manda melly
DESCRIPTION
sarafTRANSCRIPT
Hipokalemia, Myasthenia Gravis dan Guillian Barre Syndrome
Clara Amanda Mellyana Fransisca
Neurologi – RSUD Tarakan Kepaniteraan Klinik FK UKRIDA
Hipokalemia Kadar Kalium Serum (mmol/l)Ringan 3,0-3,5Sedang 2,5-3,0Berat <2,5
Klasifikasi Hipokalemia
Etiologi• Intake kurang• GI loss (diare, muntah)• Hiperinsulinemia• Cushing syndrome• Obat-obatan• Setelah olahraga berat• Kelainan Genetik
Gejala Klinis• Mual muntah• Diare• Poliuria• Fatigue• Nyeri otot/kram• Kelemahan otot-otot
skeletal• Tidak ada gangguan dari
sensoris ataupun kognitif
• Gangguan jantung
Pemeriksaan Fisik
• Refleks tendon menurun• Kelemahan anggota gerak• Kekuatan otot menurun• Rasa sensoris masih baik• Aritmia jantung
Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium (elektrolit serum dan urin)• Fungsi ginjal• Kadar glukosa darah• Hormon tiroid T3.T4 dan TSH• EKG dan EMG
• Serangan akut• Mengenai anak dan dewasa muda, sering
serangan pertama pada usia menjelang 16 th.• Serangan berulang-ulang• Kelumpuhan keempat anggota gerak yang bersifat
flaksid.• Mutlak mengenai motorik serta timbul secara
berkala• Patofisiologi belum jelas tetapi secara klinis ber
hubungan dengan elektrolit kalium
Periodik paralisis Hipokalemi
2 jenis Paralysis Periodic Hipokalemi
Paralitik• Lebih sering• Serangan secara episodik,
bervariasi (fattique hingga flaksid).
• Serangan dicetuskan oleh turunnya kadar K di serum.
• Faktor pencetus utama : berkeringat, makanan tinggi CHO dan natrium, tidur dan istirahat setelah exercise
• Sekitar 25% jatuh ke tipe miopatik atau permanent muscle weakness (PMW)
Miopatik• Serangan tidak bervariasi• Kelemahan dirasakan
setelah aktivitas berlebihan (pada masa anak) dan setelah usia pertengahan jadi permanent muscle weakness (PMW).
• Pasien tidak pernah mengalami serangan lumpuh yang episodik
Hipertiroid • Bagaimana mekanisme hipertiroid menyebabkan
hipokalmia periodic paralysis belum sepenuhnya diketahui.
• Hormon tiroid meningkatkan aktivitas Na-K-ATP ase (yg cenderung memindahkan kalium kedalam sel).
• Kelebihan hormon tiroid dapat menjadi predisposisi tejadinya paralisis secara episodik, akibat pengaruh epinefrin dan insulin.
Preventif
• Pemberian preparat KCl oral 60 – 120 meq• Makanan yang mengandung K seperti Pisang,
semangka, dll• Menghindari aktivitas fisik yang terlalu berat
Tatalaksana
Myasthenia Gravis
LMN Vs UMNLower Motor Neuron (LMN) weakness Upper Motor Neuron (UMN) weakness
Flaksid Spastik
Hipotonus Hipertonus
Refleks fisiologis menurun Refleks fisiologis meningkat
Atrofi otot murni (+) Atrofi otot (-) atau disuse atrophy
Fasikulasi (+) Fasikulasi (-)
Refleks patologis (-) Refleks patologis (+)
Lesi pada LMNLetak Lesi Penyakit
Motor neuron medula spinalis
Poliomyelitis
Radiks medula spinalis Sindroma Guillain-Barre (SGB/GBS), Herniasi Nukleus Pulposus (HNP)
Neuromuscular Junction Myasthenia Gravis
Saraf Perifer Neuropati
Otot Myopati
Myasthenia Gravis
• Myasthenia gravissuatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas
Manifestasi Klinis• Kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosis• Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin
memburuk.
