kalangbret,

berpihak kepada Diponegoro sekalipun belum melakukan gerakan.48

Dalam Babad Dipanegara versi Surakarta, juga disebutkan bahwa “banyak

para Tumenggung (Bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir

setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan akan mendukung

Diponegoro, untuk melakukan perang sabil.49 Para bangsawan dan kepala

daerah tersebut tentunya mempunyai banyak prajurit dan pendukung yang ikut

bersama-sama mendukung Diponegoro.

46 Pater Carey, Asal usul…, op.cit. h.12-1347 Ibid. h.39-40 lihat juga: Subroto, Beban Pajak, Prakondisi Jihad Diponegoro, Syamina edisi 12, September

2017, h.12-1348 P.J.F. Louw, I, 1894, hal.593, E.S. de Klerck, 1905, Bijlage XIV -XV, hal, 876-881, dalam: Djamhari, op.cit. h.3849 Peter B.R. Carey, Babad Dipanegara, 1981, hal. 10. dalam: Djamhari, op.cit. h.56

Page 31: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

31

Para bangsawan pendukung Sultan HB II yang dibuang ke Ambon juga

banyak yang mendukung perjuangan Diponegoro. Diantaranya adalah Pangeran

Adiwinoto (Putra Sultan HB II), Pangeran Joyokusumo (pendukung setia HB II),

Haji Ammatir (salah satu ulama penasehat terdekat HB II).50

Pada tahap-tahap awal kepemimpinan utama perang sabil diberikan pada

para pangeran dan pejabat tinggi Yogya yang bergabung dengan Diponegoro.

Banyak pangeran yang datang ke Selarong untuk mendukung perang sabil dan

taat menerima perintah Diponegoro pada akhir Juli dan awal Agustus 1825.

Ketika masih di Tegalrejo Diponegoro telah mengirimkan surat-surat kuasa

(piagem) yang memberi wewenang pada para pangeran dan priyayi untuk

bertindak sebagai panglima perang sabil.

Dalam Babad Kedung Kebo ditulis bahwa Diponegoro menerangkan

maksudnya melancarkan perang sabil dan memerintahkan para komandan

pasukan di desa-desa yang sudah ia angkat agar memobilisasi penduduk

dan memberitahu bahwa mereka akan ikut serta dalam perang sabil atau

perang suci. Diponegoro menyatakan diri sebagai pemimpin agama Islam di

Jawa. Cap resmi Diponegoro yang beraksara arab pegon berbunyi, ingkang

jumeneng Kanjeng Sultan Ngandulkamid Erucokro Kabirul Mukminin

Sayidin Panatagama khalifah Rasulullah ing Tanah Jawi.

Begitu besar permintaan surat kuasa yang dibubuhi cap Diponegoro

sehingga para pendukungnya di tempat-tempat yang jauh, seperti wilayah

Pantura dan wilayah Jawa Timur (manca negara) memohon padanya untuk

mendapatkannya. Beberapa diantara panglima dari kalangan bangsawan

tersebut membawa piagemnya ke kabupaten-kabupaten terdekat, seperti

Pajang dan Sukowati untuk menggalang dukungan. Namun sebagian besar

piagem semacam ini dibagi-bagikan oleh para ulama untuk menyebarkan

berita perlawanan sampai pelosok wilayah Mataram.51

Gambar Piagem Dan Surat Resmi Diponegoro dengan Huruf Pegon dan Cap

Resmi

3. Rakyat di Pedesaan

Diantara para pendukung Diponegoro yang berasal dari daerah-daerah

pedasaan, terdapat sebanyak 78 Demang (pejabat pedesaan) yang berasal dari

berbagai wilayah Mataram. Dukungan massa (milisi) untuk Diponegoro datang

dari penduduk desa yang dikoordinir dan dimobilisasi oleh oleh para pejabat

desa (demang) dan para bangsawan yang berpengaruh. Sebagian besar mereka

menggunakan senjata yang amat sederhana, berupa bandul-bandul dan bambu

yang diruncingkan.

50 Carey, Kuasa Ramalan Jilid 2, h.69751 Ibid, h.732-733

Page 32: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

32

Beberapa diantara mereka terpilih untuk masuk ke dalam resimen-resimen

pilihan yang menjadi pengawal pribadi Diponegoro. Resimen-resimen pilihan

itu diantaranya bernama; bulkio-bulkio, turkio-turkio, dan arkio-arkio, nama-

nama yang diambil dari resimen Janissary khilafah Turki Utsmani (Ottoman).52

Sebagian besar rakyat Mataram dengan sukarela mendukung dan bergabung

dengan pasukan sabil Diponegoro. Diponegoro benar-benar telah berhasil

menyatukan seluruh komponen dan sumberdaya masyarakat Jawa saat itu

melawan musuh bersama, kafir Belanda dan Cina yang telah menyengsarakan

rakyat. Seorang komandan pasukan gerak cepat Belanda di Bagelan Timur pada

juli 1826 menceritakan:

“Penduduk desa biasa di sini begitu menyatu dengan para pemberontak

sehingga mereka langsung bergabung dengan musuh dan menyerang

orang-orang kita dengan tembakan ketapel yang menyebabkan beberapa

orang kita cedera.”53

De Stuers menggambarkan bagaimana petani-petani Jawa bisa dengan mudah

beralih dari pekerjaan tani ke penyergapan pasukan Belanda dan sekutunya.

Mereka selalu menyisipkan sebuah keris di pinggang, biasanya disembunyikan

dilipatan celana pendek sementara mereka mengolah sawah. Ketika terjadi

perang mereka segera menjadi juru tombak dengan cara mengikatkan senjatanya

di ujung sebuah bambu. Senjata semacam ini paling umum digunakan karena

keefektifannya. Keris yang dimodifikasi menjadi tombak tersebut digunakan

untuk menjatuhkan tentara Belanda dari kudanya saat mereka mengisi ulang

bedilnya.

Setelah penyergapan selesai, mereka mencopot kerisnya dan kembali ke

rumahnya meneruskan hidup sebagai petani yang damai. Karena itu perang

sabil Diponegoro ada yang menyebut sebagai bentuk pemberontakan agraris,

semacam perlawanan petani seperti yang terjadi di Vendee, Prancis Barat (1793-

1795).54

4. Network Logistik

Diponegoro faham akan pentingnya menjaga jalur perbekalannya agak

terbuka. Ia mengangkat seorang putra pamannya, Mangkudiningrat I sebagai

kepala kapal tambang di kali Progo. Selain itu, berbagai kelompok jawara di

Kamijoro dan Mangir yang menguasai tempat-tempat penyeberangan sungai

diundang ke Selarong pada akhir juli 1825 untuk mendapat pengarahan dan

perintahnya. Hal ini wajar karena diantara pendukung perjuangan Diponegoro

adalah para jago (jagoan, pendekar) dan gerombolan wong durjana (geng,

kelompok kliminal) yang berada di bawah kendalinya.

Siasat melumpuhkan jalur komunikasi musuh sambil menjaga kelancaran

jalur perbekalan terus digunakan pasukan Diponegoro selama perang.55 Para

52 Beberapa lembar sejarah peperangan Hindia Belanda dari tahun tahun 1820-1840, Amsterdam 1911, h.34, dalam; Peter Cerey, Asal-usul…, op.cit. h.41

53 Carey, Kuasa Ramalan Jilid 2, h.718-71954 Carey, Kuasa Ramalan Jilid 2, h.71955 Carey, Kuasa Ramalan Jilid 2, h.715

Page 33: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

33

kuli panggul yang bekerja di jalanan merupakan pelaku utama pengangkutan

perlengkapan militer dengan membawa mesiu dalam kantung-kantung kulit

besar. Para bandit yang merupakan momok di pedesaan juga membantu

kelancaran pasokan logistik pasukan Diponegoro.

Para pemasok yang lihai dari Semarang, agar tidak terendus Belanda,

menyembunyikan mesiu di dalam muatan ikan asin saat berlangsungnya

serangan Diponegoro terhadap Surakarta pada Oktober 1826. Belerang dari

dataran tinggi Ijen di selat Bali dekat Banyuwangi tampaknya telah dimanfaatkan

untuk pembuatan mesiu di Jawa saat itu.

Namun kabar bahwa Diponegoro mendapat pasokan dari Lombok

dan Sumbawa serta laporan bahwa ia mendapat senjata dari sebuah kapal

penyelundup Inggris atau Amerika yang berlabuh di muara kali Progo agaknya

tidak berdasar.56

Para wanita juga terlibat dalam memperlancar logistik dan meyiapkan mesiu

pasukan Diponegoro. Di beberapa tempat pembuatan mesiu yang berkualitas

tinggi sebagian dikerjakan oleh kaum wanita. Ada juga laporan tentang para

wanita yang memberikan dan mengantarkan ke medan perang berbagai barang

berharga dan uang kontan untuk menopang biaya perang sabil.57

Strategi Melemahkan Dan Menghancurkan Network DiponegoroSerangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada musim

penghujan; para senopati menyadari manfaat bekerjasama dengan alam sebagai

"senjata" tak terkalahkan. Bila musim penghujan tiba, gubernur Belanda akan

melakukan usaha-usaha untuk gencatan senjata dan berunding, karena hujan

tropis yang deras membuat gerakan pasukan mereka terhambat. Penyakit malaria,

disentri, dan sebagainya merupakan "musuh yang tak tampak", namun berdampak

besar karena dapat melemahkan moral dan kondisi fisik bahkan merenggut nyawa

pasukan mereka.

Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda akan mengonsolidasikan pasukan

dan menyebarkan mata-mata dan provokator mereka bergerak di desa-desa dan

kota-kota; menghasut, memecah-belah dan bahkan menekan anggota keluarga

para pengeran dan pemimpin perjuangan rakyat yang berjuang dibawah komando

Pangeran Diponegoro.

Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 orang

serdadu; suatu hal yang belum pernah terjadi ketika itu di mana suatu wilayah yang

tidak terlalu luas seperti Jawa Tengah dan sebagian Jawa timur dijaga oleh puluhan

ribu serdadu. Dari sudut kemiliteran, ini adalah perang pertama yang melibatkan

semua metode yang dikenal dalam sebuah perang modern. Baik metode perang

terbuka (open warfare), maupun metode perang gerilya (guerrilla warfare) yang

dilaksanakan melalui taktik hit and run dan penghadangan (Surpressing).

56 Carey, Kuasa Ramalan Jilid 2, h.718-71957 Ibid. h.725

Page 34: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

34

Perang ini bukan merupakan sebuah tribal war atau perang suku. Tapi suatu

perang modern yang memanfaatkan berbagai siasat yang saat itu belum pernah

dipraktekkan. Perang ini juga dilengkapi dengan taktik perang urat syaraf (psy-war)

melalui insinuasi dan tekanan-tekanan serta provokasi oleh pihak Belanda terhadap

mereka yang terlibat langsung dalam pertempuran; dan kegiatan telik sandi (spionase)

di mana kedua belah pihak saling memata-matai dan mencari informasi mengenai

kekuatan dan kelemahan lawannya.58

De Kock mempelajari dengan cermat situasi perang, untuk menemukan

strategi yang baru, yang memadukan penyelesaian militer dan politik secara

komprehensif. Selama operasi-operasi militer 1825 - 1827, sasaran strategis de Kock

dan van Geen, dengan cara pendekatan langsung, yang meliputi:

Pertama, mengikat persahabatan dengan musuh-musuh Diponegoro,

para pangeran di Kesultanan Yogyakarta, agar setidak-tidaknya tidak membantu

Diponegoro sekalipun bersikap pasif.

Kedua, mengikat persahabatan dengan Sunan Surakarta dan Mangkunagoro,

baik secara militer maupun politis, untuk membentuk pendapat umum bahwa

pemberontakan sebagai perbuatan jahat.

Ketiga, merebut kembali daerah-daerah Kesultanan Yogyakarta yang diduduki

oleh pengikut Diponegoro dan menegakkan kembali keamanan dan pemerintahan

agar pajak-pajak dapat dipungut kembali dan perekonomian berjalan lancar.

Keempat, menggiring pasukan pemberontak ke daerah antara Sungai Progo

dan Bogowonto (killing area), dan selanjutnya di daerah ini pemberontakan akan

dihancurkan.

Kelima, menangkap pemimpin tertinggi pemberontak Diponegoro, sebagai

"center of gravity" atau "to capture of whatever they prize most ".59

Tertangkapnya pimpinan tertinggi pemberontak diharapkan berpengaruh

terhadap pengikutnya dan pemberontakan dapat segera padam. Dalam pikiran de

Kock, sebenarnya ia ingin membiarkan lawan berperang dengan cara perangnya

sendiri, sampai mereka kehabisan logistik, namun ternyata keliru. Prajurit-prajurit

Diponegoro mampu bertahan hanya dengan makan nasi kering (sego aking) dan

garam. Pada bulan Juni 1826, de Kock menyebarkan seruan kepada para pengikut

Diponegoro, bahwa bagi mereka: para tumenggung, demang, ulama, lurah yang

dengan sukarela menyerahkan diri akan diberi pengampunan.60 Secara makro

pelaksanaan operasionalnya gagal karena perang tidak dapat diselesaikan dalam

tempo dua tahun. Kegagalannya operasional 1825 - 1827 dipengaruhi oleh beberapa

faktor.

58 Rijal Mumazziq, Menelusuri Jejak Laskar Diponegoro di Pesantren, Jurnal Falasifa, STAI Al-Falah As-Sunniyyah Kencong Jember, Vol. 7 Nomor 1 Maret 2016, h.145-146

59 Dalam strategi militer, pemimpin atau tokoh dikategorikan sebagai "center of gravity". Dalam perang kecil, kecuali pemimpin tertingginya, center of gravity sangat sulit ditentukan. Karena itu sasaran pokoknya adalah sesuatu yang paling berharga bagi mereka, menangkap atau membunuh para pimpinannya, menghancurkan sumber penunjang kemampuan perangnya, menawan keluarga atau anak isterinya (to capture of whatever they prize most), C.E. Call well, 1976, hal. 34. dalam; Djamhari, op.cit. h.108-109

60 ANRI, Oproep H.M. de Kock aan de aanhangers van Diponegoro om den opstand te beeindigen, Juni 1826, Arsip Djocja .9.9.2/7 dalam; Djamhari, op.cit. h.109

Page 35: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

35

Akhir tahun 1826 situasi mulai berbalik, pasukan Diponegoro mulai

kewalahan dengan strategi baru penjajah. Strategi baru itu adalah gabungan antara

strategi benteng darurat (benteng stelsel) dan pada saat yang sama melipatgandakan

pasukan gerak cepat.

Pada masa ini, di medan Bagelen yang menonjol adalah keberhasilan Kolonel

Cleerens dalam melaksanakan operasi teritorial. Para pemuka pribumi yang diangkat

memperoleh penghasilan yang besar, di samping gaji mereka seperempat bagian

dari hasil pajak yang dipungut. Mereka dibebani untuk membentuk dan memelihara

Barisan dan sejumlah kuli untuk sebagai tenaga bantuan operasi militer. Tugas

mereka terutama mengamankan daerah dengan mengawasi aktivitas orang-orang

yang tidak dikenal. Penduduk asli atau orang yang tidak dikenal (asing), yang dicurigai

membantu pasukan Diponegoro diusir dari desa tempat tinggal mereka.

Operasi teritorial ini bertujuan untuk merebut daerah yang dikuasai oleh

pasukan Diponegoro, memisahkan pasukan Diponegoro dari rakyat setempat.

Secara strategis sebagai upaya menggagalkan strategi atrisi Diponegoro yang

berbasis wilayah. Banyak para pimpinan pasukan Diponegoro karena bujukan

uang dan hadiah kemudian menyerah. “Fanatisme dan patriotisme dilumpuhkan

melalui kantongnya.” Pada 1829 sebagian besar wilayah Bagelen berhasil direbut

oleh Cleerens. Wilayah Diponegoro tinggal di Bagelen Tengah di lembah lima sungai

(Sungai Watu, Loni, Gembor, Alang-alang Ombo, dan Lesung) dan pasukannya

dikonsentrasikan di sekitar Kemiri.61

Dalam pelaksanaan operasi-operasi militer 1828, terdapat perbedaan

antara daerah operasi Bagelan dan Yogyakarta. Komando Daerah Operasi Militer

Yogyakarta, yang dipimpin oleh Kolonel F.D. Cochius, menggunakan pola represif,

menghancurkan sumber kekuatan lawan, pangkalan logistik lawan, merampas

harta benda dan memperlakukan lawan secara tidak manusiawi, baru membangun

benteng. Di Daerah Operasi Militer Bagelen, Kolonel Cleerens menerapkan operasi

militer yang sesuai dengan kondisi setempat. la menerapkan pola operasi yang

represif sekaligus operasi militer yang persuasif. la mengijinkan anak buahnya untuk

melakukan gencatan senjata (wapenstilstand) secara lokal untuk memperoleh waktu

dan persiapan yang lebih baik, demi keselamatan anak buahnya. Cleerens melakukan

gencatan senjata (lokal) di sekitar Benteng Cengkawak dengan Tumenggung

Cokrojudo, komandan pasukan Diponegoro yang menguasai desa-desa tepi timur

Sungai Bogowonto.

Bagaimana pun bentuk operasi taktisnya, Jenderal de Kock tetap berpegang

pada strategi besarnya, merebut kembali wilayah Kesultanan Yogyakarta dengan

melipatgandakan pasukan gerak cepat dan sistem benteng serta melalui indirect

approach dengan mengejar center of gravity atau to capture whatever they prize most

pihak lawan.

