mengatasi anak kurang gaul

9

Click here to load reader

Upload: hendra-surya

Post on 05-Dec-2014

1.823 views

Category:

Education


1 download

DESCRIPTION

Mengapa perasaan malu kerapkali muncul saat hendak bergaul atau berada di tengah-tengah kelompok teman? Apalagi jika kita memperhatikan anak saat bersama teman-temannya. Perasaan malu acapkali menjadi penghambat bagi anak untuk bergaul atau berkumpul dengan teman sebayanya. Anak menjadi canggung dan sulit membangun interaksi di tengah-tengah temannya. Anak merasa asing dan terkucil di tengah-tengah keriuhan teman-temannya dalam bermain. Alhasil, anak cenderung ingin menarik diri. Padahal, kita selalu mengharapkan anak menjadi anak yang supel bergaul, banyak temannya dan mudah beradaptasi di tengah pergaulannya.

TRANSCRIPT

Page 1: Mengatasi Anak Kurang Gaul

MENGATASI ANAK KURANG BERGAUL…

Perasaan malu acapkali menjadi penghambat bagi anak untuk bergaul atau berkumpul

dengan teman sebayanya. Anak menjadi canggung dan sulit membangun interaksi di tengah-

tengah temannya. Anak merasa asing dan terkucil di tengah-tengah keriuhan teman-temannya

dalam bermain. Alhasil, anak cenderung ingin menarik diri. Padahal, kita selalu mengharapkan

anak menjadi anak yang supel bergaul, banyak temannya dan mudah beradaptasi di tengah

pergaulannya.

Hal lain, kadangkala kita pun sering direpotkan oleh perilaku anak di saat ada banyak

teman sebayanya di dekatnya. Anak malah takut bermain bersama dan terus berlindung di balik

badan orang tuanya. Jika anak dianjurkan untuk turut bergabung bermain bersama temannya,

namun anak dihinggapi perasaan malu dan seperti ketakutan. Anak pun menjadi sangat

tergantung pada orang tuanya.

Namun adakalanya sebahagian orang tua menganggap perasaan malu anak saat belajar

bersosialisasi, merupakan perilaku yang lumrah terjadi pada masa anak-anak. Kemudian, orang

tua menganggap perasaan malu itu akan menghilang seiring dengan perkembangan usianya.

Padahal, tidak jarang perasaan malu tersebut menjadi berlarut-larut dan menjadi penghambat

kemampuan anak untuk dapat bersosialisasi dengan baik. Hal yang tidak boleh diremehkan,

bahwa perasaan malu yang tidak ditanggulangi sedini mungkin ini, dapat berpengaruh terhadap

perkembangan kepribadian anak. Di mana anak menjadi tidak cakap untuk bergaul, kurang

memiliki inisiatif, tidak punya keberanian menghadapi berbagai hal atau tantangan dan hidup

serba tergantung pada orang lain.

Mengapa anak suka malu bergaul?

Kalau kita amati timbulnya perasaan malu pada anak (seseorang) ini, adalah sebagai

bentuk manifestasi reaksi emosional yang tidak menyenangkan hati anak (seseorang), akibat dari

cara pandang atau adanya penilaian negatif terhadap diri sendiri. Padahal, penilaian negatif itu

belum tentu benar adanya, sehingga mengakibatkan munculnya rasa rendah diri, jika berhadapan

dengan orang lain atau kelompoknya.

Kita pun dapat membedakan faktor pencetus perasaan malu pada anak atas dua penyebab,

yaitu:

Page 2: Mengatasi Anak Kurang Gaul

a. Perasaan malu sebagai akibat dari rasa bersalah atas perbuatan yang telah dilakukannya.

Seperti melakukan perbuatan yang kurang sopan, telah berbohong, suka mengejek, telah

mengambil barang orang lain, secara tak sengaja telah merusak barang orang lain atau

menghilangkan barang orang lain dan sebagainya.

b. Perasaan malu sebagai akibat merasa memiliki kemampuan di bawah standar orang lain

atau lingkungan sosialnya, sehingga menimbulkan rasa takut yang berlebihan untuk

berinteraksi.

