menciptakan manajemen sumber daya aparatur yang baik.docx
TRANSCRIPT
MENCIPTAKAN MANAJEMEN SUMBER DAYA APARATUR YANG BAIK
Uus Natapriatna
Widyaiswara Madya Provinsi Banten, Jln. Raya Lintas Timur KM. 4 Karang Tanjung,
Pandeglang-Banten.
Abstract : Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik yang berkualitas
yang semakin kompleks, negara membutuhkan sumber daya manusia aparatur yang profesional.
Khusus mengenai strategi yang ditempuh dapat melalui pendidikan dan pelatihan, terdapat dua
strategi yang perlu ditata secara sinergis, yakni pembinaan dan penyelenggaraan.
Penyelenggaraan diklat diarahkan untuk mengisi kompetensi peserta sesuai yang dipersyaratkan
oleh jabatannya, sehingga PNS bersangkutan wajib mengikuti diklat yang tujuan
pembelajarannya membangun kompetensi tersebut.
Key word : manajemen sumber daya aparatur, karakteristik manajemen sumber daya aparatur
yang baik
Corresponding auther: Uus Natapriatna, E-mail: [email protected], Tel.
+628159959975
I. PENDAHULUAN
Dunia yang mengelilingi Indonesia telah dan akan terus berubah, kita harus mengikuti arus
perubahan itu, apabila Indonesia ingin memanfaatkan kesempatan yang diciptakan oleh
perubahan itu, dan bukan hanya menjadi sekedar penonton yang pasif. Dengan meningkatkan
kualitas profesionalisme aparatur pemerintah, kemajuan Indonesia dapat dicapai, termasuk di
dalamnya pemberian pelayanan publik yang prima kepada masyarakatnya. Sebagaimana halnya
di negara-negara sedang berkembang, tantangan untuk menggapai kondisi ideal tersebut selalu
ada. Secara sepintas saja, kondisi geografis Indonesia yang archipelago state dengan 17.864
pulau, sudah menghadirkan permasalahan tersendiri, terutama dalam memberikan pelayanan
kepada mereka. Kondisi sulit ini kemudian ditambah dengan besamya populasi sekitar 238 juta
(BPS, 2005).
Di samping persoalan di atas, secara kuantitas jumlah sumber daya manusia aparatur
(Pegawai Negara Sipil) yang memberikan pelayanan juga dirasakan sangat minim dengan rasio
1,9 % dari jumlah penduduk. Jika dibandingkan dengan negara-negara maju yang dalam setiap
1000 penduduk terdapat 77 PNS, di Indonesia hanya sebanyak 21 PNS saja. Di daerah, rationya
bahkan lebih kecil, yakni 4:1000. Kondisi negatif ini kemudian diperparah dengan kualitas
pendidikan mereka yang masih rendah. Ketidakseimbangan antara jumlah PNS dengan jumlah
penduduk yang dilayani menyebabkan pemerintah harus melakukan pembenahan. Salah satunya
adalah dengan peningkatan kompetensi sumber daya manusia aparatur dan terus melakukan
upaya melalui berbagai kebijakan.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Sumber Daya Aparatur
Manajemen Sumber Daya Aparatur (MSDA) adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan
peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan organisasi. Fungsi-
fungsi Manajemen Sumber Daya Aparatur terdiri dari perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengendalian, pengadaan,pengembangan kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian. Tujuannya ialah agar organisasi dapat
melakukan kebijakan dengan baik dan pegawai mendapatkan kepuasan dari pekerjaannya. (Drs.
Melayu S.P. Hasibuan)
Manajemen Sumber Daya Aparatur adalah suatu rangkaian kegiatan atau pekerjaan yang
diarahkan pada tujuan fasilitas dan perencanaan sistematis kepegawaian dalam organisasi
pemerintahan.(Gibson) Manajemen Sumber Daya Aparatur merupakan suatu bidang manajemen
yang khusus mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi pemerintah. Unsur
MSDA adalah manusia yang merupakan tenaga kerja. Dengan demikian fokus yang disoroti
MSDA ini hanyalah masalah yang berhubungan dengan tenaga kerja manusia.
Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi karena
manusia menjadi perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Tujuan tidak
mungkin terwujud tanpa peran aktif manusia sebagai tenaga kerja meskipun alat-alat yang
dimiliki begitu canggihnya. Alat-alat canggih yang dimilikinya tidak ada manfaatnya, jika peran
aktif tenaga kerja tidak diikutsertakan. Mengatur pegawai/ tenaga kerja adalah sulit dan
kompleks, karena mereka mempunyai pikiran, perasaan, status, keinginan dan latar belakang
yang heterogen yang dibawa ke dalam organisasi..
