mengapa laporan ini diberikan -...

29
Tinjauan Keseluruhan i MEMERANGI KORUPSI DI INDONESIA: MENINGKATKAN PERTANGGUNGJAWABAN UNTUK PEMBANGUNAN TINJAUAN KESELURUHAN “Hanya orang Indonesia-lah yang dapat mengatasi korupsi di Indonesia. Mereka akan melakukannya jika diyakinkan bahwa mereka harus melakukannya. Penelitian yang saksama menyingkapkan secara terperinci bahwa system, jaringan, serta biaya sosial dan ekonomi yang diakibatkan oleh korupsi adalah alat yang penting dalam kampanye antikorupsi. Kemauan, seperti kata Buddha, mendampingi pengetahuan.” -Gary Goodpaster 1 Mengapa laporan ini diberikan Memerangi korupsi adalah inti agenda reformasi Indonesia Indonesia berada pada titik yang kritis dalam sejarah pasca kemerdekaannya. Pemerintahan yang dipilih secara bebas akan menyelesaikan masa jabatannya secara penuh dan bangsa ini menuju pemilihan keduanya di bawah Reformasi. Terdapat perubahan- perubahan besar dalam lima tahun terakhir ini: transisi politik yang penuh damai dari suatu rezim otoriter menjadi demokrasi yang berkembang, kemajuan yang mengesankan dalam perkembangan lembaga-lembaga politik, pemulihan dari krisis keuangan tahun 1990an, serta perubahan institusional yang signifikan, yang secara bersama-sama menghasilkan transformasi besar dalam aturan main. Upaya desentralisasi yang sangat gigih telah dicapai tanpa kekacauan dan kebingungan yang dikhawatirkan banyak pihak. Masyarakat sipil telah bertumbuh di seluruh penjuru negeri, dan media yang baru dibebaskan menjajaki batas kebebasannya. Mengingat kemajuan yang mantap dalam memenuhi tiga kriteria perkembangan demokrasi oleh Barrington Moore: memulai pengecekan yang efektif terhadap para penguasa yang sewenang-wenang, penggantian peraturan yang sewenang-wenang dengan peraturan yang adil dan jujur, serta peran serta rakyat dalam membuat peraturan 2 , Indonesia dapat bertumbuh menjadi demokrasi yang berfungsi kuat seraya waktu berlalu. Namun, banyak pencapaian sampai saat ini tampak rapuh, dan kemajuan yang berkelanjutan menuju demokrasi yang dewasa penuh tidak dapat disepelekan. Tepatnya karena transisi ke pemerintahan yang terpilih sejauh ini umumnya sudah penuh damai, hal ini telah memungkinkan kepentingan kuat yang mendominasi Orde Baru—mantan Keluarga Presiden, militer, dan para konglomerat—terus beroperasi, dan bertumbuh subur dalam lingkungan yang baru ini. Meskipun kegiatan mereka sekarang harus tunduk kepada serangkaian peraturan formal yang baru, pemantauan yang cermat oleh masyarakat sipil dan media, transparansi sampai taraf tertentu, yang semuanya menahan perilaku mereka, tampaknya mereka secara aktif sedang berupaya untuk memperoleh kembali kuasa dan kapasitas yang mereka miliki sebelumnya untuk mempengaruhi. Selain itu, peraturan dan jaringan informal yang mengatur perilaku di masa lalu terus beroperasi (seperti misalnya pertanggungjawaban ke atas dan rendahnya transparansi), sedangkan peraturan formal yang baru harus ditegakkan oleh sejumlah badan, beberapa baru tetapi banyak yang lama, yang lemah dan korup, serta mudah dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan ini. Jadi, fondasi

Upload: trancong

Post on 07-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

i

MEMERANGI KORUPSI DI INDONESIA:

MENINGKATKAN PERTANGGUNGJAWABAN UNTUK PEMBANGUNAN

TINJAUAN KESELURUHAN

“Hanya orang Indonesia-lah yang dapat mengatasi korupsi di Indonesia. Mereka akan melakukannya jika diyakinkan bahwa mereka harus melakukannya. Penelitian yang saksama menyingkapkan secara terperinci bahwa system, jaringan, serta biaya sosial dan ekonomi yang diakibatkan oleh korupsi adalah alat yang penting dalam kampanye antikorupsi. Kemauan, seperti kata Buddha, mendampingi pengetahuan.”

-Gary Goodpaster1

Mengapa laporan ini diberikan Memerangi korupsi adalah inti agenda reformasi Indonesia

Indonesia berada pada titik yang kritis dalam sejarah pasca kemerdekaannya. Pemerintahan yang dipilih secara bebas akan menyelesaikan masa jabatannya secara penuh dan bangsa ini menuju pemilihan keduanya di bawah Reformasi. Terdapat perubahan-perubahan besar dalam lima tahun terakhir ini: transisi politik yang penuh damai dari suatu rezim otoriter menjadi demokrasi yang berkembang, kemajuan yang mengesankan dalam perkembangan lembaga-lembaga politik, pemulihan dari krisis keuangan tahun 1990an, serta perubahan institusional yang signifikan, yang secara bersama-sama menghasilkan transformasi besar dalam aturan main. Upaya desentralisasi yang sangat gigih telah dicapai tanpa kekacauan dan kebingungan yang dikhawatirkan banyak pihak. Masyarakat sipil telah bertumbuh di seluruh penjuru negeri, dan media yang baru dibebaskan menjajaki batas kebebasannya. Mengingat kemajuan yang mantap dalam memenuhi tiga kriteria perkembangan demokrasi oleh Barrington Moore: memulai pengecekan yang efektif terhadap para penguasa yang sewenang-wenang, penggantian peraturan yang sewenang-wenang dengan peraturan yang adil dan jujur, serta peran serta rakyat dalam membuat peraturan2, Indonesia dapat bertumbuh menjadi demokrasi yang berfungsi kuat seraya waktu berlalu.

Namun, banyak pencapaian sampai saat ini tampak rapuh, dan kemajuan yang

berkelanjutan menuju demokrasi yang dewasa penuh tidak dapat disepelekan. Tepatnya karena transisi ke pemerintahan yang terpilih sejauh ini umumnya sudah penuh damai, hal ini telah memungkinkan kepentingan kuat yang mendominasi Orde Baru—mantan Keluarga Presiden, militer, dan para konglomerat—terus beroperasi, dan bertumbuh subur dalam lingkungan yang baru ini. Meskipun kegiatan mereka sekarang harus tunduk kepada serangkaian peraturan formal yang baru, pemantauan yang cermat oleh masyarakat sipil dan media, transparansi sampai taraf tertentu, yang semuanya menahan perilaku mereka, tampaknya mereka secara aktif sedang berupaya untuk memperoleh kembali kuasa dan kapasitas yang mereka miliki sebelumnya untuk mempengaruhi. Selain itu, peraturan dan jaringan informal yang mengatur perilaku di masa lalu terus beroperasi (seperti misalnya pertanggungjawaban ke atas dan rendahnya transparansi), sedangkan peraturan formal yang baru harus ditegakkan oleh sejumlah badan, beberapa baru tetapi banyak yang lama, yang lemah dan korup, serta mudah dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan ini. Jadi, fondasi

Page 2: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

ii

bangunan demokrasi Indonesia yang sedang dibangun tetap lemah, dan terguncang dari waktu ke waktu oleh hantu-hantu Orde Baru.

Dalam konteks inilah kita harus memandang problem korupsi di Indonesia. Korupsi

bukanlah sesuatu yang hanya terdapat di Indonesia. Sebenarnya, korupsi merajalela di banyak negara, baik maju maupun berkembang. Dan, survei dari persepsi luar, yang di dalamnya Indonesia saat ini ini termasuk di antara negara paling korup di dunia, bisa jadi lebih mencerminkan transparansi tentang korupsi di dalam sebuah masyarakat yang dengan pesat menjadi salah satu masyarakat yang lebih terbuka di dunia, ketimbang tingkat korupsi yang sesungguhnya terjadi. Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari negara lain tidaklah penting. Tingkat korupsi diukur dengan standar objektif mana pun terlihat amat tinggi, dan membuat sebagian besar rakyat Indonesia melihat korupsi sebagai kejahatan yang harus diberantas. Korupsi melemahkan kesanggupan negara untuk menyediakan barang kebutuhan dasar bagi masyarakat: pelayanan yang penting serta aturan-aturan yang membuat masyarakat berfungsi secara efektif. Dengan demikian, korupsi membebani mayoritas masyarakat Indonesia yang tidak banyak bicara dalam kondisinya yang miskin dan rentan, menciptakan risiko ekonomi-makro yang tinggi, membahayakan kestabilan financial, mengkompromikan keamanan dan hukum serta ketertiban umum, dan di atas segalanya, korupsi merendahkan legitimasi dan kredibilitas negara di mata rakyat. Oleh karena itu, korupsi menghadirkan ancaman yang signifikan terhadap transisi politik dan ekonomi bagi Indonesia. Dengan melemahkan peraturan formal dan organisasi-organisasi utama yang ditugaskan untuk melindunginya, dan dengan menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga ini, demokrasi itu sendiri akan terancam.

Mengapa Orde Baru Soeharto berhasil mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang

tinggi dan pengentasan kemiskinan meskipun tingkat korupsinya tinggi? Jawabannya ada dalam dua bagian (Bab 1). Yang pertama adalah bahwa rezim tersebut betul-betul memastikan bahwa skala korupsi tidak menghalangi investasi dan kegiatan perekonomian serta membunuh angsa yang bertelur emas, yang membutuhkan manajemen dan pengendalian yang luar biasa baik, yang tidak satu pun dari kedua hal itu bertahan pada tahun 1990an ketika ketamakan mulai menampakkan dirinya. Yang kedua, keberhasilan itu dilebih-lebihkan mengingat harganya mahal dalam hal lembaga yang lemah dan korup, utang publik yang parah melalui salah-urus sektor keuangan, pemusnahan sumber daya alam Indonesia dengan cepat, dan budaya pilih kasih dan korupsi di kalangan elit bisnis. Penemuan riset saat ini meneguhkan bahwa lembaga-lembaga sangat krusial bagi pembangunan yang berkelanjutan. Upaya-upaya melalui regresi multinegara untuk memperkirakan kontribusi geografi, perdagangan dan lembaga terhadap pertumbuhan ekonomi dalam hal tingkat pendapatan memperlihatkan bahwa “kualitas lembaga-lembaga mengalahkan semua yang lain”3. Jadi, keteledoran lembaga di Indonesia dibarengi dengan kemerosotan lingkungan hidup dan konsekuensi parah lainnya yang berasal dari Orde Baru memiliki dampak serius yang negatif terhadap kesinambungan upaya pembangunan Indonesia.

Apakah korupsi semakin memburuk sejak kejatuhan Orde Baru? Bukti mengenai hal

ini sama sekali belum jelas. Dengan menurunnya tingkat investasi publik, korupsi kelas kakap bisa jadi ikut berkurang dalam arti absolut, sedangkan korupsi kecil-kecilan di bawah manajemen politik yang lebih lemah mungkin telah meningkat. Di sisi lain, persaingan politik mungkin sekali lagi menggerakkan korupsi kelas kakap. Namun, yang penting adalah bahwa korupsi tetap tinggi dan yang paling menderita adalah rakyat yang miskin dan rentan. Korupsi

Page 3: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

iii

yang terus terjadi seperti itu membuat beberapa orang menyimpulkan bahwa itu adalah bagian sikap mental rata-rata orang Indonesia. Kami jelas tidak setuju. Orang Indonesia sama seperti orang lain di mana pun. Seperti yang diperlihatkan oleh survei (lihat Bab 1), mereka mengutuk korupsi, dan mereka sendiri akan sangat berkurang sifat korupnya apabila ditempatkan dalam lingkungan kerja yang memberi imbalan untuk kinerja dan perilaku baik serta memberi sanksi untuk perilaku yang korup. Sejumlah besar rakyat Indonesia marah terhadap apa yang mereka lihat dan ingin melakukan sesuatu mengenai hal itu. Mereka berjuang keras di setiap kabupaten dan kota, dan di seluruh lingkup kehidupan orang Indonesia. Laporan ini adalah sumbangan kecil terhadap upaya mereka yang gigih. Mengapa diperlukan laporan lain?

Sudah ada banyak tulisan mengenai korupsi di Indonsia. Mengapa diperlukan laporan lain? Laporan ini adalah hasil pertama dari proses yang berkelanjutan tentang pemikiran kembali dan pemelajaran oleh Bank Dunia mengenai permasalahan pertanggungjawaban dan korupsi di Indonesia. Setelah krisis keuangan dan kekacauan yang berkaitan dengan politik, Bank Dunia meninjau kembali strateginya secara keseluruhan terhadap Indonesia. Bagi banyak orang Indonesia, Bank ini dikaitkan dengan rezim Soeharto, yang telah didukungnya selama 32 tahun. Bank ini dikaitkan dengan akumulasi utang, problem ekonomi paling serius yang diwarisi dari Orde Baru. Dan, khususnya, Bank ini dianggap telah gagal menentang korupsi sementara memberikan pinjaman dalam jumlah besar kepada rezim yang korup. Bank Dunia sudah bergulat melawan kelemahan ini selama lebih dari tiga tahun terakhir ini. Dalam konsultasi tertutup dengan Pemerintah Indonesia yang baru dan menyoroti tingginya utang negara dan kelemahan fidusier, jumlah pinjaman kepada Indonesia dikurangi secara tajam. Bank tersebut telah mengganti banyak dari portofolionya menjadi operasi yang inovatif, yang mendukung pengentasan kemiskinan melalui program yang digerakkan masyarakat di mana penerima secara aktif berpartisipasi dalam penentuan prioritas investasi dan mengawasi penggunaan dana yang sepatutnya. Bank ini telah mengutamakan dan memusatkan perhatian pada pemerintahan dan anti korupsi dalam strategi pembangunannya, dengan mengkhususkan kegiatan analitisnya dalam porsi yang signifikan, pemberian pinjamannya serta sumber daya supervisinya untuk turut meningkatkan tata pemerintahan dan pertanggungjawaban. Bank Dunia telah secara aktif menyelidiki keluhan-keluhan perihal korupsi dalam proyek-proyeknya dan menyingkapkan hasil penyelidikan tersebut. Dan, Bank ini telah mencamkan kritik atas sikap diamnya terhadap korupsi dengan angkat suara bilamana perlu, seperti dalam kasus Bank Bali (lihat Bab 4). Laporan-laporan seperti laporan ini adalah bagian dari upaya untuk bersikap terbuka dan transparan sehubungan dengan permasalahan korupsi.

