masalahnya bumn.unlocked

18
Analisis pencadangan biaya ..., Leli BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Pembangunan nasional salah satunya memiliki tujuan untuk mensejahterakan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Kunci keberhasilan pembangunan di suatu Negara adalah iklim investasi yang baik. Asian Development Bank (ADB) mengungkapkan bahwa indonesia memerlukan penciptaan iklim investasi yang lebih kondusif agar pertumbuhan ekonominya dapat menekan pengangguran dan kerentanan masyarakat miskin. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut menurut ADB, pemerintah perlu membawa pekerja dan pebisnis duduk pada satu meja negosiasi untuk mencapai suatu konsensus yang membuat pasar tenaga kerja lebih fleksibel (Asian Development Bank, 2007, 1). Iklim investasi yang baik akan tercipta salah satunya apabila Negara berhasil menciptakan hubungan industri yang baik antara pengusaha, pekerja dan pemerintah agar dapat melindungi kepentingan pengusaha dan hak-hak pekerja sehingga tercipta rasa adil. Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berlaku efektif sejak 25 Maret 2003 untuk menjembatani kepentingan pekerja dan pengusaha. Undang-undang tersebut mengatur mengenai hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja terutama ketentuan mengenai pengupahan. Penerbitan undang-undang tersebut diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

Upload: rex1ndra

Post on 17-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kasus PSAK 24

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Pembangunan nasional salah satunya memiliki tujuan untuk mensejahterakan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Kunci keberhasilan pembangunan di suatu Negara adalah iklim investasi yang baik. Asian Development Bank (ADB) mengungkapkan bahwa indonesia memerlukan penciptaan iklim investasi yang lebih kondusif agar pertumbuhan ekonominya dapat menekan pengangguran dan kerentanan masyarakat miskin. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut menurut ADB, pemerintah perlu membawa pekerja dan pebisnis duduk pada satu meja negosiasi untuk mencapai suatu konsensus yang membuat pasar tenaga kerja lebih fleksibel (Asian Development Bank, 2007, 1). Iklim investasi yang baik akan tercipta salah satunya apabila Negara berhasil menciptakan hubungan industri yang baik antara pengusaha, pekerja dan pemerintah agar dapat melindungi kepentingan pengusaha dan hak-hak pekerja sehingga tercipta rasa adil.Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berlaku efektif sejak 25 Maret 2003 untuk menjembatani kepentingan pekerja dan pengusaha. Undang-undang tersebut mengatur mengenai hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja terutama ketentuan mengenai pengupahan. Penerbitan undang-undang tersebut diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pekerja sebab upah yang memuaskan berpengaruh pada meningkatnya produktivitas (Adisu, 2007, 1). Salah satu hal penting yang diatur dalam peraturan tersebut adalah mengenai ketentuan pemutusan hubungan kerja terutama rumusan perhitungan, komponen dan kondisi yang memungkinkan terjadinya pemutusan hubungan kerja. Dalam UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 156 ayat (1) pembayaran berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak wajib diberikan apabila terjadi pemutusan hubungan kerja. Sebelum berlakunya undang- undang tersebut, pemerintah mengatur masalah-masalah ketenagakerjaan hanyamelalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Kep-150/Men/2000 tentang

1 Universitas Indonesia

Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009

penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan anti kerugian di perusahaan. Meskipun mendapat kritikan dari berbagai pihak, penelitian Tim Kajian Akademis Independen dari Departemen Komunikasi dan Informatika menyebutkan bahwa jumlah kompensasi PHK di Indonesia masih moderat yaitu tertinggi dalam besaran pesangon terendah dan tertinggi kedua untuk besaran pesangon tertinggi diantara Negara Srilangka, Thailand, Philipina, Singapura, dan India (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, 2007, 13).UU No. 13 tahun 2003 memberikan kepastian atas hak pembayaran kompensasi PHK termasuk pemutusan hubungan kerja saat mencapai usia pensiun, dan untuk itu setiap dilakukan pelaporan keuangan perusahaan berkewajiban menghitung dan menyatakan kesediaan untuk membayarnya kelak di kemudian hari (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, 2007, 13). Dengan dikeluarkannya undang- undang tersebut, terdapat kewajiban konstruktif bagi perusahaan untuk melakukan pencatatan terhadap pengakuan imbalan pasca kerja meskipun biaya baru direalisasikan pada saat pekerja berakhir masa kerjanya. Pada awalnya Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) menjadikan PSAK 57 tentang Kewajiban diestimasi, Kewajiban Kontijensi dan Aktiva Kontijensi sebagai dasar untuk membukukan kewajiban tersebut. Akan tetapi, ketentuan tersebut belum dapat memberikan kejelasan mengenai metode maupun asumsi untuk perhitungan kewajiban. Ketentuan yang mengatur mengenai akuntansi imbalan kerja baru diatur secara khusus dengan dikeluarkannya PSAK 24 (revisi 2004) tentang Imbalan Kerja yang mulai berlaku pada 1 Juli 2004.Ketentuan pencadangan biaya diatur secara berbeda menurut ketentuan perpajakan. Hal tersebut dikarenakan akuntansi komersial dan pajak memang memiliki perlakuan yang berbeda terhadap pengakuan penghasilan maupun biaya. Akuntansi mengacu kepada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) sedangkan pajak mengacu kepada peraturan pajak yang berlaku dalam hal ini adalah Undang-undang Pajak Penghasilan. Perbedaan antara lain muncul sebagai akibat dari kerangka tujuan yang berbeda antara penghasilan menurut akuntansi dengan menurutfiskal dimana penghitungan penghasilan menurut akuntansi bertujuan untuk memberi

