menanti badai

Upload: sunan-lawu

Post on 08-Apr-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    1/19

    menanti badaiNarsisa diseret dan digiring ke depan kedua anaknya.

    Bagai seekor singa terluka, matanya hampa menatap keduaanaknya di antara ratusan bahkan ribuan perempuan yangterus memukuli seluruh tubuhnya yang telah penuh lukamenganga. Bibirnya robek terluka. Tidak satupun kata-katayang keluar dari mulutnya. Sesekali terdengar gerammenyayat hati di sela-sela sorak sorai perempuan yang

    bangga telah memporak-porandakan kodrat semesta.Tubuh Narsisa terkulai lemas. Dipertahankannya setetesdemi setetes darah untuk mempertahankan hidup.Ditatapnya perempuan-perempuan yang mabukkemenangan berceloteh tentang dirinya yang tertangkapdalam jebakan terminologi kesetaraan dan kekerasanterhadap perempuan.

    Tidak tersisa sedikitpun kekuatan dalam tubuhnya

    untuk bergerak jauh ke tepi. Perlahan digerakkankepalanya untuk mencari sosok istrinya yang sekelebatberada dalam kerumunan perempuan-perempuan yangmasih menari-nari dalam kekhusukan ritual baru. Harapansatu-satunya hanya terletak pada kehadiran sang istri yangpernah sangat mencintai dan menyayanginya selama ini.Dimana dia ? Apakah sudah buta matanya melihat laki-lakiyang menjadi suaminya terkapar di antara perempuan-perempuan yang terus menggila seperti ini ? Bukankah tadi

    dia ada di antara mereka ?

    Dicobanya untuk memberanikan diri menatap salahsatu perempuan yang berada dekat dengan tubuhnya yangtergeletak di antara derap kaki perempuan yang terusmelangkah dengan ritme yang sama dan tidak pernahberhenti. Seketika hatinya merasa terkejut bercampurheran. Alangkah miripnya perempuan cantik ini denganistriku, gumamnya masih tak percaya. Alis matanya yang

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    2/19

    hitam dengan gincu merah di bibir, perempuan ini sedikitmenyamarkan pandangan laki-laki yang menolak untuk

    percaya bahwa sosok perempuan di hadapannya memangperempuan yang pernah dinikahinya selama enam tahunyang lalu. Serta merta arah tatapan matanya dialihkan kearah perempuan lain yang terus bergerak manja denganbaju dan celana jeans ketat. Pandangan perempuan itubegitu menggoda, ditambah dengan lenggak-lenggokpinggulnya yang sengaja atau tidak sengaja akanmeruntuhkan tugu-tugu kemenangan setiap laki-laki.

    Tak henti-hentinya singa luka ini menahanketerkejutannya, seketika melihat wajah-wajah perempuanyang mengitarinya. Ketidakpercayaannya bagaikan pisauyang melukai sisi-sisi hatinya sampai yang terdalam. Bibir-bibir yang tersenyum, menyeringai, dan menyembunyikankemarahan tampak seperti dinding-dinding yang terusbergerak menyempit sampai terasa sesak dadanya. Tiba-tiba Narsisa bangkit dengan seluruh sisa tenaganya.Suasana terasa hening sejenak. Angin yang semula riang

    berebut menerbangkan rambut dan rok pendek perempuan-perempuan yang bergerak cepat mengukur zaman,mendadak sontak terdiam. Tidak lagi terdengar geloraombak laut yang berdebur keras menerjang dinding-dindingdada singa laki-laki yang terluka ini. Narsisa mencobamenarik nafas perlahan. Direntangkan kedua tangannyamenggeliat seolah ingin menggeser dinding-dinding yangmenekan hatinya. Air mata yang semula akan menerobosdi kedua sudut matanya perlahan mengkristal bening,

    mengajak laut untuk beku sejenak berfikir tentang zaman.

    Satu-persatu wajah-wajah perempuan yangmengitarinya menghilang ke dalam satu wajah yang amatdikenalinya. Tubuh perempuan ini menggigil danmenaburkan aroma birahi dan kecemburuan yang kuat.Getarnya menghujam di setiap titik-titik kehidupan singalaki-laki yang dalam kesehariannya terbalut kelembutan

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    3/19

    sutra, kenikmatan ikan bakar, dan alunan tawa keduaanaknya Nute dan Acha.

    Kembali bayangan-bayangan keindahan berjalanbergandengan di antara hiruk-pikuknya orang di PasarAnyar menggayut dalam perasaan Narsisa. Matanyamembalas menatap tajam ke arah laki-laki yang mencobamencuri pandang atau memberi tanda-tanda kepadaistrinya, seolah ingin menelan dan melumatkan laki-lakiyang entah apa maksudnya ini. Lekat-lekat ditatap wajahistrinya seolah mencari nuansa yang hilang selama ini.