Laporan ini didasarkan pada serangkaian penilaian diagnostis yang komprehensif

serta tinjauan oleh staf Bank Dunia mengenai bidang-bidang utama di mana korupsi berkembang: peneluaran publik dan sistem manajemen keuangan, pengadaan, dinas sipil, sektor kehakiman, sektor keuangan, dan hubungan fiskal antar-pemerintahan. Selain itu, Bank Dunia telah memberikan lebih banyak sumber daya untuk memahami bagaimana korupsi terjadi di dalam proyek-proyek yang didanai Bank. Bank ini telah secara aktif bekerja dengan mitra-mitra pembangunannya melalui Kemitraan untuk Reformasi Pemerintahan di Indonesia dan telah belajar banyak tentang masalah tata pemerintahan dalam proses tersebut, khususnya melalui pekerjaan yang menentukan dari Kemitraan itu perihal masalah ini. Laporan ini berupaya menyerap dari semua penelitian ini pelajaran kunci yang telah

Page 4: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

iv

dipelajari oleh Bank Dunia mengenai korupsi dan pertanggungjawaban. Laporan ini juga berupaya untuk lebih memahami cara kerja korupsi dalam sektor-sektor dan proses-proses tertentu, berdasarkan sejumlah makalah latar belakang yang diamanatkan untuk studi ini. Laporan ini bukanlah studi komprehensif tentang korupsi di Indonesia, mengingat isinya berdasarkan pengetahuan dan pemahaman yang tersedia bagi Bank Dunia pada saat ini.

Masalah inti yang diulas dalam laporan ini adalah mengapa pertanggungjawaban

publik sering gagal dan apa yang dapat dilakukan mengenai hal itu. Setelah menganalisis konteks yang di dalamnya upaya-upaya antikorupsi harus beroperasi di Indonesia, laporan ini memusatkan perhatian pertama-tama kepada tiga bidang di mana korupsi merajalela: anggaran, pemerintah daerah dan fungsi pengaturan pemerintah dalam sektor-sektor tertentu: perbankan, listrik dan kehutanan. Laporan ini kemudian menyorot tiga aktor yang sampai saat ini merupakan bagian dari problem, dan perlu dijadikan bagian dari solusinya: pemain utama dalam sektor kehakiman—polisi, penuntut, pengadilan, dan dinas sipil Indonesia. Laporan ini mengambil kesimpulan dengan menganalisis bagaimana donor menanggapi tantangan korupsi, terutama mengambil dari pengalaman Bank Dunia sendiri. Setiap bab akan menjelaskan mengapa pertanggungjawaban gagal, meninjau upaya-upaya yang berkesinambungan guna memantapkan pertanggungjawaban, dan mengambil pelajaran tentang kebijakan. Tinjauan Keseluruhan ini mencoba merangkaikan pesan-pesan umum dan merangkakan strategi yang mungkin dijalankan untuk dapat maju.

Pendekatan ini meninggalkan beberapa celah dalam analisis kami tentang cara kerja

korupsi di Indonesia. Yang terbesar adalah peranan partai-partai politik, militer dan sektor swasta, yang semuanya hanya disinggung secara singkat. Celah penting lainnya adalah korupsi dalam perpajakan, dalam badan usaha milik negara serta di bidang pertanahan di daerah urban dan pedesaan. Dalam banyak bidang ini, informasi yang handal tentang cara kerja korupsi masih sulit didapat, meskipun celah-celah ini akan terisi seraya upaya kami untuk belajar akan mengalami kemajuan lebih lanjut. Tinjauan Keseluruhan ini mencoba memperhatikan beberapa faktor ini dengan menyarankan cara-cara untuk maju memerangi korupsi. Kerangka Pertanggungjawaban Siapa yang menjaga penjaga?

Korupsi, untuk maksud laporan ini, didefinisikan sebagai penggunaan wewenang demi keuntungan pribadi. Definisi ini luas, mencakup tiga unsur korupsi yang lazimnya disebut dalam singkatan yang secara luas digunakan di Indonesia, KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Korupsi lebih merupakan gejala kegagalan pertanggungjawaban, ketimbang sebuah penyakit. Oleh karena itu, laporan ini berfokus pada proses dan lembaga pertanggungjawaban, serta menyesuaikan dengan tujuannya sebuah kerangka yang dikembangkan untuk Laporan Pembangunan Dunia 2004 Bank Dunia.4. Berdasarkan kerangka ini, kami memandang pertanggungjawaban di Indonesia dari sudut pandang hubungan antara warga negara yang memegang kedaulatan dan politisi/pembuat kebijakan yang mereka pilih untuk mewakili mereka sebagai Presiden dan di dalam Parlemen, selanjutnya antara politisi dan pembuat kebijakan dan badan pelaksana/penyedia pelayanan, Kementerian atau instansi pemerintah, dan antara penyedia pelayanan di garis depan (mereka

Page 5: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

v

yang langsung memberikan pelayanan, seperti tukang pos, polisi lalu lintas, pasukan kuning), dan warga/konsumen.

Warga negara memberi kuasa kepada perwakilan mereka untuk memerintah demi

kepentingan mereka, dan mempengaruhi mereka melalui pengambilan suara, tekanan politik dan masyarakat sipil. Selanjutnya, para politisi dan para pembuat kebijakan mengembangkan suatu kesepakatan dengan penyedia pelayanan, menyediakan bagi mereka pembiayaan dan sumber daya lainnya, dan mendelegasikan kuasa serta tanggung jawab mereka melalui undang-undang dan keputusan presiden sebagai penukar pelayanan yang disediakan. Mereka juga menuntut kementerian dan badan-badan untuk menyediakan informasi tentang kinerja mereka dan memantau kinerja tersebut melalui audit keuangan dan kinterja. Kesepakatan itu dimantapkan melalui imbalan (gaji dan insentif) serta penalti, seperti misalnya sanksi administrasi, tindakan hukum, dan sebagainya. Selanjutnya, klien dapat memantau kinerja penyedia pelayanan, berdasarkan informasi yang disediakan oleh mereka dan pengalaman mereka sendiri, dan menyuarakan keprihatinan mereka tentang kualitas dan kecukupan pelayanan secara langsung atau melalui lembaga swadaya masyarakat atau melalui perwakilan mereka yang terpilih.

Kerangka ini membantu kami mengidentifikasi kegagalan pada setiap tingkat rantai

pertanggungjawaban yang turut menimbulkan korupsi. Kerangka ini didasarkan pada model induk-agen.5 Pada setiap tingkat rantai pertanggungjawaban, ada satu induk dan satu agen. Warga adalah induknya, dan politisi/pembuat kebijakan yang mereka pilih adalah agen mereka. Politisi/pembuat kebijakan adalah induk dan agen mereka adalah kepala kementerian/badan yang merupakan penyedia pelayanan. Di dalam setiap kementerian/badan, kepala merupakan induk dan penyedia pelayanan garis depannya adalah agen-agennya.

Problem induk agen muncul karena kepentingan induk dan agen berbeda (“perbedaan

insentif”), dan karena induk kurang mendapat informasi yang memadai tentang perilaku agen (“asimetri informasi”) dan agen memiliki insentif untuk menyembunyikan informasi. Seorang agen akan korup apabila dalam penilaiannya, keuntungan untuk melakukannya melebihi biayanya.6 Biaya di sini memaksudkan risiko tertangkap basah dan hukuman, atau hilangnya reputasi pribadi dan harga diri. Sebagaimana akan kita lihat, kesulitan pola seperti ini adalah bahwa diasumsikan induk bebas korupsi. Siapa yang “menjaga penjaga”? adalah pertanyaan yang terus-menerus muncul di seluruh laporan ini.7

Pertanggungjawaban sedang diperkuat …

Indonesia sedang mengenakan kerangka pertanggungjawaban yang baru, yang memiliki potensi besar tetapi dampaknya pada pertanggungjawaban masih tetap lemah.

Antara warga dan politisi: Pemilihan umum yang bebas dan adil, dan kini pemilihan

presiden secara langsung, menandai perubahan yang mencolok dari sistem sebelumnya, yakni aturan satu partai satu keluarga. Perubahan konstitusional ini telah memperkenalkan pemeriksaan formal dan keseimbangan. Parlemen kini menjalankan pengawasan terhadap Eksekutif dengan cara yang tidak bisa dilakukannya semasa Orde Baru, sementara Presiden, setelah pemilu tahun 2004, akan secara langsung bertanggung jawab kepada publik dan tidak lagi secara langsung berkewajiban kepada Parlemen. Kemampuan Parlemen untuk

Page 6: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

vi

menurunkan Presiden dari jabatannya, seperti dalam kasus Presiden Wahid, sangat lemah. Pusat kekuasaan yang tidak resmi, seperti misalnya militer, telah kehilangan tempat formal mereka dalam pemerintahan, termasuk kursi mereka di Majelis Permusyawaratan Rakyat, meskipun mereka tetap merupakan kekuatan yang berkuasa dalam politik Indonesia. Desentralisasi mulai membawa pemerintah lebih dekat kepada klien terakhir dari pelayanan publik. Suara warga semakin ditingkatkan oleh undang-undang yang menjamin kebebasan pers, melalui pelaksanaan kebebasan yang gigih oleh media yang baru dibebaskan, dan melalui pertumbuhan masyarakat sipil yang pesat di banyak bagian negara ini.

Antara politisi/pembuat kebijakan dan badan pelaksana: Kerangka hukum untuk

memerangi korupsi sedang diperkuat. Organisasi-organisasi baru telah didirikan untuk memerangi korupsi, termasuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN). Sebuah Komisi Anti-Korupsi dan Pengadilan Anti-Korupsi khusus telah direncanakan. Sebuah Undang-Undang Keuangan Negara meningkatkan pertanggungjawaban budgeter. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) lebih leluasa mengaudit rekening negara dan mempublisitaskan hasilnya melalui Parlemen.

Antara badan pelaksanan dan warga: Masyarakat sipil yang berkembang dengan

pesat serta media yang baru bebas sedang membantu warga memantau kinerja badan pelaksana dan penyediaan pelayanan, dan warga sendiri belajar untuk angkat suara. Korupsi telah menjadi fokus perhatian utama bagi media dan LSM. …tetapi tetap lemah

Tetapi, pertanggungjawaban tetap lemah. Keterbukaan yang baru menyingkapkan korupsi, tetapi hanya sedikit yang dituntut pertanggungjawabannya atas tindakan mereka. Hal ini disebabkan aturan informal, yang terutama diwarisi dari rezim Orde Baru, masih berlaku, sebagaimana banyak praktek-prakteknya, sementara aturan formal yang baru belum dilaksanakan secara efektif. Mengapa? Karena badan-badan yang ditugaskan untuk menegakkan aturan-aturan itu masih lemah, kurang dana dan kurang perlengkapan, serta bopeng oleh korupsi. Politisi/pembuat kebijakan dalam demokrasi Indonesia yang masih muda sebagian besar kurang pengalaman formal mengenai pemerintahan dan sedang mempelajari tugasnya itu. Dalam hampir semalam, desentralisasi telah menciptakan golongan politisi dan pembuat kebijakan yang sama sekali baru di 400 distrik di Indonesia. Namun, banyak dari mereka serta agen-agen mereka, pegawai sipil dan mereka yang dipercayakan untuk menjunjung undang-undang, masih tetap merupakan produk rezim Orde Baru, yang terbiasa dengan perilaku yang secara mendasar meremehkan pertanggungjawaban. Dan, tanpa figur otoriter yang mengontrol sikap mereka yang keterlaluan, mereka bebas untuk memburu rente tanpa hambatan. Dengan aset negara sejumlah miliaran dolar untuk didistribusikan kembali dari dampak krisis keuangan, godaan bagi elit ekonomi yang baru maupun lama yang berupaya untuk membentuk aturan main demi keuntungan mereka sendiri melalui upaya menguasai negara sangat sukar diperiksa. Media dan masyarakat sipil berjuang dengan gigih, tetapi keefektifan mereka terbatas, apalagi dengan kebutuhan untuk meningkatkan pertanggungjawaban mereka sendiri.

Antara warga dan politisi/pembuat kebijakan: Liputan surat kabar tentang korupsi

dalam tubuh parlemen dan laporan mengenai partai-partai politik membangun peti perang

Page 7: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

vii

menyingkapkan keterkaitan ini dalam rantai pertanggungjawaban tidak bekerja. Mengapa kecil sekali komitmen untuk membersihkan pemerintahan dari pemimpin demokrasi baru yang memerlukan dukungan publik yang luas untuk kelangsungan hidup politis mereka? Jawabannya terletak pada transisi yang baru-baru ini terjadi. Pertama, banyak pemimpin Indonesia mapan dengan korupsi di masa lalu dan memegang cara lama mereka. Yang kedua, kompetisi politik lebih lemah daripada kelihatannya. Para pemberi suara tidak mempercayai klaim partai politik bahwa mereka akan kurang korup dari yang sekarang ini, mengingat mereka tidak memiliki kredibilitas kebijakan di mata para pemberi suara. Yang ketiga, sistem perwakilan yang proporsional digabungkan dengan pembatasan yang berlaku bagi partai politik untuk diperbolehkan ikut dalam pemilihan umum, membuat masing-masing politisi lebih bergantung pada pimpinan dalam partai mereka untuk kelangsungan hidup maupun keberhasilan politiknya ketimbang dukungan yang mereka dapatkan dari para pemilih mereka. Oleh karena itu, mereka harus bersikap tanggap terhadap tekanan partai untuk mengumpulkan dana bagi pemilu. Akhirnya, luasnya Indonesia meningkatkan biaya pemilu, dan selanjutnya kompetisi untuk mencari dana.

