mekanisme seluler perubahan akibat luka bakar dalam kontraktilitas dan pencegahan melalui ligasi...

36
Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar dalam Kontraktilitas dan Pencegahan melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening Kentaro Kawai, Tomoko Kawai, Justin T. Sambol, Da-Zhong Xu, Zhiqiang Yuan, Francis J. Caputo, Chirag D. Badami, Edwin A. Deitch, and Atsuko Yatani Department of Surgery, University of Medicine and Dentistry of New Jersey, New Jersey Medical School, Newark, New Jersey Kawai K, Kawai T, Sambol JT, Xu D, Yuan Z, Caputo FJ, Badami CD, Deitch EA, Yatani A. Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar dalam Kontraktilitas dan Pencegahan melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening. Am J Physiol Heart Circ Physiol 292: H2475–H2484, 2007. Pertama dipublikasi pada 19 Januari 2007; doi:10.1152/ajpheart.01164.2006.— Luka bakar mayor berakibat pada gangguan fungsi kontraktilitas ventrikel kiri (LV). Ada bukti kuat yang mendukung keterlibatan faktor yang berasal dari usus yang dibawa dalam getah bening mesenterika dalam terjadinya disfungsi kontraktil terkait luka bakar, yaitu, ligasi saluran getah bening ligasi (LDL) meseterika, mencegah menurunya kontraktilitas terkait luka bakar. Namun, mekanisme seluler untuk perubahan kontraktilitas miokard postburn sebagian besar tidak diketahui, dan

Upload: yulan-permatasari

Post on 12-Jul-2016

233 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Penelitian mengenai perubahan patofisiologi yang terjadi akibat luka bakar

TRANSCRIPT

Page 1: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar

dalam Kontraktilitas dan Pencegahan melalui Ligasi

Mesenterika Getah Bening

Kentaro Kawai, Tomoko Kawai, Justin T. Sambol, Da-Zhong Xu, Zhiqiang Yuan,

Francis J. Caputo, Chirag D. Badami, Edwin A. Deitch, and Atsuko Yatani

Department of Surgery, University of Medicine and Dentistry of New Jersey,

New Jersey Medical School, Newark, New Jersey

Kawai K, Kawai T, Sambol JT, Xu D, Yuan Z, Caputo FJ, Badami CD,

Deitch EA, Yatani A. Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar dalam

Kontraktilitas dan Pencegahan melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening. Am J

Physiol Heart Circ Physiol 292: H2475–H2484, 2007. Pertama dipublikasi pada

19 Januari 2007; doi:10.1152/ajpheart.01164.2006.— Luka bakar mayor berakibat

pada gangguan fungsi kontraktilitas ventrikel kiri (LV). Ada bukti kuat yang

mendukung keterlibatan faktor yang berasal dari usus yang dibawa dalam getah

bening mesenterika dalam terjadinya disfungsi kontraktil terkait luka bakar, yaitu,

ligasi saluran getah bening ligasi (LDL) meseterika, mencegah menurunya

kontraktilitas terkait luka bakar. Namun, mekanisme seluler untuk perubahan

kontraktilitas miokard postburn sebagian besar tidak diketahui, dan dasar seluler

untuk efek penting LDL pada fungsi jantung belum diteliti. Kami memeriksa

kontraktilitas, Ca2+ transien, dan Ca2+ tipe L arus (ICa) di miosit LV diisolasi dari

empat kelompok tikus : 1) sham burn, 2) sham burn dengan LDL (sham + LDL),

3) burn (≈ 40 % dari total luas permukaan tubuh), dan 4) burn dengan LDL (burn

+ LDL). Miosit diisolasi dari hati pada 24 jam postburn mengalami penurunan

kontraktilitas (≈20 %) pada awal dan kurang responsif terhadap peningkatan Ca2+.

Kontraktilitas miosit adalah sebanding pada sham+LDL dan jantung terbakar

tiruan. LDL benar-benar mencegah perubahan terkait luka bakar dalam

kontraktilitas miosit. Secara mekanis, penurunan kontraktilitas di miosit pada

jantung postburn terjadi dengan penurunan amplitudo transien Ca2+ (≈20 %) tanpa

perubahan beristirahat Ca2+ atau Ca2+ isi dari retikulum sarkoplasma. Di sisi lai,

densitas Ica menurun (≈30%) dalam miosit dari jantung postburn, dengan properti

Page 2: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

perubahan tergantung tegangan. Disfungsi kontraktil miokard sehingga terkait

luka bakar dihubungkan dengan penurunan kontraktilitas miosit dikaitkan dengan

penurunan densitas Ica. Temuan ini juga memberikan bukti kuat bahwa kelenjar

getah bening mesenterika terlibat dalam timbulnya disfungsi kardiomiosit terkait

luka bakar.

Luka bakar; kalsium tipe L, miosit jantung

uka bakar memulai serangkaian perubahan patofisiologi, termasuk

penurunan fungsi jantung. Penelitian klinis dan eksperimental telah

menunjukkan bahwa luka bakar mayor [≈40 % dari total luas

permukaan tubuh (TBSA)] mengakibatkan gangguan fungsi kontraktil ventikel

kiri (LV) meskipun resusitasi cairan agresif (1, 4, 14). Namun, sumber atau jalur

sinyal yang memicu disfungsi miokard akibat luka bakar tidak dipahami dengan

baik dan tetap menjadi bagian investigasi yang sedang berlangsung intens.

LPenurunan curah jantung akibat luka bakar berhubungan dengan

penurunan kontraktilitas miokard yang signifikan, sebagaimana dinilai oleh

tekanan LV, perubahan tekanan LV dari waktu ke waktu (dP/dt), dan penumpulan

respon peningkatan Ca2+ eksternal (2, 14, 15, 21, 22). Seperti halnya potensi

mekanis signifikan, perubahan ini mirip dengan yang diamati dalam hipertrofi

dan/atau gagal jantung (HF). Meskipun mekanisme yang tepat tidak diketahui,

banyak penelitian dalam hipertrofi jantung dan HF telah menunjukkan bahwa

perubahan intrinsik dalam rangkaian eksitasi-kontraksi (E-C) karena pengaturan

Ca2+ abnormal pada tingkat sel yang terlibat dalam inisiasi dan proses penurunan

kontraktil miokard (5, 13, 16, 17). Sejalan dengan gagasan ini, terdapat bukti

nyata bahwa pencegahan atau koreksi gangguan regulasi Ca2+ pada tahap awal

penyakit jantung dapat menunda atau mencegah timbulnya HF (9, 16).

