mengelola legal clinic -...
TRANSCRIPT
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan
Mengembangkan LBH Kampus untukMemperkuat Akses Keadilan
PENYUSUN
Diterbitkan Oleh(ILRC)
Canadian International Development Agency (CIDA)
Fulthoni. AMSiti Aminah
Uli Parulian Sihombing
Atas Dukungan
Desember, 2009
The Indonesian Legal Resource Center
Sekretariat ILRC
ISBN 978-979-17584-8-2
Jl. Tebet Timur I No. 4 Jakarta, IndonesiaTelp. 021-93821173, Fax. 021-8356641
Email : [email protected] : www.mitrahukum.org
Perpustakaan Nasional RI, Data Katalog dalam Terbitan (KDT)
Cetakan; 2 3 4 5 6 7 8 9 10
x + 102 halaman, ukuran kertas 15 cm x 21 cm
MENGELOLA LEGAL CLINIC
Panduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
1
Design cover & layout by canting prod.
Isi diluar tanggungjawab percetakanDicetak oleh PT. Delca Indonesia
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus
untuk Memperkuat Akses Keadilan
PENYUSUN
Fulthoni. AMSiti Aminah
Uli Parulian Sihombing
PENGANTAR ILRC
The Indonesian Legal Resource Center
Legal Clinic
tool Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic,
Legal Clinic.
Legal Clinic
(ILRC) menyusun pan-
duan tentang pembantukan dan pengembangan , atau
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kampus dengan tujuan;
, panduan ini sebagai alat ( ) bagi pengelola
dalam menjalankan itu sendiri; , standarisasi
pengelolaan . Atau dengan kata lain, elemen-elemen
minimal apa saja yang harus dimiliki oleh , misalnya visi
dan misi, kode etik, serta kedudukan dalam perguruan
tinggi, dan sebagainya. Kemudian panduan ini juga lebih ditujukan
untuk mengoptimalkan menejemen , khususnya dalam
pemberian bantuan hukum untuk masyarakat marjinal, dan tempat
mahasiswa untuk magang praktik.
Belum banyak literatur yang menjelaskan secara
komprehensif dan lengkap tentang pengelolaan . Pada-
hal literatur tersebut penting sebagai bahan referensi dalam men-
jalankan khususnya untuk mereka yang sedang menja-
lankan
Tidak bisa dipungkiri, eksistensi ada di setiap
Pertama
Kedua
perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Masyarakat marjinal
sangat membutuhkan , karena eksistensinya dapat
membantu masyarakat marjinal ketika berhadapan dengan
permasalahan hukum. Atau sedikit banyak eksistensi
membantu akses keadilan masyarakat marjinal. Di titik inilah perlu
adanya panduan menjalankan , karena
harus mempunyai visi dan misi yang jelas, kemudian juga kode etik
yang menjadi panduan bagi pekerja dalam memberikan
pelayanan hukum kepada masyarakat marjinal, dan hubungannya
dengan permasalahan internal , serta hal-hal lainnya
yang memang perlu dalam menjalankan .
ILRC atas dukungan
(CIDA) menyusun buku panduan ini untuk memenuhi
kebutuhan pembentukan dan pengembangan , dan
lebih jauh untuk mengoptimalkan peran dalam
memberikan pelayanan hukum terhadap masyarakat marjinal. ILRC
mengucapkan terima kasih kepada CIDA atas dukungannya, dan
juga kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi
pemikiran dan waktu dalam penyusunan buku panduan ini.
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Canadian International Development
Agency
Legal Clinic
Legal Clinic
Jakarta, Desember 2009
Direktur Eksekutif ILRCUli Parulian Sihombing, SH, L.LM
vi MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
v
1
9
27
1
5
7
9
13
14
15
17
18
27
27
30
31
32
33
viii MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
DAFTAR ISI ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pemenuhan Hak atas Bantuan Hukum di Indonesia
Hak atas bantuan hukum adalah bagian dari proses peradilan
yang adil dan di dalam prinsip negara hukum, dan merupa-
kan salah satu prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah diterima
secara universal. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 7 Deklarasi Umum
Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang menjamin persamaan kedudu-
kan di muka hukum, dan dijabarkan dalam
atau Konvensi Hak Sipil dan Po-
litik. Pasal 16 dan Pasal 26 ICCPR menjamin, bahwa semua orang
berhak atas perlindungan dari hukum, serta harus dihindarkan ada-
nya diskriminasi berdasarkan apapun, termasuk status kekayaan.
Sedangkan Pasal 14 ayat (3) menjamin hak atas bantuan hukum,
dan memerintahkan kepada negara untuk menyediakan Advokat /
Pemberi Bantuan Hukum (PBH) yang memberikan bantuan hukum
secara efektif untuk masyarakat miskin, dan ketika kepentingan ke-
adilan mensyarakatkannya.
Selain DUHAM dan ICCPR, hak atas bantuan hukum terdapat
dalam
terkait pentingnya hak atas bantuan hukum bagi anak
inherent
International Covenant
on Civil dan Political Rights (ICCPR)
UN Standard Minimum Rules for the Administration of Juve-
nile Justice,
yang berkonflik dengan hukum,
terkait pentingnya bantuan hukum yang berkualitas
pada orang-orang . Hak Bantuan hukum di-
kategorikan sebagai (tak dapat dikurangi).
Di Indonesia hak atas bantuan hukum tidak secara tegas di-
nyatakan sebagai tanggungjawab negara. Namun adanya prinsip
persamaan di hadapan hukum, dan pernyataan bahwa Indonesia
sebagai negara hukum seperti ditegasakan dalam pasal 1 ayat (3)
UUD 1945 menunjukkan, bahwa hak bantuan hukum adalah hak
konstitusional.
Persamaan di hadapan hukum harus diartikan secara dinamis,
dan tidak diartikan secara statis. Artinya, kalau ada persamaan di ha-
dapan hukum bagi semua orang, maka harus diimbangi juga dengan
persamaan perlakuan bagi semua orang. Jika ada
dua orang bersengketa datang ke hadapan hakim, maka mereka ha-
rus diperlakukan sama oleh hakim tersebut .
Persamaan di hadapan hukum yang diartikan secara dinamis ini di-
percayai, akan memberikan jaminan adanya akses untuk memper-
oleh keadilan bagi semua orang tanpa memper-
dulikan latar belakangnya. Menurut Aristoteles, keadilan harus diba-
gikan oleh negara kepada semua orang, dan hukum yang mem-
punyai tugas menjaganya agar keadilan sampai kepada semua
orang tanpa kecuali. Apakah orang mampu atau fakir miskin, me-
reka sama untuk memperoleh akses kepada keadilan.
Selain jaminan konstitusional dalam UUD 1945, berbagai
aturan hukum juga menjamin hak atas bantuan hukum untuk ma-
syarakat miskin/marjinal, diantaranya sebagai berikut.
1. Pasal 54, 55 dan 56, UU No. 18/1981 tentang Kitab
UN Declaration on the Rights of Dis-
abled Persons
difable (different ability)
non-derogable rights
(equal treatment)
(audi et alteram partem)
(access to justice)
1
1Frans Hendra Winarta,
Hukum Online.Com, 29 Januari 2009.Paradigma Bantuan Hukum Sekarang Harus Banting Setir,
2 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
menjamin hak seseorang atas bantuan hukum dalam
kasus pidana.
2. Pasal 18 ayat (4), UU No. 39/1999 tentang Hak-Hak Azasi
Manusia (HAM), menjamin hak setiap orang yang
diperiksa dalam kasus pidana untuk memperoleh bantuan
hukum, dari proses penyidikan sampai dengan putusan
pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
3. Pasal 14 ayat (3) d, UU No. 12/2005 tentang Ratifikasi
Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik (Sipol), menjamin hak
setiap orang atas bantuan hukum dalam kasus pidana.
4. Pasal 37 dan 38 UU No. 4/2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman, menjelaskan setiap orang yang tersangkut
perkara berhak memperoleh bantuan hukum.
5. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 006/PUU-
II/2004, menjelaskan hak atas bantuan hukum merupakan
hak konstitusional setiap warga negara yang melekat di
dalam prinsip negara hukum di dalam pasal 1 Ayat (3)
UUD 1945.
Memang di dalam praktiknya, setiap orang yang terkait de-
ngan kasus pidana, belum tentu memperoleh bantuan hukum. Ne-
gara belum tentu menyediakan pengacara yang ditunjuk untuk men-
dampinginya. Hal itu berkaitan dengan model pemberian bantuan
hukum yang ada di dalam KUHAP dan aturan lainnya, yaitu hakim
menunjuk pengacara untuk memberikan bantuan hukum kepada
masyarakat miskin khususnya mereka yang diancam pidana hukum-
an di atas lima tahun, atau jenis-jenis hukuman tertentu saja. Akibat-
nya, tidak semua orang miskin, khususnya mereka yang diancam
hukuman di bawah lima tahun dapat memperoleh bantuan hukum.
Terdapat berbagai mekanisme untuk memperoleh bantuan
PENDAHULUAN 3
hukum bagi masyarakat miskin. Organisasi pengacara, sesuai de-
ngan kewajibannya di dalam UU Advokat dan UU Kekuasaan
Kehakiman, mempunyai kewajiban untuk menyediakan jasa ban-
tuan hukum kepada masyarakat miskin. Bahkan pemerintah sudah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 83/2008 tentang Tata
Cara Pemberian Bantuan Hukum yang merupakan perintah pasal
22 UU No.18/2003 tentang Advokat. Tapi sayang, PP Nomor
83/2008 ini justru mempersempit jasa penyedian bantuan hukum,
karena jasa penyedia bantuan hukum hanya dalam konteks ke-
advokatan saja. Padahal banyak jasa penyedia bantuan hukum un-
tuk masyarakat miskin/marjinal misalnya (LBH
Kampus), atau LBH organisasi non-pemerintah
Model pemberian bantuan hukum yang dilakukan oleh organ-
isasi non-pemerintah lebih terfokus pada bantuan hukum struktural.
Model bantuan hukum struktural lebih menekankan pemberian ban-
tuan hukum yang ditujukan untuk merubah struktur yang timpang di
dalam masyarakat. Hal itu dilakukan, karena hukum berada di da-
lam ruang supra struktur, sementara ekonomi dan politik berada di
basis. Basis inilah yang lebih dominan menentukan suprastruktur.
Jadi, aktivitas pemberian bantuan hukum tidak hanya litigasi saja,
melainkan juga pendidikan, kampanye dan aktivitas-aktivitas lain-
nya yang ditujukan untuk merubah struktur yang timpang tersebut.
Ciri bantuan hukum strukural tersebut yang membedakan dengan
model bantuan hukum lainnya. Bantuan hukum strukural ini masih
relevan dilakukan oleh organisasi-organisasi bantuan yang ada,
Legal Clinic2
2Legal Clinic merupakan istilah yang merujuk pada lembaga atau unit yang ada di
Fakultas Hukum yang berperan memberikan pelayanan dan bantuan hukum. Adaberagam nama yang digunakan dan saling berbeda antara perguruan tinggi satu denganyang lainnya. Nama-nama itu antara lain Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum(LKBH), Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH), Unit Konsultasi dan BantuanHukum (UKBH), Unit Pelayanan Konsultasi dan Bantuan Hukum (UPKBH), KlinikHukum, Legal Aid, dan lain-lain.
4 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
karena kondisi sosial yang timpang masih ada di masyarakat.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 006/PUU-II/2004,
menegaskan pentingnya peran dalam pemberian
bantuan hukum khususnya dalam mengimplementasikan fungsi ke-
tiga dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian kepada
masyarakat. Bahkan, Putusan MK menegaskan peran penting pen-
didikan bantuan hukum dalam konteks kurikulum pendidikan
hukum dan implementornya. Putusan MK merujuk kepada hasil
penelitian Stephen Golub dan Marry Mc Clymont yang menegaskan
pendidikan bantuan hukum melalui pendidikan hukum klinik mem-
berikan manfaat besar untuk perkembangan pendidikan hukum,
dan perubahan sosial di masyarakat.
Putusan MK tersebut memberikan pesan, bahwa
tidak bisa dipisahkan dengan kurikulum, dan metode pengajaran di
pendidikan hukum. Hal inilah yang lebih dikenal dengan pendidikan
hukum klinik. Pendidikan hukum klinik lebih menekankan metode
pengajaran yang lebih interaktif, dan menghubungkannya dengan
praktik di . Dalam konteks pendidikan hukum klinik,
seharusnya merupakan tempat mahasiswa untuk ma-
gang (menambah pengetahuan keterampilan hukum), dan
terintegrasi dengan kurikulum pendidikan hukum.
Di sisi yang lain, putusan MK juga melihat peran
dengan akses terhadap keadilan, di mana masyarakat marjinal
khususnya yang berada di wilayah pedesaan yang tidak ada peng-
acara dan LBH organisasi non-pemerintah. berfungsi
menyediakan bantuan hukum yang merupakan
elemen terkecil dalam akses keadilan untuk masyarakat marjinal. Se-
B. dalam Sistem Pendidikan Hukum dan Akses
terhadap Keadilan
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
(legal aid provider)
PENDAHULUAN 5
harusnya juga berperan dalam diseminasi informasi ten-
tang aturan hukum dan substansinya, serta mekanisme bantuan
hukum, kemudian mendorong penyelesaian sengketa di komunitas
dengan menggunakan sarana yang ada di komunitas itu, atau
melalui mediasi.
Legal Clinic
Pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi
Perkara No. 006/PUU-II/2004 tentang Pengujian UU Advokat
Menimbang bahwa UUD 1945, Pasal 1 ayat (3), secara tegas me-
nyatakan Indonesia adalah negara hukum yang dengan demikian ber-
arti, bahwa hak untuk mendapatkan bantuan hukum sebagai bagian dari
hak asasi manusia, harus dianggap sebagai hak konstitusional warga
negara, kendatipun undang-undang dasar tidak secara eksplisit meng-
atur atau menyatakannya, dan oleh karena itu negara wajib menjamin
pemenuhannya.
Menimbang bahwa dalam rangka menjamin pemenuhan hak un-
tuk mendapatkan bantuan hukum bagi setiap orang sebagaimana di-
maksud, keberadaan dan peran lembaga-lembaga nirlaba semacam
LKPH UMM, yang diwakili Pemohon, adalah sangat penting bagi pencari
keadilan, teristimewa bagi mereka yang tergolong kurang mampu untuk
memanfaatkan jasa penasihat hukum atau advokat profesional. Oleh
karena itu, adanya lembaga semacam ini dianggap penting sebagai
instrumen bagi perguruan tinggi terutama Fakultas Hukum untuk melak-
sanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam fungsi pengabdian kepada
masyarakat. Di samping itu, pemberian jasa bantuan hukum juga dima-
sukkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan tinggi hukum dengan
kategori mata kuliah pendidikan hukum klinis dan ternyata membawa
manfaat besar bagi perkem-bangan pendidikan hukum dan perubahan
sosial, sebagaimana ditun-jukkan oleh pengalaman negara-negara
Amerika Latin, Asia, Eropa Timur, Afrika Selatan, bahkan juga negara
yang sudah tergolong negara maju sekalipun seperti Amerika Serikat.
6 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
C. Pentingnya Panduan Mengelola Legal Clinic
Strategisnya dalam memperkuat akses terhadap
keadilan, belum diimbangi dengan pemahaman, dan kemampuan
yang memadai dari pimpinan terhadap aspek-aspek
dasar dalam pengelolaan organisasi bantuan hukum. Untuk me-
ningkatkan pemahaman dan kemampuan pimpinan ,
maka panduan ini disusun.
Panduan ini sangat penting bagi pimpinan karena
dapat dijadikan sebagai pedoman dan alat (tool) dalam menjalan-
kan organisasi bantuan hukum, serta memahami standarisasi penge-
lolaan . Panduan juga dapat dijadikan sebagai instrumen
untuk mengevaluasi kelembagaan yang sudah ada, agar
dapat berkembang lebih baik. Panduan ini lebih ditujukan untuk
mengoptimalkan peran khususnya dalam memberikan
bantuan hukum untuk masyarakat miskin/marjinal, dan tempat ma-
hasiswa untuk magang.
Panduan ini menguraikan isu-isu penting dan mendasar
dalam menjalankan diantaranya terkait dengan pem-
bentukan pengembangan struktur, penyusunan peren-
canaan strategis, pemberian pelayanan dan bantuan hukum, mene-
jemen perkara, penguatan sumber daya manusia, dan penggalang-
an dana.
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic,
Legal Clinic,
Legal Clinic,
PENDAHULUAN 7
BAB II
PEMBENTUKAN LEGAL CLINIC
A. Lahir dan Berkembangnya Organisasi
Istilah organisasi berasal dari bahasa Yunani yang
artinya ”alat”. Organisasi merupakan dari setiap bentuk
kerjasama manusia untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi
dapat dipandang dalam tiga hal, yaitu sebagai wadah, proses dan
sistem. Organisasi sebagai wadah adalah tempat dimana kegiatan
manajemen dijalankan. Tinjauan organisasi sebagai proses adalah
memperhatikan dengan menyoroti interaksi antara orang-orang
yang menjadi anggota organisasi. Sebagai suatu proses, organisasi
jauh lebih dinamis daripada sebagai wadah. Sedangkan organisasi
sebagai sistem pada dasarnya merupakan kombinasi atau paduan
dari dua atau tiga sistem, yaitu sistem sosial, fungsional, dan komu-
nikasi. Organisasi sebagai sistem akan mencari cara berfikir yang
bersifat menyeluruh, secara semesta, dan bulat yang mencakup
sebanyak-banyaknya segi, segmen, aspek dan unsur dari organ-
isasi.
Ada beberapa unsur penting yang membentuk sebuah
”organon”
frame work
3
3Drs. Supardu , MM, dan Drs. Syaiful Anwar, SU, UII
Press: Jogjakarta, hal. 1-3.Dasar-Dasar Perilaku Organisasi,
organisasi, yaitu adanya dua orang atau lebih sebagai kelompok,
adanya maksud untuk kerjasama, adanya proses pembagian kerja,
adanya pengaturan hubungan, dan adanya tujuan yang hendak
dicapai. Kelengkapan dari unsur-unsur itu akan menentukan eksis-
tensi dan keberlangsungan sebuah organisasi.
Organisasi yang lahir juga memiliki siklus atau daur ulang
layaknya kelahiran dan perkembangan manusia. Ada tahapan-ta-
hapan yang akan selalu dilewati oleh organisasi, yaitu masa perke-
nalan, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, matang. Setelah meng-
alami kematangan biasanya organisasi akan mengalami aristokrasi,
birokrasi awal, birokrasi, dan akhirnya mati.
Masa perkenalan adalah tahap awal dimana sebuah organ-
isasi belum terbentuk. Pada tahap ini ada beberapa orang berkumpul
dan berbincang, dan salah seorang diantaranya mengajukan gagas-
an tentang pentingnya ada organisasi untuk kepentingan tertentu.
Masing-masing orang mencoba membangun kesepakatan sehingga
lahirnya sebuah organisasi melalui sebuah ikrar bersama. Tanpa
adanya ikrar bersama, mutahil organisasi akan lahir.
Setelah gagasan pembentukan organisasi diterima dan
disepakati, maka lahirlah organisasi baru atau ’bayi’. Pada tahap ini
biasanya organisasi melakukan berbagai macam kegiatan tetapi ke-
giatan atau aktivitas itu belum memiliki orientasi yang jelas arahnya.
Pada tahap ini biasanya organisasi mengalami keterbatasan, baik
sumber daya manusia (SDM) dan pendanaan. Jika tidak segera
mendapatkan dukungan dana, organisasi ini akan segera mati.
Masa kanak-kanak bagi organisasi adalah masa-masa dimana
organisasi mulai belajar, mengenal, ingin tahu, dan melakukan apa
saja. Pada tahap ini biasanya para pengelola ingin meraih cita-
4
Roem Topatimasang dan Russ Dilts (Penerjemah),SEPMA dan P3M, Jakarta, 1989, hal. 9-15.
Menejemen Organisasi Nirlaba,4
10 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
citanya secara bersemangat ditandai dengan aktivitas yang luar
biasa. Pada tahap ini biasanya organisasi belum memiliki peng-
alaman menentukan prioritas yang perlu dilakukan.
Setelah melewati masa kanak-kanak organisasi kemudian
memasuki masa remaja, dimana pada tahap ini organisasi mulai me-
nyadari pentingnya aturan-aturan, tata tertib, dan adab kesopanan
serta tata krama. Pada tahap ini biasanya organisasi mulai menata
sendi-sendi administrasinya, sehingga banyak waktu dipergunakan
untuk rapat dan koordinasi. Berbagai aturan dibuat sedemikian
rupa, dan terkadang menyulitkan diri sendiri. Pada tahap ini juga
biasanya mulai muncul adanya pertentangan antara berbagai
kelompok dalam organisasi, dimana ada yang sangat dengan
sistem administrasi, ada kelompok lain yang menekankan penting-
nya kelancaran pekerjaan serta kemungkinan meraih kesempatan
baru. Untuk mempertemukan berbagai pandangan, maka pada ta-
hap ini perlu mulai melibatkan pihak lain.
Berbagai konflik tersebut biasanya dapat diatasi setelah organ-
isasi memasuki masa dewasa. Layaknya orang dewasa, pada masa
ini lebih menekankan orientasi pada hasil dan prestasi kerja, adanya
pandangan bersama yang utuh dan padu, serta adanya mekanisme
sistem yang efisien. Organisasi yang telah dewasa mengetahui dan
sadar akan tujuan-tujuannya, serta sasaran yang ingin dicapainya.
Organisasi yang sudah dewasa secara perlahan bergerak me-
masuki masa kematangannya. Pada tahap ini adalah tahap dimana
organisasi mencapai puncak kemampuannya, yang tetap berusaha
mempertahankan orientasi hasil dan tingkat prestasi yang telah di-
peroleh selama ini, dengan sistem administrasi yang tangguh, na-
mun nyaris kehilangan cita-cita awalnya. Organisasi mulai sungkan
menangani hal-hal baru dan lebih suka mengerjakan hal-hal yang te-
lah terbukti berhasil. Pada tahap ini kepekaan akan penting atau
rigid
PEMBENTUKAN LEGAL CLINIC 11
tidak pentingnya mulai pupus. Gagasan-gagasan baru didengar tan-
pa menerima atau menolaknya, dan jika keadaan ini terus berlang-
sung secara perlahan sikap yang berorientasi pada hasil hilang. Jika
hal ini terjadi, maka perlu penyembuhan dengan merangsang para
anggotanya mengembangkan kembali cita-cita awal organiasasi de-
ngan perasaan, semangat dan pandangan baru.
Jika proses penyembuhan yang dilakukan ternyata gagal atau
bahkan tidak ada sama sekali, masa surut organiasai akan terus
berlangsung, dan segera memasuki tahap aristokrasi. Pada tahap ini
organisasi mulai membosankan. Para pimpinan mulai dihinggapi ra-
sa khawatir berlebihan tentang kelanjutan organisasi dan masa
depannya. Tak seorangpun melakukan sesuatu yang berarti dan
organisasi lebih senang mengungkap kebanggaan masa lalu. Sema-
kin lama, banyak anggaran dialokasikan untuk membiayai pengen-
dalian administrasi yang ketat, pelatihan staf, dan acara-acara silatu-
rahmi, sementara makin sedikit yang dibelanjakan untuk keperluan
pembaruan dan peningkatan hasil kerja.
