media kerjabudaya edisi 102003

52
MEDIA KERJA BUDAYA MEDIA KERJA BUDAYA Rp 8000,- ISSN: 0853-8069 10 2 0 0 3 http://mkb.kerjabudaya.org KRISIS TELEVISI

Upload: institut-sejarah-sosial-indonesia-issi

Post on 15-Jun-2015

536 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Media Kerjabudaya edisi 102003

MEDIA KERJA BUDAYAMEDIA KERJA BUDAYARp 8000,- ISSN: 0853-8069

102 0 0 3

http

://m

kb.k

erja

buda

ya.o

rg

KRISIS TELEVISI

Page 2: Media Kerjabudaya edisi 102003

Sumber: World Telecommunication Development Report, 2002

TELEVISI:Televisi sebagai Media Pendidikan Publik?

Dari 100 program acara televisi Indonesia dengan rating tertinggi

antara minggu III Oktober sampai minggu I November 2002

sinetron, film cerita dan animasi

dari jumlah di atas produksinegeri-negeri lain, yaitu India,Jepang, Taiwan, Korea dan AS

50%sisanya (26%) adalah:film dokumenter tentang kegiatan polisi (23,1%)laporan investigasi kasus-kasus kriminal (19,3%)obrolan ringan tentang hubungan asmara, kesehatan dan anak-anak(19,3%)berbagai kuis berhadiah (15,3%)pertunjukan musik (11,5%)olah raga (7,7%)berita (3,8%)Sumber: AC Nielsen, Oktober-November 2002, Tabloid Bintang Indonesia No. 605, November 2002

Dua kelompok mediaterbesar adalahKompas dan Tempo/Jawa Pos dengantotal sirkulasilebih dari 40%berupa harian, 50%majalah. Totaljumlah sirkulasisurat kabar pada2000-2001: 5 jutaeksemplar,sedangkan majalah4,1 juta eksemplar.

60% sirkulasimedia cetak diJakarta, 20% diJawa, dan 20%di luar Jawa,terutama dikota-kotabesar.

Sumber: Penelitian Ardimas, Jakarta Post, 13

November 2002; Penelitian Amir Effendi Siregar,

http://www.fippseoul.or.kr/fipp/down/amir.pdf

74%

Sirkulasi 10 kelompokmedia terbesar diIndonesia menguasai 70%pasar media cetaknasional. Sisanya (30%)dibagi 500 perusahaanmedia cetak lain. Totaljumlah sirkulasi mediacetak nasional pada2000-2001 adalah 15,8juta eksemplar.

Media Lain:

Pada 2002 di Indonesiaterdapat kurang lebih 7,8 juta

saluran telpon dan 2 jutapengguna komputer.

Pengguna internet kurang lebih4 juta orang, pelanggan internet

580.000 orang.Sumber: Statistik Laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet

Indonesia, Mei 2002, http://www.apjii.or.id/

Internet:Cukup Demokratiskah Internet?

Peserta jajak pendapat melalui situs internet sebuahmedia massa nasional selama 4 hari :Jumlah responden 1.596 orangLaki-laki 88,41%Perempuan 11,59%Usia mayoritas 25-55 tahun 87,04%Pendidikan universitas 89%Pengeluaran per bulan antara Rp. 1,5 juta-3,5 jutake atas 73,87%Sumber: Media Indonesia, 24 November 2002

94% pengguna Internet tinggal di 40 negara terkaya di duniaAmerika Utara dan Eropa merupakan pemilik internet-hostsutama di dunia dengan 7000 hosts per 100.000 pendudukpada 1997 dibandingkan dengan 16 per 100.000 penduduk dinegeri-negeri sedang berkembang.VeriSign, Inc. merupakan pemegang monopoli usaha internetdi AS selama hampir 10 tahun dengan aset US$12 milyar. 30% pengguna internet memiliki gelar universitasSumber: US Patent and Trademark Office of the Commerce Department, June 2000; Rescue the Net, May 2001

Pete

r Kup

er

>>>D

ATA B

ICARA

Satu tahun setelah militer ASmenyerbu Afghanistan, 83% orangAmerika berusia 18-24 tahun masihbelum bisa menemukan Afghanistandi peta dunia.Sumber: The Guardian, 21 November 2002

sinetron, film cerita dan animasi

Page 3: Media Kerjabudaya edisi 102003

3 | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

>>>SURAT PEMBACA

Surat untuk Surat Pembaca hendaknya dilengkapi dengan nama danalamat lengkap. Kirimkan surat anda ke alamat redaksi MKB: JalanPinang Ranti No. 3, Jakarta 13560 atau e-mail: [email protected] tidak mengembalikan surat-surat yang diterima.

Surat dari PonorogoAku temukan MKB di

internet, ternyata dahsyatsekali perkembangannyadibanding edisi terbitan cetakyang hampir setahun ini sayatidak dikirimi lagi. Sayadengan kawan-kawan YSRKsekarang bekerja di 4 desa diPonorogo dengan mediapotensi budaya lokal: jarananplok, arisan, rembug desa,yasinan, sholawatan, reog,ketoprak, lesungan, menggunadan seni rupa sebagai mediametodologi PRA dan PME.Setahun ini kami dan wargatidak lagi mandi telanjang disungai.Selamat kerja & ojo lali karoaku kawan.

Moelyono,Ponorogo.

Kabar dari Mojokertodon’t you know they’re talking

about a revolution/ it soundslike a whisper.......(TracyChapman)

Yang terhormat rekan-rekanredaksi, apa kabar? TentangMKB yang sekarang sudahpunya edisi online wahselamat ya. Saya sulit menda-patkan MKB di toko-tokobuku Surabaya. Sedikit usulbagaimana kalau MKB jugadijual di galeri (di malangsekarang lagi in soal galeri).

Dalam MKB edisi 07/2001dimuat empat puisi karyaHusnul Khuluqi. Di Mojo-kerto baru terbit antologipuisi buruh: Selamat pagingoro industri oleh komunitashulig hulig. Kapan merekadapat kesempatan dimuat diMKB?

Di Mojokerto, Surabaya sertaMalang ada beberapa kegiatan

MSegenap Redaksi dan Tata Usaha Media Kerja Budaya mengucapkan:

Selamat Menempuh Hidup Baruatas pernikahan kawan kami

Nugroho Katjasungkana & Titi Irawatipada tanggal 8 Desember 2002

di Dili, Timor Leste

seni budaya yang bagus,Sayang sekali MKB jarangmemuatnya, misalnya pamer-an instalasi Arifin Petruk(Surabaya) berjudul: The Yearof Living Dangerously.

Dan kapan menampilkanprofil dan karya BasukiResobowo?salam ,

Abdul Malik,Mojokerto, Jawa Timur.

Berita SubcomandanteMarcos

Setelah kebisuan setahun le-bih, akhirnya SubcomandanteMarcos bersuara kembali. Da-lam komunike terbarunyayang diedarkan pada 12 No-vember 2002 dan dipublikasi-kan oleh La Jornada 15 No-vember 2002. Marcosmenyangkal bahwa gerakanmereka sudah “tamat”, namuntampaknya ia mengakui ada

keretakan dalam komunitasmereka. Marcos menulisbahwa beberapa simpatisanZapatista “menegakkanotonomi dan pemberontak-an... melawan kami.”

Masih dipenuhi humor se-perti biasanya (namun kali inijauh lebih kasar ketimbangsurat-suratnya terdahulu: hu-mor seputar kakus, muntah,dan isi perut lainnya), Marcoskembali mengejek politisi-politisi kawakan, dan kali inibukan Meksiko saja, namunjauh sampai ke Spanyol. Mar-cos tak menjelaskan mengapaia berdiam diri begitu lama. Iacuma menyatakan denganbercanda —lalu menyangkal-nya sendiri—bahwa ia sakitkeras. Kepada presiden Vicen-

te Fox iamenegaskan“(Zapatista)bukannyadiam, tapikau yangtidak men-dengarkan.”

Banyak yang tidak mendugakemunculan terbaru EZLNini, meski banyak orang me-mang mengharapkan Marcosbersuara kembali mengomen-tari kejadian-kejadian besardunia setahun terakhir ini. DiChiapas sendiri, aksi kekeras-an terhadap desa-desa Zapa-tista kembali meningkat 5bulan belakangan (yang tam-paknya sejalan dengan kebi-

jakan “perang terhadapterorisme”), yang menyebab-kan warga sipil anggota kope-rasi kopi Mut Vitz tewasterbunuh.

Ronny Agustinus,Jakarta.

Surat dari MalaysiaSalam..Tujuan saya mengirimkan

mel ini adalah untukmenghulurkan salamperkenalan dengan pihakMedia Kerja Budaya. Sayaberharap persahabatan iniadalah dalam tujuan yg sihatdan kekal berpanjangan.

Di kesempatan ini, saya jugaingin menjemput pihak MediaKerja Budaya supaya melayariwebzine yang saya dan rakan-rakan hasilkan. Webzinetersebut bernama RisalahOnLine Arah Kiri dan beradadi alamat http://arahkiri.cjb.net .

Saya dan rakan-rakan sayamengalu-alukan sebarangperkongsian antara keduabelah pihak baik dari bentukmaklumat mahupun dari seginasihat dan pendapat. Semogadengan sumbangan pihakMedia Kerja Budaya, akanmemantapkan lagi webzinekami ini.

Sekian, terima kasih.Sam AhmadWakil Grup Redaksi RisalahOnLine Arah Kiri, Malaysia.

ww

w.e

zln

.org

Page 4: Media Kerjabudaya edisi 102003

24-25 ESAIIklan! Sihir IndustriKapitalismeTeuku Kemal Fasya

28-30 KRITIK SENIMajor Label danIndependensi RockJeffar Lumban Gaol

Media Kerja Budaya adalah terbitanberkala tentang kebudayaan danmasyarakat Indonesia. Media Kerja

Budaya mengangkat berbagai persoalan,gagasan dan penciptaan untuk memajukankehidupan budaya dan intelektual diIndonesia. Redaksi menerima sumbanganberupa tulisan, foto, gambar dan seterusnyayang bisa membantu penerbitan ini. Bagipembaca yang ingin eksemplar tambahandapat menghubungi alamat tata usaha kami.Penerbitan ini sangat tergantung padadukungan pembaca, kami berharap dapatmenerima kritik dan saran anda.

DAFTAR isi

2 DATA BICARA3 SURAT PEMBACA5 OBITUARI AGAM WISPI7 EDITORIAL

20-22 PROFILMembaca Buku, MengukurPeradabanAndre

39-41 CERITA PENDEKPerangLinda Christanty

42-45 LOGIKA KULTURAImajinasiJohn Roosa

Membayang DigulMengenang BuruHersri Setiawan

48-50 TOKOHWinnie MandelaAgung Putri

51 BERITA PUSTAKA

Ilustrasi Sampul: Alit Ambara

PEMIMPIN REDAKSI: RAZIF | SIDANG REDAKSI: AGUNG PUTRI, AYU RATIH, HILMAR FARID, IBE KARYANTO,JOHN ROOSA, M. FAUZI, NUGRAHA KATJASUNGKANA, RAZIF, SENTOT SETYOSISWANTO | DESAIN: ALIT AMBARA |DISTRIBUSI: ANDRE | KEUANGAN: O.H.D. | TATA USAHA: MARIATOEN | PEMIMPIN UMUM: FIRMAN ICHSAN |WAKIL PEMIMPIN UMUM: DOLOROSA SINAGA | ALAMAT REDAKSI: JALAN PINANG RANTI NO. 3 RT.015/01JAKARTA TIMUR 13560 INDONESIA TEL./FAX: 62.21.809.5474 E-MAIL: [email protected] | ALAMAT TATAUSAHA: PO. BOX 8921/CW JAKARTA 13089 TEL./FAX: 62.21.809.5474 E-MAIL: [email protected] |SITUS INTERNET: HTTP://MKB.KERJABUDAYA.ORG | PENERBIT: JARINGAN KERJA BUDAYA

NTUK BERLANGGANAN MEDIA KERJABUDAYA KIRIMKAN DATA LENGKAPANDA (NAMA, ALAMAT, NO.TEL/FAX, E-MAIL) KE BAGIAN TATA USAHA KAMI:JL. PINANG RANTI NO. 3 RT. 015/01JAKARTA 13560.

TEL./FAX: 021.8095474 (MARIATOEN),E-MAIL: [email protected]. BIAYABERLANGGANAN PER EDISI RP 8000,- (MINIMUM5 EDISI) DITAMBAH ONGKOS KIRIM MENURUTJARAK PENGIRIMAN.PEMBAYARAN DILAKUKAN MELALUI TRANSFERBANK BCA KCP KRAMAT JATI, REKENING NO. 165-600071-7 A.N.: I GUSTI AGUNG AYU RATIH.

MEDIA KERJA BUDAYA issn: 0853-8069HTTP://MKB.KERJABUDAYA.ORG

Kunjungi situsMKB ONLINE.: http://mkb.kerjabudaya.org

http://arus.kerjabudaya.org

http://dbp.kerjabudaya.org

http://pamflet.kerjabudaya.org MEDIA KERJA BUDAYA, 2003

Krisis Televisi

M

HARGA ECERAN: Rp 8000,-

EDISI 10 : 2003

MED

IA

K

ER

JA

B

UD

AY

A

26-27 PAT GULIPAT

23 PUISI AGAM WISPI

46-47 RESENSI BUKU

31-38 SISIPAN MKBSiaran Televisi MesinProduksi Makna KapitalismePurwantari & Pitono Adhi

Alit A

mb

ara

8-19 POKOK MKB EDISI 10/2003 8-11 Mengendalikan Televisi, Dari Negara ke YangSatu ini...

12-15 Kemilau Produk Kodian

16-19 Mengendalikan Televisi

Page 5: Media Kerjabudaya edisi 102003

>>>OBITUARI

5OBITUARI | Media Kerja Budaya edisi 10/2003 halaman:http://mkb.kerjabudaya.org

Penyair dan penulis cerita pendek, Soeprijadi Tomodihardjopada 31 Desember 2002 menyuratiku setelah hampirsepuluh tahun tak saling bertemu dan berkabar. Dalamsurat singkatnya itu Suprijadi antara lain menulis: ”Semen-tara itu saya kemarin mendapat berita tentang Bung Agam.Keadaannya kian parah. Dokter bilang tinggal sedikit sekaliharapan sejak kena radang paru akhir-akhir ini. Semogamasih tersisa sejemput mukjijat agar Bung Agam kembalisehat”.

Pagi ini (01.01.2003), Suprijadi, yang pernah bersama-samabekerja di sebuah kantor berita, kembali mengirimku beritayang menyatakan: ”Bung Agam meninggal dunia tadimalam jam 01.00 di verplichthuis — rumah jompo tempattinggalnya di Amsterdam selama ini”.

Berita ini dikonfirmasikan oleh surat Mas Hersri Setiawanyang bersama-sama Bung Sulardjo sebagai pihak yang ber-tanggungjawab dalam pengurusan jenazah Agam Wispi.Kak Setiawan mengatakan dalam surat pandaknya bahwajenazah Bung Agam akan dikremasi — hanya tanggalnyabelum bisa mereka tetapkan. Agam Wispi meninggal “padajam 12.00 tengah malam tadi — justru pada saat gantitahun”, tulis Hersri (01 Januari 2003).

Berita dari kedua kawan ini mengingatkan aku pada kata-kata Agam Wispi yang dalam pergaulan sehari-hari biasadipanggil Bung Agam, disingkat Gam atau Wispi, disingkatWis. Hanya yang paling sering digunakan oleh teman-temannya adalah Agam atau Gam. Kata-kata berikut ini iatulis dalam sebuah sanjak “Ode Untuk Pak Tuo” aliasM.Husein seorang sahabat dari Minang yang telah lamameninggal di negeri Belanda:

”bintang-bintang pudar di langit pagi musim panasah, mari berjalan dan berjalan sampai usia lemas”Agam telah menepati ajakannya “mari berjalan dan berjalansampai usia lemas” ketika tadi malam pada pergantiantahun, ia yang dalam kata-katanya sendiri:

“kau menutup matamatisederhana begitu saja”(dari “Terzina Maut In Memoriam Yubadi Tarmidi”)

Agam “menutup mata/mati/sederhana begitu saja” dengan“badan sebatang di rantau orang”, seperti sudah berada da-lam ramalannya beberapa tahun dahulu:

”di mana kaupohonku hijau?dalam puisimu, wahai perantaudalam cintamu jauh di pulau”(dari “Pulang”)Sang penyair itupun sampai sudah di ujungperjalanannya. ”indonesia! hanya tinggal kenangan”(dari “Ode Untuk Pak Tuo”)

Jenazah Agam diurus oleh teman-temannya, seperti halnyadengan teman-teman se”eksil” yang telah meninggal di ber-bagai negeri sebelumnya. Sudah sejak lama Agam lukiskanmati seorang diri sebagai keadaan yang akan ia hadapi:

”dan suatu hari: kau matidalam sunyitentu! sendirian: sendiri”(dari “Terzina Maut, In Memoriam Yubadi Tarmidi”).

Rasa sendirian ini juga diungkapkan Agam dalam kumpul-an sanjaknya “Sahabat” yang ia tulis sepulang dari RepublikDemokrasi Djerman, serta dalam sanjaknya “Pulang” yangia dedikasikan pada Goenawan Mohamad:

”puisi, hanya kaulah lagi tempatku pulangpuisi, hanya kaulah lagi pacarku terbang”

Kalau sekarang jenazahnya diurus oleh kawan-kawannya

seeksilan, hal inipun sudah berada dalam perhitungankesadaran Agam ketika ia menulis tentang arti seorangsahabat baginya:

”ketemu sahabat lama mahabagia daripadadi surga mana pun!”(dari: “Dua Sahabat Lama”).

Sanjak Agam yang paling sering dibacakan di mana-manasampai pada 1965 sebelum Tragedi Nasional September1965 adalah: “Demokrasi”, “Matinya Seorang Petani” dan“Latini” sama populernya dengan sanjak S.W. Koentjahyo:“Aku Anak Tionghoa”, “Tak Seorang Berniat Pulang” karyaHR Bandaharo atau “Yang Bertanahair Tapi Tak Bertanah”,karya Sabarsantoso Anantaguna.

SELINTAS PERJALANAN HIDUP AGAM WISPI:

Agam lahir pada 31 Desember 1930 di Aceh. Memulaikariernya sebagai wartawan dan redaktur kebudayaan di“Harian Kerakyatan” dan “Pendorong” Medan dari 1952sampai 1957. Sewaktu pindah ke Jakarta pada 1957, Agammenempati kedudukan yang sama sebagai redaktur kebu-dayaan di “Harian Rakjat” sampai 1962 (terseling antara1958-1959, Agam belajar jurnalistik terutama masalahpercetakan, di Berlin). Sepulang dari Jerman Timur iamenulis kusanjak “Sahabat”. Antara 1962 sampai 1965,Agam Wispi tercatat sebagai perwira Angkatan LautRepublik Indonesia (ALRI) sekaligus dikenal sebagaiwartawan dan penyair dengan sanjak yang paling banyakdibacakan di mana-mana: “Demokrasi!” yang antara lainberbunyi :

”jenderaltelah kupasang bintang-bintang di dada kaliandari rejam tuan tanah dan lintahkutuntut bintangmu: mana tanah!”

Pada Mei 1965, Agam Wispi diundang ke Vietnam selamabeberapa bulan dan sempat bertemu dengan Ho Chi Minh.Karena terjadinya Tragedi Nasional September 1965, sejakitu sampai Agam mengakhiri perjalanan hidupnya kemarinmalam, Agam tak bisa kembali ke Indonesia dan menjadi o-rang “klayaban” di luar negeri.

Dari 1965 sampai Desember 1970, Agam bermukim diRepublik Rakyat Tiongkok. Lalu pada 1973 melalui Uni So-viet sampai 1978 Agam bermukim di Leipzig, JermanTimur. Di kota ini ia menggunakan kesempatan untukbelajar sastra di Institut für Literatur dan bekerja sebagaipustakawan di Deutsche Bucheret. Selama berada di kota inipula, Agam menulis kusanjaknya Eksil yang belumditerbitkan sampai sekarang dan menyelesaikan terjemahanFaust karya W. Goethe yang sudah diterbitkan di Indonesia.

Pada 1988 Agam bermukim di Amsterdam sampai ia me-ninggal. Atas undangan Goenawan Mohamad, Agamberkesempatan pulang (berkunjung sebentar) ke Indonesia.

PERANAN PENYAIR DI MATA AGAM WISPI:

Agam memang lebih dikenal sebagai penyair karena karyayang lahir dari tangannya terutama puisi. Waktu di Medan,ia menulis sebuah drama Gerbong yang agaknya merupakankarya drama tunggalnya karena setelah itu Agammemusatkan perhatian pada penulisan puisi. Artikel atauesei sangat sedikit dia tulis untuk tidak mengatakan tidakpernah ia tulis. Pikiran dan perasaannya lebih banyak iatuangkan melalui puisi.

Apa arti puisi dan peranan penyair dalam kehidupan bagiAgam?

”asahan, penyair adalah pendahulu semangat zamantak ada tokoh politik berani minta maafkepada mendelstamkarena serangkum sajaknya mati disiksadi siberia buangan”

(dari “Kepada Penyair Asahan”).

Sebagai “pendahulu semangat zaman”, Agam selalu mem-perhatikan dan menaruh harapan pada generasi muda seba-gai pelanjut dan pelaksana mimpi-mimpi manusiawi yangbelum tunai,

”gugur bunga dari tampuknyadi musim nantiberkembang lagi”(dari “Gugur Bunga”)

Hanya, bunga yang gugur dari tampuknya itu akan bisa ber-kembang lagi di musim nanti apabila manusia dari generasiyang diharapkan Agam ini mampu:

”menziarahi dirinya sendirimembangkitkan dalam diri apa-apa yang sudah mati”(dari “Ziarah”)

Menurut Agam hanya dengan syarat demikianlah kita bisamenjadi satu sosok atau generasi yang selalu menyalabagaikan

”matahari kedinginandi atas salju berkilauan”(dari “Untuk Sitor”)

Memang kedinginan karena suasana di luar yangmengitarinya tapi ia tetap matahari yang memancarkansinar dan

”......................njalanyatak terpadamkanhingga kininantidan kapanpunnjalanya panas menempabadja kemerdekaanbadja kehidupanketika kita tidak lagi bertanjapilih njala atau pilih badjanya?dan kita merebut kedua-duanja”(dari “Surabaja”, 1965).

Boleh jadi lukisan ini juga menggambarkan wajah jiwaAgam hingga akhir perjalanannya ketika “usianya lemas”dan “menutup mata/mati/dalam sunyi?”

Menjawab pertanyaan ini, saya ingin mengutip apa yang iatulis di rembang petang usianya melalui sanjak “Ode UntukPak Tuo”:

”di musim semi yang akan datangtaburkan bunga cinta persahabatan”

Sebagai penyair yang digambarkannya sebagai pejalan yangmelangkah mendahului zamannya, Wispi lagi-lagi berkatabahwa musim semi akan tiba sekalipun sekarang kita beradadi puncak musim dingin. Keyakinan ini didasarkan padapengamatan betapa banyaknya “bintang-bintangberjatuhan di langit malam/fajar merekah...”, betapabanyaknya “bintang-bintang pudar di langit pagi musimpanas”. Karena itu bersama T. S. Eliot yang dikutip Agamdalam sebuah sanjaknya, menawarkan sebuah jalan keluarsesuai peranan penyair “mari berjalan dan berjalan sampaiusia lemas”. Untuk menjadi “matahari yang selalu menyala”dan mencapai “fajar merekah” dituntut ketahananmenghadapi dan mengalahkan dingin.

Selamat jalan Bung Agam! Tahun Baru 2003 diawali denganIndonesia kehilangan seorang penyairnya. Cinta kita kepadatanahair dan mimpi manusiawi tidak memerlukan penga-kuan resmi. Mereka adalah pilihan dan janji pada diri kitasendiri. Cinta dan mimpi manusiawi ini telah membuat kitajadi “klayaban” dan cinta serta mimpi manusiawi ini seperti“matahari” sekalipun “kedinginan” oleh kilauan saljumusim dingin, tetap memancarkan sinar. Kau sudahmembuktikannya sampai di ujung perjalananmu yang sepi.

Perjalanan 2003.

M

AGAM WISPI, SANG PENYAIR ITUPUN SAMPAIDI UJUNG PERJALANANNYA JJ.Kusni

Page 6: Media Kerjabudaya edisi 102003

Alit

Am

bar

a

Page 7: Media Kerjabudaya edisi 102003

7EDITORIAL | Media Kerja Budaya edisi 10/2003 halaman:http://mkb.kerjabudaya.org

edisi 10/2003

Pemimpin Redaksi

Daya pikat televisi memang luar biasa. Gabungan antara kecepatan gambar dan kekayaan warna danbunyi, yang dipoles dengan sentuhan-sentuhan mulus dan berkilau dengan mudah mengikat perhatianpemirsa. Sementara logika sebab-akibat ditampilkan tanpa analisa kelewat berbelit, diikuti pesan-pesan

pemulih dengan janji kemujaraban. Setelah penat berhadapan dengan kehidupan nyata, orang berharaptelevisi akan membantu menata kembali mimpi-mimpinya. Televisi bisa saja menayangkan beritaatau film berisi kepedihan dan kekacauan. Namun, telah disiapkan pula sejumlah tayangan manisgemerlap untuk mengalihkan, atau malah meredam, kecemasan. Tak heran jika ada yangberpendapat bahwa selama masih ada acara di televisi — dari mana pun asalnya, apa punbentuknya — berarti kehidupan masyarakat masih normal.

Munculnya beberapa stasiun televisi swasta baru dan perpanjangan jam tayang sampaisehari penuh disambut gembira berbagai kalangan. Konon, inilah pertanda telak era keterbuka-an dan kebebasan pers. Bahwa hampir semua stasiun ini berlomba-lomba untuk memperolehperingkat tinggi agar iklan memadati masa tayang, bahwa acara-acara yang ditawarkan tak jauhberbeda dari stasiun ke stasiun dari segi bentuk pun isi, tak masuk hitungan pengamatan.Dengan remote control di tangan, kita hidup dalam ilusi bahwa publik punya kuasa memilih.Kalau publik lebih memilih menonton Sharukh Khan Live Show ketimbang mendengarkanperbincangan para pengamat tentang prospek demokratisasi di Indonesia, itu kesalahan masyara-kat yang kurang terdidik dan “belum mengenal demokrasi”.

Sejak sidang redaksi memutuskan untuk mengangkat tema televisi, timkerja edisi ini dibuat sibuk menonton TV, mewawancarai narasumber danmembaca berita maupun literatur mengenai pertelevisian. Kawan-kawan yangselama ini hanya menyalakan pesawat TV untuk mengikuti berita terbaru mautidak mau mengamati beberapa acara yang memperoleh rating tinggi, sepertifilm India, sinetron Asia, dan investigasi kasus-kasus kriminalitas.Perdebatan hangat mulai muncul ketika kami menyadari bukan saja betapamudahnya pijar layar gelas itu membuat orang terduduk diam selama berjam-jam, tapi juga begitu besarnya potensi TV sebagai institusi pendidikanpublik.

Lepas dari argumen bahwa penonton tidak bodoh dan mampu melakukan kritik dan seleksiterhadap informasi yang tidak bermutu, dalam kenyataannya acara-acara televisi yang ada justrumenuntut loyalitas pemirsa pada acara dan produk tertentu. Sama sekali tidak ada dorongan bagipemirsa untuk mempertanyakan tayangan yang ada, apalagi mencari tahu dari sumber lain. Di lain sisi,sulit bagi kami mendukung pilihan “Membunuh Televisi” karena persoalannya bukan di pesawat itusendiri tapi pada sistem pengendali institusi pertelevisian yang dikuasai sekelompok pemodal besar darimanca negara. Jadi, kami sampai pada pertanyaan dasar, “Siapa yang seharusnya mengontrol televisi?”

Tidak ada jawaban tunggal bagi pertanyaan tersebut. Melalui rubrik Pokok edisi no. 10 ini kami mencobamemetakan persoalan di balik gemerlap layar televisi. Harapan kami sederhana: pembaca memiliki acuanberbeda dalam menilai televisi dan terpancing untuk paling tidak berpikir tentang sistem penyebaran informasialternatif yang benar-benar mewakili kepentingan rakyat banyak.

Tanpa ia sadari rambut lurus setengah gondrong dan wajah Tionghoanya sudah mengingatkan mereka padaanggota kelompok pemuda Taiwan, F4, dalam film seri Meteor Garden.

Andre,seorang pelat ih kegiatan pecinta alam,

suatu saat kelabakan menghadapi kekaguman gadis-gadis dari lokasi pelatihan sampaid i wa r t e g t empa t i a b i a s a makan .

Lucunya, begitu ia cukur habis rambutnya, titipan salam danpanggilan menggoda pun surut. Seakan imajinasi parapengagum ini ikut terpangkas.

Selamat Tahun Baru 2003!

Page 8: Media Kerjabudaya edisi 102003

8 POKOK | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

Mengendalikan TelevisiTelevisiTelevisiTelevisiTelevisiDari Negara ke Yang Satu ini...

Seorang eks-tapol (tahanan poli-tik) yang ditahan 14 tahun padaOktober 1965 pernah mencerita-kan pengalaman uniknya. Ketikamasuk ia ingat televisi masihlangka, hanya segelintir petinggidan tokoh yang memilikinya dan

siaran pun masih byar-pet dan kualitasnya punsangat terbatas. Alangkah takjubnya, setelah keluarpenjara ditemuinya televisi dengan gambarberwarna dan acara mulai pagi sampai malam hari.Ia tidak tahu bahwa tiga tahun sebelum dibebas-kan, pemerintah Orde Baru meluncurkan satelitPalapa yang memungkinkan orang di berbagaipenjuru Nusantara menikmati siaran televisi. Iahanya ingat beberapa tahun sebelum ditangkap,saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian GamesIV, pemerintah mulai membuka siaran televisi.Hanya setengah persen penduduk saat itu yangdapat mengikuti siaran karena pesawat televisimasih menjadi barang langka yang harus diimpordengan biaya luar biasa tinggi.

Pada 1983 pemerintah meluncurkan satelitPalapa B-2 yang memperluas jangkauannya kedaerah-daerah. Stasiun televisi daerah pun

didirikan tapi dengan anggaran sangat terbatas,sehingga umumnya hanya menggunakan sebagiandari jatah siaran yang dimiliki. Pemerintahan Soe-harto yang bernapsu menggenggam arus kebuda-yaan mengontrol siaran televisi dengan ketat.Stasiun televisi daerah praktis hanya menjadiperpanjangan tangan pusat, dan tidak pernah adapergaulan antar stasiun. Rezeki minyak yangberlimpah memungkinkan pemerintah menaik-kan anggaran menjadi tiga kali lipat, menghapusiklan dan mengurus segala keperluannya sendiri.Dengan satelit Palapa di tangan, siaran televisimenjadi alat ampuh bagi Orde Baru untukmenanamkan pikiran dan kebijakannya ke selu-ruh daerah.

Pada akhir 1980-an, melalui kongkalikongantara birokrat, investor dan keluarga presiden,stasiun televisi swasta bisa didirikan. Pada waktuitu Menteri Penerangan Harmoko bersusah payahmenjelaskan pembenaran mengapa tiba-tiba pe-merintah mengizinkan berdirinya stasiun televisiswasta. Maklum, sebelumnya ia berulangkalimenolak tegas proposal semacam itu. Tapi saatkeluarga Cendana dan beberapa orang kuat dibidang bisnis mendatanginya, menjadi tugasnya

Page 9: Media Kerjabudaya edisi 102003

9POKOK | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

Pemerintahan Soeharto yang bernapsu menggenggam aruskebudayaan mengontrol siaran televisi dengan ketat. StasiunTV daerah hanya perpanjangan tangan pusat.

