final report revisi

Upload: miradyani-dewi

Post on 12-Jul-2015

1.489 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I LATAR BELAKANG Hani Sriwinda Zikra 12100108027

1.1 Pendahuluan Pelayanan kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat (Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 Bab I pasal 1 ayat 2). Pelayanan Kesehatan merupakan upaya yang diselenggarakan oleh suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, memulihkan kesehatan, perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat.1 Pelayanan kesehatan dasar di puskesmas sangat ditentukan oleh ketersediaan tenaga kesehatan meliputi jenis tenaga dan ratio setiap jenis tenaga terhadap penduduk. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di suatu wilayah. Puskesmas melakukan kegiatankegiatan termasuk upaya kesehatan masyarakat sebagai bentuk usaha kesehatan masyarakat.2,3 Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:

28/Menkes/SK/II/Tahun 2004 tentang kebijakan dasar puskesmas, upaya keperawatan kesehatan masyarakat merupakan upaya kesehatan penunjang yang

2

kegiatannya terintegrasi dalam upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan.4 Upaya Kesehatan Wajib (Basic Six)2: 1. Upaya promosi kesehatan. 2. Upaya kesehatan lingkungan. 3. Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana. 4. Upaya perbaikan gizi masyrakat. 5. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. 6. Upaya pengobatan.

1.2 Analisis Pelayanan Kesehatan Analisis merupakan awal dari penerapan manajemen pelayanan kesehatan. Analisis faktor pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan pendekatan sistem yaitu dengan memperhatikan komponen input/proses/output. Analisis lebih ditekankan pada komponen input dan output karena aspek proses sangat banyak dan berbeda-beda antar program.5 Analisis input menggunakan indikator berupa rasio. Analisis output dibedakan antara pencapaian program dengan output program. Pencapaian program lebih bersifat statis yaitu hanya menggambarkan keadaan sampai suatu saat tertentu. Sedangkan output program lebih bersifat dinamis, yang menggambarkan berapa banyak output yang diproduksi per satuan waktu.3

3

1.2.1 Analisis Input 1.2.1.1 Pembiayaan Kesehatan (Money) Biaya kesehatan Puskesmas Purwakarta dibiayai dari APBN, APBD I, APBD II. Dari APBN berupa dana Pembangunan Fisik, Alat Kesehatan (ALKES), dana oprasional (JAMKESMAS), tetapi puskesmas ini tidak mendapatkan APBN. Sedangkan dana yang berasal dari APBD II lebih banyak ke operasional dan jumlahnya tergantung kemampuan Pemerintah Kabupaten. Selain itu juga ada sebagian kecil yang berasal dari Dana Pengembalian Retribusi Puskesmas dari pemerintah daerah. Pendapatan dan penggunaan dana tersebut telah mencukupi dalam pelaksanaan semua program kerja Puskesmas Puskesmas Purwakarta. 1.2.1.2 Sumber Daya Manusia (Men) Sumber daya manusia di Puskesmas Purwakarta terdiri dari tenaga teknis dan tenaga administrasi. Tenaga teknis terdiri dokter, perawat, bidan, analis farmasi, dan analis laboratorium. Sedangkan tenaga administrasi terdiri dari pekarya kesehatan dan tenaga lainnya yang telah dilatih administrasi. Sumber daya manusia yang terdapat di Puskesmas Purwakarta masih kurang dilihat dari aspek jumlah tenaga medis seperti dokter umum, dokter gigi, bidan, perawat, tenaga farmasi dan non-medis karena masih yang ada melaksanakan pekerjaan rangkap. Sedangkan untuk keseluruhan jumlah tenaga medis di wilayah kerja Puskesmas Purwakarta tidak dapat dianalisis karena tidak tersedianya data. 1.2.1.3 Sarana dan Prasarana Puskesmas Purwakarta (Machine)

4

Sarana dan prasarana kesehatan sangat dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Sarana dan prasarana kesehatan yang memadai pada suatu wilayah selayaknya dapat membantu terwujudnya masyarakat sehat. Sarana dan prasarana pada Puskesmas Purwakarta sudah baik. Begitu juga dengan jenis sarana kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Purwakarta telah cukup banyak sehingga dapat dijadikan tempat rujukan dan membantu terwujudnya masyarakat sehat.

1.2.1.4 Obat dan Bahan Habis Pakai (Material) Obat merupakan elemen penting dalam pelayanan kesehatan sehingga pengelolaan obat perlu ditingkatkan agar dapat memenuhi kebutuhan program pelayanan kesehatan dasar.

Tabel 1.1 Penerimaan dan Pemakaian 10 Obat yang Paling Banyak Digunakan pada Puskesmas Purwakarta tahun 2008.

5

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Nama Obat Parasetamol tablet 500 mg Amoksisilin kaplet 500 mg Amoksisilin kapsul 250 mg Antasida DOEN tablet kombinasi: MgOH 200 mg+AlOH 200 mg Klorfeniramin maleat (CTM) tablet 4 mg Tiamin HCI/mononitrat (Vit.B1) tablet 50 mg Vitamin B komplek tablet Glisenril Guayakolat tablet 100 mg Kalsium laktat (kalk) tablet 500 mg Antalgin (metamprion) tablet 500 mg

Permintaan 146.000 124.500 106.200 104.000 96.000 90.000 90.000 55.000 34.000 32.000

Penerimaan 146.000 124.500 106.200 104.000 96.000 90.000 90.000 55.000 34.000 32.000

Pemakaian 146.000 124.500 106.200 104.000 96.000 90.000 90.000 55.000 34.000 32.000

Sisa -

Sumber: laporan Penerimaan dan pemakaian obat Pusk. Purwakarta tahu

Secara umum dari 10 obat yang paling banyak dipakai berdasarkan tabel di atas, 100% sesuai antara permintaan, penerimaan dan pemakaian obat. Jika terdapat sisa obat, sisa obat tersebut akan digunakan untuk periode selanjutnya tanpa mengurangi jumlah permintaan obat setiap bulannya.

