membandingkan dan mengurutkan pecahan dengan menggunakan model make a match

10
MEMBANDINGKAN DAN MENGURUTKAN PECAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL MAKE A MATCH Esthy Indra Imanistiti 1003743 A. Pendahuluan Untuk mempelajari matematika secara mendalam, seseorang perlu memahami pengetahuan dasar matematika atau disebut juga konsep matematika. Sesuai dengan yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, bahwa konsep matematika sangat diperlukan oleh siswa untuk memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan matematika. Dalam proses mencapai tujuan tersebut dibutuhkan kepekaan dan usaha seorang guru dalam menyampaikan materi. Kepekaan yang dimaksud adalah bahwa guru harus peka terhadap karakteristik siswa, keadaan mental dan emosional siswa pada saat belajar dikelas. Sedangkan usaha yang dimaksud sudah sangatlah jelas yaitu bagaimana sorang guru mempersiapkan pembelajaran agar dapat berjalan dengan baik dengan memperhatikan karakteristik, keadaan mental dan emosional siswa. Salah satunya adalah dalam proses pembelajaran mengenai pecahan. Konsep dasar pecahan harus dimiliki siswa dan akan mempengaruhi konsep lain yang lebih tinggi, karena materi tentang pecahan tidak hanya diberikan di sekolah dasar akan tetapi terus berlanjut

Upload: universitas-pendidikan-indonesia

Post on 14-Jun-2015

9.857 views

Category:

Education


9 download

DESCRIPTION

Mencoba mengembangkan pembelajaran konsep dasar pecahan dengan cara yang disukai siswa

TRANSCRIPT

Page 1: MEMBANDINGKAN DAN MENGURUTKAN PECAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL MAKE A MATCH

MEMBANDINGKAN DAN MENGURUTKAN PECAHAN DENGAN

MENGGUNAKAN MODEL MAKE A MATCH

Esthy Indra Imanistiti

1003743

A. Pendahuluan

Untuk mempelajari matematika secara mendalam, seseorang perlu

memahami pengetahuan dasar matematika atau disebut juga konsep matematika.

Sesuai dengan yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) tahun 2006, bahwa konsep matematika sangat diperlukan oleh siswa

untuk memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan matematika.

Dalam proses mencapai tujuan tersebut dibutuhkan kepekaan dan usaha

seorang guru dalam menyampaikan materi. Kepekaan yang dimaksud adalah

bahwa guru harus peka terhadap karakteristik siswa, keadaan mental dan

emosional siswa pada saat belajar dikelas. Sedangkan usaha yang dimaksud sudah

sangatlah jelas yaitu bagaimana sorang guru mempersiapkan pembelajaran agar

dapat berjalan dengan baik dengan memperhatikan karakteristik, keadaan mental

dan emosional siswa.

Salah satunya adalah dalam proses pembelajaran mengenai pecahan.

Konsep dasar pecahan harus dimiliki siswa dan akan mempengaruhi konsep lain

yang lebih tinggi, karena materi tentang pecahan tidak hanya diberikan di sekolah

dasar akan tetapi terus berlanjut hingga sekolah tingkat pertama, tingkat

menengah dan bahkan sampai ke perguruan tinggi.

Pada kenyataanya, dalam menyampaikan konsep pecahan bukanlah hal

yang mudah disampaikan bagi guru dan bukan hal yang mudah diterima oleh

siswa. Selain karena bentuk bilangan pecahan yang berbeda dengan bilangan

lainnya, masalah juga dipicu oleh kurangnya kemampuan guru berimprovisasi

dalam mengajar. Pembelajaran dengan model konvensional yang hanya

memberikan penjelasan yang terbatas mengenai pecahan, sehingga kurang mampu

memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa.

