manajemen pendidikan editor: hidayatus syarifah

191

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH
Page 2: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH
Page 3: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

MANAJEMEN PENDIDIKAN

Aplikasi, Strategi, dan Inovasi

JEJEN MUSFAH

EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Page 4: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

PENGANTAR EDITOR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillah, buku ini telah hadir di hadapan pembaca. Shalawat dan salam

semoga senantiasa dicurahkan oleh Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW.,

keluarga, sahabat, dan pengikut sunnahnya.

Buku ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan penulis dari beberapa

tema dan sasaran penelitian. Cakupan kajiannya tidak hanya seputar permasalahan

dalam lingkup pendidikan formal di tingkat sekolah dan madrasah, namun juga

Perguruan Tinggi (PT). Selain itu, juga dikaji permasalahan di lingkup pendidikan

non-formal, pesantren dan homeschooling. Harapannya, buku ini dapat membuka

cakrawala pengetahuan tentang masalah-masalah pendidikan, khususnya bidang

manajemen pendidikan.

Secara khusus, buku ini ini diperuntukkan bagi: 1) Mahasiswa dan dosen S1,

S2, dan S3 pada mata kuliah Manajemen Pendidikan di Program Studi Manajemen

Pendidikan; 2) Mahasiswa S1, S2, dan S3 pendidikan pada umumnya; 3)

Penyelenggara dan pimpinan pendidikan di level dasar, menengah, dan tinggi; 4)

Peneliti bidang kebijakan dan praksis pendidikan; dan 5) pejabat pemerintah bidang

pendidikan sebagai bahan pengambilan kebijakan.

Proses pendidikan, sebuah jembatan atas anugerah Tuhan bagi manusia

untuk memanusiakan dirinya. Ada yang panjang, pendek, berliku atau lurus.

Bagaimana manusia dapat melewati dan mencapai keberhasilannya. Semua

bergantung pada usaha individu. Selainnya adalah aspek pendukung. Pencapaian

pendidikan yang ditempuh, besar kecilnya dipengaruhi oleh manajemen yang tepat,

terarah, dan berkualitas. Tata kelola pendidikan sebagai sebuah sistem, memiliki

berbagai aspek yang saling berkaitan. Mulai dari visi, misi, tujuan, kompetensi

pendidik, kemampuan peserta didik, kurikulum, metode, biaya, hingga evaluasi.

Perlu kerja keras dan kerja sama berbagai pihak untuk mewujudkan manajemen dan

pendidikan yang bermutu.

Apresiasi atas penerbitan buku ini perlu diberikan kepada beberapa pihak.

Ucapan terima kasih yang tulus diberikan kepada penerbit Prenada Media yang

Page 5: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

bersedia menerbitkan buku ini. Penerbitan buku ini diharapkan mampu

menjangkau khalayak pembaca yang lebih luas tentang pentingnya manajemen

pendidikan. Keberlangsungan penerbitan dan stock buku ini diharapkan dapat

terjaga, jika ia mendapatkan sambutan yang positif dari masyarakat pembacanya.

Ungkapan terima kasih juga dihaturkan kepada penulis sekaligus dosen saya

yang telah memberikan kepercayaan kepada saya sebagai editor. Beberapa bagian

buku merupakan hasil penelitian penulis dengan peneliti lainnya, yaitu Bapak A.

Mushtofa Asrori, Ibu Mariatul Kiftiah, Ibu Sri Purwanti, Ibu Nurfitriyani, dan Ibu

Widya Ningsih. Terima kasih juga kepada Kang Dede Munandar, serta berbagai

pihak yang mendonasikan ketulusan do’a, dukungan dan bantuan dalam

penyelesaian buku ini. Semoga Tuhan menghadiahkan nikmat dan karunia atas

kebaikan dan usaha yang tulus pihak-pihak yang telah disebutkan.

Semoga buku ini dapat menaburkan manfaat bagi pembaca. Meskipun

demikian, buku ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, tegur sapa, dan

saran konstruktif dari pembaca akan sangat berharga untuk penyempurnaan buku

ini di kemudian hari. Wallahu a’lam.

Jakarta, 12 Januari 2018

Editor,

Hidayatus Syarifah

Page 6: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

DAFTAR ISI

Pengantar Editor .........................................................................................................

Daftar Isi .......................................................................................................................

Bagian I Pendahuluan

A. Latar Belakang ..............................................................................

B. Perumusan Masalah .....................................................................

C. Manfaat ..........................................................................................

D. Metode Penelitian .........................................................................

Bagian II Manajemen Sekolah, Madrasah dan Pesantren

A. Madrasah Unggul: Studi Kasus MAN Yogyakarta I ..............

B. Pembentukan Budaya Disiplin di SMK Negeri 18 Jakarta .....

C. Pengembangan Kompetensi Pedagogik Guru SMK ...............

D. Implementasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

di SMAN 37 Jakarta .....................................................................

E. Pengembangan Kurikulum di Komunitas Homeschooling

Kak Seto Pusat ..............................................................................

F. Pesantren Pendidik Perempuan:

Perguruan Diniyyah Putri Lampung ........................................

Bagian III Manajemen Perguruan Tinggi

A. Problem dan Solusi PPL Mahasiswa LPTK ..............................

B. Penelitian Ilmiah: Studi Kasus Dosen Magister PAI FITK

UIN Jakarta ....................................................................................

C. Kontiunitas Dakwah Walisongo:

Fakultas Keagamaan UIN ...........................................................

Biodata Penulis ............................................................................................................

Biodata Editor ..............................................................................................................

Page 7: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

BAGIAN I

PENDAHULUAN

Page 8: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia membutuhkan pendidikan, baik bagi kebutuhan akalnya (otak)

maupun jiwanya (hati). Pemenuhan atas kebutuhan jiwa dan akal tersebut

diyakini dapat membentuk seseorang yang berkarakter, berilmu, dan

berketerampilan. Pendidikan yang dapat menghasilkan demikian merupakan

pendidikan yang berkualitas.

Bagaimana menciptakan pendidikan yang berkualitas? Diperlukan sinergi

positif antara Manajemen 8 Standar Pendidikan (Isi/ Kurikulum, Pendidik,

Peserta Didik, Proses, Pengelolaan, Sarana dan Prasarana, Pembiayaan, dan

Evaluasi), Kepemimpinan, dan Pemangku Kepentingan. Tiga aspek tersebut

tidak dapat dipisahkan.

Dalam buku ini disajikan berbagai problematika praktik pendidikan. Sudut

pandang pengkajiannya adalah bidang Manajemen Pendidikan. Paparan

problematika ini dapat dijadikan khazanah pengetahuan, guna mewujudkan

pendidikan yang berkualitas melalui implementasi tiga aspek di atas.

Permasalahan yang dikemukakan merupakan latar belakang dari penelitian-

penelitian yang telah dilakukan, antara lain:

Pertama, sekolah/ madrasah yang unggul mampu mengelola budaya

sekolah dengan baik. Budaya tersebut, dapat meminimalisir tindak negatif di

kalangan remaja, seperti tawuran, penyalahgunaan narkotika, dan lain

sebagainya. Tentu, pengelolaan budaya tersebut tidak mudah. Selain itu,

penguatan sains dan pengembangan life skills juga termasuk di dalam

pengelolaannya. Bagaimana mewujudkan siswa yang berkarakter dan dapat

hidup di masyarakat setelah lulus? Tentu karena bekal kompetensi-kompetensi

yang telah dimilikinya saat menempuh pendidikan di sekolah/ madrasah.

Kedua, pembentukan budaya disiplin di sekolah sangat diperlukan dalam

rangka peningkatan mutu pendidikan. Sekolah/ madrasah masih minim

melaksanakannya. Pasalnya, sekolah/ madrasah banyak yang lebih

mengutamakan aspek pengetahuan peserta didik dan mengabaikan

Page 9: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

pembentukan sikap. Banyak faktor yang menyebabkan budaya disiplin di

sekolah tidak kondusif, antara lain: lemahnya kepemimpinan kepala sekolah,

lemahnya implementasi tata tertib, belum optimalnya proses sosialisasi budaya

disiplin, minimnya usaha penanaman nilai disiplin di sekolah, disiplin kerja

guru masih rendah, dan belum efektifnya pemberian reward dan punishment.

Ketiga, keterbatasan SDM yang berkualitas merupakan akar dari persoalan

bangsa kita dewasa ini. Salah satu sarana untuk mewujudkan upaya

pengembangan SDM tersebut yaitu melalui pendidikan. Guru merupakan

komponen yang paling menentukan dan pemegang peranan penting dalam

proses belajar mengajar. Menjadi guru merupakan profesi yang sangat berat dan

hanya bisa dilakukan oleh guru yang kompeten dan ahli dibidangnya. Namun

realitanya, saat ini masih banyak guru yang belum mampu mengelola proses

pembelajaran di kelas dengan baik. Faktornya, antara lain: 1) Mayoritas sekolah

yang tidak memiliki program pengembangan kompetensi guru; 2) Sekolah

kurang melakukan perencanaan terhadap pengembangan kompetensi guru; 3)

Lemahnya pembinaan kepala sekolah terhadap kompetensi guru; 4) Rendahnya

motivasi guru untuk mengembangkan kompetensi yang dimilikinya; dan 5)

Belum maksimalnya evaluasi yang dilakukan kepala sekolah dalam

mengembangkan kompetensi pedagogik guru.

Keempat, beban pembiayaan pendidikan diringankan oleh adanya BOS

(Biaya Operasional Sekolah), yang merupakan hasil pengurangan subsidi BBM

oleh pemerintah sejak tahun 2005. Alokasi dana BOS sesuai dengan RAPBS,

seperti pengadaan buku LKS, kegiatan mid dan ujian semester serta uang SPP

bulanan bagi yatim dan dhu’afa. Meskipun demikian, peran BOS untuk

menyelenggarakan pendidikan gratis secara total, belum dapat dilaksanakan

karena sebagian besar dana digunakan untuk mencukupi honor guru swasta

dan biaya operasional lain.

Kelima, praktik pendidikan tidak hanya berbentuk formal, namun juga

terdapat non-formal dan informal. Ketiganya memiliki karakterisik masing-

masing. Salah satu alternatif pilihan bagi masyarakat adalah Homeschooling.

Banyak faktor pendiriannya, seperti: adanya ketidakpuasan masyarakat (orang

Page 10: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

tua) dengan pendidikan sekolah formal mulai dari guru yang kurang

memperhatikan keadaan psikologis siswa karena jumlah siswa dalam 1 kelas

yang terlampau banyak, fasilitas di sekolah yang kurang memadai, guru kurang

menguasai materi pelajaran hingga metode pembelajaran yang monoton dari

tahun ke tahun, atau bahkan karena hal lainnya. Praktik homeschooling sendiri

tidak hanya memiliki banyak manfaat, namun juga kelemahan-kelemahan.

Meskipun demikian, demi menciptakan pendidikan berkualitas melalui

homeschooling diperlukan inovasi, penguatan, dan ketepatan dalam merancang

kurikulum. Artinya, meskipun bukan tergolong sekolah formal, namun tetap

harus merancang dan mengembangkan kurikulumnya.

Keenam, terjadi kesenjangan gender dalam berbagai bidang, khususnya

pendidikan. Perempuan memiliki peran yang tidak kalah penting dengan laki-

laki, baik dalam kehidupan keluarga maupun bermasyarakat. Dengan demikian,

perempuan dituntut berpendidikan dan berketerampilan. Ide mendirikan

lembaga pendidikan khusus putri dengan tujuan melahirkan ibu pendidik yang

terampil dan pandai berwirausaha sangat relevan dari dulu hingga sekarang.

Ketujuh, pencapaian empat kompetensi bagi calon guru adalah hal yang

mutlak. Tidak mudah melahirkan calon guru kompeten. Selain faktor mutu

masukan mahasiswa LPTK, mutu proses pembelajaran teori dan praktik di

kampus dan PPL sangat penting bagi pembentukan calon guru kompeten. PPL

keguruan adalah satu cara yang harus ditempuh oleh mahasiswa calon guru

agar menjadi guru profesional. Model PPL di setiap LPTK sangat beragam, baik

dari sisi lama waktu maupun ruang lingkup PPL. Dengan demikian, LPTK perlu

menyusun kurikulum dengan baik, khususnya dalam program PPL.

Kedelapan, dosen memiliki tiga tugas utama, yakni pengajaran, penelitian,

dan pengabdian masyarakat. Diantara indikator PT kelas dunia adalah kuantitas

dan kualitas penelitian yang dilakukan dosen. Karena itu, PT harus mendesain

program yang mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas penelitian dosen,

sehingga bisa diakui secara nasional dan internasional. Meskipun demikian,

tingkat kesadaran dosen untuk melakukan penelitian masih minim dengan

didukung melalui beberapa data dalam penelitian.

Page 11: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Kesembilan, program studi keagamaan adalah tempat untuk melahirkan para

ahli agama atau ulama. Terjadi degradasi jumlah peminat program studi

keagamaan di UIN dibandingkan program studi umum. Terlebih UIN sendiri,

mayoritas menggunakan nama Walisongo. Sebagaimana diketahui bahwa

dakwah Walisongo jelas bertujuan islamisasi tanah Jawa, mencetak kader ulama,

dan menghiasi masyarakat dengan karakter islami. Fakultas-fakultas keagamaan

di UIN yang merupakan kontinuitas perjuangan dakwah Walisongo

menghadapi tantangan berat saat ini.

