mangga
DESCRIPTION
IPBTRANSCRIPT
4
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Mangga
Buah mangga memiliki rupa, rasa, dan nama yang beraneka dijumpai di
seluruh Indonesia. Beragam bentuk dari yang bulat sampai membulat, lonjong dan
variasi bobot buah mangga mulai dari 0.1-3 kg. Bentuk ujung buah berparuh,
berlekuk dalam, berlekuk dangkal ataupun datar. Letak tangkai buah di tengah
pangkal dan miring ke atas. Buah mangga memiliki berbagai sebutan di Pulau,
seperti pelem ‘Gadung’, pelem ‘Kopyor’, mangga ‘Bapang’, mangga ‘Dodol’,
mangga ‘Golek’, mangga ‘Cengkir’, mangga ‘Sengir’, mangga ‘Ndok’, mangga
‘Wangi’, mangga ‘Kelapa’, mangga ‘Kidang’, mangga ‘Madu’, mangga ‘Gedong’
dan mangga ‘Daging’ (Fitmawati, et al., 2009).
Menurut Deptan (2003) tanaman mangga dapat memiliki diameter pohon
antara 60-120 cm. Batang pohon tanaman ini berbentuk bulat (gilig), warnanya
kecoklatan dan keadaan batangnya agak besar. Mangga memiliki bentuk bunga
piramida runcing dengan warna kuning. Tajuk pohon tanaman ini melebar dengan
lebar 12 cm, bentuk daunnya jorong ujung meruncing, letaknya mendatar,
besarnya 20 x 6.5 cm dan warnanya hijau tua. Bentuk buah mangga itu sendiri
adalah jorong berparuh sedikit dan pucuk runcing. Warna buah matang adalah
pangkal merah kenguan dan lainnya berwarna hijau kebiruan. Buah mangga ini
memiliki aroma yang harum dan rasa buah yang manis. Ukuran buah mangga ini
yang umunya adalah 15.1 x 7.8 x 5.5 cm dengan bobot buah 450 g. Bentuk bijinya
kecil dan lonjong pipih. Ukuran biji masak adalah 13. 8 x 4.3 x 1.9 cm. Produksi
rata-rata adalah 54.7 kg/pohon.
Tanaman mangga dapat tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis.
Mangga banyak tumbuh pada ketinggian 600 m di atas permukaan laut
(Purnomosidhi, et al., 2002). Suhu yang optimal untuk pertumbuhan tanaman
mangga berkisar antara 240-27
0 C dengan curah hujan 750–1 500 mm/tahun. Jenis
tanah yang baik adalah jenis tanah lempung berdrainase baik dan memiliki pH 6-
8.
5
Panen dan Pasca Panen Mangga
Pemanenan merupakan kegiatan mengumpulkan buah dari lahan dengan
tingkat kematangan yang tepat, tingkat kerusakan, dan biaya yang kecil (Broto,
2003). Ruehle dan Ledin (1995) menekankan pentingnya pemanenan buah
mangga beberapa hari menjelang terjadinya perubahan warna. Buah mangga
dipanen saat berwarna hijau kekuningan. Pracaya (1998) menyatakan bahwa
pemanenan sebaiknya dilakuakan secara bertahap karena waktu berbunga setiap
cabang berbeda.
Mangga merupakan buah klimaterik yang memiliki pola respirasi yang
diawali dengan peningkatan secara lambat kemudian meningkat, dan menurun
lagi setelah mencapai puncak. Buah klimakterik dipanen saat mencapai
pertumbuhan maksimum tetapi belum matang. Proses pematangan buah
klimakterik akan tetap berlanjut setelah buah dipetik dari pohon (Bally, 2006).
Lakshminaraya (1980) menyatakan bahwa komposisi kimia buah mangga
berbeda-beda menurut jenisnya. Secara umum komposisinya adalah air,
karbohidrat, lemak, pigmen, vitamin, asam-asam organik, protein, mineral, dan
polifenol yang menyebabkan flavor khas buah. Kandungan gula-gula sederhana
yang banyak pada mangga adalah glukosa, fruktosa, dan galaktosa yang memberi
rasa manis dan energi untuk metabolisme mangga. Asam organik yang dominan
dalam mangga adalah sitrat, kemudian diikuti oleh tartrat, malat, dan oksalat
dalam jumlah lebih sedikit.
Getah Mangga
Getah pada buah merupakan cairan bersifat kental yang keluar dari tangkai
buah setelah dipetik. Getah akan keluar ketika tangkai (pedisel) rusak sehingga
getah tersebut menyebar pada kulit mangga (Amin et al., 2008). Getah yang
melumuri pada permukaan buah akan menyebabkan berwarna hitam kecoklatan
dengan garis-garis hitam atau bercak pada kulit mangga (Campbell, 1992; Loveys
et al., 1992).