Van de Walle (Wearne & Kouba, 2000) mengemukakan bahwa:

Page 2: MEMBANDINGKAN DAN MENGURUTKAN PECAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL MAKE A MATCH

‘Pecahan selalu menjadi tantangan yang cukup berat bagi siswa, bahkan hingga middle grades (6-8 di A.S., Ed). Hasil dari tes NAEP secara konsisten telah menunjukan bahwa para siswa memiliki pemahaman yang sangat lemah terhadap konsep pecahan’.

Terbukti pada saat siswa dihadapkan pada permasalahan yang berbeda,

siswa tidak ingat tentang apa yang sudah dipelajarinya sehingga tidak mampu

memecahkan permasalahan tersebut. Jika masalah tersebut tidak cepat

diselesaikan maka, masalah-masalah baru akan bermunculan dikemudian hari.

Mengingat konsep pecahan di sekolah dasar merupakan titik awal pengetahuan

siswa dalam memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan pecahan di

tingkat selanjutnya. Seperti yang diungkapkan oleh Van de Walle (2006: 35)

bahwa,

“Kekurangan dalam pemahaman ini kemudian mengakibatkan kesulitan

dalam hal perhitungan dengan pecahan, konsep desimal dan persen, penggunaan

pecahan dalam pengukuran dan konsep rasio dan proporsi”.

Dengan melihat teori Perkembangan Kognitif Siswa menurut Jean Piaget

bahwa anak usia sekolah dasar berada dalam tahap operasional konkret. Dimana

proses penyampaian konsep akan mudah diterima siswa bila disajikan melalui hal-

hal yang konkret dan dekat dengan siswa. Yang sejalan dengan teori Discovery

Learning dari Jerome S. Bruner, bahwa ada tiga tahap pembelajaran dari mulai

memperkenalkan benda konkret, gambar dan mulai ke abstrak.

Maka dari itu, dalam proses penyampaian konsep pecahan ini diperlukan

model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa SD. Selain itu

penggunaan media konkret juga penting dalam membantu siswa untuk

menemukan konsep pecahan melalui kegiatan atau pengalaman yang

menyenangkan bagi siswa.

Pada tulisan ini akan difokuskan pada penggunaan model Make a Match

dalam membandingkan dan mengurutkan pecahan di kelas empat sekolah dasar

(SD). Dengan menggunakan metode ini, diharapkan siswa dapat memahami

konsep pecahan dengan baik melalui kegiatan atau pengalaman belajar yang

menyenangkan.

Page 3: MEMBANDINGKAN DAN MENGURUTKAN PECAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL MAKE A MATCH

B. Pembahasan

Materi pecahan mengenai membandingkan dan mengurutkan pecahan di

kelas empat bukanlah materi yang baru ditemui oleh siswa. Sesuai dengan KTSP

2006 siswa telah mempelajari membandingkan pecahan sederhana di kelas tiga.

Yang artinya bahwa siswa telah memiliki pengetahuan awal mengenai konsep

membandingkan. Meskipun demikian bukan berarti pembelajaran konsep

membandingkan dan mengurutkan pecahan dikelas empat terbebas dari masalah.

Permasalahan yang sering muncul dalam pembelajaran membandingkan

dan menurutkan pecahan dikelas emapat yaitu, siswa beranggapan bahwa konsep

bilangan asli sama dengan konsep pecahan. Dimana siswa beranggapan bahwa

yang lebih besar itu adalah yang lebih banyak. Seperti yang diungkapkan oleh

Van De Walle (Mack, 1995) bahwa:

‘kecenderungan adalah mentransfer konsep bilangana-asli kedalam pecahan:

tujuh adalah lebih besar dari empat, sehingga sepertujuh seharusnya lebih besar

dari seperempat’

Selain itu masalah yang muncul adalah, bahwa siswa diperkenalkan

metode perkalian-silang dalam membandingkan pecahan. Metode perkalian silang

merupakan metode membandingkan pecahan secara abstrak. Guru dapat dengan

mudah memberi pengarahan kepada siswa mengenai perkalian silang ini dan

siswa dapat dengan mudah melakukannya. Namun, disisi lain siswa tidak

memahami konsep membandingkan yang sebenarnya. Yang artinya pembelajaran

menjadi tidak bermakna. Seperti yang diungkapkan oleh Van De Walle (2006: 46)

bahwa:

Ini khususnya terjadi pada metode perkalian silang. Jika siswa diajarkan aturan ini sebelum mereka memiliki kesempatan untuk berpikir tentang ukuran relatif dari berbagai pecahan, akan ada sedikit kesempatan bahwa mereka akan mengembangkan pengenalan tentang ukuran pecahan

Dari dua permasalah tersebut dapat terlihat bahwa, kurangnya kemampuan

berimprovisasi guru dalam mengajar menjadi alasan munculnya permasalahan

tersebut. Sebagai seorang guru sudah menjadi kewajiban untuk memcahkan

Page 4: MEMBANDINGKAN DAN MENGURUTKAN PECAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL MAKE A MATCH

permasalahan yang muncul. Mengubah cara mengajar Matematika dengan

memperhatikan karakteristik dan keinginan siswa dalam proses pembelajaran.

Mengubah cara mengajar yang semula teacher center menjadi student center.

Seperti yang diungkapkan oleh Maulana (2006), bahwa “Matematika adalah

aktivitas manusia (human activity) dan oleh karenanya Matematika dapat kita

pelajari dengan baik bila disertai dengan mengerjakannya (doing mathematics)”.

Maka dari itu, penggunaan model pembelajaran dan media yang menarik

dalam proses pembelajaran materi membandingkan dan mengurutkan pecahan di

kelas empat sangat dibutuhkan. Tentunya dengan memperhatikan karakteristik

kognitif siswa SD masih dalam tahap operasional konkret. seperti yang

diungkapkan oleh Jean Piaget (Suryono dan Hariyanto, 2011: 86)

Sejalan dengan hal tersebut Jerome S. Bruner (Suryono dan Hariyanto,

2011: 89) dalam teori Discovery Learningnya, menyatakan bahwa “Pembelajar

harus melalui tiga tahapan pembelajaran yaitu, enactive, iconic dan symbolic”.

Dalam hal ini, siswa harus belajar melalui hal-hal yang konkret kemudian gambar

dan tahap final yaitu hal yang abstrak. Hal-hal yang disebut konkret tersebut

adalah segala sesuatu yang dapat dimanipulasi oleh siswa dan membantu siswa

dalam menemukan konsep.

Model yang dapat membantu siswa dalam memahami konsep

membandingkan dan mengurutkan pecahan di kelas empat SD salah satunya

adalah model Make a Match yang diperkenalkan oleh Lorna Curran, 1994. Model

Make a Match atau Mencari Pasangan termasuk kedalam model pembelajaran

cooperative. Setiap siswa mendapat sebuah kartu (bisa soal atau jawaban), lalu

secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang. Suasana

pembelajaran dalam model pembelajaran Make a Match akan riuh, tetapi sangat

asik dan menyenangkan. Model Make a Match ini lebih mengarah kepada belajar

sambil bermain.

Media yang digunakan dalam model ini adalah berupa kartu soal dan kartu

jawaban. Dapat dilihat dibawah ini

Kartu soal Kartu jawaban

23

. . . . 35

>

Page 5: MEMBANDINGKAN DAN MENGURUTKAN PECAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL MAKE A MATCH

Selain kartu soal dan kartu jawaban beperti diatas, media gambar pizza,

cake atau bangun datar seperti persegi panjang, lingkaran dan persegi yang terbuat

dari kertas manila, dan dapat dimanipulasi oleh siswa bisa digunakan sebagai

media pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman siswa.

Dalam proses pembelajaran sebelum masuk kedalam model Make a

Match, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen dan diminta untuk

mengerjakan LKS secara berkelompok dengan bantuan media gambar yang dapat

dimanipulasi oleh siswa. Siswa berdiskusi dengan temannya mengenai

membandingkan dan mengurutkan pecahan. Setelah selesai siswa bersama guru

melakukan tanya jawab mengenai hasil diskusi.