B. Karakteristik Manajemen Sumber Daya Aparatur yang Baik
Manajemen Sumber Daya Aparatur yang baik adalah manajemen yang lebih berorientasi
kepada profesionalisme SDM aparatur (PNS), yang bertugas memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan
pembangunan, tidak partisan dan netral, keluar dari pengaruh semua golongan dan partai politik
dan tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Untuk melaksanakan tugas pelayanan masyarakat dengan persyaratan yang demikian,
SDM aparatur dituntut memiliki profesionalisme, memiliki wawasan global, dan mampu
berperan sebagai unsur perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lahirnya Undang-Undang
No. 43 Tahun 1999 sebagai penganti UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
tersebut membawa perubahan mendasar guna mewujudkan SDM aparatur yang profesional yaitu
dengan pembinaan karir Pegawai Negeri Sipil yang dilaksanakan atas dasar perpaduan antara
sistem prestasi kerja dan karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja yang pada
hakekatnya dalam rangka peningkatan pelayanan publik.
Pada prinsipnya, di dalam diri setiap aparatur pemerintah melekat peran, tugas, dan
tanggung jawab yang dilandasi oleh nilai, kode etik, dan moral. Pelayanan publik adalah suatu
bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik di pusat, di daerah,
BUMN, dan BUMD dalam bentuk barang maupun jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan
(kepuasan) masyarakat sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Seiring dengan
berlakunya otonomi daerah, maka tingkat pelayanan di tingkat lokal akan sangat benar-benar
bisa dirasakan oleh masyarakat di dalam peningkatan kualitas pelayanan publik. Ini berarti
bahwa SDM aparatur merupakan sebagian dari keseluruhan elemen sistem pelayanan publik
yang begitu luas dan kompleks, karena tugas dan fungsi SDM aparatur yang begitu penting dan
strategis. Dewasa ini, fungsi SDM aparatur menjadi lebih kompleks tidak sekedar fungsi
pengaturan, pengelolaan, dan pengendalian saja, akan tetapi lebih berorientasi pada fungsi
pemberdayaan (empowering),kesempatan (enabling), keterbukaan (democratic), dan
kemitraan (partnership)dalam pengambilan keputusan, pembuatan dan pelaksanaan kebijakan
dalam upaya pelayanan publik.
Tugas pokok dan fungsi dari SDM aparatur pada intinya adalah menjadi pelayan
masyarakat yaitu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat; menjadi stabilisator
yaitu sebagai penyangga persatuan dan kesatuan bangsa; menjadi motivator yaitu
memberdayakan masyarakat agar terlibat secara aktif dalam pembangunan;
menjadi innovator dan creator yaitu menghasilkan inovasi-inovasi baru dalam pelayanan
masyarakat agar menghasilkan pelayanan yang baru, efektif dan efisien dan menjadi inisiator
yaitu selalu bersemangat mengabdi dengan berorientasi pada fungsi pelayanan, pengayoman, dan
pemberdayaan masyarakat yang dilandasi dengan keikhlasan dan ketulusan.
C. Gambaran Umum Sumber Daya Aparatur di Indonesia
Kondisi saat ini menunjukkan bahwa SDM aparatur yang ada sangat jauh dari apa yang
diharapkan. Potret SDM aparatur saat ini yang menunjukkan profesionalisme rendah, banyaknya
praktek KKN yang melibatkan aparatur, tingkat gaji yang tidak memadai, pelayanan kepada
masyarakat yang berbelit-belit, hidup dalam pola patronklien, kurang kreatif dan inovatif,
bekerja berdasarkan juklak dan juknis serta mungkin masih banyak potret negatif lainnya yang
intinya menunjukkan bahwa aparatur di Indonesia masih lemah. Gambaran tersebut memberikan
dorongan bagi kita untuk melakukan perubahan pada SDM aparatur Indonesia (kita sebut dengan
istilah Reformasi Birokrasi).
D. Kendala Manajemen Sumber Daya Aparatur
Beberapa kendala dalam menciptakan Sumber Daya aparatur yang baik adalah:
(1) Komunikasi organisasi yang kurang efektif. Komunikasi merupakan urat nadi kehidupan
organisasi. Gangguan komunikasi berarti akan menghambat kelancaran pelaksanaan tugas
keorganisasian.
(2) Kondisi kerja yang kurang memadai. Aspek ini jelas merupakan faktor penunjang
keberhasilan kerja seorang pegawai. Bilamana faktor ini tidak tersedia secara memadai maka
bisa dipastikan akan mempengaruhi kinerja seorang pegawai.