Perasaan malu tersebut menimbulkan anasir-anasir (dugaan) perlakuan negatif yang mungkin

bakal diterimanya dari orang yang akan dihadapinya. Seperti takut dimusuhi, dikucilkan, tidak

diterima, dianggap tidak sepadan, tidak dipedulikan, tidak ditanggapi, dihina dan sebagainya.

Anasir-anasir negatif tersebut membuat anak merasa tak berdaya dan merasa rendah diri.

Perasaan malu ini membuat anak menjadi merasa tak nyaman berada di hadapan orang lain atau

di tengah-tengah kumpulan orang banyak. Anak menjadi sangat kikuk dan canggung, sehingga

merasa sangat tersiksa. Anak tidak tahu harus bagaimana, tidak tahu apa yang harus

diperbuatnya atau tidak tahu menentukan sikap yang seharusnya, sehingga anak pun menjadi

takut untuk berinteraksi dengan orang lain. Alhasil, dari dalam diri anak bisa timbul perasaan

untuk mengasihani diri. Lantas, dia cenderung menjadi bersikap pasif dan sangat mengharapkan

orang lain yang datang padanya dan peduli dengannya.

Bagaimana cara mengatasi rasa malu anak untuk bergaul?

Untuk membantu anak mengatasi perasaan malunya, ketika dirinya hendak berinteraksi

sosial atau bergaul, maka hal-hal yang perlu kita lakukan, adalah sebagai berikut:

Berusahalah untuk memahami kecemasan anak

Kita harus peka terhadap perasaan negatif hati anak dan yang membuat hilangnya

keberanian anak untuk memulai interaksi sosialnya atau bergaul. Kita perlu mencari tahu

penyebab atau pemicu yang membuat anak tidak memiliki keberanian untuk bergaul dengan

orang lain. Untuk mengetahui pemicu ketakutan anak untuk berinteraksi, maka kita harus secara

aktif menjalin komunikasi dengan anak. Kita harus mau mendengarkan, memperhatikan dan

menangkap, baik secara tersurat maupun yang tersirat bentuk-bentuk keluhan anak, mengapa

dirinya tidak memiliki keberanian untuk berinteraksi.

Page 3: Mengatasi Anak Kurang Gaul

Kita harus mengetahui pemicu perasaan malu anak, apakah bersumber dari rasa bersalah

atau karena merasa kurang percaya diri atau merasa kemampuannya yang kurang dan di bawah

standar. Jika kita telah mengetahui sumber pemicu perasaan malu anak, maka kita perlu memberi

dukungan emosional pada anak, agar dirinya memiliki keberanian untuk berinteraksi dan

menepis perasaan malu anak tersebut.

Kalau kita temukan perasaan malu anak bersumber dari rasa bersalahnya, maka kita

harus mampu membuat anak untuk mengatasi rasa bersalahnya. Untuk mengatasi rasa bersalah

anak, kita dapat menyadarkan akan pentingnya rasa bertanggung jawab atas perbuatannya. Kita

dapat mendorong anak untuk berani mengakui kesalahannya dan berani mengucapkan “minta

maaf” atas perbuatan yang kurang baiknya, sebagai wujud rasa bertanggung jawabnya.

Cara untuk menghilangkan kecemasan, ketakutan atau menyadarkan akan pentingnya

rasa bertanggung jawab pada anak, adakalanya tidak harus dengan mengatakan langsung atau

memvonis anak telah bersalah dengan perkataan yang dapat memojokkan anak. Melainkan, kita

dapat mempergunakan perumpamaan. Misalnya, kita dapat bercerita atau mendongeng pada anak

tentang cerita yang mengandung nilai-nilai ksatriaan.

Nah, jika anak merasa tertarik dan tergugah perhatiannya akan nilai-nilai ksatriaan, tentu

akan dapat merasakan, bahwa apa yang telah diperbuatnya ternyata salah, tidak baik dan dapat

merugikan orang lain. Dalam menuturkan cerita, kita harus piawai menyertakan anak dalam alur

cerita, sehingga anak terlibat dalam mencerna nilai-nilai positif yang akan kita sampaikan

padanya. Kita dapat menggiring pendapat anak akan pentingnya memiliki rasa tanggung jawab

atas perbuatannya. Begitu juga, kita dapat menggiring anak, untuk merasa tertantang mencari

“cara”, agar dirinya dapat “diterima” dengan terbuka oleh teman-temannya maupun orang lain.

