materi tutorial

7
3.1 Struktur dan Mekanisme Sistem Imun pada Mukosa Rongga Mulut 3.1.1 Struktur Sistem Imun pada Mukosa Rongga Mulut Tidak seperti kulit, permukaan mukosa tidak mempunyai sistem pertahanan yang kuat dan daerah pertahanan utamanya ada di bawah epitel mukosa. Imunologi rongga mulut tergantung kesehatan mulut yaitu keutuhan mukosa yang secara normal menghalangi masuknya jasad renik. Mukosa merupakan kesatuan dengan sejumlah system anatomic. Keadaan ini mudah rusak apabila system pertahanan mulut terganggu. Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga mulut adalah keutuhan mukosa, saliva, cairan sulkus gingival, komponen kekebalan humoral dan selular. Selaput mukosa Saliva Komponen imunitas saliva dalam saliva yang berperan adalah IgA sekretori. IgA sekretori adalah immunoglobulin penting dalam saliva dan akan berperan dalam mencegah infeksi mikroba pada mukosa. Hasil akhir dari IgA sekretori adalah SIgA yang nantinya dibawa ke lumen.

Upload: naayloviana

Post on 28-Sep-2015

8 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

blok ibtkg 1

TRANSCRIPT

3.1 Struktur dan Mekanisme Sistem Imun pada Mukosa Rongga Mulut3.1.1 Struktur Sistem Imun pada Mukosa Rongga MulutTidak seperti kulit, permukaan mukosa tidak mempunyai sistem pertahanan yang kuat dan daerah pertahanan utamanya ada di bawah epitel mukosa. Imunologi rongga mulut tergantung kesehatan mulut yaitu keutuhan mukosa yang secara normal menghalangi masuknya jasad renik. Mukosa merupakan kesatuan dengan sejumlah system anatomic. Keadaan ini mudah rusak apabila system pertahanan mulut terganggu. Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga mulut adalah keutuhan mukosa, saliva, cairan sulkus gingival, komponen kekebalan humoral dan selular.

Selaput mukosa SalivaKomponen imunitas saliva dalam saliva yang berperan adalah IgA sekretori. IgA sekretori adalah immunoglobulin penting dalam saliva dan akan berperan dalam mencegah infeksi mikroba pada mukosa. Hasil akhir dari IgA sekretori adalah SIgA yang nantinya dibawa ke lumen. Saliva juga mengandung protein, antara lain Lisosim, Sistem Peroksidase Saliva (SPS), Laktoferin.Lisosim saliva berasal dari glandula salivarius mayor dan minor, sel fagosit maupun cairan krevikular gingival. Pada glandula salivarius mayor, lisosim disintesa pada lapisan epitel yang mengelilingi duktus intralobular. Lisosim lebih banyak berasal dari glandula submandibularis maupun sublingualis dibandingkan glandula parotis. Saliva mengandung pula sel leukosit (sel makrofag, monosit dan limfosit maupun sel polimorphonuklear) yang berasal dari lidah ataupun cairan gingival. Oleh karena sifat saliva yang hipotonik, banyak sel leukosit yang lisis, sehingga melepaskan kandungan lisosim ke dalam cairan saliva. Adapun fungsi saliva antara lain Aktivitas muramidase, yaitu lisosim mampu menghidrolisa ikatan (1-4) antara asam N-asetil muramik dan N-asetilglukosamin pada lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri, yang mengakibatkan terjadinya lisis bakteri. Menyebabkan agregrasi bakteri, mencegah perlekatan bakteri pada permukaan gigi, mencegah penggunaan glukosa oleh bakteri, sehingga mencegah produksi asam, memecah rantai Streptokokus. Sistem Peroksidase Saliva (SPS). Sumber utama SPS ialah glandula salivarius dan sel lekosit. Aktivitas antimikrobial SPS, dilakukan oleh komponen SPS yaitu SP, MS, hydrogen peroksid (H2O2) dan ion thiosianat (SCN-). Mekanismenya pada pH netral, aktivitas antimikrobial SPS dilakukan oleh ion hipothiosianat (OSCN-), yang menghasilkan HOSCN-. HOSCN- mudah menembus dinding sel bakteri dan menyerang komponennya.Laktoferin. di rongga mulut, sumber penting LF ialah cairan gingival. Adapun mekanisme dari laktoferin adalah mengikat ion besi, sehingga LF mampu menurunkan level ion besi yang merupakan bahan esensial untuk metabolisme mikroorganisme pathogen. Sehingga mikroorganisme tidak dapat melaangsungkan hidupnya. Crevicular Gingival Fluid Komponen darah humoral seluler dapat mencapai permukaan gigi dan epitel dalam rongga mulut melalui aliran cairan menembus epitel perlekatan gingival. Struktur dan fungsi epitel perlekatan adalah dalam pengertian hubungan biologi antara komponen vaskular dan struktur periodontal.3.1.2 Mekanisme FagositosisFagositosis adalah suatu mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh sel-sel fagosit, dengan jalan mencerna mikroorganisme atau partikel asing hingga menghancurkannya berkeping-keping. Sel fagosit ini terdiri dari 2 jenis, yaitu fagosit mononuclear dan polimorfonuklear. Fagosit mononukelar contohnya adalah monosit (di darah) dan jika bermigrasi ke jaringan menjadi makrofag. Contoh fagosit polimorfonuklear adalah granulosit, yaitu netrofil, eusinofil, basofil, dan cell mast (di jaringan). Supaya proses ini bisa terjadi, suatu mikroorganisme harus berjarak dekat dengan sel fagositnya.

Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi mikroorganisme, oleh karena itu dapat memberikan respon langsung terhadap antigen, sedangkan sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya. Respon imun nonspesifik merupakan salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya antigen, misalnya antigen bakteri, adalah menghancurkan bakteri bersangkutan secara nonspesifik dengan proses fagositosis. Dalam hal ini leukosit yang termasuk fagosit memegang peranan peranan yang sangat penting, khususnya makrofag demikian pula neutrofil dan monosit. Supaya dapat terjadi fagositosis sel-sel fagosit tersebut harus berada dala jarak dekat dengan partikel bakteri, atau lebih tepat lagi bahwa partikel tersebut harus melekat pada permukaan fagosit. Untuk mencapai hal ini maka fagosit harus bergerak menuju sasaran. Hal ini dimungkinkan berkat dilepaskannya zat atau mediator tertentu yang disebut factor leukotaktik atau kemotaktik yang berasal dari bakteri maupun yang dilepaskan oleh neutrofil atau makrofag yang sebelumnya telah berada di lokasi bakteri atau yang dilepaskan oleh komplemen. Selain factor kemotaktik yang menarik fagosit menuju antigen sasaran, untuk proses fagositosis selanjutnya bakteri perlu mengalami opsonisasi terlebih dahulu. Ini berarti bahwa bakteri terlebih dahulu dilapisi oleh immunoglobulin atau komplemen (C3b), agar supaya lebih mudah ditangkap oleh fagosit. Selanjutnya partikel bakteri masuk ke dalam sel dengan cara endositosis dan oleh pembentukan fagosom yang terperangkap dalam kantung fagosom seolah-olah ditelan untuk kemudian dihancurkan, baik dengan proses oksidasi-reduksi maupun oleh derajat keasaman yang ada dalam fagosit atau penghancuran oleh lisozim dan gangguan metabolisme bakteri.Komponen imunitas non spesifik ada 6, yaitu:a) Barriel epitelb) System fagositc) Sel natural killer (nk) d) System komplemene) Sitokin pada imunitas nonspesifikf) Protein plasma lainnya pada imunitas nonspesifik

1. Barrier eksternal Contoh barrier eksternal adalah mukosa dalam rongga mulut yang dapat menekan atau membunuh mikroorganisme. Sel epitel memproduksi antibodi peptida yang dapat membunuh bakteri Limfosit intraepitelial dapat mengenali lipid atau struktur lain pada mikroba. 2. Sel natural killer (NK)Sel natural killer (NK) adalah suatu limfosit yang berespons terhadap mikroba intraselular dengan cara membunuh sel yang terinfeksi dan memproduksi sitokin untuk mengaktivasi makrofag yaitu IFN-. Sel ini tidak mengekspresikan imunoglobulin atau reseptor sel T. Sel NK dapat mengenali sel pejamu yang sudah berubah akibat terinfeksi mikroba. 3. Sistem komplemen Merupakan sekelompok serum protein. Prinsip kerjanya sebagai media terjadinya reaksi inflamasi akut dan kemudian mengeliminasi mikoroorganisme yang menginvasi Sistem komplemen merupakan sekumpulan protein dalam sirkulasi yang penting dalam pertahanan terhadap mikroba. Banyak protein komplemen merupakan enzim proteolitik. Aktivasi komplemen membutuhkan aktivasi bertahap enzim-enzim ini yang dinamakan enzymatic cascade. 4. Sitokin pada imunitas non spesifikSebagai respons terhadap mikroba, makrofag dan sel lainnya mensekresi sitokin untuk memperantarai reaksi selular pada imunitas non spesifik. Sitokin merupakan protein yang mudah larut (soluble protein), yang berfungsi untuk komunikasi antar leukosit dan antara leukosit dengan sel lainnya. Sebagian besar dari sitokin itu disebut sebagai interleukin dengan alasan molekul tersebut diproduksi oleh leukosit dan bekerja pada leukosit (namun definisi ini terlalu sederhana karena sitokin juga diproduksi dan bekerja pada sel lainnya). Pada imunitas non spesifik, sumber utama sitokin adalah makrofag yang teraktivasi oleh mikroba. Terikatnya LPS ke reseptornya di makrofag merupakan rangsangan kuat untuk mensekresi sitokin. Sitokin juga diproduksi pada imunitas selular dengan sumber utamanya adalah sel T helper (TH). 5. Protein plasma lainnya pada imunitas non spesifikBerbagai protein plasma diperlukan untuk membantu komplemen pada pertahanan melawan infeksi. Mannose-binding lectin (MBL) di plasma bekerja dengan cara mengenali karbohidrat pada glikoprotein permukaan mikroba dan menyelubungi mikroba untuk mempermudah fagositosis, atau mengaktivasi komplemen melalui jalur lectin. Protein MBL ini termasuk dalam golongan protein collectin yang homolog dengan kolagen serta mempunyai bagian pengikat karbohidrat (lectin). Surfaktan di paru-paru juga tergolong dalam collectin dan berfungsi melindungi saluran napas dari infeksi. C-reactive protein (CRP) terikat ke fosforilkolin di mikroba dan menyelubungi mikroba tersebut untuk difagosit (melalui reseptor CRP pada makrofag). Kadar berbagai protein plasma ini akan meningkat cepat pada infeksi. Hal ini disebut sebagai respons fase akut (acute phase response).Cara kerja respons imun non spesifik dapat bervariasi tergantung dari jenis mikroba. Bakteri ekstraselular dan jamur dimusnahkan oleh fagosit, sistem komplemen, dan protein fase akut. Sedangkan pertahanan terhadap bakteri intraselular dan virus diperantarai oleh fagosit dan sel NK, serta sitokin sebagai sarana penghubung fagosit dan sel NK.

Baratawidjaya, Karnen Garna.2000.Imunologi Dasar. Jakarta :BalaiPenerbitKedokteranUniversitas Indonesia. Barid, Izzata, dkk. 2007. BiologiMulut I untukKedokteran Gigi.Jember; JemberUniversity Press.Carranza. 2006. Clinical Periodontology Tenth Edition. Los Angeles : Saunders Elsevier.Gunarso W, 1988.Buku AjarAlergiImunologi. IkatanDokterAnak Indonesia edisi 2.Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2007. Buku Ajar FisiologiKedokteranEdisi 11.Alihbahasa :Irawati, et al. Jakarta : EGC.Nurhayati, Diana.2001.Imunomodulator padaInfeksiBakteri.Semarang.Tjakronegoro, Arjatmo.2002.Imunologi Oral.Jakarta : Kedokteran Universitas Indonesia.