Sembilan permasalahan pokok di atas, menjadi konsen dalam penelitian

penulis—sebagaimana tecermin dalam bab-bab buku ini. Melalui penelitian

pustaka atau studi konten dan penelitian lapangan jawaban atas permasalahan-

permasalahan di atas diharapkan memperkaya khazanah keilmuan manajemen

pendidikan Islam dan menjadi panduan atau pertimbangan pengelola dan

pejabat pendidikan tingkat lokal maupun nasional.

B. RUMUSAN MASALAH

Berbagai pemaparan problematika yang telah dikemukakan dalam latar

belakang di atas, untuk kemudian dapat dirangkai rumusan masalah. Rumusan

masalah yang dikemukakan merupakan pokok permasalahan secara general

dalam delapan permasalahan penelitian –sebagaimana dikemukakan dalam

latar belakang.

1. Bagaimana menciptakan sekolah/ madrasah yang unggul dan berbudaya?

2. Bagaimana membentuk guru yang kompeten secara paedagogik?

3. Bagaimana implementasi dana BOS sebagai salah satu beban pembiayaan

pendidikan?

4. Bagaimana cara mengembangkan kurikulum di Homeschooling?

5. Bagaimana implementasi pesantren pendidik khusus bagi perempuan?

6. Bagaimana solusi yang tepat bagi problem PPL mahasiswa?

7. Bagaimana kualitas penelitian ilmiah dosen?

8. Bagaimana eksistensi Fakultas Keagamaan di UIN di era globalisasi?

Page 12: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

C. MANFAAT

Secara teoritis, buku ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan

bidang Manajemen Pendidikan Islam.

Adapun secara praktis, buku ini dapat dijadikan panduan bagi pendidik dan

tenaga kependidikan dalam tugasnya masing-masing di Sekolah/ Madrasah,

serta bagi pemegang kebijakan dalam penyusunan program dan pengambilan

keputusan di bidang pendidikan.

D. METODE PENELITIAN

Semua penelitian yang ada dalam buku ini menggunakan pendekatan

kualitatif, dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Pengumpulan data

dilakukan dengan menggunakan teknik observasi partisipatif, wawancara

mendalam, dan dokumentasi. Teknik analisis data meliputi reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pengecekan keabsahan data

dilakukan dengan cara perpanjangan kehadiran peneliti, pengamatan terus

menerus dan cermat, serta teknik triangulasi dengan menggunakan berbagai

sumber, metode, dan teori.

Page 13: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

BAGIAN II

MANAJEMEN SEKOLAH, MADRASAH, DAN PESANTREN

Page 14: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

MADRASAH UNGGUL:

Studi Kasus Man Yogyakarta I

Pendahuluan ♦ Tentang MAN Yogyakarta I ♦ Pengembangan Karakter ♦

Pengembangan Sains ♦ Pengembangan Life Skills (Vokasional) ♦ Penutup

A. PENDAHULUAN

Pendidikan adalah upaya pembentukan generasi yang berkarakter, berilmu,

dan berketerampilan. Upaya tersebut tidak mudah, kecuali siswa berada di

madrasah yang bermutu. Madrasah yang tidak hanya memiliki visi yang bagus,

tetapi memiliki kepala madrasah, guru, fasilitas, lingkungan, dan kurikulum

yang bagus. Cirinya adalah madrasah dan siswa memiliki prestasi dalam bidang

akademik dan non-akademik, baik level nasional maupun regional.

Pembentukan karakter pada usia remaja bukan hal mudah. Data

menunjukkan bahwa angka tawuran pelajar bukannya menurun malah semakin

meningkat. Hermawan (2013) menulis, “Komisi Nasional Perlindungan Anak

(Komnas Anak) mencatat ada 229 kasus tawuran pelajar sepanjang Januari

hingga Oktober tahun 2013. Jumlah ini meningkat sekitar 44 persen dibanding

tahun lalu yang hanya 128 kasus. Dalam 229 kasus kekerasan antar pelajar SMP

dan SMA itu, 19 siswa meninggal dunia.”

Tingkat pergaulan bebas dan penggunaan narkoba di kalangan remaja juga

sangat mengkhawatirkan. Mahardika (2013) menulis, “berdasarkan data dari

BKKBN tahun 2013, anak usia 10-14 tahun yang telah melakukan aktivitas seks

bebas atau seks atau seks di luar nikah mencapai 4,38 persen, sedang pada usia

14-19 tahun sebanyak 41,8 persen telah melakukan aktivitas seks bebas. Data

lain mengatakan bahwa tidak kurang dari 700.000 siswi melakukan aborsi setiap

tahunnya. Selain itu penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar dan

mahasiswa cukup mengkhawatirkan, yaitu sebanyak 921.695 orang (4,7

persen).”

Kualitas pelajar Indonesia juga sangat rendah. Febrialdi (2013) menulis,

“pada tahun 2012 lalu PISA (Programme Internationale for Student Assesment) telah

Page 15: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

melakukan survei terhadap 65 negara di dunia mewakili 80% ekonomi global

dunia. Lebih dari 510 ribu pelajar yang berusia 15 tahun dan 16 tahun telah

menjalani tes yang diadakan selama dua jam. Ujian yang dilakukan meliputi:

Matematika, Membaca, Ilmu pengetahuan ilmiah (Sains). Jumlah siswa yang

ikut tes ini mewakili 28 juta dari total populasi 80% penduduk dunia. Tes

dilakukan selama dua jam dengan kombinasi soal ujian pilihan ganda dan

terbuka. Kepala sekolah juga ikut berpartisipasi pada tes ini dengan menjawab

beberapa pertanyaan tentang latar belakang siswanya, tentang sekolahnya, serta

wawasan tentang lingkungan sekitarnya, dan sistim yang dipakai dalam proses

pengajaran. Peringkat siswa Indonesia berada posisi 64 dari 65 negara. Indonesia

hanya lebih baik dari negara Peru yang menempati posisi paling buncit dalam

survei ini.”

Terkait dengan life skill atau vokasi, berdasarkan data dari Badan Pusat

Statistik, “Jumlah pengangguran pada Februari 2014 mencapai 7,2 juta orang,

dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) cenderung menurun, dimana TPT

Februari 2014 sebesar 5,70 persen turun dari TPT Agustus 2013 sebesar 6,17

persen dan TPT Februari 2013 sebesar 5,82 persen.”

Berdasarkan data-data tersebut, sekolah perlu melakukan review kurikulum

guna mengantisipasi tawuran pelajar, perilaku menyimpang remaja, dan

membekali alumni dengan life skill, yaitu dengan kurikulum yang berorientasi

pada pembentukan karakter dan life skill. Penguatan bidang sains adalah hal

lainnya. Selanjutnya, perbaikan manajemen sekolah dalam pengembangan

sumber daya, dan efektivitas fasilitas sekolah.

Perhatian terhadap pentingnya masalah nilai ini tercantum dalam UU No.

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Poin 1, bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Page 16: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Pengelolaan budaya sekolah yang baik merupakan solusi dari permasalan di

atas. Budaya sekolah dapat dipelajari dari manifes-manifes yang muncul dalam

bentuk-bentuk perilaku dan simbol-simbol karakteristik sekolah. Madrasah

dikenal memiliki keunggulan dalam pembentukan karakter siswa, karena tidak

pernah siswanya tawuran. Kecuali keunggulan karakter, madrasah juga

mengembangkan sains dan vokasional sebagai bekal kompetensi kepada

siswanya.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis praktik keunggulan Madrasah

Aliyah Negeri Yogyakarta I, yaitu keunggulan karakter, keunggulan sains, dan

keunggulan vokasional. Penelitian dilakukan pada Juni hingga Oktober 2011,

dengan biaya dari Lembaga Penelitian (Lemlit) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

B. PROFIL MAN YOGYAKARTA I

1. Letak Geografis

MANSA secara geografis terletak di daerah paling utara wilayah Kota

Yogyakarta, karena kurang lebih 100 m ke arah utara sudah memasuki

wilayah Kabupaten Sleman. Kondisi ini sangat mendukung sebagai tempat

pembelajaran siswa, dengan ketenangan dan berdampingan dengan sentra

pendidikan tinggi yang terkenal di Indonesia seperti UGM, UII, dan UNY. Di

Wilayah Kecamatan Gondukusuman juga terdapat SMA negeri dan swasta,

beberapa pendidikan non formal/ bimbingan belajar, toko buku, dan fotocopy

sehingga memacu siswa dalam peningkatan prestasi.

Seiring dengan perkembangan wilayah kota ke arah utara (Jalan

Kaliurang) terjadi berbagai perubahan, terutama jalur transportasi yang

menuju MANSA mudah dijangkau berbagai tipe dan jalur angkutan, serta

makin berkembangnya kawasan di lingkungan tersebut sebagai pusat

pertokoan.

Secara Geografis letak MAN Yogyakarta I dapat digambarkan sebagai

berikut: Sisi Utara berbatasan dengan Jl. Sekip Universitas Gadjah Mada; Sisi

Barat berbatasan dengan kampus Universitas Gadjah Mada (FISIPOL); Sisi

Page 17: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Selatan berbatasan dengan Jl. Kampung Terban; Sisi Timur berbatasan

dengan Jl. C. Simanjuntak.

2. Visi dan Misi

Visi MANSA adalah UngguL, ILmiah, AmaLiyah, IBAdah, dan

Bertanggungjawab (ULIL ALBAB); Terwujudnya lulusan Madrasah yang

unggul di bidang iman–taqwa (imtaq) dan iptek, berfikir ilmiah, mampu

mengamalkan ajaran agama, tekun beribadah, bertanggung jawab dalam

kehidupan bermasyarakat dan pelestarian lingkungan.

Sedangkan misinya adalah: a) Menumbuhkan dan meningkatkan

keimanan, ketaqwaan dan ibadah serta akhlakul karimah sehingga menjadi

pedoman hidup; b) Menumbuhkembangkan nilai sosial dan budaya bangsa

sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak; c) Melaksanakan proses

pendidikan dan pengajaran secara efektif dan efisien agar siswa dapat

berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki; d)

Meningkatkan pembelajaran terhadap siswa melalui pendidikan yang

berkarakter unggul, berbudaya, aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan; e)

Menumbuhkan semangat juang menjadi yang terbaik kepada siswa dalam

bidang akademik dan nonakademik; f) Mempersiapkan dan menfasilitasi

siswa untuk studi lanjut ke perguruan tinggi; dan g) Menumbuhkan rasa

tanggung jawab dalam berkehidupan di masyarakat dan pelestarian

lingkungan.

Kepala madrasah menjalankan perannya dengan baik, seperti

memastikan bahwa visi tersebut dipahami oleh guru dan tenaga

kependidikan, dan menyiapkan kurikulum, fasilitas, dan program-program

untuk tercapainya visi tersebut. Kepala madrasah merasa mampu mencapai

visi tersebut karena visi dirumuskan bersama-sama dengan guru dan tenaga

kependidikan, dan mereka punya komitmen yang sama untuk mencapainya.

Guru dan tenaga kependidikan memahami dengan baik visi dan misi

madrasah, dan tahu bagaimana mewujudkan visi dan misi tersebut. Guru dan

tenaga kependidikan menjalankan tugasnya masing-masing dengan baik

Page 18: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

demi tercapainya visi madrasah ini. Visi itu mencerminkan pembentukan

siswa yang berkarakter, menguasai sains, dan menguasai keterampilan sesuai

bakat masing-masing siswa.

Visi dan misi madrasah menunjukkan orientasi pada pengembangan

karakter, pengetahuan, dan keterampilan. Visi dan misi ini untuk

menyiapkan siswa menjadi generasi yang dewasa, berpengetahuan luas, dan

terampil di bidang tertentu.

C. PENGEMBANGAN KARAKTER

Sekolah merupakan tempat yang bisa mengembangkan karakter/ budaya,

pengetahuan, dan keterampilan siswa melalui kurikulum yang dijalankan secara

baik dan konsisten. Pendidikan dan pembelajaran bertujuan melahirkan siswa

yang kompeten. Jarvis (1983: 35) mengungkapkan tiga elemen kompetensi,

yaitu: 1) pengetahuan dan pemahaman, mencakup disiplin akademik, elemen

psikomotor, hubungan interpersonal, dan nilai-nilai moral; 2) keterampilan-

keterampilan, mencakup melaksanakan prosedur-prosedur yang bersifat

psikomotorik dan berinteraksi dengan orang lain; dan 3) sikap-sikap profesional,

mencakup pengetahuan tentang profesionalisme, komitmen emosi terhadap

profesionalisme, dan kesediaan untuk bertindak secara profesional.

Lebih lanjut UNESCO (Delors, 1997) menekankan pentingnya empat pilar

yang harus dilakukan dalam semua proses pendidikan, yaitu: belajar untuk

mengetahui (learning to know); belajar untuk berbuat (learning to do); belajar

untuk mandiri (learning to be); dan belajar untuk hidup bersama (learning to live

together).

Survey yang dilakukan oleh Harvard Seminar Participans mengenai keinginan

dan kebutuhan warga USA terhadap pendidikan umum atau sekolah-sekolah di

Amerika Serikat menunjukkan hasil: 16 persen ilmu pengetahuan, 32 persen

keterampilan, dan 52 persen nilai, (Reeves, 2002: 76). Di samping cerdas dan

terampil, keluaran sekolah harus berakhlak.

Henderson (1960: 114) menulis, “We can find the basis for morality in our own

natures, in the conduct necessary to realize our best potentialities and the kind of society

Page 19: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

in which man could live as man”. Peserta didik pada dasarnya mengetahui nilai-

nilai moral, tugas pendidik adalah menguatkan dan membimbing mereka agar

cenderung pada kebaikan, menghindari dan mencegah keburukan.

