maqâshid al-qur’ân alam ayat penggunaan media sosial

17
Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Tafsir issn 2354-6204 eissn 2549-4546 Tersedia online di: journal.stainkudus.ac.id/index.php/Hermeneutik DOI: 10.1234/hermeneutik.v12i2.6078 Maqâshid Al-Qur’ân Dalam Ayat Penggunaan Media Sosial Menurut Penafsiran M. Quraish Shihab Johar Arifin UIN Sutan Syarif Kasim Riau Johararifinoaz@gmail.com Abstrak Artikel ini mengulas penafsiran Quraish Shihab terhadap ayat-ayat penggunaan media sosial dalam perspektif maqâshid al-Qur’ân. Tulisan ini hendak menjawab dua persoalan utama terkait bagaimana perspektif maqâshid al-Qur’ân Quraish Shihab dan bagaimana aplikasi teoretik maqâshid al-Qur’ân Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat-ayat penggunaan media sosial. Artikel ini sampai pada kesimpulan bahwa menurut Quraish Shihab ada enam unsur gugusan besar tujuan universal al-Qur’ân yaitu penguatan akidah, manusia sebagai khalifah, kitab pemersatu, penegakan hukum, penyeru kepada ummatan wasathan, dan menguasai peradaban dunia. Kualitas informasi terletak pada kekuatan dimensi tauhid yang merupakan puncak tertinggi dari maqâshid Alquran. Quraish Shihab menawarkan enam diksi pilihan Alquran yang sesuai dengan kondisi penerima informasi dalam berinteraksi di media sosial. Demikian, bertujuan mengantarkan pada pengetahuan dan pemahaman terhadap apa yang disampaikan dalam menjalankan misi manusia sebagai khalifah, pemberi pencerahan lewat lisan dan tulisan, penegakan hukum, pemersatu umat manusia dan alam semesta menuju ummatan wasathan dan penguasaan peradaban dunia. Kata kunci: M. Quraish Shihab; maqâshid al-Qur’ân; media sosial; ummatan wasathan

Upload: others

Post on 02-Apr-2022

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Tafsir

issn 2354-6204 eissn 2549-4546 Tersedia online di: journal.stainkudus.ac.id/index.php/Hermeneutik DOI: 10.1234/hermeneutik.v12i2.6078

Maqâshid Al-Qur’ân Dalam Ayat Penggunaan Media Sosial Menurut Penafsiran M. Quraish Shihab

Johar Arifin UIN Sutan Syarif Kasim Riau [email protected]

Abstrak

Artikel ini mengulas penafsiran Quraish Shihab terhadap ayat-ayat penggunaan media sosial dalam perspektif maqâshid al-Qur’ân. Tulisan ini hendak menjawab dua persoalan utama terkait bagaimana perspektif maqâshid al-Qur’ân Quraish Shihab dan bagaimana aplikasi teoretik maqâshid al-Qur’ân Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat-ayat penggunaan media sosial. Artikel ini sampai pada kesimpulan bahwa menurut Quraish Shihab ada enam unsur gugusan besar tujuan universal al-Qur’ân yaitu penguatan akidah, manusia sebagai khalifah, kitab pemersatu, penegakan hukum, penyeru kepada ummatan wasathan, dan menguasai peradaban dunia. Kualitas informasi terletak pada kekuatan dimensi tauhid yang merupakan puncak tertinggi dari maqâshid Alquran. Quraish Shihab menawarkan enam diksi pilihan Alquran yang sesuai dengan kondisi penerima informasi dalam berinteraksi di media sosial. Demikian, bertujuan mengantarkan pada pengetahuan dan pemahaman terhadap apa yang disampaikan dalam menjalankan misi manusia sebagai khalifah, pemberi pencerahan lewat lisan dan tulisan, penegakan hukum, pemersatu umat manusia dan alam semesta menuju ummatan wasathan dan penguasaan peradaban dunia.

Kata kunci: M. Quraish Shihab; maqâshid al-Qur’ân; media sosial; ummatan wasathan

Maqâshid Al-Qur’ân Dalam Ayat Penggunaan Media Sosial Menurut Penafsiran M. Quraish Shihab

161 Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Volume 12 Nomor 02 2018

Abstract

This article reviews Quraish Shihab's interpretation of the verses of using social media in the perspective of maqâshid al-Qur'an. This paper wants to answer two main issues related to how the maqâshid al-Qur'ān Quraish Shihab perspective is and how the theoretical application of the maqâshid al-Qur'ān Quraish Shihab in interpreting the verses of using social media. This article comes to the conclusion that according to Quraish Shihab there are six elements of a large cluster of universal goals of the Qur'an, namely strengthening the faith, human beings as caliphs, unifying books, law enforcement, callers to ummatan wasathan, and dominating world civilization. The quality of information lies in the strength of the monotheistic dimension which is the highest peak of the maqâshid Alquran. Quraish Shihab offers six diction choices of the Koran that correspond to the conditions of the recipient of information in interacting on social media. Thus, it aims to deliver knowledge and understanding of what is conveyed in carrying out human mission as a caliph, enlightenment through oral and written, law enforcement, unifying humanity and the universe towards ummatan wasathan and mastery of world civilization.

Keywords: M. Quraish Shihab; maqâshid al-Qur'an; social media; ummatan wasathan

Pendahuluan

Kajian maqâshid al-syarî’ah menjadi isu yang penting dalam studi Islam dan

terus berkembang hingga saat ini. Terutama melalui proyek pemikiran maqashid

di wilayah timur Arab (al-masyriq al-araby) diwakili Mesir seperti Muhammad

Rasyid Ridha (w. 1355 H). Begitu juga berkembang di wilayah barat Arab (al-

Maqhrib al-Araby) diwakili Maroko dan Tunisia seperti Muhammad Thahir Ibnu

‘Asyûr (w. 1393 H), ‘Alâl al-Fâsi, al-Raisuni, dan lainnya (Ziyad Khalil Muhammad

al-Daghamin, 2004, hal. 214). Kajian tentang maqâshid al-syarî’ah dalam

perkembangannya bergeser pada kajian tujuan pokok Alquran (maqashid al-

Qur’an) dengan menganalisa teks-teks umum dalam Alquran.