Alit A

mb

ara

untuk menjilat ludahnya kembali danmemberi izin siaran. Pada November 1988siaran swasta pertama di Indonesiamengudara dan langsung berkembangpesat. Dalam waktu enam bulan saja jamtayangnya sudah mencapai 18 jam per hari.Perusahaan berebut memasang iklan dankonglomerat lain pun mulai melirik ke-sempatan meraup untung. MenteriHarmoko semakin kendur dan awal 1990-an ia memberi izin pada lima stasiun tele-visi lain, tiga di antaranya dikuasai oleh

anak-anak keluarga Cendana.Sementara kontrol terhadap bisnis

mengendur, pengawasan terhadap acaramasih sangat ketat. Stasiun swasta dilarangmembuat berita sendiri dan harus me-relaysiaran berita TVRI. Departemen Penerang-

an tetap memegang kendali melalui sensordan perangkat aturan penyiaran. Namunketika persaingan antar-stasiun semakinmeningkat, para pengusaha semakin gerahdengan kontrol semacam itu. KebijakanDepartemen Penerangan pelan-pelanmulai ditentang dan mencapai puncaknyaketika DPR mensahkan RUU Penyiaranyang pertama pada 1996. Tidak kurang dariJenderal Soeharto, yang mungkin mewakilikepentingan anak-anaknya sebagai peme-gang monopoli industri televisi, mengan-

jurkan agar RUU itu ditinjau kembali.Awal 1998 Orde Baru dilanda krisis

hebat. Pemerintah mengirim tentara danpolisi untuk menembaki mahasiswa danrakyat di mana-mana. Awak stasiun televisimenghadapi tekanan pemerintah agar

tidak menyiarkan apa yang merekasaksikan di lapangan. Sebagai reaksi merekamembentuk serikat jurnalis televisi yangmenolak segala bentuk sensor. “Kami jugamenolak lembaga pemberitaan yangtersentralisasi dan menuntut praktek sema-cam itu dihentikan,” kenang Ira Kusno yangsaat itu bekerja pada SCTV. Ia mengakutekanan tidak hanya datang dari pemerin-tah tapi juga dari para redaktur dandirektur stasiun televisi sendiri. Saatperistiwa Mei 1998 meletus, ketegangansemakin meningkat. Banyak reporter di la-pangan menyaksikan kekejaman yangmengakibatkan lebih dari seribu oranghangus terbakar di pertokoan Jakarta, Solo,Palembang dan Medan.

Hanya setelah Soeharto mengumum-kan pengunduran dirinya, berita-beritamengenai tindak kekerasan mulai disiarkansecara langsung. Tapi itu pun terbatas padaperistiwa yang berlangsung di Jakarta. Ke-kerasan yang terus berlangsung di Aceh,Papua dan Timor Lorosae praktis tidakmendapat perhatian. “Kami sudah me-

Page 10: Media Kerjabudaya edisi 102003

10

lakukan peliputan di Aceh ketika DOM(Daerah Operasi Militer) dicabut, tapidapat teguran dari redaksi politik SCTVagar tidak menyiarkan konflik yang berke-panjangan di Aceh,” kata Andi Arsiar dariSCTV. Suasana saat itu belum menentu.Para redaktur dan pemilik sebenarnyaingin memuat “berita-berita panas” yangdapat dijual, tapi masih khawatir denganancaman dari pemerintah, terutamamiliter. “Kami sih berani saja menayangkanhasil liputan di Ambon, Poso atau Aceh.Tapi siapa yang berani menanggung kalaukami kehilangan pekerjaan?” ujar seorangreporter.

Saat ini pemberitaan oleh televisi bolehdikatakan lebih bebas. Integrasi ke dalamtatanan ekonomi global semakin mende-sak pemerintah pasca-Soeharto bersikaplebih terbuka. Stasiun televisi semakingencar memberitakan peristiwa di dalamnegeri dan mengimpor tayangan dari luarnegeri yang tidak dapat dibayangkanberedar di zaman Orde Baru. Namun,kontrol belum sepenuhnya berakhir.Marah Bangun, penanggungjawab siaranolahraga di TPI mengaku pernah dipanggiloleh DPR karena mempertontonkan keke-rasan. Begitu pula berita-berita yangsensitif sesekali masih mengundang reaksipejabat militer dan polisi yang merasadirugikan.

Cara kerja stasiun televisi, di balik selu-ruh citra gemerlap yang ditangkap orangsehari-hari, tidak banyak bedanya dariindustri lain. Siapa kuat, dia menang. Per-usahaan besar pemasang iklan sangatmenentukan apa yang bisa ditonton olehpublik. Ada jaringan luar biasa kuat yangmelibatkan produser, rumah produksi,redaktur siaran, agen iklan, dan perusaha-an besar saat ini menguasai industri televisi.Para jurnalis televisi, apalagi reporter la-pangan, tidak lebih dari tenaga kerja biasayang kerjanya mengumpulkan potongangambar dan informasi yang kemudiandirangkai oleh redaktur untuk dijual ke-pada pemasang iklan. “Sungguh keliru jikaorang berpikir bahwa media menjual be-rita. Sebenarnya yang dijual adalah jumlahpemirsa dan pembelinya adalah parapemasang iklan,” tulis Noam Chomsky.

Betapa tidak, dengan modal Rp. 500milyar stasiun televisi bisa mengerukmilyaran dolar per tahun. Saat krisismelanda Indonesia menariknya belanjaiklan justru meningkat pesat. Pada 1998jumlahnya mencapai Rp. 3,75 trilyun danterus melonjak sampai Rp. 9,7 trilyun pada2001. Dari jumlah itu sekitar 60 persen

masuk ke kantong para pemilik stasiun te-levisi, sementara suratkabar yang menem-pati urutan kedua mendapat sekitar 25persen saja. Tidak heran jika perhitunganbisnis kemudian mendominasi alam pikirpara pengelola stasiun televisi. TPI yangawalnya mengusung slogan pendidikan se-karang lebih tertarik menjual kekerasan,begitu pula ANTeve yang mengklaim dirisebagai pangkalan anak muda lebih senangmempertontonkan gebuk-gebukan a laMandarin dan sinteron picisan dariAmerika Latin.

Memang awalnya para pengamatmenganggap kemunculan televisi swastasemacam ‘subversi’ terhadap kekuasaanOrde Baru karena menyiarkan acara yangkadang bertentangan dengan prinsip kea-manan dan ketertiban. Namun saat inipenguasa, termasuk kekuatan Orde Baruyang masih bercokol di jajarannya, bisamenyesuaikan diri dan menjadikan ‘sub-versi’ itu sebagai bagian dari sistem. Kritikterhadap rezim dimaklumi sejauh itu tidakmenggugat sistem secara keseluruhan. O-rang boleh mengkritik presiden secaraterbuka tapi tidak bisa mengungkap pem-bunuhan terhadap rakyat yang dilakukanatas restunya. Televisi dalam banyak halkemudian berfungsi meredam gejolak de-ngan membuka sebagian katup keresahan

dan menayangkannya dalam paket siarandi layar kaca. Singkatnya, bebas mengkritiktapi sama-sama mempertahankan sistemyang ada.

Jika pada masa Orde Baru negaramenggunakan televisi untuk memantap-kan posisinya, maka sekarang perusahaanbesar berebut menguasai televisi untukmelancarkan arus distribusi barangdagangannya. Jurnalis, tenaga kreatif danpara pekerja di lapangan praktis hanyamelaksanakan tugas yang diberikan dariatas. Pada dasarnya tidak ada perubahanmendasar, hanya batas-batas ‘kebebasan’yang bergeser. Dalam kerangka ini domi-nasi pemerintah melalui intervensilangsung, budaya telepon dan sejenisnyatidak lagi diperlukan. Televisi ‘bebas’mengatur dirinya tapi tetap bergerak de-

ngan tujuan sama: mencapai integrasi dankonsensus yang diperlukan dalam pemeli-haraan sistem. Bebas dan bertanggungjawab.

Hal ini nampak dalam kontroversi disekitar RUU Penyiaran yang telah disahkanoleh DPR .Ada beberapa masalah yangmenjadi sumber perdebatan. Misalnyapembentukan Komisi Penyiaran Indepen-den (KPI) yang antara lain memberi reko-mendasi pemberian dan pencabutan izinsiaran. Kalangan yang menentang RUU itumengatakan KPI akan menjadi lembagakontrol baru seperti Departemen Pene-rangan dengan SIUPP di masa Orde Baru.Bagi mereka media sebaiknya dibiarkansebebas mungkin, tanpa kontrol dari pe-merintah. Dengan kata lain, membiarkanpasar yang mengatur segalanya danmenegaskan prinsip: siapa kuat, diamenang.

Masalah lain adalah relay siaran asing.RUU Penyiaran akan memberlakukanpembatasan terhadap siaran yang dilaku-kan terus-menerus. Kekhawatiran merebakbahwa ini akan membatasi hak masyarakatuntuk mendapatkan informasi dari luarnegeri atau menonton siaran langsungsepakbola Liga Inggris dan lainnya. Di satupihak memang pembatasan itu terasa se-perti sensor terhadap siaran asing, tapi di

lain pihak kita juga melihat stasiun televisisebenarnya hanya mengeruk untung de-ngan relay siaran asing tanpa memproduksisendiri sesuatu yang bermutu danbermanfaat. Artinya ‘kebebasan informasi’yang diperjuangkan di sini sangat terbataspada kepentingan pemilik stasiun agardapat membeli produk unggulan denganharga murah dan menjualnya kepadapemasang iklan dengan harga tinggi. Kebe-basan bisnis yang sebenarnya diperjuang-kan di sini, sementara hak masyarakat atasinformasi menjadi tempelan belaka untukmenggalang dukungan.

Soal ini nampak lebih jelas dalam debattentang klausa yang mengharuskan pemilikstasiun televisi untuk membuka stasiunlokal jika ingin menjangkau daerahtertentu. Sebagian pemilik stasiun televisi

“Kebebasan informasi” yang diperjuangkan di sini sangatterbatas pada kepentingan pemilik stasiun. Kebebasanberbisnis yang sebenarnya diperjuangkan disini, sementarahak masyarakat atas informasi hanya tempelan belaka.

Page 11: Media Kerjabudaya edisi 102003

11POKOK | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

yang sudah mapan tidak keberatan karenamerasa siap menghadapi tantangan itu.Tapi lain halnya dengan stasiun kecil, barudan bermodal terbatas. Jika RUU disahkanmereka akan mendapat beban membukakantor atau bahkan perusahaan baru didaerah, bekerjasama dengan pemerintahsetempat. “Syukur kalau kita dapat partnerlokal yang bener. Program dan siarantelevisinya pasti akan baik juga. Tapi kalaupartner lokal tidak tahu apa-apa, makayang akan terjadi adalah pemerasan peme-rintah lokal terhadap stasiun televisi. RUUPenyiaran pada dasarnya memaksadidirikannya stasiun-stasiun baru,” ujarBambang dari Trans TV.

Alit A

mb

ara

Tidak ada kesamaan pendapat di antarapemilik stasiun televisi sendiri, danmencerminkan bahwa yang menjadipanglima adalah kepentingan bisnis, bukanhak-hak masyarakat atas informasi.Seandainya stasiun televisi baru juga siap,boleh jadi klausul itu takkan pernahdiperdebatkan.

Ditengah pro dan kontra akhirnyafraksi-fraksi di DPR secara aklamasimensahkan RUU itu. Perdebatan dankompromi menghasilkan titik temu antarakepentingan politik, bisnis dan hiburanyang dapat dirangkum ulang menjadi“ekonomi politik hiburan”. Dorongan bis-nis untuk menyiarkan apa saja yang dapat

Tidak ada kesamaan pendapat di antara pemilik stasiuntelevisi sendiri, dan mencerminkan bahwa yang menjadipanglima adalah kepentingan bisnis, bukan hak-hak masya-rakat atas informasi.

dijual harus berjalan seiring kepentingannegara menjaga keamanan dan ketertiban.Tapi tak ada yang mempersoalkanmengapa kualitas siaran televisi, termasuksinetron dan film impor semakin merosot.Tak ada juga yang mempedulikan bahwasiaran untuk anak-anak yang bersifatmendidik semakin langka. Apalagi nasibpara pekerja televisi yang bergaji rendahdengan jam kerja tak menentu. Semua ininampaknya ada di luar perdebatan hangatyang ironisnya bertajuk ‘hak masyarakatatas informasi’.

Page 12: Media Kerjabudaya edisi 102003

12

KemilauKemilauKemilauKemilauKemilauProduk Kodian

“Tidak ada diskusi tentangkreativitas mereka pedulihanya duit, duit dan duit,”.... Iklan adalah segalanyadan persoalan lain tinggalmengekor di belakangnya.

Bagi banyak orang televisiidentik dengan dugem aliasdunia gemerlap. Artis berpa-kaian bagus, naik mobilmewah di bawah sorotan ka-mera dan pandangan ka-gum para penggemar. Takaneh jika banyak orang yangnekat berbuat apa saja agarmendapat tempat di dalam-nya. Kisah beberapa perem-puan muda peserta castingiklan sabun bersedia telan-jang dada di hadapan kame-ra agar bisa jadi bintangsinetron menjadi salah satubuktinya.

Citra lain yang dipancar-kan adalah disiplin, tepatwaktu, kerja keras dan keter-bukaan terhadap segala yangbaru. Jurnalis dengan kame-ra di pundak terlihat berke-liaran siang-malam di tem-pat-tempat tak terduga. Me-reka melatih diri menjadi le-bih sigap dari aparat kea-

manan sekalipun. Tidak adapamali, sungkan atau malu.Para penyiar dan pembawaacara fasih menyelipkankata-kata asing dalam setiapkalimatnya. Modern, cepat,efisien, terbuka dan gemer-lap sekaligus. “Sungguhindah hidup di televisi,” ujarpenyair Wiji Thukul.

Tapi jika melangkahsedikit saja ke dalam duniaini, gambarannya sungguhberbeda. Tidak ada gemer-lap, disiplin dan keterbuka-an. Justru sebaliknya. Warnasuram menghiasi hari-haridan dan rumah para juruka-mera dan penulis naskahyang kadang hanya tidurempat jam sehari untukmengejar setoran ke tanganproduser. “Namanya jugakuli,” kata seorang awaksiaran berita. Kotak nasiyang dibagikan penyeleng-gara seminar di sebuah

kampus seperti berkah.“Lumayan, bisa hemat ceban[sepuluh ribu rupiah, red].Dengan rata-rata pendapat-an satu juta per bulan kehi-dupan awak televisi tidaksecemerlang produknya ditelevisi.

Disiplin dan kerja kerasmemang ada bagi merekayang bergerak di lapangan,sementara perencanaan dankerja otak lebih banyakmengandalkan improvisasidan kegenitan. Kesalahanmelafal kata, kemalasanmencari referensi untukmenyampaikan informasiyang benar terlalu seringbersliweran di layar kaca,sampai para pengkritik punsemakin malas memperso-alkannya. Dunia modernyang dipancarkan pun seba-tas apa yang menjadi cita-cita dan imajinasi kelasmenengah pengelolanya.

Page 13: Media Kerjabudaya edisi 102003

13POKOK | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

Sebuah tiruan buruk dari idola mereka diNew York, Paris, Hongkong, dan sekarangRio de Janeiro, Bombay dan Taipei.

Apalagi bicara keterbukaan dan demo-krasi. Jangan dulu bicara kontrol publikterhadap siaran televisi. Para pengusaharumah produksi dan tenaga kreatif disekitar industri itu pun mengeluh melihatwatak otoriter pengelola stasiun. “Itu se-perti kediktatoran tersendiri,” ujar seorangsutradara muda. “Tidak ada diskusi tentangkreativitas, yang mereka [pengelolastasiun] peduli hanya duit, duit dan duit,”katanya. Iklan adalah segalanya danpersoalan lain tinggal mengekor di bela-kangnya.

Prinsip itu membuat para pengelolaprogram dan agen iklan menjadi luar biasaberkuasa. Di tangan mereka tergenggam airtime yang jadi rebutan para pemasang iklanyang hendak membelinya dan produsermata acara yang ingin mendapat bagiandari penjualannya. Tidak ada pertimbang-an kreativitas, kecerdasan apalagi kesem-patan. Bahkan sebaliknya, pengelola pro-gram dan agen iklan punya kekuasaanbesar termasuk penggunaan pemain dan

jalan cerita sebuah program.Industri sinetron domestik dalam hal

ini paling sering jadi korban. Penulisnaskah, sutradara dan pemain boleh sajamembanggakan ketrampilan dan bakat.Tapi semuanya gugur ketika berhadapandengan pengelola program dan agen iklanyang semaunya saja meminta produsermengganti pemain dan mengubah cerita ditengah jalan, atau meminta tambahanpotongan gambar yang dianggapnya bagusdan selling. Biasanya hasil survey rating dariperusahaan konsultan yang menjadi dasarargumentasinya. “Sekarang yang lagi lakuanak muda yang potongan rambutnya se-perti Meteor Garden. Jadi you cari pemainyang begitu, produknya pasti laku,” ujarsutradara muda itu menirukan ucapanseorang pengelola program televisi.

Pernah juga kejadian pengelola pro-gram meminta alur cerita diubah hanyaagar seorang pemain yang diunggulkanbisa tampil lebih sering. “Soal nyambung-nya itu urusan kalian, yang satunya maudibunuh kek, sakit keras, jadi gila kek.Terserah, pokoknya saya mau tokoh yangini muncul lebih sering,” lanjutnya

menirukan. Alhasil penulis naskah haruskerja keras membongkar-pasang ceritayang disusunnya agar sesuai permintaanpengelola program.

Celakanya banyak penulis naskah dansutradara muda yang merasa semua ini se-bagai tantangan dunia televisi. Di kalangantenaga kreatif kemampuan mempermakcerita sesuai keinginan pengelola programpun dinilai tinggi. Tidak jarangpengambilan gambar terhenti karenanaskah tiba-tiba harus diubah. Mereka yangmampu (dan tega) melakukannya sekarangmenjadi incaran para produser. Sutradarapun merasa puas kalau bisa menyelipkanbeberapa adegan yang dinilainya bagus darisalah satu film Hollywood yang baru selesaiia tonton. Tidak aneh tentunya jika banyakproduk yang akhirnya ngawur sejadi-jadinya.

Bagi mereka yang bermodal kuat danpunya program laris masalahnya tentu lain.Seperti kuis Who Wants to be a Millionaireyang dibiayai Bank Mandiri dan perusaha-an telepon selular Pro-XL. Pengelola kuismembeli air time dari RCTI dan de-ngan begitu bebas melakukan apa saja

Alit

Am

bar

a

Page 14: Media Kerjabudaya edisi 102003

14

Alit A

mb

ara

AC Nielsen Indonesia sekarang adalah lembaga yang palingdipercaya pengelola stasiun televisi untuk mengukurpersepsi penonton. Anehnya, lembaga ini hanya menjangkaulima kota besar dan terbatas pada sekitar lima ribu rumahtangga saja.

selama waktu yang ditentukan, termasukmemperoleh semua pemasukan dari iklan.Perusahaan besar seperti Multivision pundemikian. Dengan jaringan luas sampai ketingkat direksi stasiun televisi dan modalkuat perusahaan ini bisa ikut menentukannasib produk lainnya.

Dari diskusi dengan beberapa aktor da-lam industri ini nampaknya penetapan rat-ing menjadi sangat menentukan. Setiapproduk yang mendapat rating tinggi tentuakan mengundang pemasukan besar, danstasiun televisi tidak segan memutar ulangatau membuat seri lanjutan dari produkyang laku keras. Sebaliknya produk yangrating-nya tidak beranjak naik, harusbersiap dipermak dan diubah sesukanyauntuk mendongkrak minat penonton.

AC Nielsen Indonesia sekarang adalahlembaga yang paling dipercaya pengelolastasiun televisi untuk mengukur persepsipenonton. Anehnya, lembaga ini hanyamenjangkau lima kota besar dan terbataspada sekitar lima ribu rumah tangga saja.Lembaga ini memasang sejenis alat ukurpada pesawat televisi yang konon dapat

mengukur mata acara yang paling seringditonton. Metode yang amat meragukan,karena setiap rumah tangga dan bahkansetiap orang dalam rumah tangga yangsama punya kebiasaan menonton yang ber-beda. Apalagi jika sample yang digunakanhanya berkisar ribuan orang saja.

Tapi toh pemilik stasiun televisi terusmendewakan ‘hasil penelitian’ dan menja-dikannya patokan untuk mengelola siaran-nya. Saat ini misalnya, rating mengatakancerita misteri sedang naik daun, makaberbondong-bondong rumah produksimembuat film horor dalam bentuk yangpaling konyol sekalipun, demi ‘selera pe-nonton’. Hampir semua pembuat programmenyempatkan diri membaca laporan danmendengarkan nasehat lisan dari perusaha-

an ini mengenai isi, bentuk dan susunanprogram. “Ibarat orang perang, stasiun te-levisi berhadapan satu sama lain dengansatu senjata saja,” ujar Bambang dariTransTV.

Ilusi ketepatan survey rating antara lainkarena penggunaan teknologi yangdianggap tepat. Sebenarnya ada lembagalain seperti Survey Research Indonesia(SRI), yang produknya dianggap kurangvalid karena tidak mengandalkan dukung-an teknologi yang sama. Para pengelolastasiun televisi, terutama bagi mereka yangbaru mulai, lebih senang membayar mahaldan menjadi bergantung pada lembagakonsultan itu. Pemilik stasiun bermodalbesar biasanya lebih berani, membeli-putusproduk yang dijual sekalipun tidak akan

Page 15: Media Kerjabudaya edisi 102003

15POKOK | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

...yang berlaku adalah prinsip ‘beli murah, jual mahal’. Gencarnya siaran telenovela, sinetronasia, film India atau Mandarin tidak ada kaitannya dengan kesesuaian budaya seperti yangdiklaim banyak pengamat. Pertimbangannya semata-mata karena produk semacam itu lebihmurah...

ditayangkan dengan resiko rugi.Wajar jika persaingan kemudian men-

jadi semakin absurd. Alih-alih membuatproduk yang baik, stasiun televisi lebihsenang ‘membajak’ produk atau tokoh

unggulan untuk dijual. Seperti kuis Famili100 yang meniru Family Feud dari ASberalih dari tangan ANTeve ke Indosiar.Produk yang laku keras seperti Meteor Gar-den pun tidak segan-segan diputar ulangoleh tiga stasiun televisi karena dianggapjauh lebih menjual ketimbang produksendiri. Siaran rohani pun bernasib sama.Ulama yang dikenal dengan sebutan AAGym semula tampil di SCTV dan menda-pat sambutan hangat menurut lembagakonsultan. TransTV pun bergerak maju,mengeluarkan biaya cukup besar danmenyewa peralatan canggih untuk mem-buat paket siarannya sendiri. Hasilnyamemuaskan, paling tidak menurutACNielsen: AA Gym berhasil mendong-krak rating dan dengan begitu mendatang-kan iklan.

Produksi oleh stasiun televisi sendirisemakin jarang dilakukan. Para pengelolalebih senang membeli program dari rumahproduksi lokal maupun distributor luarnegeri. Di sini pun yang berlaku adalahprinsip ‘beli murah, jual mahal’. Gencarnyasiaran telenovela, sinetron Asia, film Indiaatau Mandarin tidak ada kaitannya dengankesesuaian budaya seperti yang diklaimbanyak pengamat. Pertimbangannyasemata-mata karena produk semacam itulebih murah ketimbang produksi Holly-wood atau MTV. Bagi anak-anak danremaja yang dibesarkan 1970-an siaranfavorit semasa kecil adalah Little House inthe Prairie karena memang itulah satu darisedikit film yang ditayangkan televisi. Sulitmencari kesesuaian budaya sebuah kelu-arga frontier di bagian barat Amerika awalabad ke-20 dengan masyarakat perkotaanDunia Ketiga seperti Indonesia. Begitu pundengan kisah cinta kelas menengah Brasilatau Taiwan tak ada kaitannya dengan kehi-dupan buruh garmen yang ‘gemar’menontonnya.

Belakangan ini berbagai pihak mulaimempersoalkan kontrol publik terhadap

siaran televisi yang semakin lemah. Masya-rakat menjadi semakin pasif dan tumpuldaya kritisnya menghadapi serbuan citrayang dipancarkan lewat puluhan jutapesawat televisi yang tersebar sampai ke

kampung-kampung. Belum banyak yangberhasil dilakukan, tapi kadang ada baiknyamengikuti anjuran sederhana: matikanpesawat televisi Anda!

Alit

Am

bar

a

Page 16: Media Kerjabudaya edisi 102003

16

TelevisiTelevisi adalah pranata sosial mutakhir. Se-cara bertahap jenis alat komunikasi inisudah melampaui efektifitas pranata sosiallain, seperti partai politik dan media cetakyang telah memapankan dirinya sejak awalabad ke-20. Melalui televisi, partai politikdan media cetak ide modernisasi tersebarluas. Di Indonesia kehadiran media massaerat kaitannya dengan pembentukan ima-jinasi gagasan kebangsaan. Maka tak heranjika pada masa Orde Baru dikenal denganistilah “jurnalisme pejuang,” semacamidealisasi peran wartawan dalam menjem-batani pesan dari penguasa politik danekonomi dengan rakyat.

Kehadiran televisi dalam kaitannya se-bagai mediator penyampaian pesanmelampaui peran media cetak dalam tigahal. Pertama, daya jangkau publik yangteramat luas, yang dapat ditunjukkan de-ngan puluhan juta perangkat TV di rumah-rumah. Kedua, kemampuan televisi untukmendikte “kebenaran”. Dan, ketiga, relativ-isasi arti dan signifikasi peristiwa-peristiwasosial lewat keragaman program. Seorangpembuat program acara khusus tentangperempuan menyatakan, ‘setiap program-

mer berupaya agar pemirsa menjauhkanalat pengendali jarak jauh (remote control)dari jangkauannya.’ Acapkali pesan sema-cam ini terungkap dalam kalimat-kalimatmanis yang dinyatakan disela program dantayangan iklan. Pemirsa diajak untuk tidakmenggunakan hak prerogatifnya menukarsaluran dan menikmati ‘pesan-pesan’ seca-ra utuh.

Untuk mencapai maksud semacam itu,perusahaan televisi merekrut para pekerjaartistik terampil sehingga mampu menga-dopsi dan mengemas narasi kemapananyang sebelumnya tersusun dengan kata-kata ke dalam susunan letak latar, gimik,tutur dan pergerakan kamera. Konsekuen-sinya, televisi berlaku sebagai penerjemahsuatu ide dan mengatur tayangan apa punlayaknya pentas drama. Setiap acara wajibmerangsang sensasi pemirsa seperti tahapmula kanak-kanak belajar lewat sensasigambar dan bunyi. Televisi merebutperhatian permisa saat unsur suspens(respon sejenak untuk beralih pikiran)berhasil dikendalikan. Oleh sebab itu tele-visi disebut kotak ‘sihir’ hitam yang me-nampilkan gambar dan bunyi. Tanpa sadar,

alat ini mengubah cara pemahamansimbolis abjad dan susunan kalimatkembali menjadi gambar dan suara yangtak bisa digugat.

Lalu pertanyaanya, adakah alternatifuntuk televisi? Ada tiga anjuran untuk itu.Pertama, Kill your television, bunuh sajatelevisimu. Ini ungkapan yang mentah-mentah menolak kehadiran televisi danmenganjurkan agar kembali menghidup-kan cara komunikasi tradisional lewat tatapmuka dan dialog. Kedua, anjuran kompro-mistis dengan cara membangun kesadaranpekerja televisi supaya melakukan pengim-bangan antara realitas sosial dan kepenting-an bisnis televisi dengan cara pembentuk-an forum pemirsa, pekerja televisi danpemilik stasiun TV. Ketiga, kontrol lang-sung publik terhadap televisi. Artinyapemirsa diberikan akses untuk membuatdan menayangkan program mereka. Ide inimelahirkan apa yang dikenal dengan tele-visi komunitas.

Barangkali anjuran pertama terlampauradikal dan sulit diterima oleh kalanganluas yang sudah memiliki perangkat televisidi rumah mereka dan telah menjadikan te-

ww

w.adbusters.org

MengendalikanMengendalikanMengendalikanMengendalikanMengendalikan

Page 17: Media Kerjabudaya edisi 102003

17POKOK | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

...televisi berlaku sebagai penerjemah suatu ide danmengatur tayangan apa pun layaknya pentas drama. Setiapacara wajib merangsang sensasi pemirsa...

bisnis.Akan tetapi asumsi yang dipakai

serupa saja dengan cara negaramemperlakukan rakyat. Pemirsaadalah pemirsa, penerima pesan yangdianggap belum ‘layak’ untuk duduksatu meja. Pemirsa cukup dianggapterwakili aspirasinya dengan kehadir-an para pakar komunikasi sosial yangdalam prakteknya duduk baik seba-gai penasehat pekerja atau penasehatpengusaha televisi. Pemirsa hanyasekedar kategori yang suaranya ditaf-sirkan oleh pakar-pakar.

Fenomena yang menarik—seka-ligus sering dikecam oleh pakarmaupun pekerja dan pengusaha tele-visi—adalah demonstrasi yangmenuntut pemberhetian jenis-jenistayangan tertentu, seperti yang bebe-rapa waktu lalu dilakukan satu ke-lompok Islam terhadap tayanganiklan “Islam Warna-Warni” di SCTV.Pada dasarnya demonstrasi semacaminilah yang perlu dimediasi dalamforum tripatrit, sehingga tidaktumbuh demonstran bayaran

levisi sebagai ritual yang sulitdihilangkan. Kendati tidak sedikitorangtua yang mengganti programTV dengan memasang perangkatcompact disc, sehingga bisa mengon-trol informasi yang diterima anak-anak mereka. Cara ini tentu dapatmenghentikan kebiasaan anak-anakmemelototi layar kaca, tapi itu hanyasatu bentar waktu. Karena ketikaanak-anak meningkat remaja merekamencari bentuk-bentuk komunikasilain seperti internet, permainankomputer atau entah apalagi yangakan muncul sebagai pengembangandari bentuk komunikasi sejenis tele-visi.

Dewan Pemirsa, Pekerja danPengusaha Televisi

Sayang memang inisiatif yangsejatinya menggambarkan kerja sama

tripatrit antara pemirsa, pekerja danpengusaha televisi di Indonesiamasih belum menjadi isyu utama da-lam upaya-upaya kampanye kebebas-an pers dan akses informasi. Sejauhini telah ada forum dialog antarapekerja televisi — atau lebih luaspekerja pers — dengan pengusahamedia. Serikat Penerbit Surat Kabarmisalnya, memberikan satu kursi ke-pada wakil wartawan sebagai partnerdialog. Masyarakat Pers dan Pertele-visian Indonesia juga mengambilbentuk kemitraan yang sama. Tujuanutama forum-forum tersebut adalahmenekan pemerintah untuk melong-garkan kontrol politik atas mediamassa. Akibat langsung dari kemitra-an tersebut adalah upaya perumusankode etik dan pengimbangan carapemberitaan dengan kepentingan

Alit

Am

bar

a

Page 18: Media Kerjabudaya edisi 102003

1818

Apa Apa Apa Apa Apa Isi

* Perhitungan dibuat berdasarkan acara selama 5 hari dalam seminggu, termasuk hariSabtu, di 4 stasiun televisi yaitu TVRI, RCTI, Indosiar dan TransTV.

FILM LE

PAS

22,3 %21,1 %

18,3 %

8,7 %SO

SIAL,

POLIT

IK, E

KONOMI

6,4 %

DUNIA H

IBURAN &

SELE

BRITIS

4,8 % 3,7 %

KES

EHAT

AN

, KEC

AN

TIK

AN

&SE

KSU

ALI

TAS

14,7 %

DIALO

G SOS-

POL-

EK,

HUKUM &

KRIMIN

ALITAS,

FILM

DOKUMENTE

R,

PERTU

NJUKAN

KHUSUS,

DUNIA

KANAK-

KANAK

Film Hiburan Berita Keagamaan Konsultasi Lain-lainACARA:

PERSE

NTA

SE* :

SINET

RON, FILM

SER

I,

TELE

NOVELA

MUSIK, K

UIS, H

IBURAN

Page 19: Media Kerjabudaya edisi 102003

19POKOK | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

TIM MEDIA KERJA BUDAYA: Arif Rusli,Ayu Ratih, Hilmar Farid, Razif.

Sejatinya gagasan televisi komunitas adalah untuk memberi-kan akses kepada masyarakat dalam pembuatan programdan menayangkannya di televisi yang memiliki jarak jangkausiar sebatas suatu komunitas tertentu.

yang membela kepentingan tokoh-tokohpolitik atau bisnis tertentu.

Cara yang dilakukan kelompok Islamtampaknya belum menjadi perilakupemirsa secara umum. Misalnya, pemirsayang berkepentingan dari kelompok sosiallain memilih bungkam ketika peristiwapemerkosaan warga Tionghoa pada Mei1998 di Jakarta tidak tampil di televisi. Bah-kan tidak tampak perlawanan teroganisirdari pemirsa ataupun pekerja televisi untukmembuat program dokumenter tentangperistiwa tragis semacam itu. Padahalcukup banyak pekerja pers dan masyarakatyang menyimpan rekaman peristiwa kejitersebut.

Mau tak mau kita harus merujuksejumlah pengalaman yang dilakukanstasiun TV BBC di Inggris dan ABC di Aus-tralia. Kedua stasiun itu berstatusperusahan publik, yang artinya sebagianpendapatan mereka berasal dari pajakrakyat dan saham publik, maka pihakpengelola stasiun melaksanakan dengarpendapat yang dihadiri oleh pakar, pekerjadan manajemen TV serta mayarakat biasa.Cara semacam ini melahirkan beberapaperubahan kebijakan yang menyangkutjenis-jenis tayangan dan porsi jam tayang.