MANSA merumuskan nilai-nilai keunggulan, yaitu: UngguL, ILmiah,

AmaLiyah, IBAdah dan Bertanggungjawab (ULIL ALBAB). Pembentukan

karakter/ budaya dilakukan melalui kurikulum dan pembiasaan, baik melalui

kegiatan rutin, spontan, maupun keteladanan, serta kegiatan yang terprogram.

Madrasah ini menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).

Pendidikan karakter terintegrasi dalam kurikulum MANSA, tepatnya dalam

setiap mata pelajaran. Penanaman karakter diintegrasikan ke dalam setiap

materi pelajaran. Materi pelajaran dan kegiatan pembelajaran mengandung nilai

tertentu yang diupayakan bisa dimiliki oleh siswa. Strategi pembelajaran

dilakukan dengan berbasis masalah, kerjasama, dan kerja. Proses pembelajaran

dilakukan dengan menggunakan metode Aktif, Interaktif, Komunikatif, Efektif,

dan Menyenangkan (PAIKEM).

Kurikulum harus sejalan dengan budaya dan karakter bangsa. Mata

Pelajaran Muatan Lokal yang diajarkan adalah Bahasa Jawa, Bahasa Perancis,

Kewirausahaan, dan Karya Tulis Ilmiah (KTI). Kecuali itu, MANSA juga

memberikan pelajaran tambahan kepada para siswa dan guru, seperti pelatihan

pemadam kebakaran, workshop anti narkoba, dan seminar persahabatan.

Para pengembang kurikulum harus memerhatikan aspek moral, seperti

ditulis John D. McNeil (1977: 213-4), “People are becoming increasingly aware that

without a moral base, no governmental, technological, or material approach to these

issues will suffice. Hence, curriculum developers, too, are animated by an undercurrent

of moral concern”. Penanaman nilai bisa dilakukan melalui pengintegrasian nilai

ke dalam kurikulum. Karena itu, para guru harus diberi pemahaman atau

pelatihan tentang cara mengintegrasikan nilai tersebut ke dalam setiap materi

pelajaran. Dengan demikian, guru berada di garda depan penyadaran dan

pengembangan nilai.

Page 20: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Di MANSA disediakan fasilitas asrama bagi siswa Jurusan Agama. Di

asrama para siswa dididik secara intensif untuk menguasai materi keagamaan

dan keunggulan karakter yang berbasis pada agama.

Kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan di MANSA untuk pengembangan

diri para siswa, yaitu: Kepramukaan, UKS, PMR, seni budaya, karya ilmiah, dan

pecinta alam. Untuk mendukung kegiatan ekstrakurikuler tersebut disediakan

ruangan khusus untuk masing-masing pengurus ekstrakurikuler. Keikutsertaan

siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler akan mengembangkan nilai-nilai positif

yang ada dalam dirinya, seperti: disiplin, tanggung jawab, cinta lingkungan, dan

peduli sesama.

Kecuali itu, madrasah juga memiliki kegiatan rutin seperti piket kelas,

jama’ah zuhur, dan kuliah tujuh menit; kegiatan spontan seperti berterima kasih,

membuang sampah pada tempatnya, dan meminta memberi maaf; kegiatan

keteladanan seperti ikhlas, berkomitmen, dan berdisiplin; dan kegiatan

terprogram seperti upacara bendera, baca-tulis Quran, dan lomba kebersihan

(lihat lampiran 1). Kegiatan siswa dan guru selama di madrasah itu mendukung

pembentukan karakter/ budaya, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Di

madrasah ada masjid dua lantai yang digunakan untuk salat. Madrasah menjadi

juara tingkat nasional dalam hal kebersihan, menunjukkan karakter bersih dan

cinta lingkungan.

Kotter dan Heskett (1992: 3-4) menulis bahwa budaya adalah “the qualities of

any specific human group that are passed from one generation to the next.” Deal dan

Peterson (1990: 4) mengartikan budaya sekolah sebagai “Deep patterns of values,

beliefs, and traditions that have formed over the course of the school’s history”.

Budaya sekolah adalah pengetahuan dan hasil karya cipta komunitas

sekolah yang berusaha ditransformasikan kepada peserta didik, dan dijadikan

pedoman dalam setiap tindakan komunitas sekolah. Pengetahuan dimaksud

mewujud dalam sikap dan perilaku nyata komunitas sekolah, sehingga

menciptakan warna kehidupan sekolah yang bisa dijadikan cermin bagi siapa

saja yang terlibat di dalamnya.

Page 21: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Ormord (2003: 136) menulis, “Many aspects of moral thinking and moral

behavior are apparently influenced by observation and modeling”. Keteladanan tidak

cukup hanya dijelaskan, tetapi harus diwujudkan dalam perilaku kepala

sekolah, guru, dan tenaga kependidikan.

Para peserta didik akan hidup dalam masyarakat, karena itu para guru

perlu mengkomunikasikan persoalan sosial, etik, dan konsekuensi politis dari

suatu perbuatan (Pinar, 2004: 16). Guru menyadari bahwa esensi pendidikan

adalah menjadikan peserta didik yang bermoral dan religious. Bahkan menurut

Whitehead (1957: 26), “The essence of education is that it be religious”.

Proses pendidikan moral itu kadang tidak disadari oleh guru, padahal

mereka telah menjalankannya. Hal ini seperti ditulis Kohlbergh (1981: 6),

“Although moral education has a forbidding sound to teachers, they constantly practice

it. They tell children what to do, make evaluations of children’s behavior, and direct

children’s relations in the classrooms. Some times teachers do these things without being

aware that they are engaging in moral education, but the children are aware of it”.

Beberapa aspek penting pendidikan dalam teladan ditulis Ajami (2006: 131),

yaitu: a) Manusia saling memengaruhi satu sama lain melalui ucapan,

perbuatan, pemikiran, dan keyakinan; b) Perbuatan lebih besar pengaruhnya

dibanding ucapan; dan c) Metode teladan tidak membutuhkan penjelasan.

Ajami (2006: 133) menulis, “Para murid bisa lupa perkataan pendidik, tapi

mereka tidak akan pernah melupakan sikap dan perbuatannya”.

Sekolah harus menanamkan sejak dini nilai-nilai utama pada siswa,

sehingga kelak mereka mampu mengamalkan nilai-nilai utama tersebut dalam

kehidupan nyata di masyarakat—apa pun profesi mereka. Menurut Kohlberg

(Crain, 2000: 165), “Wanted to see people advance to the highest possible stage of moral

thought. The best possible society would contain individuals who not only understand

the need for social order, but can entertain visions of universal principles, such as justice

and liberty”.

Bruner (1973: 52) menulis, “For the limits of growth depend on how a culture

assist the individual to use such intellectual potential as he may posses”.

Page 22: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Aktivitas, program, dan lingkungan sekolah harus mengajarkan pada siswa

tentang nilai-nilai utama, sehingga mereka bukan hanya tahu baik-buruk, tetapi

menjalankannya dalam kenyataan dan interaksi sehari-hari di sekolah.

Gustafson (1970: 7) menulis, “Morality cannot remain merely an intellectual exercise;

it must be put to the test, and children must see it put to the test by themselves and by

others around them in and out of the schools...Morality is put to the test every day in

schools, and we teachers are often found wanting in it.” Ketika siswa terbiasa dengan

perilaku, sikap, dan ucapan yang utama di sekolah, maka nilai-nilai utama bisa

menjadi budaya bagi mereka, yang tidak akan mudah luntur oleh terpaan

budaya-budaya negatif. Sebaliknya, budaya utama tersebut akan menjadi modal

berharga bagi kehidupan siswa kelak. Karena, budaya luhur akan membawa

pada keberhasilan dan bahkan kebahagiaan.

Luthan (1981: 563) menyebutkan bahwa karakteristik budaya organisasi

meliputi peraturan-peraturan perilaku yang harus dipenuhi, norma-norma,

nilai-nilai yang dominan, filosofi, aturan-aturan, dan iklim organisasi. Dengan

demikian, dapat dipahami bahwa budaya dapat diamati, ditelaah, dipelajari,

dan dikembangkan untuk kepentingan kemajuan suatu organisasi melalui

berbagai manifestasi budaya dan unsur-unsur yang terkandung di dalamnya.

Caldwell dan Spink (1993: 69) menyebutkan beberapa unsur budaya

organisasi sekolah, sebagai berikut: perwujudan konseptual/verbal, perwujudan

dan simbolisasi visual/ material, dan perwujudan perilaku.

Segala hal (fisik dan non-fisik) yang ada di sekolah merupakan wujud atau

cermin jati diri para pendiri, pemimpin, dan pengelola sekolah. Sekolah perlu

menegaskan pencapaian karakter atau nilai apa saja yang harus dimiliki siswa

setelah belajar selama enam atau tiga tahun. Hanya dengan cara ini efektivitas

sebuah sekolah bisa diukur.

Robbins (1990: 253) mencatat lima fungsi budaya organisasi, yaitu: a)

membedakan satu organisasi dengan organisasi lainnya; b) meningkatkan sense

of identity anggota; c) meningkatkan komitmen bersama; d) menciptakan

stabilitas sistem sosial; dan e) mekanisme pengendalian yang terpadu dan

membentuk sikap dan perilaku karyawan.

Page 23: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Terbentuknya budaya organisasi bermula dari ide yang dimiliki oleh

pemimpin, selanjutnya budaya tersebut digunakan sebagai pedoman dalam

mengelola lembaga pendidikan. Tindakan manajemen puncak menentukan

iklim umum dari perilaku yang dapat diterima dan tidak. Keberhasilan

pembumian budaya di sekolah sangat tergantung pada fokus dan komitmen

pemimpin.

Di sekolah, karakter atau budaya tertentu yang ingin diterapkan mungkin

muncul pertama kali dari kepala sekolah atau pimpinan puncaknya. Akan

tetapi, budaya tersebut harus didiskusikan dengan anggota yang lainnya.

Diskusi antara pimpinan dan guru serta staf akan memunculkan kesepakatan

tentang budaya apa saja yang ingin ditransformasikan kepada para siswa

sebagai anak didik. Bagaimana strategi pembudayan dan penyediaan

fasilitasnya akan mudah dirumuskan melalui diskusi yang melibatkan banyak

pihak di sekolah. Selanjutnya, sekolah perlu menyiapkan langkah-langkah

evaluasi implementasi budaya tersebut. Keberhasilan penanaman karakter akan

sangat tergantung pada konsistensi program, ketepatan pembelajaran dan

metodenya, fasilitas sekolah, dan keteladanan dari kepala sekolah, guru, dan

staf.

D. PENGEMBANGAN SAINS

Komunitas madrasah ini menetapkan bahwa madrasah harus memiliki

keunggulan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Di MANSA diajarkan Mata

Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Beberapa siswa—baik individu maupun kelompok—menjadi juara dalam

lomba sains seperti roket air jarak terjauh, robot line follower, OSN astronomi,

dan karya ilmiah remaja bidang IPA. MANSA melakukan upaya-upaya khusus

untuk menghadapi UN, SPMBM, dan KIR, seperti untuk Jurusan IPA dilakukan

Intensifikasi Matematika, Fisika, dan Kimia.

Tenaga pendidik bidang sains sesuai dengan bidang keahliannya. Mereka

berpendidikan minimal sarjana (S1). Keunggulan para pendidik bidang sains di

MANSA bisa dilihat dari tercapainya prestasi siswa-siswi MANSA dalam

Page 24: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

bidang sains. Para siswa dengan bimbingan dari guru sains melakukan

penelitian bidang sains.

Keunggulan sains MANSA terlihat juga dari jumlah alumni yang terserap di

perguruan tinggi negeri. 30% lulusan MANSA lulus dalam ujian SPMB pada

Perguruan Tinggi favorit. Namun secara umum, 80% alumni MANSA

melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri, seperti UGM, IPB, UNDIP, UNS,

UNSOED, UI, UII Unggulan, UNY, IAIN, UIN, dan Al-Azhar. Beberapa siswa

diterima di PTN/ PTS tanpa tes melalui PMDK/ PBUD/ SNMPTN undangan.

Madrasah umumnya tertinggal dalam penguasaan dan prestasi sains.

Ketertinggalan tersebut disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari mutu

pendidik dan peserta didik, kepemimpinan kepala Madrasah, tidak adanya

laboratorium sains, hingga persoalan manajemen Madrasah yang tidak

profesional.

Mengharapkan penguasaan sains pada siswa tanpa penyediaan sarana

seperti perpustakaan dan laboratorium IPA yang memadai suatu hal mustahil

terwujud. Karena itu, madrasah unggul harus memprioritaskan kelengkapan

sarana pembelajaran IPA yang di atas standar.

Gardner dan Cowell (1995: 35) berpendapat, “Sumber belajar dimaksud

termasuk juga perlengkapan mengajar yang dimanfaatkan guru untuk

mengajar. Perlengkapan berarti semua barang di sekolah yang dapat digunakan

untuk membantu guru mengajar”. Tidak hanya bola dunia, peta, chart, diagram,

gambar, model, dan alat atau beraneka macam alat bantu belajar, melainkan

juga buku, baik buku teks maupun buku perpustakaan, dan laboratorium fisika,

kimia, dan biologi yang memadai dan nyaman.

Banyaknya perlengkapan mengajar yang dimiliki sekolah bukanlah

petunjuk yang memadai untuk menilai baik tidaknya suatu sekolah. Sekolah

dengan banyak perlengkapan dapat saja dikatakan sebagai sekolah buruk jika

perlengkapannya tidak digunakan sama sekali. Gardner dan Cowell (1995: 35)

menyatakan, “Sekolah dengan perlengkapan yang sedikit masih dapat

dikatakan sangat efektif apabila para guru dan siswa memakainya secara

Page 25: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

inteligen dan apabila dapat membantu anak-anak agar dapat memahami

pelajaran lebih baik”.

