makalah kelompok iv hutan gambut.docx

62
HUTAN HUJAN TROPICA TIPE GAMBUT ( PEAT FOREST ) DOSEN: : Dr. Ir. Syamsuddin Millang, MS. KELOMPOK IV INDRA MANGIRI (M11114315) IRWANSYAH (M11114318) AFRISAL KARAENG TASIK (M111143211) JEMS RUNGO BATTI (M11114324) NUR RA’AENA DEWI SYAM (M11114327) FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Upload: irwanbrother

Post on 04-Oct-2015

85 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

HUTAN HUJAN TROPICA TIPE GAMBUT ( PEAT FOREST )DOSEN: : Dr. Ir. Syamsuddin Millang, MS.

KELOMPOK IVINDRA MANGIRI (M11114315)IRWANSYAH (M11114318)AFRISAL KARAENG TASIK (M111143211)JEMS RUNGO BATTI (M11114324)NUR RAAENA DEWI SYAM (M11114327)

FAKULTAS KEHUTANANUNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2014

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, kerena berkat dan rahmat-NYA sehingga kami dapat menyelesaiakan makalah ini yang membahas tentang Hutan Hujan Tropica Tipe Gambut (Peat Forest ) tepat pada waktunya.Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini, terlebih khusus kepada dosen mata kuliah PIK, yang telah membimbing kami hingga selesainya makalah ini.Kami sadari bahwa, makalah ini memiliki banyak kekurangan. Untuk itu, saran dan kritikan yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Olehnya itu kami mengucapkan terima kasih.Makassar, 19 Oktober 2014

Kelompok IV

iiDAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................iKATA PENGANTAR.............................................................................................iiDAFTAR ISI...........................................................................................................ivBAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang.......................................................................................21.2 Rumusan Masalah..................................................................................21.3 Tujuan Penulisan....................................................................................31.4 Manfaat Penulisan..................................................................................3BAB II KAJIAN TEORI2.1 Pengertian Hutan Gambut......................................................................52.2 Pembentukan Hutan Gambut.................................................................72.3 Persebaran Hutan Gambut Di Indonesia................................................8BAB III PEMBAHASAN3.1 Komposisi Jenis Pohon Dan Tanah Pada Hutan Gambut....................113.2 Struktur Lapisan Pada Hutan Gambut..................................................113.3 Jenis Pohon Dan Potensinya Pada Hutan Gambut...............................133.4 Jenis Fauna Yang Langka Dan Endemik PadaHutan Gambut Dan Potensinya...........................................................253.5 Pengalihan Fungsi Hutan Gambut Serta Akibat Yang Ditimbulkan DanCara Penanggulangannya....................................................................31

iiiBAB IV PENUTUP4.1 Kesimpulan..........................................................................................334.2 Saran.....................................................................................................34DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35LAMPIRAN...........................................................................................................38

ivBAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKeterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian mengarah pada lahan-lahan marjinal. Lahan gambut adalah salah satu jenis lahan marjinal yang dipilih, terutama oleh perkebunan besar, karena relatif lebih jarang penduduknya sehingga kemungkinan konflik tata guna lahan relatif kecil.Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua (BB Litbang SDLP, 2008). Namun karena variabilitas lahan ini sangat tinggi, baik dari segi ketebalan gambut, kematangan maupun kesuburannya, tidak semua lahan gambut layak untuk dijadikan areal pertanian. Dari 18,3 juta ha lahan gambut di pulau-pulau utama Indonesia, hanya sekitar 6 juta ha yang layak untuk pertanian.Kenyataan di lapangan gambut di Indonesia sebagian besar merupakan gambut rawa lebat dan baru sedikit yang dimanfaatkan untuk lahan pertanian bagi para transmigran, yaitu gambut tipis yang tersebar di daerah yang terletak di tepi sungai besar. Jenis flora dan fauna di hutan gambut relatif terbatas, sedangkan tanahnya mengandung lebih dari 65% bahan organik.Perluasan pemanfaatan lahan gambut meningkat pesat di beberapa propinsi yang memiliki areal gambut luas, seperti Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Antara tahun 1982 sampai 2007 telah dikonversi seluas 1,83 juta ha atau 57% dari luas total hutan gambut seluas 3,2 juta ha di Provinsi Riau. Laju konversi lahan gambut cenderung meningkat dengan cepat, sedangkan untuk lahan non gambut peningkatannya relatif lebih lambat (WWF, 2008).Ekosistem lahan gambut sangat penting dalam sistem hidrologi kawasan hilir suatu DAS karena mampu menyerap air sampai 13 kali lipat dari bobotnya. Selain itu, kawasan gambut juga merupakan penyimpan cadangan karbon yang sangat besar, baik di atas maupun di bawah permukaan tanah.Kerusakan ekosistem gambut berdampak besar terhadap lingkungan setempat (in situ) maupun lingkungan sekelilingnya (ex situ). Kejadian banjir di hilir DAS merupakan salah satu dampak dari rusaknya ekosistem gambut. Deforestasi hutan dan penggunaan lahan gambut untuk sistem pertanian yang memerlukan drainase dalam (> 30 cm) serta pembakaran atau kebakaran menyebabkan emisi CO2 menjadi sangat tinggi. Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan membahas tentang komposisi, struktur, potensi flora, potensi fauna dan persebarannya, serta pengalihan fungsi lahan gambut itu sendiri.1.2Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa rumusan masalah : Bagaimana Komposisi Jenis Tanah Pada Hutan Gambut? Apa Struktur Lapisan Hutan Gambut? Bagaimana Pembagian Jenis Pohon Dan Potensinya Pada Hutan Gambut? Mana yang termasuk Fauna Yang Langka Dan Endemik Pada Hutan Gambut Dan Potensinya? Apa yang terjadi jika terjadi Pengalihan Fungsi Hutan Gambut, Serta Akibat Yang Ditimbulkan Dan Cara Penanggulangannya?

1.3Tujuan PenulisanDari rumusan masalah yang di paparkan, maka terdapat tujuan yang ingin di capai,yaitu: Untuk mengetahui Komposisi Jenis Tanah Pada Hutan Gambut Untuk mengetahui Struktur Lapisan Hutan Gambut Untuk mengetahui Jenis Pohon Dan Potensinya Pada Hutan Gambut Untuk mengetahui Jenis Fauna Yang Langka Dan Endemik Pada Hutan Gambut Dan Potensinya Dapat mengetahui Pengalihan Fungsi Hutan Gambut Serta Akibat Yang Ditimbulkan Dan Cara Penanggulangannya

1.4Manfaat PenulisanManfaat penulisan ini adalah: Dapat mengetahui Komposisi Jenis Tanah Pada Hutan Gambut Dapat mengetahui Struktur Lapisan Hutan Gambut Dapat mengetahui Jenis Pohon Dan Potensinya Pada Hutan Gambut Dapat mengetahui Jenis Fauna Yang Langka Dan Endemik Pada Hutan Gambut Dan Potensinya Dapat mengetahui Pengalihan Fungsi Hutan Gambut Serta Akibat Yang Ditimbulkan Dan Cara Penanggulangannya

