manajemen sekolah (kepemimpinan kepala sekolah … · kompetensi pokok bagi guru, yaitu kompetensi...
TRANSCRIPT
MANAJEMEN SEKOLAH
(KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KOMPETENSI GURU
TERHADAP KINERJA SEKOLAH )
Abdul Hamid Arribathi*
STIMIK RAHARJA
JL. Jenderal Sudirman No. 40 Cikokol Kota Tangerang Banten
ABSTRAK
Pendidikan salah satu bagian kehidupan manusia yang sangat penting, bahkan
tidak akan pernah punah seumur kehidupan dunia. Pendidikan dimulai sejak
dalam kandungan hingga sampai ke liang lahat. Pelaksanaan pendidikan dapat
secara formal maupun non formal. Pendidikan formal sering dinamakan sekolah
dengan berbagai jenjangnya, mulai dari pendidikan usia dini sampai perguruan
tingggi. Ada beberapa unsur atau bagian dalam pendidikan yang harus terpenuhi
seperti sarana- prasarana, kurikulum, siswa, dan tidak kalah penting adalah
pendidik atau yang sering disebut guru. Dalam lembaga pendidikan formal,
sekolah dipimpin oleh seorang manajer sekolah disebut kepala sekolah.
Permasalahannya, apakah peranan kepemimpinan kepala sekolah dan guru
terhadap kinerja sekolah ?. Tujuan penelitian ini, menjelaskan kepada pembaca,
khususnya pengelola pendidikan tentang pentingnya peranan kepemimpinan
kepala sekolah dan guru terhadap kineja sekolah. Penelitian ini bersifat yuridis
normatif. Metode penulisan ini hanya mengkaji buku-buku yang berkaitan dengan
peranan kepala sekolah dan guru tehadap kinerja sekolah.
Kata kunci : Kepemimpin Kepala Sekolah, Kompetensi Guru, dan Kinerja
Sekolah.
A. PENDAHULUAN
1. Permasalahan
Ada beberapa unsur atau bagian dalam pendidikan yang harus terpenuhi
seperti sarana- prasarana, kurikulum, siswa, dan tidak kalah penting adalah
pendidik atau pengajar yang sering disebut guru. Dalam lembaga pendidikan
formal, sekolah dipimpin oleh seorang manajer sekolah yang sering disebut kepala
sekolah. Peranan kepala sekolah dan guru sangat signifikan dalam kinerja sekolah.
Keberhasilan suatu sekolah sangat bergantung oleh kepemimpinan kepala sekolah
dan kemampuan guru dalam mengelola sekolah tersebut. Keberhasilan
kepemimpinan sekolah ditentukan oleh kepahaman serta penguasan seseorang
atas tugas pokok sebagai kepala sekolah, serta mampu mengimplementasikannya
dengan baik. Tugas pokok itu antara lain : 1. Merencanakan Pengajaran meliputi :
Menjabarkan Analisis Mata Pelajaran (AMP), Menyusun Program Tahunan
(Prota), Menyusun Program Semester (Prosa), Menyusun Program Satuan
Pelajaran (PSP) , Rencana Pengajaran (RP), Menghitung hari kerja efektif dan jam
kerja efektif untuk setiap mata pelajaran berdasarkan Kalender Pendidikan. 2.
Mengatur pembagian tugas mengajar, penyusunan jadwal pelajaran dan jadwal
kegiatan ekstrakurikuler. Selain itu, harus mengerti peran dan fungsi dasar
sebagai kepala sekolah , yang bukan rahasia umum sering disingkat “
EMASLIM yaitu : sebagai Educator (pendidik), Manajer (pengatur pekerjaan),
Administrator (direktur administrasi), Supervisor (pengawas), Leader (pemimpin),
Inovator (pencetus hal baru) serta Motivator (pemberi motivasi). Dengan
mengerti, memahami dan mengamalkan tugas pokok serta ketujuh peranan dan
fungsi tersebut di atas, maka kepala sekolah akan dapat memberi perubahan yang
signifikan terhadap kinerja sekolah.
Selain kemampuan kepemimpinan kepala sekolah, sisi lain yang tidak kalah
penting dalam mempengaruhi kinerja sekolah adalah kemampuan guru.