Dalam kepemimpinan perangnya yang terpenting adalah sejak bulan Maret

1828, Jenderal de Kock sebagai pemimpin tunggal yang mengendalikan seluruh

61 Djamhari, op.cit. h.276

Page 36: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

36

operasi militer taktis maupun strategis. Sifat kepemimpinannya terbuka, sampai

pada masalah-masalah sederhana diperintahkan agar dilaporkan kepadanya.62

Jenderal de Kock, mempelajari buku yang ditulis oleh Mayor Jenderal

Malcolm, The Political History of India, kemudian memadukan model operasi

Jenderal Malcolm, model Lazarre Roche serta pengalaman pasukannya sendiri

di medan, secara konsisten diterapkan dalam Rencana Operasi 1827. Tetapi baru

pada tahun 1828, memberikan prestasi yang nyata, dengan menyerahnya beberapa

pemimpin utama pasukan Diponegoro, seperti Pangeran Notodiningrat, putera

Pangeran Mangkubumi, salah seorang pimpinan pasukan elite Bulkiyo dan terutama

Kyai Mojo, center of gravity dari peperangan.63

Menurut sejarawan Inggris, Peter Cerey, kegagalan Belanda menghancurkan

perang sabil yang dilancarkan Diponegoro dengan cepat, dan berlarutnya

pertempuran dalam perang Jawa disebabkan karena ketiadaan seorang penasehat

strategi militer seperti Snouck Hurgronje. Setelah membahas sejarah jalannya

peperangan Cerey menyimpulkan;

“Barangkali kelemahan terbesar terletak dalam pemahaman Belanda

akan unsur Islam dalam perang tersebut, mereka bertempur secara buta.

Tidak ada seorang Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) yang memberi

mereka nasihat. Seandainya ada, de Kock dan para komandan militer senior

lainnya bisa terdorong untuk memanfaatkan ketegangan antara pendukung

Diponegoro yang santri dan yang berasal dari keraton sejak dini dan dengan

akibat yang lebih besar. Tentunya kesalahan memalukan yang berkaitan

dengan siasat bumi-hangus van Geen di Jawa Tengah selama tahun 1825-

1827 yang berakibat pada permusuhan penduduk desa mungkin bisa

dihindari. Selain itu, kebijakan yang bersahabat berdasarkan penghormatan

terhadap lembaga-lembaga dan kebiasaan Islam, khususnya pemulihan

wewenang pengadilan Islam (surambi), bisa jadi akan sangat membantu

menghilangkan bermacam kekecewaan para pendukung Diponegoro dari

kalangan santri.”64

Pendekatan BudayaSebagai bagian dari operasi militer, de Kock mengutus P.P. Roorda van

Eysinga, Kepala Urusan Pribumi dan seorang ahli tentang orang Jawa (Javanicusi,

untuk datang ke Rembang menemui Kepala Penghulu, Notorojo untuk mengadakan

tukar pikiran tentang orang Jawa. Notorojo memberikan rekomendasi atas empat

hal, agar orang Jawa tidak memberontak,

Pertama, jangan diganggu agamanya.

Kedua, jangan di ganggu anak dan isterinya.

Ketiga, harus saling menghormati.

62 Djamhari, op.cit. h.24263 Djamhari, op.cit. h.24164 Carey, Kuasa Ramalan Jilid 2, h.773-774

Page 37: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

37

Keempat, tunjukkan sikap yang bersahabat.65

Sejak 1827, pimpinan operasi diambil alih oleh Jenderal de Kock, dari tangan

Mayor Jenderal van Geen. Jenderal de Kock kemudian menetap di Markas Besar di

Magelang. Pada tahun ini Jenderal de Kock merintis perundingan dengan tokoh-

tokoh perlawanan. Pada Oktober 1828, Belanda sangat senang karena berhasil

memulai perundingan dengan Kyai Mojo, Kyai Mojo dianggap begitu berharga

karena memiliki prajurit 2000 - 3000 orang. Sekalipun belum membuahkan hasil,

yang terpenting adalah peristiwa ini memberikan efek psikologis para pengikutnya.

Selama perundingan diadakan gencatan senjata (wapenstilstand) selama satu bulan

5 hari.66

Black CampaignPada rencana operasi tahun 1827, para Komandan diperintahkan untuk

mengintensifkan operasi intelijen mengerahkan pribumi yang dapat dipercaya

dengan diberi bayaran dan perawatan yang baik. Para bangsawan pemilik apanage

yang dengan sengaja di kirim ke medan perang, untuk mempengaruhi masyarakat

agar tidak melakukan “perbuatan jahat”. Istilah ‘’brandal” dipopulerkan di

masyarakat. Dari rencana operasi ini dapat dipahami Jenderal de Kock mulai

melakukan pendekatan baru.67

Offensife Swarming Dengan Stelsel Benteng Pasukan Gerak CepatAkhir tahun 1826 situasi mulai berbalik, pasukan Diponegoro mulai

kewalahan dengan strategi baru penjajah. Strategi baru itu adalah gabungan antara

strategi benteng darurat (stelsel benteng) dan pada saat yang sama melipat gandakan

pasukan gerak cepat (Kolone Mobil). Pada saat dimulai strategi benteng hanya ada

8 kolone pasukan gerak cepat, tetapi saat akhir perang berlipat ganda menjadi 14

kolone. Daerah operasi mereka terentang dari dari Banyumas di Sebelah Barat

sampai ke Boyolali di Sebelah Timur.68

Stelsel Benteng sebagai sistem senjata diaplikasikan untuk sasaran politik,

sosial, ekonomi, budaya, dan militer. Dari aspek taktis, Stelsel Benteng diaplikasikan

dalam bentuk patroli-patroli taktis-ofensif secara teratur untuk memaksa lawan

ke suatu daerah yang dikehendaki oleh strategi. Dari aspek strategi, Benteng

dengan operasi tempur, operasi teritorial, psikologi, dan budaya yang dilaksanakan

oleh kolone-kolone, berhasil memisahkan musuh dengan rakyat, mencegah dan

membatasi ruang geraknya atau keleluasaan bergeraknya Sejumlah benteng

dibangun, menyebabkan mobilitas lawan tinggi, konsentrasi kekuatan lawan

terpecah belah, kelelahan perang dan menurunnya semangat berperang sampai

akhimya mereka menyerah. Namun dalam pelaksanaannya Jenderal de Kock harus

membangun 258 benteng dengan berbagai macam ukuran yang tersebar di seluruh

65 Djamhari, op.cit. h.17566 Djamhari, op.cit. h.1967 Ibid, h.12368 Carey, Kuasa Ramalan Jilid 2, h.753

Page 38: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

38

medan (Pajang, Mataram, Kedu, Bagelen, Ledok, dan Monconegoro Timur) yang

menelan biaya sangat besar dengan jangka waktu perang yang panjang.

Strategi Benteng yang diaplikasikan dalam bentuk operasi-operasi teritorial

yang persuasif dan operasi psikologis berhasil melemahkan sikap fanatisme para

pimpinan pasukan Diponegoro tanpa merasa direndahkan martabatnya.69

Bersamaan dengan aktivitas operasi teritorial, Kolonel Cleerens menambah

jumlah benteng di bekas pangkalan pasukan Diponegoro di Penunggulan, Banyuurip,

Gedungong (Kedunggong), dan Tanggung di sebelah timur Sungai Bogowonto. Pada

prinsipnya operasi teritorial secara strategis sebagai lawan dari operasi teritorial

Diponegoro, yakni merebut daerah secara persuasif untuk memperoleh keleluasaan

ruang gerak bagi pasukan tempurnya. Fungsi benteng yang semula terbatas sebagai

perlindungan dan ertahanan, berubah menjadi tempat melakukan berbagai aktivitas

operasi teritorial, sebagai tempat berunding dengan pimpinan pasukan Diponegoro.

Biasanya perundingan diakhiri dengan pemberian hadiah yang berupa uang, opium

atau kain sarung.70

Pada Rencana Operasi 1827 Jenderal de Kock belum membayangkan berapa

jumlah benteng yang akan dibangun. Benteng baru berfungsi sebagai tempat

berlindung pasukannya dan tempat mengamati daerah yang diperkirakan akan

menjadi pusat kekacauan, seperti Bantulkarang, Selarong, dan daerah tepi barat

Sungai Progo.71

Di desa-desa yang strategis dan terpencil dibangun benteng, sekalipun

dalam bentuk sederhana, tanpa meninggalkan persyaratan pokoknya yaitu harus

dipersenjatai dengan dua pucuk meriam. Pasukan yang melakukan patroli intensif

dan berpindah-pindah sesuai dengan kondisi taktis dan strategis. Konsekuensi dari

pembangunan benteng-benteng adalah pembuatan jaIan dan prasarana lainnya yang

berarti membuka jaringan komunikasi antara daerah baru yang semula terisolasi,

karena benteng berfungsi juga sebagai markas komando yang membawahi sejumlah

pos depan di medan. Jumlah benteng yang dibangun sama dengan luas penguasaan

daerah.

Dari aspek strategi benteng merupakan tanda batas operasi atau prestasi

penguasaan medan, yang mempersempit ruang gerak lawan, yang secara politis

merupakan simbul penguasaan daerah. Akibat dari pembangunan benteng ini

Jenderal de Kock berhasil memaksa pasukan Diponegoro selalu mobil, karena

sempitnya medan, sehingga menguras energi dan membuat mereka frustrasi

karena kecapaian (war fatigue), serta kehilangan kemauannya untuk berperang.

Inilah sukses dari strategi Benteng dari aspek strategi. Oleh karena itu setiap

upaya pembangunan benteng dan keberadaan benteng di suatu medan, dihambat,

dihalang-halangi dan menjadi sasaran strategis pasukan Diponegoro.72

Akhir tahun 1828 masih ada kemenangan gemilang bagi pasukan sabil,

termasuk diantaranya keberhasilan menghancurkan pasukan gerak cepat ke-8

69 Djamhari, op.cit.h.29670 J. Hageman Jez., 1856, h. 234. Dalam Djamhari, Ibid, h.22771 Ibid, h.12372 Djamhari, op.cit. h.240

Page 39: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

39

(kolone mobil 8) di Kroya Bagelan Timur. Namun secara umum pasukan sabil yang

tersisa mulai terdesak dan terjepit oleh musuh. Tertangkapnya Kyai Mojo pada

November 1828 menjadi pukulan berat bagi tentara Diponegoro.

