mata lapsus.docx
DESCRIPTION
gsdhsafeyafetyrytwrTRANSCRIPT
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN Maret 2014
UNIVERSITAS PATTIMURA
EROSI KORNEA
Oleh:
Zainuddin Surkan Hadisaputra
2009-83-009
Pembimbing
dr. Carmila Tamtelahitu, Sp.M
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Trauma tumpul kornea dapat menimbulkan kelainan kornea mulai dari erosi
kornea sampai laserasi kornea. Bilamana lesi terletak dibagian sentral, lebih-lebih bila
mengakibatkan pengurangan ketajaman penglihatan. Benda asing dan erosi di kornea
menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan sewaktu mata dan kelopak
digerakkan. Pada trauma tumpul mata, kornea diperiksa untuk mencari apakah
terdapat kehilangan lapisan epitel (erosi), laserasi dan benda asing. Erosi kornea
merupakan terkikisnya lapisan kornea (epitel) oleh karena trauma pada bagian
superfisial mata. Erosi kornea adalah cedera mata yang paling umum dan mungkin
salah satu yang paling diabaikan. Hal ini terjadi karena gangguan pada integritas
epitel kornea atau permukaan kornea karena dikerok atau gundul sebagai akibat dari
kekuatan eksternal fisik. Lecet epitel kornea dapat kecil atau besar. Erosi kornea
biasanya sembuh dengan cepat, tanpa gejala sisa yang serius. Akibatnya, hal ini
sering dianggap kecil akibatnya. Namun, keterlibatan kornea yang lebih dalam dapat
menyebabkan pembentukan formasi jaringan parut dalam epitel dan stroma. Erosi
kornea terjadi dalam pada keadaan yang menyebabkan kompromi epitel seperti mata
kering, cedera kornea superfisial atau cedera mata misalnya disebabkan oleh benda
asing, dan penggunaan lensa kontak.1 Erosi kornea umumnya sembuh dengan cepat
dan harus diterapi dengan salep antibiotik dan pelindung mata.2,3 Ada 2 kategori pada
erosi kornea yaitu erosi superfisial, hanya sebatas lapisan epitel saja dan arbrasi
profunda, erosi yang terjadi hingga pada membran descemen tanpa disertai ruptur
pada membran tersebut. Erosi dapat diakibatkan oleh karena benda asing, lensa
kontak, pengusap pipi untuk make-up, ranting kayu dan tertusuknya mata oleh jari.2,3
B. ANATOMI
Dinding bola mata bagian depan ialah kornea yang merupakan jaringan yang
jernih dan bening, bentuknya dan bening, yang mempunyai beberapa tujuan:
perlindungan, refraksi , dan filtrasi dari beberapa cahaya ultraviolet. bentuknya
hampir sebagai lingkaran dan sedikit lebih lebar pada arah transversal (12mm)
dibanding arah vertikal. Kornea disisipkan ke sklera di limbus. Kornea dewasa rata-
rata mempunyai ketebalan 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi dan
diameternya sekitar 11,5 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai 5 lapisan
yang berbeda-beda.Dimulai dari lapisan epitel, membran Bowman, stroma, membran
descemen dan lapisan endotel.3,4,5 Kornea tidak memiliki pembuluh darah dan
menerima nutrisi melalui air mata serta dari aqueous humor. Dipersarafi terutama
oleh saraf trigeminal serta saraf oculomotor.6
C. ETIOLOGI
Potensi penyebab erosi kornea meliputi7,8 :
1. Cedera (misalnya, jari, kuku, kertas, sikat maskara, cabang-cabang pohon,
paparan merica semprot
2. Hembusan debu, pasir
3. Lensa kontak dengan penggunaan lama
4. Benda asing pada kelopak mata bawah
5. Pasien tidak sadar, luka karena kecelakaan oleh pekerja perawatan kesehatan
6. Benda asing kornea Objek yang sulit untuk melihat (misalnya, pecahan kaca
kecil )
7. Keratitis UV
8. Cedera margo kelopak mata dan avulsi
9. Laserasi pada kanalikuli dan pungtal
D. EPIDEMIOLOGI
Erosi kornea adalah cedera mata yang paling umum dan sangat umum di
kalangan orang-orang yang memakai lensa kontak . Meskipun erosi kornea mencapai
sekitar 10 % dari keadaan darurat mata terkait, kejadian diperkirakan bervariasi
menurut populasi dan tergantung pada bagaimana mereka didefinisikan dan kegiatan
yang terlibat dalam mekanisme cedera. Insiden cedera tanpa penetrasi pada mata
yang meliputi erosi kornea, 1.57 % per tahun. Insiden erosi kornea lebih tinggi di
antara orang usia kerja karena orang-orang muda lebih aktif daripada orang tua;
Namun, orang-orang dari segala usia dapat memiliki resiko terkena erosi kornea.