2Universitas Indonesia

informasi bagi manajemen, pemegang saham, investor, kreditor dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dan sebagai pertanggungjawaban manajemen sedangkan tujuan dari penghitungan penghasilan fiskal adalah untuk memenuhi ketentuan undang- undang dan peraturan perpajakan dalam kaitan dengan penerimaan Negara (Cahyaningrum, 2005, 20). Perbedaan tersebut mengakibatkan perusahaan harus menyesuaikan laporan keuangan komersialnya sehingga sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.Peranan pajak, terutama Pajak Penghasilan, sangat menentukan dalam APBN. Oleh karena itu, pemerintah terus menerus melakukan berbagai perbaikan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Pada tahun 2009 penerimaan pajak dari pajak penghasilan dianggarkan sebesar 357,4 triliun, padahal tahun 2008 hanya dianggarkan 305 triliun saja (Departemen Keuangan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Salah satu langkah pemerintah adalah dengan penentuan tarif tunggal sebesar 28% terhadap Wajib Pajak Badan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No.36 tahun2008 tentang Pajak Penghasilan. Tarif tersebut akan mengalami penurunan kembali pada tahun 2010 menjadi 25%. Selain itu untuk Wajib Pajak Go Public juga dapat memperoleh pengurang tarif sebesar 5% apabila memenuhi persyaratan tertentu. Diharapkan dengan adanya penyederhanaan tarif tersebut maka akan mengurangi disinsentif bagi dunia usaha dan investasi yang pada akhirnya akan meningkatkan kepatuhan (tax compliance) (Prayoga, 2009).Ketentuan pajak terkait dengan pencadangan dalam undang-undang baru belum mengalami perubahan. Biaya secara pajak baru diakui setelah terjadi realisasi sehingga perbedaan antara akuntansi dan pajak tetap terjadi. Wajib pajak tetap harus melakukan beberapa penyesuaian agar bisa memenuhi ketentuan dalam Standar Akuntansi Keuangan maupun ketentuan perpajakan. Kebijakan pajak memang harus senantiasa disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan ekonomi, sosial, dan politik suatu Negara (Hutagaol & Tobing, 2008, 8). Kebijakan pajakpenghasilan harus mencakup aspek keadilan, kesederhanaan, netralitas, dan kepastian

Universitas Indonesia

hukum sehingga memberikan rasa nyaman, aman, dan pasti bagi wajib pajak atau disebut taxpayer friendly (Hutagaol & Tobing, 2008, 8).Pencatatan imbalan pasca kerja tampaknya memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan. Pencatatan imbalan pasca kerja diduga memberikan dampak negatif terhadap corporate value dan efisiensi ekonomis. Beberapa penelitian empiris membuktikan bahwa market memperhitungkan berbagai bentuk employee benefit liabilities. Penelitian yang dilakukan oleh Bulow, et. al pada tahun 1987, Feldstein dan Seligman pada tahun1981, dan Bodie pada tahun 1985 sebagaiman dikutip oleh Biro Riset dan Teknologi Informasi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, 2007, 11), menyatakan bahwa market memperhitungkan nilai dari unfunded pension liabilities. Dari sumber yang sama, penelitian Carroll Niehaus pada tahun 1998 menunjukkan bahwa utang manfaat pensiun (pension liabilities) mempengaruhi peringkat hutang perusahaan (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, 2007, 11).Bagi perusahaan swasta, pencatatan kewajiban imbalan kerja menyebabkan munculnya biaya (cost) pada laporan keuangan perusahaan. Penelitian dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan bahwa, interpretasi yang muncul bagi pengusaha adalah rumusan pesangon yang ditetapkan UU No.13 tahun 2000 sangat membebani mereka (Asosiasi Pengusaha Indonesia, 2003, 8). Hal ini dapat dimengerti mengingat tujuan bisnis adalah untuk mencari keuntungan sebesar besarnya. Adanya kewajiban pembayaran pesangon dalam UU tersebut semakin menambah biaya perusahaan yang juga memiliki kewajiban untuk memberikan imbalan kerja berupa pensiun.Akan tetapi, berdasarkan penelitian dari Departemen Keuangan, BUMN dan BUMD memiliki kecenderungan yang berbeda dengan perusahaan swasta dalam perlakuan pembayaran imbalan pasca kerja. Ketentuan Pasal 167 UU No.13 tahun2003 memberikan peluang kepada pengusaha untuk memperhitungkan uang pesangon dengan iuran pensiun yang telah dibayarkan. Pasal tersebut mengaturmengenai manfaat pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha atau oleh

