memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting pendekatan certainty equivalent –...
TRANSCRIPT
www.futurumcorfinan.com
Page 1
Memasukkan Unsur Resiko ke dalam Analisa
Capital Budgeting : Pendekatan Certainty
Equivalent – Bagian A2
Tulisan ini adalah kelanjutan dari artikel dengan judul yang sama Bagian A1.
Metode Certainty Equivalent (CE)
Fokus dari metode CE adalah pada arus kas di masa depan, yang mengandung unsur
resiko. Arus kas yang “diharapkan” tersebut – masih bersifat estimasi atau diharapkan
jumlahnya, dengan kata lain, tidak dapat dipastikan. Tentunya kalau mau disesuaikan
dengan mengeluarkan unsur resikonya, kita perlu sesuatu sebagai kerangka standar
bagaimana melakukan penyesuaian tersebut. Kalau tidak, penyesuaian ini akan bersifat
“arbitrer”.
Sukarnen
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
www.futurumcorfinan.com
Page 2
Seberapa jauh akan dilakukan penyesuaian, dan disini dibedakan antara:
(a) Penyesuaian yang bersifat subyektif, bahkan bisa mengarah ke “arbitrer”.
Mengetahui bahwa proyeksi arus kas dalam analisa capital budgeting masih bersifat
estimasi dan diharapkan, maka sikap “konservatif” umumnya akan berlaku, dimana arus kas
yang semula diharapkan misalnya Rp 100, tapi karena adanya unsur resiko ketidakpastian,
jumlah arus kas tersebut akan sengaja “dikecilkan”, katakan ke Rp 80 atau bahkan bisa
lebih rendah.
www.futurumcorfinan.com
Page 3
Damodaran1 mengingatkan bahwa walaupun pendekatan di atas memberikan fleksibilitas
atau “keleluasaan” bagi pihak analis, bahwa pendekatan ini menimbulkan beberapa
masalah, sebagai berikut:
Penyesuaian ini karena sifatnya yang “subyektif” maka jelas jumlah penyesuaian ini
akan bisa berbeda-beda antara satu analis dengan analis lainnya. Faktor yang
mempengaruhi akan tergantung pada “risk aversion” (=kecenderungan menghindari
resiko) pihak analis tersebut. Jadi bahkan untuk analisa proyek investasi yang sama,
bisa timbul perbedaan jumlah yang akan disesuaikan. Jadi bisa jadi, satu analis akan
mendapatkan bahwa NPV proyek tersebut negatif, dan pihak analis yang lainnya, NPV
proyek tersebut adalah positif. Mana yang benar? Sulit dikatakan karena ini
menyangkut masa depan, dan bisa jadi masing-masing analis memiliki argumennya
sendiri-sendiri pada saat “menurunkan” jumlah arus kas yang diproyeksikan tersebut.
Karena menyangkut resiko yang disesuaikan ke dalam arus kas, maka resiko ini dapat
saja merupakan resiko yang dapat dihilangkan atau dikurangi melalui diversifikasi,
baik yang dilakukan oleh pihak perusahaan atau oleh pemegang saham perusahaan.
Misalkan manajemen suatu perusahaan supermarket berencana membuka satu outlet
di suatu kota. Dari sudut pandang pihak analis, lokasi tersebut kemungkinan sangat
kompetitif yang berdampak besar pada kemungkinan tercapainya proyeksi arus kas
yang dibuat, misalnya mengingat bahwa terdapat beberapa pesaing yang sudah
membuka outlet di lokasi kota yang sama. Namun kalau diperhatikan, besar
kemungkinan resiko ini bisa didiversifikasi mengingat bahwa perusahaan supermarket
tidak hanya memiliki satu lokasi outlet tapi juga outlet tersebut tersebar di banyak kota.
Dari sudut pandang perusahaan supermarket tersebut maupun para pemegang
sahamnya, semakin banyak jumlah lokasi outlet yang tersebar di banyak kota,
memungkinkan resiko spesifik yang timbul dari keberadaan lokasi outlet tertentu dapat
berkurang secara signifikan. Perlu diperhatikan tingkat korelasi dan kovarians antara
pendapatan dan arus kas yang dihasilkan oleh suatu outlet di satu kota dengan kota
lainnya. Kemungkinan mengingat beragamnya tingkat pertumbuhan bisnis dan daya
beli yang berbeda-beda antara kota-kota, bisa jadi resiko tersebut bisa diturunkan.
Perlu diwaspadai bahwa dengan memasukkan resiko (yang sebetulnya bisa berkurang
melalui kekuatan diversifikasi) ke dalam analisa capital budgeting suatu proyek
1 Damodaran, Aswath. Corporate Finance: Theory and Practice. Edisi kedua. New York: John Wiley &
Sons, Inc. 2001. Bab 8: Estimating Hurdle Rates for Projects. Halaman 248.
www.futurumcorfinan.com
Page 4
investasi, apalagi kalau perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang sahamnya
sebagian besar atau seluruhnya diperdagangkan di bursa saham, maka besar
kemungkinan bisa terjadi proyek-proyek akan sebagian besar ditolak, untuk alasan
yang kurang tepat. Misalnya, proyeksi arus kas Rp 100 namun dengan
menurunkannya hingga separuhnya menjadi Rp 50 dengan pertimbangan tingkat
resiko yang tinggi, padahal tingkat resiko tersebut dapat diturunkan atau bahkan
berkurang signifikan melalui kekuatan diversifikasi, maka besar kemungkinan analisa
capital budgeting atas proyek investasi tersebut menghasilkan NPV yang negatif.
Penyesuaian yang dilakukan langsung atas proyeksi arus kas mengakibatkan
kemungkinan bisa resiko yang sama yang kemudian disesuaikan lebih dari satu kali.
Mengingat penyesuaian atas arus kas bersifat subyektif, dan seperti dijelaskan di atas,
analis yang berbeda bisa memiliki persepsi atas resiko yang berbeda, maka bisa jadi,
seorang analis telah memasukkan unsur resiko, katakan resiko A, dengan
menurunkan tingkat proyeksi arus kas, dari semula Rp 100 menjadi Rp 90, namun
begitu hasil analisa tersebut diserahkan ke pihak pimpinan untuk direview. Bisa jadi
pihak pimpinan analis tersebut memiliki pandangan atau persepsi dengan tingkat
konservatif yang lebih tinggi, dan kembali menurunkan tingkat proyeksi arus kas
tersebut, dari Rp 90 menjadi Rp 75. Hasilnya ini terlihat untuk resiko A yang sama,
bisa disesuaikan lebih dari satu kali, dan bisa jadi ini akan menghasilkan NPV yang
negatif, sehingga proyek (beresiko) yang baik akan tidak diterima untuk dijalankan
perusahaan tersebut. Yang dikuatirkan lebih jauh, pihak pimpinan analis pada saat
melakukan penyesuaian lebih jauh atas proyeksi arus kas tersebut, bahkan bisa jadi
tidak mengetahui bahwa resiko yang sama (resiko A) telah diperhitungkan dalam
analisa capital budgeting proyek tersebut.
Terakhir, dua kali memperhitungkan resiko yang sama ke dalam analisa capital
budgeting, dimana resiko yang sama telah dimasukkan dengan menurunkan
ekspektasi proyeksi arus kas, dan pada saat yang sama, tingkat diskonto juga
disesuaikan dengan memasukkan unsur premi resiko untuk jenis resiko yang sama.
Sebaliknya, di sisi lain, ada kemungkinan resiko dengan berbagai bentuk bisa ada
yang “kelupaan” atau “terlewat” diperhitungkan ke dalam proyeksi arus kas. Bisa
karena memang (i) relatif tidak mudah mencerminkan unsur resiko tersebut seberapa
jauh dampaknya dan seberapa lama terhadap proyeksi arus kas di masa mendatang;
dan (ii) ada interaksi yang dinamis antar faktor-faktor resiko tersebut, sehingga,
www.futurumcorfinan.com
Page 5
beberapa resiko dianggap akan sama dampaknya, namun sebetulnya bisa jadi, satu
resiko memiliki bobot yang lebih tinggi dibandingkan faktor resiko yang lain. Misalnya,
sumber resiko yang berasal dari kondisi ekonomi dan kondisi pasar (pesaing, produk,
ketersediaan bahan baku, tingkat permintaan vs suplai), tingkat upah tenaga kerja,
regulasi pemerintah, bahkan kondisi dunia (politik, bencana alam di negara lain,
ketegangan regional) dan kondisi ekonomi negara-negara besar (pertumbuhan produk
domestik bruto, angka pertumbuhan konsumsi, tingkat kurs mata uang), akan sangat
dinamis dan tidak dengan mudah dapat dipetakan secara individual ke dalam proyeksi
arus kas.
(b) Penyesuaian yang lebih mengarah ke teoritis
Dalam pendekatan ini, arus kas yang beresiko (risky cash flows) tersebut “dicarikan” arus
kas ekivalen yang tidak beresiko (equivalent riskless cash flows).
Contoh sederhananya:
Misalnya ditanyakan seseorang: Kalau ada pilihan investasi beresiko dengan arus kas yang
diharapkan akan diterima dalam periode tertentu sebesar Rp 100 juta, berapa jumlah arus
kas yang ekivalen dengan Rp 100 juta, namun tidak beresiko? Katakan ia menjawab Rp 75
juta. Artinya pihak orang tersebut akan bersifat “indifferent” antara:
menerima Rp 100 juta namun belum pasti jumlahnya tersebut yang akan diterima
pada akhirnya, atau
menerima Rp 75 juta yang sudah pasti diterima.
Dalam contoh di atas, terlihat bahwa arus kas yang tidak beresiko (Rp 75 juta) selalu akan
lebih rendah daripada arus kas beresiko yang bersedia diterima seseorang, dan perbedaan
atau selisih ini, sebesar Rp 25 juta, menggambarkan suatu fungsi dari [persepsi] atas tingkat
resiko arus kas yang diharapkan tersebut.