    Kecantikannya berbaur dengan goresan kelelahan berjubeldengan penumpang kereta api atau bus Jakarta-Bogor.Tulang pipinya menyembul mengambarkan kegelisahanseorang istri yang ingin disayang suami yang sibuk denganpikiran dan perasaannya sendiri.

    Tangan kaki Narsisa terjuntai kaku seperti layaknyalaki laki yang ingin dilayani istrinya sepulang kerja.Sesekali terlihat tatapan Santorini yang liar dan sewaktu-

    waktu dapat meledak ketika memandang lantai rumah yanglengket dan tempat cucian piring yang penuh dengan gelasdan piring yang kotor.

    Aoa Mas nggak sempat membereskan rumah, ucapnyapendek dan sedikit agak meninggi. Sekali lagi dilayangkanpandangannya keseluruh isi rumah, baru kemudianberhenti pada Narsisa yang kehabisan kata-kata untukmembela diri dan sekaligus mampu menyenangkan hati

    istrinya. Dalam keadan seperti ini, tampak jelas urat-uratkekecewaan di wajah perempuan itu. Hati Narsisa menjadiciut. Niatnya untuk memanjakan istrinya sudah menjaditidak mungkin. Harga dirinya merasa terkoyak apabilaistrinya mulai berkata dan bersikap sinis kepadanya.

    Suasana kembali agak tenang ketika Nute dan Achaberusaha meminta perhatian dan bermanja-manja denganibunya. Senyumnya kembali mengembang. Kedua anaknya

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    4/19

    sangat sayang kepada ibunya, dan sebaliknya. TinggalNarsisa termangu menyandarkan tumbuhnya di dinding

    rumah yang hampir tidak memiliki perabotan, kecuali mejapendek yang diambil dari rumah orang tuanya. Pikirannyaterperangkap dalam perasaan bersalah terhadap tuduhanbahwa dirinya telah sekian lama menganiaya anak dan istri.Setiap kali terdengar suara batuk kedua anaknya, perasaantersebut kembali menggila dan setiap kali itu pula ingindirinya berlari keluar untuk mencari sesuatu yang mampumembuat anak istrinya senang dan tenang sejenak.

    Di luar sangat kejam. Tidak ada tempat lagi bagi laki-laki penyandang cacat jiwa untuk berbuat sesuatu. Terlalutinggilah rate-nya, ucap seorang direktur sebuah konsultanyang memerlukan tenaga perencana bagi proyek-proyekkehutanan. Narsisa diam saja. Ingin ia katakan bayarlahberapa saja untuk saya bawa pulang, akan tetapi kata-kata itu tak ingin keluar. Ada sesuatu yang mengganjal didalam hatinya. Tidak ada seorangpun yang tahu bahwabukan besarnya uang yang diinginkan istrinya, tepatnya

    lebih mengarah kepada keinginan istri yang mengharapkankontribusi suami terhadap keluarga dan menurunkan bebanyang diberikan suami kepada istri.

    Sebetulnya sederhana saja permintaan seorang istriterhadap suami yang nyaris tidak produktif, barangkali lebihtepatnya adalah agar sang suami lebih tahu diri tentangbanyaknya pekerjaan dan tanggung jawab istri yangterbengkalai di rumah karena harus bekerja di sebuah

    Kantor Lembaga Swadaya dari Amerika Serikat. Setengahenam pagi perempuan yang tidak pernah berhenti berharapagar sang suami mau mengantar dengan rela ke terminalbus atau ke stasiun kereta api berangkat dengan wajahlunglai. Setiap langkahnya diikuti oleh perasaan was-wasyang amat sangat tentang perawatan kedua anaknya olehsang pembantu. Perasaan seperti itu semakin menjadi-jadiapabila mengingat sang suami yang masih terlelap tidur dantidak perduli apakah dia sudah berangkat atau belum.

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    5/19

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    6/19

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    7/19

    pandangan mencuri-curi dari laki-laki yang berpapasan atauyang kebetulan beradu pandang dengannya. Setidak-

    tidaknya Narsisa, lelaki yang pernah dicintainya sangatmeyakini kecantikannya lewat kecemburuan yang terkadangsangat tidak masuk akal.

