membelah kritik dengan berkarya k - ftp.unpad.ac.id filekemacetan di dki. kegiatan yang dilakukan...

1
SERAHKAN Jakarta kepada ahlinya! Itu slogan yang kerap digaungkan Fauzi Bowo (Foke) dalam kampanye pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada) DKI Jakarta pada 2007. Foke mengaku tidak bisa ber- buat banyak karena ia bukanlah ahli segalanya. “Saya bukan ahli segalanya. Jakarta punya karakteristik tersendiri, karena banyak ke- giatan yang memerlukan koor- dinasi, termasuk dengan peme- rintah pusat,” kata Foke di Ja- karta, Selasa (12/10). Foke mengatakan banyaknya proyek yang belum berjalan se- perti ERP (electronic road pricing) bukan sepenuhnya salah pem- prov. “Kami memang bertindak sebagai pelaksananya, tapi payung hukumnya kan meru- pakan tanggung jawab pemerin- tah pusat. Tanpa payung hukum itu, kami belum bisa berbuat apa-apa,” imbuh Foke. Ia berjanji akan fokus menga- tasi masalah banjir dan kema- cetan dalam sisa dua tahun masa jabatannya. “Kami fokus melayani masyarakat dengan lebih baik. Sekarang masyarakat mengharapkan kemacetan akan terurai dan banjir berkurang. Untuk banjir, penanganannya lebih gampang karena kuanti- tasnya bisa kami ukur, tapi soal kemacetan lebih sulit karena masalahnya kompleks,” ung- kap Foke. Penanganan banjir di DKI, ujar Foke, disebabkan belum rampungnya pembangunan kanal banjir timur (KBT). Pemi- lik lahan di sekitar KBT, sam- bungnya, belum mendapat ganti rugi senilai miliaran ru- piah. “Tiga titik di KBT juga belum dikeruk,” paparnya. Mengenai kemacetan, kata Foke, dipicu pertambahan ken- daraan baru yang melebihi ambang batas. Sebanyak 6 juta kendaraan roda dua dan 700 ribu kendaraan roda empat memadati Jakarta. “Ini bukan kewenangan saya untuk me- ngaturnya,” kata Foke. Pemprov menawarkan peng- adaan mass rapid transit (MRT) yang akan diselesaikan pada 2016 untuk mengatasi kema- cetan. Akan tetapi, proyek itu masih terkendala karena sulit- nya melakukan pembebasan lahan. “Harus ada UU pembebasan tanah yang mempermudah penyediaan lahan untuk kepen- tingan umum termasuk MRT,” pungkasnya. (*/J-5) 22 | JUMAT, 15 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA Fokus Membelah Kritik dengan Berkarya K RITIK tidak mengendurkan semangat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk berkarya mengatasi persoalan Ibu Kota. Kritik itu ibarat pil yang dapat membangkitkan semangat meningkatkan kinerja Pemprov untuk mencari solusi banjir, kemacetan, ruang terbuka hijau, dan perumahan. “Kritikan setajam apa pun dari masyarakat, kami mengambil hikmahnya. Kritik itu tidak mengendurkan semangat kami, tetapi justru membangkitkan semangat kami meningkatkan kinerja,” kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemprov DKI Ery Basworo di Jakarta, kemarin. Ery memimpin dinas yang bertanggung jawab menangani masalah banjir dan jalan raya. Banjir dan kemacetan sudah menyatu dalam kehidupan masyarakat metropolitan setiap hari. Wajar saja masyarakat menyampaikan kritik tajam kepada pemprov. “Kritik masyarakat tidak masalah, apalagi kritik itu sifatnya membangun. Itu membuat kami semakin giat bekerja,” ujarnya. Dinas PU membuktikan kinerjanya dengan membangun kanal banjir timur (KBT) sepanjang 23,57 km yang dapat mengatasi 16 dari 78 kawasan langganan banjir. “Terowongan