Strategi Belanda mendirikan benteng-benteng darurat untuk melindungi

desa yang baru direbut mulai mempersulit Diponegoro dan panglimanya untuk

mendapatkan pasokan logistik terutama bahan keperluan pokok. Secara khusus

timbul kesulitan memungut pajak guna membiayai seluruh pasukan inti. Sementara

itu di tengah kesulitan ekonomi ini, patih Adipati Abdullah Danurejo dipersalahkan

oleh beberapa panglima atas ketidakbecusan pemerintahannya.

Dalam keadaan yang makin sulit inilah panglima Sentot menulis surat ke

Diponegoro pada Desember 1828. Ia meminta, agar diberi izin untuk langsung

memungut pajak untuk keperluan prajuritnya yang berarti mengabaikan

pemerintahan patih. Permintaan ini menyebabkan Diponegoro sangat prihatin

karena ia sungguh menyadari perannya di mata rakyat sebagai seorang pemimpin,

Sultan dan ratu adil yang akan menjamin berlakunya kebijakan pajak yang ringan

dan tersedianya pangan dan sandang yang murah. Ia khawatir jika jika sentot

diperbolehkan menggabungkan wewenang pemerintahan dan militer, rakyat kecil

akan tertindas dan dukungan mereka terhadap perang sabil akan sirna. Setelah

dimusyawarahkan dengan para penasehatnya akhirnya ia mengabulkan permintaan

Sentot tersebut.

Hal ia khawatirkan akhirnya terjadi. Terjadi beberapa penyimpangan dalam

penarikan pajak, ada yang menarik pajak melebihi ketentuan yang berlaku. Setot

juga sudah tidak fokus dengan perang karena sibuk menerima laporan pajak,

sehingga kurang sigap mengahadapi pergerakan musuh yang berakibat fatal dengan

kekalahan dengan jumlah korban yang banyak.

Dengan semakin banyaknya benteng-benteng Belanda, pemerintahan

Diponegoro sudah kesulitan menyediakan kebutuhan pokok bagi rakyat yang berada

di bawah kontrolnya karena penyaluran logistik terhambat dengan blokade benteng

yang ada di mana-mana. Hal itu mengakibatkan pasokan pangan semakin jarang

dan mahal. Di samping itu jumlah pasar yang berada di bawah kontrol Diponegoro

juga semakin sedikit, membuat pemerintahannya kesulitan membayar gaji para

prajuritnya dan menambah tekanan ekonomi bagi pemerintahannya.

Dengan kondisi semacam itu para pejabat desa yang dulu mendukung

perjuangannya sekarang berbalik melawan dan memilih pulang kembali ke wilayah

yang berada di bawah kendali benteng Belanda dimana mereka dijamin mendapat

kehidupan yang lebih baik dan perlindungan keamanan. Hal itu mungkin juga

dipengaruhi oleh kebijakan dan strategi Belanda yang berusaha mengambil hati

rakyat dengan janji akan memberi bajak, hewan penariknya dan benih secara gratis

jika mereka mau pindah ke daerah yang mereka kuasai. Belanda juga merayu rakyat

dengan mengurangi pajak, memperkecil jumlah pekerja paksa dan membayar lebih

banyak upah buruh harian di sekitar benteng untuk mendorong para petani dan

keluarganya tinggal dan menetap.

Page 40: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

40

Akibat tak terhidarkan dari perkembangan ini, pada akhir September 1829,

pada tahun keempat peperangan, perlawanan teratur terhadap Belanda di daerah-

daerah persawahan subur Jawa Tengah berakhir. Semangat Diponegoro masih

membara, namun pamannya, Mangkubumi dan para komandannya sudah lemah

sekali karena tidak ada yang bisa dimakan.73

Usaha Merobohkan Tiang-tiang Penyangga (Ulama dan Santri) Hanya ada dua orang yang memiliki kemampuan memahami pikiran strategis

Diponegoro, yaitu Pangeran Bei dan Kyai Mojo, sekalipun mereka berbeda pendapat

tentang konsep perang sabil. Oleh karena itu keduanya dianggap sebagai musuh

pemerintah Belanda yang jahat (Gouvernement bitterste vijanden), karena mereka

tokoh penting yang berhasil menanamkan motivasi dan mengembangkan ideologi

perang sabil dan sikap fanatik kepada bawahannya, sehingga mereka menjadi

prajurit yang berdedikasi tinggi.74

Kyai Mojo (kira-kira 1792-1849) Ulama Penasihat Diponegoro

Namun tahun 1827 bibit-bibit perpecahan kemudian tumbuh dan

mengganggu hubungan harmonis yang selama ini terjalin antara Diponegoro dan

Kyai Mojo. Hal itu dimulai ketika mereka berbeda pendapat dalam memutuskan

untuk menyerang Surakarta. Akhir 1826, ketika pasukan perang sabil banyak

memperoleh kemenangan di medan perang. Wilayah pajang yang dekat dengan

Surakarta sebagian besarnya telah jatuh ke tangan pasukan Diponegoro.

73 Carey, Kuasa Ramalan Jilid 2, h.767-76974 Djamhari, op.cit. h.180-181

Page 41: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

41

Kyai Mojo kemudian mengusulkan agar daerah di sekitar Surakarta yaitu

Boyolali dan Kalitan segera direbut yang tujuan akhirnya adalah menguasai keraton

Surakarta. Diponegoro kurang sependapat dengan Kyai Mojo. Peluang bagi kemajuan

militer terbuang sia-sia karena perselisihan tersebut. Beberapa pekan terbuang

begitu saja sampai akhirnya pada 15 Oktober 1826, 5.000 tentara Diponegoro

mulai menyerang Surakarta namun menderita kekalahan di Gawok, sebelah barat

Surakarta. Saling menyalahkan terjadi antara kalangan bangsawan dan santri.

Mangkunegoro II (bertakhta, 1796-1835) komandan Legiun Mangkunegaran

pendukung Belanda

Pada Agustus 1827 terjadi perselisihan dan perbedaan pendapat lagi

antara Diponegoro dan Kyai Mojo mengenai posisi dan kedudukan ulama dalam

pemerintahan Diponegoro. Kyai mojo ingin agar ada pembagian kekuasaan dalam

pemerintahan Diponegoro. Diponegoro sebagai kepala negara (ratu/raja), penguasa

politik sedang ia sebagai ulama diberi kedudukan sebagai panotogomo (yang

mengatur segala urusan agama Islam). Ia mencontohkan kedudukan para wali

dalam pemerintahan Islam di Demak. Namun Diponegoro menolak usulan tersebut.

Page 42: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

42

Ia ingin seperti sosok sultan Agung yang berkedudukan sebagai raja atau Sultan

sekaligus panotogomo.75

Perbedaan pendapat antara dua tokoh kunci perang sabil tersebut agaknya

diketahui oleh Belanda yang berusaha mengeksploitasi perbedaan pendapat

tersebut untuk kepentingan melemahkan perjuangan Diponegoro. Hal ini terbukti

ketika pada 22 September 1827, datang dua orang utusan Kyai Mojo (H. Ngabdul

Wahab dan Jakaria) pada Jenderal de Kock. Pada kesempatan ini Jenderal de Kock

menulis surat menawarkan sejumlah uang sekiranya Kyai Mojo mau berunding di

suatu tempat, yang jauh dari tempat Diponegoro. Dari tawaran tersebut tampak jelas

usaha Belanda untuk memecah persatuan Diponegoro dengan Kyai Mojo.

Tawaran kali ini tidak menggoyahkan pendirian Kyai Mojo, untuk tetap berdiri

di pihak Diponegoro, Bersamaan dengan tawaran itu Kyai Mojo juga menerima

surat dari Pangeran Purboyo yang menyarankan agar ia menghentikan perang. Ia

membalas: “tidak ada raja yang berbaik budi yang mengangkat derajat para ulama,

selain Sultan Hamid. Darah yang tertumpah dalam perang untuk memperkuat

keyakinan agama berdasarkan perintah al-Qur’an.”

Ngantepi Islamnya samya nglampahi parentah, dalil ing Qur ‘an pan ayat

Katal76

memantapkan Islamnya bersama melaksanakan perintah, dalil di dalam al-

Qur’an ayat Qital (perang).77

Tatkala berada di Pengasih, pada bulan Juni 1828, Diponegoro menerima

surat dari Residen Kedu, van Valck, yang isinya menyampaikan tentang keinginan

Jenderal de Kock yang mengajak mengakhiri perang. Surat residen tersebut setelah

dibicarakan bersama dengan Kyai Mojo, Pangeran Ngabei, dan Raden Adipati

Anom, mereka menolak ajakan Jenderal de Kock seperti yang pernah terjadi dalam

pertemuan di Joholanang bulan Agustus 1827 antara Kyai Mojo dan Kapten Stavers.