Studi sebelumnya pada jantung setelah luka bakar telah menunjukkan

bahwa perubahan dalam pengaturan Ca2+ selular berkontribusi disfungsi

kontraktilitas miokard akibat luka bakar (2, 14, 15, 20, 24, 32). Sebagai contoh,

grup Horton (2, 15, 20, 24, 32) telah melaporkan bahwa tingkat konsentrasi Ca2+

diastolik di miosit ventrikel yang terstimulasi diisolasi dari jantung tikus atau

Page 3: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

kelinci percobaan, secara signifikan meningkat (relatif dua sampai tiga kali lipat

untuk nilai kontrol) pada 24 jam setelah luka bakar. Selain itu, salah satu dari

studi tersebut menunjukkan amplitudo yang signifikan tinggi (tiga kali lipat dari

nilai kontrol) dari Ca2+ transien dan terhambat gerak sel ke isoproterenol pada

miosit ventrikel dari jantung tikus postburn (20). Namun, sebagian besar

penelitian ini dilakukan tanpa adanya stimulasi sel dan tidak mencirikan dasar

coupling E-C (nilai pemendekan sel dan/atau kinetika kontraktilitas) dan aliran

Ca2+ selama kedutan kontraksi. Karena coupling jantung E-C merupakan proses

rumit yang terlibat dalam interaksi berbagai sistem (7), sulit untuk mendapatkan

data yang berarti mengenai mekanisme seluler untuk perubahan kontraktilitas

miokard akibat luka bakar tanpa stimulasi sel.

Meskipun etiologi gagal jantung akibat luka bakar kemungkinan bersifat

multifaktorial, terdapat bukti bahwa faktor-dari-usus dalam getah bening

mesenterika berkontribusi terhadap disfungsi organ dan kegagalan akibat trauma

berikut seperti luka bakar, syok hemoragik, dan prosedur pembedahan elektif

mayor (11, 23, 26, 29). Sebagai contoh, pada tikus, fungsi jantung, dinilai dengan

mengukur tekanan LV dan LV dP/dt di sistem jantung terisolasi Langendorff,

secara signifikan tertekan pada 24 jam setelah luka bakar, dan respon terhadap

peningkatan laju aliran darah koroner atau terhambat Ca2+ (2, 15, 26, 32). Ketika

saluran getah bening mesenterika utama diligasi sebelum luka bakar, tidak terjadi

disfungsi kontraktil miokard akibat luka bakar (26). Baru-baru ini, penelitian kami

menunjukkan bahwa getah bening mesenterika yang dikumpulkan dari tikus

dengan ≈40% TBSA terbakar pada kontraktilitas miosit LV yang diisolasi dari

tikus yang sehat.

Pada konsentrasi yang lebih rendah (<0.5 %), getah bening yang terbakar

meningkatkan amplitudo kontraksi miosit (38), sedangkan konsentrasi fisiologis

yang relevan (0,1-5 %) dari getah bening yang terbakar mengurangi kontraktilitas

miosit (37). Secara bersamaan, pengamatan ini sangat menyarankan bahwa luka

bakar mendorong mobilisasi atau pelepasan faktor-faktordalam getah bening

mesenterika, yang memicu kontraktilitas miosit abnormal dan bahwa gangguan

kontraktilitas kardiomiosit menyebabkan depresi jantung akibat luka bakar.

Page 4: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

Oleh karenanya, tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan

pemahaman kita tentang mekanisme seluler yang mendasari disfungsi miokard

akibat luka bakar. Untuk mencapai hal ini, kami menguji kontraktilitas dan Ca2+

transien dalam miosit LV yang diisolasi dari empat kelompok tikus : 1) sham, 2)

sham + ligasi saluran getah bening (LDL), 3) burn, dan 4) burn + LDL pada 24

jam postburn. Karena masuknya Ca2+ melalui Ca2+ tipe L saat ini (ICa) merupakan

penentu utama dari kontraktilitas jantung, kami juga meneliti aktivitas Ica dalam

miosit. Tiga pertanyaan spesifik yang dibahas: 1) Apa perubahan dalam

kontraktilitas miosit setelah luka bakar? 2) Apakah LDL mencegah perubahan

fungsi miosit ? 3) Apa mekanisme seluler kontraktilitas berubah?

Data kami menunjukkan bahwa kontraktilitas miosit LV mengalami

penurunan setelah luka bakar. LDL benar-benar mencegah perubahan kontraksi

miosit akibat luka bakar, sedangkan kontraktilitas miosit dari sham + LDL jantung

tetap tidak berubah. Miosit pada jantung postburn mengalami penurunan Ca2+

transien yang tidak terkait dengan perubahan dalam tingkat kerusakan Ca2+

sementara atau penyimpanan Ca2+ dalam retikulum sarkoplasma (SR). Di sisi lain,

densitas Ica secara signifikan menurun pada miosit jantung postburn tanpa

perubahan karakteristik terkait tegangan. Karena pelepasan Ca2+ fraksional dari SR

diatur dengan memicu Ca2+ dalam miosit jantung (3, 6), penurunan densitas Ica

dapat menyebabkan depresi fungsi miosit postburn.

PROSEDUR PERCOBAAN

Model Luka Bakar dan Ligasi Getah Bening Mesenterika. Tikus Sprague

Dawley jantan dewasa (250-350 g) digunakan dalam penelitian ini. Komite

Perawatan Hewan New Jersey Medical School menyetujui semua percobaan.

Sebanyak 55 tikus digunakan dan setidaknya 6-20 tikus diperiksa untuk setiap

kelompok (n merupakan jumlah miosit diperiksa per protokol).

Prosedur yang digunakan untuk menginduksi luka bakar mirip dengan

yang dijelaskan oleh Walker dan Mason (31). Secara singkat, tikus dibius dengan

sodium pentobarbital (25 mg/kg) dan buprenorfin hidroklorida (0,3 mg/kg).

Rambut dicukur dari belakang dan perut, dan kedua area dibarikan agen obat

menghilangkan rambut. Sekitar 40 % TBSA melepuh terbakar diinduksi dengan

Page 5: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

cara merendam bagian belakang hewan melalui template ke dalam air mendidih

(100°C) selama 10 detik berikut ini yang merupakan membakar perut diinduksi

dengan perendaman selama 5 detik. Selama 24 jam pertama setelah luka bakar,

tikus diresustasi dengan ringer laktat diberikan laturan melalui kateter vena

jugularis menggunakan rumus Parkland (4 ml∙ kg-1 ∙% burn-1). Total volume

larutan Ringer diberikan selama 24 jam pertama adalah ~50-56 ml/tikus. Kondisi

ini menghasilkan luka bakar seragam derajat tiga, sehingga menghancurkan

semua saraf kutaneus menghasilkan luka yang mati rasa. Tikus-tikus dibakar tidak

menampilkan rasa tidak nyaman atau sakit, bergerak bebas di dalam kandang, dan

mengonsumsi makanan dan air dalam waktu 20-30 menit setelah prosedur

pembakaran. Tikus-tikus sham yang terbakar dibius, ditempatkan dalam wadah

plastik, dan direndam dalam air suhu kamar. Suhu rektal dipantau secara berkala

selama periode pemulihan dan dijaga pada sekitar 37°C.

LDL mesenterika dilakukan pada tikus yang dibius segera sebelum sham

atau luka bakar seperti yang dijelaskan sebelumnya (26). Secara singkat, sebuah

celiotomy garis tengah dilakukan, dan pembuluh limfatik utama mesenterika

didiseksi secara bebas, selanjutnya mereka diligasi.