BAB IIKAJIAN TEORI

2.1Pengertian Hutan GambutSemula para pakar tanah dari Eropa berpendapat bahwa gambut tidak akan ditemukan di daerah tropika (seperti Indonesia) yang mempunyai temperatur tinggi, dengan alasan bahan organik dari tetumbuhan akan cepat terdekomposisi oleh jasad renik dan tidak terlonggok di daerah beriklim panas. Akan tetapi dugaan tersebut ternyata tidak benar, karena Bernelot Moens dan Van Vlaardingen pada tahun 1865 menemukan gambut di Karesidenan Besuki dan Rembang. Hasil ekspedisi Yzerman di Sumatra tahun 1895 juga melaporkan adanya gambut di daerah Siak, bahkan pada tahun 1794 John Andersen telah menyebutkan bahwa di Riau terdapat gambut (Soepraptohardjo dan Driessen, 1976). Kemudian baru pada tahun 1909 Potonie dan Kooders mengumumkan bahwa di Indonesia telah diketemukan gambut pada berbagai tempat (Wirjodihardjo dan Kong, 1950). Para pakar dan peneliti tanah dari beberapa negara banyak menggunakan istilah gambut yang berbeda-beda seperti Moorpeat (Australia), organic soil (Kanada), Soil hydromorphes organiques (Perancis), Moorboden (Jerman), Histosol (USA), Bog Soil (USSR), tanah gelam (Malaysia), Veen atau Venuge Grond (Belanda), Peat atau peaty soils (Inggris), tanah organik, tanah rawang, tanah daun, tanah gambut (Indonesia) (Budianta, 1988). Dengan demikian, gambut terdiri dari tumpukan bahan organik yang belum terdekomposisi (tidak terdekomposisi dengan baik), yang memerangkap dan menyerap karbon di dalamnya dan membentuk lahan dengan profil yang disusun oleh bahan organik dengan ketebalan mencapai lebih dari 20 meter. Tanaman-tanaman yang tumbuh di atas gambut membentuk ekosistem hutan rawa gambut yang mampu menyerap karbondioksida dari atmosfer untuk berfotosintesis dan menambah simpanan karbon dalam ekosistem tersebut.Hutan gambut adalah hutan yang tumbuh di atas kawasan yang digenangi air dalam keadaan asam dengan pH 3,5 - 4,0. Hal itu tentunya menjadikan tanah sangat miskin hara. Menurut Indriyanto (2005), hutan gambut didefinisikan sebagai hutan yang terdapat pada daerah bergambut ialah daerah yang digenangi air tawar dalam keadaan asam dan di dalamnya terdapat penumpukan bahan bahan tanaman yang telah mati.Ekosistem hutan gambut merupakan suatu tipe ekosistem hutan yang cukup unik karena tumbuh di atas tumpukan bahan organik yang melimpah. Daerah gambut pada umumnya mengalami genangan air tawar secara periodik dan lahannya memiliki topografi bergelombang kecil sehingga menciptakan bagian-bagian cekungan tergenang air tawar.

2.2Pembentukan Hutan GambutGambut terbentuk karena pengaruh iklim terutama curah hujan yang merata sepanjang tahun dan topografi yang tidak merata sehingga terbentuk daerah-daerah cekungan. Menurut Kppen, gambut banyak terdapat di daerah dengan tipe iklim Af dan Cf dengan curah hujan lebih dari 2500 mm/tahun tanpa ada bulan kering. Dengan demikian vegetasi hutan berdaun lebar dapat tumbuh dengan baik, sehingga menghalangi masuknya sinar matahari yang akhirnya menyebabkan kelembaban tanah sangat tinggi. Ketinggian daerah tersebut biasanya kurang dari 50 meter di atas permukaan air laut (berupa dataran rendah), tetapi dapat juga terdapat di dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 2000 meter di atas permukaan air laut dengan bentuk wilayah datar sampai bergelombang dengan suhu rendah. Pada daerah cekungan dengan genangan air terdapat longgokan bahan organik. Hal ini disebabkan suasana yang langka oksigen menghambat oksidasi bahan organik oleh jasad renik, sehingga proses hancurnya jaringan tanaman berlangsung lebih lambat daripada proses tertimbunnya. Dengan demikian terbentuklah gambut. Karena adanya kelebihan lengas atau penggenangan air di daerah cekungan dengan pengatusan buruk maka bahan organik yang terlonggok akan lambat terurai, sehingga terbentuklah gambut tebal. Pelapukan yang berlangsung sebagian besar dilaksanakan oleh agensia anaerob, ganggang dan jasad renik lainnya. Tentang pembentukan gambut di Indonesia, pada zaman pleistosen permukaan laut turun kurang lebih 60 meter di bawah permukaan air laut sekarang. Pada waktu itu bagian timur Sumatra, Malaysia, bagian barat dan selatan Kalimantan di hubungkan oleh Selat Sunda, sedangkan bagian selatan Irian Jaya menempati sebagian dari Selat Sahul. Kemudian selama zaman holosin daerah-daerah ini secara berangsur-angsur digenangi air laut. Naiknya permukaan air laut menyebabkan naik pula permukaan air tanah di daerah pedalaman, maka lokasi dimana air laut tidak dapat lagi ke daratan akan terbentuk rawa. Pada cekungan-cekungan terjadi proses longgokan bahan organik yang berasal dari vegetasi rawa, sehingga terbentuklah gambut. Pada cekungan yang dalam secara berangsur-angsur terjadi penimbunan bahan organik sehingga akan terbentuk gambut tebal. Longgokan bahan organik tersebut tidak homogin melainkan berlapis-lapis. Watak gambut tergantung kepada macam vegetasi, iklim dan keadaan lingkungan yang mendukungnya. Setiap generasi tumbuhan yang tumbuh menyusul tumbuhan sebelumnya akan meninggalkan lapisan demi lapisan sisa bahan organik yang diendapkan dalam paya dan rawa. Susunan urutan lapisan itu berubah jika ada tumbuhan air disusul buluh dan rumput tertentu kemudian semak-semak rawa dan akhirnya pepohonan hutan dengan tumbuhan alasnya yang menempati bagian di atas lapisan gambut. Berdasarkan masyarakat tumbuhnya, gambut dibedakan kedalam tiga jenis, yaitu gambut paya, gambut rawa dan gambut bog, sedangkan berdasarkan tingkat dekomposisinya, gambut dibedakan menjadi 4 yaitu gambut seratan (gambut mentah yang paling sedikit terombak atau fibrik), gambut lembaran (folik) yang terdiri atas dedaunan dan ranting-ranting yang terombak sebagian (merupakan busukan atau seresah), gambut hemik (terombak sedang), dan gambut saprik (terombak paling matang). FAO-UNESCO (1974), memilahkan gambut menjadi tiga bagian yaitu gambut subur, gambut tidak subur dan gambut permafrost dan berdasarkan faktor pembentuknya, gambut dipilahkan menjadi gambut ombrogen, gambut topogen dan gambut pegunungan (Darmawijaya, 1980).