1.2.1.5 Metode/Prosedur Kerja Puskesmas Purwakarta (Method) Tidak terdapat prosedur tetap (protap) dalam pelaksanaan setiap program kerja di Puskesmas Purwakarta.

1.2.2 Analisis Proses Analisis proses tidak dapat dilakukan karena aspek proses sangat banyak dan berbeda-beda antar program. 1.2.3 Output

6

1.2.3.1 Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Purwakarta Apabila disesuaikan dengan standar dari Departemen Kesehatan bahwa satu puskesmas melayani 30.000 orang, maka Puskesmas Purwakarta memiliki cakupan masyarakat yang berlebih yaitu 81.076 orang. Pelayanan kesehatan di puskesmas ini meliputi pelayanan kepada pengunjung umum, Askes, Gakin, dan lain-lain.

1.2.3.2 Cakupan Program Kesehatan Wajib Analisis cakupan program kesehatan meliputi hasil pencapaian program yang dibandingkan dengan target. Analisis cakupan program kesehatan perlu dilakukan guna menelusuri kemungkinan adanya permasalahan kesehatan atau permasalahan pelayanan kesehatan. Cakupan upaya kesehatan wajib yang telah dilakukan di Puskesmas Purwakarta yang tidak mencapai target dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 1.2 Hasil Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas Purwakarta Yang Tidak Mencapai target

7

No 1.

Upaya Kesehatan Cakupan deteksi dini tumbuh kembang balita dan prasekolah Cakupan pemeriksaan SD/MI oleh tenaga kesehatan atau oleh tenaga terlatih Cakupan ibu hamil resiko tinggi yang dirujuk Cakupan pertolongan persalinan oleh bidan/tenaga kesehatan Cakupan pemberian 90 tablet Fe pada ibu hamil

Kesenjangan -63,1%.

2.

-36%%.

3. 4.

-16.47%. -2,7%

5.

-2.3%

1.3 Identifikasi Masalah Identifikasi masalah kesehatan dimulai dengan melihat adanya

kesenjangan antara pencapaian dengan target atau tujuan yang ditetapkan. Melalui identifikasi masalah kesehatan dapat ditentukan prioritas masalah kesehatan sehingga memudahkan dalam perencanaan dan pemecahan masalah kesehatan selanjutnya.4 Tujuan dilakukannya identifikasi masalah adalah : Untuk melihat lebih jelas hasil analisis data. Untuk mengetahui masalah-masalah kesehatan yang ada. Untuk mengetahui masalah-masalah pelayanan kesehatan yang ada. Menjadi dasar untuk menentukan prioritas masalah.

8

Gambar 1.1 Proses Pendekatan Pemecahan Masalah

Berdasarkan hasil analisis

pelayanan

kesehatan

pada Puskesmas

Purwakarta didapatkan beberapa masalah sebagai berikut: A. Cakupan deteksi dini tumbuh kembang balita dan prasekolah masih sangat jauh daripada target yang ditentukan (-63,1%). B. Masih kurangnya cakupan pemeriksaan SD/MI oleh tenaga kesehatan atau oleh tenaga terlatih (-36%). C. Masih rendahnya persentase ibu hamil resiko tinggi yang dirujuk ke tingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi (-16,47%).

Evalua

9

D. Cakupan pertolongan persalinan oleh bidan/tenaga kesehatan tidak mencapai target (-2,7%). E. Pemberian 90 tablet Fe pada ibu hamil belum mencapai target (-2,3%)

1.4 Prioritas Masalah Hasil penyajian data akan menampilkan berbagai masalah. Masalah yang perlu diselesaikan adalah masalah pokok saja. Dalam keadaan ini, diperlukan penetapan prioritas masalah. Cara yang dianjurkan adalah memakai kriteria yang dituangkan dalam bentuk matriks. Dikenal dengan nama teknik kriteria matrik (criteria matrix technique). Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dilakukan, maka dilakukan penetapan prioritas kriteria masalah dengan menggunakan teknik kriteria matriks.

No. 1. 2. 3. 4. 5.

Daftar Masalah A B C D E

P 4 4 3 2 1

Tabel 1.3 Penetapan Prioritas Masalah Berdasarkan Teknik Kriteria Matriks Total Pentingnya Masalah (I) T R IxTxR S RI DU SB PB PC 2 1 2 1 1 1 3 1 48 2 1 3 2 2 1 3 1 288 4 1 4 2 2 3 2 2 2304 5 1 3 3 3 3 2 2 3240 4 1 2 2 1 1 3 3 144

Peringkat 5 3 2 1 4

Keterangan : A : Cakupan deteksi dini tumbuh kembang balita dan prasekolah B : Cakupan pemeriksaan SD/MI oleh tenaga kesehatan atau oleh tenaga terlatih C : Cakupan ibu hamil resiko tinggi yang dirujuk D : Cakupan pertolongan persalinan oleh bidan/tenaga kesehatan E : Cakupan pemberian 90 tablet Fe pada ibu hamil

10

Setelah dilakukan penentuan prioritas masalah dengan metode kriteria matriks, didapat nilai prioritas terbesar adalah D, sehingga masalah yang akan dicari jalan keluarnya adalah masalah pertolongan persalinan oleh bidan/tenaga kesehatan tidak mencapai target.