Isolasi Miosit, Pengukuran Kontraksi, dan Ca2+ Transien. Miosit LV diisolasi

dari empat kelompok tikus : 1) sham bakar (pura-pura), 2) sham bakar dengan

LDL (sham + LDL), 3) ≈40 % TBSA (dibakar), dan 4) terbakar dengan LDL

(bakar + LDL). Dalam beberapa percobaan, miosit LV diisolasi dari tikus kontrol.

Tikus dibius dalam (60 mg/kg sodium pentobarbital), dan jantung dari

setiap tikus cepat diangkat seperti yang dijelaskan sebelumnya (37,38). Jantung

dikanulasi dan perfusi secara retrograde melalui aorta dengan metode

Langendorff selama sekitar 3 menit dengan modifikasi larutan Krebs-Henseleit

Ca2+ bebas yang mengandung (dalam mmol/l) : 110 NaCl, KCl 2,6, 1,2 MgCl2, 1,2

KH2PO4, 25 NaH2PO4, 11 glukosa, 30 taurin, dan 10 HEPES (pH 7,4), yang

beroksigen dengan menggelegak dengan 95 % O2-5 % CO2. Jantung kemudian

direndam dalam larutan yang sama yang mengandung kolagenase (Type II, 0,5

mg/ml, Worthington), hyaluronidase (0,3 mg/ml, Sigma), dan bovine serum

albumin (1 mg/ml, Sigma) selama 20 menit pada 37°C. Pada akhir perendaman,

larutan enzim dicuci dengan larutan enzim bebas yang mengandung 0,1 mM Ca2+.

Page 6: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

LV dipotong menjadi potongan-potongan kecil, dan sel-sel tersebar disaring

melalui nilon mesh (200 µm).

Miosit disentrifugasi pada 50 g selama 1 menit dan diresuspensi dalam

larutan Tyrode (dalam mmol/l) : 120 NaCl, KCl 2,6, 1,0 CaCl2, MgCl2 1,0, 11

glukosa, dan 5 HEPES (pH 7.3). Sel dipilih untuk dicatat hanya jika sel-sel

tersebut tampak normal, morfologi berbentuk batang dengan pergoresan jelas dan

diam tanpa adanya rangsangan.

Kontraksi miosit (pemendekan sel %) diukur dengan deteksi video tepi,

seperti yang dijelaskan sebelumnya (35, 37, 38). Secara singkat, miosit LV

diisolasi yang perfusi dengan larutan Tyrode pada 32°C. Semua miosit yang

bagian dirangsang pada 1,0 Hz. Miosit kemudian terkena larutan dengan

konsentrasi yang berbeda Ca2+ menggunakan metode tabung Y, yang

memungkinkan perubahan solusi lengkap dalam 100 ms (33). Untuk mendapatkan

hubungan tergantung pada frekuensi, frekuensi yang berbeda diuji secara acak

untuk meminimalkan perubahan tergantung waktu. Untuk meminimalkan proses

yang cenderung merusak miosit, misalnya, kelebihan Ca2+ pada SR (gerak sel

spontan) dan kerusakan sel (miosit menyusut dengan relaksasi sel tidak lengkap),

sel-sel didiamkan selama 15 detik mengikuti setiap perubahan frekuensi.

Pemendekkan sel kemudian dianalisis di tingkat quasistabil.

Untuk Ca2+ pengukuran transient, sel-sel yang diberi 2µM fura – 2 AM

pada suhu kamar selama 60 menit. Ca2+ bebas intraseluler dipantau sebagai rasio

fluoresensi 340-380 nm fura-2 menggunakan Photoscan dual- beam

spectrofluorophotometer (Photon Teknologi) seperti yang dijelaskan sebelumnya

(35, 37, 38). Sel distimulasi pada 0,5 Hz, dan perubahan Ca2+ dalam sel yang

digambarkan sebagai perubahan dalam rasio 340/380 sinyal. Data fluorosensi

diperoleh pada laju sampling 100 Hz. Kami memilih untuk tidak mengkalibrasi

sinyal karena kita terutama tertarik pada perubahan relatif dalam Ca2+ dalam sel

antara sham dan miosit postburn, dan karena kondisi eksperimental untuk

merekam sinyal fura-2 pada kedua kelompok miosit yang identik.

Konten Ca2+ SR dievaluasi dengan protokol kredit kafein seperti

dilaporkan sebelumnya (3, 30, 38). Secara singkat, sel dirangsang oleh rangkaian

dari 10 rangsangan (pada 1,0 Hz) untuk memuat Ca2+ SR. Setelah sel-sel yang

Page 7: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

dimuat, stimulasi listrik dihentikan sebelum beralih ke Larutan Tyrode yang

mengandung kafein (10 mM).

Pengukuran Arus Ca2+. Ica sel keseluruhan diukur seperti yang dijelaskan

sebelumnya (37, 38) menggunakan larutan eksternal Na+ dan K+ bebas (dalam

mmol/l) 2 CaCl2, MgCl2 1, 135 tetraetil amonium klorida, 5 4-aminopyridine, 10

glukosa, dan 5 HEPES (pH 7.3). Larutam pipet mengandung (dalam mmol/ l) 100

Cs-aspartat, 20 CsCl, 1 MgCl2, 2 MgATP, 0,5 GTP, 5 EGTA, dan HEPES 5 (pH

7.3). Kapasitansi sel diukur dengan menggunakan tegangan landai 0,8 V/s dari

pegangan potensi -50 mV. Percobaan dilakukan pada suhu kamar (20 -22 °C).

Analisis Statistik. Data dilaporkan sebagai nilai rata-rata ± SE. Analisis antar-

grup/kondisi dilakukan dengan menggunakan Student t -test, dengan signifikansi

disampaikan pada P<0,05.

HASIL

Dalam penelitian ini, fungsi miosit LV diukur pada 24 jam setelah luka bakar

sham. Titik waktu ini dipilih karena penelitian seluruh jantung sebelumnya telah

menunjukkan bahwa disfungsi kontraktil tampak jelas dalam semua jantung

selama 24 jam setelah luka bakar terlepas dari jenis spesies (2, 14, 20, 22, 24).

Selain itu, kami sebelumnya telah menunjukkan bahwa pengalihan getah bening

mesenterika dengan LDL mencegah penurunan kontraktilitas miokard terkait luka

bakar yang dinilai pada 24 jam setelah luka bakar (26).

Tabel 1. Ukuran miosit dari tikus-tikus kontrol, sham, sham + LDL, burn, dan burn + LDL

Page 8: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

Karena prosedur membakar menggunakan anestesi dan opioid

(buprenorphine hydrochloride), kami ingin menguji apakah obat ini

mempengaruhi morfologi miosit LV. Untuk mengatasi hal ini, kami menentukan

ukuran miosit terisolasi dari kontrol, sham,sham+ LDL, terbakar, dan membakar

+ LDL jantung dengan mengukur panjang sel dan kapasitansi sel dengan teknik

patch-clamp (Tabel 1). Panjang sel dan luas permukaan diperkirakan oleh

kapasitansi sel sebanding dalam sel diisolasi dari semua kelompok. Selain itu,

seperti yang ditunjukkan pada data di bawah ini, kedutan kontraksi (pemendekan

sel %) adalah serupa di antara sel-sel dari kontrol dan tikus sham.

