mathea mamoyou: dari aktivis ke politik untuk kelestarian lingkungan

4
MATHEA MAMOYOU: DARI AKTIVIS KE POLITIK UNTUK KELESTARIAN LINGKUNGAN USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN Oleh: Noldy Abrahams Hutan bukanlah semata-mata kumpulan pohon dan binatang. Hutan juga merupakan bagian dari kehidupan masyarakat adat. Masyarakat adat dan hutan bagaikan dua sisi mata uang yang tak ter- pisahkan. Karena itu, keberadaannya perlu diper- hatikan dan tidak bisa dikesampingkan. Masyarakat adat seperti masyarakat adat suku Kamoro di Papua adalah kelompok masyarakat yang memiliki ikatan kuat dengan alam dan lingkungan. Melepaskan ikatan tersebut berarti menghilangkan masa depan alam dimana masyarakat adat tumbuh dan berkembang. Masyarakat adat kerap kali dipandang ilegal karena menempati lokasi hutan sebagai basis kehidupan- nya. Inilah yang mendasari keprihatinan banyak pihak termasuk Mathea Mamoyou. Mathea adalah aktivis perempuan yang kini menjadi politisi yang memper- juangkan hak masyarakat adat yang hidup disekitar hutan. Adanya rencana pembangunan kawasan industri di kawasan hutan mangrove Kamoro adalah salah satu keprihatinan terbesarnya. Menurutnya, sangat sering dalam rencana pembangunan, suara masyarakat adat diabaikan. Mathea dengan lantang menyuarakan agar masyarakat adat harus dilibatkan dalam setiap pro- Meniadakan keberadaan manusia yang tinggal atau yang menggantungkan hidupnya dari hutan itu sama dengan menciptakan konflik dan bahkan dapat membunuh kehidupan manusia. USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1

Upload: hoangdiep

Post on 13-Jan-2017

226 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: mathea mamoyou: dari aktivis ke politik untuk kelestarian lingkungan

MATHEA MAMOYOU: DARI AKTIVIS KE POLITIK UNTUK KELESTARIAN LINGKUNGAN

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN

Oleh: Noldy Abrahams

Hutan bukanlah semata-mata kumpulan pohon dan binatang. Hutan juga merupakan bagian dari kehidupan masyarakat adat. Masyarakat adat dan hutan bagaikan dua sisi mata uang yang tak ter- pisahkan. Karena itu, keberadaannya perlu diper-hatikan dan tidak bisa dikesampingkan. Masyarakat adat seperti masyarakat adat suku Kamoro di Papua adalah kelompok masyarakat yang memiliki ikatan kuat dengan alam dan lingkungan. Melepaskan ikatan tersebut berarti menghilangkan masa depan alam dimana masyarakat adat tumbuh dan berkembang.

Masyarakat adat kerap kali dipandang ilegal karena menempati lokasi hutan sebagai basis kehidupan- nya. Inilah yang mendasari keprihatinan banyak pihak termasuk Mathea Mamoyou. Mathea adalah aktivis perempuan yang kini menjadi politisi yang memper-juangkan hak masyarakat adat yang hidup disekitar hutan.

Adanya rencana pembangunan kawasan industri di kawasan hutan mangrove Kamoro adalah salah satu keprihatinan terbesarnya. Menurutnya, sangat sering dalam rencana pembangunan, suara masyarakat adat diabaikan. Mathea dengan lantang menyuarakan agar masyarakat adat harus dilibatkan dalam setiap pro-

Meniadakan keberadaan manusia yang tinggal atau yang menggantungkan hidupnya dari hutan itu sama dengan menciptakan konflik dan bahkan dapat membunuh kehidupan manusia.

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1

Page 2: mathea mamoyou: dari aktivis ke politik untuk kelestarian lingkungan

ses pembangunan termasuk rencana pembangunan kawasan industri di kawasan mangrove yang berada dalam wilayah adat Kamoro.

“Daerah itu ada penghuninya. Ketika ada rencana pembangunan mau dilaksanakan, maka bicaralah dengan penghuninya. Kamoro adalah penghuninya. Mangrove adalah kehidupan bagi masyarakat Ka- moro.”

Memperjuangkan Keadilan

Mathea Mamoyu lahir di Agats, di era 60-an. Sikap tegasnya terpatri dari orang tuanya. Sebagai anak purnawirawan polisi, Mathea kecil juga memiliki cita-cita yang sama. Hanya saja Mathea kecil memi-lih menjadi anggota Korps Wanita Angkatan Darat (TNI AD), bukan polisi seperti orangtuanya. Kesenangannya melihat aksi terjun payung tentara saat bermain volley di SMP semakin menguatkan cita-citanya. Sayang cita-cita ini kandas. Orangtua- nya menginginkan Mathea menjadi polwan. Mathea lari dari rumah dan tinggal di rumah pamannya, un-tuk kemudian melanjutkan sekolah hingga SMA di Sentani. Namun ia tetap tidak betah dan berhenti sekolah.

Meski sempat putus sekolah, Mathea akhirnya ber-hasil menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cendrawasih pada tahun 2009. Mathea memandang pendidikan sangat penting untuk memajukan masyarakat Papua dan sebagai alat perjuangan. Berbagai cobaan hidup te- lah dihadapinya termasuk menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.. Kejadian demi kejadian dalam hidupnya menempanya menjadi perempuan tangguh.

Mathea memulai perjuangannya dari Keuskupan dan Pastoran yang menjadi rumah sekaligus tempat ber-lindungnya. Sambil mengerjakan aktivitas gereja, dia bergabung dengan YPPK, sebuah yayasan bidang sosial ekonomi di Papua. Sejak bergabung di YPPK kepeduliannya mulai terasah. Dibawah bimbingan Pastor John Jonga, motivasi hidupnya mulai bangkit. Tahun 1998, bersama Frater John Jonga dan Mama Yosepa Alomang, Mathea membentuk forum FKK-PAMK (Forum Komunikasi Kerja sama Perempuan Amungme Kamoro) dan dirinya didaulat sebagai ketua. Inilah awal dari perjuangannya membela hak-hak masyarakat adat di Papua.

Mathea melihat masyarakat selalu dikesampingkan setiap kali ada rencana pembangunan, baik rencana dari pemerintah atau perusahaan. Padahal mereka seharusnya lebih dahulu mensosialisasikan kepada masyarakat tentang manfaat, kerugian dan dampak dari rencana pembangunan tersebut. Menurutnya, apabila program dikomunikasikan dengan masyarakat pasti akan lebih baik manfaatnya, meskipun membu-tuhkan waktu dalam proses dan perencanaannya.

“Kalau mau menggunakan mangrove tidak mungkin tanpa masyarakat karena kehidupan warga Kamoro ada disitu. Di dalam hutan mangrove itu hidup Karaka, Biawak dan satwa lainnya, yang semuanya adalah aset masyarakat. Hewan-hewan ini sangat berguna dan ber-harga ketika berlangsung pesta adat. Contoh kulit Bi-awak dipakai sebagai Tifa. Siput, Karaka dipakai untuk makanan pesta. Ketika mangrove ditebang untuk ka-wasan industri, satwa-satwa tersebut sulit didapatkan. Masyarakat Kamoro secara tradisi menjaga hutan, bisa marah jika ada orang atau pihak tertentu sembaran-gan menebang tanpa ijin.”

Foto: Mathea Mamoyu, aktivis dan Sekretaris Komisi I DPRD Papua

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 2

Page 3: mathea mamoyou: dari aktivis ke politik untuk kelestarian lingkungan

Diplomasi Sagu

Tahun 2014 Mathea juga pernah menentang pem-bangunan pabrik sagu di Kokonau. Mathea me- negaskan dirinya bukan menentang pembangunan. Dia menentang cara yang tidak berkelanjutan yang ditempuh perusahaan dengan menebang sagu dalam skala besar. Menurut Mathea, cara tersebut selain merusak lingkungan juga dapat menimbulkan konflik berkepanjangan. Sagu bagi masyarakat Kamoro ada-lah anugerah dari Tuhan.

Saat rencana pembangunan pabrik sagu mendekati realisasi dan pohon sagu mulai ditebang, perempuan suku Kamoro melakukan ritual protes. Ritual ini di-yakini akan berakibat fatal. Sebelum terjadi, Mathea mencoba menjelaskan kepada perusahaan tentang akibat ritual ini. Perusahaan akhirnya menghentikan penebangan sagu.

“Orang Kamoro tebang sagu tidak sembarangan dan hanya untuk keperluan ritual. Sehingga tidak semua je-nis bisa ditebang, hanya jenis pohon sagu tertentu yang bisa ditebang. Bagi masyarakat Kamoro, pohon sagu seperti nyawanya karena dari sagu inilah warga bisa makan.”

Masyarakat Papua mengenal sagu secara turun te- murun. Mulai dari pemilihan bibit, cara menanam, dan teknik mengolahnya masih dilakukan secara arif. Sagu bukan hanya sekedar bahan makanan bernilai ekonomis, namun menjadi perekat kebudayaan.

Sebagai aktivis perempuan, Mathea berupaya me- nebarkan virus positif agar perempuan Papua dapat memperjuangkan haknya. Sejak penghentian akti-vitas penebangan sagu tersebut, Mathea memberi-kan pendampingan dan menanamkan kepada pe- rempuan pentingnya alam bagi kehidupan. Mathea bersama beberapa rekannya mendorong pember-

dayaan perempuan Papua. Kegiatan peningkatan keterampilan anyaman dari daun pandan (Kapiri) un-tuk dijadikantopi, tikar dan lainnya diajarkan kepada perempuan. Selain untuk meningkatkan penghasilan, kegiatan ini juga memberikan pendidikan pada ma- syarakat agar semakin mencintai alam. Perempuan Papua diberi penyadaran bahwa alam adalah sumber penghidupan yang harus terus dijaga.

Tidak hanya masalah pelestarian alam dan peningka-tan sumber penghidupan yang menjadi perhatiannya, Mathea juga peduli dengan praktik-praktik ketida-kadilan dan kekerasan terhadap perempuan. Pengala-mannya mengikuti pelatihan tentang masalah hukum mulai dari identifikasi dan analisa kasus hingga cara-cara penyelesaiannya membuat perjuangan membela masyarakat menjadi bagian dari kesehariannya. Salah satu pengalaman yang dianggapnya berkesan adalah menjadi mediator bagi masyarakat 5 desa (Nawaripi, Koperakoka, Tipuka, Ayuka, Nayaro) untuk berkomu-nikasi dengan PT Freeport terkait kompensasi dana perwalian.

Jalur Politik

Perjalanan belum usai. Jalur politik menarik perha-tiannya sebagai alat perjuangan yang bisa memberi dampak yang lebih besar. Meski tidak lolos menjadi legislator diawal masuknya dalam arena politik, ia ti-dak berhenti. Mathea tetap menjalankan aktivitasnya membela hak-hak rakyat. Tahun 2014, Mathea kem-bali mencoba peruntungannya. Dia terpilih menja-di salah satu anggota DPRD Propinsi dari Dapil III (Mimika, Paniai, Nabire, Dogiyai, Intan Jaya) dan duduk di Komisi I yang antara lain menangani Politik, Peme- rintahan, Hukum HAM, Pertanahan, dan Pertahanan.

“Dengan menjadi anggota DPRD saya berharap dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah untuk

Foto: Wanita memiliki peran penting dalam pengendalian perubahan iklim. Mereka memiliki peran sebagai agen perubahan bagi keluarga dan komunitas.

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 3

Page 4: mathea mamoyou: dari aktivis ke politik untuk kelestarian lingkungan

membantu masyarakat yang terpinggirkan. Saya ber-doa kepada Tuhan akan lebih memperjuangkan alokasi anggaran dan program yang nyata bagi ma- syarakat sehingga bisa memperbaiki kehidupan ma- syarakat. Adalah keinginan saya untuk menyelamatkan masyarakat kecil yang tidak berdaya.”

Politik bagi Mathea adalah alat perjuangan dan ia akan terus melanjutkan kiprahnya didunia politik karena pembangunan belum merata dan masyarakat belum sejahtera. Dia bertekad mengubah kebijakan yang hanya menguntungkan orang-orang tertentu.

Sekalipun tanggungjawabnya sebagai anggota DPRD tidak secara langsung terkait dengan masalah ling- kungan, namun perhatiannya terhadap kelestarian lingkungan tidak berhenti begitu saja. Terutama berkenaan dengan kesejahteraan masyarakat Kamo- ro dan kelestarian hutan mangrove.

“Orang kamoro hidup di 3S (Sungai, Sampan & Sagu). Mereka bisa buat perahu/sampan itu karena mereka hidup di hutan sagu dan bakau. Tiga barang ini tidak bisa dilepaskan”.

Memutuskan hubungan masyarakat Kamoro dengan alam akan menghilangkan kehidupan semesta Mathea Mamoyau merasa perjuangan menjaga hutan mangrove warisan leluhur belum selesai dan masih akan terus ia lakukan sepanjang hidupnya. Melalui program USAID LESTARI, Mathea juga berharap agar masyarakat Suku Kamoro mendapatkan duku- ngan dalam menjaga kelestarian hutan mangrove di Kabupaten Mimika, Papua.

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 4

Foto: Mangrove merupakan sumber penghidupan masyarakat Kamoro