Rumus certainty equivalent dari arus kas beresiko tersebut 2:
Arus Kas (Certainty Equivalent)t = Arus Kas yang Diharapkant x (λ)t
2 Damodaran, Aswath. Corporate Finance: Theory and Practice. Edisi kedua. New York: John Wiley &
Sons, Inc. 2001. Bab 8: Estimating Hurdle Rates for Projects. Halaman 248.
www.futurumcorfinan.com
Page 6
Dimana (1 + Risk-free rate)
λ = ----------------------------------
(1 + RADR)
Dari rumus di atas, dapat dilihat bahwa :
Semakin tinggi level resiko yang diperkirakan atas arus kas tersebut, maka semakin
rendah arus kas certainty equivalent. Damodaran menyebut ini sebagai ukuran resiko
(risk measure).
Semakin tinggi premi resiko (risk premium) maka arus kas certainty equivalent akan
semakin rendah. Besarnya premi resiko ini ditunjukkan oleh besar selisih antara
tingkat bunga bebas resiko (risk-free rate) dan RADR.
Dengan kata lain, untuk mendapatkan arus kas certainty equivalent, perlu diketahui:
Arus kas beresiko yang diharapkan3.
Tingkat bunga/diskonto bebas resiko (risk free rate).
RADR.
Di sini tampak bahwa:
Arus kas beresiko yang diharapkan akan dinilai kini (present value) menggunakan
RADR.
Arus kas certainty equivalent akan di-present value menggunakan tingkat
bunga/diskonto bebas resiko.
Contoh berikut ini bisa memberikan gambaran:
Misalkan suatu perusahaan real estat berencana membangun suatu unit kantor yang akan
dijual, untuk sederhananya, satu tahun kemudian sebesar Rp 10.000.000.000. Arus kas
masuk ini tidak pasti. Mengapa? Belum tentu ada calon pembeli yang berminat, dan belum
tentu bisa dijual pada harga Rp 10 milyar.
3 Di sini tidak diperlukan penyesuaian apakah arus kas tersebut dinaikkan atau diturunkan untuk
menggambarkan persepsi level resiko arus kas tersebut (dikenal sebagai pendekatan subyektif).
www.futurumcorfinan.com
Page 7
Katakan:
Arus kas tersebut memiliki level resiko yang sama seperti level resiko pasar (market
risk), umum dikenal Beta = 1.
Tingkat bunga bebas resiko adalah 7%.
Premi resiko pasar (market risk premium) adalah 18%, dimana ini merupakan selisih
antara tingkat imbal hasil pasar (market return) dengan tingkat bunga atau imbal hasil
bebas resiko.
Perusahaan tidak memiliki hutang.
Menggunakan formula Capital Asset Pricing Model (CAPM) 4 guna menghitung tingkat
diskonto dengan unsur penyesuaian resiko:
Tingkat diskonto = 5% + 1 x (18% - 7%) = 16%.
Dengan demikian, nilai kini (present value) dari arus kas masuk beresiko akan menjadi
Rp 10.000.000.000/(1+16%)^1 = Rp 8.620.689.655.
Katakan kemudian ada calon pembeli yang bersedia PASTI membeli dari perusahaan real
estat tersebut, bangunan kantor tersebut pada saat bangunan selesai dibangun pada akhir
tahun pertama, tentu saja perusahan tersebut akan senang sekali karena unit bangunan
tersebut pasti terjual dan sudah ada komitmen dari calon pembeli untuk mengambil
bangunan ini. Artinya perusahaan tersebut akan menerima uang penjualan unit kantor
tersebut. Dengan kata lain, ada kepastian, atau dapat disimpulkan level ketidakpastian
4 Handout 10: Applying the CAPM to Capital Budgeting. Diunduh pada tanggal 2 Juni 2014 dari laman
http://finance.wharton.upenn.edu/~jwachter/fnce100/h10.pdf. Dalam survei yang diadakan oleh John R. Graham dan Campbell R. Harvey dimana didokumentasikan dalam artikel berjudul “The Theory and Practice of Corporate Finance: Evidence from the Field”, dan dimuat dalam Journal of Financial Economics (2001), melaporkan dalam Table 3 bahwa 73.49% dari perusahaan-perusahaan Amerika Serikat yang ada dalam sample survei tersebut, telah menggunakan CAPM untuk capital budgeting. Pembaca bisa juga membaca tulisan yang cukup menarik dari Ravi Jagannathan dan Iwan Meier berjudul “Do We Need CAPM for Capital Budgeting?” yang dimuat dalam majalah Financial Management (Winter 2002) Halaman 5-27.
www.futurumcorfinan.com
Page 8
relatif rendah5. Namun karena pihak calon pembeli sudah mengikat harga sekarang dengan
perusahaan real estat, tentunya pihak calon pembeli tahu bahwa level ketidakpastian arus
kas masuk pihak perusahaan real estate telah berkurang, maka sebagai calon pembeli,
mereka akan tidak bersedia membayar seharga Rp 10 milyar. Pihak calon pembeli akan
meminta “diskon harga” dari pihak perusahaan real estat.
Perusahaan real estat sekarang tentunya mempertimbangkan berapa jumlah yang bersedia
diterima pada akhir tahun depan, yang angkanya sudah pasti diterima? Jumlah tersebut
jelas akan lebih kecil dari Rp 10 milyar, artinya ada kesediaan untuk menerima jumlah yang
lebih kecil dari Rp 10 milyar, asalkan ada kepastian pasti diterima uangnya.
Pertimbangan utama perusahaan real estate adalah langsung melihat nilai kini di atas
sebesar Rp 8.620.689.655. Kalau tingkat imbal hasil untuk alternatif investasi “aman” adalah
7%, maka dapat dihitung berapa nilai di masa depannya (future value), yaitu:
Rp 8.620.689.655 x (1 + 7%)^1 = Rp 9.224.137.931.
Dapat pula dihitung sebagai berikut:
Nilai kini (present value) = Rp 8.620.689.655 = Arus kas masuk certainty equivalent dibagi
(1 + 7%)
Arus kas masuk certainty equivalent = Rp 8.620.689.655 x (1+7%) = Rp 9.224.137.931.
Di sini tampak bahwa ada selisih sebesar Rp 775.862.069 yang menunjukkan jumlah yang
bersedia “diturunkan” (baca: diskon harga) oleh perusahaan real estat tersebut untuk
memberikan kompensasi kepada calon pembeli yang bersedia berkomitmen membeli unit
kantor tersebut 1 tahun dari sekarang.
Keterangan Jumlah (Rp)
Hasil jual dengan tingkat kepastian 9.224.137.931
Hasil jual yang belum pasti diterima 10.000.000.000
Selisih 775.862.069
5 Faktor ketidakpastian akan tetap ada, misalnya, apabila terjadi bencana alam di daerah tersebut
yang mengakibatkan unit bangunan kantor tersebut mengalami kerusakan sehingga tidak bisa serah terima unit.
www.futurumcorfinan.com
Page 9
Konsep certainty equivalent dapat dikaitkan dengan permainan melempar koin, sebagai
contoh.
Andaikan anda ditawarkan permainan melempar koin, dengan kesempatan yang diberikan
hanya 1 kali saja. Jika hasilnya adalah kepala (head), maka anda akan mendapat Rp 100
juta, dan jika yang muncul adalah ekor (tail), maka anda tidak akan mendapat apa-apa. Di
sini dari teori probabilitas, berarti anda memiliki kesempatan memenangkan Rp 100 juta
sebesar 50%, dan 50% “gatot” (gagal total), alias tidak dapat apa-apa. Jadi ini merupakan
pilihan yang beresiko. Kalau dihitung uang yang diharapkan dengan masing-masing
probabilitas ini, maka diperoleh:
50% x +Rp 100 juta + 50% x Rp 0 = Rp 50 juta.
Namanya saja nilai yang diharapkan (expected value), maka nilai uang tersebut tidak pasti –
diharapkan memang tapi belum pasti dapat. Jelas permainan ini cukup menegangkan (dan
mengasyikkan) mengingat dalam satu lemparan saja, di tangan anda bisa terdapat uang Rp
100 juta, atau sebaliknya tetap kosong6.
Katakan anda ditawarkan untuk menerima saja uang saja sekarang, tapi lupakan keasyikan
dan ketegangan dari permainan di atas, dan kemungkinan bisa menerima Rp 100 juta,
dengan nilai yang diharapkan separuhnya, Rp 50 juta. Sesudah anda pikir-pikir, anda
bersedia menerima Rp 8 juta sekarang, alih-alih memainkan tantangan melempar koin di
atas. Rp 8 juta ini menjadi arus kas masuk pasti (certainty equivalent), dimana anda
bersikap “indifferent” (acuh) apakah:
menerima uang sekarang Rp 8 juta dan tidak mengalami keasyikan atau
ketegangan memainkan permainan melempar koin, atau
lebih memilih kemungkinan menerima uang Rp 100 juta atau bahkan bisa nihil.
Dengan kata lain, jumlah Rp 8 juta, yang pasti di tangan anda, memberikan kepada anda
kegunaan (utility) yang sama seperti kegunaan yang diberikan oleh jumlah yang diharapkan
sebesar Rp 50 juta melalui permainan melempar koin.