Dengan kata lain, merangsang inspirasi pada anak untuk “memikirkan cara”, agar dirinya dapat

dengan mudah di terima dalam kelompok bermain dengan sikap terbuka. Untuk itu, kunci

utamanya dapat kita tuturkan, bahwa anak harus bersedia dengan tulus untuk mau mengucapkan

kata “maaf” dari lubuk hatinya pada teman-temannya.

Jika anak telah berani mengungkapkan rasa bersalahnya, maka berarti anak pun telah

berhasil membongkar atau menyingkirkan beban perasaannya, sehingga diharapkan timbulnya

sikap optimisme anak untuk dapat berinteraksi atau bergaul dengan orang lain. Begitu juga, sikap

bertanggung jawab yang dipertunjukkan anak dapat mengundang simpati orang lain padanya,

sehingga membuka pintu “penerimaan” teman-temannya untuk bermain atau bergaul.

Page 4: Mengatasi Anak Kurang Gaul

Kalau perasaan malu anak itu bersumber dari rasa kurang percaya diri atau rasa

memiliki kemampuan yang di bawah standar, maka perlu diusahakan untuk memberi

dukungan emosional pada anak, agar dirinya tidak selalu memandang rendah dirinya maupun

kemampuannya. Perlu diingatkan atau dibangkitkan kesadaran serta semangat anak, bahwa

dirinya masih memiliki potensi yang sama baik dengan orang lain.

Untuk menumbuhkan rasa percaya diri anak, terutama anak yang masih balita, maka

dapat kita lakukan dengan cara:

- Membantu anak untuk lebih mengenal dirinya

Memang untuk memilih bahasa atau cara yang tepat, agar anak dapat memahami apa

yang kita sampaikan tidak mudah. Namun kita dituntut untuk peka dan memperlakukan anak

dengan sabar serta penuh perhatian. Kita dapat mendekati anak dengan cara memberi dukungan

emosional, seperti merangkulnya, memeluknya dan menatap langsung mata anak, sembari

memberi senyuman yang dapat menyejukkan hatinya. Kita harus dapat menunjukkan rasa empati

kita terhadap kesulitan anak, agar rasa gundah anak menghilang dan dirinya mau berkeluh kesah

pada kita. Kita harus menghilangkan rasa cemas atau kesal anak dengan menunjukkan dirinya

masih mempunyai sesuatu yang membanggakan dirinya. Sesuatu yang membanggakan diri anak

dapat menjadi sumber motivasi kekuatan diri anak.

Pujian adalah sumber kekuatan yang dapat membangkitkan rasa percaya diri anak. Kita

dapat menunjukkan atau menyebutkan sesuatu yang dimiliki anak. Dengan menunjukkan

kelebihan yang dimiliki anak dapat membangkitkan kekuatan dan keberanian anak. Dengan

menonjolkan kekuatan atau kelebihan yang dimiliki anak menjadi modal anak untuk tampil lebih

percaya diri. Anak yang menyadari dirinya mempunyai kekuatan atau kelebihan, berarti dirinya

siap untuk dapat bersosialisasi dan berkumunikasi dengan orang lain.

Contohnya:

“Mengapa Ani bersedih dan takut bermain dengan Dewi, Rita dan Rani? Bukankah Ani lebih

baik dari mereka? Ani bisa bernyanyi, Ani lebih pintar dan Ani pandai bercerita. Coba

tunjukkan Ani memang lebih baik dari mereka, pasti mereka akan kagum pada Ani dan mereka

akan senang menerima Ani!”

Namun penonjolan kelebihan diri anak ini, jangan sampai berlebihan atau membuat anak

menjadi sombong. Kesombongan dapat menimbulkan respon yang kurang baik dari orang lain.

Page 5: Mengatasi Anak Kurang Gaul

Orang lain atau teman-temannya akan menilai dan menganggap anak terlalu berlebihan dan

menunjukkan diri paling hebat, sehingga teman-temannya merasa tidak mempunyai arti atau

merasa disepelekan. Oleh karena itu, kita pun harus juga mengarahkan anak untuk dapat

menghargai teman-temannya, agar tidak dijauhi teman-temannya.

