memastikan terpenuhinya hak hak perempuan pasca perceraian

50
Penelitian Kebijakan: Memastikan Terpenuhinya Hak-Hak Perempuan Pasca Perceraian: Studi Kasus Gugat Cerai di Wilayah PA - PTA Sulawesi Selatan Lies Marcoes Fadilla Dwianti Putri Rumah Kita Bersama 2015

Upload: yayasan-rumah-kita-bersama

Post on 08-Apr-2017

2.187 views

Category:

Government & Nonprofit


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Penelitian Kebijakan:

Memastikan Terpenuhinya Hak-Hak Perempuan Pasca Perceraian:

StudiKasus Gugat Cerai di Wilayah PA - PTA Sulawesi Selatan

Lies Marcoes Fadilla Dwianti Putri

Rumah Kita Bersama2015

Page 2: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraianii

Page 3: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian iii

Page 4: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraianiv

Page 5: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Daftar isi v Daftar istilah vi

Bagian Satu:Latar belakang dan konteks

Pendahuluan 03Latar belakang penelitian 04

Tujuan penelitian 05Penelitian terdahulu 06

Metodologi 10

Bagian Dua:Temuan Penelitian

Prevalensi kasus perceraian di wilayah PA 14Situasi umum putusan pengadilan terhadap hak ekonomi perempuanpasca percerain 22

Studi kasus dan analisis putusan 32Good practice pemenuhan hak istri pasca perceraian 31

Bagian Tiga:Kesimpulan dan Rekomendasi

Kesimpulan 35Rekomendasi 37

Lampiran 1

Referensi

D a f t a r I si

Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian v

42

43

Page 6: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Contempt of court : Ucapan atau perbuatan yang dapat menghilangkan kehormatan dan kewibawaan lembagaperadilan

Cerai gugat : Gugatan cerai yang diajukan oleh istri kepada suami

Cerai talak : Gugatan cerai yang diajukan oleh suami kepada istri

Duplik : Jawaban tergugat atas replik, meneguhkan jawaban

Ex aequo et bono : Kewenangan hakim dalam mengembangkan putusan demi mewujudkan rasa keadilan

Ex officio : Kewenangan hakim atas jabatannya untuk menciptakan keadilan

FIK-KSM : Forum Informasi Komunikasi Kelompok Swadaya Masyarakat

Hadhanah : Hak pengasuhan anak

HWDI : Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia

ICJ : Institute of Community Justice

Iddah : Nafkah wajib yang diberikan oleh suami kepada istri selama 3 bulan pasca perceraian

Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraianvi

Page 7: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Iwadh : Harta yang diambil oleh suami dari istri pasca perceraian

Khulu’ : Permintaan tebusan karena perceraian diajukanistri

LBH Apik : Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan

Mut’ah : Uang penghibur dari suami kepada istri atas perceraian

Nusyuz : Pembangkangan

PEKKA : Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga

Replik : Jawaban penggugat balik terhadap jawaban penggugat, mematahkan alasan

WCC : Women’s Crisis Center

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian vii

Daftar Istilah

Page 8: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

01 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

Page 9: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

B a g i a n S a tu: L a t a r B e l a k a n g d a n K o n t e k s

Pertahanan perempuan dalam melawan kemiskinan membutuhkan dukungan formal. Perubahan ke arah

perbaikan sistem dan produk hukum yang dijiwai keadilan gender penting diusahakan agar gelombang kesadaran

perempuan atas hak-hak mereka memilikipijakan hukum.

Lies Marcoes, Menolak Tumbang, hal. 272

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 02

Page 10: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

ni adalah hasil penelitian kualitatif tentang hak ekonomi perempu-an pasca perceraian, utamanya dalam cerai gugat di wilayah hukumIPengadilan Agama (PA) Sulawesi Selatan dan Pengadilan Tinggi

Agama (PTA) Makassar.

Kegiatan ini merupakan lanjutan dari penelitian tentang Gender,Kemiskinan, dan Keadilan yang dipublikasikan dalam bentuk bukuMenolak Tumbang: Narasi Perempuan Melawan Pemiskinan1.Dalam area kerja AIPJ, penelitian ini merupakan bagian dari “penguat-an hak-hak hukum dan keadilan bagi perempuan miskin”.

Penelitian Gender, Kemiskinan, dan Keadilan menyimpulkan ba-hwa pemiskinan terkait erat dengan kekerasan terhadap hak-hak dasarmanusia yang seharusnya dilindungi hukum. Pertanyaannya adalah,apakah sistem hukum dapat diandalkan untuk menopang ketahananperempuan dalam menolak dan melawan pemiskinan2”?

1 Lies Marcoes. Menolak Tumbang: Narasi Perempuan Melawan Pemiskinan, INSIST, 2014.

2 Ibid, hal.268.

03 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

I. Pendahuluan

Sebagaimana tergambar dalam tren di tingkat nasional, praktikperceraian merupakan peristiwa hukum yang paling banyak dita-ngani PA Sulawesi Selatan dan PTA Makassar dibandingkan peristi-

Page 11: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

wa hukum lainnya. Sejalan dengan itu, mitra-mitra AIPJ Sulawesi Se-latan, terutama LBH APIK, ICJ, dan Pengadilan Agama, seringkalimendapatkan pengaduan soal pelaksanaan hak-hak ekonomi perem-puan pasca perceraian, utamanya untuk kasus gugat cerai.

Karenanya, penelitian ini pada dasarnya merupakan policy researchuntuk mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan terbangunnya me-kanisme-mekanisme hukum formal dan non-formal yang dapat men-dorong pelaksanaan putusan pengadilan terkait hak ekonomi perem-puan pasca cerai.

II. Latar belakang penelitian

Status perkawinan perempuan sangat berpengaruh pada kemiskinan.Dalam stuktur masyarakat yang memberi tempat lebih utama dan ter-buka kepada lelaki, kemiskinan perempuan merupakan penanda palingakurat atas kondisi kemiskinan masyarakat. Dengan peran gendernyasebagai anak perempuan, istri atau ibu di keluarga, rumah tangga, danmasyarakat, perempuan terhubung langsung dengan ekonomi.

Ketika lajang, mereka bekerja dengan upah yang bisa sama atau le-bih rendah dari lelaki. Namun, sudah pasti hasil yang didapat selalu di-bagi dengan keluarga orangtuanya.

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 04

Page 12: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Ketika bersuami, secara umum mereka diasumsikan sebagai pen-cari nafkah tambahan dan atau dianggap mendapatkan nafkah dari su-aminya, tak peduli bahwa secara de facto mereka merupakan tulangpunggung keluarga. Apalagi ketika menjanda, beban tanggung jawabanak-anak secara de facto seringkali ditanggung oleh mereka.

Banyak perempuan masuk ke dalam pasar tenaga kerja namun ha-nya menempati posisi-posisi kurang strategis akibat latar belakangpendidikan, pengalaman, dan beban kerja mereka di rumah tangga.Karenanya, mereka kerap lebih dulu tergusur tatkala terjadi guncanganekonomi dan pengurangan tenaga kerja dan masuk ke sektor–sektorinformal. Jasa keuangan yang secara normatif bersifat netral genderpada kenyataanya sulit diakses perempuan terutama jika berstatus jan-da3. Hampir pasti perceraian mengurangi sumber ekonomi perempuanatau anak-anak. Dengan tidak adanya tanggung jawab dari mantansuami, perceraian seringkali menjadi perangkap bagi perempuan ma-suk ke dalam kurungan kemiskinan.

Pilihan tema ini merupakan hasil diskusi mitra AIPJ untuk programyang secara umum merupakan salah satu mandat AIPJ, yaitu gender,pemberdayaan perempuan, dan disabilitas. Diskusi AIPJ Sulsel akhirtahun 2014 dengan FIK-KSM, LBH Apik, ICJ, HWDI, dan staf AIPJSulsel merekomendasikan untuk melakukan studi pendalaman atastema ini.

II.1 Tujuan Penelitian

Studi ini mengidentifikasi peluang-peluang bagi perempuan untukmendapatkan hak ekonominya pasca putusan perceraian serta mem-berikan rekomendasi kebijakan yang dapat memperkuat perlindunganhak-hak ekonomi perempuan pasca cerai berdasarkan analisis terhadapketetapan dan praktik yang berlaku saat ini. Analisis ini mencakupi:

• Data makro kasus perceraian, dengan melihat perbandingan data ce-rai gugat, cerai talak, dan perkara hukum lain yang terkait denganhak ekonomi perempuan secara nasional dan di wilayah SulawesiSelatan.

• Mendalami kajian putusan tentang penetapan pemenuhan hak-hakistri pasca perceraian, baik dalam cerai talak maupun cerai gugatdan logika hukum yang mendasarinya.