Cepat atau lambat, organisasi yang aristokratis akan mema-
suki masa birokasi awal. Pada tahap ini mulai muncul perpecahan
diantara pengurus dan muncul gejala (kekhawatiran berle-
bihan tanpa alasan). Orang mulai berkonflik antara satu dengan
yang lain, setiap keputusan mengundang kecurigaan dan dihu-
bungkan dengan taktik politik. Orang-orang bersikap karena lebih ta-
kut kehilangan jabatan. Gejala birokratisasi mulai muncul dan ber-
kembang, dan jika tidak diatasi akan semakin jauh menjadi birokrasi
yang sesungguhnya.
Pada saat organisasi memasuki birokrasi penuh yang terting-
gal dari organisasi hanyalah setumpuk peratuan yang dan pe-
kerjaan rutin tulis menulis surat gaya kantoran resmi. Segala sesuatu
mesti tertulis, akses terhadap organisasi dibatasi, suasana kerja
paranoia
njlimet
12 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
menjadi tenang dan damai, segal konflik memang sudah tidak ada,
dan orang-orang yang masih ada adalah anak-anak manis yang
menyenangkan. Mereka setuju tentang apa saja yang, namun tidak
melakukan apapun. Dan akhirnya, organisasi akan mati, meskipun
dalam kenyataannya banyak organisasi birokratis tidak benar-benar
mati, namun mereka tetap berada pada keadaan tidak berdaya.
Setiap orang memiliki sikap dan pandangan hidup. Sikap dan
pandangan hidup itu sangat dipengaruhi oleh pengalaman hidup,
sejarah, dan lingkungan dimana seseorang berada. Karena be-
ragamnya pengalaman, sejarah, dan lingkungan seseorang berada,
maka dapat dipastikan memunculkan sikap dan pandangan hidup
yang juga beragam, termasuk sikap, dan pandangan dalam meng-
hadapi realitas sosial yang ada di masyarakat. Setiap orang dengan
sikap dan pandangan hidupnya selalu membutuhkan sebuah media
untuk aktualisasi diri. Media itu pada umumnya berbentuk komu-
nitas yang lebih bersifat cair, atau organisasi, yaitu kumpulan orang-
orang dalam komunitas yang melembaga.
Komunitas dalam perguruan tinggi, khususnya fakultas
hukum juga eksis berbagai komunitas dengan orientasi yang be-
ragam. Para pengajar yang ada di dalamnya memiliki kecen-
derungan yang berbeda-beda sesuai dengan orientasi, aspirasi, dan
kompetensi masing-masing. Mereka menghimpun diri dalam ber-
bagai komunitas, bahkan membentuk lembaga-lembaga dengan tu-
juan tertentu.
Salah satu kelembagaan yang selama ini eksis di fakultas
hukum, adalah sebagai media bagi para pengajar fakul-
tas hukum menyalurkan aspirasi dan kompetensinya melalui kegiat-
an pelayanan dan bantuan hukum bagi masyarakat yang tidak
B. Mempersiapkan Pembentukan Legal Clinic
Legal Clinic
PEMBENTUKAN LEGAL CLINIC 13
mampu. Hampir semua perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki
fakultas hukum, baik negeri maupun swasta juga memiliki
Lembaga ini ada yang bernaung dibawah universitas, ada ju-
ga yang dibawah fakultas. Tidak mudah melembagakan sebuah
organisasi bantuan hukum yang bernaung di bawah perguruan ting-
gi. Diperlukan pemikiran yang cermat, komitmen yang tinggi sehing-
ga kelembagaan itu bisa berkembang, dan eksis dalam memberikan
layanan bantuan hukum.
Secara prosedural, proses pembentukan tidak
jauh berbeda dengan pembentukan organisasi atau lembaga pada
umumnya. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam membentuk
organisasi, tidak terkecuali organisasi bantuan hukum di perguruan
tinggi, yaitu posisi dan status organisasi, sifat dan orientasi organ-
isasi, serta ketersediaan sumber daya.
merupakan lembaga penyedia layanan bantuan
hukum yang bernaung dibawah perguruan tinggi. Keberadaannya
tidak dapat dipisahkan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya
dharma ketiga, yaitu pengabdian kepada masyarakat. Statusnya
yang berada dalam ruang lingkup perguruan tinggi meniscayakan
lembaga ini mempertimbangkan berbagai kebutuhan, dan orientasi
kelembagaan terkait dengan dunia pendidikan hukum.
Keberadaan di sebuah perguruan tinggi, khusus-
nya yang memiliki fakultas hukum merupakan wadah bagi dosen,
alumni, dan mahasiswa dalam melakukan pengabdian kepada ma-
Legal
Clinic.
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
1. Posisi dan Status
5
14 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh ILRC, setidaknya ada lima kelompokpenyedia jasa bantuan hukum, yaitu bantuan hukum oleh perguruan tinggi, bantuanhukum oleh NGO, bantuan hukum oleh advokat, bantuan hukum oleh organisasimasyarakat, dan bantuan hukum oleh partai politik. Kelompok-kelompok tersebutmenjalankan fungsi bantuan hukum dengan orientasi yang berbeda-beda.
5
syarakat di bidang hukum. Dengan adanya maka fakul-
tas hukum tidak hanya mengajarkan teori kepada mahasiswa, tetapi
juga berbagai kemahiran dan praktik hukum. Di sisi lain, dengan
adanya maka akses warga masyarakat kepada keadilan
semakin terbuka lebar. Karena, memberikan berbagai
jenis pelayanan hukum yang dibutuhkan dengan biaya yang terjang-
kau. Bahkan, untuk jenis pelayanan hukum tertentu dapat diperoleh
secara gratis.
Keberadaan dalam sistem pendidikan tinggi
berbeda-beda antara satu lembaga dengan lembaga yang lain. Ada
yang bernaung dibawah fakultas hukum, tetapi ada pula yang ber-
naung dibawah perguruan tinggi. Ada yang otonom sebagai kelem-
bagaan tersendiri, ada pula yang menjadi bagian/unit dari labo-
ratorium hukum. Meskipun secara struktur berbeda-beda, namun
secara esensial sama yaitu sama-sama memberikan konsultasi, dan
bantuan hukum kepada masyarakat yang membutuhkan. Pada
umumnya keberadaan ini otonom dan berada dibawah
fakultas hukum.
Dalam teori organisasi dikenal dua pembagian organisasi
berdasarkan sifat dan orientasinya, yaitu dan
. Keduanya mempunyai perbedaan yang berimbas
pada pengorganisasiannya. Organisasi nirlaba adalah suatu organ-
isasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu, atau peri-
hal di dalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak
komersil. Lahirnya organisasi nirlaba tidak lepas dari konteks sosial,
dan perkembangan masyarakat sehingga eksistensinya tidak dapat
Legal Clinic,
Legal Clinic,
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
organisasi profit non-
profit (nirlaba)
6
2. Sifat dan Orientasi Organisasi
15PEMBENTUKAN LEGAL CLINIC
Zairin Harahap,Mitra Hukum, ILRC, Edisi 4 Nopember-Desember 2009.
RUU Bantuan Hukum dan Eksistensi LKBH (Klinik Hukum) Perguruan
Tinggi,
6
dilepaskan dari kepentingan masyarakat. Pada dasarnya organisasi
nirlaba adalah alat untuk mencapai tujuan (aktualisasi filosofi) dari
sekelompok orang, sehingga bukan tidak mungkin diantara satu
lembaga dengan lembaga yang lain memiliki filosofi yang berbeda-
beda.
Karakter khas dari organisasi nirlaba adalah spirit sosial, dan
orientasi kemanusiaanya sehingga pengelolaan organisasi maupun
indikator pencapaian kinerja organisasi tidak hanya berdasarkan
untung rugi secara ekonomi, tetapi lebih dari itu bagaimana ma-
syarakat yang menjadi lebih berdaya sesuai dengan kon-
teks hidup dan potensi-potensi kemanusiaannya. Dengan kata lain,
organisasi nirlaba adalah artikulator aspirasi dan sekaligus transfor-
mator bagi masyarakat. Organisasi nirlaba dibentuk untuk mewujud-
kan perubahan pada individu, maupun komunitas yang menjadi
nya.
Selain itu, unsur pembelajaran juga tidak terpisahkan dari
proses kerja organisasi nirlaba sehingga diharapkan selalu ada
keberlanjutan dan kesinambungan dalam setiap upaya yang dila-
kukan. Untuk itu, dalam mengelola organisasi nirlaba membutuhkan
kepedulian, dan integritas pribadi serta pemahaman yang utuh ten-
tang problem sosial yang dihadapi bersama masyarakat. Dalam
organisasi nirlaba, sumber daya manusia merupakan asset yang pa-
ling berharga, karena setiap agenda dan aktivitas yang dilalukan oleh
organisasi pada dasarnya adalah dari, oleh, dan untuk manusia.
Mengacu pada pembagian organisasi berdasarkan sifatnya se-
perti diatas, maka masuk dalam kategori organisasi nir-
laba. Visi dan misi tidak dapat dilepaskan dari konteks
fungsi perguruan tinggi, yang salah satu fungsinya adalah
7
stakeholder
stakeholder
Legal Clinic
Legal Clinic
Uli Parulian, dkk,KHN dan ILRC,
Jakarta, 2008.
Kertas Kerja Revitalisasi Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum
dalam Rangka Memperkuat Akses Keadilan bagi Masyarakat Marginal,
7
16 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
pengabdian kepada masyarakat. Pengabdian pada dasarnya adalah
kerelaan untuk membantu dan berbuat kepada orang lain tanpa
mengharap keuntungan dari tindakan yang dilakukan. Pelayanan
dan bantuan hukum yang diberikan kepada masyarakat
yang membutuhkan, bukan untuk mencari keuntungan, melainkan
semata-mata untuk pengabdian itu sendiri dalam rangka memper-
kuat akses masyarakat memperoleh keadilan.
Menempatkan sebagai organisasi nirlaba, mem-
bawa konsekuensi pada mekanisme pengelolaan organisasi, meli-
puti mekanisme kerja, menejemen, pengembangan sumber daya
manusia, serta pendanaan maupun pengelolaan anggarannya. Ke-
semuanya perlu disesuaikan dengan karakteristik organisasi nirlaba.
Aspek penting yang harus menjadi pertimbangan dalam
membentuk organisasi adalah ketersediaan sumber daya, baik sum-
ber daya manusia yang akan menjalankan organisasi maupun sum-
ber daya keuangan. Kedua hal ini menentukan keberlangsungan
sebuah organisasi. merupakan lembaga yang bernaung
dibawah perguruan tinggi, khususnya fakultas hukum. Dengan de-
mikian sumber daya manusia yang akan mengisi kelembagaan ini a-
dalah para pengajar fakultas hukum yang memiliki komitmen ter-
hadap pelayanan dan bantuan hukum. Dibutuhkan komitmen tinggi
agar organisasi bantuan hukum dapat berjalan efektif. Hal ini dise-
babkan, karena mereka yang terlibat dalam adalah
mereka yang juga memiliki tanggungjawab dalam proses pem-
belajaran di fakultas hukum. Ketersediaan dana juga harus diper-
hitungkan dalam membentuk organisasi bantuan hukum.
Ketersediaan dana menentukan keberhasilan dari tujuan
dibentuknya organisasi bantuan hukum.
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
3. Ketersediaan Sumber Daya
17PEMBENTUKAN LEGAL CLINIC
C. Merumuskan Visi dan Misi
Ada dua komponen penting dalam organisasi yang harus ada,
dan keberadaanya menentukan keberlangsungan, dan keberhasilan
sebuah organisasi. Kedua komponen itu adalah visi dan misi. Sering-
kali orang menggabungkan atau menyamakan antara visi dan misi,
padahal keduanya memiliki makna, dan fungsi yang berbeda. Visi
adalah cita-cita, kehendak, impian, atau keinginan tentang sesuatu.
Visi adalah gambaran sukes yang menjadi pemandu. Bila dii-
baratkan dalam melukis, rumusan misi memberi cetak biru bagi
karya lukisan, apa, mengapa, dan bagaimana melakukan karya itu,
maka visi adalah lukisan tentang terwujudnya misi itu. Rumusan misi
menjawab pertanyaan tentang mengapa organisasi itu ada, apa
yang menjadi bisnis organisasi, siapa yang menjadi target kerja
organisasi, sedangkan visi menjawab pertanyaan akan seperti
apakah sukses itu.
Bagi sebuah organisasi visi menjadi kompas, atau petunjuk
arah yang berfungsi sebagai pemandu bagi orang-orang yang
terlibat di dalamnya, kemana hendak melangkah. Setiap ada per-
masalahan, dan perkembangan aktual yang dihadapi oleh organ-
”Visi adalah model mental tentang keadaan masa depan, yang
dibangun berdasarkan spekulasi yang masuk akal tentang masa
depan, dipengaruhi penilaian kita sendiri tentang apa yang mungkin
berharga. Sebuah visi adalah model mental yang dapat diwujudkan
oleh orang, dan organisasi melalui keterlibatan, dan tindakan-
tindakan mereka,”.8
18 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
Burt Nanus, sebagamana dikuti dalam Michael Allison dan JudeKaye, Yayasan OBOR dan TIFA, Jakarta,2005, hlm. 85.
Visionary Leadership,
Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Nirlaba,
8
isasi visi berfungsi sebagai rujukan untuk menganalisa, dan menen-
tukan sikap. Visi juga dapat dipergunakan untuk menentukan
prioritas-prioritas organisasi yang harus dijalankan. Sebagai peman-
du, maka visi harus dirumuskan sedemikian rupa, sehingga dapat
menjadi acuan dalam menjalankan organisasi.
Visi harus dirumuskan secara menantang, dan dapat mengil-
hami anggota kelompok untuk meregang kemampuannya, dan
mencapai maksudnya. Visi yang baik mencakup dua visi, yaitu eks-
ternal dan internal. Visi eksternal merumuskan bagaimana organ-
isasi mengubah dunia, sedangkan visi internal melukiskan seperti
apa tampaknya organisasi itu ketika dia bekerja efektif, dan efisien
untuk menopang tercapainya visi ekternal. Visi internal juga meru-
muskan apa yang membedakan organisasi itu dengan organisasi
yang lain.
Menyusun rumusan visi harus dimulai dengan proses intuisi,
dan gagasan-gagasan yang dikembangkan melalui diskusi-diskusi
reflektif, dan setelah itu menghasilkan sebuah arah, dan motivasi ber-
sama. Perumusan visi harus melibatkan seluruh sumber daya manu-
sia yang ada dalam organisasi dari semua level, dan bidang kerjaan.
Setiap orang perlu diberikan kesempatan untuk menyampaikan ga-
gasan tentang impiannya, cita-citanya atas organisasi dimana dia
menjadi bagian. Tantangan utama menyusun visi adalah adanya
tuntutan rumusan yang bersifat visioner yang mampu mengilhami
setiap orang, tetapi rumusan itu juga harus tetap berpijak pada re-
alitas, sehingga orang percaya dan yakin, bahwa visi itu akan dapat
direalisasikan.
Setidaknya rumusan misi harus mengandung tiga hal yaitu
9
19PEMBENTUKAN LEGAL CLINIC
Michael Allison dan Jude Kaye, ,Yayasan OBOR dan TIFA, Jakarta, 2005, hlm. 85.
Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Nirlaba9
maksud, bisnis/fokus organisasi, dan nilai-nilai.
maksud. Maksud merupakan kalimat yang melu-
kiskan hasil akhir yang ingin dicapai. Rumusan maksud dalam misi
menjelaskan pemecahan yang diusahakan oleh orgnaisasi dalam
kaitannya dengan fokus organisasi. Rumusan maksud mencakup
dua unsur dasar, yaitu sebuah yang menunjukkan perubahan
status, dan sebuah identifikasi masalah yang harus ditangani, atau
keadaan yang harus diubah. Maksud harus digambarkan dalam
kerangka hasil akhir yang lebih luas.
bisnis atau fokus. Bisnis atu fokus adalah sebuah
gambaran tentang sarana utama yang akan digunakan untuk men-
capai maksud. Jika maksud adalah sebuah tujuan, maka bisnis atau
fokus adalah sarana. Umumnya bisnis dirumuskan dalam bentuk
kata kerja.
nilai-nilai. Nilai-nilai merupakan keyakinan atau prin-
sip utama yang dianut bersama oleh anggota organisasi, dan diprak-
tikkan dalam pekerjaan mereka. Setiap organisasi pasti memiliki ni-
lai, baik itu dieksplisitkan maupun tidak. Sebuah nilai, sebaikanya
diungkapkan sehingga orang lain mengatuhi nilai-nilai apa yang
menjadi keutaaam dalam organisasi. Nilai atau keyakinan akan
memberi pedoman kepada setiap orang dalam mempergunakan sa-
rana, untuk mencapai maksud yang sudah dirumuskan. Komponen
nilai atau keyakinan melukiskan prinsip-prinsip dasar yang dimiliki
bersama oleh para anggota organisasi, dan dipraktikkan dalam pe-
kerjaan mereka. Nilai dapat pula mengungkapkan keyakinan, yang
berkaitan sikap untuk berafiliasi atau tidak berafiliasi pada asosiasi
tertentu. Dalam merumuskan nilai hendahnya stakeholder diberi ke-
sempatan memberikan pandangannya sehingga menghasilkan ru-
musan yang lebih baik.
10
Pertama,
infinitif
Kedua,
Ketiga,
20 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
Michael Allison dan Jude Kaye, ibid, hlm. 68-6810
Rumusan Visi, Misi dan Nilai Legal Clinic
Hasil Workshop tentang Legal Clinic, Surabaya, 25-27 April 2009
civitas academica
Legal Clinic
Visi Pemberian pelayanan dan bantuan hukum sebagai
wujud pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi
kepada masyarakat dan dalam
rangka pemenuhan akses terhadap keadilan.
Misi 1. Memberikan pelayanan dan bantuan hukum.
2. Terlibat dalam pengambilan kebijakan.
3. Pendidikan dan peningkatkan keterampilan
bagi mahasiswa.
4. Menjadi sarana pengabdian bagi dosen di
bidang hukum.
Prinsip/Nilai 1. Nonpolitis.
2. Nonprofit.
3. Nondiskriminatif.
4. Professional (etis, disiplin, kapabel, akuntabel).
5. Aksesibilitas.
6. Komitmen.
7. Pembelaan terhadap kelompok masyarakat
tidak mampu.
8. Membela yang benar.
Visi sebagaimana tersebut bukanlah sesuatu yang
bersifat statis, tetapi dapat berubah sesuai dengan konteks waktu,
21PEMBENTUKAN LEGAL CLINIC
dan tempat. Berdasarkan visi setidaknya ada empat
variabel penting, yaitu pemberian pelayanan dan bantuan hukum,
pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, bagi masyarakat dan
dan akses terhadap keadilan. Dari rumusan visi
tersebut, maka ada empat misi yang akan diemban oleh
yaitu; memberikan pelayanan dan bantuan hukum, terlibat dalam
pengambilan kebijakan, pendidikan dan peningkatkan keterampilan
bagi mahasiswa, dan menjadi sarana pengabdian bagi dosen di bi-
dang hukum.
Maksud pembentukan sebagaimana dalam visi
adalah adanya pemenuhan akses terhadap keadilan bagi ma-
syarakat. Akses terhadap keadilan itu dapat dipenuhi, jika ada upaya
sistematis dan terencana dari melalui kegiatan pelayan-
an dan bantuan hukum. Dengan demikian yang menjadi bisnis dari
adalah pelayanan dan bantuan hukum yang ditujukan
kepada masyarakat tidak mampu. Selain itu, pelayanan dan ban-
tuan hukum itu dilakukan dalam rangka pelaksanaan Tri Dharma
Perguruan Tinggi sebagai wujud tanggungjawab, dan kepedulian
masyarakat akademis terhadap masyarakat tidak mampu atau ter-
marginalkan.
Ada beberapa prinsip atau nilai yang perlu dipegang teguh
oleh penyelenggara . Nilai-nilai itu antara lain;
nonpolitis. Nonpolitis bermakna, bahwa setiap akti-
vitas dan kegiatan yang dilakukan oleh tidak berkaitan,
dan tidak untuk kepentingan politik tertentu. Nonpolitis juga ber-
makna, bahwa tidak menjadi bagian atau berafiliasi de-
ngan komunitas politik tertentu. hadir sebagai per-
wujudan dari pengabdian masyarakat, dan pelayanan dan bantuan
hukum yang diberikan semata karena tanggungjawab sosialnya ke-
pada masyarakat yang termarginalkan.
Legal Clinic
civitas academica,
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Pertama,
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
22 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
Kedua,
Legal Clinic
Legal Clinic Legal Clinic
Legal Clinic
Ketiga,
Legal Clinic
Keempat,
Legal Clinic,
Legal Clinic
nonprofit. Nonprofit bermakna, bahwa kegiatan yang
dilakukan oleh tidak dalam rangka mencari keuntungan,
baik keuntungan secara kelembagaan maupun keuntungan bagi
personil yang ada dalam . Walaupun me-
narik bayaran kepada klien, itu semata bukan untuk mendapatkan
keuntungan melainkan menutupi kebutuhan operasional dalam pro-
ses pelayanan dan bantuan hukum. Selain untuk memenuhi kebu-
tuhan operasional, biaya yang dibebankan kepada klien, juga dapat
dimanfaatkan sebagai bentuk subsidi silang bagi pencari keadilan,
yang sama sekali tidak mampu membayar. Oleh karena itu, penting
bagi penyelenggara menentukan standar pembiayaan
penanganan perkara yang proporsional, dan dapat diper-
tanggungjawabkan penggunaannya.
nondiskriminatif. Nondiskriminatif mengandung mak-
na, bahwa dalam memberikan pelayanan dan bantuan hukum,
tidak membedakan perlakuan terhadap klien yang dita-
ngani. Mereka diberlakukan sama, dan dengan kualitas penanganan
yang juga sama, meskipun dengan latarbelakang yang berbeda-
beda.
professional. Professional bermakna, bahwa
pelayanan bantuan hukum yang diberikan oleh walau-
pun bersifat nonprofit tetap menjaga aspek professionalisme. Sikap
professional ini memiliki empat parameter yaitu etis, disiplin, ka-
pabel, dan akuntabel. Pekerja bantuan hukum di harus
memegang teguh etika, dan norma-norma yang ada. Mereka juga
terikat dengan kode etik yang lazim diberlakukan bagi advokat pada
umumnya. Professional juga berarti harus disiplin, artinya disiplin
terhadap tahapan dalam penanganan perkara. Meskipun dalam pe-
nanganan perkara tidak mendapatkan pembayaran yang semes-
tinya, orang-orang yang direkrut dan melakukan penanganan perka-
23PEMBENTUKAN LEGAL CLINIC
ra harus menunjukkan kapabilitasnya sebagai pengacara atau pena-
sehat hukum pada umumnya. Pemberian pelayanan dan bantuan
hukum diberikan berdasarkan pada kompetensi, dan kemampuan
yang dimiliki oleh . Selain itu, parameter professional
yang lain adalah akuntabel. Setiap tindakan dan langkah yang diam-
bil oleh baik terkait dengan substansi perkara yang di-
tangani, pengelolaan keuangan, maupun penyelenggaraan organ-
isasi pada umumnya dapat dipertanggungjawabkan kepada klien
khususnya, dan masyarakat pada umumnya.
aksesibilitas. Aksesibilitas bermakna, bahwa jasa
layanan bantuan hukum yang diberikan oleh harus mu-
dah diakses oleh masyarakat yang membutuhkan. Mudah diakses
dapat dimaknai dalam konteks pemilihan tempat berkantornya
maupun penyediaan layanan bantuan hukum yang se-
tiap saat dapat diberikan. Keberadaan kantor yang ada
dalam lingkungan fakultas hukum seringkali tidak mudah diakses
oleh masyarakat. Seringkali muncul hambatan psikologis dari calon
klien ketika memasuki arena fakultas hukum.
komitmen. Komitmen menjadi spirit utama dalam
menjalankan Di tengah kesibukan seorang dosen
mengajar, dituntut tetap memiliki komitmen menyediakan waktu,
pikiran dan tenaganya untuk melayani masyarakat yang mem-
butuhkan bantuan hukum. Tanpa komitmen, sulit dapat
berjalan dan berkembang dengan baik.
pembelaan terhadap kelompok masyarakat tidak
mampu. Fokus utama dari pelayanan dan bantuan hukum
adalah mereka yang tidak mampu, baik secara ekonomi, mau-
pun politik. Tidak mampu juga dimaknai bagi kelompok-kelompok
rentan dan termarginalkan, misalnya anak, perempuan, kaum
miskin kota, masyarakat adat, dan lain-lain.
