membangun sumber daya insani.doc
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Hidup memang penuh onak duri atau persoalan, baik pribadi sifatnya,
kelompok, maupun yang menyangkut seluruh penghuni dunia. Mulai dari soal
balita merokok, kemiskinan, harga sembako, ketenagakerjaan sampai soal
markus dan bank Century yang melahap uang rakyat dan negara sebesar 6,
7 triliun. Namun, meski dari hari ke ke hari persoalan itu semakin
mengkhawatirkan, cuma sedikit orang yang mau berfikir untuk
menghadapinya, kebanyakan lainnya sibuk dengan urusan mencari nafkah
dan kebutuhan hidup serta penghidupan.
Keasyikan bergelut dengan masalah sehari-hari membuat kita lupa,
bahwa persoalan yang bagi kita penting, mungkin juga penting bagi orang lain
terlupakan. Kecuali, bahwa kita ingin menyelesaikannya sendiri. Artinya, kita
menjadikannya sebagai suatu persoalan yang terisolir. Memang, pada
umumnya masyarakat bertindak demikian. Masalah pribadi diselesaikan
secara pribadi pula. Ini memang bagian dari mitos yang berlaku dalam
kehidupan kita. Tetapi, masyarakat telah berkembang, menjadi lebih
kompleks, multi dimensional dari pada yang kita percayai. Apalagi sekarang
kita paranoid dengan penerapan ACFTA (Asean China Free Trade
Agreement) diperkirakan berdampak negatif terhadap beberapa sector
industry, seperti penurunan utilisasi dan/ atau penutupan perusahaan, dan
akhirnya terjadi pemutusan hubungan kerja secara massal.
2
Masalah sumber daya manusia dalam perusahaan, bukan hanya
masalah perusahaan atau tanggung jawab perusahaan, tetapi juga
merupakan tanggung jawab pemerintah, dan serikat pekerja/ buruh, termasuk
pekerja itu sendiri. Masalah yang perlu mendapatkan perhatian yang serius
mengenai hubungan industrial. Hubungan industrial ini perlu dibangun agar
para pekerja/ buruh dan serikat pekerja / serkat buruh mempunyai fungsi
menjalankan pekerjaan, ketertiban , demokratis, dan mempunyai ketrampilan
dan keahlian. Semua ini dapat dilaksanakan dengan cara membangun
sumber daya manusia secara insani.
Sumber daya menyangkut factor produksi terdiri atas tanah, tenaga
kerja, dan modal yang dipakai dalam kegiatan ekonomi untuk menghasilkan
barang, jasa, serta mendistribusikannya.1 Sumber daya merupakan bahan
atau keadaan yang dapat digunakan manusia untuk memenuhi keperluan
hidupnya. Sumber daya adalah segala sesuatu, baik yang berwujud maupun
yang tidak berwujud, yang digunakan untuk mencapai hasil, masalah
peralatan, sediaan, waktu dan tenaga kerja.
Sumber daya manusia merupakan potensi manusia yang dapat
dikembangkan untuk proses produksi. Sumber daya manusia merupakan
masalah perusahaan yang paling penting, karena dengan sumber daya
manusia menyebabkan sumber daya yang lain dalam perusahaan dapat
berfungsi atau dijalankan.2 Di sisi lain, sumber daya manusia dapat
menciptakan efesiensi, efektifitas dan produktifitas perusahaan.
1 Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hal. 381.
2 Vetrihzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Rajawali Pers, 2008, Jakarta, hal. 2.
3
Sumber daya manusia adalah seseorang yang siap, mau dan mampu
memberi sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan organisasi (the
people who are ready willing able to countribute to organizational goals). Di
samping itu, sumber daya manusia merupakan salah satu unsur masukan
(input) yang bersama dengan unsur lainnya, seperti: modal, bahan, mesin
dam metode/ teknologi diubah melalui proses manajemen menjadi keluaran
(output) berupa barang dan atau jasa dalam usaha mencapai tujuan
perusahaan.
Sumber daya insani merupakan istilah lain dari sumber daya manusia.
Kata insani berarti bersifat atau menyangkut manusia, kemanusiaan atau
manusiawi. Dengan cara kemanusiaan dan memanusiakan manusia, sumber
daya manusia dapat dikelola secara baik dan professional agar dapat tercipta
keseimbangan antara kebutuhan sumber daya manusia dengan tuntutan
serta kemajuan bisnis perusahaan. Keseimbangan tersebut dapat terjadi
dengan cara memanusiakan manusia. Keseimbangan tersebut merupakan
kunci sukses utama bagi perusahaan agar dapat berkembang dan tumbuh
secara produktif dan wajar.
Perkembangan bisnis perusahaan sangat tergantung pada prouktifitas
tenaga kerja yang ada di perusahaan, firman Allah SWT, dalam Surah
Yunus (10):36 menyatakan: “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti
kecuali persangkaan saja, sesungguhnya Allah maha Mengetahui atas yang
mereka kerjakan”. Sesuatu yang diperoleh dengan prasangka sama sekali
tidak bisa menggantikan sesuatu yang diperoleh dengan upaya sungguh-
sungguh dan kehendak Allah SWT. Hal ini kita lanjutkan dalam firman Allah
SWT., dalam Surah Al-Anfaal (8):23 menyatakan: “Kalau sekiranya Allah
4
mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka
dapat mendengar, dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar,
niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari
apa yang mereka dengar itu)”
Hubungan industrial merupakan tata kehidupan dan tata pergaulan di
tempat kerja. Hubungan industrial harus dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hubungan industrial harus
dilaksanakan secara harmonis, dinamis, berkeadilan dan berbudaya.
Terwujudnya ketenangan industrial, ketenangan bekerja, ketenangan
berusaha, diperlukan dalam rangka stabilitas produksi. Hal tersebut dapat
terwujud apabila hak dan kewajiban para pihak terpenuhi. Di sisi lain, perlu
adanya peningkatan kesejahteraan pekerja, produktivitas, dan kemajuan
usaha. Selain itu, apabila terjadi perselisihan diselesaikan secara
musyawarah mufakat. Ini semua harus dilaksanakan dalam rangka
mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, bermartabat dan
berbudaya. Hubungan ini bisa terjadi apabila dilaksanakan dengan cara
insani, memanusiakan manusia, menghargai manusia, dan saling
menghormati.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka
dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikutr :
1) Bagaimana melaksanakan hubungan industrial secara insani pada
perusahaan ?
5
2) Bagaimana prinsip-prinsip hukum dalam penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang berbudaya ?
1.3. Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui, memahami dan menemukan terhadap
pelaksanaan hubungan industrial secara insani di bidang
ketenagakerjaan pada perusahaan.
2) Untuk memahami dan menemukan prinsip-prinsip hukum dalam
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berbudaya di
bidang ketenagakerjaan pada perusahaan.
1.4. Manfaat Penelitian
1) Secara teoritis, menemukan pelaksanaan hubungan industrial
secara insani, yang hasilnya dapat digunakan untuk
mengembangan ilmu pengetahuan dan menambah bahan
kepustakaan yang ada di bidang hukum ketenagakerjaan,
khususnya dalam bidang penyelesaian perselisihan hubungan
industrial pada perusahaan.
2) Secara praktis, dapat digunakan sebagai bahan atau pedoman
dalam menyelesaikan perselisihan penyelesaian hubungan
industrial secara insani, yang berbudaya dan bermartabat, baik
dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial karena hak,
kepentingan, pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan atar
serikat pekerja/serikat buruh pada perusahaan.
6
1.5.Tinjauan Pustaka
1) Prinsip-prinsip Hukum
Prinsip-prinsip huikum merupakan fondasi suatu undang-undang dan
peraturan pelaksanaannya. Dalam setiap peraturan perundang-undangan
yang dibuat selalu didasari sejumlah asas atau prinsip.3 Mengenai asas
hukum ini, Sudikno Mertokusumo mengatakan sebagai berikut :
“…bahwa asas hukum bukan merupakan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang pengaturan konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum. Hal ini terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau cirri-ciri yang umum dalam peraturan konkrit tersebut”.4
Satjipto Rahardjo menegaskan bahwa”asas hukum bukan peraturan
hukum, namun tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-
asas hukum yang ada di dalamnya. Karena asas hukum ini member makna
etis kepada peraturan hukum serta tata hukum”.5 Di sisi lain, beliau
mengibaratkan asas huikum sebagai “jantung” peraturan hukum atas dasar
dua alasan. Pertama, asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi
lahirnya sebuah peraturan hukum. Ini berarti penerapan peraturan-peraturan
hukum itu bisa dikembalikan kirepada asas hukum. Kedua, karena asas
hukum mengandung tuntutan etis, maka asas hukum diibaratkan sebagai
“jembatan” antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita social dan
3 ? Wojowasito, Kamus bahasa Indonesia, Shinta Dharma, Bandung, 1972, kata prinsip adalah sinonim kata asas. Asas adalah dasar atau alas (an).
4 ? Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1989, hal. 5-6.
5 ? Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986, hal. 87.
7
pandangan etis masyarakatnya.6 Sifat abstrak yang dimiliki oleh asas hukum
itu, membuat asas hukum itu tidak dituangkan dalam peraturan atau pasal
yang konkrit. Asas hukum dapat membentuk sistem hukum.
Sistem adalah himpunan unsur (elements) yang saling mempengaruhi,
untuk mana hukumj tertentu menjadi berlaku. Adapun komponen-komponen
sistem itu meliputi komponen jiwa bangsa, structur, substansi, dan budaya
hukum. Jiwa identik dengan hidup, terjelma sebagai dorongan perasaan, dan
naluri. Dalam naluri bermaknalah kelakuan manusia. Struktur berkenaan
dengan struktur hukum, yaitu, adanya badan-badan yang membentuk hukum.