Kemampuan sering diistilahkan kompetensi sehingga tergabung kata menjadi
kompetensi guru yaitu kemampuan guru untuk menguasai masalah akademik
yang sangat berkaitan dengan pelaksanaan proses belajar mengajar sehingga
kompetensi ini dimiliki guru dalam menjalankan tugas sebagai pendidik dan
pengajar. Beberapa komponen yang dinilai tidak kalah penting sebagai syarat
yang harus dimiliki seorang guru antara lain :1. Pendidikan seorang guru harus
dari keguruan atau minimal memiliki akta IV yang diperoleh melalui pendidikan
keguruan, 2. Memahami Tupoksi guru, 3. Memiliki kecerdasan dan kemandirian,
4. Memiliki kemampuan dan ilmu psikologis anak, serta 5. Memiliki kompetensi
propesional keguruan.Sedangkan kompetensi propesional guru menurut Nana
Sudjana terbagi menjadi tiga bidang meliputi : Kompetensi bidang kognitif, yaitu
kemampuan bidang intelektual seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan
mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku
individu, pengetahuan tentang bimbingan dan penyuluhan, pengetahuan tentang
administrasi kelas, evaluasi belajar siswa, pengetahuan tentang kemasyarakatan
serta pengetahuan umum lainnya. Kompetensi bidang sikap, artinya kesiapan dan
kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan
profesinya. Misalnya sikap menghargai pekerjaan yang dibinanya, memiliki
kemauan keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya. Perilaku atau
performance, artinya kemampuan guru dalam berbagai ketrampilan atau
berperilaku seperti ketrampilan mengajar, membimbing menilai, menggunakan
alat bantu pengajaran, berkomunikasi dengan siswa, ketrampilan menyusun
persiapan atau perencanaan mengajar.
Ketiga kompetensi tersebut di atas merupakan satu kesatuan yang integral
maksudnya saling berhubungan dan saling mempengaruhi serta mendasari satu
sama lain. Jika ditelaah secara mendalam dan seksama maka hanya ada dua
kompetensi pokok bagi guru, yaitu kompetensi guru yang berhubungan dengan
usaha meningkatkan proses belajar dan yang berkaitan dengan hasil belajar.
Namun untuk lebih jelas, dua bidang kompetensi dapat dapat diguguskan ke
dalam empat kemampuan yakni : Pertama, merencanakan program belajar
mengajar. Kedua, melaksanakan atau mengelola proses belajar mengajar. Ketiga,
menilai proses belajar mengajar. Keempat, menguasai bahan pelajaran.
Dengan terpenuhinya komponen persyaratan guru dan ditunjang memiliki
kompetensi yang telah diuraikan di atas, maka akan dapat terbentuk guru yang
yang ideal, yang memiliki kemampuan handal, sehingga akan dapat
mempengaruhi kinerja sekolah. Namum dalam kenyataan masih ada sebagian
lembaga pendidikan yang belum memiliki dan menerapkan kepemimpinan kepala
sekolah yang baik dan guru yang berkompetensi.
Guna menjelaskan hal tersebut di atas penulis merumuskan masalah “
Benarkah kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi guru berpengaruh
terhadap kinerja sekolah ?”.
2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini menjelaskan kepada pembaca, khususnya pengelola
pendidikan tentang pentingnya peranan kepemimpinan kepala sekolah dan guru
terhadap kineja sekolah, serta menganjurkan kepada instansi terkait untuk
menerapkan/menjalankan.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat yuridis normative. Metode penulisan ini hanya
mengkaji buku-buku yang berkaitan dengan peranan kepala sekolah dan guru
tehadap kinerja sekolah.
B. PEMBAHASAN
1. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Secara etimologi kepemimpinan berasal dari kata benda (noun) “pemimpin”
yang mengalami perubahan morfologis, yaitu mendapat konfiks ke-...-an sehingga
terbentuk kata “kepemimpinan” yang mengandung arti menunjukan perihal
memimpin (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990 : 684). Senada di atas,
Hasibuan ( 2005 : 169) mengungkapkan bahwa : Pemimpin dalam bahasa Inggris
leader = head adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan
kepemimpinannya, mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian
pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi. Leader adalah seorang pemimpin
yang mempunyai sifat-sifat kepemimpinan dan kewibawaan (personality
authority). Sedangkan Head adalah seorang pemimpin yang dalam melaksanakan
kepemimpinannya hanya atas kekuasaan (power) yang dimilikinya. Namun jika
menilik sudut pandang falsafah kepemimpinan beranggapan bahwa bawahan
adalah untuk pemimpin. Pemimpin menganggap dirinyalah yang paling berkuasa,
paling mampu, dan paling cakap, sedangkan bawahan dianggap hanya sebagai
pelaksana keputusan saja. Pelaksanaan kepemimpinannya dengan cara
memberikan intruksi atau perintah, ancaman, hukuman dan pengawasan yang
ketat. Dengan memperhatikan pendapat di atas, dapat disimpulkan secara positif,
bahwa kepemimpinan yaitu cara seseorang yang memiliki keahlian atau
kemampuan untuk mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerjasama serta
bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien.
Para ahli berbeda kata dalam mendefinisikan Kepemimpinan, namun
memiliki persamaan dalam kesimpulan yakni kemampuan mempengaruhi
seorang untuk mencapai tujuan. Pendapat para ahli tersebut diantaranya :
Soerjono Soekanto, ( 2005 : 288 ) “Kepemimpinan (Leadership) adalah
kemampuan seseorang (pemimpin atau leader) untuk mempengaruhi orang lain
(yang dipimpinnya atau pengikut-pengikutnya)”. James A.F. Stoner dalam Husein
Umar ( 1993 : 31 ) mendefinisikan “Kepemimpinan sebagai proses pengarahan
mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota
kelompok”. Sedangkan Triguno ( 2002 : 17), menyatakan “Kepemimpinan adalah
seni mengarahkan sumber daya yang dimiliki dalam upaya mencapai tujuan
dengan strategi yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan tantangan”.
