mantap

43
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada pasien. Diperkirakan terdapat sekitar 23 juta orang mengidap gagal jantung di seluruh dunia. American Heart Association memperkirakan terdapat 4,7 juta orang menderita gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus baru setiap tahunnya. Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa diperkirakan mencapai 1- 2%. Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi, gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung, diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal 1

Upload: ferjir

Post on 14-Dec-2015

2 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

gtgtgtg3333

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat

memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan

atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan

fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian

preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada pasien.

Diperkirakan terdapat sekitar 23 juta orang mengidap gagal jantung di seluruh

dunia. American Heart Association memperkirakan terdapat 4,7 juta orang menderita

gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000

kasus baru setiap tahunnya. Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa

diperkirakan mencapai 1-2%.

Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung

kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung

kronis dekompensasi, gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit

jantung dan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung,

diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7%

wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 -

3,7 perseribu penderita pertahun. berdasarkan Kejadian gagal jantung akan meningkat di

masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya

terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup

penderita dengan penurunan fungsi jantung.

1.2 Batasan Masalah

Pembahasan referat ini agar mengetahui tentang definisi, epidemiologi, etiologi,

patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan,

komplikasi, serta prognosis dari gagal jantung kongestif.

1

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai

gagal jantung kongestif dan sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan

klinik di bagian Penyakit Dalam RSU UKI, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen

Indonesia.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk ke berbagai

literatur.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung

Secara anatomi ukuran jantung sangatlah variatif. Beberapa referensi, ukuran

jantung manusia mendekati ukuran kepalan tangan atau dengan ukuran panjang

kira-kira 5" (12cm) dan lebar sekitar 3,5" (9cm). Jantung terletak di belakang tulang

sternum, tepatnya di ruang mediastinum diantara kedua paru-paru dan bersentuhan

dengan diafragma. Bagian atas jantung terletak dibagian bawah sternal notch, 1/3

dari jantung berada disebelah kanan dari midline sternum, 2/3 nya disebelah kiri

dari midline sternum. Sedangkan bagian apek jantung di interkostal ke-5 atau

tepatnya di bawah puting susu sebelah kiri. Jantung di bungkus oleh sebuah lapisan

yang disebut lapisan perikardium, di mana lapisan perikardium ini di bagi menjadi

3 lapisan, yaitu lapisan fibrosa, lapisan parietal dan lapisan visceral.

Jantung dibagi menjadi 2 bagian ruang, yaitu : Atrium (serambi) dan Ventrikel

(bilik). Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak yang pendek, yaitu

ke ventrikel, maka otot atrium lebih tipis dibandingkan dengan otot ventrikel.

Ruang atrium dibagi menjadi 2, yaitu atrium kanan dan atrium kiri, demikian

halnya dengan ruang ventrikel, dibagi lagi menjadi 2 yaitu ventrikel kanan dan

ventrikel kiri.

3

Secara skematis, urutan perjalanan darah dalam sirkulasinya pada manusia,

yaitu : Darah dari seluruh tubuh – bertemu di muaranya pada vena cava superior

dan inferior pada jantung – bergabung di Atrium kanan – masuk ke ventrikel kiri –

arteri pulmonalis ke paru – keluar dari paru melalui vena pulmonalis ke atrium kiri

(darah yang kaya O2) – masuk ke ventrikel kiri, kemudian dipompakan kembali ke

seluruh tubuh melalui aorta. Keluar masuknya darah, ke masing-masing ruangan,

dikontrol juga dengan peran 4 buah katup di dalamnya, yaitu :

1. Katup trikuspidal (katup yang terletak antara atrium kanan dan ventrikel

kanan).

2. Katup mitral (katup yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri).

3. Katup pulmonalis (katup yang terletak antara ventrikel kanan ke arteri

pulmonalis).

4. Katup aorta (katup yang terletak antara ventrikel kiri ke aorta).

Arteri koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan jantung

sendiri,karena darah bersih yang kaya akan oksigen dan elektrolit sangat penting

sekali agar jantung bisa bekerja sebagaimana fungsinya. Apabila arteri koroner

mengalami pengurangan suplainya ke jantung atau yang di sebut dengan ischemia,

ini akan menyebabkan terganggunya fungsi jantung sebagaimana mestinya. Apalagi

arteri koroner mengalami sumbatan total atau yang disebut dengan serangan

jantung mendadak atau miokardiac infarction dan bisa menyebabkan kematian.