- Mengajak anak mau belajar dan berinteraksi

Untuk menumbuhkan rasa percaya diri mutlak dibutuhkan perluasan wawasan atau

pengetahuan. Dengan banyak belajar berarti semakin banyak tahu. Dengan mengajak anak

belajar berarti membuat anak memiliki pengetahuan dan modal yang memadai untuk dapat

bergaul dengan baik dan dengan siapa saja.

Kalau anak belum mampu belajar sendiri dapat kita lakukan dengan cara bercerita atau

mendongeng di hadapan anak. Kita mengajak anak untuk berinteraksi dalam cerita tersebut. Atau

anak kita ajak melihat cerita bergambar bersama-sama. Kita bertutur menceritakan jalan cerita

bergambar tersebut pada anak. Kita pun harus pandai merangsang respon anak terhadap isi cerita

tersebut atau memasukkan anak dalam peran cerita tersebut.

Keterlibatan anak secara langsung dan mendiskusikan isi jalan cerita yang kita kembangkan pada

anak, maka secara tak langsung menumbuhkan rasa percaya diri anak. Sebab, berdiskusi

merupakan unsur penting dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman bagi anak.

Begitu juga, mendiskusikan sesuatu masalah atau jalan cerita mengajarkan anak cara

berinteraksi dan siap menerima masukan-masukan atau informasi yang dianggap penting dan

berguna bagi dirinya.

- Mengajarkan anak untuk mahir bertanya dan bersikap terbuka

Untuk membuka kebuntuan dalam bergaul dapat diatasi dengan bertanya dan mau

mengembangkan sikap terbuka. Dengan kata lain, kemahiran bertanya dan bersikap terbuka

merupakan jalan untuk mempermudah membangun interaksi dalam bergaul. Begitu juga, anak

harus dibimbing agar mahir bertanya dan mau bersikap terbuka dalam mengatasi

kecanggungannya dalam berinteraksi atau bergaul. Pada anak perlu diyakinkan, bahwa bertanya

bukan berarti membuat kita merasa rendah diri dan membuat malu diri. Namun, kemahiran

bertanya menunjukkan kemampuan berinisiatif mengembangkan komunikasi dua arah. Orang

yang ditanya pun tentu akan merasa senang dan bangga, sebab pertanyaan yang ditujukan

Page 6: Mengatasi Anak Kurang Gaul

padanya dapat diterima atau dinilai sebagai sikap menghormati dan menghargai dirinya. Dengan

bertanya, anak akan lebih mengenal orang yang ditanya, sehingga membuat anak merasa dekat

dan akrab.

Kita pun perlu membimbing anak, bagaimana cara bertanya atau etika bertanya yang

baik, agar orang yang ditanya tidak tersinggung, jengkel atau marah. Bagaimana cara bertanya

dengan santun dan nada suara yang tidak menyinggung perasaan orang yang ditanya.

Untuk melatih kemahiran bertanya pada anak, maka kita pun harus senantiasa

merangsang pengetahuan anak dengan membiasakan memberi contoh mengajukan pertanyaan-

pertanyaan langsung pada anak. Anak harus dibuat terbiasa dengan berbagai pertanyaan dan

terbiasa untuk mengungkapkan pendapatnya.

Selanjutnya, kita perlu mengajarkan pada anak untuk selalu bersikap terbuka dalam

berinteraksi. Anak harus dapat atau mau menerima pendapat maupun kritikan temannya, sebagai

masukan baginya. Anak harus diajarkan bagaimana menghargai pendapat atau kritikan teman.

Anak harus dapat mengucapkan kata “terima kasih” atas kebaikan, masukan atau hal yang

diingatkan temannya. Dengan menerima kritikan atau pendapat berarti anak akan lebih mengenal

atau memahami kelebihan atau kekurangan yang dimilikinya. Kritikan dapat dijadikan alat untuk

mengukur atau menilai kemampuan dirinya, sehingga dapat memotivasi dirinya untuk selalu

berpikir maju.

Bantu anak untuk melakukan pendekatan (PDKT) pada teman-temannya.

