matopen revisi final

Upload: kartika-kartice

Post on 15-Oct-2015

54 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

UJI KUANTITATIF ANTIBIOTIK PADA DAGING AYAM YANG BEREDAR DI SEMARANG SELATAN

Disusun Oleh : Kartika Herriyati NIM 12.0282

AKADEMIK FARMASI THERESIANASEMARANG 2014

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang.Masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memperhatikan tentang produk peternakan yang dikonsumsi sudah terbebas dari residu kimia (antibiotik, alfatoxin, dioxin) dan mikrobiologi berbahaya seperti salmonella. Peran pemerintah seharusnya lebih dominan dalam melindungi konsumen. Hal ini dapat dilakukan dengan pengontrolan produk-produk peternakan melalui system HACCP (Hazard Analyis and Critical Control Points) sesuai dengan tahapan-tahapan yang telah tersusun secara sistematis dan disepakati bersama agar masyarakat aman mengkonsumsi produk-produk peternakanPangan asal ternak sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino yang dibutuhkan manusia sehingga akan lebih mudah dicerna dan lebih efisien pemanfaatannya. Namun demikian, pangan asal ternak tidak aman dapat membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu keamanan pangan asal ternak merupakan persyaratan mutlak (Winarno, 1996). Pemenuhan kebutuhan pokok hidup manusia salah satunya dengan makanan dan melalui makanan pula peningkatan kualitas sumber daya manusia dicapai. Makanan yang sehat dan bergizilah yang dibutuhkan Indonesia untuk meningkatkan kualitas negara Indonesia. Namun hal dasar ini sering kali dilupakan oleh masyarakat kita karena hal ekonomi. Faktor penghasilan yang menjadi salah satu penghambat masayarakat untuk mengkonsumsi produk-produk pangan yang sehat dan bergizi.Salah satu penyumbang makanan yang sehat dan bergizi adalah sektor peternakan seperti produk telur, daging, susu, keju, dan produk-produk peternakan lainnya. Produk peternakan merupakan makanan yang mengandung protein tinggi serta asam-asam amino yang hanya ditemukan dalam produk hewani yang sangat penting dalam tubuh manusia. Namun, apakah produk peternakan yang kita konsumsi sudah sehat dan aman bagi tubuh kita?Residu ini dapat ditemukan di daging, telur, susu, dan produk peternakan lainnya. Residu yang terkandung dalam produk peternakan bisa berupa antibiotik murni atau hasil pemecahan antibiotik itu sendiri. Misalnya amoxilin dimasukkan dalam tubuh ayam, residunya bisa berupa zat aktif amoxilin atau bisa juga produk lain hasil pecahan amoxilin, residu ini akan terakumlasi di dalam daging atau telur jika kita tidak memperhatikan waktu henti. Jika dalam waktu henti ini ayam, telur, susu di jual maka produk itu akan mengandung residu, yang jika dikonsumsi manusia secara terus-menerus akan membahayakan bagi kesehatan manusia, ungkap drh. Dwi Priyowidodo, MP.Dampak residu ada tiga macam yaitu dampak toxisitas, mikrobiologi, imonotologi. Residu bisa menjadi toxik atau racun bagi organ-organ yang biasa digunakan untuk mengeliminasi antibiotik, ginjal, hati, dan organ-organ peredaran darah. Dampak mikrobiologi bagi tubuh terjadi apabila kita mengkonsumsi produk peternakan secara terus-menerus sehingga residu terakumulasi di dalam tubuh yang bisa menyebabakan resistensi bakteri tertentu dalam jangka waktu yang panjang, misalnya penisilin yang terakumlasi sehingga tubuh sudah resisten terhadap obat penisilin. Selain itu menyebabkan reaksi hypersensitivitas atau alergi (gatal-gatal), ungkap drh. Dwi Priyowidodo, MP.Daging dikategorikan sebagai pangan yang mudah busuk (perishable food) dan pangan yang berpotensi membawa bahaya (potentially hazardous food) (Lukman et al. 2009). Daging dapat mengandung bahaya biologis, kimiawi, dan fisik. Salah satu bahaya kimiawi yang dapat dijumpai pada daging adalah residu antibiotik. Ditinjau dari aspek kesehatan masyarakat, residu antibiotik dalam pangan asal hewan dapat mengancam kesehatan masyarakat. Ancaman kesehatan masyarakat akibat residu antibiotik dalam pangan asal hewan antara lain resistensimbakteri, gangguan kesehatan konsumen seperti alergi atau keracunan. Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.cHampir semua pabrik pembuat makanan ternak menambahkan obat hewan berupa antibiotika ke dalam pakan ternak sehingga sebagian besar pakan ternak komersial yang beredar di Indonesia mengandung antibiotika (Bahri,2000) Pemakaian antibiotika terutama peternakan ayam pedaging maupun petelur cenderung berlebihan tanpa memperhatikan aturan pemakaian antibiotika yang benar. Hal ini dilakukan untuk membuat hewan tetap produktif meskipun mereka hidup dalam kondisi berdesakan dan tidak higienis. Umumnya pemberian antibiotika yang diberikan pada ayam secara massal dibandingkan secara individual (Doyle, 2006).Pemakaian antibiotika yang terus menerus dan tidak memperhatikan waktu henti pemberian antibiotika (with drawal time) dalam bidang peternakan akan menyebabkan terdapatnya residu antibiotika dalam produk hewani, yang