• Mengidentifikasi elemen-elemen kelembagaan yang memungkinkanterlaksananya eksekusi hasil putusan pengadilan.

• Mengidentifikasi peran-peran kelembagaan seperti Pengadilan Aga-ma dalam mengontrol/mengawasi putusan dan menerapkan sita ja-minan atau strategi “paksaan” yang sesuai dengan mekanisme hu-kum.

3 Menolak Tumbang, ibid.

05 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

Page 13: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

• Mempelajari good practice baik di wilayah penelitian ini atau diwilayah lain dalam kaitannya dengan proses perceraian dan per-lindungan hak-hak ekonomi perempuan, serta mengidentifikasi ele-men-elemen kelembagaan untuk pelaksanaan eksekusi.

II.2 Penelitian terdahulu

Studi Stijn van Huis4 tentang perceraian di Cianjur berangkat daripengamatannya tentang studi-studi lembaga Peradilan Agama di Indo-nesia yang umumnya menghasilkan pandangan positif tentang fungsiPeradilan Agama dalam memberikan perlindungan hukum. Kesimpu-lan itu bersifat terbatas karena ditarik dari kajian tentang teks putusanpengadilan tanpa menghubungkan dengan pelaksanaannya di lapang-an.

Van Huis menyimpulkan bahwa kajian serupa itu kurang bisamembuktikan terpenuhinya hak-hak perempuan dan anak pasca per-ceraian. Menurutnya, terkait hak-hak itu, kajian tentang lembaga Per-adilan (Agama) sering jatuh pada kesimpulan yang rata-rata sama,yaitu; tunjangan istri dan anak merupakan hak yang dapat melindungiperempuan dan anak-anaknya; perempuan perlu memiliki akses keproses pengadilan yang layak; dan putusan pengadilan memiliki keku-atan pemaksa yang dapat memastikan putusan pengadilan dapat diek-sekusi. Namun, di tingkat pelaksanaannya, ketiganya tidak terbukti.

Studi yang dilakukan sendiri oleh para hakim di lingkungan Mahka-mah Syar’iyah Aceh membenarkan temuan van Huis. Mereka me-nyatakan bahwa upaya hakim untuk memberikan perlindungan itumereka lakukan dengan segala cara termasuk memanfaatkan kewe-nangan melakukan ex aequo et bono, yaitu mengembangkan putusandemi mengejawantahkan rasa keadilan itu. Setidaknya hal ini dapatdilihat dari dokumen perkara-perkara yang mereka putus di sejumlahkantor Mahkamah Syar’iyah di Aceh. Namun, mereka tak dapat me-mastikan bahwa putusan itu benar-benar dieksekusi, apalagi untuktuntutan yang berjangka waktu panjang, seperti pemberian hadhanahpasca perceraian. Mereka merasa kewajibannya sebagai hakim telahselesai begitu ikrar talak dibacakan dengan asumsi secara normatifhak-hak istri dan anak telah disetujui untuk dilaksanakan pihaksuami5.

Pada kenyataanya, sebagaimana dijumpai dalam penelitian vanHuis, pemenuhan hak pasca perceraian itu jauh lebih kompleks. Iamengajukan dua argumen yang menyatakan bahwa temuan tentangkeutamaan berperkara di PA itu memerlukan penelitian lanjutan.Pertama, hubungan kausal antara akses pada Pengadilan Agama bagijanda cerai dan perlindungan bagi mereka melalui pemenuhan hak itu

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 06

4 van Huis, S. J., “Rethinking the Implementation of Child Support Decisions: Post-divorce Rights and Access to the Islamic Court in Cianjur, Indonesia?, 2010(1) Law,Social Justice & Global Development Journal (LGD).

5 Rusjdi Ali Muhammad, SH. (eds) Kumpulan Refernsi Standar Evaluasi Hakim dalam Mene-rapkan Sensitivitas Gender di Mahkamah Syar’iyah Aceh, Mahkamah Syar’iyah Aceh, BandaAceh, 2009.

Page 14: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

6 Informasi diperoleh melalui korespondensi dengan PO Rifka Annisa, Haerony, 5 Maret2015.

07 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

tidak terbukti. Kedua, agar dapat memahami apakah janda ceraimengalami ketidakadilan, dapat dipelajari cara-cara mereka meng-upayakan ganti rugi dan cara mereka mengakses keadilan di luar jalurhukum formal. Dan untuk itu, van Huis merekomendasikan perlunyapenelitian empiris (sosio-legal) yang melihat tindak lanjut putusan.

Studi WCC Rifka Annisa mengenai Putusan PA di Jakarta Timur,PA Wonosari Yogya, PA Kota Makasar, PA Maros, dan MSy BandaAceh tahun 2010 menunjukkan bahwa bahkan dalam amar putusanpun hak ekonomi perempuan dalam gugat cerai nyaris tidak ada. Dari150 perkara yang mereka periksa, hanya 1 yang secara eksplisit men-cantumkan tuntutan ekonomi perempuan dalam gugat cerai mereka6.

Berdasarkan temuan Rifka Annisa dan van Huis, serta pengalamanlangsung para hakim di Mahkamah Syar’iyah Aceh, studi ini berasum-si bahwa karena kekuasaan lembaga peradilan seperti PA/MahkamahSyar’iyah dan lembaga-lembaga formal yang ada di dalamnya memi-liki keterbatasan jangkauan dalam melakukan eksekusi putusan, makaseharusnya ada kelembagaan dan kebijakan lain yang dapat memas-tikan hak-hak perempuan pasca perceraian dapat terpenuhi.

Page 15: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Box I: Pengertian cerai gugat dan cerai talak

Salah satu alasan lahirnya Undang-Undang Perkawinan No. 1/74adalah rendahnya perlindungan hukum kepada perempuan terkaitstatus perkawinannya. Dalam UU itu juga terdapat kepastian hukumtentang perceraian. Selain menegaskan keharusan pembacaan ikrartalak di depan pengadilan, undang-undang juga menjamin hak-hakperempuan dalam dan pasca perceraian.

Pengaturan perceraian di Indonesia secara umum terdapat dalamUUP No. 1/74 tentang Perkawinan serta Peraturan Pemerintah No.9/75 tentang Pelaksanaan UUP No. 1/74. Berdasarkan Pasal 38 UUP,perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas ke-putusan pengadilan. Selain itu, Pasal 39 ayat (1) UUP menyebutkanbahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilansetelah pengadilan yang bersangkutan berusaha mendamaikan melaluiproses mediasi namun tidak berhasil.

Terkait siapa yang berhak menceraikan, secara normatif, sebagai-mana fiqh tradisional, hak talak ada pada lelaki. Namun, UUP mem-beri hak yang sama kepada suami atau istri untuk mengajukan gugat-

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 08

Page 16: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

an perceraian, baik secara langsung atau melalui kuasanya di daerahhukum tempat kediaman tergugat (Pasal 40 UUP jo. Pasal 20 ayat [1]PP 9/1975).

Undang-Undang no 1/74 tentang perkawinan Jo UU no 7/89tentang Peradilan Agama juga mengatur masalah perceraian. Dalamperaturan perundang-undangan tersebut ditegaskan bahwa hak untukcerai dibe-rikan kepada suami atau istri. Perbedaan terletak padamekanisme yurisprudensinya. Bilamana talak diajukan pihakperempuan, maka pe-rempuan harus memohon kepada lembagaperadilan menjadi para pi-hak yang menjatuhkan talak. Sebaliknya,jika talak diajukan pihak lelaki, ikrar talak diucapkan langsung olehpihak suami karena secara fikih hak talak ada pada suami. Lembagaperadilan berfungsi sebagai pencatat legalitas perceraian.

Namun di luar UUP, hak untuk cerai juga diatur dalam KompilasiHukum Islam7. Bagi pasangan suami istri yang beragama Islam, per-ceraian diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berlaku ber-dasarkan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991. Dalam KHI, istilah ceraigugat ternyata berbeda dengan yang terdapat dalam UUP maupun PP9/1975. Jika dalam UUP 1/74 dan PP 9/1975 disebutkan bahwagugatan cerai dapat diajukan oleh baik suami atau istri, dalam KHIgugatan cerai hanya diajukan oleh istri sebagaimana tertera dalamPasal 132 ayat (1) KHI: “Gugatan perceraian diajukan oleh istri ataukuasanya pada Pengadilan Agama, kecuali istri meninggalkan tempatkediaman tanpa izin suami.”

