masalah hab di indonesia2

Upload: arlecchino-loki

Post on 18-Oct-2015

40 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kumpulan kliping berita

TRANSCRIPT

Masalah HAB di Indonesia

Masalah HAB di Indonesia BEBERAPA waktu terakhir ini media banyak memberitakan terjadinya kematian massal ikan di Teluk Jakarta. Tampaknya belumlah jelas benar mengapa hal ini bisa terjadi. Ada yang menduga bahwa kasus ini adalah akibat buangan limbah industri atau dari kapal yang mengakibatkan kualitas air menjadi amat buruk hingga mematikan ikan secara massal.

Sebagian lain menduga kasus ini disebabkan ledakan populasi plankton yang beracun atau karena terjadinya kondisi anoksia (kehabisan oksigen) pada perairan menyusul kematian plankton yang meledak.

Berita ini mempunyai dampak yang luas, tidak saja karena telah terjadi perubahan pada lingkungan perairan, tetapi lebih jauh telah memberikan dampak sosial ekonomi. Banyak anggota masyarakat menjadi takut makan ikan, khawatir akan ikut keracunan.

Masalah HABPusat Penelitian Oseanografi LIPI telah mengambil contoh plankton di Pantai Ancol pada 10 Mei 2004 setelah munculnya berita kematian ikan di lokasi tersebut. Identifikasi plankton di laboratorium menunjukkan adanya jenis atau spesies plankton Prorocentrum micans dan Thalassiosira mala yang lebih padat dari yang biasa ditemukan.

Prorocentrum micans adalah salah satu jenis yang berpotensi menimbulkan gangguan lingkungan karena bila populasinya meledak dapat menimbulkan pengurasan oksigen. Sedangkan Thallassiosira mala bisa mengganggu karena dapat menghambat sistem pernapasan pada ikan. Kasus ini tampaknya mengangkat ke permukaan masalah HAB yang selama ini kurang mendapat perhatian.

Istilah HAB kini menjadi istilah yang digunakan di dunia internasional yang merupakan singkatan dari harmful algal bloom. HAB adalah istilah generik yang digunakan untuk mengacu pada pertumbuhan lebat mikroalga (plankton) di laut atau di perairan payau yang dapat menyebabkan kematian massal ikan, mengontaminasi makanan bahari (seafood) dengan toksin (racun yang diproduksi oleh mikroalga), dan mengubah ekosistem sedemikian rupa yang dipersepsikan manusia sebagai mengganggu (harmful) (GEOHAB, 2000).

Sebelumnya, dikenal juga istilah redtide untuk menggambarkan ledakan populasi plankton ini yang sampai mengubah warna air laut. Namun, istilah ini sering menyesatkan karena tidak selalu ledakan populasi plankton itu berwarna merah (red), bisa juga kuning, hijau, kecoklat-coklatan, bergantung pada pigmen yang terkandung dalam plankton penyebabnya.

Biota penyebab HAB menghasilkan toksin dalam tubuhnya yang kemudian toksin tersebut dapat dialihkan ke kerang atau ikan liwat jalur pakan (food chain). Kehadiran bahan toksik di dalam tubuh kerang bisa saja tidak menimbulkan kematian pada kerang tersebut, tetapi bila dimakan manusia akan dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan kematian.

Orang yang memakan makanan bahari yang terkotaminasi toksin HAB dapat menderita keracunan, bergantung pada jenis toksin yang diproduksi biota HAB. Misalnya, dapat menimbulkan gejala keracunan paralytic shellfish poisoning (PSP) yang menimbulkan kejang-kejang sampai kelumpuhan, diarrhetic shellfish poisoning (DSP) yang menyebabkan diare, amnesic shellfish poisoning (ASP) yang dapat menyebabkan linglung atau kehilangan daya ingat sementara, neurotoxic shellfish poisoning (NSP) yang menyerang saraf, atau ciguatera fish poisoning (CFP) berupa keracunan karena makan ikan.

Keracunan PSP, misalnya, dapat disebabkan oleh meledaknya plankton jenis Pyrodinium bahamense var compressum, atau Alexandrium tamarense, sedangkan DSP bisa disebabkan oleh jenis Dinophysis caudata, atau Dinophysis miles. Sedikitnya ada sekitar 20 jenis plankton yang patut diwaspadai berpotensi menimbulkan HAB di Indonesia.