(3) Prestasi kerja yang cenderung rendah. Aspek ini tampaknya secara logis merupakan
konsekuensi dari hambatan-hambatan lainnya. Mengingat adanya potensi faktor internal
yang memadai namun tidak didukung dengan hasil kerja yang memadai.
E. Arah Kebijakan/Upaya Menciptakan Manajemen Sumber Daya Aparatur yang Efektif
1. Strategi Pembinaan Diklat
a. Diklat Berbasis Kompetensi
Adanya Pendidikan dan Pelatihan yang diperuntukkan bagi PNS (aparatur) yang tidak
sekedar membentuk kompetensi, tetapi kompetensi tersebut harus relevan dengan tugas dan
jabatannya. Dengan kata lain, kompetensi itu secara langsung dapat membantu di dalam
melaksanakan tugas dan jabatan.
b. Desentralisasi Penyelenggaraan Diklat
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Diklat Jabatan mengamanahkan
kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan diklat. Penyelenggaraan Diklat mulai dari Diklat
Prajabatan, Kepemimpinan (kecuali Diklatpim Tk. I), Diklat Fungsional dan Diklat Teknis tidak
lagi dimonopoli dan dipusatkan di lembaga-lembaga diklat pemerintah pusat, melainkan di
desentralisasikan di daerah.
c. Kontrol Bersama (Collective Control) Terhadap Kompetensi
Ketika pelayanan publik menjadi concern atau perhatian semua pihak, maka mekanisme
penyediaan pelayanan tidak boleh dimonopoli oleh satu pihak saja, apalagi kalau pihak yang
satu-satunya itu menerapkan pendekatan sentralistikotoriter.
d. Penerapan Total Quality Management,
Pasal 26 PP 101/2000 menggariskan paling tidak 8 (delapan) strategi pembinaan yang
harus dilaksanakan oleh Lembaga Administrasi Negara sebagai Pembina Diklat antara lain
melalui penyusunan pedoman diklat, bimbingan dalam pengembangan program diklat,
bimbingan dalam penyelenggaraan diklat, standarisasi dan akreditasi, pengembangan sistem
informasi diklat, pengawasan terhadap program dan penyelenggaraan diklat & widyaiswara, dan
pemberian bantuan teknis melalui konsultansi, bimbingan di tempat kerja, kerjasama
pengembangan dan evaluasi diklat.
Jika kedelapan strategi ini diterapkan, maka kualitas penyelenggaraan diklat dapat
terjamin. Jika dikristalisasi, kedelapan strategi tersebut mencerminkan penerapan prinsip-
prinsip Total Quality Management yang berisi tiga komponen utama, yakni penetapan standar
kualitas (quality standard), pelaksanaan jaminan qualitas (quality assurance), dan pelaksanaan
control kualitas (quality control).
2. Strategi Penyelenggaraan Diklat
Setiap lembaga penyelenggara Diklat harus memiliki kompetensi diklat dalam arti
berkemampuan menempa sumber daya manusia aparatur (PNS) untuk memiliki kompetensi
jabatan PNS tertentu termasuk di bidang pelayanan publik. Melalui strategi-strategi pembinaan
yang diuraikan di atas terutama melalui strategi quality assurance atau jaminan kualitas, setiap
lembaga Diklat memiliki kompetensi lembaga Diklat yang diwujudkan melalui penerapan sistem
penyelenggaraan diklat yang memperhatikan kualitas tiga unsur utama yakni masukan, proses,
dan keluaran diklatyang diuraikan berikut ini :
a. Masukan Diklat
Masukan diklat adalah peserta diklat yang karena jabatannya (struktural, fungsional dan
fungsional umum) dipersyaratkan mengikuti diklat untuk memenuhi standar kompetensi
jabatannya; ditugaskan oleh pejabat yang berwenang setelah lebih dahulu mendapat
pertimbangan Baperjakat. Untuk Seleksi peserta diklat kepemimpinan, LAN telah mengeluarkan
Surat Keputusan Kepala LAN Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tim Seleksi Peserta Diklat Instansi
Untuk Diklat Kepemimpinan, yang tujuannya mengatur keikutsertaan peserta dalam Diklatpim
agar yang terjaring sudah sesuai dengan kebutuhan instansi. Untuk keikutsertaan peserta dalam
diklat lainnya, tanggung jawab berada pada Pembina Kepegawaian atau Baperjakat instansi
masing-masing.
Peserta diklat sebagai masukan diklat memainkan peranan yang menentukan dalam
peningkatan mutu pelaksanaan diklat. Pengaturan tentang keikutsertaan peserta ini dimaksudkan
untuk menghindari kesan bahwa peserta yang diikutkan dalam suatu diklat adalah mereka yang
"dibuang" sementara dari instansinya atau yang belum memiliki pekerjaan yang "permanen".