Frasa “istri meninggalkan tempat kediaman tanpa izin suami” dalambahasa yurisprudensi Islam seringkali dimaknai sebgai tindakannusyuz (pembangkangan). Di pengadilan, frasa ini menjadi pasal karetyang menghukum secara pukul rata kepada perempuan yangmelakukan gugat cerai sebagai perbuatan nusyuz—apapun latarbelakang penyebab istri mengajukan gugatan. Dengan definisi itu,seringkali perempuan yang menggugat cerai secara otomatis takmelakukan tuntutan lainnya selain cerai.

Alasan gugat cerai umumnya karena istri sudah tak sanggup men-jalani rumah tangga dengan berbagai alasan, seperti tidak mendapat-kan nafkah, terjadi percekcokan yang terus menerus, suami selingkuh/menikah secara sirri, dan meninggalkan rumah tangga tanpa kabar.Alasan-alasan itu pada dasarnya dibenarkan sebagai landasan berceraisebagaimana tercantum dalam undang-undang. Misalnya, penjelasanUUP 1/74 pasal 39 huruf F dan dalam KHI pasal 116 huruf F tentangalasan perceraian8.

7

8

Marzuki Wahid, Fiqih Indonesia: KHI dan Counter Legal Draft KHI dalam BingkaiPolitik Hukum Indonesia, ISIF & Marka, Bandung 2014.

Rusjdi Ali Muhammad, SH (eds) ibid.

09 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

Page 17: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Apapun bentuk perceraian dan penyebabnya, pasal 115 KHI me-ngatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidangPengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dantidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Dengan demikian, gu-gat cerai adalah mekanisme legal yang paling optimal yang dapat di-lakukan pihak istri untuk mendapatkan hak-hak ekonominya.

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 10

III. Metodologi

Studi kualitatif ini mendasarkan pilihan kasusnya pada studi lite-ratur dan data kuantitatif. Literatur utama yang digunakan adalahhasil penelitian van Huis di Cianjur9 yang memiliki karak-teristikserupa dengan di Makassar; bahwa putusan pengadilan terkesansudah memberikan perlindungan ekonomi secara hukum pada pe-rempuan meski pada proses eksekusinya perlindungan tersebuttidak terjadi. Sejalan dengan rekomendasi penelitian tersebut,penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakanpendekatan sosio-legal untuk memberikan rekomendasi kebijakanterkait hak ekonomi perempuan pasca cerai.

Data-data kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalamsemi-struktur dengan sejumlah pihak. Untuk lingkup lembaga per-adilan, kedinasan, dan LSM, kami mewawancarai 14 orang informanyang memberikan data-data penting terkait hak ekonomi perem-puan pasca cerai (lihat Lampiran 1). Di Pengadilan Agama Sula-wesi Selatan, informan utama kami adalah Ibu Dra. Hj. HarijahDamis, M.H. (Wakil Ketua PA). Ibu Harijah tak hanya menyediakandokumen putusan dan memberikan penjelasan lanjutan atas studikasus, tetapi juga menghubungkan dengan pencari keadilan yang iatangani dalam cerai talak, dan memberikan umpan balik dari hasiltemuan yang dipresentasikan di AIPJ Makassar.

Kami juga menganalisis 8 dokumen putusan Sidang Pengadilanyang diperoleh dari Kantor Pengadilan Agama Sulawesi Selatan yangmeliputi 6 dokumen kasus Cerai Talak dan 2 dokumen kasus CeraiGugat. Untuk pendalaman studi kasus, diperoleh 3 kasus perempuanyang sedang berperkara di pengadilan. Wawancara dan pendalamandilakukan dengan 1 orang perempuan yang berperkara, sejumlah ka-langan, baik praktisi hukum, akademisi yang secara langsung mela-kukan studi, aktivis pendamping hukum, dan peneliti tentang jandadan survival strategy mereka pasca perceraian. Terkait dengan isumakro, wawancara dilakukan dengan Ibu Nursyahbani Katjasung-kana dan Bapak Wahyu Widiana, konsultan AIPJ, serta sejumlahhakim dari berbagai daerah yang sedang melakukan studi serupa.

9 Van Huis, S.J., ibid.

Page 18: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Untuk data kuantitatif, sumber utama kami adalah data dariBadilag yang diolah atas bantuan Ahmad Cholil dari Pengadilan AgamaBekasi serta data-data yang diperoleh dari media. Data lainnya diper-oleh dari Prof. Mark Cammack, terutama untuk data 10 tahun terakhirgugat cerai secara nasional. Untuk data kuantitatif di Sulawesi Selatan,data diperoleh dari Pengadilan Agama Sulawesi Selatan dan PTAMakassar. Sementara data kemiskinan diperoleh dari survei PEKKAdan TNP2K. Data-data kuantitatif tersebut menunjukkan kecenderung-an untuk wilayah Makassar dan Sulawesi Selatan, angka perceraianterus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan adanya korelasiantara perceraian dengan pemiskinan terhadap perempuan.

Temuan penelitian dikelola dengan prinsip triangulasi sumber in-formasi dengan melakukan silang informasi kepada para pihak. Selainitu, dilakukan observasi di persidangan dan penelusuran kasus untukpendalaman.

11 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

Page 19: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 12

Page 20: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

“Kalau rumah tangga rukun tentram tak akan ada pe-rempuan yang mau cerai. Tapi kalau tak bisa diperatah-kan, malah kita menderita mau bagaimana lagi. Untung

kami bisa gugat, kalau tidak, dia yang mati atau sayayang bunuh diri.“

Fitrah, 24 tahun, Makassar

B a g i a n D u a :T e m u a n P e n e l i t i a n

13 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

Page 21: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

I. Prevalensi kasus perceraian di Makassar

Box II: Kerangka hukum perceraian di wilayahperadilan agama

Secara normatif, hak ekonomi perempuan cerai telah dijamindalam UU Perkawinan dan KHI. Hak itu meliputi:

• Pelunasan mas kawin jika belum dibayar tunai• Penggantian nafkah di masa lampau yang belum dibayarkan• Nafkah iddah 3 bulan• Uang mut’ah (penghiburan dari suami atas perce-raiannya)

sejumlah yang disepakati• Hak pemeliharaan anak sampai usia dewasa• Semua hak-hak ini secara normatif merupakan hak istri dan

anak yang harus dipenuhi suaminya kecuali jika terbukti istrimelakukan nusyuz (pembangkangan)

Sejumlah studi tentang kemiskinan telah melihat proses-proseskemiskinan yang terhubung dengan status perkawinan mereka.Survey Sistem Pemantauan Kesejahteraan Berbasis Komunitas(SPKBK) PEKKA menunjukkan signifikasi data statistik yang ber-

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 14

Page 22: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

bicara bahwa status pernikahan memiliki korelasi erat dengan tingkatkesejahteraan sebuah keluarga. Seperti yang tertera pada Figur 1, 40%perempuan dengan status bercerai berada di 20% keluarga termiskinyang disurvey. Untuk wilayah Sulawesi Selatan, proposinya bahkanlebih tinggi, yaitu sekitar 47% dari 102 perempuan yang bercerai ter-masuk ke dalam kelompok 20% termiskin, dibandingkan perempuanmenikah dari kelompok sama hanya sebesar 10%.

12%

19%22% 23% 24%

40%

27%

15%

10%7%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

1 2 3 4 5

Kuintil kemiskinan(1= 20 persen termiskin, 5= 20 percent terkaya)

Married and living together Divorced

Figur 1: Data (SPKBK) PEKKA

15 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

Page 23: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Hampir dipastikan, melalui perceraian perempuan dalam sebuahrumah tangga mengalami goncangan ekonomi dan psikologis. Inikarena status janda bukanlah “jabatan” yang mendapat tempat di ma-syarakat, bahkan sebaliknya, menurunkan status sosial mereka. BukuMenolak Tumbang, yang mendokumentasikan narasi pengalaman pe-rempuan berhadapan dengan kemiskinan di delapan provinsi, men-catat hubungan antara diskriminasi berbasis gender, pelanggaran hu-kum, pelanggaran HAM, dan pemiskinan. Kisah-kisah itu juga me-negaskan bahwa pemiskinan perempuan tak bisa dipahami hanya me-lalui statistik kemiskinan atau pendekatan ekonomi secara tunggal.

Lembaga peradilan diharapkan dapat diandalkan perempuan untukmenjamin hak ekonominya meski tak dapat memperbaiki status sosial-nya sebagai janda di mata umum. Namun setidaknya, status janda yangdiperoleh melalui proses pengadilan dapat memberikan kepastian hu-kum dan membantu mereka menuntut hak-hak ekonomi dan hak-haklainnya. Karenanya, persidangan di pengadilan, termasuk PengadilanAgama merupakan arena yang dapat diandalkan untuk mencapai rasakeadilan, termasuk hak-hak ekonomi perempuan sebagai janda.