penghubung KBT dengan kanal banjir barat (KBB) juga dibangun. Ini semua untuk mengendalikan banjir,” kata Ery. Selain itu, pemprov juga melakukan rehabilitasi waduk, situ, dan membangun Waduk Pluit untuk mengendalikan banjir. Banjir, ujar Ery, merupakan fokus perhatian pemprov. Anggaran Rp1,677 triliun, kata Ery, disediakan pemprov untuk normalisasi sungai. Pemprov juga terus berupaya mengatasi kemacetan di DKI. Kegiatan yang dilakukan antara lain menyelesaikan pembangunan jembatan Latuharhari, Genit, Condet, serta jembatan Teluk Gong pada 2009. Pada 2010, pemprov akan merampungkan pembangunan fly-over di Bandengan dan Tubagus Angke. Pada 2012, ditargetkan fly-over Kampung Melayu- Tanah Abang dan Jalan Antasari-Blok M akan dibangun. Pembangunan infrastruktur itu salah satu cara untuk mengatasi kemacetan di Jakarta. Selain banjir dan kemacetan, pemprov juga memperhatikan penyediaan ruang terbuka hijau (RTH), perumahan, dan terus berupaya meminimalisasi penggunaan air sumur dalam (deep well). Pemprov menargetkan RTH 13,9% di Kota Jakarta. Tiga tahun terakhir, pemprov menyediakan RTH di sembilan lokasi. Itu terdiri atas tiga lokasi dengan luas 56.363 m2 pada 2007, satu lokasi seluas 579 m2 pada 2008, dan lima lokasi dengan luas keseluruhan 103.315 m2 pada 2009. Pihak Pemprov juga akan merefungsionalisasi stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di 13 lokasi menjadi RTH sebagaimana fungsi semula. Pada 2007, dua SPBU sudah dikembalikan fungsinya sebagai RTH dan tahun depan 12 lokasi lagi. Mengenai masalah perumahan, pemprov membuat dua program yakni pembangunan rumah susun sederhana sewa dan perbaikan kampung terpadu. Pada 2007 dibangun Rumah Susun Marunda, Pinus Elok 1, Cakung Barat 1, dan Pulo Gebang 1. Pada 2008, 18 blok yang terdiri dari 1.659 unit dan tahun 2009 dibangun 14 blok dengan 1.350 unit. Adapun program perbaikan kampung terpadu yaitu melalui proyek Muhammad Husni Thamrin (MHT). Pada 2007-2008 dilakukan di 20 kelurahan dan 111 rukun warga (RW). Namun, pemprov masih punya pekerjaan rumah, harus mengatasi 62 kawasan lain ditambah 106 lokasi genangan air di jalan-jalan arteri dan kolektor. Antisipasi penurunan permukaan tanah juga menjadi perhatian pemprov. Pemprov dengan program zero deep well melarang penggunaan air tanah. Selain memperketat perizinan sumur, di kawasan tertentu seperti di kawasan industri Pulo Gadung tidak diperbolehkan lagi penggunaan air sumur dalam. Rapor merah Kinerja pemprov itu, menurut anggota Komisi D DPRD DKI M Sanusi, hanya bisa diberi nilai lima atau rapor merah. “Kebijakan yang diambil Foke masih terlalu pragmatis dan tidak menyentuh permasalahan esensial yang dialami masyarakat seperti kemacetan, banjir, dan transportasi massal yang masih sangat buruk,” kata Sanusi dari Fraksi Partai Gerindra. Dalam mengatasi banjir, ujar Sanusi, Foke seharusnya menuntaskan satu daerah dalam satu tahun. “Tahun pertama, daerah Jakarta Barat bebas banjir dan seterusnya,” ujarnya kesal. Gubernur DKI Fauzi Bowo mengaku bertekad untuk terus berkarya membangun Jakarta semaksimal mungkin. “Kritik saya terima, tapi kalau dibilang banyak, katakan 1 juta orang dari 9,6 juta penduduk Jakarta, masih lebih banyak yang merasakan pembangunan yang tak mengkritik,” ujarnya. (Ssr/*/J-5) Asni Harismi Nesty Trioka