Legal Clinic
Legal Clinic,
Kelima,
Legal Clinic
Legal Clinic,
Legal Clinic
Keenam,
Legal Clinic.
Legal Clinic
Ketujuh,
Legal
Clinic
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
24
Kedelapan, membela yang benar. Nilai ini bermakna, bahwa
fokus utama pelayanan dan bantuan hukum diberikan bagi ma-
syarakat dalam posisi benar dengan bukti-bukti yang kuat.11
PEMBENTUKAN LEGAL CLINIC 25
Beberapa membuat batasan yang bersifat khusus, misalnya tidakmenangani kasus korupsi, narkoba, pemerkosaan, dan bahkan ada juga yang menolakmenangani kasus perceraian. Membuat batasan yang bersifat khusus ini dimungkinandilakukan oleh sebagai cerminan dari visi, dan idealisme dari lembaga masing-masing.
Legal Clinic
Legal Clinic
11
BAB III
PENGEMBANGAN STRUKTUR
A. Konsep Penyusunan Struktur
1. Azas-Azas Penyusunan Struktur
Setiap organisasi membutuhkan struktur. Struktur organisasi
diartikan sebagai suatu kerangka yang mewujudkan pola tetap dari
hubungan-hubungan diantara bidang-bidang kerja, maupun orang-
orang yang menunjukkan kedudukan, wewenang, dan tanggung-
jawab masing-masing dalam suatu sistem kerjasama. Fungsi utama
struktur adalah menentukan kelancaran jalannya pelaksanaan, dan
merupakan pengaturan lebih lanjut tentang kekuasaan, pekerjaan,
tanggungjawab, dan orang-orang yang harus dihubungkan satu
sama lain. Dengan adanya struktur, maka setiap orang mengetahui
apa kedudukannya, tugasnya, tanggungjawabnya, kewajibannya,
fungsinya wewenangnya, dan lain sebagainya, termasuk siapa yang
menjadi atasan atau bawahannya.
Tidak mudah mewujudkan struktur ideal yang mampu
menjawab, dan memenuhi kebutuhan organisasi. Ada beberapa
azas penting yang harus dipahami dalam menyusun struktur organ-
isasi, yaitu azas perumusan tujuan, azas departementasi, azas pem-
12
Drs. Supardu , MM, dan Drs. Syaiful Anwar, SU, Op.Cit, hal. 30.12
bagian kerja, azas delegasi kekuasaan, azas kesatuan komando, azas
koordinasi, azas rentang kontrol, azas jenjang organiasi, azas
fleksibilitas, azas keberlangsungan, dan azas keseimbangan.
Setiap organisasi harus memiliki tujuan yang hendak dicapai,
karena tujuan itu akan menjadi pedoman dalam menyusun fungsi-
fungsi yang diperlukan, aktivitas yang dilakukan, serta tugas-tugas
yang akan dilaksanakan. Setiap bagian organisasi harus merupakan
manifestasi dari seluruh sub tujuan tertentu yang selaras dengan
tujuan organisasi.
Departementasi adalah aktivitas untuk menyusun satuan-
satuan organisasi yang akan diserahi bidang kerja tetentu, atau fung-
si tertentu. Tujuan utama departementasi adalah agar pekerjaan da-
pat dijalankan secara lancar, karena kegiatan yang sejenis dan saling
berhubungan secara langsung dikelompokkan masing-masing
menurut jenis serta hubungannya. Ada beberapa model depar-
tementasi diantaranya adalah departementasi berdasarkan fungsi,
departementasi berdasarkan wilayah, dan departementasi ber-
dasarkan langganan. Masing-masing memiliki kelebihan dan keku-
rangan.
Adanya pembagian kerja dimaksudkan agar ada keseim-
bangan antara tugas yang dibebankan, tanggungjawab dan kekua-
saan, sehingga luas dan berat tanggungjawab yang dibebankan, se-
suai dengan luas dan berat tugasnya. Pembagian kerja ini penting
untuk dilakukan, karena setiap orang berbeda dalam pembawaan,
kemampauan serta kecakapan dan mencapai ketangkasan yang
besar dengan spesialiasi. Selain itu, pembagian kerja juga penting
karena setiap orang yang sama tidak dapat berada di dua tempat
pada saat yang sama, dan seseorang tidak akan dapat mengerjakan
dua hal pada saat yang sama. Pembagian kerja juga penting, karena
13
28 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
Drs. Supardu , MM, dan Drs. Syaiful Anwar, SU, Op.Cit, hal. 6-18.13
bidang pengetahuan dan keahlian begitu luas, sehingga seseorang
dalam rentangan hidupnya tidak mungkin mengetahui lebih banyak
daripada sebagian kecil pengetahuan dan keahlian itu.
Delegasi kekuasaan terkait dengan penyerahan sebagian hak
untuk mengambil tindakan yang diperlukan, agar tugas dan
tanggungjawabnya dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam pende-
legasian kekuasaan atau wewenang dikenal istilah sentralisasi dan
desentralisasi. Sentralisasi berarti sumber terakhir pada tingkat
tertinggi dari wewenang adalah pimpinan organisasi. Dari pimpinan
inilah delegasi kekuasaan mengalir ke dalam kelompok tunggal.
Sedangkan desentralisasi adalah apabila wewenang dilimpahkan
kepada lebih daru satu orang, dimana masing-masing orang bekerja
sebagai satu kesatuan yang seakan-akan berdiri sendiri.
Azas kesatuan komando berarti, bahwa setiap pimpinan da-
lam organisasi hendaknya dapat diperintah dan bertanggungjawab
kepada seorang pimpinan atasan tertentu. Dengan prinsip ini, maka
setiap penyusunan struktur harus mengikuti tata hubungan bawahan
atasan, mulai dari bawah ke atas sampai berakhir pada satu titik
yakni puncak pimpinan organisasi. Azas koordinasi berarti, adanya
keselarasan aktivitas di antara satuan-satuan organisasi dan
keselarasan tugas di antara para pimpinannya. Koordinasi dapat
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya pertemuan informal dan
formal, membuat surat edaran, membuat buku pedoman, membuat
simbol atau kode, dan lain-lain.
Azas rentangan kontrol bermakna, bahwa beberapa orang
setepat-tepatnya harus berada di bawah kekuasaan pimpinan, se-
hingga pimpinan mampu untuk mengadakan pengawasan terhadap
pelaksanaan perintahnya. Sehingga penting diperhatikan jumlah
maksimum orang yang langsung dapat dipimpin oleh seseorang.
Yang dimaksud dengan jenjang organisasi adalah tingkat-tingkat
PENGEMBANGAN STRUKTUR 29
satuan organisasi, yang di dalamnya terdapat pejabat, tugas serta
wewenang tertentu menurut kedudukannya dari atas ke bawah
dalam fungsi tertentu.
Dengan adanya azas fleksibilitas menghendaki, bahwa struk-
tur organisasi harus mudah dirubah untuk disesuikan dengan peru-
bahan yang terjadi tanpa mengurangi aktivitas yang sedang berjalan.
Suatu organisasi yang dibentuk, oleh para pendirinya diharapkan
berjalan terus menerus tidak boleh berhenti karena seseorang ber-
halangan. Oleh karena itu, perlu disediakan sarana agar dapat me-
lanjutkan aktivitas organisasi secara terus menerus. Azas ke-
seimbangan berarti, bahwa penempatan satuan-satuan organisasi
ke dalam struktur harus sesuai dengan peranannya.
Selain pemahaman terhadap azas, yang juga penting adalah
pemahaman terhadap model atau bentuk struktur organisasi. Pada
umumnya dikenal tiga bentuk atau model yaitu lurus, lurus-staf dan
fungsional. Masing-masing tipe memiliki kelebihan dan kekurangan.
Bentuk lurus sering juga disebut ’garis’ atau ’lini’, yaitu tipe
organisasi yang paling tua, dan paling banyak dipergunakan. Tata
hubungan dalam tipe ini tergolong sederhana, sehingga praktis di-
gunakan. Organisasi tipe lurus membagi dan mengelompokkan
pekerjaan-pekerjaan yang secara langsung dan penuh, lalu lintas
wewenang dan tanggungjawab berjalan secara lurus melalui saluran
tunggal. Organisasi dengan tipe ini umumnya memiliki beberapa ciri,
diantaranya tujuan organisasi masih sederhana, organisasi masih
kecil, jumlah karyawan sedikit, pimpinan dan staf saling mengenal,
tingkat spesialisasi tidak begitu tinggi dan tidak beraneka ragam.
Bentuk staf dan lini merupakan tipe yang dianggap dapat
mengatasi keburukan yang ada dalam sistem garis atau fungsional,
2. Tipe atau Model Struktur
30 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
dengan membentuk staf yang terdiri dari tenaga ahli. Dalam tipe ini
masih mempertahankan kesatuan pimpinan dari sistem garis, sebab
staf berdiri disamping organisasi garis, sehingga tidak mengganggu
kelancaran organisasi garis, dan kewajibannya adalah memberikan
pelayanan nasehat, dan kontrol terhadap pimpinan. Organisasi de-
ngan tipe ini biasanya adalah organisasi besar dan bersifat kompleks,
jumlah karyawan banyak, daerah kerjanya luas, pimpinan dan staf
tidak semua saling mengenal, hubungan kerja yang bersifat langsung
tidak mungkin dilakukan, dan spesialisasi yang beranekaragam di-
perlukan dan digunakan secara maksimal.
Bentuk fungsional adalah organisasi yang disusun berdasar-
kan sifat dan macam fungsi yang harus dilaksanakan. Tipe fung-
sional biasanya digunakan dalam organisasi dimana pembidangan
tugas secara tegas dapat digariskan. Ciri-ciri organisasi fungsional
adalah pembidangan tugas secara tegas dan jelas dapat dibedakan,
pembidangan unit organisasi berdasarkan pada spesialisasi tugas,
dan dalam pelaksanaan tugas tidak membutuhkan banyak
koordinasi.
Selain azas dan tipe, yang juga penting diperhatikan dan
mempengaruhi bekerjanya struktur organisasi adalah model atau
gaya kepemimpinan. Secara relatif ada tiga macam gaya kepe-
mimpinan yang berbeda, yaitu otokratis, demokratis atau partisi-
patif, dan Semua model atau gaya kepemimpinan ini
memiliki kelebihan dan kekuarangan. Seorang pemimpin dapat
menggabungkan berbagai gaya sesuai dengan konteks yang di-
hadapi. Menurut Keith Davis, ada empat ciri utama yang mem-
punyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan, yaitu kecer-
dasan , kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang
3. Gaya Kepemimpinan
laissez-faire.
(intellegence)
31PENGEMBANGAN STRUKTUR
luas, motivasi diri dan dorongan berprestasi, dan sikap-sikap ma-
nusiawi.
Setiap juga mempunyai struktur yang masing-
masing lembaga berbeda. Tetapi pada umumnya struktur tersebut
terdiri dari Ketua atau Direktur, Bidang atau Divisi, dan
Kesekretariatan. Pembentukan bidang atau divisi sangat tergantung
dari minat dan kasus-kasus yang ditangani oleh
Struktur suatu organisasi pada dasarnya adalah alat untuk
14
Tipe Gaya Kepemimpinan
B. Struktur Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic Legal
Clinic.
32 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
Drs. Supardu , MM, dan Drs. Syaiful Anwar, SU, Op.Cit, hal. 70.14
mencapai tujuan organisasi. Tujuan organisasi dapat tercapai jika
alat yang dipergunakan mendukung sepenuhnya bagi pencapaian
tujuan organisasi. Dalam menyusun struktur setidaknya ada tiga
variabel yang harus diperhatian yaitu visi dan misi organisasi, keter-
sediaan SDM yang akan mendukung, dan kondisi eksternal, serta
dinamika internal maupun eksternal Ada beberapa
model struktur yang dapat dikembangakan dalam
Posisi Ketua atau Direktur sangat menentukan keberlang-
sungan Ketua atau Direktur adalah penanggungjawab
tertinggi dari Ketua atau Direktur bertugas menatapkan
aturan tentang standar penanganan kasus, menetapkan aturan tata
tertib yang memuat hak, tugas, wewenang, larangan, koordinasi,
proses pengambilan keputusan dan sanksi. Ketua atau Direktur juga
mengutus staff mewakili ke berbagai pertemuan dengan
mitra atau jaringan.
Karena strategisnya posisi Ketua atau Direktur, maka mereka
harus memiliki kompetensi, dan pengalaman yang baik, bukan ha-
nya pada aspek substansi hukum tetapi juga aspek menejemen
organisasi bantuan hukum. Selain itu, seorang Ketua atau Direktur
harus memiliki visi yang baik tentang keadilan sosial, karena tugas
dan fungsi utama dari terkait erat dengan kelompok-
kelompok masyarakat tidak mampu dan termarginalkan. Dengan
visi yang baik tentang keadilan sosial, maka diharapkan ada ketegas-
an sikap, dan pembelaan yang konsisten terhadap kasus-kasus yang
menjadi ruang lingkup
Seorang Ketua atau Direktur harus memiliki relasi yang luas
dengan berbagai komponen, baik negara maupun masyarakat, di
daerah maupun di pusat. Ketua atau Direktur harus mampu
Legal Clinic.
Legal Clinic:
Legal Clinic.
Legal Clinic.
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic.
1. Ketua atau Direktur
33PENGEMBANGAN STRUKTUR
membangun relasi dengan aparat penegak hukum, baik kepolisian,
kejaksaan dan pengadilan. Tanpa relasi yang baik, sulit bagi
dapat berperan optimal dalam memberikan pelayanan dan
bantuan hukum. Ketua atau Direktur juga harus mampu mem-
bangun jaringan dengan masyarakat, misalnya lembaga swadaya
masyarakat dan media. Lembaga swadaya masyarakat potensi men-
jadi mitra strategis karena umumnya mereka memiliki
pengalaman yang baik dalam advokasi penanganan kasus. Adanya
relasi dengan lembaga swadaya masyarakat akan memperkuat
eksistensi dalam memberikan pelayanan dan bantuan
hukum. Seorang Ketua atau Direktur juga harus memiliki relasi yang
baik dengan media, agar media dapat berperan dalam setiap penye-
lesaian perkara yang ditangani Ketua atau Direktur
umumnya dipilih dan diangkat oleh Dekan Fakultas Hukum berda-
sarkan pada kapasitas, kompetensi dan peminatannya.
Bidang atau divisi merupakan bagian yang bekerja dan ber-
tanggungjawab terhadap bidang kerja tertentu. Tidak ada standar
yang baku untuk menentukan bidang tertentu, dan sangat tergan-
tung pada kebutuhan dari masing-masing Pada umum-
nya, ada empat bidang yang penting dan dapat dipertimbangkan
untuk dikembangkan dalam yaitu bidang litigasi, non-
litigasi, penelitian dan pengembangan, publikasi dan informasi.
Bidang litigasi bertugas menangani kasus-kasus yang meng-
haruskan melalui proses peradilan, baik kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan. Ruang lingkup perkaranya meliputi perkara perdata,
pidana, tata usaha negara, maupun pengujian peraturan
perundang-undangan di Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahka-
mah Agung (MA). Sedangkan bidang nonlitigasi bertugas mena-
Legal
Clinic
Legal Clinic,
Legal Clinic
Legal Clinic.
Legal Clinic.
Legal Clinic,
2. Bidang atau Divisi
34 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
ngani perkara-perkara yang dapat diselesaikan di luar pengadilan,
yang umumnya meliputi konsultasi hukum, negosiasi dan mediasi,
Bidang penelitian dan pengembangan bertugas melak-
sanakan program penelitian dan kajian hukum, serta menjalin kerja-
sama dengan lembaga-lembaga ilmiah, komunitas profesi, institusi
pemerintah dan nonpemerintah, serta berbagai institusi masyarakat
lainnya, baik lokal, nasional, maupun internasional dalam rangka
pengembangan jaringan organisasi, dan melaksanakan program-
program yang telah dirancang. Bidang publikasi dan informasi hu-
kum bertugas memberikan informasi dan penyuluhan hukum ke-
pada masyarakat melalui berbagai media.
Bagian administrasi dan keuangan juga menjadi bagian pen-
ting dalam pelaksanaan Bagian administrasi ber-
tangungjawab terhadap keseluruhan administrasi ,
misalnya surat menyurat, data perkara, notulasi rapat, dan lain seba-
gainya. Sedangkan bagian keuangan bertanggungjawab terhadap
sirkulasi keuangan, dan mempertanggungjawabkan kepada pim-
pinan
alternative dispute resolution (ADR).
Legal Clinic.
Legal Clinic
Legal Clinic.
3. Administrasi dan Keuangan
35PENGEMBANGAN STRUKTUR
Struktur Organisasi LKBH
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
C. Kode Etik
Setiap profesi memiliki kode etik yaitu berupa norma-norma
yang perlu, dan harus diperhatikan oleh setiap orang yang men-
jalankan profesi tersebut. Norma-norma tersebut biasanya berisi ten-
tang petunjuk kepada anggota profesi tentang bagaimana mereka
harus menjalankan profesi dengan baik, termasuk pula di dalamnya
larangan-larangan tentang apa yang tidak boleh dilakukan, bukan
hanya dalam menjalankan profesi, biasanya juga menyangkut ting-
kah laku pada umumnya. Untuk menegakkan kode etik, umumnya
juga dilengkapi dengan sanksi bagi yang melanggarnya, termasuk
mekanisme pemberian sanksi dan pembelaan.
Kode etik disusun untuk dua tujuan, yang pertama men-
junjung tinggi martabat profesi. Dalam konteks ini yang hendak di-
jaga adalah nama baik profesi, sehingga menghindarkan pan-
dangan negatif dari pihak eksternal terhadap profesi. Oleh karena
image
36 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
itu, biasanya kode etik menentukan larangan berbagai tindak tanduk
yang dapat merusak dan mencemarkan korp profesi yang dimaksud.
Yang kedua menjaga atau memelihara kesejahteraan para anggota
profesi dengan mengadakan larangan untuk melakukan perbuatan
yang dapat merugikan kesejahteraan materiil anggota. Untuk yang
pertama, biasanya terkait dengan pihak eksternal ikatan profesi,
sementara yang kedua terkait dengan teman sejawat dalam satu
ikatan profesi.
Pemberi bantuan hukum juga merupakan bagian dari profesi
hukum. Oleh karena itu, profesi ini juga diperlukan kode etik. Kode
etik tersebut perlu disusun untuk menjaga martabat pemberi ban-
tuan hukum. Kode etik bagi pemberi bantuan hukum harus disusun
secara tersendiri, karena walaupun fungsi dan perannya tidak jauh
berbeda dengan pada umumnya, tetapi pemberi bantuan hu-
kum punya karakter spesifik yang berbeda. Oleh karena itu, profesi
pemberi bantuan hukum harus memiliki kode etik tersendiri, setidak-
tidaknya setiap memiliki acuan yang digunakan untuk
menjaga martabat pemberi bantuan hukum di lembaganya masing-
masing.
15
lawyer
Legal Clinic
37PENGEMBANGAN STRUKTUR
Prof. R. Subekti, Penerbit Alumni, Bandung, 1992, hlm. 90-91.
Bunga Rampai Ilmu Hukum,15
BAB IV
PENYUSUNAN PERENCANAAN STRATEGIS
A. Hakekat Perencanaan Strategis
Organisasi yang baik adalah organisasi yang memiliki tujuan
yang jelas berdasarkan visi dan misi yang disepakati oleh para
pendirinya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut dibutuhkan cara
untuk mencapainya, yang lazim disebut dengan strategi. Perenca-
naan strategis adalah proses sistemik yang disepakati organisasi dan
membangun keterlibatan diantara utama tentang prio-
ritas yang hakiki bagi misinya dan tanggap terhadap lingkungan ope-
rasi. Perencanaan strategis menempati posisi penting dalam organ-
isasi karena dengan perencanaan ini dapat digunakan untuk mem-
pertajam fokus organisasi agar sumua sumber organisasi digunakan
secara optimal untuk menjalankan misi organisasi. Selain itu, ada-
nya perencanaan strategis juga dapat membantu organisasi mela-
kukan evaluasi secara berkala untuk menjamin tercapainya tujuan
organisasi.
Ada beberapa konsep utama dalam memaknai rencana
strategis, diantaranya;
(goals)
stakeholder
16
17
18
16
17
18
Faisal Basri, dalam Michael Allison dan Jude Kaye, Op.Cit, hal. xv.Michael Allison dan Jude Kaye, Op.Cit, hal. 1Michael Allison dan Jude Kaye, Op.Cit, hal. 2
Pertama,
stakeholder.
Kedua,
Ketiga,
Keempat,
stakeholder
stakeholder
prosesnya strategis, karena menuntut untuk memilih
bagaimana cara terbaik menanggapi keadaan lingkungan yang di-
namis, dan terkadang tidak bersahabat. Setiap organisasi memiliki
banyak pilihan untuk memenuhi kebutuhan klien, atau
Sikap strategis menuntut kesadaran akan pilihan ini, dan melibatkan
diri pada salah satu tanggapan.
perencanaan strategis itu bersifat sistematis. Proses
tersebut menimbulkan serangkaian pertanyaan yang menolong pe-
rencana memeriksa pengalaman masa lalu, menguji asumsi lama,
mengumpulkan dan mencantumkan informasi baru tentang masa
sekarang, dan mengantisipasi lingkungan dimana organisasi be-
kerja. Proses ini juga membimbing untuk terus menerus melihat ba-
gaimana program, dan strategi yang telah dirumuskan cocok dengan
visi organisasi.
perencanaan strategis itu meliputi pemilihan prioritas
tertentu dalam membuat keputusan tentang tujuan dan sarana, baik
jangka panjang maupun pendek. Konsensus tentang prioritas harus
dicapai pada setiap tingkatan, baik tingkat filosofis maupun tingkat
operasional. Tujuan jangka panjang mempunyai implikasi bagi tin-
dakan jangka pendek, sehingga keduanya harus sesuai satu sama
lain agar rencana itu sah dan berguna.
proses perencanaan itu terkait dengan pem-
bangunan komitmen. Secara prosedural prosesnya melibatkan
utama, termasuk klien dan masyarakat. Dalam menen-
tukan prioritas itu, memungkinkan terjadinya perselisihan yang ha-
rus dihadapi dengan sikap konstruktif serta komunikasi yang baik.
Proses ini akan dapat membangun konsensus yang luas, sehingga
meningkatkan pertanggungjawaban di seluruh organisasi. Keter-
libatan semua ini akan menjamin rencana strategis digu-
nakan secara konsisten sebagai pedoman, dan inspirasi dalam
40 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
menjalankan organisasi.
Agar penyusunan perencanaan strategis dilakukan secara
tepat, penting memahami beberapa istilah yang sering dipersa-
makan atau terkait dengan perencanaan strategis. Ada perbedaan
antara perencanaan strategis dengan perencanaan operasional.