Substansi adalah produk hukum dari komponen structural, apabila tertulis
disebut undang-undang, dan apabila tidak tertulis disebut kebiasaan. Budaya
hukum adalah sikap-sikap beserta nilai-nilai yang dipegang oleh anggota-
anggota masyarakat terhadap hukum positif atau kebiasaan perilaku orang
untuk mematuhi peraturan-peraturan hukum positif, baik itu peraturan hukum
berupa undang-undang maupun kebiasaan.
2) Penyelesaian Perselisihan
Perselisihan adalah persengketaan tentang sesuatu hubungan hukum
(perdata) yang terjadi di antara dua pihak atau lebih, dikarenakan hubungan
hukum (perikatan) tidak terlaksana dengan baik atau tidak sesuai dengan
kesepakatan yang telah dibuat di antara mereka.7 Adanya perselisihan dapat
menimbulkan perbantahan atau pertengkaran dan atau menjadi perkara,
yang kemudian diselesaikan dengan perdamaian di luar pengadilan atau di
6 ? Ibid., hal. 85.
7 ? Hilman Hadikusuma, Hukum Perekonomian Adat Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 175.
8
muka pengadilan atau dilanjutkan menjadi perkara di hadapan hakim.
Berdamai adalah selama perkara tersebut sedang diperiksa dan perdamaian
dilakukan di depan hakim. Menurut ketentuan Pasal 130 Ayat 1 HIR, hakim
sebelum memeriksa perkara perdata harus berusaha untuk mendamaikan
kedua belah pihak. Usaha perdamaian itu dapat dilakukan sepanjang proses
berjalan. Peranan hakim dalam usaha menyelesaikan perkara tersebut
secara damai adalah sangat penting. Putusan perdamaian mempunyai arti
yang sangat baik bagi masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi orang
yang mencari keadilan. Sengketa selesai sama sekali, penyelesaiannya cepat
dan ongkosnya ringan, selain daripada itu permusuhan antara kedua belah
pihak yang berperkara menjadi berkurang. Hal ini jauh lebih baik daripada
apabila perkara sampai diputus dengan suatu putusan biasa, di mana
terdapat salah satu pihak yang dikalahkan dan ada salah satu pihak yang
dimenangkan.
Dalam masyarakat penyelesaian perselisihan ini masih berlaku dalam
bentuk penyelesaian perselisihan secara damai dengan musyawarah
mufakat. Artinya bahwa jika terjadi perselisihan di antara warga yang satu
dan warga yang lain, maka perselisihan itu harus diselesaikan dengan
musyawarah (perundingan) yang baik di antara mereka, dan jika sudah ada
kesepakatan antara yang satu dan yang lain, maka para pihak yang
bersangkutan wajib melaksanakan dan menaatinya.
3) Musyawarah Mufakat
Hidup bermasyarakat berarti mengakui eksistensi orang lain. Mengakui
eksistensi orang lain berarti harus menyadari bahwa ia tidak dapat berbuat
semauanya sendiri. Ia tidak dapat berbuat bebas tanpa batas. Ia hidup
9
dibatasi oleh berbagai factor, yaitu, dirinya sendiri, orang lain, alam sekitarnya
dan Tuhan. Dalam hidup bermasyarakat di situ terdapat hukum. Ibi societas,
ibi ius. Hidup bermasyarakat berarti harus bersedia memandang orang lain
sebagai dirinya sendiri. Dengan cara demikian orang dapat saling
bertenggang rasa, saling menghargai dan menghormati, saling mengingatkan
jika terjadi kesalahan.8 Hal inilah yang terjadi dalam tata cara kehidupan
bermasyarakat yang mengakui dan menghargai serta melakukan pola hidup
tersebut.
Pola hidup musyawarah mufakat merupakan budaya bangsa
Indonesia. Pola hidup ini dituangkan dalam sila keempat Pancasila, yaitu,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan. Tujuan kerakyatan adalah mrencapai mufakat.
Caranya adalah musyawarah dengan penuh kebijaksanaan. Bermusyawarah
penuh kebijaksanaan berarti bermoral karena kebijakan atau kebijaksanaan
itu sendiri merupakan salah satu cirri perbuatan moral yang saleh.9 Orang
saleh atau bermoral itu mempunyai empat cirri pokok, yaitu, kebijakan,
kewiraan, kepatuhan, dan keadilan. Segala sesuatu yang diputuskan sebagai
hasil musyawarah adalah bernilai etik atau bermoral, karena didasarkan atas
hikmah kebijaksanaan.
4) Kesepakatan
Kesepakatan merupakan asas dalam perjanjian. Kesepakatan adalah
hasil dari musywarah mufakat. Sepakat mereka yang mengikatkan diri adalah
8 ? Sunoto, Mengenal Filsafat Pancasila, Pendekatan Melalui Metafisika, Logika, Etika, Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta, 1982, hal. 103.
9 ? Ibid.,
10
asas esensial dari hukum perjanjian.10 Azas ini dinamakan juga azas otonomi
konsensualisme yang menentukan adanya perjanjian. Azas ini terdapat
dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya
disinghkat KUH Perdata), yang mengandung arti kemauan para pihak untuk
saling berpartisipasi ada kemauan untuk saling mengikatkan diri. Kemauan ini
membangkitkan kepercayaan bahwa perjanjian itu dipenuhi, bahwa hasil
musyawarah mufakat itu dilaksanakan. Azas kepercayaan ini merupakan nilai
ertis yang bersumber pada moral. Eggens mengatakan bahwa manusia
terhormat akan memelihara janjinya.11
5) Perdamaian
Perdamaian adalah suatu kesepakatan di antara beberapa pihak yang
saling bertentangan dalam sesuatu urusan yang telah mengganggu
keseimbangan di antara mereka agar keseimbangan itu dapat dipulihkan
kembali. Perdamaian tidak saja terjadi dalam hubungan social budaya, tetapi
juga dalam hubungan-hubungan hukum yang menyangkut kebendaan dan
perekonomian. Dalam Pasal 1851 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
dinyatakan bahwa :
“Perdamaian adalah suatu persetujuan dengan mana kedua pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara. Persetujuan ini tidak sah, melainkan jika dibuat secara tertulis”.
Menciptakan perdamaian jelas berhubungan atau berkaitan dengan
upaya mengurangi kekerasan ( pengobatan ) dan menghindari kekerasan
10 ? Mariam Darus Badrulzaman, et. al., Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 83.
11 ? Ibid.,
11
(pencegahan). Johan Geltung menyatakan bahwa “Perdamaian adalah tidak
adanya / berkurangnya segala jenis kekerasan. Perdamaian adalah
transformasi konflik kreatif non kekerasan ”.12 Perdamaian terdapat beraneka
ragam, antara lain perdamaian negative dan perdamaian positif. Johan
Geltung juga membagi perdamaian menjadi “perdamaian negative dan
perdamaian positif. Perdamaian negative adalah tidak adanya segala jenis
kekerasan. Perdamaian positif adalah kebaikan verbal dan fisik, baik bagi
tubuh, pikiran dan jiwa diri dan orang lain ditujukan untuk semua kebutuhan
dasar, kelangsungan hidup, kesejahteraan, kebebasan dan identitas. Cinta
adalah lambing dari ini, pernyataan tubuh, pikiran dan jiwa.13 Perdamaian
adalah apa yang kita miliki ketika transformasi konflik yang kreatif
berlangsung secara tanpa kekerasan. Dengan demikian, perdamaian dilihat
sebagai sebuah karakteristik sistem, sebuah konteks yang dengannya hal-hal
tertentu dapat terjadi secara khusus. Perdamaian adalah sebuah saran yang
revolusioner. Bukan hanya memerlukan satu kultur perdamaian, namun juga
adanya satu struktur perdamaian. Kedua karakteristik sistem perdamaian ini
membentuk para actor secara tanpa kekerasan dan secara kreatif, dan begitu
pula sebaliknya. Hanya orang-orang yang trampil dalam bernegosiasi yang
dapat melakukan perdamaian. Ketrampilan yang dimiliki orang-orang tersebut
berupa pengetahuan praktis + imajinasi + kasih sayang + kegigihan. Ini
adalah kunci dalam melaksanakan perdamaian. Ketrampilan ini harus
12 ? Johan Geltung, Studi Perdamaian, Perdamaian dan Konflik Pembangunan dan Peradaban, Pustaka Eureka, Surabaya, 1996, hal. 21.
13 ? Ibid., hal. 71
12
dibangun dalam rangka melaksanakan hubungan industrial pada
perusahaan.
6) Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Hubungan industrial harus dilaksanakan secara harmonis, dinamis,
dan berkeadilan sesuai nilai-nilai Pancasila. Masalah perselisihan dalam
hubungan industrial harus diselesaikan dengan cepat, tepat, adil dan murah.
Penyelesaian yang terbaik dalam hubungan industrial dilakukan secara
musyawarah mufakat tanpa ikut campur pihak lain. Menurut Lalu Husni,
bahwa “ penyelesaian perselisihan secara musyawarah mufakat dapat
menekan biaya, hemat waktu, dan cepat. Pernyelesaian musyawarah
mufakat dilakukan dengan cara perundingan atau negosiasi. Penyelesaian
perselisihan ini dilakukan oleh para pihak dengan tanpa melibatkan pihak lain
dengan tujuan mencari kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang
harmonis dan kreatif.14 Penyelesaian semacam ini dilakukan dengan
menggunakan proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi
atau menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak
dengan pihak lainnya, Penyelesaian semacam ini dilakukan secara damai
dengan melalui perundingan antara para pihak yang bersengketa.
