masimpei, sang pengawal hutan desa - lestari … · kelompok usaha perhutanan sosial (kups), yakni...

3
MASIMPEI, SANG PENGAWAL HUTAN DESA USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN Oleh: Jelfi Masimpei, seorang guru Biologi, ingin mewariskan hutan yang lestari bagi anak-cucunya. Hal ini men- jadi penyemangatnya untuk membangun hutan de- sa di Desa Tangkahen, Kecamatan Banama Tingang, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Sema- ngat ini yang menuntun pria yang juga berprofesi sebagai kepala sekolah SMK Tangkahen ini untuk meniti lika-liku jalan advokasi demi pengelolaan hu- tan yang berkelanjutan sekaligus menyejahterakan masyarakat. Keinginan Masimpei untuk menempuh jalur advo- kasi terkait erat dengan kondisi hutan di Desa Tangkahen. Hutan di daerah ini telah dieksploitasi akibat praktik penebangan yang tidak berkelanju- tan oleh perusahaan. Kerusakan hutan tak menyi- sakan apapun bagi penduduk asli yang tinggal di desa ini. Bersama dengan itu, hilang pula tutupan hutan beserta flora dan fauna khas yang dapat digunakan untuk kebutuhan warga sehari-hari. Di tengah kehancuran itu, warga hanya dapat jadi penonton. Namun, Masimpei menolak berdiam diri. Tahun 2010, ia mulai membujuk dan mendo- rong pemerintah lokal untuk meresmikan hutan Tangkahen sebagai hutan desa. Upayanya mendapatkan dukungan dari USAID LES- TARI yang kala itu mulai mendorong pengelolaan hutan kolaboratif di tahun 2015. LESTARI mem- “Ketika kita melestarikan hutan, hutan akan menyediakan kebutuhan kita.” – Masimpei. USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1

Upload: dodat

Post on 20-Mar-2019

253 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MASIMPEI, SANG PENGAWAL HUTAN DESA

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN

Oleh: Jelfi

Masimpei, seorang guru Biologi, ingin mewariskan hutan yang lestari bagi anak-cucunya. Hal ini men- jadi penyemangatnya untuk membangun hutan de- sa di Desa Tangkahen, Kecamatan Banama Tingang, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Sema- ngat ini yang menuntun pria yang juga berprofesi sebagai kepala sekolah SMK Tangkahen ini untuk meniti lika-liku jalan advokasi demi pengelolaan hu- tan yang berkelanjutan sekaligus menyejahterakan masyarakat.

Keinginan Masimpei untuk menempuh jalur advo- kasi terkait erat dengan kondisi hutan di Desa Tangkahen. Hutan di daerah ini telah dieksploitasi akibat praktik penebangan yang tidak berkelanju- tan oleh perusahaan. Kerusakan hutan tak menyi- sakan apapun bagi penduduk asli yang tinggal di desa ini. Bersama dengan itu, hilang pula tutupan hutan beserta flora dan fauna khas yang dapat digunakan untuk kebutuhan warga sehari-hari. Di tengah kehancuran itu, warga hanya dapat jadi penonton. Namun, Masimpei menolak berdiam diri. Tahun 2010, ia mulai membujuk dan mendo- rong pemerintah lokal untuk meresmikan hutan Tangkahen sebagai hutan desa.

Upayanya mendapatkan dukungan dari USAID LES- TARI yang kala itu mulai mendorong pengelolaan hutan kolaboratif di tahun 2015. LESTARI mem-

“Ketika kita melestarikan hutan, hutan akan menyediakan kebutuhan kita.” – Masimpei.

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1

fasilitasi pembentukan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD), sebuah lembaga yang dibentuk ber-dasarkan Peraturan Desa dan bertugas mengawa- si pengelolaan hutan desa. Dukungan ini semakin memotivasi Masimpei. Ia lalu mengumpulkan war- ga desa untuk mendiskusikan pembentukan hutan desa. Setidaknya ada 20 warga yang berkomit- men untuk mengawal proses ini. Merekalah yang kemudian disebut ‘Tim 20’.

Dengan kepemimpinan Masimpei, Tim 20 secara aktif berupaya mewujudkan hutan desa. Langkah pertama yang mereka lakukan adalah membentuk Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), yakni kelompok tani yang nantinya memegang hak pe- ngelolaan hutan desa. Beberapa kelompok usaha yang dibuat adalah KUPS obat tradisional dan ta-naman hias, KUPS ekowisata, KUPS anyaman serta KUPS pengelolaan madu hutan dan jamur.