Keputusan strategis bersifat fundamental, memberi arah, dan ber-
orientasi masa depan. Sedangkan keputusan oparasional mem-
pengaruhi pelaksnaan sehari-hari dari keputusan strategis. Kepu-
tusan strategis berimplikasi jangka panjang, sementara keputusan
operasional cenderung berimplikasi jangka pendek.
Ada juga perbedaan antara perencanaan strategis dengan
perencanaan jangka panjang. Perbedaan antara keduanya terletak
pada tekanan mereka pada lingkungan yang diasumsikan. Peren-
canaan jangka panjang umumnya mengandaikan, bahwa pengeta-
huan yang ada sekarang tentang keadaan masa depan cukup mema-
dai guna menjamin rencana itu selama durasi pelak-
sanaannya. Sementara perencanaan strategis mengandaikan bahwa
sebuah organisasi harus tanggap terhadap lingkungan yang dinamis
dan sulit diramal. Perencanaan strategis menenkankan pentingnya
membuat keputusan yang menempatkan organisasi berhasil
menanggapi perubahan lingkungan.
Hampir setiap organisasi umumnya memiliki perencanaan.
Tetapi tidak semua perencanaan itu baik, dan berguna bagi pengem-
bangan organisasi, bahkan terkadang kontraproduktif. Sebuah
perencanaan stratagis dianggap baik dan sukses, jika dapat mem-
perbaiki fokus organisasi dan menghasilkan pemahaman yang
eksplisit tentang maksud, bisnis, dan nilai-nilai organisasi diantara
staf, pimpinan, dan konstituen. Pemahaman itu akan mendukung
tingkat keterlibatan yang lebih tinggi dengan organisasi. Peren-
canaan strategis yang baik juga menghasilkan sebuah cetak biru
reliabilitas
PENYUSUNAN PERENCANAAN STRATEGIS 41
untuk bertindak. Rencana itu merupakan kerangka kerja konseptual
yang membimbing, dan mendukung pengelolaan dan pelaksanaan
organisasi. Selain itu, perencanaaan strategis yang baik harus meru-
pakan tonggak-tonggak besar untuk mamantau prestasi dan menilai
hasil dan merupakan informasi yang dapat digunakan untuk mema-
sarkan organisasi kepada publik.
Perencanaan strategis yang sukes juga akan memperbaiki pro-
ses orang yang bekerjasama dalam hal; menciptakan forum untuk
memahami mengapa organisasi itu ada, dan nilai bersama yang se-
harusnya mempengaruhi keputusan, memupuk komunikasi yang
baik dan kerja kelompok diantara pimpinan dan staf, meletakkan
dasar bagi perubahan yang bermakna dengan merangsang pemikir-
an strategis, dan memusatkan perhatian pada apa yang benar-benar
penting bagi keberhasilan organisasi dalam jangka panjang, dan
yang paling penting dapat mempersatukan orang untuk mengejar
peluang agar lebih baik untuk memenuhi kebutuhan klien.
Ada beberapa tahapan yang harus dilalui dalam merumuskan
perencanaan strategis. Namun tahapan-tahapan tersebut tidak ber-
sifat kaku, dan memungkinkan adanya kreasi sesuai dengan konteks
dan kebutuhan organisasi. Setidaknya ada tujuh tahapan penting
dalam menyusun perencanaan strategis.
Untuk menyusun perencanaan strategis, organisasi pertama-
tama harus menilai apakah sudah siap. Kesiapan ini merupakan
tahap yang dapat mempengaruhi tahapan-tahapan berikutnya. Ada
19
20
21
B. Proses Perencanaan Strategis
1.Bersiap-siap
42 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
Michael Allison dan Jude Kaye, Op.Cit, hal. 9Michael Allison dan Jude Kaye, Op.Cit, hal. 10Michael Allison dan Jude Kaye, Op.Cit, hal. 13-17.
19
20
21
lima hal yang harus lakukan pada tahap ini yaitu; mengidentifikasi
masalah atau pilihan tegas yang harus ditangani oleh proses peren-
canaan; memperjelas peran-peran (siapa melakukan apa dalam
proses itu); membentuk panitia perencana; menyusun organ-
isasi; dan mengidentifikasi informasi yang harus dikumpulkan untuk
membantu membuat keputusan-keputusan yang sehat. Output yang
diharapkan pada tahap pertama ini adalah sebuah Rencana Kerja
Perencanaan Strategis (Rencana untuk Merencana).
Visi dan misi merupakan elemen vital dalam organisasi.
Rumusan misi harus mampu menyampaikan inti sebuah organisasi
kepada halayak, dan kemampuan organisasi menegaskan fokus
maupun maksudnya. Sebuah misi harus melukiskan tiga hal, yaitu
maksud terkait dengan mengapa organisasi itu ada, dan apa yang
ingin dicapai, bisnis yaitu metode utama atau kegiatan utama yang
dilakukan organisasi untuk memenuhi maksud, dan nilai-nilai terkait
dengan prinsip atau keyakinan yang membimbing para anggota
organisasi sewaktu mereka mengejar maksud organisasi. Jika
rumusan misi meringkas tentang apa, bagaimana dan mengapa se-
buah karya organisai, maka visi menyajikan gambaran dalam kata-
kata tentang seperti apa kiranya sukses itu. Output yang dihasilkan
dari tahapan kedua ini adalah sebuah rancanagan rumusan visi dan
misi organisasi.
Setiap organisasi selalu hidup dalam sebuah lingkungan
tertentu, tidak ada satupun organisasi yang eksis dalam ruang
hampa. Oleh karena itu penting bagi organisasi memiliki kemam-
puan untuk menilai lingkungan, baik secara eksternal maupun inter-
profile
2.Mempertegas Visi dan Misi
3.Menilai Lingkungan
43PENYUSUNAN PERENCANAAN STRATEGIS
nal. Eksternal terkait dengan dinamika yang terjadi di luar organisasi
misalnya politik, hukum, ekonomi, teknologi, dan lain-lain, yang ber-
dampak terhadap keberlangsungan organisasi. Sementara ling-
kungan internal terkait dengan kapasitas-kapasitas yang dimiliki
organisasi yang menunjang bagi eksisnya organisasi.
Salah satu persyaratan perencanaan yang baik adalah pema-
haman yang utuh atas kondisi internal dan eksternal, dari faktor-fak-
tor terdekat ( dan bersifat variabel), hingga terjauh (
tak bisa dipengaruhi). Lingkungan akan selalu mengalami peru-
bahan dari segala arah, dan terkadang muncul secara tidak terduga.
Perlu ada pemahaman, bahwa setiap perubahan tidak semata-mata
menimbulkan ancaman , bahaya , dan tantangan
, melainkan juga menumbuhkan harapan atau peluang
.
Dalam menilai lingkungan dapat dilakukan melalui pengum-
pulan informasi dan masukan dari para stakeholder, baik internal
(pengurus, staf, dan relawan), maupun eksternal (klien,
donor, masyarakat, dan informan lain), dan meninjau data yang
lebih objektif seperti laporan-laporan yang terkait dengan kerja-kerja
organisasi.
Untuk melakukan penilaian terhadap sebuah organisasi, ada
sebuah metode populer yang disebut analisis SWOT (
). Analisis SWOT meru-
pakan pandangan sekilas tentang kekuatan dan kelemahan internal,
dan peluang serta ancaman. Penggunaan metode ini meniscayakan
keterlibatan sebanyak mungkin
Gagasan dan pemikiran mereka dapat dikumpulan melalui
beragam aktivitas misalnya kuisioner, wawancara, melalui rapat-
rapat kecil atau besar. Setiap orang diberikan kesempatan untuk
menyampaikan atau menuliskan penilaian mereka tentang ke-
endogen given,
(threat) (danger)
(challenge)
(opportunities)
stakeholder
Strength,
Weaknesses, Opportunities, dan Threats
stakeholder.
44 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
kuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Gagasan-gagasan yang
muncul dikategorisasi menjadi topik atau kelompok masalah ter-
tentu untuk mempermudah penyajian dan analisa. Permasalahan-
permasalahan itu, kemudian di analisa, dan masing-masing orang
diharapkan kontribusinya untuk ikut memberikan masukan dan
memecahkan masalahnya.
Setelah analisis SWOT dilakukan, tahap berikutnya adalah
menyusun prioritas yang dibutuhkan organisasi. Persinggungan an-
tara kekuatan-kekuatan, kelemahan-kelemahan, peluang-peluang
dan ancaman, dapat memberikan saran tentang tindakan apa yang
seharusnya dilakukan oleh organisasi. Diperlukan usaha sistematik
menghubungan antara daftar yang satu dengan yang lain. Hasil
analisis SWOT dapat membantu menentukan pilihan-pilihan stra-
tegis organisasi tentang apa yang harus dilakukan terkait tujuan, dan
sasaran jangka panjang dan jangka pendek.
Strategi tujuan dan sasaran-sasaran dapat muncul dari ide per-
orangan, diskusi kelompok, atau teknik formal pengambilan kepu-
tusan. Pada tahap ini dipastikan akan memakan banyak waktu,
karena diskusi pada tahap ini akan meminta informasi tambahan
atau reevaluasi kesimpulan yang telah dicapai alam penilaian ling-
kungan. Bahkan tidak menutup kemungkinan adanya pemahaman
baru yang muncul dan mengubah spirit rumusan-rumusan yang te-
lah dihasilkan sebelumnya. Pada tahap ini diharapkan dapat meng-
hasilkan sebuah garis-garis besar prioritas organisasi yang meliputi
strategi umum, strategi jangka panjang, sasaran khusus, khususnya
terkait dengan tanggapan terhadap masalah-masalah kritis.
4.Menyepakati Prioritas-Prioritas
45PENYUSUNAN PERENCANAAN STRATEGIS
5.Menulis Perencanaan Strategis
6.Melaksanakan Perencanaan Strategis
Setelah ada penegasan misi, identifikasi masalah, dan strategi
serta tujuan, maka saatnya mempersatukan hasil-hasil itu menjadi
satu dokumen yang utuh. Rancangan akan disusun oleh orang yang
diberi tugas khusus untuk merancang, dan menyerahkan draf ter-
sebut kepada semua orang, khususnya para pengambil kebijakan.
Para pemeriksa harus memastikan rencana itu menjawab perta-
nyaan-pertanyaan utama tentang prioritas dan arah secara detil agar
dokumen itu berfungsi sebagai pedoman untuk para anggota organ-
isasi.
Hasil akhir dari tahap ini adalah rencana strategis organisasi
yang mendeskripsikan secara ringkas tentang kemana arah organ-
isasi, bagaimana ia sampai ke sana, dan mengapa organisasi perlu
menempuh jalan itu.
Setiap rencana hanya akan sia-sia dan tidak berdampkak apa-
apa, jika tidak ada komitmen untuk melaksanakannya sesuai dengan
prioritas yang telah ditentukan. Penghubung antara pemikiran ren-
cana strategis yang memberi arah sebagaimana tercantum dalam
rencana strategis dengan pekerjaan sehari-hari adalah rencana ope-
rasi yang padat dan mudah digunakan. Rencana itu harus sesuai
dengan tahun fiskal organisasi, dan menampung akan kebutuhan
perencanaan pada tingkat program yang lebih mendetil, terkait de-
ngan siklus pendanaan dan pelaporan lain.
Sifat rencana operasi organisai tertentu akan dipengaruhi oleh
prioritas strategis, struktur organisasi, dan proses perencanaan terda-
hulu. Namun pada hakekatnya, rencana operasi itu adalah sama
yaitu dokumen yang merumuskan sasaran kongkrit jangka pendek
yang menjurus pada pencapaian tujuan dan sasaran strategis, yang
46 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
mudah digunakan dan dipantau. Output dari tahap ini adalah ang-
garan dan rencana operasi tahunan yang rinci.
Bagian yang juga penting dari penyelenggaraan organisasi
adalah kegiatan pemantauan dan evaluasi. Umumnya kegiatan mo-
nitoring dimaksudkan untuk meyakinkan pengelola organisasi apa-
kah kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana sehingga
pengelola menyadari bahwa tujuan dapat dicapai secara efektif dan
efisien. Sedangkan evaluasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian
pelaksanaan kegiatan dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Pada dasarnya pemantauan terkait dengan pengendalian
proses atau serangkaian tindakan yang merujuk pada periode ter-
tentu dari pengorganisasian. Pemantuan merupakan panduan yang
digunakan dalam keseluruhan siklus organisasi mencakup input,
proses dan output. Pemantuan akan menilai sejauhmana proses dan
mekanisme organisasi mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan
bersama oleh seluruh elemen yang ada. Kegiatan pemantauan dila-
kukan secara simultan, dan konsisten terhadap berbagai target pen-
capaian atau tujuan untuk membantu dalam meningkatkan kualitas
proses, dan mendorong perubahan anggota untuk mengoptimalkan
sumber daya organisasi dan meningkatkan kinerja. Kegiatan peman-
tauan mencakup pengumpulan data, analisis, pelaporan serta peng-
gunaan informasi kemajuan dan dampak awal program. Proses pe-
mantauan akan menyoroti kekuatan dan kelemahan dalam imple-
mentasi program, serta memungkinkan orang atau personil yang
bertanggungjawab untuk memecahkan masalah, meningkatkan ki-
nerja dan prestasi, dan adaptasi terhadap perubahan situasi ling-
kungan .
7. Memantau dan Mengevaluasi
22
47PENYUSUNAN PERENCANAAN STRATEGIS
Wahyudin Sumpeno, ,PEAK Indonesia.
Konsep Penilaian dalam Pengembangan Organisasi Nirlaba22
Ada beberapa fokus yang menjadi perhatian dari kegiatan
pemantauan diantaranya adalah; kemajuan organisasi (persyaratan
input, program kerja, jasa layanan) dan proses (manajemen dan ka-
pasitas lokal), respon awal dari sasaran organisasi yang menjadi
target (penerima manfaat) untuk aktivitas program baik pe-
ngetahuan, keterampilan dan sikap; mempertimbangkan berbagai
tanggapan yang tidak diharapkan atau tak diduga oleh lembaga dan
kelompok sasaran; menentukan jenis tindakan, saran, perbaikan
atau bimbingan yang dilakukan oleh organisasi terhadap respon
yang diberikan kelompok sasaran baik positif maupun negatif; me-
ngacu pada rencana organisasi yang telah ditetapkan; upaya mene-
lusuri kekuatan dan kelemahan dalam kerangka bimbingan dan per-
baikan sistem; dan berbagai persoalan keuangan mencakup rencana
anggaran dan pengeluaran .
Dengan kata lain, bahwa pemantauan lebih mengacu pada
upaya peningkatan kinerja terhadap tujuan melalui mekanisme bim-
bingan dan belajar. Pada prinsipnya pemantauan merupakan ben-
tuk pengawasan terhadap pelaksanaan program agar berjalan sesuai
dengan rencana dan tujuan. Pemantauan dapat dilakukan melalui
partisipasi dengan melibatkan kelompok sasaran atau organisasi
eksternal yang melekat siklus program itu sendiri.
Evaluasi biasanya dilakukan terhadap proses dan hasil ke-
giatan dalam jangka waktu tertentu misalnya, tahunan dan akhir ma-
sa program. Hasil evaluasi menjadi bahan telaahan untuk menyusun
rencana tindaklanjut yang diperlukan dalam rangka pengambilan
keputusan.
Dalam melakukan evaluasi ada beberapa sumber yang dapat
digunakan sebagai informasi, diantaranya; laporan tertulis dari
pelaksanaan program atau kegiatan, hasil laporan monitoring me-
23
48 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
Wahyudin Sumpeno, Ibid. hal 3-4.23
lalui observasi langsung di lapangan, hasil pendataan dan pemetaan
terhadap kelompok sasaran yang dilaksanakan secara teratur setiap
tahun, hasil pemutaakhiran potensi dan sumber daya organisasi,
kelompok sasaran yang secara langsung atau tidak langsung ter-
pengaruh oleh program, respon publik terhadap kinerja organisasi,
perubahan yang ditunjukan sebagai akibat dari serangkaian aktivitas
pendampingan yang dilakukan oleh organisasi.
Sistem evaluasi umumnya dilakukan untuk menjawab per-
tanyaan kunci terkait dengan relevansi atau kesesuaian
antara kegiatan operasional yang telah ditetapkan dengan kebu-
tuhan masyarakat dalam jangka waktu tertentu, efisiensi (opti-
malisasi penggunaan sumber yang ada dengan upaya pemecahan
masalah dan pemenuhan kebutuhan), efektivitas (kinerja atau pres-
tasi yang dicapai), dampak untuk mengetahui sejauhmana
perubahan untuk mencapai kesejahteraan individu maupun
masyarakat.
(relevance)
(impact),
Hasil Workshop tentang Legal Clinic, Surabaya, 25-27 April 2009
C. Rencana Strategis
1. Analisa SWOT
Legal Clinic
Legal Clinic
49PENYUSUNAN PERENCANAAN STRATEGIS
Dengan menggunakan analisa SWOT, ada beberapa kekuat-
an dan kelemahan, maupun peluang dan ancaman yang berhasil di-
identifikasi terkait penyelenggaraan LBH Kampus.
50 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
a. Kekuatan
b. Kelemahan
Ada dua kekuatan penting yang dimiliki oleh yaitu
komitmen yang tinggi para pimpinan dan dukungan
sarana maupun prasarana dari fakultas hukum. Dengan adanya
komitmen, tetap eksis meskipun banyak permasalahan
yang dihadapi. Dengan komitmen para pimpinan dapat
mengorbankan waktu, pikiran, tenaga, bahkan materialnya, agar
pelayanan dan bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu tetap
dapat dilaksanakan. Dukungan sarana dan prasarana dari fakultas
hukum juga menjadi kekuatan tersendiri, karena dengan sarana dan
prasarana yang tersedia, dengan segala keterbatasan
dapan melayani masyarakat. Dukungan yang diberikan oleh fakultas
terhadap memang beragam, tetapi umumnya dalam
bentuk penyediaan ruang kantor beserta perlengkapan, dan peme-
nuhan terhadap operasional organisasi.
Ada beberapa kelemahan yang banyak dihadapi oleh hampir
semua Kelemahan itu terkait dengan manajemen
organisisasi. Pengelolaan belum dilakukan berdasarkan
pada prinsip dan pola pengelolaan organisasi yang baik. Pelak-
sanaan belum didukung dengan berbagai kelengkapan
organisasi yang mendasar, misalnya
(SOP). Eksisnya bukan karena sistem yang di-
bangun, melainkan lebih karena komitmen orang-orang yang ada di
dalamnya dalam menjalankan organisasi.
Kelemahan lain terkait dengan keterbatasan sumber daya
manusia, baik secara kualitas maupun kuantitas. Secara kualitas
pimpinan belum sepenuhnya memahami aspek-aspek
penting dalam penjalankan organisasi bantuan hukum. Penguasaan
Legal Clinic
Legal Clinic,
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic.
Legal Clinic
Legal Clinic
Standart Operational Proce-
dure Legal Clinic
Legal Clinic
51PENYUSUNAN PERENCANAAN STRATEGIS
aspek subtantif yang dimiliki oleh pimpinan terkait
hukum tertentu, belum diimbangi dengan kemampuan manajerial,
dan kemampuan lain yang mendukung kerja-kerja bantuan hukum.
Kelemahan lain yang hampir menjadi persoalan bagi
adalah minimnya dukungan anggaran. Dukungan anggaran
yang diberikan fakultas belum mampu membiayai keseluruhan
operasional pelayanan dan bantuan hukum. Minimnya pendanaan
juga dipengaruhi oleh minimnya pengetahuan, dan akses pimpinan
terhadap sumber-sumber dana alternatif yang ada selain
dari fakultas hukum. Kelemahan lain adalah tidak fokusnya kerja-
kerja dalam pelayanan dan bantuan hukum. Hal itu disebabkan
karena sebenaranya kegiatan di bukanlah kegiatan
utama, kegiatan utama mereka adalah mengajar kepada
mahasiswa. Seringkali waktu dan energi pimpinan lebih
banyak terserap ke proses pembelajaran daripada pelayanan dan
bantuan hukum.
Kelemahan yang terakhir adalah minimnya minat mahasiswa
bergabung dengan Ada beberapa faktor yang bisa jadi
mempengaruhi minat mahasiswa. Faktor tersebut antara lain terkait
dengan orientasi, dan minat mahasiswa terhadap permasalahan
sosial yang ada di masyarakat. Jurusan ekonomi atau perdata,
merupakan jurusan favorit dihampir semua fakultas hukum,
sehingga mahasiswa lebih cenderung mengikuti kegiatan-kegiatan
atau program yang terkait dengan minatnya, yaitu ekonomi. Faktor
lain adalah kurangnya kemampuan pimpinan
mengembangkan organisasi yang lebih prospektif, sehingga menarik
minat mahasiswa untuk bergabung di dalamnya. Pimpinan belum
mampu meyakinkan mahasiswa, bahwa merupakan
tempat yang strategis, dan dapat menentukan masa depan mereka
setelah lulus dari fakutlas hukum.
Legal Clinic
Legal
Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic.
Legal Clinic
Legal Clinic
52 MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
c. Peluang
Meskipun cukup banyak hal yang dianggap kelemahan dari
sebenaranya cukup banyak peluang yang dapat
dimanfaatkan agar lebih eksis sebagai organisasi
bantuan hukum. Peluang itu antara lain tingginya tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap masih
dianggap sebagai tempat yang tepat bagi masyarakat untuk
mendapatkan perlindungan, dan pemenuhan atas hak-haknya
melalui pelayanan dan bantuan hukum. Terlebih lagi keberadaan
cukup banyak dan merata di setiap daerah.
Keberadaannya akan semakin memermudah masyarakat
mendapatkan akses terhadap keadilan.
Putusan MK dalam pengujian UU tentang Advokat juga
menjadi peluang bagi untuk berkiprah lebih besar dalam
gerakan bantuan hukum di Indonesia. Putusan tersebut menjadi
landasan konstitusional bagi dalam menjalankan
organisasi, baik dalam rangka memperkuat akses terhadap keadilan,
maupun sebagai sarana penguatan kapasitas pengajar dan
mahasiswa di fakultas hukum. Selain putusan MK, MA juga
mengeluarkan surat kepada Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi, serta kepada Fakultas Hukum seluruh Indonesia, yang
intinya adalah bahwa ada ruang bagi untuk berpraktik di
pengadilan. Sebelum UU Advokat diberlakukan, dikenal surat izin
insidentil dari Kepala Pengadilan Tinggi yang diberikan kepada
dosen di perguruan tinggi yang berpraktik dalam rangka
memberikan bantuan hukum.
Permasalahan lain yang menjadi peluang strategis bagi
pengembangan adalah minimnya akses masyarakat
untuk mendapatkan bantuan hukum secara probono. Hal itu
disebabkan oleh penyebaran pengacara atau advokat yang masih
Legal Clinic,
Legal Clinic
Legal Clinic. Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
53PENYUSUNAN PERENCANAAN STRATEGIS
terbatas karena mereka lebih banyak berada di kota-kota besar, atau
belum membudayanya praktik oleh advokat atau
pengacara. Selain itu, berdasarkan PP No. 83 tahun 2008 tentang
Bantuan Hukum, ada pengakuan terhadap eksistensi Lembaga
Bantuan Hukum, termasuk Meskipun ada keterbatasan
akses terhadap sumber dana alternatif, sebenaranya sumber dana
yang tersedia cukup banyak yang bisa dimanfaatkan oleh
dalam melakukan pelayanan dan bantuan hukum. Dana-
dana tersebut bisa berasal dan pemerintah, baik di pusat maupun
daerah, lembaga-lembaga donor, baik lokal maupun internasional,
swasta dan individu.