1.5 Alternatif Penanggulangan Masalah Alternatif dari masalah pertolongan persalinan oleh tenaga selain tenaga kesehatan (paraji) tertera sebagai berikut:

No 1.

2.

Tabel 1.4 Alternatif Jalan Keluar Penyebab Alternatif Kepercayaan masyarakat terhadap Penyuluhan kepada pasangan usia paraji untuk menolong persalinan subur dan ibu hamil untuk melakukan masih ada pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (A). Terdapat daerah yang tidak Penempatan tenaga kesehatan ke terjangkau sarana pelayanan daerah yang belum terjangkau sarana kesehatan kesehatan (B). Keluarga miskin sebanyak 22% Pembentukan dana sosial mandiri oleh masyarakat untuk membantu masyarakat tidak mampu dalam pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (C). Penyuluhan kepada para paraji yang melakukan praktik tanpa didampingi bidan secara personal (D). Melakukan evaluasi untuk mencari penyebab masalah, agar program tersebut mengalami peningkatan (E).

3.

4.

5.

Terdapat 8 orang paraji terlatih yang masih melakukan pertolongan persalinan tanpa didampingi bidan Program pembinaan paraji belum berjalan dengan baik

11

1.6 Prioritas Jalan Keluar Penentuan prioritas jalan keluar yang dilakukan adalah menggunakan teknik kriteria matriks, yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.5 Penetapan Prioritas Jalan Keluar Berdasarkan Teknik Kriteria Matriks No . 1. 2. 3. 4. 5. Daftar alternatif jalan keluar A B C D E M 4 4 3 4 3 Jumlah MxIxV C 8 5 6 10 6

Efektfitas I 2 2 3 4 5 V 2 2 2 2 2

Efisiensi C 2 3 3 3 5

Setelah dilakukan penentuan prioritas jalan keluar dengan metode kriteria matriks, didapat nilai prioritas terbesar adalah D, sehingga prioritas jalan keluarnya adalah penyuluhan kepada para paraji yang melakukan praktik tanpa didampingi bidan secara personal. Namun atas permintaan Puskesmas, yang akan kami lakukan adalah penyuluhan tentang imunisasi dengan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) dengan alasan penyuluhan terhadap paraji telah tercakup dalam program pelatihan paraji yang dilakukan setiap 3 bulan sekali dan cakupan imunisasi 3 bulan terakhir mengalami penurunan di RW 09 Kelurahan Sindangkasih (tidak mencapai garis target selama 3 bulan berturut-turut, data terlampir), kurangnya jumlah kader pada RW tersebut, serta untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran ibu mengenai imunisasi dan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI). DAFTAR PUSTAKA

12

1. R.Darmanto Djojodibroto. Kesehatan Kerja di Perusahaan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 1999. 2. Trihono. Arrimes Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat. Jakarta: CV. Sagung Seto. 2005. 3. Septino Tien, Hasanbasri Mubasysyir. Evaluasi Proses Pelaksanaan Perawatan Kesehatan Masyarakat Di Puskesmas Kabupaten Lima Puluh Kota. http://lrc-kmpk.ugm.ac.id. KMPK Universitas Gajah Mada. Jogjakarta. 2007. (Diakses pada tanggal 19 Oktober 2009; 00.32 WIB). 4. Dinas Kesehatan UPTD Puskesmas Purwakarta. Profil Puskesmas Purwakarta tahun 2008. 5. Muninjaya AA Gde. Manajemen kesehatan Ed.2. Jakarta: EGC, 2004

BAB II

13

PERENCANAAN PENANGGULANGAN MASALAH Ricca Fauziyah 12100108041

Perencanaan adalah suatu kegiatan atau proses penganalisaan dan pemahaman sistem, peyusunan konsep dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan demi masa depan yang baik. Fungsi perencanaan adalah fungsi terpenting dalam manajemen karena fungsi ini akan menentukan fungsi-fungsi manajemen lainnya. Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan masalah-masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.1,2 Terdapat lima langkah yang perlu dilakukan pada proses penyusunan sebuah perencanaan, yaitu: 1. Analisis situasi 2. Mengidentifikasi masalah dan prioritasnya 3. Menentukan tujuan program 4. Mengkaji hambatan dan kelemahan program 5. Menyusun rencana kerja operasional2 Masalah kesehatan masyarakat ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu perilaku dan non perilaku (misalnya fisik, sosial, ekonomi). Oleh sebab itu,

14

penanggulangannya juga ditujukan kepada dua faktor tersebut. Upaya intervensi terhadap faktor perilaku adalah dengan peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap. Untuk peningkatan pengetahuan kesehatan masyarakat, maka dapat dilakukan melalui pendidikan kesehatan, salah satu metodenya adalah penyuluhan kesehatan.3 Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu dengan harapan agar memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut pada akhirnya nanti diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya atau dengan kata lain, adanya pendidikan kesehatan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran ke arah yang lebih baik.3 Setelah didapatkan prioritas masalah dan prioritas penanggulangan masalah yang dituangkan dalam sebuah program penyuluhan imunisasi pada bab sebelumnya, maka pada bab ini akan dibahas mengenai tujuan program, sasaran program, dan materi dalam program.

2.1 Tujuan 2.1.1 Tujuan Umum Tujuan umum penyuluhan imunisasi adalah meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terutama para ibu tentang pentingnya imunisasi sehingga dapat meningkatkan cakupan imunisasi RW 09 Kelurahan Sindangkasih pada program kerja Puskesmas Purwakarta.