mana hal ini dapat menyebabkan reaksi hipersensitifitas, resistensi dan kemungkinan keracunan (Yuningsih, 2005).Antibiotika tetrasiklin memang cukup luas digunakan di peternakan karena antibiotika ini memiliki spektrum luas yang mampu membunuh kuman gram positif dan gram negatif serta mampu membunuh kuman patogen yang tidak efektif dengan antibiotika lain sehingga sering menjadi pilihan dalam pengobatan penyakit di samping harganya juga lebih terjangkau (Hamide et al, 2000). Selain itu antibiotika golongan penisilin adalah antibiotika yang sering ditambahkan dalam pakan dan efektif dalam menstimulasi laju pertumbuhan pada ternak muda (Maynard dan Loosli, 1969)Masalah residu antibiotik pada pangan asal hewan berkaitan dengan praktik yang kurang baik dalam penggunaan antibiotik di peternakan. Antibiotik saat ini banyak digunakan untuk pengobatan (terapi) dan pemacu pertumbuhan (growth promotor). Penggunaan antibiotik yang tidak memperhatikan masa henti obat (withdrawal time), akan menimbulkan residu antibiotik pada produk hewan (Donkor et al. 2011).Pengolahan makanan sebelum dikonsumsi dapat dilakukan dengan cara merebus, menggoreng, memanggang, memanaskan dengan tekanan (pressurized cooking), dan memanaskan menggunakan gelombang mikro (microwaving) (Rose,1999) Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti ingin mengetahui sejauh mana residu antibiotika amoksisilin, ampisilin, dan tetrasiklin dalam daging ayam yang beredar di pasaran tradisional wilayah Semarang Selatan. Dengan melakukan uji kualitatif dan uji kuantitatif kadar dari antibiotika tersebut dengan menggunakan metode kromatografi cair (KCKT). Selanjutnya dilakukan perlakukan pengolahan daging ayam yang mengandung residu antibiotika dengan cara merebus, menggoreng dan memanggang untuk melihat pengaruh suhu terhadap konsentrasi residu antibiotika. 1.2 Perumusan MasalahBerdasarkan uraian ringkas yang dipaparkan dalam latar belakang, maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut :a. Apakah didalam daging ayam yang beredar di pasar tradisional wilayah Semarang Selatan mengandung residu Antibiotika Tetrasiklin?b. Apakah kadar residu antibiotika Tetrasiklin yang terdapat didalam daging ayam memenuhi nilai ambang batas yang ditetapkan oleh pemerintah ?1.3 Tujuan Penelitian.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar residu antibiotika Tetrasiklin pada daging ayam yang dijual dipasar tradisional wilayah Semarang Selatan.1.4 Manfaat Penelitian. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang cirri ciri daging ayam yang mengandung residu antibiotika. Menambah wawasan dengan mengetahui dampak yang diakibatkan dari penggunaan antibiotika untuk pangan ternak. Meningkatkan kewaspadaan dalam mengonsumsi daging ayam yang mengandung residu Antibiotika.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 AntibiotikaAntibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh berbagai jasad renik bakteri, jamur dan aktinomises, yang dapat berkhasiat menghentikan pertumbuhan atau membunuh jasad renik lainnya (Subronto dan Tjahajati, 2001). Antibiotika yang diperoleh secara alami dari mikroorganisme disebut antibiotika alami, antibiotika yang disintesis di laboratorium disebut antibiotika sintetis. Antibiotika yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan dimodifikasi dilaboratorium dengan menambahkan senyawa kimia disebut antibiotika semisintetis (Subronto dan Tjahajati, 2011).Penggolongan Antibiotika berdasarkan spectrum aktivitasnya :1. Antibiotika dengan spectrum luas, efektif baik terhadap Gram Positif maupun Gram negatif, contoh : turunan tetrasiklin, turunan amfenicol, turunan aminoglikosida, turunan makrolida, turunan rifampisin, beberapa Turunan penisiilin, seperti ampisilin amoxicillin, bakampicilin, karbenisipillin, hetasillin, , pivampisillin, sulbenisillin, dan tikarsillin, dan sebagian besar turunan sefalosporin.2. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadapa bakteri gram positif, contohnya : basitrasin, eritromisin, sebagian besar turunan penicillin, seperti benzilpenisilin, penicillin G prokain, penicillin V, fenitisillin K, metisilin Na, nafsillin Na, oksasilin Na, kloksasillin Na, dikloksasilin Na dan flosasilin Na, turunan linkosamida, asam fusidat dan beberapa turunan sefalosporin.3. Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap mycrobacteriae (antituberkoluse) , contohnya : rifampisin, streptomycine, kanamisine, sikloserin, viomisin dan kapreomisin.4. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap gram negatif, contohnya : kolistin, polimiksin B sulfat dan sulfomisin.5. Antibiotika yang aktif terhadap jamur (anti jamur), contohnya : griseofulvin dan antibiotika polien, seperti nistatin, amfoterisin B dan kandistatin.6. Antibiotika yang aktif terhadap neoplasma (antikanker), contohnya : antinomisin, bleomisin, daunorubisin, doksorubisin, mitomisin, dan mitramisin. ( Siswandono, 2008 )2.1. TetrasiklinRumus Strultur