Menurut data dari Departemen Agama, setiap tahun ada 2 juta per-kawinan dan dari jumlah itu sepuluh persennya bubar. Itu hanya dataresmi yang ada di Peradilan Agama, sementara perceraian lainnya yangtak dicatatkan bisa lebih banyak jumlahnya. Cerai gaib (suami pergitanpa kabar selama bertahun-tahun) adalah fenomena umum danmenyebabkan status perkawinan perempuan menggantung mengikutihak-hak ekonominya. Apalagi bagi perempuan yang kawin tanpadicatatkan, pada mereka tuntutan untuk mendapatkan hak-haknya takmungkin diperoleh secara legal di pengadilan. Demikian halnya jikacerai yang dilakukan dengan cara-cara ilegal, seperti lewat SMS ataumelalui perantara perangkat desa tanpa ikrar talak di depan pengadil-an. Jumlah kejadian serupa itu tak dapat direkam jumlahnya.

“Setiap bulan kami menyidangkan perkara 250 perkara, 70% diantaranya perkara gugat cerai”. Pernyataan ini disampaikan IbuHarijah Damis M. H., Wakil Ketua Pengadilan Agama Sulawesi Selatan,yang dibenarkan oleh Ketua Pengadilan Agama Sulawesi Selatan, Ba-pak Moh. Yasya M. H. Pernyataan ini sejalan belaka dengan data kuan-titatif baik secara nasional maupun di wilayah Sulawesi Selatan.

Pada kenyataannya, dari tahun ke tahun jumlah perkara perceraianyang diputus di kantor-kantor Pengadilan Agama di seluruh Indonesiaterus naik, tak terkecuali di PA Sulawesi Selatan. Di antara perkarayang ditangani PA di seluruh Indonesia, angka perceraian yang diaju-kan pihak perempuan atau biasa disebut “gugat cerai” berjumah lebihtinggi daripada angka cerai talak yang diajukan pihak laki-laki.

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 16

Page 24: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Figur 2: Angka Perkara yang Ditangani PA dalamLima Tahun Terakhir (2009-2014)

Figur 3: Presentase perkara cerai dari perkara masukdan presentase perkara cerai gugat dari perkara ceraiyang masuk di PA tahun 2009-2014 (dalam %)

Badilag, 2014

Badilag, 2014

17 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

Page 25: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Sebagaimana tergambar dalam statistik di atas, dalam lima tahunterakhir (2009–2014), secara kumulatif perceraian merupakan perkarapaling banyak ditangani PA di seluruh Indonesia meskipun terdapatkecenderungan menurun; 91% di tahun 2009, menjadi 84% di tahun2014. Dari perkara cerai itu, angka cerai gugat yang diajukan perem-puan jauh lebih banyak dibandingkan cerai talak dengan kecenderung-an meningkat; dari 66% di tahun 2009, naik menjadi 70% di tahun2014. Data gugat cerai dalam periode lebih panjang (10 tahun) di-kumpulkan Prof. Marck Kammack10 menunjukkan indikasi kenaikanitu dari 56,2% di tahun 2000 menjadi 68,9% di tahun 2011.

Data serupa dikemukakan oleh Kepala Subdit KepenghuluanKementerian Agama, Anwar Saadi, Jumat (ROL Republika, 14/11/14)yang menyatakan dalam lima tahun terakhir kira-kira 10% dari per-kawinan pada tiap tahunnya berakhir dengan perceraian.

Figur 4: Perbandingan Angka Pernikahan dan Perceraiandalam Lima Tahun (2009- 2013)

Figur 4 di atas memperlihatkan bahwa jumlah permohonan ceraicenderung meningkat, dari 216.286 di tahun 2009 menjadi 324.527 ditahun 2013, meskipun angka perkawinan hanya mengalami kenaikansedikit dari 2.162.268 268 di tahun 2009 menjadi 2.218.130.

Figur 5: Perkara yang Disidangkan di PTA Makasar (2010-2014)

10 Marck Cammack mengolah sendiri datanya berdasarkan data dari web Badilag. Datalain diperoleh dari Badilag atas bantuan Bapak Abdul Cholil (Choliluna) staf peneliti diBadilag.

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 18

Page 26: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

19 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

10650

1246514246

15539

18581

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

20000

2010 2011 2012 2013 2014

Perkara yang disidangkan

Perkara yang disidangkan

Dalam data tahun 2010-2014, Pengadilan Tinggi Agama Makassarmenangani jumlah perkara tertinggi di luar Jawa atau tertinggi ke-4 diSeluruh PTA di Indonesia setelah Surabaya, Semarang, dan Bandung.Perkara yang diterima dari tahun ke tahun mengalami kenaikan stabildari 10.650 pada tahun 2010 menjadi 18.851 di tahun 2014. Jikamenggunakan asumsi bahwa perkara perceraian sekitar 90% dariperkara yang masuk, maka perkara perceraian yang ditangani PTA

Page 27: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Makassar pada tahun 2014 adalah 17.000 perkara, dan dari jumlah itubisa diperkirakan 70%-nya adalah gugat cerai atau sekitar 14.000perkara.

Di Pengadilan Agama Makassar, perkara gugat cerai juga men-dominasi perkara yang masuk ke Pengadilan Agama dengan sebabyang macam-macam. Namun, alasan paling umum adalah penelan-taran dan kekerasan dalam rumah tangga. Atas data itu, kita bersetujudengan temuan penelitian van Huis bahwa Pengadilan Agama telahberhasil memberikan kepastian hukum kepada perempuan pencarikeadilan melalui mekanisme gugat cerai.

Sejalan dengan kecenderungan di tingkat nasional, laporan per-kara yang diputus oleh 24 kantor PA di seluruh Sulawesi Selatan padatahun 2014 memperlihatkan tingginya perkara perceraian dibanding-kan dengan perkara-perkara lainnya. Perceraian yang diajukan pihakistri (gugat cerai) merupakan perkara paling tinggi dari keseluruhanperkara yang diputus.

Tabel 1: Data Kumulatif dari Perkara Perceraian danJenisnya di Pengadilan Agama Sulawesi Selatan Tahun 2014

Badilag, 2014

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 20

Page 28: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

21 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

Tabel 2: Data Perkara yang Masuk Dibandingkan PerkaraCerai dan Cerai Gugat di PTA Makassar dalam 5 TahunTerakhir (2010-2014)

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa meskipun perkara ceraidalam lima tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun,dari 84% atas perkara yang masuk di tahun 2010, menjadi 70% atasperkara yang masuk di tahun 2014, namun gugat data cerai menun-jukkan hal yang sebaliknya, dari 73% di tahun 2010 menjadi 77% di ta-hun 2014 atas perkara yang masuk.

Sebagaimana dikutip Syamuddin Simmau (2013), data resmi per-kara perceraian di Pengadilan Agama Makassar tahun 2011 berdasar-kan data Pusat Bantuan Hukum (PUSBAKUM) menunjukkan bahwaperkara gugat cerai sisa tahun 2010 sebanyak 147 perkara, dan 127kasus untuk cerai talak. Data ini bisa menggambarkan bahwa tingkatkesulitan untuk memutus perkara cerai talak jauh lebih berat danbertele-tele dibandingkan dengan perkara cerai gugat. Para hakimumumnya menganggap bahwa jika istri telah mengajukan cerai gugatmaka pada dasarnya mereka hanya tinggal mengetok palu untuk me-ngesahkan perceraian karena secara de facto perceraian telah terjadi.

Tahun

Perkara

Masuk

Perkara

Cerai

Cerai

Gugat

Cerai

Talak

2010 10.650 8.908 (84%) 6.497 (73%) 2.411 (27%)

2011 12.465 10.327 (83%) 7.666 (74%) 2.661 (26%)

2012 14.246 11.739 (82%) 8.762 (75%) 2.977 (25%)

2013 15.539 12.328 (79%) 9.286 (75%) 3.042 (25%)

2014 18.581 13.034 (70%) 10.003 (77%) 3.031 (23%)

Nama Kantor

PA/Daerah Gugat Cerai Cerai Talak

PA Makassar 1.170 447

PA Watampone 911 231

PA Sengkang 798 312

PA Pinrang 594 140

PA Palopo 307 127

Sumber diolah dari data tahunan perkara di PTA Makassar, 2014

Sumber: Badilag, 2014

Page 29: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

II. Situasi umum putusan pengadilanterhadap hak ekonomi perempuan pascaperceraian

Jika mengacu pada pasal 38 UUP 1/74, suami atau istri pada dasarnyaberhak menggugat cerai. Konsekuensinya, sebagaimana suami, istrijuga mendapatkan hak-haknya sebagai mantan istri. Namun, gagasanyang lumayan mendudukkan suami-istri itu secara setara dalam per-ceraian ini nampaknya tidak sama dengan ketentuan yang tercantumdalam KHI pasal 132 tentang frasa “istri meninggalkan kediamantanpa izin suami” yang dimaknai sebagai nusyuz. Padahal nusyuz bagihakim adalah “semacam tendangan pinalti yang menghukum istri ke-hilangan hak-haknya, bahkan hak untuk asuhan anak.”11

Padahal dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang ke-kuasaan Peradilan Agama, istri juga berhak untuk mengajukan gu-gatan komulasi, yaitu mengajukan gugatan perceraian sekaligus me-mohon penguasaan atas asuhan anak, mendapatkan nafkah anak,

11 Istilah “tendangan pinalti” disampaikan oleh Pak Soufyan Saleh, ketua MahkamahSyar’iyah Aceh ketika menunjukkan perbedaan hakim yang telah mendaatkan pelatihangender dan yang belum. Menurutnya, sebelum pelatihan hakim dengan serta mertamemberikan “tendangan finalti” kepada istri yang menggugat ceraia sebagai perbuatannusyuz. Setelah pelatihan mereka berusaha mencari tahu asal usul dan penyebab gugatancerai.