15

2.1.2 Tujuan Khusus Setelah mengikuti penyuluhan imunisasi, para ibu diharapkan: 1. Mengetahui pengertian imunisasi 2. Mengetahui manfaat imunisasi 3. Mengetahui jenis-jenis imunisasi terutama 5 imunisasi dasar lengkap dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah oleh imunisasi 4. Mengetahui jadwal imunisasi 5. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi imunisasi 6. Mengetahui pengertian kejadian ikutan paska imunisasi (KIPI) 7. Mengetahui tanda dan gejala KIPI 8. Mengetahui kelompok risiko imunisasi

2.2 Sasaran Penyuluhan Sasaran merupakan target, yaitu kepada siapa program kesehatan tersebut ditujukan. Ada tiga jenis sasaran yaitu sasaran primer, sasaran sekunder dan sasaran tersier.3 Sasaran primer, adalah individu atau kelompok yang akan memperoleh manfaat paling besar dari hasil perubahan perilaku. Sasaran sekunder adalah individu atau kelompok individu yang berpengaruh dan disegani oleh sasaran primer. Sasaran tersier, mencakup para pengambil keputusan, peyandang dana, dan pihak lainnya yang berpengaruh.3

16

2.2.1

Sasaran Primer Sasaran primer penyuluhan imunisasi ini adalah semua ibu hamil dan ibu

yang memiliki bayi/balita di RW 09 Kelurahan Sindangkasih wilayah kerja Puskesmas Purwakarta sejumlah 42 orang.

2.2.2

Sasaran Sekunder Sasaran sekunder dari penyuluhan ini adalah :

Ketua RW 09 Kelurahan Sindangkasih Ketua RT di RW 09 sejumlah 3 orang, yaitu Ketua RT 24, 26, dan 41 Tokoh masyarakat sejumlah 1 orang, yaitu kepala Yayasan taman Surga Kader dari RW 09 sejumlah 1 orang Sasaran sekunder yang berjumlah 6 orang tersebut diharapkan mampu

mendukung pesan-pesan yang disampaikan pada sasaran primer.

2.2.3

Sasaran Tersier Sasaran tersier mencakup para pengambil keputusan, penyandang dana,

dan pihak-pihak lainnya yang berpengaruh. Sasaran tersier ini berjumlah 2 orang, yaitu Kepala Puskesmas Purwakarta dan lurah Sindangkasih.

2.3 Metode penyuluhan Metode penyuluhan imunisasi ini adalah: a. Penyampaian materi dengan cara ceramah interaktif

17

b. Penayangan foto/film/video interaktif tentang penyakit yang dapat dicegah oleh imunisasi c. Interractive games

Materi penyuluhan ditampilkan dengan alur cerita dalam bentuk slide show power point dengan menggunakan alat bantu proyektor. Materi penyuluhan mencakup: a. Materi dasar imunisasi b. Materi KIPI

2.4 Materi Penyuluhan 2.4.1 Materi Dasar Imunisasi 2.4.1.1 Pendahuluan Imunisasi Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost effective. Dengan upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974. Mulai tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu, tuberculosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatitis B. Dengan upaya imunisasi pula, kita sudah dapat menekan penyakit polio dan sejak tahun 1995 tidak ditemukan lagi virus polio liar di

18

Indonesia. Hal ini sejalan dengan upaya global untuk membasmi polio di dunia dengan Program Eradikasi Polio (ERAPO).4 Penyakit lain yang sudah dapat ditekan sehingga perlu ditingkatkan programnya adalah tetanus maternal dan neonatal serta campak. Untuk tetanus telah dikembangkan upaya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) sedang terhadap campak dikembangkan upaya Reduksi Campak (RECAM). ERAPO, MNTE dan RECAM juga merupakan komitmen global yang wajib diikuti oleh semua negara di dunia. Disamping itu, dunia juga menaruh perhatian terhadap mutu pelayanan dan menetapkan standar pemberian suntikan yang aman (safe injection practices) yang dikaitkan dengan pengelolaan limbah tajam yang aman (save waste disposal management), bagi penerima suntikan, aman bagi petugas serta tidak mencemari lingkungan. 4 Walaupun PD3I sudah dapat ditekan, cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata. Kegagalan untuk menjaga tingkat perlindungan yang tinggi dan merata dapat menimbulkan letusan (KLB) PD3I. Untuk itu, upaya imunisasi perlu disertai dengan upaya surveilans epidemiologi agar setiap peningkatan kasus penyakit atau terjadinya KLB dapat terdeteksi dan segera diatasi. Dalam PP Nomor 25 Tahun 2000 kewenangan surveilans epidemiologi, termasuk penanggulangan KLB merupakan kewenangan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. 4 Selama beberapa tahun terakhir ini, kekawatiran akan kembalinya beberapa penyakit menular dan timbulnya penyakit-penyakit menular baru kian meningkat. Penyakit-penyakit infeksi baru oleh WHO dinamakan sebagai