Tetrasiklin memiliki rumus molekul C22H24N2O8.HCl dengan berat molekul 480,6. Tetrasiklin merupakan serbuk hablur, kuning, tidak berbau, agak higroskopis. Stabil di udara tetapi pada pemaparan terhadap cahaya matahari yang kuat dalam udara lembab menjadi gelap. Larut dalam air, dalam alkali hidroksida dan dalam larutan karbonat, sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter. Tetrasiklin mudah membentuk garam dengan ion Na+ dan Cl- sehingga kelarutannya menjadi lebih baik ( Depkes RI, 1995)Tetrasiklin merupakan kelompok antibiotika yang dihasilkan oleh jamur Streptomyces aureofasiens atau S. rimosus. Tetrasiklin bersifat bakteriostatik dengan daya jangkauan (spektrum) luas, dengan jalan menghambat sintesis protein dengan cara mengikat sub unit 30 S dari pada ribosom sel bakteri. Pada unggas tetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi CRD (Chronic Respiratory Diseasis), erisipclas dan sinusitis (Subronto dan Tjahjati, 2001). Hubungan Satruktur dan Aktivitas Tetrasiklin :1. Gugus farmakor dengan aktivitas biologis penuh adalah senyawa semisintetik sansiklin mengandung struktur yang dibutuhkan untuk pembentukan kelat dan dipandang mempunyai peran penting pada pengangkutan turunantetrasiklin ke dalam sel bakteri dan penghambatan biosintetis protein di dalam sel.2. Pengaturan linier dari empat cincin adalah prasyarat untuk dapat menimbulkan aktivitas biologi. Konfigurasi pusat kiral pada C-4, C-4a, dan C-12a sangat penting untuk aktivitas, sedang konfigurasi pada C-5a dan C-6 kemungkinan dapat berubah ubah. Sistem fenol diketon pada cincin BCD adalah planar dan penting untuk aktivitas, sedang cincin AB dapat mengalami perubahan bentuk konformasi semua turunan tetrasiklin pada Ph fisiologi mempunyai konformasi sama. Gugus dimetilamino berada dibawah system BCD yang planar dan kemungkinan membentuk ikatan hydrogen dengan gugus OH pada C-12a. penambahan atau pengurangan jumlah cincin dan pembukaan cincin menyebabkan senyawa kehilangan aktivitas.3. Adanya dua system electron yang berada ( gugus kromofor fenoldiketon dan trikarbonilmetan ) cukup penting untuk aktivitas antibakteri. Perluasan atau pengurangan gugus kromofor menyebabkan penurunan atau hilangnya aktivitas, subtituen yang dapat meningkatkan kemampuan donor electron dari gugus fenoldiketon akan meningkatkan aktivitas.4. Adanya gugus 4-dimetilamino penting untuk pembentukan ion Zwitter, untuk distribusi optimum dalam tubuh dan untuk aktivitas in Vivo. Hilangnya gugus tersebut menyebabkan senyawa kehilangan aktivitas. Guhus ini harus berada dalam bentuk konfigurasi seperti tetrasiklin alami. Bentuk konfigurasi (4-epitetrasiklin) aktivitasnya lebih rendah disbanding bentuk tetrasiklin alami.5. Pada gugus 2-karbonamid, hanya gugus karbonil yang penting untuk aktivitas. Satu atom H pada gugus amida dapat diganti dengan gugus lain tanpa kehilangan aktivitas.6. Daerah hidrofob dari C-5 sampai C-9 dapat diubah dengan cara yang bervariasi, asal tidak mempengaruhi bentuk konformasi esensialnya. Modifikasi pada C-6 dan C-7 menghasilkan turunan yang mempunyai stabilitas kimia yang lebih besar, memperbaiki sifat farmakokinetik dan meningkatkan aktivitas bakteri. Seperti pada kasus turunan 6-deoksitetrasiklin, yaitu doksisiklin dan minoksiklin, hilangnya gugus 6-hidroksi menyebabkan senyawa tidak mengalami reaksi degradasi menjadi 5,6-anhidrotetrasiklin. Doksisiklin dan minoksiklin mempunyai lipoprotein lebih tingi disbanding tetrasiklin alami. Bila diberikan secara oral keduanya diabsorbsi hamper sempurna oleh saluran cerna dan absorpsi tersebut sedikit dipengaruhi oleh adanya makanan. Keduanya mempunyai waktu paro lebih panjang dan dosis yang lebih kecil disbanding tetrasiklin. Minoksiklin adalah satu satunya turunan tetrasiklin yang dapat mencapai kadar tinggi dalam system syaraf pusat, sedang doksisiklin merupakan satu satunya turunan tetrasiklin yang dapat secara aman digunakan untuk penderita infeksi gagal ginjal, selain karena mempunyai waktu paruh panjang dan efek samping yang rendah. (Siswandono,2008)Mekanisme Kerja :Turunan tetrasiklin adalah senyawa bakteriostatik. Karena mempunyai sifat pembentuk kelat, diduga aktivitasnya disebabkan oleh kemapuan untuk menghilangkan ion ion logam logam yang penting bagi kehidupan bakteri, seperti ion Mg. Kemungkinan lain, pembentuk kelat tersebut memudahkan pengangkutan tetrasiklin menuju ke sisi kerjanya. Meskipun demikian, fenomena diatas bukan merupakan dasar mekanisme kerja tetrasiklin.Tempat kerja turunan tetrasiklin adalah pada ribosom bakteri, turunan ini mencapai sasaran menjadi dua proses, yaitu :1. Difusi pasif melalui pori hidrofil pada membrane terluar sel. Doksisiklin dan