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 22

Page 30: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

15 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

nafkah istri, dan harta bersama—gono gini. Secara teknis, hak-hak itudapat diajukan bersamaan dengan gugatan cerai atau sesudah putusanperceraian memperoleh kekuatan hukum tetap.

Demikian juga suami dapat mengajukan permohonan talak seka-ligus dengan permohonan lainnya (komulasi). Misalnya, penguasaananak dan pembagian harta bersama. Tuntutannya dapat diajukan ber-sama ketika mengajukan cerai talak atau setelah pelaksanaan ikrartalak suami kepada istri.

Namun pada kenyataanya, gugatan komulasi hanya biasa ditemuidalam perkara cerai talak dan bukan cerai gugat. Alasannya sangatsederhana; karena cerai gugat biasanya dilakukan tatkala suami telahpergi (cerai gaib), atau tak ada harta yang ditinggalkan, dan pihakperempuan umumnya memang hanya menuntut cerai. Satu-satunyahal yang diperebutkan biasanya terkait pengasuhan anak.

Dalam hal perceraian, di mana permohonan cerai talak diajukansuami kepada istri, pasal 149 dan pasal 158 KHI mewajibkan suamiuntuk memberi mut’ah yang layak kepada bekas istri, nafkah masalampau yang belum dibayar, pakaian dan uang kebutuhan makanselama dalam masa iddah, melunasi mahar jika masih terhutang, danbiaya hadhanah untuk anak yang belum mencapai umur 21 tahun.

23 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

Page 31: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

15 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

Masalahnya, dalam peristiwa hukum cerai gugat, undang-undangmaupun KHI tidak mengatur hak-hak istri seperti yang diatur pasal149 dan 158 KHI bilamana yang menceraikan adalah pihak suami.Dengan pertimbangan bahwa yang dituntut oleh istri adalah cerai,para hakim umumnya juga tidak membebankan kewajiban kepadasuami atas hal-hal yang menjadi hak istri, seperti mut’ah, iddah, dannafkah lampau.

Tentu saja, ada sejumlah pengecualian di mana cerai gugat meng-hasilkan putusan yang memberikan hak-haknya kepada istri sebagai-mana dalam peristiwa cerai talak. Dan itu bisa terjadi karena hakimmelakukan perannya sebaga penafsir atas peristiwa perceraian yangmenyebabkan istri menggugat cerai (lihat studi kasus dari Aceh).

Sebagai bahan analisis, pada bagian ini disajikan beberapa kasus,baik gugat cerai atau cerai talak dengan menekankan pada keragamanisu dalam aspek tuntutan ekonominya dan putusan yang dijatuhkanoleh pengadilan. Kami juga melacak pelaksanaan putusan itu dari satukasus cerai talak untuk mengetahui sejauh mana putusan itu diek-sekusi.

Untuk perbandingan, di sini juga disajikan satu kasus yang dia-mbil dari Mahkamah Syar’iyah Aceh dalam cerai gugat yang tun-tutanya berubah menjadi perkara fasakh (tuntutan tebusan dari sang

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 24

Page 32: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

suami). Kasus ini dipilih untuk memperlihatkan betapa besar kewe-nangan hakim sebagai ex officio dalam menafsir hukum yang bisamenjadi terobosan untuk memenuhi rasa keadilan. Beberapa terobosanyang dilakukan MA juga disertakan di sini sebagai pembelajaran terbaik(best practice) dalam upaya memberikan perlindungan kepada perem-puan12.

II.1 Studi kasus dan analisis putusan

Kasus I: Cerai Gugat tanpa Tuntutan Hak Ekonomi

Kasus cerai diajukan perempuan PNS setelah pernikahan berlang-sung 20 tahun dan telah mempunyai anak 2 orang. Alasan yangdiajukan, rumah tangga tidak harmonis dan sering terjadi perteng-karan. Dalam gugatannnya, ia tak menuntut apa-apa selain cerai.Bahkan hak asuh anak pun diserahkan kepada pilihan anak-anaknyakarena dianggap telah mumayiz (dapat memilih/dewasa). Gugatandisetujui dan salah satu anaknya memilih untuk tinggal bersamanya.

12 Untuk menjaga kerahasiahan kasus, kami hanya membuat ringkasan yang kami anggaprelevan untuk studi ini.

25 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

Page 33: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Kasus II: Cerai Gugat dengan Tuntutan Hak Ekonomi

Kasus cerai gugat dilakukan seorang perempuan yang telah menja-lani perkawinan enam tahun dan punya tiga anak. Ini perkawinandengan latar belakang suku dan agama yang berbeda meskipun yangperempuan pindah agama mengikuti agama suami. Suami di mataistrinya malas bekerja sementara dirinya sangat aktif mencari nafkah.Terjadi banyak percekcokan dan sebagai buntutnya suami membawalari anak dan menghalanginya untuk bertemu anak-anak. Di persi-dangan sang suami membantahnya yang dikuatkan saksi-saksi. Suamikeberatan atas gugatan itu dan alasan membawa pulang anaknya kerumah orangtuanya untuk melindungi dari percekcokan dan khawatiratas pengaruh keyakinan yang berbeda. Dalam gugatan cerai ini, istrimenuntut biaya kumulatif sebesar Rp 40 juta dan tak menuntuthadhanah karena ia merelakan kedua anaknya diasuh keluargasuaminya. Dalam putusan, ia sama sekali tidak mendapatkan hak apa-apa, kecuali hak asuh anak pertama dan itupun tanpa hadhanah.

Kasus III: Cerai Talak dengan Tuntutan Ekonomi danPerawatan Anak Berkebutuhan Khusus

Kasus cerai talak diajukan suami dengan alasan rumah tanggatidak harmonis. Istri meminta hak-haknya yang meliputi nafkah ter-tunggak/lampau sebesar Rp 15.000.000, nafkah iddah Rp15.000.000 melingkupi nafkah 3 bulan, nafkah mut’ah sebesar Rp15.000.000, dan hadhanah sebesar Rp 6.375.000 per bulan. Angkahadanah itu merupakan perincian biaya satu-satunya anak merekadengan kondisi berkebutuhan khusus.

Majelis mengabulkan permohonan suami untuk menjatuhkantalak dan menjatuhkan hukuman membayar nafkah iddah sebesarRp 7.500.000, nafkah mut’ah Rp 10.000.000, dan biaya hadhanahsebesar Rp 2.500.000/bulan sampai anak dewasa. Sementara itu,permohonan istri untuk nafkah tertunggak Rp 15.000.000 tidakdikabulkan majelis.

Kasus IV: Cerai Talak dan Tuduhan Nusyuz

Kasus cerai talak diajukan suami berprofesi dokter kepadaistrinya yang juga berpenghasilan sebagai pengusaha. Mereka telahmenikah selama 5 tahun dan dikaruniai anak perempuan usia 2 yangmasih balita.

Tuntutan cerai diajukan karena istri dianggap nusyuz, melakukankeke-rasan menampar suami di depan umum dan tidak menghargaisuami. Bagi suku tertentu itu perbuatan lancang yang tak terampuni.Pihak istri membantah tuduhan suaminya dan tindakankekerasannya disebabkan perbuatan suaminya yang mengakuselingkuh.

Istri bersetuju cerai dengan menuntut nafkah lampau sebesar Rp10.000.000 per bulan selama 6 bulan, uang mut’ah Rp 50.000.000,

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 26

Page 34: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

27 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

iddah Rp 10.000.000 per bulan selama 3 bulan, dan hadhanah Rp6.000.000/ bulan hingga dewasa.