6 Ini mirip-mirip permainan program “Super Deal” yang ditayangkan di salah satu saluran televisi di
Indonesia.
www.futurumcorfinan.com
Page 10
Pengamatan yang lainnya, dengan jumlah yang diharapkan sebesar Rp 50 juta (ini pada
dasarnya pilihan yang beresiko, karena ada 2 hasil di dalamnya, dapat Rp 100 juta atau
tidak dapat apa-apa sama sekali), maka apabila anda sama seperti sebagian besar orang
yang risk-averse, jumlah certainty equivalent secara teoritis akan lebih kecil secara
signifikan dari Rp 50 juta ini. Semakin kecil jumlah certainty equivalent ini, atau semakin
lebar selisih antara jumlah yang diharapkan dengan jumlah yang bersedia anda terima untuk
bersikap “indifferent” antara menerima uang sekarang atau ikut permainan melempar koin,
maka menggambarkan semakin besar risk-aversion anda7.
Namun jelas dari contoh di atas, orang yang lain dengan level ketakutan akan resiko yang
lebih tinggi atau lebih rendah daripada anda, bisa bersedia mengambil uang sekarang
dengan jumlah yang bisa lebih tinggi atau lebih rendah daripada anda. Ini berakibat orang
yang berbeda, akan memiliki level jumlah certainty equivalent yang berbeda pula.
Apabila kita bandingkan jumlah certainty equivalent dengan jumlah arus kas yang
diharapkan (atau beresiko), akan diperoleh koefisien certainty equivalent, atau αt8:
Menggunakan contoh di atas koefisien certainty equivalent αt, atau dalam rumusan
yang diberikan oleh Damodaran, sama dengan λ (faktor certainty equivalent):
Rp 8 juta/ Rp 50 juta = 0,16.
7 Adalah John von Neumann dan Oskar Morgenstein yang pada tahun 1947 menciptakan model yang
kita kenal sebagai Expected Utility Model/Theory untuk menjelaskan situasi permainan melempar koin ini. Keduanya menunjukkan bahwa pengambilan keputusan dalam situasi ini didasarkan tidak pada nilai uangnya (monetary values), tetapi pada nilai kegunaan (utility values). Nilai kegunaan jelas didasarkan pada nilai uang, tetapi lebih jauh dari itu, nilai ini juga tergantung pada bagaimana orang memandang dunia. Model atau Teori Expected Utility ini adalah suatu metodologi yang memasukkan sikap pengambil keputusan terhadap resiko ke dalam proses pengambilan keputusan. Resiko adalah suatu situasi dengan hasil-hasil yang belum pasti (uncertain outcomes) berikut probabilitas terjadinya yang diketahui. 8 Keown, Arthur J.; John D. Martin; J. William Petty; dan David F. Scott, Jr. Financial Management:
Principles and Applications. Edisi kesepuluh. New Jersey: Pearson Education. Bab 11: Capital Budgeting and Risk Analysis. Halaman 376.
www.futurumcorfinan.com
Page 11
Dan karena namanya rasio koefisien αt, angka menunjukkan:
Angka 1 : tampak bahwa orang tersebut lebih berani mengambil resiko (risk aversion
lebih rendah) atau risk-taking-nya relatif lebih tinggi.
Angka 0 : kemungkinan jarang terjadi, karena dengan menjalankan permainan lempar
koin, orang tersebut tetap ada kemungkinan tidak memperoleh apa-apa. Secara akal
sehat, pastinya orang tersebut akan meminta arus kas certainty equivalent di atas 0.
Dari angka 1 menuju ke angka 0 berarti orang tersebut semakin tidak berani
mengambil resiko. Dari contoh di atas kalau ditawarin angka yang lebih kecil, katakan
Rp 5 juta, kalau orang tersebut takut resiko, tentunya langsung diambil dan tidak mau
kehilangan Rp 5 juta tersebut9.
Perlu dipahami bahwa menentukan koefisien atau faktor certainty equivalent justru
merupakan hal yang paling sulit ditentukan dari pendekatan atau metode certainty
equivalent, karena pada dasarnya, menentukan koefisien atau faktor certainty equivalent
sama saja dengan menghitung atau menentukan profil resiko bagi setiap arus kas di masa
depan. Sebagaimana dikatakan oleh Seitz dan Ellison10:
A problem with certainty equivalents is the question of perception of managers or decision
makers regarding the degree of risk associated with the forecasted cash flow distribution
and their degree of aversion to perceived risk.
Jadi penggunaan pendekatan certainty equivalent memang menyangkut “persepsi” certainty
equivalent siapa yang akan dipakai dalam analisa capital budgeting. Dan masalah ini
9 Penulis teringat suatu eksperimen sederhana yang dilakukan oleh Daniel Kahneman dan Amos
Tversky (yang kemungkinan diambil dari buku mereka bersama Paul Slovic berjudul “Judgment under Uncertainty: Heuristics and Biases” terbitan tahun 1982), yang dimuat dalam buku Malcolm Gladwell (What the Dog Saw and Other Adventures. New York: Little, Brown and Company Hachette Book Group. 2009. Bab Blowing Up: How Nassim Taleb Turned the Inevitability of Disaster into an Investment Strategy.) For example, there is a description of a simple experiment, where a group of people were told to imagine that they had $300. They were then given a choice between (a) receiving another $100 or (b) tossing a coin, where if they won they got $200 and if they lost they got nothing. Most of us, it turns out, prefer (a) to (b). But then Kahneman and Tversky did a second experiment. They told people to imagine that they had $500 and then asked them if they would rather (c) give up $100 or (d) toss a coin and pay $200 if they lost and nothing at all if they won. Most of us now prefer (d) to (c). What is interesting about those four choices is that, from a probabilistic standpoint, they are identical. Nonetheless, we have strong preferences among them. Why? Because we’re more willing to gamble when it comes to losses, but are risk averse when it comes to our gains. That’s why we like small daily winnings in the stock market, even if that requires that we risk losing everything in a crash. 10
Seitz, Neil; dan Mitch Ellison. Capital Budgeting and Long-Term Financial Decisions. Edisi keempat. Ohio (US): Thomson South-Western. 2005. Bab 12: Single Investment Risk Analysis. Halaman 400.
www.futurumcorfinan.com
Page 12
menurut Atwood mengutip Barry, Hopkin dan Baker, serta Weston dan Brigham, bukan hal
yang kecil atau tidak penting11:
…certainty equivalents usually are obtained in a somewhat ad hoc manner. The problems in
choosing …and/or certainty equivalents are not trivial.
Dari rumusan yang diberikan oleh buku Damodaran maupun Keown dkk untuk koefisien
atau faktor certainty equivalent di atas, dapat dikatakan apabila proyek-proyek memiliki
tingkat resiko yang normal untuk bisnis perusahaan, dimana ini akan tercermin pada
proyeksi angka arus kas yang diharapkan, dan diketahui biaya kapital (cost of capital atau
RADR) serta tingkat suku bunga bebas resiko, maka koefisien atau faktor certainty
equivalent dapat ditentukan.
Pike dan Neale memberikan contoh bagaimana memperoleh koefisien atau faktor certainty
equivalent apabila ketiga hal di atas tersebut telah diketahui12.
Misalkan:
Resiko proyek investasi adalah normal.
Usia proyek 1 tahun.
Arus kas sebesar Rp 5.000.000, yang “diharapkan” akan diterima pada akhir tahun
depan.
Pemegang saham perusahaan menghendaki tingkat imbal hasil sebesar 12% untuk
proyek dengan tingkat resiko normal.
Tingkat suku bunga bebas resiko 6%.
11
Atwood, Joseph A. Determining Firm-Specific Values for Risky Investments. Diunduh pada tanggal 6 Juni 2014 dari laman http://ageconsearch.umn.edu/bitstream/32067/1/15020196.pdf. Barry, P.J.; J. A. Hopkin; dan C.B. Baker. Financial Management in Agriculture. Edisi keempat. Danville IL: Interstate Printers & Publishers. 1988. Weston, J.F.; dan Eugene F. Brigham. Managerial Finance. Edisi kelima. Hindsdale IL: Dryden Press. 1975. 12
Pike, Richard; dan Bill Neale. Corporate Finance and Investment: Decisions & Strategies. Edisi kelima. Essex (UK): Pearson Education Limited. 2006. Bab 8: Analyzing Investment Risk. Halaman 208.
www.futurumcorfinan.com
Page 13
Perhitungan penentuan koefisien atau faktor certainty equivalent:
Nilai kini proyek (tanpa memperhitungkan biaya investasi awal):
PV = Rp 5.000.000 / (1 + 12%) = Rp 4.464.286
Koefisien atau faktor certainty equivalent =
α x Rp 5.000.000/ (1+6%) = Rp 4.464.286
α = [Rp 4.464.286 x (1+6%)]/ Rp 5.000.000
α = 0,9464 atau 95%
Dari sini, kita tahu bahwa manajemen perusahaan bersikap “indifferent” antara menerima
arus kas yang pasti sejumlah Rp 5.000.000 x 94,64%% = Rp 4.732.143 atau arus kas yang
tidak pasti satu tahun dari sekarang sebesar Rp 5.000.000.
Keown, Martin, Petty dan Scott memberikan suatu ilustrasi terkait perhitungan Net Present
Value kalau digunakan arus kas masuk certainty equivalent, dimana perlu didiskonto
menggunakan tingkat diskonto bebas resiko13.
Contoh Penerapan dalam Analisa NPV Menggunakan Pendekatan Certainty
Equivalent
Suatu perusahaan sedang mempertimbangkan membangun suatu fasilitas penelitian yang
baru dengan masa manfaat yang diharapkan 5 tahun. Informasi lainnya:
Tingkat imbal hasil yang diharapkan adalah 10%.
Tingkat suku bunga bebas resiko adalah 6%.
Investasi awal pembangunan ini, berupa arus kas keluar yang sudah pasti angkanya
US$ 120.000.