Pekerja otomotif antara usia 20 dan 29 tahun memiliki insiden tertinggi cedera mata.9
E. MANIFESTASI KLINIS
Pada erosi kornea, diagnosa dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan
pemeriksaan oftamologi yang tepat. Pada anamnesis yang didapatkan adanya riwayat
trauma tumpul dengan gejala-gejala seperti rasa nyeri pada mata, fotopobia, rasa
mengganjal, blefarospasme, pengeluaran air mata berlebihan dan visus yang
menurun.10 Pada pemeriksaan slit lamp adanya defek yang terjadi pada lapisan epitel
bersamaan dengan adanya edema kornea. Pada kasus berat, dengan edema yang berat
harus diperhatikan pada lapisan membran descemen juga. Dengan tes fluoresensi,
daerah defek/erosi dapat dilihat pada daerah yang berwarna hijau. Riwayat pasien
biasanya meliputi trauma pada mata baik karena benda asing atau lensa kontak.
Gejala biasanya dimulai segera setelah trauma terjadi dan dapat berlangsung menit ke
hari, tergantung pada ukuran dari erosinya. Gambaran klinis biasanya unilateral
ketika erosi kornea berhubungan dengan trauma. Mungkin bilateral jika dikaitkan
dengan penyakit diwariskan atau distrofi.
Ketajaman visual harus dinilai. Jika erosi mempengaruhi sumbu visual,
mungkin ada defisit dalam ketajaman yang harus jelas bila dibandingkan dengan mata
terluka. Jika pemeriksaan dibatasi oleh rasa sakit, anestesi topikal seperti tetrakain
atau proparacaine dapat digunakan. Jumlah anastesi yang digunakan harus minimal,
karena agen ini biasanya akan memperlambat penyembuhan luka.
F. DIAGNOSIS
Pada erosi kornea, diagnosa dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan
pemeriksaan oftamologi yang tepat. Pada anamnesis yang didapatkan adanya riwayat
trauma tumpul dengan gejala-gejala seperti rasa nyeri pada mata, fotopobia, rasa
mengganjal, blefarospasme, pengeluaran air mata berlebihan dan visus yang
menurun. Pada pemeriksaan slit lamp adanya defek yang terjadi pada lapisan epitel
bersamaan dengan adanya edema kornea. Pada kasus berat, dengan edema yang berat
harus diperhatikan pada lapisan membran descemen juga. Dengan tes fluoresensi,
daerah defek/erosi dapat dilihat pada daerah yang berwarna hijau.
Gambar 1.1. Defek pada epitel kornea ketika diperiksa
dengan lampu biru setelah diteteskan flourescein11
G. PENATALAKSANAAN
Erosi kornea umumnya sembuh dengan cepat dan harus diterapi dengan salep
antibiotik dan pelindung mata. Dilatasi pupil dengan siklopentolat 1% dapat
membantu menghilangkan nteri yang disebabkan oleh spasme otot siliar. Kornea
memiliki kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri, dimana pengobatan
bertujuan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Jika erosi yang terjadi ringan,
maka terapi yang diberikan hanyalah lubrikasi pada mata yang sakit dan kemudian
dilakukan follow-up untuk hari berikutnya. Penyembuhan ini dapat berlangsung
selama 2 hari ataupun dalam waktu seminggu. Bagaimanapun untuk menghindari
infeksi, pemberian antibiotik dianjurkan. Namun tak lepas dari pengobatan, seorang
dokter harus tetap melakukan follow up untuk meyakinkan bahwa tidak terjadi
inefeksi nantinya.12 Sebagai langkah awal, diberikan pengobatan yang berisifat
siklopegi seperti atropine 1% pada kasus yang berat, hematropine 5% pada kasus
sedang dan cyclopentolate 1% untuk pasien dengan erosi yang ringan. Anjuran
selanjutnya yaitu pada obat topical antibiotic yang terdiri dari polytrim, gentamycin
dan tombramycin. Selain itu, pasien dianjurkan untuk istirahat total (bed-rest)
diharapkan tidak adanya pergerakkan pasien secara aktif. Apabila pasien merasa
nyeri, diberikan pengobatan topical nonsteroid anti inflamasi (Voltaren, Acular atau
Ocufen).
