manajemen preoperatif anastesi spinal pada herniotomi et causa hernia inguinalis lateralis sinistra...
TRANSCRIPT
Manajemen Preoperatif Anastesi Spinal pada Herniotomi Et Causa Hernia
Inguinalis Lateralis Sinistra Repponibel
Dibuat oleh: Mega Prawithasari,Modifikasi terakhir pada Sun 05 of Sep, 2010
[20:06] ABSTRAK
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan
penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/
subaraknoid juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok
intratekal. Hal –hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis obat, dosis
obat yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan
intraabdomen, lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien,
obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat. Di dalam cairan serebrospinal, hidrolisis
anestetik lokal berlangsung lambat. Sebagian besar anestetik lokal meninggalkan
ruang subaraknoid melalui aliran darah vena sedangkan sebagian kecil melalui
aliran getah bening. Lamanya anestesi tergantung dari kecepatan obat
meninggalkan cairan serebrospinal. Pada kasus ini dilakukan anastesi spinal
subarachnoid karena dilakukan pembedahan pada abdomen pada bagian bawah
sesuai dengan indikasi anastesi spinal.
Keywords: Anastesi spinal, subarachnoid, hernia Inguinalis lateralis repponibel
KASUS Seorang laki-laki berusia 70 tahun datang ke RSUD dengan keluhan pada
scrotum sebelah kiri membesar hilang timbul, pasien mengaku tidak merasa nyeri,
pasien mengaku scrotum sebelah kiri tampak membesar terutama bila pasien
mengangkat barang yang berat, maupun
saat pasien mengejan, keluhan dirasakan muncul sejak 2 tahun yang lalu. BAB tak
ada gangguan, flatus normal, tidak mual, tidak muntah, dan tidak ada keluhan
BAK. Riwayat hipertensi, jantung, diabetes mellitus, asma maupun alergi
disangkal. Riwayat merokok ada. Riwayat anastesi sebelumnya disangkal. Riwayat
penyakit keluarga : Riwayat hipertensi, jantung, diabetes mellitus, asma maupun
alergi disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: keadaan umum compos
mentis, TD 140/90 mmHg, Rr 20 x/menit, N 72 x/menit, T 36,8 oC, hasil
laboratorium dalam batas normal. Pada status lokalis: testis teraba 2 buah, tampak
benjolan di daerah inguinalis sinistra,yang bisa dimasukkan kembali, nyeri tekan
tidak ada, finger test ada teraba tekanan ketika pasien diminta untuk mengejan,uji
transluminasi tidak ada. Dokter merencanakan untuk dilakukan herniotomi.
DIAGNOSIS Diagnosis pasien adalah Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan penunjang maka: Diagnosa pre-operasi : Hernia Inguinalis Lateralis Sn
Repponibel;
Status operasi : ASA I . TERAPI Penatalaksanaan anastesi pada pasien antara lain:
Premedikasi berupa injeksi ondancentron HCL 4 mg intravena dan injeksi
ketorolac 30 mg intravena. Dilanjutkan loading cairan (infus) RL 500 ml.
Dilakukan regional anastesi berupa anastesi spinal dengan teknik subarachnoid
block atau SAB, dengan menggunakan jarum spinal ukuran 27 antara lumbal 4-5
disuntikan bupivacain 20 mg ditambah dengan clonidine hydrochloride 150 mcg.
Selama operasi berlangsung diberikan midazolam 3 mg intravena dan untuk
mempertahankan oksigenasi pasien diberikan O2 3 liter/menit. Operasi selesai
dalam waktu 1 jam, perdarahan dalam operasi kira-kira 70cc. Bila pasien tenang
dan stabil dengan Bromage score ≥ 3 maka dapat dipindah ke bangsal.
DISKUSI Pada kasus ini pasien seorang laki-laki berusia 70 tahun dengan
diagnosis Hernia Inguinalis lateralis sinistra repponibeldan akan dilakukan
herniotomi. Jenis anastesi yang digunakan adalah regional anastesi-anastesi spinal
dengan teknik subarachnoid block yaitu anastesi pada ruang subarachnoid kanalis
spinalis regio antara vertebra lumbal 4-5. Pemilihan teknik anastesi berdasarkan
pada faktor-faktor seperti usia, status fisik, jenis dan lokasi operasi, ketrampilan
ahli bedah, ketrampilan ahli anastesi dan pendidikan. Anestesi spinal (subaraknoid)
adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke
dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/ subaraknoid juga disebut sebagai
analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Dengan indikasi pada pasien
yaitu akan dilakukannya pembedahan pada daerah anogenital dimana indikasi
untuk anastasi spinal antara lain : bedah ekstremitas bawah, bedah panggul,
tindakan sekitar rektum-perineum, bedah obstetri-ginekologi, bedah urologi, bedah
abdomen bawah, dan pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri yang
dikombinasikan dengan anastesia umum ringan. Premedikasi yang digunakan pada
kasus ini adalah ondancentron HCL 4mg dan ketorolac 30 mg. Ondancentron
adalah suatu antagonis 5-HT3, diberikan dengan tujuan mencegah mual dan
muntah pasca operasi agar tidak terjadi aspirasi dan rasa tidak nyaman. Dosis
Ondancentron anjuran yaitu 0,05-0,1 mg/KgBB. Pemberian ketorolac sebagai
analgetik digunakan untuk mengurangi nyeri, dengan cara menghambat sintesis
prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid di SSP. Dosis awal
pemberian adalah 10-30 mg, dapat diulang setiap 4-6 jam, untuk pasien normal
dibatasi maksimal 90 mg; untuk manula, pasien dengan BB <50 kg atau faal ginjal
dibatasi maksimal 60 mg. Induksi anastesi pada kasus ini adalah dengan
menggunakan anastesi lokal yaitu bupivacain 20 mg ditambah dengan clonidine
hydrochloride 150 mcg. Bupivacain merupakan obat anastesi lokal yang
mekanismenya adalah mencegah terjadinya depolarisasi pada membran sel saraf
pada tempat suntikan obat tersebut, sehingga membran akson tidak dapat bereaksi
dengan asetil kolin sehingga membran tetap semipermeabel dan tidak terjadi
perubahan potensial. Hal ini menyebabkan aliran impuls yang melewati saraf
tersebut berhenti sehingga segala macam rangsang atau sensasi tidak sampai ke
sistem saraf pusat. Hal ini menimbulkan parestesia, sampai analgesia, paresis
sampai paralisis dan vasodilatasi pembuluh darah pada daerah yang terblock.