13
Keown, Arthur J.; John D. Martin; J. William Petty; dan David F. Scott, Jr. Financial Management: Principles and Applications. Edisi kesepuluh. New Jersey: Pearson Education Limited. Bab 11: Capital Budgeting and Risk Analysis. Halaman 377-378.
www.futurumcorfinan.com
Page 14
Arus kas masuk neto yang diharapkan dan koefisien certainty equivalent alpha t adalah
sebagai berikut:
Tahun Arus Kas Masuk Neto
Yang Diharapkan (USD)
Koefisien Certainty
Equivalent αt
1 10.000 0,95
2 20.000 0,90
3 40.000 0,85
4 80.000 0,75
5 80.000 0,65
Perhatikan bahwa koefisien certainty equivalent menunjukkan penurunan dari tahun
pertama ke tahun kelima. Koefisien certainty equivalent akan semakin kecil apabila resiko
yang terkait dengan suatu arus kas masuk tertentu, semakin tinggi. Menurut penulis, selain
karena tingkat resiko yang bisa jadi makin tinggi akibat ketidakpastian dan sumber-sumber
resiko itu sendiri yang sangat dinamis di masa mendatang, permasalahan kemampuan
analis untuk mengestimasi (forecasting) proyeksi arus kas di masa depan menjadi
tantangan tersendiri dan tingkat kesalahan (error rate) akan semakin tinggi. Terkait tingkat
kesalahan dalam estimasi arus kas, James Montier dari Cross Asset Research - Societe
Generale bahkan mengatakan14:
….I believes that forecasting is a waste of time..Most DCFs (catatan: DCF – Discounted
Cash Flow) are based on relevant cash flows years into the future. However, there is no
evidence that analysts are capable of forecasting either short-term or long-term growth.
Lebih lanjut, James Montier memberikan chart di bawah ini terkait kesalahan proyeksi baik
untuk pasar modal Amerika Serikat maupun Eropa tahun 2001 – 2006.
14
Artikel James Montier. Mind Matters: The Dangers of DCF. 9 September 2008. Diunduh pada tanggal 3 Juni 2014 dari laman http://csinvesting.org/wp-content/uploads/2012/10/Dangers-of-DCF_Mortier.pdf. Pembaca yang tertarik bisa juga membaca buku James Montier berjudul “Behavioural Investing: A Practitioner’s Guide to Applying Behavioural Finance”. West Sussex: John Wiley & Sons Ltd. 2007. Bab 9: The Folly of Forecasting: Ignore All Economists, Strategists, & Analysts.
www.futurumcorfinan.com
Page 15
Chart di atas memperlihatkan skala rata-rata kesalahan proyeksi yang dilakukan oleh para
analis pasar modal sepanjang waktu. Di sini para analis memulai proyeksi mereka 2 tahun
(24 bulan) sebelum laporan aktual diterbitkan, dan bagaimana proyeksi mereka berubah
begitu makin mendekati saat pengumuman hasil aktual. Untuk data pasar modal Amerika
Serikat, rata-rata kesalahan proyeksi untuk 24 bulan mendekati 93%, dan untuk rata-rata 12
bulan sebelum waktu hasil aktual diumumkan, adalah 47% untuk periode waktu 2001-2006.
Tentunya yang jadi pertanyaan besar, adalah dari mana koefisien certainty equivalent alpha
t ini ditentukan? Kita akan singgung hal ini di bawah sesudah perhitungan NPV selesai
ditunjukkan.
Berapa besar NPV proyek tersebut, dengan menggunakan pendekatan certainty equivalent?
Pada pendekatan certainty equivalent, pihak investor lebih fokus ke proyeksi arus kas
sebagai pembilang dalam rumus NPV, dan melakukan penyesuaian untuk memperoleh arus
kas nir-resiko (yang akan lebih rendah – sesuai dengan risk-averse pihak analis), dan
menggunakan tingkat suku bunga bebas resiko sebagai tingkat diskonto. Tingkat suku
bunga bebas resiko pada umumnya dianggap sebagai tingkat suku bunga yang ditawarkan
oleh instrumen investasi yang relatif “aman” pengembaliannya, misalnya instrumen
keuangan investasi yang diterbitkan oleh pemerintah. Investasi ini pada umumnya dianggap
“aman” karena mengingat kemampuan pemerintah untuk menarik pajak dari
warganegaranya, dan otoritas yang dimilikinya untuk mencetak uang.
www.futurumcorfinan.com
Page 16
Karena tingkat diskonto yang digunakan adalah tingkat suku bunga bebas resiko, maka ide
dari pendekatan certainty equivalent adalah menjadikan atau melakukan penyesuaian agar
arus kas masuk (sesudah pajak) menjadi arus kas yang “pasti” atau “aman”, sebagaimana
diperlihatkan oleh formula di bawah ini.
Melihat gambar di atas, tampak bahwa pendekatan certainty equivalent dimulai dengan
“mengeluarkan” resiko dari arus kas masuk neto yang diharapkan di masa depan, dimana
arus kas masuk neto yang diharapkan (beresiko) dikalikan dengan koefisien certainty
equivalent masing-masing tahun. Hasilnya, secara teoritis, arus kas masuk neto itu menjadi
“bebas resiko” atau jumlahnya menjadi “pasti”.
Penulis berharap bahwa pembaca tidak salah mengartikan kalimat “mengeluarkan resiko
dari arus kas masuk neto yang diharapkan di masa depan”….bagaimanapun arus kas di
masa depan tetap beresiko. “Mengeluarkan” di sini bukan berarti lalu arus kas tersebut
menjadi tidak beresiko. Hanya saja pendekatan certainty equivalent memperhitungkan
dampak resiko ini dengan cara “menurunkan” jumlah arus kas masuk neto tersebut (atau
bisa juga arus kas bebas = free cash flow) setiap periode yang diharapkan di masa depan,
sehingga menjadi lebih kecil. Kalau jumlah arus kas masuk neto (dalam hal ini sebagai
pembilangnya) dikecilkan, maka dengan sendirinya, NPV untuk proyek tersebut yang masih
tetap beresiko, akan menjadi lebih rendah. Artinya apa? Artinya pendekatan certainty
equivalent “menghukum” arus kas yang beresiko tersebut dengan “mengecilkan” jumlah
arus kas masuk neto dan berakibat juga pada turunnya nilai NPV. Rumusannya menjadi
sebagaimana ditunjukkan di bawah ini.
www.futurumcorfinan.com
Page 17
ACF = After-tax Cash Flows (Arus Kas Sesudah Pajak) [atau arus kas masuk neto,
atau arus kas bebas]
αt = Koefisien certainty equivalent
Krf = Tingkat diskonto bebas resiko (risk free)
Tabel berikut ini menunjukkan jumlah “penurunan” arus kas yang diharapkan untuk sampai
menjadi arus kas masuk neto certainty equivalent.
Tahun
Arus Kas Masuk
Neto Yang
Diharapkan
(USD)
Koefisien
Certainty
Equivalent
Arus Kas
Nir-Resiko
Ekivalen (USD)
Atau
Arus Kas
“Aman”
Jumlah
Penyesuaian
atau
Penurunan
Arus Kas
Masuk Neto
yang
Diharapkan
I II III = I x II IV = I - III
1 10.000 0,95 9.500 500
2 20.000 0,90 18.000 2.000
3 40.000 0,85 34.000 6.000
4 80.000 0,75 60.000 20.000
5 80.000 0,65 52.000 28.000
Dari tabel di atas, untuk tahun pertama, arus kas masuk neto yang diharapkan sebesar USD
10.000 - dimana ini “beresiko” karena belum pasti akan diterima, setelah dikalikan dengan
koefisien certainty equivalent-nya, diperoleh USD 9.500 dan ini merupakan arus kas yang
“pasti atau aman” akan diterima. Jumlahnya akan lebih kecil, karena pihak analis secara
langsung, “menurunkan” jumlah arus kas masuk tersebut. Sederhananya begini, pihak
analis dapat menentukan bahwa tahun pertama pasti dapat diharapkan ada pemasukan
www.futurumcorfinan.com
Page 18
sebesar USD 9.500. Semakin menuju tahun ke-5, “penurunan” ekspektasi ini menjadi
semakin tinggi. Bisa banyak faktornya, mungkin karena semakin relatif sulit bagi pihak analis
untuk memperkirakan arus kas yang akan masuk, misalnya kontrak yang belum ada,
ataupun ada kontrak dengan pihak pembeli, namun jumlah kenaikan volume yang belum
dapati dipastikan. Jadi arus kas nir-resiko ekivalen dapat dibaca sebagai arus kas masuk
“yang pasti-pasti saja angkanya (just to be on the safe side)15”.
Setelah diperoleh arus kas nir-resiko ekivalen, maka tugas perhitungan NPV menjadi relatif
mudah, karena tinggal mencari nilai kini arus kas tersebut dengan menggunakan tingkat
diskonto bebas resiko juga, supaya sejalan.
Tahun
Arus Kas
Nir-Resiko
Ekivalen (USD)
Faktor Nilai Kini
pada 6%
Nilai Kini
(USD)
0 (120.000) 1 (120.000)
1 9.500 0,943 8.958
2 18.000 0,890 16.020
3 34.000 0,840 28.560
4 60.000 0,792 47.520
5 52.000 0,747 38.844
Total 19.902
Karena NPV sebesar USD 19.902 adalah positif, maka dapat dikatakan, dari sudut pandang
analisa aspek keuangan, proyek di atas layak dijalankan.
Kalau kita menggunakan rumus yang diberikan oleh Damodaran, maka untuk mendapatkan
arus kas certainty equivalent, sebagaimana ditunjukkan di bawah ini16, RADR juga perlu
diketahui.