Diponegoro memutuskan mereka bertiga tidak seorangpun boleh bertemu dengan

Residen Kedu van Valek (tan kalilan lamun panggya Ian Residhen Kedhu iki).

Pada bulan Oktober 1828, Kyai Mojo meninggalkan desa Pengasih, Markas

Besar Diponegoro, bergerak menyeberangi Sungai Progo menuju pajang, seperti

perintah Diponegoro padanya. Usaha Belanda tidak berhenti, keretakan hubungan

antara Kyai Mojo dengan Diponegoro dimanfaatkan oleh Belanda. Dalam perjalanan

ke Pajang, ia berubah pendirian. Ia terbujuk oleh muridnya Kyai Dadapan (Kyai

Barmawi) agar pergi ke Melati untuk bertemu dan berunding dengan Wironegoro.

Dalam pertemuan tersebut, Kyai Mojo mengajukan beberapa permintaan dan

syarat. Wironegoro menyanggupi semua permintaan Kyai Mojo dengan syarat mau

menghentikan perang. Setelah berunding yang dirancang dan sengaja dibuat gagal,

Kyai Mojo beserta pasukannya menuju Pajang. Dalam perjalanannya pasukan Kyai

Mojo diikuti oleh Letnan Kolonel Le Bron de Vexela bersama anak buahnya, yang

pada dini hari tanggal 11 November 1828 mencegat dan menyergap pasukan Kyai

75 Carey, Kuasa Ramalan Jilid 2, h.74976 Babad Diponegoro, II, 1983, hal. 144, yang dimaksud ayat qatal/qital adalah; Al-Baqarah (Q.S. 2:190-191), Al-

Anfal (Q.S. 8:60), At-Taubah (Q.S. 9:36), dan Al-Hajj (Q.S. 22:39-41), lihat; Djamhari, op.cit. catatan kaki h.13877 Djamhari, op.cit. h.137-138

Page 43: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

43

Mojo, yang berada di tepi barat Sungai Bedog. Pasukan Kyai Mojo yang berkekuatan

500 orang di desa Babedan, disergap oleh detasemen yang dipimpin oleh Letnan

Roeps. Dari tempat tertangkapnya, Kyai Mojo dan pengikutnya dibawa ke Salatiga.

Pada 17 November 1828 Jenderal de Kock datang ke Salatiga, menemui

Kyai Mojo bersama Residen Kedu F.G. van Valek dan Letnan Kolonel Rcest, Kepala

Staf Panglima. Dalam pertemuan itu, Kyai Mojo mengemukakan bahwa dalam

kepercayaan agama Islam di Jawa terutama di Yogyakarta, ada satu keinginan

untuk menghapus kekuasaan raja. Ketika ditanya apakah ia setuju kalau Pulau Jawa

dikembalikan kepada Diponegoro? Kyai Mojo menjawab sebaiknya Pulau Jawa

dikembalikan kepada Diponegoro. Apakah sekiranya pemerintah setuju agama

Islam dijadikan agama negara, apakah Pangeran Diponegoro akan menanda tangani

perjanjian penghentian perang? Kyai Mojo menolak menjawabnya.

Dalam pertemuan tersebut pemerintah Hindia Belanda memberi

kesempatan kepada Kyai Mojo untuk memilih :

a. Bahwa orang-orang Belanda akan berkuasa di Pulau Jawa sampai pemberontak

bersedia bergabung lagi dengan Sunan Surakarta atau Sultan Yogyakarta.

b. Bahwa pemerintah (penjajah Hindia Belanda) tidak mempunyai maksud untuk

mengubah Islam yang menjadi keyakinan mereka. Sebaliknya agama tetap berada

di bawah lindungan Sultan atau Sunan yang tetap setia kepada agama dan negara.

Masalah-masalah yang berkaitan dengan agama tetap bernafaskan Islam dan

mengacu kepada Qur’an.

Kyai Mojo tidak menjawab pertanyaan tersebut dan menyerahkan kepada

adiknya Kyai Hajali ntuk menjawabnya. Dalam masalah agama dan negara ia tetap

memegang teguh prinsip dan pendiriannya. Kyai Mojo tetap sependirian dengan

Diponegoro, menghapuskan kerajaan, dan membangun balad Islam.

Kyai Mojo kemudian menyanggupi akan menulis surat kepada Diponegoro.

Surat Kyai Mojo kepada Diponegoro sangat singkat, ia meminta Diponegoro

mempertimbangkan kembali pendiriannya terhadap pemerintah, ia mengutip ayat

al Qur’an, yang juga diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, “Als men den vrede

aanbiedt ten goeden, maet de gene aanwien de vrede aangeboden wordt, dit aanbood

aannemen en billijke vaorwaarden (of overeenskomst) maken”, Surat tersebut

dibawa oleh Hajali bersama kitab Tatakul Wahab.78

Diponegoro amat marah setelah membaca surat Kyai Mojo. Perbuatan Kyai

Mojo dinilai sebagai perbuatan nista, perbuatan orang takut mati, menghina para

rekan-rekannya yang telah gugur karena perang sabil menegakkan agama Islam.79

Menurut sumber Belanda, Kyai Mojo menuntut agar ia dan keluarganya bisa

kembali ke Pajang dan memperoleh hak-hak istimewa -seperti yang telah diberikan

pada para bangsawan yang menyerah dan berdamai dengan Belanda-, termasuk

pengakuan atas dirinya sebagai panotogomo di keraton yang difasilitasi pasukan

khusus yang terdiri dari bekas pasukan Bulkio. Namun semua tuntutan itu tidak

dipenuhi Belanda. Satu hal yang tidak disadari Kyai Mojo adalah sikap Belanda

78 Djamhari, op.cit. h.243-24579 Djamhari, op.cit. h.184-185

Page 44: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

44

yang jauh lebih lunak terhadap bara Bangsawan yang membelot ke pihak mereka

daripada para santri terkemuka seperti dirinya. Hal ini karena ulama dianggap

orang yang bertanggung jawab dalam mengobarkan semangat perang sabil dalam

perlawanan Diponegoro.

Setelah ditangkap Kyai Mojo dikirim ke Salatiga, Semarang dan kemudian ke

Batavia. Di Batavia ia ditahan selama setahun dan dibujuk agar ia mau menggunakan

pengaruhnya untuk membelotkan sejumlah pemimpin perang Jawa yang lain.

Namun karena Belanda gagal membujuknya, maka ia kemudian diasingkan di

Tondano seumur hidup.80

Para komandan Belanda begitu takut dan khawatir dengan pengaruh

dan peran serta para ulama dalam peperangan, sehingga mereka juga berusaha

menyertakan ulama dalam barisan tentara mereka. Mereka memerintahkan para

ulama tersebut untuk memimpin zikir sebelum pasukan berangkat berperang. Hal

itu bertujuan untuk menguatkan semangat tempur pasukan Belanda dari unsur

pribumi yang beragama Islam. Para komandan Belanda juga mengikutsertakan tokoh

agama terkemuka dalam berbagai perundingan dengan pihak Diponegoro sebelum

1830 dengan harapan akan meningkatkan kekuatan runding mereka. Setelah perang

usai para ulama pendukung Diponegoro juga berusaha direkrut untuk menduduki

jabatan penghulu dan asisten penghulu di berbagai kabupaten yang baru dibentuk

di daerah-daerah yang baru direbut pada 1830.81

Menggerogoti Network dari kalangan Bangsawan.Keberhasilan menangkap Kyai Mojo dan pasukannya merupakan sukses

besara bagi Belanda, Jenderal de Kock kemudian memerintahkan untuk sekali lagi

melakukan hubungan dengan Ali Basah Sentot Prawirodirjo salah seorang center

of gravity peperangan. Pada bulan Januari 1829, Kapten Roeps bersama Kyai Hajali

berhasil menemui Sentot di desa Kalibondol tepi barat Sungai Progo menyampaikan

surat Kyai Mojo. Temyata di tempat tersebut telah berkumpul para Pangeran

pimpinan pasukan Diponegoro. Mereka menyatakan mendapat perintah dari

Diponegoro untuk menentukan perang atau damai.82 Usaha perundingan dengan

sentot kali ini gagal. Karena diponegoro tidak setuju dengan draf perundingan yang

ditawarkan de Kock.

Di samping operas militer, Jenderal de Kock melancarkan operasi intelijen

dan operasi psikologi terhadap pimpinan pasukan Diponegoro. Diangkatnya kembali

Sultan Sepuh bulan Agustus 1826, adalah salah satu strateginya untuk menggerogoti

kekuatan jaringan Diponegoro dari kalangan Bangsawan. Strategi itu mempunyai

pengaruh besar terhadap sebagian bangsawan yang berpihak kepada Diponegoro.

Cucu Sultan Sepuh, Pangeran Mangkudiningrat pimpinan pasukan Diponegoro

di Sambiroto meninggalkan Diponegoro. Setelah diangkatnya kembali Sultan

Sepuh, ia menghubungi Residen Kedu, van Valek, menyatakan keinginannya untuk

menghentikan permusuhan dengan meminta imbalan apanage di Kaliabu.