minoksiklin mempunyai kelarutan dalam lemak tinggi, sehingga secara perlahan langsung dapat melalaui lemak membrane.2. System pengangkutan aktif yang tergantung energy. Pompa dari semua turunan tetrasiklin adalah melalui membrane sitoplasma terdalam, kemungkinan dengan bantuan pembawa protein periplasma.2.2 Penggunaan Antibiotika dalam Perternakan Pemberian antibiotika pada hewan dalam peternakan skala besar umumnya diberikan melalui air minum dan dapat diikuti dengan pemberian antibiotika melalui pakan (Martaleni, 2007). Umumnya pemberian antibiotika yang diberikan pada ayam lebih banyak diberikan secara massal dibandingkan pemberian secara individual (Doyle, 2006). Hal ini dilakukan untuk membuat hewan tetap produktif meskipun mereka hidup dalam kondisi berdesakan dan tidak higienis (Bahri dkk, 2000) Pada usaha peternakan modern, imbuhan pakan (food suplement) sudah umum digunakan oleh peternak. Suplement ini dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi pakan dengan mengurangi mikroorganisme pengganggu (patogen) atau meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan yang ada di dalam saluran pencernaan (Rahayu, 2009).Apabila peternak yang menggunakan pakan tersebut tidak memperhatikan aturan pemakaiannya, diduga kuat produk ternak mengandung residu antibiotika yang dapat mengganggu kesehatan manusia, antara lain berupa resistensi terhadap antibiotika tertentu, reaksi alergi dan kemungkinan keracunan (Yuningsih., dkk, 2005).Beberapa negara mengizinkan pemberian berbagai jenis antibiotika, termasuk golongan tetrasiklin, neomisin, basitrasin, dan preparat sulfa untuk diberikan secara berkala pada peternakan ayam tetapi golongan ini tidak diizinkan diberikan melalui pakan ternak di Indonesia (Martaleni, 2007).2.3 Residu Antibiotika. Residu obat adalah sisa dari atau metabolitnya dalam jaringan atau organ hewan/ ternak setelah pemakaian obat hewan (Rahayu, 2009)Pemberian antibiotika sebagai pakan ternak yang diberikan dalam waktu yang cukup lama dengan tidak memperhatikan aturan pemberiannya akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh ternak sehingga menyebabkan terdapatnya residu pada jaringan tubuh ternak ( Oramahi,2004)Residu Antibiotika yang terakumulasi memiliki konsentrasi yang berbeda beda antara jaringan dari tubuh ternak satu dengan yang lainnya ( Bahri dkk, 2005)2.4 Batas Toleransi Residu Antibiotik.Keamanan pangan asal ternak berkaitan erat dengan pengawasan pemakaian antibiotika dan obat hewan yang tergolong obat keras perlu memperhatikan waktu henti sehingga diharapkan residu tidak ditemukan lagi atau berada di bawah Batas Maksimum Residu (BMR). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI No. 01-6366-2000), batas maksimum residu antibiotika dalam makanan yang masih boleh dikonsumsi untuk antibiotika amoksisilin, ampisilin, adalah 0,01 g/g dan batas maksimum residu antibiotika tetrasiklin adalah 0,1 ug/g.2.5 Penentuan Residu Antibiotik Dalam Sample MakananMetode penentuan multi-residu yang semakin penting, untuk control residu dalam produk makanan. Metode ini menguntungkan dibandingkan dengan metode residu untuk senyawa tunggal karena metode ini lebih mudah dilakukan dan lebih murah dalam hal penggunaan pereaksi.Metode analisa untuk melakukan uji kualitatif terhadap residu dalam sampel makanan memiliki kriteria seperti metode memberikan hasil yang akurat, memiliki sensitifitas yang baik ,reprodusibel, biaya pengerjaannya murah, kemampuan untuk mendeteksi analit yang akan dianalisis (Shankar et al, 2010)Prosedur penyiapan sampel sangat menentukan dalam analisa secara kromatografi (Rohman, 2009). Penyiapan sampel dari bahan yang memiliki matriks yang komplek seperti daging, ginjal atau hati sangat diperlukan supaya hasil uji kualitatif memiliki sensitifitas yang baik (Shankar, 2010). Ekstraksi pada sampel bertujuan mengurangi atau menghilangkan adanya partikulat dari matriks sampel sehingga akan mengganggu proses analisa terutama menggunakan analisa secara kromatografi (Rohman, 2009)Penyiapan sampel dari daging biasanya dimulai dengan tahap pemotongan, menghaluskan sampel, menghomogenisasi, dan ekstraksi dengan larutan organik (Shankar, 2010).2.6 Teori KromatografiKromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Mecheal Tsweet pasa tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat. Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Rohman, 2007).Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun komponen anorganik. Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa teknik kromatografi. Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan (Anonim (b), 2009).Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda (Anonim (b), 2009).