Perundingan untuk mencari penyelesaian secara musyawarah unytuk
mencapai mufakat yang dilakukan oleh para pihak harus dilakukan dengan
membuat kesepakatan yang ditandatangani oleh para pihak yang
bersengketa. Kesepakatan ini dituangkan dalam bentuk perjanjian, yaitu,
14 ? Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan Di Luar Pengadilan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 53.
13
perjanjian para pihak yang bersifat mengikat dan menjadi hukum serta wajib
dilaksanakan.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial diatur dalam Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial. Undang-undang ini mengatur penyelesaian perselisihan hubungan
industrial di luar pengadilan dan pengadilan. Penyelesaian perselisihan
hubungan industrial di luar pengadilan dapat diselesaikan melalui
perundingan bipartite, melalui mediator, konsiliator dan arbitrase. Cara-cara
penyelesaian perselisihan ini harus dilakukan sebelum dilanjutkan
penyelesaian melalui pengadilan. Penyelesaian melalui pengadilan hubungan
industrial dilakukan sebagai upaya terakhir, apabila upaya-upaya
penyelesaian di luar pengadilan tidak berhasil. Penyelesaian perselisihan
yang terbaik adalah penyelesaian oleh para pihak yang berselisih, sehingga
dapat diperoleh hasil yang menguntungkan kedua belah pihak. Penyelesaian
bipartite ini dilakukan melalui musyawarah mufakat oleh para pihak tanpa
dicampuri oleh pihak manapun, inilah bentuk penyelesaian yang harus
diterapkan karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia.
1.6. Metode Penelitian
1) Pendekatan Masalah
Penelitian dan penulisan hukum ini merupakan penelitian hukum
normative.15 Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan
15 ? Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, 1990, hal. 14-15., menyatakan “ penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka dapat dinamakan penelitian hukum normative atau penelitian hukum kepustakaan.
14
(stauta approach). Peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
2) Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan berasal dari studi kepustakaan
(library research). Sumber bahan hukum yang utama di bidang hukum acara
perdata, khususnya di bidang penyelesaian perselisihan hubungan industrial
di bidang ketenagakerjaan, yang dilakukan dengan cara-cara atau
mekanisme yang berbudaya Sumber bahan hukum berasal dari bahan hukul
primair, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier16. Bahan hukum
primair berupa peraturan perundang-undangan sesuai dengan jenis dan
hirarki peraruran perundang-undangan sesuai Pasal 7 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan dan undang-undang peninggalan zaman penjajahan kolonial
Belanda berupa Herzien Inlandch Reglement. Sumber bahan hukum
sekunder berasal dari karya-karya ilmiah, hasil penelitian, dan literatur-
literatur. Sumber bahan hukum tersier berupa kamus hukum.
3) Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
Bahan hukum yang berasal dari kepustakaan diinventarisasi dan
didukomentasikan sesuai dengan permasalahan yang ada, sesuai dengan
16 ? Ibid., hal. 16
15
bab dan sub bab yang ada, dan sesuai dengan masalah yang dikaji atau
diteliti. Bahan hukum dikumpulkan dengan cara pencatatan, foto kopi dan
pengadaan literature. Hasil bahan hukum yang dikumpulkan, kemudian
dipilah-pilahkan sesuai dengan bab dan sub bab-sub bab yang ada, dan
sesuai dengan rumusan masalah yang dikaji atau diteliti.
4) Analisis Bahan Hukum
Bahan hukum yang terkumpul dianalisis secara kualitatif, karena
bahan hukum berupa dokumen atau bahan hukum kepustakaan (doktrinal).
Bahan hukum yang berasal dari studi kepustakaan ini, kemudian dianalisis
secara sistematis, runtun, dan runtut dengan menggunakan logika hukum.
Hasil ini kemudian dideskripsikan secara dekduktif, untuk memperoleh
jawaban sesuai rumusan masalah atau masalah yang ada dan/atau sesuai
dengan bab dan sub bab-sub bab yang, dikaji atau diteliti.
1.7. Pertanggungajawaban Sistematika
Penelitian dan penulisan hukum ini terdiri dari 2 (dua) bab isi. Bab isi ini
merupakan jawaban terhadap permasalahan yang dikaji atau diteliti.
Sistematika penelitian dan penulisan hukum ini dimulai dengan pemaparan
bab satu. Bab satu mengenai pendahuluan, terdiri dari uraian mengenai
situasi-situasi mengenai latar belakang masalah, yang dapat menimbulkan
rumusan masalah. Di sisi lain, bab ini juga menguraikan mengenai tunjuan
penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan metode penelitian.
Metode penelitian ini menguraikan mengenai pendekatan masalah, sumber
bahan hukum, prosedur pengumpulan bahan hukum, dan analisis bahan
hukum. Bab ini diakhiri dengan pertanggungjawaban sistematika yang
16
menguraikan mengenai alasan-alasan dalam menempatkan bab dan sub
yang ada dalam daftar isi.
Bab dua tentang pelaksanaan hubungan industrial secara insani di
perusahaan, yang menguraikan mengenai membangun sumber daya insani
di perusahaan dan implementasi hubungan industrial secara insa di
perusahaan. Hasil dari pembahasan ini merupakan jawaban terhadap
permasalahan pertama, dan juga hasil pembahasan ini digunakan sebagai
landasan filisofis dan yuridis dalam menyelesaikan dan/atau menjawab
permasalahan kedua dan menyelesaikan pembahasan bab ketiga dan
keempat.
Bab ketiga tentang pelaksanaan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang berbudaya, yang menguraikan mengenai karakteristik
penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan implementasi
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berbudaya. Hasil dari
pembahasan ini merupakan jawaban terhadap permasalahan kedua dan
permasalahan yang terdapat dalam judul penelitian dan penulisan hukum ini.
Bab keempat tentang penutup, berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan
pertama merupakan intisari dari hasil pembahasan bab kedua, dan
kesimpulan kedua merupakan intisari terhadap hasil pembahasan bab ketiga.
Dari hasil kesimpulan pertama ditarik saran pertama, dan dari hasil
kesimpulan kedua ditarik saran kedua, yang semuanya merupakan satu
kesatuan dalam peneltian dan penulisan hukum ini.
17
BAB II
PELAKSANAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SECARA INSANI DI PERUSAHAAN
2.1. Membangun Sumber Daya Insani Dalam Perusahaan Lengeveld menjelaskan bahwa “manusia itu mempunyai tubuh dan
jiwa dan ia pun mempunyai kehidupan batin. Yang terakhir ini melingkupi
segala apa yang dipikirkannya, dirasakannya, diingatnya, direka-reka,
dihayalkan atau dimimpikannya, apa yang dialaminya sebagai perangsang,
cita-citanya dan tujuan kemanusiaannya”.17 Scheler memandang jiwa identik
dengan hidup.18 Prinsip jiwa itu dalam bentuknya yang paling sederhana
terjelma sebagai dorongan perasaan yang sekali-kali tiada mengandung
kesadaran. Dorongan itu pun terdapat di mana-mana, di mana ada hidup, jadi
di dalam manusia juga. Rupa jiwa yang kedua dan lebih tinggi adalah naluri.
Dalam naluri bermaknalah kelakuan manusia dengan cara yang selalu
menuruti irama, yang merupakan bawaan, sedangkan kelakuan itu pun
bernilai pula untuk jenis makhluk hidup yang bersangkutan itu. Scheler juga
berkata “akan tetapi suasana mengenai adanya keadaan mutlak untuk yang
berpikir dalam kesadarannya itu termasuk hakekat manusia dan bersama-
sama kesadaran diri, kesadaran dunia, bahasa dan budi, ia merupakan
struktur yang tidak terpecah-pecah.19 Dunia jiwa adalah pikiran dan nilai.
17 ? Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 6
18 ? Ibid.,
19 ? Ibid., hal. 7
18
Dengan demikian, membangun manusia harus dilakukan dengan
membangun kedasaran akan kediriannya dan kemampuannya. Dari kedua
pendapat ini dapat disimpulkan :
“Bentuk-bentuk kehidupan jiwa manusia adalah sebagai berikut :a. Adanya dorongan perasaan;b. Insting atau naluri;c. Pembiasaan perilaku;d. Kecerdasan praktise. Pikiran untuk membebaskan diri dari determinasi alam;f. Pikiran untuk bekerja sama dengan alam demi kebahagiaan hidup.
Sumber daya insani dibangun pertama kali dengan diturunkannya
Surah Alaq. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Dan Penyayang,
“ Bacalah dengan ( menyebut ) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang
Maha Mulia yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan
manusia apa yang tidak diketahuinya …“. Ayat tersebut menunjukan posisi
membaca adalah sangat penting bagi manusia. Membaca adalah awal mula
suatu perintah untuk mengenal dan berpikir tentang eksistensi diri serta
Tuhan sebagai pencipta. Membaca merupakan sarana pembangunan
imajinasi atau mind manusia. Namun, membaca tersebut harus dilakukan
dengan iman dan ikhlas. Kata iman ini karena, membaca harus dengan
menyebut nama Tuhan, karena Tuhanlah yang menciptakan. Tuhan
menciptakan manusia dari segumpal darah. Tuhan maha Mulia, dan yang
mengajar manusia dengan pena. Tuhan yang mengajarkan manusia terhadap
apa yang tidak diketahuinya. Karena itu, membaca harus dilakukan dengan
ikhlas, tidak ada paksaan dan tekanan, tetapi semata-mata demi Allah SWT.