Nesywan Abdul Khaliq membuat rumusan perbedaan antara kajian

maqâshid al-syarî’ah dan maqâshid Alquran, yaitu: (1) Maqâshid Alquran adalah

hasil istinbath dari ayat-ayat Alquran, sedangkan maqâshid al-syarî’ah merupakan

hasil istinbath dari sumber-sumber ajaran Islam, baik yang disepakati, yaitu

Alquran, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas, maupun yang diperselisihkan. (2) Dari aspek

penggunaannya, maqâshid al-syarî’ah khusus berkaitan dengan kajian hukum

Islam yang berhubungan dengan mu’amalat dan akhlak, sedangkan maqâshid

Johar Arifin

162 Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Volume 12 Nomor 02 2018

Alquran berkaitan dengan kaidah-kaidah hukum secara universal (Nisywan Abdul

Khaliq dan Radwan al-Athrasy, 2013, hal. 136-137).

Secara umum, maqashid Alquran bisa dipahami sebagai upaya memahami

konsep, aturan, dan tafsir Alquran. Ini artinya, cakupan maqashid Alquran

melampaui persoalan hukum yang hanya menjadi bagian kecil dari kajian Alquran.

Kajian maqâshid di era pembaharuan tafsir Alquran, difokuskan pada

menghidupkan ruh Alquran sebagai maqâshid diturunkannya Alquran. Yaitu upaya

mengangkat isu-isu kontemporer dalam kajian Alquran. Diantara isu-isu yang

sedang banyak dibicarakan adalah penggunaan media sosial.

Media sosial facebook, twitter, youtube, whatsApps, dan fitur-fitur lainnya,

telah menjadi kosa kata modern dan gaya hidup keseharian sebagian besar

masyarakat Indonesia. Euforia masyarakat, menunjukkan potret kehidupan pada

dua sisi, yaitu mereka yang dapat mengambil manfaat positif dari teknologi media

digital, dan mereka yang menggunakan sarana media sosial sebagai kegiatan

negatif. Kasus penghinaan ust. Abdul Somad di mediasosial oleh pemilik akun

facebook yang bernama Jony Boyok di Pekanbaru. Lembaga Adat Melayu (LAM)

Riau melalui lembaga bantuan hukum LAM Riau telah melaporkan perbuatan

pencemaran nama baik kepada polda Riau, bahkan LAM akan menjatuhkan sanksi

adat kepada yang bersangkutan (www.Jawapos.com). Ini salah satu fakta sosial

dari sekian banyak bentuk penyalahgunaan media sosial yang berujung kepada

penghinaan, pencemaran nama baik, penyebaran berita palsu, hoaxs, dan

sejenisnya.

Penomena inilah dijelaskan oleh Quraish Shihab ketika menafsirkan surat

al-Hujurat(49) ayat 6 mengatakan bahwa ayat tersebut salah satu dasar ketetapan

agama dalam kehidupan sosial sekaligus merupakan tuntunan yang sangat logis

bagi penerima dan pengamalan suatu berita. Kehidupan manusia dan interaksinya

haruslah didasarkan pada hal-hal yang diketahui dan jelas (Quraish Shihab, 2002,

vol. 13, hal. 238).

Tulisan ini hendak menjawab dua persoalan utama terkait bagaimana

perspektif maqâshid al-Qur’ân Quraish Shihab?, dan bagaimana aplikasi teoretik

maqâshid al-Qur’ân Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat-ayat penggunaan

media sosial?, inilah yang menjadi fokus kajian pada artikel ini. Dalam tulisan ini

ada dua istilah teknis yang digunakan, yaitu perspektif maqasidi dalam ayat

penggunaan media sosial dan perspektif maqashid Alquran tentang bagaimana

cara pandang Quraish Shihab sebagai seorang penerus maqashid Alquran dengan

menjadikan pesan dan tujuan pokok Alquran sebagai standar dalam penafsiran.

Maqâshid Al-Qur’ân Dalam Ayat Penggunaan Media Sosial Menurut Penafsiran M. Quraish Shihab

163 Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Volume 12 Nomor 02 2018

Metode yang penulis gunakan adalah metode interpretasi, metode ini

bertujuan untuk menggali pesan-pesan Alquran dalam mengungkap ayat-ayat

penggunaan media sosial persepktif maqâshid Alquran. Kajian ini juga

menggunakan metode tematik, yaitu membahas ayat-ayat berdasarkan tema yang

ditetapkan, bertujuan untuk mendapatkan pemahaman dari ayat-ayat penggunaan

media sosial dan bagaimana cara menyikapinya. Melalui kajian ini diharapkan

dapat memberikan pemahaman dikalangan masyarakat muslim Indonesia tentang

penggunaan media sosial perspektif maqashid Alquran Qurais Shihab menuju

kehidupan berkeadaban dan berperadaban.

M. Quraish Shihab: Intelektual Muslim Kontemporer

Potret Biografi

Muhammad Quraish Shihab dilahirkan di Rappang pada 16 Februari 1944.

Ia berasal dari keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Ayahnya bernama

Abdurrahman Shihab (1905-1986 M) dan Ibunya bernama Asma Aburisyi. Quraish

Shihab adalah putra keempat dari 12 bersaudara. Ayah Muhammad Quraish

Shihab juga dikenal sebagai ahli tafsir (http/www.quraishshihab.com).

Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ujung Pandang, ia

melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang, nyantri di Pondok Pesantren

Darul Hadis Al-Faqihîyah (M. Quraish Shihab, 2007, hal. 3). Pada 1958, Quraish

Shihab berangkat ke Kairo menjadi wakil Sulawesi Selatan. Di sana ia belajar di

jurusan Tafsir, Fakultas Usuluddin di Universitas al-Azhar (Afrizal Nur, 2013, hal.