Begitupun apabila otot jantung dibiarkan dalam keadaan iskemia, ini juga akan

berujung dengan serangan jantung juga atau miokardiac infarction. Arteri koroner

adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik, dimana muara arteri koroner berada

dekat dengan katup aorta atau tepatnya di sinus valsava. Arteri koroner dibagi dua,

yaitu: Arteri koroner kanan dan Arteri koroner kiri.

II.2 DEFINISI

Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang kompleks yang disebabkan

oleh kelainan struktur dan fungsional jantung sehingga terjadi gangguan pada ejeksi

dan pengisian. Pada keadaan ini jantung tidak lagi mampu memompa darah secara

cukup ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.

4

Beberapa istilah dalam gagal jantung :

1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :

Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari

pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan

echocardiography.

Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung

memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan,

kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.

Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan

pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal

jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%.

2. Low Output dan High Output Heart Failure

Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati

dilatasi, kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan

pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia,

kehamilan, fistula A – V, beri-beri, dan Penyakit Paget. Secara praktis, kedua

kelainan ini tidak dapat dibedakan.

3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan

Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena

pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal

jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti

pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik

sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer,

hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia

gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada

gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.

4. Gagal Jantung Akut dan Kronik

Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat

endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun

5

secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema

perifer.

Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan

multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat

menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.

Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure,

hampir selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena

(backward failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa

darah dalam jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume darah

di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam

jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal jantung kongestif

mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh rongga jantung.

II.3 ETIOLOGI

Ada beberapa penyebab dimana fungsi jantung dapat terganggu. Yang

paling sering menyebabkan kemunduran dari fungsi jantung adalah kerusakan

atau berkurangnya kontraktilitas otot jantung, iskemik akut atau kronik,

meningkatnya resistensi vaskuler dengan hipertensi, atau adanya takiaritmia

seperti atrial fibrilasi (AF).

Penyakit jantung koroner adalah yang paling sering menyebabkan penyakit

miokard, dan 70% akan berkembang menjadi gagal jantung. Masing -masing

10% dari penyakit jantung katup dan kardiomiopati akan menjadi gagal jantung

juga. Penyebab dari gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan gagal

jantung kiri atau gagal jantung kanan dan gagal low output atau high output.

Tabel 1. Penyebab gagal jantung

Jantung kiri primer

Penyakit jantung iskemik

Penyakit jantung hipertensi

Penyakit katup aorta

Penyakit katup mitral

Miokarditis

Kardiomiopati

Jantung kanan primer

Gagal jantung kiri

Penyakit pulmonari kronik

Stenosis katup pulmonal

Penyakit katup trikuspid

Penyakit jantung kongenital

(VSD,PDA)

6

Amyloidosis jantung Hipertensi pulmonal

Embolisme paru masif

Gagal output rendah

Kelainan miokardium

Penyakit jantung iskemik

Kardiomiopati

Amyloidosis

Aritmia

Peningkatan tekanan

pengisian

Hipertensi sistemik

Stenosis katup

Semua menyebabkan gagal

ventrikel kanan disebabkan

penyakit paru sekunder

Gagal output tinggi

Inkompetensi katup

Anemia

Malformasi arteriovenous

Overload volume plasma

Sumber: Concise Pathology 3rd Edition

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :

1.          Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,

disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari

penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi

arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.

2.          Aterosklerosis koroner

mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran

darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan

asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya

mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit

miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi

yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas

menurun.

3.          Hipertensi sistemik atau pulmonal 

7

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya

mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung (peningkatan afterload),

mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi

miokard) dianggap sebagai kompensasi karena meningkatkan

kontraktilitas jantung, karena alasan yg tidak jelas hipertropi otot jantung

dapat berfungsi secara normal, akhirnya terjadi gagal jantung.

4.          Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, 

berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung

merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

5.          Penyakit jantung lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang

sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme

yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk

jantung (stenosis katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk

mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif kon,striktif, atau

stenosis AV), peningkatan mendadak after load.

6.          Faktor sistemik

Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan

dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal :

demam, tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan

curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan

anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis

respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan

kontraktilitas jantung

II.4 PATOFISIOLOGI

Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard,

maka kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai

akibatnya akan timbul dua efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan

darah di vena yang menimbulkan kenaikan tekanan vena jugularis.

Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai

terpacu dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut

8

mencakup peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal

akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel.

Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada

tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan

pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah

jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung,

kompensasi menjadi semakin kurang efektif.

1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :

Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung

adalah peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya

aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari

saraf-saraf adrenergik jantung dan medulla adrenal. Katekolamin ini akan

menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung (efek inotropik positif) dan

peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri

perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah

dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya

rendah misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan

otak. Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan

jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan

hukum Starling. Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal

jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada

katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja

ventrikel. Namun pada akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan

simpatis akan menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap

kerja ventrikel.

9

Gambar 1. Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik dan parasimpatik pada gagal jantung.

2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-

Aldosteron :

Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi

natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme

yang mengakibatkan aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal

jantung masih belum jelas. Namun apapun mekanisme pastinya, penurunan

curah jantung akan memulai serangkaian peristiwa berikut:

- Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus

- Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus

- Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan

angiotensinI

- Konversi angotensin I menjadi angiotensin II

- Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.

- Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.

Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang

meningkatkan tekanan darah.

10

Gambar 2. Sistem Renin - Angiotemsin- Aldosteron

3. Hipertrofi ventrikel :

Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau

bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan

peningkatan kekuatan kontraksi ventrikel.

Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang

menguntungkan; namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat

menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat

gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan

kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan

sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan

memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga

meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan

kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan

rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen

miokardium. Jika peningkatan kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi akan

terjadi iskemia miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir

dari peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban

miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.

11

Gambar 3. Pola remodelling jantung yang terjadi karena respon terhadap hemodinamik berlebih.

II.5 MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap

derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara

khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya

gagal jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala

muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan.

Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu

sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat

penyakit.

Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun

kelelahan adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala

kelelahan merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan

oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga

juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan

mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi

kebutuhan oksigen.

Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang

paling umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan

12

akibat kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan

paru.meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea. Seperti

juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru sampai

edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka dispnea juga

berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal

dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama

disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di

bawah ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas

bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut.

Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru

intertisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung

kiri dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea.

Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada

posisi berbaring.

Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas

dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru

karena pengaruh gaya gravitasi.

Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi

akibat distensi vena.

Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena

sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher

mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara

paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat

menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama

inspirasi.

Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan

kapsula hati.

Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat

disebabkan kongesti hati dan usus.

Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial.

Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama

pada malam hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang

13

mengurangi retensi cairan.nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan

reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal

pada waktu istirahat.

Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka.

Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik

secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi

paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan

daripada gagal jantung kanan yang nyata.

Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat

mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia

ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf

simpatis sering terjadi dan merupakan penyebab penting kematian mendadak

dalam situasi ini.

II.6 DIAGNOSIS

Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang

ada dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain

foto thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan

pemeriksaan biomarker.

Kriteria Diagnosis :

Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif

Kriteria Major :

1. Paroksismal nokturnal dispnea

2. Distensi vena leher

3. Ronki paru

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Gallop S3

7. Peninggian tekana vena jugularis

14

8. Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :

1. Edema eksremitas

2. Batuk malam hari

3. Dispnea d’effort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

7. Takikardi(>120/menit)

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2

kriteria minor.

Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan

pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan

tingkat aktivitas fisik, antara lain:

NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan

fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat

lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.

NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.

Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik

yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti

kelelahan, jantung berdebar, sesak napas atau nyeri dada.

NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak

dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan

tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan

gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.

NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun

tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan

kegiatan fisik meskipun sangat ringan.

15

II.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan

penunjang sebaiknya dilakukan.

1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :

Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen

(BUN), kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan

pemeriksaan gula darah, profil lipid.

2. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG

adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel

hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave).

EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi

diastolik pada LV.

3. Radiologi :

Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran

jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan

kadang-kadang efusi pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan

dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien. .

4. Penilaian fungsi LV :

Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,

mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling

berguna adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat memberikan

penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula

dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau

pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI sebelumnya).

Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan

adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan

oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal jantung dengan EF yang

16

normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran

ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana sangat penting dalam

evaluasi dan penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga memberikan

analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan sekarang menjadi

gold standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling

berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi

dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan

pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini

diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki beberapa

keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi

oleh perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF

meningkat pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam

atrium kiri yang bertekanan rendah. Walaupun demikan, dengan

pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi sistolik biasanya adekuat,

dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%).

