medikasi pra anestetik

Upload: fahmi-fauzi

Post on 01-Mar-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

farmakologi

TRANSCRIPT

Medikasi Pra-anestetikTujuan medikasi pra-anestetik ialah untuk mengurangi rasa cemas menjelang pembedahan, memperlancar induksi dan mengurangi kegawatan akibat anestesia. Selain itu, obat-obat ini akan mengurangi hipersalivasi, bradikardia dan muntah yang timbul sesudah maupun selama anestesia. Ada lima golongan obat yang diberikan sebagai medikasi pra-anestetik, yaitu (Elizabeth, 2012) :

a. Analgesik narkotikMorfin adalah analgesik narkotik pertama yang digunakan untuk mengurangi cemas dan ketegangan pasien menghadapi pembedahan, mengurangi nyeri, menghindari takipnea pada anestesia dengan trikloretilen, dan membantu agar anestesia berlangsung baik. Kini dikenal lebih dari 20 jenis opioid yang dapat digunakan untuk tujuan ini. Kelompok obat ini juga memiliki sifat anestetik sehingga ia dapat mengurangi KAM, tetapi ia tidak digunakan untuk tujuan anestesia karena untuk ini ternyata dibutuhkan dosis yang menimbulkan efek SSP lainnya. Dengan teknik anestesia berimbang, dampak buruk morfin, yaitu meperpanjang waktu pemulihan dan depresi kardiovaskular, dapat diatasi, dan mual, muntah, eksitasi, serta nyeri pascabedah dapat dikurangi.Morfin 8-10 mg yang diberikan IM biasanya cukup untuk tujuan di atas, sedangkan dosis 0,01-0,2 mg/kg IV cukup untuk menimbulkan analgesia. Dalam anestesia berimbang dengan N2O diperlukan morfin sampai 3 mg/kg, sedangkan bila digunakan anestetik inhalasi lainnya dianjurkan dosis tidak lebih dari 1-2 mg/kgBB.

Opioid lain yang digunakan sebagai medikasi pre-anestetik, sesuai dengan urutan kekuatannya ialah sulfentanil (1000 kali) > remifentanil (300 kali) > fentanil (100 kali) > alfentanil (15 kali) > morfin (1 kali) > meperidin (0,1 kali). Dosis meperidin mumnya adalah 50-100 mg IM/subkutan/IV, sedangkan dosis fentanil adalah 0,05-0,1 mg IM/IV. Meperidin 12,5-50 mg IV juga efektif untuk mengatasi menggigil akibat berbagai sebab pada anestesia.b. Sedatif barbiturat

Golongan barbiturat biasanya digunakan untuk menimbulkan sedasi. Pentobarbital dan sekobarbital digunakan secara oral atau lM dengan dosis 100-150 mg pada orang dewasa dan 1 mg/kgBB pada anak di atas 6 bulan. Keuntungan menggunakan barbiturat ialah tidak memperpanjang masa pemulihan dan kurang menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Golongan barbiturat jarang menimbulkan mual dan muntah, dan hanya sedikit menghambat pernapasan dan sirkulasi dibandingkan morfin.

c. BenzodiazepinBenzodiazepin lebih dianjurkan daripada opioid dan barbiturat. Pada dosis biasa, obat ini tidak menambah depresi napas akiat opioid. Selain menyebabkan tidur, benzodiazepin juga menimbulkan amnesia retrograd dan dapat mengurangi rasa cemas. Namun, benzodiazepin sedikit mengurangi tonus sfingter esofagus sehingga ada kemungkinan masuk ke esofagus asam lambung. Umumnya benzodiazepin diberikan per oral karena absorpsinya baik. Benzodiazepin yang tidak larut dalam air misalnya diazepam dan lorazepam tidak diberikan secara IV karena dapat menimbulkan iritasi vena. Tetapi, dapat diberikan secara IM dalam pelarut propilen-glikol. Sedangkan, midazolam yang larut dalam air dapat diberikan secara IV. Lorazepam lebih lambat mula kerjanya, dosis 0,05 mg/kgBB IM (maksimum 4 mg) diberikan paling sedikit 2 jam prabedah. Midazolam IV yang disuntikkan 15-60 menit prabedah memberikan amnesia dengan masa kerja yang lebih singkat dan lebih sedikit efek sampingnya.d. AntikolinergikHipersekresi kelenjar ludah dan bronkus yang ditimbulkan oleh anestesi inhalasi sehingga dapat mengganggu pernapasan selama anestesia. Atropin 0,4-0,6 mg IM mencegah hipersekresi ini 10-15 menit setelah penyuntikan. Efek ini berlangsung selama 90 menit. Namun, dosis ini tidak cukup untuk mencegah perubahan kardiovaskular akibat rangsangan parasimpatis, yaitu hipotensi dan bradikardia, yang disebabkan oleh manipulasi sinus karotikus atau pemberian berulang suksinilkolin IV. Untuk keadaan ini diperlukan dosis 1,5-2 mg atau pemberian atropin IV.

Skopolamin lebih jarang digunakan untuk medikasi pra-anestetik karena obat ini menunda sadarnya pasien dan memperpanjang lamanya sedasi pascabedah, lebih-lebih pada usia lanjut. Tetapi ketika takikardia perlu dihindari pada suatu pembedahan, lebih dianjurkan skopolamin dosis kecil (0,4 mg atau kurang) yang justru memperlambat denyut jantung.e. NeuroleptikKelompok obat ini digunakan untuk mengurangi mual dan muntah akibat anestetik pada masa induksi maupun pemulihan, misalnya droperidol yang biasa digunakan bersama dengan fentanil. Kualitas sedasinya pun lebih baik daripada kualitas sedasi yang ditimbulkan oleh morfin saja. Golongan fenotiazin seperti klorpromazin dan prometazin juga dapat mengurangi muntah, tetapi penggunaannya dibatasi oleh adanya efek hipotensi intraoperatif dan takikardia.DAFTAR PUSTAKA:

Elizabeth, Gunawan, A.G., Nafrialdi, R.S. 2012. Farmakologi & Terapi Edisi 5. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.