Ada beberapa hal yang dianggap menjadi ancaman dalam
rangka penyelenggaraan Konsep bantuan hukum
banyak digunakan oleh masyarakat luas. Bantuan hukum
merupakan konsep yang meniscayakan adanya kepentingan
nonprofit di dalamnya. Bantuan hukum diberikan semata untuk
memberikan akses bagi masyarakat yang tidak mampu terhadap
keadilan. Namun dalam praktik banyak orang, atau kelompok orang
yang menggunakan konsep bantuan hukum tetapi dengan tujuan
mendapatkan keuntungan. Hal ini dapat mempengaruhi pandangan
dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga yang
memang memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma, termasuk
Putusan MK dalam pengujian terhadap undang-undang
advokat sebenarnya menjadi landasan yang kuat bagi
melayani masyarakat yang ingin mendapatkan bantuan hukum.
Persoalannya adalah, masih kurangnya pemahaman aparat
penegak hukum (Jaksa, Polisi, Hakim) terhadap putusan tersebut.
probono
Legal Clinic.
Legal
Clinic
Legal Clinic.
Legal Clinic.
Legal Clinic
d. Ancaman
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
54
Akibatnya belum mendapatkan akses semestinya dalam
mendampingi klien untuk memberikan pelayanan dan bantuan
hukum, baik di kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan. Selain itu
adanya MOU antara Peradi dan Mabes Polri tentang pelarangan
siapapun yang mendampingi di tingkat penyidikan yang tidak
menunjukkan izin praktik juga menjadi hambatan dan ancaman
tersendiri bagi dalam menjalankan fungsinya.
Ancaman lain terkait dengan dana dan pengelolaannya. Tidak
ada sumber dana khusus yang dialokasikan oleh perguruan tinggi
kepada kalaupun tersedia jumlahnya sangat minim dan
kurang memadai. Pada sisi lain, kesempatan untuk mendapatkan
pendanaan alternatif dari luar perguruan tinggi seringkali terkendala
dengan kebijakan yang mengharuskan setiap transaksi keuangan
melalui rekening rektorat. Kebijakan ini terjadi khususnya bagi
peruguran tinggi negeri. Kebijakan tersebut secara tidak langsung
menghambat menggalang pendanaan dari luar.
Independensi seringkali juga menjadi masalah pada saat
menangani perkara atau kasus yang melibatkan perguruan tinggi.
sering dijadikan biro hukum perguruan tinggi, dan pada
saat yang sama ada mahasiswa atau masyarakat yang
mempersoalkan kebijakan perguruan tinggi.
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic,
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Perencanaan Strategis Legal Clinic
Hasil Workshop tentang Legal Clinic, Surabaya, 25-27 April 2009
2.Perencanaan Strategis
55PENYUSUNAN PERENCANAAN STRATEGIS
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
56
Berdasarkan pemetaan terhadap kekuatan dan kelemahan,
serta peluang dan tantangan, maka dapat dirumuskan isu-isu
strategis yang akan menjadi konsen dari ke depan. Ada
empat hal yang menjadi isu strategis yaitu; (a) Bagai-
mana meletakkan posisi menjadi lembaga strategis?; (b)
Bagaimana strategi pemberian layanan hukum oleh ?;
(c) Bagaimana strategi penguatan SDM dalam membe-
rikan pelayandan dan bantuan hukum?, dan (d) Bagaimana strategi
penganggaran dalam menyelenggarakan ?
Menjawab isu strategis tentang bagaimana meletakkan posisi
menjadi lembaga strategis ada beberapa program atau
kegiatan yang perlu dilakukan. Pertama yang perlu dilakukan adalah
mengumpulkan informasi tentang fakultas hukum yang cukup ber-
hasil menyelenggarakan program Dari informasi terse-
but diharapkan dapat dilanjutkan dengan studi banding untuk me-
ngetahui lebih mendalam tentang esensi dan perannya
dalam sistem pendidikan hukum maupun bantuan hukum. Studi
banding dapat dilakukan terhadap yang ada di dalam
negeri, dan apabila memungkinkan studi banding ke beberapa nega-
ra yang sukses menyelenggarakan
Keberadaan sangat dipengaruhi oleh kebijakan
yang diambil oleh pimpinan fakultas hukum. Oleh karena itu perlu
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic.
Legal Clinic,
Legal Clinic
Legal Clinic.
Legal Clinic
a. Meletakkan Posisi menjadi Lembaga
Strategis
Legal Clinic
57PENYUSUNAN PERENCANAAN STRATEGIS
ada kesamaan pandangan, dan persepsi diantara pimpinan tentang
keberadaan baik dalam konteks penyelenggaraan
pendidikan hukum maupun pemberian layanan dan bantun hukum
kepada masyarakat. Perlu ada kebijakan dari fakultas hukum yang
meletakkan sebagai institusi di tingkat fakultas yang
bertanggungjawab mempersiapkan mahasiswa terjun di masyara-
kat, khususnya dalam memberikan pelayanan dan bantuan hukum
bagi masyarakat yang tidak mampu. Agar program dan kegiatan
lebih efektif, maka penting bagi fakultas hukum
memasukkan program C (CLE) menjadi
bagian dari kurikulum, dimana salah satu intitusi yang melaksana-
kan CLE adalah
Umumnya ada dua kegiatan utama yaitu konsul-
tasi dan bantuan hukum. Konsultasi dapat dilakukan, baik secara
pasif, aktif, maupun responsif. Pasif artinya memberikan
konsultasi bagi masyarakat yang mempunyai inisiatif sendiri datang
ke kantor untuk mengkonsultasikan masalah-masalah
yang dihadapi. Konsultasi yang besifat aktif artinya
dapat menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga, baik
pemerintah maupun swasta untuk memberikan pendapat, atau
konsultasi hukum terkait permasalahan hukum tertentu.
secara aktif juga dapat memanfaatkan berbagai media komunikasi
seperti radio, televisi, koran, dan lain-lain untuk memberikan
konsultasi bagi masyarakat yang membutuhkan. Sedangkan
konsultasi yang bersifat responsif dapat dilakukan oleh
dengan membuka posko konsultasi hukum di daerah atau tempat
tertentu, untuk merespon isu khusus (misalnya posko gempa,
Legal Clinic,
Legal Clinic
Legal Clinic
linical Legal Education
Legal Clinic.
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
b. Strategi Pemberian Layanan dan Bantuan Hukum
oleh Legal Clinic
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
58
tsunami, rumah sakit untuk malpraktek, dan lain-lain).
juga dapat melakukan secara rutin ke kelompok rentan
dan termarginalkan untuk memberikan konsultasi hukum, misalnya
petani, nelayan, pedagang kaki lima, kaum miskin kota, gepeng,
masyarakat adat, dan lain-lain.
Bantuan hukum umumnya dibagi dalam dua kategori yaitu
litigasi dan nonlitigasi. Terkait dengan litigasi, ada beberapa kegaitan
yang dapat dilakukan yaitu secara mandiri menangani
kasus ke pengadilan. Hal ini meniscayakan adanya kerjasama dan
komitmen dari pengadilan untuk memberikan akses kepada
untuk beracara. Selain itu, juga dapat
bekerjasama dengan penyedia jasa bantuan hukum lain, misalnya
Lembaga Bantuan Hukum dan alumni untuk bersama-
sama memberikan bantuan hukum kepada klien
Sedangkan nonlitigasi, dapat melakukan kegiatan atau
program diantaranya pembuatan dokumen hukum, baik berupa
pendapat hukum, surat-surat, gugatan, permohonan kasasi, atau
yang lain untuk kepentingan klien. juga dapat
menyelesaikan kasus-kasus klien melalui penyelesaian diluar
pengadilan melalui jalur mediasi dengan pihak-pihak yang
beperkera. Dan yang utama dari nonlitigasi adalah pemberdayaan
klien dengan menangani kasusnya secara mandiri, sehingga klien
juga bertindak secara aktif dalam setiap proses dan perkembangan
kasus.
Untuk memperkuat kapasitas sumber daya manusia ada
beberapa strategi yang perlu dilakukan, yaitu melalui pelatihan-
pelatihan penting yang mendukung pelaksanaan pelayanan dan
Legal Clinic
roadshow
Legal Clinic
Legal
Clinic Legal Clinic
law firm
Legal Clinic.
Legal Clinic
Legal Clinic
c. Strategi Penguatan SDM dalam Memberikan Layan-
an dan Bantuan Hukum
59PENYUSUNAN PERENCANAAN STRATEGIS
bantuan hukum oleh Pelatihan tersebut misalnya terkait
manajemen perkantoran, administrasi perkara, penanganan perkara
(di dalam dan luar Pengadilan), penggalangan dana, dan lain-lain.
juga dapat mengirim stafnya mengikuti even-even
terkait pelaksanaan studi banding ataupun magang di
beberapa yang sudah mapan, baik di dalam maupun
luar negeri. Perlu ada kerjasama dengan berbagai untuk
informasi perkembangan dan isu bantuan
hukum. Untuk lebih meningkatkan komitmen pimpinan terhadap
perlu ada kebijakan yang memberikan dan
terhadap mereka yang telah berkiprah di dalam
serta memasukkan sebagai bagian dari kurikulum,
sehingga meningkatkan minat mahasiswa beraktivitas di
Terkait dengan penggalangan dana untuk memenuhi
operasionalisasi ada beberapa strategi yang dapat
dilakukan. perlu membangun kerjasama kemitraan
dengan berbagai lembaga, baik pemerintah maupun swata, di
daerah maupun di pusat. Kerjasama dapat diorientasikan pada
bantuan hukum maupun penyadaran hukum masyarakat. Setiap
perusahaan memiliki program CSR. Program ini dapat diman-
faatkan oleh untuk menangani kasus-kasus yang meli-
batkan masyarakat tidak mampu.
juga dapat menggalang dana yang sifatnya
sukarela dari para alumni, baik alumni fakultas hukum pada umum-
nya, maupun alumni khususnya. perlu
membuat perencanaan anggaran yang baik, dan melobi kepada
Legal Clinic.
Legal Clinic
Legal Clinic,
Legal Clinic
Legal Clinic
sharing Legal Clinic
Legal Clinic, reward
punish Legal Clinic,
Legal Clinic
Legal
Clinic.
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic Legal Clinic
d. Strategi Penganggaran dalam Menyelenggarakan
Legal Clinic
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
60
fakultas untuk menyediakan anggaran yang memadai.
harus mampu meyakinkan pimpinan fakultas, bahwa peran
sangat penting bagi pendidikan hukum, dan juga pengabdian
masyarakat melalui pelayanan dan bantuan hukum.
Sebagai bagian dari strategi penggalangan dana, dan untuk
penanganan perkara lebih lanjut, juga dapat melimpah-
kan kasus-kasus karena alasan tertentu tidak dapat ditangani oleh
ke alumni. Dari penanganan kasus ini, diharap-
kan alumni juga memiliki komitmen untuk memberikan bantuan
kepada Penggalangan dana juga dapat dilakukan me-
lalui kerjasama program, penerbitan buku-buku, penyusunan pro-
gram yang diajukan ke donor, maupun menggalang bantuan non-
tunai. juga dapat menyelenggarakan kegiatan atau pela-
tihan yang bersifat profit, dan keuntungan yang diperoleh dipergu-
nakan untuk menunjang kerja dalam memberikan pelayanan dan
bantuan hukum. Untuk dapat mengajukan program ke donor, dibu-
tuhkan informasi dan akses, serta kemampuan menyusun proposal
yang baik.
Catatan penting yang harus diperhatikan oleh
bahwa dana-dana yang dikumpulkan harus bersifat sukarela, tidak
mengikat dan tidak akan mengganggu independensi
dalam menjalankan fungsi pelayanan dan bantuan hukum kepada
masyarakat tidak mampu dan termarginalkan.
Legal Clinic
Legal
Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic lawyer
Legal Clinic.
Legal Clinic
Legal Clinic,
Legal Clinic
61PENYUSUNAN PERENCANAAN STRATEGIS
BAB V
PELAYANAN DAN BANTUAN HUKUM
A. Tipologi Bantuan Hukum
Bantuan hukum merupakan kebutuhan setiap orang, sama
dengan kebutuhan orang terhadap hak-hak ekonomi, dan sosial.
Dalam implementasinya bantuan hukum selalu mengalami peruba-
han, dan perkembangan yang dipengaruhi oleh konteks sosial dan
politik sebuah masyarakat. Berdasarkan sifatnya, setidaknya ada
dua tipe bantuan hukum yaitu yang bersifat kedermawanan atau ka-
ritas, dan bantuan hukum yang bersifat pemberdayaan atau pe-
nguatan.
Bantuan hukum karitas adalah bantuan hukum yang sejak
dulu banyak dilakukan dimana seorang advokat mempunyai tang-
gung jawab membela masyarakat yang tidak mampu. Bantuan hu-
kum dengan tipe ini merupakan wujud kedermawanan seorang
untuk meluangkan waktunya membela masyarakat
yang tidak mampu. Bantuan hukum karitas merupakan bagian dari
. Selain advokat banyak juga lembaga yang
memberikan pelayanan jasa hukum yang sifatnya kedermawanan.
Sedangkan tipe bantuan hukum yang bersifat pemberdayaan, atau
penguatan populer disebut . Konsep bantuan hukum
pro-
fessional lawyer
legal justice system
empowering
yang bersifat pemberdayaan tidak hanya memberikan bantuan hu-
kum secara cuma-cuma, tetapi ada target yang lebih besar yaitu
pencerahan dan pemberdayaan masyarakat dalam menghadapi
berbagai masalah hukum. Tipe bantuan hukum ini mengarah pada
upaya penyadaran hukum, sekaligus pendidikan hukum agar ma-
syarakat mampu menyelesaikan masalah hukum yang serupa secara
mandiri.
Dalam pelaksanaannya, dua tipologi tersebut memiliki pen-
dekatan yang berbeda. Umumnya, tipe bantuan hukum karitas me-
rupakan tipe bantuan hukum yang menempatkan posisi pencari
keadilan sebagai objek yang harus dibantu sepenuhnya. Masyarakat
yang tidak memahami hukum datang ke ahli hukum atau Advokat,
dan mengkonsultasikan masalah yang dihadapi. Mereka diberi saran
kemudian mendapatkan pembelaan secara cuma-cuma. Peran serta
pencari keadilan dalam menyelesaikan masalah hukum sangat
bergantung pada pemberi bantuan hukum. Pencari keadilan hanya
sebagai pemberi informasi atau data untuk kepentingan bantuan
hukum. Mereka di intervew, ditanya sesuai dengan kasusnya, namun
tidak banyak terlibat dalam upaya pemecahan dan penyelesaian
masalah hukum yang mereka hadapi.
Bantuan hukum pemberdayaan atau penguatan memiliki
pendekatan yang berbeda dengan bantuan hukum karitas. Bantuan
hukum yang bersifat pemberdayaan menempatkan posisi pencari
keadilan sebagai subjek yang berperan penting dalam memecahkan
masalah hukum yang dihadapi. Klien tidak hanya pasif menunggu
bantuan hukum, tetapi juga terlibat secara aktif melakukan
pengumpulan informasi atau data, pemetaan masalah, analisis
masalah sampai dengan strategi, serta cara pemecahan masalah
hukum yang akan dilakukan.
Dalam konteks bantuan hukum, atau pembelaan terhadap ke-
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
64
pentingan klien ada satu aktivitas yang sering, dan banyak dilaku-
kan oleh pemberi bantuan hukum yaitu advokasi. Istilah advokasi
sangat populer di kalangan penggiat pembela hak-hak masyarakat.
Advokasi merupakan aktivitas yang dilakukan secara sistemik dan
terorganisir dalam rangka mendorong perubahan tertentu. Advokasi
merupakan alat, atau insrtumen yang dapat digunakan untuk mem-
pengaruhi, dan mendesakkan perubahan kebijakan tertentu, agar
terwujud kondisi yang lebih baik.
Menurut Prof. Earl Johnson, bantuan hukum meliputi be-
berapa kegiatan diantaranya adalah; , dalam
arti, bantuan hukum mencakup partisipasi dalam usaha pelayanan
sosial yang terkoodinir guna menyelamatkan unit-unit keluarga yang
berpendapatan rendah dan miskin; , pengembangan ekono-
mi, yakni usaha-usaha untuk menciptakan sarana-sarana yang
dapat menambah penghasilan masyarakat berpendapatan rendah;
, pengorganisasian komunitas, yakni usaha-usaha dan peng-
arahan untuk mengorganisasikan masyarakat miskin menjadi ke-
lompok yang mampu bicara dalam bidang ekonomi dan politik;
, pembaharuan hukum, yaitu pengujian perundang-un-
dangan dan usaha-usaha untuk melakukan pembaharuan perun-
dang-undangan .
Dalam rangka memberikan bantuan hukum, menurut A.A.G
Peter, suatu lembaga bantuan hukum harus melakukan beberapa
tindakan; , lembaga bantuan hukum harus aktif dan
mengambil inisiatif untuk terjun ke tengah-tengah masyarakat dan
mencari pihak yang membutuhkan pertolongan; , lembaga
bantuan hukum harus memusatkan perhatian pada masalah-
masalah kelompok dan bukan masalah individual, sehingga peran
Pertama
Kedua
Ketiga
Ke-
empat
social rescue
Pertama
Kedua
24
Drs. Mulayan W. Kusumah, Hukum dan Hak Asasi Manusia suatu Pemahaman Kritis,Alumni, Bandung, 1981, hlm. 122.
24
65PELAYANAN DAN BANTUAN HUKUM
lembaga bantuan hukum akan mengarah pada upaya penataan
struktur sosial; , lembaga bantuan hukum harus memusatkan
perhatian pada persamaan dalam arti materiil, bukan formil.
Dengan bertolak dari persamaan materiil, maka perlu ada penataan
persamaan dalam struktur masyarakat; Keempat, lembaga bantuan
hukum harus melihat masalah hukum menjadi masalah sosial.
Sehingga tujuan bukan hanya memberi kepuasan kepada klien,
tetapi juga mendorong penguatan kapasitas pribadi sehinggga dapat
membela diri; Kelima, lembaga bantuan hukum harus meniadakan
jarak antara pemberi bantuan hukum dan klien, hal ini untuk
mencegah ritualisasi dalam pemecahan masalah melalui hukum
belaka .
Pada umumnya, ada tiga model kegiatan yang dilakukan oleh
yaitu konsultasi hukum, bantuan hukum, dan penyuluh-
an hukum. Bantuan hukum, dilakukan melalui litigasi dan
.
Pada hakekatnya konsultasi adalah kegiatan memberikan
nasihat, saran, dan keterangan dari orang yang ahli kepada orang
yang membutuhkannya atau meminta pendapat, nasihat dan saran
dari orang yang ahli. Tujuan dari konsultasi adalah membantu orang
yang membutuhkan saran dan nasihat agar orang tersebut dapat
memecahkan masalah yang dihadapi. Orang yang memberikan na-
sihat sering disebut konsultan dan yang diberi nasihat disebut klien.
Secara sederhana, bahwa konsultasi hukum adalah pemberian
nasihat atau saran dari seorang pekerja hukum atau advokat kepada
Ketiga
Legal Clinic
nonliti-
gasi
25
B. Pelayanan dan Bantuan Hukum
1. Konsultasi Hukum
Drs. Mulayan W. Kusumah, Ibid, hlm. 122-123.25
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
66
seseorang yang mempunyai permasalahan hukum agar dapat me-
mecahkan persoalan yang dihadapinya.
Konsultasi hukum merupakan aktivitas atau kegiatan yang
paling banyak dilakukan oleh , terlebih setelah diberlaku-
kannya UU Advokat yang berdampak pada ruang gerak bantuan
hukum yang dilakukan oleh . Di tengah keterbasan ang-
garan kegiatan konsultasi hukum merupakan pilihan yang realistis,
karena kegiatan ini tidak banyak memakan biaya.
Konsultasi hukum diberikan kepada setiap orang yang datang
ke . Konsultasi hukum dapat dilakukan setiap saat, dan
diberikan pelayanan ini kepada siapapun yang datang ke
untuk mendapatkan saran atas kasus yang dialami. Konsultasi
hukum merupakan pintu masuk bagi relasi antara dan
klien. Tidak semua kasus yang dikonsultasikan akan ditangani oleh
, bahkan ada perkara yang hanya berhenti pada tahap
konsultasi.
Selain pelayanan konsultasi di kantor , konsultasi
juga dapat memanfaatkan berbagai media, misalnya radio, televisi
lokal, maupun media harian. Konsultasi juga dapat dilakukan secara
aktif dengan mendatangi komunitas di masyarakat yang potensial
mengalami berbagai masalah hukum.
Bantuan hukum yang disediakan oleh umumnya
dibagi dalam dua kategori, yaitu bantuan hukum yang berbentuk
litigasi dan nonlitigasi. Litigasi merujuk pada penanganan kasus
melalui proses peradilan yang ada, baik kepolisian, kejaksaan,
maupun pengadilan. Sedangkan nonlitigasi merujuk pada
penanganan perkara melalui mekanisme diluar pengadilan.
Bantauan hukum secara litigasi adalah bantuan hukum yang
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal
Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
2. Bantuan Hukum
67PELAYANAN DAN BANTUAN HUKUM
diberikan kepada klien dengan menggunakan, dan memanfaatkan
instrumen-instrumen formal negara dalam penegakan hukum, mi-
salnya kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Cakupan perkara yang
dapat ditangani oleh melalui pendekatan litigasi cukup
luas, tidak hanya kasus-kasus pidana, tetapi juga kasus-kasus lain
misalnya perdata, perburuhan, tata usaha negara, bahkan ketata-
negaraan. Model pendekatan yang dapat digunakan juga beragam,
diantaranya melalui gugatan biasa di pengadilan (negeri, agama,
tata usaha negara, hubungan industrial)
, dan pengujian peraturan perundang-undangan,
baik di MK maupun MA.
Sedangkan bantuan hukum nonlitigasi adalah segala bantuk
bantuan hukum yang tidak menggunakan instrumen formal negara.
Setidaknya ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu
pembuatan dokumen hukum, ADR, dan pemberdayaan klien untuk
menangani kasusnya secara mandiri.
Tidak semua kasus yang masuk ke dapat di-
tangani sampai ke pengadilan mengingat berbagai keterbatasan
yang ada. Walaupun tidak memberikan bantuan hukum
kepada klien sampai ke pengadilan, tetapi dapat mem-
bantu membuat berbagai dokumen hukum yang dibutuhkan oleh
klien untuk menyelesaikan masalah hukumnya. Dokumen itu bisa
berbentuk surat somasi, gugatan, replik, duplik, memori banding,
memori kasasi, dan lain sebagainya.
Selain itu, juga dapat menempuh
(ADR) dengan memfasilitasi proses mediasi bagi
pihak-pihak yang bersengketa. Bahkan mediasi merupakan strategi
penting, dan utama yang harus dilakukan dalam
menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi klien, sepanjang
memungkinkan untuk dilakukan mediasi.
Legal Clinic
class action, legal standing,
citizen lawsuite
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic Alternative
Dispute Resolution
Legal Clinic
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
68
Setiap orang yang menghadapi masalah hukum, potensial
dapat menyelesaikan masalahnya secara mandiri, terlebih klien
umumnya sangat memahami kasus yang dihadapi. Oleh karena itu,
dapat melakukan pemberdayaan terhadap klien dengan
mendorong penyelesaian kasusnya secara mandiri, dengan tetap
mengkonsultasikan berbagai strategi penanganan perkara dengan
.
Bantuan hukum yang diberikan oleh , baik melalui
litigasi maupun nonlitigasi harus diletakkan dalam kerangka pem-
berdayaan masyarakat bukan hanya sekedar memberikan bantuan
hukum. Dengan diakomodasinya konsep pemberdayaan ini diha-
rapkan, akan tumbuh kemandirian masyarakat ketika menemui
permasalahan hukum.