2.3Persebaran Hutan Gambut Di IndonesiaBerdasakan survey dan perhitungan dari Wahyunto et.al (2005), diperkirakan luas lahan gambut di Indonesia adalah sekitar 20,6 juta hektar. Luas tersebut berarti sekitar 50% luas gambut tropika atau sekitar 10,8% luas daratan Indonesia. Sebagian besar lahan gambut terdapat di Papua, Sumatra, dan Kalimantan. Di Sumatra, luas total lahan gambut pada tahun 1990 adalah 7,2 juta hektar atau sekitar 14,9% luas Pulau Sumatra. Penyebaran utama terdapat di sepanjang dataran rendah pantai timur, terutama di Riau, Sumsel, Jambi, Sumatra Utara dan Lampung. Sementara itu, di Kalimantan luas lahan gambutnya sekitar 5.769.200 ha, sebagian besar di Kalimantan Tengah (52,28%) dan Kalimantan Barat (29,99%). Sementara Papua memiliki 7.975.455 ha dengan sebaran di Papua, Irian Timur dan Irian Barat.Luas sebaran lahan gambut di Sumatra (2002)PropinsiLuas gambut( ha)

Riau4.043.601

Sumatra selatan1.483.662

Jambi716.839

Sumatra Utara325.295

NAD274.051

Sumatra Barat210.234

Lampung87.567

Bengkulu63.052

Sumatra7.204.301

Luas sebaran lahan gambut di Kalimantan (2002)

PropinsiLuas gambut (ha)

Kalimantan Barat1.729.980

Kalimantan Tengah 3.010.640

Kalimantan Timur696.997

Kalimantan Selatan331.629

KALIMANTAN5.769.246

Luas sebaran lahan gambut di Papua (2002)PropinsiLuas gambut ( ha)

Papua5.689.992

Irian Jaya Timur1.311.246

Irian Jaya Barat974.217

TOTAL7.975.455

Sumber :Wahyunto et.al. 2005

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1Komposisi Jenis Tanah Hutan GambutSecara umum dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikenal sebagai Organosol atau Histosols yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan berat jenis (BD) dalam keadaan lembab < 0,1 g cm-3 dengan tebal > 60 cm atau lapisan organik dengan BD > 0,1 g cm-3 dengan tebal > 40 cm (Soil Survey Staff, 2003).Gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi: Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya < 15%. Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan bila diremas bahan seratnya 15 75%. Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75% seratnya masih tersisa.Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi: Gambut eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relative subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai atau laut. Mesotrofik adalah gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa sedang. Gambut oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh dari pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotrofik.Tingkat kesuburan gambut ditentukan oleh kandungan bahan mineral dan basa-basa, bahan substratum/dasar gambut dan ketebalan lapisan gambut. Gambut di Sumatra relatif lebih subur dibandingkan dengan gambut di Kalimantan.Berdasarkan lingkungan pembentukannya, gambut dibedakan atas: Gambut ombrogen yaitu gambut yang terbentuk pada lingkungan yang hanya dipengaruhi oleh air hujan. Gambut topogen yaitu gambut yang terbentuk di lingkungan yang mendapat pengayaan air pasang. Dengan demikian gambut topogen akan lebih kaya mineral dan lebih subur dibandingkan dengan gambut ombrogen.Berdasarkan kedalamannya gambut dibedakan menjadi: Gambut dangkal (50 100 cm), Gambut sedang (100 200 cm), Gambut dalam (200 300 cm), dan Gambut sangat dalam (> 300 cm)

Berdasarkan proses dan lokasi pembentukannya, gambut dibagi menjadi: Gambut pantai adalah gambut yang terbentuk dekat pantai laut dan mendapat pengayaan mineral dari air laut. Gambut pedalaman adalah gambut yang terbentuk di daerah yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut tetapi hanya oleh air hujan. Gambut transisi adalah gambut yang terbentuk di antara kedua wilayah tersebut, yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh air pasang laut.3.2Struktur Lapisan Hutan Gambutkenyataan di lapangan gambut di Indonesia sebagian besar merupakan gambut rawa lebat dan baru sedikit yang dimanfaatkan untuk lahan pertanian bagi para transmigran, yaitu gambut tipis yang tersebar di daerah yang terletak di tepi sungai besar. Jenis flora dan fauna di hutan gambut relatif terbatas, sedangkan tanahnya mengandung lebih dari 65% bahan organik. Di Kalimantan vegetasi khas dari hutan gambut terdiri dari assosiasi kayu ramin (Gonystylus spp). Di dalam assosiasi ini terdapat tiga lapisan tajuk. Tajuk atas terdiri dari kayu ramin (Gonystylus spp), Shorea albida, Shorea uliginosa, Tetramerista gabra, Durio sp., Ctelophon sp, Dyra sp, Palaqulum sp, Koompasia malacensisi, Tajuk tengah terdiri dari pepohonan yang termasuk familia Lauraceae seperti: Alseodaphae sp,, Endriandra rubescens, Litsea sp, Myristica inner, Horsfeldia sp, Garcinia sp, dan juga familia dari Euphorbiaceae, Myristicaceae dan Jbenaceae dan Penutup tanah (tajuk yang paling bawah) terdiri dari familia Annonaceae, anakan-anakan dari pepohonan dan semak dari jenis Crinus sp.

3.3Jenis Pohon Dan Potensinya Pada Hutan GambutHutan gambut dicirikan oleh keberadaan jenis-jenis pohon yang khas diantaranya Ramin (Gonystylus bancanus) dengan famili Thymelaeaceae, Jelutung (Dyera costulata), Punak (Tetramerista glabra) dengan famili Tetrameristaceae, Perepat (Combretocarpus rotundatus), Mentibu (Dactylocladus stenostachys) dengan famili Crypteroniaceae, dan Bintangur (Calophyllum sclerophyllum). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut:Nama LatinNama LokalManfaatfamili

Dyera lowiiJelutungGetah(permen karet), kayu (pensil, bangunan)Apocynaceae

Pandanus helicopusRasauDaun(anyaman)

Licuala paludosaPalas KayuKayu(bangunan,meubel)

Syzygium cerinaTemasamKayu (bangunan, meubel)

Coccoceras borneensePerupukKayu (bangunan, meubel)

Combretocarpus rotundatusPerepatKayu (bangunan, meubel)

Anisophylleaceae

Nypa fruticansNipahDaun (atap); Gula

Melastoma malabathricumSendudukKayu (bangunan, meubel); Obat

Ficus microcarpaBeringinKayu (bangunan, meubel)

Neolamarckia cadambaBengkalKayu (bangunan, meubel)

Cerbera odollamButo-buto Kayu (bangunan, meubel)

Donax caneformisBerembangKayu (bangunan, meubel)

Macaranga motleyanaMahangKayu (bangunan, meubel)

Dillenia excelsaSimpurKayu (bangunan, meubel)

DiospyrosArang-arangKayu (bangunan, meubel)

Teysmanniodendron pteropodusMedang siluangKayu (bangunan, meubel)

Flacourtia rukamRukamKayu bakar

Shorea palembanicaGelbakKayu (bangunan, meubel)

Barringtonia racemosaPutatKayu (bangunan, meubel)

Lagerstroemia speciosaBungurKayu (bangunan, meubel)