80 Carey, Kuasa Ramalan Jilid 2, h.751-75281 Carey, Kuasa Ramalan Jilid 2, h.74182 Djamhari, op.cit. h.245-246

Page 45: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

45

Sentot Ali Basah (kira-kira 1808-1855)

Sekalipun permohonannya ditolak, Mangkudiningrat tetap menyerah pada 1

Desember 1826, tepat pada hari upacara pengangkatan Sultan Sepuh di Yogyakarta,

bersama prajuritnya yang berkekuatan 250 orang bersenjata api, yang dipimpin oleh

Tumenggung Wiryodiningrat. Kasus menyerahnya Pangeran Mangkudiningrat ini

dicermati oleh Jenderal de Kock. Jendera de Kock kemudian memerintahkan para

Residen Solo, Kedu, dan Yogyakarta untuk menulis surat kepada para pemimpin

pasukan Diponegoro, dengan bunyi dan maksud yang sama, mengajak berdamai

dan menghentikan permusuhan.

Pangeran Notoprojo dan Pangeran Serang, pemimpin pasukan Diponegoro

di sekitar Gunung Kidul, yang kemudian dipindahkan ke Pasar Gede, terbujuk. Sejak

bulan Mei 1827, Residen Yogyakarta, Lawick van Pabst merintis kontak dengan

Pangeran Notoprojo, dilanjutkan oleh Kolonel Cochius, Komandan Komando

Daerah Operasi Yogyakarta. Kedua pangeran ini semula pemimpin pasukan

Diponegoro di Serang dan daerah Semarang sejak 1825, kemudian diangkat sebagai

Bupati Yogyakarta Timur yang berkedudukan di Kota Gede.

Tanpa kesulitan pada bulan Juli 1827 mereka menyerah, bersama 47 demang,

280 prajurit, 485 pengikutnya yang seluruhnya berjumlah 820 orang. Notoprojo

adalah adik Pangeran Mangkudiningrat. Setelah menyerah ia mendapat gelar

Pangeran Adipati, yang diberi apanage seluas 2000 cacah, dan Pangeran Serang

dikembalikan sebagai Adipati Serang.

Page 46: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

46

Berita menyerahnya Pangeran Notoprojo bersama pasukannya membuat

Diponegoro marah dan sedih, Ia segera mengangkat penggantinya Resosentono

sebagai bupati baru. Menyerahnya Notaprojo dinilai bukan sekedar menyerahnya

pribadi dan pasukannya, akan tetapi secara strategis melapangkan jalan kepada

Belanda untuk merebut Kota Gede. Kota Gede akhirnya dapat dikuasai penjajah

dengan dukungan para pembelot tersebut.

Keberhasilan mengejar pasukan Diponegoro di Yogyakarta bagian tengah

(suatu lembah yang subur antara Sungai Progo dengan dua anak Sungainya, Sungai

Bedog dan Sungai Konteng) terjadi berkat bantuan dari Pangeran Notodiningrat

dan Tumenggung Reksoprojo, dua orang bekas pimpinan pasukan Diponegoro

yang menyerah kepada Sollewijn. Mereka dijadikan penunjuk jalan karena amat

mengenal medan di sekitar Pegunungan Selarong. Selain itu, mereka juga digunakan

pengaruhnya untuk merebut hati rakyat.

Upaya berunding tetap dilakukan, dengan cara mengirim utusan kepada

tokoh-tokoh tertentu, dilanjutkan dengan gencatan senjata. Gencatan senjata ini

diakui oleh de Stuers sangat menguntungkan pihak Belanda. Pada Februari 1829

Kapten Roeps melakukan pendekatan dengan Alibasah Sentot Prawirodirjo, la

menyampaikan surat Letnan Jenderal H.M. de Kock, pada 11 Februari 1829. Dengan

cara ini Sentot berhasil dibujuk untuk meninggalkan Diponegoro bersama dengan

500 pasukannya. Aktivitas yang sama juga dilakukan kepada para Bangsawan yang

lain.83

Tipudaya Untuk Mengakhiri PerangDi berbagai medan, sejak bulan Agustus 1829, pasukan Diponegoro mulai

terdesak sehingga mobilitas mereka sangat tinggi. Beberapa tempat pertahanan

strategis berhasil direbut dan diduduki oleh pasukan Belanda. Juga beberapa pimpinan

pasukan tertangkap atau menyerah. Tetapi Diponegoro dan Sentot berusaha keras

untuk mempertahankan daerah lembah Progo. Ia mengkonsentrasikan pasukannya

di bukit-bukit Pegunungan Selarong.

Sejak 16 September 1829 Kolonel Cochius mengetahui secara pasti bahwa

Diponegoro bersama Sentot dengan kekuatan 300 orang bergerak ke Pegunungan

Selarong. Kemudian diperoleh informasi bahwa Diponegoro mengkonsentrasikan

kekuatannya di desa Siluk atau Sela. Siluk nama sebuah desa juga nama bukit yang

mengelilinginya, di bagian selatan Pegunungan Selarong. Desa tersebut strategis,

untuk masuk ke desa tersebut harus melewati dua celah (passage) di sebelah timur

dan sebelah barat yang telah dijaga ketat oleh pasukan Diponegoro.

Setelah memperoleh kepastian adanya konsentrasi pasukan di Siluk, Kolonel

Cochius mempersiapkan kekuatan tiga kolone pasukan gerak cepat. Kolone Mobil

3 yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Le Bron de Vexela yang berkedudukan di

Gamplong (tepi barat Sungai Progo), Kolone Mobil 10 dipimpin oleh Kolonel

Cochius yang bermarkas di Kanigoro dan Kolone Mobil 1 yang dipimpin oleh

Letnan Kolonel Sollewijn dari Bantar bergerak ke sebelah timur Siluk.

83 Djamhari, op.cit. h.20

Page 47: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

47

Pada 17 September 1829, didahului dengan tembakan artileri ketiga kolone

tersebut menyerbu desa Siluk. Desa Siluk dipertahankan mati-matian oleh prajurit

Diponegoro, yang dipimpin oleh Sentot. Hampir seluruh prajuritnya bersenjata.

Demikian dahsyatnya pertempuran, bahkan sampai terjadi perkelahian perorangan.

Pertempuran Siluk digambarkan merupakan pertempuran yang paling berdarah

dan memiliki bobot strategis. Sejumlah 54 orang tewas di pihak Diponegoro.

Pertempuran Siluk merupakan pertempuran terakhir dan menentukan (decisive

battle) yang dipimpin oleh Diponegoro dan Sentot panglima perangnya. Diponegoro

dan Sentot berhasil lolos dari penangkapan. Diponegoro bersama pengawalnya

bergerak ke arah barat. Sentot bergerak ke selatan menuju ke Imogiri.

Lolosnya Diponegoro dan Sentot pada pertempuran Siluk, Jenderal de Kock

secara emosional pada 21 September mengeluarkan pengumuman, barang siapa

yang berhasil menyerahkan Diponegoro hidup atau mati kepada pemerintah akan

diberi hadiah SpM.20.000, suatu jumlah yang sangat besar. Tidak seorang Jawa pun

tertarik menanggapi pengumuman tersebut.

Akibat terbesar dari pertempuran Siluk, para pimpinan pasukan Diponegoro

yang berada di daerah Mataram menyerah. Mereka adalah Raden Rio Yudosinto

bersama ibunya Masajeng Langensarie dan 18 orang anggota pasukannya, Pangeran

Renorejo bersama pengikutnya, Pangeran Purwokusumo bersama barisannya,

Tumenggung Seconegoro, Kertonegoro, Mangunprawiro. Mereka sebagian besar

anak buah Sentot. Sentot sendiri tatkala masih berada di sekitar Sentolo pernah

menulis surat kepada Pangeran Notoprojo, pemimpin Barisan Notoprojo.

Satu minggu sesudah pertempuran di Siluk, pada 24 September 1829, Kapten

Bauer melapor kepada Le Bron de Vexela bahwa ia telah melakukan korespondensi

dengan Pangeran Mangkubumi. Pangeran Mangkubumi menolak diajak melanjutkan

peperangan, dan memilih menyerah. Pada 26 September 1829 Mangkubumi telah

berada di Wonopeti, didampingi puteranya Notodiningrat, pada 28 September tiba

di Yogyakarta lewat Mangir.

Banyaknya pimpinan pasukan yang menyerah, membuat Sentot mulai

berfikir terhadap keselamatan dirinya. Perubahan sikap dan perlakuan para

komandan kolone terhadap mereka yang menyerah berbeda dengan sebelumnya.

Banyak prajurit Diponegoro yang menyerah atau tertawan dianggap sebagai missing

in action. Mereka dibiarkan hidup hanya tatkala diperlukan. Di samping itu, Jenderal

de Kock masih mempunyai keinginan melakukan pendekatan pribadi kepada Sentot

secara tidak langsung. Melalui Pangeran Notoprojo, akhimya. Sentot menulis surat

yang menyatakan kesediaannya untuk menghentikan permusuhan dengan tujuh

syarat. Residen Yogyakarta van Nes mendapat wewenang penuh dari Jenderal de

Kock berjanji menerima semua syarat yang diajukan oleh Sentot.