19

Emerging Infectious Diseases adalah penyakit-penyakit infeksi yang betul-betul baru (new diseases) yaitu penyakit-penyakit yang tadinya tidak dikenal (memang belum ada, atau sudah ada tetapi penyebarannya sangat terbatas; atau sudah ada tetapi tidak menimbulkan gangguan kesehatan yang serius pada manusia). Yang juga tergolong ke dalamnya adalah penyakit-penyakit yang mencuat (emerging diseases), yaitu penyakit yang angka kejadiannya meningkat dalam dua dekade terakhir ini, atau mempunyai kecenderungan untuk meningkat dalam waktu dekat, penyakit yang area geografis penyebarannya meluas, dan penyakit yang tadinya mudah dikontrol dengan obat-obatan namun kini menjadi resisten. Selain itu, termasuk juga penyakit-penyakit yang mencuat kembali (reemerging diseases), yaitu penyakit-penyakit yang meningkat kembali setelah sebelumnya mengalami penurunan angka kejadian yang bermakna. 4 Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa program imunisasi ke dalam penyelenggaraan yang bermutu dan efisien. Upaya tersebut didukung dengan kemajuan yang pesat dalam bidang penemuan vaksin baru (Rotavirus, japanese encephalitis, dan lain-lain). Beberapa jenis vaksin dapat digabung sebagai vaksin kombinasi yang terbukti dapat meningkatkan cakupan imunisasi, mengurangi jumlah suntikan dan kontak dengan petugas imunisasi. 4 Dari uraian diatas jelaslah bahwa upaya imunisasi perlu terus ditingkatkan untuk mencapai tingkat population imunity (kekebalan masyarakat) yang tinggi sehingga dapat memutuskan rantai penularan PD3I. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, upaya imunisasi dapat semakin efektif dan efisien

20

dengan harapan dapat memberikan sumbangan yang nyata bagi kesejahteraan anak, ibu serta masyarakat lainnya.4

2.4.1.2 Tujuan dan Sasaran 2.4.1.2.1 Tujuan A. Tujuan Umum Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian bayi akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). B. Tujuan Khusus 1. Tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010. 2. Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden dibawah 1 per kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2008. 3. Eradikasi polio pada tahun 2008. 4. Tercapainya Reduksi campak (RECAM) pada tahun 2006.5

2.4.1.2.2 Sasaran Jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi meliputi penyakit menular tertentu. 1. Jenis-jenis penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud meliputi antara lain penyakit Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Hepatitis B, Hepatitis A, Meningitis meningokokus, Haemophilus influenzae tipe b,

21

Kolera, Rabies, Japanese encephalitis, Tifus abdominalis , Rubbella, Varicella, Pneumoni pneumokokus, Yellow fever, Shigellosis, Parotitis epidemica dan Rotavirus. 1.1 Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk kedalam program imunisasi adalah Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Polio, Campak, Tetanus dan Hepatitis B. 1.2 Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk kedalam program imunisasi di subdit Haji adalah Meningitis Meningokokus. 1.3 Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk kedalam program imunisasi di subdit kesehatan pelabuhan adalah demam kuning. 1.4 Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk kedalam program imunisasi di subdit Zoonosis adalah rabies. 2. Jenis-jenis penyakit lainnya yang dengan perkembangan ilmu pengetahuan akan menjadi penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi akan ditetapkan tersendiri.5

Sasaran berdasarkan usia yang diimunisasi adalah sebagai berikut. a. Imunisasi Rutin Bayi (dibawah satu tahun) Wanita usia subur (WUS) ialah wanita berusia 15 39 tahun, termasuk Ibu hamil (Bumil) dan Calon Pengantin (Catin) Anak usia sekolah dasar.

b. Imunisasi Tambahan

22

Bayi dan anak5

Sedangkan sasaran berdasarkan tingkat kekebalan yang ditimbulkan adalah: a. Imunisasi dasar: bayi b. Imunisasi lanjutan: anak usia sekolah dasar dan wanita usia subur5

Adapun sasaran wilayah/lokasi adalah: Seluruh desa/kelurahan di wilayah Indonesia.5

2.4.1.3 Pengertian Umum 1. Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut atau sakit ringan. 2. Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan. 3. Imunisasi lanjutan adalah imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan di atas ambang perlindungan atau untuk memperpanjang masa perlindungan. 4. Imunisasi khusus adalah imunisasi yang diberikan kepada penyakit tertentu.

23

4.1 Imunisasi yang menjadi program yaitu meningitis, demam kuning, dan rabies. 4.2 Imunisasi yang tidak masuk ke dalam program seperti Hepatitis A, Influenzae, Haemophilus influenzae tipe b, Kolera, Japanese encephalitis, Tifus abdominalis, Pneumoni pneumococcus, Shigellosis, Rubella, Varicella, Parotitis epidemica, dan Rotavirus. 5. Bulan Imunisasi Anak Sekolah yang selanjutnya disebut BIAS adalah bentuk operasional dari imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu setiap tahunnya dengan sasaran semua anak kelas 1, 2 dan 3 di seluruh Indonesia. 6. Universal Child Immunization yang selanjutnya disebut UCI adalah suatu keadaan tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi. Bayi adalah anak dibawah umur 1 tahun. 7. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.

8. Dinas Kesehatan adalah dinas kesehatan di provinsi, kabupaten dan kota. 9. Vaksin adalah suatu produk biologik yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan dan berguna untuk merangsang kekebalan tubuh seseorang. 10. Praktek Penyuntikan Imunisasi yang aman (safe injection practices) adalah setiap tindakan penyuntikan imunisasi yang menggunakan peralatan imunisasi yang sesuai dengan standar, menggunakan vaksin yang dikelola oleh petugas cold chain terlatih, dan limbah suntik dikelola secara aman.

24

11. Standarisasi dan spesifikasi peralatan imunisasi dan vaksin adalah suatu persyaratan minimal yang harus dipenuhi dalam penyediaan peralatan imunisasi dan vaksin untuk mencegah kerugian dan atau gangguan kesehatan bagi masyarakat sasaran imunisasi. 12. Rantai vaksin adalah pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin tersimpan pada suhu dan kondisi yang telah ditetapkan. 13. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi, yang diduga ada hubungannya dengan pemberian imunisasi. 14. Tenaga pelaksana adalah petugas atau pengelola yang telah memenuhi standar kualifikasi sebagai tenaga pelaksana di setiap tingkatan dan telah mendapat pelatihan sesuai dengan tugasnya.5 Pemberian imunisasi yang terbaik adalah pemberian yang tepat jadwal. Bila tidak, perlindungan terhadap penyakit yang ingin ditangkal, menjadi tidak optimal. Pemberian dapat ditunda, bila kondisi anak sedang sakit. Bila anak telah sehat, maka segera lengkapi imunisasinya.6

2.4 1.4 Manfaat imunisasi i. Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian. ii. Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.