Hal ini menunjukkan pentingnya manajemen sekolah memfasilitasi para

guru dengan sebuah program pelatihan singkat tentang bagaimana

menggunakan sapras (termasuk perlengkapan mengajar) secara efektif dan

efisien. Dengan demikian, guru bisa memanfaatkan sapras dan perlengkapan

yang tersedia di sekolah dengan sebaik-baiknya.

Standar sarana dan prasarana sekolah, hingga saat ini belum terpenuhi.

Fasilitas-fasilitas dasar sekolah yang mesti dipenuhi untuk tingkat SD, antara

lain, adalah ruang kelas, ruang guru, perpustakaan, ruang usaha kesehatan

sekolah, tempat beribadah, jamban, dan olahraga, dan laborartorium IPA.

Di tingkat SMP ditambah konseling, organisasi kesiswaan, dan tata usaha.

Ada pun di tingkat SMA prasarana laboratorium mesti lengkap, yakni

laboratorium Fisika, Kimia, Biologi, komputer, dan bahasa.

Berdasarkan data Depdiknas tahun 2008, baru 32 persen SD memiliki

perpustakaan, sedangkan di SMP 63,3 persen. Pada jenjang SMA keberadaan

perpustakaan di SMA negeri mencapai 80 persen, di SMA swasta 60 persen,

serta di SMK 90 persen. SMA negeri yang punya laboratorium multimedia 80

persen, sedangkan SMA swasta 50 persen. Yang punya laboratorium IPA

lengkap (Fisika, Biologi, dan Kimia) sudah 80 persen. Kondisi memprihatinkan

terjadi di SMA swasta karena yang punya tiga laboratorium IPA baru 10 persen

dan yang dua laboratorium IPA 30 persen (Kompas, 22 Oktober 2009).

E. PENGEMBANGAN LIFE SKILLS (VOKASIONAL)

Tidak semua alumni Madrasah melanjutkan ke Perguruan Tinggi (PT).

Alumni Madrasah yang tidak melanjutkan ke PT seharusnya bisa tetap

produktif dan kreatif dalam menjalani hidupnya. Karena itu, Madrasah harus

membekali peserta didik dengan life skill.

Kurikulum vokasional bagi Jurusan Bahasa (intrakurikuler bagi kelas X)

MANSA adalah Bahasa Perancis, Karya Ilmiah remaja (KIR), dan Public

Speaking; Jurusan IPA kelas XII adalah Elektronika dan kelas XI adalah

Page 26: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Bioteknologi; Jurusan IPS adalah kewirausahaan; dan Jurusan Agama adalah

Nahwu Sharaf. Adapun ekstrakurikulernya adalah KIR, pelatihan khutbah,

syarhil Qur’an, musik, dan olahraga (basket, futsal, bulu tangkis). Pembiasaan

Rutin di MANSA adalah muhadharah, menjadi imam salat berjamaah, dan khatib

salat Jumat secara bergilir. Muhadharah adalah pidato 5-7 menit setelah salat

jamaah wajib.

Madrasah mengirim siswa ke berbagai perlombaan. Siswa madrasah

menjadi juara dalam beberapa lomba seperti bercerita dalam Bahasa Prancis, da’i

remaja, cipta lagu, band, dan karya ilmiah. Mereka juga menjadi juara dalam

Nasyid, sepak takraw, MTQ, kaligrafi, fahmil Qur’an, musik religi, bulutangkis,

tenis meja, dan bola voli.

Alumni Madrasah harus bisa menjadi generasi yang kuat dan tangguh

secara mentalitas, sehingga mampu menjawab setiap masalah dan tantangan

hidup di abad 21 ini. Masalah dan tantangan hidup saat ini jauh lebih kompleks

dan berat daripada masa-masa sebelumnya. Hal ini dikarenakan daya saing di

dunia kerja sangat ketat dan kebutuhan hidup yang semakin mahal atau tinggi,

sehingga memerlukan ketahanan mental dan jiwa kreatif yang tinggi. Jika tidak

dibekali dengan life skill—melalui pembelajaran dan pengalaman di sekolah dan

masyarakat, maka alumni Madrasah akan menjadi pengangguran dan tidak

menutup kemungkinan menjadi benalu bagi masyarakat sekitarnya.

Dalam rangka menyiapkan lulusan yang terampil dan mandiri, madrasah

harus menyediakan ekstrakurikuler dan/atau jurusan yang bisa membekali

siswa keterampilan khusus, terutama bagi siswa-siswa dari kalangan tidak

mampu yang tidak akan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.

Penguasaan keterampilan khusus bisa menjadi modal yang besar bagi

lulusan madrasah untuk mandiri dan mengembangkan potensinya lebih besar

lagi, baik dengan jalan menjadi pekerja atau berwirausaha sesuai dengan

kompetensinya.

Disamping kecerdasan intelektual, siswa dididik memiliki kecerdasan

emosional; hard skills dan soft skills. Kecerdasan intelektual dan emosional, dan

hard skills dan soft skills identik dengan life skills. Hidup berisi kebahagiaan juga

Page 27: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

kesedihan; hidup menawarkan kemudahan tapi tidak sedikit kesulitan.

Kekuatan emosional itulah yang bisa menuntun manusia tetap tegar meski

kesedihan dan kesulitan menghampirinya.

Siswa perlu diajarkan life skills sejak dini. Adapun definisi life skills menurut

WHO adalah abilities that help us to adapt and behave positively so that can deal

effectively with the challenges of everyday life (Hanbury, 2008: 9). Tantangan hidup

siap menanti generasi muda sehingga diperlukan usaha sadar dari orangtua,

sekolah, dan masyarakat untuk membekali mereka dengan keterampilan hidup

sedini mungkin.

Ada lima area dasar life skills yang relevan diterapkan dalam budaya

manapun (Department of Mental Health WHO, 1999: 1): 1) Decision-making and

problem-solving; 2) Creative thinking and critical thinking; 3) Communication and

interpersonal skills; 4) Self-awareness and empathy; dan 5) Coping with emotion and

coping with stress.

Bagaimana keterampilan masyarakat kita dalam lima aspek di atas? Lihat

bagaimana kita mengelola dan mengatasi kemacetan dan banjir di jalan raya

yang tidak menunjukkan tanda-tanda segera teratasi. Bagaimana pengambilan

keputusan dan pemecahan masalah di DPR dan DPRD terkait hal tersebut? Kita

menolak banjir namun di kota tumbuh subur bangunan mall dan apartemen,

dan di kawasan puncak tumbuh pesat bangunan hotel dan villa. Kita menolak

kemacetan namun kredit motor dan mobil dipermudah; kepemilikan kendaraan

bermotor dibiarkan tumbuh tanpa kendali.

Bagaimana dengan kreativitas masyarakat kita? Hingga kini kita dikenal

sebagai bangsa konsumen bukan produsen. Mobil, motor, dan telepon semua

hasil karya bangsa lain. Kita bangsa penikmat bukan bangsa pencipta. Bahkan

kita kalah dengan Korea Selatan dan Malaysia. Masyarakat kita juga mudah

ditipu oleh calon anggota legislatif hanya dengan sedikit rupiah dan dibumbui

dengan janji-janji palsu. Daya kritis mereka tumpul dengan memilih calon yang

tidak kompeten dan tidak berintegritas.

Keterampilan komunikasi dan empati para politisi, pengacara, dan tokoh

masyarakat juga lemah. Pada acara Indonesian Lawyer Club (ILC) di sebuah

Page 28: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

stasiun televisi swasta sering terlihat bagaimana kualitas komunikasi dan empati

mereka terhadap lawan bicara. Misalnya, memotong lawan bicara, berbicara

kasar dan keras, dan tidak menghargai pendapat orang lain.

Emosi masyarakat kita mudah tersulut sehingga terjadi tawuran; penuh

dendam dan amarah. Pelajar dan mahasiswa terlibat tawuran menaun;

kekerasan senior terhadap yunior terjadi di Perguruan Tinggi ikatan dinas.

Demikianlah gambaran buram masyarakat kita yang menunjukkan pentingnya

pendidikan life skills di sekolah-sekolah. Sedari dini mereka harus dikenalkan

betapa kehidupan di luar sana penuh tantangan yang tak mudah ditaklukkan.

Musuh mereka bukan senjata pistol dan meriam tetapi emosi dan cara berpikir

masyarakat yang tak kunjung dewasa dan terdidik.

Generasi masa depan kita bisa mengubah keadaan tersebut lebih baik dari

sebelumnya. Keluaran dari orang yang memiliki life skills adalah teamwork, self-

esteem, learning from each other, confidence, etc (Hanbury, 2008: 10). Karena life skills

kita lemah—sebagaimana dijelaskan di atas, maka kita tidak memiliki: kerja tim,

harga diri, jiwa belajar, dan percaya diri.

Seharusnya pemerintah dan DPR bekerjasama membangun negeri demi

kesejahteraan rakyat, namun mereka bekerja untuk kepentingan partai dan

jaringannya. Kue besar APBN dan APBD dibagi-bagi antar partai pemenang

pemilu. Lihat saja bagaimana formasi menteri pembantu Presiden kita;

gambaran sempurna bagi-bagi kue kekuasaan. Pertimbangannya sangat politis

bukan dasar profesionalitas.

Mereka melakukan apa pun cara untuk berkuasa. Petinggi partai, pejabat,

pemerintah, dan DPR korupsi berjamaah. Suap-menyuap dalam kasus pilkada

dan pejabat yang semuanya berakhir di penjara menandakan hilangnya harga

diri (self-esteem) mereka. Meraih jabatan dengan pengorbanan materi dengan

harapan meraih materi lebih banyak lagi setelah berkuasa. Pemimpin, wakil

rakyat, dan pejabat seperti inikah yang memiliki harga diri itu?

Lalu, bagaimana bangsa ini seolah tidak pernah belajar kepada kemajuan

bangsa lain? Bagaimana Negara yang memiliki sumber daya alam yang kaya—

daratan dan lautan—bisa kalah maju dari Singapura, Korea Selatan, dan Jepang.

Page 29: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

BBM, beras, daging, dan gula, semuanya mengandalkan impor. Apa kita

memang bangsa yang tidak pernah belajar dari kemajuan bangsa lain?

Murid-murid dan guru kita juga terkenal rendah diri atau tidak percaya diri.

Malu bertanya dan menjawab pertanyaan guru, sedangkan guru pasif saat

mengikuti pelatihan. Sedikit murid kita yang punya mimpi besar, seperti bisa

sekolah di luar negeri karena guru tidak memotivasi dan membesarkan hati

murid.

Pertanyaannya, mengapa masyarakat kita lemah dalam life skills? Karena

sekolah hanya menjalankan pembelajaran bukan pendidikan. Di rumah dan di

masyarakat kering nilai-nilai pendidikan. Sangat sulit mencari tokoh teladan di

negeri ini. Maka, life skills sangat penting menjadi agenda utama sekolah dan

perguruan tinggi. Life skills are generic skills, relevant to many diverse experiences

throughout life (WHO, 1999: 5).

F. PENUTUP

MAN Yogyakarta I (MANSA) tidak hanya memiliki keunggulan karakter,

tetapi juga memiliki keunggulan sains dan keunggulan vokasional. Madrasah

sudah berhasil mencapai visinya karena ada dukungan dari kepala madrasah,

integritas dan kompetensi guru, staf yang kompeten, kurikulum yang bagus,

fasilitas yang memadai, dan siswa yang rajin. Banyaknya perlombaan yang

diikuti siswa setiap tahun menunjukkan perhatian dan komitmen kepala

madrasah terhadap pengembangan siswa dan guru.

Referensi

Ajami, Al-, M.A. (2006). Al-Tarbiyah al-Islâmiyah: Al-Ushûl wa al-Tathbîqât. Riyadh: Dâr Al-Nâsyir Al-Daulî.

Bruner, J.S. (t.th.). The Relevance of Education. New York: The Norton Library.

Caldwell, N.J. and Spink, J.M. (1993). Leading the Self-Managing School. London: Falmer Press.

Crain, W. (2000). Theories of Development; Concepts and Applications. New Jersey: Prentice Hall.

Page 30: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Department of Mental Health WHO. (1999). Mental Health Promotion; Partners in Life Skills Educaion. Geneva: World Health Organization.

Gardner, R., dan Cowell, N. (1995). Teknik Mengembangkan Guru dan Siswa; Buku Panduan untuk Penilik Sekolah Dasar. Jakarta: Grasindo. Penerjemah: Setyani D. Sjah.

Febrialdi. (2013). Siswa Indonesia Peringkat 64 Dari 65 Negara, tapi Paling Bahagia di Dunia. http://edukasi.kompasiana.com. Diunduh pada 11/11/2014

Gustafson, J.M., et. all. (1975). Moral Education; Five Lectures. Cambridge and London: Harvard University Press.

Hanbury, C. (2008). The Life Skills Hanbook; An Active Learning Handbook for Working with Children and Young People. www.lifeskillshandbooks.com. Diunduh pada Mei 2014.

Hermawan, E. (2013). Tawuran Sekolah Jakarta Naik 44 Persen. http://www.tempo.co. Diunduh pada 11/11/2014

Jarvis, P. (1983). Professional Education. London-Canberra: Crown Helm.

Kohlberg, L. (1981). The Philosophy of Moral Development. San Francisco: Harper & Row

Kotter, J.P., and Heskett, J.L. (1992). Corporate Culture and Performance. New York: The Free Press.

Luthan, F. (1981). Introduction to Management. New York: McGraw-Hill Book Co.