Suami menolak tuntutan istri dengan alasan ia hanya pegawai negeridengan gaji pokok Rp 3.650.000. Ia menuduh istrinya nusyuzberupa tindakan kekerasan dan selingkuh. Suami menyatakan istri-nya tidak berhak atas uang iddah. Saksi bisa membuktikan suaminya

mendapatkan penghasilan ekstra buka klinik, dan nusyuz tidakterbukti. Tidak ada tuntutan soal harta gono-gini karenanya tak adapembahasan soal itu.

Majelis memutuskan menerima tuntutan suami untuk cerai. Istrimendapat hak asuh anak dan hadanah Rp 5.000.000/bulan, nafkahlampau sebesar Rp 36.000.000, iddah sebesar Rp 9.000.000, danmut’ah Rp 10.000.000.

Kasus V: Cerai Talak dan Pembagian Harta Gono-Gini

Cerai talak diajukan seorang supir yang lebih dari 1 tahun tak per-nah pulang. Mereka punya anak 1 masih balita. Majelis mengabulkantalak suami karena keduanya sudah lama tidak serumah. Dalam tun-tutannya, istri meminta nafkah mut’ah 5 gram emas, nafkah iddah Rp500.000 seti ap bulan selama 3 bulan, nafkah lampau Rp 3.000.000untuk 1 tahun tidak diberi nafkah, hadanah Rp 750.000, dan jumlahitu akan bertambah seiring dengan pertumbuhan anaknya hinggadewasa, pembagian hasil penjualan rumah Rp 10.000.000, dan pem-

Page 35: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

15 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

bagian hasil penjualan motor sport sebesar Rp 4.000.000. Majelismemutuskan suami wajib membayar nafkah iddah Rp 500.000 setiapbulan untuk 3 bulan, nafkah anak hingga dewasa se-besar Rp500.000/bulan, uang pembagian rumah sebesar Rp 5.000.000, uangpembagian motor sebesar Rp 3.000.000, dan nafkah mut’ah berupa 5gram emas.

Kasus VI: Cerai karena Perkawinan Terpaksa

Kasus cerai talak ini menjadi preseden lumayan berat bagi majelisyang memutus perkara. Cerai talak diajukan suami kepada istrinyayang sejak awal rumah tangga itu dibangun hanya untuk memper-tanggungjawabkan kehamilan. Setelah menikah tak satu kalipun sangsuami menengoknya. Ia hanya datang untuk menengok anaknyaketika lahir di rumah sakit dan setelah tak pernah datang lagi sampaiumur anak 9 bulan lalu mengajukan cerai talak. Pihak istri meng-ajukan tuntutan berupa nafkah iddah 3 juta/bulan untuk 3 bulan,nafkah lampau tertunggak 33 juta, uang mut’ah 20 juta dan hadanahanak 2 juta/bulan. Setelah melalui proses replik-duplik, majelis hakimmemutuskan untuk menghukum penggugat berupa nafkah iddah Rp4.500.000 untuk 3 bulan, nafkah lampau Rp 10.000.000, uang mut’-ah Rp 5.000.000, serta uang hadanah Rp 1.000.000/bulan.

Majelis menghukum penggugat untuk membayar kewajibannyasebelum talak diikrarkan dalam dalam jangka waktu 6 bulan. Namun,

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 28

Page 36: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

29 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

oleh pengacaranya, putusan ini dipertanyakan ke MK terkait dasarhukum penundaan pembacaan ikrar bersyarat itu. Majelis sangatmenyadari bahwa ikrar talak adalah urusan majelis yang seharusnyadiucapkan begitu putusan diketuk palu, sementara urusan eksekusiadalah wewenang ketua pengadilan. Nafkah iddah, nafkah lampau,dan uang mut’ah, serta uang hadanah anak tidak boleh digunakan se-bagai syarat untuk ikrar talak. Dan untuk menghindari contempt ofcourt, majelis akhirnya memutuskan pembacaan ikrar talak sebelumsemua tuntutan dipenuhi.

Untuk mengetahu perkembangan kasus, kami menelusuri danbertemu dengan mantan istri dalam perkara ini. Ia mengakui bahwaperkawinan terpaksa diselenggarakan karena ia telah hamil. Menurutpengakuannya, setelah pesta suaminya sama sekali tak pernah datangkembali. Ia mengatakan setelah ikrar talak, suaminya membayar uang20 juta sesuai putusan yang dikirim melalui pengacara suaminya.Namun untuk kelanjutan nafkah anak ia mengatakan, “Saya merasaseperti perempuan nakal, tiap kali harus menuntut agar mantansuami membayar uang susu anak. Tapi sudah tiga bulan ini dia takmemberi apa-apa”.

Kasus 1 merupakan kasus yang paling umum terjadi dalamperkara gugat cerai. Pihak istri hanya menuntut cerai agar ia memilikistatus perkawinan yang jelas secara hukum. Tuntutan serupa ini diaju-kan istri setelah suami menghilang selama beberapa bulan atau tahuntanpa memberikan nafkah. Dalam bahasa awam proses perceraian dimana suami tidak jelas tempat tinggalnya disebut cerai gaib. Kebu-tuhan untuk mendapatkan status hukum diperlukan para perempuanini tak selalu untuk tujuan kawin lagi. Seorang perempuan yangberperkara di PA Makassar mengatakan ia membutuhkan status ituuntuk memperoleh kepastian hukum dan karena orangtua telah me-ninggal dengan meninggalkan sedikit warisan. Ia ingin meyakinkandiri bahwa warisan yang ia peroleh bukanlah harta yang diperolehdalam perkawinan yang setiap saat bisa digugat pihak suami ataukeluarga suami. Padahal secara de facto mereka telah berpisah.

Meskipun tak secara langsung disebutkan sebagai kasus nusyuz dimana istri dianggap sering melakukan tindakan kasar kepada suami,pada Kasus 2 hakim telah menafsirkan bahwa sang istri melakukannusyuz dan karenanya semua tuntutannya ditolak. Demikian halnyadengan hadhanah anak—yang salah satunya ikut sang ibu—dianggaptidak bisa dipenuhi karena suami tidak memiliki pekerjaan pasti danmenanggung dua anak dari perkawinan mereka. Sementara itu, istri-nya memiliki usaha yang dianggap dapat membiayai hidup dengananaknya.

Kasus 3 memberi gambaran yang berbeda dari dua kasus di atas-nya. Dalam kasus ini cerai diajukan oleh pihak suami (cerai talak).Hak-hak ekonomi istri dalam tuntutannya relatif dipenuhi terutamauntuk mut’ah (penghiburan/hadiah suami kepada istri). Namun darisisi nilainya, majelis hanya menyetujui separuh dari yang dituntutistri. Biaya hadhanah hanya dikabulkan hampir sepertiga dari tun-

Page 37: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

tutan istri. Alasannya karena anak menjadi tanggungan bersama dimana istri juga berpenghasilan.

Dalam Kasus 4 hak istri atas hak-haknya dipenuhi. Meskipunalasan suami menceraikan karena istri melakukan nusyuz, namunmajelis tetap menghukum suami selaku yang mengajukan cerai talakuntuk memberikan nafkah kepada istrinya. Dan berbeda dari Kasus 3di mana uang penghiburan sepenuhnya dipenuhi, dalam kasus inijustru mut’ah hanya dikabulkan 1/5 nya saja dengan alasan istri me-miliki usaha yang memadai.

Berbeda dari empat kasus di atas, dalam Kasus 5 cerai talak iniistri tak hanya menuntut hak-haknya berupa uang iddah, nafkah ter-tunggak, , mut’an dan hadhanah, tetapi juga menuntut harta gono giniatas rumah dan kendaraan yang mereka peroleh dalam perkawinan.Meskipun begitu dari segi jumlah yang diputus majelis jauh lebihrendah dari yang dituntut istri.

Kasus 6 memperlihatkan tentang perbedaan antara putusan daneksekusinya atas cerai talak. Hakim menahan ikrar talak sampai batasmaksimal waktu yang dibenarkan Undang-Undang yaitu selama 6 bu-lan dengan harapan suami dapat memenuhi kewajibannya. Cara inimenurut Ketua PA Sulawesi Selatan merupakan upaya hakim denganmenyandera putusan ikrar talak untuk memastikan terpenuhinya hakisti dan anak pasca perceraian. Terdapat berbagai cara yang dilakukanhakim agar suami memenuhi kewajibannya, antara lain:

• Suami melaksanakan ikrar talak di depan pengadilan denganperjanjian akta cerainya ditahan oleh Panitera Pengadilan. Peme-nuhan putusan menjadi prasyarat diperolehnya akta cerai.