2.6.1 Kromatografi Cair Kinerja TinggiKromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitive dan beragam sehingga mampu menganalisis berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995). KCKT merupakan metode yang sering digunakan untuk menganalisis senyawa obat. KCKT dapat digunakan untuk pemeriksaan kemurnian bahan obat, pengawasan proses sintesis dan pengawasan mutu (quality control) (Ahuja and Dong, 2005). Proses pemisahan Kromatrografi Cair Kinerja Tinggi :Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada aliran fase gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan perbedaan interaksi analit dengan permukaan fase diam sehingga terjadi perbedaan waktu perpindahan setiap komponen dalam campuran (Kazakevich and Lobrutto, 2007)Menurut Meyer (2004) seperti yang ditunjukkan proses pemisahan yang terjadi di dalam kolom dapat dilihat pada gambar 1 yaitu contohnya, campuran dua komponen dimasukkan ke dalam sistem kromatografi (partikel dan ). Di mana komponen cenderung menetap di fase diam dan komponen lebih cenderung di dalam fase gerak.Masuknya eluen (fase gerak) yang baru ke dalam kolom akan menimbulkan kesetimbangan baru, molekul sampel dalam fase gerak diadsorpsi sebagian oleh permukaan fase diam berdasarkan pada koefisien distribusinya, sedangkan molekul yang sebelumnya diadsorpsi akan muncul kembali di fase gerak. Setelah proses ini terjadi berulang kali, kedua komponen akan terpisah. Komponen yang lebih suka dengan fase gerak akan berpindah lebih cepat daripada komponen yang cenderung menetap di fase diam, sehingga komponen akan muncul terlebih dahulu dalam kromatogram, kemudian diikuti oleh komponen (Meyer, 2004).HIPOTESISBerdasarkan Rumusan masalah diatas, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut :a. daging ayam yang beredar dipasar tradisional wilayah Semarang Selatan mengandung residu Antibiotika Tetrasiklin.