Cara lain yang pernah digunakan diAmerika misalnya dengan membentuk se-macam pengadilan adhoc, dimanaperwakilan pemirsa dan pengusaha televisiduduk sebagi pihak-pihak yang bertikaidan mengemukan pandangan mereka ter-hadap kasus yang dipersoalkan. Lalu adajuri yang terdiri dari sejumlah pakar komu-

nikasi, sosiologi, filsafat dan aktifis HakAsasi Manusia, yang memutuskan.Pemilihan juri harus memenuhi kriteriaindependensi dari kepentingan, yangmengikuti prosedur pemilihan juri untukpengadilan di AS. Pengadilan semacam inidiambil dari model yang dipakai untukpenyelesaian soal publik seperti pencemar-an lingkungan hidup.

Membajak Televisi KomunitasAlternatif lain yang sekarang berkem-

bang dengan beragam corak pengelolanyaadalah televisi komunitas. Sejatinya gagas-

an televisi komunitas adalah untuk mem-berikan akses kepada masyarakat dalampembuatan program dan menayangkannyadi televisi yang memiliki jarak jangkau siarsebatas suatu komunitas tertentu. DiToronto, Canada, UU Siaran menegaskankeberadaan televisi komunitas semacamini. Dan undang-undang tersebutmemaksa stasiun TV negara menyediakanporsi waktu tayang untuk siaran lokal yangdiproduksi oleh komunitas yang dijangkaufrekuensi stasiun TV itu.

Stasiun televisi komunitas semacam inimembuka akses pelatihan, peralatan danmagang bagi siapa saja yang berminatmembuat program. Masyarakat anggotakomunitas membayar sebagian iuranuntuk pendanaan, sebagian lagi diperolehdari iklan dan dari pemerintah lokal.Karena disebut sebagai televisi komunitas,warga suatu komunitas berhak untuk me-ngontrol pengelolaan program di TV terse-but. Cara semacam ini menjaminpartisipasi demokratis warga komunitasterhadap program televisi. Atau dengankata lain warga komunitas menerima tele-visi sebagai pranata sosial dimana merekaberhak atas pembuatan program danpengelolaannya.

Di Indonesia gagasan televisi komuni-tas muncul di media massa dalam setengahtahun terakhir. Saat para produser televisi,aktifis kebebasan pers marak mengomen-tari RUU Penyiaran beberapa bulan lalu,isyu televisi komunitas dan televisi publiktampil sebagai sebuah alternatif yang me-narik. Enam bulan silam 13 pengelola tele-

visi lokal dan televisi komunitas sepakatmembentuk wadah yang bernama ForumTelevisi Komunitas dan Publik Indonesia,yang dideklarasikan di Balikpapan.

Cuma tampaknya gagasan tersebuthanya sebatas melahirkan oligarki barupengusaha stasiun TV. Di belakang stasiuntelevisi itu berdiri perusahaan multinasional seperti Newmont di SulawesiUtara atau PT. Semen Padang di SumatraBarat yang menjadi penyokong dananya.Contoh lain adalah televisi lokal. Umum-nya pendanaan diterima dari Rancangan

Anggaran Pembiayaan Belanja Daerah, se-bagai bagian dari UU Otonomi Daerah.Pekerja televisi adalah bagian dari birokrasi.Pemda Tk I Nanggroe Aceh Darussalammisalnya, mendanai siaran lokal TVRIAceh. Jumlahnya mencapai Rp. 2 milyar pertahun. Tak heran apabila siaran ‘lokal’acapkali tampil serupa dengan plotkunjungan daerah ala Suharto. Hanyafigurnya yang berubah menjadi kunjungansosial Gubernur Abdullah Puteh, kegiatankantor dinas bawahannya dan kegiatanDharma Wanita yang menayangkan kiprahistrinya.

Sulit ditemukan wawancara dan kehi-dupan warga sipil Aceh dalam konflik ber-darah. Jangan lagi kita berharap televisilokal menjadi media bagi korban konflikbersenjata untuk tampil mengemukakanpikirannya. Kalaupun ada adalah ungkapankeprihatinan ‘tokoh-tokoh’ politik, sepertianggota DPR. Jadi televisi lokal bukanuntuk membuka jalan dialog antar kelom-pok sosial.

Karena itu tepatlah apa yang diinginkanGarin Nugroho dengan kehadiran televisikomunitas, yaitu menjadikannya sebagaicara untuk ‘menyaring’ isi siaran televisiagar sesuai dengan adat dan kebutuhandaerah. Artinya cara kerjanya serupa sajadengan stasiun yang ada, menjadi mediatoryang otoriter. Selain itu, akibat dari keha-diran TV komunitas adalah pembagianpasar iklan yang sampai saat ini didominasioleh stasiun TV di Jakarta, pindah kedaerah-daerah. Selanjutnya mudah ditebak,persaingan penayangan iklan di Jakartadipindahkan ke daerah dengan harga yanglebih murah dan tentu saja memboyongkonsumerisme.

Akhirnya yang bakal lahir —tentunyajika tak ada upaya lain— bukannya televisikomunitas seperti di Maui Hawaii atauToronto, tapi kroni baru dengan figur-figurlokal sebagai pengelolanya. Yang juga patutdiwaspadai adalah representasi ‘lokal’.Apakah televisi komunitas menjadi saranapembentukan identitas masyarakat setem-pat dengan perusahaan multinasional? Jikaitu terjadi, gagasan televisi komunitasdibajak untuk kepentingan penguasa poli-tik dan ekonomi di daerah. Alih-alih terjadipenyaringan isi siaran, yang paling mung-kin hanya mengganti figuran untuk sebuahnarasi usang. m

Page 20: Media Kerjabudaya edisi 102003

20 PROFIL | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

Komunitas Pasar Buku Indonesia— gerakangerakangerakangerakangerakan

>>>PROFIL

Membaca Buku,Komunitas Pasar Buku Indonesia— gerakangerakangerakangerakangerakan

Andre

Membaca Buku,

Perubahan politik 1998 membuahkaneuforia dalam banyak hal, salah satunyamelanda dunia perbukuan yang

sebelumnya terkesan lesu karena banyaknyapelarangan dan sensor oleh rezim Soeharto.Buku-buku baru pun bermunculan, selainkarena telah mengendurnya ‘tali kekang’ – jugakarena adanya kebutuhan yang semakin besardari masyarakat akan hadirnya buku-bukubacaan dengan berbagai tema, khususnya yangbertema sosial politik, ekonomi dan budaya.Dunia perbukuan bergairah, percetakan dandistributor baru bermunculan. Buku sebagaiindikator kemajuan peradaban suatu bangsamenjadi satu slogan yang menarik. Semakinbanyak buku diproduksi dan dikonsumsi,berarti semakin maju pula peradaban suatubangsa Pertanyaannya, berapa banyak bukuyang tercetak dan dibaca oleh masyarakat masukdalam kategori buku bermutu?

Timbulnya antusiasme orang untuk bebasmemilih bahan bacaannya disusul pula denganbanjirnya berbagai media cetak baru yang lebihberani untuk melayani ruang lingkup minatpembaca sehingga pilihan yang ada semakinbanyak pula. Tema yang diusung oleh media inipun semakin beragam dan menyoroti ruang-

ruang tertentu yang diminati oleh masyarakat,mulai dari otomotif, komputer dan internet,olah raga, film hingga dunia mistik.

Membaca buku belum menjadi kebiasaan diIndonesia. Media informasi seperti radio dan te-levisi lebih populer dibanding buku. Dalammenyerap informasi, masyarakat kita lebihmemilih untuk mendengar dan menontondaripada membaca. Walaupun hal ini tidaksepenuhnya mutlak, karena banyak juga orangyang membaca koran. Tapi apakah hal yang samaberlaku untuk buku? Pernahkah kita mencaritahu berapa banyak buku yang dibaca oleh ma-syarakat Indonesia dalam sebulan? Atau apakahada kesadaran di masyarakat kita akanpentingnya buku dan kebiasaan membaca? Darisitu kita akan dapat memetakan berapa banyakorang Indonesia yang sudah melek huruf danapakah sistem pendidikan yang ada sekarangsudah memadai atau belum?

Kebangkitan dunia perbukuan di Indonesiasekarang sebenarnya masih jauh apabiladibandingkan dengan perkembangan produksidan konsumsi perbukuan di Asia Tenggara .Tahun 2000, perbandingan antara produksibuku dan jumlah penduduk di dua negara yaitu,Indonesia yang berpenduduk 203 juta jiwa de-

ngan produksi buku 2000 judul per tahun danMalaysia yang berpenduduk 21 juta jiwa denganproduksi buku 15.000 judul per tahun. UntukIndonesia, dari 2000 judul tersebut yang palinglaku keras adalah buku yang berkaitan denganekonomi dan komputer, buku yang berkaitandengan agama Islam – terutama pada bulanRamadhan, dan komik terjemahan luar negeriuntuk anak-anak serta novel bagi orang dewasa.(Kompas, 17 Desember 2000)

Berangkat dari pertanyaan-pertanyaanmendasar tentang buku dan kecintaan akanbuku, sekitar lima orang mahasiswa yang aktifdalam pers mahasiswa di UI mulai berkumpuluntuk memikirkan ide membangun suatu ko-munitas yang peduli akan dunia perbukuan.Lalu mulailah mereka mencari-cari referensiserta studi kasus di beberapa tempat danmenemukan ide untuk membangun perpusta-kaan komunitas dan toko buku independen.Sejak itu timbulah gagasan untuk membangunjaringan dan berdirilah satu komunitas yangmereka namakan Komunitas Pasar Buku Indo-nesia (KPBI). Untuk menyesuaikan dengankemajuan teknologi masa kini, komunitas inimemanfaatkan Internet sebagai media untukpenyebaran informasi, saling berdiskusi dan

Page 21: Media Kerjabudaya edisi 102003

21PROFIL | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

alternatif di dunia perbukuanalternatif di dunia perbukuanalternatif di dunia perbukuanalternatif di dunia perbukuanalternatif di dunia perbukuan

foto

: htt

p://

libra

ry.th

inkq

ues

t.org

:

Mengukur Peradabanalternatif di dunia perbukuanalternatif di dunia perbukuanalternatif di dunia perbukuanalternatif di dunia perbukuanalternatif di dunia perbukuanMengukur Peradaban

Suasana pasar buku di Kuba membaca menjadi kebiasaan

berkomunikasi.Bagaimana duduk soal buku di Indonesia?

Menurut komunitas ini buku adalah ibaratsuatu ‘Oase’ di mana kita bisa menemukanbanyak hal, banyak ide yang bisa membantupembacanya untuk merumuskan visi mereka kedepan dan melalui buku juga orang bisa me-ngembangkan metode pendidikan kreatifmisalnya memperkenalkan bacaan dengan caramendongeng bagi anak-anak kecil. Kebiasaanini selain akan menambah pengetahuan,sistematika berfikir serta kecintaan akan bukujuga mulai memupuk kebiasaan untukmembaca. Salah satu obsesi yang ingin dicapaioleh komunitas ini menggerakkan masyarakatdengan menyediakan bahan bacaan yang bisamendukung kebutuhan hidup yang positip.

KPBI membuat dua turunan untuk aktifitasdan program besarnya. Yang pertama adalahprogram sosial dan komunitas. Program inimencakup aktifitas seperti taman bacaan, klubbuku, diskusi buku online, jaringan minat bacadan akan mulai digencarkan awal tahun 2003adalah kampanye Indonesia membaca. Turunanyang kedua merupakan program bisnis dankonsultasi mengenai masalah perbukuan danperpustakaan. Aktifitas di dalam program ini

adalah jaringan toko buku independen,konsultasi dan informasi perbukuan, toko bukuonline dan situs perbukuan, perancanganperpustakaan, pengadaan koleksi, jaringandistribusi, program acara perbukuan, agen bagipengarang, penterjemah dan penerbit.‘Berjualan’ di sini punya arti lebih, yaitu menje-laskan kepada teman-teman sesama mahasiswatentang buku yang mereka bawa serta. bukuyang diedarkan pada rezim Soeharto berjaya se-perti novel Pramoedya Ananta Toer dan bukuTan Malaka yang keduanya pada waktu itudilarang terbit. Mereka melanjutkan kegiatan ituuntuk tetap survive dengan program bisnis yangberjualan buku dari seminar ke seminar danacara perbukuan. Intinya, segala hal yang ber-singgungan dengan buku mereka jalani.

KPBI bisa dibilang suatu gerakan alternatifdi bidang perbukuan yang tumbuh sebagaijawaban arogansi jaringan perbukuan yangtelah mapan dengan membangun suatu usahaperbukuan yang ingin lebih mendekatkanpenulis dan pembacanya dengan didukung olehjaringan distribusi dan program acarapemasaran. Ketika dimintai pendapat mengenaikenapa harga buku sekarang tergolong cukupmahal? Wien Muldian sebagai salah satu pendiri

KPBI menjawab karena jaringan distribusi bukuindonesia atau tata niaga buku yang berantakan.Banyak jaringan toko buku besar yang memilikilebih dari sepuluh toko dan mereka bebas untukmenentukan berapa keuntungan yangdiinginkan. Penulis tetap tidak mempunyaiposisi tawar yang kuat, begitu juga dengan usahapenerbitan yang akhirnya hanya bisa menaikkanharga jual bukunya jika ingin dipajang di tokobuku yang bersangkutan. Menurut merekaaturan yang berlaku di toko buku independen dibawah jaringan KPBI bentuknya lebihbersahabat. Jaringan KPBI nantinya juga akanmerambah tidak hanya di kota besar melainkansampai ke kota-kota kecil. Ide toko bukuindependen adalah toko yang menjual buku de-ngan harga di bawah jaringan toko buku besaryang umumnya tidak memberikan diskonwalaupun mereka telah banyak mengambilkeuntungan dari para penerbit dan distributor.Alasan mutu dan tingginya biaya produksi se-ringkali jadi pertimbangan. Tapi apakah barangyang bermutu dengan sendirinya mahalharganya? Dan apakah hal ini berlaku juga padabuku? Buku bermutu tak harus mahal,walaupun berbeda dengan kenyataannya. Bagisebuah penerbit baru tentunya akan sedikit

Suasana pasar buku di Kuba membaca menjadi kebiasaan

Page 22: Media Kerjabudaya edisi 102003

22 PROFIL | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

Andre, aktif di Jaringan Kerja Budaya

kesulitan dalam menentukan posisi tawarnyajika sudah berhadapan dengan toko buku besar –apalagi yang sudah mempunyai jaringan mapanhingga ke berbagai kota. Namun “kerusakan” initercipta atas peranan banyak pihak termasukusaha penerbitan itu sendiri yang terkadangtidak mau repot untuk mengurusi masalahdistribusi buku yang mereka terbitkan, danakhirnya menyerahkan urusan itu kepada dis-tributor dan toko buku besar yang juga memilikijaringan distribusi sendiri walaupun rabat yangdikenakan cukup besar berkisar dari 40 – 60 %dari harga jual buku, jika demikian sudah barangtentu dari pihak penerbit juga akan menaikkanharga jual bukunya untuk menyesuaikan de-ngan rabat yang diminta agar biaya produksidapat kembali dan mereka pun bisa mendapat-kan keuntungan.

Mengenai masalah biaya produksi, umum-nya untuk menerbitkan sebuah buku terdapatbeberapa hambatan yang harus dilewatiwalaupun sifatnya bisa jadi sangat fleksibel dantidak mutlak. Tantangan itu misalnya seperti;honor dan royalti untuk penulis, honor penter-jemah (untuk buku terjemahan), editor, tataletak serta rancang kulit muka, biaya percetakan,biaya distribusi dan biaya administrasi lainnya.Tentunya juga bukan satu hal yang tak mungkinuntuk mendirikan penerbitan sendiri.

Di sisi lain KPBI juga tetap menjaga hubung-an dan mencoba untuk berdampingan denganjaringan perbukuan besar dan melakukanpendekatan dengan para penerbit yang biasamenumpuk buku di gudang agar mau untukmenjual buku itu kepada masyarakat denganharga rendah hingga modal yang keluar dapatkembali berputar untuk mencetak buku yanglain dan tak merugi.

Namun apakah karena rendahnya minatbaca dan mahalnya harga buku menjadihambatan utama untuk memasyarakatkanbuku – kalau boleh meminjam analogi menteriolah raga jaman Orba dulu; memasyarakatkanolah raga, mengolah ragakan masyarakat. Faktorlain seperti sulitnya akses masyarakat terhadapbuku dipandang sebagai penyebab lain. Untukmengatasi hal ini KPBI melalui Kampanye “In-donesia Membaca” coba menawarkan ide ke-pada siapa saja untuk menyumbangkan waktu,tenaga dan berbagai keahlian untukmenumbuhkan perpustakaan komunitas dantaman bacaan anak yang akan tersebar di berba-gai wilayah dengan mengumpulkan sumbanganberupa buku, alat tulis, sarana kreativitas anakdan perlengkapan lain yang mendukungjalannya kampanye ini. Program lain yangmelibatkan KPBI adalah program 1001Buku.Program yang berbasiskan relawan dengan latarbelakang profesi beragam, kegiatan sosial yangdimotori oleh orang-orang dengan kecintaanakan buku dan perhatian pada dunia anak-anakserta bahan bacaan anak di Indonesia. Ide dasardari kegiatan 1001Buku ini adalah dengan mem-bantu menyediakan bahan bacaan bagi anak-anak, mereka akan tumbuh bersama dengan

mimpi dan kreatifitas akan masa depan. Sampaisaat ini telah berkumpul sekitar 100 relawan yanggiat mengumpulkan sumbangan buku,pemilahan hingga nanti sampai pada prosespendistribusian ke taman bacaan danpengelolaan perpustakaan.

Di tengah derasnya serbuan komik-komikdari luar Indonesia, masyarakat pembaca bukukita harusnya bisa lebih selektif untukmengambil kendali dalam mengontrol manakomik yang mempunyai muatan positip danmendidik, karena sudah tentu targetpembacanya adalah anak-anak hingga usiaremaja – walau ada pula sejumlah kecil pembacausia dewasa yang juga menyenangi komik.Apakah komik bisa memberikan sesuatu yangpositip bagi dunia perbukuan di Indonesia –khususnya bagi generasi muda kita, karenakomik sangatlah dekat dengan dunia anak-anakmaka seringkali hanya anak-anaklah yang tahukomik macam apa yang cocok bagi mereka.Dunia komik tidak sepenuhnya bisa dinilaimelalui persepsi orang dewasa, walaupun sepertikita tahu sekarang ini banyak komik dari Jepangtelah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesiadiproduksi untuk konsumsi orang dewasa tetapiseringkali banyak dikonsumsi oleh anak-anak.Perbandingan jumlah penjualan komik Jepangdan komik Indonesia pada tahun 2001 adalah:komik Jepang yang terjual setiap bulan antara100 sampai 1000 eksemplar, sedangkan komikIndonesia yang terjual setiap bulan antara 15sampai 100 eksemplar atau secara presentase 9banding 1.(Kompas, 28 Januari 2001). Danironisnya yang mereproduksi dan mengedarkankomik Jepang ini adalah salah satu perusahaanpenerbit raksasa di Indonesia.

Maka perlu kedekatan dengan anak-anak,agar kita bisa saling membahas dan cobamenciptakan suasana untuk mendiskusikanbahan bacaan apa saja yang mereka suka, mem-bantu mereka untuk mencerna sehingga secaratidak langsung kita dapat mengajak anak-anakagar nantinya bisa mandiri dalam menyeleksibacaannya. Kontrol yang dibuat bukanlahsesuatu yang sifatnya otoriter melainkan lebihbersifat persuasif. Penyadaran bagi penerbitkomik juga harus sudah mulai dibangun baikoleh masyarakat juga penerbit melalui prosespenyeleksian sehingga mereka juga peduli akandampak apa saja yang bisa berakibat negatif disamping hanya memikirkan keuntungansemata.

Sementara itu, mengenai banyaknyakeberadaan buku terjemahan. Buku berbahasaasing yang gencar dihadirkan adalah bukufilsafat baik klasik maupun modern sertakajiannya, teori ekonomi, sejarah, sosial politikdan banyak lagi yang lainnya. Lalu berapabanyakkah dari buku berkualitas yangberbahasa asing dan diterjemahkan ke dalambahasa Indonesia namun mutunya tetap samadalam hal kualitas terjemahan bahasa danpenyampaian isi buku atau ide pikiran sipenulisnya secara baik?. Sayangnya, buku terje-

mahan tidak disertakan dengan pengantar padaduduk masalah dari buku yang diterjemahkan.Akibatnya pembaca tidak dapat mengikutikonteks apa yang menyebabkan buku itu ditulis.Sebagai contoh buku tentang pemikiran dariseorang tokoh filsafat – sebut saja Filsafat SejarahHegel atau teori evolusinya Darwin– yang tidakbegitu akrab bagi masyarakat Indonesia, jikadisajikan apa adanya tanpa ada tedeng alingmengapa buku ini perlu diterbitkan, tanpaadanya pengantar sejarah dan latar belakangmengenai Hegel dan Darwin misalnya dalamkonteks apa Hegel menulis filsafat sejarah,hingga apa yang membuat Hegel berpikir sepertiitu dan ide-ide apa saja yang membentuknya.Akan butuh waktu yang lama bagi para pembacaawam dengan latar belakang pengetahuanterbatas untuk mencerna dan memahamiintisari dari pemikiran para tokoh tersebut ataubisa saja akan terjadi salah pemahaman jikaditambah lagi dengan kualitas terjemahanbahasa yang kurang baik. Hal ini banyak ditemuidan akan berlanjut terus jika tidak ada niat sertakeseriusan dari para penerbit untuk melengkapikepustakaan dunia perbukuan Indonesia de-ngan hasil kerja yang baik. Kalau menerbitkanbuku terjemahan saja masih kurang baikmutunya lalu bagaimana bisa meningkatkankualitas peradaban bangsa. Kesemuanya ituadalah akibat dari pihak-pihak yang hanyamementingkan keuntungan jangka pendek danjustru akan berdampak buruk bagi dunia perbu-kuan Indonesia di masa depan jika mulai dari se-karang tidak ada kemantapan untukmemandang bahwa kesemuanya itu adalahsuatu investasi yang bernilai. Hanya sedikit sekalipenerbit-penerbit yang bisa dibilang cukupterfokus, serius dan mempunyai cita-cita sertakesungguhan untuk menghadirkan bacaan-bacaan bermutu di Indonesia.

Agenda pameran perbukuan juga tak lepasdari perhatian mereka. Tetapi pameran perbu-kuan yang berbondong-bondong diikuti olehpara penerbit dan distributor buku lebihcenderung hanya sebagai ajang jualan. Festivalperbukuan menurut komunitas pasar bukuadalah label yang lebih sesuai sebab programacara perbukuan ini mempunyai bobottambahan dengan mengundang para penulisdan orang-orang yang peduli akan masa depananak Indonesia untuk mengembangkan metodeajar-mengajar bagi anak-anak, bedah buku danjumpa pengarang sampai bengkel penulisan.Pasar buku sebagai suatu gerakan dari parapembaca buku – dan bukan industri buku –merupakan alternatif jalan terbaik untukmeningkatkan minat baca dan kualitas generasimuda Indonesia di masa mendatang denganmemulainya dari potensi yang ada di sekelilingkita, seperti perpustakaan komunitas dan tokobuku yang bisa bertempat di garasi mobilmisalnya. Kita semua bisa berperan, tunggu apalagi? m

Page 23: Media Kerjabudaya edisi 102003

23PUISI | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

>>>P

UIS

I AGAM

WIS

PI LALALALALATINITINITINITINITINI

latini, ah latinigugur sebagai ibuanak ketjil dalam gendongan

latini, ah latinigugur diberondong pelurubaji mungil dalam kandungan

tanah dirampassuami dipendjaratengkulak mana akan beruntung?

desa ditumpastraktor meremuk palawidjapembesar mana akan berkabung?gugur latini sedang masjumi berganti bajugugur pak tani dan dadanya diberondong pelurugugur djenderal, mulutnya manis hatinya palsu

beri aku air, aku hausdengan lapar tubuh lemasaku datang pada merekaaku pulang padamusedang tanah kering dikulitkita makan samasamakudian muramlatini, ah latinitapi, ah, kaum tanikita yang berkabung akan mebajarnya suatu hari

(Dari antologi:”Matinya Seorang Petani”, Bagian Penerbitan LembagaKebudayaan Rakjat”, Jakarta ...)

MAMAMAMAMATINJA SEORANG PETTINJA SEORANG PETTINJA SEORANG PETTINJA SEORANG PETTINJA SEORANG PETANIANIANIANIANI

(buat L. Darman Tambunan)

1.depan kantor tuan bupatitersungkur seorang petanikarena tanahkarena tanah

dalam kantor barisan tanisilapar marahkarena darahkarena darah

tanah dan darahmemutar sedjarahdari sini njala apidari sini damai abadi

2.dia djatuhrubuhsatu pelurudalam kepala

ingatannya melajangdidakap siksa

tapi siksa tjumadapat bangkainja

ingatannja kedjaman-mudadan anaknja jang djadi tentera— ah, siapa kasi makan mereka? —isteriku, siangi padibiar mengamuk pada tangkainjakasihi merekakasihi merekakawan-kawan kitasurampadamdan hitamseperti malam

3.mereka berkatajang berkuasatapi membunuh rakjatnjamesti turun tahta

4.padi bunting bertahandalam anginsuara loliok disajup gubuk

menghirup hiduppadi buntingmenuai dengan angin

ala, wanita berani djalan telandjangdi sitjanggang, di sitjanggangdimana tjangkol dan padi dimusnahkan

mereka jang berumah apendjarabaji digendongandjuga tahu arti siksa

mereka berkatajang berkuasatapi merampas rakjatnjamesti turun tahtasebelum dipaksa

djika datang traktorbikin gubuk hantjurtiap pintu kita gedorkita gedor.

—————Keterangan:+ Loliok ialah suling dari batang padi dalam sebutan kanak-kanak

(Sumber: Antologi Bersama, “Matinya Seorang Petani”).

Kedua puisi karya Agam Wispi ini menggambarkan sejarah perlawanan kaumtani dalam mempertahankan tanahnya dari penggusuran. “Latini” mengambillatarbelakang kasus konflik di Kediri sedangkan “Matinja Seorang Petani”berlatarbelakangkan konflik di Tanjung Morawa, Sumatera Utara.

Page 24: Media Kerjabudaya edisi 102003

24 ESAI | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

Iklan! SihirKehadiran iklan begitu menggun-cang sekarang! Ia bukan hanyasekedar promosi sebuah produk,tetapi telah menjadi sebuah sistemide yang memiliki nilai-nilainya

sendiri secara otonom. Iklan menjelma menjadisebuah ideologi di abad modern. Apa yang kitarasakan sebagai “citra baru” dari produk-pro-duk seperti Coca-Cola, Marlboro, atau KentuckyFried Chicken tidak dapat dipisahkan dari jasaiklan, yang membangun selera ekstra. Iklanmembawa kita pada suatu suasana yangdibangun pada momen tertentu dalam ingatankita lewat bahasa puitis.

Kita boleh menyangkal dengan berbagaipembelaan dan motivasi politis bahwa kitamembeli barang tertentu bukan karena iklan.Tetapi apa yang disebut Gadamer dengantersisipnya “makna ketiga” dalam sistem ingat-an seseorang sedikit banyak mesti hadir di saatseseorang menemukan barang yang pernah di-iklankan. Rasa bersalah yang timbul setelah kitamembeli barang, kalaupun ternyata tidak sesu-ai dengan “rekayasa imajinasi”, hanya melahir-kan sikap sublimasi pada diri sendiri, danbukan pada barang - apalagi pada “liciknya”pengaruh sihir yang dibangun iklan. Pada eramodern seperti sekarang, seseorang tidakmungkin berada dalam vacuum idea saat meli-hat barang yang akan dibelinya. Iklan memilikisemacam alat sensor, bisa berupa tafsir, dugaan,propaganda liris, ataupun tuduhan terhadapbarang tertentu.

Pusar KajianDalam tulisan Advertising as the Magic Sys-

tem Raymond Williams melihat bahwa iklansebagai fenomena budaya dalam konteks mod-ern harus dipahami ulang karena peranannyasebagai ideologi cukup mencengkeram. Untukmemahami perkembangan periklanan, sekali-gus menangkap kekuatan makna yang “bersi-nar-sinar” seperti terlihat dewasa ini, orang se-baiknya menelusuri sejarah budaya iklan itusendiri. Lebih lanjut, orang dapat mulai menye-suaikan diri dengan fungsi-fungsi kontemporeryang dihasilkan dengan sangat subtil dan imaji-natif oleh iklan sehingga terasa seolah-olahtanpa agresivitas dan paksaan. Williams mem-perlihatkan bahwa turbulensi kebudayaan yangmenjadi corong kepentingan kapitalisme dalamsistem perdagangan barang hanya mengguna-

kan sihir iklan untuk fungsi penandaan nilaikomoditas. Ini sebuah ciri bahwa kepentinganproduksi budaya kapitalisme hanya untuksebuah politik konsumsi pasif, tidak eksploratif,apalagi kreatif.

Williams mencatat bahwa periklanan beru-sia setua umur masyarakat sendiri. Sejak masaYunani Kuno pengumuman telah ditulis padalembaran papirus dan dipancang di dindingkota dengan tujuan promosi ide, misalnya,ketika terjadi perdebatan Socrates di pengadil-an (Apologia) sebelum kematiannya. Pada masaRomawi Kuno seruan untuk hadir di suatuacara ditempelkan di tembok-tembok pengu-muman kota Roma, seperti undangan melihatpertempuran berdarah para gladiator di colo-seum. Pesan-pesan seperti ini menjadi semacam“ritual kecil” yang dapat dengan cepat dikerja-kan, dan sangat cepat pula dilupakan.

Dari sekedar proses khusus untuk menarikperhatian dan memberi informasi iklan ber-kembang pesat menjadi sistem penyampaianinformasi komersial pun pemberian saran-sa-ran dan harapan yang terlembaga secara baik.Dalam sejarah masyarakat Inggris penyebaraninformasi yang lebih terorganisir dimulai padaabad ke 17 sejalan dengan perkembanganbuku-buku berita, merkuri, dan surat kabar.Laju pertumbuhan surat kabar dari 1690-anjuga membuat volume periklanan bertambah.Sebagian besar masih diklasifikasi menurutjenis dalam seksi reguler koran atau majalah,dan ada pula yang diberi ilustrasi. Bahan-bahanyang diiklankan tergantung pada apa yang di-butuhkan atau ditawarkan ke publik, sepertipenjualan komoditi di toko-toko tertentu, pe-layanan personal, pengumuman publikasibuku-buku, detil tentang pembantu yang mela-rikan diri, sampai penjualan kuda atau anjing.

Revolusi industri, sekaligus hubungannyadengan revolusi komunikasi, secara fundamen-tal mengubah sifat dasar iklan. Lahirnya peru-sahaan dengan produksi skala besar membu-tuhkan strategi penjualan yang berbeda.Hadirnya media massa cetak yang membutuh-kan iklan sebagai sumber pemasukan terbesar-nya menjadi cukup penting. Perusahaan pener-bitan berita umum pun, seperti Times dan Newsof the World, berkembang pesat, apalagi dengandiberikannya keringanan pajak. Pada 1855pajak periklanan dan biaya meterai dihapuskan

sehingga sirkulasi surat kabar dan produksiiklan meluas.

Depresi terbesar dalam dunia periklananakibat kejatuhan harga barang yang luar biasaterjadi pada periode 1875 hingga 1890-an.Bencana ini menjadi titik tolak baru untuk me-reorganisir industri kepemilikan menjadi lebihbesar dan mengkombinasikannya dengan kei-nginan pertumbuhan pangsa yang lebih besarpula. Hal itu dimaksudkan agar dapat meng-kontrol pasar jika sewaktu-waktu mengalamidepresi dan kegoncangan finansial secara luas.Saat itulah bisnis iklan tidak hanya menjadi bis-nis tempelan, namun berubah menjadi bisnisbaru yang mengambil tempat cukup penting dibidang produksi dan digunakan setiap pemilikmodal untuk meningkatkan rangking pro-duksi.

Dalam seratus tahun terakhir, iklan telahberkembang dari sekedar pengumuman pela-yanan toko dan seni memikat yang dilakukanpemasok barang pinggiran menjadi organisasibisnis raksasa para kapitalis. Ia menguasai selu-ruh lapisan komunikasi di media massa cetakdan elektronik sehingga keduanya tidak dapathidup tanpa iklan. Iklan telah menjadi sistemjual tanpa batas negara pun jenis-jenis usahadan penawaran. Ia juga menjadi alat pengaruhdi wilayah politik, merembes dan mendiktenilai-nilai yang dianut masyarakat. Iklan me-ngambil alih seluruh sistem komunikasi masya-rakat dan akhirnya hanya tersedia sebuahlorong sempit untuk memahami masyarakat,yaitu lewat iklan!