• Menunda pelaksanaan ikrar talak sampai terpenuhinya hak-hakyang disepakati dalam persidangan. Dalam konteks ini, hakim bi-asanya berpedoman pada batas waktu 6 bulan pengucapan ikrartalak sesuai dengan Undang-Undang.

• Penambahan klausul putusan bahwa pihak suami harus membayarsemua kewajibannya ditambahkan dalam jangka waktu sebelumikrar talak diucapkan.

Tingginya gugat cerai ini bisa dimaknai bahwa kesadaran perem-puan atas identitas yang terkait dengan status perkawinanya cukuptinggi. Mereka ingin mendapatkan kejelasan secara hukum. Namun,ini juga bisa dimaknai bahwa mendapatkan “status perkawinan”merupakan tujuan optimal dari tindakan perempuan melakukan gugatcerai. Tujuan berikutnya adalah mendapatkan hak asuh anak danterakhir memperoleh hak ekonomi sebagai janda.

Dari 6 kasus di atas, baik cerai talak apalagi cerai gugat, perem-puan tak benar-benar mendapatkan haknya sesuai yang mereka tun-tut. Untuk semua kasus gugat cerai, perempuan tak mendapatkan apa-apa meskipun ada beberapa kasus istri yang menggugat cerai tetapmengajukan hak-haknya sebagaimana dalam cerai talak.

Baik dalam cerai gugat maupun cerai talak, hak anak senantiasa

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 30

Page 38: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

31 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

dipertimbangkan namun tak selalu dipenuhi dalam putusan. Meski-pun sangat jarang istri yang melakukan gugatan cerai tetap menuntuthak-haknya. Namun sangat jarang tuntutan itu dipenuhi, begitu jugahak untuk anak.

Secara umum cerai gugat dianggap perempuan meminta suamiuntuk melakukan pembatalan perkawinan (fasakh) dan atas dasar itusecara umum juga dimaknai bahwa istri tak menuntut apa-apa. Bah-kan dalam sejumlah kasus, jika belum terjadi hubungan seksual istriberkewajiban mengembalikan mas kawinnya.

Namun, terdapat indikasi bahwa gugat cerai juga diajukan pihakistri atas kesepakatan/pihak suami agar proses perceraian dapatberlangsung dengan cepat meskipun dengan risiko istri tidak menda-patkan hak-hak ekonominya.

III. Good practice pemenuhan hak istri pascaperceraian

Sebagai pembanding, kami ambil dua pembelajaran baik dari Mahka-mah Syar’iyah Aceh Besar dan Mahkamah Agung di mana putusanmajelis menghukum suami untuk membayar hak-hak istri meskipunperkaranya gugat cerai.

Kasus A: Cerai Gugat Berubah Menjadi Tuntutan Khulu’(tebusan) dari Suami

Kasus ini disidangkan di Mahkamah Syariyah Jantho tahun 2010.Istri mengajukan gugat cerai karena suami gemar judi dan mabukserta pelaku kekerasan fisik. Gagal dalam mediasi, istri melanjutkanperkara. Selaku tergugat suami keberatan atas gugatan istri malahsebaliknya mengajukan khulu’ (tebusan) 16 mayam mas atau (ketikaitu senilai 14 juta rupiah) sebagai pengganti ikrar talak yang secarasukarela akan dilakukan suami di depan pengadilan (iwadh).

Ketika suami mengajukan khulu’, sang istri semula menyerah sajadan bersetuju. Namun hakim melanjutkan gugatan cerai istri denganmemanggil saksi-saksi yang membenarkan gugatan istri. Atas dasaritu, hakim menerima gugatan cerai istri dengan tetap menghukum su-ami membayar uang mut’ah, iddah dan hadanah yang menjadi asuhanpihak istri.

Kasus B: Cerai Gugat, Hak Ekonomi Istri Diluluskan diTingkat MA

Putusan Mahkamah Agung No. 328 K/Ag/2008, 17 September2008 mengajukan pertimbangan sebagai berikut: “Bahwa sesuai

Page 39: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

ketentuan Pasal 41 huruf (c) UUP jo. Pasal 159 KHI, meskipun gu-gatan diajukan oleh pihak istri, akan tetapi tidak terbukti istri telahmelakukan nusyuz, maka Mahkamah Agung berpendapat Tergugat(suami) harus dihukum membayar nafkah, maksan, dan kiswahselama masa iddah kepada Penggugat, dengan alasan karena istrimenjalani iddah dan tujuan iddah adalah untuk istibra (berpikirulang) dan istibra tersebut menyangkut kepentingan suami”. Terkaitjumlah madhiyah (nafkah tertnunggak) dan biaya hadhanah,ukurannya adalah memenuhi kebutuhan hidup minimal, nilai kepatut-an dan keadilan, sebagaimana dikemukakan dalam pertimbangan hu-kum Putusan MA No. 434 K/Ag/2002 25 Juni 2004 yang mem-perbaiki jumlah nafkah tertunggak dari 250.000/bulan sebagaimanaputusan Mah. Syariyah menjadi Rp 500.000. Ukuran yang sama jugaditetapkan untuk jenis tuntutan lainnya13.”

13 Prof. Dr. Rusjdi Ali Muhammad at al (eds), Kumpulan Referensi Standar Evaluasi Ha-kim Dalam Penerapan Sensitivitas Gender di Mahkamah Syar’iyah Aceh, Mahkamah Syar’iyahAceh, 2009.

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 32

Page 40: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

33 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

Page 41: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

“Setiap bulan kami menyidangkan perkara 250 perkara, 70% di antaranya perkara gugat cerai”.

Ibu Harijah Damis M. H., Wakil Ketua Peradilan Agama Sulawesi Selatan

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 34

Bagian Tiga:

Kesimpulan dan Rekomendasi

Page 42: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

I. Kesimpulan

Ingginya gugat cerai secara pasti menunjukkan peningkatan ke-

sadaran perempuan akan hak-haknya, termasuk hak atas statusTperkawinannya. Namun kesadaran perempuan akan haknya itu mem-butuhkan dukungan hukum agar mekanisme putusan dapat mem-berikan perlindungan menyeluruh, terutama hak ekonomi dan rasakeadilan. Anak-anak yang diasuh oleh perempuan dalam situasimiskin akan lebih buruk, terutama anak perempuan. Ini terbukti daristudi Gender, Kemiskinan, dan Keadilan bahwa dalam keluargamiskin, anak perempuan mengambil alih pekerjaan orangtuanya.Bahkan dalam beberapa kasus menjadi korban inses ketika ibunyabekerja jauh dari rumah.

Lebih buruk dari penelitian Stijn van Huis di Cianjur, bahkansejak di tingkat putusan, hak-hak istri yang terkait dengan tuntutanekonomi dari pihak istri pada kasus cerai talak apalagi cerai gugatjarang dipenuhi. Pada kasus cerai talak maksimal yang disetujui ber-nilai separuh atau kurang dari separuh, sementara untuk cerai gugatsecara rata-rata tak ada hak lain yang bisa dituntut istri kecualihadhanah.

19 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian35 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

Page 43: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Di tingkat ekseskusi, putusan sulit untuk diketahui dan dilacakbagaimana putusan itu dilaksanakan, dan peran Pengadilan Agamapada dasarnya tidak sampai pada pengawasan putusan. Penelitian kamimenunjukkan bahwa di tingkat implementasi sangat sulit bagi perem-puan untuk mendapatkan hak-haknya, bahkan untuk hak anak yangseharusnya masih menjadi tanggung jawab suami.

Karena kelembagan Pengadilan Agama bersifat pasif, sulit bagimereka untuk pro-aktif mendorong perempuan untuk menuntut hak-hak ekonomi mereka dan memastikan terjadinya eksekusi. Upaya ha-kim dengan menunda ikrar talak sebagai cara untuk menuntut hak-hakistri kepada pihak suami tidak dapat dijadikan mekanisme hukumkarena tidak ada kekuatan hukum yang dapat dijadikan landasan, bah-kan bisa dianggap contempt of court.

Kami melihat kelembagaan yang ada di Peradilan Agama sepertiPUSBAKUM dapat ditingatkan perannya menjadi pendamping lan-jutan bagi para pihak dalam kaitannya dengan pelaksanaan eksekusi.Namun peran itu harus dikuatkan dengan keputusan MA tentang ke-wenangan PUSBAKUM di luar pengadilan.

Kewenangan juru sita secara normatif merupakan kekuatan pe-maksa yang legal untuk mengeksekusi hukuman. Namun selama ini,peran mereka lebih terfokus pada soal perebutan harta warisan danatau gono-gini. Sangat jarang juru sita dilibatkan untuk memaksa pu-

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 20Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 36

Page 44: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

tusan pengadilan terkait hak-hak ekonomi perempuan pasca perce-raian, apalagi yang berjangka panjang. Oleh karena itu, harus ada pe-nguatan kewenangan dan tugas juru sita manakala putusan tidak diin-dahkan pihak mantan suami.