Akhirnya pada 17 Oktober 1829, Sentot menyerah. Sentot menyerah bersama

3 orang pangeran, 4 tumenggung kepala, 37 tumenggung, 352 ingabei, panji dan

pimpinan pasukan dan 300 prajurit, yang jumlah seluruhnya 600 orang.84

84 Djamhari, op.cit.h.268-272

Page 48: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

48

Pada akhir tahun 1829, Diponegoro beserta sisa pasukannya telah secara

jelas diketahui posisinya, yang secara militer tidak ada artinya lagi, tinggal diserbu

dan Diponegoro ditembak mati. Tapi Jenderal de Kock tidak berbuat demikian, ia

sadar tatkala ia mengumumkan akan memberikan hadiah besar: “barang siapa yang

bisa menangkap Diponegoro hidup atau mati akan mendapat hadiah uang yang

sangat besar sebanyak SpM.20.000, namun tidak seorang Jawa pun yang tertarik dan

menanggapi, ini berarti Diponegoro pengaruhnya masih terlalu besar di kalangan

orang Jawa, sekalipun mereka berpihak padanya. Ia dihadapkan pada dua pilihan,

menyerbu dan mengejar (vervolging) atau melakukan tipu daya (overreding).

Sebagai pribadi ia sebenarnya ingin mengakhiri perang secara kesatria

sebagai seorang prajurit, tetapi ia juga tidak ingin menjadikan Diponegoro sebagai

pahlawan. Sebagai seorang ahli strategi, ia mengembalikan permasalahan perang ke

pokok permasalahan awal. Diponegoro telah melanggar hukum kolonial Belanda,

tetapi ia tidak menghendaki kematian Diponegoro, karena ia tidak ingin orang

Belanda dianggap sebagai musuh orang Jawa,85 sekalipun ribuan prajuritnya tewas

dalam peperangan.

Ia ingin memberi bukti kepada para penentangnya bahwa konsep strategi

Benteng sebagai sistem senjata adalah yang tepat, sekalipun pelaksanaannya

didukung oleh biaya yang terbatas dan kekuatan prajurit yang terbatas, tetapi mampu

menaklukkan Diponegoro yang sekaligus menaklukkan kekuatan militer orang Jawa

dan menghapus sumber perang permanen yang menjadi kebiasaan para bangsawan

feodal di Kerajaan Mataram sejak masa pemerintahan Amangkurat II (1704-1708).

Oleh karena itu ia memilih pilihan kedua, memperdaya dan membujuk Diponegoro

agar ia keluar dari “kantong” pertahanannya.

Pilihan pertama dinilai merugikan baik material maupun moril. Serbuan

terhadap kantong pertahanan terakhir Diponegoro, memerlukan biaya yang besar

dan belum tentu berhasil, sedang kondisi pasukannya termasuk pasukan lokal

sudah lelah berperang dan minta pulang kembali ke daerah asalnya. Kondisi ini yang

menjadi dasar oleh de Kock memilih pilihan kedua, memperdaya dan membujuk

Diponegoro agar ia ke luar dari “kantong pertahanannya” secara damai, kemudian

menangkapnya.

De Kock ingin mengexploitasi nilai-nilai budaya dan karakter kesatria

bangsawan Jawa sebagai kelemahan. Nilai-nilai dan karakter kesatria tersebut ada

pada pribadi Diponegoro. Nilai-nilai budaya kekesatriaan, yang dianggap luhur antara

lain seorang kesatria pantang ingkar terhadap janji. Karena itu ia memerintahkan

Kolonel Cleerens agar melakukan aksi tipu daya terhadap Diponegoro, sampai dia

mengucapkan janjinya.86

Pada tanggal 21 Februari 1830 tiba di Menoreh untuk berunding dan

mengakhiri perang dengan pihak Belanda, dikawal oleh 700 orang prajurit.

Kedatangan Diponegoro disambut dengan penghonnatan yang besar-besaran oleh

rakyat. Mereka secara sukarela menyediakan berbagai makanan untuk prajurit

85 Ada pepatah Jawa yang bidup sebagai tradisi, lego larane ora tego patine, (ikhlas ia dihukum, tetapi tidak ikhlas jika dibunuh).

86 Djamhari, op.cit. h.279-280

Page 49: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

49

Diponegoro. Pengaruh Diponegoro di Menoreh masih sangat besar. Karena itu

Diponegoro memerintahkan para prajuritnya untuk menghentikan perang dan

menghormati perjanjian.

Masyarakat Menoreh masih bersimpati kepada Diponegoro. Jumlah pengawal

Diponegoro setiap hari meningkat, membingungkan Kolonel Cleerens. Diponegoro

harus segera disingkirkan dari Menoreh, perjalanan diteruskan ke Magelang. Pada 8

Maret 1830, Diponegoro beserta rombongannya tiba di Magelang, yang dikawal oleh

200 orang prajurit kavaleri. Ia disambut oleh Residen Kedu beserta para pembesar

militer dan sipil, antara lain Kolonel Cochius.

Pada hari yang sama, Jenderal de Kock membuat keputusan, menahan

Diponegoro dan langsung melaporkan kepada Gubernur Jenderal.” Ia mengeluarkan

perintah rahasia kepada Letnan Kolonel Du Perron dan Mayor Michiels, tentang tata

cara dan prosedur penangkapan Diponegoro. Pasukan harus sudah siaga di dalam

asrama masing-masing, pasukan kavaleri harus sudah siap tiga hari sebelumnya atau

hari H-3. Penjagaan di sekitar Keresidenan harus diperketat, satu detasemen hussar,

akan dikirim untuk pengawalan. Para perwira yang tidak membawahi pasukan harus

sudah berkumpul di tempat tinggal residen dan bersenjata. Kendaraan residen harus

sudah siap untuk membawa Diponegoro.87

Cara penangkapan Diponegoro dianggap banyak pihak belanda sebagai aib

yang memalukan, seperti yang diungkap dalam Catatan Buku Harian Prins Hendrik

(7 Maret 1837);

Memang alangkah baik jangan kami sampai membuka rahasia yang menutupi

sejarah ini. Tapi saya akan mengambil risiko itu. Semua orang tahu bahwa

Diponegoro telah memberontak terhadap kami. Tapi cara penangkapnya,

menurut hemat saya, adalah suatu aib atas pamor kami orang Belanda.

Memang benar ia seorang pemberontak, tetapi ia datang untuk mengakhiri

perang yang telah menelan begitu banyak korban dan dia mengandalkan

kesetiaan kepada kejujuran Belanda untuk bernegosiasi dengan dia dengan

tulus. Lalu ia tertangkap atas perintah Jenderal de Kock.

Saya percaya bahwa ini akan mengakibatkan suatu malapetaka besar bagi kita

dalam hal moral, karena jika kami sampai harus berperang lagi di Jawa salah

satu akibat akan terjadi: atau kami atau orang Jawa akan dikalahkan, karena

tak seorang pun petinggi pribumi akan sudi lagi untuk berurusan dengan

kami - tidak hanya disini di Jawa tapi dimana-mana [di Nusantara]. Saya

yakin bahwa penyebab kampung Bonjol di Sumatera tidak menyerahkan diri

tidak lain daripada sikap kepala [Tuanku Imam Bonjol] yang pasti berbilang

kepada diri sendiri bahwa kalau saya sampai bernegosiasi dengan Belanda,

saya pasti akan diperlakukan seperti Diponegoro.88

Hal senada disampaikan dalam Surat Pangeran Hendrik kepada ayahnya,

Putra Mahkota Belanda (kelak Raja Willem II, bertakhta 1840-1849);

87 Djamhari, op.cit. h.28388 Peter Carey, Menghadapi Zaman Edan: Etnisitas & Globilisasi di Jawa Tengah-Selatan pada Era Gelombang

Globalisasi Kedua (1750-1850): Teladan Pangeran Diponegoro (1785-1855): Suatu Warisan dan Suatu Tantangan bagi Bangsa Indonesia, Summer School Lecture for the ICRS, Yogyakarta, 26 June 2013, h.40-41

Page 50: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

50

Ayahku yang tercinta dan terbaik, Hari pertama [di Makassar] akan melihat

Benteng [Rotterdam] di sini, saya bertemu dengan tawanan kita yang

tampak tak bahagia, Diepo Negoro (Diponegoro), yang jatuh ke tangan kita

sebenarnya secara khianat.89

Diponegoro pasrah terhadap takdir (angur sun sumendhe takdir) karena dia

tidak memiliki apa-apa lagi di tanah Jawa, Untuk menghormati mereka yang gugur

dalam peperangan, karena membela dan melaksanakan perintahnya lebih baik ia

meninggalkan tanah Jawa.

Jenderal de Kock dalam laporannya kepada Gubemur Jenderal van den Bosch,

antara dia dan Diponegoro terlibat percakapan yang panjang, yang disimpulkan

bahwa Diponegoro masih berpegang teguh pada pendiriannya, bahwa dia adalah

seorang Pemimpin Agama dan Sultan. Sebaliknya de Kock tetap menganggap

Diponegoro sebagai tawanannya. Pada suatu kesempatan, “saya perlu bertindak,

saya perintahkan pasukan untuk melucuti para pengikutnya dan dia ditangkap

langsung dinaikkan kereta dikawal oleh Mayor de Stuers dan Kapten Roeps dibawa

ke Semarang.”