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi apabila penyembuhan epitel tidak terjadi secara baik
atau minimal sehingga kerusakan lapisan kornea bisa terjadi hingga pada daerah
Membrane Descemen. Dengan keadaan seperti itu, maka akan terjadi pelepasan pada
lapisan kornea hingga terjadi Recurrent Corneal Erosions (RCE) dalam beberapa
bulan atau hingga beberapa tahun.2, 12
I. PROGNOSIS
Pada pengobatan topical umumnya dengan prognosis yang baik. Penyembuhan
pada lapisan kornea ini dapat terjadi dalam beberapa hari. Pada erosi yang terjadi
agak dalam dapat terjadi penyembuhan dengan jaringan sikatriks berupa nebula,
makula ataupun leukoma kornea.4
Erosi kornea yang tidak diobati secara sempurna dapat menjadi ulkus kornea.
Beberapa erosi dalam (misalnya yang melibatkan lapisan stroma kornea) dalam pusat
sumbu visual (yaitu, daerah pusat kornea langsung di atas pupil) sembuh tapi
meninggalkan bekas luka yang dalam sehingga memiliki kerugian permanen
ketajaman visual. Penyembuhan erosi yang kecil diharapkan sembuh dalam waktu
24-48 jam. Erosi luas atau mendalam mungkin memerlukan satu minggu untuk
penyembuhan. Morbiditas yang signifikan jarang terjadi dan sebagian besar biasanya
dengan komplikasi infeksi atau alergi terhadap obat yang digunakan untuk
pengobatan. Pada dasarnya semua ulkus kornea dimulai dengan erosi. Erosi kornea
yang terkait dengan lensa kontak dapat menjadi infeksi pseudomonas atau keratitis
amoebic dan menyebabkan kerusakan mata lebih lanjut (termasuk perforasi atau
jaringan parut kornea) jika tidak segera diobati. Sedangkan erosi yang disebabkan
oleh tanaman biasanya menjadi ulkus jamur.13
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : TN. AS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 36 tahun
Agama : Kristen
Alamat : Jalan Rijali (Belakang Soya)
Suku/Bangsa : Maluku
Pekerjaan : PNS
Tanggal : 1 April 2014
Pemeriksa : dr. X
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 1 April 2014 pukul 12.00 WIT di
Poliklinik Mata RSUD.
Keluhan Utama : Nyeri pada mata sebelah kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dating ke Poliklinik Mata dengan keluhan mata sebelah kanan terasa
nyeri sejak 1 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh mata berair, terasa silau dan
penglihatan sedikit kabur. Tampak konjungtiva pasien hiperemis. Pasien
mengaku sebelumnya mengendarai sepeda motor dan mata terkena daun pohon
di pinggir jalan.