Penyuluhan hukum merupakan salah satu instrumen pemba-
ngunan yang sangat penting dan menjadi prasyarat untuk menum-
buhkan kesadaran, perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam
rangka menegakan hukum suatu negara demokrasi. Namun disisi
lain perlu juga disadari bahwa upaya untuk menciptakan kesadaran
hukum bukan suatu hal yang sederhana, sebab hukum sebagai suatu
produk sosial yang tidak nyata ( ) tidak semudah
memasarkan sama dengan produk-produk nyata ( )
yang bisa digunakan dan dinikmati hasilnya dalam waktu yang relatif
singkat . Penyuluhan hukum harus diletakan untuk membangun
kul-tur hukum, dan untuk membangun kesejahteraan masyarakat
bukan untuk mengontrol masyarakat . Dengan demikian, maka
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
intangible product
tangible product
3. Penyuluhan Hukum
26
27
69PELAYANAN DAN BANTUAN HUKUM
Hafied Cangara, ,17 July 2008 (http://www.pascaunhas.net/jurnal_pdf/vol_2_4/hafied-3.pdf)
, 13 Maret 2008(http://www.bphn.go.id/pusluh/puslind/?pilih=lihat&id=24) 17 Juli 2008
Penyuluhan Hukum: Perspektif Perencanaan Komunikasi last visit
Eksistensi Penyuluhan Hukum dalam Rekonstruksi Budaya Hukum
last visit
26
27
konsep pe-nyuluhan hukum sangat luas, dan terutama memiliki
prinsip pendi-dikan hukum bagi masyarakat termasuk pendidikan
hak-haknya se-bagai manusia dan warga negara.
Program penyuluhan dan bantuan hukum merupakan kebu-
tuhan negara dan warga negara. Negara memerlukan karena
dengan kegiatan ini diharapkan masyarakat dapat berpartisipasi,
dan berperan dalam menjaga tertib sosial, dan pada sisi warga
negara program ini dibutuhkan agar berbagai kebijakan yang dike-
luarkan oleh negara dapat mereka fahami, sehingga tidak terjerumus
ketika menghadapi permasalahan hukum.
Pendekatan dan konsep penyuluhan yang saat ini banyak di-
lakukan masih sangat konvensional, yaitu hanya menyebarluaskan
informasi hukum yang ada melalui beberapa medium seperti semi-
nar, diskusi interaktif melalui media elektronik, dan lain-lain. Penyu-
luhan hukum harus diletakkan dalam kerangka pemberdayaan
hukum bagi masyarakat. Perlu ada perubahan paradigma dalam
penyuluhan hukum, dari sekedar sosialiasi hukum menjadi
transformasi dan pemberdyaan hukum masyarakat.
Pada prinsipnya, setiap orang yang membutuhkan bantuan
hukum berhak memperoleh bantuan dari . Tetapi
dapat menyusun kriteria yang dapat digunakan untuk menilai
kelayakan seseorang memperoleh bantuan hukum. Pada umumnya
bantuan hukum diberikan kepada masyarakat dengan kriteria; tidak
mampu secara ekonomi, tidak mampu secara politik atau ke-
kuasaan, tidak mampu secara lingkungan hidup dan hubungan
industrial, warga negara Indonesia yang berada di luar negeri, tidak
mampu secara hukum, dan pembela HAM dan demokrasi.
Untuk menilai masyarakat mampu atau tidak mampu secara
C. Penerima Bantuan Hukum
Legal Clinic Legal
Clinic
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
70
ekonomi, maka menyediakan formulir pendaftaran,
yang di dalamnya juga berisi tentang riwayat bersangkutan yang
meliputi pekerjaan, pengahsilan, jumlah keluarga dan beberapa
informasi lain yang relevan. Calon klien yang tidak mampu juga
perlu menunjukkan keterangan tidak mampu dari aparat yang ber-
wenang, misalnya RT, RW, dan Lurah atau Kepala Desa. Surat
keterangan ini diperlukan, agar bantuan hukum betul-betul tepat sa-
saran. Berdasarkan data dan informasi yang ada, dapat
mengambil kebijakan untuk memberikan bantuan ataupun tidak.
Untuk memberikan panduan bagi proses pemberian bantuan
hukum, idealnya setiap mempunyai standar prosedur
pemberian bantuan hukum. Dalam prosedur ini diatur tentang
bagaimana penerimaan kasus dilakukan, penanganan kasus,
sampai dengan pemberhentian pemberian bantuan hukum jika
diperlukan.
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
71PELAYANAN DAN BANTUAN HUKUM
BAB VI
MENEJEMEN PENANGANAN PERKARA
A. Aspek-Aspek Penting dalam Menejemen Perkara
Ada beberapa aspek penting yang harus diperhatikan dalam
menejemen perkara oleh diantaranya adalah
dan
merupakan tahap awal dalam menejemen
perkara, dimana pada tahap ini akan memberikan pen-
dapat hukum terhadap kasus yang dikemukakan oleh calon klien,
memberikan pendapat hukum tentang berbagai penyelesaian kasus,
termasuk kelebihan dan kelemahan, serta hambatannya, perkiraan
biaya yang dibutuhkan (biaya operasional), dan menjelaskan ten-
tang apakah kasus tersebut dapat diberikan secara .
terkait dengan pengaturan tahapan penanganan
perkara. Tahapan ini diawali dengan menyiapkan sekretariat yang
bertugas untuk melayani klien, mendata, mengarsip dan melakukan
komunikasi dalam rangka kelancaran penanganan kasus, menyusun
personalia yang akan menagani kasus, menyusun biaya yang dibu-
Legal Clinic fore-
casting, planning, organizing, coordinating, controlling report-
ing .
Forecasting
Legal Clinic
prodeo
Planning
28
Zairin Harahap, dalam Proceeding Pelatihan Penyelenggaraan LKBH Di FakultasHukum, yang Diselenggarakan oleh ILRC, Jakarta 27 – 29 Juli 2009.
28
tuhkan untuk penyelesaian kasus termasuk pos pengeluarannya,
menyusun pembagian tugas dan tanggungjawab personalia yang
terlibat dalam penanganan kasus, dan menyusun jadwal penanga-
nan kasus.
terkait dengan pengorganisasian pelaksanaan ren-
cana penanganan perkara. Dalam penanganan perkara perlu diten-
tukan personalia yang terlibat dalam penanganan perkara sejak
tahap konsultasi, pembuatan pendapat hukum, surat kuasa, gugatan
eksepsi, replik, duplik, memori banding, memori kasasi, dan sebagai-
nya. Semua staf dalam dapat dilibatkan.
Dalam menanganai sebuah perkara perlu ada satu orang yang
ditunjuk sebagai koordinator yang bertanggungjawab terhadap
penanganan perkara, dan melakukan pembagian tugas kepada staf-
staf yang memang dibutuhkan dalam penanganan perkara. Kepala
bidang yang bertanggungjawab melakukan pemantauan, dan peng-
awasan terhadap setiap penanganan kasus serta menyampaikan
hasil pemantuan dan pengawasan itu kepada Ketua atau Direktur.
Dalam konteks penanganan perkara, fungsi sekretariat sangat
penting. Mereka bertugas untuk menerima klien, melakukan pen-
catatan, pendataan, surat-menyurat dan pengarsipan dokumen,
serta komunikasi dengan berbagai pihak.
Koordinasi juga merupakan bagian penting dari manajemen
penanganan perkara. Dalam setiap penanganan perkara harus se-
lalu dilakukan koordinasi antara berbagai elemen yang ada dalam
. Koordinasi berfungsi mengevaluasi perkembangan per-
kara, dan merumuskan strategi lanjutan penangan perkara. Apabila
ada masalah yang dihadapi dalam penanganan perkara, maka
penanggungjawab dapat menyampaikan kepada Direktur untuk
dilakukan rapat koordinasi.
merupakan pengawasan terhadap penanganan
Organizing
Legal Clinic
Legal Clinic
Controlling
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
74
perkara untuk menjaga professioanalisme dan akuntabilitasnya.
Pengawasan terhadap proses penanganan perkara dapat dilakukan
secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengawasan secara
langsung dilakukan dengan mengundang penanggungjawab pena-
nganan perkara, maupun dengan klien yang bersangkutan. Peng-
awasan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan meminta
laporan proses penanganan perkara tersebut, atau dengan meme-
riksa arsip/dokumen. Terkait dengan pengawasan staf tidak diperke-
nankan mengambil keputusan yang berkaitan dengan pemberian
bantuan hukum secara , menentukan besarnya tarif biaya
operasional, bergabung dengan Advokat diluar dalam
menangani suatu kasus tanpa ijin dari Direktur, dan membawa kasus
klien ke Advokat diluar .
Reporting merupakan tahap akhir dari penanganan perkara.
Setiap penanganan perkara harus dibuat sebuah laporan yang
dilakukan secara berjenjang sesuai dengan struktur
masing-masing. Semua laporan berakhir di Ketua atau Direktur.
Laporan berfungsi sebagai dokumen penting bagi kerja-kerja
bantuan hukum oleh
Dalam penanganan perkara terdapat beberapa hal yang
mendasar dan perlu mendapatkan perhatian.
Dalam melakukan wawancara dengan klien, pengacara/
dosen yang bekerja di perlu menggali latar belakang
permasalahan, dan inti dari permasalahan klien tersebut. Dengan
menggunakan metode ( dan
) diharapkan dapat menggali informasi yang berkaitan dengan
perkara yang sedang dihadapi oleh klien. berkaitan dengan
prodeo
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic.
Legal Clinic
5 w + 1 h what, why, who, when, where
how
What
B. Penerimaan Perkara
1. Teknik Wawancara dengan Klien
75MENEJEMEN PENANGANAN PERKARA
apa inti masalah hukum yang sedang dihadapi oleh klien, kemudian
menjelaskan kenapa masalah tersebut muncul, dan men-
jelaskan kronologis perkara itu. untuk menjelaskan siapa saja
pihak-pihak yang terkait dengan perkara, dan hal ini berkaitan
dengan personal/kedudukan hukum para pihak yang berperkara,
selanjutnya menjelaskan di mana (yurisdiksi hukum) perkara
tersebut terjadi, dan menjelaskan bagaimana perkara tersebut
bisa terjadi.
Wawancara klien dilakukan harus sedetail mungkin untuk
menggali informasi yang berkaitan dengan perkara. Karena
informasi yang berkaitan dengan perkara menentukan apakah layak
atau tidak perkara tersebut ditangani, atau apakah layak klien
mendapatkan bantuan hukum. Biasanya jika wawancara berkaitan
dengan layak tidaknya klien memperoleh bantuan hukum,
pengacara harus menggali tidak hanya latar belakang ekonomi klien
(pekerjaan, kondisi tempat tinggal dan harta kekayaan lainnya), juga
berkaitan seberapa jauh latar belakang pendidikan klien atau tingkat
klien.
Setiap perkara yang masuk harus terdokumentasi secara baik,
untuk memudahkan pencarian data klien dan memantau perkem-
bangan kasus. Berikut ini contoh format kartu klien :
why when
Who
where
how
literacy
2. Dokumentasi Perkara
Nomor perkara : 001/Pid-ILRC/2009
Nama klien : Syahrul Mawardi
Perkara : Pidana (Penggelapan)
Uraian Perkara : Klien dilaporkan ke Polda Metro Jaya
tanggal 7 desember 2009 telah melakukan penggelapan (pasal 372 KUHP)
oleh tetangganya A melakukan pendampingan di Direktorat
Serse Polda Metro tanggal 10 desember 2009.
Pengacara Pendamping : A
Legal Clinic
Legal Clinic
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
76
Setiap saat (terutama setelah melakukan pendampingan) kartu
klien harus diisi oleh pengacara untuk mengetahui perkembangan
kasus, sehingga ketika seorang klien menanyakan, maka pengacara
tinggal melihat kartu klien tersebut. Format kartu klien dapat dise-
suaikan dengan kebutuhan pengacara/klien, dan juga dapat disesuai-
kan dengan kondisi yang berkembang. Dokumen-dokumen pendu-
kung perkara seperti surat kuasa, surat panggilan tersangka/saksi,
surat dakwaan, gugatan dan putusan harus disatukan dengan kartu
klien tersebut, dan tidak boleh terpisah-pisah. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan pencarian data klien dan dokumen-dokumennya.
Di sini ada kebutuhan untuk document keeper, karena tidak
hanya tugas pengacara untuk menjaga dokumen tersebut. Dokument
keeper adalah orang yang khusus ditugaskan untuk menjaga doku-
men-dokumen klien.
Analis perkara tertuang di dalam surat pendapat hukum (
) atas suatu perkara. Pendapat hukum ini panjangnya tidak
lebih dari sepuluh halaman dengan spasi ganda, dan memuat hal-hal
sebagai berikut.
Ringakasan perkara berkaitan dengan hasil analisis kemudian
dihubungkan dengan alat bukti dan permasalahan. Ringkasan ini juga
menjelaskan secara sekilas kronologis perkara, dan hal-hal yang
direkomendasikan untuk dijalankan. Ringkasan ini untuk
memudahkan pembaca, khususnya klien dalam memahami analisis
hukum, kesimpulan dan rekomendasi atas perkara.
Latar belakang perkara menjelaskan apa sebenarnya perma-
C. Analisis Perkara
1. Ringkasan Perkara
2. Latar Belakang Perkara
legal
opinion
77MENEJEMEN PENANGANAN PERKARA
salahan, yaitu peristiwa hukum (untuk perkara perdata/adminis-
trasi), atau tindak pidana untuk perkara pidana. Metode 5 W + 1 H
juga bisa dipergunakan untuk memperjelas latar belakang perkara
tersebut. Latar belakang harus lengkap tetapi padat, dan informasi-
informasi yang berkaitan dengan latar belakang perkara akan me-
nentukan analisis permasalahan, dan juga dijelaskan oleh alat-alat
bukti yang ada.
Alat-alat bukti berkaitan dengan bukti tertulis, saksi, keterang-
an ahli (jika ada), dan alat-alat bukti elektronik yang relevan dengan
perkara. Alat-alat bukti ini memang dipakai untuk melihat korelasi
antara perkara dengan fakta-fakta yang ada. Perlu dijelaskan juga
bagaimana cara memperoleh alat bukti tersebut, misalnya jika alat
bukti keterangan saksi dalam perkara pidana, apakah saksi tersebut
masih ada hubungan keluarga dengan klien/saksi/terdakwa. Ini
berkaitan dengan pengujian kualitas alat bukti.
Kronologis kasus dan alat-alat bukti yang ada, maka peng-
acara menganalisis berdasarkan ketentuan hukum atau aturan tidak
tertulis lainnya yang relevan dengan perkara. Analisis juga berkaitan
dengan kronologis kasus, apakah ada konsistensi atau persesuaian
antara fakta yang satu dengan fakta yang lainnya. Kemudian analisis
terhadap alat bukti, apakah alat bukti tersebut sah diperoleh maupun
apakah alat bukti tersebut dapat mendukung fakta hukum. Krono-
logis perkara dan alat-alat bukti dikaitkan dengan aturan hukum
yaitu sejauh mana aturan hukum tertulis atau tidak tertulis
menjelaskan kronologis perkara dan alat bukti.
3. Alat-alat Bukti
4. Analisis Hukum
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
78
5. Kesimpulan
D. Mediasi
Dari analisis hukum, maka pengacara/dosen yang berkerja di
dapat menarik kesimpulan, bagaimana posisi hukum
perkara, dan kemudian merekomendasikan langkah-langkah yang
harus dilakukan.
Terdapat berbagai jenis mediasi yang sebenarnya sudah
dikenal di masyarakat, seperti musyawarah, alternatif penyelesain
sengketa (APS), dan lain-lain. Di komunitas sudah dikenal musya-
warah yang dilaksanakan untuk menyelesaikan permasalahan yang
ada di komunitas. Pelaksanaan mediasi di tingkat komunitas dapat
diwakilkan kepada paralegal, atau para pihak juga bisa maju sendiri
dengan mediatornya adalah tetua komunitas.
Kemudian APS biasanya perkaiatan dengan perkara perdata
di pengadilan, di mana hakim mewajibkan para pihak untuk
menempuh upaya mediasi sebelum masuk ke pokok perkara. Para
pihak dalam perkara biasanya mengusulkan mediator kepada
hakim, dan hakimlah yang akan menentukan layak tidaknya media-
tor tersebut. Pengacara/dosen yang berkerja di yang
diberi mandat untuk melakukan mediasi, harus mempunyai surat
kuasa khusus untuk melakukan mediasi. Surat kuasa tersebut tidak
boleh bersifat umum, dan tidak boleh diwakilkan kepada paralegal,
melainkan harus diwakilkan kepada pengacara yang mempunyai ijin
praktik/dosen yang bekerja di .
Baik mediasi di tingkat komunitas atau pengadilan, posisi para
pihak adalah sama ( ), dan mediator hanyalah berkududukan
sebagai fasilitator. Mediator di tingkat pengadilan harus mempunyai
kualifikasi tertentu, misalnya jika perkara gugatan perdata berkaitan
dengan pencemaran nama baik atas pemberitaan media, maka
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
equal
79MENEJEMEN PENANGANAN PERKARA
mediatornya harus mempunyai kualifikasi mempunyai pengeta-
huan tentang media. Sementara di tingkat komunitas, mediatornya
lebih atas dasar senioritas, dan atau menguasai hukum adat/komu-
nitas tersebut.
Mediator di tingkat pengadilan meminta para pihak untuk
membuat rumusan tertulis mengenai tawaran tertinggi sampai
tawaran terendah. Kemudian mediator mencari titik temu di antara
tawaran tertinggi dan terendah tersebut. Di dalam mediasi pasti ada
dinamika, artinya tidak cukup hanya satu kali pertemuan akan
dicapai kesepakatan. Kadang-kadang membutuhkan waktu cukup
lama untuk mencapai kesepakatan, atau bahkan tidak bisa men-
capai kesepakatan sehingga perkaranya dilanjutkan.
Mediasi di tingkat komunitas dilakukan secara lisan, jarang
ada masing-masing pihak yang bermasalah di komunitas membuat
rumusan tawaran tertulis. Jika ada kesepakatan, maka hal tersebut
mengikat para pihak, dan biasanya diakhiri dengan upacara adat.
Jika ada kesepakatan para pihak pada mediasi tingkat
pengadilan, maka kesepakatan tersebut mempunyai kekuatan
hukum seperti putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap. Artinya, kesepakatan tersebut bisa dieksekusi.
Dalam pendampingan kasus perdata atau pidana, tidak boleh
diwakilkan kepada paralegal melainkan harus diwakilkan kepada
pengacara yang sudah memiliki ijin praktik atau dosen yang bekerja
di . Sebelum melakukan pendampingan, baik itu proses
pidana atau perdata, harus ada surat kuasa. Surat kuasa harus
secara jelas memuat hal-hal :
1. Identitas pemberi kuasa.
2. Identitas penerima kuasa.
E. Pendampingan
Legal Clinic
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
80
3. Keterangan khusus yaitu sejauh mana mandat yang
diberikan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa.
Jika di dalam perkara pidana bagian khusus surat kuasa
harus menjelaskan dalam perkara pidana apa penerima
kuasa melakukan pendampingan, kemudian di kantor
polisi/pengadilan/kejaksaan mana penerima kuasa harus
melakukan pendampingan, tindakan apa saja yang
dimandatkan pemberi kuasa kepada penerima kuasa
tersebut (apakah itu melakukan mediasi atau
mendampingi proses pemeriksaan saksi/tersangka).
4. Keterangan umum, yaitu hal-hal lain yang dimandatkan
kepada pemberi kuasa di luar keterangan khusus.
5. Surat kuasa ditandatangani oleh penerima dan pemberi
kuasa, dan diberi materi serta tanggal dan tempat
pemberian kuasa.
Dalam pendampingan perkara pidana atau perdata, peng-
acara/dosen yang bekerja di juga harus mendaftarkan
surat kuasa tersebut ke panitera, dan kemudian di perlihatkan ke-
pada hakim. Atau dalam tingkat pemeriksaan, surat kuasa tersebut
diperlihatkan kepada penyidik.
Di dalam dan selama proses pemeriksaan perkara pidana di
pengadilan, pengacara/dosen yang berkerja di harus
menggunakan . Sementara di dalam proses dan pemeriksaan
perkara pidana pengacara/dosen yang bekerja di cukup
berpakaian rapih dan sopan.
Legal Clinic
Legal Clinic
toga
Legal Clinic
81MENEJEMEN PENANGANAN PERKARA
BAB VII
PENGUATAN SUMBER DAYA MANUSIA
A. Menejemen Sumber Daya Manusia
organisasi menjadi ujung tombak bagi terwujudnya cita-cita
organisasi. Kegagalan mengelola dan memanfaatkan SDM akan
mengakibatkan kegagalan organisasi, baik melaksanakan berbagai
aktivitas maupun meraih cita-cita organisasi. Oleh karena itu penting
bagi setiap pimpinan organisasi memahami menejemen sumber
daya manusia.
Menejemen SDM adalah suatu sistem dalam lembaga yang
dipergunakan untuk memastikan penggunaan bakat kompetensi
setiap orang yang terlibat dalam lembaga secara efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan organisasi. Menejemen SDM juga merupa-
kan sarana mengatur kebutuhan orang sebagai pelaku program,
dengan aktivitas atau pekerjaan yang akan dilakukan. SDM
merupakan aset organisasi yang paling sehingga dalam meman-
faatkannya memerlukan analisis yang mendalam, dan komprehen-
sip agar pemanfaatannya betul-betul optimal.
Untuk menjamin efektivitas manajemen SDM, maka penting
bagi organisasi melakukan perencanaan terhadap kebutuhan SDM,
dengan menentukan berbagai peran atau tugas yang akan timbul
selama organisasi menjalankan misinya, jumlah yang dibutuhkan
volume
vital
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
84
untuk melaksanakan tugas atau peran itu, serta waktu atau periode
SDM melaksanakan tugasnya. Untuk merumuskan ketiganya harus
mempertimbangkan faktor internal dan eksternal organisasi. Internal
organisasi terkait dengan jumlah kebutuhan tim kerja, ketersediaan
dana dan struktur organisasi, sedangkan ekternal terkait dengan
pemberi dana, kondisi sosial masyarakat dan pemerintah.
SDM yang ada di terdiri dari dua komponen uta-
ma yaitu dosen dan mahasiswa, terutama mahasiswa tingkat akhir.
Terkait dengan SDM yang ada di setidaknya ada dua
permasalahan yaitu; Pertama, terbatasnya SDM yang terlibat di
. Baik kalangan dosen maupun mahasiswa sangat minim
terlibat dalam organisasi . Bahkan ada kecenderungan
minat kepada oleh mahasiswa semakin lama semakin
menurun, dan Kedua, belum memadainya sistem yang diperguna-
kan untuk mengatur sumber daya manusia .
Untuk membenahi dan meningkatkan SDM yang ada di
harus dimulai sejak proses rekrutmen. harus me-
miliki mekanisme khusus dan periodik untuk menjaring mahasiswa
yang memiliki kompetensi, dan berminat dalam memberikan ban-
tuan hukum kepada masyarakat. Sebelum rekrutmen dilakukan bisa
diawali dengan kegiatan training atau pelatihan bantuan hukum,
yang akan menjelaskan tentang bantuan hukum secara umum, dan
memberikan motivasi pentingnya terlibat dalam .