Arus Kas (Certainty Equivalent)t = Arus Kas yang Diharapkant x (λ)t
15
Watson, Denzil; dan Antony Head. Corporate Finance: Principles & Practice. Edisi kelima. Essex (UK): Pearson Education Limited. 2010. Bab 7: Investment Appraisal: Applications and Risk. Halaman 202. 16
Damodaran, Aswath. Corporate Finance: Theory and Practice. Edisi kedua. New York: John Wiley & Sons, Inc. 2001. Bab 8: Estimating Hurdle Rates for Projects. Halaman 248.
www.futurumcorfinan.com
Page 19
Dimana (1 + Risk-free rate)
λ (faktor certainty equivalent) = ----------------------------------
(1 + RADR)
Damodaran memberikan contoh terkait penerapan rumus di atas17, dengan tingkat suku
bunga bebas resiko sebesar 5%, sebagai berikut.
Proyek
RADR –
atau biaya
kapital
(cost of
capital)
λ Faktor certainty
equivalent (tahun 1)
λ Faktor certainty
equivalent (tahun 2)
Toko Perbaikan
Rumah untuk The
Home Depot
9,51% 1,05/1,0951 = 0,9588 1,05^2/1,0951^2 = 0,9193
Investasi Home
Depot Expo
13,57% 1,05/1,1357 = 0,9245 1,05^2/1,1357^2 = 0,8548
Proyek Boeing
Defense
8,77% 1,05/1,0877 = 0,9653 1,05^2/1,0877^2 = 0,9319
Begitu λ certainty equivalent diperoleh, maka dengan mengkalikannya sama arus kas
masuk neto yang diharapkan, kita akan memperoleh arus kas certainty equivalent. Sebagai
contoh, untuk tahun pertama, arus kas masuk neto yang diharapkan untuk proyek Toko
Perbaikan Rumah (The Home Depot) sebesar Rp 100 juta, apabila dikalikan dengan λ
certainty equivalent sebesar 0,9588, akan diperoleh arus kas nir-resiko sebesar Rp 95,88
juta.
Dari tabel perhitungan di atas, terlihat juga bahwa RADR atau biaya kapital yang lebih tinggi
akan menghasilkan λ faktor certainty equivalent yang lebih kecil, sehingga arus kas certainty
equivalent-nya juga akan lebih kecil, demikian juga nilai NPV-nya. Hasil yang sejalan
apabila digunakan RADR yang lebih tinggi sebagai tingkat diskonto, nilai NPV-nya juga akan
lebih kecil.
17
Damodaran, Aswath. Corporate Finance: Theory and Practice. Edisi kedua. New York: John Wiley & Sons, Inc. 2001. Bab 8: Estimating Hurdle Rates for Projects. Halaman 249.
www.futurumcorfinan.com
Page 20
Koefisien atau Faktor Certainty Equivalent
Dari ulasan di atas, banyak disebut terkait koefisien atau faktor certainty equivalent, yang
menentukan jumlah arus kas nir-resiko. Tentunya yang jadi pertanyaan, adalah dari mana
koefisien atau faktor certainty equivalent ini diperoleh? Jawabannya, semoga tidak
mengecewakan para pembaca: ini berasal dari preferensi risk-aversion pihak analis yang
kemungkinan besar akan berbeda-beda antara satu analis dengan analis yang lainnya. Satu
yang pasti, arus kas nir-resiko (certainty equivalent) memang akan selalu lebih kecil atau
lebih rendah dari arus kas masuk neto yang beresiko yang [masih] diharapkan.
Pertanyaannya, seberapa besar “lebih rendah”-nya? Jawaban masing-masing analis bisa
berbeda-beda terkait seberapa besar tingkat risk-aversion masing-masing analis.
Inilah juga yang menjadi tantangan terbesar dalam penerapan pendekatan Certainty
Equivalent adalah diperolehnya koefisien atau faktor certainty equivalent. Namun disinilah
masalahnya, dimana sampai sekarang belum ada satupun teori keuangan yang dapat
menentukan berapa besar koefisien atau faktor certainty equivalent dari suatu arus kas
masuk neto yang diharapkan di masa depan. Setiap orang atau analis dapat memiliki
jawaban yang berbeda-beda walaupun yang dibicarakan adalah arus kas masuk neto yang
sama. Karena akan relatif sulit untuk mengukur atau menentukannya secara teoritis, maka
akan terkesan jawaban masing-masing analis akan “arbitrer” (baca : suka-suka pihak analis,
atau terserah analis-nya). Ini sangat kurang nyaman bagi pihak pengambil keputusan,
mengapa? Perbedaan koefisien atau faktor certainty equivalent ini akan mengakibatkan
perbedaan dalam nilai NPV. Akibatnya bisa suatu proyek diputuskan jalan atau bahkan tidak
jalan oleh analis yang berbeda-beda.
Menggunakan contoh di atas dimana koefisien atau faktor certainty equivalent untuk tahun
ke-5, dipangkas separuh dari 0,65 menjadi 0,30, terlihat bahwa nilai NPV langsung jatuh
dari positif USD 19.903 menjadi negatif USD 1.014.
www.futurumcorfinan.com
Page 21
Kalau kita terapkan dalam contoh gamble/judi seperti ini, dimana menunjukkan ada 4
permainan berikut dengan angka probabilitasnya masing-masing18.
Loteri
A
Pro
b
Loteri
B Prob
Koin
Judi C Prob
Permainan
Pengambilan
Kartu D
Prob
Menang +10 80% +100 60% +100 50% +100 12/52
Kalah -10 20% -50 40% -50 50% 0 40/52
Bagi si A, certainty equivalent dan jumlah yang diharapkan (expected payoff amount) adalah
sebagai berikut:
Permainan Certainty Equivalent
(Rp) Jumlah Yang Diharapkan (Rp)
A 8 10 x 80% + -10 x 20% = 6
B 70 100 x 60% + -50 x 40% = 40
C 30 100 x 50% + -50 x 50% = 25
D 20 100 x 12/52 + 0 x 40/52 = 23,1
Bagi si B, certainty equivalent dan jumlah yang diharapkan (perhatikan angka ini tetap sama
dengan tabel di atas) adalah sebagai berikut, hanya untuk loteri B, si B bersedia hanya
menerima 45 dan bukan 70, angka yang hanya ada selisih 5 dibandingkan dengan jumlah
yang diharapkan (=40). Artinya apa? Dengan premi resiko yang ditempatkan oleh si B hanya
5 (= 45 – 40), sedangkan bagi si A, 30 (=70-40), maka preferensi dan risk aversion si B lebih
tinggi daripada si A.
Permainan Certainty Equivalent
(Rp) Jumlah Yang Diharapkan (Rp)
A 8 10 x 80% + -10 x 20% = 6
B 70 45 100 x 60% + -50 x 40% = 40
C 30 100 x 50% + -50 x 50% = 25
D 20 100 x 12/52 + 0 x 40/52 = 23.1
Di samping itu, hal yang menjadi lebih rumit, adalah dalam model “Investment-Vehicle”
dengan efeknya “investment-pass-through”, tampak bahwa manajemen perusahaan adalah
perantara (intermediary) yang mengambil keputusan demi kepentingan terbaik bagi
18
Diambil dari laman http://web.sakarya.edu.tr/~ukula/decision_analysis_lecture3.pdf, diakses pada tanggal 2 Juni 2014.
www.futurumcorfinan.com
Page 22
perusahaan dan pemegang saham perusahaan. Dalam konteks ini, perusahaan hanya
merupakan saluran “conduit” atau sarana bagi pemegang saham untuk melakukan investasi
atau capital budgeting, yaitu dalam aset perusahaan, sebagaimana digambarkan dibawah
ini19.
Ini implikasinya apa bagi koefisien atau faktor certainty equivalent? Waktu kita bicara
preferensi atau sikap (attitude) risk-aversion, certainty equivalent ini berarti perlu
mencerminkan preferensi risk-aversion [para] pemegang saham perusahaan, dan bukan
manajemen perusahaan, mengingat bahwa [manajemen] perusahaan adalah “conduit” atau
“vehicle” bagi pemegang saham perusahaan untuk menjalankan investasi. Mengetahui
preferensi risk-aversion para pemegang saham perusahaan tentunya bukan usaha yang
relatif mudah, dan bisa sangat berbeda-beda antara satu pemegang saham dengan
pemegang saham lainnya.
19
Slide presentasi nomor I-20, yang diambil dari Corporate Financial Management karangan Emery, Finnerty dan Stowe. Edisi ketiga. Bab 1: Introduction and Overview. Halaman 9. Diambil dari laman http://www.westga.edu/~chodges/pdf/efs3ch1ppt.pdf diakses pada tanggal 8 April 2014.
www.futurumcorfinan.com
Page 23
Tampaknya praktis tidak mudah memperkirakan jumlah certainty equivalent dalam suatu
proses pengambilan keputusan. Masalah utamanya, preferensi resiko dan risk-aversion
setiap individu bisa berbeda-beda, walaupun bisa saja, perbedaan tersebut tidak signifikan.
Preferensi atau risk-aversion setiap orang akan tercermin berapa premi resiko yang
digunakan untuk “menurunkan” jumlah yang diharapkan (expected payoff).
Dua contoh berikut ini menjelaskan konsep certainty equivalent, jumlah yang diharapkan
dan premi resiko20:
Ambil contoh pertama dalam asuransi kendaraan.
Misalkan anda memiliki sebuah mobil baru, pada umumnya kendaraan baru memiliki
asuransi kendaraan.
Perusahaan asuransi tentunya memiliki data mengenai rata-rata jumlah uang yang
mesti dikeluarkan untuk memperbaiki kendaraan anda apabila mengalami kerusakan,
dan sebagai perusahaan berorientasi laba, mereka akan mengenai biaya (atau premi
asuransi) yang akan lebih dari jumlah tersebut. Ini tetap dilihat dari konteks the law of
large numbers21.
Sebagai pemilik kendaraan baru tersebut, jumlah maksimum yang anda bersedia
bayar ke pihak asuransi adalah jumlah certainty equivalent. Certainty equivalent
adalah jumlah (payoff amount) yang pihak pengambil keputusan bersedia untuk
menerima sebagai pertukaran dengan ketidakpastian aktual yang sedang berjalan,
dimana angkanya bisa positif atau negatif. Perbedaan antara jumlah yang diharapkan
(expected payoff) dan certainty equivalent disebut sebagai premi resiko.