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan PenelitianPenelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental dengan jenis eksperimen dan menggunakan metode analisis deksipsi yang menyajikan data kuantitaif secara deskripsi, maka data yang diperoleh merupakan analisis ada atau tidaknya kandungan residu Antibiotika Tetrasiklin pada daging ayam di pasar Tradisional wilayah Semarang Selatan.Penelitian ini mengambil sample dari beberapa pasar tradisional diwilayah Semarang Selatan yang dilakukan replikasi sebanyak 3 kali, sample diambil dari Pasar Randusari Semarang Jalan Kyai Saleh Semarang.3.2 Variable Penelitian.a. Variable bebasVariable bebas dalam penelitian ini adalah ada tidaknya residu antibiotika pada daging ayam yang beredal di pasar Tradisional.b. Variable TerikatVariable terikat dalam penelitian ini adalah dengan adanya hasil nilai analit dari KCKT yang dihasilkan sesuai pengamatan apakah hasil residu antibiotika sesuai dengan BMR menurut SNI.c. Variable terkendali.Variable terkendali dari penelitian ini adalah metode, alat , dan bahan yang dikendalikan untuk menganalisis kandungan residu Antibiotika pada daging ayam.3.3 Definisi Operasionala. Sample yang digunakan adalah daging ayam yang beredar di pasar tradisonal wilayah Semarang Selatanb. Hasil positif adalah hasil yang ditunjukkan dari adanya kadar analit yang tertera dari hasil KCKT tidak sesuai dengan nilai ambang batas residu atau BMR menurut SNI.3.4 Alat dan Bahana. Alat Homogeniser, tabung reaksi, microtube, neraca elektrik sentrifus dengan pendingin, inkubator, erlenmeyer, pH meter, labu ukur, botol duran 1000 mL, kertas timbang, magnetic stirer, autoklaf, penangas air, plate, pipet ukur,beaker glass, caliper, waterbath, paper disc (diameter 8 mm), pipet tip, catridge silica C-183 mL atau SPE ODS dan HPLC DAD b. BahanSample yang dianalisa adalah sample paha, sample hati dan sample telur ayam yang diambil dari beberapa pasar tradisional wilayah Semarang Selatan standar Ampicillin, standart Amoxicillin, standar Tetrasiklin larutan dapar fosfat pH 7,0 dan biakan kuman Bacillus cereus ATCC 11778, asam sitrat monohidrat, asam oksalat dihidrat 0,01 M, asetonitril, metanol, dinatrium hidrogen fosfat dihidrat , dapar Mc Ilvaine, EDTA dan air suling.3.5 Tata Cara Penelitian3.5.1 Observarsi Pasar Tradisional