Antara politisi/pembuat kebijakan dan badan pelaksana/penyedia pelayanan:

Analisis dalam laporan ini memperlihatkan bahwa politisi dan pembuat kebijakan juga gagal menyampaikan tujuan penawaran mereka dalam kesepakatan mereka dengan badan pelaksana.

• Pendelegasian kekuasaan kepada badan-badan melalui undang-undang dan peraturan yang mendefinisikan pertanggungjawaban adalah bagian dari problem. Meskipun undang-undang antikorupsi yang kurang memadai bukanlah problem utama, kendati dirumuskan asal-asalan dan kadang-kadang memiliki cacat, ada beberapa perkecualian penting: tidak adanya undang-undang yang memadai mengenai Audit Negara, pengadaan, hak memperoleh informasi, dan perlindungan atas whistleblower (penyingkap informasi). Kelemahan utamanya adalah pada bidang peraturan, undang-undang disahkan, tetapi peraturan pelaksanaannya memakan waktu yang amat lama untuk dikeluarkan sehingga membuat undang-undang tersebut tidak efektif, yang merupakan praktek lazim dalam Orde Baru. Sewaktu dikeluarkan, peraturan itu kadang-kadang menyalahi maksud undang-undang tersebut, atau sebagaimana dalam sektor kehutanan (Bab 4) peraturan itu menjadi alat untuk memburu rente, mengingat kepatuhan terhadap peraturan itu besar biayanya bagi yang diatur. Peraturan perundang-undangan dan peraturan yang saling bertentangan juga memperlemah pertanggungjawaban. Pemerintah daerah tetap tidak jelas tentang pelaksanaan fungsi apa tepatnya yang harus mereka pertanggungjawabkan dan apakah mereka memiliki wewenang atau tidak untuk menentukan tingkat penggajian dan pengangkatan pegawai.

• Pembiayaan dan sumber daya lainnya: Politisi dan pembuat kebijakan memperlemah badan pelaksana dan penyedia pelayanan dengan tidak menyediakan sumber daya bagi mereka untuk melakukan pekerjaan mereka (Bab 2). Alokasi untuk operasi dan pemeliharaan cenderung sangat rendah dan telah benar-benar merosot. Alokasi anggaran dikeluarkan akhir tahun, sehingga waktunya tidak banyak untuk menggunakannya. Apa yang dialokasikan, yang sering dikeluhkan oleh penyedia pelayanan, juga “dipajaki” pada sumbernya oleh kementerian pusat sebagai harga untuk mendapatkan uangnya. Pendanaan yang tidak memadai diwarisi dari praktek Orde Baru yang badan-badannya diperbolehkan menggalang sumber dayanya sendiri

Page 8: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

viii

untuk memenuhi kekurangan anggaran. Strategi kelangsungan hidup demikian masih terus ada. Strategi itu mencakup dari secara rutin menggelembungkan rekening pengeluaran dinas sampai mendanai pembelanjaan rutin dari anggaran pembangunan, sampai menarik pungutan tak resmi untuk pelayanan yang diberikan, sampai menjalankan perusahaan dan yayasan serta badan usaha lainnya untuk memobilisasi sumber daya. Praktek yang mengizinkan badan usaha untuk dijalankan oleh militer dan kepolisian khususnya adalah problem yang serius yang mengarah ke tuduhan keterlibatan dalam penyelundupan narkoba, jaringan perlindungan dan prostitusi, dan setelah pemisahan keduanya secara resmi, konflik terbuka antara polisi dan militer apabila kepentingan bisnis mereka bertabrakan. Meskipun tak seorang pun betul-betul tahu berapa banyak pengeluaran militer dan polisi yang dipenuhi dari alokasi anggaran pemerintah, perkiraannya sekitar sepertiga. Praktek-praktek demikian mengaburkan batasan umum-swasta, memperlemah pertanggungjawaban untuk dana dan menyediakan dalih untuk kegiatan memburu rente.

• Penegakan: Kompensasi kecil peranannya dalam menciptakan insentif positif untuk integritas pegawai sipil (lihat Bab 6). Meskipun gaji yang rendah umumnya dipandang di Indonesia sebagai penyebab korupsi, bukti menunjukkan bahwa dengan peningkatan kompensasi menjadi lebih besar pada tahun-tahun belakangan ini, pegawai sipil rata-rata tidak digaji di bawah standar kalau dibandingkan dengan pembanding pasar, meskipun situasi yang berkaitan dengan pegawai sipil yang paling senior perlu dikaji dengan lebih saksama. Namun, gaji adalah salah satu faktor dalam korupsi karena sistem administrasi kompensasi yang sangat kabur dan tidak transparan. Hanya sebagian kecil saja dari pendapatan pejabat yang berasal dari gajinya. Tunjangan dan bayaran yang tidak diatur secara transparan digunakan untuk menjalankan sistem patron (dukung-mendukung) dalam setiap organisasi. Selain itu, pegawai sipil/negeri memiliki akses ke banyak sumber pendapatan yang sah maupun tidak, mulai dari tunjangan untuk menghadiri rapat, uang pelicin, sogokan pada kontrak, penghindaran pajak, dan sebagainya. Apa yang mereka terima bergantung pada hubungan mereka dengan para pialang kekuasaan dalam organisasi mereka, dan apakah mereka bekerja untuk badan/departemen yang basah atau kering. Ancaman penghentian tunjangan demikian berperan sebagai hambatan yang ampuh bagi penyingkap informasi dan mereka yang enggan untuk ikut dalam praktek-praktek ini, sementara manajemen keuangan yang lemah memastikan bahwa praktek-praktek ini tidak mendatangkan konsekuensi bagi mereka yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, pegawai sipil/negeri jarang mendapat imbalan untuk kinerja yang baik. Dan, mereka jarang didisiplin karena korupsi. Bukti survei memperlihatkan bahwa sedikit organisasi di Indonesia yang dinilai pegawai sipil/negeri berorientasi pada kinerja, dan yang menegakkan aturan serta mengikuti praktek manajemen yang baik biasanya juga adalah organisasi yang tingkat korupsi di dalamnya lebih rendah.

• Sanksi: Sektor kehakiman (Bab 5) bertanggung jawab untuk menegakkan aturan pertanggungjawaban. Akan tetapi, korupsi yang merajalela di sektor ini membuatnya sebagian besar tidak berfungsi, dengan setiap lengan sektor ini, yakni polisi, penuntut umum dan pengadilan, sangat lemah dalam pertanggungjawaban mereka sendiri, apalagi untuk menegakkan pertanggungjawaban pihak yang lain. Jadi, dengan kata-kata sebuah studi yang didanai ADB, “mereka yang bersumpah untuk menjunjung hukum, melanggar hukum.”8 Dengan tidak adanya sektor kehakiman yang efektif, pengecualian dari hukuman amat meluas dan membentuk semua perilaku.

Page 9: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

ix

• Informasi adalah aspek lemah lainnya dalam rantai pertanggungjawaban. Para politisi dan pembuat kebijakan tampaknya tidak terlalu memperhatikan pengumpulan informasi secara sistematis tentang kinerja kementerian dan badan-badan yang akan meningkatkan pertanggungjawaban mereka. Hal ini tercermin dalam pembukuan yang buruk dan dokumentasi yang menyepelekan manajemen keuangan, kurangnya transparansi dalam bidang-bidang utama seperti pengadaan yang membatasi kompetisi, dan lebih luas lagi dalam budaya kerahasiaan yang birokratis. Lagipula, meskipun Indonesia tidak kekurangan pengauditan internal dan eksternal, sumber daya yang tidak memadai untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tidak adanya undang-undang audit negara yang modern, serta tidak adanya proses yang didefinisikan dengan jelas untuk menindaklanjuti hasil audit dan kegagalan untuk membuat audit tersedia secara luas, semuanya mengurangi keefektifan audit sebagai alat untuk menyingkapkan korupsi dan meningkatkan pertanggungjawaban.

Antara badan pelaksana dan warga: Kemampuan orang Indonesia biasa yang tidak

memiliki pengaruh dan akses untuk menuntut pertanggungjawban penyedia pelayanan pemerintah atas pelayanan mereka dan menyediakan umpanbalik terhadap kebutuhan mereka memang terbatas. Meskipun hal ini sedang berubah dengan bertumbuhnya kesadaran publik akan hak-haknya, berkat media yang gigih serta masyarakat sipil yang aktif, biaya tindakan kolektif masih tinggi, dan jauh lebih nyaman, dan sering kali lebih murah, untuk membayar suap ketimbang untuk berunjuk rasa demi hak-hak Anda. Butuh kerjasama dua pihak

Fokus laporan ini adalah pada pertanggungjawaban sektor publik. Namun, orang yang korup berkembang karena tidak ada kekurangan koruptor. Bagi orang Indonesia biasa yang membayar suap kecil-kecilan, harga untuk tidak menyuap lebih tinggi ketimbang harga suap, dan hal ini perlu dikurangi. Tetapi korupsi skala besar berasal dari sektor swasta, baik domestik maupun asing. Sering kali, yang ditargetkan adalah soal peraturan, yang mempengaruhi kebijakan atau peraturan yang menguntungkan perusahaan tertentu. Praktek pengadaan yang kolusif juga sama lazimnya. Struktur kepemilikan perusahaan Indonesia dicirikan oleh pemusatan pada satu keluarga atau pemegang saham yang memegang kendali. Budaya bisnis perusahaan-perusahaan demikian didasarkan pada hubungan dan bukannya pada aturan. Struktur kepemilikan ini, apabila digabungkan dengan lingkungan peraturan yang lemah, meningkatkan praktek yang tidak transparan. Investor asing khususnya menggunakan mitra domestik untuk memfasilitasi hubungan mereka dengan pemerintah. Pasar ekuitas kecil, dengan kapitalisasi di bawah 15% dari PDB pada tahun 2002. Kebanyakan perusahaan yang terdaftar dimiliki baik oleh keluarga atau oleh pemerintah. Indonesia menghadapi banyak tantangan dalam mereformasi “corporate governance”. Hal ini mencakup perlunya transparansi dan keterandalan yang lebih besar tentang pelaporan keuangan, tindakan mengakhiri praktek auditor yang menetapkan hubungan yang nyaman dengan perusahaan yang mereka audit – yang sama sekali tidak hanya terjadi di Indonesia, langkah untuk memperkenalkan pengangkatan para direktur yang benar-benar independen pada dewan direksi perusahaan dan penegakan hukum serta peraturan perusahaan yang efektif, sebagian dengan memberdayakan dan memperkuat securities regulator yang harus mengisi kekosongan yang timbul akibat sektor kehakiman yang kurang berfungsi.

Page 10: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

x

Permasalahan ini dibahas lebih terperinci dalam laporan Bank Dunia mendatang mengenai “corporate governance” di Indonesia. Prioritas Reformasi Sifat transisi membatasi opsi

Sifat transisi di Indonesia saat ini sangat membatasi opsi untuk reformasi. Indonesia sedang menyaksikan keruntuhan yang pasti dari negara yang sangat tersentralisasi yang dulu didominasi oleh penguasa yang kuat. Penyebaran kekuasaan terlihat dalam munculnya beberapa kekuatan politik yang bersaing di pusat, baik lama maupun baru, dan peralihan kekuasaan ke daerah di mana para politisi setempat yang dipersenjatai dengan wewenang baru mereka di bawah undang-undang desentralisasi mulai unjuk gigi terhadap pusat. Masyarakat sipil bertumbuh pesat dan menciptakan kekuatan ketiga yang terpisah dari negara. Prosesnya tampaknya lebih kacau daripada kenyataannya. Modal sosial Indonesia yang tinggi serta komitmen rata-rata rakyat Indoneisa terhadap gagasan negara Indonesia menyediakan perekat yang tak kelihatan yang kekuatannya mudah disepelekan. Dan, elit politik telah memperlihatkan kapasitas untuk bergabung mendesakkan reformasi ekonomi dan institutional utama yang dipandang penting bagi kestabilan negara. Meskipun demikian, keadaan fluktuatif akhir-akhir ini membuat aturan informal dan insentif penyimpangan dari masa lalu bertumbuh subur tanpa kendali, meskipun aturan formal masih dipakai. Dengan berlalunya waktu, dan para politisi menjadi semakin berpengalaman, publik semakin sadar dan waspada dalam melindungi kepentingannya, dan masyarakat sipil semakin efektif, pertanggungjawaban dapat meningkat. Akan tetapi, kebanyakan demokrasi, tua maupun muda, selalu merupakan pekerjaan yang berkesinambungan, dan dibutuhkan kepemimpinan yang kuat, kesediaan para elit untuk memiliki sudut pandang yang baru terhadap kepentingan jangka panjang mereka, dan kewaspadaan warga yang terus-menerus untuk memastikan bahwa pertanggungjawaban menjadi lebih baik dan aturan hukum diterapkan. Ini adalah pergulatan yang terus-menerus dengan hasil yang tidak pasti dan risiko tergelincir yang terus ada. Sementara itu, tidak dapat dihindarkan bahwa proses yang sedang berjalan akan tampak kacau dan tidak tertib, dengan kemajuan di sini, dan kemunduran di sana.

Lingkungan saat ini tampaknya tidak kondusif untuk dapat menerapkan strategi yang komprehensif dan luas untuk memantapkan pertanggungjawaban dan mengurangi korupsi. Kepentingan diri terlalu kuat, dan kesanggupan negara untuk melaksanakan program reformasi yang berbasis luas terbatas. Namun, hal ini dapat menjadi suatu lingkungan yang di dalamnya solusi-solusi yang dilokalisasikan akan muncul dengan didukung oleh kelompok-kelompok penekan setempat, apakah pada beberapa sektor atau sub-sektor atau di kabupaten atau kota tertentu, atau di beberapa provinsi dengan gubernur yang reformis. Ini mungkin juga suatu lingkungan yang di dalamnya upaya reformasi inti untuk menyediakan ruang bagi solusi setempat dapat didesakkan di Pusat. Terdapat reformator-reformator dalam pemerintahan yang ingin mengubah segala sesuatu, dan mereka membutuhkan dukungan. Ada pemimpin-pemimpin dalam pemerintahan daerah yang ingin membuat perubahan, dan ada warga di mana-mana yang memperjuangkan hak-hak mereka dan angkat suara. Analisis dalam laporan ini mengidentifikasi sejumlah solusi yang dapat dicoba di berbagai bagian sistem, dan pembaca dianjurkan untuk mencermatinya.