Dalam operasionalnya, seleksi peserta dapat dilakukan dengan cara pemberian tes yang terkait
dengan kompetensi jabatan yang harus dimiliki, atau melalui suatu proses analisa kebutuhan
diklat. Kedua cara ini akan membagi peserta ke dalam dua bagian, yakni perlu mengikuti diklat
dan tidak perlu mengikuti diklat. Kelompok pertama inilah yang perlu mengikuti diklat.
b. Proses Diklat
Masukan diklat yang tepat, tidak akan berarti banyak apabila unsur-unsur yang
memprosesnya kurang maksimal. Oleh karena itu, setiap penyelengara diklat perlu
memperhatikan kualitas unsur-unsur yang memproses masukan diklat tersebut. Unsur-unsur
yang memproses masukan diklat itu meliputi empat bagian besar, yakni: kelembagaan diklat,
program diklat, SDM penyelenggara diklat, dan widyaiswara. Untuk memastikan bahwa
keempat unsur tersebut berada pada kondisi maksimal dalam memproses masukan diklat, maka
diperlukan akreditasi dan sertifikasi. Terkait dengan pelaksanaan akreditasi itu, Lembaga
Administrasi Negara sebagai instansi pembina diklat telah menerbitkan Pedoman Akreditasi dan
Sertifikasi Lembaga Diklat sebagaimana yang diatur dalam keputusan kepala LAN Nomor
194/XIII/ 10/6/2001.
c. Keluaran Diklat
Setelah melalui Seleksi Calon Peserta Diklat di instansi masing-masing sesuai yang
dipersyaratkan, kemudian mengikuti proses diklat pada lembaga diklat yang keempat unsur-
unsurnya telah terakreditasi, pada akhirnya akan dihasilkan keluaran diklat yang memiliki
kompetensi sesuai persyaratan jabatannya. Setelah selesainya penyelenggaraan suatu diklat,
proses diklat sebenarnya belum berakhir. Lembaga diklat masih harus memantau kinerja
lulusannya dalam bentuk evaluasi pasca diklat yang tujuannya untuk mengetahui sejauh mana
efektifitas kompetensi yang telah dimiliki oleh peserta tadi, dapat dimanfaatkan dalam tempat
kerjanya. Jika terbukli bahwa yang bersangkutan sudah kompeten melakukan tugastugasnya,
maka barulah diklat dapat dikatakan berhasil. Tetapi jika ternyata tugastugas belum dapat
dilaksanakan dengan baik yang disebabkan karena kekurang kompetensiannya, maka PNS yang
bersangkutan perlu di-retraining atau dilatih ulang.
Dengan strategi di atas, diharapkan mampu menciptakan sumber daya aparatur yang baik
dan berkualitas, yang mampu melaksanakan tugasnya sesuai dengan Tupoksi yang dimilikinya,
terutama dalam memberikan pelayanan publik. Dengan demikian, sangat disadari bahwa betapa
pentingnya Manajemen Sumber Daya Aparatur yang efektif dalam mewujudkan aparatur yang
berkualitas dan berkompeten yang mampu melaksanakan tugas secara efektif dan efisien.
III. Kesimpulan
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik yang berkualitas yang
semakin kompleks, negara membutuhkan sumber daya manusia aparatur yang profesional.
Khusus mengenai strategi yang ditempuh dapat melalui pendidikan dan pelatihan, terdapat dua
strategi yang perlu ditata secara sinergis, yakni pembinaan dan penyelenggaraan.
Penyelenggaraan diklat diarahkan untuk mengisi kompetensi peserta sesuai yang dipersyaratkan
oleh jabatannya, sehingga PNS bersangkutan wajib mengikuti diklat yang tujuan
pembelajarannya membangun kompetensi tersebut.
Di samping itu, bentuk pembinaan lainnya juga diterapkan secara simultan, seperti
desentralisasi penyelenggaraan diklat, optimalisasi kontrol bersama terhadap kompetensi,
penerapan total quality management. Untuk penyelenggaraan, melalui strategi tersebut akan
terbangun kompetensi lembaga diklat yang menggunakan pendekatan input-proses-output
sebagai basis utama sistem tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
a. Sadu Wasistiono, M.S, DKK.2002.Fokus Media dalam
http://www.ipdn.ac.id/wakilrektor/?p=127
b. Bahaudin, Taufik (2003), Brainware Management-. Generasi Kelima Manusia, PTElex
Media Komputindo, Cetakan Keempat, Jakarta.
c. Bennis, W. G. and B, nanus (1985), Leaders: The Strategis for Tak ing Change,New
York: Happer and Row.