Universitas Indonesia

pengusaha dan pekerja. Apabila manfaat pensiun sekaligus yang diterima karyawan lebih kecil dari uang pesangon, maka selisihnya dibayar oleh pengusaha. Dengan kata lain perusahaan diberikan kewenangan untuk membayar sebesar maksimal pesangon yang telah ditetapkan dalam UU No. 13 tahun 2003. Perusahaan swasta cenderung untuk melakukan hal tersebut karena dapat meminimalisir biaya. Hal tersebut dapat terlihat pada gambar berikut :Gambar 1.1. Kompensasi Pesangon dan Pensiun Berdasarkan KepemilikanTahun 2007

12

10

8

6 YaTidak4

2

0BUMN BUMD PMDN PMA LAINNYA

Sumber : Biro Riset dan Teknologi Informasi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga

Keuangan Departemen Keuangan

Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa perusahaan BUMN dan BUMD tidak melakukan kompensasi pesangon terhadap pembayaran pensiun. Meskipun BUMN dan BUMD juga memiliki profit oriented, BUMN dan BUMD lebih memilih untuk membayarkan keduanya sehingga biaya perusahaan menjadi lebih besar dibandingkan jenis perusahaan lainnya. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap deviden yang dibayarkan kepada negara.PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah melakukan pengakuan imbalan pasca kerja berupa pencadangan pesangon karyawan dalam laporan keuangannya. Selain itu perusahaan juga mempunyai program lain untuk imbalan pasca kerja karyawan yaitu programJaminan Hari Tua (JHT) melalui Jamsostek pada tahun 2008. Pada tahun 2009

Universitas Indonesia

imbalan pasca kerja ditambahkan dengan keikutsertaan perusahaan dalam program pensiun yang dibayarkan kepada Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Hal tersebut dilakukan sesuai ketentuan dalam Undang-undang ketenagakerjaan No. 13Tahun 2003.

Pencadangan pesangon merupakan biaya bagi perusahaan dan akan muncul dalam laporan laba rugi perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi performance dan jumlah deviden yang dibayarkan, padahal BUMN yang bergerak dalam sektor energi dan pertambangan memberikan jumlah deviden terbesar dibandingkan sektor-sektor lainnya (Berita Bisnis, 2009). PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. termasuk ke dalam 10 (sepuluh) besar BUMN yang memperoleh laba pada tahun 2005 dan 2006 (Kementrian Negara BUMN, 2006, 1). PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. bahkan sama dengan 3 BUMN lainnya yaitu PT Bank Negara Indonesia, PT Wijaya Karya, dan PT Jasa Marga Tbk. diperkirakan mampu menyetor dividen tahun buku 2008 kepada negara sebesar Rp. 1,12 T, meningkat dari Rp. 864,02 M pada tahun 2007

1.2 PERMASALAHAN

Perusahaan BUMN, khususnya PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan perusahaan swasta dalam kebijakan pembayaran imbalan pasca kerja dimana pembayaran pesangon di akhir masa kerja tetap dilakukan meskipun perusahaan telah membayarkan iuran pensiun kepada Dana Pensiun Lembaga Keuangan. Biaya pesangon menjadi lebih besar dibandingkan dengan perusahaan lain yang tidak mengakui program tersebut, padahal sesuai UU No. 19 Tahun 2003 tujuan BUMN salah satunya adalah mencari keuntungan. Pencadangan biaya tersebut akan mempengaruhi performance laporan laba rugi perusahaan di tahun berjalan karena biaya akan menjadi lebih besar.Pada saat pekerja telah memasuki akhir masa kerjanya perusahaan harus menghitung besaran pesangon yang akan dibayarkan sesuai dengan UU No. 13 Tahun2003. Jumlah pesangon yang harus dibayarkan didasari oleh 3 (tiga) faktor yaitu

masa kerja yang telah dilalui, penyebab atau peristiwa pengakhiran hubungan kerja,