Ambil contoh kedua, suatu keputusan untuk mengasuransikan atau tidak, koper anda
terhadap resiko kehilangan koper (berikut isinya). Data yang ada:
Diketahui nilai koper dan isinya diperkirakan Rp 300 juta.
Anda bersedia membayar premi asuransi sebesar Rp 5 juta.
Probabilitas kehilangan koper anda adalah 1%.
20
Diambil dari laman http://web.sakarya.edu.tr/~ukula/decision_analysis_lecture3.pdf, diakses pada tanggal 2 Juni 2014. 21
Dibaca pada tanggal 5 Juni 2014 dari laman http://www.learninsurance.org/Content/LEARNING-INSURANCE/What-is-Insurance/Law-of-Large-Numbers.aspx.
www.futurumcorfinan.com
Page 24
Keterangan Jumlah
Certainty equivalent = Minus Rp 5 juta
Premi resiko = = Jumlah yang diharapkan - certainty
equivalent
Jumlah yang diharapkan = [(-300) x (1%)] + [(0) x 99%) = - 3
Premi resiko positif Rp 2 juta adalah jumlah
yang bersedia dibayarkan di atas kerugian
yang mungkin diderita
= -3 – (-5) = +2
Untuk mendapatkan certainty equivalent, umumnya akan dihitung dulu jumlah yang
diharapkan (expected payoff), dimana perhitungan ini akan melibatkan probabilitas.
Sesudah jumlah yang diharapkan ditentukan, baru jumlah tersebut akan disesuaikan ke atas
(upward) atau ke bawah (downward) sampai pihak pengambil keputusan tersebut merasa
memperoleh angka certainty equivalent yang dirasakan “pas”22.
Selisih jumlah antara jumlah yang diharapkan dan certainty equivalent dikenal sebagai
premi resiko. Dengan demikian, kalau premi resiko diketahui, maka jumlah certainty
equivalent dapat dihitung. Jumlah certainty equivalent = Jumlah yang diharapkan minus
premi resiko. Akan tetapi disinilah masalahnya, penentuan premi resiko akan menjadi
perdebatan antara satu orang dengan orang lainnya, karena akan masuk unsur perspektif
preferensi dan risk-aversion orang tersebut. Namanya saja “preferensi resiko” maka ini
sangat tergantung sudut pandang orang dan seberapa seriusnya ia menganggap atau
melihat “dampak” resiko ini terhadap dirinya, yang umumnya diukur dari 2 komponen:
a) Jumlah kerugian yang diperkirakan mungkin timbul; dan
b) Angka probabilitas dari terjadinya kerugian tersebut.
Namun, premi resiko pada umumnya akan sama dengan potensi kerugian yang sama,
dengan catatan, angka probabilitasnya sama. Contoh, premi resiko akan, sama
(umpamanya 100) untuk kedua permainan melempar Koin A dan Koin B, di bawah ini
tingkat potensi kerugian sama-sama 500.
22
Kemungkinan besar penyesuaian yang dilakukan adalah mengecilkan angka proyeksi arus kas tersebut, mengingat bahwa seorang atau perusahaan yang risk-averse, akan cenderung kuatir pada kemungkinan menerima jumlah atau imbal hasil yang lebih kecil daripada yang diharapkan, atau dikenal sebagai resiko downside.
www.futurumcorfinan.com
Page 25
Permainan Lemparan Koin
A
Permainan Lemparan Koin
B
Kepala (head) 0 +1000
Ekor (tail) -500 -500
Dari hasil di atas, dapat dimengerti mengapa pendekatan certainty equivalent tidak sering
dipergunakan dalam praktik analisa capital budgeting23.
Alternatif Penentuan Koefisien atau Faktor Certainty Equivalent
Salah satu pendekatan “praktis” untuk menentukan koefisien atau faktor certainty equivalent
ini adalah mengidentifikasi berbagai tipe proyek investasi yang akan dievaluasi atau
dianalisa dan mengelompokkan tingkat relatif resikonya, sebagaimana digambarkan di
bawah ini24.
Clark, Hindelang dan Pritchard 25 menyebutkan bahwa sesudah kategori proyek ini
diidentifikasi (misalnya proyek penggantian peralatan, perluasan atau ekspansi atau
23
Namun demikian, bukan berarti konsep certainty equivalent tidak ada gunanya. Konsep certainty equivalent bisa dipakai untuk melihat beberapa asumsi yang terkandung dalam RADR yang konstan. Web extension 13: Certainty Equivalents and Risk-Adjusted Discount Rates. Diakses pada tanggal 6 Mei 2014 dari laman http://faculty.tamucc.edu/vvenkiteshwaran/Web%20Extensions/Extension%2013-B.pdf. 24
Gitman, Lawrence. J.; dan Chad J. Zutter. Principles of Managerial Finance. Edisi ketiga belas. Boston: Prentice Hall. 2012. Bab 12: Risk and Refinements in Capital Budgeting. Halaman 479. 25
Clark, John J.; Thomas J. Hindelang; dan Robert E. Pritchard. Capital Budgeting: Planning and Control of Capital Expenditures. Edisi kedua. New Jersey (US): Prentice Hall. Dikutip dari tulisan John H. Hall dan Wim Westerman berjudul Basic Risk Adjustment Techniques in Capital Budgeting sebagai bab 12 dari buku Capital Budgeting Valuation: Financial Analysis for Today’s Investment Projects. Editor: H. Kent Baker dan Philip English. New Jersey (US): John Wiley & Sons. 2011. Halaman 221.
www.futurumcorfinan.com
Page 26
penelitian dan pengembangan), berikutnya ukuran resiko dan imbal hasil ditentukan berikut
dengan distribusi probabilitas arus kas setiap tahun dihitung memanfaatkan informasi dan
data historis serta kinerja di proyek-proyek sebelumnya. Dari data-data ini, kemudian
koefisien variasi (coefficient of variation - CV) untuk arus kas setiap tahun dihitung. Koefisien
atau faktor certainty equivalent, lalu ditentukan, sejalan dengan preferensi risk-aversion
manajemen untuk setiap kategori atau kelompok proyek, berdasarkan ukuran dari CV.26
Arus kas masuk di masa depan yang beresiko kemudian akan dapat disesuaikan
menggunakan faktor ini.
Tabel berikut memberikan contoh hipotetis terkait faktor atau koefisien certainty equivalent
berdasarkan preferensi utilitas untuk suatu perusahaan pada suatu titik waktu tertentu.
Sebagai contoh:
Arus kas masuk yang tidak pasti pada tahun 3 sebesar US$ 250.000 untuk suatu proyek
penggantian peralatan dengan CV sebesar 0,3 maka arus kas certainty equivalent akan
menjadi:
= US$ 250.000 x 0.74 = US$ 185.000.
Sebagaimana sudah diuraikan di atas, arus kas MASUK certainty equivalent akan selalu
lebih rendah daripada arus kas MASUK yang tidak pasti. Namun sebaliknya, kalau ia
26
Baker, Mukherjee, dan Van Belle memberikan suatu prosedur untuk menghasilkan faktor atau koefisien certainty equivalent yang diperlukan guna penerapan pendekatan certainty equivalent. Baker, H. Kent; Tarun K. Mukherjee; dan Magli Van Belle. Using Certainty Equivalents to Evaluate Risky Projects. Corporate Finance Review. Januari/Februari 2003. Halaman 20-24.
www.futurumcorfinan.com
Page 27
merupakan arus kas KELUAR, maka arus kas KELUAR certainty equivalent akan selalu
lebih tinggi daripada arus kas KELUAR yang tidak pasti. Dengan demikian, koefisien atau
faktor certainty equivalent untuk arus kas MASUK akan di atas angka 1.
Misalkan, koefisien atau faktor certainty equivalent untuk arus kas keluar adalah ditentukan
1,1. Arus kas certainty equivalent untuk arus kas keluar yang belum pasti sebesar
US$ 1.000.000 adalah
= US$ 1.000.000 x 1,1 = US$ 1.100.000.
Ini berarti bahwa pengambil keputusan akan “indifferent” antara arus kas keluar yang pasti
sebesar US$ 1.100.000 dan arus kas keluar yang beresiko atau tidak pasti sebesar
US$ 1.000.000. Koefisien atau faktor certainty equivalent ini wajib direview setidaknya
setiap tahun untuk mengakomodasi perubahan yang terjadi pada tingkat suku bunga bebas
resiko, biaya kapital, atau bahkan preferensi resiko pihak manajemen. Semua hal-hal ini
akan mengakibatkan perubahan pada koefisien certainty equivalent di tabel atas.
Dari tabel di atas, tampak untuk proyek penelitian dan pengembangan (litbang), CV menjadi
tidak relevan, mengingat sangat tingginya resiko investasinya.
Evaluasi atas Pendekatan atau Metode Certainty Equivalent
Metode certainty equivalent akan mengakibatkan banyaknya penyesuaian yang bersifat
“konservatif” dan bukannya “realistis”. Jadi akan dicari angka yang “aman-aman saja”, dan
bisa jadi ini jauh di bawah angka yang “realistis” bisa diterima secara “aman”.