Riwayat Penyakit Sebelumnya:
- Riwayat penyakit mata sebelumnya disangkal
- Riwayat memakai kacamata dan lensa kontak disangkal
Riwayat dalam keluarga:
- Ada gejala yang sama disangkal
Riwayat sosial: -
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis (C4 M6 V5)
Tekanan Darah : Tidak dilakukan
Nadi : Tidak dilakukan
Pernapasan : Tidak dilakukan
b. Status Oftalmologi
- Visus OD : 6/6 F
Visus OS : 6/6
- Segmen anterior ODS
OD OS
Udem(-), Hematom (-),
Blefarospasme (+)
Palpebra Normal
Hiperemis(+), Injeksi Siliar
(+), sekret (-)
Konjungtiva Dalam batas normal
Flourescein Tes(+) Kornea Jernih
Normal Bilik Mata Depan Normal
Radier, coklat Iris Radier, coklat
Isokor, central Refleks
Pupil(+)
Pupil Isokor, Refleks
pupil(+)
Jernih Lensa Jernih
Gambar Skematik
Flourescein Tes (+) injeksi siliar
- Tekanan Intra Okuli ODS: tidak dilakukan
- Pergerakan Bola Mata : tidak dilakukan
- Funduskopi ODS: tidak dilakukan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Lab Darah Lengkap
V. DIAGNOSA KERJA
OD Trauma Okuli cum OD Erosi Kornea
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Keratitis
2. Benda Asing pada kornea
3. Ulkus kornea
4. Trikiasis
VII. PERENCANAAN1. Diagnosis
- Kultur Bakteri
- Pewarnaan KOH
2. Terapi
Terapi yang direncanakan adalah:
- Antibiotik topikal digunakan untuk mencegah komplikasinya. Biasanya yang
dianjurkan adalah Ofloxsacin dan Torbamicin.
- Agen Sikloplegia kerja cepat seperti Tropikamide dapat diberikan untuk
memberikan rasa nyaman pasien.
- Dibebat selama 24 jam.
- Bed Rest (Istirahat total)
3. Monitoring
- Keluhan
- Visus
- Segmen Anterior (Kornea, Konjugtiva)
4. Edukasi
Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang
- Kondisi mata kanan pasien
- Pemberian obat sesuai anjuran dokter
- Bimbingan Rohani
VIII. PROGNOSIS
- Quo ad Vitam : Bonam
- Quo ad Visam : Bonam
- Quo ad Sanasionam : Dubia at Bonam
BAB III
PEMBAHASAN
Pada erosi kornea, diagnosa dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan
pemeriksaan oftamologi yang tepat. Pada anamnesis yang didapatkan adanya riwayat
trauma tumpul dengan gejala-gejala seperti rasa nyeri pada mata, fotopobia, rasa
mengganjal, blefarospasme, pengeluaran air mata berlebihan dan visus yang
menurun. Pada pemeriksaan slit lamp adanya defek yang terjadi pada lapisan epitel
bersamaan dengan adanya edema kornea. Pada kasus berat, dengan edema yang berat
harus diperhatikan pada lapisan membran descemen juga. Dengan tes fluoresensi,
daerah defek/erosi dapat dilihat pada daerah yang berwarna hijau. Tanda-tanda
meliputi cacat epitel dan edema, dan sering injeksi konjungtiva, kelopak mata
bengkak. Dalam kasus ini tidak didapatkan kelopak mata bengkak, tetapi terdapat
injeksi siliar. Penglihatan mungkin kabur, baik dari pembengkakan kornea dan air
mata berlebih. Pada pasien ini visusnya sedikit menurun. Pemeriksaan laboratorium
dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara lain glaukoma, diabetes
mellitus, maupun kelainan darah. Erosi kornea umumnya sembuh dengan cepat dan
harus diterapi dengan salep antibiotik dan pelindung mata. Meskipun erosi kecil
mungkin tidak memerlukan pengobatan khusus. Pada kasus ini diberikan antibiotic
untuk mencegah infeksi, kemudian matanya dibebat. Tujuannya pada kasus ini
erosinya tidak terlalu luas sehingga dengan mata yang dibebat diharapkan epitel
kornea dapat sembuh dalam waktu 24 jam. Pada erosi yang lebih besar biasanya
diobati selama beberapa hari dengan antibiotik topikal untuk mencegah infeksi dan
kadang-kadang cycloplegic topikal untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan
kenyamanan. Kornea memiliki kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri,