Hal ini karena posisi manusia sebagai hamba Allah yang berkewajiban hanya
beribadah kepada-Nya. Posisi manusia tersebut seperti diterangkan dalam
19
Surah Al-Dzariyat (5):56, menerangkan “Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. Hal ini memberikan
konsekkuensi bahwa apa pun aktifitas kita sebagai manusia, harus
senantiasa dalam kori dor aturan yang telah Allah tentukan. Berkaitan dengan
ini, Allah telah memerintahkan dalam Surah Al-An`am (6):162, menyatakan
“Katakanlah, sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam “. Apabila science diteruskan,
maka akan diketahui hokum alam atau ketetapan Tuhan. Apabila hukum alam
dilanjutkan, maka yang terlihat dan/atau tersurat dan tersirat adalah sifat-sifat
Tuhan atau Asmaul Husna. HR Tirmidzi menyatakan “ Barang siapa yang ke
luar rumah untuk belajar satu bab dari ilmu pengetahuan, maka ia telah
berjalan fisabilillah sampai ia kembali ke rumahnya “.
Penekanan pentingnya berpikir serta belajar ini sangat dimuliakan
oleh Allah. Selain predikat keutamaan, bagi manusia serta yang terus
menerus berpikir tentang hakikat penciptaannya di muka bumi, yang hamper
disebutkan Allah hampir di setiap ayat-Nya. Keutamaan manusia yang
lainnya adalah ia mampu menyelamatkan dirinya, juga sesamanya, dari
lembah kehancuran. Ia pun mampu mendorong manusia pada kemajuan
peradaban. Dengan demikian, Anda akan menjadi manusia yang selalu
memanusiakan manusia, yang biasa dinamakan dengan sumber daya insani,
yang selalu membaca, berpikir, dan selalu terus menerus menyempurnakan
segala sesuatunya.
Begitu banyak orang terperangkap di dalam kesibukan hariannya dan
merasa telah bekerja keras. Namun, sebenarnya, mereka tidak ke mana-
mana, karena tidak ada tujuan yang jelas, sehingga yang dilakukan hanyalah
20
menghabuskan hari-hari dengan bekerja atau melakukan tugas saja.
Mengapa hal itu bias terjadi ? Salah satu penyebab utamanya karena tidak
ada visi dan keyakinan diri. Akibatnya, tidak ada tujuan yang jelas dalam
hidup mereka. Oleh karena itu, dengan membangun sumber daya insani
diharapkan dapat menciptakan efisiensi, efektifitas dan produktifitas
perusahaan. Melalui sumber daya insani yang efektif mengharuskan manajer
atau pimpinan untuk menemukan cara terbaik dalam mendayagunakan
orang-orang yang ada dalam lingkungan perusahaannya agar tujuan-tujuan
yang diinginkan dapat tercapai. Oleh karena itu, dalam era globalisasi dan
abad milinium ini salah satu persoalan yang penting perlu diperbaiki adalah
kualitas sumberdaya insane dalam perusahaan yang terlibat dalam
persaingan global serta secara makro, yaitu, perbaikan angkatan kerja dalam
skala nasional.
Alasan utama perbaikan kualitas sumber daya insani dalam
perusahaan terutama karena peran strategis sumber daya insani sebagai
pelaksana dari fungsi-fungsi perusahaan, yaitu: perencanaan,
pengorganisasian, pembagian tugas / personality, kepemimpinan,
pengendalian dan pengawasan serta sebagai pelaksana operasional
perusahaan.20 Berhasil atau gagalnya pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut
sangat tergantung pada sejauh mana kualitas sumber daya insaninya.
Dengan demikian, jelas betapa pentingnya peran strategis pengembangan
dan peningkatan kualitas sumber daya insane dalam perusahaan yang terus
berkembang sejalan dengan tuntutan era globalisasi. Dengan demikian, jelas
20 Veithzal Rivai, Islamic Human Capital Dan Teori dan Praktek Manajemen Sumber Daya Islami, Raga Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hal. 11.
21
sumber daya insani dan perusahaan yang berlualitas akan sangat
menentukan maju mundurnya bisnis perusahaan di masa mendatang.
Tanpa adanya unsur insani dalam perusahaan, tidak mungkin
perusahaan tersebut dapat bergerak dan berjalan menuju apa yang
diinginkan. Dengan demikian, sumberdaya insani adalah seseorang yang
siap, mau dan mampu memberi sumbangan terhadap usaha pencapaian
organisasi (the people who ready, willing able to contribute to organizational
goals). Di sisi lain, sumber daya insani merupakan salah satu unsure
masukan (input) ysng bersama dengan unsure lainnya seperti modal, mesin,
dan metode/teknologi diubah melalui proses manajemen menjadi keluaran
(output) berupa barang dan atau jasa dalam usaha mencapa tujuan
perusahaan. Sumber daya insani perlu dikelola secara baik dan professional
agar dapat tercipta keseimbangan antara kebutuhan sumber daya insani
dengan tuntutan serta kemajuan bisnis perusahaan. Keseimbangan tersebut
merupakan kunci sukses utama bagi perusahaan agar dapat berkembang
dan tumbuh secara produktif dan wajar. Perkembangan bisnis perusahaan
sangat tergantung pada produktifitas tenaga kerja yang ada diperusahaan.
Hal ini sebagaimana firman Allah SWT., dalam Surah Yunus
(10):36,“menyatakan: “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali
persangkaan saja, sesungguhnya Allah maha Mengetahui atas yang mereka
kerjakan”. Sesuatu yang diperoleh dengan prasangka sama sekali tidak bias
menggantikan sesuatu yang diperoleh dengan upaya sungguh-sungguh dan
kehendak Allah SWT.
Bila pengelolaan sumber daya insani dapat dilaksanakan secara
professional, diharapkan sumber daya insani dapat bekerja secara efisien,
22
efektif dan produktif. Pengelolaan sumber daya insani secara professional ini
harus dimulai sejak perekrutan, seleksi, pengklasifikasian, penempatan
sesuai dengan kemampuan (komptensi), pelatihan dan pengembangan
karirnya. Alangka janggalnya, jika dalam perusahaan banyak sumber daya
insani yang sesungguhnya secara potensial memiliki kemampuan tinggi,
tetapi tidak memiliki kemampuan untuk berprestasi dan bekerja. Berdasarkan
uraian tersebut, maka tujuan akhir yang ingin dicapai dalam mengelola
sumber daya insani pada dasarnya adalah:
1. Peningkatan efisiensi2. Peningkatan efektivitas3. Peningkatan produktifitas4. Rendahnya tingkat perpindahan pekerja5. Rendahnya tingkat absensi6. Tingginya kepuasan kerja pekerja7. Tingginya kualitas pelayanan8. Rendahnya complain dari pelanggan9. Meningkatnya bisnis perusahaan.
Dalam mencapai tujuan akhir tersebut di atas, secara bertahap perlu
mencapai sumber daya insani yang memenuhi syarat dan dapat
menyesuaiakan diri dengan perusahaan melalui perencanaan sumber daya
manusia, rekrutmen, seleksi dan induksi. Sumber daya insani yang
memenuhi syarat dengan ketrampilan, keahlian dan pengetahuan yang
sesuai dengan perkembangan melalui pelatihan dan pengembangan karir. Di
sisi lain, diperlukan sumber daya insani yang memenuhi syarat bersedia
bekerja sebaik mungkin melalui motivasi, penilaian kerja, dan pemberian
hadiah dan hukuman (reward and punishment). Di samping itu, untuk
mencapai tujuan akhir diperlukan sumber daya insani yang memenuhi syarat
berdedikasi terhadap perusahaan yang luas terhadap pekerjaannya melalui
23
kesejahteraan (kompensasi), lingkungan kerja yang sehat, aman, dan
hubungan industrial yang baik.
2.2. Implementasi Hubungan Industrial Secara Insani Di Perusahaan
Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan memberikan pengertian “ Hubungan industrial adalah suatu
system hubungan yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi
barang dan/ atau jasa yang terdiri unsure pengusaha, pekerja/buruh, dan
pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Taun 1945 “. Hubungan industrial sebagai
suatu system hubungan, maka pelaksanaannya merupakan satu kesatuan,
tidak terputus-putus dan berkelanjutan. Sistem merupakan perangkat unsur
yang secara teratur saling berkaitan, sehingga membentuk suatu totalitas.
Untuk adanya hubungan industrial yang totalitas diperlukan hubungan kerja
yang komprehensif.
Hubungan kerja merupakan ikatan kerja sama antar semua pihak
yang berada dalam proses produksi di suatu perusahaan. Penerapan
hubungan kerja merupakan perwujudan dan pengakuan atas hak dan
kewajiban pekerja sebagai partner pengusaha yang menjamin kelangsungan
dan keberhasilan perusahaan. Semua pihak, baik pengusaha, pekerja dan
pemerintah pada dasarnya mempunyai kepentingan atas keberhasilan dan
keberlanjutan perusahaan. Sering terdapat pandangan yang kurang tepat,
seolah-olah hanya pengusaha dan pemilik modal yang mempunyai
kepentingan atas perusahaan. Perusahaan merupakan sumber penghasilan,
tatangan, kesempatan, dan harga diri bagi pengusaha. Demikian pula bagi
24
pekerja/buruh, perusahaan merupakan sumber penghasilan dan kesempatan
untuk mengembangkan diri. H.R. Muslim menyatakan bahwa:“ Siapa yang
ingin rezekinya dilapangkan Allah atau usianya ingin dipanjangkan, maka
hendaklah ia mengembangkan silahturahmi”.