Page 11: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

xi

Mungkinkah untuk memicu perubahan dan merangsang upaya-upaya ini, melibatkan orang-orang Indonesia di mana pun mereka berada? Pendekatan dua jalur lebih baik. Yang pertama adalah untuk turut memperkuat tuntutan reformasi pada tingkat daerah. Yang kedua adalah agar pemerintah pusat melaksanakan sebuah program reformasi inti yang menciptakan lingkungan untuk mewadahi inisiatif anti-korupsi setempat. Secara bersama-sama, langkah-langkah ini akan memberikan ruang bagi ratusan kuncup antikorupsi untuk mekar di berbagai penjuru negeri yang secara bertahap dapat menciptakan cukup momentum untuk mulai membuat perubahan atas pertanggungjawaban publik. Di luar pemerintahan, semua pemain utama yang terlibat dalam pertanggungjawaban harus memiliki peran kunci dalam proses ini: masyarakat sipil, media, sektor swasta, serta mitra pembangunan internasional Indonesia. Memperkuat tuntutan reformasi di daerah dan di kalangan rakyat biasa

Pengalaman Bank Dunia pada Program Pembangunan Kecamatan (KDP) (Bab 7) memperlihatkan bahwa memberdayakan komunitas setempat untuk bertanggung jawab atas nasibnya sendiri membawa hasil baik dalam arti memperkuat kepemilikan dan modal sosial setempat, serta mengurangi korupsi. Di bawah KDP, dana proyek ditempatkan di bawah kendali pihak-pihak yang paling memperoleh manfaat darinya dan memiliki kepentingan yang kuat pada uang yang dibelanjakan dengan baik. Transparansi dan publisitas, keterlibatan pihak-pihak setempat serta para pemimpin desa dan lembaga-lembaga setempat amat hakiki untuk partisipasi komunitas yang efektif dalam perjuangan melawan korupsi. Korupsi tidak dihapuskan, tetapi dikurangi dan biayanya lebih rendah untuk infrastruktur. KDP kini mencakup separuh jumlah desa miskin di negeri ini, dan apabila sukses, popularitasnya menarik distrik yang tidak dicakup oleh proyek untuk mengalokasikan dana mereka sendiri untuk turut dalam program ini. Pendekatan KDP dapat diterapkan di bidang-bidang lain: melibatkan orangtua dalam mengawasi dana dan memantau sekolah anak-anak mereka, memberdayakan pasien untuk memantau pusat perawatan kesehatan, dan memungkinkan LSM untuk memantau pengadaan publik di daerah-daerah dan di pusat. Bila sukses, program-program demikian mencuatkan pemimpin-pemimpin setempat dan meningkatkan kesadaran akan hak-hak dan kewajiban warga, serta pentingnya pertanggungjawaban dan transparansi, menciptakan modal sosial seraya waktu berlalu untuk tata pemerintahan yang lebih baik.

Pemerintah daerah juga dapat menarik manfaat dari partisipasi komunitas yang lebih

aktif dalam proses pengambilan keputusan mereka dan implementasi, dari peningkatan arus informasi kepada warga, dan mengukir kemitraan dengan masyarakat sipil. Desentralisasi dengan pertanggungjawaban yang diperbaiki, misalnya, dapat menjadi kunci untuk mengatasi korupsi yang merajalela di sektor kehutanan (dan sumber daya alam) (Bab 4). Pertanggungjawaban demikian haruslah merupakan proses dua arah, bukan hanya ke atas ke tingkat administrasi pemerintahan yang lebih tinggi – provinsi dan nasional – melainkan juga ke bawah ke masyarakat setempat. Pertanggungjawaban di desa terdiri atas dimensi elektoral yang sudah jelas maupun dimensi yang lebih langsung, misalnya ikatan antardesa yang sungai-sungainya tercemar oleh pemegang HPH yang membangun jalan secara tidak benar. Agar dapat berfungsi, hal ini membutuhkan transparansi, keterperincian melalui konsultasi yang tulus, serta rasionalisasi peraturan menjadi peraturan yang berbasis hasil yang hasilnya dapat dipantau oleh masyarakat setempat.

Page 12: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

xii

Inisiatif-inisiatif baru, melalui program yang didanai oleh badan pembangunan internasional, yang ditujukan untuk membantu pemerintah pedesaan dan perkotaan (kabupaten dan kota), akan memberikan kepada pemerintah yang miskin sumber daya dana infrastruktur yang amat dibutuhkan apabila mereka bersedia untuk mereformasi sistem pemerintahan di distrik mereka dan mengurangi korupsi. Menetapkan kriteria yang jelas dan transparan untuk perbaikan dalam pertanggungjawaban dan transparansi, menganjurkan masyarakat dan LSM untuk memantau kinerja pemerintah daerah, dan sanksi yang sigap apabila kriteria tidak dipenuhi, dapat menjadi prinsip-prinsip penuntun yang diterima lebih luas dalam transfer anggaran pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Program itu hanya akan berhasil apabila kriteria untuk seleksi distrik dipahami dengan jelas dan diterapkan, dan apabila tolok ukur dipantau dan kinerja diberi imbalan atau diberi sanksi. Kompetisi yang dihasilkan di antara distrik-distrik untuk mendapatkan pendanaan dari pemerintah pusat atau donor dapat menghasilkan praktek-praktek baik yang menyebar dengan lebih cepat ketimbang kalau hal itu tidak ada.

Pemerintah pusat dapat membantu proses ini dengan sejumlah cara yang diulas di Bab

3. Hal ini mencakup pemilihan bupati dan walikota secara langsung, mengikuti pola di Pusat, dengan demikian membuat bupati lebih bertanggung jawab kepada publik, klarifikasi pertanggungjawaban yang tepat oleh pemerintah daerah sehingga mengatasi kebingungan yang timbul akibat perundang-undangan dan peraturan yang saling bertentangan, mengizinkan pemerintah daerah untuk bereksperimen dengan reformasi dinas sipil di dalam batasan anggaran-keras, menyediakan informasi tentang kinerja pemerintah daerah kepada warga, dan yang terpenting, memperluas basis pajak pemerintah daerah (khususnya pajak properti dan real estat serta pajak penjualan setempat) sehingga warga tahu bahwa pajak yang mereka bayar digunakan untuk mendanai pelayanan yang mereka terima, dan dapat mengenakan sanksi terhadap pemerintah daerah atas penyalahgunaannya. Menciptakan lingkungan yang menunjang antikorupsi

Pemerintah pusat juga memiliki peran kunci dalam menciptakan lingkungan yang menunjang upaya antikorupsi. Dalam beberapa kasus, hal ini bisa berarti tidak menghalangi apa yang akan terjadi. Tetapi, upaya reformasi inti di pusat ditujukan untuk menciptakan lingkungan demikian yang mencakup:

• Mengurangi biaya pemilihan umum: Partai-parti politik memilki kebutuhan pendanaan yang sah untuk berjuang di pemilu. Kalau kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi dalam undang-undang, biaya yang tinggi untuk mendanai kampanye di negara seluas Indonesia dapat mengakibatkan korupsi. (Bab 1, dan Kotak 1.2) Tingkat keberhasilan di demokrasi lainnya dalam mengendalikan politik uang sejauh ini agak rendah. Namun, yang mungkin dilakukan adalah membantu sebagian menyeimbangkan arena main. Beberapa negara telah mengalami bahwa kombinasi mekanisme berguna. Ini mencakup pendanaan dengan anggaran sebagian untuk dana kampanye, sehingga mengurangi biaya partai politik dengan mengalokasikan waktu gratis untuk iklan TV dan radio tanpa tambahan waktu, melarang penggunaan sumber daya negara untuk tujuan politik, membuat catatan tertulis dan meminta agar dana partai-partai diaudit, memastikan bahwa dinas sipil netral selama pemilu, dan memastikan bahwa komisi pemilu bersifat independen.

Page 13: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

xiii

• Memperkuat penjaga pertanggungjawaban: Empat lembaga utama mendominasi lanskap pemantauan pertanggungjawaban di Indonesia: Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang membantu rakyat memilih wakil-wakil mereka untuk pemerintahan nasional dan daerah serta parlemen, Bank Indonesia, bank sentral negara yang menjaga uang negara dan kesehatan keuangan negara (Bab 4), Badan Pemeriksa Keuangan, auditor milik pemerintah (Bab 2), dan Mahkamah Agung yang mengepalai peradilan negara (Bab 5). Yang kelima, Mahkamah Konstitusi akan dibentuk. Pemerintah dan parlemen perlu mempertimbangkan cara terbaik untuk memperkuat lembaga-lembaga ini dan membuat mereka independen. Penting untuk mendanai mereka secara memadai dan memastikan bahwa dana mereka datang langsung dari parlemen dan bukannya dari Departemen Keuangan. Memastikan bahwa mereka dikepalai oleh pria dan wanita yang memiliki integritas dan kesanggupan tertinggi amatlah penting. Otonomi lembaga-lembaga ini, yang dijamin oleh undang-undang, perlu dilindungi dan dihargai. Tetapi, jika otonomi ini tidak ingin disalahgunakan, pemimpin lembaga-lembaga ini harus diseleksi melalui suatu proses yang tidak dipengaruhi oleh korupsi atau pertimbangan politis, dan yang memastikan perekrutan bermutu tinggi.

• Mendanai pelayanan publik secara memadai: Refrein (bagian pengulangan) yang umum di seluruh laporan ini adalah bahwa salah satu faktor terpenting yang menimbulkan korupsi adalah kegagalan anggaran pemerintah untuk secara memadai mendanai kegiatan pemerintah dan toleransi terhadap beragam praktek yang dimaksudkan untuk mengatasi kekurangan dana anggaran tersebut (Bab 2). Dengan mengaburkan perbedaan antara dana publik dan swasta serta mengurangi pertanggungjawaban uang publik, praktek ini menciptakan budaya korupsi birokratis. Dalam kasus militer dan kepolisian, konsekuensi jauh melampai korupsi dan mengancam demokrasi Indonesia yang masih muda mengingat badan usaha kedua organisasi ini meluas ke kegiatan ilegal bawah tanah. Problem ini tidak dapat diselesaikan dalam semalam dan program kerja bertahap diperlukan. Biaya untuk memenuhi seluruh kebutuhan pemerintah amat besar. Sebelum Departemen Keuangan membuka buku ceknya, pemerintah perlu mengadakan tinjauan yang saksama atas semua kebutuhan dan pengeluaran, juga peran negara dan pemerintah pusat di dalam Indonesia yang terdesentralisasi dengan tujuan untuk menolak kegiatan-kegiatan yang tidak perlu. Hal ini harus disertai dengan upaya yang diperkuat untuk menghentikan langkah informal untuk menaikkan pendapatan, menutup yayasan-yayasan dan bisnis-bisnis pribadi, memperbaiki kontrol keuangan, dan memperoleh nilai yang lebih baik dari setiap rupiah pengadaan pemerintah. Pada waktu yang sama, upaya berkelanjutan untuk mengurangi korupsi di otoritas bea cukai dan pajak yang menyebabkan upaya penerimaan negara yang relatif rendah di Indonesia akhir-akhir ini perlu membawa hasil sehingga alokasi tambahan yang dibutuhkan dapat didanai. Data survei menunjukkan bahwa warga dan badan usaha akan bersedia untuk membayar pajak lebih banyak jika mereka beranggapan bahwa mereka tidak harus menyuap penyedia pelayanan pemerintah. Pemerintah dapat mulai dengan menetapkan target peningkatkan tahunan dalam hal alokasi untuk kegiatan pemerintah yang kurang dana dan membiayainya dari upaya-upaya tambahan untuk mobilisasi sumber daya dan pengurangan pengeluaran.

• Membersihkan rimba peraturan: Pemerintah perlu meninjau secara mendesak rimba peraturan yang berupaya membatasi perilaku pribadi dengan tujuan untuk merasionalisasinya dan mengurangi kesempatan untuk pemburuan rente dan

Page 14: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

xiv

penguasaan peraturan. Peraturan yang lebih sedikit dan disusun dengan baik yang memfokuskan sasaran peraturan untuk mencapai hasil jangka menengah sampai jangka panjang (lihat Bab 4) penting karena akan menghapuskan peraturan-peraturan yang dengan sengaja dirancang untuk memberikan syarat yang berat atau tidak mungkin kepada perusahaan atau individu-individu sehingga hal itu mengundang korupsi. Undang-undang Indonesia bersifat bergantung pada peraturan untuk implementasinya. Beralih ke praktek memberikan kepada Parlemen rancangan peraturan bersama dengan setiap rumusan pernyataan yang diserahkan untuk diberlakukan akan memungkinkan peninjauan atas peraturan-peraturan tersebut demi konsistensinya dengan undang-undang dan memastikan bahwa maksud undang-undang tersebut dilindungi.