3.4Jenis Fauna Yang Langka Dan Endemik Pada Hutan Gambut Dan Potensinyafauna yang terdapat di hutan gambut yang mempunyai relung di: Pepohonan (Arboreal) LutungLutung (Trachypithecus auratus) adalah primata yang memiliki banyak sekali nama atau sebutan yang berbeda di daerah maupun di tingkat internasional. Nama daerah dari lutung yang banyak dikenal adalah Lutung Jawa (sunda), Lutung Budeng (jawa), petu, hirengan (bali). Seringkali disebut lutung jawa, dan dalam bahasa Inggris seringkali disebut Javan Langur atau Ebony Leaf Monkey.Menurut Mace dan Balmford dalam the IUCN Red List of Threatened Species tahun 2000 serta Supriatna dan Wahyono (2000), klasifikasi dari Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) adalah :

Kerajaan : AnimaliaFilum : ChordataKelas : MamaliaOrdo : PrimataFamily : CercopithecidaeGenus : TrachypithecusSpesies : Trachypithecus auratus

Menurut Supriatna dan Wahyono (2000), keluarga besar lutung pada awalnya dimasukan kedalam genus Presbytis, namun sekarang beberapa jenis dimasukn kedalam genus Trachypithecus. Indonesia memiliki keluarga lutung (family Cercopithecidae) yang terdiri dari sepuluh jenis Presbytis dan dua jenis Trachypithecus.siamang Siamang (Hylobates syndactalus) meupakan Primata dilindungi yang hidup pada pohon-pohon, dengan ciri ciri Bulu berwarna hitam, memiliki kantung tenggorokan berwarna abu-abu ke merah-merahan terletak di bawah dagu untuk membantu meningkatkan volume suara panggilan, Siamang memiliki tangan dengan empat jari panjang ditambah jempol yang lebih kecil. Mereka memiliki kaki dengan lima jari, ditambah jempol kaki.Siamang bisa memegang dan membawa barang-barang dengan kedua tangan dan kaki mereka, untuk berayun dipepohonan mereka menggunakan empat jari-jari tangan mereka seperti kail, tetapi mereka tidak menggunakan jempol.siamang pemakan buah buahan tetapi terkadang ia juga memakan pucuk dedaunan.

Klasifikasi ilmiah:Kerajaan: AnimaliaFilum: ChordataKelas: MammaliaOrdo: PrimatesFamili: HylobatidaeGenus: SymphalangusSpesies : S. syndactylusNama binomialSymphalangus syndactylus(Raffles, 1821)Siamang termasuk satwa liar yang dilindungi undang-undang, sebagaimana tertuang dalam Lampiran PP No. 7 Tahun 1999, dan ada kententuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 bahwa:kera ekor panjangMacaca fascicularis adalah monyet kecil yang berwarna cokelat dengan bagian perut berwarna lebih mudah dan disertai rambut keputihan yang jelas pada bagian muka. Dalam perkembangan gaya rambut keputihan yang jelas pada bagian muka, dalam perkembangan rambutnya yang tumbuh pada muka tersebut berbeda-beda antara satu individu dan individu lainnya. Perbedaan ini merupakan indikator membantu mengenali jenis kelaminya dan kelas umurnya, seperti halnya yang diketemukan di Taman Wiasata Alam Pangandaran Jawa Barat.Taksonomi Macaca fascicularisKingdom: Animalia

Philum: ChordataSub

Philum: Vertebrata

Class: Mamalia

Ordo: Primata

Sub ordo: Anthropoideae

Famili: Cercopithecoide

Sub Famili: Cercopithecinae

Genus: Macaca

Spesies: Macaca fascicularis

Monyet ekor panjang muda seringkali mempunyai jambul yang tinggi, sedangkan monyetyang tua bercambang lebih lebat mengelilingi muka. Ciri utama anatomi Macaca fascicularis adalah kantung pipih untuk menyimpan makanan sementara.( endemik sumatra).orang hutan Tergolong satwa yang dilindungi. Orangutan termasuk hewan vertebrata (bertulang belakang), dan juga termasuk hewan mamalia dan primata.Klasifikasi ilmiah Kingdom : animalia Phylum : chordata Class : mamalia Ordo : primata Family : hominidae Upafamily: ponginae Genus : pongo Species : pongo pygmaeus dan Pongo abelii

Spesies dan Subspesies: Ada 2 jenis spesies orangutan, yaitu Orangutan Kalimantan / Borneo (Pongo pygmaeus) dan Orangutan Sumatra (Pongo abelii). Keturunan Orangutan Sumatra dan Kalimantan berbeda sejak 1.1 sampai 2.3 juta tahun yang lalu. Pembelajaran genetik telah mengidentifikasi 3 subspesies Orangutan Borneo: P.p.pygmaeus, P.p.wurmbii, P.p.morio. Masing-masing subspesies berdiferensiasi sesuai dengan daerah sebaran geografisnya dan meliputi ukuran tubuh. Orangutan Kalimantan Tengah (P.p.wurmbii) mendiami daerah Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Mereka merupakan subspesies Borneo yang terbesar. Orangutan Kalimantan daerah Timur Laut (P.p.morio) mendiami daerah Sabah dan daerah Kalimantan Timur. Mereka merupakan subspesies yang terkecil. Saat ini belum ada subspesies orangutan Kalimantan yang berhasil dikenali. Bekantan (nasalis larvatus) Salah satu ciri khas satwa jenis kera yang umum kita ketahui adalah bahwa kera berhidung pesek, tetapi ternyata ada juga Jenis kera yang berhidung mancung, Bekantan namanya, merupakan satwa endemik Pulau Kalimantan (Indonesia, Brunei, dan Malaysia).

Bekantan (Nasalis larvatus), dalam bahasa inggris disebut Long-Nosed Monkey atau Proboscis Monkey, di Kalimantan dikenal dengan nama Kera Belanda, Pika, Bahara Bentangan, Raseng dan Kahau. merupakan sejenis kera yang mempunyai ciri khas hidung yang panjang dan besar, Seperti primata lainnya, hampir seluruh bagian tubuhnya ditutupi oleh rambut (bulu), kepala, leher, punggung dan bahunya berwarna coklat kekuning-kuningan sampai coklat kemerah-merahan, kadang-kadang coklat tua. Dada, perut dan ekor berwarna putih abu-abu dan putih kekuning-kuningan.Perbedaan antara jantan dan betina:Jantan: Rambut pipi bagian belakang berwarna kemerah-merahan, bentuk hidung lebih mancung.Betina: Rambut pipi bagian belakang berwarna kekuning-kuningan, bentuk hidung lebih kecil.Masa kehamilan 166 hari atau 5-6 bulan dan hanya melahirkan 1 (satu) ekor anak. Setelah berumur 4-5 tahun sudah dianggap dewasa. Bekantan hidup berkelompok/sub kelompok. Masing-masing kelompok dipimpin oleh seekor Bekantan jantan yang besar dan kuat. Biasanya dalam satu kelompok berjumlah sekitar 10 sampai 20 ekor.Bekantan aktif pada siang hari dan umumnya dimulai pagi hari untuk mencari makanan berupa daun-daunan dari pohon rambai/pedada (Sonneratia alba), ketiau (Genus motleyana), beringin (Ficus sp), lenggadai (Braguiera parviflora), piai (Acrostiolum aureum), dan lain-laian.Pada siang hari Bekantan menyenangi tempat yang agak gelap/teduh untuk beristirahat. Menjelang sore hari, kembali ke pinggiran sungai untuk makan dan memilih tempat tidur. Bekantan pandai berenang menyeberangi sungai dan menyelam di bawah permukaan air.Klasifikasi ilmiah.Kerajaan: Animalia;Filum: Chordata;Kelas: Mammalia;Ordo: Primata;Famili: Cercopithecidae;Upafamili: Colobinae;Genus: Nasalis;Spesies: Nasalis larvatus