Iklan telah menjadi kegilaan yang tidakrelevan lagi di abad modern. Minuman bir ti-daklah cukup sebagai sebuah minuman tanpaada janji bahwa dengan meminum bir kita akankelihatan lebih jantan, tangguh, dan bersaha-bat. Sederetan janji-janji yang tidak relevan lagidengan khasiat dan manfaat barang ditebar.Inilah yang disebut Williams sebagai puncakkegagalan idealitas nilai dan makna yang adadalam masyarakat. Masyarakat kita sekarangmerupakan masyarakat yang tergantung padabarang. Sistem periklanan menjadi sihir yangterorganisir dengan upaya pengaburan fungsidan penyodoran ilusi kebebasan memilihbarang. Seluruh bujuk rayu, cumbuan, dan sa-ran yang disajikan dengan sangat subtil telahmengesankan iklan hanya sebagai alat pena-

nc.

Iklan! Sihir

Page 25: Media Kerjabudaya edisi 102003

25ESAI | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

waran yang manusiawi dalam mengkomunika-sikan kepentingan penawaran, bukan sebagaiinstrumen represi kebebasan manusia.

ApresiasiWilliams tidak menjelaskan dengan ekspli-

sit kecuali membuat demarkasi, semacam peri-ngatan bagi manusia agar tidak terjebak dalamkeadaan genting akibat daya destruksi yangdibangun iklan. Sejarah budaya tersebut mem-beri pelajaran bagaimana mayoritas masyara-kat tidak mampu mengontrol hasil produksiyang hanya dikuasai sekelompok kecil pemilikmodal. Ia juga tidak mengulas lebih panjangperan ideologi iklan dalam melahirkan budayabaru, tapi hanya menjelaskan efek-efek yangditimbulkan dalam budaya ekonomi. Tidakterlihat upaya dekonstruksi – seperti yangdiinginkan Derrida misalnya, dalam mencari“titik-titik buta” yang dapat kita pelajaribersama.

Mengikuti perspektif Derrida, dengan meli-hat secara khusus teks-teks yang digunakan da-lam iklan misalnya, kita dapat membangunkesimpulan filosofis tentang kedudukan bahasadalam iklan sebagai ideologi atau sistem gagas-an. Bahasa di dalam iklan berdiri sebagai sesua-tu yang hanya eksotik dibaca dan didengar.Seolah-olah kata-kata tsb. memberi kita ide danvisi baru yang membuat kita tidak puas dengancara berfikir lama. Namun kata-kata yang hadirterkesan artifisial dibandingkan dengan yangsecara substansial dibutuhkan manusia. Dalamiklan-iklan di Indonesia misalnya, slogan se-perti ”Bukan Basa-Basi”, “Pas Susunya”, atau“Selembut kasih ibu” kalau kita keluarkan darikonteksnya menjadi kata-kata hambar makna.Hanya dengan tampilan yang berulang-ulang,terutama secara visual, orang baru tersengatoleh daya sihir kata-kata ini, suka atau tidaksuka.

Modernisasi di satu sisi melahirkan budayayang hanya pantas untuk dinikmati sebagaipenghiburan, bukan budaya yang memilikiwawasan penalaran. Namun, ini kadang bisamenjadi berkah. Dalam pemikiran UmbertoEco, semangat klasik yang melulu mengharus-kan kita takzim dan serius melihat sebuahrepertoar teatrikal atau simponi musik klasiktidak selalu tepat bagi masyarakat sekarang.Banyak yang menganggap bahwa budaya iklanadalah budaya rendahan dan kacangan.

Namun apakah ini bermasalah? Budaya yangselama ini dianggap “tinggi” lebih banyakmengenang kejayaan romantik masa lalu dankemenangan para aristokrat, atau budaya yangdipelajari di universitas dengan dasar ilmiahyang sangat ketat, sehingga kadang kala sulituntuk memahami dan mempelajarinya. Pada-hal generasi sekarang sudah mulai jengah de-ngan “kebenaran” yang terkandung dalamkebudayan tinggi. Generasi muda mulai me-nantang karakter “antik” dalam budaya massa.Mereka justru menemukan dirinya dalamkonser musik rock atau dalam sirkuit olah ragaotomotif.

Berkaitan dengan iklan - yang dapatdianggap sebagai budaya massa - seharusnyatetap ditempatkan sebagai budaya alternatif,bukan sebagai lawan yang akan mencekik,seolah-olah seluruh kehidupan kita tergadai-kan di sana.

Budaya Iklan?!Ditarik lebih jauh dari apa yang dimaksud

dengan budaya iklan, ada pemahaman lainyang tidak seekstrim pernyataan Williams. Darikeseluruhan aspek yang secara intrinsikdimiliki budaya iklan sebenarnya ada sisipanbernilai di sana, yaitu kreativitas konsumen.Kritik dan kekhawatiran akan budaya iklanmuncul dengan asumsi konsumen memilikiketerbatasan dalam menilai iklan, sehinggamuncul budaya pendangkalan baru, budayakonsumtif yang pasif.

Konsumen bukanlah agen tunggal yangtidak kreatif. Konsumen terlibat dalam prosesmengkonsumsi iklan, terlibat juga dalam prosespenciptaan kreatif dengan tebar gosip ataupernyataan yang termuat di media massa. De-ngan kata lain konsumen juga memproduksisignifikansi baru, beraktifitas terus-menerusdalam produksi makna. Makna yang ditangkapkonsumen dari promotional culture disebarkanmenjadi lebih kompleks, lebih konotatif, lebihretoris bahkan lebih liris daripada ide ataukonsep iklan itu sendiri.

Memang dalam beberapa hal, kita dapatmengatakan bahwa konsumen tercengkeramoleh upaya peniruan. Namun tiruan ini bukan-lah seperti hasil fotokopi dari mesin laser. Iklanmenawarkan, konsumen dapat mengapropriasipenawaran tersebut, bahkan membuat pena-waran baru. Dalam pemikiran ideal,

sebenarnya setiap orang mesti memanfaatkanruang yang ada untuk menawarkan sesuatuyang menjadi identitas dirinya.

Komoditi yang diiklankan memiliki objekkeinginan yang membangun momen imajinasikonsumen. Momen imajinasi inilah yang mem-buat kita merasa begitu dekat dan bisa memba-ngun komunikasi awal dengan produsen.Alhasil, kita dapat menerima komoditi tersebuttanpa resiko, sekaligus menggamit citra sosialyang diembannya. Prinsip-prinsip rangsanganini membuat sesuatu seakan-akan begituhidup.

Produsen iklan juga harus melakukan risetmendalam di tengah corak keinginan masyara-kat yang menjadi sasaran komoditinya. Iklanharus mampu menggairahkan hidup masyara-kat dengan imajinasi yang tepat. Sodoran iklandewasa ini seolah-olah mengetahui betul apayang kita maui, dan memberikan apa yang kitaimpikan. Kontak dengan calon pembeli ataupeminat pun dibangun dengan berbagai jalurbaik yang humanis maupun mekanis.

Perhatikan, misalnya, salah satu iklan rokokyang tampilan visualnya sama sekali tidakmemperlihatkan seseorang yang sedang mero-kok. Iklan itu menggambarkan seorang ekseku-tif yang duduk di pinggir pantai denganpakaian formal langsung menceburkan diri da-lam laut membantu seorang nelayan yang se-dang bermasalah dengan perahunya. Sloganyang diluncurkan pun cukup bermakna: “Me-nembus Batas”. Maka imej yang tampak adalahsikap setia kawan yang mampu melewati batas-batas status sosial dan rela membantu tanpapamrih. Dilihat dalam konteks Indonesia seka-rang - dengan perbedaan antara kelompokkaya dan miskin - iklan ini menjadi begitu“mulia” oleh pesan ganda yang ditawarkan.

Yang perlu disadari dari promotional cultureadalah sifat demokratisnya, yang masih menye-diakan ruang bagi siapa saja untuk memper-timbangkan penawaran yang dilakukan. Setiaporang bisa menolak dan bisa menerima. Bah-kan setiap orang punya kesempatan untukmengiklankan apa saja yang dapat menjadiobjek keinginan bagi orang lain. m

Industri Kapitalisme

Teuku Kemal Fasya, mahasiswa magisterIlmu Religi dan Budaya Universitas SanataDharma

Industri KapitalismeTeuku Kemal Fasya

Page 26: Media Kerjabudaya edisi 102003

Perpu anti terorisme yang diundangkan Oktober tahun 2002 merupakan

rumusan yang mengikis hak-hak sipil Dan Perpu ini belum tentu dapat mem-

bantu pemerintah untuk menangkap terorisme, malah setiap orang akan

dapat terlibat terorisme. Komentar beberapa pasal krusial dalam Perpu

No. 1 dan 2 tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang iniyang dimaksud dengan : 1. Tindak pidana terorisme adalahsegala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidanasesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah PenggantiUndang-undang ini.

Rumusan pasal ini sangat tidak memberikan arti secara definitif

tentang terorisme. Seharusnya, pasal ini memberikan definisi yang

jelas mengenai arti terorisme, kemudian tindakan-tindakan seperti

apa saja yang dikategorikan tindakan terorisme, diturunkan dalam

pasal-pasal berikutnya. Bukan terbalik seperti pasal ini, setiap

orang (secara tidak langsung) diminta untuk mendefinisikan sendiri

arti terorisme berdasarkan rumusan pasal-pasal yang ada.

Pasal 6

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasanmenimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas ataumenimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaanatau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakanatau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidupatau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati ataupenjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pal-ing lama 20 (dua puluh) tahun.

Selain unsur-unsurnya sangat luas rumusan pasal ini pun dapat ditafsirkan secara berbeda

oleh setiap orang. Sangat memungkinkan setiap perbuatan seseorang atau sekelompok

orang dapat dikategorikan sebagai tindakan terorisme. Hal ini dapat dilihat dari rumusan

unsur menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa

takut terhadap orang secara meluas ….….….….…. Dalam bagian penjelasannya, pasal ini tidak

menyebutkan definisi menggunakan kekerasan. Aksi demonstrasi dapat saja dikategorikan

sebagai tindakan terorisme jika oleh penguasa demonstrasi tersebut dianggap menimbulkan

suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas. Suasana teror seperti apa,

rasa takut yang bagaimana, masyarakat luas yang mana? Bagian Penjelasan pasal ini tidak

memberi penjelasan lebih lanjut.Setiap pelaku industri, baik industri berat, ringan, maupun

rumah tangga atau perorangan, dapat juga dikategorikan melakukan kegiatan terorisme

jika melakukan perusakan atau penghancuran terhadap lingkungan hidup. Kesimpulan ini

dilansir dari bagian penjelasan pasal ini yang memberi penjelasan bahwa yang termasuk

merusak atau menghancurkan adalah dengan sengaja melepaskan atau membuang zat, energi,

dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun ke dalam tanah, udara, atau air

permukaan yang membahayakan terhadap orang atau barang. Unsur atau dalam rumusan

pasal berarti pasal tersebut tidak mengharuskan seseorang harusmemenuhi seluruh

unsur yang ada dalam pasal tersebut untuk dikategorikan sebagai teroris. Satu unsur

saja yang ada dalam pasal terpenuhi, maka kegiatan seseorang dapat dikategorikan sebagai

tindakan teroris.

26 PAT GULIPAT | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

Ilust

rasi

: Alit

Am

bar

a

Page 27: Media Kerjabudaya edisi 102003

Pasal 26

(1) Untuk memperoleh bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat menggunakan setiap laporan intelijen.

(2) Penetapan bahwa sudah dapat atau diperoleh bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalamayat (1) harus dilakukan proses pemeriksaan oleh Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri.

Badan intelijen sebagai institusi politik yang laporan awalnya bisa dipergunakan oleh polisi dan Ketua dan wakil

pengadilan sangat perlu diwaspadai Laporan intelejen dapat memanipulasi polisi dan hakim karena intelejen mempunyai

kepentingan politik. Secara eksplisit dan implisit rumusan ini juga tidak memberi ruang bagi pihak kepolisian dan hakim

untuk memeriksa silang bukti yang dimiliki oleh badan intelejen. Sangat tidak masuk akal untuk memberikan penilaian

apakah laporan intelijen tersebut layak untuk dijadikan bukti permulaan yang cukup atau tidak. Apalagi dijadikan dasar

pijakan penyidikan. Dalam KUHAP pasal 17 disebutkan bahwa perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang

diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Dalam bagian penjelasannya pasal ini

KUHAP jelas mengatur bahwa penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada

mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana.

Pasal 36

(1) Setiap korban atau ahli warisnya akibat tindak pidanaterorisme berhak mendapatkan kompensasi atau restitusi.

Dalam rumusan ini perlu dipertanyakan apakah pemerintah harus

membayar kompensasi terhadap seluruh korban terorisme?

Padahal yang melakukan perbuatan ini bukan negara, kenapa negara

harus menyediakan anggaran bagi kompensasi atau restitusi?

Implikasinya negara harus mempersiapkan anggaran setiap tahun

bagi kompensasi tindak pidana terorisme. Pasal ini merupakan

formulasi yang bodoh, sementara rumusan mengenai terorisme

masih abstrak, setiap orang bisa saja mengaku sebagai korban

dari terorisme.

Pasal krusial dalam Perpu No. 2 Tahun 2002 Tentang pemberlakuanperpu No. 1 tahun 2002 tentang Pemberlakuan Perpu No. 1 tahun 2002 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali

tanggal 12 Oktober 2002:Pasal 1Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dinyatakanberlaku terhadap peristiwa peledakan bom yang terjadi di Bali.Rumusan ini mensahkan Perpu No. 1 tahun 2002 untuk berlaku surut, implikasinya

perpu melanggar prinsip non-retroaktif yang terkandung dalam UUD 45 pasal 28 I

yakni sesorang tidak dapat dihukum atas perbuatannya sebelum perbuatan tersebut

diatur oleh undang-undang. Pelanggaran prinsip non-retroaktif dapat diizinkan jika

argumentasi tidak terbantahkan. Contohnya, saat diciptakan pengadilan ad-hoc bagi

kejahatan terhadap kemanusiaan di Timor-Timur, merupakan kesepakatan umum, pe-

merintah tidak mempunyai pilihan untuk melanggar prinsip itu. Dalam kasus ini,

bagaimanapun, belum ada alasan jelas untuk melanggar UUD 45. Dalam mengungkapkan

kasus bom Bali, polisi tidak menggunakan Perpu. Mereka malah berhasil dengan meng-

gunakan prosedur yang sudah ada. Pemerintah belum membuktikan bahwa seluruh

pasal Perpu melanggar UUD 45 dan KUHAP yang mutlak diperlukan berhubungan de-

ngan terorisme.

27PAT GULIPAT| Media Kerja Budaya edisi 10/2003

Page 28: Media Kerjabudaya edisi 102003

28 KRITIK SENI | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

IIIIINDEPENDENSINDEPENDENSINDEPENDENSINDEPENDENSINDEPENDENSI R R R R ROCKOCKOCKOCKOCK

>>>KRITIK SENI

Adalah cita-cita atau bahkan obsesi bagibanyak pemusik di seantero jagad untukmasuk dapur rekaman. Mereka berharap

karyanya dipasarkan melalui sistem distribusiyang dikendalikan perusahaan rekaman musikbermodal besar dan mampu mendikte pasar. Me-mang sejak awal industri berperan mengem-bangkan trend musik pop atau rock di dunia. Inibisa kita lihat dari kecenderungan kaum mudayang seringkali memiliki idola, selera dan impianyang sama. Apapun yang menjadi hits di Amerikaatau Eropa, dapat dipastikan menjadi hits pula dibelahan dunia lainnya. Bukan hanya itu. Caraberpakaian, model rambut dan gaya hidup punmenjadi seragam.

Para produser musik di satu sisi memanfaat-kan dan turut membentuk kecenderungan atautrend semacam ini. Atas nama ‘selera pasar’(seolah pasar punya citarasa atau kepribadiansendiri), mereka membentuk dan mendikte parapemusik mengenai karya yang harus merekahasilkan. Alhasil kebanyakan memproduksi lagudengan tema cinta picisan atau menjajakanmimpi-mimpi, sementara musik dengan temasosial tidak dipedulikan karena tidak mewakili‘selera pasar’ tadi. Dari sini kita melihat bahwaapa yang disebut ‘selera pasar’ sesungguhnyaadalah keinginan dari segelintir produser danpemilik modal yang menguasai industri itu.Tentu saja ditambah ‘selera’ kaum muda yangdibentuk sedemikian rupa oleh saluran media,terutama televisi dan media digital, yang merekakuasai juga.

Namun tumbuhnya industri musik secaramassal melahirkan generasi baru pecinta musikyang datang dari beragam kelas sosial. Anak-anakdari kalangan menengah bawah pun mendapat

kesempatan untuk memperkenalkan karya danmengadu nasibnya di industri itu. Para produsertentu saja menikmati persaingan ini karena adabanyak pilihan, apalagi karena para pemula ataupendatang baru biasanya mau memberikan apasaja asal bisa masuk ke studio rekaman. Pemusikdari kalangan berpunya sedikit lebihdiuntungkan tentunya karena punya aksesmengikuti trend, membuat demo rekamannyasendiri dan punya peralatan serta fasilitas lainnya.Tapi sebaliknya bagi pemusik bermodalbantingan yang coba mengusung tema sosial,apalagi jika hanya mengandalkan ketrampilandan kerja keras, akan sangat sulit mendapat tem-pat dalam jajaran major label.

Begitulah industri musik berkembang dariwaktu ke waktu. Di Los Angeles tiap hari ada 600kelompok pemula yang coba masuk ke duniarekaman. Dari jumlah sebanyak itu nantinyahanya ada satu-dua kelompok saja yang diterimaoleh produser. Itupun setelah melalui bermacamkompromi, mulai dari pengaturan kontrak,seleksi lagu dan kompromi lainnya. Tidak adatempat bagi mereka yang mencoba-cobamengusung prinsip ideal. Di Indonesiakeadaannya bahkan lebih buruk lagi. Sebuah ke-lompok musik rock umumnya memegangkontrak senilai Rp 50 juta dan setiap tahun me-reka harus mengeluarkan satu album jika tidakhendak dikenakan sanksi atau denda.

Kontrak dalam industri rekaman major labelumumnya membebani pemusik dan hanyamenguntungkan produser. Sementara parapemain wajib melakukan ini-itu para produserbisa meraup keuntungan. Ambil contoh jika adaalbum perdana yang sukses di pasaran, kelompokmusiknya belum tentu bisa langsung menikmati

royalti. Mereka juga tidak tahu berapa kepingkaset atau CD yang sesungguhnya laku terjual.Ada banyak kasus manipulasi seperti menaikkanjumlah produksi atau cetak ulang yang tidak di-konsultasikan lebih dulu dengan pemusik.Namun sekalipun tahu, para pemusik umumnyadiam saja karena khawatir hubungan manisnyadengan produser dan industri akan terganggu.

Di tengah jepitan gurita industri musik bebe-rapa pemusik kemudian memajukan gagasanindy label atau label independen. Artinya musikyang tidak diproduksi oleh industri milikpemodal besar. Awalnya ada semangat dikalangan pemusik untuk mempromosikan indylabel ini karena memberi ruang pada pemusikuntuk bergerak lebih leluasa. Mereka tak perlukompromi dalam nada, teks atau urutan sepertiyang biasa terjadi di industri major label. Gerakanini juga coba membentuk komunitas sendiri danmendekatkan karya kepada pendengarnya.Artinya bukan produk massal yang nasibnyaakan ditentukan oleh ‘selera pasar’.

Namun, belakangan ini konsep indy label ter-nyata juga sudah dicaplok oleh produser majorlabel. Industri rekaman bergerak cepat danmenyebutnya ‘alternatif ’ untuk membedakan-nya dari musik mainstream. Masalahnya di siniadalah kesiapan kelompok musik itu sendiri. Adayang mulai sebagai kelompok yang mengusunggagasan indy label tapi dalam perjalanannyajustru menggunakan kekuatan itu untukmenerobos masuk dan berkecimpung dalamindustri seperti kelompok lainnya. Mereka lupapada gagasan mendobrak keangkuhan industrirekaman dan memilih menjadi bagiannya. Ko-munitas pendengar yang mereka galang saatbermain di bawah panji indy label ini kemudian

&MAJOR LABEL

Jeffar Lumban Gaol

Page 29: Media Kerjabudaya edisi 102003

29KRITIK SENI | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

Rag

e A

gain

st th

e M

achi

ne

mereka jadikan komoditi dalam tawar-menawardengan para produser. Persis seperti politikdagang sapi, jual-beli suara pendukung untukkeuntungan sendiri.

Kelompok yang bergerak dari bawah me-mang umumnya punya daya hidup yang kuat.Mereka sering menggelar pertunjukan sebagaiajang uji coba dan sekaligus menempa parapersonelnya agar lebih matang dalam proses,serta menangkap psikologi para pendengarmusiknya. Mereka bebas mencipta tanpatekanan sekaligus membangun lingkaran pende-ngar yang sekaligus menjadi pendukung. Tapitidak banyak yang mampu bertahan saat harusberhadapan dengan industri major label. Dalamkonteks ini kita perlu melihat pengalaman ke-lompok Rage Against the Machine yang seringdisingkat RAM. Mereka mampu menembuspasar tanpa harus kehilangan identitas atauprinsipnya dalam bermusik. Setelah sukses me-nembus pasar, vokalis Zack de la Rocha mengun-durkan diri dan memutuskan menjadi petani diMeksiko. Mereka juga menyisihkan sebagianroyalti yang diperoleh untuk membantu perju-angan petani melalui sebuah lembaga yangmemperjuangkan hak-hak mereka.

RAM ini hadir tepat saat kelompok deathmetal seperti Spultura atau trash metal sepertiIron Maiden dan Metallica kehilanganpamornya. Trend yang mengandalkan noise,speed dan napas magic yang dangkal tak bisabertahan lama. Kelompok Halloween cobabangkit dengan tema sosial tapi juga tak bisaberbuat banyak. RAM memilih cara lain. Bagimereka teks dalam lagu memainkan peransentral. Dari segi musik mereka coba memaduhip-hop dengan heavy metal sehingga menjadi hip

metal. Di atas musik seperti itu Zack de la Rochakemudian melafalkan teks-teksnya dan kadangbahkan berpidato menyampaikan pesan-pesansosial dan politiknya.

Cara ini berbeda dari rap yang jugamelafalkan pesan. Jika kita mendengar RAM,musik atau bunyi instrumen seringkali hanyaberfungsi mengawal unsur dramatik yangsesekali meledak dalam fase yang bisa kitaumpamakan sebagai interlude atau coda. Tapitetap berbeda dari musikalisasi puisi yang cobamembuat jembatan harmoni bunyi dengan tekssedemikian rupa. Dalam musik rock seperti RAMperkawinan tema melodi vokal dengan teks ataulirik, bukan lagi soal. Justru di sini sumbanganRAM bagi perkembangan selanjutnya yangdiikuti oleh Limpbizkit, Linkinpark dan lainnya.Sekarang ini bahkan ada yang menambahkanseksi portable atau semacam disc-jockey sebagaipelengkap.

Gaya dan pengaruh RAM tentunya menjadiwabah bagi sebagian anak muda yang hidup da-lam dunia MTV. Dengan sedikit modifikasi me-reka terang-terangan meniru warna bunyi danaksi panggung RAM, sayangnya tanpa pernahmempelajari prinsip bermusik kelompok itu.Akhirnya yang kita lihat hanyalah teks-teks datardan kosong serta gaya urakan yang tidakmencerminkan perlawanan apa pun. Merekajuga tidak tahu persis apa yang sesungguhnya me-reka mainkan dan untuk kepentingan apa. Bagimereka tampil di panggung, seperti halnya parapemimpi yang mengharapkan belas kasihanindustri rekaman, adalah pencapai tersendiri.Berbeda dari RAM yang memilih jalan musikuntuk menyampaikan pikiran kritisnya.

Ironisnya industri rekaman pun tahu itu dan

memanfaatkannya menjadi barang daganganbaru. Kelompok-kelompok musik akhirnyasemakin tidak menyadari bahwa kehadiran me-reka di tengah industri musik bukan karenaadanya dedikasi yang kuat atau eksplorasi teksdan bunyi sebagai bentuk tanggungjawabsosialnya, melainkan sekadar untuk mengisikekosongan pasar dalam negeri yang begitubesar. Mereka tidak sadar hanya menjadi sekrupkecil dalam industri musik yang bisadicampakkan kapan saja ketika ada trend baruyang muncul. Karya mereka umumnya hanyabersandar pada apa yang dihasilkan ‘di sana’(Barat) dan tidak berpijak pada realitas sosial dinegerinya sendiri.

Dari segi ini kecenderungan ini tidak banyakbedanya dari kelompok boys band yang manis,imut-imut dan membuat gemas penggemar. Ke-lompok seperti ini lebih tidak ada hubungannyadengan musik sebagai ekspresi. Kadanganggotanya dipungut dari tempat berbeda-beda,tidak pernah mengenal satu sama lain apalagiberkarya bersama, tapi dipasangkan sebagai ‘ke-lompok’ karena kesamaan wajah dan gaya.Adalah produser yang mengatur segalanya mulaidari lirik lagu, warna musik, koreografi, pakaiansampai kehidupan publiknya.

LLLLLIMITEDIMITEDIMITEDIMITEDIMITED E E E E EDITIONDITIONDITIONDITIONDITION, A, A, A, A, ALLLLLTERNATERNATERNATERNATERNATIFTIFTIFTIFTIF B B B B BARUARUARUARUARU?????Di tengah jepitan industri musik masih ada

kelompok yang independen dan cobamengandalkan kekuatan sendiri. Di masamendatang kecenderungan seperti ininampaknya akan lebih dikenang karena karya-karya mereka diproduksi terbatas dan untukkalangan sendiri. Mereka punya komunitas pen-dengar dan pendukung yang benar-benarmenghayati pekerjaan mereka dan menge-

Page 30: Media Kerjabudaya edisi 102003

30 KRITIK SENI | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

nal kiprahnya dalam bidang lain. Berbeda darikelompok yang bermain di mainstream yangharus berlomba menyesuaikan diri dengan ‘selerapasar’. Karya mereka dibuat secara jujur denganpesan yang jelas pada para pendengarnya. Disamping itu apa yang disebut ‘pasar’ inisebenarnya sudah jenuh pada produk massalyang memperlakukan mereka sekadarkonsumen. Banyak orang yang mencari karyayang lain dari apa yang beredar di pasar.

Kemudahan teknologi rekaman saat inimemungkinkan kelompok rock untuk tidak lagibergantung pada produser bermodal besar. Stu-dio rekaman kecil tersebar di mana-mana,bahkan sampai di perkampungan menengahbawah. Para pemusik juga semakin kreatifmenciptakan bunyi yang tidak selalumengandalkan peralatan mahal dan canggih.Tapi adanya komunitas pendengar danpendukung yang nampaknya membuat kecen-derungan seperti ini bisa tumbuh subur. Semuaini menciptakan wawasan baru di kalanganpemusik. ‘Apa perlunya membuat kontrak de-

Jeffar Lumban Gaol, pemusik

Tidak ada yang istimewa da-lam latar belakang pem-bentukan Rage Against

the Machine (RAM). Adalahpenyanyi RAM Zack de la Rochayang menjadikan judul salah satulagu kelompok lamanya, Insideand Out, sebagai nama kelompokbarunya. Sebuah nama seder-hana yang sangat bermakna.Pemain gitar Tim Morello menje-laskan bahwa “mesin” yanghendak mereka lawan (rage),“bisa apa pun juga, mulai daripolisi di jalan-jalan Los Angelesyang sering menggebuki pengen-dara motor sampai mesin kapi-talis internasional yang maumembuat manusia menjadi se-krup tak berotak dan tidak per-nah berpikir melawan sistem.”

Musik mereka adalah perpa-duan banyak hal. Zack yanggemar hip-hop dan hardcore ber-temu dengan Tim yang sangatterpengaruh hard rock dan punk.Sementara pemain bass TimCommerford membawa warna

jazz yang dipadu dengan gebuk-an drum bernuansa hip-hop danpunk dari Brad Wilk. Namun da-lam berbagai wawancara Zackselalu mengingatkan bahwa ka-tegorisasi musik mereka tidaklahpenting. “Diskusi seperti itu akanmengaburkan tujuan dari musikkami, yakni perlawanan terhadapsistem”.

Pertunjukan perdana merekaberlangsung di ruang tamu ru-mah salah seorang teman TimMorello di Kalifornia. Merekamemainkan lima setengah laguyang mereka tulis. Penonton an-tusias dan meminta merekamemainkannya lagi. Merasamendapat dukungan merekamerekam 12 lagu di sebuah stu-dio lokal dan ikut pertunjukan diseputaran Los Angeles. Dalamwaktu singkat mereka berhasilmenjual 5.000 kaset rekaman me-reka. Setelah itu nama RAMpelan-pelan mulai dikenal.

Mereka ikut dalam tur selama1993 dan 1994 menyebarkan

pesan mereka. Musik bagi me-reka bukan sekadar rekaman danpertunjukan tapi memilikimakna politik. Berulangkali me-reka melancarkan aksi mempro-tes ketidakadilan, baik melaluilagu maupun bermacam ting-kah di atas panggung. Pada Juni1993 misalnya ketika tampil diPhiladelphia, anggota RAMmemprotes sensor dari panitiadengan berdiri telanjang dipanggung selama 15 menit de-ngan mulut ditutup isolasi. Hasildari pertunjukan mereka sering-kali disumbangkan kepada ke-lompok perjuangan seperti LigaAnti-Nazi di Inggris dan gerakanyang menyokong tahanan poli-tik di Amerika Serikat.

Pemberontakan petani dansuku Indian di Chiapas, Meksiko,menggugah perhatian mereka.Zack berulangkali mengunjungitempat itu dan hasil pertunjukanmereka seringkali disumbang-kan untuk mendukung perju-angan rakyat di tempat itu. Mitosbahwa seni tak dapat dipadu de-ngan politik yang dipegangbanyak produser rekaman ron-tok ketika penjualan album me-reka menembus angka satu jutakeping pada Agustus 1994. Ber-turut-turut mereka mendapatpenghargaan album emas dan

platina karena penjualan yangterus menanjak.

Tapi keberhasilan secara finansi-al tidak membuat mereka lupadiri. Mereka terus rajin mengorga-nisir pertunjukan amal di berba-gai tempat dan hasilnya diserah-kan kepada bermacam organisasitermasuk kelompok pendukungMumia Abu-Jamal, seorang kulithitam yang dihukum mati karenatuduhan membunuh dan KoalisiNasional untuk Demokrasi diMeksiko. Penghargaan pun terusmeluncur, sekalipun para produ-ser dan establishment seni dan hi-buran di Amerika Serikat kadangpusing dengan ulah mereka.

Menjelang akhir 1990-an me-reka semakin giat menguman-dangkan perlawanan dan protesterhadap sistem yang tidak adil.Zack de la Rocha bahkan pernahtampil di hadapan sidang KomisiTinggi HAM PBB untuk berbicaratentang kasus Mumia Abu-Jamaldan pemberlakuan hukumanmati di Amerika Serikat. Sekem-balinya dari sana ia berbicara lagidi hadapan demonstran yang me-nentang penahanan Mumia. BagiZack dan Tom, dua personel yangpaling aktif dalam kegiatan poli-tik, “musik adalah jalan kamiuntuk menyampaikan protes ter-hadap ketidakadilan.” (fn)

RAGE RAGE RAGE RAGE RAGE AGAINST THE MACHINE

RA

M

ngan produser jika kita bisa memproduksi 25.000keping CD dan menjualnya sendiri?’ Memangdari penjualan tangan-ke-tangan biaya produksibisa ditutup. Jika gerakan berbasis komunitaspendengar ini meluas – mesti diingat kaum mudaIndonesia jumlahnya lebih dari seratus juta jiwa –maka industri rekaman boleh gigit jari.

Dengan produksi limited edition (edisiterbatas) seperti ini pemusik punya kontrol lebihkuat terhadap penyebaran karya mereka. Merekajuga tidak perlu menjual hak cipta ke tangan pro-duser dan bisa mendapat penghasilan langsungdari karya mereka, dan tidak terjebak ke dalamkontrak yang menjerat. Pementasan dengansendirinya juga berbeda. Dalam industri majorlabel mereka sangat bergantung pada promosi ditelevisi atau tour yang diatur oleh produser. Da-lam produksi limited edition mereka akanmenggelar pertunjukan sendiri dan mau tidakmau mendekatkan diri pada komunitas pende-ngar dan pendukungnya.