• Mengurangi kekebalan dari hukuman: Korupsi bertumbuh subur di Indonesia karena kecil kemungkinannya koruptor ditangkap, dan lebih kecil lagi kemungkinannya untuk dihukum. Toleransi yang dikurangi terhadap korupsi dalam dinas sipil melalui sanksi administratif yang tegas dapat menjadi awal, tetapi hal ini tidak mungkin terjadi kalau tidak ada upaya tulus reformasi dalam dinas sipil (Bab 6). Reformasi sektor kehakiman yang ditujukan pada sanksi kriminal yang efektif bagi koruptor bagaimanapun juga merupakan unsur penting dari lingkungan yang menunjang upaya antikorupsi. Ada kemajuan sedikit ke arah ini sejak Orde Baru, tetapi mengingat kericuhan dalam transisi dan kesibukan mengurus manajemen krisis, upaya untuk bergerak dengan tekad yang lebih besar tidak membawa hasil. Hal ini perlu menjadi prioritas tinggi bagi pemerintah yang baru nanti setelah pemilu 2004. Ini akan membutuhkan kepemimpinan yang kuat, pengembangan peta menunjuk jalan untuk reformasi demikian, dan dimulainya audit tata pemerintahan yang mengarah ke rencana tindakan (mirip dengan audit yang dilakukan di Kantor Kejaksaan Agung yang tidak ditindaklanjuti) dan penilaian kebutuhan untuk menentukan persyaratan anggaran untuk ketiga cabang sektor kehakiman, kepolisian, penuntut umum dan pengadilan. Sebelum reformasi mulai terjadi di badan sektor kehakiman utama, Komisi Anti Korupsi yang baru akan menjadi satu-satunya pemain, meskipun ada pengalaman global yang kurang baik sehubungan dengan badan-badan tersebut. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa anggota Komisi itu adalah pria dan wanita dengan integritas, kemampuan dan independensi yang menonjol, bahwa Komisi itu diberi anggaran yang memadai untuk melakukan pekerjaannya dan ada dukungan politik yang kuat terhadap pekerjaan Komisi bahkan bila kegiatannya menimbulkan kesulitan bagi pemerintah dan parlemen. Pekerjaan Komisi itu juga akan difasilitasi oleh undang-undang efektif yang melindungi penyingkap informasi. Anggota Komisi perlu bersikap selektif dan strategis dalam mengembangkan program kerja mereka kalau mereka tidak ingin kewalahan dengan tugasnya. Jika syarat-syarat ini dipenuhi, Komisi akan turut menghapuskan kekebalan dari hukuman yang melingkupi upaya untuk memerangi korupsi di Indonesia.

• Meningkatkan transparansi: Pertanggungjawban tidak dapat dipastikan tanpa transparansi. Budaya kerahasiaan birokratis yang ada menciptakan selubung yang menutupi kesuburan korupsi. Selubung itu perlu disingkirkan seraya Indonesia terus menjalani demokratisasi. Hal ini harus dimulai dengan caranya kebijakan, undang-undang dan peraturan dibuat. Meskipun prosesnya telah terbuka, berkat tekanan masyarakat sipil yang kuat serta media yang aktif, upaya yang sistematis untuk membuat kebijakan, perumusan perundang-undangan dan peraturan yang dapat ditinjau dan dikomentari oleh publik perlu dibentuk sebagai praktek standar di

Page 15: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

xv

kementerian dan badan pemerintah Indonesia. Undang-undang keterbukaan yang mempertahankan transparansi dalam proses pemerintahan akan menjadi prasyarat yang penting. Undang-undang Kebebasan Informasi telah dipertimbangkan untuk waktu yang lama, tetapi belum juga terbit. Namun, pemerintah tak perlu menunggu. Undang-undang antikorupsi yang ada memungkinkan penyingkapan informasi yang lebih besar dan menantikan peraturan pelaksana. Transparansi dapat juga ditingkatkan dalam anggaran melalui sejumlah cara: penelusuran pengeluaran publik oleh masyarakat sipil, mengumumkan semua audit pemerintah dan laporan BPK dan BPKP. Dalam pengadaan, tender perlu dibuka kepada umum dan hasil proses penawaran (tender) hendaknya segera diberitahukan. Para Hakim Mahkamah Agung dan pengadilan yang lebih rendah harus mengikuti praktek pengadilan niaga dan memberikan penilaian tertulis yang dapat ditinjau oleh publik. Revolusi informasi kini memungkinkan kesempatan untuk menyediakan informasi umum tentang pelayanan, pungutan dan biaya dari pemerintah sehingga ketidaktahuan mereka tidak dapat dieksploitasi oleh pegawai sipil/negeri yang tidak jujur. Sebenarnya, sebagaimana tampak di bagian-bagian lain dunia, pemerintah elektronik (E-government) menawarkan banyak potensi untuk mengurangi korupsi dan meningkatkan transparansi.

Para Pemain Menetapkan tradisi yang benar “Dalam kelahiran masyarakat, pemimpin negara-lah yang menciptakan lembaga; setelah itu, lembagalah yang menjadi pemimpin negara” - Montesquieu9

Tidaklah sulit untuk mencapai pertanggungjawaban yang lebih besar secara tertulis. Seperti yang telah kita bahas, Indonesia sudah membuat banyak kemajuan ke arah itu. Tetapi, yang penting adalah bagaimana pertanggungjawaban dijunjung dalam prakteknya. Respek kepada jabatan-jabatan negara yang utama, kepada lembaga-lembaga utama yang merupakan pilar demokrasi, itulah yang penting. Bagaimana para politisi memandang pengamatan terhadap undang-undang pemilu? Apakah para pejabat gugup apabila mereka menghadapi komite parlemen, dan apakah para anggota parlemen memandang diri mereka sebagai pelindung kepentingan rakyat terlebih dahulu sebelum kepentingan partai mereka atau kepentingan pribadi mereka? Apakah seorang menteri mengundurkan diri jika ada bayang-bayang di atas reputasinya? Teladan seperti apa yang diberikan para menteri bagi pegawai sipil/negerinya apabila mereka menyerahkan rekening pengeluaran mereka? Tradisi yang ditetapkan di tahap awal suatu demokrasilah yang menentukan bentuk yang akan dicapai dan seberapa bertanggung jawab lembaga itu nanti. Oleh karena itu, banyak hal bergantung pada cara pemain utama dalam kerangka pertanggungjawaban kita berinteraksi dan berperilaku. Indonesia memang tidak memiliki kemewahan untuk mulai dari lembaran yang bersih. Aturan informal yang ada adalah aturan yang memiliki sedikit atau tidak memiliki pertanggungjawaban sama sekali. Aturan-aturan itu adalah bagian dari mesin korupsi yang dilumasi dengan baik. Apa yang dapat dilakukan untuk mengganti norma-norma yang telah membentuk aturan informal ini dan untuk mengajak rakyat menerima aturan formal yang telah diperbaiki?

Page 16: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

xvi

Para politisi:

Banyak hal akan bergantung pada kepemimpinan politik – para politisi dan pembuat kebijakan dalam kerangka pertanggungjawaban kita. Pemimpin yang kuat memiliki visi tentang ke mana mereka akan mengarah, ketrampilan untuk membangun konsensus di sekitar arah perubahan, keberanian untuk mengambil langkah-langkah kebijakan yang sulit. Mereka menjadi model untuk perilaku bertanggung jawab yang baik. Pemimpin yang berkomitmen terhadap pertanggungjawaban yang lebih baik akan memilih dengan cermat wakil-wakil rakyat di tubuh partainya serta menteri-menteri dan kepala badan. Integritas dan kemampuan orang-orang inilah yang akan membentuk masa depan lembaga di Indonesia. Pria dan wanita ini selanjutnya akan memilih tim yang memajukan agenda pertanggungjawaban. Inilah yang diharapkan mengingat kepemimpinan yang kurang berpengalaman, dan mengingat besarnya problem Indonesia. Orang Indonesia, seperti orang lain di mana saja, cenderung berharap terlalu banyak dari pemimpin mereka. Namun, di sebuah negara yang luas dan beragam seperti Indonesia yang kepemimpinan alternatifnya ditekan untuk waktu yang lama, banyak orang tidak diragukan akan muncul sebagai pemimpin masa depan yang potensial. Dan, pemimpin yang ada dapat bertumbuh dalam pekerjaan mereka dan belajar menghadapi peristiwa itu.

Pegawai sipil/negeri:

Banyak hal juga akan bergantung pada caranya kepemimpinan mengatur dinas sipil. Dinas sipil membutuhkan perubahan kultural yang amat besar seraya berubah menjadi pelayanan meritokratis yang berbasis aturan dan menjadi badan yang memandang diri sebagai pelayan rakyat. Survei atas pegawai sipil/negeri memperlihatkan bahwa korupsi lebih rendah apabila organisasi dikelola dengan baik, memiliki nilai-nilai organisasional antikorupsi, memiliki manajemen personel berkualitas tinggi, dan mengatur pengadaan dengan baik. Para manajer yang mengamati dan menetapkan standar tinggi, menegakkan aturan dan memotivasi staf mereka dengan memuji kinerja dipandang sebagai cara yang jauh lebih baik untuk mengurangi korupsi. Kinerja manajemen dipandang oleh pegawai sipil/negeri pada umumnya lebih penting ketimbang gaji dalam menjelaskan korupsi. Meskipun demikian, masalah gaji perlu disoroti. Prioritas pertama adalah untuk mengoreksi kebijakan penggajian dan kepegawaian yang rumit dan membingungkan guna memperkenalkan transparansi yang lebih besar, mengurangi diskresi, dan menyingkirkan jaringan beking yang sekarang marak. Prioritas kedua adalah untuk menyusun paket kompensasi berdasarkan survei pasar yang dirancang dengan baik. Khususnya penting untuk memastikan bahwa eselon kepegawaian yang tinggi diberi imbalan secara memadai. Hal ini akan membuka jalan kepada perekrutan yang terbuka bagi semua orang Indonesia dan memastikan bahwa posisi puncak secara kompetitif diperebutkan dan diisi dengan bakat terbaik di dalam negeri. Paket kompensasi yang dirancang dengan baik dan transparan juga akan berarti mempertahankan kendali ketat atas besarnya dinas sipil, membersihkan pekerja fiktif dan meninjau status pekerja sementara melalui sensus yang semestinya terhadap dinas sipil. Reformasi yang komprehensif sedemikian hendaknya tidak menunda eksperimentasi dengan reformasi pada tingkat yang terdesentralisasi, sebagaimana diulas di atas, dan Pusat hendaknya memuluskan jalan bagi eksperimentasi seperti itu.

Page 17: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

xvii

Masyarakat sipil

Seperti ditunjukkan di atas, mengingat sifat yang sulit dari transisi Indonesia, bersandar pada reformasi dari atas ke bawah tidaklah bijaksana. Selain itu, reformasi dari atas ke bawah kecil kemungkinannya untuk terjadi kecuali ada tekanan dari bawah ke atas. Masyarakat sipil perlu mewujudkan hal ini. Masyarakat sipil di Indonesia sudah kuat sebagian. Dua organisasi Islam, Muhammadiyah dan Nahdlatul-Ulama (NU) merupakan contoh organisasi massa yang besar dengan program sosial yang kuat serta komitmen kepada gagasan Indonesia. Organisasi sekuler lebih baru dan kurang terorganisasi, serta bersaing untuk pendanaan donor yang terbatas. Tetapi, mereka telah memperlihatkan kapasitas untuk bersatu dalam permasalahan utama dan menerima agenda antikorupsi yang kuat. Memobilisasi rakyat dan memberikan suara khususnya kepada orang yang miskin dan rentan adalah tanggung jawab utama bagi masyarakat sipil Indonesia. Keberhasilan upaya-upaya ini akan bergantung pada kemampuan masyarakat sipil menerapkan disiplin yang sama yang mereka minta dari pemerintah kepada diri sendiri, dengan memastikan pertanggungjawaban dan transparansinya sendiri dan dengan menerima evaluasi independen atas keberhasilannya. Keberhasilan juga bergantung pada LSM yang mengurangi ketergantungan mereka pada sumber dana eksternal dan mengandalkan penggalangan uang dari dalam Indonesia, jika mereka benar-benar ingin menjadi organisasi yang independen.

Sektor Swasta

Para koruptor di sektor swasta perlu mengubah caranya jika ingin korupsi berakhir. Hal ini tidak akan mudah. Tetapi dunia sedang berubah. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan meningkatkan kompetisi di semua pasar, dan sektor swasta Indonesia tidak dapat berharap untuk terus hidup sebagaimanya yang dulu pernah diharapkannya pada kekuatan jaringan dan hubungan kroni yang nyaman. Meskipun pemerintah perlu mengubah insentif terhadap sektor swasta melalui revisi undang-undang dan peraturan yang memastikan pasar yang kompetitif, termasuk untuk pengadaan pemerintah, serta penegakan hukum yang lebih baik, sektor swasta perlu menerima tanggung jawabnya sendiri untuk mengubah caranya melakukan bisnis. Ada tanda-tanda sementara mengenai gerakan bisnis yang bersih dalam sektor swasta dan hal ini membutuhkan dukungan dari semua pemimpin sektor swasta yang berpandangan jangka panjang. Terdapat juga pengakuan yang lebih uas mengenai perlunya “corporate governance” diperbaiki. Upaya-upaya lebih lanjut dibutuhkan untuk meningkatkan transparansi dalam praktek bisnis, mengembangkan etika bisnis dan meningkatkan pertanggungjawaban para manajer serta dewan-dewan pengurus perusahaan publik.

Mitra Pembangunan Internasional

Mitra pembangunan internasional Indonesia juga menghadapi tantangan yang sulit. Kini, mereka masih dipandang oleh umum sebagai bagian dari problem korupsi, bukannya bagian dari solusi. Upaya Bank Dunia sendiri untuk mengubah citranya di Indonesia memiliki beberapa pelajaran awal yang penting:

Page 18: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

xviii

• Kemitraan penting untuk memerangi korupsi: kemitraan dengan penerima, dengan masyarakat sipil, dan dengan donor lainnya serta lembaga multilateral. Tidak satu pun badan yang dapat berharap untuk bertindak sendiri dan berhasil.

• Transparansi dan pengungkapan informasi adalah alat yang paling penting dalam memobilisasi masyarakat sipil dan penerima manfaat untuk turut melawan korupsi, sebagaimana telah diperlihatkan dalam Program Pengembangan Kecamatan dari Bank Dunia.

• Korupsi bertumbuh subur bila badan pembangunan internasional tampak mentoleransinya. Meskipun toleransi nol (zero tolerance) tidak realistis, penting untuk bertindak dengan tegas apabila korupsi ditemukan guna mengegakkan kredibilitas di mata orang yang korup dan corruptor.