Selain menimbulkan gangguan pada lingkungan dan kesehatan manusia, HAB juga dapat menimbulkan kerugian ekonomi. Berita tentang terjadinya HAB, misalnya menyebabkan turunnya omzet perdagangan ikan. HAB yang melanda suatu perairan tempat budidaya ikan, udang, atau kerang dapat menimbulkan kerugian yang amat besar. HAB yang disebabkan oleh Pyrodinium bahamense, yang menyerang Teluk Manila (Filipina) tahun 1988 misalnya, menimbulkan kerugian 950.000 dollar AS pada budidaya tiram, 500.000 dollar AS per hari pada ekspor udang, dan 809.000 dollar AS selama empat hari bagi perikanan tangkap, dan 300.000 dollar AS per hari pada pasar makanan bahari.

Ekspor kerang-kerangan kita ke luar negeri, terutama ke negara-negara Uni Eropa, juga kini diminta untuk dilengkapi dengan informasi tentang lingkungan asal, apakah di situ telah ada monitoring HAB. Makin sering dan makin meluasnya kasus-kasus HAB di dunia serta dampak negatifnya terhadap lingkungan, ekonomi, dan kesehatan telah membuat masalah HAB ini dibahas dalam sidang Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) beberapa waktu lalu.

HAB datang menyerang bagaikan serangan gerilya. Ia tidak mudah dideteksi, tetapi dapat menyerang dengan tiba- tiba, dan segera setelah itu segera menghilang lagi. Serangan HAB yang hebat bisa terjadi hanya dalam waktu beberapa hari saja setelah itu lenyap seolah-olah menghilang.

Kapan ia akan datang lagi untuk serangan mendadak hingga kini masih sulit diprediksi. Tampaknya belum ada sistem peringatan dini (early warning system) yang ampuh yang dapat diterapkan, di negeri maju sekalipun. Upaya lebih banyak ditujukan pada contingency plan, atau rencana penanggulangan bencana apabila itu benar-benar terjadi.

Para ilmuwan dunia hingga saat ini masih sulit untuk menetapkan faktor apa yang spesifik yang memicu serangan HAB dari jenis-jenis tertentu. Mengapa suatu waktu jenis tertentu yang menyerang dan di lain waktu jenis lain lagi yang bisa menyerang? Ini adalah sebagian pertanyaan yang belum dapat terungkap jawabannya dengan jelas.

Secara normatif memang sering disebut bahwa HAB dapat dipicu oleh pengayaan hara (nutrient enrichment) dari daratan yang menyebabkan terjadinya eutrofikasi, kondisi hara yang sangat tinggi. Selain itu disebut-sebut pula bisa disebabkan oleh perubahan cuaca dan hujan yang berlebihan atau karena berkurangnya hebivor yang mengontrol populasi fitoplankton.

Belakangan ini dunia juga diperingatkan akan bahaya "inflitrasi" serangan, yakni masuknya jenis-jenis tertentu dari luar, yang ikut membonceng liwat air balas kapal. Kapal laut dapat melintasi jarak yang jauh antarbenua, yang dapat membawa jenis yang berpotensi menimbulkan HAB dalam air balasnya, yang kemudian air balasnya dibuang di perairan lain, yang sebelumnya tak mengenal jenis itu.

Pengangkutan kerang untuk budidaya dari suatu lokasi ke lokasi lain dapat juga membawa "penumpang gelap" biota HAB yang akan merupakan introduksi jenis ke lingkungan baru. Kenyataan semacam ini menyebabkan frekuensi serangan-serangan HAB makin sering terjadi dan lokasi penyerangannya pun semakin meluas.

Melihat kompleksnya masalah ini, Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC), badan yang bernaung di bawah UNESCO, liwat programnya di Pasifik Barat (West Pacific/Westpac), mengembangkan masalah HAB ini sebagai salah satu kegiatan penelitian dan pelatihan antarnegara di kawasan Pasifik Barat, termasuk Indonesia.

Kasus HAB di IndonesiaTelah ada beberapa laporan mengenai HAB di Indonesia. Kasus yang sebenarnya terjadi mungkin lebih banyak tetapi luput dari perhatian karena tidak dilaporkan. Salah satu biota HAB yang sempat menyerang beberapa tempat di Indonesia adalah dari jenis Pyrodinium bahamense var compressum. Jenis ini bahkan telah sempat menimbulkan kematian manusia seperti terjadi di Lewotobi, NTT, tahun 1983. Jenis ini juga diketahui beberapa kali menyerang daerah Teluk Kau di Halmahera. Jenis ini terdapat juga di Teluk Hurun, Lampung.