Mahardika, M.F. (2013) Relfleksi Pelajar Akhir Tahun Pelajaran 2012-2013. http://edukasi.kompasiana.com. Diunduh pada 11/11/2014

McNeil, J.D. (1977). Curriculum: A Comprehensive Introduction. Canada: Little, Brown & Company.

Ormrod, J.E. (2003). Human Learning. Fourth Edition. New York: Pearson Prentice Hall.

Pinar, W.F. (2004). What Is Curriculum Theory? New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates

Reeves, D.B. (2002). The Leader’s Guide to Standars: A Blueprint for Educational Equity and Excellence. San Francisco: Jossey-Bass.

Robbins, S.P. (1993). Organizational Behaviour. 6th edition. New Jersey: Prentice Hall. Inc. Internet Edition.

Page 31: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Whitehead, A.N. (1957). The Aims of Education and Other Essays. England: William and Norgate, Ltd.

Page 32: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Lampiran 1

Kegiatan MANSA

Rutin

Datang tepat waktu dilanjutkan dengan melaksanakan 5 S (Senyum,

Sapa, Salam, Sopan, Santun).

Doa awal dan tadarus bersama melalui sentral audio dipandu oleh

guru agama secara bergantian.

Shalat Dhuha.

Shalat Dzuhur berjamaan di masjid.

Doa penutup mata pelajaran dipimpin oleh guru mata pelajaran jam

terakhir.

Berjabat tangan dan mengucapkan salam ketika bertemu.

Berbusana sesuai tata tertib yang berlaku di Madrasah.

Piket kelas dan menjaga kebersihan lingkungan.

Spontan

Memberi dan menjawab salam.

Meminta dan memberi maaf.

Berterimakasih.

Mengunjungi orang yang sakit.

Membuang sampah pada tempatnya.

Menolong orang yang sedang kesusahan.

Melerai pertengkaran.

Keteladanan

Berkasih sayang pada yang lebih muda, hormat pada yang lebih tua.

Sopan dalam perilaku, santun dalam bertutur kata, serta menjaga

akhlaqul karimah.

Ikhlas dalam belajar dan bekerja.

Menjaga nama baik madrasah.

Berkomitmen dan berdisiplin.

Kegiatan

yang

Terprogram

Harian

Remedial teaching untuk kelas X dan XI.

Matrikulasi baca Al-Quran dan hafalan surat-surat pendek untuk kelas

X dan XI.

Page 33: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Mingguan

Setiap Senin minggu pertama, ketiga dan kelima diadakan upacara

bendera.

Setiap Senin minggu kedua pengajian pada hari Senin jam pertama.

Setiap Senin minggu keempat audiensi antara siswa dengan para wali

kelasnya.

Setiap Senin mengumpulkan infaq.

Tahunan

PPL kelas X dan XI.

Pelatihan ESQ kelas X, XI dan XII.

Mujahadah Kelas X, XI, dan XII.

Pendalaman materi pelajaran UN kelas XII.

Pelatihan manasik haji.

Pelatihan perawatan jenazah.

Pesantren Ramadhan kelas XI.

Page 34: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Lampiran 2

Keteladanan MANSA

Disiplin Kepala sekolah, guru, dan staf datang ke sekolah tepat waktu

Rapat atau pertemuan di sekolah dilaksanakan tepat waktu

salat berjamaah tepat waktu

Kejujuran transparansi dana dan perencanaan sekolah

Kerja keras Kepala sekolah mengunjungi kelas

Kepala sekolah memeriksa toilet dan halaman sekolah secara rutin

menampilkan bahan pengajaran yang optimal

guru tidak sekedar mengajar, tetapi mendidik

memeriksa dengan baik setiap tugas-tugas siswa dan memberikan

umpan balik

Kreativitas

Kepala sekolah membuat program pengembangan potensi anak didik

Guru mengembangkan metode mengajar yang variatif

Guru menulis karya ilmiah (buku, modul, artikel, alat peraga, dll)

Rasa

Kebangsaan

Mengadakan upacara bendera

Mengadakan upacara peringatan hari-hari besar nasional

Peduli

Sosial

Mengunjungi warga sekolah yang mengalami musibah (sakit,

kecelakaan, meninggal dunia, bencana alam)

Memberikan beasiswa/keringanan kepada siswa yang kurang mampu

Menghargai

Prestasi

Pemberian hadiah terhadap siswa-siswi yang berprestasi dengan

variasi yang beragam—baik berupa materi maupun non-materi

Page 35: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Lampiran 3

Prestasi MAN Yogyakarta I

NO PRESTASI PENYELENGGARA TAHUN

1 Juara 3 Perustakaan SMA/MA se Kota Jogja Dinas Pendidikan

Kota Jogja

2010

2 Juara 1 MA Berprestasi Nasional kategori

Reguler

Dep. Agama RI 2007

3 Juara 1 MA Berprestasi DIY Kanwil Depag 2007

4 Juara 3 Madrasah Sehat DIY Kanwil Depag DIY 2007

5 Juara 3 Madrasah Sehat DIY Kanwil Depag DIY 2005

6 Juara 2 Madrasah Berprestasi Nasional

Kategori Reguler

Dep. Agama 2005

Page 36: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Lampiran 4

Prestasi Siswa MAN Yogyakarta I

NO NAMA JUARA JENIS LOMBA & PENYELENGGARA BULAN &

TAHUN

1 Band II DIY Band SMA (Univ. Janabadra) Juni

2 Tim Roket III DIY Roket Air (STTA) Mei

3 Tim Robot IV DIY Jateng Robot Line Follower (UNY) Mei

4 Tim LCC III DIY LCC Bhs. Perancis (FBS UNY) Mei ‘ 11

5 MG Coustik II DIY Nasyid (Festifal Seni Islami) Mei 11

6 Tim LCC III DIY Jateng LCC Bhs. Perancis (SMA N 8) Mei’ 11

7 Nur Dian II & III DIY Sepak Takraw (POPDA DIY) Maret’ 11

8 Iis Mega E III DIY Tenis Meja (POPDA DIY) April’ 11

9 III DIY Taekwondo (POPDA DIY) April ‘ 11

10 Tim Roket I Roket terjauh (UMY Fak. Tek.) Mart’ 11

11 Hadyan A, Ainun N, Luvisola I, Hrp I, II Esai (CCS MORA UIN Suka) Mart’ 11

12 Hadiyan A&Ainun N III DIY Jateng LKTI Bank Syari’ah (UII Eko) Mart ‘ 11

13 Nur Sarafina I DIY Foto Terbaik Busna Muslim (IBF) Feb 11

14 Joni Pranata J I Kota Pencak Silat Klas A (POPDA) Feb’11

Page 37: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

15 Iis Maga E I Kota Tenis Meja Putri (POPDA) Feb’11

16 Nur Sarafina I DIY Foto terbaik Busana Muslim (Islami Book Fair) Feb’11

17 Fanny NS I DIY Kaligrafi (IKM Riau) Feb’11

18 Abdul Kafi & M. Mahruf II & Hrpn 1 Adzan (UAD) Feb’11

19 Nila Hazra II DIY MTQ Putri (Muallimin Muh. Yk) Feb’11

20 Zain Amri II DIY Pidato Bhs.Indo (Muallimin Muh Yk) Feb’11

21 Hadiyan A & Ainun Nuha The Best Poster

Nasional

Olimpiade Geografi (Geografi UGM) Feb’11

22 Abdul Kafi III DIY MTQ (Al Mizan UIN) Jan ‘11

23 Anisa I & Fanny NS II & III DIY Kaligrafi (Al Mizan UIN) Jan’11

24 Tim Fahmil (Miftah dkk) I DIY Fahmil Qur’an (Al Mizan UIN) Jan’11

25 Pramuka 6 Tropy Juara PDT

Kota YK

PDT Pramuka (Kwarcab Kota) Des ‘10

26 MG Coustik & MANSA Coustik II & Hrpn 1 DIY Musik Religi (UAD) Des’10

27 Lasita R II DIY & Jateng LKTI (Komunikasi UPN) Nov’10

28 Irvani R & Lasita R II & Hrpn 1 DIY Pidato Bhs. Jawa (Farmasi UGM) Nov’10

29 Mira F & Rr. Umi M I DIY LKTI Tekno Ramah Lingk. (Kimia UGM) Nov’10

30 KIR (Fina dkk ; Gina dkk) Finalis Nasional OPSI (Kemediknas) Okt’10

31 Tim KIR (Arini dkk, Lisra dkk, I, II dan Hrpn 1 DIY LKTI (Balitbang Keagamaan Semarang) Okt’10

Page 38: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Andina dkk) Jateng

32 Luvisola AG II DIY Esai HIV AID (FKU UII) Okt’10

33 Bagas AS II DIY Poster HIV/AID (FKU UII) Okt’10

34 MG Coustik II DIY Musikalisasi Puisi (BEM UGM) Okt’10

35 MG Coustik I DIY Musik Relegi (Pocari) Agst’10

36 Tim I Nasional Roket Air (STTA) Agst’10

37 M Nur Rohim II Kota OSN Astronomi (Dinas Pend. Kota Yk) Juli’10

38 Tim III & Harpn 1 DIY Scintek Idol (Taman Pintar) Juli ‘10

39 Tim I Yel-Yel DIY Scintek Idol (Taman Pintar) Juli’10

40 Tim Robot II Nasional Robot Line Follower Senior (Taman Pintar) Juli’10

41 Tim Robot II Nasional Yuda Robot (Taman Pintar) Juli’10

42 Tim Robot III Nasional Robot Line Follower (Taman Pintar) Juli ‘10

43 Tim KIR (Lisra dkk) II Jawa Bali LKTS (FMIPA UNY) Juli ‘10

44 Astrid SV II Jawa Bali Speech Contest (Bio UNY) Juli ‘10

45 Pramuka I Umum Pa DIY Jelajah Budaya (BP3 Jogja) Juni’10

46 Abdul Khafi II DIY MTQ (MA Mu’allimin Muh) Mei’10

47 Afrin Fikri & Zain Amri I & III DIY Pidato Bhs. Indonesia (MA Mu’ allimin Muh.) Mei’10

48 Tim Robot IV DIY Robot Line Follower (UNY) April’10

49 Arini M & Dyah K III DIY Esai (Fak. Kehutanan UGM) April’10

Page 39: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

50 Noordian M III Regu Pa DIY Sepak Tkraw (POPDA DIY) April’10

51 Purusa Yogi III Tunggal & II

Ganda Campuran

Bulutangkis (POPDA DIY) April’10

52 Iis Mega E III Tunggal & II

Ganda putri DIY

Tenis Meja (POPDA DIY) April’10

53 Alifia AZ III Regu Pi DIY Bola voli (POPDA DIY) April’10

54 Band III DIY Band XL Heroes (XL&Swaragama) Maret’10

55 Astrid SV III DIY Jateng Storry Telling (FakTeknik UAJY) Feb’10

56 Nasyid I DIY Cipta Lagu Islami (ANS) Feb’10

57 Band Finalis DIY Jateng Jingle Dare Indomie Feb’10

58 Astrid SV I DIY Jateng Storry Telling (UIN) Jan’10

59 Pramuka I Putra DIY Pengembaran Desember Tradisional (Kwarcab

Kota)

Des’09

60 Pramuka II Putri DIY Pengembaran Desember Tradisional (Kwarcab

Kota)

Des’09

61 Tim I & III DIY Roket Air Jarak Terjauh(UMY) Des’09

62 Tim I DIY Roket Air Ketepatan (UMY) Des’09

63 Astrid SV II DIY Cerita Bhs.Prancis (FIB UGM) Des’09

64 Tim III DIY LCC Bhs. Prancis (FIB UGM) Des’09

Page 40: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

65 Tim Robot I & II DIYJateng Robot Line Follower (STTNas) Nop’09

66 Pramuka Gudep Percontohan Kwartir Yogyakarta Nop’09

67 Perpustakaan III Kota Yk Perpustakaan Teladan Nop’09

68 Tim Robot III DIY Jateng Robot Line Follower (STTA) Nop’09

69 Lasita R & Bagus R I Kota Jogja KIR bid. IPS (Dinas Pend Kota ) Nop’09

70 Ginuk AS & MN Farid II Kota Jogja KIR Bid IPA (Dinas Pend Kota Yk) Nop’09

71 Nur Kholifah III DIY jateng Esai Sejarah (UGM) Nop’09

72 Lasita Rahmawati II DIY Dai Remaja Pi (UIN) Nop’09

73 Afrin Fikri II DIY Dai Remaja Pa (UIN) Nop’09

74 Tim II DIY Mading Bhs. Ingrris (UIN) Nop’09

75 Tim II DIY Mading Bhs. Arab (UIN) Nop’09

76 Pramuka I DIY Adu Pintar Pramuka (TVRI Jogja) Nop’09

77 Tim IV Kota Jogja LCC UUD 45 (Dinas Pend Kota) Nop’09

78 Tim Robot I DIY Jateng Robot Lin Follower (UTY) Sept’09

79 Tim (Hanum dkk) II DIY Debat Politik (TVRI Jogja) Agst’09

80 Tim (Astrid dkk) I DIY Cerita Bhs Prancis (FBS UNY) Agst’09

81 Tim III DIY Yuda Robot (Taman Pintar) Agst’09

82 Purusa Yogi I MA Nasasional Bulutangkis Pa (Depag RI) Juli’09

83 Ginuk Ari S III MA Nas KIR IPA (Depag RI) Juli’09

Page 41: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

84 Mariska S & Arini N I MA Nasional KIR IPS (Depag RI) Juli’09

85 Lasita R & Bagus R I MA Nasional KIR Agama (depag RI) Juli’09

Prestasi tahun sebelumnya, dituliskan yang juara di tingkat nasional karena terbatasnya tempat

86 Tartusi & Ery II Nasional Cipta Lagu (Depdagri RI) Nop’08

87 St. Alifah Farhana II Nasional KIR IPS (LIPI) Agust.’08

88 Aning AZ & Susi S III Nasional KIR IPS (Depdiknas) Agustus’08

89 Tim IV Nasional LCC UUD 45 (MPR RI) Agustus’08

90 Nurhamidah I MA Nasional KIR Bid Agama (Depag RI) Okto.’08

91 St.Alifah & Sukron II Nasional KIR (Magistra Utama) Mei’08

Page 42: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

PEMBENTUKAN BUDAYA DISIPLIN

DI SMK NEGERI 18 JAKARTA

Oleh :

JEJEN MUSFAH

Dosen FITK UIN Jakarta, [email protected]

MARIATUL KIFTIAH

Guru SDIT Gembira Bekasi, [email protected]

Pendahuluan ♦ Pembentukan Budaya Disiplin ♦ Penanaman Budaya Disiplin

♦ Pemberian Reward dan Punishment ♦ Penutup

A. PENDAHULUAN

Dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk

pengetahuan, tetapi melupakan pengembangan nilai dan perilaku dalam

pembelajarannya (Muslich, 2011: 17). Perilaku remaja diwarnai dengan gemar

menyontek dan kebiasaan bullying di sekolah (Zubaedi, 2013: v). Fenomena

tersebut terjadi karena minimnya usaha penanaman karakter di sekolah. Sekolah

dirasakan perlu melakukan pembiasaan karakter positif, yang nantinya

diharapkan dapat menjadi budaya sekolah yang melekat pada diri peserta didik.