B. Rekrutmen
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal
Clinic Legal Clinic
Legal Clinic
Karya Latihan Hukum (KARTIKUM)
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII)
KARTIKUM atau Karya Latihan Hukum merupakan salah satu
pelatihan yang diselenggarakan oleh Pusdiklat FH UII. Pelatihan ini
diadakan dengan tujuan untuk mencetak professional muda yang
handal dalam profesi advokat, jaksa dan hakim. KARTIKUM di-
laksanakan secara rutin setiap 1 kali dalam 1 (satu) tahun. Pelatihan
ini ditujukan bagi seluruh mahasiswa FH UII dengan syarat telah
lulus Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Acara Pidana, dan
Hukum Acara Perdata dengan nilai minimal B. Akan tetapi tidak
semua mahasiswa yang mendaftar bisa mengikuti KARTIKUM kare-
na ada tahapan yang harus dilalui yaitu test ujian masuk Kartikum.
Jumlah peserta pun dibatasi antara 30-40 peserta agar efektifitas
pelaksanaan dapat terjaga. Kartikum dilaksanakan selama 8 hari
mulai jam 08.00-17.30, bahkan kadang sampai jam 21.00.
1. Etika Profesi Dunia Praktisi Hukum
2. Metode, Teknik Konsultasi dan Negoisasi
3. Teknik dan Strategi Penanganan Perkara Pidana
4. Teknik dan Strategi Penanganan Perkara Perdata
5. Teknik dan Strategi Penanganan Perkara pada Pengadilan
Agama
6. Teknik dan Strategi Penanganan Perkara pada Pengadilan
Tata Usaha Negara
7. Teknik dan Strategi Penanganan Perkara pada Pengadilan
Negeri
8. Teknik dan Strategi Penanganan Perkara Peradilan Militer
9. Teknik dan Strategi Penyusunan / Penanganan Upaya-Upaya
Hukum
10. Teknik dan Strategi Penanganan Perkara Ketenagakerjaan
11. Teknik dan Strategi Penanganan Sengketa Pertanahan
12. Kedokteran Forensik
1. Studium General. Diterapkan metode dialogis yang bertujuan
untuk memberikan pencerahan dan menambah cakrawala
berfikir peserta mengenai pekerjaan dalam bidang profesi
Materi yang disampaikan
Metode Pelatihan
85PENGUATAN SUMBER DAYA MANUSIA
hukum.
2. Penyampaian Materi. Diskusi kelas yang dilakukan dengan
satu pembicara yang ahli di bidangnya untuk memberikan
ilmu secara praktis.
3. Group. Semua peserta dibagi dalam kelompok-
kelompok kecil untuk mengerjakan tugas dalam bentuk
rekes-rekes yang terkait dengan materi. Pada setiap kelom-
pok tersebut terdapat satu instruktur.
4. Peradilan Semu. Metode ini dilakukan dengan memberikan
peran kepada peserta untuk menjadi aktor dalam sebuah
proses persidangan. Skenario dari apa yang diperankan
berasal dari panitia.
Setelah seluruh peserta selesai mengikuti pelatihan, maka peser-
ta diwajibkan untuk mengikuti pemagangan di kantor yang berada
di wilayah Yogyakarta selama 3 bulan. Kemudian peserta akan
memperoleh sertifikat yang merupakan ijasah bagi peserta
KARTIKUM. Sertifikat tersebut adalah syarat untuk mendaftarkan
diri menjadi Pembela Umum Tidak Tetap pada Pusat Konsultasi dan
Bantuan Hukum (PKBH) FH UII.7420
Dynamic
C. Pengembangan Kapasitas
Tercapainya tujuan organisasi sangat ditentukan oleh
kemampaun individu dari setiap SDM yang ada dalam organisasi.
Kemampaun individu, adalah kapasitas orang-orang untuk melaku-
kan tugas dan aktivitas dalam suatu fungsi atau jabatan. Ada bebe-
rapa hal yang mempengaruhi kapasitas seseorang yaitu penge-
tahuan ( ), keterampilan ( ), dan sikap ( ).
harus memiliki model pembinaan bagi mereka
yang terlibat di Legal Clinic. Pembinaan bisa dilakukan melalui
pendampingan secara langsung oleh dosen dalam menangani dan
menganalisa kasus, ataupun mengikuti program magang di lem-
baga-lembaga bantuan hukum yang sudah lebih baik. Pembinaan
knowledge skill attitude
Legal Clinic
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
86
juga bisa dilakukan dengan menggelar pelatihan rutin tentang kete-
rampilan berperkara di pengadilan.
Lazimnya sebuah organisasi, juga perlu mengatur
tentang penjenjangan karir bagi mereka yang terlibat dalam aktivitas
. Hal ini penting untuk memberikan stimulus dan moti-
vasi bagi setiap orang untuk terus terlibat dalam aktivitas
. Pada sisi lain juga tetap dituntut untuk memikir-
kan kesejahteraan mereka, dengan memberikan sesuai
dengan kemampuan lembaga.
D. Jenjang Karir dan Kesejahteraan
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal
Clinic Legal Clinic
honorarium
Staffing Assembling Resourcesatau
LKBH Fakultas Hukum UII
• Pembela Umum Tidak Tetap (PUTT) adalah mahasiswa fakultas
hukum yang direkrut berdasarkan suatau seleksi.
• Sebelum diangkat menjadi PUTT, para mahasiswa yang lulus
seleksi diberikan pembekalan baik yang berkaitan dengan
penanganan kasus baik secara litigasi maupun non litigasi, serta
tehnik negosiasi, konsultasi maupun yang berkaitan dengan
wawasan JUSTICE FOR ALL. Misalnya: Berkaitan dengan pelayanan
publik dan keterbukaan informasi publik
• Setiap penanganan kasus (pemberian konsultasi, pembuatan
pendapat hukum, surat kuasas dan rekes-rekes lainnya diserahkan
kepada PUTT dengan bimbingan Advokat.
• Masa waktu sebagai PUTT adalah 6 (Enam) bulan dan setelah itu
diadakan seleksi untuk dapat diangkat menjadi Pembela Umum
Tetap (PUT).
• Pada umumya PUT sebagian telah menyelesaikan studinya, mereka
yang berkeinginan mengabdi lebih lama dapat diberikan
kesempatan untuk mengikuti PKPA yang akan dipersiapkan
sebagai regenerasi Advokat di LKBH.
87PENGUATAN SUMBER DAYA MANUSIA
BAB VIII
PENGGALANGAN DANA
A. Hakekat Penggalangan Dana
Dana merupakan salah satu unsur penting bagi keberhasilan
kerja lembaga tidak terkecuali . Ketersediaan dana me-
rupakan faktor menentukan bagi penguatan kapasitas kelembagaan,
dan keberlanjutan organisasi. Hampir bisa dipastikan semua aktivi-
tas yang dilakukan organisasi membutuhkan dana. Oleh karena itu
untuk memenuhi kebutuhan dana memerlukan langkah strategis
dan sistematik, yang sering disebut dengan atau peng-
galangan dana.
atau penggalangan dana adalah aktivitas orga-
nisasi atau individu untuk mencari, menggalang, dan mengumpul-
kan dana untuk mendukung atau menjalankan kegiatan yang
bersifat nirlaba. Umumnya, bagi organisasi nirlaba penggalangan
dana merupakan satu-satunya metode mendapatkan dana untuk
memenuhi kebutuhan organisasi. Kegiatan penggalangan dana
tidak ditujukan untuk mendapatkan keuntungan secara personal,
tetapi untuk kepentingan kelembagaan.
Ada beberapa alasan mengapa organisasi perlu melakukan
penggalangan dana. Penggalangan dana ditujukan untuk me-
wujudkan misi lembaga. Tanpa ketersediaan dana yang memadai,
Legal Clinic
fundraising
Fundraising
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
90
mustahil visi dan misi organisasi dapat diwujudkan. Penggalangan
dana juga diperlukan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat
melalui aktivitas atau kegiatan yang dilakukan organisasi. Diharap-
kan masyarakat mendapat manfaat dari aktivitas yang dilakukan
oleh organisasi. Penggalangan dana juga diperlukan untuk meme-
nuhi biaya operasional organisasi, sehingga diharapkan dapat me-
nyejahterakan mitra atau nya. Selain itu penggalangan
dana juga penting dilakukan untuk tetap menjalin, dan menjaga
hubungan baik dengan mitra.
Ketersediaan dana hampir menjadi masalah bagi semua
organiasi dengan tingkat permasalahan yang beragama.
Secara umum masalahnya adalah kurang memadainya pendanaan
yang tersedia untuk menjalankan organisasi, dan terbatasnya akses
maupun pemahaman terhadap sumber-sumber pen-
danaan.
Terkait dengan pendanaan yang banyak dipraktikkan oleh
ada beberapa model;
, mendapat subdisi penuh oleh fakultas/
perguruan tinggi. Karena seluruh operasional telah ditanggung oleh
fakultas atau perguruan tinggi, maka tidak diperkenan-
kan untuk memungut biaya kepada klien yang meminta konsultasi,
maupun bantuan ke .
, mendapatkan subsidi dari fakultas tetapi
terbatas, sehingga tidak dapat menutup operasional. Untuk menu-
tupinya seringkali ditempuh dengan melakukan subsidi silang, yaitu
memungut biaya bagi klien yang mampu untuk menutup biaya
operasional bagi klien yang tidak mampu.
, ada yang sama sekali tidak mendapatkan
stakeholder
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Pertama Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Kedua Legal Clinic
Ketiga Legal Clinic
29
Lihat lebih lanjut dalam Uli Parulian Sihombing, dkk, Kertas Kerja RevitalitsaiLembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum dalam rangka memperkuat Akses KeadilanBagi Masyaakat Marginal, KHN dan ILRC, 2007.
29
91PENGGALANGAN DANA
subsidi dari fakultas. Dana operasional diperoleh dari klien maupun
sumbangan kerelaan dari orang-orang yang terlibat di .
, subsidi dari donor. Beberapa mulai be-
kerjasama dengan donor, baik dalam negeri maupun luar negeri. Ini
dilakukan mengingat tidak memadainya pendanaan yang diperoleh,
baik dari fakultas maupun klien. Kelima, subsidi dari APBN/APBD.
Beberapa juga mendapatkan pendanaan dari APBN/
APBD untuk membiayai operasional .
Untuk mendapatkan pendanaan yang memadai dibutuhkan
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman dari pimpinan Legal
Clinic. Pimpinan harus memiliki informasi mengenai sumber-sumber
dana, dan mempunyai cukup keahlian maupun kreativitas agar
dana tersebut dapat diperoleh untuk keberlangsungan
Selain membutuhkan pengetahuan dan keterampilan, juga mem-
butuhkan komitmen agar dana dapat dikelola dengan baik,
serta terjaga akuntabilitasnya. Untuk itu, perlu
meningkatkan kemampuannya melakukan penggalangan dana, dan
seiring dengan itu melakukan upaya pembenahan di tubuh
organisasi.
Dalam melakukan penggalangan dana ada beberapa prinsip
yang harus diperhatikan. Prinsip tersebut populer disingkat SMART
( ). Penggalangan dana
harus artinya fokus dalam mengangkat isu tertentu,
artinya terukur, dapat dicapai, dan artinya
realistis sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Dalam menggalang dana organisasi harus memperhatikan
beberapa faktor penting yaitu menyangkut pengelolaan, baik
keuangan maupun administrasi. Organisasi harus memiliki sistem
Legal Clinic
Keempat Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic
Legal Clinic.
trans-
paran Legal Clinic
specific, measurable, attainable, dan realistic
specific measur-
able attainable realistic
B. Strategi Penggalangan Dana
keuangan, dan administrasi yang baik sehingga dana yang diperoleh
dapat dikelola secara bertanggungjawab. Penggalangan dana juga
harus memperhatikan sumber daya manusia yang dimiliki orga-
nisasi, terkait beban kerja, kebutuhan SDM, rekrutmen, pengem-
bangan karir, penguatan kapasitas, peningkatan kesejahteraan, dan
lain-lain. Penggalangan dana juga harus memperhatikan
yang dimiliki organisasi dalam menggalang dana, serta target dari
orang-orang atau lembaga yang potensial mendukung kerja-kerja
organisasi.
Secara umum pihak-pihak yang dapat memberi dana dike-
lompokkan dalam tiga kategori, yaitu perseorangan, organisasi na-
sional maupun internasional, dan negara. Perseorangan biasanya
dilakukan dalam bentuk pemberian sumbangan, atau lebih dikenal
sebagai kegiatan amal, yang diberikan langsung kepada pihak yang
membutuhkan ataupun melalui lembaga-lembaga pengumpul.
Kelompok organisasi antara lain adalah perusahaan atau sektor
swasta, yayasan, asosiasi profesi, kelompok masyarakat, ikatan
alumni, dan lain-lain.
Pemberian dana oleh perusahaan muncul dalam terminologi
tanggung jawab sosial perusahaan ( )
yang dijalankan dalam berbagai bentuk oleh perusahaan. Biasanya
bantuan tersebut dimasukkan dalam program bantuan sosial yang
dilaksanakan oleh divisi pengembangan masyarakat (
), atau ke dalam divisi komunikasi perusahaan (
) atau hubungan masyarakat ( ).
Sebagian perusahaan menjalankan aktivitas ini secara terprogram
atau rutin, sebagian lainnya dalam kegiatan sederhana pemberian
bantuan, sumbangan ataupun aktivitas sosial lain.
Negara dalam hal ini bisa melalui perguruan tinggi (bagi PTN)
maupun anggaran-anggaran yang ada di APBN/APBD. Pada
resource
corporate social responsibility
community
development corpo-
rate communication public relations
umumnya setiap APBN ataupun APBD memiliki pos anggaran
untuk bantuan hukum. Pada kenyataanya penggunaan anggaran
tersebut belum dapat dinikamati oleh masyarakat yang mem-
butuhkan bantuan hukum. bisa menjajaki kerjasama
dengan pemerintah, baik di pusat maupun di daerah untuk men-
dapatkan anggaran bantuan hukum.
Tidak ada standar yang baku tentang model proposal yang
dapat diajukan. Setiap lembaga pendanaan umumnya memiliki
standar yang berbeda-beda. Oleh karena itu penting untuk
mengetahui standar atau model yang lazim digunakan oleh sebuah
lembaga pemberi dana. Selain mengetahui standar atau model
proposal, perlu keahlian menulis secara logis dan sederhana dalam
menjelaskan visi lembaga, dan uraian program yang akan diajukan.
Meskipun tidak ada standar yang baku dalam menulis proposal,
tetapi umumnya sebuah proposal harus berisi dan mencerminkan
beberapa informasi penting yang harus diketahui oleh lembaga
penyedia dana.
, informasi tentang lembaga. Bagian ini harus men-
jelaskan secara utuh dan lengkap tentang keberadaan lembaga ter-
kait dengan nama, latarbelakang, visi dan misi, pengurus, penga-
laman organisai, kontak, dan lain-lain. Informasi ini penting diung-
kap untuk menilai dan mengetahui relevansi serta kompetensi
program yang diajukan. Adanya kesesuaian dan kompetensi antara
kerja-kerja organisasi dengan program yang diajukan akan lebih
dipertimbangkan oleh penyedia dana.
, nama progam. Nama program harus dirumuskan
secara singkat dan padat tetapi menggambarkan program yang akan
dilakukan. Nama program juga hendaknya mencerminkan misi
Legal Clinic
Pertama
Kedua
C. Menyusun Proposal
kegiatan yang akan dan perlu dilakukan.
, latarbelakang program. Bagian ini sangat penting ka-
rena akan menjelaskan latarbelakang pentingnya program ini dila-
kukan. Latarbelakang akan menguaraikan permasalahan-perma-
salahan saat ini dan yang akan coba dipecahkan dengan program/
kegiatan yang diusulkan. Diharapkan ada baseline data mengenai
kondisi saat ini, dan proyeksi kondisi yang diharapkan di masa
datang. Untuk memperkuat argumentasi penting juga mengutip
informasi hasil penelitian, publikasi, dan lain sebagainya.
Keempat, , dan . Setiap proposal harus
mencantumkan atau tujuan, atau hasil yang diharap-
kan dan output atau keluaran. Tujuan merupakan maksud atau
kondisi yang hendak dicapai melalui pelaksanaan program, dan
biasanya dirumuskan lebih umum atau abstrak. Dari tujuan maka
diturunkan dalam bentuk atau hasil yang diharapkan.
Perumusan biasanya lebih kongkrit dan harus dapat diukur.
Keluaran merupakan hasil nyata yang diperoleh dari program yang
dilakukan.
penjabaran kegiatan. Pada bagian ini akan meng-
uraikan secara kronologis jenis-jenis kegiatan yang akan dilakukan
dalam rangka mencapai tujuan sedetil mungkin, misalnya
dan (menguraikan tentang peserta, materi yang dibahas,
waktu), publikasi (menguraikan sasaran, distribusi juga kronologis
mulai dari penulisan buku, penerbitan, dan distribusi).
, sasaran kelompok dan cakupan wilayah. Bagian ini
menguraikan kelompok masyarakat yang menjadi target utama dari
program. Bagian ini juga dapat menjelaskan tentang skup dari
pelaksanaan program.
, rencana monitoring dan evaluasi. Pada bagian ini
akan menjelaskan tentang bagaimana strategi lembaga akan
Ketiga
goal, objective output
goal objective
objective
objective
Kelima,
workshop
training
launching
Keenam
Ketujuh
memantau dan memastikan tujuan tercapai. Perlu dijelaskan secara
singkat tentang tujuan monitoring evaluasi, metode evaluasi dan
frekuensi evaluasi.
, pelaksana. Bagian ini menjelaskan tentang
personil yang akan melaksanakan program. Jumlah dan kapasitas
personil harus menyesuiakan dengan beban kerja dan kebutuhan
SDM pelaksanaan program.
, anggaran. Penyusunan anggaran harus disesuai-
kan dengan deskripsi kegiatan, dan kebutuhan opersional yang
dibutuhkan untuk melaksanakan program. Setiap lembaga donor
biasanya memiliki format khusus dalam menyusun anggaran. Untuk
kepentingan akuntabilitas, maka hendaknya dialokasikan anggaran
untuk audit. Audit ini penting untuk lembaga, dan juga untuk
pemberi dana.
Kedelapan
Kesembilan
DAFTAR PUSTAKA
ILRC, Baseline Survey Penyuluhan dan Bantuan Hukum di
Indonesia, Jakarta: ILRC, 2008.
ILRC, Mitra Hukum, Edisi 4 Nopember-Desember 2009.
ILRC, Pendidikan Hukum Klinik Tinjauan Umum, Jakarta: OSJI
dan ILRC, 2009.
ILRC, Procceeding Workshop tentang Legal Clinic, Surabaya, 25-
27 April 2009.
ILRC, Proceeding Pelatihan Penyelenggaraan LKBH Di Fakultas
Hukum, yang diselenggarakan oleh ILRC, Jakarta 27 – 29
Juli 2009.
Michael Allison dan Jude Kaye, Perencanaan Strategis Bagi
Organisasi Nirlaba, Jakarta: Yayasan OBOR dan TIFA,
2005.
Mulayan W. Kusumah, Hukum dan Hak Asasi Manusia suatu
Pemahaman Kritis, Bandung: Alumni, 1981.
Roem Topatimasang dan Russ Dilts (Penerjemah), Menejemen
Organisasi Nirlaba, Jakarta: SEPMA dan P3M, 1989.
98
Roem Topatimassang, dkk, Merubah Kebijakan Publik, Jogjakarta:
Insist, 2000.
Subekti, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Bandung: Penerbit Alumni,
1992.
Supardu dan Syaiful Anwar, Dasar-Dasar Perilaku Organisasi,
Jogjakarta: UII Press, 2002.
Uli Parulian Sihombing, dkk, Kertas Kerja Revitalisasi Lembaga
Konsultasi dan Bantuan Hukum dalam rangka
Memperkuat Akses Keadilan Bagi Masyarakat Marginal,
KHN dan ILRC, Jakarta: 2008.
Wahyudin Sumpeno, Konsep Penilaian dalam Pengembangan
Organisasi Nirlaba, PEAK Indonesia.
www.pascaunhas.net
www.bphn.go.id
MENGELOLA LEGAL CLINICPanduan Membentuk dan Mengembangkan LBH Kampus untuk Memperkuat Akses Keadilan
PROFILE
THE INDONESIAN LEGAL RESOURCE CENTER (ILRC)Mitra Pembaruan Pendidikan Hukum Indonesia
LATAR BELAKANG
The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) adalah organisasinonpemerintah yang konsen pada reformasi pendidikan hukum.Pada masa transisi menuju demokrasi, Indonesia menghadapibanyak masalah yaitu korupsi, minimnya jaminan hak azasi manu-sia (HAM) di tingkat legislasi, dan lemahnya penegakan hukum.Masalah penegakan hukum membutuhkan budaya hukum yangkuat di masyarakat. Faktanya kesadaran hak di tingkat masyarakatsipil masih lemah, begitu juga kapasitas untuk mengakses hak ter-sebut. Ketika instrumen untuk mengakses hak di tingkat masyarakattersedia, tetapi negara tidak menjamin dan memberikan perlin-dungan, misalnya hukum adat.
Peran perguruan tinggi, khususnya fakultas hukum sebagai bagiandari masyarakat sipil menjadi penting untuk menyediakan lulusanfakultas hukum yang berkualitas dan mengambil bagian dalamberbagai profesi yang ada, seperti birokrasi, institusi-institusi negara,peradilan, praktisi hukum, akademisi dan organisasi-organisasi ma-syarakat sipil. Mereka juga mempunyai posisi yang legitimate untuk
memimpin pembaharuan hukum. Dalam konteks ini kami meman-dang pendidikan hukum mempunyai peran penting untuk mem-bangun budaya hukum dan kesadaran hak masyarakat sipil.
Pendirian (ILRC) merupakanbagian keprihatinan kami terhadap realitas pendidikan hukum yangkurang responsif terhadap permasalahan keadilan sosial. Pen-didikan hukum di Perguruan Tinggi cenderung membuat lulusanfakultas hukum menjadi profit dan mengabaikanpemasalahan keadilan sosial. Perguruan Tinggi mempunyaiinstrument/institusi untuk menyediakan bantuan hukum secaracuma-cuma untuk masyarakat miskin, tetapi dalam implemen-tasinya tidak seperti yang diharapkan.
Ada beberapa permasalahan terkait penyelenggaraan pendidikanhukum, diantaranya: (1) Lemahnya paradigma yang berpihakkepada masyarakat miskin, keadilan sosial dan HAM; (2) Adanyakomersialisasi perguruan tinggi dan lemahnya pendanaan maupunsumber daya manusia di Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum(LKBH) dan Pusat Hak Azasi Manusia (HAM); (3) Pendidikanhukum kurang mampu berperan ketika terjadi konflik hukum yangdisebabkan karena perbedaan norma antara hukum yang hidup dimasyarakat dan hukum negara.Karena masalah tersebut, maka ILRC bermaksud mengambilbagian dalam upaya pembaruan pendidikan hukum.
Visi ILRC adalah “Memajukan HAM dan keadilan sosial dalampendidikan hukum”. Sedangkan misi ILRC adalah ; (1)Menjembatani jarak antara perguruan tinggi, khususnya fakultashukum dengan dinamika sosial; (2) Mereformasi pendidikan hukumuntuk memperkuat perspektif keadilan sosial; dan (3) Mendorongperguruan tinggi dan organisasi-organisasi masyarakat sipil untukterlibat di dalam reformasi hukum dan keadilan sosial.
The Indonesia Legal Resource Center
oriented lawyer
VISI DAN MISI
STRUKTUR ORGANISASI
Pendiri/Badan Pengurus
Badan Eksekutif
Dadang Trisasongko (Ketua)Renata Arianingtyas (Sekretaris)Sony Setyana (Bendahara)Prof. Dr. Muhamad Zaidun, SH (Anggota)Prof. Drs. Soetandyo Wignjosoebroto, MPA (Anggota)Uli Parulian Sihombing (Anggota).