Pengusaha dan pekerja/buruh mempunyai kepentingan yang sama
atas kelangsungan dan keberhasilan perusahaan. Atas dasar persamaan
kepentingan tersebut, maka saran-saran dan pendapat pekerja/buruh untuk
membangun perusahaan perlu didengar. Demikian pula dalam berbagai
tingkat pengambilan keputusan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat
buruh perlu diikutsertakan. Didorong oleh adanya kepentingan yang sama
antara pengusaha dan pekerja/buruh dalam memajukan perusahaan
dimungkinkan munculnya hubungan kerja/hubungan industrial. Pemerintah
mempunyai kepentingan atas kelangsungan hubungan kerja/hubungan
industrial tersebut, baik dalam rangka menjamin kepentingan pengusaha dan
pekerja/buruh maupun untuk menjamin kepentingan masyarakat dan ekonomi
nasional. Peran pemerintah dalam melaksanakan hubungan industrial ini
sesuai dengan Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003,
dinyatakan bahwa: “Dalam melaksanakan hubungan industrial pemerintah
mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan,
melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap
pelanggaran perundang-undangan ketenagakerjaan.
Fungsi hubungan industrial bagi pekerja/buruh sesuai dengan Pasal
102 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, adalah “ menjalankan
pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi
kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis,
25
mengembangkan ketrampilan dan keahliannya serta ikut memajukan
perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta
keluarganya”. Untuk melaksanakan fungsi ini, pekerja/buruh harus
menjadikan potensial sebagai budaya. Pekerja / buruh harus memiliki
knowledge, skill, motivation, attitude, dan environmental. Pekerja/buruh harus
bangga terhadap profesi yang disandangnya. Kebanggaan atas profesi yang
dimilikinya, biasa disebut sebagai positivity. Positivity memegang peran yang
sangat penting di dalam diri seseorang untuk mengembangkan segala
potensi dan kemampuan dirinya untuk menguasai (to master) ketrampilan,
dan keahlian yang dituntut oleh profesi yang dipilihnya tadi. Dengan positivity
yang tinggi, pekerja/buruh terdorong untuk mengaktualisasikan dirinya
menguasai semua persyaratan kemampuan, pengetahuan, ketrampilan, dan
sikap kerja yang dipersyaratkan untuk menjadi pekerja/buruh yang potensial
dan professional.
Hubungan industrial sangat penting artinya dan diperlukan dalam
rangka mewujudkan eksistensi perusahaan yang konpetitif. Hubungan
industrial merupakan tugas (kewajiban) dan tanggung jawab pemberi kerja
(perusahaan) dan penerima kerja (pekerja/buruh) serta pemerintah. Dengan
kata lain, pengaturan hubungan industrial merupakan kesepakatan yang
disetujui oleh para pihak dalam berkomunikasi. Kerja sama dalam hubungan
industrial harus didasarkan pada atas kekeluargaan. Bukankah kita pada
dasarnya adalah bersaudara, sehingga dengan azas ini diharapkan tidak
akan ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Allah berfirman dalam Surah
Al-Hujarat (49):10 yang berbunyi: “Sesungguhnya orang-orang mukmin
26
adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan
bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan rahmat”.
Fungsi hubungan industrial bagi pengusaha sesuai Pasal 102 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah “menciptakan kemitraan,
mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan
kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan.
Fungsi ini harus disosialisasikan, dikomunikasikan dan diimplementasikan
kepada pekerja/buruh. Fungsi hubungan industrial sesuai Pasal 103 harus
dilaksanakan melalui sarana:
1. Serikat pekerja/serikat buruh2. Organisasi pengusaha3. Lembaga kerja sama bipartid4, Lembaga kerjasama tripartid5. Peraturan perusahaan6. Perjanjian kerja sama7. Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan8. Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
Fungsi hubungan industrial harus dilaksanakan, karena hubungan
industrial merupakan bagian dari pembangunan ketenagakerjaan. Hubungan
industrial harus dilaksanakan secara harmonis, dinamis, dan
berkeadilan.Oleh karena itu, dalam melaksanakan hubungan industrial perlu
pemahaman akan perlunya tentang visi dan misi, kejujuran, tanggungjawab,
disiplin, kerja sama, peduli dan keadilan. Hal tersebut dilakukan dengan
kesadaran diri. Dalam Surah Huud (11):5 dinyatakan: “ Ketahuilah ! Mereka
melipat hatinya supaya (pikirannya) tersembunyi dari pada (Allah). Ingatlah !
Pada waktu mereka menutupi dirinya dengan bajunya, (Allah) mengetahui
apa yang mereka sembunyikan, dan apa yang mereka nyatakan. Sungguh, Ia
(Allah) mengetahui segala isi hati “.
27
Suara hati sesungguhnya mampu manjaga kita dari belenggu
pemikiran negative dan fanatisme. Suara hati yang menyuarakan kebenaran
sebenarnya adalah dorongan yang berasal dari sifat-sifat ke-Ilahian Al Haq
(Maha Besar). Oleh karena itu, hubungan industrial harus kita bangun dengan
suara hati setiap insani yang terlibat di dalamnya, dengan rasa menyayangi
dan mengasihi. Prasangka negative, prinsip hidup, pengalaman, kepentingan,
sudut pandang, pembanding serta fanatisme merupakan hal yang
mempengaruhi cara berfikir seseorang. Oleh karena itu, kemampuan melihat
hubungan industrial secara jernih harus di dahuluhi oleh kemampuan
mengenali faktor-faktor yang mempengaruhi kejernihan berpikir pihak yang
terlibat. Dengan mengembalikan para pihak yang terlibat, sebagai manusia
pada fitrahnya, maka manusia akan mampu melihat dengan mata hati,
mengenai arti penting hubungan industrial, dan para pihak yang terlibat
mampu memilih, dan memprioritaskan pilihan dengan benar untuk
melaksanakan hubungan industrial sesuai visi, misi, dan komitmen secara
benar sesuai suara hatinya.
Hubungan industrial harus dilaksanakan sesuai Pasal 102 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pemerintah dalam
melaksanakan hubungan industrial mempunyai fungsi menetapkan kebijakan,
memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan
penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan. Pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh mempunyai
fungsi melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga
ketertiban demi kelangsungan produksi; menyalurkan aspirasi secara
demokratis; mengembangkan ketrampilan dan keahliannya serta ikut
28
memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota
beserta keluarganya. Pengusaha dan / atau organisasi pengusahanya
mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha,
memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh
secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan.
Hubungan industrial yang diatur dalam ketentuan Pasal 102 tersebut
di atas, mencerminkan hubungan industrial secara insani sesuai fungsi dan
tugasnya. Peran pekerja dalam menjaga ketertiban, melaksanakan aspirasi
demokrasi, mengembangkan ketrampilan dan keahlian serta kesejahteraan
merupakan sifat-sifat insani buru/pekerja. Peran pengusaha menjaga
kemitraan, mengembangkan usaha, meningkatkan kesejahteraan, menjaga
demokrasi, terbuka, dan berkeadilan serta memperluas pekerja/buruh
merupakan sifat-sifat insani. Apabila peran para pekerja/buruh dan
pengusaha/organisasi pengusaha dilaksanakan secara dengan baik, maka
hubungan industrial secara insani akan berjalan dengan baik pula. Hubungan
industrial secara insani ini apabila dilakukan secara baik, akan menimbulkan
ketenangan industrial dan menghindarkan konflik antara buruh/pekerja
dengan pengusaha/organisasi pengusaha.
29
BAB IIIMEMBANGUN SUMBER DAYA INSANI DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIALYANG BERBUDAYA DI PERUSAHAAN
3.1. Karekteristik Penyelesaian Perselisihan Hubungan IndustrialDalam melaksanakan hubungan industrial, kadangkala terjadi konflik.
Konflik dapat terjadi karena perbedaan pendapat, adanya perselisihan
mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan
kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh. Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 menyatakan bahwa ”perselisihan
hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan
mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan
kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam suatu
perusahaan”.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan
oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara
musyawarah untuk mufakat. Dalam hal pewnyelesaian secara musyawarah
mufakat tidak terecapai, maka pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui
prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial. Penyelesaian perselisihan hubungan induatrial menurut
undang-undang ini dapat dilakukan di luar pengadilan dan melalui
30
pengadilan. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial di luar pengadilan
dilakukan melalui penyelesaian dengan cara bipartit, mediasi, konsiliasi dan
arbitrasi. Penyelesaian perselisihan melalui pengadilan diselesaikan melalui
pengadilan hubungan industrial.
Penyelesaian melalui bipartit dilakukan dengan cara melalui
perundingan bipartit. Perundingan bipartit menurut Pasal 1 angka 10 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004 adalah ”perundingan antara pekerja/buruh atau
serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial”. Sesuai Pasal 3 ayat (1) diwajibkan untuk
menggunakan cara musyawarah mufakat dalam perundingan bipartit. Artinya
bahwa setiap perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan
penyelesaiannya terelebih dahulu melalui perundingan bipartit secara
musyawarah untuk mencapai mufakat.
Penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan dalam
waktu palingt lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak di mulai persidangan.
Apabila dalam waktu yang telah ditentukan tersebut, salah satu pihak
menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan, tetapi tidak
mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal. Terhadap
gagalnya perundingan bipartit tersebut, maka salah satu pihak atau ke dua
belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada Kantor Dinas Tenaga Kerja
setempat, dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian
melalui perundingan bipartit telah dilakukan. Bukti-bukti tersebut harus
dilampirkan, karena apabila tidak dilampirkan, maka Dinas Tenaga Kerja
setempat akan mengembalikan berekas untuk dilengkapi paling lambat 7
(tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas.