• Upaya antikorupsi donor harus didasarkan pada pemahaman mengenai sektor dan institusi yang menjadi landasan bagi adanya intervensi tertentu oleh donor, dan pada insentif yang dihadapi oleh rekan-imbangan di pemerintahan. Intervensi demikian harus berupaya untuk mengubah insentif demi pertanggungjawaban dan transparansi yang lebih besar.

Bantuan pembangunan hanyalah bagian kecil dari anggaran dan perekonomian

Indonesia. Peran mitra pembangunan Indonesia dan dampaknya terhadap apa yang terjadi di Indonesia hendaknya tidak dilebih-lebihkan. Seperti yang dikatakan oleh Prof. Goodpaster dalam kutipan di awal Tinjauan Keseluruhan ini, hanya orang Indonesialah yang dapat menyelesaikan problem korupsi di negaranya sendiri. Kesimpulan

Pilihan yang dihadapi para pemimpin Indonesia sangat gamblang. Kegagalan untuk bertindak dengan tekad bulat guna memantapkan pertanggungjawaban dan supremasi hukum memiliki konsekuensi buruk jangka panjang yang serius bagi kestabilan politik dan ekonomi Indonesia. Sebaliknya, upaya yang kukuh dan berlanjut untuk reformasi dapat mengubah organisasi politik dan perekonomian Indonesia, dan membuka jalan untuk mengurangi secara besar-besaran kemiskinan dan kerentanan. Yang merumitkan permasalahan adalah bahwa reformasi di bidang ini makan waktu untuk membuahkan hasil, dan akan membutuhkan kegigihan serta kesabaran dari pemimpin maupun yang dipimpin. Alternatif pendekatan “terlalu-sedikit-dan-sudah-terlambat” terhadap reformasi sama sekali bukanlah alternatif. Struktur laporan ini

Seperti dicatat di atas, laporan ini memanfaatkan pelajaran yang didapatkan oleh Bank Dunia sejak Bank itu mulai menyoroti permasalahan korupsi secara lebih sistematis dalam program bantuannya di Indonesia. Bagian terakhir dari laporan ini mencoba melakukan empat hal. Yang pertama, laporan ini memberikan pengantar tentang korupsi di Indonesia untuk menetapkan konteks pada bagian selanjutnya laporan ini. Yang kedua, laporan ini memandang korupsi dalam tiga bidang yang di dalamnya Bank telah aktif dalam kegiatan analisis dan pemberian nasihat: anggaran Indonesia, pemerintah daerah, dan fungsi peraturan pemerintahan. Yang ketiga, laporan ini memandang peran para pemain utama: penjaga

Page 19: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

xix

hukum dalam sektor kehakiman dan dinas sipil, serta tinjauan atas peran bantuan pembangunan internasional.

• Bab 1 menetapkan konteks keseluruhan laporan ini. Bab ini pertama-tama meyoroti persepsi internasional dan domestik tentang korupsi dan menjabarkan kerugian korupsi. Bab ini kemudian menilai warisan demokrasi Indonesia yang masih muda, menjelaskan sifat korupsi di bawah Orde Baru, dan memeriksa mengapa Indonesia mengalami pengurangan kemiskinan dan pertumbuhan yang kuat meskipun tingkat korupsi yang terjadi tinggi. Bab ini ditutup dengan meninjau upaya sejak runtuhnya Orde Baru untuk meningkatkan pertanggungjawaban dan mengapa upaya-upaya ini memberikan begitu sedikit hasil.

• Bab 2 memeriksa faktor-faktor yang mengkompromikan pertanggungjawaban publik dalam pengelolaan keuangan publik. Bab ini meninjau bagaimana dana publik dialokasikan dan dibelanjakan, bagaimana dana itu dikelola secara finansial dan dipertanggungjawabkan, bagaimana barang dan jasa diadakan, dengan memusatkan perhatian pada lembaga-lembaga utama dan alat pertanggungjawaban keuangan publik. Bab ini ditutup dengan mencermati cara-cara memantapkan pertanggungjawaban publik.

• Bab 3 menilai kerangka pertanggungjawaban untuk pemerintahan regional dan daerah, mengidentifikasi kelemahannya, meninjau hasil awal desentralisasi dalam hal kualitas pemberian pelayanan dan jangkauan korupsi, serta mengakhirinya dengan memberikan beberapa arah untuk reformasi yang dapat memantapkan pertanggungjawaban daerah.

• Bab 4 mengkaji pertanggungjawaban peran pemerintah sehubungan dengan peraturan, dalam tiga bidang utama: perbankan, listrik dan kehutanan, meninjau praktek-praktek yang terjadi di bawah Orde Baru, dan konsekuensinya terhadap upaya mereformasi sistem dan memulihkan pertanggungjawaban sekarang ini. Dalam tiap-tiap bidang ini, terdapat korupsi besar selama Orde Baru dan tidak lama setelah keruntuhannya, yang dimungkinkan oleh kurangnya pertanggungjawaban yang dianalisis di Bab 1. Bagian penutupnya membahas apa yang dibutuhkan untuk mencegah agar hal ini tidak terulang kembali.

• Bab 5 memeriksa mengapa pertanggungjawaban dilanggar dalam sektor kehakiman dan bagaimana hal itu bisa dituntaskan. Bab ini meninjau persepsi eksternal dan domestik mengenai sektor kehakiman, dan mengapa meskipun ada perubahan dalam pertanggungjawaban formal, pertanggungjawaban terus gagal di tangan setiap alat hukum, polisi, penuntut umum dan pengadilan, dan kemudian membahas sejumlah implikasi kebijakan.

• Bab 6 dikhususkan untuk mencoba memahami mengapa kerangka pertanggungjawaban untuk dinas sipil membuahkan hasil negatif. Bab ini dimulai dengan melihat bagaimana para pejabat publik dan pihak-pihak lain memandang korupsi dan memeriksa apakah persepsi ini dapat diteliti lebih dekat. Bab ini kemudian memeriksa alasan-alasan kegagalan pertanggungjawaban dan ditutup dengan menunjukkan cara-cara untuk maju.

• Bab 7 membahas apa yang dibutuhkan mitra pembangunan internasional Indonesia yang umum dipandang sebagai bagian dari problem untuk menjadi bagian dari solusi. Dengan memanfaatkan pelajaran dari pengalaman Bank Dunia, yang pada tahun-tahun belakangan ini, bekerja bersama dengan Pemerintah, telah menempatkan upaya memerangi korupsi pada inti strategi bantuan untuk negara ini, bab ini mengamati permasalahan rancangan proyek, pengungkapan informasi, dan penegakan, serta

Page 20: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Tinjauan Keseluruhan

xx

implikasi hal-hal ini terhadap strategi bantuan Bank Dunia sendiri di Indonesia. Bab ini ditutup kesimpulan dengan memanfaatkan beberapa pelajaran yang dapat diterapkan pada bantuan pembangunan untuk Indonesia.

1 Gary Goodpaster, “Reflections on Corruption in Indonesia” (Refleksi mengenai Korupsi di Indonesia),

dalam Stealing from the People, 16 Studies on Corruption in Indonesia (Mencuri dari Rakyat, 16 Pelajaran mengenai Korupsi di Indonesia), Buku 4, hal. 8-28. Richard Holloway (ed.), Yayasan Aksara mendukung Kemitraan untuk Reformasi Tata Pemerintahan di Indonesia, Januari 2002.

2 Lihat karya klasik Barrington Moore, “Social Origins of Dictatorship and Democracy-Lord and Peasant in the Making of the Modern World” (Asal-usul Sosial Kediktatoran dan Demokrasi—Tuan dan Petani Membuat Dunia Modern), Beacon Press, Boston, 1993, hal.414, (mula-mula diterbitkan pada tahun 1967.).

3 Dani Rodrik, Arvind Subramaniam, dan Francesco Trebbi, “Institutions Rule: the Primacy of Institutions over Geography and Integration in Economic Development” (Lembaga-lembaga Memerintah: Keunggulan Lembaga-lembaga atas Geografi dan Integrasi dalam Pembangunan Ekonomi), Harvard University, mimeo. Oktober 2002.

4 Bank Dunia, “Making Services Work for the Poor” (Agar Pelayanan Berguna bagi Orang Miskin), September 2003 (akan datang).

5 Untuk uraian yang lebih sepenuhnya tentang model ini, lihat Robert Klitgaard, “Controlling Corruption” (Mengendalikan Korupsi) University of California Press, Berkeley 1988. h 69-74.

6 Dalam persamaan Klitgaard: KORUPSI=MONOPOLI+DISKRESI-PERTANGGUNGJAWABAN, mengurangi korupsi adalah soal menghapuskan monopoli dan mengurangi diskresi badan-badan dan meningkatkan pertanggungjawaban mereka., ibid. hal.75

7 Lihat Mark Philp, “”Why Systems Produce Corruption” (Mengapa Sistem-sistem Menghasilkan Korupsi), mimeo, tanpa tanggal.

8 Price Waterhouse Coopers, Focus on People, The Report of the Governance Audit of the Public Prosecution Service (Fokus pada Rakyat, Laporan tentang Audit Tata Pemerintahan terhadap Pelayanan Penuntutan Umum, sebuah Proyek Bantuan Teknis Asian Development Bank, 15 Maret 2001.

9 Dikutip oleh P.N. Dhar, “Indira Gandhi, the ‘Emergency’ and Indian Democracy” (Indira Gandhi, ‘Keadaan Darurat’ dan Demokrasi India) , Oxford University Press, New Delhi, 2000, hal. 229.

________________________________________________________________________________________________

TRANSLATOR’S STATEMENT The translation is done accurately and consistently from English into Indonesian . Jakarta, October 1, 2003

Pahala Tamba - Sworn Translator E-mail: [email protected]

Page 21: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

MEMERANGI KORUPSI DI INDONESIA:

MENINGKATKAN PERTANGGUNGJAWABAN PEMBANGUNAN

DRAFT LAPORAN

BANK DUNIA

SEPTEMBER 2003

RINGKASAN BAB-BAB

1. MENGAPA KORUPSI BERPENGARUH

Indonesia memiliki reputasi yang buruk di mata internasional dalam hal korupsi, berperingkat mendekati paling bawah bersama dengan negara-negara paling korup lainnya di dunia. Selama ini Indonesia juga dianggap lebih buruk dalam mengendalikan korupsi. Rakyat Indonesia tidak menyangkal fakta ini. Mereka menyamakan korupsi dengan suatu “penyakit yang harus diperangi, dengan mencela setiap kasus yang diketahui”. Walaupun cara pandang ini mungkin telah dipengaruhi oleh keterbukaan baru Indonesia yang demokratis, namun korupsi memang tinggi, dan membebankan biaya sosial dan ekonomi yang besar. Korupsi juga turut menyebabkan hilangnya kepercayaan warga negara kepada pemerintah.

Walaupun berasal dari zaman kolonial, korupsi melembaga di bawah rejim Orde

Baru, sewaktu rejim tersebut secara sistematis memberikan berbagai manfaat kepada kroni-kroni dan sekutu-sekutunya demi imbalan keuntungan finansial dan yang lainnya. Rejim Orde Baru dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan pengurangan kemiskinan yang substansial selama tiga dekade walaupun terdapat tingkat korupsi yang tinggi karena rejim tersebut berhasil membatasi skala dan ketidakterdugaan korupsi sampai pada tingkat di mana korupsi tersebut tidak melemahkan minat investasi dan membunuh angsa bertelur emas (merusak sesuatu yang mendatangkan keuntungan). Keserakahan akhirnya membuat konstruksi yang cermat ini menjadi tidak stabil dan negara ini telah membayar harga yang sangat mahal dari segi peningkatan utang negara yang tajam, rusaknya lingkungan hidup dan di atas segalanya, berbagai lembaga yang lemah dan korup. Soeharto telah lengser, tetapi kroni-kroninya terus bertumbuh, dengan memanfaatkan banyak peluang baru untuk mengembalikan kekuasaan mereka dalam lingkungan peralihan politik dan ekonomi Indonesia yang berubah-ubah. Dewasa ini, ukuran kue yang dikorupsi lebih kecil, tetapi lebih banyak pelaku korupsi yang sangat menginginkan bagian dari kue tersebut.

Jadi apa yang telah berubah? Peraturan formal dibuat ulang untuk meningkatkan

pertanggungjawaban. Pemilihan umum yang bebas dan adil, checks and balances formal, pengurangan pengaruh formal militer, serta pers dan masyarakat sipil yang kuat semuanya memberdayakan warga negara dalam hubungannya dengan wakil-wakil mereka yang terpilih. Undang-undang baru dan parlemen yang lebih waspada mulai memperkuat tangan-tangan para politisi yang ingin mengendalikan korupsi dalam berbagai kementerian dan instansi pemerintah. Undang-undang ini telah menambah lembaga-lembaga baru dalam arsenal anti-korupsi pemerintah. Dan badan-badan pelaksana terus diawasi dengan saksama oleh publik. Semua ini merupakan bagian dari upaya-upaya yang dibuat para reformis untuk mengubah

Page 22: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Combating Corruption in Indonesia: Enhancing Accountability for Development

October 21, 2003 2

Indonesia dari masyarakat yang didasarkan pada aturan-aturan dan jaringan informal menjadi masyarakat yang didasarkan atas aturan-aturan formal.

Tetapi tugas tersebut terbukti sulit. Upaya anti korupsi sejak rejim Soeharto

merupakan kisah mengenai janji yang sangat banyak dan berbagai prakarsa kreatif yang memudar karena tindak lanjut yang buruk dan pelaksanaan yang lemah. Kemauan politik telah hilang yang mencerminkan terbatasnya kredibilitas partai-partai politik dalam memerangi korupsi. Sistem politik Indonesia yang sangat berorientasi kepada partai mengartikan bahwa pertanggungjawaban lebih diberikan kepada ketua-ketua partai daripada kepada para pemilih, dan kampanye yang memakan biaya tinggi sekarang menggerakkan mesin korupsi. Ini bukanlah lingkungan di mana strategi yang menyeluruh dan berbasis-luas untuk memerangi korupsi dapat bekerja. Tetapi itu bisa menjadi lingkungan di mana solusi yang dilokalisasi dapat timbul dalam pemerintah daerah atau sektor swasta di mana para reformis mendesak maju. Agar ini dapat dilakukan, Pemerintah Pusat harus membantu menciptakan lingkungan yang memungkinkan reformasi seperti itu berlangsung. Bab-bab selanjutnya membahas solusi-solusi tersebut dan lingkungan yang dibutuhkan.