Kontraktilitas Kardiomiosit dan Fungsi Relaksasi. Gambar 1 menunjukkan

pemendekan sel perwakilan yang dicatat dalam miosit LV dari sham, sham+LDL,

burn, dan burn + LDL. Pemendekan sel berkurang secara signifikan, dan

kecepatan relaksasi (+dL/dt) lebih lambat dalam miosit dari kelompok burn

dibandingkan dengan kelompok lain (Gambar 1C). Kedutan amplitudo dan tingkat

relaksasi dalam miosit dari burn + LDL adalah serupa dengan yang diamati dalam

miosit dari kontrol atau jantung sham (Gambar 1, D-F). Hasil ini konsisten dengan

data sebelumnya diperoleh di tingkat jantung keseluruhan (26) dan mendukung

hipotesis bahwa penurunan kontraktilitas miosit terpusat terlibat dalam disfungsi

kontraktilitas miokard terkait luka bakar dan bahwa LDL preburn dapat mencegah

terjadinya perubahan kontraktilitas miosit.

Gambar 1. Contoh dari sel sebagai suatu contoh miosit yang diisolasi dari jantung sham (A), sham + LDL (B), burn (C), dan burn + LDL (D). Kontraksi direkam selama masa stimulasi di lapangan pada frekuensi 1.0 Hz. Data untuk pengumpulan data (%) dan tingkat relaksasi ditampilkan dalam E dan F.

Page 9: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

Karena umumnya dianggap bahwa tingkat kontraksi lambat dan relaksasi

berhubungan dengan penurunan aktivitas Ca2+-ATPase SR, perubahan kontraksi

diamati pada miosit postburn dapat berhubungan dengan fungsi SR yang tertekan.

Misalnya, disfungsi kontraktil dalam hipertrofi jantung dan kegagalan yang

dikaitkan dengan durasi kontraksi miosit yang memenjang secara signifikan akibat

perubahan fungsi SR (16, 17, 25). Di sisi lain, tingkat relaksasi yang lebih lambat

dapat menjadipenyebab sekunder daripada amplitudo kontraksi yang lebih kecil.

Oleh karena itu kita malakukan normalisasi jalur dan membandingkan kinetika

kontraksi antara miosit dari sham dan jantung postburn (Gambar 2, A dan B).

Perbandingan jejak dinormalisasi dan ditumpangkan (Gambar 2C) menunjukkan

tidak ada perbedaan yang signifikan baik dalam waktu puncak pemendekan sel

atau perjalanan waktu relaksasi. Kami juga membandingkan waktu relaksasi

dengan mengukur waktu untuk 50 % peluruhan (T50) dari pemendekan sel dalam

miosit dari sham, burn, dan burn + LDL (Gambar 2D). Data menunjukkan

terdapat perbedaan yang signifikan dalam waktu relaksasi antara kelompok. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa dasar selular untuk disfungsi kontraktil bakar

berhubungan secara signifikan berbeda dari pola umum perubahan yang diamati

pada hipertrofi jantung dan gagal jantung.

Gambar 2. Sel yang dicatat dari sel yang diisolasi dari jantung sham (A) dan burn (B). jejas juga dinormalisasi dan ditampilkan di C dan data untuk waktu paruh 50% (T50) ditunjukkan di D. jumlah koresponden dibandingkan jumlah sel dihitung. Data merupakan mean ± SE.

Page 10: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

Dalam kondisi fisiologis normal, terjadi peningkatan kontraksi miokard

sebagaimana peningkatan Ca2+ ekstraseluler akut. Karena studi jantung seluruh

sebelumnya melaporkan respon dari fungsi kontraktil LV terhadap Ca2+ (0,5-3

mM) tertekan dalam jantung postburn (15, 26), kami menguji ketergantungan

kontraksi miokard akan Ca2+ (Gambar 3). Suatu percobaan perwakilan

ditunjukkan pada Gambar 3. Dalam setiap miosit yang diteliti, peningkatan Ca2+

eksternal, juga meningkatkan besarnya pemendekan sel dan tingkat relaksasi

(Gambar 3, A dan B). Namun, amplitudo dan tingkat pemendekan jauh lebih

rendah pada miosit jantung pada kelompok burn daripada sham pada semua

konsentrasi Ca2+ yang diuji.

Gambar 3. Efek dari perubahan pada magnitude Ca2+ dari sel (A) dan laju relaksasi (B) pada miosit dari jantung sham dan postburn. Jejas utama ditunjukan

suatu contoh dari sekumpulan sel yang merekam respon miosit sham terhadap Ca2+ yang berbeda. Tanda panah menunjukkan status quassisteady di mana

analisis dibuat. Data merupakan mean ± SE dari sel 41 hingga 146 dari jantung sham dan sel 30 hingga 104 dari jantung postburn. *p < 0.01 v sham.

Karena perubahan gaya kontraktil sebagai respon perubahan frekuensi

stimulasi merupakan milik umum otot jantung (16,25), kami membandingkan

frekuensi pemendekan sel antara miosit dari kelompok sham dan burn. Data rata-

Page 11: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

rata ditunjukkan pada Gambar 4. Untuk kedua kelompok, amplitudo pemendekan

sel menurun dengan meningkatnya frekuensi.

Gambar 4. Perubahan yang tidak terkait frekuensi pada sel mioasit dari jantung sham dan postburn. Contoh dari sel yang direkam pdari miosit sham (A) dan burn (B) menunjukan laju stimulasi. Kedua kelompok menunjukkan respon frekuensi

negatif tanpa perubahan pada panjang sel istirahat dan perubahan relatif dari nilai basal di 1.0 Hz mirip diantara kedua kelompok. Data merupakan mean ± SE dari sel 75 hingga 146

dari jantung sham dan sel 71 hingga 104 dari jantung postburn. *p < 0.01 vs sham.

Amplitudo pemendekan sel tertekan di postburn dibandingkan dengan

sham jantung pada semua frekuensi yang diteliti. Perhatikan bahwa perubahan

relatif dari amplitudo dengan frekuensi tidak berbeda bermakna antara kedua

kelompok.

Kardiomiosit Ca2+ Transien dan Ca2+ Transien Terinduksi Kafein. Untuk lebih

memahami mekanisme selular kontraktilitas yang tertekan pada jantung postburn,

kami mengukur seluruh Ca2+ transien sel (Gambar 5) dan konten Ca2+ SR yang

dinilai dengan Ca2+ transien diinduksi kafein (Gambar 6). Miosit pada jantung

postburn memiliki amplitudo yang lebih rendah dari Ca2+ transien dibandingkan

dengan miosit dari jantung shem (Gambar 5,A, B, dan D), namun tidak ada

Page 12: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

perbedaan yang signifikan dalam sinyal Ca2+ diastolik (baseline, istirahat)

(Gambar 5C). Karena tingkat penurunan Ca2+ selama kedutan mencerminkan

terutama penghapusan Ca2+ melalui penyerapan Ca2+ SR (13, 16, 25), kami

membandingkan perjalanan waktu Ca2+ transien. Perjalanan waktu penurunan Ca2+

sebagaimana dianalisis dengan T50 Ca2+ transien (Gambar 5E), yang tidak berbeda

secara signifikan antara kedua kelompok.