Pamungkas Mengaku bukan Ahli Segalanya FOKE SEHAR Tiga tahun Foke menjabat gubernur g keduanya sebagai BANJIR KIRIMAN: Warga menggendong anaknya melintasi banjir di Kampung Melayu Kecil, Kelurahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta, Kamis (18/2). GANTI PEJABAT: Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (tengah) mengganti Kepala Satpol PP dari Haryanto Badjuri (kanan) kepada Effendi Anas di Monas, Jakarta, beberapa waktu lalu. MI/RAMDANI K ELUARGA Sriyono, warga RT 02 RW 04 Kelurahan Cipi- nang Melayu, Ja- karta Timur, sudah melupa- kan peristiwa miris yang menimpa mereka. Tapi, pe- ristiwa menikahkan anak di tengah banjir mungkin tak akan lekang dari ingatan se- panjang hayat di kandung badan. Air setinggi 50 cm merendam tenda dan panggung, Sabtu (9/10). Pengantin harus digo- tong menuju pelaminan. Tamu undangan pun membuka se- patu, menyingkapkan rok dan celana, agar bisa menyalami pengantin. Makanan untuk ratusan ha- nya dicicipi puluhan orang. “Saya kasihan sama Bu Sri- yono. Warga yang datang sa- ngat sedikit karena masih repot mengurusi rumah yang keban- jiran, ” kata Ketua RW 04 Irwan Kurniadi. Banjir tersebut merupakan ketiga kali selama se- minggu di kawasan yang berbatasan de- ngan Kali Sunter itu. Banjir telah menjadi bagian dari kehi- dupan war- ga Jakarta setiap musim hujan. Ibu Kota direndam air berjam- jam. Peristiwa ini selalu ber- dampak langsung pada kema- cetan Ibu Kota yang tanpa banjir pun sudah stagnan. Setiap macet dan banjir me- landa, publik selalu ingat tag- line kampanye ‘Serahkan Ja- karta kepada Ahlinya’ yang memuluskan Fauzi Bowo men- jadi Gubernur DKI. Meski tiga tahun terakhir Jakarta di tangan ahlinya, ban- jir, kemacetan, dan transportasi publik tetap menjadi masalah. Lantas, kapan sang ahli mampu menjawab masalah Ibu Kota? Setelah dilantik menjadi Gu- bernur DKI menggantikan Sutiyoso pada 7 Oktober, Fauzi Bowo meluncurkan 19 program kerja tepat di Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2007. Saat itu, masyarakat melihat 19 program tersebut kurang realistis. Foke, demiki- an pang- gilan Bang Kumis, diminta fokus ke banjir dan kemacetan. Mengapa banjir? Karena banjir masalah paling potensial bagi Jakarta dalam tiga bulan ke depan. Pun, ternyata, banjir- lah bencana yang paling tidak bisa diatasi Pemprov DKI dari tahun ke tahun. Pada 2006, misalnya, 80% wilayah DKI terendam banjir. Kinerja pasangan Fauzi Bo- wo-Prijanto selama tiga tahun dapat diukur dengan parame- ter sederhana. Parameter yang dimaksud pengamat perkotaan Trisakti, Yayat Supriyatna, ada- lah kenyataan dari janji yang diberikan pada kampanye pemilihan Guber- nur DKI lalu. Parameter pertama, ucap Yayat, menyambungkan janji kampanye pasangan Foke-Pri- janto dengan realisasi. “Seha- rusnya janji-janji diwujudkan dengan program kerja lima ta- hun ke depan. Kemudian dili- hat dengan realitas yang ada. Sudah sesuai, sejalan, dan se- laraskah dengan program ker- janya,” tanya Yayat. Parameter kedua, respons masyarakat terhadap kondisi Ibu Kota dan sekitarnya. Ben- tuk respons masyarakat, menu- rutnya, dapat menunjukkan hasil yang didapat dari real- Ery Basworo Kepala Dinas PU DKI Jakarta Kritikan setajam apa pun dari masyarakat, kami mengambil hikmahnya. Kritik itu tidak mengendurkan semangat kami.”