38). Pada 1967, ia meraih gelar Lc (S-1) pada fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir

Hadis Universitas al-Azhar. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di fakultas

yang sama, dan pada 1969 meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang tafsir

Alquran dengan tesis berjudul al-‘I’jâz al-Tasyrî’îy li al-Qur’ân al-Karîm (M.Quraish

Shihab,1992, hal. pengantar). Pada tahun 1980, M. Quraish Shihab kembali ke

Kairo, untuk melanjutkan studi nya di Universiti al-Azhar. Pada tahun 1982 melalui

disertasinya yang berjudul “Nazham al-Durâr li al-Baqâ’i : ‟Tahqîq wa Dirâsah”. Ia

berhasil mendapatkan gelar Doktor Falsafah (PhD) dalam bidang ilmu-ilmu

Alquran dengan yudisium Summa cum Laude disertai dengan penghargaan tingkat

I (mumtâz ma’a martabat al-ataraf al-‘ûla) (Arief Subhan, hal. 54).

Setelah meraih Doktor dari Al-Azhar sejak tahun 1984 Muhammad Quraish

Shihab di tugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Pascasarjana dan ahirnya menjadi

Rektor IAIN yang sekarang menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 1992-

Johar Arifin

164 Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Volume 12 Nomor 02 2018

1998 M. Selain itu, diluar kampus, dia juga dipercayakan untuk menduduki

berbagai jabatan. Antara lain Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) Pusat sejak

tahun 1984, anggota Lajnah Pentashih Alquran Departemen Agama sejak tahun

1989, anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional sejak tahun 1989 (Arief

Subhan, hal. 54). Ia juga banyak terlibat dalam beberapa organisasi profesional

antara lain, pengurus Perhimpunan Ilmu-Ilmu Syari'ah, pengurus Konsorsium

Ilmu- Ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang sekarang

menjadi Departemen Pendidikan Nasional, Asisten Ketua Umum Ikatan

Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) (Arief Subhan, hal. 7).

Disamping itu Quraish Shihab juga aktif memberikan ceramah di Metro TV

dalam acara Tafsir al-Mishbâh, Kultum dan hikmah fajar RCTI dan TV swasta

lainya. Pada Pemilu 1997, ia disebut-sebut menjadi juru kampanye untuk Partai

Golkar. Setelah Golkar meraih kemenangan dalam struktur kementrian Kabinet

pembangunan VII tercantum nama Muhammad Quraish Shihab sebagai Menteri

Agama RI, sehingga dia memegang jabatan rangkap sekaligus menjabat rektor UIN

Jakarta. Namun tidak lebih dari dua bulan, Soeharto jatuh pada tanggal 21 Mei

1998, sehingga jabatan menteri agama RI tersebut lepas dari tangannya seiring

dengan angin reformasi yang melanda Indonesia (Anshori, 2006, hal. 62). Tidak

berapa lama setelah kejatuhan Soeharto, pada masa pemerintahan Presiden B.J.

Habibie, Quraish mendapat kepercayaan sebagai Duta Besar RI di Mesir,

merangkap untuk negara Jibouti dan Somalia pada tahun 1999. Ketika menjadi

duta besar inilah Quraish menulis karya monumentalnya Tafsir al-Misbah, lengkap

30 juz sebanyak 15 volume (Muhammad Iqbal, 2010, hal. 251).

Pengabdian Quraish Shihab terus dirasakan masyarakat Indonesia bahkan

Asia Tenggara dengan kehadiran dua lembaga besar yang didirikannya, yaitu

Pusat Studi Alquran (PSQ) dan Pesantren Bayt Alquran di bawah naungan Yayasan

Lentera Hati (http://psq.or.id/beranda/). Quraish Shihab mengabdikan dan

mendedikasikan ilmunya melalui dua lembaga tersebut untuk membumikan al-

Quran di Indonesia dan dunia.

Karya Intelektual

M. Quraish Shihab termasuk Ulama dan Intelektual Muslim Indonesia yang

produktif menulis, banyak karyanya yang telah dipublikasikan dan telah tersebar

di seluruh Indonesia bahkan di berbagai Negara Asia Tenggara semisal Malaysia,

Singapura dan Brunei Darussalam. Penulis melacak dan menemukan karya-karya

Quraish Shihab hingga tahu 2018 sebanyak 56 buku. Karya-karya tersebut

tersebar pada tiga kategori bidang ilmu yaitu ulum al-Qur’ân, Tafsir dan Hadis

Maqâshid Al-Qur’ân Dalam Ayat Penggunaan Media Sosial Menurut Penafsiran M. Quraish Shihab

165 Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Volume 12 Nomor 02 2018

seperti Membumikan Alquran, (Bandung: Mizan, 1992), Wawasan al-Qur’ân, Tafsir

Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1996). Mukjizat Al-

Qur'ân (Bandung: Mizan, 1997). Sejarah dan Ulum al-Qur’ân (Jakarta : Pustaka

Firdaus, 1999). Tafsir al-Mishbâh, Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur’ân, (Jakarta:

Lentera, 2000). 40 Hadits Qudsi Pilihan (Jakarta :Lentera Hati, 2005). Rasionalitas

Alquran, Studi Kritis Tafsir al-Manar, (Jakarta: Lentera Hati, 2007). Al-Lubâb:

Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati,

2012). Kaidah Tafsir (Jakarta: Lentera Hati, 2013).

Bidang Fikih seperti fatwa-fatwa Seputar Ibadah dan Mu’amalah, (Bandung:

Mizan, 1999). Fatwa-fatwa Seputar Ibadah Mahdhah, (Bandung: Mizan, 1999).