2. PENGELUARAN PUBLIK DAN UPAYA MEMPEROLEH PERTANGGUNGJAWABAN

Anggaran Indonesia saat ini merupakan sebuah saringan yang darinya dana publik bocor secara rutin. Hal ini sebagian mencerminkan cara anggaran disusun dan ditinjau. Anggaran-anggaran tidak didasarkan atas ouput atau hasil tetapi dikendalikan oleh kebutuhan birokratis. Tanpa pengawasan yang utuh terhadap anggaran pembangunan dan rutin, terdapat risiko penggandaan pengeluaran dan penyimpangan yang serius. Parlemen, yang sekarang menganggap serius fungsi pengawasan anggarannya, kekurangan sumber daya dan tidak diperlengkapi untuk melaksanakan fungsi ini dengan baik.

Anggaran Indonesia secara sistematis kekurangan dana, dengan tingkat pengoperasian

dan alokasi persediaan untuk pemeliharaan yang rendah, dana anggaran yang terlambat dicairkan, dan pemotongan dana alokasi di berbagai tingkat pemerintahan oleh departemen-departemen pengawas. Instansi-instansi pemerintah secara tidak langsung diharapkan mencari cara-cara lain demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, sehingga mengaburkan batas antara pengeluaran publik dan pribadi dan mendorong perilaku mencari keuntungan. Praktek-praktek ini khususnya sangat mencolok dalam militer dan kepolisian.

Pengendalian keuangan yang buruk memungkinkan praktek-praktek seperti itu

bertumbuh subur. Kurangnya fungsi pengendalian formal, penyimpanan catatan yang lemah, pengendalian kas yang buruk dan tidak adanya Rekening Tunggal Bendahara menyebabkan kebocoran-kebocoran anggaran. Walaupun tidak ada kekurangan pengauditan, namun proses auditnya cacat, yang mencerminkan kurangnya pendanaan bagi Badan Pemeriksa Keuangan, tidak adanya undang-undang audit negara yang modern, tidak adanya tindak lanjut yang sistematis atas temuan-temuan audit, dan ketidakmampuan badan-badan pemeriksa keuangan untuk menuntut kasus-kasus korupsi.

Sistem pengadaan yang cacat juga menyebabkan rendahnya nilai pembelian barang

dan jasa pemerintah. Kerangka hukum yang tidak memadai, tidak adanya pengelolaan pusat yang efektif atas proses pengadaan, insentif yang lemah untuk melakukannya dengan baik,

Page 23: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Combating Corruption in Indonesia: Enhancing Accountability for Development

October 21, 2003 3

dan tidak adanya transparansi dalam proses tersebut meningkatkan praktek kolusi yang luas dalam pengadaan pemerintah.

Undang-Undang Keuangan Negara yang baru menciptakan peluang untuk

dilakukannya reformasi. Para pembuat kebijakan perlu memulai dengan memperbaiki pertanggungjawaban yang rusak melalui pemantapan pengawasan anggaran oleh parlemen, memperlengkapi Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan pekerjaannya dengan benar, melaksanakan rekomendasi utama Undang-Undang Keuangan Negara yang baru yang akan membuat Bendahara Negara bertanggung jawab atas penanganan dana publik, membantu masyarakat sipil menelusuri pengeluaran publik dan meningkatkan mutu pengendalian keuangan dan pengelolaan kas. Reformasi pengadaan seharusnya telah dilakukan sejak dahulu. Semua ini perlu memasukkan pemantauan masyarakat sipil atas pengadaan dan lebih banyak persaingan dan transparansi dalam proses pengadaan. Reformasi utama jangka menengah merupakan perubahan menyeluruh atas pengeluaran publik selama periode lima tahun, antara lain, dengan menyediakan pembiayaan yang memadai bagi semua kegiatan utama dan menghapuskan sumber dana anggaran luar. Hal ini membutuhkan mobilisasi sumber daya pelengkap dan langkah-langkah rasionalisasi pengeluaran, termasuk pengurangan korupsi dalam badan-badan pengumpul penerimaan.

3. MENINGKATKAN PERTANGGUNGJAWABAN DAERAH DALAM INDONESIA YANG TERDESENTRALISASI

Indonesia sedang dengan cepat berpindah dari sistem pemerintahan yang sangat

terpusat ke sistem pemerintahan yang terdesentralisasi secara luas. Pemerintah daerah akhirnya akan menggunakan hampir setengah dari total pengeluaran pemerintah, dan tiga perempat dari pegawai negeri termasuk para guru dan pekerja kesehatan telah ditugaskan ke daerah. Desentralisasi meningkatkan pertanggungjawaban dengan mendekatkan warga negara kepada pemerintahnya, yang memungkinkan mereka untuk memantau pemberian pelayanan dengan lebih baik, dan dengan mengizinkan pemerintah pusat mengawasi dan memantau pemerintah daerah sebagai agen warga negara. Keuntungan-keuntungan ini harus mempertimbangkan risiko-risiko desentralisasi, yaitu pemerintah daerah lebih mudah dikuasai elit daerah, demikian juga penguasaan negara oleh kelompok kepentingan yang terorganisasi dengan baik. Telah dipercayai secara luas bahwa korupsi akan meningkat akibat desentralisasi karena elit daerah merasa bahwa inilah giliran mereka untuk mengeruk keuntungan dari bendahara publik. Tetapi, hasil-hasil awal survei yang dilakukan di seluruh Indonesia oleh Universitas Gajah Mada di 177 kabupaten menunjukkan bahwa rumah tangga-rumah tangga menganggap korupsi tinggi, tetapi tidak lebih tinggi daripada sebelumnya, sedangkan hampir 90% rumah tangga percaya bahwa mutu berbagai pelayanan telah meningkat atau tetap sama. Pemerintah pusat dapat membantu meningkatkan pertanggungjawaban dengan sejumlah cara. Penjelasan yang saksama tentang fungsi-fungsi pemerintah daerah akan membantu warga negara memahami pelayanan-pelayanan mana yang dapat mereka tuntut dari pemerintah daerah mereka. Pemisahan kekuasaan antara cabang-cabang eksekutif dan legislatif, yang mencerminkan perubahan yang sedang berlangsung di pusat, akan memungkinkan pemilihan bupati dan walikota secara langsung dan pertanggungjawaban yang lebih besar kepada para pemilih, dan pengurangan pertanggungjawaban bupati dan walikota kepada para anggota parlemen dan kepada para ketua partai di Jakarta. Pemerintah

Page 24: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Combating Corruption in Indonesia: Enhancing Accountability for Development

October 21, 2003 4

pusat juga dapat membantu meningkatkan akses warga negara ke informasi mengenai pemerintah daerahnya, sebagian dengan mensahkan undang-undang dan peraturan-peraturan yang menjamin akses seperti itu, dan sebagian dengan memberikan informasi komparatif yang tepat waktu dan dapat dipercaya mengenai kinerja pemerintah daerah pada serangkaian pembanding pemberian pelayanan. Di atas semuanya, pemerintah pusat dapat memperluas dasar pajak pemerintah daerah. Pertanggungjawaban lemah sewaktu para warga negara tahu bahwa pajak yang mereka bayar tidak secara langsung membiayai pelayanan yang mereka terima. Sewaktu warga negara diwajibkan membayar untuk pelayanan yang mereka terima, secara langsung atau tidak langsung, mereka akan menuntut pelayanan yang bermutu tinggi.

Meskipun demikian pemerintah daerah tidak perlu menunggu sampai Jakarta

bertindak. Mereka dapat, sebagaimana yang mulai dilakukan beberapa pemerintah, meningkatkan arus informasi, berkonsultasi dengan warga negara mengenai keputusan yang akan mempengaruhi warga negara, dan membangun kemitraan dengan masyarakat sipil untuk menjadi perantara antara warga negara dan pemerintah daerah, dan untuk membantu warga negara agar lebih baik dalam memantau pemberian pelayanan. Survei mengenai kepuasan warga negara dengan pemberian pelayanan yang dilakukan secara reguler juga akan meningkatkan pertanggungjawaban publik. Sistem anggaran partisipatif, situs web internet pemerintah daerah, dan prakarsa lain yang sedang diuji coba di seluruh dunia dapat dengan mudah diadopsi di Indonesia. Tantangannya adalah untuk menangkap momen tersebut dan memanfaatkan bakat dan ketrampilan masyarakat setempat yang telah lama mubazir.

4. MENINGKATKAN PERTANGGUNGJAWABAN PEMERINTAH SEBAGAI PENGATUR

Dua bab sebelumnya meninjau kelemahan-kelemahan dalam pertanggungjawaban

publik untuk pengelolaan dana-dana anggaran di tingkat nasional dan daerah. Bab ini melihat peran pemerintah dalam hal pengaturan, dengan uraian berfokus pada sektor perbankan, listrik dan kehutanan. Masing-masing sektor ini mengalami korupsi besar-besaran selama rejim Orde Baru, dan praktek-praktek serta kebijakan-kebijakan yang dijalankan waktu itu membuat harapan akan Indonesia yang demokratis menjadi buram. Pemerintah telah menanggapi peninggalan ini dengan membuat sejumlah perubahan untuk meningkatkan mutu pertanggungjawaban dan transparansi. Apakah semua ini cukup untuk mencegah dan mengulangi skala korupsi masa lalu?

Deregulasi perbankan pada tahun 1988 bersama dengan kebijakan-kebijakan lain

menyebabkan risiko moral yang signifikan. Hal ini dibarengi dengan lembaga pengatur yang lemah, dan peminjaman yang tidak hati-hati menyebabkan krisis keuangan pada akhir tahun 1990an. Banyak dari faktor-faktor ini masih relevan dengan kondisi dewasa ini, sebagaimana nyata dari penyalahgunaan bantuan likuiditas yang diberikan Bank Indonesia pada puncak krisis tersebut dan penggunaan dana para penabung Bank Bali pada tahun 1999 untuk mendanai partai politik. Reformasi sektoral yang dilakukan akhir-akhir ini mengurangi risiko-risiko perilaku seperti itu. Berkurangnya jumlah bank memudahkan tugas pengawasan bank, yang telah sangat menguat. Bank-bank yang tidak mampu melunasi kewajibannya telah direkapitalisasi. Pemerintah telah mulai memprivatisasi aset-aset yang baru dikuasai, dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional akan segera dibubarkan. Tetapi, kerentanan tetap ada, yang mencerminkan banyaknya bank negara yang tidak dikelola dengan baik dalam total

Page 25: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Combating Corruption in Indonesia: Enhancing Accountability for Development

October 21, 2003 5

aset, masalah risiko moral akibat penjaminan menyeluruh atas kewajiban-kewajiban bank, kelemahan yang berlanjut dalam hal pengawasan, dan kekebalan dari hukuman.

Korupsi di sektor kelistrikan selama rejim Orde Baru berbentuk praktek kolusi dalam

pengadaan bersifat kolusif dan kesepakatan-kesepakatan pilih kasih dengan para produsen listrik independen (IPPs) pada tahun 1990an yang tersingkap setelah krisis keuangan. Undang-Undang Kelistrikan yang baru (Undang-Undang No. 20 tahun 2002) membuka pintu kepada persaingan dan berlanjutnya pemisahan harga yang dilakukan oleh monopoli pemasok listrik, PLN. Investasi dan penetapan tarif sekarang sedang dibahas secara luas oleh publik. Tetapi untuk mengurangi risiko korupsi akan membutuhkan peraturan pelaksana – masih akan diterbitkan – yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Kelistrikan yang baru. Lebih jauh badan pengatur baru tersebut, Badan Pengawasan Pasar Listrik harus benar-benar kompeten, dapat dipercaya dan independen, dan cermat dalam memastikan persaingan.

Korupsi kehutanan di bawah rejim Orde Baru terjadi pada penjualan hak pengusahaan

hutan atas kepentingan komersial, praktek-praktek pengaturan yang memungkinkan pelanggaran aturan-aturan mengenai pengusahaan yang berlebihan, dan kesalahan pengelolaan dana reboisasi. Hal ini tidak saja menyebabkan terjadinya erosi yang parah pada hutan di negeri ini tetapi juga tidak diikutsertakannya masyarakat setempat dalam pengambilan keputusan-keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Desentralisasi mungkin menyebabkan korupsi menjadi lebih terpecah dan tidak teratur, tetapi ia juga dapat menyelamatkan sektor tersebut. Para bupati tidak lagi dapat menepis kritikan terhadap pemerintah pusat. Sorotan terhadap penebangan liar juga mengurangi peluang korupsi. Meskipun demikian, peningkatan pertanggungjawaban menuntut komitmen pemerintah untuk transparan dalam sektor tersebut, mau menerima masukan dari luar dalam pengambilan keputusan, rasionalisasi peraturan kehutanan dan pengaturan sumber daya kehutanan yang terdesentralisasi dengan efektif.

Pesan-pesan yang sama dari ketiga sub-sektor adalah kebutuhan untuk meningkatkan

transparansi dan kemauan untuk menerima masukan dalam menetapkan kebijakan dan peraturan, pengelolaan perusahaan milik negara yang efektif, memastikan bahwa peraturan sesuai dengan undang-undang reformasi yang baru, badan-badan pengatur yang independen dan efektif dan kebutuhan untuk memperkuat sektor kehakiman.