Getah mangga terdiri atas dua fraksi yaitu minyak dan fraksi protein
polisakarida (O’Hare dan Prasad, 1991). Getah menjadi sangat lengket akibat
adanya fraksi minyak. Komponen utama dari fraksi minyak adalah terpinolene
6
yang memberikan gejala kerusakan pada kulit buah mangga. Terpinolene juga
mengalir dari daun pohon mangga namun tidak merusak kulit buah karena
konsentrasi kurang dari 1 % (Loveys et al., 1992). Intensitas cedera sapburn
tergantung pada banyak faktor termasuk kultivar, umur pohon, kematangan buah
dan kondisi panen (Lim dan Kuppelweiser, 1993).
Lentisel akan menyerap getah yang masuk ke dalam kulit mangga (Amin
et al., 2008). Getah mangga menyebabkan sapburn, selain itu getah mengundang
jamur Dothiorella dan Lasiodiplodia yang menyebabkan pembusukan pada buah
mangga, dan penyakit antraknosa (Colletotrichum gleosporiodes) (Holmes et al.,
2009). Getah mangga juga akan menyebabkan penurunan kualitas penyimpanan
buah karena terdapatnya karbohidrat (Negi et al., 2002).
Getah yang telah keluar biasanya meninggalkan bekas yang telah terpisah
antara kedua fraksi tersebut. O’Hare dan Prasad (1991) menyatakan bahwa fraksi
minyak dapat menimbulkan kerusakan pada kulit buah, sedangkan fraksi protein
polisakarida yang merupakan bagian dari fraksi air hanya meninggalkan bekas
seperti lapisan kaca yang tidak menimbulkan kerusakan pada permukaan kulit.
Menurut Robinson et al. (1993) ikatan plastida pada protein polisakarida terpisah
dari substrat fenoliknya membatasi vakuola dengan membran sel. Menguapnya
terpenoid pada fraksi minyak menyebabkan terpisahnya membran sel. Hal ini
menyebabkan protein polisakarida bereaksi dengan substrat fenolik dan
merangsang terjadinya pengcokelatan karena reaksi enzimatik.
Pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan getah yang
menempel pada permukaan kulit buah sehingga buah menjadi bersih dan memiliki
nilai jual yang lebih tinggi. Pencucian dapat dengan penyemprotan, perendaman
dan pembilasan, penyekaan dengan kain basah, dan penyikatan (Broto, 2003).
Getah mangga yang memiliki sifat asam pada kulit buah dapat
menyebabkan kerusakan buah (Holmberg et al., 2003). Hal ini dapat diatasi
dengan menajemen atau penanganan pasca panen melalui penculupan atau
pencucian buah dengan cairan pencucian tertentu seperti senyawa yang bersifat
basa. Maqbool dan Malik (2008) dalam penelitiannya menggunakan deterjen,
7
Tween-80, dan Ca(OH)2 untuk mengatasi getah pada buah mangga. Larutan
Ca(OH)2 maupun surfaktan Tween-80 secara signifikan maupun mengurangi
sapburn injury pada mangga cv. Samar Bahisht Chaunsa jika dibandingkan
dengan kontrol (tanpa pencucian). Sebagian besar peubah fisiokimia (kecuali
peubahan warna kulit dan kandungan gula) secara signifikan dipengaruhi oleh
perlakuann pencucian. Menurut Amin et al., (2008) senyawa basa memberikan
efek yang menarik pada penampakan buah, namun warna kulit tidak secara
signifikan dapat ditingkatkan apabila dibandingkan dengan kontrol.
Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2)
Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2.
Kalsium hidroksida dapat berupa kristal tak berwarna atau bubuk putih yang
berguna dalam penggunaan industri dan kesehatan (Chembase, 2011). Kalsium
hidroksida adalah basa kuat yang diperoleh melalui kalsinasi (pemanasan) kalsium
karbonat sampai transformasi ke dalam oksida kalsium, kalsium hidroksida
diperoleh melalui hidrasi kalsium oksida dan reaksi dan reaksi kimia antara
kalsium hidroksida dan karbondioksida bentuk karbonat.
Kalsium hidroksida ini berbentuk bubuk putih dengan pH tinggi yaitu 12.6
dan sedikit larut dalam air (Riansa, 2011). Larutan tersebut dapat mengikat asam-
asam nabati. Kalsium hidroksida terurai menjadi kalsium oksida dan air pada suhu
5120C (Sukandarrumidi, 1999). Ca(OH)2 dapat mengurangi getah pada permukaan
kulit buah dengan mencelupkan buah mangga pada larutan Ca(OH)2 tersebut,
selain itu pemakaian Ca(OH)2 dapat menghilangkan getah yang melumuri
permukaan kulit buah mangga (Amin et al.,2008).