3.5.2 Uji kuantitatifSample daging ayam yang dijual dipasar tradisional wilayah Semarang Selatan dengan pengujian menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ( KCKT ) a. Metode UJI Residu KualitatifSampel paha, hati dan telur dihomogenisasi menggunakan homogeniser. Kertas cakram dilembabkan dengan cara disisipkan pada homogenat, selanjutnya kertas cakram diletakkan di atas media agar yang telah dicampur dengan biakan bakteri uji. Media diinkubasi pada suhu 37 oC selama 16 18 jam. Sampel dinyatakan positif mengandung residu antibiotik, bila zona hambat yang terbentuk lebih besar atau sama dengan 1 cm (dengan paper disc) yang diukur dengan caliper. Jika sampel dinyatakan positif, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan secara kuantitatif untuk menghitung kandungan residu menggunakan HPLC.

b. Metoode Uji Kuantitatif ( HPLC)Sampel yang dinyatakan positif secara kualitatif ditimbang sebanyak 5 g, ditambah dengan 30 mL dapar MC-Ilvaine EDTA dimasukkan ke dalam tabung sentrifus 50 mL dan dihomogenkan kemudian disentrifus pada 4000 rpm selama 15 menit. Supernatan dipisahkan,tahapan ini diulangi sebanyak 2 kali, masing-masing dengan 20 mL dan 10 mL larutan dapar MC-Ilvaine EDTA terhadap sedimen. Supernatan disatukan dan dialirkan ke dalam catridge SepPak C-18 yang sebelumnya telah diaktifkan terlebih dahulu dengan 20 mL metanol dan 20 mL air suling. Kemudian catridge SepPak C-18 dicuci dengan 20 mL air suling, selanjutnya dielusi dengan 10 mL larutan asam oksalat 0,01 M dalam metanol. Sebanyak 50L larutan ini disuntikkan ke dalam HPLC menggunakan kolom C-18 dengan detector UV-350 nm, laju alir 1 mL/menit dan fase gerak berupa campuran metanol, asetonitril dan asam oksalat dihidrat 0,01 M (1:1:8).3.6 AnalisisAnalisis Hasil yang digunakan adalah metode uji analisis deskriptif yaitu dengan mengetahui hasil analisa ada atau tidak adanya kandungan residu Antibiotika Tetrasiklin pada sample yang disajikan dalam bentuk table melalui uji organoleptis dan uji dengan reagen kimia.

3.7 Jadwal PenelitianKeterangan2014

JanFebMarAprMeiJuniJuli

Persiapan

Studi Pustaka

Pembuatan Poposal

Pelaksanaan Izin

Pelaksanaan

Pengambilan Data

Pengolahan Data

Pembentukan Laporan

Pelaksanaan Ujian

Akfar TheresianaPage 21