25

iii.

Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.7

2.4.1.5 Kebijakan dan Strategi 2.4.1.5.1 Kebijakan 1. Penyelenggaraan imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat, dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak terkait. 2. Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik terhadap sasaran masyarakat maupun sasaran wilayah. 3. Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu. 4. Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program dan anggaran terpadu. 5. Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB) dan daerah-daerah sulit secara geografis.5

2.4.1.5.2 Strategi 1. Memberikan akses (pelayanan) kepada swasta dan masyarakat. 2. Membangun kemitraan dan jejaring kerja. 3. Ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksin dan alat suntik. 4. Menerapkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk menentukan prioritas kegiatan serta tindakan perbaikan.

26

5. Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/terlatih. 6. Pelaksanaan sesuai dengan standar. 7. Memanfaat perkembangan metoda dan teknologi. 8. Meningkatkan advokasi, fasilitasi dan pembinaan.5

2.4.1.6 Pokok-pokok Kegiatan A. Imunisasi Rutin Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus menerus harus dilaksanakan pada periode waktu yang telah ditetapkan. Berdasarkan kelompok usia sasaran, imunisasi rutin dibagi menjadi: 1. Imunisasi rutin pada bayi. 2. Imunisasi rutin pada wanita usia subur. 3. Imunisasi rutin pada anak sekolah.5 Pada kegiatan imunisasi rutin terdapat kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi imunisasi rutin pada bayi dan wanita usia subur (WUS) seperti kegiatan sweeping pada bayi dan kegiatan akselerasi Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) pada WUS.5 Berdasarkan tempat pelayanan, imunisasi rutin dibagi menjadi: 1. Pelayanan imunisasi di dalam gedung (komponen statis) dilaksanakan di Puskesmas, Puskesmas pembantu, rumah sakit, rumah bersalin dan polindes. 2. Pelayanan imunisasi di luar gedung dilaksanakan di posyandu, kunjungan rumah dan sekolah

27

3. Pelayanan imunisasi rutin dapat juga diselenggarakan oleh swasta seperti rumah sakit swasta, dokter praktik dan bidan praktik.5

B. Imunisasi Tambahan Kegiatan imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang tidak rutin dilaksanakan, hanya dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari hasil pemantauan, atau evaluasi. Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan ini adalah: 1. Backlog Fighting Backlog fighting adalah upaya aktif melengkapi imunisasi dasar pada anak yang berumur 1 - 3 tahun pada desa non UCI setiap 2 (dua) tahun sekali. 2. Crash Program Kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat untuk mencegah terjadinya kejadian luar biasa (KLB). Adapun kriteria pemilihan lokasinya adalah: - Angka kematian bayi tinggi, angka PD3I tinggi. - Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang. - Desa yang selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai UCI 3. Imunisasi Dalam Penanganan KLB (Outbreak Respons) Pedoman pelaksanaan imunisasi dalam penanganan KLB di sesuaikan dengan situasi epidemiologis penyakit. 4. Kegiatan-kegiatan imunisasi tambahan untuk penyakit tertentu dalam wilayah yang luas dan waktu yang tertentu sebagai berikut.5

28

a. PIN (Pekan Imunisasi Nasional) Pekan Imunisasi Nasional merupakan suatu upaya untuk mempercepat pemutusan siklus kehidupan virus polio importasi dengan cara memberikan vaksin polio kepada setiap balita termasuk bayi baru lahir tanpa

mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya, pemberian imunisasi dilakukan 2 (dua) kali masing-masing 2 (dua) tetes dengan selang waktu 1 (satu) bulan. Pemberian imunisasi polio pada waktu PIN di samping untuk memutus rantai penularan, juga berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan polio. b. Sub PIN Sub PIN merupakan suatu upaya untuk memutuskan rantai penularan polio bila ditemukan satu kasus polio dalam wilayah terbatas (kabupaten) dengan pemberian dua kali imunisasi polio dalam interval satu bulan secara serentak pada seluruh sasaran berumur kurang dari satu tahun. c. Catch Up Campaign Campak Catch Up Campaign Campak merupakan suatu upaya untuk pemutusan transmisi penularan virus campak pada anak sekolah dan balita. Kegiatan ini dilakukan dengan pemberian imunisasi campak secara serentak pada anak sekolah dasar dari kelas satu hingga kelas enam, tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Pemberian imunisasi campak pada waktu catch up campaign campak di samping untuk memutus rantai penularan, juga berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan (dosis kedua).5