Deterjen
Deterjen adalah campuran berabagai bahan yang digunakan untuk
membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi.
Deterjen merupakan senyawa yang menyebabkan zat non polar dapat larut dalam
air (Daintith, 1994). Daya detergensi adalah kemampuan surfaktan mengikat
minyak dan mengangkat kotoran pada permukaan kain (Holmberg et al., 2003).
Daya detergensi mempengaruhi tingkat kesadahan air. Semakin tinggi
tingkat kesadahan air, maka daya detergensi akan semakin menurun. Faktor-faktor
8
yang mempengaruhi daya detergensi adalah komposisi pengotor secara kimia dan
fisik, temperatur pada saat proses pencucian, durasi setiap tahap pencucian, jenis
dan proses mekanisasi yang digunakan, jumlah pengotor yang terdapat dalam
sistem, serta jenis dan jumlah deterjen yang digunakan (Lynn, 1993).
Komposisi bahan aktif pada detergen adalah berupa surfaktan, yaitu bahan
yang menurunkan tegangan permukaan suatu cairan dan di antar muka fasa (baik
cair-gas maupun cair-cair) untuk mempermudah penyebaran dan pemerataan.Ciri
utama surfaktan adalah memiliki molekul ampifilik yang terdiri atas gugus
hidrofilik yang memiliki afinitas tinggi terhadap minyak (Bird, 1993).
Fungisida
Pestisida adalah zat kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama dalam arti luas (jasad penganggu). Macam-macam
pestisida antara lain insektisida (pembasmi serangga), fungisida (pembasmi
cendawan), herbisida (pembasmi gulma), larvasida (pembasmi larva), rodentisida
(pembasmi binatang pengerat), dan avisida (pembasmi burung). Dua golongan
pestisida yang sering digunakan pada tanaman buah-buahan adalah insektisida dan
fungisida. Tiga jenis insektisida yang sering digunakan adalah diazinon, dimetoat,
dan klorpirifos yang termasuk golongan organofosfat. lnsektisida tersebut bekerja
sebagai racun kontak dan racun perut. Fungisida yang paling banyak dgunakan
adalah benomil yang termasuk golongan benzimidazol (Regis-Rolle dan Bauville,
1993).
Benomil merupakan fungisida sistemik yang terkenal dari golongan
benzimidazol, dengan bobot molekul 289 glmol, tidak mudah menguap di alam,
tidak larut di dalam minyak (Ramulu, 1979) dan diperkenalkan pada tahun 1967.
Benomil di dalam jaringan tumbuhan dapat terhidrolisis dan rantai sisi yang
berupa butil karbamoil akan tersingkir kemudian membentuk karbendazim.
Karbendazim yang terbentuk dapat bersifat fitotoksik dan mempunyai masa paruh
di dalam tanah selama 6 bulan (Nadasy dan Andrisks, 1988). Benomyl juga
banyak digunakan untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh berbagai
jenis cendawan pada buah anggur, apel, dan per (Nene dan Thapliyal, 1982;
Ware, 1989; Hassall, 1990). Penelitian menggunakan benomyl dapat menekan
9
perkembangan antraknosa pada pepaya selama masa penyimpanan (Roesmiyanto,
1987).
Waktu Panen dan Pencucian Buah Mangga
Menurut hasil penelitian Amin et al. (2008) menyatakan bahwa waktu
pemanenan buah mangga cv. Samar Bahisht Chaunsa juga mempengaruhi tingkat
kerusakan buah karena getah (sapburn injury). Hal ini juga disampaikan oleh
Maqbool et al. (2007) yang menyatakan bahwa tingkat sapburn injury secara
signifikan berkurang pada pagi hari karena kemampuan getah untuk merusak kulit
akan meningkat seiring dengan waktu keluarnya getah pada buah.
Meningkatnya temperatur secara langsung akan meningkatkan transpirasi
dan kehilangan air pada buah sehingga menurunkan jumlah getah dan
meningkatkan kekentalannya (Amin et al,. 2008). Semakin tinggi suhu udara
maka akan semakin tinggi pula potensial terjadinya sapburn injury.
Lamanya getah yang menempel pada kulit buah juga diduga
mempengaruhi tingkat sapburn injury. Menurut Loveys et a. (1992) menyatakan
bahwa mangga harus dicuci maksimal 24 jam setelah panen untuk menghindari
terjadinya sapburn injury. Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai
pengaruh waktu pencucian getah setelah panen terhadap hilangnya getah dan
tingkat sapburn injury pada buah mangga.