Babad Diponegoro Babon Asli, disalin di Batavia sesudah wafat Diponegoro (8

Januari 1855)

Jenderal de Kock yang telah berpengalaman bergaul dengan para pemimpin

dan bangsawan Jawa, mengenali karakter dan nilai-nilai yang mereka anut. Nilai-

nilai yang dianggap luhur oleh orang Jawa, yang juga dimiliki oleh Diponegoro,

diexploitasi sebagai kelemahannya, digunakan untuk memukul balik Diponegoro.90

Diponegoro telah kalah secara militer, dan diasingkan seumur hidup di

pulau Sulawesi. Namun ia tidak putus asa dan tetap dalam pendiriannya, maka ia

89 Ibid. h.3890 Djamhari, op.cit. h.287

Page 51: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

51

kemudian menuliskan seluruh kejadian yang ia alami dan cita-cita yang ia impikan

dalam sebuah karya yang monumental, Babad Diponegoro sebagai pelajaran yang

sangat berharga bagi generasi penerus perjuangannya.

Babad Diponegoro Babon Asli, disalin di Batavia sesudah wafat Diponegoro

(8 Januari 1855)

Salinan Naskah Babad Diponegoro dalam Huruf Pégon di Batavia (1860-an)

PenutupDi awal perang sabil tentara sabil Diponegoro lebih unggul di berbagai medan

perang, sebagian besar peperangan yang terjadi sampai akhir tahun 1826 dimenangkan

oleh pasukan Diponegoro. Namun network yang dibangun Diponegoro mulai goyah

setelah satu persatu berusaha dihantam dan dihancurkan oleh pasukan penjajah.

Sehingga setelah unggul selama dua tahun keadaan mulai berbalik setelah de Kock

menerapkan strategi baru dengan menggerogoti sendi-sendi kekuatan tentara sabil

Sultan Ngabdulkhamid.

Dalam teori perang melawan network, Belanda menggunakan Offensive

Swarming untuk melemahkan dan menghancurkan network yang dibangun

Diponegoro. Strategi baru tersebut berhasil melemahkan dan menghancurkan

network kekuatan Diponegoro secara perlahan, sedikit demi sedikit dan diakhiri

dengan tipudaya yang memalukan -pejabat Belanda sendiri merasa malu untuk

mengungkapkannya- untuk mengakhiri perang.

Jendral de Kock tidak nyaman dengan perbuatannya memperdayai dan

menipu Diponegoro. Ia dengan tidak ksatria menangkap Diponegoro dalam meja

perundingan yang seharusnya dihormati dan dilindungi sebagaimana sebuah

perjanjian gencatan senjata yang disepakati. Ia juga mengingkari janji yang

sebelumnya disampaikan pada Diponegoro, bahwa ketika perundingan gagal

Diponegoro akan dibiarkan dengan aman kembali ke markasnya.

Ketidaknyamanan tersebut ditambah lagi dengan kritikan dari bebrapa teman

sejawatnya yang mengkritik tindakan dia yang tidak bisa memenangkan perang secara

ksatria dan sebaliknya dengan ingkar janji dan penipuan. Namun hal itu terpaksa

Page 52: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINAEdisi 4 / Maret 2018

52

ia lakukan karena ia tak punya pilihan lain yang menguntungkan pihaknya untuk

menghentikan perang Diponegoro yang telah banyak merugikan penjajah Belanda,

memakan waktu yang lama dan mengakibatkan banyak tentaranya tewas serta telah

mengahbiskan biaya yang sangat besar. Selain itu perlawanan diponegoro baginya

adalah batu sandungan yang sangat berbahaya bagi misi penjajahan Belanda di Jawa

yang subur kalau tidak segera dihentikan.

Sebenarnya siapa yang menang dalam perang ini? Dari sisi militer Belanda

telah memenangkan pertempuran karena berhasil menyingkirkan batu sandungan

yang berusaha menghalangi misi penjajahan untuk mengeruk kekayaan sebesar-

besarnya dari negeri yang dijajah bagi kepentingan negara Belanda di Eropa.

Namun di satu sisi, walaupun kalah secara militer, Diponegoro dan para

pejuang pendukungnya telah berhasil mengerjakan kewajiban dan amanat yang

diberikah Allah untuk menegakkan agama Islam di Jawa. Kewajiban itu telah berhasil

dilaksanakan walaupun tujuannya belum tercapai. Karena kewajiban Diponegoro

dan orang Jawa pendukungnya hanyalah mengerjakan perintah Allah di dalam Al

Qur’an sebagaimana ditulis Ngabdulkhamid dalam Babad Diponegoro, adapun

hasilnya Allah yang menentukan. Hal ini sebagaimana kewajiban manusia untuk

bekerja memenuhi perintah Allah, adapun seberapa hasil yang diperoleh adalah

sesuai kehendak Allah, dan manusia harus menerima dengan senang hati berapapun

hasilnya. Kalau banyak atau sedikit tetap bersyukur dan kalau belum mendapatkan

bersabar.

Demikian jualah yang dilakukan Diponegoro ketika dia sudah berusaha

maksimal sesuai kemampuannya namun hasilnya belum sesuai yang diharapkan, ia

menerima takdir dan tetap dalam pendiriannya dan yakin dengan kebenaran jalan

yang selama ini iatempuh. Manuasia harus berusaha dengan sungguh-sungguh,

setelah itu menyerahkan hasilnya pada Allah (ikhtiar kemudian tawakkal dan

qonaah).

Daftar PustakaAbdul Qadir Djaelani, Perang Sabil Versus Perang Salib: Ummat Islam Melawan

Penjajah Kristen Portugis Dan Belanda, Yayasan Pengkajian Islam Madinah Al-

Munawwarah, Jakarta, 1999.

Diponegoro, Babad Dipanegara ing nagari Ngayogyakarta Adiningrat, jilid I dan

II (salin aksara Ny. Dra. Ambaristi dan Lasman Marduwiyota), Jakarta, 1983,

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra

Indonesia dan Daerah.

Gordon Hahn, ”The Jihadi Insurgency and the Russian Counterinsurgency in the North

Caucasus,” Post-Soviet Affairs 24, no. 1 (January–March 2008).

Ika Fatmawati, Peranan Tumenggung Seconegoro Dalam Perang Diponegoro Di

Kadipaten Ledok (1825-1830), Skripsi Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan

Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, 2013.

Page 53: MENGHANCURKAN NETWORK DIPONEGORO - m.kiblat.net · Tumenggung (bupati), Kliwon, Penewu, Mantri, Pangeran, dan Aria, hampir setiap malam datang ke Tegalrejo dan berjanji setia dan

SYAMINA Edisi 4 / Maret 2018

53

Michael T. Flynn, Matt Pottinger, dan Paul D. Batchelor, Fixing Intel: A Blueprint for

Making Intelligence Relevant in Afghanistan, Washington, D.C.: Center for a

New American Security, 2010.

Mustarom, Network Vs Network, Saat yang Kecil Melawan yang Besar, Syamina ed.5,

September 2013

Norbertus Gilang Pradipta Kuncoro, Peran Masyarakat Dekso Dalam Perang Jawa

1825 -1830, Skripsi Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta 2013.

Pangeran Dipanegara, Babad Dipanegara, edisi terjemah, Penerbit Narasi Yogyakarta,

2016.

Peter Carey, Kuasa Ramalan, Pangeran Diponegoro Dan Akhir Tatanan Lama Di

Jawa, 1785-1855, Jilid 1, Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) Jakarta, 2011.

Peter Carey, Kuasa Ramalan, Pangeran Diponegoro Dan Akhir Tatanan Lama Di

Jawa, 1785-1855, Jilid 2, Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) Jakarta, 2011.

Peter Carey, Menghadapi Zaman Edan: Etnisitas & Globilisasi di Jawa Tengah-

Selatan pada Era Gelombang Globalisasi Kedua (1750-1850): Teladan

Pangeran Diponegoro (1785-1855): Suatu Warisan dan Suatu Tantangan bagi

Bangsa Indonesia, Summer School Lecture for the ICRS, Yogyakarta, 26 June

2013, kebudayaan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2013/07/ICSSIS-

Presentation-Yogyakarta-13-June-2013.pdf (seluruh gambar dalam tulisan ini

diambil dari sumber tersebut)

Peter Carey, Asal-usul Perang Jawa, Penerbit LKiS Yogyakarta 2001.

Peter Carey, The Power Of Prophecy, Prince Dipanagara and the end of an old order in

Java, 1785-1855, Second edition KITLV Press Leiden 2008.

Rijal Mumazziq, Menelusuri Jejak Laskar Diponegoro di Pesantren, Jurnal Falasifa,

STAI Al-Falah As-Sunniyyah Kencong Jember, Vol. 7 Nomor 1 Maret 2016.

Saleh Asad Djamhari, Stelsel Benteng Dalam Pemberontakan Diponegoro 1827-1830,

Suatu Kajian Sejarah Perang, Disertasi Bidang Ilmu Pengetabuan Budaya

Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Indonesia 2002.

Saleh As’ad Djamhari, Strategi Menjinakkan Diponegoro, stelsel Benteng 1827-1830,

Komunitas Bambu, cetakan kedua, Maret 2014.

Simon C. Kemper, War-bands on Java: Military labour markets described in VOC

sources, Research Masters in Colonial and Global History, Department of

History, Leiden University 2014.

Subroto, Beban Pajak, Prakondisi Jihad Diponegoro, Syamina edisi 12, September

2017