Fatwa-fatwa Seputar Wawasan Agama, (Bandung: Mizan, 1999). Hidangan Illahi,

Ayat-Ayat Tahlil, (Jakarta, Lentera Hati, 2001). Panduan Puasa Bersama

Muhammad Quraish Shihab, (Jakarta: Penerbit Republika, 2001). M. Quraish

Shihab Menjawab 101 Soal Perempuan yang Patut Anda Ketahui (Jakarta: Lentera

Hati, 2010). M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda

Ketahui (Jakarta: Lentera Hati, 2014). Haji dan Umrah Bersama M. Quraish Shihab

(Jakarta: Lentera Hati, 2012).

Bidang pemikiran dan wawasan keislaman seperti Filsafat Hukum Islam,

(Jakarta: Depertemen Agama,1987). Secercah Cahaya Ilahi, Hidup Bersama al-

Quran, (Bandung: Mizan, 2000). Jilbab PakaianWanita Muslimah (Jakarta : Lentera

Hati, 2004). Perempuan [Dari Cinta Sampai Seks, Dari Nikah Mut’ah sampai Nikah

Sunnah, Dari Bias Lama sampai Bias Baru] (Jakarta: Lentera Hati, 2004). Logika

Agama (Jakarta: Lentera Hati, 2005). Sunni-Syiah Bergandengan Tangan!

Mungkinkah? Kajian atas Konsep Ajaran dan Pemikiran (Jakarta: Lentera Hati,

2007). Islam yang Saya Anut Dasar-dasar Ajaran Islam (Jakarta: Lentera Hati,

2017). Islam yang Saya Pahami (Jakarta: Lentera Hati, 2018). Karya-karya Quraish

Shihab dicetak oleh penerbit Mizan Bandung kemudian diambil alih oleh penerbit

Lentera Hati bernaung di bawah yayasan Lentera Hati.

Maqâshid al-Qur’ân dalam Studi Islam

Kekaguman sebagian orang terhadap Alquran hanya terhenti dalam pesona

bacaan ketika dilantunkan. Bacaan hendaknya disertai dengan kesadaran akan

keagungan Alquran, pemahaman dan penghayatan yang disertai dengan tazakkur

dan tadabbur. Alquran mengecam mereka yang tidak menggunakan akal dan

kalbunya untuk berfikir dan menghayati pesan-pesan Alquran (Quraish Shihab,

2006, hal. v). Menyelami maksud ayat-ayat secara universal untuk sampai kepada

Johar Arifin

166 Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Volume 12 Nomor 02 2018

tujuan kandungan Alquran dan mewujudkan kemashlahatan manusia. Abdul

Karim Hamidi mendefenisikan maqâshid Alquran, sebagaimana dikutip oleh Wafa’

binti Dakhil Lillah, yaitu:

.العباد لمصالح تحقيقاً لأجلها، القرآن أنُزل التي الغايات

Tujuan-tujuan dengan sebabnya Alquran diturunkan, untuk merealisasikan

kemashlahatan bagi manusia (Wafa’ binti Dakhil Lillah, hal. 210).

Penjelasan konsep maqâshid Alquran sudah dimulai sejak Abu Hamid al-

Ghazali (w. 505 H), Ziyad Muhammad Khalil al-Daghamin mengutip kitab jawâhir

al-Qur’ân menjelaskan bahwa tujuan universal Alquran adalah penjelasan

mengenal Allah Swt. Tujuan universal tersebut dikembangkan kepada beberapa

pokok penting diantaranya mengajak manusia kepada pengakuan terhadap Allah

dan pengenalan terhadap hari kiamat (Ziyad Khalil al-Daghamin, 2004, hal. 357).

Fakhruddin al-Râzi (w. 606 H) dalam kitabnya Mafâtih al-Ghaib

menyebutkan maqâshid Alquran secara universal meliputi empat hal pokok yaitu

al-Ilâhiyât (ketuhanan), al-Nubûwât (kenabian), al-Ma’âd (hari kiamat), dan al-

Qadha’ wa al-Qadar (ketetapan dan ketentuan) (Fakhruddin al-Râzi, 1981, hal.

226). Abu Ishaq al-Syatibi (w. 790 H) meletakkan empat pokok yang telah

dirumuskan oleh al-Râzi kedalam kelompok maqâshid surat-surat Makkiyah yang

dihimpun pada tiga kelompok besar yaitu al-wahdâniyah (keesaan), al-Nubûwah

(kenabian) dan al-ba’ts (hari berbangkit). Tiga tujuan pokok ini kembali kepada

ajakan beribadah kepada Allah Swt (Al-Syâtibi, tt, hal. 280).

Muhammad Abduh (w. 1323 H) datang mengembangkan maqâshid Alquran

pada lima pokok yaitu tauhid, janji dan ancaman (al-wa’d wa al-wa’îd), ibadah

yang dapat menghidupkan hati, kebahagian dan cara memperolehnya menuju

kebahagian di dunia dan akhirat, dan kisah-kisah sebagai pelajaran dari seluruh

dimensi akidah, syariat dan akhlak (Muhammad Abduh, 1984, hal. 26-27).

Kemudian diteruskan oleh Muhammad Rasyid Ridha (w. 1355 H), ia secara

khsusus memberikan perhatian terhadap maqâshid al-Qur’ân al-Kulliyah dalam

kitabnya berjudul al-wahy al-Muhammady. Terdapat sepuluh maqâshid al-Qur’ân

yaitu penjelasan rukun Iman, tugas para Nabi dan Rasul, Islam agama fitrah

memadukan akal, fikir, ilmu, hikmah, fiqh, dan burhân. Memperbaiki manusia

dalam aspek sosial, politik, kesetaraan, keadilan, persamaan dihadapan hukum.

Karateristik umum Islam, hukum Islam internasional, memperbaiki pengelolaan

harta, peraturan tentang perang dan dampak buruk yang ditimbulkannya, hak-hak

kaum wanita, petunjuk Islam dalam menghapuskan perbudakan (Muhammad

Rasyid Ridha, 2000, hal. 168-340).