Dengan demikian, orang lain bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh
pemimpin tersebut. Agar supaya seorang pemimpin dapat diikuti atau menjadi
panutan pengikutnya maka harus memiliki ajaran seperti yang dianut oleh Ki
Hajar Dewantoro, yaitu ing ngarso sun tulodo ing madyo mangun karso tutwuri
handayani. Jika diterjemahkan “ Di muka pemimpin itu harus memiliki idialisme
yang kuat atau mampu memberi contoh, ketika berada di tengah-tengah komunitas
yang dipimpinnya harus dapat membangkitkan kehendak, memberikan semangat
dan jika di belakang harus dapat memberi pengaruh kekuatan”. Oleh karenanya
pemimpin yang baik harus memiliki dan melaksanakan syarat-syarat
kepemimpinan. Made Pridata, ( 2004 : 223) membagi syarat kepemimpinan
menjadi tiga hal : “ 1) Memiliki kepribadian yang cocok melaksanakan tugas
memimpin, 2) Memperhitungkan faktor situasi dalam melaksanakan
kepemimpinan, 3) Melaksanakan transaksi antara dia sebagai pemimpin dengan
yang dipimpinnya, yaitu mengusahakan suatu kesepakatan bersama”.
Dalam manajemen seorang manajer adalah orang yang memegang pimpinan,
dalam perusahaan yaitu direktur perusahaan, sedangkan dalam lembaga
pendidikan adalah Kepala Sekolah. Bagi siapapun yang ingin sukses dalam
menjalankan tugas sebagai manajer pada tingkatan (level), dalam badan usaha,
yayasan, organisasi ataupun sekolah harus memenuhi beberapa persyaratan.
Syarat tersebut menurut Prajudi Atmosudirdjo (1980 : 168 ) yaitu : “ 1) yang
menyangkut alam pikirannya ( his state of mind ), 2) yang menyangkut sikap
kelakuannya ( his behaviour), 3) yang menyangkut kemampuan – kemampuannya
( his abilities) yang terdiri atas tiga macam abilities yaitu : a ) social abilities,
bergaul ( berhubungan ) dengan sesama manusia dari berbagai kepentingan atau
golongan, b ) technical abilities, yang menyangkut bidang pekerjaan yang dia
pimpin, dan c) managerial abilities, kemampuan untuk menjalankan manajemen”.
Dengan demikian ada tiga syarat seorang kepala sekolah sebagai manajer,
untuk dapat menjalankan kepemimpinnya dalam mengelola pendidikan. Jika
ingin dikatakan mampu menjalankan manajemen itu berhasil sebagaimana
tersebut di atas , meliputi :
a. State of Mind (Alam pikiran ). Jalan pikiran dalam pikiran seorang Kepala
sekolah ingin berhasil dan sukses sebagai Manajer harus fokus , dan
bergradasi menurut tingkat kedudukannya, yakni : Rasional, dia harus
mampu berpikir secara rasioanl, dengan mampu mengendalikan emosi
serta nafsu-nafsunya saat mengahadapi masalah. Manajemen dan
memiliki pola pikir, ini dapat diartikan “melihat, mengartikan dan
bereaksi terhadap suatu fenomena kehidupan”. Pola pikir menurut
Wahjosumidjo ( 1998 : 3 ) yaitu : “Pola pikir mempunyai arti sama
dengan istilah paradigma, sehingga secara garis besar dapat dikatakan
bahwa pola pikir atau paradigma yang dipakai seseorang, kelompok orang
atau masyarakat dapat sangat menentukan dan mempengaruhi dinamika
dan tata pola hidup dari pribadi maupun kelompok atau organisasi
bersangkutan”. Seperti yang telah diungkapkan Keating (1986 : 15 )
bahwa : “ Kepemimpinan merupakan proses untuk mempengaruhi orang
atau sekelompok orang yang dipimpin”. Seorang pemikir (philosopher),
yang bisa jeli dan serius menghadapi berbagai masalah menurut
keperluan organisasi yang dikelolanya dengan pertimbangan secara tepat
dan akurat. Seorang pemimpin ( leader ), sanggup dan berani mengambil
keputusan-keputusan.Seorang organisator ( organiser ) seorang yang
mengenal watak dan menilai kemampuan orang lain, membagi-bagi tugas
dan pekerjaan serta menempatkan orang menurut kecocokannya,
waktunya, tempatnya dan iklimnya.Seorang pengacara kerja ( negotiator
), pandai dalam merundingkan sesuatunya dengan orang lain yang
mungkin berlainan pandangan seorang yang pandai membuat orang lain
memahami dia ( dynamiger ), seorang yang pandai membuat suatu
kelompok orang bergerak secara serentak, terarah dan teratur.Seorang
stateeg ( staategiser) atau tatikus ( policy maker), yang pandai mencari
jalan yang tidak mungkin dirugikan pihak lain.
b. Behaviour. Sikap kelakuan seseorang sebenarnya sangat tergantung pada
state of mind. Dengan demikian seorang kepala sekolah tidak bisa bersifat
atau bertindak seperti seorang pekerja biasa yang tidak ikut memegang
pimpinan juga tidak ikut bertanggung jawab atas jalannya organisasi.