Jaringan televisi yang selama ini diandalkanoleh produser dan kelompok musik major label

memang sangat andal untuk promosi tapi jugapunya kekurangan. Unsur bunyi dan teatrikalyang inheren dalam musik rock seringkali tidakterangkat. Dalam televisi bunyi menjadi keringkarena sudah dipermak sedemikian rupa untukkeperluan broadcast. Alhasil banyak kelompokyang sukses dalam dunia rekaman atau televisiternyata tidak mampu berbuat apa-apa ketikaharus bermain di pentas karena harus tampil te-lanjang tanpa dukungan teknologi. Di sinilahbatu ujian bagi kelompok musik rock. Penontonakan melihat dengan jelas kelompok mana yangsebenarnya siap untuk bermain. Berdasarpengalaman, kelompok independen yangbergerak dari bawah biasanya lebih siap, karenatidak memerlukan segala trick teknologi studiodan memang tampil jujur serta apa adanya. M

Page 31: Media Kerjabudaya edisi 102003

31

SIARAN TELEVISIMAKNA KAPITALISMEMAKNA KAPITALISMESIARAN TELEVISI

31

Saat ini setiap pesawat televisi di kota-kota besar hingga pedesaan diIndonesia menjadi media yang dinanti kehadirannya, tak kurangdari 11 stasiun penyelenggara siaran televisi dalam negeri. Terma-

suk yang paling tua dan kemudian paling banyak ditinggalkan penonton,TVRI. Lima di antaranya muncul dalam kurun waktu 2 tahun terakhirini, justru di tengah krisis multidimensi yang juga ditengarai denganmenguatnya kembali kekuatan-kekuatan lama anti perubahan. Siarantelevisi mampu menyeruak masuk ke ruang-ruang kehidupan masyara-kat, sebagai pilihan yang paling mudah dan dianggap alamiah untukmengisi waktu luang di rumah. Ia menyatu dan senafas dengan aktifitaskebanyakan rumah tangga. Dari yang miskin hingga kaya raya.

Purwantari & Pitono Adhi

MESIN PRODUKSInobo

dyco

rp.

sisipanM10/2003

Page 32: Media Kerjabudaya edisi 102003

32 sisipanM10/2003

Pola konsumsi lintas kelas, yang juga sangatdisadari oleh pengelola stasiun televisi,sering menjadi basis argumen untuk me-ngatakan televisi sebagai media komuni-kasi yang demokratis. Perhatikan misalnyabeberapa motto yang diciptakan pengelolasiaran televisi, misalnya “RCTI –Kebanggaan Bersama Milik Bangsa” atau“Indosiar – Memang Untuk Anda.” Tapipesan-pesan seperti apa yang dikonsumsisecara lintas kelas tersebut?

Informasi dan Hiburan: KerangkaUmum bagi Seluruh Mata Acara

Terdapat dua hal pokok yang pastidijanjikan oleh setiap siaran televisiyakni informasi dan hiburan. Da-

lam hal penyajian informasi atau berita,kemasannya bisa bermacam-macam.Mulai dari siaran berita yang isinya bersifatumum, lalu ada juga informasi kekinian

(hardnews) tiap 1 jam

sekali, serta berita dengan tajuk khususyang didominasi oleh dua tema besar yaknitema kriminalitas dan pasar uang/bursaefek. Ada pula kemasan informasi yang da-lam tiap penyajiannya berfokus pada satutema tertentu. Berganti-ganti dari satutema ke tema lainnya namun tetapbersumber pada program impor yangdisajikan dalam kemasan siaran beritaumum. Hampir seluruh kemasan infor-masi tersebut dimiliki oleh setiap stasiunsiaran televisi, sebuah cirikhas dari televisiyangtidak mempunyai karakter.

Kemasan hiburan pun demikian. Be-rupa film import berasal dari industri filmHollywood, film India, Mandarin, sertaprogram dokumenter dan beragam show.Padahal kalau kita simak secara baik filmIndia mempunyai problem kompleksitas.Dalam filim India terdapat empat aspekyakini asmara, musik/menari, perkelahiandan humor. Seluruh aspek ini dicangkok-kan kedalam film televisi Love in Bombay,dan akhirnya menjadi hiburan yang tidakmasuk akal dalam konteks masyarakat In-donesia. Masih dalam kategori importadalah siaran olahraga yang didominasioleh pertandingan sepakbola, bola basket,tinju, otomotif dan dalam porsi yang palingkecil yakni golf. Produk lokal yang cukupdominan ialah sinetron, kuis (umumnyamenjiplak program kuis luar negeri – baca:Amerika) dan acara musik. Juga produklokal namun dalam porsi yang lebih kecilialah kemasan hiburan berupa film Indo-

nesia (umumnya komedi dan telahkedaluwarsa serta didomi-

nasi oleh kelom-

pok Warkop – Dono, Indro, Kasino), siaransepakbola dan tinju, dunia mode, kehidup-an selebritis serta variety show yang jugahabis-habisan menjiplak program sejenismilik siaran televisi di Amerika. Samahalnya dengan kemasan informasi yangdimiliki oleh setiap stasiun televisi di sini,kemasan hiburan yang disajikan setiapstasiun televisi di Indonesia pun menciri-kan pola yang seragam.

Yang tak boleh dilupakan adalah siaraniklan yang sebenarnya menjadi penopangutama terselenggaranya siaran dari setiap

stasiun televisi. Termasuk TVRI yang telahdiijinkan kembali untuk menayangkaniklan. Maka saluran televisi apa pun yangdipilih oleh para penonton, serta mertamereka akan disergap bukan hanya olehformat acara yang seragam tetapi juga olehtayangan iklan yang hampir sebagian besarsama persis.

Secara keseluruhan, sekitar 60% hingga65% dari total mata acara dalam siaran te-levisi merupakan mata acara yang berisihiburan, termasuk siaran olah raga di da-lamnya. Prosentase ini jelas bertambah jikakita memasukkan pula durasi waktu yangdisediakan untuk tayangan iklan. Mengi-ngat teknik periklanan yang terus berkem-bang, yang memungkinkan iklan hadir da-lam visualisasi yang menakjubkan aliasmampu membungkus aktivitas menjaja-kan barang dan jasa dengan cara halusnamun tetap persuasif dan menghibur.

Michael Parenti dalam bukunya “Make-Believe Media The Politics of Enter-taintment” mengatakanbahwa media hi-

buran, ter-

masuk televisi,merupakan media

yang mampu mem-bentuk keyakinan kita. Dewasa ini,demikian lanjutnya, keyakinan

yang terbentuk itu hanya sedikit yangberasal dari permainan anak-anak, ceritalisan, kisah-kisah rakyat, dan dongeng-dongeng, lebih sedikit lagi yang berasal darisandiwara-sandiwara dan mimpi-mimpidalam tidur kita sendiri. Sebaliknya saat initerdapat industri film Hollywood dansiaran televisi bernilai jutaan dolar yangmenghasilkan berbagai citra dan tema yangtelah siap untuk dijejalkan dan dipasangmemenuhi benak kita. Namun hal itu tidakcukup dipandang sebagai sebuah kegiatanselingan yang tak berarti. Tetapi sebagai-

nobo

dyco

rp.

Page 33: Media Kerjabudaya edisi 102003

33SISIPAN | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

mana diargumentasikan dalam keseluruh-an buku tersebut, berbagai citra yang di-tampilkan lewat layar kaca televisi seringkali mengandung kepentingan ideologis.Lebih buruk lagi, muatan ideologis tersebutmeremehkan kemampuan kritis manusiamenghadapi kenyataan yang mengerikandalam kehidupan manusia dan sistemsosiopolitik kita, dengan cara membenam-kan ke dalam benak kita berbagai gambar-an yang bersifat sebaliknya, yakni gambar-an kehidupan yang dangkal dan serbaaman. Bahkan jika ada anggapan yangmenyatakan bahwa sebuah industri hibur-an tidak membawa kepentingan politisserta ideologis dalam tujuannya, produkhiburan tersebut tetaplah bersifat politisdari segi pengaruh yang ditimbulkannya.

Memperkuat argumen tersebutMichael Parenti mengajukan pertanyaan,bagaimana mungkin kita mengatakan filmHollywood dan siaran televisi sungguh-

sungguh

‘murni’ hanyamenghibur, ketika mereka

secara teratur mempropagandakantema politik tertentu sambil secara hati-

hati menghindari topik lainnya?

Perkenalan Sejak Masa Kanak-Kanak: Ideologi Kompetisi,Perilaku Konsumtif dan Kekeras-an

Program yang dirancang untuk anak-anak tidak lepas dari tujuan membentuk perilaku konsumtif pada

anak. Selain iklan –yang menjadi tujuanutama dibuatnya program-programanak— program kuis anak pun sangatgencar mempengaruhi pola konsumsi dancara berpikir anak. Satu contoh yang bisadikemukakan di sini adalah kuis MainBersama Joshua.

Program ini menyajikan kompetisiyang dibungkus dengan permainan, antaradua kelompok yang anggotanya berasal

dari sekolah dasar berlainan. Kompetisidibagi dalam tiga sesi. Di tiap sesi, kelom-pok yang mengumpulkan angka tertinggimenjadi pemenang dan mendapat hadiahberupa uang Rp 1 juta. Seluruh hadiah yangdisediakan berjumlah Rp 6 juta. Kriteriamemperoleh angka tinggi adalah berhasilmenjawab pertanyaan secara benar ataumenyelesaikan tugas seperti yang dimintadalam waktu yang paling singkat.

Para peserta harus menjawab pertanya-an seputar pengetahuan umum seperti“pulau apa yang terkenal dengan danauToba-nya?, burung apa yang terbang sangattinggi?”; membuat kata dari balok-balokhuruf yang disusun dari balok terbesar kebalok terkecil; menghitung hasil penjum-lahan, pengurangan, perkalian dan pemba-gian, mengambil bendera, membawakelereng tanpa jatuh, melewati kayu tipistanpa jatuh, serta berjalan dengan bakiaktandem. Di sesi terakhir, pemenang harusmasuk ke semacam arena dimana terdapat

berbagai rintangan untuk mencarihadiah dan bonus terbesar

dari sponsorutama.

Program ini di-pandu oleh Joshua, seorangpenyanyi cilik dan model berbagaiiklan produk untuk anak maupun bukanuntuk anak. Maka sebagian besar iklan diacara ini adalah iklan produk yangmemakai Joshua sebagai model: susuIndomilk, pakaian dan asesoris pelengkapmerek Cubitus, Larutan Cap Kaki Tiga sertaInaco Jelly. Mata acara ini tidak hanyatampil dalam iklan di tiap jeda acara. Ia jugadiucapkan oleh Joshua setiap kali peme-nang sebuah sesi mendapatkan hadiah.Ucapan itu berbunyi seperti : “Joshuasenang pakai kaos Cubitus”, “kalau mautidur nyenyak, beli kasur Central SpringBed”. Selain itu, hampir di sepanjang acara,untuk memotivasi peserta, Joshuamengingatkan bahwa para pemenang akanmendapatkan hadiah.

Dilihat dari peserta, isi acara dan waktutayang (Minggu, jam 15.00), kuis ini

ditujukan bagi anak usia sekolah dasar. Bagimereka, program ini tampak sebagai acarayang mengasah kemampuan otak sekaligusmenghibur. Akan tetapi, penonton dewasayang kritis akan dengan mudah melihatacara ini sebagai tontonan untukmembujuk anak agar memakai produkyang dijajakan iklan dan sponsor utamakuis.

Main Bersama Joshua memberi pesanjelas kepada anak-anak, yaitu kompetisiuntuk memenangkan secara rakus seluruhhadiah yang ditawarkan dan membeliseluruh produk yang diiklankan. Ideologikompetisi yang disebarkan di sini, membe-ri pemahaman kepada anak-anak bahwamenjadi pemenang kompetisi itulah satu-satunya pilihan yang harus mereka raih.Para pemenang kompetisi menjadi contohorang-orang yang sukses dengan ukuranmateri: mendapat sejumlah uang sebagaihadiah. Lewat kuis ini, anak-anak dicekokidorongan berkompetisi untuk meraihmateri di usia yang sangat dini.

Di dalam kuis ini memang ditampilkanjuga semacam latihan kemampuan akade-mik menyangkut pengetahuan umumdan berhitung. Akan tetapi, latihan inimenjadi sekedar tujuan sampinganyang bahkan tampak dilakukansecara sambil lalu. Kesan sam-

ping anmunculdari jenispertanyaanyang tidak membu-tuhkan penalarankhusus, hanya semacam hafalan dan tebak-tebakan. Yang lebih penting lagi, seluruhlatihan kemampuan akademik ini dimoti-vasi oleh pencapaian materi dan bukanpemahaman akan persoalan yang sedangdiangkat.

Hampir sebagian besar anak Indonesia–dan barangkali di seluruh dunia—menge-nal televisi sejak usia balita. Kebanyakananak menonton seluruh program mulaidari film kartun, kuis anak, pentas musikanak, sinetron, berita hingga iklan. Bisadipastikan bahwa porsi terbesar yang

Page 34: Media Kerjabudaya edisi 102003

34 sisipanM10/2003

ditonton adalah iklan, karena seluruh pro-gram – baik program anak maupun dewasa– diselingi dengan iklan. Dalam bukunya,Parenti mengemukakan bahwa di AS,begitu seorang anak memasuki sekolahtaman kanak-kanak, ia sudah akanmenonton sekitar 75 ribu iklan televisi de-ngan durasi 30 detik. Begitu beranjakremaja, rata-rata seribu iklan akanmenerpanya setiap minggu.

Tingginya frekuensi terpaan iklan, men-jadikan televisi sebagai medium yangmenanamkan mentalitas konsumtif padaanak-anak sejak usia sangat dini. Produkseperti makanan cepat saji atau camilansejenis chiki, biskuit oreo, susu, mainan,peralatan sekolah, segera menjadi seolah-olah kebutuhan pokok mereka. Anakmengidentifikasi kebutuhan mereka se-perti yang ditawarkan iklan. Lebih jauh lagi,iklan juga mengajarkan anak meminta ke-pada orang tua untuk mengeluarkan uangmembeli produk yang diiklankan.Kebiasaan ini sekaligus mempersiapkanorientasi konsumsi mereka saat dewasa dansudah berpenghasilan nanti, yaknimenempatkan iklan sebagai referensiutama dan alamiah dalam memenuhi ber-bagai kebutuhan sehari-hari, hinggapemenuhan simbol status dan gaya hidup.

Berkaitan dengan orang tua, iklan ikutmendefinisikan hubungan antara orang tuadan anak. Artinya, hubungan kasih sayangyang menjadi ikatan di antara mereka,bergeser pada sebatas tindakan membeli-kan barang-barang yang diiklankan. Sepertiyang ditampilkan oleh iklan susu , Nutren.

Iklan ini menawarkan produk susuyang menggantikan konsumsi nasi danlauk-pauk yang menjadi makanan pokokanak. Narasi awalnya menampilkanseorang anak sedang makan di meja makanditemani pengasuh yang sedang asyiknonton televisi. Si anak kelihatan engganmakan dan secara sembunyi-sembunyimemberikan sebagian makanan di piringke kucing yang ada di bawah meja makan.Tidak lama, sang ibu datang. Si anak lalupura-pura menyendok makanan di piring.Walau akhirnya mengetahui perilakuanaknya yang membuang makanannya, siibu hanya tersenyum. Adegan ini diisi de-ngan suara narator “…….karena ibu palingtahu”. Iklan ini diakhiri dengan adegan sianak minum susu sebagai pengganti nasidan lauk pauknya.

Dua pesan yang hendak disampaikaniklan ini, (1) minum susu sama saja denganmakan nasi. Maka apabila anak tidak maumakan, cukup diberi susu Nutren saja; kata

lainnya iklan ini bukan hanya memperke-nalkan produk makanan instan, tetapi jugamensosialisasikan cara berpikir dan jalankeluar yang bersifat instan kepada ibu-ibuyang sedang menghadapi persoalan anak-anak yang susah makan, (2) susu Nutrenmerupakan materialisasi kasih sayang danperhatian seorang ibu terhadap anak. Pesanpertama menunjukkan bahwa iklan telahikut menentukan menu sehat yangseharusnya tetap dikonsumsi seorang anakterutama ketika si anak sedang mengalamikondisi susah makan, sambil menyingkir-kan solusi-solusi lain yang sebenarnyabersifat lebih menetap dan berjangkapanjang dalam hal menanamkan kebiasaanmakan yang positif kepada anak-anak.Selanjutnya, pesan kedua mendefinisikanbentuk perhatian yang seharusnya diwu-judkan seorang ibu kepada anaknya supayatetap sehat. Inilah proses komodifikasikasih sayang orang tua kepada anaknya.

Salah satu film anak yang diputar diIndosiar mengambil tokoh lokal, SarasPahlawan Kebajikan & the Milky Man. Filmini mendapat sponsor utama dari produsensusu untuk anak-anak, Dancow. Sebuahepisode yang pernah diputar berjudul “AksiGang 5”, menceritakan aksi kekerasanberupa penculikan terhadap 3 gadis pelajarSMU – anak-anak para pengusaha kaya –oleh sebuah gank berandalan yang terkenaldengan keahlian mereka bermain sepeda.Alasan penculikan berlatar belakangkecemburuan gank laki-laki tersebut terha-dap para pelajar itu yang mereka nilai over-acting dalam sikap keseharian. Selamapenculikan, tindak kekerasan berlanjut de-ngan pemaksaan kepada korban untukmenghisap rokok di bawah ancamansenjata pisau. Aksi penculikan ini berakhirdengan datangnya tokoh-tokoh utama da-lam film ini yakni Saras dan Milky Manyang membebaskan para korban dengancara menghajar dan menundukkan parapelaku penculikan lewat cara kekerasanpula.

Versi awal film ini hanya menampilkantokoh Saras dengan sebutan lengkap Saras008, sekaligus sebagai judul film. Sponsorutamanya adalah perusahaan layanan jasakomunikasi sambungan langsung interna-sional 008. Dalam perjalanannya, kontrakdengan 008 selesai tanpa ada perpanjangan.Ketika sponsor lain datang, dengan sertamerta tokoh baru dihadirkan mendam-pingi tokoh lama yang diubah namanyabegitu saja, menjadi Saras PahlawanKebajikan. Pola menyediakan slot waktutertentu secara total atau sebagaian besar

untuk kepentingan promosi produk, men-jadi salah satu ciri utama dalam produksiprogram lokal siaran televisi. Sehinggaorientasi utama dari produk lokal khusus-nya film cerita, sangat jauh dari upayamenyajikan struktur, karakter serta settingcerita yang logis, apalagi ide cerita yangedukatif. Sebaliknya slot film cerita produklokal lebih banyak diabdikan bagi kepen-tingan promosi produk sponsor.

Menampilkan sosok pahlawan yang se-cara individual mampu mengatasi konflik,merupakan pola umum dalam sajian film-film cerita. Tindakan kekerasan ditampil-kan sebagai pemicu konflik sekaligus jalankeluar mengatasi konflik. Sejak usia dinianak-anak sudah diperkenalkan padabentuk kekerasan mulai dari baku hantamtangan kosong, hingga penggunaan senjatatajam seperti pisau yang sebelumnya hanyadiketahui oleh anak-anak sebagai salah satuperlengkapan memasak di dapur. Lewatfilm ini – dan di banyak film-film lainnya –pengetahuan anak tentang bentuk dan per-lengkapan kekerasan yang lebih canggihseperti senjata api dan mesin perang lain-nya menjadi terbuka lebar. Episode “Gank5” memelihara pengetahuan itu sambilmenempatkan tokoh pahlawan di dalamcerita itu sebagai perpanjangan tangan dariaparatus negara sebagai pihak yang palingmempunyai legitimasi dalam menyelesai-kan konflik di masyarakat dengan cara ke-kerasan. Ini tampak ketika di akhir episodeitu Saras dan Milky Man menyuruh korbanpenculikan segera melaporkan persoalanmereka kepada polisi.

Ideologi kekerasan tersebar di banyakprogram televisi baik untuk anak maupunorang dewasa. Film kartun yang narasinyatidak secara hitam putih menampilkantokoh baik dan tokoh jahat pun tidak luputdari adegan kekerasan. Film jenis ini, se-perti serial Walt Disney, menampilkanperilaku kekerasan sebagai unsur tetap da-lam narasinya. Pada tahap awal, unsur keke-rasan yang ditampilkan memang mampumembuat penonton anak-anak tertawaterpingkal-pingkal. Tetapi di tingkat yanglebih dalam adegan-adegan tersebut men-jadikan kekerasan sebagai sesuatu yangalamiah. Misalnya adegan jatuh dari atasjurang, dipukul dengan palu godam besar,terlindas kereta atau truk yang semuanyatidak mengakibatkan kematian, paling jauhhanya luka-luka yang tidak serius.

Program yang secara telanjang menam-pilkan kekerasan, dalam arti tak memerlu-kan bungkus alur cerita pun tidak luputdari perhatian anak-anak. Yang paling

Page 35: Media Kerjabudaya edisi 102003

35SISIPAN | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

Crayon Sinchan, hingga berbagai mainanmesin perang Amerika Serikat seperti tank,senapan mesin, granat, pesawat tempur,dan boneka prajurit tentara. Pola ini punterjadi pada program untuk anak yangmengedepankan rangsangan menekunipelajaran di sekolah seperti Sesame Streetdan Teletubbies.

Ketiga, menonton televisi terlalu seringdapat menurunkan prestasi akademik,kemampuan membaca, mengikis kekuat-an/kemampuan linguistik, mengurangikemampuan mengabstraksi simbol-sim-bol, memperpendek waktu anak-anakuntuk memperhatikan sesuatu secaramendalam/sulit berkonsentrasi. Ini akibattontonan berupa gambar yang bergantisecara cepat. Jadi televisi mendorong anakbersikap pasif dan memupuk kemampuanresepsi tanpa berpikir panjang terhadapsegala yang ditawarkan media ini.

Keempat, untuk anak-anak dari kelu-arga kelas bawah, televisi menjadi sumberinformasi utama tentang makanan sehatmenurut iklan. Iklan menawarkan banyakmakanan dengan aneka zat pewarna/pemanis buatan yang dapat merusakkesehatan. Padahal dalam kenyataannya,anak-anak dari keluarga kelas bawah takmempunyai akses kepada pemeriksaankesehatan secara rutin.

Kelima, iklan makanan seringkalimenggambarkan anak-anak sebagaimahluk kecil yang rakus sedang melahapsegala jenis makanan yang ditawarkan:permen, biskuit, chiki, snack, soft drink,junk-food, mie-instant dengan rasa laparberlebihan, di bawah persetujuan para ibu,yang seringkali merupakan pendoronganak-anak untuk mengkonsumsi berbagaijenis junk-food dan menganggapnya seba-gai cara untuk membuat anak bahagia.

Keenam, pengaruh propagandis danpsikologis terhadap orang dewasa, terjang-kit pada anak di usia sangat dini: menjadipenonton pasif, isolasi individu, militer-isme, superpatriotisme, seksisme dan perangender yang konvensional, konsumerismetanpa batas, dan keserakahan terhadapuang; semua ini didapat sepanjang hari daritontonan di televisi untuk anak dari segalausia.

Subordinasi Perempuan: pang-gung fashion sampai sinetron

Sama halnya dengan anak-anak, perempuan menjadi target audienceyang penting bagi pengelola program

televisi. Mereka menyajikan acara khususdengan waktu tayangan khusus bagiperempuan. Mata acara ini ditayang-

spektakuler adalah mata acara yang olehpengelola televisi dikategorikan ke dalamprogram olah raga (!) “Smack Down.” Diatas arena mirip ring tinju, acara ini me-nampilkan dua petarung atau lebih yangsaling berusaha melumpuhkan lawan de-ngan diperbolehkan menggunakan segalamacam teknik berkelahi tangan kosong.Demikian vulgarnya kekerasan yang di-tampilkan, hingga seringkali pertarungantetap dilanjutkan meskipun para petarungsudah berada di luar ring, bahkan hinggamemukul wasit. Begitu populernya acaraini sehingga kerap dipergunakan dalambahasa dan praktek permainan anak-anaksehari-hari terutama dari kalangan kelasbawah.

Program ini memang disiarkan di atasjam 22.00, dengan pertimbangan daripihak pengelola siaran televisi bahwa acaraini hanya akan ditonton oleh orang dewasa.Bila kita mengamati kenyataan masyarakatyang sedang krisis, akan mengunyah apasaja yang disodorkan oleh televisi tanpamempunyai penyaring. Keadaan ini menja-dikan candu bagi masyarakat, ketagihanakan mata acara televisi bagi anak-anaksudah tidak dapat dikendalikan oleh orangtua dari struktur kelas sosial manapun.Hampir rata-rata orang tua sibuk mengejarsetoran dapur, tidak lagi perduli denganacara apa yang ditonton oleh anak. Sebagai-mana Ram Punjabi secara gamblangmenegaskan, kita memproduksi acara tele-visi bagi keluarga yang sudah kelelahanmencari nafkah, hiburan kekerasan apapunakan dilahap bukan untuk menghibur danmendidik penonton.

Sebagai bahan perbandingan, menarikuntuk diungkap di sini, kesimpulan yangdiajukan Parenti. Pertama, adegan kekeras-an di dalam film dapat menjadi pemicupada tingkah laku anak yang mengarahpada peningkatan agresifitas anak hinggaperilaku kekerasan anak. Struktur narasiyang dikembangkan dalam film tersebut,pada akhirnya memberitahu bahwa keke-rasan menjadi solusi akhir bagi semuapersoalan.

Kedua, sangat menarik bahwa film-filmtentang kekerasan yang ditampilkan tele-visi, sejalan pula dengan pemasaranmainan anak-anak dan produk ikutan lain-nya yang mengacu pada tokoh-tokoh ygditampilkan di dalam film-film itu. Ambilcontoh misalnya berbagai jenis robot,tokoh Kura-kura Ninja, robot atau bonekaHe-Man, GI Joe, Superman, Batman &Robin, Spiderman, Man In Black, PowerPuff Girl, Donald Duck, Mickey Mouse,

nobo

dyco

rp.

Page 36: Media Kerjabudaya edisi 102003

36 sisipanM10/2003

kan khususnya pada hari Sabtu pagi danhampir sepanjang hari Minggu. Tampak-nya, terdapat kesesuaian antara hari-haripenayangan program tersebut dengan polahari kerja wanita karir yang umumnyaidentik dengan waktu luang mereka. Maka,materi yang ditawarkan berkisar pada pe-ngetahuan seputar merawat anak hinggaperawatan kecantikan dan penampilan.Hampir seluruh program ini ditujukanpada perempuan kelas menengah atas.Sangat jarang dibahas masalah menyang-kut kondisi kerja dan kehidupan buruh pe-rempuan, baik di sektor rumah tangga,industri maupun pertanian.

Satu contoh program untuk perempu-an adalah liputan tentang acara PenobatanCosmo Girl 2002 yang ditayangkan stasiunSCTV. Cosmo Girl merupakan kontespemilihan wanita berprestasi, diselenggara-kan oleh sebuah majalah ibukota dengannama serupa. Di acara ini, ditampilkanprofil 10 gadis usia 14 – 19 tahun yang lolosseleksi sebagai finalis kontes tersebut. Lewatnarasi acara tersebut, penonton diajakmembedah prestasi yang dimiliki para kon-testan.

Acara ini terdiri atas penggalanpernyataan para finalis yang dikombinasi-kan dengan pertunjukkan kebolehan me-reka, dan cuplikan demo perawatan wajahmenggunakan produk sponsor utamamelalui sebuah fragmen pendek. Beberapafinalis misalnya, mengungkapkan jati diriberikut orientasi hidup mereka, seperti“…..saya seorang Cosmo Girl karena punyaprinsip serta visi dan misi…” tanpa penjelas-an lebih lanjut apa yang dimaksud denganprinsip dan visi-misinya. Ada juga yangmengatakan: “…saya mengidolakan BudhaGautama karena ia menganggap materibukan segalanya. Yang terpenting bagiBudha adalah keselamatan diri…” Pesertalainnya menyatakan: “….remaja sekarangkurang percaya diri sehingga mudah terlibatnarkoba…”

Ungkapan tersebut sebenarnya tidakmenjelaskan kriteria prestasi yang diper-lombakan. Namun, penonton digiringuntuk menyaksikan sosok fisik para finalisyang semuanya memenuhi kriteria kecan-tikan dominan dalam industri produkperawatan wajah dan tubuh. Semua pesertabertubuh langsing, wajah halus tanpajerawat, hidung mancung, rambut hitamterawat, masakini dalam berpakaian, danmereka semua berasal dari sekolah swastadan negeri favorit. Sebagai penjelasan atasprestasi mereka, ditampilkanlah unjukkebolehan masing-masing kontestan. Ada

yang mempertunjukkan kemampuannyamenembang lirik berbahasa Jawa, berbicarabahasa Inggris dengan fasih selama duamenit, menari, dan bermain piano. Semen-tara itu, sequence fragmen pendekmenyampaikan informasi tentang selukbeluk teknik perawatan wajah agar halusdan putih serta bebas jerawat. Secarakongkrit, fragmen ini mempersuasi penon-ton untuk menggunakan produk darisponsor utama dalam merawat wajah.

Ilustrasi di atas mengkonstruksi defi-nisi wanita berprestasi yaitu, perempuanyang pandai merawat penampilan, dalamarti mampu membeli produk kosmetikternama, sukses dalam kompetisi yangpada intinya berbasis pada keunggulanpenampilan fisik, serta berasal dari kelassosial menengah atas yang memberi me-reka akses kepada pendidikan dan pengem-bangan potensi diri. Singkatnya, wanitayang berprestasi adalah mereka yangcantik, kaya dan berpendidikan. Tiga faktorinilah yang juga dianggap sebagai modalmemupuk rasa percaya diri.

Kontes kecantikan seperti Cosmo Girl2002 sebenarnya juga merupakan jenjangawal untuk perolehan materi yang lebihbanyak. Mereka yang berhasil lolos sebagaifinalis, memiliki peluang lebih besar untukberprofesi sebagai foto model, presenter,bintang iklan, artis, dan posisi-posisimenengah dalam kerja kantoran, di manaindustri siaran televisi merupakan mediayang menyediakan sebagian besar kemung-kinan bagi para perempuan mewujudkanhal tersebut.

Acara semacam Cosmo Girl 2002 inimerepresentasikan praktek subordinasiperempuan dengan cara mengungkungdan menundukkan potensi perempuan se-batas kaidah-kaidah yang ditetapkan olehindustri kosmetik serta industri hiburantermasuk siaran televisi di dalamnya. Pe-rempuan tidak lagi leluasa mendefinisikanapa yang dianggap penting bagi dirinya.Perempuan tidak lagi leluasa melakukankontrol atas tubuhnya sendiri. Bertubuhgemuk adalah sebuah bencana. Berpenam-pilan botak adalah mengerikan sekaligussebuah kemustahilan. Menjadi buruhpabrik atau buruh perkebunan adalahkegagalan hidup, bukannya kekuatanperubahan.

Gagasan yang melanggengkan subordi-nasi perempuan juga tersebar di programlain seperti acara fashion Wanita Gaya,Trend, Gaya, Cantik, Serasi; masak-memasak seperti Sedap Sekejap, SantapanNusantara, Resep Oke Rudy, Rahasia Dapur

Kita; keluarga seperti Jelita, Ibu, Bayi danBalita, Rumah Idaman, Buah Hati.

Program fashion mempunyai nuansasenada dengan program Cosmo Girl 2002dalam hal memelihara nilai-nilai idealkepatutan penampilan yang harus diperha-tikan kaum perempuan. Acara masak-memasak menempatkan perempuan seba-gai penanggungjawab utama urusanpengelolaan dapur dengan standar gizi,cara pengolahan, hingga perlengkapanmemasak milik kelas menengah atas. Se-mentara itu, program yang menampilkanpersoalan seputar anggota keluarga – mulaidari hubungan suami isteri, kesehatan anakhingga kebersihan rumah – dikerangkakansebagai persoalan yang harus diurus olehperempuan.

Program lain seperti sinetron, film dantelenovela membawa gagasan subordinasiperempuan secara lebih alamiah sehinggamampu mengkonstruksi bangunangagasan yang lebih kokoh. Salah satusinetron berjudul Kehormatan, ditayang-kan tiap hari Selasa pukul 20.00 di Indosiar.Seperti banyak sinetron lainnya, sinetronini mengangkat kisah percintaan. Latarbelakang tokoh-tokoh cerita berasal darikeluarga kelas menengah atas (baca:pengusaha sukses). Seluruh alur ceritaberpusat pada citra perempuan yangbergelut dengan persoalan hubungan de-ngan laki-laki.

Hubungan kekuasaan tersebut dibung-kus dengan kisah percintaan di antaratokoh-tokohnya. Tokoh Krisna jatuh cintapada Tiara, gadis cantik adik kelas dikampusnya. Karena itu Cindy, patah hatikepada Krisna. Kelvin turun tangan mem-bantu Cindy, sang adik. Kinanti, adikKrisna, dihamili oleh Kelvin, sebagaiumpan untuk mengikat Krisna agarmengawini Cindy. Lalu Krisna mengawiniCindy, meski terpaksa. Tiara kecewa.

Sinetron lainnya berjudul Gadis Pena-kluk, ditayangkan RCTI tiap Selasa pukul20.00. Sinetron ini berkisah tentangseorang gadis SMU bernama Agnes, anaksebuah keluarga kaya. Ia tinggal bersamaibunya setelah sang ayah memutuskanuntuk kawin lagi dengan alasan inginmempunyai anak laki-laki. Semasa SMP,Agnes bersama gank-nya terlibat narkobahingga pernah diperkosa oleh seorang ka-wan satu gank. Bergulat dengan persoalan-persoalan tersebut, Agnes ditampilkan se-bagai gadis pemberani dan tomboy. Sikapini sebagai bentuk protes atas perilaku sangayah. Ia juga berupaya balas dendam atasperbuatan teman satu gank-nya.

