skripsi bahasa gaul remaja indonesia

29
Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film merupakan manifestasi perkembangan kehidupan budaya masyarakat pada masanya. Dari zaman ke zaman, film mengalami perkembangan baik dari segi teknologi yang digunakan maupun tema yang diangkat. Hal ini disebabkan film berkembang sejalan dengan unsur-unsur budaya masyarakat yang melatarbelakanginya, termasuk di dalamnya adalah perkembangan bahasa. Ekky Imanjaya juga menuliskan pernyataan yang sama bahwa film adalah arsip sosial yang menangkap jiwa zaman (zeitgeist) masyarakat saat itu (2006: 29). Artinya, film tidak dapat terlepas dari kondisi sosial budaya masyarakat yang melatarbelakangi pembuatan film tersebut. Dengan kata lain, film merupakan cerminan budaya manusia. Film tidak dapat terlepas dari kerja sebuah tim. Hal ini berarti bahwa dalam sebuah proses produksi film dibutuhkan seorang produser, penulis skenario, sutradara, asisten sutradara (astrada), aktor atau aktris, ahli make up, ahli properti, hingga hal esensial yang tidak kalah penting yaitu musik pengiring atau yang lebih dikenal sebagai soundtrack. Fungsi soundtrack adalah menjiwai keseluruhan adegan atau setidak-tidaknya mewakili gambaran suasana tertentu dalam sebuah film. Hampir di setiap film remaja yang populer di Indonesia, soundtrack film dikerjakan oleh dua komposer ternama, Melly Guslow dan Anton Hood. Soundtrack inilah yang nantinya juga berperan sebagai publikasi film kepada masyarakat. Bahkan, terdapat soundtrack yang dipublikasikan jauh hari sebelum filmnya diputar di bioskop. Hal ini dapat

Upload: salbejawi

Post on 29-Jun-2015

990 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Film merupakan manifestasi perkembangan kehidupan budaya masyarakat pada masanya.

Dari zaman ke zaman, film mengalami perkembangan baik dari segi teknologi yang

digunakan maupun tema yang diangkat. Hal ini disebabkan film berkembang sejalan dengan

unsur-unsur budaya masyarakat yang melatarbelakanginya, termasuk di dalamnya adalah

perkembangan bahasa. 

Ekky Imanjaya juga menuliskan pernyataan yang sama bahwa film adalah arsip sosial yang

menangkap jiwa zaman (zeitgeist) masyarakat saat itu (2006: 29). Artinya, film tidak dapat

terlepas dari kondisi sosial budaya masyarakat yang melatarbelakangi pembuatan film

tersebut. Dengan kata lain, film merupakan cerminan budaya manusia.

Film tidak dapat terlepas dari kerja sebuah tim. Hal ini berarti bahwa dalam sebuah proses

produksi film dibutuhkan seorang produser, penulis skenario, sutradara, asisten sutradara

(astrada), aktor atau aktris, ahli make up, ahli properti, hingga hal esensial yang tidak kalah

penting yaitu musik pengiring atau yang lebih dikenal sebagai soundtrack.

Fungsi soundtrack adalah menjiwai keseluruhan adegan atau setidak-tidaknya mewakili

gambaran suasana tertentu dalam sebuah film. Hampir di setiap film remaja yang populer di

Indonesia, soundtrack film dikerjakan oleh dua komposer ternama, Melly Guslow dan Anton

Hood. Soundtrack inilah yang nantinya juga berperan sebagai publikasi film kepada

masyarakat. Bahkan, terdapat soundtrack yang dipublikasikan jauh hari sebelum filmnya

diputar di bioskop. Hal ini dapat disimpulkan bahwa film dan soundtrack sama halnya dengan

koin mata uang yang saling memenuhi masing-masing sisinya.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan

Serah Simpan dan Pengelolaan Rekam Film Cerita atau Film Dokumenter dijelaskan bahwa

Karya Rekam Film Ceritera atau Film Dokumenter pada dasarnya merupakan salah satu

karya budaya bangsa sebagai perwujudan cipta, rasa, dan karsa manusia, serta mempunyai

peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan pada umumnya, khususnya

Page 2: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

pembangunan pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

penyebaran informasi. (www.imlpc.or.id)

Fenomena semakin maraknya film remaja di Indonesia, seperti sekarang ini, ternyata melalui

proses sejarah yang panjang. Proses ini diawalai ketika bioskop-bioskop di wilayah

kabupaten mulai bangkrut, tutup, dan tergusur yang selanjutnya menjadi pertokoan atau pusat

perbelanjaan. Bangkrutnya bioskop tersebut tidak terlepas dari hadirnya VCD atau DVD baik

yang secara legal maupun ilegal beredar di pasaran. Masyarakat tentu lebih memilih

menonton film di rumah daripada di bioskop, karena biaya di bioskop lebih mahal.

Semaraknya industri televisi swasta juga turut mengikis produksi perfilman nasional. Apalagi

persaingan televisi swasta mampu menghadirkan film dan acara yang digemari oleh

masyarakat.

J.B Kristanto (Kompas, 2005) menyatakan bahwa bangkrutnya bioskop di wilayah kabupaten

itu disertai dengan tumbuhnya raksasa jaringan bioskop yang dikenal dengan Jaringan

Bioskop 21 (baca: Jaringan Bioskop Twenty One). Jaringan Bioskop 21 yang berkonsentrasi

di kota-kota besar dalam bentuk multipleks tersebut sebenarnya sudah mulai tumbuh di akhir

tahun 1980-an dan awal 1990-an. Lebih khusus lagi, Jaringan Bioskop 21 ini juga

berkonsentrasi di mal-mal yang menjamur di hampir semua ibu kota propinsi. Hal ini juga

membawa akibat pada perubahan karakteristik penonton yang sebagian besar adalah remaja

dari masyarakat menengah ke atas. Penonton inilah yang harus dihadapi oleh para pembuat

film (sineas).

Tahun 1990-an muncul isu bahwa produksi perfilaman di Indonesia mengalami stagnasi. Hal

ini mungkin benar jika dilihat dari segi kuantitas film yang diproduksi di bioskop selama

kurun waktu tersebut. Pada kenyataannya, walau tanpa berada di bioskop, film Indonesia

terus berproduksi. Pemutaran film tersebut dapat dilakukan dalam bentuk proyeksi video

digital baik di tempat umum atau tempat khusus serta baik yang ditiketkan atau digratiskan.

Dari Sumber yang sama, Kritanto (Kompas, 2005) menguraikan bahwa kesan lesu dunia

perfilman di Indonesia muncul karena masyarakat tidak melihat tampilnya film-film di

bioskop dan kualitas film hasil produksi selama kurun waktu tersebut. Padahal, pada tahun-

tahun yang paling sulit pun sebenarnya tetap ada usaha memproduksi. Ada sekitar 13 film

yang langsung beredar dalam bentuk VCD, atau langsung ditayangkan untuk umum dalam

bentuk proyeksi video digital di bioskop umum, tempat khusus yang mengadakan pemutaran

film dengan membayar tiket masuk, atau festival-festival di dalam negeri (JiFFest) dan di luar

Page 3: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

negeri.