    Sesekali dibalasnya tatapan laki-laki yang terus lekatmenatap ke arah dirinya dengan pandangan dingin danketidakmengertian. Kelelahan demi kelelahan yang tumbuhdari pagi hingga sore hari sedikit demi sedikit menghilanglewat perasaan aneh yang tumbuh dari setiap pandangan

    laki-laki yang mencuri-curi pandang ke arahnya. Sesekaliditekannya perasaan yang belum pernah dikenalnya inidengan tetap mengarahkan pandangannya lurus ke depan.

    Berpuluh-puluh manusia yang berjalan mendahuluimaupun berpapasan tidak lagi menjadi perhatiannya, ketikalangkahnya semakin mendekat ke arah kawan-kawan yangmelambai-lambaikan tangannya gembira. Saya fikir kamutidak jadi datang ? tanya wanita berambut keriting dengan

    anting-anting di hidungnya disertai pandangan sedikit irikearah Santorini yang memang cantik. Kecantikan alamidari seorang perempuan yang telah mapan dalammengendalikan diri. Tanpa bedak dan gincu tebal, setiaplaki-laki akan terpesona melihat keanggunan perempuanyang menyembunyikan keinginan lahirnya dalam-dalam.

    Santorini dipersilakan duduk di antara laki-laki yangsecara bergantian dan tidak terputus-putus mencoba

    menarik perhatiannya. Diteguknya perlahan anggur putihdengan sedikit aroma jeruk sitrun sambil terus mencobamengikuti aliran kenikmatan yang melayang-layang diantara ujung kaki dan rambutnya. Terkadang tubuhnyatergetar oleh rasa birahi lewat pandangan tajam laki-lakitinggi tegap yang seolah mampu menguak seluruh gejolakhatinya. Hatinya mengeluh. Kesejukan hutan-hutan dipinggir kota Portland terasa kembali menyelinap dalam

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    8/19

    keramaian pembicaraan yang sudah tidakmempedulikannya lagi.

    Keinginannya untuk menyandarkan kepala danhatinya kepada laki-laki di sampingya semakin menggelora.Seluruh perasaannya mencari simbol simbol dan patahanwaktu untuk segera memberi tanda kepada laki-laki yangtelah membangkitkan getar kerahasiaan dan kelembutanperasaan perempuan agar segera memutuskan keraguandan penantiannya.

    Santorini sebaiknya kamu pulang, tegur laki-laki itudengan lembut sambil menyentuh pundaknya. Santoriniterkejut. Dipandangnya lekat wajah laki-laki yang seringmenolak untuk menerima telpon pada saat kerinduannyamemuncak. Dirinya berusaha mencari arti dari kata-katayang mungkin bercabang ke arah langit tempat segalakeindahan dunia bermukim. Dibiarkan laki-laki itumemapah dirinya yang benar-benar mabuk dalam buaiankesenyapan farfum dan bau keringat yang khas.

    Saya tidak mungkin pulang dalam keadaan begini,keluh Santorini, Suami saya tidak mungkin dapatmenerima keadaan saya seperti ini, lanjut Santorini sambilmencoba mencari kemungkinan-kemungkinan yang munculdari laki-laki yang duduk melekat dengannya di dalam taksi.

    Dengan cepat supir taksi yang ikut terbawa heningdengan suasana kasmaran di bangku belakang

    membelokkan arah mobilnya ke arah Jalan Wahid Hasyimseperti yang diperintahkan oleh suara yang sangat pasti.Sinar lampu tampak gelap dan terang melintas bergantianke dalam mata Santorini yang terus dipejamkan.Dibiarkannya laki-laki yang telah dianggap terlambat untukdatang dalam kehidupannya ini memeluk erat tubuhnyadari berlakang sambil mencoba untuk menyesuaikan letakbuah dadanya agar tidak tertindih kedua tangan yang kekar.Keheningan telah berubah menjadi suasana yang lebih

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    9/19

    senyap, hanya terdengar suara keras tanya-jawab di dalamkepala Santorini ketika mobil mulai mendekati tujuan.

    Niatnya sudah bulat. Dicobanya untuk bersikap lebihsantai dalam rumah yang tidak begitu dikenalnya ini.Matanya merambah ke seluruh bagian ruangan sepertimencoba menghabiskan kerinduan akan suasana yangsesekali muncul dalam mimpi-mimpi keindahan dankesejukan sebuah rumah. Dibiarkan tubuh danperasaannya hanyut dalam temaramnya lampu ruangan.Kedua pangkal pahanya dirapatkan untuk mendapatkan

    keberanian yang timbul dari gesekan-gesekan sensual dariritual sehari-hari.