Universitas Indonesia

dan upah saat pengakhiran hubungan kerja. Oleh karena itu, semakin lama masa kerja seorang karyawan dan semakin besar upah pada akhir masa kerja, akan semakin besar biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahan. Jumlah pekerja yang memasuki akhir masa kerja mempengaruhi jumlah uang yang dikeluarkan perusahaan. Semakin besar jumlah pekerja yang memasuki masa pensiun semakin besar jumlah uang yang dikeluarkan perusahaan. Dari sisi pajak, biaya yang dikeluarkan tersebut bisa diakui sebagai pengurang dalam memperoleh penghasilan kena pajak akan tetapi perusahaan memiliki kewajiban perpajakan yang lain yaitu pemotongan Pajak Penghasilan Pasal21 pada saat pesangon dibayarkan. Kebijakan PPh Pasal 21 atas pesangon di PGN adalah PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan sehingga perusahaan harus menanggung beban pajak PPh 21 tersebut. PPh Pasal 21 yang dibayarkan tersebut tidak dianggap sebagai biaya yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak sehingga PPh Badan terutang akan menjadi lebih besar.Pencadangan biaya pesangon dalam tahun berjalan juga memberikan implikasi lain baik dari sisi pencatatan akuntansi komersial maupun pemenuhan kewajiban perpajakan. Sesuai ketentuan PSAK 24 (revisi 2004) perusahaan diwajibkan untuk menghitung besaran pencadangan sesuai perhitungan aktuaris. Selain itu, perusahaan harus melakukan penyesuaian atas pencadangan biaya tersebut dalam perhitungan Pajak Penghasilan Badan setiap tahunnya agar sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Dalam penyusunan laporan keuangan, perbedaan antara ketentuan akuntansi komersial dengan pajak tersebut bisa dianggap sebagai beda tetap (permanent different) ataupun beda waktu (temporary different) tergantung pada efek dari perbedaan tersebut terhadap laporan keuangan perusahaan.Dari uraian di atas, yang menjadi permasalahan dalam Tugas Karya Akhir ini adalah :1. Bagaimana perhitungan kewajiban pencadangan biaya pesangon dan realisasi pembayaran pesangon di PT. PGN (persero) Tbk. ?2. Bagaimana implikasi perbedaan perlakuan akuntansi dan pajak atas pencadangan

pesangon pada laporan keuangan PT. PGN (Persero) Tbk. ?

Universitas Indonesia

1.3 TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan pokok permasalahan yang menjadi pertanyaan penelitian, maka penulisan ini bertujuan untuk :1. Menganalisis perhitungan kewajiban pencadangan biaya pesangon dan realisasi pembayaran pesangon di PT. PGN (persero) Tbk.2. Menganalisis implikasi perbedaan perlakuan akuntansi dan pajak atas pencadangan pesangon pada laporan keuangan PT. PGN (Persero) Tbk.

1.4 SIGNIFIKANSI PENULISAN

Signifikasi tugas karya akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Akademik

Secara akademis penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan teoritis dan wawasan perpajakan bagi penulis dan pembacanya, khususnya tentang perhitungan kewajiban pencadangan biaya pesangon dan realisasi pembayaran pesangon serta perlakuan akuntansi dan pajak atas pencadangan pesangon dan implikasinya terhadap laporan keuangan perusahaan.2. Praktis

Ditinjau dari kepentingan praktis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. dalam memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam standar akuntansi keuangan maupun peraturan perundang-undangan perpajakan dalam pencadangan pesangon sekaligus menggambarkan implikasi atas perbedaan ketentuan tersebut dalam laporan keuangan.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam penulisan tugas karya akhir ini, penulis membagi beberapa bagian, sesuai dengan bab dan sub bab. Adapun sistematika dari penulisan tugas karya akhirini disajikan sebagai berikut :

Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab pendahuluan diuraikan mengenai latar belakang permasalahan, pokok permasalahan, tujuan penelitian, signifikasi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang tinjauan pustaka yang membahas konsep laporan keuangan komersial dan fiskal, konsep pengakuan biaya menurut akuntansi dan pajak, konsep beda waktu dan beda tetap, serta konsep imbalan kerja.BAB III GAMBARAN UMUM KEBIJAKAN IMBALAN KERJA DI PT PERUSAHAAN GAS NEGARA (Persero) Tbk.Bab ini menguraikan secara detil mengenai gambaran umum PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., ketentuan Undang-undang tenaga kerja, Standar Akuntansi Keuangan, dan ketentuan perpajakan terkait dengan pencadangan imbalan pasca kerja berupa pesangon .BAB IV ANALISIS PENCADANGAN BIAYA PESANGON DI PT PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) TBK.

Berisi analisis perhitungan kewajiban pencadangan biaya pesangon dan perhitungan realisasi pembayaran pesangon serta implikasi perbedaan ketentuan akuntansi dan pajak atas pencadangan pesangon dalam laporan keuangan perusahaan.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab akhir dari skripsi yang merupakan simpulan dari analisis dan pembahasan yang telah dilakukan di bab sebelumnya serta rekomendasi untuk memberi masukan terhadap permasalahanyang ada.

Universitas Indonesia