Selanjutnya, pada awal tahun 2000 empat sineas yang memiliki pandangan idiologi yang

berbeda membuat sebuah film yang merepresentatifkan dunia remaja para sineas tersebut,

Kuldesak. Secara komersial, film tersebut tidak begitu membuahkan hasil, tetapi film tersebut

telah menyakinkan para sineas baru untuk terus memproduksi film. Tahun berikutnya disusul

oleh Petualangan Sherina yang secara komersial jauh lebih baik daripada Kuldesak.

Keberuntungan secara komersial juga berlanjut dalam produksi film selanjutnya, Ada Apa

Dengan Cinta (2002). Film yang ditonton lebih dari tiga juta penonton dan sukses di

Malaysia inilah yang menjadi penggerak produksi perfilman di Indonesis, khususnya genre

film remaja.

Berdasarkan pertimbangan bahwa film Ada Apa Dengan Cinta sebagai film remaja Indonesia

terlaris dan sebagai film yang memotivasi tumbuhnya produksi film di Indonesia, khususnya

film remaja, maka film Ada Apa Dengan Cinta dianggap representatif untuk diteliti. Hal ini

sejalan dengan apa yang pernah ditulis oleh Yus R. Ismail (Pikiran Rakyat, 2005) bahwa film

Ada Apa Dengan Cinta merupakan film yang menjadi salah satu tonggak kebangkitan film di

Indonesia. Di samping itu, film tersebut juga mampu mengembalikan antrean bioskop

panjang film Indonesia yang sudah lama sepi.

Perkembangan terakhir pada tahun 2006, film remaja Indonesia Heart berhasil menduduki

peringkat teratas berdasarkan jumlah penonton terbanyak, yaitu 1,3 juta orang di dalam

negeri dan 3,5 ribu penonton di Malaysia (Suara Pembaruan, 2006). Film yang disutradarai

oleh Hanny R. Saputra dan beredar sejak 11 Mei 2006 lalu tersebut dinyatakan sebagai film

terlaris dalam sebuah artikel oleh Suara Pembaruan (2006) berjudul “Heart, Film Terlaris

Tahun Ini”. Film remaja yang lama diputar di bioskop seluruh Indonesia tersebut

dinominasikan piala Antemas sebagai film yang meraih penonton terbanyak pada festival

Film Indonesia 2006.

Film Heart merupakan film remaja Indonesia yang aktual. Keaktualan tersebut tampak pada

waktu pemutaran film di bioskop. Sebagai film aktual, Heart, telah merekam sejumlah unsur-

unsur budaya baru yang melatarbelakanginya yang tidak terdapat dalam film-film remaja

sebelumnya. Salah satu unsur-unsur budaya yang dimaksud adalah perkembangan bahasa

gaul remaja Indonesia. Oleh karena pertimbangan keaktulan film dan film terlaris tahun 2006,

film remaja Indonesia Heart dianggap pantas untuk diteliti sebagai representatif film remaja

Indonesia.

Page 4: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

Pada dasarnya, remaja memiliki bahasa tersendiri dalam mengungkapkan ekspresi diri.

Bahasa remaja tersebut kemudian dikenal sebagai bahasa gaul remaja. Bahasa gaul inilah

yang ditangkap oleh penulis sekenario untuk menghidupkan suasana atau atmosfer remaja

dalam film remaja Indonesia. Kemudian, penulis skenario menuangkannya dalam bentuk

dialog. Dengan kata lain, film mampu menjadi salah satu sarana untuk mensosialisasikan

bahasa gaul yang kini banyak digunakan oleh remaja Indonesia baik yang berada di kota

maupun di pelosok desa.

Apabila ditinjau lebih lanjut, masa remaja merupakan masa kehidupan manusia yang paling

menarik dan mengesankan. Masa remaja memiliki karakteristik antara lain petualangan,

pengelompokan, dan kenakalan. Ciri ini tercermin juga dalam bahasa mereka. Keinginan

untuk membuat kelompok eksklusif menyebabkan mereka menciptakan bahasa rahasia

(Sumarsana dan Partana, 2002:150).

Dialog film remaja sebagai representatif tutur remaja yang melatarbelakanginya sangat

berbeda dengan bahasa Indonesia yang sesuai dengan tata bahasa Indonesia baku. Hal ini

disebabkan bahasa gaul merupakan bahasa santai sebagai bahasa sehari-hari.

Distribusi bahasa gaul sering tidak memperhatikan konteks yang tepat. Beberapa film remaja

Indonesia menampilkan adegan seorang siswa SMA menggunakan bahasa gaul ketika

berkomunikasi dengan kepala sekolah.

Dari salah satu adegan di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa gaul sebagai tutur remaja

dilihat dari segi distribusinya atau pesebarannya dapat dikatakan telah berhasil menjadi

bahasa identitas remaja. Sebaliknya, bahasa remaja menjadi dampak negatif apabila dilihat

dari segi ketidakmampuan remaja menempatkan bahasa dalam konteks sosialnya.

Ani Arlina Kholid dalam Pikiran Rakyat menyatakan bahwa salah satu ciri atau sifat bahasa

yang hidup dan dipakai di dalam masyarakat, apa pun dan di manapun bahasa tersebut

digunakan, akan selalu terus mengalami perubahan. Bahasa akan terus berkembang dan

memiliki aneka ragam atau variasi, baik berdasarkan kondisi sosiologis maupun kondisi

psikologis dari penggunanya. Oleh karena itu, dikenal ada variasi atau ragam bahasa

pedagang, ragam bahasa pejabat/politikus, ragam bahasa anak-anak, termasuk ragam bahasa

gaul.

Page 5: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

Dalam kelompok tutur tercatat bahwa tutur generasi tua berbeda ragam dengan tutur generasi

muda. Hal ini tidak berarti bahwa bahasa generasi tua berbeda dengan bahasa generasi muda.

Umumnya perbedaan itu terletak pada fitur linguistik tertentu yang hanya dapat ditemukan

pada tutur generasi tua, atau fitur-fitur yang lebih sering digunakan oleh generasi tua.

Generasi muda mungkin masih sering memakainya, namun hanya dalam tulisan. Sedangkan

generasi tua memakainya dalam komunikasi lisan. Sebaliknya, pada tutur generasi muda, kita

bisa menemukan fitur-fitur linguistik yang tidak terdapat atau jarang muncul pada tutur

generasi tua. (John T Platt, Heidi K. Plat, 1975:63)

Bahasa gaul remaja sebagai variasi bahasa mempunyai karakteristik tersendiri yang

membedakan tutur remaja dengan tutur bahasa yang lain. Karakteristik bahasa gaul remaja

tampak pada pilihan kosakata, ungkapan, pola, dan strukturnya.

Remaja sebagai kelompok sosial tertentu yang ada di dalam masyarakat menggunakan bahasa

gaul tidak hanya ketika berkomunikasi dengan anggota kelomponya, tetapi juga dengan

kelompok generasi tua. Selain itu, bahasa gaul rermaja memiliki keunikan-keunikan yang

bersifat kreatif dan memiliki nilai sosial tersendiri. Oleh karena itu, penelitian berjudul

“Pemakaian Bahasa Gaul Antartokoh dalam Film Remaja Indonesia Ada Apa Denagn Cinta

dan Heart” menarik untuk diamati dan diteliti.