    Seperti menari-nari, bayangan-bayangan setan itudatang lagi. Dengan tertawa-tawa kecil mengalirmenelanjangi tubuh kurus Santorini yang merasatersanjung dalam tatapan laki-laki tinggi berkulit putih.Terasa buah dadanya mengeras dengan putingnya yanghitam kemerahan tegak membatu layaknya seperti puncak

    gunung yang tak habis-habisnya menunggu elusan angin.Tubuhnya yang semula terasa kaku oleh sentuhan taksengaja laki-laki yang terus bercerita tentang keagunganvisi bangsa, seni, kesabaran, dan kegigihan manusia mulaiterasa lebih nyaman. Sesekali ditatapnya laki-lakidihadapannya seolah menunggu sesuatu yang tidakmungkin datang, tanpa peduli dengan penggalan ceritayang terus mengalir.

    Birahi perempuan ini menggelegak menggapai setiapzarah air dalam jacuzi yang menghubungkan kedua tubuhyang terkadang terpatung saling menatap. Riak-riak kecilair menggetarkan seluruh bulu tubuh laki-laki yang denganjantan seolah tak sabar menunggu gerakan Santorini yangmasih terus terbelenggu dengan status dan kepercayaan.Kenikmatan hubungan tersembunyi dan aneh sejenakterasa pada saat dimana perempuan ini berada dalamkeyakinan bahwa Tuhan menginginkan cara seperti ini

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    10/19

    untuk lebih bersyukur kepadaNya. Keinginannya semakinmenggelora. Anggapannya menari-nari mengikuti bayangan

    yang terus memuja dirinya untuk melupakan laki-laki yangtelah membuat dirinya menderita.

    Ini bukan masalah apa dan siapa, bisiknyamenguatkan hati sambil menepis kemungkinan-kemungkinan bahwa suaminya akan tahu apa yangdiperbuatnya saat ini. Sejenak terasa ngilu jika mengingattubuh kurus suami yang telah mendustai dan mengotoriimaginasi kebutuhan perempuan. Ingatannya terus

    bertanya-tanya tentang keinginannya untuk digoda ataudigagahi oleh laki-laki segera sejalan dengan degupjantungnya. Keinginannya kembali mengelora dalamketidakpastian aroma tubuh laki-laki. Tangannya mulaimenggapai tugu yang terbungkus sutra untukdicengkeramnya dengan kuat kemudian diluluhlantakkandalam isapan sepanjang tarikan nafas.

    Jeritan Santorini di dalam hati langsung disambut oleh

    sentakan-sentakan saluran air di bawah rumput kemerahanyang terbakar oleh matahari dan bulan. Tubuhnya terkulaipasrah ketika laki-laki tinggi putih ini mengangkatnyakeatas kursi kayu yang hampir bisa disebut sebagai tempattidur karena lebarnya. Dinginnya kayu begitumenggetarkan seluruh aliran darahnya. Santorini lupakalau dia seorang santa yang terus memanggil Tuhandalam setiap sentakan.

    Terdengar semilir alunan merdu tangisan perempu-anperempuan beranak perempuan. Rambutnya hitammenggapai genderang birahi dua anak manusia seolahputus asa menghentikan kenikmatan-kenikmatan Ilahiah.Kesenyapan sendu mengalir dalam sentakan akhir.Santorini terbangun bahagia dengan kecupan terimakasihkepada laki-laki yang mendadak dicintainya.Disandarkannya kelelahan jiwa dalam dada yang bidangsambil memandangi gambar-gambar kehidupan manusia

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    11/19

    yang terpampang di dinding ruangan. Selintas terlihatwajah laki-laki menyeramkan yang telah begitu lama

    menghempaskan airmatanya pada pipi yang cekung dantonjolan tulang-tulang di bawah leher.

    Keyakinannya semakin menguat ketika tangan kokohlelaki itu kembali mengelus-elus tubuhnya dengan tatapankagum. Imaginasinya tenggelam dalam harmoni sanjunganlaki-laki yang menjabarkan esensi kelelakian dalam dirinyayang terus memberontak dalam zaman dan melayang padasisi puja-puji sebagai perempuan menderita yang ideal.

    Imajinasi seperti ini harus dipertahankan, bisiknyasetengah ragu apakah ia mampu membangkitkan imajinasidan perasaan yang sama pada laki-laki yang barudikenalnya ini. Rasa takutnya kembali menjelajahi ke dalamlautan sampah seolah mencari-cari sosok-sosok perempuanyang mengerti perasaannya. Dipandangnya laki-laki yangmenatap penuh cinta dan kepuasan itu untuk meyakinkanbahwa memang dia bukan laki-laki yang selama ini telah

    dinikahinya. Kembali rasa aman menyusup ke dalam alirandarah di kepalanya, yang terus diusap-usapkan pada dadayang bidang seperti anak kucing yang baru selesai menyusu.