Manifestasi klinis (2)1. otot cranial : – kelopak mata dan otot ekstraokuler: dapat
menyebabkan ptosis dan diplopia– kelemahan fasial: lelah saat mengunyah – disfagia – disfonia – disartria – kelemahan otot leher
Manifestasi klinis
2. Otot-otot tungkai (85% sering ada disebelah proksimal dan asimetrik)
3. Refleks dan sensasi normal 4. Biasa mengenai hanya otot ekstraokuler
khususnya pada orang tua 5. Kelemahan umum 6. Kelemahan otot pernapasan
Patofisiologi
TingkatanKelas I• Adanya kelemahan otot-otot okular, kelemahan pada saat
menutup mata, dan kekuatan otot-otot lain normal.
Kelas II • Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta
adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.
Kelas III • Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot
lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang.
Kelas IV • Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat
yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat.
Kelas V • Penderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik. Biasanya gejala-
gejala myasthenia gravis seperti ptosis dan strabismus tidak akan tampak pada waktu pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala-gejala itu akan tampak lebih
Diagnosis Differensial1. Lambert-Eaton syndrome (autoantibody terhadap
pintu kanal kalsium di presinap motor end plate) yang mengakibatkan pelepasan asetilkolin yang sedikit. Sering diasosiasikan deangan keganasan atau idiopatik.
2. Neurastenia: kelemahan atau kelelahan tanpa gangguan organic.
3. Penisilamin dapat menyebabkan miastenia gravis: setelah menghentikan pemakian obat ini gejala-gejala ini akan menghilang dalam waktu minggu sampai dengan bulan.
Pemeriksaan Penunjang1. Antibody reseptor asetilkolin
80% dari pasien miastenia gravis menunjukkan hasil yang positif50% pada pasien dengan gangguan okuler menunjukkan hasil yang positif
2. Edophonium test, antikolinesterase jangka pendek, menemukan peningkatan kekuatan otot yang cepat dan bersifat sementara
3. EMG (Electromyography) dengan frekuensi rendah ( 2 – 4 Hz)
4. CT-Scan Thorak atau MRI untuk mencari adanya thymoma5. Pemeriksaan fungsi tiroid atas indikasi
Manajemen Penatalaksanaan
• Tiga penatalaksaan dasar adalah1. pengobatan simptomatik2. pengobatan dengan imunosupresif3. pengobatan suportif
Pengobatan Simptomatik
• AntikolinesterasePiridostigmin 30 – 120 mg per oral tiap 3 jam atau Neostigmin bromide 15 – 45 mg per oral tiap 3 jam. Apabila diperlukan, Neostigmin metilsulfat dapat diberikan secara subkutan atau intramuskularis (15 mg peroral sama dengan 1 mg subkutan atau intramuskular.
Pengobatan imunosupresif– Steroid: prednisolon dosis awal 10 mg dan dapat
dinaikkan secara bertahap 5 – 10 mg/minggu untuk menghindari eksaserbasi
– Timektomi– Plasmaferesis: penggantian plasma sebanyak 3 – 8
kali dengan dosis 50 ml/kgBB.– Azatiopirin: dengan dosis 2,5 mg/kgBB selama 8
minggu pertama– Intravena human gamma globulin
Pengobatan suportif
• Intubasi• Trakeostomi• Nasogastric tube
Kegawatdaruratan dalam Miastenia Gravis
1. Krisis miastenik akibat tidak mendapat obat secara adekuat atau karena infeksi. Tindakan:– Kontrol jalan nafas– Pemberian antikilinesterase– Bila perlu imunosupresan dan plasmaferesis
Kegawatdaruratan dalam Miastenia Gravis
2. Krisis kolinergik akibat pemberian antikolinesterase secara berlebihan. Tindakan:– Kontrol jalan nafas– Penghentian obat antikolinesterase untuk
sementara waktu untuk kemudian diberikan lagi dalam dosis yang lebih rendah
– Bila perlu imunosupresan dan plasmaferesis
Guillian Barre Syndrome
• Suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid
• Autoimun, didahului infeksi• Saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis,
kadang saraf sensoris, otonom, maupun susunan saraf pusat
• Dapat terjadi pada segala usia dan tidak bersifat herediter
PENDAHULUAN
0.6-1.9 per 100.000 populasi dan angka ini hampir sama di semua negara. SGB dapat dialami pada semua usia dan ras. Dengan usia berkisar 30-50
tahun merupakan puncak insiden SGB, jarang terjadi pada usia ekstrim (PERSI, 2012).