31
Pihak Dinas Tenaga Kerja dapat menawarkan kepada para pihak
yang bersengketa menawarkan untuk menyepakati memilih penyelesaian
melalui konsiliasi atau arbitrase. Apabila para pihak tidak memilih cara
penyelesaian tersebut, maka dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, aparat Dinas
Tenaga Kerja melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator.
Perlu diingat bahwa penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dilakukan
untuk penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh. Di sisi
lain, penyelesaian perselisihan melalui arbitrase dilakukan untuk
penyelesaian perselisihan kepentingan atau perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara atau melalui
konsiliasi dalam praktek, hampir tidak pernah dilakukan. Konsiliasi dalam
hubungan industrial, adalah penyelesaian perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah
yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral. Konsiliator
berasal dari pihak ke tiga, bukan pegawai Dinas Tenaga Kerja. Konsiliator
adalah penengah, dan menyelesaikan secara damai, melalui musyawarah
untuk mufakat, atau kesepakatan para pihak yang berselisih. Dalam hal tidak
tercapai kesepakatan, maka konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis, dan
dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejaki sidang konsiliasi pertama harus sudah
disampaikan kepada para pihak. Para pihak dalam waktu 10 (sepuluh) hari
sejak menerima anjuran sudah harus memberikan jawaban kepada
konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran yang dibuat oleh
32
konsiliator, dan jika para pihak tidak memberikan pendapatnya, dianggap
menolak anjuran tertulis. Tetapi, apabila anjuran disetujui, maka dalam waktu
3 (tiga) hari sejak anjuran tertulis disetujui, konsiliator harus membantu
membuat perjanjian bersama dan didaftarkan pada pengadilan hubungan
industrial. Apabila perjanjian bersama yanga telah didaftarkan tidak
dilaksanakan oleh salah satu pihak, pihak yang dirugikan dapat mengajukan
permohonan eksekusi kepada pengadilan hubungan industrial 21.
Penyelesaian secara mediasi dilakukan oleh seorang penengah
melalui mediator. Mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui
musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.
Dengan demikian, baik penyelesaian melalui mediasi, konsiliasi, dan
perundingan bipartit, cara penyelesaiannya melalui kesepakatan para pihak
dengan cara musyawarah mufakat dalam memcapai perdamaian. Orang
yang melakukan mediasi dinamakan mediator, pegawai pemerintah yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan bertugas melakukan mediasi
dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak
yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Anjuran tersebut
bukan merupakan keputusan yang bersifat mengikat ”.22 Mediator hanya
21 ? Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan Di Luar Pengadilan, Rajagrafindo, Jakarta, 2006, hal. 69
22 ? Ibid,. hal. 61
33
berkedudukan membantu para pihak agar dapat mencapai kesepakatan yang
hanya dapat diputuskan oleh param pihak yang berselisih.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat dilakukan
melalui arbitrasi. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui
arbitrase meliputi perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Arbitrase yang
berwenang menyelesaikan perselisihan hubungan industrial harus arbiter
yang telah ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja. Penyelesaian perselisihan
hubungan industrial melalui arbiter dilakukan atas dasar kesepakatan para
pihak yang bersengketa, dengan melalui perjanjian secara tertulis. Sesuai
Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, penyelesaian
perselisihan hubungan industrial oleh arbiter harus diawali dengan upaya
mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih. Apabila upaya perdamaian
gagal, maka arbiter atau majelis arbiter meneruskan sidang arbiter. Putusan
arbiter mempunyai karakteristik kalah dan menang, artinya terdapat pihak
yang dikalahkan dan terdapat pihak yang dimenangkan. Keputusan arbitrase
berkepala ” Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Putusan arbiter mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang
berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap. Tetapi,
putusan arbiter dapat dimintakan keberatannya pada Mahkamah Agung.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat dilakukan
melalui pengadilan hubungan industrial. Dalam Pasal 55 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004, dinyatakan ”pengadilan hubungan industrial
merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan
umum. Hukum acara yang berlaku pada pengadilan hubungan industrial
34
adalah hukum acara perdata yang berlaku pada peradilan umum, kecuali
yang diatur secara khusus dalam undang-undang ini. Putusan pengadilan
hubungan industrial, karakteristik adalah terdapat pihak yang dimenangkan
dan terdapat pihak yang dikalahkan. Namun, karena penyelesaian
perselisihan hubungan industrial menggunakan hukum acara perdata, maka
majelis hakim sebelum memeriksa materi perkara, wajib mendamaikan para
pihak sesuai Pasal 130 HIR.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka terdapat hasil temuan
bahwa karakteristik penyelesaian perselisihan hubungan industrial harus
diselesaikan dengan cara mendamaikan ke dua belah pihak yang
bersengketa, dan penyelesaian kalah dan menang dilakukan apabila para
pihak,setelah para pihak tidak dapat didamaikan. Dari penyelesaian
perselisihan hubungan industrial tersebut, hasil temuan dari uraian tersebut di
atas, penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui perundingan
bipartit yang paling baik untuk dilaksanakan, karena penyelesaian
perselisihan hubungan industrial di perusahaan dengan cara perundingan
bipartit yang dilakukan dengan tanpa campur tangan pihak lain, dan
dilakukan dengan cara musyawarah mufakat dalam mencapai kesepakatan
dan perdamaian.
3.2. Implementasi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Yang Berbudaya Di Perusahaan
Berbudaya berkaitan dengan budaya hukum dalam penyelesaian
perselisihan hubungan industrial. Budaya bearasal dari bahasa Sansekerta,
yaitu, ”buddhayah”, yaitu, bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi dan
35
akal, atau daya dan budi. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta,
karsa dan rasa. Budaya hukum merupakan kebiasaan orang atau
sekelompok orang mematuhi dan mentaati peraturan-peraturan hukum yang
berlaku. Dalam budaya huikum, aspek perilakunya adalah mematuhi atau
mentaati, harus ada kebiasaan mematuhi hukum.
Mengkaji masalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial,
menyangkut manusia, yaitu, manusia-manusia yang tersangku paut dengan
penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dalam hal, yaitu, antara
pelaku usaha dengan pekerja / buruh, antar serikat pekerja/serikat buruh,
menyangkut perselisihan mengenai kepentingan, hak, pemutusan hubungan
kerja, dan konflik antar serikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan.
Manusia merupakan salah satu isi alam semesta. Mengkaji manusia
dari filofof alam, maka salah satunya harus mengingat pada pendapat
Pitagoras. Pitagoras, mengenai manusia ini pernah mengatakan bahwa
”Tiap manusia itu memiliki jiwa yang selalu berada dalam proses Katharsis,
yaitu, pembersihan diri. Setiap kali jiwa memasuki tubuh manusia, maka
manusia harus melakukan pembersihan diri agar jiwa tadi dapat masuk ke
dalam kebahagiaan23”. Dari pendapat ini jelas bahwa manusia kalau ingin
bahagia, ia harus bersih jiwa dulu. Artinya, manusia harus membersihkan
jiwanya terlebih dahulu kalau ingin mencapai kebahagiaan.
Bersih jiwa harus dilakukan manusia dengan melaksanakan hukum
Tuhan. John Austin membagi hukum yang diciptakan oleh Tuhan untuk
manusia dan hukum yang disusun dan dibuat oleh manusia. Hukum Tuhan
23 ? Lili Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hal. 11.
36
dijabarkan dalam hukum alam. ”Hukum alam ada yang bersumber dari Tuhan
dan hukumj alam yang bersumber dari rasio manusia”.24 William Occam
mengatakan bahwa ”hukum itu adalah identik dengan kehendak mutlak
Tuhan”.25 Fransisco Suarez berpendapat bahwa ”Tuhan adalah merupakan
pencipta hukum alam yang berlaku di semua tempat dan di setiap waktu”.26
Dari beberapa pendapat ini dapat disimpulkan bahwa salah satu sumber nilai
adalah yang bersumber pada hukum Tuhan. Pengakuan ini sekaligus juga
berarti keharusan manusia untuk bertaqwa pada Tuhan. Pancasila
mengajarkan agar setiap manusia Indonesia percaya kepada Tuhan sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Dengan demikian, dalam
melaksanakan hubungan industrial harus memegang nilai-nilai Pancasila, dan
nilai Pancasila yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Begitu juga
dalam hal penyelesaian perselisihan hubungan industrial, harus diselesaikan
sesuai dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam Pancasila, yang salah
satunya diselesaikan sesuai dengan prinsip-prinsip Ketuhanan Yang Maha
Esa, artinya penyelesaian perselisihan tersebut diselesaikan sesuai dengan
prinsip-prinsip ajaran hukum kodrat, yaitu, hukum yang bersumber dari
Tuhan.