Bekantan merupakan satwa dilindungi, sebagaimana tertuang dalam Lampiran PP No. 7 Tahun 1999, dan ada kententuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990.(tergolong satwa yang dilindungi, endemik Borneo.dsb). Daratan (Terestrial) Rusa Sambar

Rusa sambar merupakan rusa terbesar di Indonesia.Rusa sambar atau dalam bahasa ilmiah (latin) disebutCervus unicolormenjadi rusa paling besar diantara 3 rusa asli Indonesia lainnya sepertirusa timor(Cervus timorensis), rusa bawean (Axis kuhlii), dan kijang (Muntiacus muntjak).Rusa sambar terdiri sedikitnya 13 subspesies. Subspesies rusa sambar yang asli berasal dari Indonesia dan menjadi rusa terbesar di Indonesia adalahCervus unicolor equinus. Supspesies ini selain terdapat di Indonesia (Sumatera dan Kalimantan) terdapat juga di semenanjung Malaysia dan Thailand.Di Indonesia, rusa sambar, sebagaimana 3 jenis rusa lainnya yang dimiliki Indonesia termasuk dalam daftar satwa yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999.Meskipun rusa sambar yang juga menjadi rusa terbesar di Indonesia ini masih berstatus Resiko Rendah (Vulnerable), namun kita tidak boleh lengah untuk senantiasa menjaga kelestarian rusa terbesar ini agar tidakpunahdan tetap menjadi kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia.Klasifikasi Ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia;Ordo: Artiodactyla;Upaordo: Ruminantia;Famili: Cervidae;Upafamili: Cervinae;Genus:Cervus;Spesies:Cervus unicolor.Nama Latin (ilmiah):Cervus unicolor; (Kerr, 1792); Nama Indonesia: Rusa sambar.HarimauHarimau adalah kelompok mammalia yang memiliki kuku yang tajam dan runcing untuk menangkap dan memakan mangsanya. Kelompok ini disebut juga pemakan daging. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut:

Kingdom: AnimaliaPhylum: ChordatSub-phylum: Vertebrata...........Classis: Mammalia..Infra-classis: Eutheria...........Order: Carnivora..........Sub-order: Fissipedia...Super-family: Felloidea.....Family: Felidae......... Sub-family: Pantherina...Genus: Panthera ..Species: Panthera tigrisHarimau dikenal sebagai kucing terbesar, harimau pada dasarnya mirip dengan singa ukurannya, walaupun sedikit lebih berat. Beda subspesies harimau memiliki karakteristik yang berbeda juga, pada umumnya harimau jantan memiliki berat antara 180 dan 320 kg dan betina berbobot antara 120 dan 180 kg. Panjang jantan antara 2,6 dan 3,3 meter, sedangkan betina antara 2,3 dan 2,75 meter. Di antara subspesies yang masih hidup, Harimau Sumatera adalah yang paling terkecil dan Harimau Siberia yang paling terbesar.

Loreng pada kebanyakan harimau bervariasi dari coklat ke hitam. Bentuk dan kepadatan lorengnya berbeda-beda subspesies satu dengan yang lain, tapi hampir semua harimau memiliki lebih dari 100 loreng. Harimau Jawa yang sekarang sudah punah kemungkinan memiliki loreng yang lebih banyak lagi. Pola loreng unik setiap harimau, dan dapat digunakan untuk membedakan satu sama lain, mirip dengan fungsi sidik jari.

Karakter dari harimau adalah warna dasar kuning hingga kecoklatan; belang berwarna hitam; warna putih di abdominal; wajah memiliki kumis; tungkai tipe digitigrade. Karakter pembeda untuk sub-spesies adalah sela-sela jari berselaput; jantan memiliki janggut dan surai; tingkat warna tubuh; tebal tipisnya belang; pola lebar warna hitam pada belang. Adapun perilaku dari harimau adalah mengaum (walau tidak sebanyak singa); tidak tahan panas terik; suka berendam; pandai berenang; jarang memanjat pohon; menjilati tubuhnya; mondar-mandir ketika lapar; soliter kecuali musim kawin; masa bunting 95-112 hari; beranak 2-6; anak ikut induk sampai umur 2 tahun.

kancil dll,elanduk atau sering dikenal kancil merupakan spesies sebangsa rusa dari genus Tragulus yang memiliki ukuran tubuh kecil. Kancil berhabitat di hutan hujan tropis Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Kancil termasuk salah satu mamalia terkecil di dunia.Kancil (Tragulus javanicus) dalam bahasa Inggris disebut Javan Chevrotain, Java Mousedeer, Javan Mousedeer, Kanchil, dan Lesser Mouse Deer. Sedang dalam bahasa Belanda biasa disebut Kleine Kantjil.

Kancil mempunyai ukuran tubuh yang kecil seukuran dengan kelinci. Panjang tubuhnya sekitar 20-25 cm. Tubuh bagian atas Kancil berwarna coklat kemerahan, sedangkan tengkuk bagian tengah biasanya lebih gelap daripada bagian tubuh lainnya. Bagian bawah berwarna putih dengan batas sedikit kecoklatan di tengah, tanda khusus di kerogkongan dan dada bagian atas berwarna coklat tua.Klasifikasi ilmiah:Kingdom: Animalia Filum: Chordata Kelas: Mammalia Ordo: Artiodactyla Famili: Tragulidae Genus : Tragulus Spesies : Tragulus javanicus

Berbagai burung migran dan jenis setempat juga dijumpai di pepohonan untuk mencari makan dan bersarang (Atmawidjaja, 1988). Yaitu jenis burung sekitar 201 yang berada dihutan gambut diantaranya:burung Bangau storm (Ciconia stormi)Memiliki nama lokal Burung Binti, nama Inggris-nya adalah Storm's Stork.Spesies ini memiliki populasi yang diperkirakan kurang dari 500 ekor diseluruh dunia. Burung dari keluarga Ciconidae ini hidup di hutan , juga di temuka di hutan gambut, yang tidak terganggu dalam habitat air tawar. Selain di Sumatera, juga tersebar di Kepulauan Mentawai, Kalimantan dan Semenanjung Malaysia. Semakin jarang dijumpai di tenggara Sumatera, dengan populasi yang tersisa terbatas pada Kalimantan dan Brunei, dan populasi yang semakin kecil di Semenanjung Malaysia.