    Perlahan suara-suara merdu dalam kamar di lantaiempat lenyap dalam keterburuan waktu. Dipandanginyasekeliling ruangan untuk mencari-cari letak jam yangmemang tidak pernah ada. Aku harus pulang, ucapnyadengan nada setengah menyesal. Laki-laki itu berdiri sambil

    terus memeluk tubuhnya yang kembali mengeras sedikitmenolak. Kepastian akan hubungan sensual yang aneh inikembali melayang-layang ke seluruh ruangan. Dihirupnyaaroma kerahasiaan lekat-lekat seolah tidak ingin ialepaskan dalam hidupnya. Aku akan mati bersama-samadalam kematian kedamaian ini, gumamnya berkali-kali.

    Heningnya suasanya mengingatkan kembali Santoriniakan waktu untuk pulang. Kembali kepada kehidupan yang

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    12/19

    melelahkan dan membosankan bagi perempuan-perempuansanta yang pragmatis dan realistis. Kembali kepada norma-

    norma yang ia tidak pernah tahu apakah memang tuhanyang mencipta atau hanya sekedar keserakahan laki-lakiyang ingin mengungkung istri. Kerinduan kembalimenyusup dalam langkah pertama seketika pintu kamarterbuka. Dibalikkan badannya untuk mencium laki-lakisambil memastikan apakah dirinya akan kembali sejalandengan kerinduannya yang terus tumbuh menjamur dalamhutan-hutan keputusasaan yang bebas dan indah tanpabatas.

    Dengan gontai diayunkan langkahnya menuju pintulift. Sementara menunggu pintu lift belum juga membuka,perasaan malu dan resah terasa mengganggu kedamaian.Dicobanya mengucapkan kata-kata yang menghibur laki-laki yang terus memandang dengan berat untukmelepaskannya. Bayangan suami yang seram danmenjijikkan serta merta hilang begitu pintu lift terbuka.Dibiarkannya tangannya menjuntai memegang tas hitam

    sambil merenungi kejadian-kejadian yang mungkin terjadisetelah pintu lift terbuka.

    Wajahnya berubah menjadi kaku, suaranya datar danterbata mengucapkan kata perpisahan. Kelelahan semakinmenjadi-jadi. Mendadak kepalanya dan seluruhpersendiannya terasa sakit jika membayangkan setiba dirumah neraka yang kembali harus melayani suami yangacuh tak acuh melihat kedatangannya. Santorini yangdilindungi doa anak dan suami pulang dengan harapan

    tidak ada lagi neraka di rumah tempat kedua anaknyamenunggu. Perasaan seperti seorang kakak perempuanyang ingin melihat adik-adiknya dalam keteraturan rumahsebagaimana mestinya menjadikan perasaannya kembalidihantui rasa takut terhadap lingkungan rumah yang sulitdiperkirakan dan tidak memungkinkan untuk disebutsebagai tempat pulang.

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    13/19

    Gambaran tentang seorang perempuan yang berharapdapat berbuat dan menjadi sesuatu seketika sirna melihat

    pintu pagar putih dan jeritan kegirangan kedua anaknya.Kurungan seorang santa, gumamnya berkali-kali sambilterus menciumi kedua anaknya. Sistematika pemikirantentang kaidah-kaidah dan keharusan yang hilang seharianmuncul bersamaan dengan senyum suami yang tidakpernah mengerti kepekaan perasaannya untuk disayang.

    Direbahkan tubuhnya di samping kedua anaknyasambil menutup kemungkinan sang suami berusaha

    mendekati dirinya. Saya tidur dulu ya mas, ucapnyamemohon pengertian. Santorini memandang pandangankekalahan suami dengan senang bercampur sedih.Terkadang lebih banyak senangnya apabila membayang-kankemampuan sang suami yang rendah dan sangat terburu-buru. Sebersit terbayang kedamaian aroma ruangan lantaiempat bercampur dengan rasa bersalahnya yang sangatdalam. Dicobanya untuk bangun mengambil air wudlusambil mengingatkan suami yang tetap acuh tak acuh

    dengan keberadaannya.

    Begitulah Narsisa mengungkapkan dirinya ketikaistrinya pulang dan merasa kecewa, marah, memaki, danakhirnya memutuskan untuk berpisah. Termangu sendiri diteras rumah memandangi langit penuh bintang, lelakikurus berjas kumal itu mencoba menangkap semangatzaman, merumuskan dalam kata-kata yang sabar, ataumerenungi frasa-frasa indah selama enam tahun

    perkawinan. Pandangan, senyuman, sentuhan, dan gerak-gerik istrinya terasa sangat dekat menggelorakankebahagiaan yang hampir sampai ke ujung hari. Jadore.