Manajemen iklim budaya sekolah merupakan kebijakan yang harus

diperhatikan oleh kepala sekolah dan guru dalam rangka pendidikan karakter

di sekolah (Tu’u, 2004: 35). Kepala sekolah dan guru harus menciptakan budaya

sekolah yang efektif dalam rangka pendidikan karakter di sekolah. Di antara

nilai karakter yang dapat dikembangkan dalam budaya sekolah adalah

kedisiplinan. Menurut Husain dan Ashraf (1979: 107), “Dalam dunia

kontemporer saat ini perhatian lebih ditujukan pada bangunan, peralatan,

perlengkapan, dan materi, dibandingkan pada kepribadian dan karakter guru”.

Disiplin sekolah apabila dikembangkan dan diterapkan dengan baik,

konsisten, dan konsekuen akan berdampak positif bagi kehidupan dan perilaku

Page 43: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

siswa (Tu’u, 2004: 35). Disiplin di lingkungan sekolah ditanamkan melalui

pembiasaan. Pembiasaan disiplin yang diterapkan sekolah diharapkan akan

menjadi budaya sekolah yang dapat mendukung peningkatan mutu pendidikan.

Banyak sekolah yang belum memahami bahwa budaya disiplin harus

diperhatikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Budaya disiplin

belum terbentuk dengan baik. Sekolah saat ini sangat mengutamakan aspek

pengetahuan peserta didik, namun mengabaikan pembentukan sikap.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan budaya disiplin di sekolah tidak

kondusif. Pertama, lemahnya kepemimpinan kepala sekolah dalam menciptakan

budaya disiplin. Kedua, lemahnya implementasi tata tertib dalam rangka

penanaman budaya disiplin. Ketiga, belum optimalnya proses sosialisasi budaya

disiplin. Keempat, minimnya usaha penanaman nilai disiplin di sekolah. Kelima,

disiplin kerja guru masih rendah. Keenam, belum efektifnya pemberian reward

dan punishment.

Pembentukan budaya disiplin di sekolah merupakan strategi peningkatan

mutu pendidikan melalui penanaman dan pembiasaan nilai disiplin di sekolah,

yaitu perilaku yang menunjukkan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku di

sekolah. Pembiasaan nilai disiplin yang dilakukan oleh sekolah tersebut

diharapkan dapat menjadi budaya yang melekat dalam kehidupan sehari-hari,

baik kehidupan peserta didik, guru, staf, maupun kepala sekolah.

SMK Negeri 18 Jakarta memiliki peraturan sekolah yang ketat dengan

sistem pemberian poin pada setiap pelanggaran dan prestasi yang dilakukan

oleh peseta didik. Sekolah ini berusaha menanamkan budaya disiplin bagi guru

dan peserta didik.

B. PEMBENTUKAN BUDAYA DISIPLIN

1. Pentingnya Disiplin

Phillips, dikutip oleh Komariah dan Triatna (2010: 101) merumuskan

budaya sekolah sebagai the beliefs, attitudes, and behaviors which characterize a

school. Kedisiplinan bisa menjadi identitas sekolah tertentu. Kepala Sekolah,

guru, dan peserta didik di SMK Negeri 18 Jakarta sangat menyadari

Page 44: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

pentingnya kedisiplinan di sekolah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

Kepala Sekolah bahwa, semua aturan dan kegiatan dapat dijalankan dengan

baik jika adanya disiplin. Arti disiplin menurut Liang Gie, dikutip oleh Imron

(2004: 135) adalah suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang tergabung

dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada

dengan rasa senang hati.

Kepala sekolah dan guru-guru menyadari bahwa disiplin sangat penting

diterapkan dalam proses pembelajaran di sekolah. Kedisiplinan yang tinggi

tidak hanya dapat mendukung kelancaran seluruh kegiatan di sekolah,

melainkan peserta didik juga dapat belajar membiasakan diri untuk

berperilaku positif, yang bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya.

Kesadaran Kepala Sekolah dan guru-guru akan pentingnya disiplin di

sekolah juga didukung oleh kesadaran yang muncul dari diri peserta didik.

Hal tersebut terbukti dari pernyataan saudara Widodo selaku Ketua Umum

OSIS, yang menyatakan bahwa disiplin itu penting sekali, dan harus

diterapkan mulai dari diri sendiri. Selain itu, Apriliani selaku Ketua OSIS 1

juga menyatakan bahwa jika tidak ada disiplin suasana sekolah menjadi

kacau.

2. Pembuatan tata tertib

Kotter dan Heskett, dikutip oleh Tika (2012: 19) menyatakan bahwa

budaya organisasi yang diciptakan oleh manajemen puncak

diimplementasikan menjadi visi/filosofi atau strategi bisnis. Tata tertib di

SMK Negeri 18 Jakarta dibuat oleh Kepala Sekolah dan guru. Seluruh guru

turut berperan dalam penetapan tata tertib di SMK Negeri 18 Jakarta.

Selain siswa, guru-guru juga memiliki standar-standar yang harus

dipatuhi. Standar-standar tersebut berasal dari dinas dan juga kesepakatan

bersama para guru. Standar-standar untuk guru dan siswa ditempel di

beberapa titik, di antaranya di depan ruang guru, seperti foto standar guru

dan siswa. Menurut Kreitner dan Kinicki, fungsi budaya organisasi adalah

memfasilitasi komitmen kolektif. Anggota organisasi mempunyai komitmen

Page 45: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

bersama tentang norma-norma dalam organisasi yang harus diikuti dan

tujuan bersama yang harus dicapai (Daryanto dan Farid, 2013: 220; Wibowo,

2013: 49-52).

Tata tertib siswa sangat banyak, di antaranya: ketentuan pakaian seragam

sekolah, ketentuan kegiatan ekstrakurikuler, dan lainnya yang menunjang

disiplin siswa. Sedangkan standar-standar untuk guru juga disesuaikan

berdasarkan tugas pokok dan fungsinya, seperti: standar kinerja guru,

standar pakaian seragam guru, standar kinerja wali kelas, dan lain-lain.

Selain standar-standar guru dan siswa, ditempel juga berbagai macam

motto, contoh seragam siswa yang baik, dan simbol-simbol lainnya yang

secara tidak langsung dapat mendukung pembentukan budaya disiplin di

sekolah. Menurut Wiyani (2012: 139), “Budaya sekolah adalah suasana

kehidupan sekolah tempat antar anggota masyarakat sekolah saling

berinterkasi. Interaksi tersebut terikat oleh berbagai aturan, norma serta etika

bersama yang berlaku di sekolah.”

3. Sosialisasi tata tertib

Stephen P. Robbins (1996: 297-299) mengemukakan bahwa untuk

mempertahankan suatu budaya organisasi diperlukan sosialisasi. Karyawan

baru memiliki potensi untuk mengganggu keyakinan dan kebiasaan

organisasi yang sudah ada. Oleh karena itu, organisasi berniat membantu

karyawan baru menyesuaikan diri dengan budayanya. Proses penyesuaian

ini disebut sosialisasi.

Dalam mewujudkan disiplin sekolah yang tinggi, tata tertib sekolah harus

diketahui oleh seluruh warga sekolah. Dengan begitu, seluruh warga sekolah

akan merasa ikut bertanggung jawab atas penegakkan tata tertib sekolah.

Fungsi utama budaya organisasi menurut Yukl, dikutip oleh Sunyoto dan

Burhanuddin (2011: 152) yaitu membantu memahami lingkungan dan

menentukan bagaimana meresponnya, sehingga dapat mengurangi

kecemasan, ketidakpastian, dan kebingungan.

Page 46: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Di SMK Negeri 18 Jakarta, tata tertib siswa disosialisasikan secara

bertahap dan terus menerus. Tata tertib di sekolah ini disosialisasikan melalui

surat pernyataan yang berisi tentang kesediaan orang tua dan siswa untuk

mengikuti tata tertib sekolah. Surat itu pun dilengkapi dengan lembaran tata

tertib, poin pelanggaran, hak dan kewajiban peserta didik. Selain itu, tata

tertib peserta didik juga disosialisasikan pada kegiatan orientasi peserta didik

baru.

Proses sosialisasi tata tertib dilakukan secara bertahap, mulai kepada

orangtua hingga ke peserta didik baru melalui surat persetujuan untuk

mengikuti seluruh tata tertib sekolah dan kegiatan MOPDB (Masa Orientasi

Peserta Didik Baru). Menurut Kreitner dan Kinicki, ditulis oleh Daryanto dan

Farid (2013: 220) dan Wibowo (2013: 49-52), fungsi budaya organisasi adalah

membentuk perilaku dengan membantu anggota menyadari lingkungannya.

Kegiatan MOPDB diadakan untuk memperkenalkan dan membentuk

budaya disiplin di sekolah. Selain kegiatan MOPDB, ada beberapa program

yang dirancang untuk melatih kedisiplin peserta didik, di antaranya: kegiatan

Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS) dan ektrakulikuler. Pada

kegiatan LDKS dan ektrakulikuler, peserta didik dilatih menjadi pribadi yang

mandiri dan disiplin.

4. Pengawasan kepala sekolah

Penegakkan tata tertib sekolah dalam rangka pembentukan budaya

disiplin di sekolah harus diawasi. Tanpa adanya pengawasan, kedisiplinan

akan sulit diterapkan di sekolah. Kepala Sekolah SMK Negeri 18 Jakarta

selalu melakukan pengawasan langsung terhadap penegakkan tata tertib

sekolah. Menurut Robins (Sagala, 2009: 114-115), karakteristik utama yang

menjadi pembeda dari budaya organisasi adalah kontrol: jumlah peraturan

dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan

mengendalikan perilaku pegawai.

Setiap Senin, setelah upacara diadakan breaking news. Dalam breaking news

ini, kepala sekolah mengevaluasi semua aktivitas sekolah selama 1 minggu

Page 47: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

sebelumnya, baik yang berkaitan dengan kehadiran, seragam, maupun

kedisplinan lainnya.

Kepala Sekolah selalu mengawasi jalannya tata tertib di sekolah sebagai

upaya pembentukan budaya disiplin di sekolah. Segala hal yang penting,

dicatat dan kemudian dibahas pada kegiatan rutin breaking news setiap hari

Senin untuk dievaluasi bersama. Menurut Teori Pembelajaran Sosial, bahwa

organisasi diciptakan oleh pemimpin. Budaya organisasi banyak ditentukan

oleh pendiri organisasi, di mana tindakan pendiri organisasi menjadi inti

budaya awal organisasi (Schein, dalam Nawawi, 2013: 19-22).

Breaking news adalah kegiatan rapat guru dan tenaga kependidikan yang

dipimpin langsung oleh Kepala Sekolah dan rutin diadakan setiap hari Senin

setelah dilaksanakannya upacara bendera, yaitu berlangsung selama 30

menit. Breaking news ini diadakan di ruang guru. Dalam breaking news, Kepala

Sekolah mengevaluasi seluruh kegiatan sekolah selama 1 minggu. Breaking

news ini bertujuan untuk tetap menjaga kerja sama antara guru dan tenaga

kependidikan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya masing-masing

sehingga seluruh kegiatan dapat berjalan dengan baik.

C. PENANAMAN BUDAYA DISIPLIN

Penanaman budaya disiplin dapat dilakukan melalui implementasi tata

tertib. Terdapat tujuh aspek kedisiplinan, antara lain:

1. Kehadiran peserta didik

Di SMK Negeri 18 Jakarta ada 3 jenis pelanggaran yang berkaitan dengan

kehadiran peserta didik, yaitu: terlambat tiba di sekolah, tidak masuk sekolah

tanpa keterangan, dan meninggalkan sekolah tanpa izin. Dari aspek

kehadiran peserta didik ini, jenis pelanggaran yang sering dilakukan oleh

para peserta didik di SMK Negeri 18 Jakarta adalah terlambat tiba di sekolah

dengan alasan rumah jauh atau bangun kesiangan.