Upload: nguyenlien

Post on 09-May-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Membelah Kritik dengan Berkarya K - ftp.unpad.ac.id filekemacetan di DKI. Kegiatan yang dilakukan antara lain menyelesaikan pembangunan jembatan Latuharhari, Genit, Condet, serta jembatan

SERAHKAN Jakarta kepada ahlinya! Itu slogan yang kerap digaungkan Fauzi Bowo (Foke) dalam kampanye pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada) DKI Jakarta pada 2007. Foke mengaku tidak bisa ber-buat banyak karena ia bukanlah ahli segalanya.

“Saya bukan ahli segalanya. Jakarta punya karakteristik tersendiri, karena banyak ke-giatan yang memerlukan koor-dinasi, termasuk dengan peme-rintah pusat,” kata Foke di Ja-karta, Selasa (12/10).

Foke mengatakan banyaknya proyek yang belum berjalan se-perti ERP (electronic road pricing) bukan sepenuhnya salah pem-prov. “Kami memang bertindak sebagai pelaksananya, tapi payung hukumnya kan meru-pakan tanggung jawab pemerin-

tah pusat. Tanpa payung hukum itu, kami belum bisa berbuat apa-apa,” imbuh Foke.

Ia berjanji akan fokus menga-tasi masalah banjir dan kema-cetan dalam sisa dua tahun masa jabatannya. “Kami fokus melayani masyarakat dengan lebih baik. Sekarang masyarakat mengharapkan kemacetan akan terurai dan banjir berkurang. Untuk banjir, penanganannya lebih gampang karena kuanti-tasnya bisa kami ukur, tapi soal kemacetan lebih sulit karena masalahnya kompleks,” ung-kap Foke.

Penanganan banjir di DKI, ujar Foke, disebabkan belum rampungnya pembangunan kanal banjir timur (KBT). Pemi-lik lahan di sekitar KBT, sam-bungnya, belum mendapat ganti rugi senilai miliaran ru-

piah. “Tiga titik di KBT juga belum dikeruk,” paparnya.

Mengenai kemacetan, kata Foke, dipicu pertambahan ken-daraan baru yang melebihi ambang batas. Sebanyak 6 juta kendaraan roda dua dan 700 ribu kendaraan roda empat memadati Jakarta. “Ini bukan kewenangan saya untuk me-ngaturnya,” kata Foke.

Pemprov menawarkan peng-adaan mass rapid transit (MRT) yang akan diselesaikan pada 2016 untuk mengatasi kema-cetan. Akan tetapi, proyek itu masih terkendala karena sulit-nya melakukan pembebasan lahan.

“Harus ada UU pembebasan tanah yang mempermudah penyediaan lahan untuk kepen-tingan umum termasuk MRT,” pungkasnya. (*/J-5)

22 | JUMAT, 15 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA Fokus

Membelah Kritik dengan Berkarya

KRITIK tidak mengendurkan semangat Pemerintah Provinsi

(Pemprov) DKI Jakarta untuk berkarya mengatasi persoalan Ibu Kota. Kritik itu ibarat pil yang dapat membangkitkan semangat meningkatkan kinerja Pemprov untuk mencari solusi banjir, kemacetan, ruang terbuka hijau, dan perumahan.

“Kritikan setajam apa pun dari masyarakat, kami mengambil hikmahnya. Kritik itu tidak mengendurkan semangat kami, tetapi justru membangkitkan semangat kami meningkatkan kinerja,” kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemprov DKI Ery Basworo di Jakarta, kemarin.

Ery memimpin dinas yang bertanggung jawab menangani masalah banjir dan jalan raya. Banjir dan kemacetan sudah menyatu dalam kehidupan masyarakat metropolitan setiap hari. Wajar saja masyarakat menyampaikan kritik tajam kepada pemprov. “Kritik masyarakat tidak masalah, apalagi kritik itu sifatnya membangun. Itu membuat kami semakin giat bekerja,” ujarnya.

Dinas PU membuktikan kinerjanya dengan membangun kanal banjir timur (KBT) sepanjang 23,57 km yang dapat mengatasi 16 dari 78 kawasan langganan banjir. “Terowongan penghubung KBT dengan kanal banjir barat (KBB) juga dibangun. Ini semua untuk mengendalikan banjir,” kata Ery.