    Banyak pertanyaan yang tidak terjawab munculmengalir di sudut ke dua matanya. Sesekali lelaki yangtelah merasa kalah dan merasa tidak mampu bangkit itumenghela nafasnya dalam dalam untuk meredakan rasasesak dan sakit di dadanya yang terasa semakin menjadi-

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    14/19

    jadi. Alangkah besar cobaan yang Kau berikan ini. Apakahini saatnya aku harus pulang. Satu persatu melintas wajah

    kedua anak perempuannya yang tertawa-tawa bergayut dikedua tangan ibunya sambil terdengar memanggil ayahnyayang baru datang dari tempat kejauhan. Apakah semuaaniaya ini juga yang akan menjadi ingatan kedua anaknya disetiap detik hari-hari kehidupannya.

    Seketika ingatannya tersentak akan kedua anaknyayang terlelap di kamar tidur menunggu kepulangan ibunyayang pergi sejak tengah hari. Diambilnya sebatang rokok

    putih untuk mempertahankan kesegaran agar tetap dapatberfikirir sabar. Sudah sulit untuk membedakan kebodohanlaki-laki kumal ini dengan kesetiaannya terhadap rokokputih yang selalu diisap tak henti-henti.

    Alangkah bahagianya menjadi sebatang rokok yangtidak pernah dilupakan dalam keadaan senang maupunsusah dibanding ingatannya yang sering lupa terhadapseorang istri yang sendiri menjaga, mendidik, dan

    menghidupi anak-anaknya. Lelaki itu tersenyum getir. Iasendiri tidak berani melanjutkan fikirannya lebih jauh.Ditekan perasaan bersalahnya dalam-dalam. Ini bukansaatnya untuk mempersalahkan diri, ucapnya dalam hati,lalu bagaimana semuanya ini bisa terjadi ? Bukankahselama ini saya selalu berada di rumah ? Bukankah selamaitupula saya selalu mencintai istri dan anak-anakku ?Bukankah ... ?

    Selintas teringat ceritra Kaisar Nero membakar kotaRoma. Dimana Nero saat itu berada ? Apakah dia mati ditengah kota Roma yang terbakar atau tertawa-tawa dikejauhan sambil menikmati anggur dan indahnya cahayaapi yang melangit di depan matanya ? Siapa yangmeragukan kecintaan Nero terhadap Roma ? Bukankah diaikut membangun Roma yang cantik ? Apakah kecintaanNero terhadap Roma yang mengungkung ketidakrelaannyaapabila Roma dirusak oleh kaisar penggantinya ? Atau isi

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    15/19

    kota Roma yang dianggap sudah berpaling ? KemarahanNero tidak membuktikan apa-apa, bahkan Nero mati di

    tengah kota Roma atau ditempat sampahpun bukan lagi jadimasalah. Inti masalahnya terpulang kepada keberadaanbatin si laki-laki kumal itu sendiri, yang ternyata dalamkesehariannya di rumah tidak disertai oleh batinnya yangmengembara ke batas langit dimana setiap manusia akanmentertawakannya.

    Satu kebohongan mencinta anak istri sudah nyata.Narsisa jauh lebih mencintai diri sendiri. Mencintai dan

    membanggakan hari-hari kemarin telah melenakan akal danrasa untuk menegakkan hari-hari kebahagiaan istri dananak yang setia berada di sampingnya. Keyakinannyauntuk mencapai kebanggaan hari-hari yang lalu melebihikemampuan iblis merusak jiwa manusia. Aneh, bukankahurusan anak dan istri merupakan urusan dunia yangmenjadi akar akhirat ? Lantas ada apa dengan laki-lakikumal ini ? Matipun belum lagi layak untuk masuk surgaatau neraka. Kegilaan terminologi sudah menjauhkan yang

    dekat dan mendekatkan yang jauh. Kebodohan sistemiktidak menjadi alasan bagi kelalaian untuk menganiayamanusia, lebih-lebih anak dan istri, serta bukan pula untukmenghindar diri dari pertanggungjawaban dunia akhirat.Alangkah nistanya manusia yang gila, yang tidak tahu jalanpulang.