Berikut ini data yang peneliti dapatkan dari guru Bimbingan dan

Konseling (BK), yaitu berupa data keterlambatan siswa/bulan pada Tahun

Pelajaran 2013/2014, mulai Juli 2013 hingga April 2014.

Page 48: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Diagram 1. Keterlambatan Siswa TA 2013/2014

Pelanggaran yang paling sering dilakukan oleh peserta didik adalah

terlambat datang ke sekolah. Hal tersebut dibuktikan oleh data keterlambatan

siswa yang terdata dari Juli hingga April. Jika dihitung rata-rata

keterlambatan peserta didik selama 10 bulan, terhitung dari Bulan Juli sampai

dengan April, rata-rata keterlambatan peserta didik hanya 17.94% per

bulannya. Artinya, persentase keterlambatan peserta didik di SMK Negeri 18

Jakarta masih tergolong rendah.

Dalam hal ini, guru-guru selalu mengingatkan dan memberi himbauan

dimana pun dan kapan pun agar siswa tidak datang terlambat. Selain itu,

untuk mengatasi kehadiran dan keterlambatan siswa, dibuat laporan harian

siswa yang harus diisi oleh ketua kelas dan diserahkan kepada petugas piket

untuk langsung direkap serta dibuat buku poin pelanggaran dan

penghargaan bagi masing-masing siswa.

Sekolah ini juga merumuskan strategi-strategi yang dapat mendukung

pembentukan budaya disiplin, khususnya yang berkaitan dengan kehadiran.

Salah satu strategi yang dilakukan yaitu pemberian teladan bagi peserta

Page 49: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

didik. Beberapa aspek penting pendidikan dalam teladan ditulis Ajami (2006:

131), ”1) Manusia saling mempengaruhi satu sama lain melalui ucapan,

perbuatan, pemikiran, dan keyakinan; 2) Perbuatan lebih besar pengaruhnya

dibanding ucapan; 3) Metode teladan tidak membutuhkan penjelasan”.

Data dari Wakil Manajemen Mutu (WMM), menunjukkan persentase

kehadiran guru dan karyawan pada April dan Mei 2014.

Diagram 2. Kehadiran Guru dan Karyawan SMKN 18 Jakarta

Berdasarkan informasi dan data di atas, peneliti dapat menyimpulkan

bahwa guru di SMK Negeri 18 Jakarta telah memberikan tauladan yang baik

bagi peserta didik, yaitu ketepatan waktu dan kehadiran. Hal itu terbukti dari

persentase kehadiran guru pada April mencapai 97,42% dan pada Mei 2014

mencapai 97,41%. Artinya, persentase kehadiran guru selama Bulan April dan

Mei 2014 cenderung tinggi dan stabil. Menurut Henson (1995: 84), “Guru

tidak dapat menolak mengajarkan etik. Alasan lain mengapa guru harus

memperhatikan etik adalah bahwa, di setiap masyarakat, pendidikan

menginisiasikan para pemuda ke dalam budayanya, dan kepercayaan moral

merupakan bagian besar budaya”.

0

20

40

60

80

100

April Mei

Hadir, 97.42 Hadir, 97.41

Sakit,0.92

Sakit, 0.46

Izin, 1.33

Izin, 1.76

Alpa,0.3

Alpa, 0.37

Persentase Kehadiran Guru dan KaryawanSMKN 18 Jakarta

Hadir

Sakit

Izin

Alpa

Page 50: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

2. Ketentuan pakaian seragam

Di SMK Negeri 18 Jakarta ada 3 jenis pelanggaran yang berkaitan dengan

ketentuan pakaian seragam, yaitu: berseragam tidak sesuai ketentuan dan

memakai perhiasan berlebihan serta aksesoris yang tidak semestinya. Dari

aspek ketentuan pakaian seragam ini, jenis pelanggaran yang sering

dilakukan oleh para peserta didik di SMK Negeri 18 Jakarta adalah

berseragam tidak sesuai ketentuan, terutama masalah sepatu.

Sepatu yang ditetapkan oleh sekolah adalah sepatu berwarna hitam, tali

sepatu hitam, dan kaos kaki putih. Tidak dibenarkan sepatu dengan sedikit

garis putih. Menurut Kreitner dan Kinicki (Daryanto dan Farid, 2013: 220;

Wibowo, 2013: 49-52), fungsi budaya organisasi adalah memberi identitas

anggota organisasional. Identitas organisasi menunjukkan ciri khas yang

membedakan dengan organisasi lain yang mempunyai sifat khas yang

berbeda.

Dalam hal ini, banyak siswa yang mewarnai kombinasi warna putih pada

sepatunya dengan spidol hitam atau cat hitam. Menanggapi hal itu, pihak

sekolah menghargai usaha para peserta didik tersebut. Dengan demikian,

terbukti bahwa peserta didik telah berusaha untuk mentaati tata tertib yang

telah ditetapkan oleh sekolah. Jika ada peserta didik yang memakai sepatu

dengan kombinasi putih atau warna lainnya, sepatu tersebut akan diambil

oleh Guru Bimbingan Konseling.

3. Kebersihan dan kerapihan lingkungan sekolah

Di SMK Negeri 18 Jakarta ada jenis pelanggaran yang berkaitan dengan

aspek kebersihan dan kerapihan lingkungan sekolah, yaitu: meludah,

membuang sampah tidak pada tempatnya, tidak melaksanakan piket kelas,

dan mengotori atau mencoret-coret sarana dan prasarana sekolah. Robbins

(Wibowo, 2013: 37-38) mengemukakan karateristik budaya organisasi adalah

attention to detail: di mana pekerja diharapkan menunjukkan ketepatan,

analisis, dan perhatian pada hal detail.

Page 51: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Masalah membuang sampah, sudah diatasi dengan disediakannya tempat

sampah di setiap depan kelas dan di setiap sudut sekolah. Kemudian

mengenai piket di kelas, sejauh ini siswa selalu melakukan piket kelas. Siswa

selalu melakukan piket sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Contohnya

setiap Jum’at, ada yang diwajibkan mengikuti senam dan ada yang

diwajibkan membersihkan kelas masing-masing.

Selain itu, tentang sarana dan prasarana, siswa sudah tidak ada lagi yang

mencoret-coret kursi, meja maupun dinding. Hal itu bisa terjadi karena di

SMK Negeri 18 ini siswa tidak diperbolehkan untuk membawa Tipp-Ex ke

sekolah. Jika ada yang membawa Tipp-Ex akan diambil oleh guru dan tidak

dikembalikan.

Masih ada siswa yang senang membuang sampah sembarangan. Namun,

hal tersebut sudah diatasi dengan disediakannya tempat sampah di setiap

sudut sekolah.

4. Kerapian peserta didik

Adapun jenis pelanggaran yang berkaitan dengan aspek kerapian peserta

didik ada 2, yaitu: tidak membawa perlengkapan belajar dan berambut

gondrong atau mengecat rambut. Pelanggaran tidak membawa perlengkapan

belajar belum pernah terjadi. Namun, jika terjadi, akan diberikan poin minus

2. Kemudian bagi siswa yang berambut gondrong, akan digunting secara

tidak rapi.

5. Kesopanan

Di SMK Negeri 18 Jakarta, peserta didik cenderung menjaga kesopanan.

Pelanggaran yang berkaitan dengan kesopanan tidak pernah terjadi, karena

di SMK Negeri 18 Jakarta ini selalu berusaha untuk membudayakan 5 S

(Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun) antar seluruh warga sekolah. Namun

jika ada yang melanggar, akan diberikan poin minus sesuai dengan jenis

pelanggarannya. Foto Budaya 5 S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun)

ditempel di beberapa titik dinding sekolah. Phenix menulis (1964: 215),

Page 52: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

“Esensi makna etik, atau pengetahuan moral, adalah perbuatan yang benar,

yaitu, apa yang seharusnya seseorang lakukan”.

Berkaitan dengan kesopanan dan ketaatan, peserta didik di SMK Negeri

18 Jakarta juga tidak pernah menolak jika diberikan hukuman oleh guru,

seperti menyiram tanaman, mengepel, dan hukumun fisik ringan di

lapangan. Tidak adanya penolakan ini, karena sudah disosialisasikan saat

awal masuk, ada peraturan, perjanjian, dan kesepakatan. Menurut Kurnia

dan Qomaruzzaman (2012: 37), unsur pembentukan budaya sekolah terdiri

dari: visi, misi dan tujuan: nilai, kepercayaan, norma, dan asumsi.

6. Kekerasan

Peserta didik di SMK Negeri 18 Jakarta tidak pernah melakukan

pelanggaran yang berkaitan dengan aspek kekerasan, berkelahi apalagi

sampai memukul kepala sekolah, guru atau pun tenaga kependidikan

lainnya. Menolak diberikan hukuman saja tidak pernah, apalagi sampai

berkelahi atau bahkan memukul. Namun, jika pelanggaran itu terjadi akan

diberikan poin minus. Bagi siswa yang berkelahi akan mendapat poin minus

25 dan bagi siswa yang memukul akan dikenakan poin minus 100 serta

diberikan SP (Surat Peringatan) ke-3.

7. Tindak kriminal

Sama halnya dengan aspek kekerasan, peserta didik di SMK Negeri 18

Jakarta juga tidak pernah melakukan pelanggaran yang berkaitan dengan

aspek tindak kriminal. Namun, jika pelanggaran itu terjadi diberikan poin

minus 100 serta ditindak tegas dengan diberikan SP (Surat Peringatan) ke-3,

bahkan bisa langsung dikembalikan kepada orangtua sebagai hukuman

terberat di sekolah ini.

Sekolah selalu melakukan razia mendadak untuk mengecek isi tas siswa.

Tujuannya, untuk mengantisipasi jika ada siswa yang membawa zat terlarang

atau benda tajam. Handphone pun dirazia.

Page 53: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Hukuman dikembalikan kepada orangtua adalah hukuman yang terberat

yang ada di sekolah ini. Pihak sekolah tidak berharap, dia tidak sekolah.

Dalam hal ini, sekolah memberikan rekomendasi ke sekolah lain dengan

membuatkan surat pindah. Barangkali di sekolah lain, siswa ini bisa dibina

dan menjadi lebih baik.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa

pelanggaran yang paling sering dilakukan oleh peserta didik, yaitu: terlambat

datang ke sekolah, tidak memakai sepatu sesuai ketentuan sekolah, dan

membuang sampah sembarangan. Seluruh pelanggaran tersebut dimasukan

ke buku pelanggaran untuk mendapatkan poin minus. Poin minus tersebut

terus diakumulasikan untuk mendapat penanganan atau tindak lanjut dari

Guru Bimbingan Konseling.

D. PEMBERIAN REWARD DAN PUNISHMENT

Pemberian reward dan punishment sangat penting dalam pembentukan

budaya disiplin di sekolah. SMK Negeri 18 Jakarta adalah salah satu sekolah

yang menjalankan sistem poin, yaitu poin plus bagi siswa yang berprestasi atau

yang mendapat penghargaan dan poin minus bagi siswa yang melanggar tata

tertib sekolah. Reward dan punishment yang diberikan kepada peserta didik

mengacu kepada penetapan poin tersebut.

Hukuman yang paling ringan mendapat poin minus 2. Jika dijumlahkan

poin pelanggaran sudah mencapai minus 50, wali kelas dihimbau untuk

memanggil orangtua. Jika poin minus sudah mencapai minus 100 dan siswa

sudah tidak mampu dibina oleh pihak sekolah, akhirnya siswa dikembalikan

kepada orangtua. Menurut Elizabeth B. Hurlock (1978: 84), ada empat hal pokok

yang harus diperhatikan dalam mendisiplinkan perilaku anak, yaitu peraturan

sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam peraturan tersebut, hukuman

untuk pelanggaran peraturan dan penghargaan untuk perilaku yang baik.

Selain phunishment bagi peserta didik, di SMK Negeri 18 Jakarta juga ada

phunishment bagi para guru dan tenaga kependidikan. Adanya potongan gaji

Page 54: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

dari pemerintah langsung, sedangkan dari sekolah akan mendapatkan teguran

saja.

Sekolah ini sangat memperhatikan peserta didik yang berprestasi. Peserta

didik yang berprestasi selalu diberikan reward. Sekolah memberikan piagam

penghargaan, dan di momen-momen tertentu sekolah memberikan uang

meskipun tidak seberapa.

Selain penghargaan untuk siswa, di SMK Negeri 18 Jakarta juga ada

penghargaan bagi guru, seperti sertifikat dan hadiah. Setiap tahun biasanya

Kepala Sekolah memberikan reward terhadap kinerja guru berupa uang. Kalau

menjadi pembimbing biasanya ada sertifikat. Menurut Robins (Sagala, 2009: 114-

115), karakteristik utama yang menjadi pembeda dari budaya organisasi adalah

sistem imbalan: sejauh mana alokasi imbalan seperti kenaikan gaji dan promosi

didasarkan atas kriteria prestasi pegawai sebagai kebalikan dari senioritas, sikap

pilih kasih dan sebagainya.

Berdasarkan pemaparan di atas, bahwa pemberian reward dan phunisment

bagi peserta didik di SMK Negeri 18 Jakarta mengacu pada penetapan poin

pelanggaran dan penghargaan. Menurut Aunillah (2011: 56-60), ada beberapa

hal yang perlu dilakukan oleh guru untuk membentuk karakter disiplin pada

diri peserta didik. Di antaranya adalah sebagai berikut: memberikan hukuman.

Bagi peserta didik yang melanggar akan mendapatkan poin minus. Jika poin

minus sudah mencapai minus 50, akan diberikan SP (Surat Peringatan) pertama.