Maqâshid Al-Qur’ân Dalam Ayat Penggunaan Media Sosial Menurut Penafsiran M. Quraish Shihab

167 Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Volume 12 Nomor 02 2018

Muhammad Thâhir Ibnu ‘Asyûr (1393 H) kembali mempertegas apa yang

telah di jelaskan oleh Rasyid Ridha sebelumnya, ia menyebut bahwa tujuan

tertinggi Alquran adalah perbaikan individu, masyarakat dan persada bumi

(Thahir Ibnu ‘Asyur, 1984, hal. 38). Tujun tertinggi Alquran dituangkan kedalam

depalan pokok maqâshid al-Qur’ân al-Kulliyah (maqâshid Alquran secara

universal) dengan menambahkan point kisah-kisah umat terdahulu, pengajaran

yang sesuai dengan konteks dan kondisi, dan al-I’jâz bi al-Qur’ân (Thahir Ibnu

‘Asyur, 1984, hal. 40-41).

Generasi setelahnya Muhammad al-Ghazali (w. 1416 H), ia menjelaskan

lima konsep maqâshid al-Qur’ân al-kullîyah yang dituangkan dalam kitabnya al-

Mahâwir al-khams fi al-Qur’ân (Muhammad al-Ghazali, 1991, hal. 17, 53, 86, 141,

dan 181). Kemudian diteruskan oleh Yusuf al-Qaradhawi dalam kitabnya kaifa

nata’âmal ma’a al-Qur’ân, terdapat tujuh pokok pikiran seputar maqâshid al-

Qur’ân yaitu memperbaiki akidah), memuliakan manusia dan hak azazinya,

mengarahkan manusia untuk beribadah kepada Allah, mengajak kepada kesucian

diri, pembentukan keluarga Islami, pembangunan umat manusia dan kerjasama

manusia secara menyeruluh (Yusuf al-Qaradhawi, 1996, hal. 65).

Perspektif Maqâshid al-Qur’ân M. Quraish Shihab

Quraish Shihab seorang ulama Tafsir Indonesia, telah berjasa dalam

memperkenalkan Alquran, ia berusaha menghidangkan bahasan setiap surah

melalui tujuan surah, atau tema pokok. Kemampuan memperkenalkan tema-tema

pokok itu secara umum dapat memperkenalkan pesan utama setiap surah dari

114 surah Alquran. Pemaparan tentang makna, tujuan, dan pelajaran dari surat-

surat Alquran dijelaskan oleh Quraish Shihab dalam karyanya al-Lubâb. Buku ini

berisikan pengenalan terhadap surat, intisari kandungan surat, tujuan utama

uraian surat, dan pelajaran dari surat.

Menurut Quraish Shihab tujuan pokok Alquran tidak lepas dari aspek

sejarah diturunkannya Alquran, dan kandungan khithâb Allah Swt dalam Alquran,

yang merupakan tujuan pokok kehadiran Alquran, yaitu : (1) Petunjuk akidah dan

kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan

akan keesaan Tuhan. (2) Petunjuk mengenai akhlak dengan jalan menerangkan

norma-norma keagamaan yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya

secara individual atau kolektif. (3) Petunjuk mengenai syari’at dan hukum dengan

jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam

hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya (Quraish Shihab, 1992, hal. 40).

Johar Arifin

168 Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Volume 12 Nomor 02 2018

Selanjtunya tiga pokok tujuan Alquran di atas, diperluas menjadi enam

tujuan Alquran secara universal (maqâshid al-Qur’ân al-kullîyah), yaitu (1)

Penguatan akidah dengan cara membersihkan akal dan menyucikan jiwa dari

segala bentuk syirik serta memantapkan keyakinan tentang keesaan yang

sempurna bagi Tuhan seru sekalian alam. (2) Manusia sebagai khalifah, dengan

cara mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni umat manusia

merupakan satu umat yang seharusnya dapat bekerja sama dalam pengabdian

kepada Allah. (3) Alquran sebagai kitab pemersatu bagi alam semesta, demikian

untuk menciptakan persatuan dan kesatuan, bukan saja antar suku atau bangsa,

tetapi kesatuan alam semesta, kesatuan kehidupan dunia dan akhirat. (4)

Penegakan hukum, yaitu memadukan kebenaran dan keadilan dengan rahmat dan

kasih sayang, dengan menjadikan keadilan sosial sebagai landasan pokok

kehidupan masyarakat manusia. (5) Alquran sebagai penyeru kepada ummatan

wasathan, menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Berada pada

jalan tengah antara falsafah monopoli kapitalisme dengan falsafah kolektif

komunisme. (6) Mendorong umat yang menguasai peradaban dunia, dengan upaya

menekankan peranan ilmu dan teknologi, guna menciptakan satu peradaban yang

sejalan dengan jati diri manusia, dengan panduan Nur Ilahi (Quraish Shihab, 2006,

hal. 12-13). Lihat tabel 1.0 berikut ini.

Tabel 1.0 Maqâshid Alquran M. Quraish Shihab

Intisari maqâshid Alquran Quraish Shihab terdapat dalam bukunya

membumikan Alquran, kata membumikan Alquran tersebut memiliki makna,

usaha melakukan upaya-upaya terarah dan sistematis di dalam masyarakat agar

Penegakan

Hukum

Manusia sebagai

Khalifah

Pemersatu

Alam Semesta

Ummatan

Wasathan

Peradaban

Dunia

Penguatan

Akidah

Maqâshid Al-Qur’ân Dalam Ayat Penggunaan Media Sosial Menurut Penafsiran M. Quraish Shihab

169 Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Volume 12 Nomor 02 2018

nilai-nilai Alquran hidup dan dipertahankan sebagai faktor kebutuhan di

dalamnya, serta menjadikan nilai-nilai Alquran sebagai bagian yang sangat urgen

dan jiwa bagi setiap manusia demi terwujudnya kehidupan yang baik dan

kemashlahatan bagi manusia secara individu, masyarakat, dan umat manusia.