Selain itu, pemprov juga melakukan rehabilitasi waduk, situ, dan membangun Waduk Pluit untuk mengendalikan banjir. Banjir, ujar Ery, merupakan fokus perhatian pemprov. Anggaran Rp1,677 triliun, kata Ery, disediakan pemprov untuk normalisasi sungai.

Pemprov juga terus berupaya mengatasi kemacetan di DKI. Kegiatan yang dilakukan antara lain menyelesaikan pembangunan jembatan Latuharhari, Genit,

Condet, serta jembatan Teluk Gong pada 2009. Pada 2010, pemprov akan merampungkan pembangunan fly-over di Bandengan dan Tubagus Angke. Pada 2012, ditargetkan fly-over Kampung Melayu-Tanah Abang dan Jalan Antasari-Blok M akan dibangun. Pembangunan infrastruktur itu salah satu cara untuk mengatasi kemacetan di Jakarta.

Selain banjir dan kemacetan, pemprov juga memperhatikan penyediaan ruang terbuka hijau (RTH),

perumahan, dan terus berupaya meminimalisasi penggunaan air sumur dalam (deep well).

Pemprov menargetkan RTH 13,9% di Kota Jakarta. Tiga tahun terakhir, pemprov menyediakan RTH di sembilan lokasi. Itu terdiri atas tiga lokasi dengan luas 56.363 m2 pada 2007, satu lokasi seluas 579 m2 pada 2008, dan lima lokasi dengan luas keseluruhan 103.315 m2 pada 2009. Pihak Pemprov juga akan merefungsionalisasi stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di 13 lokasi menjadi RTH sebagaimana fungsi semula. Pada 2007, dua SPBU sudah dikembalikan fungsinya sebagai RTH dan tahun depan 12 lokasi lagi.

Mengenai masalah perumahan, pemprov membuat dua program yakni pembangunan rumah susun sederhana sewa dan perbaikan kampung terpadu. Pada 2007 dibangun Rumah

Susun Marunda, Pinus Elok 1, Cakung Barat 1, dan Pulo Gebang 1. Pada 2008, 18 blok yang terdiri dari 1.659 unit dan tahun 2009 dibangun 14 blok dengan 1.350 unit.

Adapun program perbaikan kampung terpadu yaitu melalui proyek Muhammad Husni Thamrin (MHT). Pada 2007-2008 dilakukan di 20 kelurahan dan 111 rukun warga (RW). Namun, pemprov masih punya pekerjaan rumah, harus mengatasi 62 kawasan lain ditambah 106 lokasi genangan air di jalan-jalan arteri dan kolektor.

Antisipasi penurunan permukaan tanah juga menjadi perhatian pemprov. Pemprov dengan program zero deep well melarang penggunaan air tanah. Selain memperketat perizinan sumur, di kawasan tertentu seperti di kawasan industri Pulo Gadung tidak diperbolehkan lagi penggunaan air sumur dalam.

Rapor merahKinerja pemprov itu,

menurut anggota Komisi D DPRD DKI M Sanusi, hanya bisa diberi nilai lima atau rapor merah. “Kebijakan yang diambil Foke masih terlalu pragmatis dan tidak menyentuh permasalahan esensial yang dialami masyarakat seperti kemacetan, banjir, dan transportasi massal yang masih sangat buruk,” kata Sanusi dari Fraksi Partai Gerindra.

Dalam mengatasi banjir, ujar Sanusi, Foke seharusnya menuntaskan satu daerah dalam satu tahun. “Tahun pertama, daerah Jakarta Barat bebas banjir dan seterusnya,” ujarnya kesal.

Gubernur DKI Fauzi Bowo mengaku bertekad untuk terus berkarya membangun Jakarta semaksimal mungkin. “Kritik saya terima, tapi kalau dibilang banyak, katakan 1 juta orang dari 9,6 juta penduduk Jakarta, masih lebih banyak yang merasakan pembangunan yang tak mengkritik,” ujarnya. (Ssr/*/J-5)

Asni HarismiNesty Trioka Pamungkas

Mengaku bukan Ahli Segalanya

FOKE SEHARTiga tahun Foke menjabat gubernur g

keduanya sebagai

BANJIR KIRIMAN: Warga menggendong anaknya melintasi banjir di Kampung Melayu Kecil, Kelurahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta, Kamis (18/2).