Oleh karenanya harus memiliki sikap baik yang dilakukan oleh setiap
orang dalam badan atau organisasi modern, sikap tersebut antara lain :
Sikap kelakuan sebagai organisation man yaitu seorang yang selalu
berusaha untuk menyesuaikan cara berpikirnya, jalan pikirannya,
moralnya, ukuran-ukurannya, tingkah lakunya, jiwanya, disiplinnya
dengan nilai-nilai (standards ) dan syarat-syarat ( reguirements ) daripada
organisasi dimana dia menjadi anggota atau warga. Dia dalam
menjalankan segala seuatu yang berkaitan dengan organisasi tidak
mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan. Bersikap rasionil,
zakelijk, obyektif, impersonal berarti menahan atau tidak
mengikutsertakan perasaan atau emosi, melainkan sedapat mungkin
menggunakan rasio ( reason ) yang harus mengolah atau menggunakan
data, fakta, dan informasi (bukan opini ). Namun demikian seorang
manajer tidak boleh bersikap seperti sarjana (scientist) atau seperti seorang
pendeta (priest), tidak sebagai birokrat atau datakrat dan juga tidak seperti
hakim yang ingin selalu ingin menegaskan siapa yang hak dan siapa yang
wajib.
c. Abilities. Seorang kepala atau pimpinan harus mempunyai kemampuan
(abilities), kebiasaan (habitual), kecakapan dan ketrampilan (skills)
tertentu. Ability merupakan kekuatan kepribadian mental, kekuatan untuk
berbuat, tidak bisa ditahan atau ditolak kehendaknya.
Dari uraian di atas maka kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan yang
mempengaruhi aktivitas seluruh sumber daya yang ada dalam upanya mencapai
tujuan dengan strategi yang disesuaikan lingkungan dengan tantangan dan
kondisi lingkungan organisasi. Kalau digambarkan model keberhasilan
kepemimpinan menurut Covey R dalam Triguno ( 2002 : 18 ), adalah sebagai
berikut :
Tingkat : Prinsip Kunci
Individual
Budi Luhur
Antar Individu Kepercayaan
Manajerial Penguasaan
Organisasi
Kesesuaian
TANTANGAN/LINGKUNGAN
(Model Diagram Keberhasilan Kepemimpinan)
Dari model diagram tersebut dapat dijelaskan pada dasarnya masing-masing
pribadi orang itu bisa merubah sikap dan perilaku yang baik, mau bekerjasama,
ingin memberikan yang terbaik diri dan kelompoknya (Teori Y dalam Douglas
Pribadi
Kelompok
Gaya (Type)
Ketrampilan
-----TUJUAN dan
NIALI-NILAI------
Struktur
Sistem
Strategi
Mc. Gregor ). Sehingga pada tingkat manajerial, pimpinan harus membangun
kepecayaan, memiliki gaya manajemen yang mendorong partisipasi, prakarsa,
kreativitas dan komitmen serta menguasai ketrampilan dengan benar atau
profesional seperti pendelegasian, komunikasi, negosiasi, mandiri dan menjadi
teladan. Jadi dalam manajerial juga melihat gaya atau tipologi kepemimpinan
mana yang diimplemtasikan jika menghadapi orang yang berteori X atau yang
tidak kreatif, malas, tidak sinergi, maka menggunakan pendekatan otokratik. Jika
yang dihadapi situasi yang tidak kondusif, kekeluargaan, keakraban yang serasi
maka pendekatannya paternalistik. Jika keseimbangan hubungan sudah terbantuan
dan akhirnya pelaksanaan tugas dengan sendirinya terselesaikan maka lebih
condong pada pendekatan laissez fire. Jika sudah terbentuk adanya keserasian
hubungan antar bawahan dan atasan dalam penyelesaian tugas dengan baik yang
bersifat rasional dari hasil keputusan yang melibatkan bawahan maka lebih baik
menggunakan pendekatan demokratik. Jika semua dari keempat situasi berjalan
dengan baik maka kepemimpinan tersebut sangat karismatik. Semua unsur dalam
organisasi harus mengacu pada tujuan dan nilai yang sudah disepakati bersama
dan mampu mengerahkan sumber daya manusia dalam bentuk interaksi dan
ketergantungan agar sesuai tujuan dan nilai tersebut. Kondisi lingkungan juga
harus dipantau karena salu berkembang dan berubah untuk menyakinkan bahwa
strategi, tujuan, sistem dan lainnya masih sesuai atau tidak dengan tantangan yang
dihadapi, saat kapanpun, dimanapun, serta situasi apapun.