II.8 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan

secara non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal

jantung baik akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan

memperbaiki prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung

dari etiologi serta beratnya kondisi. 13

Terapi : 14

a. Non Farmakalogi :

- Anjuran umum :

Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.

Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan

seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang

masih bisa dilakukan.

Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.

- Tindakan Umum :

17

Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung

ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada

gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.

Hentikan rokok

Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30

menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan

beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan

dan sedang).

Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

b. Farmakologi

Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis

Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, β-blocker, vasodilator

lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia.

a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan

paling sedikit diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat

digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik,

dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau

kombinasi loop diuretik dengan tiazid. Diuretik hemat kalium,

spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi

mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat

(klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.

KELAS DAN CONTOH: KEUNTUNGAN KERUGIAN

THIAZIDES:

Hydrochlorothiazide

Indapamide

Chlorthalidone

Perananannya telah

dikembangkan dalam

pengobatan hipertensi,

khususnya pada orang-

tua.

Dihubungkan dengan

hypomagnes-aemia,

hyperuricaemia , hyper-

glycemia, atau

hyperlipidaemia.

LOOP DIURETICS:

Furosemide

Mempunyai efek yang

kuat, onset cepat

Dapat menyebabkan

hypokalemia atau

18

Ethacrynic acid

Bumetamide

hypomagnesaemia

dihubung-kan dengan

kekurang patuhan

pemakaian obat.

POTASSIUM-SPARING

DIURETICS:

Spironolactone

Amiloride

Triamterene

Hasil positif terhadap

survival tampak pada

pemakaian spirono-

lactone; menghindari

kehilangan potassium

dan magnesium

Dapat menyebabkan

hyperkalemia dan azotemia,

khususnya jika pasien juga

memakai ACE-inhibitor.

Gambar 13. Mekanisme kerja diuretik

b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas

neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi

sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan dosis rendah,

dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.

• ACE inhibitor diindikasikan pada semua pasien gagal jantung

sistolik, tanpa memandang beratnya simptom.

• Awali pengobatan dengan dosis yang rendah dan dititrasi sampai

dosis maksimum yang dapat ditoleris dalam 3-4 minggu.

• Nasehati pasien yang sedang memakai ACE inhibitor, bahwa

mungkin mengalami batuk-batuk; keadaan ini terjadi pada 15%

sampai 20% pasien yang memakai ACE inhibitors.

19

• Sebelum mengawali pengobatan dan selama serta setelah titrasi,

periksa Natrium ,Kalium dan Creatinine serum.

• Waspada terhadap dapat terjadinya ’first-dose hypotension’ pada

hiponatremia, dosis diuretika yang tinggi, hipotensi (tekanan darah

sistolik <100 mmHg) sebelum meng-awali terapi ACE inhibitor.

c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian

dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu

dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila

keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional II dan III.

Penyekat Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol.

Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan

diuretik.

d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada

intoleransi terhadap ACE ihibitor.

e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung

disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi

atrial, digunakan bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta blocker.

f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk

pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial

dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan

pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat emboli, trombosis

dan Trancient Ischemic Attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma

ventrikel.

g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik

atau aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia klas I harus

dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia

klas III terutama amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia

atrial dan tidak digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak dapat

digunakan untuk mencegah kematian mendadak.

h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis

untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

II. 9 Komplikasi

20

1. Tromboemboli

Risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau deep venous

thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada

CHF berat.Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.

2. Fibrilasi Atrium

Sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan perburukan dramatis.Hal

tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan

pemberian warfarin).

3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan

dosis ditinggikan.

4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden cardiac

death(25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi,

amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai

peranan9

II.10 PROGNOSA

Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat

berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas

setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-

50% pada pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk

jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala

menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal <

10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin

plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah

mendadak. Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa

diantaranya merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak

terdiagnosis. Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung progresif atau

penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung stadium lanjut

dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif yang sangat

cermat.

CLASS SYMPTOMS 1-YEAR

21

MORTALITY*

I None, asymptomatic left ventricular dysfunction 5 %

II Dyspnoea or fatigue on moderate physical

exertion

10 %

III Dyspneoea or fatigue on normal daily activities 10 % - 20 %

IV Dyspnoea or fatigue at rest 40 % - 50 %.