GANTI PEJABAT: Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (tengah) mengganti Kepala Satpol PP dari Haryanto Badjuri (kanan) kepada Effendi Anas di Monas, Jakarta, beberapa waktu lalu.

MI/RAMDANI

KELUARGA Sriyono, warga RT 02 RW 04 Ke lurahan Cip i -nang Melayu, Ja-

karta Timur, sudah melupa-kan peristiwa miris yang menimpa mereka. Tapi, pe-ristiwa menikahkan anak di tengah banjir mungkin tak akan lekang dari ingatan se-panjang hayat di kandung badan.

Air setinggi 50 cm merendam tenda dan panggung, Sabtu (9/10). Pengantin harus digo-tong menuju pelaminan. Tamu undangan pun membuka se-patu, menyingkapkan rok dan celana, agar bisa menyalami pengantin.

Makanan untuk ratusan ha-nya dicicipi puluhan orang. “Saya kasihan sama Bu Sri-yono. Warga yang datang sa-ngat sedikit karena masih repot mengurusi rumah yang keban-jiran, ” kata Ketua RW 04 Irwan Kurniadi.

Banjir tersebut merupakan ketiga kali selama se-minggu di kawasan yang berbatasan de-ngan Kali Sunter itu. Banjir telah menjadi bagian d a r i k e h i -dupan war-ga Jakarta s e t i a p musim hujan.

Ibu Kota direndam air berjam-jam. Peristiwa ini selalu ber-dampak langsung pada kema-cetan Ibu Kota yang tanpa banjir pun sudah stagnan.

Setiap macet dan banjir me-landa, publik selalu ingat tag-line kampanye ‘Serahkan Ja-karta kepada Ahlinya’ yang memuluskan Fauzi Bowo men-jadi Gubernur DKI.

Meski tiga tahun terakhir Jakarta di tangan ahlinya, ban-jir, kemacetan, dan transportasi publik tetap menjadi masalah. Lantas, kapan sang ahli mampu menjawab masalah Ibu Kota?

Setelah dilantik menjadi Gu-bernur DKI menggantikan Sutiyoso pada 7 Oktober, Fauzi Bowo meluncurkan 19 program kerja tepat di Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2007. Saat itu, masyarakat melihat 19 program tersebut kurang realistis. Foke, demiki-an pang-g i l a n

Bang Kumis, diminta fokus ke banjir dan kemacetan.

Mengapa banjir? Karena banjir masalah paling potensial bagi Jakarta dalam tiga bulan ke depan. Pun, ternyata, banjir-lah bencana yang paling tidak bisa diatasi Pemprov DKI dari tahun ke tahun. Pada 2006, misalnya, 80% wilayah DKI terendam banjir.

Kinerja pasangan Fauzi Bo-wo-Prijanto selama tiga tahun dapat diukur dengan parame-ter sederhana. Parameter yang dimaksud pengamat perkotaan Trisakti, Yayat Supriyatna, ada-lah kenyataan dari janji yang diberikan pada kampanye pemilihan Guber-n u r D K I lalu.

Parameter pertama, ucap Yayat, menyambungkan janji kampanye pasangan Foke-Pri-janto dengan realisasi. “Seha-rusnya janji-janji diwujudkan dengan program kerja lima ta-hun ke depan. Kemudian dili-hat dengan realitas yang ada. Sudah sesuai, sejalan, dan se-laraskah dengan program ker-janya,” tanya Yayat.

Parameter kedua, respons masyarakat terhadap kondisi Ibu Kota dan sekitarnya. Ben-tuk respons masyarakat, menu-rutnya, dapat menunjukkan hasil yang didapat dari real-

Ery BasworoKepala Dinas PU DKI Jakarta

Kritikan setajam apa pun dari masyarakat, kami mengambil hikmahnya. Kritik itu tidak mengendurkan semangat kami.”