1.2 Permasalahan

1.2.1 Ruang Lingkup Masalah

Untuk memperjelas ruang lingkup permasalahan, maka dalam penelitian ini hanya meliputi

pemakaian bahasa gaul remaja yang terbatas pada percakapan yang dilakukan antartokoh film

remaja Indonesia. Adapun permasalah pokok yang diteliti meliputi kosakata, ungkapan,

intonasi, pelafalan, pola, konteks serta distribusi bahasa gaul.

Mengingat semakin berkembangnya arus komunikasi, maka siswa telah mengesahkan

pemakaian bahasa gaul di setiap situasi dan tidak memperhatikan keadaan dengan siapa dan

dimana mereka menggunakan bahasa tersebut. Kalau hal itu sampai dibiarkan terus terjadi,

maka sikap kesopanan berbahasa sebagai bentuk kesopanan terhadap orang yang lebih tua

sudah terabaikan.

1.2.2 Rumusan Masalah

Page 6: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

Dari ruang lingkup permasalahan tersebut di atas, dapatlah dirumuskan permasalahan pada

penelitian ini sebagai berikut:

1) bagaimana karakteristik kosakata bahasa gaul sebagai tutur remaja di Indonesia yang

tercermin dari dialog-dialog antartokoh film remaja Indonesia?

2) bagaimana bentukan kata bahasa gaul sebagai tutur remaja di Indonesia yang tercermin

dari dialog-dialog antartokoh film remaja Indonesia?

3) bagaimana struktur bahasa gaul sebagai tutur remaja di Indonesia yang tercermin dari

dialog-dialog antartokoh film remaja Indonesia?

4) bagaimana bentuk ungkapan, intonasi, dan pelafalan bahasa gaul sebagai tutur remaja di

Indonesia yang tercermin dari dialog-dialog antartokoh film remaja Indonesia?

5) bagaimana distribusi bahasa gaul sebagai tutur remaja di Indonesia yang tercermin dari

dialog-dialog antartokoh film remaja Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk memeriksa pemakaian bahasa gaul dalam

dialog antartokoh film remaja Indonesia. Secara khusus, tujuan yang hendak dicapai dalam

penelitian ini adalah:

1) mendiskripsikan karakteristik kosakata bahasa gaul sebagai tutur remaja di Indonesia yang

tercermin dari dialog-dialog antartokoh film remaja Indonesia?

2) mendiskripsikan bentukan kata bahasa gaul sebagai tutur remaja di Indonesia yang

tercermin dari dialog-dialog antartokoh film remaja Indonesia?

3) mendiskripsikan struktur bahasa gaul sebagai tutur remaja di Indonesia yang tercermin dari

dialog-dialog antartokoh film remaja Indonesia?

4) mendiskripsikan bentuk ungkapan, intonasi, dan pelafalan bahasa gaul sebagai tutur

remaja di Indonesia yang tercermin dari dialog-dialog antartokoh film remaja Indonesia?

Page 7: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

5) mendiskripsikan distribusi bahasa gaul sebagai tutur remaja di Indonesia yang tercermin

dari dialog-dialog antartokoh film remaja Indonesia?

1.4 Manfaat penelitian

Secara operasional, manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah manfaat teoritis

dan manfaat praktis. Manfaat teoristis yang diharapkan adalah memperkaya kajian

sosiolinguistik khususnya tentang variasai bahasa, serta dapat menghasilkan deskripsi

mengenai bahasa gaul sebagai bahasa remaja.

Manfaat prakatis yang dapat diharapkan dari penelitian ini adalah bagi guru khususnya yaitu

untuk bahan pengajaran, bagi pembaca, penelitian ini dapat menambah pemahaman berbagai

bahasa di dalam masyarakat, dan bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat digunakan

sebagai referensi awal dalam penelitian lain khususnya bidang sosiolinguistik.

1.5 Definisi Operasional

Definisi opersional penting ada dalam setiap penelitian agar tidak terjadi kesalahpahaman

penafsiran terhadap istilah-istilah yang ada dalam sebuah penelitian. Adapun definisi

operaional yang terdapat penelitain berjudul Pemakaian Bahasa Gaul Antartokoh dalam Film

Remaja Indonesia Ada Apa Denagn Cinta dan Heart adalah :

1) Bahasa gaul adalah dialek nonformal baik berupa slang atau prokem yang digunakan oleh

kalangan remaja (khususnya perkotaan), bersifat sementara, hanya berupa variasi bahasa,

penggunaannya meliputi: kosakata, ungkapan, intonasi, pelafalan, pola, konteks serta

distribusi.

2) Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

dewasa.Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat.Menurut

WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) batasan usia remaja adalah 12 sampai 24

tahun.Sedangkan dari segi program pelayanan, definisi remaja yang digunakan oleh

Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum

kawin.Sementara itu, menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak

Reproduksi) batasan usia remaja adalah 10 sampai 21 tahun.

Page 8: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

3) Film merupakan karya budaya yang di dalamnya mencangkup berbagai bidang kesenian

yang lainnya sebagai perwujudan rasa, cipta, dan karsa manusia serta dapat berperan sebagai

pembangunan pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, serta persebaran

informasi.

4) Film Remaja adalah karya seni yang menitikberatkan tema, tokoh, dan suasana remaja

yang diangkat dalam sebuah film sekaligus remaja sebagai sasaran utamanya

5) Dialog antartokoh adalah bentuk komunikasi antartokoh dalam sebuah film yang ditulis

oleh penulis scenario.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Fungsi Sosial Bahasa dalam Masyarakat

Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam hidup manusia. Manusia sudah

menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi antarsesamanya sejak berabad-abad silam.

Bahasa hadir sejalan dengan sejarah sosial komunitas-komunitas masyarakat atau bangsa.

Pemahaman bahasa sebagai fungsi sosial menjadi hal pokok manusia untuk mengadakan

interaksi sosial dengan sesamanya.

Bahasa bersifat manasuka (arbitrer). Oleh karena itu, bahasa sangat terkait dengan budaya

dan sosial ekonomi suatu masyarakat penggunanya. Hal ini memungkinkan adanya

diferensiasi kosakata antara satu daerah dengan daerah yang lain.

Perkembangan bahasa tergantung pada pemakainya. Bahasa terikat secara sosial, dikontruksi,

dan direkonstruksi dalam kondisi sosial tertentu daripada tertata menurut hukum yang diatur

secara ilmiah dan universal. Oleh karena itu, bahasa dapat dikatakan sebagai keinginan sosial

(Suara Karya, 2006)

Page 9: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

Disamping fungsi sosial, bahasa tidak terlepas dari perkembangan budaya manusia. Bahasa

berkembang sejalan dengan perkembangan budaya manusia. Bahasa dalam suatu masa

tertentu mewadahi apa yang terjadi di dalam masyarakat. Sehingga, bahasa dapat disebut

sebagai cermin zamannya.