Peta sebaran kejadian serangan oleh Pyrodinium bahamense var compressum ini di Pasifik Barat yang dibuat oleh Dr Fukuyo dari IOC/Westpac menunjukkan serangan jenis ini meluas sampai ke Filipina, Malaysia, daratan Cina, dan Jepang.

Ada juga terjadi ledakan populasi dari jenis microalga yang nontoksik, seperti jenis Noctiluca scintillans dan Trichodesmium erythraeum, seperti pernah terjadi sebelumnya di Teluk Jakarta dan di perairan Lampung.

Ledakan populasi jenis ini dapat sangat lebat hingga membuat air laut menjadi pekat berwarna kehijauan atau kecoklatan. Kematian microalga ini kemudian menguras oksigen di perairan hingga menimbulkan kematian pada berbagai biota perairan. Kejadian semacam ini pernah menimbulkan kerugian besar pada usaha budidaya udang di Lampung tahun 1991 dengan kerugian ditaksir sampai sekitar 1,75 juta dollar AS.

Hingga sekarang ini hanya sedikit anggota masyarakat yang sadar akan bahaya HAB ini. Peneliti yang dengan serius menangani masalah ini di Indonesia pun sangat terbatas jumlahnya, mungkin dapat dihitung dengan jari kita, yang tersebar di lembaga penelitian seperti di LIPI, Balai Budidaya Laut (DKP), Balai Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (DKP), dan universitas (UI). Balai Budidaya Laut di Lampung sekarang ini satu-satunya lembaga yang sudah secara rutin melakukan monitoring HAB di Teluk Hurun dan merupakan pilot untuk Indonesia dengan dukungan dari IOC/Westpac.

Pada awal Maret 2004 yang lalu ada suatu lokakarya HAB yang dilaksanakan di Jakarta yang diikuti tidak saja oleh para peneliti dari berbagai lembaga, namun juga oleh kalangan swasta-yang melihat masalah HAB ini dapat menentukan keberlangsungan upaya ekonomi dalam budidaya ikan, dan udang-dan seorang tokoh HAB dunia, Dr Fukuyo. Dari lokakarya ini muncul gagasan untuk menyusun strategi dasar yang komprehensif dalam penanganan masalah HAB di Indonesia.

Terjadinya kasus HAB yang baru saja di Teluk Jakarta lebih memperkuat perlunya segera penyusunan konsep tersebut dipercepat.

Anugerah Nontji Pusat Penelitian Oseanografi, LIPIhttp://www.kompas.com/kompas-cetak/0406/16/bahari/1088154.htmpdf sunarto : http://tumoutou.net/702_07134/sunarto.pdfPengaruh Kualitas dan Kuantitas Pakan Terhadap Lingkungan Budidaya IkanPENDAHULUAN

Teknik budidaya ikan secara intensif telah berkembang dengan pesat di masyarakat antara lain budidaya ikan dalam keramba jaring apung di waduk. Padat penebaran yang tinggi dan jerian pakan secara intensif merupakan ciri budidaya ini. Masalah yang dapat terjadi akibat kegiatan ini adalah penurunan kualitas perairan dan kurang terjaminnya kelestarian dari usaha yang dilakukan. Hal ini antara lain terjadi lain pemberian pakan yang dilakukan kurang baik kualitas maupun kuantitasnya.Dalam budidaya ikan, pakan mempunyai peranan yang sangat penting. Pakan yang ikan akan dimetabolisme untuk memperoleh energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan tas hidup ikan. Kualitas dan kuantitas pakan mempengaruhi sisa metabolisme. Pakan tidak dicerna akan dikeluarkan dalam bentuk feses sedangkan pakan yang dicerna dimetabolisme. Sisa metabolisme ini akan dikeluarkan ikan melalui insang dan ginjal dalam bentuk ammonia, urine dan bahan buangan lainnya. Sisa pakan yang tidak termakan yang disebabkan oleh pemberiannya yang tidak tepat jumlah maupun caranya akan menumpuk di dasar perairan.

Pembusukan bahan organik di dasar perairan baik yang berasal dari hasil metabolisme organisme maupun penguraian bahan organik disebabkan tercemarnya lingkungan perairan. Sampai batas tertentu, secara alami perairan mampu menanggulangi pengaruh kontaminan tersebut tetapi bila daya dukungnya terlewati akan mengakibatkan perairan tercemar. Selain itu, akan dihasilkan gas racun yang mengakibatkan kehidupan ikan terganggu bahkan dapat mengakibatkan kematian secara masal.