Insidensi SGB usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun.
Ras:83 % penderita adalah kulit putih7 % kulit hitam5 % hispanis1 % asia4 % pada kelompok ras yang tidak spesifik (PERSI, 2012).
Epidemiologi
2/3 ada pencetus◦ Infeksi viral : CMV, EBV, HIV, Herpes zoster dan
simpleks, influenza, hepatitis A dan B◦ Infeksi bakteri: C. jejuni, Mycoplasma pneumoni,
Shigella◦ Penyakit sistemik : limfoma, tumor, SLE◦ Pembedahan, trauma, vaksinasi.(Belladona, 2010)
• 1/3 tanpa pencetus
ETIOLOGI DAN PENCETUS
Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)◦ infeksi saluran cerna C.jejuni. Patologi yang ditemukan adalah
degenerasi akson dari serabut saraf sensorik dan motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi.
Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)◦ infeksi saluran cerna C jejuni . Penderita tipe ini memiliki gejala
klinis motorik dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis simetris
Miller Fisher Syndrome◦ terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Motorik
biasanya tidak terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan
Klasifikasi
• Acute inflammatory demyelinating polyneuropathy (AIDP)– mempunyai karakteristik kelemahan progressive areflexic dan
perubahan sensorik• Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy
(CIDP)– gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala
neurologinya bersifat kronik• Acute pandysautonomia– Disfungsi dari sistem simpatis dan parasimpatis. Tanpa
sensorik dan motorik, jarang.
Patogenesis
Patofisiologi
Anamnesis◦ Parastesi◦ Kelemahan otot◦ disfagia, diplopia dan bicara tidak jelas◦ Gagal nafas
Pemeriksaan fisik◦ kesadaran yang compos mentis◦ suhu tubuh normal◦ penurunan denyut nadi ◦ peningkatan frekuensi nafas◦ tekanan darah yang ortostatik hipotensi atau tekanan darah yang
meningkat
Penegakan Diagnosis
• Pemeriksaan penunjang– Pemeriksaan LCS• kenaikan kadar protein (1-1,5 g/dl) tanpa diikuti
kenaikan jumlah sel.• >> pasien jumlah sel pasien kurang dari 10/mm3 dan
disebut dengan istilah disosiasi albumin sitologis .– Pemeriksaan EMG• mengkonfirmasi neuropati demielinisasi
– Pemeriksaan MRI• gambaran cauda equina yang membesar
• Miastenia Gravis• Poiliomyelitis• Miositis Akut
Diagnosis banding
Monitoring disfungsi jantung dan paru- Elektrokardiografi, tekanan darah, pulse oximetry untuk saturasi
hemoglobin (Hb), kapasitas vital dan kemampuan menelan harus dimonitor pada pasien dengan gejala berat, setiap 2-4 jam, atau 6-12 jam jika pasien stabil.
- Penanaman pacemaker jantung sementara, gunakan ventilator mekanik, dan pemasangan tabung nasogastric (NGT).
Pencegahan emboli pulmo- Pencegahan menggunakan heparin subkutan dan kompresi pada pasien
dewasa yang tidak bisa berjalan.
Imunoterapi- Terapi imun globulin intravena (IV) atau penggantian plasma.- Pada pasien yang telah stabil atau membaik, diobati dengan
imunoterapi, tapi jangan diberikan plasma jika sudah diterapi imun, atau sebaliknya.
Tatalaksana
Sindroma Guillain-Barre (SGB), merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis, dan biasanya timbul setelah infeksi.
Gejala yang paling umum pada SGB adalah parastesi (kesemutan), paralisis, dan dapat berakhir pada gagal napas.
Untuk menegakkan diagnosis SGB diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan LCS, EMG, MRI.
Penatalaksanakan pada SBD antara lain adalah monitoring fungsi jantung dan paru, dan terapi imunologis.
Kesimpulan