12

Sumarsono dan Paini Partana dalam Sosiolinguistik (2006, hal) menyatakan bahwa bahasa

sebagai produk sosial atau produk budaya. Bahasa tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan

manusia. Sebagai produk sosial atau budaya, bahasa berfungsi sebagai wadah aspirasi sosial,

kegiatan dan perilaku masyarakat, dan sebagai wadah penyingkapan budaya termasuk

teknologi yang diciptakan oleh masyarakat pemakai bahasa itu.

Keraf (1980:3) yang menyatakan bahwa bahasa apabila ditinjau dari dasar dan motif

pertumbuhannya, bahasa berfungsi sebagai (1) alat untuk menyatakan ekspresi diri, (2) alat

komunikasi, (3) alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan (4) alat untuk

mengadakan kontrol sosial.

Bahasa sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri dipergunakan untuk mengkespresikan

segala sesuatu yang tersirat di dalam pikiran dan perasaan penuturnya. Ungkapan pikiran dan

perasaan manusia dipengaruhi oleh dua hal yaitu oleh keadaan pikiran dan perasaan itu

sendiri. Ekspresi bahasa lisan dapat dilihat dari mimik, lagu/intonasi, tekanan, dan lain-lain.

Ekspresi bahasa tulis dapat dilihat dengan diksi, pemakaian tanda baca, dan gaya bahasa.

Ekspresi diri dari pembicaraan seseorang memperlihatkan segala keinginannya, latar

belakang pendidikannya, sosial, ekonomi. Selain itu, pemilihan kata dan ekspresi khusus

dapat menandai indentitas kelompok dalam suatu masyarakat.

Menurut Pateda (1987:4) bahwa bahasa merupakan saluran untuk menyampaikan semua yang

dirasakan, dipikirkan, dan diketahui seseorang kepada orang lain. Bahasa juga

memungkinkan manusia dapat bekerja sama dengan orang lain dalam masyarakat. Hal

tersebut berkaitan erat bahwa hakikat manusia sebagai makhluk sosial memerlukan bahasa

untuk memenuhi hasratnya.

Sebagai alat komunikasi, bahasa mempunyai fungsi sosial dan fungsi kultural. Bahasa

Page 10: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

sebagai fungsi sosial adalah sebagai alat perhubungan antaranggota masyarakat. Sedangkan

sebagai aspek kultural, bahasa sebagai sarana pelestarian budaya dari satu generasi ke

generasi berikutnya. Hal ini meliputi segala aspek kehidupan manusia yang tidak terlepas dari

peranan kehidupan manusia yang tidak terlepas dari peranan bahasa sebagai alat untuk

memperlancar proses sosial manusia.

Bahasa berperan meliputi segala aspek kehidupan manusia. Termasuk salah satu peran

tersebut adalah untuk memperlancar proses sosial manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat

Nababan (1984:38) bahwa bahasa adalah bagian dari kebudayaan dan bahasalah yang

memungkinkan pengembangan kebudayaan sebagaimana kita kenal sekarang.

Bahasa dapat pula berperan sebagai alat integrasi sosial sekaligus alat adaptasi sosial, hal ini

mengingat bahwa bangsa Indonesia memiliki bahasa yang majemuk. Kemajemukan ini

membutuhkan satu alat sebagai pemersatu keberseragaman tersebut. Di sinilah fungsi bahasa

sangat diperlukan sebagai alat integrasi sosial. Bahasa disebut sebagai alat adaptasi sosial

apabila seseorang berada di suatu tempat yang memiliki perbedaan adat, tata krama, dan

aturan-aturan dari tempatnya berasal. Proses adaptasi ini akan berjalan baik apabila terdapat

sebuah alat yang membuat satu sama lainnya mengerti, alat tersebut disebut bahasa. Dari

uraian ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting

bagi manusia.

Kartomiharjo (1982:1) menguraikan bahwa salah satu butir sumpah pemuda adalah

menjunjung tinggi bahasa persatuan,bahasa Indonesia. Dengan dengan demikian bahasa

dapat mengikat anggota-anggota masyarakat pemakai bahasa menjadi masyarakat yang kuat,

bersatu, dan maju.

2.2 Variasi Bahasa

Manusia merupakan mahluk sosial. Manusia melakukan interaksi, bekerja sama, dan

menjalin kontak sosial di dalam masyarakat. Dalam melakukan hal tersebut, manusia

membutuhkan sebuah alat komunikasi yang berupa bahasa. Bahasa memungkinkan manusia

membentuk kelompok sosial, sebagai pemenuhan kebutuhannya untuk hidup bersama.

Dalam kelompok sosial tersebut manusia terikat secara individu. Keterikatan individu-

individu dalam kelompok ini sebagai identitas diri dalam kelompok tersebut. Setiap individu

adalah anggota dari kelompok sosial tertentu yang tunduk pada seperangkat aturan yang

Page 11: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

disepakati dalam kelompok tersebut. Salah satu aturan yang terdapat di dalamnya adalah

seperangkat aturan bahasa.

Bahasa dalam lingkungan sosial masyarakat satu dengan yang lainnya berbeda. Dari adanya

kelompok-kelompok sosial tersebut menyebabkan bahasa yang dipergunakan bervariasi.

Kebervariasian bahasa ini timbul sebagai akibat dari kebutuhan penutur yang memilih bahasa

yang digunakan agar sesuai dengan situasi konteks sosialnya. Oleh karena itu, variasi bahasa

timbul bukan karena kaidah-kaidah kebahasaan, melainkan disebabkan oleh kaidah-kaidah

sosial yang beraneka ragam.

Lebih sederhana, Sumarsana dan Partana (2000: hal ?) mencoba mengelompokkan apakah

dua bahasa merupakan dialek atau subdialek atau hanya sekedar dua variasi saja, dapat

ditentukan dengan mencari kesamaan kosakatanya. Jika persamaannya hanya 20 % atau

kurang, maka keduanya adalah dua bahasa. Tetapi kalau bisa mencapai 40%-60%, maka

keduanya dua dialek; dan kalau mencapai 90% misalnya, jelas keduanya hanyalah dua variasi

dari sebuah bahasa.

Dalam variasi bahasa setidaknya terdapat tiga hal, yaitu pola-pola bahasa yang sama, pola-

pola bahasa yang dapat dianalis secara deskriptif, dan pola-pola yang dibatasi oleh makna

tersebut dipergunakan oleh penuturnya untuk berkomunikasi. Di samping itu, variasi bahasa

dapat dilihat dari enam segi, yaitu tempat, waktu, pemakai, situasi, dialek yang dihubungkan

dengan sapaan, status, dan pemakaiannya/ragam (Pateda, 1987: 52)

Tempat dapat menjadikan sebuah bahasa bervariasi. Yang dimaksud dengan tempat di sini

adalah keadaan tempat lingkungan yang secara fisik dibatasi oleh sungai, lautan, gunung,

maupun hutan. Kebervariasian ini mengahsilkan adanya dialek, yaitu bentuk ujaran setempat

yang berbeda-beda namun masih dipahami oleh pengguna dalam suatau masyarakat bahasa

walaupun terpisah secara geografis.