Uli Parulian Sihombing (Direktur Eksekutif)Fulthoni (Program Manajer)Siti Aminah (Programe Officer)Evi Yuliawati (Keuangan)Herman Susilo (Administrasi).
WORKPLAN CETAK BIRU
PEMBARUAN PENDIDIKAN HUKUM
BERBASIS KEADILAN SOSIAL
2010-2014
WAKTUSTRATEGII II III IV V
A. SISTEM PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN1. Pembaruan kurikulum pendidikan hukum
berbasis kedilan sosial, dengan melakukan
evaluasi menyeluruh terhadap materi yang
disampaikan dalam perkuliahan pendidikan
hukum.
X X
2. Menyusun silabi dengan melakukan penajaman
aspek keadilan sosial terhadap materi-materi
dasar dan materi lain yang berkaitan erat
dengan isu keadilan sosial.
X X X
3. Mengembangkan metode pengajaran yang
berbasis learning, dengan mengadopsi berbagai
metode pengajaran yang lebih beragam.
X X X
4. Memperkuat kapasitas pengajar fakultas hukum
dalam menerapkan metode pengajaran berbasis
learning melalui pelatihan dan penyediaan buku
panduan.
X
5. Mengevaluasi sistem perkuliahan dengan
jumlah peserta didik yang terlalu banyak. Agar
proses pengajaran berbasis learning ini berjalan
efektif, jumlah mahasiswa yang ideal adalah
antara 30-40 orang per kelas.
X
6. Menyediakan bahan ajar yang dapat menunjang
pemahaman para pengajar fakultas hukum
terhadap aspek keadilan sosial dan
penerapannya dalam masyarakat.
X X
7. Melakukan evaluasi dan penataan terhadap
mata kuliah pendidikan dan pelatihan
kemahiran hukum agar lebih efektif dan
berpengaruh signifikan bagi pembentukan
karakter peserta didik.
X X X
WAKTUSTRATEGII II III IV V
A. SISTEM PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN8. Melakukan revitalisasi model KKN dan PKL,
dengan memasukkan dimensi-dimensi keadilan
sosial dalam ruang kegiatan tersebut.
Pendidikan hukum perlu mempertimbangkan
pelaksanaan progam Street Law yang umum
diselenggarakan oleh pendidikan hukum di
berbagai negara. Progam in didesain untuk
membangun kesadaran masyarakat terhadap
hak-hak hukum dan bagaimana mendapatkan
bantuan antuk pemenuhan hak-hak tersebut.
X X X
9. Pendidikan hukum perlu mempertimbangkan
penyelenggaraan pendidikana berasrama untuk
tahun pertama bagi peserta didik. Pendidikan
berasrama ini bertujuan memberikan landasan
yang kokoh bagi peserta didik dalam
mempelajari hukum di fakultas hukum.
X
10
.
Mengembangkan Continuing Legal Educationsebagai model pendidikan hukum khusus yang
bersifat lanjutan dan melengkapi kebutuhan
mahasiswa terhadap pemahaman hukum
sebagaimana telah diajarkan dalam perkuliahan.
Ada beberapa pilihan tema yang dapat
diberikan misalnya program pemahaman
komprehensif tentang keadilan sosial dan
program bantuan hukum, yang diintegrasikan
melalui LBH Kampus.
X X
B. PENGUATAN SUMBER DAYA MANUSIA1. Menyusun prosedur dan standar penilaian
dalam proses rekrutmen pengajar fakultas
hukum, dengan memasukkan unsur-unsur
keadilan sosial di dalamnya.
X
2. Menyusun manual pendidikan prajabatan bagi
calon pengajar fakultas hukum, yang lebih
mencerminkan nilai-nilai keadilan sosial dan
pengenalan terhadap metode pengajaran
berbasis learning.
X
112 MENGAJARKAN HUKUM YANG BERKEADILANCetak Biru Pembaruan Pendidikan Hukum Berbasis Keadilan Sosial
WAKTUSTRATEGII II III IV V
B. PENGUATAN SUMBER DAYA MANUSIA3. Mengembangkan metode supervisi bagi calon
pengajar fakultas hukum yang efektif,
akuntabel, dan berdimensi keadilan sosial.
4. Meningkatkan kapasitas pengajar fakultas
hukum melalui berbagai pelatihan yang dapat
menunjang proses pengajaran. Pelatihan itu di
antaranya adalah pelatihan khusus tentang
keadilan sosial dan pengajaran yang berbasis
learning. Pelatihan juga dapat dilakukan untuk
menajamkan aspek keadilan sosial pada mata
kuliah tertentu.
X X
5. Menyelenggarakan program fellowship,
pemagangan, dan studi banding. Program in
bertujuan untuk meningkatkan kapasitas
pengajar fakultas hukum, khususnya perspektif
keadilan sosial.
X X X X X
6. Membentuk dan memperkuat asosiasi pengajar
fakultas hukum yang berbasis keadilan sosial.
Keanggotaan asosiasi dapat berasal dari
pengajar dengan mata kuliah yang berbeda.
X X X X X
7. Mengembangkan diskurus keadilan sosial di
kalangan internal fakultas hukum dengan
berbasis lintas mata kuliah, sehingga terjadi
interaksi di antara para pemangku mata kuliah
yang bebeda.
X X X
8. Menyelenggarakan kuliah umum setiap awal
semester yang mengangkat topik keadilan
sosial atau fenomena hukum aktual.
Narasumber bisa berasal dari dalam maupun
luar negeri.
X X X X X
9. Memfasilitasi peningkatan kapasitas pengajar
fakultas hukum melalui peningkatan jenjang
pendidikan formal (S2 dan S3), baik dalam
negeri maupun luar negeri.
X X X X X
WORKPLAN CETAK BIRU 113
WAKTUSTRATEGII II III IV V
C. REORIENTASI KELEMBAGAAN1. Memperkuat kapasitas dan pemahaman
pimpinan fakultas hukum dan bagian terhadap
perspektif keadilan sosial.
X X
2. Membangun kesamaan pandangan di antara
pimpinan fakultas hukum dan bagian terhadap
pentingnya perspektif keadilan sosial dalam
penyelenggaraan pendidikan hukum.
X
3. Mengembangkan dan membudayakan
penelitian hukum nondoktriner sebagai metode
alternatif dalam tradisi penelitian di fakultas
hukum.
X X X
4. Memfasilitasi penelitian-penelitian nondoktriner
melalui penyediaan anggaran yang memadai.
X X X X X
5. Memanfaatkan berbagai hasil penelitian civitasacademica untuk pengembangan diskursus
dalam proses pengajaran dan menjadikannya
acuan dalam mendorong perubahan kebijakan.
X X X X X
6. Melibatkan mahasiswa dalam program
penelitian sebagai media pembelajaran dan
transformasi pengalaman.
X X X X X
7. Melakukan penataan secara menyeluruh
terhadap fungsi dan peran laboratorium hukum.
Penataan dilakukan terhadap struktur, materi,
dan sumber daya manusia.
X
8. Memberikan penghargaan melalui kredit yang
memadai terhadap kegiatan pengabdian
masyarakat.
X
9. Mengembangkan metode CLE dalam proses
pembalajaran hukum, dengan mengintegrasikan
kegiatan bantuan hukum oleh mahasiswa dalam
sistem kurikulum.
X
10
.
Memperkuat kapasitas manajerial pimpinan
LBH Kampus dan pemahamannya terhadap
aspek keadilan sosial.
X X X
114 MENGAJARKAN HUKUM YANG BERKEADILANCetak Biru Pembaruan Pendidikan Hukum Berbasis Keadilan Sosial
WAKTUSTRATEGII II III IV V
C. REORIENTASI KELEMBAGAAN11
.
Melakukan pembenahan terhadap LBH
Kampus dengan memperbaiki sistem rekrutmen
dan SDM, melengkapi instrumen kelembagaan
(SOP), dan penyediaan anggaran yang
memadai.
X
12
.
Mengembangkan diskursus dan perspktif
keadilan sosial kepada mahasiswa, melalui
lembaga-lembaga kemahasiswaan yang ada.
X X X X X
D. PENGUATAN INFORMASI, JARINGAN, DAN KERJASAMA1. Membentuk dan mengembangkan
perpustakaan di tingkat fakultas yang
menyediakan berbagai referensi hukum yang
dibutuhkan oleh civitas academica.
X
2. Mengembangkan sistem perpustakaan secara
online dan menjalin kerjasama dengan
perpustakaan lain dalam menyediakan bahan
referensi.
X
3. Memfasilitasi penyediaan karya ilmiah melalui
langganan jurnal, baik nasional maupun
internasional, bidang hukum maupun
nonhukum.
X
4. Memfasilitasi penerbitan buku-buku berdimensi
keadilan sosial, baik yang ditulis oleh penulis
dalam negeri maupun luar negeri.
X X
5. Membentuk dan menerbitkan jurnal yang
khusus mengembangkan diskursus keadilan
sosial.
X
6. Mengembangkan progam pertukaran
mahasiswa, baik antarfakultas hukum di dalam
negeri, maupun dengan fakultas hukum di luar
negeri.
X
7. Memperkuat jaringan atau forum antardekan
fakultas hukum, baik regional, nasional,
maupun internasional.
X X X X X
WORKPLAN CETAK BIRU 115
WAKTUSTRATEGII II III IV V
D. PENGUATAN INFORMASI, JARINGAN, DAN KERJASAMA8. Menjalin kerjasama dengan aparat penegak
hukum, baik kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
dan advokat untuk mendapatkan akses
informasi terhadap dokumen hukum, dan
membuka kemungkinan mahasiswa berpraktik
dalam proses penegakan hukum.
X
9. Menjalin kerjasama dengan instansi
pemerintah, baik di daerah maupun pusat, dan
lembaga-lembaga kemasyarakatan yang
concern pada penguatan HAM dan keadilan
sosial.
X
E. PENGUATAN KELEMBAGAAN PENJAMIN MUTU1. Membentuk dan mengembangkan lembaga
penjamin mutu di tingkat fakultas, bahkan jika
dimungkinkan pada bagian.
X
2. Menyusun Standar Mutu dan standardoperational procedure (SOP) sebagai pedoman
penilaian kualitas pendidikan hukum yang
berbasis keadilan sosial.
X
F. PENEGAKAN KODE ETIK1. Mengembangkan standar etika bagi civitas
academica yang berbasis keadilan sosial.
X
2. Mendorong civitas academica menjunjung tinggi
kode etik dan proses penegakannya.
X X X X X
116 MENGAJARKAN HUKUM YANG BERKEADILANCetak Biru Pembaruan Pendidikan Hukum Berbasis Keadilan Sosial
DAFTAR PESERTA
WORKSHOP PERUMUSAN KONSEP DAN INDIKATORKEADILAN SOSIAL DALAM PENDIDIKAN HUKUM
SURABAYA, 15 – 17 JANUARI 2009
NO. NAMA LEMBAGA
1. Prof. Dr. Much. Zaidun, SH, MH Dekan FH Unair
2. Herman Suryokumoro, SH, MH Dekan FH Unibraw
3. Prof. Dr. Guntur Hamzah, SH Pudek I FH Unhas
4. M. Sumedi, SH, MH Pengajar FH Unair
5. Dr. M Hadi Subhan, SH, MH Ketua UKBH FH Unair
6. Joeni Arianto Kurniawan, SH Pengajar FH Unair
7. Soelistyowati, SH, MH Pengajar FH Unair
8. Bambang Suheryadi, SH, MHum Staf UKBH FH Unair
9. Imam Prihandono, SH, LLM Pengajar FH Unair
10. Rahadian Salman, SH, LLM Pengajar FH Unair
11. Rachmad Syafaat, SH, MS. Pengajar FH Unibraw
12. Ummu Hilmy, SH, MH Pengajar FH Unibraw
13. Dr. Ibnu Tricahyo, SH, MH Pengajar FH Unibraw
14. Arif Wijaya, SH, MH BKBH FH Unibraw
15. Agus Lanini, SH, MH Pengajar FH Untad
16. Indrawati Ristawati, SH Pengajar FH Unair
17. Rosa Ristawati, SH Pengajar FH Unair
18. Dadang Trisasongko ILRC
19. Uli Parulian Sihombing ILRC
20. Fulthoni ILRC
DAFTAR PESERTA WORKSHOP 117
DAFTAR PESERTAWORKSHOP PERUMUSAN STRATEGI PEMBARUAN
PENDIDIKAN HUKUM BERBASIS KEADILAN SOSIAL
MAKASSAR, 12-14 MARET 2009
NAMA LEMBAGA1. Prof. Dr. Muchammad Zaidun, SH,
MSi
Dekan FH UNAIR
2. Herman Suryokumoro, SH,MS Dekan FH UNIBRAW
3. Prof. Dr. Syamsul Bachri, SH, MS Dekan FH UNHAS
4. Prof. Soetandyo Wignjosoebroto,
MPA
Guru Besar Emiritus
FISIP Unair
5. Prof. Dr. Achmad Ali, SH Guru Besar FH Unhas
6. Agus Lanini, SH, MH Pengajar FH UNTAD
7. Matinus Solossa, SH,MHum Dekan FH UNCEN
8. Prof. Dr. Muh. Guntur hamzah, SH Pembantu Dekan I FH
UNHAS
9. Prof. Dr. Mas Bakar, SH, MH Pengajar FH Unhas
10. Dr. Anshori Ilyas, SH, MH Pengajar FH Unhas
11. Mustofa Bola, SH, MH Ketua BKBH FH
Unhas
12. Agus Lanini, SH,M.H FH UNTAD
13. Kasman Abdullah, SH, MH Pengajar FH Unhas
14. Soelistyowati, SH,MH Pengajar FH UNAIR
15. M. Hadi Subhan, SH Pengajar FH UNAIR
16. Rachmad Safa’at, SH,MH Pengajar FH
UNIBRAW
17. Ummu Hilmi, SH, MH Pengajar FH
UNIBRAW
18. Dadang Trisasongko ILRC
19. Uli Parulian Sihombing ILRC
20. Fulthoni ILRC
21. Siti Aminah ILRC
DAFTAR PESERTA WORKSHOP 119
DAFTAR PESERTAFOCUS GROUP DISCUSSION
PEMBARUAN PENDIDIKAN HUKUM
BERBASIS KEADILAN SOSIAL
MAKASSAR, 15 MARET 2009
NAMA LEMBAGA1. Prof. Dr. Musakkir, SH, MH FH UNHAS
2. Dra. Zohra Andi Baso Tokoh Masyarakat
3. Abdul Hamid Basma Tokoh Masyarakat
4. Hasbi Ali, SH, MH FH UMI
5. Ilham Abbas, SH, MH FH UMI
6. Dr. Said Sampara, SH, MH FH UMI
7. Kaisaruddin K. FH UNHAS
8. Romi Librayanto, SH, MH FH UNHAS
9. Rulsan R, SH, MH FH Universitas’ 45
10. M. Irsan Arif, SH, MH Kejaksaan Tinggi Sulselbar
11. J. Lufia Usmani, SH, MH Pengadilan Tinggi
Sulselbar
12. Muhammad Tahir, SH, MH Kepolisian Daerah
Sulselbar
13. Yuliani Harys LBHP2I
14. Fajlurrahman, SH PuKAP Indonesia
15. Ario Abdillah LIPPI Makassar
16. Prof. Dr. Syamsul Bachri, SH,
MH
FH UNHAS
17. H. Mustofa Bola, SH, MH FH UNHAS
18. Dr. Farida Pattitinggi, SH, MH FH UNHAS
19. Kasman Abdullah, SH FH UNHAS
20. Dr. Anshori Ilyas, SH, MH FH UNHAS
21. Hasaning FH UNHAS
22. Sudirman FH UNHAS
DAFTAR PESERTA FOCUS GROUP DISCUSSION 121
DAFTAR PESERTAFOCUS GROUP DISCUSSION
PEMBARUAN PENDIDIKAN HUKUM
BERBASIS KEADILAN SOSIAL
MALANG, 14 APRIL 2009
NO. NAMA LEMBAGA1. Didik Sukrian FH Unibraw
2. Muktiono, SH, MPhil
3. Rachmad Syafaat, SH, MS FH Unibraw
4. Ummu Hilmy, SH, MH FH Unibraw
5. Hardyowiyono
6. S. Noer Indah
7. F Rahardjo
8. Sutiah
9. Abdul Halim
10. Jefferdian
11. Jeffry Yoda
12. DTM Silitonga
13. Eny Harjati
14. Ngesti FH Unibraw
15. Sri Wahyuningsih
16. Muhamad Dahlan
17. Riana Susmayanti
18. Sri Kustinah
19. Bambang Sudjito
20. M Ali Syafaat FH Unibraw
21. Paham Triyoso
22. Mudayati
23. Djumikasih
24. Fahrizal
25. Reka D
26. Siti Aminah ILRC
DAFTAR PESERTA FOCUS GROUP DISCUSSION 123
DAFTAR PESERTAFOCUS GROUP DISCUSSION
PEMBARUAN PENDIDIKAN HUKUM
BERBASIS KEADILAN SOSIAL
SURABAYA, 15 APRIL 2009
No. Nama Lembaga1. Iman Prihandono, SH, L.LM FH UNAIR
2. Radian Salman, SH, L.LM FH UNAIR
3. Susilo Edy, SH POLDA
4. Wawan Sono Uplink Surabaya
5. Lanny Ramli FH UNAIR
6. Siti Aminah ILRC
7. Bianti Al Imran FH UNAIR
8. Mas Rahmah FH UNAIR
9. Chomariyah FH UHT
10. Bambang Suharja FH UNAIR
11. M. Sumadi, SH, MH FH UNAIR
12. Jamaludin ABM
13. Audy Tofan KontraS
14. Tri Rustu M FH UHT
15. Saiful LBH Surabaya
16. Silvia K.D SA KPPD
17. Maradona FH UNAIR
18. Dr. M. Hadi Subhan FH UNAIR
19. Soelistyowati, SH, MH FH UNAIR
20. Prof. Dr. Much. Zaidun, SH,
M.Si
Dekan FH UNAIR
DAFTAR PESERTA FOCUS GROUP DISCUSSION 125
DAFTAR PESERTAFOCUS GROUP DISCUSSION
PEMBARUAN PENDIDIKAN HUKUM
BERBASIS KEADILAN SOSIAL
JAYAPURA, 2 JUNI 2009
No. Nama Lembaga1. Yantje Liauw, SH, MHum FH UNCEN
2. Paskalis Letsoin, S.H LBH Jaya Pura
3. Supriyanto Hadi, SH,MHum FH UNCEN
4. Elsye Mebri Pengadilan Negeri
5. Susi Irianti, SH, MHum, FH UNCEN
6. Roida Hutabalian, SH UNIV. YAPIS
7. Marudut Hasugian, SH, MHum FH UNCEN
8. Margaretha Banoarung, SH UNIV. YAPIS
9. Anum Siregar ALDP
10. Darius Mamoribo, SH Tokoh Adat
11. Pieter Kalahatu, SH Polresta Jaya Pura
12. Yustus Pondayar, SH, MH FH UNCEN
13. Puspita Nirmala Sari, SH FH UNIV. Umel Mandiri
14. Budi Setyanto, SH ICS Papua
15. M.S. Mayalibit, SH, MH Tokoh Adat
16. Ahyani Musa Idah, SH Kejaksaan
17. Salmon Patay, SH MRP
18. Rehabeam Mofu, SH, MHum FH UNCEN
19. Johan Ronggolaha, SH, MHum FH UNCEN
20. Ramses Ohee Tokoh Adat
DAFTAR PESERTA FOCUS GROUP DISCUSSION 127
Profile
THE INDONESIAN LEGAL RESOURCE CENTER (ILRC)
LATAR BELAKANG
Mitra Pembaruan Pendidikan Hukum Indonesia
The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) adalah organisasi
nonpemerintah yang konsen pada reformasi pendidikan hukum.
Pada masa transisi menuju demokrasi, Indonesia menghadapi
banyak masalah yaitu korupsi, minimnya jaminan hak azasi ma-
nusia (HAM) di tingkat legislasi, dan lemahnya penegakan hukum.
Masalah penegakan hukum membutuhkan budaya hukum yang
kuat di masyarakat. Faktanya kesadaran hak di tingkat masyarakat
sipil masih lemah, begitu juga kapasitas untuk mengakses hak ter-
sebut. Ketika instrumen untuk mengakses hak di tingkat masyara-kat
tersedia, tetapi negara tidak menjamin dan memberikan perlin-
dungan, misalnya hukum adat.
Peran perguruan tinggi, khususnya fakultas hukum sebagai bagian
dari masyarakat sipil menjadi penting untuk menyediakan lulusan
fakultas hukum yang berkualitas dan mengambil bagian dalam
berbagai profesi yang ada, seperti birokrasi, institusi-institusi ne-
gara, peradilan, praktisi hukum, akademisi dan organisasi-organi-
sasi masyarakat sipil. Mereka juga mempunyai posisi yang
untuk memimpin pembaharuan hukum. Dalam konteks ini
kami memandang pendidikan hukum mempunyai peran penting
untuk membangun budaya hukum dan kesadaran hak masyarakat
sipil.
Pendirian (ILRC) merupa-kan
bagian keprihatinan kami terhadap realitas pendidikan hukum yang
kurang responsif terhadap permasalahan keadilan sosial. Pendidikan
hukum di Perguruan Tinggi cenderung membuat lulus-an fakultas
hukum menjadi profit oriented lawyer dan mengabai-kan
pemasalahan keadilan sosial. Perguruan Tinggi mempunyai
instrument/institusi untuk menyediakan bantuan hukum secara
cuma-cuma untuk masyarakat miskin, tetapi dalam implementasi-
nya tidak seperti yang diharapkan.
Ada beberapa permasalahan terkait penyelenggaraan pendidikan
hukum, diantaranya: (1) Lemahnya paradigma yang berpihak ke-
pada masyarakat miskin, keadilan sosial dan HAM; (2) Adanya
komersialisasi perguruan tinggi dan lemahnya pendanaan maupun
sumber daya manusia di Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum
(LKBH) dan Pusat Hak Azasi Manusia (HAM); (3) Pendidikan
hukum kurang mampu berperan ketika terjadi konflik hukum yang
disebabkan karena perbedaan norma antara hukum yang hidup di
masyarakat dan hukum negara.
Karena masalah tersebut, maka ILRC bermaksud mengambil bagian
dalam upaya pembaruan pendidikan hukum.
legiti-
mate
The Indonesia Legal Resource Center
VISI DAN MISI
Memajukan HAM dan keadilan sosial dalam pendidikan
hukum
STRUKTUR ORGANISASI
Pendiri/Badan Pengurus :
Badan Eksekutif :
Misi ILRC adalah
“
”.
Sedangkan misi ILRC adalah ;
(1) Menjembatani jarak antara perguruan tinggi, khususnya
fakultas hukum dengan dinamika sosial;
(2) Mereformasi pendidikan hukum untuk memperkuat
perspektif keadilan sosial; dan
(3) Mendorong per-guruan tinggi dan organisasi-organisasi
masyarakat sipil untuk terlibat di dalam reformasi hukum
dan keadilan sosial.
Dadang Trisasongko (Ketua)
Renata Arianingtyas (Sekretaris)
Sony Setyana (Bendahara)
Prof. Dr. Muhamad Zaidun, SH (Anggota)
Prof. Drs. Soetandyo Wignjosoebroto, MPA (Anggota)
Uli Parulian Sihombing (Anggota).
Uli Parulian Sihombing (Direktur Eksekutif)
Fulthoni (Program Manajer)
Siti Aminah (Programe Officer)
Evi Yuliawati (Keuangan)
Herman Susilo (Administrasi).