Kelembagaan lain yang bisa dilibatkan dengan mandat yang jelasdari MA adalah lembaga-lembaga bantuan hukum, seperti LBH Apikdan ICJ. Mereka cukup berpengalaman mendampingi perempuandalam gugat cerai atau cerai talak. Secara rata-rata mereka akui untukcerai talak ada hak yang dipenuhi meskipun hanya separuh. Namun dipelaksanaannya eksekusi tak bisa dikontrol karena tak ada kekuatanpemaksa lain setelah ikrar talak diucapkan.

Sejumlah hakim di PA Sulawesi Selatan menyatakan bahwa kesu-litan bagi hakim adalah dalam kewenangan eksekusi. Untuk kasuswarisan, eksekusi bisa dilakukan dengan bantuan aparat dan kasus bisaselesai dalam sekali tindakan. Namun untuk kasus cerai, terutamaterkait hak anak (hadhanah), Pengadilan Agama mengalami kesulitanuntuk mengawasinya karena berlangsung berpuluh tahun. Sita jaminandengan menahan ikrar talak tak dapat dilakukan karena tak adaketentuan hukumnya. Bahkan sebaliknya, penundaan ikrar talak itudapat membuat hakim dipersoalkan.

Namun, semua pendekatan ini masih merupakan diskresi hakimyamg dibangun melalui penemuan hukum atau inisiatif hakim secaraad hoc dan bukan ada payung hukum yang secara legal disahkan olehUndang-Undang. Penelitian ini memperlihatkan perlunya upaya hu-kum lanjutan agar putusan dapat dieksekusi dan hak perempuan ter-penuhi.

II. Rekomendasi

Rekomendasi 1

Meningkatkan kapasitas hakim dalam menginterpretasikan teks-teks hukum yang sensitif gender dan meningkatkan kapasitas sisteminternal lembaga Peradilan Agama. Pihak utama yang menjalankan pe-nguatan kapasitas ini adalah Badilag yang didukung oleh lembagaperadilan dan lembaga terkait.

Rekomendasi program dan partner:

• Training penguatan kapasitas hakim dalam isu gender. Aktivitas inidapat dilaksanakan dengan melakukan penyusunan modul danrancangan belajar. Dalam jangka pendek, training dapat disam-paikan secara ad hoc di wilayah terpilih. Dalam jangka panjang, mo-dul dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum Diklat Mahkamah

37 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

Page 45: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Agung atau training Calon Hakim. Modul dapat juga mengintegrasikankonten-konten hukum keluarga dalam perspektif Islam dan genderyang dikembangkan oleh ALIMAT.

Partner: Pengadilan Agama, Mahkamah Agung, dan jaringan NGO.

• Konsistensi dalam pengambilan keputusan dalam kasus-kasushukum keluarga, termasuk kasus perceraian. PERMA mengenai pan-duan putusan telah diterbitkan. Upaya ini dapat ditunjang denganmeningkatkan dukungan dari jaringan untuk memastikan konsisten-si dari panduan putusan tersebut.

Partner: Pengadilan Agama, Mahkamah Agung, dan jaringan NGO.

• Penelitian ini mengindikasikan bahwa peran dari Pusat BantuanHukum (Pusbakum) sangat signifikan dalam memberikan masukanmengenai hak-hak perempuan dalam kasus gugat cerai. Masukanyang menjerumuskan, misalnya, perempuan yang mengajukan gugatcerai tidak dapat memperoleh hak-haknya karena dia dikatakannusyuz, menghalangi perempuan dalam mengajukan tuntutan didepan persidangan. Program yang dapat memperketat seleksi petu-gas Pusbakum dapat memastikan kualitas mereka.

Partner: Pengadilan Agama dan Mahkamah Agung.

Rekomendasi 2

Kolaborasi lintas sektor dan perumusan kebijakan dan regulasi yangmendorong terjadinya eksekusi pasca putusan. Dalam hal ini, Badilagmemegang peran kunci yang didukung oleh lembaga peradilan terkait.

Dalam tingkat pelaksanaan, terdapat PP No 10/1983 yang kemudiandiperbaharui menjadi PP No 45/1990 yang mengatur pernikahan danperceraian pegawai negeri sipil. Peraturan ini menetapkan bahwa 1/3gaji dari PNS yang bercerai wajib diserahkan kepada mantan istri dan1/3 lainnya diberikan untuk anak-anaknya. Namun, peraturan ini tidakberlaku ketika perceraian diajukan oleh pihak perempuan (gugat cerai).

Rekomendasi program dan partner:

• Membangun diskusi lintas sektor dengan Kementerian Pendaya-gunaan Aparatur Negara, Kementerian Agama, dan MahkamahAgung untuk menyusun PP yang serupa untuk seluruh karyawan,bukan hanya PNS. Adanya PP ini berpotensi mendorong putusanpengadilan lebih ditegakkan.

• Dalam jangka waktu panjang, adanya upaya untuk penyusunan hu-kum prosedur yang spesifik membahas kasus-kasus perceraian.

• Meninjau kembali peran mediasi dalam kasus perceraian. Sebagianbesar pasangan yang datang ke pengadilan telah memutuskan untukberpisah. Dalam kasus ini, mediasi dapat lebih berfokus pada diskusi

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 38

Page 46: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

39 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

pembagian harta gono-gini dan hak asuh anak. Indikator mediasitidak dinilai dari jumlahnya pasangan yang rujuk, tetapi dari jumlahpenggugat/pemohon yang puas dengan proses mediasi.

Rekomendasi 3

Meningkatkan peran civil society dalam mendorong pemenuhanhak-hak perempuan pasca cerai.

Rekomendasi program dan partner:

• Civil society mengawal regulasi-regulasi daerah yang sudah dise-pakati.

• Merumuskan dan menyosialisasikan good practice oleh hakim atauinstitusi lain pasca cerai sehingga bisa menjadi regulasi.

• CSO dan lembaga-lembaga peradilan terkait bisa mendorong pe-menuhan hak-hak perempuan dengan sistem jaminan kepadasuami atau negara.

Page 47: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 40

Page 48: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Lampiran dan Referensi

41 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian

Page 49: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Lampiran 1

Daftar Informan

No Nama Lembaga

1 Drs. H. Hasan Bisri,

S.H., M.H.

Ketua Pengadilan Tinggi

Agama Sulawesi Selatan

2 Drs. Moh. Yasya,

S.H.,M.H.

Ketua Pengadilan Agama

Makassar

3 Dra. Hj. Harijah Damis,

M.H.

Wakil Ketua Pengadilan

Agama Makassar

4 Dra. Hj. Murni Djuddin Hakim PA Makassar

5 Dra. Hj. Siti Aminah Hakim PA Makassar

6 Malik, M.H. Kepala Bagian Data PTA

Makassar

7 Aisyah Bagian Data PTA Makassar

8 La Heru Kepala Bidang

Kebencanaan Dinas Sosial

Makassar

9 Husaimah Husain Koordinator AIPJ Sulawesi

Selatan

10 Ruri Syailendrawati Asisten Koordinator AIPJ

Sulawesi Selatan

11 Rosmiati Sain Direktur LBH Apik

Makassar

12 Sri Wahyuningsih Direktur Institute of

Community Justice

13 Ibrahim Bando, S.H. Advokat dan Konsultan

Hukum

14 Syamsuddin Simmau Akademisi dan Dosen

Universitas Hasanuddin

Laporan Penelitian Hak Ekonomi Pasca Perceraian 42

Page 50: Memastikan Terpenuhinya Hak Hak Perempuan Pasca Perceraian

Referensi

Marcoes, Lies. 2014. Menolak Tumbang: Narasi Perempuan MelawanPemiskinan. Jogjakarta: INSIST.

Muhammad, Rusjdi Ali, SH (eds). 2009. Kumpulan Refernsi StandarEvaluasi Hakim dalam Menerapkan Sensitivitas Gender diMahkamah Syar’iyah Aceh. Banda Aceh: Mahkamah Syar’iyah Aceh.

van Huis, S. J. 2010(1). “Rethinking the Implementation of ChildSupport Decisions: Post-divorce Rights and Access to the IslamicCourt in Cianjur, Indonesia?”. Law, Social Justice & GlobalDevelopment Journal (LGD).

Wahid, Marzuki. 2014. Fiqih Indonesia: KHI dan Counter Legal DraftKHI dalam Bingkai Politik Hukum Indonesia. Bandung: ISIF &Marka.

43 Laporan Penelitian Hak Ekonomi PascaPerceraian