Setelah melakukan diskusi, siswa telah memiliki pengetahuan mengenai

membandingkan dan mengurutka pecahan. Meskipun kadarnya berbeda-beda.

Mungkin ada siswa yang dapat menangkap materi sebanyak 70%, 50% bahkan

mungkin hanya 30%. Tapi itu bukan merupakan masalah karena, setelah itu siswa

diajak untuk bermain “mencari pasangan” atau Make a Match, dimana siswa bisa

meningkatkan kemampuannya melalui permainan tersebut.

Masuk ke model Make a Match masing-masing siswa dibagi sebuah kartu,

ada yang mendapat katu soal dan kartu jawaban. Setiap siswa memikirkan

jawaban atau soal dari kartu yang dipegang. Kemudian mereka mencari pasangan

kartu mereka secepat mungkin. Jika ada pasangan yang tidak cocok (salah

pasangan), guru dapat meminta siswa lain yang ingin menjadi relawan untuk

menjelaskan cara pengerjaanya didepan kelas. Setelah satu babak, kartu di kocok

dan dibagikan lagi. Usahakan setiap siswa selalu mendapatkan kartu yang

berbeda. Sebagai penguatan guru dapat memberikan bintang untuk 5 pasangan

pertama yang cocok. Setelah permainan berakhir siswa bersama guru melakukan

tanya jawab untuk menyamakan persepsi mengenai materi membandingkan dan

menyusun pecahan.

Dengan model pembelajaran seperti Make a Match, siswa dapat

meningkatkan kemampuannya dalam membandingkan dan meyusun pecahan

tanpa rasa jenuh dan bosan. Selain itu, model pembelajaran ini dapat

menumbuhkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika.

Page 6: MEMBANDINGKAN DAN MENGURUTKAN PECAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL MAKE A MATCH

C. Recomendasi

Melihat permasalahan yang muncul dan kondisi siswa dalam pembelajaran

di sekolah, khususnya dalam pembelajaran mengenai membandingkan dan

mengrutkan pecahan di kelas empat SD, diperlukan suatu perubahan dalam

penyampaian materi tersebut. Yang awalnya teacher center harus dirubah menjadi

student center. Hal ini diperlukan dalam usaha untuk meningkatkan pemahaman

siswa mengenai konsep atau materi membandingkan dan mengurutkan pecahan.

Salah satu tipe model pembelajaran cooperatif, Make a Match dapat

menjadi pilihan yang tepat untuk dapat menciptakan proses pembelajaran yang

interaktif, efektif dan menyenangkan. Yang tentunya harus ditunjang dengan

media konkret yang mendukung pembelajaran.

D. Daftar Pustaka

Burhan, Mustakim dan Astuty, Ari. (2008). Ayo Belajar Matematika untuk SD dan MI kelas IV. Jakarta: Pusat perbukuan Depdiknas

Dananjaya, Utomo. (2011). Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Nuansa Cendekia

Depdiknas. (2006). Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD/MI. Jakarta: BP. Dharma Bhakti

Suryono dan Hariyanto. (2011). Belajar dan pembelajaran. Bandung: Rosda

Van De Walle, J. (2006). Sekolah Dasar dan Menengah Matematika Pengembangan dan Pengajaran Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Nuriman,A (2011). Pengaruh Model Pembelajaran Make a Match dengan Strategi Pencocokan Kartu Indeks dan Model Pembelajaran NHT dengan Strategi Bertukar Tempat Berbantu Kartu Masalah Terhadap Hasil Belajar Siwa Kelas VIII Semester II Pokok Bahasan Prisma dan Limas Mts Negeri 1 Semarang. Skripsi Sarjana pada FPMIPA IKIP PGRI Semarang: tidak diterbitkan