Untuk sebahagian anak, tentu ada yang mengalami kesulitan dalam memulai membangun

relasi dalam pergaulan anak. Ada perasaan tak nyaman dan tak mengenakkan anak, ketika akan

memulai serangkaian relasi dalam pertemanannya. Sebahagian ada yang cenderung pasif atau

pemalu dalam pertemanan, sehingga anak cenderung menunggu temannya untuk memulai

pendekatan padanya, baru terbangun relasi. Tentunya kita tidak menginginkan hal ini terjadi

pada anak kita, bukan? Makanya untuk memudahkan anak melakukan pdkt pada teman-

temannya, maka anak membutuhkan keterampilan atau kemahiran, antara lain:

- untuk bersikap lebih agresif dan adaptif.

Untuk bersikap lebih agresif dan adaptif maksudnya adalah membantu anak untuk

memiliki keberanian dalam membangun serangkaian relasi pertemanan dengan teman

Page 7: Mengatasi Anak Kurang Gaul

bermainnya. Kita dapat membimbing dan mendorong anak untuk selalu aktif memulai

pendekatan-pendekatan pada temannya dengan menepis perasaan tak enaknya, sungkannya dan

takutnya. Untuk itu, anak membutuhkan kemahiran menyapa, menegur atau bertanya.

Agar anak dapat memiliki kemahiran menyapa atau bertanya, maka anak perlu kita

biasakan menyapa atau bertanya pada siapapun yang ditemuinya. Kita dapat memberi contoh

padanya untuk menyapa atau menegur temannya, saudaranya, kakek-neneknya, pamannya, orang

lain dan lain-lain. Atau kita dapat mengajak anak berkomunikasi secara interaktif. Kita latih

anak untuk dapat menyapa, mengeluarkan pendapatnya, atau kita rangsang anak untuk mau aktif

bertanya dalam berbagi pikiran dan perasaan. Dengan demikian anak terbiasa menempatkan

perhatian dan minatnya pada orang lain dengan lebih serius. Contohnya:

- Selamat pagi, Nenek…!

- Dari mana, Kak…?

- Apa yang kau cari, Nana…?

- Dan sebagainya.

Kalau anak sudah terbiasa menyapa atau bertanya, tentu memudahkan dirinya untuk

memulai serangkaian pendekatan-pendekatan pada teman sepermainnya atau orang lain tanpa

dibebani oleh perasaan sungkan, tak enak atau takutnya. Upaya pelatihan anak ini sebaiknya

sedini mungkin, usia 2-6 tahun adalah usia yang paling baik untuk memulai pelatihan, karena

lebih mudah untuk menanamkan dan membiasakan sesuatu pada anak-anak dibandingkan

dengan orang dewasa.

- mau berempati.

Kita dapat melatih anak untuk memiliki empati terhadap orang lain, agar anak memiliki

dasar perilaku sosial. Anak kita biasakan untuk mengenal, memahami dan menanggapi perasaan,

pikiran dan pengalaman orang lain, agar terbentuk dalam diri anak perasaan sense belonging

(Perasaan Kebersamaan), sehingga anak mudah tersentuh dan peduli terhadap kebutuhan orang

lain. Pada anak tumbuh kepekaan perhatian terhadap orang lain, baik di kala senang dan susah,

sehingga anak mudah melakukan adaptif terhadap suasana yang terbangun dalam

pertemanannya. Caranya kita dapat membiasakan anak untuk dapat memberi perhatian dan mau

memahami pikiran dan perasaan teman-temannya. Seperti ajarkan pada anak untuk memberi

Page 8: Mengatasi Anak Kurang Gaul

perhatian pada teman di saat ulang tahunnya, sedang kesusahan dan membantu menyelesaikan

sesuatu pekerjaan temannya dan lain-lain.

Kemampuan berempati anak ini, dapat kita bentuk melalui hal-hal yang sederhana dalam

kesehari-harian kita, seperti mengajak anak untuk membantu, peduli dan menolong kita, “Ayo

bantu Mama memasak, yok…!” “Ayo bantu pekerjaan Ayah, yok…!” atau “Ayo bantu Kakak

membersihkan rumah, yok…!” Di samping itu, kita dapat mengajak anak untuk berbagi perasaan

atau sesuatu, seperti meminta anak untuk berbagi makanan dengan saudaranya atau temannya,

berbagi mainan dan sebagainya. Begitu juga, kita dapat mengajarkan pada anak untuk belajar

menghargai. Anak belajar memperhatikan sesuatu, menyayangi dan melindungi, seperti merawat

bunga dan hewan. Agar daya empati anak berkembang, kita dapat memberi contoh memberi

makan hewan, menyiram bunga atau tanaman lainnya. Kita ajak anak berpikir dan turut

merasakan, kalau tanaman atau hewan tersebut tidak dirawat, bagaimana kondisinya dengan

memberi contoh kalau anak sendiri tidak diberi makan, minum dan sebagainya. Hal ini

dimaksudkan sebagai contoh sederhana bagi anak untuk merasakan sesuatu.