Variasi bahasa dilihat dari segi waktu secara diakronis (historis) disebut juga sebagai dialek

temporal. Dialek tersebut adalah dialek yang berlaku pada kurun waktu tertentu. Perbedaan

waktu itu pulalah yang menyebabkan perbedaan makna untuk kata-kata tertentu. Hal ini

disebabkan oleh karena bahasa mengikuti perkembangan masyarakat pemakai bahasanya.

Itulah mengapa bahasa bersifat dinamis, tidak statis.

Dari segi pemakai, bahasa dapat menimbulkan kebervariasian juga. Istilah pemakai di sini

Page 12: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

adalah orang atau penutur bahasa yang bersangkutan. Variasi bahasa dilihat dari segi penutur

oleh Pateda (1987: 52)dibagi menjadi tujuh, yaitu glosolalia (ujaran yang dituturkan ketika

orang kesurupan), idiolek (berkaitan dengan aksen, intonasi, dsb), kelamin, monolingual

(penutur bahasa yang memakai satu bahsa saja), rol (peranan yang dimainkan oleh seorang

pembicara dalam interaksi sosial), status sosial, dan umur.

Variasi bahasa dilihat dari segi situasi akan memunculkan bahasa dalam situasi resmi dan

bahasa yang dipakai dalam tidak resmi. Dalam bahasa resmi, bahasa yang digunakan adalah

bahasa standar. Kesetandaran ini disebabkan oleh situasi keresmiannya. Sedangkan dalam

situasi tidak resmi ditandai oleh keintiman.

Bahasa menurut statusnya meliputi status bahasa itu sendiri. Hal ini berarti bahwa

bagaimanakah fungsi bahasa itu serta peraanan apa yang disandang oleh bahasa. Sebuah

bahasa, bahasa Indonesia, dapat memiliki berbagai macam status apakah ia sebagai bahasa

ibu, bahasa nasional, bahasa resmi, bahasa pemersatu, atau bahasa negara.

Sedangkan Kridalaksana (1984: 142) mengemukakan bahwa ragam bahasa adalah variasi

bahasa menurut pemakaiannya yang dibedakan menurut topik, hubungan pelaku, dan medium

pembicaraan. Jadi ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaianya, yang timbul

menurut situasi dan fungsi yang memungkinkan adanya variasi tersebut.

Ragam bahasa menurut topik pembicaraan mengacu pada pemakaian bahasa dalam bidang

tertentu, seperti, bidang jurnalistik (persuratkabaran), kesusastraan, dan pemerintahan. Ragam

bahasa menurut hubungan pelaku dalam pembicaraan atau gaya penuturan menunjuk pada

situasi formal atau informal. Medium pembicaraan atau cara pengungkapan dapat berupa

sarana atau cara pemakaian bahasa, misalnya bahasa lisan dan bahasa tulis. Sehingga,

masing-masing ragam bahasa memiliki ciri-ciri tertentu, sehingga ragam yang satu berbeda

dengan ragam yang lain.

Pemakaian ragam bahasa perlu penyesuaian antara situasi dan fungsi pemakaian. Hal ini

sebagai indikasi bahwa kebutuhan manusia terhadap sarana komunikasi juga bermacam-

macam. Untuk itu, kebutuhan sarana komunikasi bergantung pada situasi pembicaraan yang

berlangsung. Dengan adanya keanekaragaman bahasa di dalam masyarakat, kehidupan

bahasa dalam masyarakat dapat diketahui, misalnya berdasarkan jenis pendidikan atau jenis

pekerjaan seseorang, bahasa yang dipakai memperlihatkan perbedaan.

Page 13: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

Sebuah komunikasi dikatakan efektif apabila setiap penutur menguasi perbedaan ragam

bahasa. Dengan penguasaan ragam bahasa, penutur bahasa dapat dengan mudah

mengungkapkan gagasannya melalui pemilihan ragam bahasa yang ada sesuai dengan

kebutuhannya. Oleh karena itu, penguasaan ragam bahasa termasuk bahasa gaul remaja

menjadi tuntutan bagi setiap penutur, mengingat kompleksnya situasi dan kepentingan yang

masing-masing menghendaki kesesuaian bahasa yang digunakan.

2.3 Bahasa Gaul, Slang, dan Prokem

Terdapat dua situasi yang menggolongkan pemakaian bahasa di dalam masyarakat, yaitu

situasi resmi dan tidak resmi. Bahasa yang digunakan pada situasi resmi menuntut penutur

untuk menggunakan bahasa baku, bahasa formal. Penggunaan bahasa resmi terutama

disebabkan oleh keresmian suasana pembicaraan atau komunikasi tulis yang menuntut

adanya bahasa resmi. Contoh suasana pembicaraan resmi adalah pidato, kuliah, rapat,

ceramah umum, dan lain-lain. Dalam bahasa tulis bahasa resmi banyak digunakan dalam

surat dinas, perundang-undangan, dokumentasi resmi, dan dan lain-lain.

Situasi tidak resmi akan memunculkan suasana penggunaan bahasa tidak resmi juga.

Kuantitas pemakian bahasa tidak resmi banyak tergantung pada tingkat keakraban pelaku

yang terlibat dalam komunikasi. Dalam situasi tidak resmi, penutur bahasa tidak resmi

mengesampingkan pemakaian bahasa baku atau formal. Kaidah dan aturan dalam bahasa

bahasa baku tidak lagi menjadi perhatian. Prinsip yang dipakai dalam bahasa tidak resmi

adalah asal orang yang diajak bicara bisa mengerti. Situasi semacam ini dapat terjadi pada

situasi komunikasi remaja di sebuah mal, interaksi penjual dan pembeli, dan lain-lain. Dari

ragam tidak resmi tersebut, selanjutnya memunculkan istilah yang disebut dengan istilah

bahasa gaul.

Ismail Kusmayadi (Pikiran Rakyat, 2006) mengkawatirkan terkikisnya bahasa Indonesia yang

baik dan benar di tengah arus globalisasi. Kecenderungan masyarakat ataupun para pelajar

menggunakan bahasa asing dalam percakapan sehari-hari semakin tinggi. Dan yang lebih

parah makin berkembangnya bahasa slank atau bahasa gaul yang mencampuradukkan bahasa

daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris.

Saat ini bahasa gaul telah banyak terasimilasi dan menjadi umum. Bahasa gaul sering

digunakan sebagai bentuk percakapan sehari-hari dalam pergaulan di lingkungan sosial

bahkan dalam media-media populer serperti TV, radio, dunia perfilman nasional, dan

Page 14: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

digunakan sebagai publikasi yang ditujukan untuk kalangan remaja oleh majalah-majalah

remaja populer. Oleh sebab itu, bahasa gaul dapat disimpulkan sebagai bahasa utama yang

digunakan untuk komunikasi verbal oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari.

Seperti halnya bahasa lain, bahasa gaul juga mengalami perkembangan. Perkembangan

tersebut dapat berupa penambahan dan pengurangan kosakata. Tidak sedikit kata-kata yang

akan menjadi kuno (usang) yang disebabkan oleh tren dan perkembangan zaman. Maka dari

itu, setiap generasi akan memiliki ciri tersendiri sebagai identitas yang membedakan dari

kelompok lain. Dalam hal ini, bahasalah sebagai representatifnya.