Gambar 5. Transien Ca2+ yang terakam pada miosit dari jantung sham (A) dan postburn (B). Data dari rasio 340/380 untuk nilai basal (C), perbedaan antara puncak dan basal (D) dan T50 (E). Jumlah koresponden berbanding jumlah sel yang diukur. Data

merupakan mean ± SE. *p < 0.01 vs sham.

Amplitudo dari 10 mM Ca2+ transien diinduksi kafein sedikit lebih rendah

di miosit pada jantung postburn dibandingkan dengan miosit sham (Gambar 6, A-

C). Namun, perbedaan itu tidak signifikan secara statistik. Demikian pula, T50 dari

Ca2+ yang rusak tidak berubah signifikan dalam sel-sel dari hati postburn (Gambar

6D). Pengukuran ini Ca2+ seluler menunjukkan bahwa kontraksi miosit yang

tertekan pada jantung postburn hasil dari penurunan sistolik transien Ca2+ tanpa

perubahan signifikan dalam penyerapan Ca2+ SR atau konten.

Page 13: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

Densitas ICa. Salah satu penentu terjadinya kontraksi miosit adalah ICa, misalnya,

influks Ca2+ melalui saluran (channel) Ca2+ tipe L merangsang pelepasan Ca2+ dari

SR dan menjaga muatan Ca2+ di SR. Karenanya, peneliti mengevaluasi

karakteristik ICa basal pada miosit dari jantung sham, burn, dan burn + LDL

(Gambar 7). Jejas menunjukkan ICa diaktivasi pada potensial membran yang

berbeda. Puncak amplitudo dari ICa dinormalisasi relatif terhadap ukuran sel,

sebagai penentu dari kapasitas sel (dalam pA/pF), berperan sebagai fungsi dari

suatu voltase (dasar dari jejas sekarang). Puncak densitas ICa secara bermakna (p <

0.005) lebih rendah pada miosit dari jantung postburn (5.4 ± 0.5 pA/pF, n = 39)

dibandingkan dengan miosit dari jantung sham yang terbakar (7.5 ± 0.5 pA/pF, n

= 56).

Densitas puncak ICa cukup sebanding pada miosit dari jantung burn + LDL

(7.0 ± 0.4 pA/pF, n = 30) dan jantung sham yang terbakar. Paling penting,

densitas ICa pada miosit sham + LDL (7.2 ± 0.2 pA/pF, n = 18) mirip dengan

miosit dari jantung sham yang terbakar. Keterkaitan voltase dari aktivasi ICa tidak

secara signifikan berbeda pada ketiga kelompok, yaitu, ICa diaktivasi sekitar -30

mV dan mencapai nilai maksimalnya sekitar +10 mV. Keterkaitan voltase dari

Gambar 6. Transien Ca2+

yang diinduksi kafein yang direkam pada miosit dari jantung sham (A) dan postburn (B). Data dari rasio 340/380 untuk transien Ca2+ maksimal atas aplikasi kafein diekspresikan sebagai perbedaan antara puncak dan dasar (C) dan T50 (D). jumlah dari responden

Page 14: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

inaktivasi ICa juga dianalisis dengan mengaplikasikan pre-pulsasi depolarisasi 5-s

dari suatu potensial -80 mV (data tidak ditampilkan). Tidak ada perbedaan yang

bermakna pada mid-potensial atau faktor slope yang dapat diobservasi pada

masing-masing kelompok,mengindikasikan bahwa penurunan densitas ICa pada

miosit dari jantung postburn tidak diakibatkan oleh abnormalitas terkait voltase

pada saluran Ca2+.

Gambar 7. Karakteristik arus keseluruhan sel Ca2+ tipe L (ICa) pada miosit dari jantung sham (A), burn (B), dan burn + LDL (C). Arus ditimbulkan dari suatu

potensial -50 mV untuk mengindikasikan potensial uji 0.1 Hz. Hubungan voltase arus (I-V) berada di bawah jejas arus original. ICa dinormalisasi ke kapasitas sel

untuk memberikan densitas arus (pA/pF). Data merupakan mean ± SE dari miosit sham (n = 56), postburn (n = 39), dan burn + LDL (n = 30).

Keseluruhan densitas sel ICa (I) ditentukan oleh produk dari jumlah saluran

(N), probabilitas terbuka (Po), dan single channel current (i), yaitu, I = i . N . Po

(34, 36). Untuk meneliti apakah penurunan pada densitas ICa dikarenakan adanya

suatu penurunan regulasi dari saluran Ca2+ tipe L (misalnya, penurunan pelepasan

dari protein dan jumlah saluran yang lebih sedikit) atau penurunan pembukaan

sakuran (saluran yang terbuka lebih sedikit), peneliti meneliti efek dari BAY K

8644, suatu agonis dihydropyridine (DHP), yang mana meningkatkan pembukaan

saluran independen dari jalur pensinyalan yang dimediasi protein kinase A (34,

Page 15: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

35). BAY K 8644 (0.1 µM) meningkatkan ICa magnitude (≈3 kali) mirip dengan

seluruh miosit (Gambar 8, A dan B). Namun, puncak densitas ICa masih lebih kecil

secara signifikan pada miosit dari jantung burn dibandingkan dengan sham

(Gambar 8C). Hasil ini mengindikasikan bahwa jumlah saluran Ca2+ tipe L

berkurang pada jantung postburn, yang mana mungkin berpengaruh pada depresi

kontraktilitas miosit.

DISKUSI

Disfungsi kontraktilitas miokardial merupakan suatu bagian yang prominen dari

suatu percobaan luka bakar begitu pula secara klinis (10, 14). Peneliti telah

meneliti basis selular dari kerusakan kontraktilitas miokardial pada jantung

postburn dan efek dari LDL. Tujuan umum adalah untuk membandingkan basis

dasar dari kontraktilitas miosit di LV miosit yang diisolasi dari tikus-tikus yang

dikelompokkan menjadi 1) sham burn, 2) sham-burn dengan LDL, 3) burn, dan 4)

burn dengan LDL pada 24 jam paska postburn. Dengan berfokus pada fungsi

selular pada penelitian ini, peneliti mengidentifikasi mekanisme selular yang

bertanggung jawab terhadap tahap awal dari depresi kontraktilitas terkait luka

bakar (14, 22).

Gambar 8. Efek dari agonis Ca2+

BAY K 8644 (0.1 µM) pada ICa

yang direkam pada miosit dari jantung sham (A) dan postburn (B). Jejas menunjukkan pencatatan arus dari potensial -50 mV hingga 0 mv pada ketiadaan (lingkaran putih) dan adanya obat (lingkaran hitam). C: perbandingan dari rata-rata puncak densitas ICa pada adanya BAY K 8644 pada miosit sham dan burn. Data merupakan mean ± SE dari keempat miosit yang diisolasi dari jantung sham dan postburn. *p < 0.01 vs sham.