Elang wallace (Spizaetus nanus)Elang Wallace atau Nisaetus nanus merupakan salah satu jenis elang dari famili (suku) Accipitridae yang asli Indonesia. Burung pemangsa dengan bulu didominasi warna kuning dan putih ini mempunyai ciri khas jambul di kepalanya.Tubuh Elang Wallace tidak terlalu besar, panjangnya sekitar 45 cm. Bulunya didominasi oleh warna coklat dan putih. Bulu pada kepala dan bagian bawah tubuh berwarna kuning tua kemerah-jambuan. Pada ekornya terdapat tiga garis hitam, serta coretan memanjang yang terdapat di dada dan garis sempit hitam di perut. Selain itu, di kepala terdapat jambul. Iris mata berwarna kuning, paruh berwarna abu-abu, dan kaki berwarna kuning.Biasa terbang secara berpasangan atau kelompok kecil. Makanannya adalah burung, kelelawar, kadal, dan cicak. Suara burung elang ini berupa lengkingan tinggi menyerupai bunyi yik-yiii dengan intonasi naik pada nada kedua,bunyi hiik (tunggal) atauhiik, hiik, .., (ganda).Elang Wallace (Nisaetus nanus) merupakan burung asli Indonesia dengan daerah sebaran meliputi hampir di seluruh pulau Sumatera, Kalimantan, Bangka, dan Nias. Selain itu hidup pula di Sabah, Serawak, Brunei Darussalam, Semenanjung Malaya (Malaysia, dan bagian selatan Myanmar dan Thailand).

Klasifikasi Ilmiah: Kerajaan : AnimaliaFilum : ChordataKelas : Aves.Ordo : AccipitriformesFamili : AccipitridaeGenus : NisaetusSpesies : Nisaetus nanus.Punai besar (Treron capellei)Punai Besar dengan nama ilmiah Treron capellei (Temminck, 1823), protonim: Columba capellei, merupakan species yang hidup di Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Myanmar, dan Thailand. Species ini terestrial, tidak bermigrasi, dimasukkan dalam kelompok PUNAI, menghuni hutan tropis dan subtropis basah dataran rendah, daerah hutan gambut, pada ketinggian 0-1500 meter dpl. Ancaman utama yang dihadapi adalah hilangnya habitat, karena sebagian besar hutan dataran rendah telah dihancurkan, terutama melalui pembalakan, konversi menjadi lahan pertanian, dan pembakaran. Species ini telah digambarkan mulai sangat jarang ditemukan, dan populasi di alam dinyatakan mengalami kemerosotan (decreasing).Empuloh paruh-kait (Setornis criniger) Sedang (20 cm.), tanpa jambul, berwarna gelap dengan paruh gepeng dan berkait. Tubuh bagian atas kebanyakan coklat dengan mahkota, ekor, dan sayap lebih gelap daripada punggung. Alis keputih-putihan, setrip mata dan setrip malar hitam; pipi berbintik abu-abu. Tubuh bagian bawah putih tersapu abu-abu pada sisi dada dan lambung. Bintik putih di ekor terlihat jelas saat terbang.Iris coklat; paruh hitam; kaki hitam. Hidup di tajuk bawah dan menengah di hutan primer, terutama di rawa gambut dan hutan kerangas di dataran rendah sampai ketinggian 1000 mdpl.selain yand disebutkan diatas, juga terdapat, burung tiung/ beo, burung baburak, burung bubut, burung Haruei, burung tinggang, dll.Dari beberapa jenis hewan diatas, dapat berpotensi sebagai hewan peliharaan, dan lain sebagainya.

Selain yang diatas, juga terdapat Jamur, bakteri, dan actinomycetes yang ada di hutan gambut.Dari kurang lebih 1,5 juta jenis jamur di dunia, sekitar 200.000 jenis di antaranya terdapat di Indonesia. Jamur-jamur kelompok Basidiomycota banyak ditemukan di hutan rawa gambut, terdiri dari jamur yang tumbuh di kayu, jerami, tanah, akar tumbuhan, serangga, dan di kotoran hewan. Beberapa jenis jamur tersebut seperti Lentinula edodes, Ganoderma lucidum, G. applanatum dan Lentinus dilaporkan dapat menghasilkan senyawa antimikroba yang bersifat sebagai antibakteri, antifungal, maupun antivirus.Selain jamur, terdapat pula mikroba yang berperan dalam degradasi bahan organik di lahan gambut yaitu actinomycetes yang mampu menghasilkan senyawa antibiotik. Beberapa genus actinomycetes adalah Nocardia, Streptomyces dan Microsomonas. Dari ketiga genus tersebut yang terkenal adalah Streptomyces karena kemampuannya menghasilkan antibiotik Streptomycin.

3.5Pengalihan Fungsi Hutan Gambut Serta Akibat Yang Ditimbulkan DanCara Penanggulangannya3.5.1 Pengalihan Fungsi Hutan GambutPada waktu ini daerah gambut telah memberi manfaat yang besar bagi masyarakat lokal (indigenous people) untuk berbagai keperluan. Daerah rawa gambut telah lama menjadi daerah perburuan ikan dan berbagai margasatwa yang memberikan sumber makanan dan sumber kehidupan yang penting bagi masyarakat. Beberapa daerah gambut telah dilestarikan sebagai tempat perlindungan plasma nutfah dalam bentuk suaka alam dan suaka mergasatwa. Berbagai masyarakat asli/tradisional hidup dan menyatu dengan ekosistem gambut. Lahan gambut yang lapisan gambutnya kurang dari 130 cm ketebalannya, telah banyak digunakan untuk keperluan pertanian pangan dan perkebunan. Karena pH dan kandungan hara yang rendah biasanya dalam usaha pertanian perlu ditambahkan secara intensif penggunaan pupuk yang mengandung unsur K, Ca, Mg, P dan N, unsur Ca dan Na untuk menaikan pH. Pada umumnya hanya lahan dasarnya (mineral) yang digunakan untuk pertanian, sedang lapisan gambutnya secara berangsur-angsur dihilangkan dengan berbagai cara, misalnya dibakar atau diaduk dengan tanah pada waktu dibajak. Upaya pengembangan gambut sebagai lahan pertanian diperlukan beberapa upaya untuk:1. Mempercepat kematangan.2. Meningkatkan kejenuhan basa, antara lain dengan memberikan dolomit, tanah mineral dan pasir atau kombinasi.3. Mencari jenis dan varietas tanaman serta pola tanamnya yang cocok.Beberapa tanaman pangan menunjukkan hasil yang kurang baik di daerah gambut, klorosis pada tanaman kelapa sawit, kopi dan coklat adalah gejala kekurangan unsur mikro Cu atau Zn.