Cara lain untuk membentuk kemampuan berempati pada anak dengan cara bercerita atau

mendongeng pada anak mengenai pentingnya sikap empati terhadap orang lain dan faedahnya.

Kita ajarkan pada anak sikap untuk menyayangi orang lain atau makhluk lainnya, seperti hewan

dan tumbuhan. Melalui cerita, kita dapat berdiskusi, berbagi pikiran dan perasaan dengan anak

tentang orang lain, maupun makhluk lain.

- Membiasakan anak berada di tengah-tengah teman sebayanya.

Untuk membiasakan anak senang bergaul atau berteman, maka anakpun mutlak

dibiasakan berada di tengah-tengah teman sebayanya, untuk bermain dan sebagainya, seperti di

play group atau di lingkungan sebaya seputar tempat tinggalnya. Anak kita latih dan biasakan

menghadapi bermacam-macam karakter anak. Dengan sendirinya anak belajar berinteraksi,

bermain dan beradaptasi dengan bermacam-macam karakter anak.

- Membangun relasi dengan t eman.

Agar anak dapat membangun relasi dengan teman sebayanya, maka anak diarahkan

memiliki keterampilan mengembangkan komunikasi dengan temannya. Untuk dapat

mengembangkan komunikasi dengan teman-temannya, maka anak diarahkan, agar mau

Page 9: Mengatasi Anak Kurang Gaul

menyimak atau mendengar berkataan teman dengan penuh perhatian. Agar anak mau mendengar

atau menyimak dengan baik, perlu kita biasakan berkomunikasi secara interaktif dengan anak.

Kita rangsang respon anak untuk menanggapi materi/cerita yang kita bicarakan padanya, secara

verbal maupun nonverbal. Secara verbal maksudnya tanggapan melalui perkataan, pujian,

pertanyaan, komentar dan sebagainya. Sedangkan nonverbal tentunya melalui bahasa tubuhnya,

seperti sorot mata, raut wajah, senyuman, bahu, tangan dan sebagainya. Pada anakpun diarahkan

untuk tidak suka mencela atau melecehkan perkataan temannya. Sikap suka mencela atau reaktif

ini, tentu menimbulkan ketidak-enakan atau ketidak-senangan temannya, sehingga anak dapat

dijauhi atau dimusuhi oleh temannya. Kalaupun anak ingin mengkritik, itu bisa dilakukannya

bila diminta.

Untuk menarik perhatian teman-temannya, alangkah lebih baiknya kalau anak dilatih

memiliki selera humor yang baik. Jika anak mampu menampilkan cerita-cerita lucu, tentu dapat

dijadikan jembatan untuk menarik perhatian temannya. Anakpun menjadi sangat disenangi oleh

teman-temannya. Untuk itu, kitapun dituntut untuk pandai menampilkan cerita-cerita lucu pada

anak. Rajinlah mendongeng di hadapan anak. Ajak anak secara interaktif untuk terlibat dalam

alur cerita yang kita tuturkan padanya. Niscaya lambat laun anakpun memiliki kemampuan untuk

bercerita atau melucu secara jenaka.

- Mengembangkan sikap toleransi anak dalam berteman.

Agar anak dapat bermain dengan asyik dengan teman-temannya, maka anak kita arahkan

tidak boleh memaksakan kehendaknya pada temannya. Anak harus dapat memperhatikan dan

mendengar keinginan-keinginan temannya. Begitu juga, anak diarahkan, agar dapat menghargai

pendapat temannya.

(Sumber: Kiat Membina Anak Agar Senang Berkawan, Elex Media Komputindo, 2006)

Wasalam, Hendra Surya 085281085896 http://novanandapenulis.wordpress.com http://hendrasurya.blogspot.com http://hendrasurya65.wordpress.com