2. Kompetensi Guru
Begitu besar fungsi dan peran pendidikan, oleh karenanya perlu didukung
sumberdaya manusia yang handal, dalam hal ini adalah guru yang memiliki
kemampuan dan profesioanal. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan
beberapa komponen persyaratan yang harus dimilki seorang guru, antara lain : 1,
pendidikan guru seharusnya dari keguruan atau minimal memiliki akta IV yang
didapatkan melalui pendidikan keguruan, 2. Memahami tupoksi guru, 3. Memiliki
kecerdasan dan kemandirian, 4. Memiliki kemampuan dan ilmu psikologis anak,
serta 5. Memeliki kompetensi profesional keguruan.
Kompetensi profesioanl guru adalah kemampuan guru untuk menguasai
masalah akademik yang sangat berkaitan dengan pelaksanaan proses belajar
mengajar , sehinggga kompetensi ini dimiliki guru dalam menjalankan tugasnya
sebagai pendidik dan pengajar.
Nana Sudjana membagi kompetensi guru menjadi tiga bidang yaitu :
kompetensi bidang kognitif, kompetensi bidang sikap, dan kompetensi perilaku
atau perfomance. Kompetensi bidang kognitif yaitu kemampuan intelektual, yang
meliputi : penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar,
pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang
bimbingan dan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan
tentang evaluasi belajar siswa, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta
pengetahuan umum lainnya.
Kompetensi bidang sikap artinya kesiapan dan kesedian guru terhadap
berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya sikap
menghargai pekerjaan yang dibinanya, memiliki kemauan yang keras untuk
meningkatkan hasil pekerjaannya.
Sedangkan kompetensi perilaku atau perfomance adalah kemampuan guru dalam
berbagai ketrampilan atau perilaku seperti : ketrampilan mengajar, ketrampialan
membimbing anak, ketrampilan menilai, ketrampilan menggunakan alat bantu
pengajaran, ketrampilan berkomunikasi dengan siswa, dan ketrampilan menyusun
persiapan mengajar.
Sedangkan Suharsimi Arikunto membagi kompetensi guru sebagai berikut :
kompetensi profesional, kompetensi personal, dan kompetensi sosial. Maksud dari
kompetensi profesional yaitu bahwa guru memiliki pengetahuan yang luas serta
dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan
metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritk, mampu memilih
metode yang tepat, serta mampu menggunakannya dalam proses belajar
mengajar.
Kompetensi personal artinya bahwa guru harus memiliki sikap kepribadian,
sehingga mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subjek, lebih jelasnya bahwa
dia memiliki kepribadian yang patut diteladani. Sedangkan kompetensi sosial
artinya bahwa guru harus memiliki kemampuan berkomunikasi sosial, baik
dengan murid-muridnya maupun dengan teman sesama guru, dengan kepala
sekolah, dengan pegawai tata usaha, dan anggota masyarakat di lingkungannya.
Berdasarkan tela’ah secara mendalam maka hanya ada dua kompetensi yang
pokok bagi guru, yaitu kompetensi guru yang banyak hubungannya dengan usaha
meningkatkan proses dan usaha meningkatkan hasil belajar. Namun dua
kompetensi tersebut di atas dapat diguguskan ke dalam empat kemampuan yakni :
kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan
kegiatan belajar mengajar, kemampuan menilai proses belajar mengajar, dan
kemampuan mengusai bahan pelajaran.
Maksud dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar yaitu
seorang guru sebelum merencanakan belajar mengajar, ia terlebih dahulu
mengetahui arti dan tujuan perencanaan program tersebut dan menguasai teoritis
dan praktis unsur-unsur yang terkandung di dalamnya. Adapun makna dari
perencanaan program mengajar adalah proyeksi atau perkiraan guru mengenai
kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa selama pengajaran itu berlangsung.
Sedangkan tujuannya adalah sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan
praktek atau tindakan mengajar.
Kemampuan melaksanakan kegiatan belajar mengajar adalah menumbuhkan
dan menciptakan kegiatan siswa dengan rencana yang telah disusun. Adapun
yang termasuk dalam pengetahuan proses belajar mengajar meliputi : prinsip-
prinsip mengajar ketrampilan hasil belajar siswa, ketrampilan menggunakan alat
bantu, ketrampilan memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan mengajar.
Kemampuan ini semua dapat diperoleh melalui pengalaman langsung.
Kemampuan menilai proses belajar mengajar, dalam hal ini guru harus dapat
menilai kemajuan yang dicapai oleh siswa yang meliputi bidang kognitif, afektif
dlam dan psikomotorik. Sedangkan penilaian ini dapat dilakukan dalam dua
bentuk yaitu penilaian melalui pengamatan terus menerus tentang perubahan
kemajuan yang dicapai siswa, dan penilaian dengan cara pemberian skor, angka
atau nilai - nilai yang dilakukan dalam proses belajar mengajar.
Kemampuan mengusai bahan pengajaran, hal ini sangat penting bagi guru.