Dari segi fungsinya, bahasa gaul memiliki persamaan anatara slang, dan prokem. Kosa kata

bahasa remaja banyak diwarnai oleh bahasa prokem, bahasa gaul, dan istilah yang pada tahun

1970-an banyak digunakan oleh para pemakai narkoba (narkotika, obat-obatan dan zat

adiktif). Hampir semua istilah yang digunakan bahasa rahasia di antara mereka yang

bertujuan untuk menghindari campur tangan orang lain. Bahasa gaul remaja merupakan

bentuk bahasa tidak resmi (Nyoman Riasa, 2006)

Oleh karenanya bahasa gaul remaja berkembang seiring dengan perkembangan zaman, maka

bahasa gaul dari masa ke masa berbeda. Tidak mengherankan apabila bahasa gaul remaja

digunakan dalam lingkungan dan kelompok sosial terbatas, yaitu kelompok remaja. Hal ini

berarti bahwa bahasa gaul hanya digunakan pada kelompok sosial yang menciptakannya.

Anggota di luar kelompok sosial tersebut sulit untuk memahami makna bahasa tersebut.

Fathuddin (1999: i) mengungkapkan bahwa slang merupakan bahasa gaul yang hidup dalam

masyarakat petutur asli dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam obrolan

antar teman, atau dalam media seperti teve, film dan besar kemungkinan dalam novel saat

memaparkan suasana sosial tertentu.

Selanjutnya, Alwasilah (1993: 47) menyatakan bahwa penggunaan slang adalah memperkaya

kosa kata bahasa dengan mengkomunikasikan kata-kata lama dengan makna baru. Pemakaian

slang dengan kosakata yang sama sekali baru sangat jarang ditemui. Slang merupakan

kawasan kosakata, bukan gramar atau pengucapan.

Bahasa Slang oleh Kridalaksana (1982:156) dirumuskan sebagai ragam bahasa yang tidak

resmi dipakai oleh kaum remaja atau kelompok sosial tertentu untuk komunikasi intern

sebagai usaha orang di luar kelompoknya tidak mengerti, berupa kosa kata yang serba baru

Page 15: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

dan berubah-ubah. Hal ini sejalan dengan pendapat Alwasilah (1985:57) bahwa slang adalah

variasi ujaran yang bercirikan dengan kosa kata yang baru ditemukan dan cepat berubah,

dipakai oleh kaum muda atau kelompok sosial dan profesional untuk komunikasi di

dalamnya.

Slang digunakan sebagai bahasa pergaulan. Kosakata slang dapat berupa pemendekan kata,

penggunaan kata alam diberi arti baru atau kosakata yang serba baru dan berubah-ubah.

Disamping itu slang juga dapat berupa pembalikan tata bunyi, kosakata yang lazim diapakai

di masyarakat menjadi aneh, lucu, bahkan ada yang berbeda makna sebenarnya.

Bahasa prokem biasa juga disebut sebagai bahasa sandi, yaitu bahasa yang dipakai dan

digemari oleh kalangan remaja tertentu (Laman Pusat Bahasa dan Sastra, 2004). Sarana

komunikasi seperti ini diperlukan oleh kalangan remaja untuk menyampaikan hal-hal yang

dianggap tertutup bagi kelompok lain atau agar pihak lain tidak dapat mengetahui apa yang

sedang dibicarakannya. Bahasa prokem itu tumbuh dan berkembang sesuai dengan latar

belakang sosial budaya pemakainya. Tumbuhkembang bahasa seperti itu selanjutnya disebut

sebagai perilaku bahasa dan bersifat universal. Artinya bahasa-bahasa seperti itu akan ada

pada kurun waktu tertentu (temporal) dan di dunia mamapun sifatnya akan sama (universal).

Kosakata bahasa prokem di Indonesia diambil dari kosakata bahasa yang hidup di lingkungan

kelompok remaja tertentu. Pembentukan kata dan maknanya sangat beragam dan bergantung

pada kreativitas pemakainya. Bahasa prokem berfungsi sebagai ekspresi rasa kebersamaan

para pemakainya. Selain itu, dengan menggunakan bahasa prokem, mereka ingin menyatakan

diri sebagai anggota kelompok masyarakat yang berbeda dari kelompok masyarakat yang

lain.

Kehadiran bahasa prokem itu dapat dianggap wajar karena sesuai dengan tuntutan

perkembangan nurani anak usia remaja. Masa hidupnya terbatas sesuai dengan

perkembangan usia remaja. Selain itu, pemakainnya pun terbatas pula di kalangan remaja

kelompok usia tertentu dan bersifat tidak resmi. Jika berada di luar lingkungan kelompoknya,

bahasa yang digunakannya beralih ke bahasa lain yang berlaku secara umum di lingkungan

masyarakat tempat mereka berada. Jadi, kehadirannya di dalam pertumbuhan bahasa

Indonesia ataupun bahasa daerah tidak perlu dirisaukan karena bahasa itu masing-masing

akan tumbuh dan berkembang sendiri sesuai dengan fungsi dan keperluannya masing-masing.

2.5 Sejarah Pemakaian Bahasa Gaul

Page 16: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

Bahasa prokem awalnya digunakan para preman yang kehidupannya dekat dengan kekerasan,

kejahatan, narkoba, dan minuman keras. Istilah-istilah baru mereka ciptakan agar orang-

orang di luar komunitas tidak mengerti. Dengan begitu, mereka tidak perlu lagi sembunyi-

sembunyi untuk membicarakan hal negatif yang akan maupun yang telah mereka lakukan

(Laman Wilkipedia Indonesia, 2005).

Para preman tersebut menggunakan bahasa prokem di berbagai tempat. Pemakaian bahasa

tersebut tidak lagi pada tempat-tempat khusus, melainkan di tempat umum. Lambat laun,

bahasa tersebut menjadi bahasa yang akrab di lingkungan sehari-hari, termasuk orang awam

sekalipun dapat menggunakan bahasa sandi terebut.

Karena begitu seringnya mereka menggunakan bahasa sandi tersebut di berbagai tempat,

lama-lama orang awam pun mengerti maksud bahasa tersebut. Akhirnya mereka yang bukan

preman pun ikut-ikutan menggunakan bahasa ini dalam obrolan sehari-hari sehingga bahasa

prokem tidak lagi menjadi bahasa rahasia.

Sebuah artikel di Kompas berjudul So What Gitu Loch….(2006: 15) menyatakan bahwa

bahasa prokem atau bahasa okem sebenarnya sudah ada sejak 1970-an. Awalnya istilah-

istilah dalam bahasa gaul itu untuk merahasiakan isi obrolan dalam komunitas tertentu. Oleh

karena sering digunakan di luar komunitasnya, lama-lama istilah-istilah tersebut jadi bahasa

sehari-hari.

Lebih lanjut, dalam artikel tersebut juga disebutkan bahwa pada tahun 1970-an, kaum waria

juga menciptakan bahasa rahasia mereka. Pada perkembangannya, para waria atau banci

lebih rajin berkreasi menciptakan istilah-istilah baru yang kemudian ikut memperkaya

khasanah perbendaharaan bahasa gaul.