5. KORUPSI DAN SEKTOR KEHAKIMAN Dalam demokrasi modern, sektor kehakiman membantu memastikan

pertanggungjawaban dengan menegakkan hukum dan melindungi hak-hak warga negara. Di Indonesia, perpaduan yang tragis antara standar profesionalisme yang rendah dan korupsi yang meluas mengkompromikan kemampuan sektor tersebut untuk memenuhi mandatnya. Rakyat Indonesia menganggap badan-badan utama di sektor kehakiman sebagai organisasi yang paling korup dan tidak efisien di negeri ini, dan LSM melaporkan bahwa korupsi mendominasi setiap tahap dari proses peradilan. Rakyat Indonesia meninggalkan badan-badan ini dan mencari cara-cara informal lain untuk menyelesaikan sengketa atau mendapatkan ganti rugi. Reformasi telah menjadi permulaan upaya untuk meningkatkan pertanggungjawaban sektor tersebut. Undang-undang baru mengatur badan-badan secara umum, dan badan-badan baru telah dibentuk untuk membantu memerangi korupsi, termasuk

Page 26: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Combating Corruption in Indonesia: Enhancing Accountability for Development

October 21, 2003 6

Komisi Anti Korupsi. Pers dan LSM yang baru disegarkan secara aktif memantau kinerja badan-badan ini.

Meskipun demikian pertanggungjawaban gagal pada tiga tingkat:

• Rata-rata pemilih Indonesia ternyata tidak cukup peduli terhadap reformasi di sektor kehakiman untuk memberikan tekanan kepada wakil terpilih mereka agar mereformasi sistem tersebut.

• Parlemen dan Eksekutif tidak memenuhi tanggung jawab mereka kepada warga negara dan kepada badan-badan sektor kehakiman dengan tidak memimpin dan mengkoordinasi proses reformasi dan dengan tidak memberikan pendanaan yang memadai kepada badan-badan ini. Badan-badan ini memenuhi kebutuhan keuangan mereka melalui serangkaian kegiatan tidak resmi dan ilegal, dan pada kasus kepolisian, melalui perusahaan dan yayasan formal dan informal. Beberapa kegiatan kepolisian diduga bersifat kriminal (prostitusi, perdagangan obat bius, dan kegiatan pembekingan) dan hal ini telah menyebabkan pertikaian dengan militer yang terlibat dalam kegiatan serupa. Sejauh ini hanya sedikit yang dicapai dalam meningkatkan profesionalisme kepolisian dan PPS, atau meningkatkan risiko hukuman untuk praktek korupsi. Mahkamah Agung telah memulai audit kelembagaan yang dapat membuka jalan bagi reformasi jika dibiayai secara memadai dan didukung. Komisi Peradilan yang baru juga dapat memberikan insentif dalam pengadilan, tetapi ada pertanyaan-pertanyaan yang tak bisa dihindari mengenai siapa yang akan mengawasi si pengawas.

• Badan-badan sektor kehakiman tidak menganggap diri mereka sebagai pemberi pelayanan sehingga tidak bertanggung jawab terhadap klien-klien mereka, tidak memiliki prosedur yang transparam serta mekanisme penyelesaian keluhan yang efektif. Para klien juga sering dilayani dengan tidak baik oleh pengacara-pengacara mereka, yang banyak di antaranya merupakan saluran untuk menyuap para hakim, jaksa penuntut umum dan polisi.

Mereformasi sistem tersebut akan membutuhkan kepemimpinan yang kuat dari

pejabat yang dipercaya penuh oleh Presiden, dan penunjukan para reformis yang memiliki komitmen dan ketrampilan untuk mengepalai badan-badan utama. Hal ini juga membutuhkan peta jalan untuk reformasi sektor kehakiman yang berada di luar badan-badan utama tersebut dan meliputi masalah-masalah seperti pendidikan hukum dan pembenahan profesi hukum. Setiap badan perlu mengembangkan rencana tindakan pengaturan dan menjalani penilaian kebutuhan sumber daya independen yang bersifat menyeluruh. Transparansi dapat difasilitasi dengan mewajibkan pengumuman kepada publik tentang keputusan pengadilan, undang-undang dan peraturan, dan dengan mengembangkan indikator kinerja bagi masing-masing badan yang dapat dipantau oleh publik. Komisi Anti Korupsi yang baru kemungkinan tidak akan berhasil mengingat pengalaman global dengan badan-badan seperti itu dan track record Pemerintah sendiri yang buruk dalam mengasuh organisasi baru. Tetapi dengan para anggota Komisi yang kuat, dukungan anggaran yang memadai dan program kerja yang strategis dan selektif yang tidak melampaui kemampuannya, Komisi baru tersebut dapat mendobrak kepercayaan bahwa orang dapat bebas dari hukuman yang selama ini menghalangi upaya untuk memerangi korupsi di Indonesia.

Page 27: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Combating Corruption in Indonesia: Enhancing Accountability for Development

October 21, 2003 7

6. KORUPSI DAN DINAS SIPIL Dinas sipil Indonesia merupakan mata rantai yang lemah dari rantai

pertanggungjawaban publik. Pegawai negeri adalah yang paling pertama mengakui bahwa korupsi di antara mereka merupakan masalah yang serius. Dari survei yang dilakukan baru-baru ini hampir setengah dari semua pejabat publik dilaporkan menerima bayaran tak resmi. Rakyat Indonesia pada umumnya percaya bahwa gaji yang rendah merupakan alasan utama mengapa para pegawai negeri melakukan korupsi. Tetapi menaikkan upah memainkan peran yang kecil dalam menciptakan insentif positif untuk meningkatkan integritas. Studi yang baru-baru ini dilakukan Bank Dunia memperlihatkan bahwa dengan peningkatan besar dalam kenaikan gaji pada tahun-tahun terakhir, pegawai negeri rata-rata tidak terlalu rendah gajinya bila diukur dengan pembanding pasar mereka, walaupun situasi yang berkaitan dengan pegawai negeri yang paling senior harus dikaji lebih mendalam.

Meskipun demikian upah merupakan faktor dalam korupsi karena sistem administrasi

kenaikan gaji yang sangat tidak jelas dan tidak transparan. Hanya sebagian kecil dari penghasilan pejabat yang berasal dari gajinya. Sejumlah tunjangan dan bayaran yang tidak diatur dengan transparan digunakan untuk menjalankan sistem patron dalam masing-masing organisasi. Di samping itu, pegawai negeri memiliki akses ke sejumlah besar sumber penghasilan legal dan ilegal yang berasal dari tunjangan-tunjangan untuk menghadiri rapat, uang pelicin, suap untuk mendapatkan kontrak, penggelapan pajak dan tugas-tugas yang dibiayai dengan anggaran pembangunan. Apa yang mereka terima bergantung pada hubungan mereka dengan para pialang kekuasaan dalam organisasi mereka, dan apakah mereka bekerja di instansi/departemen basah/kering. Ancaman pencabutan tunjangan-tunjangan ini dapat menjadi faktor yang membuat para penyingkap informasi dan mereka yang enggan ikut dalam praktek-praktek ini menjadi takut untuk mengadukan praktek-praktek tersebut, sedangkan pengelolaan keuangan yang lemah menyebabkan pihak-pihak yang melakukan praktek-praktek ini tidak diberikan sanksi sebagaimana mestinya. Faktor-faktor terkait yang memberikan insentif sehingga melemahkan pertanggungjawaban adalah keengganan menghukum pejabat-pejabat yang melakukan korupsi, budaya menutupi rahasia, tidak adanya transparansi, dan tidak adanya orientasi pelayanan. Kegagalan untuk secara proaktif mengelola dinas sipil Indonesia tidak membantu dalam meningkatkan pertanggungjawaban. Pemerintah perlu memulai upaya reformasi dinas sipil dengan menguraikan jaring pengupahan dan kebijakan peneriman pegawai yang rumit dan membingungkan dan menerapkan transparansi yang lebih besar dan mengurangi keleluasaan atas tingkat total kompensasi. Menggabungkan anggaran rutin dan pembangunan akan membantu meningkatkan transparansi. Sistem yang didasarkan pada patron yang berbelit-belit sekarang perlu dibongkar dan digantikan dengan sistem yang sederhana yang dimengerti oleh semua pihak. Kajian pembanding pengupahan yang cermat dan analisis pasar tenaga kerja dibutuhkan untuk menentukan paket kompensasi yang cocok untuk pegawai negeri. Hal ini perlu memasukkan analisis pengupahan yang dirancang dengan cermat bagi eselon-eselon puncak dinas sipil. Hal ini kemudian akan membuka jalan bagi pembukaan perekrutan pegawai untuk semua rakyat Indonesia dan memastikan bahwa posisi puncak direkrut secara kompetitif dan diisi oleh orang-orang yang paling berbakat di negeri ini. Upaya serupa dibutuhkan untuk posisi puncak di daerah, termasuk bupati dan walikota.

Page 28: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Combating Corruption in Indonesia: Enhancing Accountability for Development

October 21, 2003 8

Mengingat ukuran dan kerumitan tugas mereformasi dinas sipil, pemerintah pusat perlu mengizinkan daerah untuk menjalankan kekuasaan yang telah mereka nikmati di bawah Undang-Undang No. 22/1999 dan bereksperimen dengan reformasi dinas sipil dengan anggaran yang sangat terbatas sementara sedang diletakkan dasar bagi upaya reformasi dinas sipil nasional. Undang-undang mengenai Hak untuk Mendapatkan Informasi, yang menetapkan standar pelayanan, menyusun piagam warga negara dan mendorong masyarakat sipil untuk melakukan survei secara reguler mengenai persepsi masyarakat tentang korupsi dan undang-undang pemberian pelayanan akan membantu masyarakat sipil memantau pemberian pelayanan dan korupsi dengan lebih baik sehingga membantu meningkatkan kinerja dinas sipil dan meningkatkan pertanggungjawaban. 7. BANTUAN PEMBANGUNAN: BAGIAN DARI MASALAH ATAU BAGIAN DARI SOLUSI?

Apa yang dapat dilakukan oleh badan-badan pembangunan untuk mengurangi

peluang korupsi dan memperkuat pengawasan fidusiar di berbagai proyek dan program yang mereka biayai? Setelah mendapatkan kritik karena terkait erat dengan Soeharto, dan dengan hutang dan korupsi yang diwariskan dari rejim Orde Baru, Bank Dunia meninjau kembali seluruh strateginya untuk Indonesia, sepakat dengan pemerintah untuk mengurangi pinjaman sampai sepertiga dari tingkat sebelumnya, mengalihkan fokusnya kepada program pembangunan masyarakat, tata pemerintahan dan anti korupsi, dan berbicara lantang mengenai masalah-masalah korupsi.

Perubahan-perubahan utama pada cara Bank Dunia bekerja di Indonesia meliputi: • Perubahan-perubahan pada rancangan proyek: Bank Dunia mencoba melibatkan

masyarakat secara sistematis dalam perancangan dan pelaksanaan program yang dibiayainya dengan harapan mengurangi korupsi. Proyek Pengembangan Kecamatan merupakan contoh terbaik dari pekerjaan ini, yang bertujuan untuk memberikan dana secara langsung ke tangan penerima manfaat miskin, melangkahi pemerintah dan memberdayakan masyarakat untuk memprioritaskan penggunaan dana dan memantau pelaksanaan. Masyarakat sipil dan pers membantu masyarakat memantau kinerja program tersebut. Hal ini telah menunjukkan hasil dalam mengurangi korupsi. Bank Dunia juga mulai melibatkan masyarakat dalam pengadaan yang dibiayai di bawah proyek yang berorientasi sektor, dengan hasil yang menjanjikan.

• Pengungkapan informasi yang lebih luas: di bawah kebijakan pengungkapan yang telah ditingkatkan mutunya, Bank Dunia telah meningkatkan akses ke informasi yang berkaitan dengan proyek dan programnya. Pemerintah Indonesia juga telah sepakat untuk menyediakan lebih banyak informasi mengenai proyek-proyek baru yang dibiayai Bank Dunia, termasuk laporan audit, informasi mengenai korupsi, dan akses peserta lelang dan para wakil pemakai akhir ke informasi utama mengenai proses pengadaan.

• Memperkuat pengendalian dan pengawasan: Bank Dunia juga telah sangat memperkuat pengawasan proyek-proyek yang berjalan, mengadakan audit fidusiar acak, tinjauan setelah pengadaan yang lebih sistematis dan tindak lanjut temuan audit yang cepat. Mengingat rumitnya mengelola perusahaan yang besar, Bank Dunia mengadopsi pendekatan penanganan risiko untuk kegiatan-kegiatan ini, yang memprioritaskan pengawasan atas dasar tingkat risiko yang diperkirakan.

Page 29: Mengapa laporan ini diberikan - siteresources.worldbank.orgsiteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Anti-Corruption/...Namun, apakah Indonesia kurang atau lebih korup dari

Combating Corruption in Indonesia: Enhancing Accountability for Development

October 21, 2003 9

• Penegakan yang lebih baik: Hal ini melibatkan tindakan cepat atas keluhan dan tidak mentoleransi praktek-praktek yang buruk. Departemen Integritas Kelembagan (Department of Institutional Integrity) di bawah Bank saat ini sedang menyelidiki beberapa keluhan – hal ini sendiri saja sudah merupakan suatu pencapaian karena ini memperlihatkan bahwa para penyingkap informasi percaya keluhan mereka akan diselidiki. Terdapat batas bagi keefektifan peningkatan pengawasan dan penegakan, dan Bank

Dunia mengalihkan fokus lebih kepada masukan daripada hasilnya. Hubungan bantuan harus juga didasarkan pada kepercayaan. Karena itu pemahaman yang lebih baik mengenai konteks sektoral dan kelembagaan di mana proyek-proyek Bank Dunia beroperasi perlu diberikan lebih banyak perhatian, dan perhatian pada tahap awal siklus proyek sampai pada penanganan insentif yang dihadapi para mitra Bank Dunia. Bank Dunia akan bekerja bersama mitra-mitranya untuk memanfaatkan peluang-peluang yang disediakan oleh desentralisasi Indonesia untuk menemukan pembela-pembela reformasi di daerah yang memiliki komitmen untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dalam tata pemerintahan dan pertanggungjawaban dan yang mencari akses ke bantuan Bank Dunia untuk penyediaan prasarana yang berpihak kepada orang miskin.

Catatan: Naskah ini merupakan terjemahan dari naskah aslinya dalam Bahasa Inggris. Proses penterjemahan dilakukan oleh penerjemah yang disumpah. Jika terjadi inkonsistensi makna, maka naskah asli Bahasa Inggris menjadi acuan utama.