Antisipasi atasan analis juga bisa mengakibatkan proses pengambilan keputusan menjadi
subyektif. Misalkan, pihak analis mengetahui bahwa atasan analis tersebut terkenal sebagai
orang yang “konservatif”, sehingga pihak analis dengan mengetahui bahwa atasannya akan
menurunkan proyeksi arus kas certainty equivalent lebih lanjut, pihak analis bisa dengan
sengaja memasang angka proyeksi arus kas certainty equivalent yang lebih tinggi dari yang
dia rasakan “pas” sebelumnya (hal ini dilakukan sebelum analisa capital budgeting
diserahkan ke atas analis untuk evaluasi) guna mengantisipasi kemungkinan diturunkannya
proyeksi angka arus kas oleh atasannya. Hal yang sebaliknya bisa terjadi, kalau pihak analis
mengetahui bahwa atasan analis seorang yang “tidak konservatif”. Fokus yang terlalu
banyak diberikan pada usaha untuk mencapai arus kas certainty equivalent yang konservatif
www.futurumcorfinan.com
Page 28
bisa mengalihkan fokus analis dan pengambil keputusan pada kesempatan-kesempatan
investasi yang menarik.
Pendekatan atau metode certainty equivalent, secara konsep dianggap bagus dengan
alasan sebagai berikut27:
Pengambil keputusan dapat melakukan penyesuaian secara terpisah untuk masing-
masing arus kas setiap periode, guna memperhitungkan resiko spesifik dari arus kas
tersebut. Karena fokus pendekatan certainty equivalent adalah pada arus kas, maka
ini memaksa pihak analis capital budgeting untuk dapat benar-benar melihat resiko
terkait arus kas ini guna melakukan penyesuaian ke bawah. Hal ini pada umumnya
tidak selalu dikerjakan ketika digunakan pendekatan RADR. Secara teoritis, hasil
NPV antara digunakan pendekatan certainty equivalent dan RADR mestinya sama.
Dalam Part B dari tulisan ini, penulis akan memberikan contoh dimana kedua
pendekatan tersebut memberikan hasil angka NPV yang sama28.
Joseph Tham dan Lora Sabin memperjelas keunggulan pendekatan certainty
equivalent, dimana dikatakan: 29
Whereas the risk-adjusted discount rate ….adjusts future cash flows for both time
and risk, the certainty equivalent method makes separate adjustments for risk and
time.
Di sini pendekatan certainty equivalent menggunakan tingkat diskonto berupa tingkat
suku bunga bebas resiko untuk memperhitungkan nilai waktu dari uang (time value
27
Moyer, R. Charles; James R. McGuigan; dan William J. Kretlow. Contemporary Financial Management. Edisi kesepuluh. Ohio (US): South-Western, bagian dari The Thomson Corporation. 2006. Bab 11 : Capital Budgeting and Risk. Halaman 386. 28
Lihat tulisan Joseph Tham dan Lora Sabin berjudul “Conceptual Issues in Financial Risk Analysis: A Review for Practitioners”. February 2001. Halaman 15. Diunduh pada tanggal 13 Mei 2014 dari laman http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=259508. Kedua penulis mengatakan: This approach is clearly closely linked conceptually and mathematically to the alternative method of using a risk-adjusted discount rate. 29
Joseph Tham dan Lora Sabin berjudul “Conceptual Issues in Financial Risk Analysis: A Review for Practitioners”. February 2001. Halaman 15 dan 33. Diunduh pada tanggal 13 Mei 2014 dari laman http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=259508.
www.futurumcorfinan.com
Page 29
of money) dan koefisien atau faktor certainty equivalent untuk memperhitungkan
level resiko dari masing-masing arus kas di masa depan30.
Sebagaimana akan dijelaskan di Part B dari tulisan ini dengan topik yang sama,
salah satu kelemahan dari pendekatan RADR adalah digabungkannya unsur waktu
dan resiko ke dalam satu (single) tingkat diskonto, atau dijadikan menjadi satu,
padahal profil kedua unsur tersebut berbeda31.
Lebih jauh, Joseph Tham dan Lora Sabin, mengembangkan pendekatan yang
langsung merinci “intertemporal resolution of uncertainty” yang menggunakan
konsep certainty equivalent. Pendekatan ini “memaksa” pihak analis untuk berpikir
keras terkait bagaimana profil resiko yang mungkin sepanjang usia proyek,
sebagaimana mereka katakan:
But this challenge should not cloud our understanding of the chief merit of this
approach, which is that it forces the analyst to think hard about the possible risk
profiles over the entire life of the project and, specifically, about how the passage of
time provides information that might either increase or decrease the level of
uncertainty. By making use of certainty equivalent adjustment factors, or their
corresponding multiple risk-adjusted discount rates, we are nudged away from the
earlier easier techniques that rely on a single summary measure, such as the
probability distribution of the NPV or a single risk-adjusted discount rate.
Penulis sendiri melihat bahwa pendekatan certainty equivalent secara eksplisit
“memaksa” atau “mengarahkan” pihak analis untuk pertama-tama menganalisa atau
memikirkan profil resiko arus kas di masa depan, dan kemudian menentukan
seberapa banyak jumlah uang ekivalen, yang akan diterima dengan kepastian,
jumlah mana akan membuat pihak analis “indifferent” antara arus kas yang beresiko
dan arus kas yang nir-resiko.
Preferensi resiko atau sikap risk-aversion pihak pengambil keputusan akan terlihat
dalam analisa capital budgeting. Ini berimplikasi pada hasil angka NPV yang bisa
30
Baker, H. Kent; dan Philip English. Capital Budgeting Valuation: Financial Analysis for Today’s Investment Projects. New Jersey (US): John Wiley & Sons. 2011. Bab 12: Basic Risk Adjustment Techniques in Capital Budgeting. Halaman 224. Ditulis oleh John H. Hall dan Wim Westerman. 31
Robicheck, Alexander A.; dan Stewart C. Myers. Conceptual Problems in the Use of Risk-Adjusted Discount Rates. The Journal of Finance. Volume 21, Issue 4. Halaman 727–730. Desember 1966.
www.futurumcorfinan.com
Page 30
diterima oleh pihak pengambil keputusan, karena proyeksi angka arus kas di masa
depan yang dapat dihasilkan oleh proyek investasi tersebut sudah sesuai dengan
preferensi resiko pihak pengambil keputusan. Artinya, kalau hasil analisa capital
budgeting adalah NPV dengan angka positif, pihak pengambil keputusan akan
bersedia menjalankan proyeksi tersebut. Dan sebaliknya, kalau negatif, akan tidak
dilaksanakan.
Walaupun pendekatan atau metode certainty equivalent sebagaimana dijelaskan di atas
secara konseptual terhitung bagus (dan bahkan lebih unggul dibandingkan pendekatan
RADR), namun dalam prakteknya, para praktisi jarang menggunakan pendekatan ini.
Dari survey pada tahun 1986 yang dilakukan oleh Kim, Crick dan Kim32, dari responden
survey yang ada, hanya 7% yang menggunakan metode certainty equivalent, dibandingkan
29% untuk pendekatan RADR. Dan yang lebih mengejutkan adalah hampir 49% responden
menggunakan penyesuaian resiko secara subyektif.
Baker dan Fox33 menyatakan bahwa tidak ada bukti bahwa pendekatan certainty equivalent
menggunakan premi resiko telah digunakan oleh para manajemen atau praktisi perusahaan
dalam evaluasi proyek.
Pengantar ke Pendekatan RADR
Sebelum kita melangkah ke pendekatan kedua, yaitu pendekatan RADR, kita perlu melihat
yang ditulis Jonathan Berk dan Peter DeMarzo yang memberikan contoh yang cukup bagus
antara risk-aversion dan premi resiko34 dan memberikan contoh untuk kita bisa memahami
pendekatan RADR.
32
Kim, Suk H.; Trevor Chick dan Seung H. Kim. Do Executives Practice What Academics Preach. 1986. Management Accounting 68: 5. Halaman 49-52. Dikutip dari tulisan John H. Hall dan Wim Westerman berjudul Basic Risk Adjustment Techniques in Capital Budgeting sebagai bab 12 dari buku Capital Budgeting Valuation: Financial Analysis for Today’s Investment Projects. Editor: H. Kent Baker dan Philip English. New Jersey (US): John Wiley & Sons. 2011. Halaman 224. 33
Baker, Rose and Roland Fox. Capital Investment Appraisal: A New Risk Premium. International Transactions in Operations Research, March, Vol. 10 Issue 2. 125. 2003. 34
Berk, Jonathan; dan Peter DeMarzo. Corporate Finance. Edisi kedua. Essex (UK): Pearson Education Limited. 2011. Bab 3: Arbitrage and Financial Decision Making. Appendix: The Price of Risk. Halaman 77-78.
www.futurumcorfinan.com
Page 31
Misalkan:
Tingkat suku bunga bebas resiko : 4%.
Kondisi ekonomi tahun depan diperkirakan 50%: 50% menunjukkan kondisi melemah
maupun menguat.
Ada investasi pada suatu portofolio yang terdiri dari obligasi bebas resiko dan indeks
portofolio pasar saham (indeks portofolio pasar saham akan terdiri dari semua saham
yang ada di pasar modal, dengan rata-rata tertimbangnya adalah kapitalisasi pasar
masing-masing saham tersebut). Profil imbal hasil masing-masing instrumen investasi
ini:
a) Obligasi bebas resiko diasumsikan tidak ada resiko wan prestasi (default) dan
akan tetap membayar US$ 1.100 apapun kondisi ekonomi tahun depan yang
terjadi.
b) Arus kas dari investasi pada indeks pasar saham akan tergantung pada kondisi
ekonomi tahun depan. Apabila kondisi ekonomi menguat, maka nilai pasar
investasi akan sebesar US$ 1.400, dan sebaliknya jika melemah, menjadi
US$ 800.
Arus kas dan nilai pasar [wajar] hari ini dari masing-masing instrumen investasi adalah
sebagai berikut:
Arus kas dalam satu tahun ke depan
Instrumen
investasi
Nilai pasar hari ini
(US$)
Kondisi ekonomi
melemah
(US$)
Kondisi ekonomi
menguat
(US$)
Obligasi bebas
resiko
1.058*) 1.100 1.100
Indeks pasar
saham
1.000**) 800 1.400
*)
Nilai pasar obligasi bebas resiko hari ini = Present Value (Arus Kas) = US$ 1.100 / (1 + 4%
tingkat suku bunga bebas resiko) = US$ 1.058.