Kosakata bahasa gaul yang berkembang belakangan ini sering tidak beraturan dan cenderung

tidak terumuskan. Bahkan kita tidak dapat mempredeksi bahasa apakah yang berikutnya akan

menjadi bahasa gaul.

Pada mulanya pembentukan bahasa slang, prokem, cant, argot, jargon dan colloquial di dunia

ini adalah berawal dari sebuah komunitas atau kelompok sosial tertentu yang berada di kelas

atau golongan bawah (Alwasilah, 2006:29). Lambat laun oleh masyarakat akhirnya bahasa

tersebut digunakan untuk komunikasi sehari-hari.

Page 17: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

Terdapat berbagai alasan kenapa masyarakat tersebut menggunakan bahasa-bahasa yang sulit

dimengerti oleh kelompok atau golongan sosial lainnya. Alasan esensialnya adalah sebagai

identitas sosial dan merahasiakan sesuatu dengan maksud orang lain atau kelompok luar tidak

memahami.

Kompas (2006: 50) menyebutkan bahwa bahasa gaul sebenarnya sudah ada sejak tahun

1970an. Awalnya istilah-istilah dalam bahasa gaul itu digunakan untuk merahasiakan isi

obrolan dalam komunitas tertentu. Tapi karena intensitas pemakaian tinggi, maka istilah-

istilah tersebut menjadi bahasa sehari-hari.

Hal ini sejalan dengan laman Wilimedia Ensiklopedi Indonesia (2006), yang menyatakan

bahwa bahasa gaul merupakan salah satu cabang dari bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk

pergaulan. Istilah ini mulai muncul pada akhir ahun 1980-an. Pada saat itu bahasa gaul

dikenal sebagai bahasa para bajingan atau anak jalanan disebabkan arti kata prokem dalam

pergaulan sebagai preman. Lebih lanjut dalam Pikiran Rakyat, tercatat bahwa bahasa gaul

pada awalnya merupakan bahasa yang banyak digunakan oleh kalangan sosial tertentu di

Jakarta, kemudian secara perlahan merambah kalangan remaja terutama di kota-kota besar.

Dalam sebuah milis (2006) disebutkan bahwa bahasa gaul memiliki sejarah sebelum

penggunaannya popular seperti sekarang ini. Sebagai bahan teori, berikut adalah sejarah kata

bahasa gaul tersebut:

1).NihYee...

Ucapan ini terkenal di tahun 1980-an, tepatnya November 1985. pertama kali yang

mengucapkan kata tersebut adalah seorang pelawak bernama Diran. Selanjutnya dijadikan

bahan lelucon oleh Euis Darliah dan popular hingga saat ini.

2)Memble dan Kece

Dalam milis tersebut dinyatakan bahwa kata memble dan kece merupakan kata-kata ciptaan

khas Jaja Mihardja. Pada tahun 1986, muncul sebuah film berjudul Memble tapi Kece yang

diperankan oleh Jaja Mihardja ditemani oleh Dorce Gamalama.

3) Booo....

Page 18: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

Kata ini popular pada pertengahan awal 1990-an. Penutur pertama kata Boo…adalah grup

GSP yang beranggotakan Hennyta Tarigan dan Rina Gunawan. Kemudian kata-kata

dilanjutkan oleh Lenong Rumpi dan menjadi popular di lingkungan pergaulan kalangan artis.

Salah seorang artis bernama Titi DJ kemudian disebut sebagai artis yang benar-benar

mempopulerkan kata ini.

4) Nek...

Setelah kata Boo... popular, tak lama kemudian muncul kata-kata Nek... yang dipopulerkan

anak-anak SMA di pertengahan 90-an. Kata Nek... pertama kali di ucapkan oleh Budi Hartadi

seorang remaja di kawasan kebayoran yang tinggal bersama neneknya. Oleh karena itu, lelaki

yang latah tersebut sering mengucapkan kata Nek... 

5) Jayus

Di akhir dekade 90-an dan di awal abad 21, ucapan jayus sangat popular. Kata ini dapat

berarti sebagai ‘lawakan yang tidak lucu’, atau ‘tingkah laku yang disengaca untuk menarik

perhatian, tetapi justru membosankan’. Kelompomk yang pertama kali mengucapkan kata ini

adalah kelompok anak SMU yang bergaul di kitaran Kemang.

Asal mula kata ini dari Herman Setiabudhi. Dirinya dipanggil oleh teman-temannya Jayus.

Hal ini karena ayahnya bernama Jayus Kelana, seorang pelukis di kawasan Blok M. Herman

atau Jayus selalu melakukan hal-hal yang aneh-aneh dengan maksud mencari perhatian, tetapi

justru menjadikan bosan teman-temannya. Salah satu temannya bernama Sonny Hassan atau

Oni Acan sering memberi komentar jayus kepada Herman. Ucapan Oni Acan inilah yang

kemudian diikuti teman-temannya di daerah Sajam, Kemang lalu kemudian merambat

populer di lingkungan anak-anak SMU sekitar.

6. Jaim

Ucapan jaim ini di populerkan oleh Bapak Drs. Sutoko Purwosasmito, seorang pejabat di

sebuah departemen, yang selalu mengucapkan kepada anak buahnya untuk menjaga tingkah

laku atau menjaga image.

itu

Page 19: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

7. Gitu Loh...(GL)

Kata GL pertama kali diucapin oleh Gina Natasha seorang remaja SMP di kawasan

Kebayoran. Gina mempunyai seorang kakak bernama Ronny Baskara seorang pekerja event

organizer. Sedangkan Ronny punya teman kantor bernama Siska Utami. Suatu hari Siska

bertandang ke rumah Ronny. Ketika dia bertemu Gina, Siska bertanya dimana kakaknya,

lantas Gina ngejawab di kamar, Gitu Loh. Esoknya si Siska di kantor ikut-ikutan latah dia

ngucapin kata Gitu Loh...di tiap akhir pembicaraan.

2.4 Ciri- ciri Bahasa Gaul

Ragam bahasa ABG memiliki ciri khusus, singkat, lincah dan kreatif. Kata-kata yang

digunakan cenderung pendek, sementara kata yang agak panjang akan diperpendek melalui

proses morfologi atau menggantinya dengan kata yang lebih pendek seperti ‘permainan –

mainan, pekerjaan – kerjaan.

Kalimat-kalimat yang digunakan kebanyakan berstruktur kalimat tunggal. Bentuk-bentuk elip

juga banyak digunakan untuk membuat susunan kalimat menjadi lebih pendek sehingga

seringkali dijumpai kalimat-kalimat yang tidak lengkap. Dengan menggunakan struktur yang

pendek, pengungkapan makna menjadi lebih cepat yang sering membuat pendengar yang

bukan penutur asli bahasa Indonesia mengalami kesulitan untuk memahaminya. (Nyoman

Riasa)

1. Tambahan awalan ko.

Awalan ko bisa dibilang sebagai dasar pembentukan kata dalam bahasa okem. Caranya,

setiap kata dasar, yang diambil hanya suku kata pertamanya. Tapi suku kata pertama ini huruf

terakhirnya harus konsonan. Misalnya kata preman, yang diambil bukannya pre tapi prem.