Maqâshid al-Qur’ân M. Quraish Shihab Dalam Menafsirkan Ayat

Penggunaan Media Sosial

Era keterbukaan informasi melalui media digital seharusnya dijadikan

sebagai wahana mempererat tali silaturrahmi, mengokohkan persatuan dan

persaudaraan. Berbagai berita dan pengalaman digunakan secara bebas

menyebarkan berita bohong untuk menyerang pihak lain. Belum lagi internet yang

menyajikan tidak hanya informasi formal dan baku, tetapi juga informasi tanpa

formalitas, bahkan tanpa kejelasan identitas irformannya. Dalam era ini tidak

jarang fitnah disuguhkan sebagai kebenaran (Quraish Shihab, 2014, hal. 338).

Quraish Shihab mencoba mengidentifikasi dan menafsirkan ayat-ayat

tentang penggunaan media sosial dalam berinteraksi dan bersosialisasi. Langkah

yang digunakan Quraish Shihab dalam pembacaan Alquran adalah metode tematik

melalui pendekatan tafsir bi al-ma’sur dan bi al-ra’y. Penelusuran terhadap ayat-

ayat Alquran seputar penggunaan media sosial ditemukan bahwa Alquran

memberi tuntunan bukan saja menyangkut informasi, tetapi juga pemberi dan

penerima informasi (Quraish Shihab, 2014, hal. 339).

Kandungan informasi terletak pada kekuatan kata atau kalimat yang

dihasilkan. Alquran melukiskan kalimat yang baik yaitu syahadat pada firmanNya

surat Ibrahim [14]: 24-25.

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan,

kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya

(menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan

seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia

supaya mereka selalu ingat (Quraish Shihab, 2002, vol. 7, hal. 52).

Johar Arifin

170 Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Volume 12 Nomor 02 2018

Perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang akarnya menghujam

dan akar-akarnya menjulang, ia adalah Iman yang menghujam kedalam hati.

Kalimat Tauhid adalah pusat yang berkeliling disekitarnya kesatuan-kesatuan yang

tidak boleh dilepaskan dari pusat itu. Kesatuan-kesatuan itu antara lain, kesatuan

alam raya, kesatuan dunia dan akhirat, kesatuan natural dan supranatural,

kesatuan ilmu, kesatuan sumber agama-agama samawi, kesatuan kemanusian,

kesatuan umat, kesatuan kepribadian kemanusiaan dan lainnya (Quraish Shihab,

2002, vol. 7, hal. 54).

Kandungan informasi haruslah menghasilkan manfaat, bukan informasi

memuat unsur laghw (sesuatu yang seharusnya ditiadakan). Karena itu informasi

yang didengar, dibaca , dan dilihat dapat merupakan (1) infromasi yang benar, (2)

informasi salah baik itu informasi bohong atau informasi keliru, dan (3) omong

kosong, informasi yang tidak berkualitas dan terdapat unsur negatif (Quraish

Shihab, 2014, hal. 342). Karena itu kualitas informasi di media sosial terletak pada

kekuatan dimensi tauhid yang bermuara kepada penguatan akidah sebagai puncak

tertinggi dari maqâshid Alquran.

Alquran juga menekankan kepada pemberi infromasi pada ayat-ayat

Alquran dengan menggunakan enam diksi pilihan yaitu kata qûlû (katakan) atau

qaulan digandengkan dengan kata sadîdâ pada surat Annisa’ [4]: 9 dan surat Al-

ahzab [33]: 70, bermakna perkataan benar, tepat sasaran, mendidik dan usaha

memperbaikinya. Penyebaran informasi benar berpengaruh kepada jiwa dan

pikiran, dan dampak dari perkataan benar adalah perbaikan amal-amal (Quraish

Shihab, 2002, vol. 12, hal. 330). Pesan Allah swt juga didahului pada surat Annisa’

[4]: 8 yang menekankan perlunya memilih qaulan ma’rûfâ yaitu kalimat yang baik

sesuai dengan kebiasaan masing-masing masyarakat, selama kalimat itu tidak

bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi (Quraish Shihab, 2014, hal. 347).

Di tempat lain pada surat Annisa’ [4]: 63 Allah menggunakan kata qaulan

balîghâ yakni seseorang yang pandai menyusun kata sehingga mampu

menyampaikan pesannya dengan baik lagi cukup dan berkesan dihati. Lain pula

halnya berhadapan dengan orang tua, penekanan Alquran menggunakan kata

qaulan karîmâ pada surat Isrâ’ [17]: 23 bermakna informasi yang disampaikan

kepada orang bukan saja benar dan tepat, bukan juga sesuai dengan adat

kebiasaan yang baik, tetapi harus terbaik dan mulia. Kalaupun seandainya orang

tua melakukan kesalahan terhadap anak, maka kesalahan itu harus dianggap tidak

ada (Quraish Shihab, 2014, hal. 349).

Ketika Musa dan Harun as menghadapi kekecaman Fir’un, mereka berdua

dipesan Allah swt menggunakan kata qaulan layyinan pada surat Thâhâ [20]: 44

Maqâshid Al-Qur’ân Dalam Ayat Penggunaan Media Sosial Menurut Penafsiran M. Quraish Shihab

171 Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Volume 12 Nomor 02 2018

bermakna kelembutan, tidak kasar, akan tetapi kebenaran yang disampaikan

bahkan kritik yang dilontarkan, hendaknya tidak menyinggung perasaan apalagi

menimbulkan amarah hari ini dikenal dengan perang media sosial, kritikan

disampaikan dengan tepat bukan saja pada kandungan tetapi juga waktu, tempat

dan susunan kata-katanya. Menghadapi Fir’un masih juga harus dengan penuh

kelembutan, karena dakwah adalah ajakan dengan penuh kelembutan (Quraish

Shihab, 2002, vol. 8, hal 307). Pada kondisi lain kata qaulan disandingkan dengan

kata maisûrâ pada surat Al-Isrâ’ [17]: 28 bermakna keterbukaan sesuatu dan

keringanan. Menurut Quraish Shihab konteks ayat tersebut memberi kesan berupa

tuntunan untuk mengucapkan kata-kata yang mengandung optimisme, kemudahan

dan kelapangan kepada orang yang meminta, dan tidak menyinggung perasaannya

(Quraish Shihab, 2002, vol. 7, hal. 453). Begitu juga pedoman umum bagi pemberi

informasi pada surat Annur [24]: 19-20, Quraish Shihab menegaskan ayat ini

merupakan tanggungjawab mereka menyampaikan informasi, yang seharusnya

tidak membawa dampak negatif dalam masyarakat (Quraish Shihab, 2002, vol. 9,

hal. 306).