Bupivacain berikatan dengan natrium channel sehingga mencegah depolarisasi.
Dosis 1-2 mg/KgBB. Potensi 3-4x dari lidokain dan lama kerja 1-2x lidokain. Sifat
hambatan sensoris lebih dominan dibanding motoriknya. Penambahan clonidine
pada kasus ini dimaksudkan untuk memperpanjang durasi dari anastesi spinal.
Pemilihan obat anastesi lokal disesuaikan dengan lama dan jenis operasi yang
dilakukan Selama operasi pasien diberi midazolam 3 mg secara intravena, hal ini
dimaksudkan untuk menghilangkan kecemasan selama operasi berlangsung,
midazolam merupakan derivat dari benzodiazepin yang mempunyai khasiat sedasi
dan anticemas yang bekerja pada sistem limbik. Pemberian O2 3 liter/menit adalah
untuk menjaga oksigenasi pasien. Pada kasus ini tekanan darah pasien relatif stabil
walaupun memang mengalami penurunan dibanding tekanan darah saat pasien
masuk. Sehingga saat operasi berlangsung tidak diperlukan pemberian efedrin 10
mg intravena untuk membantu menaikkan tekanan darah pasien. Efedrin
merupakan vasopressor yang bekerja menstimuli reseptor alfa dan beta berakibat
pada peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan mempunyai efek relaksasi
otot polos bronkhus serta saluran cerna serta dilatasi pupil, dosis pemberian 5-10
mg dapat diulang setelah 10 menit. Pengelolaan cairan: Jam I, Maintenance cairan
2cc/KgBB/jam: 50 Kg x 2cc = 100 cc. Puasa 6 jam tidak dihitung karena sejak
puasa sudah terpasang RL. Stress operasi : 4 cc/KgBB/jam: 50 Kg x 4cc = 200 cc.
Jadi kebutuhan cairan jam I : 100cc + 200cc = 300cc/jam Setelah dilakukan operasi
diketahui jumlah perdarahan pada ksus ini adalah 70cc. EBV: 50 Kg x 75cc =
3750cc. EBV%: 70cc/3750cc x 100% = 1,87%. Karena perdarahan yang keluar
pada kasus ini < 20% EBV maka tidak diperlukan adanya transfusi darah.
Kebutuhan cairan dibangsal Maintenance 2cc/KgBB/jam : 50Kg x 2cc =
100cc/jam. Sehingga jumlah tetesan yang dibutuhkan jika menggunakan infus 1cc
∞ 15 tetes. Maka, 100cc/60 x 15tetes = 25 tetes/menit. Pasien pindah ke ruang
recovery dan dilakukan pemantauan keadaan umum, tekanan darah, respirasi dan
nadi. Bila pasien tenang dan stabil dengan bromage score ≥ 3 maka pasien
dapat dipindahkan ke bangsal , bromage score dipakai dalam penanganan pasien
post op dengan regional anastesi.
DAFTAR PUSTAKA 1. Latief, said. 2001. Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Jakarta: FKUI 2. Sari, Irma P. S. 2009. Anestetika Lokal.
http://www.scribd.com/doc/19566098/. Diakses 5 MeI 2010 3. Rochmawati, Anis.
2009. Makalah Tugas Farmakologi.
http://www.scribd.com/doc/30705426/29772928-Makalah-Tugas-Farmakologi-
i#source:facebook. Diakses 21 juli 2010 4. Marwoto. 2000. Perbandingan Mula
dan Lama Kerja Antara Lidokain- Buvivakain dan Buvivakain pada Block
Epidural. http://www.mediamedika.net/archives/105. Diakses 21 juli 2010 5.
Mutschler,E.1991.Dinamika Obat edisiV.Bandung:ITB PENULIS Mega
Prawithasari Lubis, Bagian Anastesi, RSUD Setjonegoro, Kab.Wonosobo, Jawa
Tengah Komentar Data E-CASE Presus Terbaru 1. Penatalaksanaan Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Komplikasi Ulkus DIabetik 2. Sindroma Nefrotik
Pada Anak 3. Hernia Inguinalis Lateralis 4. Asma Pada Kehamilan 5. Penegakkan
Diagnosis Blighted Ovum 6. IUFD pada Gestasional Diabetes Melitus 7. Diare
Cair Akut Pada Anak 8. BENIGNA HIPERPLASIA PROSTAT 9.
Penatalaksanaan ß-Thalassemia 10. Kejang Demam Komplek pada Anak Usia 2
tahun dengan Gastroenteritis. Show More… September 2012 < < > > Sun Mon
Tue Wed Thu Fri Sat 25 26 27 28 29 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3 4 5 6 Today User Online Kita
memiliki 0 user sedang online Statistik Server * Execution time: 1.88s * Memory
usage: 11.02MB * Database queries: 80 * DB time: 0.474s 25.2% * GZIP: Enabled
* Server load: 3.06 UMY E-CASE