3.5.2Akibat Yang Timbul Pada Pengalihan Fungsi Hutan GambutKonversi lahan gambut menjadi lahan pertanian pada dasarnya merupakan konversi total, mulai dari pergantian jenis kehidupan menjadi ekosistem lain yang tidak lagi memiliki sifat-sifat gambut yang asli (indigen). Perubahan sifat ekologi yang paling tampak adalah perubahan pH, kadar garam dan penguraian bahan organik yang cenderung meningkat. Di lapangan memperlihatkan bahwa pembukaan hutan gambut yang paling menonjol adalah bukannya dilakukan untuk membuat lahan pertanian tetapi dilakukan untuk mengambil kayunya saja tanpa memperdulikan keberadaan dan ketebalan gambut apalagi manfaat gambut.Sedangkan di daerah dimana gambut dibakar untuk dijadikan lahan pertanian sering menimbulkan danau-danau kecil yang kemudian tumbuh rumput-rumputan dan gulma, sedangkan daerah yang kering yang ditinggalkan petani menjadi lahan tidur yang ditumbuhi oleh jenis Melaleuca atau Macaranga. Daerah gambut bekas pakai, dapat menjadi lebih tandus lagi dan hanya dapat ditumbuhi belukar yang banyak ditumbuhi oleh tumbuhan kantong semar (Nepenthes). Pemakaian lahan gambut untuk pembangunan pemukiman, sarana dan prasarana, penambangan minyak, penempatan bangunan industri dan sebagainya, meningkatkan resiko kebakaran. Di Delta Upang dan Musi Banyuasin, pengurangan jumlah pohon dan menurunnya lapisan gambut menyebabkan permukaan air naik, sehingga drainase menjadi buruk. Di daerah Upang penurunan gambut tebal mencapai 3,5 cm/tahun. Di samping itu suhu rata-rata meningkat sebesar 1oC, kelembaban nisbi menurun menjadi 80%, kecepatan angin meningkat 8-12 km/jam. Di daerah dimana dilakukan tebang habis pada hutan gambut, suhu rata-rata naik 4oC, air tanah naik lebih tinggi lagi dan kelembaban nisbi turun menjadi 70%, pH meningkat menjadi 4,5-5,5. Kehilangan plasma nutfah adalah yang paling besar yang disebabkan oleh hancurnya siklus ekologi seperti siklus materi dan energi, siklus hara, siklus udara dan siklus hidrologis. Pengaruh langsung terhadap penurunan jenis kehidupan di daerah gambut adalah biosida yang digunakan dalam pertanian dan industri perkayuan. Biosida tersebut menyebar luas dalam lahan gambut yang mengandung banyak air dan masuk ke dalam rantai makanan dengan cepat sehingga berakibat fatal terhadap keberadaan jasad hidup. Selain itu, dampak negatif lain yang ditimbulkan dengan pembukaan hutan gambut yaitu :(a) hilangnya berbagai jenis flora dan fauna spesifik gambut, (b) rusaknya habitat dan tempat mencari makan beberapa jenis fauna, (c) kemungkinan timbulnya intrusi air asin dari laut lewat saluran-saluran yang dibangun, (d)kenaikan keasaman tanah secara mencolok sebagai akibat teroksidasinya pirit,(e) timbulnya banjir di daerah hilir, (f) keterbatasan sumber air bersih khususnya untuk kebutuhan air minum,(g) secara global, berkurangnya kandungan oksigen di udara sebagai akibat semakin berkurangnya areal hutan dan (h)terjadinya penurunan muka tanah sebagai akibat proses dekomposisi dan pemanfaatan tanah (Budianta, 2003).

3.5.3Cara penanggulangan dampak yang ditimbulkan dari pengalihan fungsi hutan gambutTidak seluruh hutan gambut boleh diubah fungsinya, melainkan harus ada strategi dalam pemanfaatan hutan gambut. Oleh karena hutan gambut merupakan ekosistem yang fragil maka setiap pengembangan dan pemanfaatan memerlukan perencanaan yang teliti, penerapan teknologi yang sesuai dan pengelolaan yang tepat. Untuk itu strategi yang dapat diusulkan adalah pendekatan konservasi, kawasan non budidaya, pendekatan tampung hujan, pendekatan agro-manajemen terpadu dan pendekatan teknik budadiya.

Pendekatan KonservasiMengingat hutan gambut termasuk ekosistem yang fragil, maka pembukaan hutan gambut jangan dilakukan secara besar-besaran dan harus dilakukan skala prioritas. Gambut tebal tidak direkomendasikan untuk dibuka sebagai lahan budidaya tetapi sebagai gambut konservasi untuk air dan flora, fauna serta menyimpan cadangan karbon. Gambut konservasi dipertahankan sebagai wilayah cadangan dan dipertahankan untuk mengantisipasi perubahan iklim dunia dan mempertahankan plasma nutfah rawa, untuk mengawetkan fauna dan flora serta memberikan yang cukup luas untuk pemanfaatan dan penelitian di masa mendatang. Gambut konservasi, oleh karena itu, didiamkan dalam bentuk hutan. Konservasi dalam hal ini diartikan sebagai pengelolaan penggunaan biosfer oleh manusia, sedemikian sehingga memberikan manfaat lestari tertinggi bagi generasi sekarang sementara mempertahankan potensinya untuk memenuhi keutuhan dan aspirasi generasi mendatang (Hanson dan Manuel, 1987).Kawasan Non-BudidayaKawasan pewakil untuk tujuan preservasi alam perlu ditentukan sebelum membuka hutan gambut. Distribusi, jumlah dan luasan kawasan pewakil perlu ditentukan alokasinya secara seimbang sehingga tujuan preservasi alam tercapai. Daerah yang dicadangkan untuk tujuan preservasi dijadikan kawasan non-budidaya (buffer zone). Kawasan non-budidaya terdiri atas jalur hijau sepanjang pantai dan sungai, dan kawasan non-budidaya luasnya kira-kira sepertiga dari wilayah yang dibuka, walaupun gambut tersebut boleh dibuka karena ketebalannya memungkinkan sebagai lahan budidaya. Kawasan non-budidaya juga bermanfaat untuk melindungi kerusakan lahan terhadap erosi maupun abrasi oleh air sungai/pasang.Kosep Tampung HujanSistem saluran yang sekarang digunakan di daerah gambut dapat dikatakan sudah efektif sebagai saluran draniase. Hanya di beberapa tempat agak kurang lancar karena adanya pendangkalan. Misalnya banyak lahan gambut yang telah dibuka menjadi sawah kering, tidak ada genangan air, walau musim hujan (contoh di Air Sugihan).Keefektifan saluran irigasi tergantung pada pori lapisan bawah, ketersediaan air, serta spesifikasi dan jarak saluran. Biasanya jarak antara dua saluran adalah 60 meter. Keefektifan irigasi juga tergantung pada adanya sumber air untuk irigasi. Untuk itu perlu dialokasikan areal yang fungsinya sebagai kawasan tampung hujan, yang diletakkan di bagian hulu sungai. Bagian ini biasanya merupakan lahan gambut dangkal dari fisiografi yang asosiasi tanahnya berupa tanah mineral dan gambut dangkal. Air bersih sulit ditemukan di daerah gambut (karena hampir semua airnya berwarna coklat kehitaman seperti air teh), sehingga kawasan tampung hujan sangat diperlukan untuk sumber air bersih untuk manusia, ternak bahkan untuk tanaman pada saat musim kemarau.Pendekatan Agro-Manajemen TerpaduLahan gambut selain mempunyai kesuburan yang sangat rendah untuk budidaya tanaman, juga wilayah untuk mencapai lahan gambut mempunyai akses ekonomi yang sangat jelek juga. Untuk mensukseskan kegiatan agribisnis di lahan gambut, maka harus seimbang antara kegiatan on farm dan off farm dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Kegiatan on farm telah dilakukan semenjak membuka gambut tetapi sampai sekarang belum menampakan keberhasilan yang menonjol karena budidaya di lahan gambut memerlukan modal yang sangat tinggi untuk mengoptimalisasikan lahan. Sementara itu, kegiatan off farm (pasca budidaya) belum memberikan harapan yang cerah untuk membantu petani di lahan gambut. Kegiatan pasca budidaya ini dipengaruhi oleh faktor pemasaran (jaringan pasar), teknologi pasca panen, agroindustri, modal, infrastruktur dll. Jadi petani di lahan gambut sampai sekarang umumnya masih sangat tradisional dengan teknologi dan kualitas SDM yang seadanya.