Setiap sasaran mempunyai kalimat yang sesuai dengan pesan yang

sepadan. Pesan kata-kata di media sosial hendaknya berisikan enam mutan kata-

kata yang telah dipilih Allah swt sesuai dengan kondisi penerima pesan. Enam

pilihan diksi kata Alquran diatas berakhir pada tujuan mengantar sasaran pada

pengetahuan dan pemahaman terhadap apa yang disampaikan dalam menjalankan

misi manusia sebagai khalifah, pemberi pencerahan lewat lisan dan tulisan,

sebagai bukti penegakan hukum, pemersatu umat manusia dan alam semesta

menuju ummatan wasathan. Lihat tabel 2.0 berikut ini.

Qaulan Sadîdâ

QS. [4]: 9, [33]: 70

Qaulan Ma’rûfâ

QS. [4]: 8

Qaulan Balîghâ

QS. [4]: 63

Qaulan Karîmâ

QS. [17]: 23

Pemersatu

dan Khalifah

Penegakan

Hukum

Johar Arifin

172 Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Volume 12 Nomor 02 2018

Tabel 2.0 Maqâshid Alquran pada muatan dan pemberi Informasi di media

sosial

Imam al-Syatibi (w. 790 H) menekankan kepada informan tentang muatan

informasi bahwa tidak semua apa yang diketahui termasuk yang boleh

disebarluaskan, walaupun informasi itu merupakan bagian dari ilmu syari’at dan

bagian dari informasi tentang pengetahuan hukum. Ada informasi yang dituntut

disebarluaskan dan ada juga yang ditunda, atau baru diharapkan untuk

disebarluaskan setelah mempertimbangkan keadaan, waktu atau pribadi (Al-

Syatibi, (tt), hal. 189).

Prinsif dasar yang diletakkan Alquran bagi penerima informasi adalah diam

dan tidak ikut bicara dan berkomentar tentang sesuatu yang tidak diketahui.

Dalam konteks ini Allah swt mengecam orang-orang yang berbicara tanpa

pengetahuan tentang sesuatu, dijelaskan pada surat Annur [24]: 15.

(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut

dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan

kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal Dia pada sisi Allah adalah

besar (Quraish Shihab, 2002, vol. 9, hal. ).

Quraish Shihab menjelaskan ayat ini bahwa isu itu ada yang ringan, ada

juga yang besar. Yang besar, antara lain pencemaran nama baik, terlihat sekali

perlunya memilah informasi, apakah itu penting atau tidak, dan memilah pula

pembawa informasi, apakah ia dapat dipercaya atau tidak. Jika informasi itu

penting, perlu diselidiki kebenarannya (Quraish Shihab, 2014, hal. 358).

Qaulan Layyinan

QS. [20]: 44

Qaulan Maisûrâ

QS. [17]: 28

Peradaban

Dunia

Ummatan

Wasathan

Maqâshid Al-Qur’ân Dalam Ayat Penggunaan Media Sosial Menurut Penafsiran M. Quraish Shihab

173 Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Volume 12 Nomor 02 2018

Penerima informasi di media sosial, mestilah menyeleksi dan klarifikasi

setiap berita yang diterima. Alquran menegaskan ini pada surat al-Hujurat [49]: 6

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kamu seorang fasik

membawa suatu berita, maka bersungguh-sungguhlah mencari kejelasan \agar

kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa pengetahuan

yang menyebabkan kamu atas perbuatan kamu itu menjadi orang-orang yang

menyesal (Quraish Shihab, 2002, vol. 13, hal 236).

Menurut Quraish Shihab penekanan kata fâsiq bukan pada semua

penyampai berita, karena ayat ini turun di tengah masyarakat muslim yang cukup

bersih, sehingga bila semua penyampai berita harus diselidiki kebenaran

informasinya, akan menimbulkan keraguan di tengah masyarakat muslim dan

pada gilirannya akan melumpuhkan masyarakat. Namun bila dalam suatu

masyarakat sudah sulit dilacak sumber berita pertama dari suatu berita, sehingga

tidak diketahui apakah penyebarnya fasik atau tidak, atau ditengah masyarakat

sudah demikian banyaknya orang fasik, maka ketika itu berita apapun tidak boleh

begitu saja diterima (Quraish Shihab, 2002, vol 13, hal. 239).

Penafsiran Quraish Shihab terhadap beberapa ayat penggunaan media

sosial dapat ditangkap bahwa media sosial dengan segala jenisnya sebagai sarana

informasi memiliki tujuan penting dari maqâshid al-Qur’ân. Penggunaan media

sosial berlandaskan maqâshid al-Qur’ân merupakan bentuk pengejawantahan

manusia sebagai khalifah dan ummatan wasathan guna penegakan hukum menuju

dunia yang berperadaban. Pengrusakan bagian dari masyarakat lewat

penyalahgunaan media sosial dengan penyebaran informasi hoaxs, fitnah, ghibah,

dan ujaran kebencian dapat menimbulkan mafsadah dan berdiam diri dalam artian

tidak berkomentar tentang sesuatu yang tidak diketahui adalah pilihan yang sesuai

dengan kemashlahatan agama.