Secara jelas konsep – konsep yang harus dikuasai guru dalam penguasaan bahan
pengajaran telah tertuang dalam kurikulum, khususnya Garis-garis Besar Program
Pengajaran (GBPP) yang kemudian disajikan dalam bentuk pokok bahasan dan
sub pokok bahasan. Dan uraiannya secara mendalam dituangkan dalam bentuk
buku paket dari bidang studi yang bersangkutan. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan betapa pentingnya kemampuan guru dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan.
3. Kinerja Sekolah
Kata bekerja ataupun kinerja, keduanya berasal dari kata dasar “kerja” yang
bermakna kegiatan melakukan sesuatu, namun bila mendapat infiks (sisipan ) -in
maka kata kerja menjadi kinerja. Banyak batasan istilah kinerja yang diberikan
para ahli, tetapi secara substantif memiliki persamaan maksud bahwa kinerja
merupakan terjemahan dari kata perfomance, yang secara umum didefinisikan
sebagai cara dan hasil yang telah dicapai seorang atau kelompok atau organisasi
dalam melaksanakan pekerjaannya, demikian menurut pendapat Veithzal Rivai
dan Ahmad Fawzi yang ditulis ulang oleh Moh. Basri (2005 : 14). Adapun
Schermehon, et all ( 1991 : 59 ) berpendapat bahwa kinerja sebagai kuantitas dan
kualitas pencapaian tugas –tugas, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok
maupun organisasi. Lebih lanjut ia berpendapat kinerja dapat diukur secara baik
individu, kelompok, maupun organisasi. Tinggi rendahnya kinerja dapat dilihat
dari kuantitas dan kualitas pencapaian tugas. Aspek kuantitas ini mengacu pada
beban kerja yang telah ditetapkan, sedangkan kualitas kerja dapat dinilai dari rapi
tidaknya pekerjaan yang telah dilaksanakan .
Sementara itu, Lavasque ( 1992 : 248 ) memaknai kinerja sebagai apa – apa
yang dikerjakan dan hasil yang dicapai melalui pelaksanaan fungsi-fungsi dalam
pekerjaan ( performance is we do and the result produced by carrying out job
functions ).Selanjutnya Robins (1994 : 23) berkomentar bahwasanya kinerja
adalah merupakan ukuran suatu hasil yang menyatakan pertanyaan sederhana apa
yang anda peroleh dari tugas yang telah dilaksanakan ( performance is the
measurement of result, it asks the simple question did you get the job done ).
Sedangkan Gordon J.R (1993 : 14) menjelaskan bahwa kinerja mengandung
empat unsur yaitu : Kemampuan, penerimaan tujuan-tujuan organisasi, tingkatan
tujuan-tujuan yang dicapai, dan interaksi antara tujuan dan kemampuan para
anggota organisasi ( performance was function of employee’s ability, acceptance
of (goals, level of the goals, and the interaction of the goal with their ability ).
Batasan atau definisi selain tersebut di atasjuga disampaikan oleh Maier
(As’ad, 1995 : 47 ) yang mengatakan bahwa kinerja adalah merupakan kesuksesan
seseorang dalam melaksanakan suatau pekerjaan. Senada dengan itu Lawyer and
Poter ( As’ad, 1995 : 47 ) berpendapat bahwa kinerja merupakan successful role
achievement yang diperoleh dari perbuatannya. Pengertian ini memberikan
kepahaman bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut
ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan, sehingga jika merujuk
pada definisi ini, maka pengertian kinerja dapat diartikan hasil-hasil yang dicapai
individu dalam melaksanakan tugas yang telah diembankan kepadanya.
Dengan memperhatikan pengertian-pengertian di atas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa kinerja dapat dilihat dari tiga dimensi yang berbeda. Pertama,
sebagai output ( keluaran ) yaitu dengan melihat apa yang telah dicapai oleh
seorang pegawai atau organisasi. Pada dimensi ini, kinerja seorang pegawai atau
suatu organisasi diukur dari hasil-hasil yang telah dicapainya dalam periode waktu
tertentu. Jika dimensi ini digunakan sebagai bahan penilaian, maka evaluasi
terhadap kinerja seorang pegawai atau organisasi harus dilihat dari catatan –
catatan prestasi yang telah diraihnya dalam masa tertentu. Hasil ini kemudian
dibandingkan dengan tanggung jawab dan peranannya yang telah dinyatakan
dalam uraian tugas ( job description ).
Dimensi yang kedua adalah dari aspek prosesnya ( process ), pada dimensi ini
kinerja pegawai atau organisasi dinilai dari prosedur – prosedur yang telah
ditempuh dalam melaksanakan tugas – tugasnya. Sesuai dengan nama dimensinya
maka penilaian ini tidak melihat hasil kerja seorang pegawai, namun lebih
ditekankan pada bagaimana seorang pegawai dalam menyelesaikan tugasnya
dengan sempurna dan dapat dipertanggungjawabkan. Selama prosedur yang
dilaksanakan telah sesuai dengan apa yang digariskan, maka dapat disimpulkan
bahwa kinerjanya cukup baik.