Page 16: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

Penemuan utama dari penelitian ini adalah bahwa miosit dari jantung

postburn telah mengalami penurunan kontraktilitas. Perubahan pada kontraksi

miosit dicegah oleh LDL. Penurunan dari kontraksi miosit diasosiasikan dengan

depresi transien Ca2+, tanpa perubahan yang signifikan pada laju kerusakan

transien Ca2+ atau isi SR Ca2+. Di sisi lain, densitas dari saluran Ca2+ tipe L

berkurang sekitar ≈30% pada miosit dari jantung postburn, sementara densitas

saluran Ca2+ tidak berubah pada miosit dari jantung burn + LDL. Apabila

dianalisa bersama, hasil ini menunjukkan bahwa di dalam kondisi penelitian

peneliti, depresi basal kontraktilitas miosit yang diobservasi pada jantung

postburn tampaknya melibatkan penurunan pelepasan Ca2+ SR (transien Ca2+)

karena penurunan yang bermakna ada Ca2+ meransang untuk pelepasan Ca2+ SR

(ICa).

Kontraktilitas Miosit dan Transportasi SR Ca2+. Kecacatan regulasi pada level

selular telah diajukan sebagai penyebab primer dari kontraktilitas abnormal pada

gagal jantung (5, 17, 25). Namun, sangat memungkinkan bahwa depresi fungsi

jantung postburn dapat disebabkan karena faktor lainnya seperti perubahan pada

struktur jantung, struktur vaskuler yang berubah, sitokin, dan reaktivitas (16,18).

Pada penelitian ini, peneliti menemukan bahwa LV miosit yang diisolasi dari

jantung postburn menunjukkan depresi kontraksi dan respon yang terganggu

terhadap Ca2+, yang mana konsisten dengan penemuan sebelumnya yang

diobservasi di seluruh jantung (14, 15, 26). Kagagalan dari ekstraselular Ca2+

yang tinggi untuk menormalkan kontraktilitas miosit yang terbakar menunjukkan

suatu kerusakan dari pengontrolan Ca2+ pada level selular.

Kontraksi pelan dan laju relaksasi diasosiasikan dengan penurunan dari

puncak sistolik transien Ca2+ dan penurunan kerusakan dari transien Ca2+

merupakan komponen imim dari gagal jantung (5, 13, 16, 17). Menariknya, hasil

peneliti menunjukkan bahwa miosit dari jantung postburn menampilkan depresi

kontraktilitas miosit dengan laju kontraksi dan relaksasi yang tidak berubah

(Gambar 2). Penurunan pada kontraksi ini diaosiasikan dengan penurunan puncak

sistolik transien Ca2+ tanpa perubahan pada laju dari kerusakan transien Ca2+.

Karenanya fenotip kontraktilitas dari miosit postburn tampak berbeda secara

Page 17: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

signifikan dengan yang diobservasi pada miosit dari hipertrofi dan/atau gagal

jantung.

Perubahan pada kekuatan kontraktil dalam respon terhadap perubahan

stimulasi frekuensi merupakan bagian umum dari otot jantung dan sering kali

digunakan untuk mengidentifikasi status kontraktilitas siasosiasikan dengan

pengambilan dan pelepasan SR Ca2+. Sebagai contoh, pada jantung mamalia,

termasuk manusia sehat, hubungan kekuatan-frekuensi adalah positif. Pada

kegagalan miokardium, magnitude dari pembangunan kekuatan menurun atau

tetap tidak berubah dengan peningkatan pada stimulasi frekuensi (25). Perubahan

pada hubungan ini telah berdampak pada penghilangan kapasitas SR untuk

meningkatkan isi dari Ca2+, secara sekunder mendepresi fungsi SR (13, 25). Pada

miosit tikus, hubungan ini negatif pada rentang frekuensi yang lebih rendah (<2.0

Hz), yaitu, magnitude dari penurunan kontraksi dengan peningkatan stimulasi

frekuensi (37). Diagram negatif ini diperkirakan sebagai suatu refleksi fakta

bahwa isi SR Ca2+ yang istirahat pada tikus lebih tinggi dan tidak dapat

ditingkatkan pada rentang frekuensi ini. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar

4, peneliti menemukan bahwa tidak ada perubahan signifikan pada hubungan

kekuatan-frekuensi pada miosit dari jantung postburn. Hasil ini juga konsisten

dengan ide bahwa depresi kontraktilitas miosit dari jantung postburn tidak

disebabkan secara primer oleh kecacatan laju pengambilan dan muatan SR Ca2+.

Hasil transien Ca2+ selaras dengan pengukuran kontraksi miosit (Gambar

5). Amplitudo transien Ca2+ dari miosit jantung postburn lebih rendah

dibandingkan dengan miosit jantung sham-burn, tetapi kinetika relaksasi tetap

tidak berubah. Sebagai tambahan, peneliti menemukan bahwa tidak ada perubahan

yang signifikan pada kadar basis dasar (diastolik) Ca2+, dan bahwa isi dari SR Ca2+

dinilai dari pulsasi kafein (Gambar 6) tidak berbeda secara signifikan dari miosit

jantung sham-burn. Sebaliknya penelitian sebelumnya dari kelompok Horton (2,

15, 24, 32) telah menunjukkan bahwa miosit dari jantung 24 jam setelah

mengalami luka bakar memiliki peningkatan kadar diastolik Ca2+ yang signifikan

(dua hingga tiga kali), dengan satu studi terhadap miosit yang terbakar

melaporkan tiga kali peningkatan pada transien Ca2+ tanpa perubahan isi SR Ca2+

(20). Disparitas pengukuran Ca2+ intraselular yang terjadi antara penelitian-

Page 18: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

penelitian tersebut dengan penilitian saat ini masih tidak jelas namun mungkin

dapat dijelaskan dengan perbedaan pendekatan eksperimental yang dilakukan.

Kelompok Horton menggunakan miosit yang tidak distimulasi dan tidak

mengukur Ca2+ selular selama perubahan kontraksi. Pada penelitian ini, kontraksi

dan transien Ca2+ diukur pada daerah stimulasi. Selama perubahan kontraksi, ada

faktor kompleks yang sangat ekstim, termasuk arus ionic, transporters, dan

pertukaran, yang secara simultan memengaruhi potensial membrane dan dinamika

intraselular Ca2+ (7, 12, 30). Perubahan persebut pada kadar Ca2+ selular mambuat

kontraksi miosit di bawah kondisi fisiologis secara relatif yang membuat perbahan

kontraksi mungkin tidak dapat diprediksikan pada ketiadaan stimulasi sel.

Densitas Saluran Ca2+ Tipe L. pada penelitian ini, kontraktilitas miosit postburn

terdepresi dan dicegah oleh LDL. Kontraksi yang terdepresi diasosiasikan dengan

respon tumpul kontraktil terhadap Ca2+, namun dependensi frekuensi kontraksi

masih tidak berubah. Amplitudo transien Ca2+ direduksi tanpa perubahan pada isi

SR Ca2+. Penemuan menarik dari penelitian ini adaah bahwa densitas ICa secara

signifikan menurun pada miosit jantung postburn. Tidak ada perubahan pada

karakteristik terkait voltase. Lebih jauh, BAY K 8644 meningkatkan ICa pada

miosit postburn; namun, amplitudo dari densitas ICa pada obat saat ini secara

signifikan lebih kecil dibandingkan dengan miosit pada jantung sham-burn

(Gambar 8). Hasil ini sejalan dengan hipotesis bahwa jumlah saluran Ca2+ tipe L

berkurang pada miosit yang terbakar. Yang lebih penting, tidak ada perubahan

yang dapat diobservasi pada miosit dari jantung sham + LDL atau jantung burn +

LDL. Karenanya data tersebut menunjukkan adanya penurunan kontraktilitas yang

dapat dilihat dengan miosit dari jantung postburn tampaknya melibatkan influks

penurunan Ca2+ karena penurunan densitas ICa. Hal ini disokong oleh fakta bahwa

fraksi pelepasan Ca2+ secara kuat dipengaruhi oleh baik kadar influks Ca2+ dan isi

SR Ca2+ (3,7).