Simpulan

Quraish Shihab seorang mufassir nusantara telah melakukan kajian tematik

yang bertumpu kepada enam maqâshid al-Qur’ân secara universal. Dalam

perspektif maqâshidi, Quraish Shihab menegaskan bahwa penggunaan media

Johar Arifin

174 Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Volume 12 Nomor 02 2018

sosial sebagai sarana informasi menekankan pada prinsif tauhid dan penegakan

hukum yang merupakan salah satu maqâshid syarî’ah.

Kualitas kandungan informasi terletak pada kekuatan dimensi tauhid yang

bermuara kepada penguatan akidah sebagai puncak tertinggi dari maqâshid

Alquran. Sedangkan prinsif Islam bagi pemberi dan penerima informasi di media

sosial yang berlandaskan maqâshid Alquran, terlihat pada kata-kata atau kalimat

yang disampaikan dalam bentuk enam diksi pilihan Alquran yang ditawarkan

Quraish Shihab sesuai dengan kondisi penerima informasi. Enam pilihan kata

Alquran tersebut bertujuan mengantar pada pengetahuan dan pemahaman

terhadap menjalankan misi manusia sebagai khalifah, pemberi pencerahan lewat

lisan dan tulisan, sebagai bukti penegakan hukum, pemersatu umat manusia dan

alam semesta menuju Islam moderat dan penguasaan peradaban dunia.

Referensi

Afrizal Nur, (2013), Kajian Analitikal Terhadap Pengaruh Negatif Dalam Tafsir al-

Mishbâh, Disertasi Doktor di Universitas Kebangsaan Malaysia.

Anshori, (2006), Penafsiran Ayat-Ayat Gender dalam Tafsir al-Misbah, Disertasi

Doktor di Universitas Islam Negeri Jakarta.

Arief Subhan, (tt), Menyatukan Kembali Alquran dan Ummat; Menguak Pemikiran

Muhammad Quraish Shihab, Jurnal Ulumul Qur’an,Vol. I, no. 4, Jakarta.

Fakhruddin al-Râzi, (1981), Mafâtih al-Ghaib, Beirut: Dâ al-Fikr.

Hiya Sâmir Miftâh, (2011), Maqâshid al-Quran ‘Inda Ibn ‘Asyûr, Juornal College of

Sharia and Islamic Studies, Academic Refereed Journal, Qatar University.

http/www.quraishshihab.com/ diakses pada hari Kamis, 24 Agustus 2017 pukul 11.15

wib.

http://azhargraduates.org/. Diakses pada hari Ahad 3 September 2017 pukul 6.47 wib.

Lihat juga www.waag-azhar.or.id diakses pada hari Jumat 18 Mei 2018 pukul

10.47 wib.

http//mui.or.id uploads fatwa-no.24 tahun -2017-tentang-hukum-dan-pedoman-

bermuamalah-melalui-media-sosial.pdf diakses pada hari Kamis 20 Spetember

2018 pukul 11.25 wib.

http://psq.or.id/beranda/ Diakses pada hari Sabtu 2 September 2017 pukul 21.30 wib.

Maqâshid Al-Qur’ân Dalam Ayat Penggunaan Media Sosial Menurut Penafsiran M. Quraish Shihab

175 Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Volume 12 Nomor 02 2018

Ibrahim bin Musa al-Syatibi, (tt), Al-Muwȃfaqȃt, Mesir: Al-Maktabat al-Tijȃriyyah al-

Kubrȃ.

M. Quraish Shihab, (2002), Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran,

Jakarta: Lentera Hati.

M. Quraish Shihab, (2006), Menabur Pesan Ilahi Alquran dan Dinamika Kehidupan

Masyarakat, Jakarta: Lentera Hati.

M. Quraish Shihab, (2007), Sunnah-Syi’ah Bergandengan Tangan, Mungkinkah,

Jakarta: Lentera Hati.

M. Quraish Shihab, (2007), Wawasan al-Quran Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan

Umat, Bandung: Mizan.

M. Quraish Shihab, (2012), al-Lubâb Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah

Alquran, Lentera Hati Jakarta.

M. Quraish Shihab, (2013), Mukjizat Alquran Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat

Ilmiah dan Pemberitaan Gaib, Bandung: Mizan.

M. Quraish Shihab, (1992), Membumikan Alquran, Bandung: Mizan.

Muhammad Abduh, (1984), Durûs Min al-Qur’ân, Beirut: Dâr Ihyâ’ al-‘Ulûm.

Muhammad al-Ghazali, (1991), al-Mahâwir al-Khams Fi al-Qur’ân, Damaskus: Dâr al-

Qalam.

Muhammad al-Thȃhir bin ‘Âsyûr, (1984), al-Tahrîr Wa al-Tanwîr, Tunisia: al-Dâr al-

Tunisa li al-Nasyr.

Muhammad Iqbal, (2010), Metode Penafsiran M. Quraish Shihab, Jurnal Tsaqafah, vol.

6 no. 2, Oktober.

Muhammad Rasyid Ridha, (2000), al-Wahyu al-Muhammadi, Kairo: Muassasah Dâr al-

Sya’ab, Li al-Shahafah wa al-Thiba’ah wa al-Nasyr.

www.Jawapos.com diakses pada hari Ahad 16 September 2018 pukul 19.17 wib.

Yusuf al-Qaradhawi, (1996), Kaifa Nata’âmal Ma’a al-Qur’ân, Qatar: Markaz Buhûs

al-Sunnah wa al-Sîrah.

Johar Arifin

176 Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Volume 12 Nomor 02 2018

Ziyad Khalil Muhammad al-Daghamin, (2004), Maqâshid al-Quran Fi Fikri al-Nursi

Dirâsah Tahlîliyah, Journal of Faculty of Sharia, Law & Islamic Studies, Qatar

University, vol. 21, Januari.