29

2.4.1.7 Jenis-jenis imunisasi dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD31) Imunisasi dasar diberikan untuk mendapat kekebalan awal secara aktif. Kekebalan imunisasi dasar perlu diulang pada DPT, Polio, Hepatitis dan Campak agar dapat melindungi dari paparan penyakit. Pemberian imunisasi dasar pada BCG, tidak perlu diulang karena kekebalan yang diperoleh dapat melindungi dari paparan bibit penyakit dalam waktu cukup lama.6 Jutaan anak-anak meninggal dunia akibat penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi. Penyakit tersebut ialah: Campak, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio dan Tuberkulosis.8 1) Campak (Measles) Penyakit campak merupakan pembunuh No. 1 di antara 6 penyakit (PD3I) yang disebabkan oleh virus. Diprkirakan di negara yang sedang berkembang terdapat 67 juta kasus tiap tahun dan 2 juta di antaranya meninggal. Dalam tahun 1983 dilaporkan kasus sebanyak 3,1 juta dari 148 negara. Campak menular melalui kontak perorangan dengan penderita. Penderita dapat menularkan penyakit sebelum dan sesudah timbulnya ruam (bercak-bercak merah pada kulit). Gejala awal penyakit berlangsung 3-7 hari berupa kulit berwarna merah dan terasa dingin, mata berair, hidung beringus, batuk, tak enak badan dan demarn tinggi, diikuti dengan gejala spesifik campak berupa vesikel putih keabu-abuan, dikelilingi warna merah (Koplik spots). Komplikasi terjadi pada 30% penderita meliputi infeksi telinga, pneumonia, dan ensefalitis. Diperkirakan hanya 41% anak balita di dunia yang mendapatkan imunisasi campak.8

30

2) Difteri Difteri disebabkan oleh C. diphteriae, sering timbul di negara dengan keadaan kesehatan lingkungan tidak baik; jarang timbul di negara-negara industri. Dalam tahun 1983 dilaporkan 46.800 kasus di 160 negara, kira-kira 10% diantaranya meninggal dunia. Penderita dapat menulari orang lain melalui kontak perorangan setelah sakit selama 4 minggu atau lebih. Gejala meliputi demam, tak enak badan dan sakit tenggorokan. Basil difteri di tenggorokan mengeluarkan toksin yang dapat berakibat fatal bagi jantung dan susunan saraf. Imunisasi lengkap DPT pada bayi di dunia, mencapai 47%.8 3) Batuk rejan (Pertussis) Pertusis disebabkan oleh B. pertussis. Diperkirakan kasus pertusis sejumlah 51 juta dengan kematian lebih dari 600;000 orang; namun hanya 1,1 juta penderita dilaporkan dari 163 negara dalam tahun 1983. Hampir 80% anak-anak yang tidak diimunisasi menderita sakit pertusis sebelum umur 5 tahun. Kematian karena pertusis, 50% terjadi pada bayi (umur < 1 tahun). Pertusis ditularkan melalui kontak dari orang ke orang, dan penderita dapat menularkan penyakit sejak timbulnya gejala awal. Masa inkubasi penyakit 6 12 hari. Gejala awal pertusis menyerupai influensa, yakni pilek, bersin-bersin, batuk dan demam (stadium catarrhalis) kemudian diikuti stadium spasmodic dan konvalesen. 8 4) Tetanus Tetanus neonatorum disebabkan oleh pemotongan tali pusat dengan alat yang tak steril, atau menutupinya dengan bahan-bahan seperti abu, lumpur sehingga terinfeksi dengan bakteri tetanus. Kasus tetanus di dunia diperkirakan

31

mengenai 800.000 bayi yang baru lahir setiap tahun. Pada tahun 1983 dilaporkan 10.000 tetanus neonatorum dari 74 negara. Hampir 100% bayi yang menderita tetanus neonatorum, meninggal dunia. Penyakit tetanus ditandai dengan kejangkejang yang berkembang ke seluruh tubuh. Saat ini hanya 14% ibu hamil di dunia ini yang mendapatkan imunisasi TT dua dosis. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang telah mendapatkan vaksinasi tetanus toxoid (IT) pada waktu hamil, akan mendapatkan kekebalan selama 12 minggu dari sejak ia dilahirkan. 8 5) Poliomyelitis Penyakit Polio disebabkan oleh virus yang dibedakan menjadi 3 jenis, yakni virus 1, 2 dan 3. Diperkirakan 275.000 anak-anak di negara-negara berkembang menderita polio paralitik setiap tahun sebelum mencapai usia 3 tahun. Polio merupakan penyebab utama kelumpuhan di dunia. Pada tahun 1983 dilaporkan 36.400 kasus dari 170 negara. Polio dapat menular melalui kontak langsung atau makanan dan minuman yang terkontaminasi feces. Penderita dapat menjadi carrier dan dapat menularkan ke orang lain 3 minggu sejak ia terinfeksi. Masa inkubasi polio paralitik berkisar antara 7 -14 hari. Gejala polio meliputi antara lain: demam, tak enak badan, sakit tenggorokan, mual-mual, diare, sakit kepala, leher kaku, sakit otot di anggota badan dan punggung dan paralisis. Satu dari 200 penderita akan mengalami paralisis. Imunisasi diberikan secara oral dengan vaksin polio OPV. Hanya + 48 % anak-anak di dunia mendapatkan imunisasi lengkap. 8

32

6) Tuberkulosis Hampir semua Tuberkulosis merupakan TB. paru, meskipun dapat menyerang organ tubuh lain (tulang dan sendi, ginjal). Tuberkulosis menyebabkan penderitaan 10 juta korbannya setiap tahun, 2 juta di antaranya adalah balita. Lebih dari 60.000 kasus menderita meningitis. Anak yang menderita TB meningitis meskipun diobati 50% akan meninggal dan bila tak diobati 100% meninggal. Tanpa pengobatan, penderita TB paru akan menjadi sumber penularan seumur hidup. Gejala TB panu meliputi demam yang tak tinggi, batuk, darah dalam dahak, sakit dada, keringat waktu malam dan berat badan menurun. Satu dosis vaksin BCG dapat melindungi masa kanak-kanak terhadap TB. Imunsasi BCG perlu diberikan kepada bayi setelah lahir. Kira-kira 46% anak-anak di dunia telah diimunisasi BCG.8

33

2.4.1.8 Jadwal imunisasi Berikut ini adalah jadwal imunisasi berdasarkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2008.9

Gambar 2.1 Jadwal Imunisasi IDAI

2.4.1.9 Indikasi dan kontraindikasi imunisasi Pada umumnya tidak terdapat indikasi kontra imunisasi untuk individu sehat kecuali untuk kelompok resiko. Pada setiap sediaan vaksin selalu terdapat petunjuk dari produsen yang mencantumkan indikasi kontra serta perhatian khusus terhadap vaksin. Petunjuk ini harus dibaca oleh setiap pelaksana vaksinasi.10

34

2.4.2 Materi KIPI Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) merupakan faktor risiko yang selalu ada pada setiap tindakan medik imunisasi namun dari pengalaman jumlahnya sangat kecil. Risiko tersebut telah terantisipasi dengan baik dalam bentuk sosialisasi prosedur penyaringan terhadap kontra indikasi vaksinasi, pelatihan juru imunisasi dan kader, pembuatan standar nasional penanggulangan KIPI, dan penyiapan rumah sakit rujukan.11 a. Pengertian Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (arthritis kronik pasca vaksinasi rubella), atau bahkan 42 hari (infeksi virus campak vaccine-strain pada pasien imunodefisiensi pasca vaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus polio vaccine-strain pada resipien non-imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).10 Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang (adverse events), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi simpang vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologi, efek samping (side-effects), interaksi obat, intoleransi, reaksi idoisinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis sulit dibedakan. Efek farmakologi, efek samping, serta reaksi idiosinkrasi umumnya terjadi karena potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merupakan kepekaan seseorang

35

terhadap unsur vaksin dengan latar belakang genetik. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan preservatif (neomisin, merkuri), atau unsur lain yang terkandung dalam vaksin.10 Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena kesalahan teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi serta penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul secara kebetulan. Sesuai telaah laporan KIPI oleh Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM) USA menyatakan bahwa sebagian besar KIPI terjadi karena kebetulan saja. Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan (pragmatic errors).10

b. Penyebab Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu untuk menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai: 1. besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu 2. sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik 3. derajat sakit resipien 4. apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti 5. apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan produksi, atau kesalahan prosedur.10

36

Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok faktor etiologi menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu: 1. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors) Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi, misalnya:

Dosis antigen (terlalu banyak) Lokasi dan cara menyuntik Sterilisasi semprit dan jarum suntik Jarum bekas pakai Tindakan aseptik dan antiseptik Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik Penyimpanan vaksin Pemakaian sisa vaksin Jenis dan jumlah pelarut vaksin Tidak memperhatikan petunjuk produsen10

Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabila terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.10

37

2. Reaksi suntikan Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope.10 3. Induksi vaksin (reaksi vaksin) Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atau berbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.10 4. Faktor kebetulan (koinsiden) Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara kebetulan saja setelah diimunisasi. Indikator faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama di saat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.10

38

5. Penyebab tidak diketahui Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan ke dalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya denagn kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.10

c. Gejala Klinis Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumnya makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya.10

Tabel 2.1 Reaksi dan gejala KIPIReaksi KIPI Lokal Gejala KIPI Abses pada tempat suntikan Limfadenitis Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis, BCG-itis Kelumpuhan akut Ensefalopati Ensefalitis Meningitis Kejang Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edema Reaksi anafilaksis Syok anafilaksis Artralgia Demam tinggi >38,5C Episode hipotensif-hiporesponsif Osteomielitis Menangis menjerit yang terus menerus (3jam) Sindrom syok septik

SSP

Lain-lain

Dikutip dari RT Chen, 1999

39

Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka apabila seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi beberapa saat, sehingga dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan observasi selama 15 menit. Untuk menghindarkan kerancuan maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala klinis.10

Tabel 2.2 Gejala klinis KIPI dan saat timbulnyaJenis Vaksin Toksoid Tetanus (DPT, DT, TT) Pertusis whole cell (DPwT) Campak Gejala Klinis KIPI Saat timbul KIPI Syok anafilaksis 4 jam Neuritis brakhial 2-18 hari Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian tidak tercatat Syok anafilaksis 4 jam Ensefalopati 72 jam Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian tidak tercatat Syok anafilaksis 4 jam Ensefalopati 5-15 hari Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian tidak tercatat Trombositopenia 7-30 hari Klinis campak pada resipien imunokompromais 6 bulan Komplikasi akut termasuk kecacatan dan tidak tercatat kematian Polio hidup (OPV) Hepatitis B BCG Polio paralisis 30 hari Polio paralisis pada resipien imunokompromais 6 bulan Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian Syok anafilaksis 4 jam Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian tidak tercatat BCG-itis 4-6 minggu

Dikutip dengan modifikasi dari RT Chen, 1999

KIPI yang paling serius terjadi pada anak adalah reaksi anafilaksis. Angka kejadian reaksi anafilaktoid diperkirakan 2 dalam 100.000 dosis DPT, tetapi yang benar-benar reaksi anafilaksis hanya 1-3 kasus diantara 1 juta dosis. Anak yang

40

lebih besar dan orang dewasa lebih banyak mengalami sinkope, segera atau lambat. Episode hipotonik/hiporesponsif juga tidak jarang terjadi, secara umum dapat terjadi 4-24 jam setelah imunisasi.10

41

Gambar 2.2 Reaksi umum terhadap vaksin

d. Imunisasi pada Kelompok Risiko Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah resipien termasuk dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok resiko adalah: 1. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP KIPI dengan mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk penanganan segera. 2. Bayi berat lahir rendah Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah: Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah daripada bayi cukup bulan. Apabila berat badan bayi sangat kecil (