dimana pengobatan bertujuan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Jika erosi
yang terjadi ringan, maka terapi yang diberikan hanyalah lubrikasi pada mata yang
sakit dan kemudian dilakukan follow-up untuk hari berikutnya. Penyembuhan ini
dapat berlangsung selama 2 hari ataupun dalam waktu seminggu. Bagaimanapun
untuk menghindari infeksi, pemberian antibiotik dianjurkan. Sebagai langkah awal,
diberikan pengobatan yang berisifat siklopegi seperti atropine 1% pada kasus yang
berat, hematropine 5% pada kasus sedang dan cyclopentolate 1% untuk pasien
dengan abrasi yang ringan. Dalam kasus ini pasien diberikan sikloplegia dengan
waktu paruh paling cepat seperti tropikamide. Anjuran selanjutnya yaitu pada obat
topical antibiotik yang terdiri dari polytrim, gentamycin dan tombramycin. Selain itu,
pasien dianjurkan untuk istirahat total (bed-rest) diharapkan tidak adanya
pergerakkan pasien secara aktif. Apabila pasien merasa nyeri, diberikan pengobatan
topical nonsteroid anti inflamasi (Voltaren, Acular atau Ocufen). Untuk erosi kornea
berulang, pengobatan mungkin telah dengan operasi laser disebut keratectomy
phototherapeutic. Anestesi topikal tidak akan digunakan untuk mengontrol rasa sakit
terus karena mereka dapat mengurangi penyembuhan dan menyebabkan keratitis
sekunder. Komplikasi yang terjadi apabila penyembuhan epitel tidak terjadi secara
baik atau minimal sehingga kerusakan lapisan kornea bisa terjadi hingga pada daerah
membrane descemen. Dengan keadaan seperti itu, maka akan terjadi pelepasan pada
lapisan kornea hingga terjadi Recurrent Corneal Erosions (RCE) dalam beberapa
bulan atau hingga beberapa tahun. Pada pengobatan topical umumnya dengan
prognosis yang baik. Penyembuhan pada lapisan kornea ini dapat terjadi dalam
beberapa hari. Pada erosi yang terjadi agak dalam dapat terjadi penyembuhan dengan
jaringan sikatriks berupa nebula, makula ataupun leukoma kornea. Meskipun erosi
kecil mungkin tidak memerlukan pengobatan khusus, erosi yang lebih besar biasanya
diobati selama beberapa hari dengan antibiotik topikal untuk mencegah infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mann I. Study of epithelial regeneration in living eye. Br J Ophthalmol.
1944;28:26.
2. Anonim, Corneal Abrasion in Encyclopedia of Medicine 2006. Available at
http://www.healthatoz/transform.jps.html. Accessed on : February 24th 2009.
3. Anonim, Corneal Abrasion and Reccurent Corneal Erosions. Avalable at
http://www.yahoo.com/revoptomSECT3F.html. Accessed on : February 24th
2009.
4. Ilyas, Sidarta., Trauma Tumpul Mata : Ilmu Penyakit Mata. Sagung Seto, Jakarta,
2002. Hal : 263-6.
5. Batterburry, Mark., Trauma : Ophthalmology. Elsevier, London, 2007. Hal : 76,7
6. Dua HS, Gomes JA, Singh A. Corneal epithelial wound healing. Br J
Ophthalmol. May 1994;78(5):401-8
7. Brown L, Takeuchi D, Challoner K. Corneal abrasions associated with pepper
spray exposure. Am J Emerg Med. May 2000;18(3):271-2.
8. Duma SM, Jernigan MV, Stitzel JD, Herring IP, Crowley JS, Brozoski FT, et al.
The effect of frontal air bags on eye injury patterns in automobile crashes. Arch
Ophthalmol. Nov 2002;120(11):1517-22.
9. Wong TY, Lincoln A, Tielsch JM, Baker SP. The epidemiology of ocular injury
in a major US automobile corporation. Eye (Lond). 1998;12 ( Pt 5):870-4.
10. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. FKUI. Jakarta, 2010. Hal: 262
11. Lang, GK. Ophthalmology: a short textbook. Thieme, Stuttgart · New York 2000
12. Anonim, Corneal Abrasion in Encyclopedia of Medicine 2006. Available at
http://www.healthatoz/transform.jps.html. Accessed on : February 24th 2009.
13. Quinn SM, Kwartz J. Emergency management of contact lens associated corneal
abrasions. Emerg Med J. Nov 2004;21(6):755.