Page 37: Media Kerjabudaya edisi 102003

37SISIPAN | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

Di stasiun lain yaitu SCTV, ditayangkanfilm televisi berjudul Dia TersenyumUntukku, yang meraih Penghargaan Pro-gram Drama Ngetop Pemirsa SCTV 2002.Sinetron lepas ini berkisah tentang Putridan Piyu, sepasang remaja satu sekolah darikelas menengah atas yang saling jatuh cinta.Dalam perjalanannya, mereka menemuikenyataan bahwa orangtua mereka masing-masing pernah terlibat konflik. Ayah Piyuyang sudah almarhum, menjelang puncakkarir semasa hidupnya difitnah oleh ayahPutri yang saat itu merupakan teman satukantor. Akibatnya, ayah Piyu dipecat.Sebelum meninggal, usaha ayah Piyu yangdikelolanya setelah dipecat, bangkrut. Putrimelarikan diri dari rumah setelah menya-dari ayahnya hendak memisahkan dirinyadari Piyu. Sebagai tuntutan ia menyuruhayahnya minta maaf kepada keluarga Piyuatas perbuatan di masa lalu. Orangtua Putrimengalah, dan minta maaf kepada ibuPiyu. Hubungan cinta Putri dan Piyu punberlanjut mulus.

Sinetron yang dibuat khusus menyam-but Lebaran, salah satunya adalah MudikTahun Ini, ditayangkan di SCTV. Sinetronini menceritakan kisah keluarga menengahbawah yang gagal mudik karena si kepalakeluarga, tokoh bernama Ihsan, mengun-durkan diri dari tempatnya bekerja. Dalamposisi sebagai kepala tim negosiasi dikantornya, Ihsan mengalami benturanprinsip dengan bosnya dalam caramemenangkan tender. Digambarkan, kan-tor Ihsan mengalami dampak krisisekonomi yang membuat jumlah proyekyang ditangani semakin menciut. Sang bosmendesak Ihsan untuk melakukan suappada pemberi proyek. Alasannya, jikaproyek tsb tidak bisa diraih, perusahaanakan gulung tikar. Istri Ihsan, mendukungsepenuhnya sikap Ihsan yang memperta-hankan sikap jujur dalam memperolehpenghasilan. Hingga ketika Ihsan mengun-durkan diri dari kantor, sang isteri menun-jukkan ketabahan sebagai ibu rumahtangga. Ketabahan itu bersandar pada keya-kinan bahwa Tuhan sudah mengatursegalanya. Tentu saja, segala rencana mudiklebaran terpaksa dibatalkan, meskipunkedua anak mereka awalnya kecewa berat.

Persoalan citra ideal seorang perempu-an tergambar dalam jalinan cerita masing-masing sinetron. Yang terpenting diantaranya adalah tanggungjawab perempu-an dalam urusan domestik. Setiap alursinetron, menampilkan pembagian kerjasecara seksual antara laki-laki dan pe-rempuan yang terikat hubungan

nobo

dyco

rp.

Page 38: Media Kerjabudaya edisi 102003

38 sisipanM10/2003

suami-isteri. Perempuan, baik bekerjaapalagi tidak bekerja, mengambil porsiterbesar pada urusan domestik. Mulai darimenyelesaikan pekerjaan rumah tanggahingga menampung keluh kesah anggotakeluarga lainnya. Dalam sinetron MudikTahun Ini, sang istri digambarkan sebagaisosok ibu rumah tangga ideal. Meskisehari-hari bergelut dengan urusandomestik, tapi tetap bisa dijadikan kawanbicara tentang urusan pekerjaan suaminya.

Kesempatan menekuni karir profesi-onal bagi perempuan kelas menengah atas,oleh cerita-cerita dalam sinetron tersebut,selalu disertai dengan gagasan bahwa sudahseharusnyalah perempuan tetap bertang-gungjawab pada urusan domestik. Dalamsinetron Dia Tersenyum Untukku, kitamemperoleh gambaran ini lewat tokoh ibuPutri, seorang perempuan pengusaha yangtetap tampil sebagai penanggungjawaburusan domestik. Ibu Putrilah yang mem-perhatikan soal antar jemput anaknya.

Sebaliknya, di seluruh sinetron itu,suami atau laki-laki digambarkan mengua-sai sepenuhnya urusan publik, dan sebagaikepala keluarga. Laki-laki juga digambar-kan sebagai penyelamat akhir bagi perem-puan. Dalam sinetron Kehormatan, citratersebut tampil lewat sosok Krisna yangmenyelamatkan aib keluarga, dan sosokKelvin yang menjadi pahlawan bagi adikperempuannya. Di sinetron Gadis Pena-kluk, sosok ibu Agnes yang sekian lamasudah ditinggal kawin lagi oleh suaminya,tetap meminta ayah Agnes pulang ke ru-mah untuk memutuskan sebuah persoalanyang dihadapi oleh kakak perempuanAgnes.

Seluruh persoalan yang muncul dalamsinetron tersebut dijalin dalam konflikpercintaan, konflik suami isteri, konflikorangtua anak, hingga kesulitan ekonomi.Sinetron itu memberi penekanan padasikap pasrah dan keyakinan pada nasibyang dianggap sebagai kehendak Tuhan.Perempuan digambarkan sebagai penjagautama nilai-nilai tersebut, termasuk terha-dap penindasan yang dialami oleh perem-puan sendiri. Sikap perempuan yangbertolak belakang dengan citra dominanini, digambarkan sebagai perempuan yangberperilaku menyimpang. Contoh palingjelas tergambar dalam sosok Agnes, sangGadis Penakluk. Ibu Agnes digambarkansebagai sosok yang tidak pernah protes ataumarah kepada suaminya, pun ketikasuaminya memutuskan untuk kawin lagiguna mendapatkan keturunan laki-laki.Ibu Agnes pasrah menerima keputusan

suaminya itu, karena menganggap persoal-an bersumber pada dirinya yang takmampu lagi memberikan keturunan.Sebaliknya, protes perempuan digambar-kan sebagai sesuatu yang tidak wajar yakniberperilaku kelaki-lakian: tomboy, berani,dan bicara blak-blakan, seperti ditampil-kan lewat sosok Agnes.

Hampir setiap sinetron menyatakanbahwa kisah yang disajikan hanyalah fiksibelaka. Tapi tak terlalu sulit kiranya bagipenonton untuk melihat bahwa konflikyang diangkat dalam cerita tersebut,disadari atau tidak, banyak bersumber padaberbagai peristiwa konkrit dalam kehidup-an sehari-hari. Seperti, perceraian, peleceh-an seksual, jatuh cinta, hingga pembunuh-an, manipulasi dan korupsi, ketidakadilandalam sistem hukum, penindasan kelasburuh dan sebagainya. Dipandang dari sisilain, persoalan-persoalan konkrit di masya-rakat memang tetap menyelinap dalamjalinan cerita-cerita sinetron. Tak perdulidengan tujuan sang penulis skenario,misalnya, yang secara sadar hendakmenciptakan karya fiksi. Namun sinetronbukan semata-mata cermin dari persoalantersebut. Sinetron bukan pula merupakanrealitas kedua setelah apa yang disebut de-ngan realitas pertama, yakni peristiwa dimasyarakat itu sendiri, berlangsung.Sebaliknya, persinggungan jalinan kisahsinetron dengan peristiwa konkrit kehi-dupan sehari-hari, membuka jalan yanglebih lebar bagi sosialisasi nilai-nilaidominan. Menjadi jelaslah bahwa sinetronbukan bagian dari realitas masyarakat itusendiri. Yakni ketika kita sadari bahwalangsung atau tidak langsung, sinetrontelah ikut membentuk pola pikir masyara-kat.

Berbagai citra ideal tentang sosok pe-rempuan – bertanggung jawab dalamurusan domestik, pengutamaan sifatkeibuan, tawakal dan pasrah pada keadaan,hingga mengakui keunggulan laki-laki se-bagai kodrat – seperti diusung oleh alurcerita sinetron tersebut, merupakanturunan dari nilai-nilai patriarki yang maumengatakan bahwa pada dasarnya dunia iniadalah milik laki-laki.

Pada akhirnya, persoalan hubunganburuh dengan majikan seperti tergambardalam kisah Ihsan pada sinetron MudikTahun Ini, mampu ditenggelamkan olehgagasan untuk tabah berserah diri padanasib, bukannya tabah dalam memperju-angkan hak-hak buruh menghadapi sikappemilik modal yang tengah terancambangkrut. Nilai patriarki menyumbang

banyak bagi upaya melunakkan perla-wanan yang mungkin dilakukan oleh paraburuh (perempuan). Yakni dengan caramengeksploitasi sifat tabah yang kononsudah menjadi bagian dari kodrat perem-puan, menjadi sikap pasrah menerimanasib.

Dua dari empat sinetron di atas adalahsinetron unggulan. Sinetron Kehormatan,hingga saat ditonton sudah mencapai epi-sode 119. Menurut catatan rating NielsenMedia Research 2002, sinetron ini mendu-duki posisi ke 9 dalam 100 program teratasseluruh stasiun televisi. Sepuluh teratas diantaranya adalah program sinetron yangditayangkan Indosiar. Sementara itu,sinetron Dia Tersenyum Untukku, meraihpenghargaan paling ngetop dari penontonSCTV. Hal ini sama artinya denganmenangguk banyak sekali iklan. Sebagaicontoh, selama satu jam penayangansinetron Dia Tersenyum Untukku, munculiklan sebanyak 32 kali. Kalau dihitung rata-rata satu iklan menghasilkan pemasukanRp 8 juta, maka pendapatan untuk sinetronini mencapai Rp 256 juta. Sementarasinetron terpopuler semacam Kehormatanbisa meraup iklan tak kurang 60 spot tiaptayangnya. Demikianlah logika industri hi-buran mengolah kisah keseharian yangtidak berpijak pada masyarakat menjadibarang dagangan yang laku keras dipasaran. Logika dan orientasi bisnis ini pulayang memastikan kokohnya gagasanpatriarki dalam sinetron, dengan cara men-jadikan subordinasi perempuan sebagaisebuah tontonan yang mengasyikkan dandinantikan banyak penonton televisi padaumumnya. Dengan cara demikian pulareproduksi gagasan subordinasi perempu-an terus berlangsung di dalam program-program televisi. m

Referensi:1. Michael Parenti, Make Believe Media: The Politicsof Entertainment, St. Martin’s Press, Inc., New York,1992.2. Raymond Williams, Communications, PelicanBooks, Great Britain, 1971.

Purwantari, Dosen Akademi PeriklananUniversitas Indonesia & Pitono Adhi,penulis lepas.

Page 39: Media Kerjabudaya edisi 102003

39CERITA PENDEK | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

P E R A N G

>>>CERITA PENDEK

KKKKK AAAAA MMMMM I I I I I m e mm e mm e mm e mm e muuuuu ttttt uuuuu sssss kkkkk aaaaa nnnnn bbbbb eeeee rrrrr ttttt e me me me me muuuuu ddddd iiiiisssss eeeee b ub ub ub ub uaaaaa hhhhh ppppp e ne ne ne ne ng ig ig ig ig i n a pn a pn a pn a pn a paaaaa nnnnn ..... KKKKK eeeee rrrrr eeeee ttttt aaaaappppp eeeee nnnnn uuuuu mmmmm ppppp aaaaa nnnnn ggggg yyyyy aaaaa nnnnn ggggg m em em em em emmmmm bbbbb aaaaa wwwww aaaaa kkkkk uuuuu t it it it it i bbbbb aaaaa

ppppp uuuuu kkkkk uuuuu lllll s es es es es e ttttt e ne ne ne ne nggggg aaaaa hhhhh e n e n e n e n e naaaaa mmmmm ppppp aaaaa ggggg iiiii ..... LLLLL aaaaa nnnnn ggggg iiiii ttttt mmmmmaaaaa sssss iiiii hhhhhbbbbb eeeee rrrrr wwwww a ra ra ra ra r nnnnn aaaaa aaaaa bbbbb u -u -u -u -u - aaaaa bbbbb uuuuu ttttt uuuuu aaaaa ..... O rO rO rO rO raaaaa n gn gn gn gn g ----- ooooo rrrrr aaaaa nnnnn ggggg ddddd iiiiisssss ttttt aaaaa s is is is is i uuuuu nnnnn t at at at at a mmmmm ppppp aaaaa kkkkk bbbbb eeeee rrrrr ccccc aaaaa kkkkk aaaaa p -p -p -p -p - ccccc aaaaa kkkkk aaaaa ppppp m m m m me ne ne ne ne nggggg iiiii sssss iiiiik ek ek ek ek ebbbbb o so so so so saaaaa nnnnn aaaaa nnnnn mmmmmeeeee nnnnn uuuuu nnnnn g gg gg gg gg g uuuuu . . . . . TTTTTeeeee ttttt a pa pa pa pa p iiiii ,,,,, jjjjj aaaaa rrrrr aaaaa nnnnn gggggs es es es es ekkkkk a la la la la l iiiii ttttt eeeee rrrrr ppppp aaaaa nnnnn ccccc aaaaa rrrrr sssss e me me me me maaaaa nnnnn ggggg aaaaa ttttt h h h h h i d ui d ui d ui d ui d uppppp d d d d da ra ra ra ra r iiiiittttt uuuuu bbbbb uuuuu h -h -h -h -h - ttttt uuuuu bbbbb uuuuu hhhhh k ek ek ek ek errrrr e me me me me mppppp e ne ne ne ne nggggg yyyyy aaaaa nnnnn ggggg s es es es es ekkkkk aaaaa rrrrr aaaaa tttttd id id id id i hhhhh aaaaa nnnnn t at at at at a mmmmm ttttt uuuuu bbbbb eeeee rrrrr ccccc uuuuu l o sl o sl o sl o sl o s aaaaa d d d d daaaaa nnnnn h o n gh o n gh o n gh o n gh o n geeeee rrrrr uuuuu ddddd iiiii mmmmmiiiii ttttt uuuuu ..... HHHHHaaaaa rrrrr d id id id id i kkkkk aaaaa nnnnn d d d d daaaaa lllll aaaaa mmmmm bbbbb aaaaa hhhhh aaaaa sssss aaaaa JJJJJ eeeee ppppp aaaaa nnnnn ggggg yyyyy aaaaa nnnnn gggggkkkkk aaaaa sssss aaaaa rrrrr ddddd iiiii sssss eeeee r t ar t ar t ar t ar t a iiiii t at at at at a mmmmmppppp aaaaa rrrrr aaaaa nnnnn k ek ek ek ek errrrr aaaaa sssss ddddd iiiii w w w w w a ja ja ja ja j aaaaa hhhhhbbbbb uuuuu kkkkk aaaaa nnnnn ppppp e me me me me maaaaa n dn dn dn dn daaaaa nnnnn ggggg aaaaa nnnnn l ul ul ul ul uaaaaa rrrrr b i b i b i b i b i aaaaa sssss aaaaa p p p p paaaaa ggggg iiiii i n i n i n i n i n iiiii .....K e nK e nK e nK e nK e nyyyyy aaaaa ttttt aaaaa aaaaa nnnnn ttttt aaaaa ddddd iiiii mmmmmaaaaa sssss iiiii hhhhh lllll eeeee bbbbb iiiii hhhhh bbbbb a ia ia ia ia i kkkkk ddddd a ra ra ra ra r iiiiittttt uuuuu sssss uuuuu kkkkk aaaaa nnnnn b ab ab ab ab ayyyyy ooooo n en en en en e ttttt yyyyy aaaaa nnnnn ggggg t t t t t aaaaa kkkkk memememememememememer lr lr lr lr l uuuuu kkkkk aaaaa nnnnnaaaaa lllll aaaaa sssss aaaaa nnnnn uuuuu nnnnn ttttt uuuuu kkkkk mmmmme ne ne ne ne ng h ig h ig h ig h ig h i lllll aaaaa nnnnn ggggg kkkkk aaaaa nnnnn nnnnn yyyyy aaaaa wwwww aaaaa o -o -o -o -o -

rrrrr aaaaa nnnnn ggggg ..... PPPPPe n de n de n de n de n deeeee rrrrr iiiii ttttt aaaaa aaaaa nnnnn p p p p puuuuu nnnnn m m m m m i l ii l ii l ii l ii l i kkkkk mmmmmaaaaa sssss iiiii n g -n g -n g -n g -n g -mmmmmaaaaa sssss iiiii nnnnn ggggg ,,,,, ttttt aaaaa kkkkk ppppp uuuuu nnnnn yyyyy aaaaa kkkkk e se se se se se me me me me mp ap ap ap ap a t at at at at a nnnnn uuuuu nnnnn ttttt uuuuu kkkkkd id id id id i bbbbb aaaaa ggggg iiiii ..... R aR aR aR aR a sssss aaaaa s es es es es e ttttt iiiii aaaaa kkkkk aaaaa wwwww aaaaa nnnnn lllll a ra ra ra ra r iiiii bbbbb eeeee rrrrr sssss eeeee mmmmm bbbbb uuuuu -----nnnnn yyyyy iiiii ddddd iiiii ttttt eeeee rrrrr owowowowowo no no no no nggggg aaaaa nnnnn ----- ggggg eeeee l al al al al appppp h a h a h a h a h a ttttt iiiii mmmmmaaaaa nnnnnuuuuu s is is is is i aaaaa ,,,,,mmmmma ka ka ka ka k iiiii nnnnn ttttt e ne ne ne ne nggggg ggggg eeeee lllll aaaaa mmmmm ddddd iiiii d d d d daaaaa sssss aaaaa rrrrr ttttt eeeee rrrrr owowowowowo no no no no nggggg aaaaa nnnnnsssss aaaaa mmmmmppppp aaaaa iiiii l e nl e nl e nl e nl e nyyyyy aaaaa ppppp ddddd iiiii sssss aaaaa mmmmm b ub ub ub ub uttttt kkkkk e ge ge ge ge geeeee l a pl a pl a pl a pl a paaaaa nnnnn ..... Y Y Y Y Yaaaaa nnnnn gggggttttt eeeee r t ir t ir t ir t ir t i nnnnn ggggg ggggg aaaaa lllll hhhhh aaaaa nnnnn yyyyy aaaaa p p p p paaaaa nnnnn ccccc aaaaa rrrrr aaaaa nnnnn kkkkkeeeee ttttt aaaaa kkkkk uuuuu t at at at at a nnnnn a a a a a ttttt aaaaa uuuuukkkkk eeeee ttttt i a di a di a di a di a daaaaa aaaaa nnnnn hhhhh aaaaa rrrrr a pa pa pa pa paaaaa nnnnn sssss eeeee bbbbb a ga ga ga ga g aaaaa iiiii m m m m m i l ii l ii l ii l ii l i kkkkk ttttt eeeee rrrrr a ka ka ka ka k hhhhh iiiii rrrrrsssss eeeee bbbbb eeeee lllll uuuuu mmmmm mmmmma ua ua ua ua uttttt mmmmme ne ne ne ne nggggg ggggg aaaaa rrrrr aaaaa nnnnn ggggg .....

Tergesa-gesa kucapai pelataran stasiun, lalu bergegas naikandong yang berhenti di mukaku sesuai rencana. Akumempunyai waktu dua setengah jam untuk istirahat. Kamiakan bertemu pukul delapan. Lalu lintas pagi yang lengang,tiupan angin, dan rumah-rumah rakyat yang kebanyakan dicathijau tua membuatku kembali ke masa lalu. Gedung-gedungpeninggalan masa kolonial tampak sunyi. Selama dua tahun iniYogyakarta tak banyak berubah. Tentu saja, ia sudahpindah dari tempat yang lama. Aku dengar dari Gunardi,

P E R A N G

Linda Christanty

Alit

Am

bar

a.

Page 40: Media Kerjabudaya edisi 102003

40 CERITA PENDEK | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

dia kini tinggal di Jalan Solo. Tidakkuketahui alamatnya yang pasti. Duatahun bukan waktu yang pendek. Akudengar dia juga sudah kawin dan istrinyabaru melahirkan bayi perempuan.Manusia memang bisa berubah menjadisiapa saja atau apa saja. Kadang-kadang,kita menjadi seseorang yang menyukaiapa yang dulu kita benci. Aku senang diabanyak berubah. Sebab hal itumenimbulkan kekaguman dalam diriku.

1943. Tahun yang berat dan sulit.Tentara pendudukan di Indonesiadengan jumlahnya yang terbesar dikawasan Asia Pasifik telah menguasaisampai pedalaman Jawa dan Sumatera.Banyak rakyat dipaksa jadi romusha.Menurut Syarif, di Jawa Baratpengiriman orang-orang untuk menjadiromusha dilaksanakan secara besar-besaran. Selain itu, Nippon jugamendidik pemuda-pemuda Bumiputradalam PETA untuk memperkuatpertahanan Nippon di Indonesia.

Akhirnya, andong berhenti di mukapenginapan itu. Aku memesan kamaryang pernah kutempati dua tahun lalu.Sumarti tidak datang menjemputku diruang tamu. Tawa Sumarti yang nyaringseolah diserap kekusaman dinding.

Penghuni-penghuni kamar belumada yang terjaga. Hanya mimpi indahyang membiarkan orang bertahan hidupdalam situasi gawat zaman ini.

Kembali ke kamar tersebut bagaikanmenengok rumah yang telah lamaditerlantarkan. Tirai-tirai jendela masihbelum diganti. Kain seprei sudahmemudar. Meja dan kursi kayu jati tetapmerapat ke dinding sebelah kiri. Kamarini sudah usang, namun bersih. Akusegera mengguyur tubuh dengan airdingin, mengusir ketegangan selamaperjalanan.

Beberapa surat yang harus kuberikankepadanya kuteliti kembali. Sebenarnyamembawa surat merupakan hal yangamat berbahaya, terlebih bila isinyaberkaitan dengan arahan-arahanperjuangan. Penangkapan-penangkapandan tekanan militer yang membabi-butamenyulitkan ruang gerak orang-orangpergerakan. Mental dan fisik rakyatbenar-benar dilumpuhkan. Soekarno—bersama Hatta dan Mas Mansyur—memilih bersikap kooperatif. Syahrir,meskipun anti Jepang, kurang populersebagai pemimpin.

Setengah jam lagi ia datang. Suratkabar Djawa Baroe yang kubawa dari

Jakarta iseng-iseng kubaca. Ada pengu-muman pemenang sayembara menuliscerita pendek. Seni dan sastra mulaimemikul beban sebagai media propa-ganda politik pemerintah. Rakyat seakandiselamatkan dari cengkraman penjajahBelanda, padahal didorong ke jurangpenindasan fasis yang lebih mengerikanuntuk mewujudkan kejayaan Nippon diAsia. Pengarang tak bisa lagimengungkapkan kebenaran berdasarkankenyataan yang dialami sehari-hari.Taruhannya, nyawa. Sebagian kecil darimereka menulis dengan gayasimbolisme, sedangkan mayoritasberkarya sesuai kebijakan pemerintah.Sesungguhnya, ada juga pemaklumankuterhadap mereka yang hidup mengikutiarus kekuasaan dengan alasan taktis.Walaupun antara tindakan taktis dansikap pengecut sulit dibedakan.

Ketukan di pintu terdengar keras.Dia datang terlalu cepat?

“Nyonya … nyonya! Cepat keluar!”Dialek Jawa yang kental terdengargemetar.

“Ada apa?”“Kebakaran!kebakaran!”Aku buru-buru mengemasi barang-

barangku, mendorong pintu, danmelesat keluar kamar. Kobaran apimelahap ruang tamu. Api hendakmenjalar ke arah kamar-kamar. Seorangperempuan berkain sarung menjerit-jeritkalap tengah ditenangkanpasangannya—yang barangkali seorangmata-mata. Pelacur, pikirku spontan.Terbersit dalam benakku untukmenanyakan Sumarti kepada perempuanitu. Sudah lama aku tak menerima beritadari Sumarti. Penghuni-penghuni kamarlari berhamburan, menyelamatkan diri.

“Nyonya disuruh ke jalan di belakangpenginapan ini. Sebentar lagi Nippondatang.” Lelaki tua pelayan penginapanmembawaku berlari lewat lorong sempitdi belakang dapur.

“Saya sampai di sini saja, Nyonya.Nyonya terus saja ikuti lorong ini.”

Lelaki tua itu kemudian tertatih-tatihmeninggalkan aku. Bau setanggimenusuk penciuman. Perutkumendadak perih, tetapi kuseretlangkahku menyudahi panjang lorongini. Rumah-rumah penduduk mulaitampak. Di mulut lorong, seorangperempuan muda berkebaya lusuhmendekatiku.

“Sulastri?” bisiknya.Aku tersenyum. Kami berjalan

bersisian, menyusuri got besar yangmeyebarkan bau busuk bercampur amis.Tikus-tikus berlomba memanjat dindinggot. Selain cholera dan disentri, kututikus-tikus ini membawa basil pes yangturut membunuh rakyat.

“Mas Is sudah cerita banyak soalMbak Lastri.”

“Cerita yang bagaimana?”Kupandangi wajahnya yang lugu,sementara wajahku terasa panas.

“Waktu masa gerilya,” tukasnya,menggamit lenganku.

“Jeng waktu itu di mana?”“Saya ndak di mana-mana. Di

kampung saja,” ujarnya, lirih.“Jeng ini istrinya?” tanyaku. Dia tak

punya adik perempuan.Perempuan ini tersenyum. Aku

menghadapi rasa kehilangan yang aneh,sehingga pembicaraan terputus begitusaja. Udara pagi yang dinginmenyelubungi kebisuan kami yangtengah melewati jalan berliku-liku,kebun-kebun yang tak terurus, danrumah-rumah berdinding anyamanbambu. Kukayuh kakiku lebih cepat.

Kini kusaksikan sendiri sikapnyayang pesimis. Perjalananku kemariuntuk mengetahui kebenaran ini,mencegah perpecahan. Aku jugaterkejut melihat kedua kakinya lumpuhakibat penyiksaan dalam penjara. Diajadi lebih emosional. Gunardi tidakpernah bercerita tentang hal tadi.

“Berapa lama kita menyiapkan rakyatyang sudah compang-campingsemangatnya?” Ia bicara dengan suarapelan, tetapi kata-katanya tajammenusuk.

Jumidah menyibukkan diri di dapur,memarut singkong untuk ditanak.Gesekan singkong dengan kaleng sepertiirama musik yang tak memikirkankeindahan.

“Tugas utama kita adalahmengerahkan massa untuk pelucutansenjata Nippon secara bersamaan diseluruh daerah. Pemberontakan-pemberontakan harus disatukan. Teror-teror itu tak bisa disalahkan, perlu jugasebagai gertakan terhadap Nippon. Tapi,bukan itu yang utama. Kukira, kamumengerti yang kumaksud.” Akumenatapnya sungguh-sungguh.

Dia tak membantah sepatah katapun.

“Sumarti masih dengan chodancoyang dulu? Nakamura?” tanyaku,teringat pada Sumarti.

Page 41: Media Kerjabudaya edisi 102003

41CERITA PENDEK | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

“Dia mati di tangsi. Ada mata-matayang melaporkannya.”

“Pantas aku tidak melihat dia dipenginapan. Marti sudah banyakmembantu kita.”

Terdengar bayi menangis dari kamarsebelah. Tangisan yang serak. Mungkinada lendir yang menyumbattenggorokannya. Makhluk sekecil itusudah harus mengalami penderitaanperang.

“Anakmu menangis,” ujarku, merasaasing terhadap suaraku sendiri.

“Anak istriku.”Suaranya seperti tertahan.“Kami bertetangga di

kampung. Ketika penyerbuan, diadiperkosa. Keluarganya habis,kecuali dia.”

Malam begitu sunyi. Jammalam membuat orang ngeriberkeliaran di jalanan, kecualiyang ingin menyerahkanhidupnya kepada maut. Jangkerikmengerik beramai-ramai di luarrumah. Aku seakan menangkapderap sepatu kempetai mengitariperkampungan. Sulitmemejamkan mata di tengahintaian bahaya. Sayup-sayup ayatsuci dilafalkan, surat Al-Falaq.Iskandar sedang sholat Isya.

Aku berlindung pada Tuhanyang memelihara falaq, darikejahatan yang dijadikanNya, dandari kejahatan malam apabila iagelap ….

Dia seorang ayah dan suamisekarang. Akhirnya, ada jugaperempuan yang membagi hidupdengannya. Waktulah yang menentukanskenario semacam ini. Banyak temankami yang berumah tangga dalamkecamuk perang, tetapi aku tak pernahmempunyai rencana apa pun untuk dirisendiri. Perkawinannya di luardugaanku. Perasaan manusiamerupakan rahasia yang tak dapatdiukur secara moral. Aku seperti orangyang dikalahkan, sasaran dua perangbesar; yang berkobar di dalam diriku danyang melibatkan pasukan serta senjatamusuh.

“Bagaimana keadaan ayahmu? Kalaukau bertemu ayah, aku kirim salam,”katanya, sewaktu aku akanmeninggalkan Yogyakarta sebelum fajar.

“Ayah meninggal sewaktu pesantren-pesantren diserbu. Banyak santri yangmeninggal. Mereka menolak seikeire.”

Linda Christanty, cerpenis dan redakturmajalah PANTAU

“Aku menyesal tidak bisa memenuhiamanat ayahmu untuk menjagaputrinya.” Ia menyalamiku erat-erat,menunjukkan belasungkawa.

Seorang pemuda menjemputku.Kami cepat-cepat meninggalkan rumahitu. Tugasku sudah selesai.

1944. Aku lupa tanggalnya. Sekitarbulan Februari. Supriyadi memimpinpemberontakan PETA di Blitar, karenaNippon tak menepati janji menyerahkankedaulatan, selalu mengulur-ulur waktu.Pada tahun yang sama Iskandar

ditangkap kempetai, lalu ditembak matidi penjara Kalisosok, Surabaya.Mayatnya tak pernah ditemukan.Bahkan, aku kehilangan jejak Jumidahdan anak mereka. Sudah berusahakusuruh orang untuk mencari.Setidaknya, masih tersisa kehidupanyang menghubungkan aku dengan yangmati.

Sekalipun menurut ramalanJayabaya, usia tentara pendudukan yangbermata sipit, berkulit kuning, sertabertubuh kate ini cuma seumur jagung,namun tidak kelihatan tanda-tandaperang akan usai. Aku berhasil lolos darimaut, meski tak pernah luput daripenangkapan dan penyiksaan, yang padapuncaknya membuat rasa sakitterlampaui dan tak mampu menginderaiapa-apa lagi. Teman-teman sukarmenemukan tempatku ditahan. Perem-

puan-perempuan yang bekerja sepertiSumarti yang mengetahuinya. Perangmembuat orang memilih menjadi siapasaja atau apa saja. Tak peduli jadi pelacuratau nyonya. Bagiku, keduanya bisasama-sama terhormat atau sama-samasial. Pengertian tentang kehormatanhanya menimbulkan kegilaan, sebagai-mana wanita Indo yang satu kerangkengdenganku. Ia selalu berteriak, “HeilHitler! Heil Fuhrer!” dan takmengurungkan niat serdadu-serdadu ituuntuk memperkosanya. Siapa yang bisa

disalahkan? Dalam keadaan perang takada istilah salah atau benar, tapi kalahatau menang. Kebenaran atau kesalahantergantung penilaian pihak yangmenang.

Aku mendengar Jerman mulaiterdesak oleh sekutu di Eropa. Italiasudah lama tidak diperhitungkan. Akujuga mendengar desas-desus kekalahanarmada laut Nippon di Coral Sea danMiddle Way dalam pertempuran denganSekutu. Perang belum akan usai. Olehsebab itu, aku meyakinkan diri untukterus hidup. M

10 Oktober 1996

Alit

Am

bar

a.

Page 42: Media Kerjabudaya edisi 102003

42 LOGIKA KULTURA | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

John Roosa

>>>LOGIKA KULTURA

Pejamkan mata anda. Biarkan terpejam selama beberapa menit. Apa yang anda lihat?Hanya kegelapan kah? Atau anda melihat berbagai sosok dan warna?