Tabel 8. New York Heart Association Classification

BAB III

STATUS PASIEN

IDENTITAS

• Nama : Tn. H

• Jenis Kelamin : Laki-laki

• Umur : 62 tahun

• Alamat : Cililitan

• Pekerjaan : Pensiunan

• Agama : Islam

• Jaminan : BPJS Kesehatan

• Tanggal Masuk : 10-06-2015

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan pada tanggal 10 Juni 2015 pukul 06.00 WIB secara

autoanamnesis.

22

A. Keluhan Utama

Sesak napas.

B. Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang dengan keluhan sesak napas dirasakan sejak 8 jam SMRS

dan semakin memberat. Pasien menyatakan selama ini pasien mudah merasa

sesak napas terutama jika melakukan aktivitas ringan seperti berjalan dari kamar

ke kamar mandi. Pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti

membersihkan rumah dan bermain dengan cucunya. Pasien mengeluhkan sesak

nafas bertambah berat jika berada dalam posisi tidur terlentang dan sesak nafas

berkurang apabila pasien duduk atau tiduran menggunakan bantal tinggi, bantal

yang digunakan sebanyak 2 bantal. Setiap malam pasien hampir selalu

terbangun tidur dikarenakan sesak napas. Keluhan sesak napas tidak disertai

bunyi ngik-ngik. 8 jam SMRS pasien merasakan sesak semakin bertambah

parah,sesak napas membuat pasien tidak dapat tidur. Sesak napas dirasakan terus

menerus walaupun sedang istirahat.

Pasien juga menyatakan nyeri pada bagian ulu hati sejak kurang lebih 3

hari SMRS. Nyeri ulu hati ini dirasakan seperti kembung, hal ini menyebabkan

pasien lebih tidak nyaman ketika bernafas. Nyeri ulu hati membaik apabila

pasien diberikan makanan, dan memburuk apabila tidak makan dalam jangka

waktu yang lama. Nyeri ulu hati disertai dengan mual. Muntah (-), batuk dan

pilek (+) 3 hari SMRS, Keringat malam (-) Keluhan ini tidak disertai dengan

kaki yang membengkak. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Hipertensi 5 tahun yang lalu dan pasien didiagnosis penyakit ginjal dan

jantung sekitar 3 tahun yang lalu dan pasien mendapatkan pengobatan rutin yaitu:

- Furosemide 1 x 40 mg

- Miniaspi 1 x 80mg

- Farsorbid 1 x 5 mg

- Simvastatin 1 x 10 mg

23

- Merck Concor Bisoprolol 1 x 2,5 mg

- Diovan 1 x 80mg

D. Riwayat Penyakit Keluarga :

disangkal.

E. Riwayat Kebiasaan Pasien :

Pasien mempunyai kebiasaan merokok 2 bungkus dalam 1 hari, minum alcohol

dan menggunakan narkoba disangkal. Pasien jarang minum air putih (3 gelas / hari),

pasien lebih sering minum teh dan kopi.

F. Riwayat Perumahan dan Sanitasi Lingkungan

Pasien tinggal bersama isteri dan keluarga anaknya yang di huni oleh 6 orang di

rumahnya. Didalam rumahnya terdapat 2 kamar dan terdapat sistem ventilasi yang

cukup baik. Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk.

G. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien sudah tidak bekerja. Pasien dibantu oleh anaknya untuk mencukupi

kehidupan sehari-hari.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 10 Juni 2015, pukul 11.00 WIB

• Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

• Kesadaran : Kompos Mentis

• Tanda Vital

Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Nadi : 84 kali/menit

24

Frekuensi pernafasan : 24 kali/menit

Suhu : 37,3oC diukur di axilla sinistra

Kepala : Normocephali

Mata : pupil isokor 3mm/3mm, CA +/+, SI -/-

Telinga : Normotia, liang telinga lapang, serumen (- /-)

Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-), nafas cuping hidung (-), konka

hipertrofi (-), hiperemis(-)

Mulut : bibir kering (-), mukosa bibir lembab (+), faring hiperemis (-),

T1-

T1

Leher : KGB tidak membesar, JVP tidak meningkat

Thoraks :

Inspeksi: pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri

Palpasi: VF kanan = kiri

Perkusi: sonor simetris kanan dan kiri

Auskultasi:

Pulmo : BND vesikuler, rh +/+, wh -/-

Cor : S1 S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi : perut tampak mendatar

Auskultasi : Bising Usus 5x/m

Palpasi : Nyeri tekan di regio epigastrium

Perkusi : Timpani, Nyeri ketok di regio epigastrium

Ekstremitas

Akral hangat, CRT < 2” edema - -

- -

Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Laboratorium :

– Hb = 10.7 g/dl (L)

25

– Ht = 34.0 % (L)

– Trombosit= 169 rb/ul

– Leukosit = 10.4 rb/ul (H)

• GDS = 110 mg/dl

• Troponin T: Negatif

• Elektrolit

– Natrium : 144 mmol/L

– Kalium : 5.5 mmol/L (H)

– Clorida : 120 mmol/L (H)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan Foto Thoraks

26

• Diagnosis Kerja= Bronchopneumonia

CHF ec HHD

HT gr I

Dispepsia

Intake sulit  

Anemia

Hiperkalemia

• Diagnosis Banding= -

• Penatalaksanaan :

• Pro Rawat Inap

• Diet: Lunak TKTP

• MM /

Levofloxacine 1 x 500 mg

Furosemid 2 X 1 amp

Tromboaspilet 1 x 80 mg

Fasorbid 3 x 5 mg

Simvastatin 1 x 20 mg

Bisoprolol 1 x 2,5 mg

Diovan 1 x 80mg

27

Foto Thorax:

Cor : CTR > 50% dengan aorta elongated

Pulmo : Tak ada infiltrate

Sinus dan diafragma dalam batas normal

Costae dan tulang-tulang normal

Kesan : Cardiomegali dan hypertensive heart configuration

Clopidogrel 1 x 75mg

Laxadin syr 1x11cc

ANALISIS KASUS

Diagnosis Congestive Heart Failure (CHF) ditegakkan berdasarkan :

Anamnesis :

Pasien mengalami :

Sesak nafas saat melakukan aktivitas (Dispnea d’effort)

Sesak nafas saat posisi tidur terlentang

Sesak nafas saat malam hari (Paroksismal nokturnal dispnea)

Batuk

Pemeriksaan fisik :

o Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

o Kesadaran : Kompos Mentis

o Tanda Vital

Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Nadi : 84 kali/menit

Frekuensi pernafasan : 24 kali/menit

Suhu : 37,3oC diukur di axilla sinistra

Thoraks :

Inspeksi: pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri

Palpasi: VF kanan = kiri

28

Perkusi: sonor simetris kanan dan kiri

Auskultasi:

Pulmo : BND vesikuler, rh +/+, wh -/-

Cor : S1 S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pemeriksaan foto thoraks:

Kesan : Cardiomegali dan hypertensive heart configuration

Berdasarkan Kriteria Framingham

Kriteria Mayor

Paroksismal nokturnal dispnea

Distensi vena leher

Ronki paru

Kardiomegali

Edema paru akut

Gallop S3

Peninggian tekanan vena jugularis

Refluks hepatojugular

Kriteria Minor

Edema eksremitas

Batuk malam hari

Dispnea d’effort

Hepatomegali

Efusi pleura

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Takikardi(>120/menit)

29

Tanda dan gejala yang ditemukan pada pasien memenuhi 1 kriteria mayor dan 2

kriteria minor tersebut, maka dapat disimpulkan diagnosis kerja pada pasien tersebut

adalah Congestive Heart Failure (CHF)

Pasien mendapatkan pengobatan:

Anti agregasi trombosit berupa tromboaspilet dan clopidogrel yang

berfungsi untuk menghentikan terbentuknya trombosit.

Golongan statin berupa simvastatin yang berfungsi untuk menurunkan

kadar kolesterol total dan LDL pada hiperkolestrolemia primer

Golongan loop diuretik berupa furosemide yang digunakan untuk

menurunkan Preload

Vasodilator berupa bisoprolol dan diovan yang digunakan untuk obat

anti hipertensi dan berfungsi untuk menurunkan Afterload

Golongan obat ISDN berupa fasorbid yang berfungsi untuk pencegahan

dan pengobatan angina pectoris.

Laxadin berfungsi untuk pengobatan konstipasi

Pengobatan yang diberikan sudah sesuai dengan pengobatan pasien dengan

diagnosis kerja Congestive Heart Failure (CHF) dan dengan dosis obat yang sesuai.

30