Karena influks Ca2+ melalui ICa juga mengisi kembali SR dengan Ca2+,

peneliti mengharapkan ntuk menemukan suatu penurunan isi SR Ca2+ selama

rentetan kontraksi yang stabil. Naun, peneliti menemukan bahwa penurunan

dalam ICa tidak menyebabkan penurunan isi SR Ca2+. Observasi ini konsisten

dengan beberapa studi eksperimental serial dan analisi model yang mengubah

Page 19: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

influks Ca2+ (ICa) tidak secara serta merta menyebabkan perubahan paralel pada isi

SR Ca2+. Sebagai contoh, telah dilaporkan bahwa peningkatkan konsentrasi Ca2+

eksternal (dari 1 hingga 2 mM) meningkatkan amplitudo ICa dan sistolik transien

Ca2+ tanpa efek pada isi SR Ca2+ (12, 30). Ketetapan yang relatif dari isi SR Ca2+

pada penelitian ini dapat dijelaskan oleh kontrol koordinasi Ca2+; transien Ca2+

yang besar mengaktivasi efluks Ca2+ yang lebih besar dari sel melalui pertukaran

Na+/Ca2+. Observasi peneliti bahwa miosit yang terbakar memiliki pemasukan

Ca2+ (ICa) yang menurun dan sistolik transien Ca2+ dengan sedikit perubahan pada

isi SR Ca2+ dapat dijelaskan oleh redulasi sel Ca2+ yang terkonsentrasi. Pada

pengertian ini, ancaman penurunan akan menurunkan jumlah pelepasan Ca2+ dari

SR dan karenanya jumlah yang akan dipompa keluar sel.

Hal yang susah adalah mengerti fungsi dan modulasi dai saluran Ca2+ tipe

L, namun sedikit yang diketahui mengenai ekpresi dari saluran. Namun,

pengakumulasian bukti-bukti mengindikasikan bahwa sitokin inflamasi

memainkan peran tidak hanya pada pathogenesis atherosclerosis dan pada

disfungsi kardiak yang seiring dengan sepsis, luka bakar, dan miokarditis viral

namun juga sindrom HF lanjut menghasilkan kelainan pathogenic (14, 19).

Mediator inflamasi ini dapat menginduksi generasi sitokin spesifik dan ekspresi

dari “inducible” dan “Ca2+-insensitive” nitric oxide (NO) synthase (iNOS) pada

miosit kardiak (19). NO dapat berinteraksi dengan protein yang terlibat dalam

coupling E-C, dan NO dapat merupakan agen ionotropik yang positif maupun

negatif (39, 40). Salah satu penelitian juga mengindikasikan baik NOS endotel

dan neuronal dapat terlibat dalam regulasi saluran Ca2+ tipe L melalui nitrosylation

(28). Dari literatur ini, sangat memungkinkan bahwa jalur pensinyalan yang

dimediasi NO memainkan peran dalam regulasi ICa pada jantung postburn.

Namun, penelitian lebih jauh diperlukan untuk memvalidasi kemungkinan ini.

Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang menunjukkan densitas

ICa menurun pada miosit dari jantung postburn. Pada penelitian biokimia

sebelumnya, kelompok Horton (2) melaporkan tidak ada perubahan pada ekspresi

saluran Ca2+ tipe L pada jaringan jantung 24 jam setelah terbakar. Namum,

penelitian ini tidak menghitung kadar protein dari pembetukan lubang saluran

Ca2+, DHP reseptor-α 1 atau regulator subunit β2 (27) namun mengukur subunit

Page 20: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

tambahan, subunit α2. Pada penelitian sekarang, peneliti menggunakan agonis

DHP, BAY K 8644, yang meningkatkan pembukaan saluran Ca2+ (8, 34), dan

peneliti menemukan bahwa amplitudo ICa pada saat ada obat secara signifikan

lebih kecil dibandingkan dengan miosit dari jantung sham-burn. Hasil ini sejalan

dengan gagasan bahwa jumlah dari saluran fungsional Ca2+ tipe L menurun pada

jantung postburn.

Pada gagal jantung, perubahan hemodinamik dikaitkan dengan pola umum

dari perubahan coupling E-C pada tingkat selular. Perubahan terjadi dengan

perubahan pada protein regulator Ca2+, termasuk sarcoplasmic(endo)reticulum

Ca2+-ATPase (SERCA), phospholamban (PLB), pertukaran Na+/Ca2+, L-type Ca2+

channel α 1 protein, dan reseptor ryanodine (5, 13, 17). Laporan yang terdahulu

(2) dari kelompok Horton menunjukkan penurunan protein SERCA pada jantung

postburn; namun, tidak ada data pada Ca2+-ATPase regulatory protein PLB yang

dilaporkan. Karena fungsi SR dikontrol oleh suatu rasio relatif dari SERCA2a dan

PLB (13), penelitian lebih lanjut yang menilai pelepasan kadar protein regulator

Ca2+ dan fungsi selular secara simultan pada jantung postburn akan membantu

untuk menggambarkan proses selular mana yang berubah selama onset dari

disfungsi jantung terkait luka bakar.

UCAPAN TERIMA KASIH

Para penulis mengucapkan terima kasih kepada K. Sano untuk bantuan teknis

yang telah diberikan.

PENDANAAN

Penelitian ini disokong oleh National Institutes of Health Grants HL-77480, GM-

59841, dan T32 GM-069330.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams HR, Baxter CR, Parker JL. Contractile function of heart muscle from burned guinea pigs. Circ Shock 9: 63–73, 1982.

2. Ballard-Croft C, Carlson D, Maass DL, Horton JW. Burn trauma alters calcium transporter protein expression in the heart. J Appl Physiol 97: 1470–1476, 2004.

Page 21: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

3. Bassani JW, Yuan W, Bers DM. Fractional SR Ca release is regulated by trigger Ca and SR Ca content in cardiac myocytes. Am J Physiol Cell Physiol 268: C1313–C1319, 1995.

4. Baxter CR, Shires T. Physiological response to crystalloid resuscitation of severe burns. Ann NY Acad Sci 150: 874–894, 1968.

5. Bers DM. Calcium and cardiac rhythms: physiological and pathophysiological. Circ Res 90: 14–17, 2002.

6. Bers DM. Cardiac excitation-contraction coupling. Nature 415: 198–205, 2002.

7. Bers DM. Excitation-Contraction Coupling and Cardiac Contractile Force. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academic Publishers, 2001.