    Malam semakin sepi, suara kendaraan bermotor hanyasesekali terdengar. Suara isak Narsisa terdengar perlahan,

    bahkan hampir tidak terdengar oleh seekor tikus yang sibukmembongkar tempat sampah tidak jauh darinya. Hatinyasemakin putus asa. Rasa takutnya terhadap nerakaterkadang hilang dan timbul kembali dengan lebih hebat.Aroma iblis terasa menyelimuti halaman yang redup olehsinar lampu 25 watt. Kemarahan yang besar atas kelalaian,kebodohan, kegilaan, dan ketidakpedulian mengarahkanpandangannya kepada sebilah pisau dapur yang tergeletakdi lantai teras. Potong urat nadi biar mati, bisik hatinya

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    16/19

    yang disertai kekecewaan dan keinginan hatinya untukmelihat kedua anaknya terlebih dahulu. Ditempelkannya

    pisau dapur yang tajam mengkilat ke pergelangan tangansebelah kiri. Terasa seluruh badannya kaku dan dingin,lantas bibirnya menyeringai. Bagus kalau langsung mati,kalau tidak bagaimana ?

    Terlintas fikiran bahwa kedua anaknya akanmenanggung malu seumur hidupnya. Mungkin istrinyaakan bersyukur dengan kejadian seperti itu atau mungkinmemang itu yang diharapkan, akan tetapi apakah dia akan

    bercerita yang baik-baik saja kepada orang yang bertanyatentang kematiannya. Tentunya dia akan bercerita tentangsuami yang tidak bertanggungjawab kepada setiap orangyang bertanya. Perlahan diletakkan pisau dapur di atasmeja sambil tetap terus dipandanginya. Hatinya belumyakin kalau pisau sepanjang 30 sentimeter tersebut mampumembunuh badan kurus kering dan penyakitan seperti itu.Bagus kalau langsung mati, kalau tidak bagaimana?,fikirnya berulangkali sambil membayangkan betapa besar

    malunya digotong-gotong oleh mertua dan ipar sertaditangisi oleh kedua anaknya apabila akhirnya tetap tidakmati.

    Sementara, mati merupakan keputusan yang terbaik.Hanya masalah tempat saja yang perlu difikirkan lebih jauh.Jangan sampai orang tahu Narsisa mati putus asa. Jangansampai kedua anak perempuannya tahu Narsisa matibunuh diri. Pergi jauh-jauh dan mati di tanah orang, tanpa

    identitas, kerabat, dan kenalan merupakan kesimpulansementara yang perlu diatur sedemikian rupa. Sebersitterasa terpancar kebahagiaan di dalam hatinya.Kesimpulan yang baik untuk istri dan kerabat lainnya,meskipun tidak untuk kedua anaknya. Keyakinannya begitubesar bahwa kedua anaknya akan mendapat penghidupanyang sangat baik di samping istrinya yang berpenghasilancukup besar.

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    17/19

    Mati atau tidak mati, lelaki kurus kumal ini merasatetap akan ditinggal jauh. Kalaupun hidup, kedua anaknya

    akan ikut menemani istrinya yang berencana untukmenetap di Manila. Artinya matinya juga. Kalaupun tidakmati secara badaniah, sah-sah saja untuk disebut sebagaimati secara batiniah di Jakarta atau Bogor. Narsisa merasalebih baik mati lebih dulu daripada mati ditinggal pergi,yang kemudian tetap juga mati. Mungkin kalau lelakikumal berpenyakitan ini sadar pada saat itu dia berfikirseperti itu, mungkin dia sudah mati kaku.

    Cepat-cepat diusapnya air mata dari wajahnya ketikamendengar suara klakson mobil istrinya yang baru datangdekat pintu garasi. Dipandanginya wajah istrinya yangkeras, tegar, dan sedikit agak oleng keluar dari mobil.

    Sorry mas, saya terlambat ucapnya dengan suaradatar sedikit sinis. Narsisa diam saja. Dipandanginyawajah istrinya yang berjalan melintas dihadapannya menujutempat duduk di teras. Ada apa mas kok ke Jakarta ?

    Kata-katanya keluar dari mulutnya yang mungil tanpamenoleh ke arah Narsisa. Narsisa diam sejenak sampaiwajah istrinya menghadap ke arahnya. Tidak ada apa-apacuma kangen, sahut Narsisa perlahan. Keduanya terdiam,hanya perlahan terdengar suara istrinya mendengus yanghampir tidak dapat dibedakan antara sinisme dankelelahan.