Manusia memiliki kemampuan membayangkan benda-benda yang tak ada di benakmereka. Kemampuan ini sangat penting bagi penciptaan karya seni: pelukis menghadapikanvas kosong dan membayangkan bentuk dan warna yang akan digambarkan di bidangtersebut. Arsitek berdiri di tengah ruang kosong dan mereka sejumlah struktur untukdibangun. Kamus merumuskan imajinasi sebagai “perbuatan atau kekuatan membentukgambaran mental sesuatu yang tak dikenal indera atau tidak pernah sebelumnya dicerapsecara keseluruhan dalam realitas.” Kata ini jelas berasal dari “image” dan dengan sendirinyaberkaitan dengan daya penglihatan (visual). (Dalam bahasa Yunani, istilah yang digunakanadalah “phantasia”, yang juga berkaitan dengan gagasan tentang cahaya dan penglihatan.)Tetapi, imajinasi lebih dari sekedar gambaran mental. Pemusik mendengar suara di benakmereka dan kemudian mencoba melahirkan bunyi-bunyian itu melalui alat-alat mereka.Penulis mendengar kata-kata dan kemudian menuliskannya di kertas kosong. Imajinasiadalah suatu ranah dimana benda-benda yang berhubungan dengan semua indera bisa di-ciptakan, bahkan benda-benda, seperti sudah dinyatakan definisi di atas, yang belum pernahdicerap indera sebelumnya.

Imajinasi adalah kecakapan mental yang tampaknya merupakan bagian dari kedirianmanusia. Akan sulit “membayangkan” manusia yang tak punya imajinasi. Makhluk serupaitu tidak bisa lagi dikenal sebagai manusia. Imajinasi juga bisa dianggap sebagai sesuatu yangmenjadi ciri khas manusia: saya tidak percaya bahwa hewan memiliki imajinasi. Orang bisaberkata bahwa ada banyak ciri-ciri manusia yang membedakan kita dengan binatangwalaupun dalam kenyataan ada banyak karakter serupa dimiliki manusia dan binatang,terutama pada keluarga mamalia seperti simpanse. Banyak penulis yang menunjuk kemam-puan kita berpikir atau menggunakan bahasa sebagai pertanda pembeda. Menurut saya yangpaling penting adalah bahwa kita memiliki imajinasi yang memungkinkan kita melahirkanide-ide baru. Pada saat yang sama, imajinasi lah yang membuat benak kita berbeda darikomputer. Benak kita bukan sekedar mesin penghitung yang bisa melaksanakan operasilogis. Benak bisa menciptakan sesuatu dari ketiadaan.

Mengingat pentingnya imajinasi bagi bekerjanya pikiran, orang akan berharap bahwafilsuf dari segala jaman pasti sudah berpikir panjang dan tekun, serta menulis berjilid-jilidbuku tentang hal ini. Anehnya, filsafat, dari masa Yunani kuno hingga sekarang, belumsepenuhnya memberi perhatian atau penghormatan cukup terhadap imajinasi. Ilmu filsafatselama ini berkutat dengan kemampuan manusia membangun penalaran, bukan imajinasi.Penilaian ini mungkin terdengar terlalu luas dan umum tetapi saya kira mendekati akurat.Filsafat modern, yaitu sejak masa Rene Descartes (1569-1650) dan selanjutnya, bertekun

Imaj inas i

Page 43: Media Kerjabudaya edisi 102003

43LOGIKA KULTURA | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

dengan upaya menemukan jalan untukmemperoleh pengetahuan yang pasti,mengandung kebenaran, tentang obyek-obyek eksternal. Filsafat menjadi apa yangdisebut Descartes “pencarian kebenaran”.Bagi para filsuf imajinasi dianggap sebagaihambatan bagi penemuan kebenaran, seba-gai sesuatu yang bisa menyebabkan kita salahmenangkap realitas dan menciptakan delusipada diri kita. Imajinasi sementara inidianggap kekanak-kanakan, permainankonyol, berguna bagi kepentingan seni danhiburan, tetapi berbahaya apabila dibiarkanmenjelajahi dunia dewasa, urusan seriuspenalaran tentang realitas.

Satu-satunya filsuf yang pernah menulispanjang lebar tentang imajinasi, atau lebihtepat lagi sudah menjadikan imajinasi seba-gai landasan pokok pemikirannya, adalahCornelius Castoriadis (19??-1997). MeskipunCastoriadis adalah direktur sebuah pergu-ruan tinggi ternama di Paris (Ecole desHautes Etudes en Sciences Sociales) pada1980-90an, ia tidak terkenal, apalagi jika di-bandingkan dengan filsuf selebritis Paris se-perti Foucault dan Derrida. Mungkinpengabaian ini bisa dipahami: Castoriadisadalah pemikir unik, orisinil dan tangguhyang secara militan menentang kecende-rungan pemikiran eksistensialisme, struktur-alisme dan post-strukturalisme di masasesudah perang di Prancis. Esai ini akanmemaparkan analisis tentang imajinasi yangsebagian besar didasarkan pada tulisan-tulisan Castoriadis.

Phantasm dalam karya AristotelesMenurut Castoriadis, “penemuan imaji-

nasi” pertamakali diungkapkan lewat tulisanAristoteles pada abad ke 4 Sebelum Masehi.(Mungkin saja filsuf sebelumnya menulistentang tema ini tetapi tulisan Aristoteles lahyang sempat dilestarikan, sebagian karenajasa para filsuf Islam dari periode Abbasid.)Aristoteles, mengikuti Plato dan banyakfilsuf-filsuf sebelumnya, menyatakan bahwapengetahuan manusia terdiri dari dua hal:yang bisa dicerap (the sensible) dan yang bisadipahami (the intelligible). Kita manusia,melalui kelima indera kita mencerap obyek-obyek di luar diri kita sendiri – inilah the sen-sible. Kita bisa membangun nalar tentangobyek-obyek tersebut dan juga tentangbenda-benda abstrak yang tak pernah kitacerap (seperti bidang luas tak terhingga da-lam ilmu geometri) – inilah yang disebut the

intelligible. Benak kita melakukan dua haldasar: ia mencerap dan ia berpikir. Benakkita menghabiskan sebagian waktunyauntuk memperhatikan indera dan sebagianlagi untuk berpikir tentang konsep-konsepabstrak.

Dengan model benak serupa ini, Aristo-teles menghadapi kesulitan menempatkanimajinasi. Dalam pembahasannya tentangimajinasi di Of the Soul (buku 3, bagian 3), iaawalnya menyajikan imajinasi sebagai citralanjutan (after-image) sebuah obyek yangdicerap. Misalnya, saya melihat mobil yangrusak di jalan. Beberapa saat kemudian, sayamasih menyimpan gambaran tentang mobilitu di benak saya. Inilah yang disebut Aristo-teles (mengikuti Plato) imajinasi: kenanganbergambar tentang sesuatu yang pernahdicerap, atau dalam bahasa Yunani, phan-tasm. Dengan demikian, imajinasi bisadigolongkan sebagai sesuatu yangsepenuhnya merupakan turunan daripersepsi, atau fenomena sekunder setelahpersepsi.

Tetapi Aristoteles, melampaui Plato,mencatat bahwa kegiatan berpikir tergan-tung pada gambaran mental (phantasm) ter-sebut. Ketika kita berpikir tentang benda,kita menggunakan representasi benda terse-but, bukan bendanya sendiri. Jika di dalamrumah saya mulai berpikir tentang sebab danakibat kerusakan mobil yang disebut di atas,saya berpikir dengan gambaran yang ada didalam benak saya. Dalam hal ini, imajinasisama dengan abstraksi. Aristoteles menulisbahwa manusia “tidak pernah berpikir tanpaphantasm.” Phantasm, citra lanjutan, adalahbahan dasar bagi proses berpikir.

Aristoteles mulai menyadari bahwa ima-jinasi tidak sepenuhnya merupakan turunandari persepsi tapi imajinasi tidak bisadiletakkan di bawah kegiatan berpikir pula.Imajinasi merupakan sesuatu yang samasekali berbeda. Ia menyimpulkan bahwa “i-majinasi berbeda baik dengan mencerapmaupun berpikir.” Tapi ia tetap tidak bisamengatakan apa itu imajinasi. Ia menghabis-kan berlembar-lembar untuk menjelaskanapa yang bukan imajinasi. Ia mengerti bahwabenak melakukan pembayangan tetapi iatidak bisa menempatkan fenomena tersebutdalam model benak yang ia ajukan, yaitubenak yang hanya mencerap dan berpikir.Akhirnya, ia membiarkan persoalan itumenggantung begitu saja dan tidak per-

Imajinasi adalah kecakapan mental yang tampaknyamerupakan bagian dari kedirian manusia. Akansangat sulit “membayangkan” manusia yang tak punyaimajinasi. Makhluk serupa itu tidak bisa lagidikenal sebagai manusia.

Alit

Am

bar

a

Page 44: Media Kerjabudaya edisi 102003

44 LOGIKA KULTURA | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

nah mempertimbangkannya lagi dalampembahasannya tentang benak.

Apa yang tidak ditulis Aristoteles adalahdaya kreatif imajinasi. Dalam karya-karyanya, phantasm digambarkan sebagaigaung lemah sensasi awal atau citra yang se-cara otomatis bisa dihadirkan kembali ketikadiperlukan untuk berpikir. Tak pernahdikenal gagasan bahwa manusia dengansengaja menggunakan imajinasinya untukmenciptakan bentuk-bentuk baru.

Imajinasi produktif dan reproduktifAdalah filsuf kebangsaan Skotlandia,

David Hume (1711-76), yang mengenali dayakreatif imajinasi. Ada baiknya dikutip salahsatu bagian karya klasiknya Enquiry Con-cerning Human Understanding:

Pada pandangan awal, tak satu hal puntampak lebih tak terbatas daripada pikiranmanusia, yang bukan saja melampaui keku-atan dan kekuasaan manusia, tetapi juga takbisa dikendalikan dalam batas-batas alamdan realitas. Tindakan membentuk monster,menggabungkan bentuk dan penampilanyang tidak bersesuaian, membebani imaji-nasi sama beratnya dengan mencerap obyek-obyek yang paling akrab dan alamiah. Dansaat tubuh terikat pada satu planet …pikiran bisa dalam sekejap membawa kita kewilayah-wilayah semesta terjauh … Apa yangtak pernah terlihat atau terdengar bisa sajadicerap, tak ada sesuatu pun yang melam-paui kekuatan berpikir.

Setelah melambungkan kekuatan luarbiasa imajinasi, Hume segera merendahkan-nya dan berpendapat bahwa imajinasi ter-nyata tidak terlalu hebat. Ia menuliskanbahwa imajinasi, “sesungguhnya terkung-kung dalam batas-batas yang sangat sempit.”Hume dengan tegas mensubordinasi imaji-nasi, seperti halnya Plato, di bawah persepsi.Kreatifitas imajinasi hanyalah kiat tukangsulap, tak lebih dari sekedar penggabungankembali apa yang sudah pernah dicerap,pengocokan kembali tumpukan kartu yangsama:

Seluruh kekuatan kreatif benak padaakhirnya tak lebih dari kemampuan men-campurkan, mempertukarkan, memperbe-sar, atau mengurangi bahan-bahan yangdisodorkan pada kita oleh indera danpengalaman.

Contoh yang diajukan Hume adalahcitra puitis sebuah gunung emas. Kita telahmelihat emas dan kita telah melihat gunung.Dengan menggabungkan kedua citra terse-but di dalam imajinasi, kita belum mencipta-kan sesuatu yang baru; kita baru mengga-bungkan kembali benda-benda berbedayang sudah kita tangkap melalui persepsi.Jadi, Hume memulangkan kita pada posisiPlato, bahwa imajinasi sepenuhnya berada dibawah persepsi.

Mungkin filsuf yang paling berpengaruhdan sistematik diantara filsuf modern adalah

Immanuel Kant (1724-1804). Karyabesarnya, The Critique of Pure Reason, dalamhal tertentu merupakan kritik terhadapHume. Perhatian Kant di dalam buku iniadalah, seperti yang ia tuliskan, “penyelidik-an kritis terhadap kemampuan penalaran.”Tidak seperti Hume yang memahami segalapengetahuan sebagai turunan dari persepsisensual, Kant menegaskan bahwa benak jugaharus memiliki gagasan asali untuk mema-hami persepsi tersebut. Benak harus memi-liki apa yang ia sebut “pengetahuan a priori”yang berkenaan dengan hal-hal sepertiwaktu dan tempat agar benak bisa mempero-leh pengetahuan dari pengalaman. (Dalambahasa masa kini, kita bisa mengatakanbahwa benak sudah harus memiliki programperangkat lunak supaya bisa mengolah data.)

Kant mendekati imajinasi hampir sepertiyang dilakukan Aristoteles: ia menyadaribahwa imajinasi tidak sepenuhnya merupa-kan turunan dari persepsi. Ia menyadaribahwa imajinasi berada di luar persepsi danpenalaran. Tetapi, seperti Aristoteles, ia tidak

nasi produktif ini sebenarnya sanggup me-nentukan persepsi. Lebih tepat lagi, imajinasiproduktif menciptakan pengetahuan a priori,yang pada gilirannya menentukan bagai-mana kita mencerap obyek. Ia mendefinisi-kan imajinasi produktif sebagai “kemam-puan menentukan sensibilitas a priori.”Contoh yang diberikan Kant adalahmembayangkan garis geometris di benak kitasebelum kita menggambarkannya.

Meskipun Kant tidak mengutip Aristote-les, pemikirannya tentang imajinasi sangatmirip dengan pemikiran Aristoteles bahwaabstraksi merupakan hal yang esensial untukpenalaran. Salah satu contohnya, ia menya-takan bahwa imajinasi melahirkan abstraksidari citra nyata seekor anjing yang kita lihatdi depan kita dan “menggambar sosok bina-tang berkaki empat secara umum.” Gambar-an anjing generik itu kemudian memasukipengetahuan a priori kita sehingga setiap saatkita melihat sebuah obyek benak kita akanmenentukan apakah kita mencerapnya seba-gai anjing atau tidak. Citra mental dariobyek-obyek generik menentukan bagai-mana kita mencerap benda-benda tertentu.

Mengikuti Kant, imajinasi menjadielemen “produktif ” bagi benak untuk mem-peroleh pengetahuan obyektif tentangobyek-obyek eksternal. Dengan begitu imaji-nasi dilihat sebagai sejenis komponen dalammesin besar yang digunakan benak untukmemproduksi pengetahuan. Yang hilang daripandangan ini adalah daya kreatif imajinasiitu sendiri, di luar peran fungsionalnya da-lam proses perolehan pengetahuan. Karenatujuan Kant adalah menetapkan dasar untukpengetahuan obyektif, sisi kreatif imajinasidilihat sebagai bahaya untuk kebenaran; i-majinasi adalah sesuatu yang yang harusditindas dan dikalahkan supaya logika dannalar bisa berfungsi dengan lancar.

Imajinasi sosialCastoriadis mengajukan imajinasi jenis

ketiga: “imajinasi radikal”, yang ia rumuskansebagai “kapasitas untuk menyodorkan apayang bukan, melihat pada sesuatu apa yangtidak ada di dalam sesuatu itu.” Imajinasiradikal “menyodorkan bentuk-bentuk baru”sedemikian rupa sehingga “tak ada penjelas-an asal-usul, fungsional, atau bahkan rasio-nal yang bisa menjabarkannya.” Ia menya-rankan supaya kita bukannya membatasipemahaman kita tentang imajinasi semata-mata pada kegunaannya bagi pengetahuan,tetapi melihatnya secara terpisah, sebagaiaktifitas mental yang otonom.

Lebih jauh lagi, ia menyarankan bahwatitik berangkat filsafat seharusnya pengaku-an terhadap kekuatan kreatif imajinasimanusia:

Para filsuf hampir selalu mulai denganmengatakan: “Aku ingin melihat apa itumengAda, apa itu kenyataan. Sekarang, inimeja. Apa yang ditunjukkan meja ini sebagai

bisa memahami imajinasi sebagai kekuatankreatif.

Kant berpikir ada dua jenis imajinasi.Yang pertama, ia sebut “imajinasi reproduk-tif ”, sesungguhnya dilahirkan dari persepsi(“sepenuhnya tunduk pada hukum-hukumempiris”). Inilah imajinasi yang dirumuskanoleh citra lanjutan: saya melihat sebuahmobil rusak di jalan. Kemudian saya bisa“mereproduksi” citra mobil rusak itu dikepala saya. Imajinasi jenis ini “termasuk da-lam sensibilitas,” yang berarti ia bisa dime-ngerti sebagai kegiatan mental yangmengikuti tindakan mencerap.

Yang kedua disebut “imajinasi produk-tif ”. Di sini imajinasi tidak mereproduksisebuah citra dari benda yang sudah dicerap.Kant melihat jenis imajinasi serupa inimampu melakukan tindakan “spontan” yangtidak ditentukan persepsi. Cukup mence-ngangkan bahwa Kant menganggap imaji-

Page 45: Media Kerjabudaya edisi 102003

45LOGIKA KULTURA | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

karakter sesuatu yang nyata mengAda?” Takada filsuf yang pernah mulai dengan menga-takan: “Aku ingin melihat apa itu mengAda,apa itu kenyataan. Sekarang, ini ingatankutentang mimpiku semalam. Apa yang ditun-jukkan mimpi ini sebagai karakter sesuatuyang nyata mengAda?” Mengapa kita tidakbisa mulai dengan mengajukan mimpi, puisi,simfoni sebagai sebuah paradigma keutuhanmengAda dan dengan melihat dunia fisik se-bagai cara mengAda yang mengandungkelemahan, daripada melihat yang imajiner,sebagai cara mengAda nomor dua ataumengandung kelemahan?

Yang menonjol dari pemikiran Castoria-dis adalah pandangan bahwa imajinasi me-rupakan proses sosial. Tradisi filsafat selalumelihat imajinasi murni sebagai aktifitas in-dividual, sesuatu yang berlangsung di dalamkepala seseorang, sehingga secara tajamdipisahkan dari realitas dan wacana rasionalantar manusia. Castoriadis membalikkankonsepsi ini dengan berpendapat bahwasetiap masyarakat hidup di dalam duniaimajinernya sendiri-sendiri dan mencipta-kan kenyataannya sendiri. “Imajinasi radi-kal” relevan bukan saja bagi individual tetapijuga bagi masyarakat. Ada jenis kegiatanberimajinasi yang “anonim, impersonal, dankolektif.” Argumen Castoriadis dengan baikdiungkapkan melalui pepatah lama, yangsaya tidak tahu dari mana asalnya, yaitu,“Jika anda bermimipi sendiri, itu hanyalahmimpi, jika anda bermimpi bersama, itulahkenyataan.”

Sejak buku Benedict Anderson tentangbangsa, Imagined Communities (1983), men-jadi terkenal, sekarang sering diakui bahwaimajinasi memainkan peranan penting da-lam pembentukan bangsa-bangsa. Bangsamemang soal bermimpi bersama. Danmimpi suatu masyarakat menjadi komunitaswarga negara, yang masing-masing memilikihak dan berbagi solidaritas horisontal, bu-kannya subjek suatu monarki, merupakancontoh jelas ide Castoriadis tentang imajinasisosial. Bangsa tidak ditemukan satu dua o-rang saja. Bangsa muncul dari kekuatan-ke-kuatan kolektif, sosial. Selain itu, bangsa me-rupakan contoh bagaimana imajinasi sosialmenciptakan realitas. Kita menerima kebera-daan bangsa sebagai sesuatu yang nyata,bahkan cukup nyata untuk dipertahankansampai mati. Setiap bangsa dari 190 bangsayang ada di dunia saat ini memiliki institusi,pejabat yang dibayar, kitab hukumnya sen-diri-sendiri – bangsa sangatlah nyata meski-pun entitas itu dibangun sepenuhnya darikesadaran imajiner suatu komunitas.

Sepengetahuan saya Anderson tidak per-nah mengutip Castoriadis dan tampaknyamengembangkan sendiri gagasan tentangbangsa sebagai “komunitas yang dibayang-kan”. Namun, patut dicatat bahwa sebelumkarya Anderson diterbitkan, Castoriadis

telah menerbitkan buku (dalam bahasaPrancis) yang berjudul The Imaginary Insti-tution of Society (1975). Seandainya ia berke-sempatan menanggapi karya Anderson, iamungkin akan menyatakan bahwa setiapmasyarakat sesungguhnya imajiner, bukanbangsa saja. Anderson seakan berpikir bahwamasyarakat yang dibangun dari komunikasitatap muka, bukannya dari komunikasilewat barang cetakan, bisa dikatakan lebih‘nyata’. Tapi Castoriadis benar: setiap masya-rakat dibayangkan, bahkan masyarakat yangdibangun dari hubungan kekerabatan(karena batas-batas kelompok kerabat danhubungan antar kerabat harus secaraarbitrer ditetapkan oleh norma-normakultural yang dipilih secara arbitrer pula).

Castoriadis menyebut entitas sepertibangsa sebagai “Social Imaginary Significa-tions” (SIS). Inilah entitas yang memberikankategori dengan apa kenyataan dicerap, ga-gasan tentang sifat asali dunia dan tempatmanusia di dalamnya. Agama adalah SIS,mungkin salah satu yang terpenting

yang berkaitan dengan sejarah.

Politik ImajinasiPada masa menjelang revolusi Mei 1968

di Paris ada satu slogan terkenal yang seringdituliskan sebagai grafiti di tembok-tembokjalanan: “Seluruh kekuatan bagi imajinasi.”Itulah slogan yang dasar kemunculannya se-bagian besar dipersiapkan lewat tulisan-tulisan Castoriadis. Saat itu tulisan-tulisanCastoriadis diterbitkan di jurnal berbahasaPrancis yang ia pimpin, Socialism or Barbar-ism. Memang, banyak aktifis muda yangmembaca artikel-artikel tersebut. Slogan ter-sebut boleh dikatakan mengungkapkanstrategi politik Castoriadis.

Jika kita mengenal dan menghargai ke-kuatan kreatif imajinasi, masyarakat idealyang kita harapkan adalah masyarakat yangmemberi imajinasi kebebasan untuk terusberubah. Setiap masyarakat dalam mencip-takan realitasnya sendiri-sendiri, melahirkansistem simbol dan makna yang tertutup.Selalu ada kecenderungan untuk memperca-yai bahwa sistem tertentu itu mutlak benar,natural dan tak bisa diubah. Castoriadisberanggapan bahwa tugas filsafat adalahterus menerus berupaya untuk mendobraksistem-sistem yang tertutup ini dan terusmenemukan sistem-sistem yang lebih sesuaidengan keinginan masyarakat. Institusisosial seharusnya mengambil bentuk yangmemungkinkan timbulnya pertanyaan danperubahan terus-menerus.

Masyarakat demokratik serupa inimenuntut individu-individu yang mampuberpikir sebagai individu: “Pandangan ini,tentunya, membutuhkan tampilnya tipebaru makhluk bersejarah di tingkat indi-vidual, yaitu, individu yang otonom, yangbisa bertanya pada dirinya sendiri – dan jugamenyatakan dengan suara keras – “Apakahhukum ini adil?” Tujuan pertama agenda po-litik demokratis adalah menciptakaninstitusi-institusi yang “ketika diinternalisasioleh individu tidak akan membatasi tetapilebih memperluas kapasitas mereka menjadiotonom.” M

Buku-buku Cornelius Castoriadis dalam terjemahanbahasa Inggris:

The Imaginary Institution of Society (Oxford: PolityPress, 1987).

Philosophy, Politics, Autonomy (New York: OxfordUniversity Press, 1991).

World in Fragments: Writings on Politics, Society,Psychoanalysis, and the Imagination (Stanford:Stanford University Press, 1997).

Castoriadis Reader (Oxford: Blackwell, 1997).

Untuk teks-teks tertentu, informasi biografis, dan linkke informasi lainnya:

www.costis.org/x/castoriadis

sepanjang sejarah manusia. Agama mena-warkan makna bagi sebuah dunia yang,kalau kita berani menerimanya, sebenarnyatanpa makna, kacau balau dan sepenuhnyasulit dimengerti. Castoriadis, dalam hal inimengikuti Heiddeger, yang melihat kemanu-siaan ‘terlempar’ ke dunia tanpa memahamibagaimana dunia dimulai, mengapa harusada sesuatu bukannya ketiadaan, kemanakita pergi setelah kita mati, dst. Agama mem-berikan jawaban terhadap pertanyaan-perta-nyaan ini dan dengan begitu membangunstruktur, atau menentukan, persepsi banyakmasyarakat tentang realitas. Tidak sepertiMarx yang melihat agama sebagai “refleksiterbalik dunia nyata,” Castoriadis melihatagama sebagai sesuatu yang menentukan apayang dipercayai masyarakat sebagai dunianyata, tidak lebih terbalik dari pada versi laintentang realitas.

SIS ini harus dipahami sebagai sesuatu

John Roosa, Sejarawan aktif di JaringanKerja Budaya

Page 46: Media Kerjabudaya edisi 102003

46 RESENSI BUKU | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

>>>RESENSI BUKU

“Buku ini”, dikatakan di sana,“menceritakan kisah nasib seperangkatgamelan Jawa yang hanya satu-satunya,

dibikin di kamp tawanan di Irian Baratdahulu”. Gamelan yang disebut sebagaidibikin tahun 1927 ini, gamelan pertama yangpernah datang di Australia dan kini beradadan dilestarikan di School of Music –Conservatorium, Universitas Monash.

Semangat dan isi pesan buku ini menyen-tuh hati saya. Angan-angan saya pun dibawa-nya terbang ke “masa” lalu. Pertama padamasa sejarah kemerdekaan Indonesia tiba dititik balik, yaitu pada awal sejarah “orde baru”,ketika makna Indonesia dalam segala seginyamemasuki ambang masa kehancurannya.Kedua pada masa sejarah pergerakan kemer-dekaan Indonesia tiba di titik puncak, yaitupada awal sejarah kemerdekaan bangsa dannegara Indonesia sedang bermula, dengandukungan segala bangsa yang cinta kemerde-kaan. Saya teringat pada Black Armada RupertLockwood dan sekaligus Indonesia CallingJoris Ivens.

Saya bersyukur, pertama, bahwa tapolDigul adalah tapol pemerintah jajahanHindia Belanda di bawah pimpinan Guber-nur Jenderal, dan bukan tapol pemerintahOrde Baru di bawah pimpinan JenderalSuharto. Andai kata di bawah rezim tersebutakhir itu, niscayalah “Gamelan Digul” tidakpernah mendapat ijin untuk dikapalkanbersama para tapol menuju ke Australia, se-perti berperangkat-perangkat “GamelanBuru” tidak sepotong bilahan saronnya puntersisa! Kedua, bahwa “Gamelan Digul”diturunkan dan berlabuh bersama paratapolnya di pangkuan “Bumi Aborijin” danrakyat Australia yang menggelora berseru-seru dalam “Indonesia Calling” dan gigihmemblokade “Black Armada”!

Buku ini berisi kisah tentang gamelan itusendiri dan Poncopangrawit, si pembikinnya.Kata “pangrawit” merupakan nama jabatan,yang oleh Susuhunan Surakarta diberikan se-

bagai atribut bagi para abdi dalem karawitan.Kedua-duanya kisah yang cenderungdituturkan secara heroik legendaris danmonumental mistis. Poncopangrawit pernahdinyatakan terlibat dalam perjuangan, se-hingga dianggap patut menerima ganjaran“exorbitante rechten” Gubernur Jenderaluntuk di-Digul-kan pada 1927. Walaupun iadi sana sedia berkooperasi, sehingga segeradikejawakan kembali pada 1932 (hal. 42),bagaimanapun Poncopangrawit diakui seba-gai pejuang (hal. 61).

Kamp konsentrasi Digul diciptakan peme-rintah kolonial Hindia Belanda untuk tempatpengasingan para tapol pemberontak“komunis” tahun 1926. Instalasi Rehabilitasi(Inrehab) Pulau Buru diciptakan pemerintahrepublik “Orba” Indonesia untuk tempatpengasingan, di balik jubah selubung eufe-misme “tempat pemanfaatan” (tefaat), paratapol pemberontak “komunis” tahun 1965.Karena itu boleh dibilang “Digul” merupakaninspirasi “Buru”, sebaliknya juga bisadikatakan “Buru” merupakan duplikat dari“Digul”. “Digul” mulai dihuni serombonganbesar tapol pada November 1927. “Buru”mulai dihuni serombongan besar tapol padaAgustus 1969. Pada hemat saya, alasanmemilih dua kamp pengasingan itu terutamakarena lokasinya yang terisolasi dari “lalulintas” percaturan politik.

Digul Tempat Pengasingan, BuruTempat Pemanfaatan

Begitulah nama resmi Pulau Buru sebagaipulau tempat pengasingan tapol. Ia semulabernama resmi “Tefaat” (Tempat Pemanfaat-an) Buru, dan baru sekitar 1974 diubah men-jadi “Inrehab” (Instalasi Rehabilitasi) PulauBuru. Di Tefaat Buru, tenaga dan kemampuantapol diperas habis. Mereka tak lagi diakuidan diperlakukan sebagai “political animal”(zoon politicon) atau makhluk masyarakat,tapi makhluk biologis murni atau “biologicalanimal” yang hanya dibedakan dari binatang

karena kemampuannya berbicara (itupun takada keleluasaan bagi mereka untukmenyatakannya). Di depan penguasa rezimOrba tapol “komunis” itu bukan “orang” tapi“manusia” belaka. “Orang” ialah “zoonpoliticon”, sedangkan “manusia” ialahmakhluk sejenis monyet.

Karena itu, nama-nama pribadi tak berlakulagi bagi mereka, dan sebagai penggantinyadiberikan “nomor foto” dan “nomor baju”berturut-turut. Tapol Buru ialah makhlukbernama “manusia” yang dimanfaatkan dayadan tenaga kerjanya untuk berproduksi. Tapibukan untuk mereka sendiri hasil produksiyang tercipta itu, melainkan sebagai semacampungli untuk andil mereka dalam memba-ngun negara, khususnya di Maluku. Padaprakteknya hasil produksi itu jatuh di tanganpara penguasa militer lokal. Adapun bagitapol, si pencipta nilai, cukup remah-remahnya yang tersisa.

Tak ada kewajiban, apalagi tanggung jawab,di pihak penguasa atas kesejahteraan hiduptapol. Kehidupan sehari-hari tapol di Burudiatur oleh aba-aba bunyi lonceng dan apel.Tanpa kecuali mereka harus bekerja mempro-duksi (apa saja yang punya nilai tukar). TapolDigul, di depan mata rezim kolonial, tetapdipandang sebagai orang-orang yangberpribadi. Hanya, karena pernyataan politikpribadi-pribadi itu ditakuti dan dinyatakanterlarang, maka tanpa proses hukum merekadiasingkan. Sebagai konsekuensitindakannya, pemerintah tak bisa ingkar darikewajiban untuk memberi merekakelangsungan hidup.

Poncopangrawit dibebaskan dari Digul dankembali ke Surakarta tahun 1932, karena iamau bekerjasama dengan Belanda (hal. 42). Iatidak termasuk di antara 502 orang, yang ikutmenyertai “Gamelan Digul” ciptaannya,dilarikan pemerintah Hindia Belanda ke Aus-tralia saat ancaman Jepang di medan perangPasifik semakin tampak tak terbendung.

THE GAMELAN DIGUL AND THE PRISON-CAMP MUSICIAN WHO BUILT IT:AN AUSTRALIAN LINK WITH THE INDONESIAN REVOLUTIONPenulis: Margaret J. KartomiPenerbit: Unversity of Rochester Press, 2002Halaman: 152 hal., 49 ilustrasi

Membayang Digul Mengenang BuruMengenang BuruMengenang BuruMengenang BuruMengenang BuruHersri Setiawan

Page 47: Media Kerjabudaya edisi 102003

47RESENSI BUKU | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

Dari Korve Suka Hibur ke Pang-gung Kesenian

Suka hibur ialah salah satu segi tabiathidup. Suka hibur bisa ditindas tapi tak bisaditumpas. Ia akan mencari kesempatan, dikesempitan yang paling sempit sekalipun,untuk mencari jalan pernyataannya. Darisatu sel, misalnya, terdengar suara seoranguro-uro (menyanyikan tembang); dari bloklain seseorang akan mendalang dari dalamselnya, diiringi “gamelan” mulut oleh kawan-kawannya. Di RTC Salemba Jakarta ternyataA. Rachmad, pelukis dari sanggar “PelukisRakjat” Yogyakarta, pernah membikin sebuahgitar. Gitar ini pada wadah suaranya diberinyalukisan, dan batang penyangga dawainyaberukir. “Gitar Salemba” pasti cuma satu-satunya.

Beda dengan RTC Tangerang. Tapol di sinimendapat tugas mengelola proyek sawah-ladang (masing-masing sekitar 50 dan 20hektar) Kodam Jakarta Raya di Desa Cikokolpeluaran kota. Karena itu syarat-syarat ke-mungkinan bisa mengrajin aneka barang bagitapol RTC Tangerang, mirip seperti tapolNusa Kambangan, jauh lebih besar dibandingdengan sesama tapol di RTC Salemba.

Di Unit XIV Bantalareja Buru terdapat me-reka yang berpotensi menjadi calon-calonpenyangga kegiatan suka-hibur, antara lain:Martin Lapanguli (pemain biola, berpendi-dikan sekolah musik Yogya), Pardede (pemaingitar), Lie Bok Ho (pemenang hadiah hiburanlomba Bintang Radio jenis seriosa 1965), GoGiok Liong (pemain biola dari orkeskroncong RRI studio Jakarta), Basuki Effendy(sutradara film, penyanyi), Rudios Sutanto(kapten kapal “Pelni”, pemain ukulele), TohirYahya (paham tentang aneka kesenian rakyatBetawi), Ahmad Suwali dan Warno Wamin(“pengrawit”), Mohidi (penari Jawa danpemain ketoprak).