KUALITAS PAKAN

Pakan yang baik untuk pembesaran ikan dalam keramba jaring apung adalah bentuk pelet yang tidak mudah hancur, tidak cepat tenggelam serta mempunyai aroma yang merangsang nafsu makan ikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih pakan yaitu kandungan gizi pakan, sifat fisik, warna, dan aromanya. Berdasarkan hasil penelitian, kadar protein 26-28% dan kadar lemak 6-8% cukup baik untuk pembesaran ikan mas, nila, dan gurame.

Sifat fisik pakan antara lain yaitu permukaan pelet halus dan licin serta bagian yang hancur (debu) dalam kemasan kurang dari 5%. Warna pelet tidak keputih-putihan (berjamur) dan tidak berbau tengik atau apak yang menandakan pelet telah disimpan lama atau dibuat dari bahan yang kurang baik kualitasnya. Pakan harus disimpan dalam tempat yang kering, tertutup dan lamanya penyimpanan tidak lebih dari 6 minggu.

Jumlah pakan yang diberikan harus dapat dikonsumsi ikan secara utuh (keseluruhan) karena dapat mengurangi pencemaran perairan dan kepastian ikan memperoleh pakan sesuai dengan kebutuhannya pada setiap satu kali pemberian. Pemberian pakan harus memperhatikan agar pakan tidak lolos ke luar keramba, diberikan sedikit demi sedikit merata di permukaan air dengan luasan yang cukup. Selain itu, apabila suhu air relatif rendah, oksigen rendah, kesehatan terganggu atau ikan mengalami stres maka nafsu makan atau konsumsi pakan akan menurun.

PENGARUH PENGGUNAAN PAKAN PADA LINGKUNGAN

Hasil buangan metabolisme pada ikan maupun penguraian sisa pakan akan meningkatkan konsentrasi nitrogen (N) dan fosfor (dalam bentuk fosfat) yang ada dalam perairan yang nilainya ditentukan oleh jumlah pakan yang masuk ke dalam perairan tersebut. Meningkatnya N dan P di perairan tenang akan merangsang terjadinya kelimpahan plankton. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya persaingan antara ikan dan plankton dalam memperoleh oksigen di malam hari, sehingga konsentrasi oksigen di perairan menjadi rendah dan keadaan ini membahayakan ikan.

Nitrogen yang dibuang ikan ke perairan, 60-90% dalam bentuk ammonia, yang sangat toksik dan berbahaya bagi ikan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan secara masal terutama pada saat terjadi pembalikan air (umbalan). Kadar oksigen yang rendah dalam air akan mengakibatkan daya racun ammonia meningkat. Pada budidaya ikan konsentrasi ammonia bergantung pada kepadatan populasi, metabolisme ikan, pergantian air, dan suhu.

Fosfor dan kalsium dibutuhkan ikan dalam jumlah yang lebih banyak di bandingkan dengan mineral penting lainnya baik untuk keperluan metabolisme maupun pertumbuhannya. Setiap ikan memiliki kemampuan cerna fosfor yang berbeda dan ditentukan pula oleh sumber fosfor dikonsumsi. Penyerapan fosfor pada ikan yang berlambung lebih baik dibandingkan ikan yang tidak berlambung seperti ikan mas. Fosfor merupakan salah satu mineral dalam mengatur produktivitas atau perairan.

Sebagian besar fosfor yang dibutuhkan berasal dari pakan yang diberikan. Demikian pula, kadar ammonia yang dibuang ikan keperairan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan. Usaha budidaya dapat lestari apabila kualitas pakan, jumlah frekuensi, dan cara pemberiannya serta penentuan jumlah keramba sesuai daya dukung perairan diperhatikan.http://www.dkp.go.id/content.php?c=4660

Ammoniacal Nitrogen (NH3)

Ia adalah komponen nitrogen dan dirujuk sebagai ammoniacal nitrogen yang digunakan sebagai penunjuk untuk menentukan pencemaran oleh kumbahan. Komponen-komponen lain nitrogen adalah termasuk nitrogen organik, Kjeldahl Nitrogen, nitrat & nitrit. Ia merupakan bahan semulajadi daripada pereputan sebatian-sebatian nitrogen dan juga merupakan salah satu daripada bahan cemar di dalam bekalan air.

Ammoniacal nitrogen adalah amat terlarut di dalam air dan ia bertindak balas dengan air untuk menghasilkan ammonium hydroxide. Ia juga merupakan salah satu daripada bahan sementara di dalam air kerana ia adalah sebahagian daripada kitaran nitrogen, yang dipengaruhi oleh aktiviti biologi. Jumlah kandungan nitrogen (TKN) adalah lebih kurang 15%-20% daripada kandungan BOD5 di dalam efluen domestik. Jadual di bawah menunjukkan komposisi anggaran air kumbahan bertahap sederhana dari segi kandungan nitrogen dan bahan-bahannya.