Dimensi yang ketiga yaitu dari aspek kontekstualnya, penilaian ini dilihat
dari kemampuannya sendiri. Jadi jika seorang pegawai mampu mengerjakan
suatu pemeriksaan, maka kinerjanya akan baik. Dengan kata lain, apabila seorang
memiliki pengalaman dan pendidikan yang cukup matang dan ditempatkan pada
posisi yang memiliki tanggung jawab besar, maka secara kontekstual hal ini sudah
benar dan diyakini kinerjanya akan baik. Pemahaman dimensi ini dapat diartikan
bahwa kinerja adalah merupakan sebuah proses pelaksanaan pemeriksaan. Sesuai
dengan ini pula maka ketrampilan atau profesionalisme pegawai juga dapat
digunakan untuk mengukur kinerjanya dalam memeriksa suatu pekerjaan.
Disamping itu juga diperlukan adanya prosedur dan ketentuan untuk mencapai
hasil yang diinginkan.
Menimbang dan memperhatikan definisi-definisi di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa pada dasarnya kinerja adalah suatu prestasi yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaannya sesuai dengan
standar baku atau ketentuan yang ditetapkan untuk melaksanakan tugas-tugas
tertentu.
Kinerja juga merupakan proses dan hasil yang telah dicapai seorang pegawai
dalam mengelola dan menyelesaikan pekerjaan yang telah ditugaskan kepadanya
sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan. Sedangkan ukuran keberhasilannya
telah tertuang dalam uraian tugas yang diberikan kepadanya. Disamping itu,
ukuran keberhasilan ini juga harus disesuaikan dengan optimalisasi biaya yang ia
gunakan dan ketepatan penyelesaian pekerjaan tersebut sesuai dengan
perencanaan semula.
Lebih dari itu, ukuran keberhasilan kinerja ini lebih lengkapnya akan dapat
dilihat dari : kelengkapan sarana dan prasarana, dukungan sistem dan prosedur,
hubungan antar bagian, ketersedian anggaran yang memadai, optimalisasi
penggunaannya, dan pencapaian tujuan serta sasaran kegiatan seperti :
menyelamatkan keuangan negara dan memperlancar tugas auditan, kesesuaian
penyelesaian tugas dengan jadwal yang ditetapkan, ketepatan waktu penyusunan
LHP, dan penyesuaian tindak lanjut.
Di sisi lain, kinerja pegawai juga dapat diketahui dari seberapa besar
kontribusi tiap-tiap individu terhadap proses pelaksanaan unit kerjanya, dan
sebaliknya seberapa besar kontribusi unit kerja terhadap kebutuhan pada masalah
pada individu. Mekanisme kerja antara individu dalam unit kerja inilah yang
disebut kerjasama tim atau teamwork.
Teamwork adalah bentuk kerjasama ke arah untuk mencapai tujuan yang
sama, dalam artian terdapat suatu pikiran, perasaan, niat, cara dan tanggung jawab
masing-masing individu untuk bekerja sesuai dengan kemampuan, tugas dan
kewajibannya dalam mencapai tujuan yang sama, demikian menurut pendapat
Sudarmintdo ( 1997 : 1 ).
Pencapaian suatu tujuan dengan cara bersama-sama lebih baik dari
pencapaian tujuan secara individu, atau dengan kata lain, bahwa tujuan yang
dicapai secara teamwork lebih baik dari pada dicapai oleh bagian-bagaian anggota
tim secara terpisah. Dalam teamwork juga bukan berarti sesuatu yang
dilaksanakan harus sama dan serasi dalam pikiran tiap individunya, namun
perbedaan pemikiran, dan kepentingan itu mampu diselesaikan dengan baik
melalui cara, prosedur dan teknik bekerja yang telah disepakati. Kata teamwork
secara harfiah, filosifi, dan pendekatan dapat diuraikan sebagai berikut (
Anonimous, 1996 ) :Together, diartikan sebagai kebersamaan yang dapat lebih
memberikan keuntungan dalam menyelesaikan pekerjaan dari pada kerja sendiri.
Emphaty, adalah merupakan kemampuan untuk dapat memahami dan ikut
merasakan situasi yang dirasakan oleh orang lain secara tulus dan benar. Assit,
artinya merupakan kesediaan dalam memberikan bantuan kepada pihak lain yang
benar-benar memerlukan bantuan. Maturity, adalah kematangan dalam mengatasi
masalah dan tantangan yang dihadapi. Willingness, diartikan kesediaan untuk
bekerjasama secara bersahabat dan kooperatif. Organization, diartikan bertingkah
laku secara organisasi dalam interaksi pemecahan masalah atau krisis melalui
pihak lain. Respect, adalah merupakan kemampuan dan kemauan untuk saling
hormat dan menghargai diantara sesama anggota organisasi dalam pergaulan
sehari-hari. Kindness, adalah perilaku santun hormat dan baik dalam
memperlakukan sesama anggota organisasi sehingga dapat menjadikan
kebersamaan ini menjadi kenyamanan bersama.