Pada setiap Sabtu malam Dan Unitbiasanya turun ke Namlea, mencari hiburanseksual di ibukota kecamatan Buru Utara itu.Pardede diperintahkan membawa temannyayang bisa bermain alat musik, denganmembawa alat musik seadanya dari barak,ditambah kesediaan Tonwal yang akanmeminjamkan instrumen miliknya. Makamengalunlah hingga tengah malam berbagai‘genre’ lagu: pop, dangdut, langgam Jawa dankroncong. Sekitar waktu itu jugalah bandyang lahir dari “korve malam panjang” itudilembagakan dan diberi nama “BantalaNada”. Lahirnya band ini diikuti denganlahirnya kelompok orkes kroncong dan iramapadang pasir “Irama Bantala”, kelompokwayang wong dan ketoprak “Krida Bantala”,dipimpin oleh Mohidi, dan kelompok pentasBetawi, dipimpin oleh Tohir Yahya, dengannama “Lenong Bantala”. Ibarat gayungbersambut, sekitar pada akhir perempattahun pertama Dan Unit memerintahkanpembangunan “gedung kesenian” (baca barak

berpanggung) di kompleks pagar kawat unit.Sesudah “gedung” berdiri, malam hiburanmenjadi acara tetap, setiap satu bulan sekalipada hari akhir minggu.

“Seniman-seniman” dan kaum suka hiburJawa tentu “iri hati”. Apalagi Unit IVSavanajaya memiliki seperangkat gamelan di“gedung kesenian” mereka. Di unit ini tinggaldalang wayang kulit ternama, TristutiRachmadi, seorang penari dan penyunggingwayang Sudarno As, seorang pengrawit danpengendang Jokowaluyo, dan beberapanayaga yang cakap. Pada malam-malamtertentu, atau hari Minggu siang tertentu, bilaada ijin dari Dan Unit, mereka di sanamengadakan pergelaran fragmen wayangkulit, bahkan mengembangkan eksperimenpedalangan berbahasa Indonesia.

Diam-diam Warno Wamin memesan ka-wan yang mendapat tugas korve ke Namleauntuk dioleh-olehi drum bekas. Dengandrum bekas itulah ia mulai membuatgamelan. Ia bekerja bersama tapol Johar,kepala regu kerja pandai besi, dan AhmadSuwali anggota Barak IX yang setiap usaikerja, menjelang apel, “lari” ke kandanganmembantu Warno melaras setiap bilah yangsudah selesai ditempa dan dibentuk.

PenutupEntah kapan Warno dan kawan-kawannya

menyelesaikan tugasnya. Perangkat gamelanBantalareja baru menjadi lengkap, pelog danslendro, pada akhir 1973. Dengan demikiangamelan Bantalareja selesai dibuat, sekurang-kurangnya oleh tiga orang dan dalam waktupaling sedikit dua belas bulan. Di mana seka-rang gamelan Buru itu, juga tidak (belum)seorangpun berpaling ke sana dan mencaritahu. Mengingat kamp Digul baru dibukaNovember 1927, maka saya memustahilkankebenaran data di buku ini, yang menyebut“Gamelan Digul” selesai dibuat pada 1927.

Buku ini juga menulis dengan rasa prihatintentang Poncopangrawit yang “tak berpendi-dikan.” Bagi abdi dalem pada umumnya“dekat pada raja” lebih utama ketimbang“dekat pada gubermen”. Bagi tokoh pangrawitkita ini masih ada “nilai tambah”, yaitu iaberada di tengah-tengah kaum pergerakanterkemuka.

Agaknya berita tentang Poncopangrawityang “tak berpendidikan” sengaja dimaksudsebagai ganjal agar “Gamelan Digul” monu-mental. Ini menjadi lebih tampak ketika bukuini mempersoalkan tanggal meninggalnyaPoncopangrawit. Tercatat dua data di sana.Pertama, potret pusaranya yang mencantum-kan 11 Oktober 1975 (hal.61) yang diragukan,dengan tuduhan terjadi pemalsuan saatpusara itu dipugar. Kedua, inilah yangdiyakini “Gamelan Digul” sebagai kebenaran,ditulis tanggal 10 November 1965. Bertepatanpada Hari Pahlawan ia meninggal, dengantambahan keterangan selagi di penjara!

Membaca berita ini terbentuk dua suasana:

mitos dan misteri sekaligus. Mitos bahwa SangTokoh tutup usia tepat pada Hari Pahlawan,dan misteri penyebab Sang Tokoh tutup usia.Untuk yang pertama saya teringat pada carapenulis babad Jawa, dengan proses kebalikantapi bertujuan pengagungan yang sama. Da-lam hal Poncopangrawit, ia diketahui kapanlahir. Tapi, karena ia telah melahirkan satukarya monumental, orang lalu memproyeksi-kan kapan ia mati sebagai bertepatan denganHari Pahlawan 10 November. Mitos ini lebihdihangatkan lagi dengan pernyataan, bahwaGamelan Digul “emitted spiritual power”(hal. 83).

Adapun misteri itu tersembunyi di balik ki-sah, bahwa Poncopangrawit mati di penjara.Entah karena sakit, siksaan, didor tanpaproses. “Gamelan Digul” cenderung yangakhir — sekali lagi demi mempertinggifondasi kebesarannya. Kebenaran berita ini,karenanya, menjadi tidak cukup meyakinkan.Surakarta merupakan “basis” kekuatan PKIJawa Tengah. Di Jakarta Dewan Revolusihanya bertahan sampai pukul 3 sore 1Oktober 1965, di Semarang enam hari, diYogya sepuluh hari, dan di Solo satu bulan!Pada Hari Pahlawan 1965 Presiden Soekarnomasih “bertaring”. Ia terang-teranganmengecam habis-habisan komunisto fobia.Bahkan ia berani sesumbar, dia akanmendirikan “Monumen Digul” di tengah kotaJakarta.

Pembunuhan terhadap orang-orang“komunis”, pengebonan tokoh-tokoh merekadari penjara untuk didor, baru terjadi sesudahkongres luar biasa HMI di Solo Maret 1966.Ketika dan sesudah di kongres ini A.H.Nasution hadir dan mengucapkan pidatonyayang bersayap api dan darah: “fitnah lebihkejam dari pembunuhan!” Malam itu, 12Maret kalau saya tidak salah, 21 orang sarjanadi penjara Wiragunan Yogya dibon dandibunuh.

November 1965 di Solo masih “terlalu pagi”untuk pengebonan dan pembunuhan terha-dap tapol. Apalagi terhadap tokoh Poncopa-ngrawit yang selama di Digul berkolaborasi,selama di Solo sekembali dari Digul tidakdikenal aktif, dan selama jaman sesudah“pembangunan kembali” partai (1951) nyaristidak dikenal baik dalam Lekra maupun PKI.

Satu hal lagi demi akurasi data. Tertulis da-lam kata pengantar Rahayu Supanggahpemberitaan, bahwa pelukis Joko Pekik per-nah diasingkan ke Buru (hal. xvi). Ini tidakbenar. Para tapol pelukis di Buru, yangterserak di semua unit, sejak 1974“dilokalisasi” di barak khusus dekat MarkasKomando Inrehab, dan Joko tak ada di antaramereka. M

Hersri Setiawan, eks Tahanan Politik PulauBuru, 1971-1978.

Page 48: Media Kerjabudaya edisi 102003

48 TOKOH | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

innie mandela:innie mandela:innie mandela:innie mandela:innie mandela:

>>>TOKOH

WINNIE Mandela, perempuan kulit hitam, yang senantiasatampil menyolok dengan gaun berbunga-bunga, hiasanpenutup kepala dan kacamata hitam lebar, mungkin lebih

banyak dikenal sebagai istri Nelson Mandela. Tetapi bagi masyarakatkulit hitam Afrika Selatan, Winnie lebih dari sekedar istri pimpinanorganisasi perjuangan terbesar ANC (African National Congress). Iajuga pejuang yang menjadi teladan bagi gerakan perlawanan antiapartheid. Keterkenalannya berbanding dengan suaminya, tidakhanya di dalam negeri, ia pun dipuja di kancah internasional.Kegiatan politik dan riwayat hidupnya telah ditulis banyak penulisternama dan dipublikasikan meluas.

Winnie Mandela menggalang gerakan perempuan kulit hitammelawan apartheid melalui organisasi Liga Perempuan ANC (ANCWomen’s League). Sehingga ia menjadi teladan bagi anggota ANCatas loyalitasnya terhadap organisasi tersebut. Tidak hanya itu, semua

Agung Putri

wwwwwn

c.

orang demikian bersimpati atas kesetiaannya pada suaminya.Bertahun-tahun ia menyuarakan perlawanan terhadap penahanansuaminya, di tingkat nasional maupun internasional. Bisa dikatakanNelson Mandela semakin dikenal karena Winnie Mandela. Sementaraitu ia seperti ditakdirkan harus mengasuh dua anak perempuannyasendiri, karena sang suami lebih banyak berkunjung ke perkampung-an-perkampungan kulit hitam mengkoordinasi gerakan bawahtanah. Hal terberat terutama ketika ia harus melepas Nelson Mandelamenjalani penahanan selama 27 tahun di Pulau Buru-nya AfrikaSelatan, Robben Island.

Sumbangannya bagi penghapusan apartheid Afrika Selatan tidakdiragukan lagi. Akan tetapi 10 tahun menjelang ambruknya apart-heid, dan terutama sesudahnya, Winnie Mandela menjadi figur yangkontroversial. Sebagian orang memujanya, “Dialah ibu bangsakami!”, “Winnie Mandela adalah ibu bagi Pan African Congress”. Se-

i n n i e m a n d e l a :i n n i e m a n d e l a :i n n i e m a n d e l a :i n n i e m a n d e l a :i n n i e m a n d e l a :IBU BANGSA KULIT HITAM DI TENGAH PENGHANCURAN APARTHEID

Page 49: Media Kerjabudaya edisi 102003

49TOKOH | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

mentara itu sebagian lain membencinya dan menuntut agar ia segeradiadili dan dihukum. Winnie Mandela menjadi pokok perdebatanmasyarakat Afrika Selatan. Apakah dia pahlawan atau pengkhianat?

Pada 1980an Winnie Mandela terseret ke dalam berbagai kontro-versi kematian, penangkapan para pemuda. Sebelumnya, ia sempatmembuat pernyataan publik yang menggemparkan: bahwa pembe-basan masyarakat kulit hitam hanya bisa dicapai dengan mengguna-kan korek api dan ban mobil. Yang ia maksud adalah metode balasdendam paling terkenal, yaitu mengalungkan ban ke seseorang yangdianggap mengkhianati gerakan, menyiram dengan minyak danmembakarnya.

Dalam tahun-tahun itu juga tak diragukan lagi setiap polisi danagen intelijen pasti memiliki bukti kuat bahwa Winnie sangat terlibatdalam aktivitas gerilyawan bawah tanah, menggalang kekuatanpemuda melawan apartheid, menjadikan rumahnya gudang senjatabagi gerilyawan pembebasan. Namun boleh dikata ia senantiasa lolosdari jerat hukum maupun jebakan intelijen.

Ketika Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (TRC) didirikan diAfrika Selatan pada 1996, kesaksian demi kesaksian dari korban,polisi dan intelijen pun meluncur. Reputasi Winnie Mandela semakingoncang. Ini menyayat hati rakyat yang mencintainya. Apasesungguhnya yang terjadi? “Siapakah Winnie Mandela itu? Pahlawanatau Penjahat?” demikian judul rubrik yang sengaja dibuka oleh Kan-tor berita BBC untuk memuat berbagai komentar orang tentangWinnie Mandela.

Winnie terlahir dengan nama Nomzamo Zaniewe WinnifredMadikizela pada 26 September 1934 di Bizana, Pondoland. Ibunyaseorang guru dan ayahnya bekerja di Departemen Pertanian danKehutanan Pemerintah Transkei (Transkei sekarang tergabung dalamwilayah Eastern Cape, Cape Town). Ia menamatkan pendidikandasarnya di Bizana dan Shawbury, kemudian meneruskannya kesekolah pekerja sosial John Hofmeyr di Johannesburg, Gauteng. Iamenjadi salah satu diantara sedikit orang kulit hitam dan perempuanyang mampu meraih jenjang pendidikan tinggi ketika ia memperolehgelar BA di bidang hubungan internasional di sebuah universitasterpenting, University of Witwatersrand, Johannesburg.

Semangat dan ambisi tinggi sudah tampak sejak ia muda. Iaadalah orang kulit hitam pertama yang menjadi pekerja sosial medisdi Rumah Sakit Baragawanath, Soweto. Di tempat ini terhamparjurang lebar antara kemapanan minoritas kulit putih dankemiskinan luar biasa kulit hitam. Ia menyaksikan buruknya pela-yanan kesehatan bagi pasien kulit hitam. Dalam salah satu risetnya diperkampungan Alexandria ia juga menemukan tingkat kematianbayi 10/1000 kelahiran. Suatu kematian yang tidak perlu. “Kesadaranpolitik saya tumbuh dari sini,” demikian ujarnya dalam salah satuwawancara.

Ia kemudian berkenalan dengan beberapa pemuda ANC, danmulai terlibat dalam kegiatan politik pembebasan nasional. Saat inipula, 1957, ia bertemu dengan Nelson Mandela. Pada 1958 untukpertama kalinya ia ditangkap atas keterlibatannya dalam demonstrasianti peraturan “pass”. Peraturan pass yang dikeluarkan pemerintahpada 1956 menetapkan bahwa semua perempuan non kulit putihharus memiliki pass atau kartu ijin untuk tinggal atau bekerja didaerah tertentu dalam waktu tertentu. Sejak saat itu ia menjadianggota terpenting ANC, menjadi anggota dewan eksekutif nasionalLiga Perempuan ANC, serta pimpinan ANC cabang Orlando. Pada 21Maret 1960 terjadi demonstrasi besar anti peraturan pass yangmemuncak pada pembantaian massal di perkampungan Sharpeville.Setelah itu ANC, PAC (Pan African Congress) dan SACP (South Afri-can Communist Party) secara resmi dilarang. ANC kemudian beralihke gerakan bersenjata dan kaum perempuan direkrut dalam sayapbersenjata ANC, Umkhonto weZiswe, MK (Ujung Tombak Bangsa).Winnie merupakan salah satu orang terpenting dalam gerakan ini.

Winnie semakin dikenal agen rahasia pemerintah apartheid.Ketika suaminya ditangkap pada 1962, ia pun menerima perintah

larangan bergerak dan terbatas di Orlando West, Soweto atas dasarUndang-undang Penindasan Komunis. Ia mendapat hukumanlarangan bergerak lebih sempit lagi pada 1965-1966, sehinggasetidaknya hingga 1975, praktis ia terpenjara di wilayah Soweto, per-kampungan kulit hitam terbesar di Afrika Selatan. Dalam masa ini iasempat ditahan selama 1 tahun karena melanggar larangan itu de-ngan mengunjungi suaminya di penjara Cape Town. Pada 1969 iaditahan berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Anti Terorisme dalamsuatu ruang isolasi selama 17 bulan. Sepanjang 1970-74 ia berulangkali ditangkap karena melanggar larangan bergerak tersebut.

Ketika pada 1975 larangan bergeraknya dicabut, ia kembali aktifsecara terbuka. Ia membantu pendirian Federasi Perempuan KulitHitam. Setelah terjadi demonstrasi besar di Soweto, 1976, ia mem-bantu pendirian Asosiasi Orang Tua Kulit Hitam yang kegiatannyamemberikan pelayanan medis dan hukum bagi para korban tindakanpolisi ketika menghentikan demonstrasi tersebut. Tetapi pada tahunitu juga ia kembali ditahan selama 6 bulan. Ia kemudian diharuskantinggal di perkampungan Phatakahle, Brandfort di negara bagianOrange Free selama 9 tahun dengan terus menghadapi ancamanbunuh, bakar dan intimidasi lainnya. Pada 1985 rumahnya di per-kampungan itu dibom polisi, sehingga ia terpaksa melanggarperaturan dengan kembali ke rumah lamanya di Orlando West.Winnie Mandela tidak pernah lepas dari pengawasan, penangkapan,dan kekerasan aparat polisi.

Tekanan begitu rupa telah menjadikannya sosok yang kuat,penuh percaya diri dan sangat populer di kalangan orang miskin danperempuan. Hantaman sekeras apapun dan dari siapapun tampak-nya tidak meruntuhkan mentalnya. Bahkan ketika hantaman datangdari organisasinya sendiri, ANC, yang didukung organisasi-organisasilain, popularitasnya di kalangan perempuan dan rakyat miskin justrusemakin kental. Pada 1991 ia terpilih menjadi anggota komite ekse-kutif nasional ANC. Dua tahun kemudian ia terpilih sebagai presidenLiga Perempuan ANC dan pada saat yang sama terpilih sebagai wakilpresiden South African National Civic Organization. Pada pemiludemokratis pertama 1994, Winnie berada di urutan 13 kandidat ANCuntuk parlemen. Dengan dukungan massa yang besar, ia berada diurutan ke-5 untuk komite eksekutif ANC. Ia juga ditunjuk menjadiwakil menteri Kesenian, Kebudayaan, Ilmu dan Teknologi, namunPresiden Mandela membatalkan penunjukan dirinya. Pada 1998 iadinominasikan menjadi wakil presiden ANC tetapi tidak terpilih.Pada pemilu kedua, ia berada di urutan ke-9 kandidat ANC untukparlemen. Saat ini ia menjadi anggota majelis rakyat.

Perubahan cukup penting terjadi selama masa pembuangannyadi perkampungan Phatakahle, Brandfort dan sesudahnya. Tidakbanyak diketahui mengenai aktifitasnya selama 9 tahun tersebutselain terus-menerus menerima ancaman dalam pembuangan dandua kali ditangkap karena mencoba masuk ke Johannesburg. Begitupembatasan atas dirinya dicabut pada 1986, ia mendirikan tim sepakbola yang dinamai Mandela United Football Club, MUFC denganmaksud menolong anak-anak muda yang menjadi korban kekerasan.Inisiatif inilah yang membuatnya menjadi sosok kontroversial karenaklub itu tidak pernah menjadi sebuah kelompok yang bonafid, danlebih mirip sebuah gank anak muda pembuat onar, suka berkelahidan melakukan kekerasan. Pada Juni 1988 rumah Winnie di Sowetodibakar sekelompok anak sekolah karena mereka geram terhadapkelakuan anggota klub yang menganiaya dan memperkosa warga se-tempat. Klub ini dianggap orang lebih seperti ‘kumis’ WinnieMandela.

Salah satu peristiwa penting yang menyeret Winnie ke dalamkontroversi panjang adalah ketika terjadi penangkapan danpenganiayaan atas empat orang remaja belia dari rumah MisiMethodis di rumah Winnie pada Januari 1989. Bahkan salah seorangdari mereka, Stompie Moeketse Seipei, 14 tahun, ditemukan sudahterbujur menjadi mayat. Ia membantah terlibat dalam penganiayaanitu dengan alibi bahwa ketika peristiwa tersebut terjadi ia berada

Page 50: Media Kerjabudaya edisi 102003

50 TOKOH | Media Kerja Budaya edisi 10/2003

di Brandfort. Dua orang terdekatnya, Jerry Richardson dan XoliswaFalati mendukung alibinya, sekalipun kedua orang ini dihukumpenjara seumur hidup atas pembunuhan Stompie. Kelak, di hadapanTRC, Jerry Richardson mengakui bahwa semua tindakan itu atasperintah Winnie Mandela.

Keterlibatan MUFC dalam kekerasan berulang kali selaludibantah, atau kalaupun diakui, mereka yang terlibat dinyatakan se-bagai informan atau agen. Dalam kenyataannya tim sepak bola initelah menjadi satu kelompok pemuda yang ditakuti kalangan masya-rakat kulit hitam karena kekuatan dan kemampuannya menghukumdengan membunuh, menangkap, menyiksa dsb. Apalagi ketika mulaiterjadi berbagai pembunuhan terhadap orang-orang yang masihdiragukan kolaborasinya dengan intel pemerintah apartheid. Inimembuat ANC perlu memperingatkan Winnie agar lebih berhati-hati. ANC dan beberapa organisasi pembebasan lain mulai melihatbahwa kelompok ini telah diinfiltrasi polisi. Para pemimpin ANC ter-masuk Nelson Mandela, dari balik jeruji, lalu meminta Winniemembubarkan kelompok ini atau mencabut keanggotannya dariklub itu karena terlalu berbahaya bagi perjuangan. Tetapi Winniebersikeras mempertahankan kelompok itu. Akhirnya pada 16Februari 1989, Front Demokratik Bersatu, UDF dan Kongres SerikatBuruh Afrika Selatan, Cosatu mengeluarkan pernyataan bahwa me-reka tidak ada hubungan dengan Winnie dan menyalahkan Winnieatas keonaran yang ditimbulkan MUFC. ANC berupaya mengatasikerusakan dengan meminta Winnie kembali mengikuti displin dalamgerakan pembebasan nasional.

Masyarakat perkampungan di Soweto pun mulai khawatir danbahkan curiga. Menurut mereka tidak masuk akal aparat intelijentidak mengetahui aktivitas Winnie. Contohnya adalah peristiwa ber-darah di Januari 1987. Salah seorang gerilyawan MK, Oupa Seheri,yang juga anggota MUFC dan berpacaran dengan anak Winnie,Zinzi, terlibat perkelahian yang menewaskan Xola Mokahula di ru-mah Winnie. Polisi berhasil menemukan pistol AK-47 yang diguna-kan untuk membunuh di bawah tempat tidur Zinzi. Anehnya,Winnie sama sekali tidak dimintai keterangan meskipun rumahnyatelah digunakan untuk menyembunyikan senjata semi otomatiskegemaran gerilyawan MK dan mobilnya digunakan untuk mengejarsasaran.

Juga dalam penyelidikan TRC di kemudian hari, Winniemengakui bahwa ia pelaksana MK atas perintah Chris Hani, seorangkepala staf Umkhonto weZiswe. Polisi sudah pasti sadar akan hu-bungan Winnie dengan MK. Mereka menaruh alat penyadap telepondi sekitar jam dinding dan rumahnya ketat diawasi. Bahkan dalamdengar pendapat di komisi tersebut, terungkap pula bahwa sejumlahinforman telah disusupkan ke dalam MUFC. Tapi ia tetap imun dariinterogasi apalagi penangkapan dan penghukuman

Kecurigaan dan kekhawatiran meningkat ketika polisimenggerebek rumah pelatih MUFC Jerry Richardson pada 11 No-vember 1988. Di sini dua gerilyawan Sipho dan Tebogo tewas. Tapisungguh aneh, Richardson hanya ditahan semalam dan dilepaskeesokan harinya padahal ia menyembunyikan gerilyawan. Dalamdengar pendapat di TRC, setelah dicecar pertanyaan tajam,Richardson akhirnya mengakui bahwa ia sudah menjadi informansejak 1988. Sebenarnya ketika ia ditahan semalam di kantor polisi iamengaku bahwa Winnie Mandela lah yang membawa dua gerilyawanitu ke rumahnya dan memintanya merawat kedua orang tersebut.Tetapi Winnie sama sekali tidak disentuh.

Ia kemudian dianggap sebagai pejuang yang sangat gegabah dankurang menjaga keselamatan berbagai operasi ANC menjelangberakhirnya perjuangan bersenjata, atau lebih buruk lagi, ia membu-at dirinya dapat digunakan polisi untuk melancarkan manuvermelawan ANC. Sikap Winnie yang menolak disiplin organisasi danmembuat langkahnya sendiri dianggap sebagai sikap yang mau me-nunjukkan bahwa dirinya berada di atas semua gerakan.

Kesaksian demi kesaksian menunjukkan bahwa semua orang

terdekatnya agen militer. Apakah Winnie naif? Ada beberapa ke-mungkinan, ia bermanfaat bagi polisi untuk mempertahankan ANCsebagai organisasi melawan hukum dan untuk mendiskreditkanorganisasi ini. Atau, kemungkinan yang paling aneh, dia memangbekerja sama dengan salah satu dari mereka. Dalam salah satukesaksiannya Richardson menyatakan Winnie memiliki hubungangelap dengan Paul Erasmus, orang kunci di Unit Stratcom CabangWitwatersrand — satu unit kepolisian yang mengkhususkan padaoperasi pengacau informasi dan perang psiko politik. Richardsonmengatakan ia pernah melihat Erasmus meninggalkan ruang tidurWinnie di pagi hari. Benarkah ini?

Di hadapan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi semua kesaksiantergelar. Orang terpana betapa sang ibu ternyata memiliki masa laluyang gelap. Tetapi kesaksian setajam apapun, senantiasa diakhiri de-ngan ucapan yang sangat terhormat, seperti misalnya yangdisampaikan Azar Chacalia, salah seorang bekas bendahara UDF proANC:

“Saya ingin menyampaikan pada Ibu Mandela bahwa sayamengenalmu bertahun-tahun. Saya sungguh mengagumi danmenghormati anda. Keluarga Cachalia dan Mandela telahmenempuh jalan panjang. Dan ketika duduk di sini, sungguhsaya dalam konflik mendalam. Sebagian dari diri saya inginmendatangimu dan memelukmu dan mengatakan mari lanjut-kan perjalanan, tinggalkan semua ini karena ini adalah mimpiburuk. Tetapi sebagian lain dari diri saya mengatakan bahwa kitabenar tidak bisa melangkah maju kecuali ada pertanggungjawab-an sepantasnya.”Inilah kenyataan pahit perjuangan pembebasan. Periode kekeras-

an dan kegoncangan politik 1980an membuat tidak mudahmemisahkan santa dari pendosa. Winnie hidup dalam dunia yangkeras. Di satu pihak, Winnie mungkin berpandangan sebagaimanapandangan para pimpinan ANC “perang yang kami lakukan adalahperang yang adil. Bagaimana mungkin perjuangan pembebasanapartheid disamakan dengan pelanggaran HAM?” Tetapi anggotaANC lain, Pallo Jordan, yang kemudian menjadi Menteri UrusanLingkungan Hidup dan Turisme, dalam sebuah rapat ANC berdiridan menyatakan “Kamerad, saya belajar sesuatu yang menarik hariini. Bahwa ada penyiksaan oleh rejim dan ada penyiksaan oleh ANC.Penyiksaan oleh rejim adalah buruk sedang penyiksaan oleh ANCadalah baik. Terima kasih anda sudah mencerahkan pikiran saya!” Iakemudian duduk kembali.

Di lain pihak, ia berseberangan dengan organisasinya sendiri. Iamenjadi flamboyan, macho dan feminin secara bersamaan. Ia tidakhanya hendak melawan apartheid, tetapi juga menantangkepemimpinan laki-laki dalam ANC. Titik kritisnya adalah siapayang menentukan arah gerakan, Winnie atau pemimpin ANC.Bagaimana jika arah gerakan ternyata membahayakan satu dan lain-nya?

Apakah gerakan feminis akan membahayakan gerakan lainnyaseperti yang ditakutkan selama ini. Dalam teori, banyak pemikiranfeminis yang mampu merumuskan dengan tepat bagaimana gerakanmereka lebih progresif dari pada gerakan rakyat konvensional lain-nya. Namun berbicara kenyataan, perempuan menghadapi lebih.Azas progresif itu sendiri harus diuji. Dan ujian itu jauh lebih beratdari pada gerakan konvensional pada umumnya. Hal ini membuatfeminisme harus lahir dari got dan kampung-kampung bukan dariuniversitas.

Winnie Mandela telah menguji feminisme, salah atau benar,progresif atau tidak, ia mengujinya dari kampung kumuh danpenjara-penjara kulit hitam yang dijajakinya selama puluhan tahun.M

Agung Putri, anggota redaksi MKB

Page 51: Media Kerjabudaya edisi 102003

Liur EmasPenulis: Hario Kecik(Soehario Padmodi-wirio)Penerbit: YayasanObor Indonesia, Ja-karta 2002

Novel ini berlatarbelakang tiga periodesejarah dari masapenjajahan Belanda,

pendudukan Jepang dan sesudah kemerdeka-an. Dikisahkan tentang desa Karang-Bolongpada saat panen burung walet yang eratkaitannya dengan Nyi Roro Kidul sebagaipenguasa Laut Selatan. Alkisah setelahpenjajahan Belanda berakhir dan digantikanJepang, muncul seorang Danudikromo yanghendak meraih keuntungan untuk dirinyasendiri dengan menjebloskan anak mudabernama Kario dan juga seorang Mantri PolisiNotoprawiro ke penjara sehingga merekamenjadi pekerja paksa romusha. Seorang intelJepang, Mayor Oka diam-diam telahmembantu pelarian kedua pekerja paksa

DepoliticizingDevelopment:The WorldBank andSocial CapitalPenulis: John HarrisPenerbit: LeftWordBooks, New Delhi2002

Social capital atauModal sosial berkaitan erat dengan cita-citakepercayaan masyarakat, dan aktivitasdiseputar masyarakat sipil (berlangsung dalamruang lingkup perkumpulan, diluar negara,rakyat secara bebas berpartisipasi). Modalsosial mempunyai makna yang palingsederhana, yakni hubungan sosial—yang tidakpernah didengar oleh para ilmuwan sosialuntuk jangka waktu yang lama. Dewasa inimodal sosial diproklamasikan oleh BankDunia menjadi “mata rantai yang hilang”dalam pembangunan internasional. Sekarangini modal sosial menjadi pembahasansekonjong-konjong dikalangan intelektualIndia. Buku ini mengkaji asal-usul gagasanmodal sosial, dan pengertiannya yangbermacam-macam dalam karya JamesColeman, Pierre Bourdieu dan RobertPutnam, orang yang bertanggung jawab ataspenerapan kajiannya di Itali dan AmerikaSerikat. John Harris penulis buku inimenegaskan mengapa gagasan modal sosialdapat berjalan dalam cara yang dramatis, dandapat dipergunakan oleh Bank Dunia secarasistematis demi mengaburkan hubungan kelasdan kekuasaan. Modal sosial sekarang menjadimotor penggerak Bank Dunia untukmendengungkan “mesin anti politik” dalamwacana pembangunan internasional. m

>>>BERITA PUSTAKAImperialisme Abad 21Penulis: James Petras dan Henry VeltmeyerAlih Bahasa: Agung PrihantoroPengantar: Revrisond BaswirPenerbit : Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2002

Teori pembangunan neo-liberal tidak menga-takan sesuatu pun kepada kita tentang kemanaarah keuntungan pembangunan mengalir.James Petras dan Henry Veltmeyer denganmenunjukkan data yang cukup luas disertaianalisa yang tajam berpendapat bahwa teorineoliberal sesungguhnya memandangpembangunan dalam definisi “perluasanketidakadilan.” Wujud nyatanya bisa dilihat da-lam kebijakan privatisasi. Privatisasi adalahsalah satu agenda penyesuaian struktural yangsenantiasa direkomendasi IMF dan BankDuniabagi pil penawar krisis ekonomi suatunegara. Senyatanya, privatisasi adalah alatuntuk menguasai sektor-sektor strategis darisuatu negara agar jatuh ke tangan pemilik glo-bal. Keadaan ini akan terus berlanjut, sampainegara hanya menguasai sebagian kecil asetperekonomian dan tidak bernilai strategis.Dan negara yang melakukan langkah ini akandipuja-puji sebagai negara demokratis danmempunyai prospek pertumbuhan ekonomiyang cerah oleh lembaga peringkatkesejahteraan internasional. m

romusha ini dengan memindahkan mereka ketempat yang terpencil, jauh dari barak pararomusha lainnya, agar bisa melarikan dirikalau memang mereka mempunyaikeberaniaan untuk itu. Mayor Jepang ini yakinjika Jepang kalah perang kelak, mereka tetapakan berhubungan bukan sebagai penjajahtetapi sebagai bangsa yang merdeka. HarioKecik memulai penulis novel ini saat ia masihdalam penjara Rumah Tahanan Militer tahun1979, sebagaimana ia ucapkan “Saya inginmenulis perkara kehidupan rakyat yangbelangsung tiga zaman, zaman Belanda, Jepangdan kemerdekaan. m

HUBUNGI:021.809.5474ATAU E-MAIL:[email protected] BERLANGGANANMEDIA KERJA BUDAYA (MKB)AGAR ANDA TAK TERTINGGALPERBINCANGAN TENTANGSEGALA PERSOALAN, GAGASANDAN PENCIPTAAN UNTUKMEMAJUKAN KEHIDUPANINTELEKTUAL DAN KEBUDAYAANDI INDONESIA.

Page 52: Media Kerjabudaya edisi 102003

Kam

pany

e an

ti pe

rang

ini

dip

erse

mba

hkan

ole

h X-

Y be

kerja

sam

a de

ngan

MKB