    Dipandanginya istrinya dari samping. Tampak sangat

    cantik. Bahkan lebih cantik dari hari-hari sebelumnya.Narsisa senang istrinya memakai giwang berlian yangdibelinya dengan uang gaji pertamanya di Makassar. Inginrasanya memeluk dan memohon untuk dapat dicintai olehperempuan itu seperti dulu. Akan tetapi arah pandanganistrinya terus menghadap ke depan seolah sedangmenghadapi masalah besar. Diurungkan niatnya untukmemeluk, perlahan disentuhnya pergelangan tangan yangserta merta ditarik menghindar. Hati Narsisa sedih dan

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    18/19

    terluka. Kebenciannya terhadap dirinya semakinmemuncak dengan penolakan yang ditafsirkan kembali

    sebagai upaya merendahkan kemampuan kelakiannyaselama ini. Maaf mas, saya belum siap, kembali kata-kataitu yang diucapkan oleh istrinya hampir empat bulanbelakangan ini. Kemudian istrinya berdiri terus masukkedalam rumah.

    Narsisa menyandarkan badannya ke sandaran kursisambil menghela nafas dalam-dalam. Ya Allah sudahsemakin jauh saya kehilangan dia, jeritnya dalam hati.

    Suasana keputusasaan kembali menyelimuti perasaanNarsisa. Dipandangi arah pintu dengan harapan istrinyakeluar dan berkenan untuk berbicara dengannya. Hampirtubuhnya bergerak berdiri, wanita yang disebut istrinyadatang dengan membawa segelas air putih dengan pisaudapur di tangan kanan serta buah pear di tangan kirinya.

    Sayang sekali buahnya asam, ucap istrinya sambilterus mengunyah buah pear tanpa menoleh ke arah Narsisa.

    Narsisa tersenyum. Hatinya menjerit. Ingin ia katakanbahwa lebih asam muka istrinya dari buah pear yangkekuningan tersebut. Narsisa tenggelam dalam lamunannyasendiri, sampai istrinya menyatakan bahwa keinginannyaadalah agar Narsisa hidup bahagia, dapat menyelesaikansekolah S-3 nya, mampu membayar hutang kepada mertua,sehat, dan boleh menikah dengan perempuan lainnya.Narsisa tersentak, dengan cepat fikirannya merambah keberbagai sudut untuk menduga maksud kata-kata istrinya

    yang terakhir. Dia kecewa istrinya yang ragu terhadapcintanya. Atau hanya dikarenakan dia sudah tidakmencintai saya lagi, gumam Narsisa di dalam hati.

    Keyakinan Narsisa semakin tebal bahwa cepat ataulambat ia akan kehilangan istrinya. Secara de facto sudahtidak mungkin mengharapkan istrinya dapat kembalimencintainya seperti dulu, meskipun secara de yure diamasih berstatus belum bercerai. Harapan yang sedikit untuk

  • 8/7/2019 Menanti Badai

    19/19

    dapat kembali memperoleh kebahagiaan di hari-hari yangakan datang tenggelam seketika. Perbaikan dan penyesalan

    diri tidak cukup untuk mendapat peluang kedua bagi istriseperti ini. Kepercayaannya sudah hilang sejalan dengangaya hidupnya yang baru. Kehidupan eksekutif muda yangberpayah-payah di kantor di siang hari dan bersenang-senang di kafe atau di hotel pada malam harinya.

    Kecemburuan terhadap gaya hidup istrinyamengalihkan sementara keinginan untuk mati. Sejenak,keyakinannya kembali memuncak bahwa diapun sanggup

    berusaha ke arah itu. Perasaannya menerawang ke dalamgambaran cafe-cafe yang dipenuhi oleh lelaki-lelaki tampandan seksi yang sengaja mencari hiburan ringan sampaiberat. Kecemburuannya semakin menghebat, apakah istriyang dicintainya ini sudah punya hubungan dengan lelakilain? Narsisa memandang jijik ke arah istrinya yang tetapmemandang lurus kedepan sambil terus mengunyah buahpear. Sekali lagi ingin ia memeluk istrinya yang sangatdicintai sepenuh hatinya ini atas penderitaan yang

    diakibatkan oleh ketidakmampuan dirinya untukmencukupi kebutuhan lahir dan batin.

    Ya, tuhan ampunilah istriku kalau istriku berbuatsalah. Semuanya bukan semata-mata kesalahannya, tetapimenjadi tanggung jawab saya dunia akhirat, amin. Tanpaterasa air mata mengembang di matanya, dibiarkannyaistrinya yang meminta ijin untuk tidur.

    Bunyi jam tetangga menunjukkan pukul 02.00menyadarkan Narsisa bahwa istrinya baru pulang jam 01.30dini hari. Malam semakin sepi, sesekali terdengar langkahNarsisa mengitari halaman rumput sambil membacakan AlFatehah chusuzon istrinya dan kedua anaknya. Sesekaliterdengar helaan nafas perlahan. Bukankah pulang adalahseperti menunggu panggilan tuhan atau seperti menunggupanggilan istri yang kembali mencintai diri dan anak-anaknya dengan sepenuh hati.