Dari uraian di atas diperoleh kesimpulan bahwa kerjasama harus dibangun oleh
masing-masing individu yang menjalankan suatu kegiatan. Tanpa itu maka tidak
ada yang dinamakan kerjasama, karena pada hakekatnya kerjasama adalah
menyatukan berbagai macam kehendak dan kepentingan dalam rangka untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.
Dalam lembaga sekolah juga sangat dibutuhkan kerjasama yang solid antara
civitas akademika sehingga tercipta kinerja sekolah yang baik, dengan demikian
program dan tujuan dari sekolah tersebut dapat tercapai secara optimal. Untuk hal
tersebut, dibutuhkan konsesus atau kesepakatan terlebih dahulu antara civitas
akademika, minimal dalam hal ini terutama kepala sekolah dan guru.
C. KESIMPULAN
a. Kepemimpinan Kepala sekolah dan Kompetensi Guru memiliki peran
yang sangat penting terhadap kinerja sekolah, oleh karenanya seorang
kepala sekolah harus membekali dengan ilmu kepemimpinan (leadership),
menjiwainya serta mengimplementasikannya. Demikian juga guru harus
dibekali berbagai kompetensi agar menjadi guru yang professional.
b. Kinerja sekolah akan berhasil dengan baik jika didukung oleh
kepemimpinan kepala sekolah yang baik dan juga kompetensi yang
dimiliki guru dalam berbagai aspek yang dibutuhkan dalam pendidikan.
c. Kepemimpinan kepala sekolah yang baik apabila ia mampu mensinergikan
seluruh komponen pendidikan serta menggerakan mereka (civitas
akademika) untuk mampu menggunakan seluruh potensi, sarana prasana
dan media pendidikan secara optimal dan tepat guna (efektif), serta ia
(kepala sekolah) mampu bekerja sesuai TUPOKSI. Demikian juga, guru
yang kompeten, yaitu mereka yang memiliki persyaratan komponen guru,
bekerja sesuai TUPOKSI serta mampu menggunakan alat peraga, media
pendidikan serta sarana prasana secara optimal dan tepat guna (efektif).
D. DAFTAR PUSTAKA
1. Rao, 1986. Dasar untuk Administrasi Pendidikan. Edisi ke Lima. Penerbit : Erlangga Jakarta.
2. Ndraha, Taliziduhu, 2000. Ilmu Pemerintahan Jilid I-IV. Penerbit : Institut Ilmu Pemerintahan. Jakarta.
3. Moenir, A.S. 1987. Pendekatan Manusiawi dan Organisasi terhadap Pembinaan Kepegawaian. Penerbit : Gunung Agung. Jakarta.
4. Moehadjir, 1985. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Penerbit : PT. Remaja Rosda Karya. Bandung.
5. Idris, 1982. Administrasi Pendidikan : Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional. Penerbit : Angkasa. Bandung.
6. Hasibuan, Malayu, S.P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit : Bumi Aksara. Jakarta..
7. Handoko, T. Hani. 1988. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Penerbit : BPFE. Yogyakarta.
8. As’ad, Muhtar. 1995. Psikologi Industri. Penerbit : Liberty. Yogyakarta. 9. Elmer, Emile. 1961. Kepemimpinan Pendidikan Bagi Perbaikan dan
Peningkatan Pengajaran. Penerbit : Nur Cahya. Yogyakarta. 10. Sutarto. 1993. Dasar-Dasar Organisasi. Penerbit : Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta. 11. Syarif, R. 1991. Teknik Manajemen Latihan dan Pembinaan. Edisi Revisi.
Bandung : Angkasa. 12. Terry, George R, 1960, Asas-Asas Manajemen ( Principle of Management
), Bandung : Penerbit ALUMNI. 13. Umar, Husein, 1999, Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi,
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 14. Yukl, Gary. A dan Kenneth N. Wexley. 1992. Perilaku Organisasi dan
Psikologi Personalia. Penerbit : Rhineka Cipta. Jakarta. 15. Robbins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi. Jilid I. Penerbit
Preehalindo. Jakarta. 16. Schermerhon, Hunt & Osborn. 1991. Managing Organizatioanl Behavior.
John Wiley & Sons Inc. New York. 17. Shodiq, 1985. Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kepribadian,
Jakarta, pressindo. 18. Siregar, 1982. Administrasi Pendidikan. Penerbit : PT. Gunung Agung.
Jakarta. 19. Sudarminto, 1997. Manajemen Sumberdaya Manusia. Penerbit : BPFE.
Yogyakarta.
20. Suradinata, Ermaya, 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia-Suatu Tinjauan Wawasan Masa Depan. Penerbit : Ramadan Citra Grafika. Bandung.
21. Suradjiman. 1988. Landasan Manajemen Pendidikan. Penerbit : Remaja Rosdakarya. Bandung.
Biodata Penulis
* Ust. H. Abdul Hamid Arribathi, S.Ag, MM – dosen STMIK Raharja Kota Tangerang Banten.