Pendekatan Teknis BudidayaTeknik budidaya ini dapat dilakukan untuk meningkatkan kondisi lahan marjinal menjadi lahan subur. Akan tetapi dalam prakteknya harus dipilih teknologi yang tepat. Tindakan untuk memperbaiki tubuh tanah diharapkan mengarah kepada perbaikan sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi yang disebut ameliorasi. Ameliorasi ini dapat dilakukan dengan berbagai teknik, antara lain teknik hidrologi, teknik kimiawi, dan bioteknologi. Dalam prakteknya ketiga teknik tersebut harus berjalan bersama-sama.

BAB IVPENUTUP

4.1KesimpulanDari semua pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa:Tanah Gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya.Dari jenis tanahnya, pohon yang tumbuh diatasnya terdapat tiga lapisan tajuk serta jenis pohonnya, Tajuk atas terdiri dari kayu ramin (Gonystylus spp), Shorea albida, Shorea uliginosa, Tetramerista gabra, Durio sp., Ctelophon sp, Dyra sp, Palaqulum sp, Koompasia malacensisi, Tajuk tengah terdiri dari pepohonan yang termasuk familia Lauraceae seperti: Alseodaphae sp,, Endriandra rubescens, Litsea sp, Myristica inner, Horsfeldia sp, Garcinia sp, dan juga familia dari Euphorbiaceae, Myristicaceae dan Jbenaceae dan Penutup tanah (tajuk yang paling bawah) terdiri dari familia Annonaceae, anakan-anakan dari pepohonan dan semak dari jenis Crinus sp. Selain jenis pohon, juga ada beberapa fauna yang terdapat di hutan gambut yaitu diantaranya: lutung, siamang (langka), kera ekor panjang, orang hutan, bekantan , rusa, harimau, kancil, burung Bangau storm (Ciconia stormi), Punai besar (Treron capellei), Empuloh paruh-kait (Setornis criniger), Elang wallace (Spizaetus nanus), dll.Pada waktu ini daerah gambut telah memberi manfaat yang besar bagi masyarakat lokal (indigenous people) untuk berbagai keperluan. Daerah rawa gambut telah lama menjadi daerah perburuan ikan dan berbagai margasatwa yang memberikan sumber makanan dan sumber kehidupan yang penting bagi masyarakat. Beberapa daerah gambut telah dilestarikan sebagai tempat perlindungan plasma nutfah dalam bentuk suaka alam dan suaka mergasatwa. Berbagai masyarakat asli/tradisional hidup dan menyatu dengan ekosistem gambut. Lahan gambut yang lapisan gambutnya kurang dari 130 cm ketebalannya, telah banyak digunakan untuk keperluan pertanian pangan dan perkebunan. Dari pengalihan fungsi hutan gambut ini bisa menyebabkan hal berikut,(a) hilangnya berbagai jenis flora dan fauna spesifik gambut, (b) rusaknya habitat dan tempat mencari makan beberapa jenis fauna, (c) kemungkinan timbulnya intrusi air asin dari laut lewat saluran-saluran yang dibangun, (d)kenaikan keasaman tanah secara mencolok sebagai akibat teroksidasinya pirit,(e) timbulnya banjir di daerah hilir, (f) keterbatasan sumber air bersih khususnya untuk kebutuhan air minum,(g) secara global, berkurangnya kandungan oksigen di udara sebagai akibat semakin berkurangnya areal hutan dan (h)terjadinya penurunan muka tanah sebagai akibat proses dekomposisi dan pemanfaatan tanah (Budianta, 2003).Untuk mencegah hal negatif, maka tidak seluruh hutan gambut boleh diubah fungsinya, melainkan harus ada strategi dalam pemanfaatan hutan gambut. Oleh karena hutan gambut merupakan ekosistem yang fragil maka setiap pengembangan dan pemanfaatan memerlukan perencanaan yang teliti, penerapan teknologi yang sesuai dan pengelolaan yang tepat. Untuk itu strategi yang dapat diusulkan adalah pendekatan konservasi, kawasan non budidaya, pendekatan tampung hujan, pendekatan agro-manajemen terpadu dan pendekatan teknik budadiya.

4.2SaranDengan selesainya makalah ini, kami harapkan dapat menjadi bahan referensi kita tentang hutan gambut, sehingga dapat menambah wawasan kita khususnya terhadap hutan sebagai paru-paru dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Atmawigjaja, R. 1988. Pengelolaan lahan gambut di Indonesia dari gatra konservasi dan lingkungan.Kongres gambut I. Himpunan Gambut Indonesia, 9-10 September 1988 di Yogyakarta. 11 p.Atmoko,tri.2012.Bekantan Kuala Samboja, Bertahan Dalam Keterbatasan.Samboja: Balai Penelitian Dan Pengembangan konservasi Dan Rehabilitasi.Budianta, D. 1988. Pengaruh pemberian bahan tanah vertisol terhadap beberapa sifat kimia gambut. Fakultas Pertanian. UGM, Yogyakarta.Budianta, Dedik. Strategi Pemanfaatan Hutan GambutYang Berwawasan Lingkungan.Universitas Sriwijaya.Budianta, D. 2003. Strategi pengelolaan lahan rawa pasang surut untuk mendukung otonomi daerah di Sumatera Selatan. Makalah disampaikan pada seminar Lokakarya Nasional Ketahanan Pangan Dalam Era Otonomi Daerah. Palembang, 2-4 Maret 2003.Sastrapradja, Setijati D. Dkk.1992.Khazanah flora Dan Fauna Nusantara. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.

Vegetasi Hutan GambutPage 23

LAMPIRAN

Lutung siamang (langka)

kera ekor panjang

Orang hutan bekantan rusa , harimau kancil Elang wallace (Spizaetus nanus), dll.

burung Bangau storm (Ciconia stormi)

Punai besar (Treron capellei), Empuloh paruh-kait (Setornis criniger),

Jelutung

Ramin

Perepat

Senduduk

Beringin

Gambar atas: Bakteri actinomycetes yang diisolasi dari tanah gambut.Sumber gambar: Supriati et al., 2011.Gambar bawah: Jenis-jenis jamur yang berada di ekosistem gambut. Kiri: Stereum Sp., dan kanan:Trametes sp 1