Setelah itu tambahi awalan ko, maka jadi koprem. Kata koprem ini kemudian dimodifikasi

dengan menggonta-ganti posisi konsonan sehingga prokem. Dengan gaya bicara anak kecil

yang baru bisa bicara, kata prokem lalu mengalami perubahan bunyi jadi okem. (komasp)

2. Kombinasi e + ong

Kata bencong itu bentukan dari kata banci yang disisipi bunyi e dan ditambah akhiran ong.

Page 20: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

Huruf vokal pada suku kata pertama diganti dengan e. Huruf vokal pada suku kata kedua

diganti ong.

3. Tambahan sisipan Pa/pi/pu/pe/po

Setiap kata dimodifikasi dengan penambahan pa/pi/pu/pe/po pada setiap suku katanya.

Maksudnya bila suku kata itu bervokal a, maka ditambahi pa, bila bervokal i ditambahi pi,

begitu seterusnya.

2.5 Distribusi Geografis Bahasa Gaul

Bahasa gaul umumnya digunakan di lingkungan perkotaan. Terdapat cukup banyak variasi

dan perbedaan dari bahasa gaul bergantung pada kota tempat seseorang tinggal, utamanya

dipengaruhi oleh bahasa daerah yang berbeda dari etnis-etnis yang menjadi penduduk

mayoritas dalam kota tersebut. Sebagai contoh, di Bandung, Jawa Barat, perbendaharaan kata

dalam bahasa gaulnya banyak mengandung kosakata-kosakata yang berasal dari bahasa

sunda.

BAB III

3. 1 Jenis Penelitian

Penelitian tentang Pemakaian bahasa gaul antartokoh film remaja Indonesia ini berkaitan

dengan suatu gejala kebahasaan yang sifatnya alamiah. Artinya data yang dikumpulkan

berasal dari lingkungan nyata dan situasi apa adanya, yaitu dialog antartokoh film. Sedangkan

metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Hal ini disebabkan

oleh karena data yang terkumpul dan dianalisis dipaparkan secara deskriptif .

Metode penelitian deskriptif berbeda dengan metode perskriptif. Metode penelitian deskriptif

memiliki beberapa ciri, antara lain (1) tidak mempermasalahkan benar atau salah objek yang

dikaji, (2) penekanan pada gejala aktual atau pada yang terjadi pada saat penelitian dilakukan,

dan (3) biasanya tidak diarahkan untuk menguji hipotesis. Begitu sebaliknya dengan metode

penelitian perspkriptif.

Hal ini sejalan dengan pendapat Arikunto (1990: 194) yang menyatakan bahwa penelitian

deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji suatu hipotesis tertentu, tetapi hanya

Page 21: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan. Dalam penelitian

ini, data yang terkumpul berupa kata-kata dan dalam bukan dalam bentuk angka. Maka dari

itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Alasan lain bahwa penelitian ini

merupakan pendekatan kualitatif adalah (1) penyajian hasil penelitian ini berupa penjabaran

tentang objek, (2) pengumpulan data dengan latar alamiah, (3) peneliti menjadi instrument

utama.

3. 2 Subjek Penelitian

Berkaitan dengan hal di atas, yang dikaji dalam penelitian ini adalah pemakaian bahasa gaul

remaja dalam dialog antartokoh film remaja Indonesia. Hal tersebut meliputi pola bentuk

morfologis dan pola makna bahasa gaul tersebut. Sedangkan subjek dari penelitian ini adalah

tokoh-tokoh film remaja ketika berdialog

3. 3. Data Penelitian dan Sumber Data

Data dari penelitian ini berupa kata yang digunakan dalam berkomunikasi antarsatu tokoh

dengan tokoh yang lainnya. Sumber data dari penelitian ini adalah percakapan antartokoh

sebagai interaksi komunikasi.

3. 4 Instrumen Penelitian

Peneliti disebut sebagai human interest mana kala peneliti tersebut berperan sebagai sebagai

instrument utama. Di dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai peneliti utama. Sebagai

instrument tambahan atau pelengkapnya, peneliti dibantu dengan perlengkapan computer dan

CD atau DVD film remaja Indonesia.

3. 5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik observasi sebagai

teknik utama. Observasi dilakukan dengan cara simak-catat, yaitu peneliti mencatat data

bahasa dan konteksnya yang meliputi (1) topiknya, (2) suasananya, (3) tempat pembicaraan,

serta (4) lawan bicaranya.

Melalui teknik observasi, dengan cara pengamatan partisipan oleh peneliti sendiri, maka akan

diperoleh data yang wajar dan alami. Berikut adalah hal-hal yang diperlukan dalam observasi

Page 22: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

(1) gambaran keadaan tempat dan ruang berlangsungnya pembicaraan, (2) pelaku-pelaku

yang terlibat, (3) aktivitas atau kegiatan saat berlangsungnya percakapan, dan (4) topik dari

isi pembicaraan. Selanjutnya, observasi dalam penelitian ini meliputi

a) Persiapan

Persiapan ini adalah tahap paling awal dari observasi. Tahap persiapan ini dimulai dari

mempersiapkan peralatan dan perlengkapan untuk mencatat situasi atau keadaan percakapan

yang tengah berlangsung. Peralatan dan perlengkapan yang dimaksud berupa alat-alat tulis

untuk mencatat.

b) pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini dilakukan secara bertahap. Artinya, data yang

berhasil tercatat pada tahap pertama, akan diulangi lagi pada tahap berikutnya untuk

menentukan informasi tambahan. Tahap pertama dalam pelaksanaan ini selanjutnya disebut

sebagai tahap eksplorasi, yaitu proses pencatatan data penelitian dari dialog antartokoh dalam

filmremaja. Tahap kedua disebut sebagai tahap terseleksi. Tahap ini dilakukan pemutaran

ulang film untuk mendapatkan informasi yang khusus serta pengecekan dalam kamus bahasa

gaul.

c) pemantapan observasi

Langkah terakhir dari pengumpulan data ini adalah pemantapan observasi. Pemantapan

observasi ini berupa pengecekan ulang data-data yang sudah berhasil terekam. Kegiatan

pemantapan ini dilaksanakan beberapa kali sampai benar-benar memperoleh data yang

memadai.

3.6 Teknik Analisa Data

Teknik deskriptif yang dipakai dalam penelitian ini menghasilkan tiga macam analisis data,

yaitu sebagai berikut:

1. Menganalisis pemakaian bahasa gaul dalam film remaja Indonesia

Pemakaian bahasa gaul tersebut meliputi:

Page 23: Skripsi Bahasa Gaul Remaja Indonesia

a) bahasa yang digunakan

b) konteks yang terdapat dalam komunikasi tersebut

c) hubungan antara unsur-unsur linguistik

2. Pengklasifikasian bahasa gaul remaja berdasarkan bentuk dan kelasnya

a) bentuk verbal kebahasaannya

b) proses pembentukannya