Parametermg/LJumlah Nitrogen

35

Kjeldhal Nitrogen

35

Ammonia Nitrogen

25

Nitrogen organik

10

Nitrat

0

Nitrit

0

Sumber-sumber ammonia di dalam sungai adalah :-

baja untuk pembangunan-pembangunan tanah dan pertanian

tapak pelupusan sampah leachate dan pembangunan tanah yang tidak terkawal

kumbahan yang tidak dirawat daripada penternakan ayam itik, rumah-rumah setinggan di tepi sumber air, tangki-tangki septik, kilang-kilang, tandas-tandas sementara di tapak-tapak pembinaan

air kumbahan yang dilepaskan daripada kawasan-kawasan perumahan, komersil, institusi dan kemudahan-kemudahan berkaitan

pelepasan air kumbahan dan bahan-bahan kimia bertoksik daripada pelbagai industri

aliran air di permukaan disebabkan oleh hujan lebat

minyak dan air kumbahan daripada bilik-bilik air dan dapur

efluen loji olahan kumbahan perbandaran

Dalam keadaan anaerobik, ammonia dioksidakan kepada nitrit dan seterusnya kepada nitrat melalui proses penitritan. Jika dalam keadaan anoxic (tanpa oksigen), nitrat yang terbentuk akan bertukar ke gas nitrogen tanpa kehadiran oksigen melalui proses pendenitritan.

Ammoniacal nitrogen berlebihan di perairan boleh menyebabkan masalah bau dan rasa. Ia juga akan mengakibatkan masalah psikologi kepada pengguna, yang akan beranggapan bahawa sumber air adalah tercemar dengan kumbahan, walaupun ia bukan merupakan penyebabnya.

Kebolehan 'penulenan-sendiri' sumber air adalah merupakan suatu konsep yang penting. Dengan memahami konsep ini, adalah jelas mengapa bahan cemar (dengan had yang dibenarkan) dilepaskan ke laluan air. Jika tidak, bahan cemar yang berlebihan akan membunuh laluan air semula jadi.

Antara kaedah-kaedah yang digunakan untuk penyingkiran ammoniacal nitrogen adalah nyah-udara(pemeruapan gas ammonia), titik putus pengklorinan (tambahkan klorin untuk mengoksidakan ammonia) atau pertukaran ion(sejenis tanah liat clinoptilolite untuk mengoksidakan ammonia). Ia juga boleh disingkirkan daripada sumber-sumber air di tempat pengambilan air mentah atau di loji olahan kumbahan. Kadar penyingkiran ammoniacal nitrogen adalah bergantung kepada penulenan-sendiri perairan/sungai, keperluan-keperluan pelepasan efluen atau teknologi terkini yang digunakan oleh loji-loji olahan air minum.

Setakat ini, masih tiada piawaian untuk pelepasan ammoniacal nitrogen dan semua loji olahan kumbahan yang terdapat di Malaysia tidak direkabentuk untuk menyingkirkan ammoniacal nitrogen. Walau bagaimanapun, secara purata, loji-loji olahan kumbahan awam adalah mematuhi keperluan-keperluan Piawaian A dan B seperti berikut:

ParameterPiawaian A (mg/L)Piawaian B (mg/L)Suhu (Celcius)

40

40

Nilai pH

6.0 - 9.0

5.5 - 9.0

Permintaan Oksigen Biologi

20

50

Permintaan Oksigen Kimia

50

100

Pepejal Terampai

50

100

Ammoniacal Nitrogen

15

25

Ammoniacal nitrogen di dalam efluen yang dilepaskan daripada loji-loji olahan kumbahan akan cair secara perlahan-lahan di dalam perairan dan seterusnya menjadi sebatian yang kurang toksik.

Salah satu daripada sumber kritikal pencemaran adalah daripada tangki-tangki septik dan tandas curah. Di Malaysia, terdapat lebih daripada 1.2 juta tangki septik tetapi hanya 30% daripadanya diselenggarakan dengan baik, iaitu enap cemar dikeluarkan daripada tangki secara berjadual. Kebanyakan pengguna tangki septik mengabaikan tanggungjawab mereka untuk memastikan enap cemar dikeluarkan secara berjadual. Oleh sebab itu, enap cemar terkumpul akan mencemarkan perairan.