Perselisihan / konflik dalam perusahaan harus ditangani secara insani,
yaitu, dengan cara kemanusiaan, memanusiakan manusia, menghargai dan
menghormati nilai-nilai manusiawi. Penyelesaian konflik ini adalah
penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Penyelesaian perselisihan
24 ? Ibid., hal. 29
25 ? Ibid., hal 31
26 ? Ibid.,
37
hubungan industrial ini dapat disebabkan oleh perbedaan pendapat, kelalaian
atau ketidakpatuhan, pengakhiran hubungan kerja, dan perbedaan pendapat
antar serikat pekerja/serikat buruh. Penyelesaian perselisihan hubungan
industrial harus dilakukan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, karena
hubungan industrial dibangun berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang terbaik adalah
penyelesaian para pihak yang berselisih, sehingga dapat diperoleh hasil yang
menguntungkan kedua belah pihak. Penyelesaian perselisihan hubungan
industrial ini dilakukan dengan melalui musyawarah mufakat oleh para pihak,
tanpa dicampuri oleh pihak manapun. Pendekatan yang harus dibangun
dalam menyelesaikan perselisihan ini dengan cara mempererat tali
persaudaraan. Hal ini seperti hadits Nabi Muhammad SAW., bersabda
”Pereratlah tali per-saudaraanmu walaupun hanya dengan ucapan salam ”.
Dalam Surat An-Nisa : 1, dikatakan ”Dan bertakwalah kepada Allah yang
dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lainnya, dan (peliharalah) hubungan persaudaraan ”. Maksudnya,
bertakwalah kamu kepada Allah, Dzat yang dengan mempergunakan nama-
Nya, kamu saling meminta pertolongan dalam banyak hal dan peliharalah
hubungan yang baik dengan sesama manusia, serta jangan memutuskan
hubungan itu, termasuk dalam hal hubungan industrial jangan sampai
diputuskan.
Perdamaian diwajibkan oleh Allah SWT., seperti ditegaskan dalam
Surat Al-Hujurat 49:10, dikatakan “ Sesungguhnya orang-orang mukmin
bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang
38
berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat “.
Perdamaian ini dilakasanakan dengan cara musyawarah mufakat. Hal ini
seperti ditegaskan dalam Surat Ali ’Imran 3:159, ditegaskan ” Maka berkat
rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu, maafkanlah mereka dan
mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu ”. Hal ini juga ditegaskan dalam Surat Asy-Syura
42:38, bahwa ’ Urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka”.
Dalam aliran hukum positiv, nilai-nilai Ketuhanan juga digunakan.
Aliran ini mengindektikkan dengan undang-undang. Tidak ada hukum di luar
undang-undang. Aliran hukum positiv yang murni diungkapkan oleh Hans
Kelsen, Inti ajaran hukum murni Hans Kelsen bahwa ”hukum itu harus
dibersihkan daripada unsur anasir-anasir yang tidak yuridis, seperti, etis,
sosiologis, politis dan sebagainya ”.27 Di sisi lain, dalam ajaran hukum murni
ini terdapat prinsip Stufenbau des Recht yang mengutamakan tentang
adanya hirarkis daripada perundang-undangan. Ajaran Stufenbau
berpendapat bahwa ”suatu sistem hukum adalah merupakan suatu hirarkies
daripada hukum di mana suatu ketentuan hukum tertentu bersumber pada
ketentuan hukum lainnya yang lebih tinggi, yang dinamakan Grundnorm atau
norma dasar.
Dalam peraturan perundangan-undangan di Indonesia, hal ini diatur
dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
27 ? Ibid., hal 43
39
Peraturan Perundang-Undangan. Sumber hukum tertinggi adalah Pancasila,
sesuai dikatakan dalam Pasal 2 bahwa ”Pancasila adalah sumber dari segala
sumber hukum ”. Jenis dan hirarkie peraturan perundang-undangan diatur
dalam Pasal 7 ayat (1). Dari ketentuan ini jelas bahwa dalam hukum positiv
juga mengandung prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, karena sumber dari
segala sumber hukum adalah Pancasila, dan sila pertama Pancasila adalah
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 juga
menganut prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti terdapat dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 29 ayat (1).
Azas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,
dalam Pasal 2 ayat (1) dinyatakan ”peradilan dilakukan ”Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Asas ini digunakan, baik dalam
penyelesaian melalui pengadilan maupun di luar pengadilan. Hal ini karena
undang-undang ini mengakuai upaya penyelesaian di luar pengadilan sesuai
diatur dalam Pasal 58 sampai dengan 61. Alternatif penyelesaian sengketa di
luar pengadilan sesuai Pasal 60 meliputi konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, atau penilaian ahli, serta arbitrasi. Prinsip Ketuhanan Yang Maha
Esa juga terdapat dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dalam Pasal 54 dinyatakan ”
putusan arbitrase harus memuat kepala putusan yang berbunyi ”Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial, juga diatur prinsip Ketuhanan Yang Maha
Esa. Prinsip ini terdapat dalam Pasal 50 dinyatakan putusan arbitrase
40
memuat kepala putusan ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”, termasuk putusan pengadilan hubungan industrial sesuai Pasal 102,
harus mumuat kepala putusan ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial menggunakan hukum
acara perdata, maka hakim pengadilan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial sebelum memeriksa materi, maka berkewajiban mendamaikan
kedua belah pihak yang bersengketa sesuai Pasal 130 HIR/154 Rbg yang
berbunyi :
(1) Jika pada hari yang ditentukan, kedua belah pihak datang, maka pengadilan negeri mencoba dengan perantaraan ketuanya akan mkendamaikan mereka;
(2) Jika perdamaian yang demikian itu terjadi, maka tentang hal-hal yang diperdamaikan diperbuat sebuah akte, dan kedua belah pihak diwajibkan untuk mentaati perjanjian yang diperbuat itu, dan surat (akta) itu akan berkekuatan hukum dan akan diperlakukan sebagai putusan hakim yang biasa;
(3) Tentang keputusan yang demikian itu tidak diizinkan orang minta apel;
(4) Jika ada waktu dicoba akan memperdamaikan kedua belah pihak itu, perlu memakai seorang juru bahasa, maka dalam hal itu dituntutlah peraturan pasal yang berikut.
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, perdamaian dapat
dilaksanakan dengan melalui penyelesaian melalui perundingan bipartit,
karena musyawarah mufakat dalam mencapai kesepakatan, tidak
memerlukan campur tangan pihak lain. Di sisi lain, perdamaian dengan
musyawarah mufakat dapat melalui pihak ketiga, yaitu, melalui mediator dan
konsiliator. Arbitrase pun mempunyai kewajiban untuk mendamaikan sebelum
memeriksa pokok materi, termasuk hakim, sesuai Pasal 130 HIR. Dari uraian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyelesaian secara musyawarah
mufakat untuk mencapai kesepakatan, dan perdamaian diwajibkan dan diatur
41
dalam hukum positif. Di sisi lain, perdamaian tersebut dapat dilaksanakan
dengan menggunakan prinsip-prinsip Ketuhahan Yang Maha Esa, karena
sumber hukum tertinggi di Indonesia adalah Pancasila.
Dalam masyarakat, budaya penyelesaian perselisihan juga dilakukan
dengan cara perdamaian. Musyawarah mufakat merupakan penyelesaian
perselisihan secara kekeluargaan dalam mencapai perdamaian. Atas dasar
keserasian hubungan industrial, yang berdasarkan asas harmonis, dinamis,
dan bermartabat sebagai prinsip, tentunya sedapat mungkin menghindarkan
sengketa. Dalam masyarakat adat, hal ini diperlukan. Sejalan dengan
kehidupan masyarakat adat, penyelesaian perselisihan yang dikehendaki
seperti diungkapkan oleh Soeripto, yaitu :
”Selaras dengan pandangannya atas masyarakat, maka dihadapilah oleh hukum adat manusia itu dengan kepercayaan sebagai orang yang bertabiat anggota masyarakat. Artinya, sebagai manusia yang menghargai benar perhubungan damai dengan sesamanya manusia dan oleh karena sedia untuk menyelesaikan perselisihannya dengan perukunan, dengan perdamaian, dengan compromie, artinya tidak sebagai satu masalah pengadilan yang berdasarkan soal benar salahnya satu peristiwa, satu perbuatan dalam waktu yang lampau dan oleh karena bersifat menyusul, bersifat represif, melainkan sebagai suatu masalah perukunan yang ditujukan kepada tercapainya satu perhubungan damai di dalam masa datang dan oleh karenanya bersifat mewekeni, bersifat teleologis. Dan bilamana perselisihan itu tidak dapat diselesaikan secara rukun, bilamana harus diselesaikan sebagai satu masalah pengadilan, masih juga orang dipandang bersedia menyelesaikannya dengan cara adil dan patut ”.28
HASIL MAPPING 1000 PERUSAHAAN DI JAWA TIMUR 2010/2011TATA CARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
DINAS TENAGA KERJA, TRANSMIGRASI, DAN KEPENDUDUKANPROPINSI JAWA TIMUR
Kabupat/Kota T. P Bipartit Mediasi Konsiliasi Arbitras PHI Tot
Bangkalan 20 P 7 3 - - 1 11
28 ? Soeripto, Mengamalkan Pancasila Melalui Keputusan Pengadilan, hal. 24, dalam Philipus M. Hadjon, Perlindungan bagi Rrakyat Indinesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1998, hal 56.