Bersamaan dengan upaya Masimpei untuk meng-gerakkan warga, LESTARI membantu menyelesai- kan proposal pengelolaan hutan desa, pemetaan wilayah dan memfasilitasi proses pengajuan pro- posal ini ke Kementerian Lingkungan dan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Setelah KLHK menerima

proposal ini, mereka mengirimkan tim ke lapangan untuk melakukan survey dan verifikasi data.

Pada awalnya, luas wilayah Hutan Tangkahen yang diajukan sebagai bagian dari hutan desa ada-lah 1.500 hektar. Namun, dalam proses verifikasi, jumlah ini berkurang, mulai dari 1.300 hektar, menjadi 750 hektar, menurun kembali menjadi 357 hektar, dan akhirnya disetujui menjadi 162 hektar. Yang membahagiakan, surat keputusan terkait izin pengelolaan hutan desa (bedasarkan P.83/MEN-LHK/SETJENKUM.1/10/2016) ini diberi- kan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Presi- den menyerahkannya saat mengunjungi Desa Bun- toi, Kabupaten Pulang Pisau, pada tanggal 20 Desember 2016 dalam acara peletakan batu per- tama pembangunan pabrik sengon.

Pemberian sertifikat pengelolaan hutan desa ini benar-benar membahagiakan Masimpei. “Misi saya tercapai. Ini hari paling membahagiakan dalam hi- dup saya. Suatu saat, saya bisa bercerita pada anak cucu saya tentang perjuangan orangtua me- reka untuk memperjuangkan hutan Tangkahen ini. Karena ketika kita melestarikan hutan, hutan akan menyediakan kebutuhan kita,” ujarnya.

Foto (dari atas ke bawah) 1. Masimpei

2. Masimpei bersama para anggota KUPS di Guest House Hutan Desa Tangkahen

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 2

Sudah setahun berlalu sejak pemberian hak kelo-la hutan desa dan masih banyak pekerjaan ru-mah yang perlu dilakukan Masimpei dan kawan- kawannya. Mereka ingin Hutan Desa Tangkahen menjadi salah satu tempat tujuan ekowisata di Kalimantan Tengah. Langkah yang mereka tempuh adalah mengajukan permohonan bantuan dana kepada Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) sebesar Rp 50 juta. Dana ini akan digunakan untuk membeli perlengkapan se- perti senter, kantong tidur dan membuka jalur hutan untuk ekowisata. Langkah lain adalah me- lobi kepala desa dan warga desa agar menyetujui alokasi dana desa untuk membangun pesanggra- han di Hutan Desa Tangkahen.

Upaya Masimpei dan kawan-kawannya berbuah manis. LPHD Tangkahen yang dipimpin Masimpei akhirnya mampu mendapatkan dana Rp 125 juta untuk membangun pesanggrahan di tepi Hutan Desa Tangkahen. Setelah itu, mereka melakukan pendekatan kepada beragam pemangku kepenti- ngan yang dapat membantu mereka mengem- bangkan dan mempromosikan rencana bisnis eko- wisata. Dalam hal ini, LESTARI membantu me- ngembangkan rencana pengelolaan Hutan Desa Tangkahen untuk 10 tahun dan rencana kerja ta- hun 2017-2018. LESTARI mendukung Perhutan-an Sosial sebagai model pengelolaan hutan yang menempatkan masyarakat sebagai pengelola kun- ci dan penjaga hutan.

Masimpei percaya bahwa Hutan Desa Tangka- hen akan berkembang menjadi tujuan ekowisa- ta. Untuk mewujudkan hal itu, dibutuhkan komit- men seluruh warga. Masimpei percaya bahwa warga desa akan menjaga Hutan Desa. “Di sini kami masih menerapkan hukum adat, yang disebut Singer. Dengan masih kentalnya hal ini, semua warga pasti akan mendukung Hutan Desa Tang- kahen karena kami harus melestarikannya untuk generasi mendatang,” ungkap Masimpei.

Foto (dari atas ke bawah): 1. Nepenthes

2. Lumut di Hutan Desa Tangkahen

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 3