**) Untuk instrumen investasi pada indeks pasar saham, dapat dihitung nilai rata-rata arus
kas yang diharapkan satu tahun kedepan, yaitu sebesar US$ 1.100.
www.futurumcorfinan.com
Page 32
Arus Kas Yang Akan Terjadi Satu Tahun
ke Depan
Kondisi ekonomi
melemah (US$)
Kondisi ekonomi
menguat (US$)
800 1.400
Probabilitas 50% 50%
Nilai rata-rata yang diharapkan 800 x 50% + 1.400 x 50% = 1.100
Kalau diperhatikan, baik instrumen investasi pada obligasi bebas resiko dan indeks pasar
saham, masing-masing memberikan arus kas sebesar US$ 1.100, namun kualitas dari arus
kas tersebut berbeda antara kedua instrumen investasi tersebut.
Mengapa demikian?
Arus kas masuk untuk obligasi sebesar US$ 1.100 yang akan dibayar 1 tahun dari
sekarang, adalah terhitung “aman”, “pasti”. Arus kas masuk ini, walaupun masih
terhitung “dijanjikan” (promised), namun secara umum, dianggap relatif aman, ada
tingkat kepastian yang tinggi, bahwa apapun yang terjadi pada kondisi ekonomi ke
depan, perusahaan penerbit obligasi berjanji akan membayarkan kembali sebesar
US$ 1.100 kepada para pemegang surat hutang obligasi tersebut.
Berbeda dengan arus kas untuk obligasi bebas resiko di atas, arus kas sebesar
US$ 1.100 pada investasi indeks pasar saham, masih merupakan jumlah rata-rata
yang diharapkan (expected average payoff), sedangkan angka yang sesungguhnya
aktual diterima oleh investor, bisa jauh berbeda, yaitu apakah US$1.400 atau
US$800, jadi arus kas ini terhitung arus kas beresiko.
Sebagai investor, apakah anda bersedia membayar harga yang sama antara instrumen
obligasi bebas resiko dan indeks pasar saham dengan arus kas yang diharapkan atau
dijanjikan sama-sama sebesar US$ 1.100? Tentunya dengan mempertimbangkan kualitas
arus kas masuk sebesar US$ 1.100 yang cukup beresiko, anda tidak akan bersedia
membayar setinggi US$ 1.058. berapa yang anda bersedia bayar? Dapat dikatakan, akan
lebih kecil dari US$1.058. Katakan itu US$ 1.000.
Pertanyaannya : mengapa lebih kecil dari US$ 1.058, atau sebesar US$ 1.000? Apa yang
bisa menjelaskan harga ini?
www.futurumcorfinan.com
Page 33
Berk dan DeMarzo menjelaskan bahwa risk-aversion-lah yang menjadi faktor di belakang
harga yang lebih rendah di atas.
Melihat pada pemasukan arus kas yang diharapkan untuk instrumen investasi indeks pasar
saham yang sebesar US$1.100, yang mana ini merupakan arus kas rata-rata, maka
dibandingkan arus kas yang pasti dengan nilai yang sama yaitu US$ 1.100 (untuk obligasi
bebas resiko), para investor hanya akan bersedia membayar harganya lebih kecil pada saat
ini, terutama karena para investor jelas tidak menyukai ketidakpastian, alias risk-aversion.
Coba perhatikan tabel di bawah ini yang sama dengan tabel sebelumnya, cuma yang ini
ditambahkan selisih tambahan atau penurunan arus kas pada setiap kondisi ekonomi.
Arus kas dalam satu tahun ke depan
Instrumen
investasi
Nilai pasar hari ini
(US$)
Kondisi ekonomi
melemah
(US$)
Kondisi ekonomi
menguat
(US$)
Obligasi bebas
resiko
1.058*) 1.100 1.100
Indeks pasar
saham
1.000**) 800 1.400
Selisih Minus 300 Plus 300
Pada saat kondisi ekonomi melemah, investor akan kehilangan arus kas masuk sebesar
US$ 300, sedangkan pada saat kondisi ekonomi menguat, ada tambahan arus kas masuk
sebesar US$ 300. Sama-sama sejumlah US$ 300. Namun ada bedanya……
Kehilangan arus kas masuk sebesar US$ 300 pada saat kondisi ekonomi melemah, jelas
tidak menyenangkan, dibandingkan memperoleh tambahan US$ 300 pada saat kondisi
ekonomi menguat.
In particular, it seems likely that for most individuals, the personal cost of losing a dollar in
bad times is greater than the benefit of an extra dollar in good times.
Karena kualitas kehilangan US$ 300 ini dirasakan [jauh] lebih penting pada saat kondisi
ekonomi melemah, maka para investor cenderung untuk memilih menerima US$ 1.100
dengan kepastian yang tinggi.
www.futurumcorfinan.com
Page 34
Sebagaimana dijelaskan di atas, faktor risk-aversion memainkan peranan penting. Kalau
seorang investor memiliki level risk-aversion yang lebih tinggi, maka harga yang ia bersedia
bayar untuk investasi indeks pasar saham bisa jauh lebih rendah dibandingkan harga untuk
obligasi bebas resiko, walaupun keduanya memiliki jumlah rata-rata yang sama.
Apa yang bisa kita lihat dari penjelasan di atas? Artinya pihak investor sangat perduli
kepada “resiko”. Kalau arus kas masuk di masa depan adalah beresiko, maka untuk
menghitung nilai kini dari arus kas tersebut tidak dapat digunakan tingkat suku bunga bebas
resiko sebagai tingkat diskontonya. Mesti ada “insentif”-nya kalau memang pihak investor
diharapkan mau menanamkan uangnya pada instrumen investasi yang arus kas masuk di
masa depan beresiko, yaitu berbeda antara nilai rata-rata dengan nilai sesungguhnya yang
diterima. Apa maksudnya?
Sebagai contoh:
Katakan nilai kini atau nilai pasar [wajar] instrumen investasi indeks pasar saham adalah
US$ 1.000 dengan arus kas rata-rata yang diharapkan diterima pada akhir tahun depan
adalah US$ 1.100, berarti ada tambahan US$ 100 yang merupakan imbal hasil dari
investasi awal sebesar US$ 1.000, sebesar 10%. Jadi 10% ini merupakan tingkat imbal hasil
yang diharapkan (expected return).
Kata-kata “diharapkan”, “rata-rata”, dalam dunia keuangan atau bahkan di dunia nyata mesti
diwaspadai. Contoh sederhana: kedalaman sungai dikatakan rata-rata 1,5 meter, sehingga
tampak tidak berbahaya untuk dilewati, namun kalau diketahui bahwa rata-rata 1,5 meter
tersebut diperoleh dari bagian yang ada kedalamannya 0,5 meter dan 2,5 meter, tentunya
kita tahu, sungai itu berbahaya untuk dilewati kalau memang orang tersebut (katakan
memiliki tinggi badan 1,7 meter) tidak bisa berenang.
Hal yang sama juga berlaku dalam investasi pada instrumen indeks pasar saham.
Tingkat imbal hasil yang diharapkan (expected return) bisa jauh berbeda dengan tingkat
imbal hasil yang akan diterima (actual return), dimana bisa lebih tinggi atau lebih rendah.
www.futurumcorfinan.com
Page 35
Arus kas yang
diterima (US$)
Nilai investasi
awal (US$)
Keuntungan
(Kerugian)
(US$)
Tingkat imbal
hasil aktual
Kondisi ekonomi
menguat
1.400 1.000 400 400/1.000 = 40%
Kondisi ekonomi
melemah
800 1.000 (200) -200/1.000 =
-20%
Rata-rata 40% x ½ + -20%
x ½ = 10%
Jadi dari tabel di atas, kita ketahui bahwa tingkat imbal hasil aktual yang akan diterima 1
tahun ke depan, akan bisa +40%, atau bahkan -20%, atau rata-rata +10%. Jadi angka rata-
ratanya 10% untuk tingkat imbal hasil yang diharapkan.
Lalu mengapa berbeda dengan tingkat suku bunga/imbal hasil bebas resiko, dalam hal ini
untuk obligasi bebas resiko, sebesar 4%? Perbedaan sebesar 4% inilah yang dikenal
sebagai premi resiko atas investasi pada indeks pasar saham yang arus kas masuknya
beresiko, dan ini mencerminkan kompensasi atau “insentif” yang diminta atau dikehendaki
oleh investor agar bersedia memindahkan dana investasinya dari obligasi bebas resiko ke
investasi indeks pasar saham.
Berk dan DeMarzo menutup penjelasan ini dengan mengatakan:
Because investors are risk averse, the price of a risky security cannot be calculated by
simply discounting its expected cash flow at the risk-free interest rate. Rather, when a cash
flow is risky, to compute its present value we must discount the cash flow we expect on
average at a rate that equals the risk-free interest rate plus an appropriate risk premium.
Di sini, kalau kita dihadapkan pada arus kas masa depan yang beresiko, yaitu walaupun
memiliki jumlah rata-rata diharapkan yang sama, maka untuk memperoleh nilai kini (present
value) dari arus kas tersebut, tingkat diskontonya adalah tingkat suku bunga bebas
resiko plus premi resiko [yang tepat]. Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan Risk-
Adjusted Discount Rate (RADR), pendekatan mana akan kita bicarakan dalam Part B dari
tulisan ini.
~~~~~~ ####### ~~~~~~
www.futurumcorfinan.com
Page 36
Disclaimer
This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of
writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have
been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any
representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising
from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is
not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your
advisors for specific advice.
This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the
authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com
© FUTURUM. All Rights Reserved