8. Brown AM, Kunze DL, Yatani A. The agonist effect of dihydropyridines on Ca channels. Nature 311: 570–572, 1984.

9. Chen X, Piacentino V, 3rd Furukawa S, Goldman B, Margulies KB, Houser SR. L-type Ca2_ channel density and regulation are altered in failing human ventricular myocytes and recover after support with mechanical assist devices. Circ Res 91: 517–524, 2002.

10. Deitch EA. The management of burns. N Engl J Med 323: 1249–1253, 1990.11. Deitch EA, Adams C, Lu Q, Xu DZ. A time course study of the protective

effect of mesenteric lymph duct ligation on hemorrhagic shockinduced pulmonary injury and the toxic effects of lymph from shocked rats on endothelial cell monolayer permeability. Surgery 129: 39–47, 2001.

12. Eisner DA, Choi HS, Diaz ME, O’Neill SC, Trafford AW. Integrative analysis of calcium cycling in cardiac muscle. Circ Res 87: 1087–1094, 2000.

13. Hasenfuss G, Pieske B. Calcium cycling in congestive heart failure. J Mol Cell Cardiol 34: 951–969, 2002.

14. Horton JW. Left ventricular contractile dysfunction as a complication of thermal injury. Shock 22: 495–507, 2004.

15. Horton JW, White DJ, Maass D, Sanders B, Thompson M, Giroir B. Calcium antagonists improve cardiac mechanical performance after thermal trauma. J Surg Res 87: 39–50, 1999.

16. Houser SR, Margulies KB. Is depressed myocyte contractility centrally involved in heart failure? Circ Res 92: 350–358, 2003.

17. Houser SR, Piacentino V, 3rd, Weisser J. Abnormalities of calcium cycling in the hypertrophied and failing heart. J Mol Cell Cardiol 32: 1595–1607, 2000.

18. Jacob R, Gulch RW. The functional significance of ventricular geometry for the transition from hypertrophy to cardiac failure. Does a critical degree of structural dilatation exist? Basic Res Cardiol 93: 423–429, 1998.

19. Kelly RA, Smith TW. Cytokines and cardiac contractile function. Circulation 95: 778–781, 1997.

20. Koshy US, Burton KP, Le TH, Horton JW. Altered ionic calcium and cell motion in ventricular myocytes after cutaneous thermal injury. J Surg Res 68: 133–138, 1997.

21. Maass DL, Hybki DP, White J, Horton JW. The time course of cardiac NF-kappaB activation and TNF-alpha secretion by cardiac myocytes after burn injury: contribution to burn-related cardiac contractile dysfunction. Shock 17: 293–299, 2002.

Page 22: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

22. Maass DL, Naseem RH, Garry M, Horton JW. Echocardiography assessment of myocardial function after burn injury. Shock 25: 363–369, 2006.

23. Magnotti LJ, Upperman JS, Xu DZ, Lu Q, Deitch EA. Gut-derived mesenteric lymph but not portal blood increases endothelial cell permeability and promotes lung injury after hemorrhagic shock. Ann Surg 228: 518–527, 1998.

24. Murphy JT, Giroir B, Horton JW. Thermal injury alters myocardial sarcoplasmic reticulum calcium channel function. J Surg Res 82: 244– 252, 1999.

25. Pieske B, Maier LS, Bers DM, Hasenfuss G. Ca2_ handling and sarcoplasmic reticulum Ca2_ content in isolated failing and nonfailing human myocardium. Circ Res 85: 38–46, 1999.

26. Sambol JT, White J, Horton JW, Deitch EA. Burn-induced impairment of cardiac contractile function is due to gut-derived factors transported in mesenteric lymph. Shock 18: 272–276, 2002.

27. Sather WA, McCleskey EW. Permeation and selectivity in calcium channels. Annu Rev Physiol 65: 133–159, 2003.

28. Sun J, Picht E, Ginsburg KS, Bers DM, Steenbergen C, Murphy E. Hypercontractile female hearts exhibit increased S-nitrosylation of the L-type Ca2_ channel 1 subunit and reduced ischemia/reperfusion injury. Circ Res 98: 403–411, 2006.

29. Swank GM, Deitch EA. Role of the gut in multiple organ failure: bacterial translocation and permeability changes. World J Surg 20: 411–417, 1996.

30. Trafford AW, Diaz ME, Eisner DA. Coordinated control of cell Ca2_ loading and triggered release from the sarcoplasmic reticulum underlies the rapid inotropic response to increased L-type Ca2_ current. Circ Res 88: 195–201, 2001.

31. Walker HL, Mason AD Jr. A standard animal burn. J Trauma 8: 1049–1051, 1968.

32. White DJ, Maass DL, Sanders B, Horton JW. Cardiomyocyte intracellular calcium and cardiac dysfunction after burn trauma. Crit Care Med 30: 14–22, 2002.

33. Yamamoto S, Kuntzweiler TA, Wallick ET, Sperelakis N, Yatani A. Amino acid substitutions in the rat Na_, K(_)-ATPase alpha 2-subunit alter the cation regulation of pump current expressed in HeLa cells. J Physiol 495: 733–742, 1996.

34. Yatani A, Codina J, Imoto Y, Reeves JP, Birnbaumer L, Brown AM. A G protein directly regulates mammalian cardiac calcium channels. Science 238: 1288–1292, 1987.

35. Yatani A, Frank K, Sako H, Kranias EG, Dorn GW, 2nd. Cardiacspecific overexpression of Galphaq alters excitation-contraction coupling in isolated cardiac myocytes. J Mol Cell Cardiol 31: 1327–1336, 1999.

36. Yatani A, Honda R, Tymitz KM, Lalli MJ, Molkentin JD. Enhanced Ca2_ channel currents in cardiac hypertrophy induced by activation of calcineurin-dependent pathway. J Mol Cell Cardiol 33: 249–259, 2001.

37. Yatani A, Xu DZ, Irie K, Sano K, Jidarian A, Vatner SF, Deitch EA. Dual effects of mesenteric lymph isolated from rats with burn injury on contractile

Page 23: Mekanisme Seluler Perubahan Akibat Luka Bakar Dalam Kontraktilitas Dan Pencegahan Melalui Ligasi Mesenterika Getah Bening

function in rat ventricular myocytes. Am J Physiol Heart Circ Physiol 290: H778–H785, 2006.

38. Yatani A, Xu DZ, Kim SJ, Vatner SF, Deitch EA. Mesenteric lymph from rats with thermal injury prolongs the action potential and increases Ca2_ transient in rat ventricular myocytes. Shock 20: 458–464, 2003.

39. Ziolo MT, Katoh H, Bers DM. Positive and negative effects of nitric oxide on Ca2_ sparks: influence of -adrenergic stimulation. Am J Physiol Heart Circ Physiol 281: H2295–H2303, 2001.

40. Ziolo MT, Maier LS, Piacentino V, 3rd, Bossuyt J, Houser SR, Bers DM. Myocyte nitric oxide synthase 2 contributes to blunted beta-adrenergic response in failing human hearts by decreasing Ca2_ transients. Circulation 109: 1886–1891, 2004.