42
Banyuwangi 40 P - - - - - -Blitar 20 P - - - - - -Bojonegoro - - - - - - -Bondowoso 20 P - - - - - -Gresik 40 P - 14 - - 2 16Jember 40 P - - - - - -Jombang 20 P 14 5 - - 1 20Kediri 20 P 9 3 - - 1 13Lamongan 20 P 2 - - - - 2Lumajang 20 P 2 - - - - 2Madiun 20 P - - - - - -Magetan 18 P - - - - - -Mojokerto 40 P 1 6 - - - 7Nganjuk 20 P - - - - - -Ngawi 20 P - - - - - -Pacitan 20 P - - - - - -Ponorogo 20 P - - - - - -Probolinggo 20 P 1 - - - 1 2Situbondo 20 P - - - - - -Sumenep 20 P 1 - - - - 1Trenggalek 17 P - - - - - -Tuban 20 P 9 2 - - - 11Tulungagung 20 P - 5 - - - 5Pasuruan 60 P 7 - - - - 7Malang 37 P 9 3 - - - 12Pamekasan 20 P 1 - - - - 1Sampang 6 P 1 - - - - 1Sidoarjo 60 P 13 9 - - - 22Batu 20 P 1 - - - - 1Blitar 20 P - - - - - -Kediri 20 P 14 - - - - 14Probolinggo 20 P 9 1 - - - 10Madiun 20 P - - - - - -Pasuruan 20 P 3 - - - - 3Mojokerto 20 P 4 2 - - - 6Malang 40 P 8 4 - - - 12Surabaya 77 P 14 - - - - 14
Jumlah 975 129 57 - - 6 292
Berdasarkan rekapitulai data mapping 1000 (seribu) perusahaan
tersebut di atas, yang masuk sebanyak 975 (sembilan ratus tujuh puluh lima)
perusahaan. Dari jumlah tersebut, tata cara penyelesaian perselisihan
43
hubungan industrial yang banyak digunakan adalah melalui cara bipartit,
yaitu, sebanyak 129 (seratus dua puluh sembilan). Cara kedua yang
terbanyak digunakan adalah melalui cara mediasi, yaitu, sebanyak 57 (lima
puluh tujuh). Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui
pengadilan hubungan industrial sebanyak 6 (enam). Dari jumlah 975
perusahaan yang di mapping, ternyata cara penyelesaian perselisihan
hubungan industrial melalui konsiliasi dan arbitrase tidak pernah digunakan.
Di sisi lain, cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dari hasil
mapping tersebut, adalah tata cara yang banyak digunakan, sehingga perlu di
masyarakatkan dan/atau dibudayakan. Dengan pembudayaan penyelesaian
perselisihan hubungan industrial secara bipartit, diharapkan setiap pihak yang
terkait, dapat menjaga ketenangan dalam melaksanakan hubungan industrial.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara bipartit
merupakan penyelesaian secara damai. Perdamaian kedua belah pihak yang
bersengketa, sebelumnya dilakukan musyawarah mufakat, dan/atau
perundingan dalam mencapai kesepakatan. Kesepakatan kedua belah pihak
tersebut, kemudian dituangkan dalam bentuk perjanjian secara tertulis.
Perjanjian perdamaian yang di buat oleh kedua belah pihak tersebut, yaitu,
pihak pengusaha dan pekerja/buruh, sifatnya mengikat. Para pihak harus
melaksanakan, karena kekuatan mengikatnya seperti undang-undang. Hal ini
seperti ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata bahwa ” setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang ”.
Perdamaian harus dilakukan dengan hati yang sabar. Tanpa
kesabaran, perdamaian tidak mungkin akan terlaksana. Kesabaran,
44
kejujuran, tanggung jawab, visioner, kerja sama, rasa peduli dan rasa adil
diperlukan dalam melaksanakan perdamaian. Barang siapa bersabar dan
memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia.
Oleh karena itu, dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial harus
dimulai dengan tujuan.Tujuan ini merupakan visi, dan visi itu harus jelas dan
transparan. Visi penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang utama
dan paling penting adalah perdamaian. Perdamaian ini dilakukan dengan
cara musyawarah mufakat. Musyawarah ini dilakukan melalui perundingan
Bipartid. Untuk itu, mulailah dengan doa. Doa adalah sebuah harapan, dan
harapan umumnya muncul dalam bentuk visual yang diproses di belahan otak
kanan. Artinya, mulailah suatu perbuatan dengan tujuan. Ini adalah sebuah
langkah awal dari prinsip penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
45
Apabila konflik sudah benar-benar meluas, harus dilakukan resolusi
konflik. Beberapa jurus yang dapat diterapkan, misalnya usaha penyelesaian
masalah melalui pertemuan tatap muka (silaturrahim) dengan pihak yang
bertentangan, memberikan target yang hanya dapat dicapat dengan kerja
sama, menghindari konflik dengan meningkatkan sumber daya yang menjadi
sumber pertentangan, dan berbagai pendekatan yang berfokus pada human
variable untuk merubah sikap dan perilaku para pihak yang terlibat.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat dilakukan dengan cara
melalui perundingan bipartid, mediasi, konsiliasi, arbitrase, dan pengadilan
hubungan indusrial. Cara-cara penyelesaian ini diatur dalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial. Di antara cara-cara yang ada ini, penyelesaian perselisihan
hubungan indistrial yang terbaik adalah cara perundingan bipartid, yaitu,
perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan
pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Kenapa
merupakan cara yang terbaik, karena penyelesaiannya dilakukan secara
musyawarah mufakat, dan tidak memutuskan hubungan silaturrahim atau
tidak memutuskan hubungan persaudaraan antara pekerja/buruh dengan
pengusaha. Cara yang demikian ini perlu dibangun dengan membangun
kemampuan para pekerja/buruh untuk bernegosiasi atau cara dan teknik
berunding, dan yang lebih penting lagi adalah membangun kemampuan
pekerja / buruh untuk berbicara di depan umum atau public speking, agar
pekerja/buruh mampu melakukan perundingan.
Pertanyaannya adalah siapa pembawa perdamaian dalam
penyelesaian perselisihan hubungan industrial ? Pada prinsipnya, jawabnya
adalah semua orang. Artinya orang-orang yang terkait dan terlibat dalam
46
melaksanakan hubungan industrial, yaitu, pemerintah, pengusaha dan
organisasi pengusaha, dan pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh.
Orang-orang ini harus mempunyai ketrampilan, yang terdiri dari pengetahuan
praktis, imajinasi, kasih sayang, dan kegigihan.
Dalam melaksanakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis,
dan bermartabat, para aktornya harus mempunyai kedamaian diri. Lebih-lebih
lagi dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yang berbudaya.
Kedamaian batin, damai dengan diri sendiri, dengan tak ada bagian tubuh-
pikiran-semangat/jiwa yang melakukan kekerasan kepada bagian-bagian
lainnya. Orang-orang yang memi8liki kedamaian batin yang akan mampu
mewujudkan kedamaian lahir, dalam melaksanakan hubungan industrial
secara insani dan berbudaya. Oleh karena itu, para aktor hubungan industrial
harus dapat menciptakan budaya damai. Budaya damai ini diperlukan dalam
ketenangan industrial dan dalam menciptakan zero conflict labor in
coorporate, minimal unnecessary conflict labor in coorporate.
47
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan 1. Membangun sumber daya insani bersumber pada komitmen yang tinggi,
bukanlah pada kokohnya core value perusahaan, tetapi lebih kepada
personal value (nilai-nilai pribadi pekerja/buruh) yang kokoh. Karena nilai-
nilai pribadi yang sesungguhnya lebih tercermin dalam praktek bekerja
dan kebutuhan kerja, bukan nilai-nilai perusahaan. Jadi, sejatinya nilai-
nilai individu yang dianut lebih memegang kendali utama di dalam lingkup
perusahaan. Hubungan industrial dapat tercapai, apabila para pihak
mempunyai komitmen dan visi. Komitmen dan visi dapat mengobarkan
api semangat dalam melaksanakan hubungan industrial yang harmonis,
dinamis dan berkeadilan.
2. Hubungan industrial harus dilakukan dengan menjalin persaudaraan, dan
apabila terjadi perselisihan hubungan industrial lebih baik diselesaikan
secara musyawarah mufakat, mencapai kesepakatan secara dan/atau
melalui perdamaian, dengan mekanisme melalui perundingan bipartit.
Penyelesaian ini lebih manusiawi dan memanusiakan manusia, daripada
melalui lembaga lain akan banyak merugi, kehilangan kambing, akan
menjadi kehilangan sapi. Menang hancur, kalah malah tambah hancur.
48
4.2. Saran
1. Para aktor dalam melaksanakan hubungan industrial harus melaksanakan
hubungan industrial secara insani, dengan membangun persaudaraan,
saling menghargai, saling menghormati, dan memanusiakan manusia,
serta menghindarkan hubungan yang diperatas. Dengan melaksanakan
hubungan industrial secara insani, diharapkan dapat tercipta hubungan
industrial yang harmonis, dinamis, dan berbudaya.
2. Para aktor dalam melaksanakan hubungan industrial, apabila terjadi
perselisihan hubungan industrial, diharapkan diselesaikan dengan cara
musyawarah mufakat, kesepakatan dan perdamaian. Cara penyelesaian
perselisihan ini dapat dilakukan melalui mekanisme perundingan bipartit.
49
Daftar Pustaka
1. Literatur
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2003.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1995.
Hilman Hadikusuma, Hukum Perekonomian Adat Di Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001.
Johan Geltung, Studi Perdamaian, Perdamaian dan Konflik Pembangunan dan
Peradaban, Pustaka Eureka, Surabaya, 1996.
Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan Di
Luar Pengadilan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Lili Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998.
Mariam Darus Badrulzaman, et, al., Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandungf, 1998.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, 1990.
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,
1989.
Sunoto, Mengenal Filsafat Pancasila, Pendekatan Melalui Metafisika, Logika, Etika,
Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta, 1982.
Vetrizal Rivai, Islamic Human Capital dan Teori dan Praktek Managemen Sumber
Daya Islamic, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009.
50
Vetrizal Rivai dan Ella Jauwani Sagala, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk
Perusahaan, Rajawali Pers, Jakarta, 2008.
2. Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa