materi pajak

7
Indikator : Menjelaskan Pengertian pajak A. Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, pajak adalah peralihan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin. Surplusnya digunakan untuk investasi pada barang-barang publik. Misalnya jalan raya dan jembatan Menurut Prof. S.I Djayadiningrat Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada Negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberi kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukum, menurut peraturan- peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah, serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada balas jasa dari Negara. Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Berdasarkan defenisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pajak antara lain sebagai berikut : iuran wajib yang dibayar oleh wajib pajak kepada Negara pembayaran yang didasarkan pada norma-norma hukum sumber pembiayaan pengeluaran kolektif sarana untuk meningkatkan kesejahteraan umum balas jasa yang diberikan tidak secara langsung Indikator : Mengidentifikasi Fungsi, manfaat, dan besaran pajak B. Fungsi dan Manfaat Pajak serta Hubungannya dengan APBN Pajak mempunyai peran yang cukup besar dalam kehidupan bangsa, antara lain : 1. Fungsi Budgetair pajak (fiscal function), yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas Negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Fungsi ini disebut fungsi utama, karena pajak merupakan sumber pembiayaan Negara yang terbesar. Fungsi ini memegang peranan penting karena sekitar 70% pengeluaran Negara dibiayai oleh pajak. Pajak menjadi sumber pendapatan di APBN. 2. Sebagai alat pengatur kegiatan ekonomi (fungsi regulasi) Pajak dapat digunakan pemerintah untuk mengatur kegiatan ekonomi, Contohnya : jika pemerintah ingin meningkatkan daya saing barang dalam negeri, pemerintah bisa menurunkan tarif pajak ekspor sehingga barang dalam negeri bisa dijual dengan harga yang lebih murah. Jika harga lebih murah, negara lain lebih tertarik untuk membeli barang Indonesia. Jika pemerintah ingin melindungi industri dalam negeri, pemerintah dapat menaikkan tarif pajak impor bagi barang- barang yang sudah diproduksi di dalam negeri. Sedangkan untuk bahan baku industri yang masih diimpor, pemerintah harus menetapkan tarif pajak impor yang rendah atau kalau perlu tarif pajak impornya = 0 (tidak ada pajaknya sama sekali). Untuk mengatasi kemacetan di Jakarta, salah satu alternative yang diusulkan adalah penerapan ERP (Electronic Road Pricing) 3. Sebagai alat penjaga stabilitas (Fungsi Stabilitas) Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan keadaan ekonomi Contohnya : Apabila bila pemerintah mengurangi pajak penghasilan maka pada akhirnya dapat meningkatkan permintaan agregat. Bila permintaan agregat meningkat, para produsen akan menambah jumlah produksi untuk memenuhi permintaan tersebut. Bila terjadi penambahan jumlah produksi, maka dapat dikatakan telah terjadi peningkatan pendapatan nasional, karena pendapatan nasional di antaranya dihitung dari nilai barang dan jasa yang diproduksi. Bila pendapatan nasional meningkat maka negara telah mengalami pertumbuhan ekonomi. kenaikan tarif pajak akan mengurangi tingkat konsumsi masyarakat. Berkurangnya tingkat konsumsi akan mengurangi permintaan terhadap barang dan jasa yang akhirnya dapat menurunkan harga-harga. 4. Sebagai alat pemerataan pendapatan (fungsi distribusi) Pajak yang sudah menjadi pendapatan utama negara digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan. Penggunaan pajak untuk pembangunan harus dilakukan secara merata ke seluruh wilayah tanah air. Tidak terpusat di satu wilayah saja. Selain itu, dengan pajak tersebut, pemerintah dapat mensubsidi masyarakat miskin, seperti subsidi pupuk bagi petani atau subsidi dalam bentuk RASKIN (beras untuk rakyat miskin) agar tidak terjadi ketimpangan pendapatan di masyarakat. Dasar Hukum dan Fungsi Pajak Dalam melakukan pemungutan pajak kepada masyarakat, pemerintah memiliki dasar hukum yaitu: a. UUD 1945 pasal 23 A (sesudah diamandemen) yang berbunyi: Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang. b. Undang-Undang Perpajakan yang sudah disempurnakan (terbaru) terdiri atas: 1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (PPh). 3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan. 5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. 6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. 7) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-undang ini mengatur berbagai ketentuan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.

Upload: jogo-hera

Post on 26-Jul-2015

134 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Materi pajak

Indikator : Menjelaskan Pengertian pajak

A. Pengertian Pajak

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro,

pajak adalah peralihan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin.

Surplusnya digunakan untuk investasi pada barang-barang publik. Misalnya jalan raya dan jembatan

Menurut Prof. S.I Djayadiningrat

Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada Negara disebabkan oleh suatu keadaan,

kejadian dan perbuatan yang memberi kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukum, menurut peraturan-

peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah, serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada balas jasa dari Negara.

Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak,

yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan.

Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak

dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan

pembangunan nasional.

Berdasarkan defenisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pajak antara lain sebagai berikut :

iuran wajib yang dibayar oleh wajib pajak kepada Negara

pembayaran yang didasarkan pada norma-norma hukum

sumber pembiayaan pengeluaran kolektif

sarana untuk meningkatkan kesejahteraan umum

balas jasa yang diberikan tidak secara langsung

Indikator : Mengidentifikasi Fungsi, manfaat, dan besaran pajak

B. Fungsi dan Manfaat Pajak serta Hubungannya dengan APBN

Pajak mempunyai peran yang cukup besar dalam kehidupan bangsa, antara lain :

1. Fungsi Budgetair pajak (fiscal function), yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk

memasukkan dana secara optimal ke kas Negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku.

Fungsi ini disebut fungsi utama, karena pajak merupakan sumber pembiayaan Negara yang terbesar. Fungsi ini

memegang peranan penting karena sekitar 70% pengeluaran Negara dibiayai oleh pajak. Pajak menjadi sumber

pendapatan di APBN.

2. Sebagai alat pengatur kegiatan ekonomi (fungsi regulasi)

Pajak dapat digunakan pemerintah untuk mengatur kegiatan ekonomi,

Contohnya :

jika pemerintah ingin meningkatkan daya saing barang dalam negeri, pemerintah bisa menurunkan tarif pajak ekspor

sehingga barang dalam negeri bisa dijual dengan harga yang lebih murah. Jika harga lebih murah, negara lain lebih

tertarik untuk membeli barang Indonesia.

Jika pemerintah ingin melindungi industri dalam negeri, pemerintah dapat menaikkan tarif pajak impor bagi barang-

barang yang sudah diproduksi di dalam negeri. Sedangkan untuk bahan baku industri yang masih diimpor,

pemerintah harus menetapkan tarif pajak impor yang rendah atau kalau perlu tarif pajak impornya = 0 (tidak ada

pajaknya sama sekali).

Untuk mengatasi kemacetan di Jakarta, salah satu alternative yang diusulkan adalah penerapan ERP (Electronic Road

Pricing)

3. Sebagai alat penjaga stabilitas (Fungsi Stabilitas)

Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan keadaan ekonomi

Contohnya :

Apabila bila pemerintah mengurangi pajak penghasilan maka pada akhirnya dapat meningkatkan permintaan

agregat. Bila permintaan agregat meningkat, para produsen akan menambah jumlah produksi untuk memenuhi

permintaan tersebut. Bila terjadi penambahan jumlah produksi, maka dapat dikatakan telah terjadi peningkatan

pendapatan nasional, karena pendapatan nasional di antaranya dihitung dari nilai barang dan jasa yang diproduksi.

Bila pendapatan nasional meningkat maka negara telah mengalami pertumbuhan ekonomi.

kenaikan tarif pajak akan mengurangi tingkat konsumsi masyarakat. Berkurangnya tingkat konsumsi akan

mengurangi permintaan terhadap barang dan jasa yang akhirnya dapat menurunkan harga-harga.

4. Sebagai alat pemerataan pendapatan (fungsi distribusi)

Pajak yang sudah menjadi pendapatan utama negara digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan

pembangunan. Penggunaan pajak untuk pembangunan harus dilakukan secara merata ke seluruh wilayah tanah air.

Tidak terpusat di satu wilayah saja. Selain itu, dengan pajak tersebut, pemerintah dapat mensubsidi masyarakat

miskin, seperti subsidi pupuk bagi petani atau subsidi dalam bentuk RASKIN (beras untuk rakyat miskin) agar tidak

terjadi ketimpangan pendapatan di masyarakat.

Dasar Hukum dan Fungsi Pajak

Dalam melakukan pemungutan pajak kepada masyarakat, pemerintah memiliki dasar hukum yaitu:

a. UUD 1945 pasal 23 A (sesudah diamandemen) yang berbunyi: Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk

keperluan Negara diatur dengan undang-undang.

b. Undang-Undang Perpajakan yang sudah disempurnakan (terbaru) terdiri atas:

1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (PPh).

3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan

atas Barang Mewah.

4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan.

5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.

7) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-undang ini mengatur

berbagai ketentuan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.

Page 2: Materi pajak

Indikator : Mengidentifikasi Perbedaan pajak dengan pungutan resmi lainnya

Untuk meningkatkan pendapatan negara, selain mewajibkan masyarakat membayar pajak, pemerintah juga melakukan

pungutan resmi lainnya. Bentuk pungutan resmi lain tersebut adalah:

a. Retribusi, yaitu pungutan yang dilakukan dengan pemberian jasa atau fasilitas langsung dari negara kepada pihak yang

dipungut.

Contoh retribusi adalah karcis masuk terminal, karcis masuk tempat wisata, iuran sampah, iuran parkir dan iuran

keamanan.

b. Sumbangan, yaitu sejumlah dana yang disumbangkan masyarakat kepada pemerintah.

Contoh: SWPJ (Sumbangan Wajib Perbaikan Jalan) dan SWDKLLJR (Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu lintas

Jalan Raya)

Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat perbedaan antara pajak dengan pungutan resmi lainnya yang disajikan dalam tabel

berikut ini.

Indikator : Mendeskripsikan Asas dan prinsip pemungutan pajak

Agar tercipta keadilan dan tidak memberatkan masyarakat, dalam pemungutan pajak perlu diperhatikan asas-asas atau

prinsip-prinsip pemungutan pajak seperti yang sudah dikemukakan oleh Adam Smith yang lebih dikenal dengan istilah

Smith’s Canon, yang meliputi :

1. Asas Equality : Pemungutan pajak harus adil dan sesuai dengan kemampuan masing-masing wajib pajak.

2. Asas Certainty : pemungutan pajak harus memiliki kepastian hukum yang mengaturnya, subyek pajak, kepastian obyek

pajak dan kepastian tata cara pemungutannya. Hal ini dimaksudkan agar bisa dimengerti oleh wajib pajak serta

memudahkan perhitungan dan administrasi.

3. Asas Convenience of Payment : menekankan pentingnya saat dan waktu yang tepat dalam memenuhi kewajiban

perpajakan.

4. Asas Economics : biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan pemungutan pajak tidak boleh lebih besar dari jumlah

pajak yang dipungut.

Asas Pengenaan Pajak di Indonesia

Asas Pengenaan Pajak

Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang

bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-

ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat

(2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan

undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau

dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.

Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya

untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering

digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:

1. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle): berdasarkan asas

ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi

atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk

(resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di

negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak

itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak

terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep

pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang

diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).

2. Asas sumber: Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan

yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan

dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari

sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa

dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi

landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh:

Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan

dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.

3. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan

(nationality/citizenship principle): Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah

Page 3: Materi pajak

status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini,

tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya

dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara

menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.

Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas nasionalitas

atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada kedua asas

yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara untuk mengenakan pajak

adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai

penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas

nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu penting.

Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah

objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan

yang memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang

disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-

wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas

pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang

bersangkutan.

Tarif Pajak

Cara pemungutan pajak atau sistem penetapan tarif pajak terdiri atas empat cara, yaitu seperti berikut.

1. Tarif pajak proporsional (sebanding), adalah tarif pajak dengan menggunakan persentase yang tetap

untuk setiap dasar pengenaan pajak.

2. Tarif pajak degresif (menurun), adalah tarif pajak dengan menggunakan persentaseyang menurun

untuk setiap dasar pengenaan pajak.

3. Tarif pajak konstan (tetap), adalah tarif pajak yang tetap untuk setiap dasar pengenaan pajak atau

besarnya pajak yang dibayarkan jumlahnya tetap.

Page 4: Materi pajak

Indikator : Mengidentifikasi Jenis-jenis pajak

Berdasarkan pihak yang menangung

1. Pajak langsung (direct tax)

Pajak yang dikenakan secara berkala terhadap seseorang atau badan usaha berdasarkan ketetapan pajak. Pajak langsung

dipikul sendiri oleh wajib pajak.

Contohnya : Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

2. Pajak tidak langsung (indirect tax)

Pajak yang dikenakan atas perbuatan atau peristiwa. Pemungutan pajak tersebut tanpa surat ketetapan pajak dan bias

dialihkan kepada pihak lain.

Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Penjualan dan Cukai, yang memungut adalah perusahaan dan yang

menangung adalah perusahaan.

Umumnya demi perhitungan bisnis, para wajib pajak penjualan atas barang mewah (biasanya para pengusaha) akan

mengalihkan beban pajak yang ditanggungnya kepada konsumen yang membeli barang mewah. Caranya? Gampang

sekali, yaitu dengan menaikkan harga jual barang mewah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pajak tidak langsung

merupakan pajak yang tidak harus dipikul sendiri oleh wajib pajak, tetapi bisa dialihkan sebagian atau seluruhnya kepada

pihak lain.

Berdasarkan lembaga pemungut pajak

1. Pajak Negara

Pajak yang pemungutannya oleh pemerintah pusat. Pajak yang termasuk pajak Negara adalah Pajak Penghasilan (PPh),

Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penjualan atas barang mewah.

2. Pajak Daerah

Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah (Pemda), baik oleh daerah tingkat I maupun oleh pemerintah daerah

tingkat II. Pajak daerah digunakan oleh pemerintah daerah untuk membiayai rumah tangganya.

Contohnya : pajak pemotongn hewan, pajak radio, pajak reklame, pajak kendaraan bermotor dan pajak hiburan.

Berdasarkan sifatnya

1. Pajak Subyektif

Pajak yang berpangkal pada subyeknya (Wajib Pajak).

Contohnya : Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

2. Pajak Obyektif

Pajak yang dipungut berdasarkan obyeknya tanpa memerhatikan wajib pajak.

Contohnya : Pajak Penjualan dan Cukai

Indikator : Mendeskripsikan Sistem pemungutan pajak di Indonesia dan cara menghitung pajak

Ada beberapa system pajak yang pernah dilaksanakan di Indonesia. Sistem-sistem itu adalah :

a. Official Assesment System

Dilaksanakan sampai tahun 1967.

System dimana wewenang pemungutan pajak pada fiscus (Pemungut Pajak). Fiscus berhak menentukan besarnya utang

pajak orang pribadi maupun badan dengan mengeluarkan surat ketetapan pajak. Dalam system ini para wajib pajak

bersifat pasif dan menunggu ketetapan fiscus mengenai utang pajaknya.

b. Semi Self Assesment System dan Witholding System

Dilaksanakan pada periode 1968 s/d 1983

Semi Self Assesment System adalah suatu system pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak

yang terutang oleh seseorang berada pada kedua belah pihak, yaitu wajib pajak dan fiscus. Mekanisme dalam pelaksanaan

system ini berdasarkan suatu anggapan bahwa wajib pajak pada akhir tahun menaksir sendiri besarny utang pajak yang

harus dibayar pada akhir tahun pajak. Besarnya pajak terutang sesungguhnya ditetapkan oleh fiscus. Di Indonesia system

semi self assessment diterapkan dengan system withholding yang pada waktu itu dikenal dengan istilah MPS (Menghitung

Pajak Sendiri) dan MPO (Menghitung Pajak Orang). Withholding adalah suatu system pemungutan pajak dimana

wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada pihak ketiga dan bukan fiscus

maupun wajib pajak.

c. Self Assesment System

Dilaksanakan secara efektif pada tahun 1984 atas perombakan perundang-undangan perpajakan pada tahun 1983.

Full Self Assesment System yakni system pemungutan pajak dimana wajib pajak boleh menghitung dan melaporkan

sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan.

System ini menekankan pada wajib pajak harus aktif menghitung dan melaporkan jumlah pajak terutangnya tanpa campur

tangan dari fiskus.

Sistem pemungutan ini memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri, menghitung,

memperhitungkan utang pajaknya sendiri, membayar pajak terutang ke bank tempat pembayaran pajak dan kantor pos

serta melaporkan hasil perhitungan pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak. Pada sistem ini aparat pajak bertugas untuk

mengawasi, melakukan pelayanan dan penyuluhan kepada Wajib Pajak.

Page 5: Materi pajak

Indikator : Menjelaskan Alur administrasi perpajakan di Indonesia

Indikator : Mendeskripsikan Objek dan cara pengenaan pajak

1. Pajak Penghasilan (PPh)

a. Dasar hukum pajak adalah UU No. 7 Tahun 1983 yang mulai berlaku 1 Januari 1984. UU ini telah diubah beberapa

kali, terakhir perubahan keempat dengan UU No. 36 Tahun 2008

b. PPh : pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam

suatu Tahun Pajak.

Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh

Wajib Pajak baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk

apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan

lain sebagainya.

c. Subyek Pajak Penghasilan yakni : (1) Orang Pribadi, (2) Warisan yang belum dibagi, (3)Badan, (4) Bentuk Usaha

tetap

d. Obyek Pajak Penghasilan : Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap

tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun

dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang

bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

e. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

f. Tarif Pajak Penghasilan

Tarif Pasal 17 UU PPh

g. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh

delapan persen).

h. Besarnya tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok

Wajib Pajak (NPWP) lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan

terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

i. Contoh Perhitungan PPh

Drogba memiliki NPWP dan Penghasilan Kena Pajak Drogba adalah sebesar Rp 77.743.000,

maka PPh terutang setahun Drogba adalah :

Rp 50.000.000 x 5% = Rp 2.500.000

Rp 27.743.000 x 15% = Rp 4.161.450 +

Jumlah = Rp 6.661.450

Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp75.000.000,00 Pajak Penghasilan yang harus dipotong

bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP adalah:

5% x Rp50.000.000,00 = Rp2.500.000,00

15% x Rp25.000.000,00 = Rp3.750.000,00(+)

Jumlah Rp6.250.000,00

Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah:

5% x 120% x Rp50.000.000,00 = Rp3.000.000,00

15% x 120% x Rp25.000.000,00 = Rp4.500.000,00(+)

Jumlah Rp7.500.000,00

Penghasilan Kena Pajak PT. Harapan Jaya (Badan Usaha) berjumlah Rp. 519.450.000

Pajak Penghasilan terutang PT. Harapan Jaya adalah :

28% x Rp. 519.450.000 = Rp. 145.446.000

Page 6: Materi pajak

Perhatikan soal berikut ini :

Gunawan (memiliki NPWP) yang sudah menikah dan memiliki 4 orang anak, bekerja dengan gaji per

bulan Rp.3.500.000, pada PT Sentosa. PT ini mengikuti program Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga

Kerja) sehingga perusahaan membayar untuk Gunawan premi asuransi kecelakaan kerja Rp5.000, per

bulan dan premi asuransi kematian Rp3.000,-per bulan. PT Sentosa juga mengikuti program jaminan

hari tua dan pensiun, oleh karena itu Gunawan harus membayar iuran jaminan hari tua Rp20.000,- per

bulan dan iuran pensiun Rp25.000,- per bulan. Gunawan juga dikenakan biaya jabatan 5% dari gaji.

Penyelesaian Gaji per bulan ………………………………….. Rp. 3.500.000

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja ………………………………...... Rp. 5.000

Premi Jaminan Kematian ………………………………...... Rp. 3.000 +

Pengasilan Bruto Per bulan ………………………………..... Rp. 3.508.000

PENGURANGAN

Biaya Jabatan (5% x 3.508.000) Rp. 175.400

Iuran Pensiun Rp. 25.000

Iuran Jaminan Hari Tua Rp. 20.000 +

Rp. 220.400 –

Penghasilan Neto Sebulan Rp. 3.287.600

Penghasilan Neto Setahun 12 x 3.287.600 Rp. 39.451.200 PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)

Untuk Wajib Pajak Sendiri Rp. 24.300.000

Tambahan WP Kawin Rp. 2.025.000

3 Anak x 2.025.000 Rp. 6.075.000 +

Rp. 32.400.000 –

Pengasilan Kena Pajak Setahun ………………………………….. Rp. 7.051.200

Pembulatan ………………………………….. Rp. 7.051.000

PPh terutang setahun 5% x 7.051.000 = Rp. 352.550

PPh per bulan 352.550 /12 = Rp. 29.379

Perhatikan soal berikut ini dengan seksama Budi Karyanto pegawai pada perusahaan PT Candra Kirana, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan

Rp3.000.000,00. PT Candra Kirana mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan

premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari

gaji. PT Candra Kirana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan

Budi Karyanto membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT

Candra Kirana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Candra Kirana membayar iuran

pensiun untuk Budi Karyanto ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan,

setiap bulan sebesar Rp100.000,00, sedangkan Budi Karyanto membayar iuran pensiun sebesar Rp50.000,00.

Pada bulan Juli 2013 Budi Karyanto hanya menerima pembayaran berupa gaji. Penghitungan PPh Pasal 21

bulan Juli 2013 adalah sebagai berikut: Gaji per bulan ………………………………….. Rp. 3.000.000

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja ………………………………...... Rp. 15.000

Premi Jaminan Kematian ………………………………...... Rp. 9.000 +

Pengasilan Bruto Per bulan ………………………………..... Rp. 3.024.000

PENGURANGAN

Biaya Jabatan (5% x 3.024.000) Rp. 151.200

Iuran Pensiun Rp. 50.000

Iuran Jaminan Hari Tua Rp. 60.000 +

Rp. 261.200 -

Penghasilan Neto Sebulan Rp. 2.762.800

Penghasilan Neto Setahun 12 x 2.762.800 Rp. 33.153.600 PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)

Untuk Wajib Pajak Sendiri Rp. 24.300.000

Tambahan WP Kawin Rp. 2.025.000

3 Anak x 2.025.000 Rp. 6.075.000 +

Rp. 32.400.000 –

Pengasilan Kena Pajak Setahun ………………………………….. Rp. 753.600

Pembulatan ………………………………….. Rp. 753.000

PPh terutang 5% x 753.000 = Rp. 37.650

PPh bulan Juli Rp.37.650 / 12 = Rp. 3137

j. Contoh Perhitungan PPh

Misalnya penghasilan kena pajak Drogba adalah sebesar Rp 77.743.000,

maka PPh terutang:

Rp 50.000.000 x 5% = Rp 2.500.000

Rp 27.743.000 x 15% = Rp 4.161.450 +

Jumlah = Rp 6.661.450

Perhatikan soal berikut ini dengan seksama Budi Karyanto pegawai pada perusahaan PT Candra Kirana, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan

Rp3.000.000,00. PT Candra Kirana mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan

premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari

gaji. PT Candra Kirana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan

Page 7: Materi pajak

Budi Karyanto membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT

Candra Kirana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Candra Kirana membayar iuran

pensiun untuk Budi Karyanto ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan,

setiap bulan sebesar Rp100.000,00, sedangkan Budi Karyanto membayar iuran pensiun sebesar Rp50.000,00.

Pada bulan Juli 2013 Budi Karyanto hanya menerima pembayaran berupa gaji. Penghitungan PPh Pasal 21

bulan Juli 2013 adalah sebagai berikut: Gaji per bulan ………………………………….. Rp. 3.000.000

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja ………………………………...... Rp. 15.000

Premi Jaminan Kematian ………………………………...... Rp. 9.000 +

Pengasilan Bruto Per bulan ………………………………..... Rp. 3.024.000

PENGURANGAN

Biaya Jabatan (5% x 3.024.000) Rp. 151.200

Iuran Pensiun Rp. 50.000

Iuran Jaminan Hari Tua Rp. 60.000 +

Rp. 261.200 -

Penghasilan Neto Sebulan Rp. 2.762.800

Penghasilan Neto Setahun 12 x 2.762.800 Rp. 33.153.600 PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)

Untuk Wajib Pajak Sendiri Rp. 24.300.000

Tambahan WP Kawin Rp. 2.025.000

3 Anak x 2.025.000 Rp. 6.075.000 +

Rp. 32.400.000 –

Pengasilan Kena Pajak Setahun ………………………………….. Rp. 753.600

Pembulatan ………………………………….. Rp. 753.000

PPh terutang 5% x 753.000 = Rp. 37.650

PPh bulan Juli Rp.37.650 / 12 = Rp. 3137