Kemudian jika poin minus sudah mencapai minus 75 akan diberikan SP (Surat

Peringatan) kedua. Selanjutnya, jika poin minus sudah mencapai minus 100 akan

diberikan SP (Surat Peringatan) ketiga. Jika sudah diberikan SP (Surat

Peringatan) ketiga dan peserta didik terbukti melanggar lagi, akan diberikan

surat pengunduran diri oleh sekolah yang berarti peserta didik yang

bersangkutan dikembalikan kepada orangtua.

Artinya, sistem pemberian reward dan phunisment yang ada di SMK Negeri

18 Jakarta sudah berjalan dengan baik. Sekolah ini tidak hanya memberi sanksi

kepada yang melanggar tata tertib, melainkan mengakui dan menghargai

prestasi peserta didik dengan memberikan penghargaan.

Page 55: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

E. PENUTUP

1. Simpulan

a. Kepala Sekolah, guru, dan peserta didik di SMK Negeri 18 Jakarta

sangat menyadari akan pentingya pembentukan budaya disiplin di

sekolah. Kesadaran dari seluruh warga sekolah ini yang menjadi dasar

utama dalam pembentukan budaya disiplin di sekolah.

b. Kondisi kedisiplinan peserta didik di SMK Negeri 18 Jakarta sudah baik.

Peserta didik di SMK Negeri 18 Jakarta telah memiliki kesadaran akan

pentingnya tata tertib dan berusaha untuk mentaati tata tertib yang ada.

Selain itu, guru-guru juga telah memberikan tauladan yang baik bagi

peserta didik, contohnya guru tepat waktu tiba di sekolah.

c. Sistem pemberian reward dan punishment yang ada di SMK Negeri 18

Jakarta sudah berjalan dengan baik. SMK Negeri 18 Jakarta bukan hanya

memberi sanksi kepada yang melanggar tata tertib, melainkan

mengakui dan menghargai kelebihan peserta didik dengan memberikan

penghargaan.

2. Saran

a. Bagi Kepala Sekolah. Pertama, kepala Sekolah hendaknya lebih

berinovasi dalam membuat beberapa kegiatan dalam rangka membina

kedisiplinan demi terbentuknya budaya disiplin peserta didik. Kedua,

Kepala Sekolah hendaknya lebih meningkatkan kerjasama dengan

berbagai pihak, seperti orangtua, guru, tenaga pendidik dan siswa

dalam memecahkan masalah yang dihadapi tentang kedisiplinan

sekolah.

b. Bagi guru. Pertama, guru hendaknya membuat rekap setiap jenis

pelanggaran guna lebih mudah mengidentifikasi jumlah persentase

setiap pelanggaran yang telah dilakukan oleh peserta didik. Kedua, guru

hendaknya tidak pernah jenuh dan lelah untuk tetap memberikan

tauladan yang baik bagi para siswa, contohnya dengan datang tepat

pada waktunya dan berpakaian rapi.

Page 56: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

c. Bagi siswa. Pertama, siswa hendaknya membiasakan diri untuk datang

ke sekolah tepat pada waktunya dengan berseragam yang lengkap dan

rapih. Kedua, siswa hendaknya membiasakan diri bertanggung jawab

atas tugas dan amanah yang diberikan oleh guru.

Referensi

Ajami, Al-, M.A. 2006. Al-Tarbiyah al-Islâmiyah: Al-Ushûl wa al-Tathbîqât. Riyadh: Dâr Al-Nâsyir Al-Daulî. Cet. I.

Aunillah, N. I. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Laksana, cet. 1.

Daryanto dan Farid, M. 2013. Konsep Dasar Manajemen Pendidikan di Sekolah. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.

Henson, K.T. 1995. Curriculum Development for Education Reform. New York: Longman.

Hurlock, E. B. 1978. Perkembangan Anak, Penterjemah: Tjandrasa. Jakarta: Erlangga, ed. 6, jilid 2.

Husain, S.S. dan Ashraf, S.A. 1979. Crisis in Muslim Education. Jeddah: King Abdulaziz University.

Imron, A. 2004. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Malang: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang.

Komariah, A. dan Triatna, C. 2010. Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. cet. 4.

Kurnia, A. dan Qomaruzzaman, B. 2012. Membangun Budaya Sekolah. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, cet. 1.

Muslich, M. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara, cet. 1.

Nawawi Uha, I. 2013. Budaya Organisasi Kepemimpinan & Kinerja: Proses Terbentuk, Tumbuh Kembang, Dinamika dan Kinerja Organisasi. Jakarta: Kencana, cet. 1.

Phenix, P.H. 1964. Realm of Meaning: A Philosophy of the Curriculum for General Education. USA: McGraw-Hill.

Robbins, S. P. 1996. Perilaku Organiasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi, Penerjemah: Hadyana Pujaatmaka. Jakarta: Prenhallindo. Jilid 2.

Sagala, S. 2009. Memahami Organisasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta, cet. 1.

Sunyoto, D. dan Burhanudin, 2011. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: CAPS.

Page 57: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Tika, M. P. 2012. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: PT Bumi Aksara, cet. 4.

Tu’u, T. 2004. Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Grasindo.

Wibowo. 2013. Budaya Organisasi Sebuah Kebutuhan untuk Meningkatkan Kinerja Jangka Panjang. Jakarta: Rajawali Pers, cet. 3.

Wiyani, N. A. 2012. Manajemen Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasinya di Sekolah. Yogyakarta: Pedagogia.

Zubaedi. 2013. Pendidikan Karakter; Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana, cet. 3.

Page 58: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

Oleh:

JEJEN MUSFAH

Dosen FITK UIN Jakarta, [email protected]

SRI PURWANTI

Mahasiswi FITK UIN Jakarta

Pendahuluan ♦ Profil SMK Islamiyah Ciputat ♦ Program Pengembangan

Kompetensi Pedagogik Guru ♦ Perencanaan Program ♦ Pelaksanaan Program ♦

Kendala ♦ Pengawasan ♦ Manfaat Bagi Guru ♦ Kendala Bagi Guru ♦ Evaluasi ♦

Penutup

A. PENDAHULUAN

Keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas merupakan akar dari

persoalan bangsa kita dewasa ini. Salah satu upaya untuk mengatasi

permasalahan tersebut adalah pemerintah harus mengambil langkah-langkah

jangka panjang seperti membangun dan mengembangkan mental SDM yang

mandiri, dan berjiwa kompetitif. Salah satu sarana untuk mewujudkan upaya

pengembangan SDM tersebut yaitu melalui pendidikan. Kebijakan pemerintah

dalam pembangunan di bidang pendidikan mengacu kepada suatu upaya

strategi pencapaian tujuan pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang RI No.

20, BAB I Pasal 1 disebutkan bahwa:

“Pendidikan adalah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara”(2003).

Page 59: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Pendidikan merupakan suatu usaha terencana yang dilakukan dalam

mengembangkan potensi peserta didik. Pelaksanaan pendidikan terutama

dalam kegiatan belajar mengajar akan terlaksana apabila komponen-komponen

pendidikan terpenuhi dengan baik. Salah satu komponen pendidikan yang

paling utama dalam meningkatkan mutu pendidikan yaitu guru. Guru dalam

Undang-Undang RI No. 14 BAB I Pasal I tentang Guru dan Dosen (2005)

dijelaskan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta

didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan

dasar, dan pendidikan menengah.

Guru merupakan komponen yang paling menentukan dan pemegang

peranan penting dalam proses belajar mengajar. Karena guru yang akan

berhadapan langsung dengan peserta didik dan di tangan gurulah akan

terciptanya suasana belajar yang menyenangkan. Oleh karena itu, untuk

menciptakan proses belajar yang menyenangkan tentunya guru sebagai tenaga

pendidik yang profesional harus memfasilitasi dirinya dengan berbagai macam

ilmu pengetahuan, pengalaman, serta keterampilan tentang keguruan. Menurut

Fathurrohman dan suryana (2012) “Guru profesional adalah guru yang

menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli dalam mengajarkannya

(menyampaikannya). Dengan kata lain, guru profesional adalah guru yang

mampu mengajarkan peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya

dengan baik”. Guru profesional sebagai komponen pendidikan yang paling

utama dalam rangka meningkatkan output yang berkualitas, harus mampu

mengembangkan diri melalui pemanfaatan sarana dan prasarana pembelajaran

serta meningkatkan kompetensi yang dimilikinya guna mencapai tujuan akhir

proses pembelajaran yang diharapkan.

Sebagai pendidik profesional yang menjalankan tugas dan kewajibannya,

tentunya seorang guru dituntut untuk memiliki empat kompetensi. Pertama,

kompetensi pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dalam mengelola proses

pembelajaran yang mencakup pemahaman guru dalam merencanakan serta

melaksanakan proses pembelajaran dan pemahaman guru tehadap peserta

Page 60: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

didik. Kedua, kompetensi kepribadian yaitu kemampuan kepribadian yang

mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik,

dan berakhlak mulia, sebagai orang-orang yang dianggap model atau panutan

yang harus diikuti. Ketiga, kompetensi profesional yaitu kemampuan

penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang

memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi

yang ditetapkan dalam standar pendidikan. Keempat, kompetensi sosial yaitu

kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi

dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar(Permadi &

Arifin, 2013).

Salah satu kompetensi yang mutlak harus dimiliki oleh seorang guru adalah

kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik yaitu suatu kemampuan yang

harus dimiliki oleh seorang guru dalam melaksanakan proses pembelajaran

terkait dengan pemahaman guru dalam merencanakan dan mengelola proses

pembelajaran. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang menjadi

dasar utama dalam melaksanakan proses pembelajaran, karena di dalam proses

pembelajaran tentunya guru harus memiliki kemampuan dalam mengelola

pembelajaran, kemampuan merancang serta melaksanakan proses pembelajaran

dan kemampuan mengevaluasi hasil pembelajaran. Oleh sebab itu dalam

mengajar, seorang guru harus memiliki kompetensi, serta kemampuan dan

keterampilan agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Melalui tugas dan tanggung jawab yang dijalankannya, tentunya guru

bukanlah profesi yang sembarangan, guru merupakan suatu profesi yang harus

memiliki keahlian khusus agar proses pembelajaran berjalan efektif. Tanpa

keahlian serta keterampilan yang dimiliki, maka tentunya seorang guru tidak

akan mampu untuk mencapai proses pembelajaran yang efektif. Mengacu

kepada hal tersebut sebagaimana dijelaskan di dalam Hadis Shahih Bukhari

yaitu:“Apabila sesuatu pekerjaan tidak diberikan kepada ahlinya, maka lihatlah

kehancurannya.”Atas dasar itu, tentunya segala profesi harus dijalankan pada

orang yang ahli dibidangnya. Begitupun halnya mengajar, guru yang

Page 61: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

profesional dan memiliki keahlian serta keterampilan khusus tentunya akan

mampu menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan mampu

mengelola iklim belajar yang menyenangkan.

Menjadi guru tentunya merupakan profesi yang sangat berat dan hanya bisa

dilakukan oleh guru yang kompeten dan ahli dibidangnya. Namun realitanya

saat ini, masih banyak guru yang belum mampu mengelola proses pembelajaran

di kelas dengan baik. Permasalahan yang muncul yaitu, guru tidak memiliki

kesiapan dalam melaksanakan proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena

sebelum mengajar guru tidak membuat perencanaan yang matang atau langkah-

langkah apa saja yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah

ditentukan di dalam proses pembelajaran, sehingga guru merasa kebingungan

ketika melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Padahal perencanaan

pembelajaran sangat penting agar seorang guru memiliki kesiapan di dalam

mengajar serta mampu memprediksi sejauh mana tingkat keberhasilan yang

ingin dicapai. Sebagaimana yang dijelaskan Sanjaya (2008, hlm. 33) bahwa

dengan perencanaan yang matang dan akurat, kita akan mampu memprediksi

seberapa besar keberhasilan yang akan dapat dicapai. Tidak hanya rendahnya

kemampuan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran, akan tetapi guru

juga belum mampu mengelola dan memahami karakteristik siswa sehingga

belum mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif yang dapat

mengembangkan aktivitas dan kreativitas belajar secara optimal sesuai dengan

kemampuan masing-masing peserta didik.

Menurut Mulyasa dan Mukhlis (2007, hlm. 79)ada empat hal yang harus

dipahami oleh guru dari peserta didik, yaitu tingkat kecerdasan, kreativitas,

cacat fisik, dan perkembangan kognitif. Jika keempat hal tersebut dapat

dipahami oleh guru maka akan terciptanya iklim belajar yang kondusif. Selain

itu, guru kurang menguasai materi yang diajarkan sehingga dalam

penyampaian materi guru terkesan teksbook dan metode yang digunakan tidak

bervariatif dan masih terfokus pada metode ceramah sehingga proses kegiatan

belajar mengajar terkesan monoton dan guru tidak melibatkan siswa secara aktif

di kelas, sehingga siswa hanya mendengarkan gurunya saja.

Page 62: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Permasalahan tersebut juga diperkuat oleh munculnya fakta bahwa saat ini

masih banyak guru yang tidak layak untuk mengajar. Terdapat data yang

menyatakan bahwa sebanyak 912.505 guru dari lebih kurang 2,6 juta guru di

Indonesia dinilai tidak memiliki kompetensi yang layak untuk mengajar.

Mereka terdiri dari 605.217 guru SD, 167.643 guru SMP, 75.684 guru SMA, dan

63.962 guru SMK. Di samping itu, tercatat pula bahwa 15% guru mengajar tidak

sesuai dengan keahlian yang dipunyainya atau bidang studinya.

Ramli (Ketua Ikatan Guru Indonesia) menjelaskan rendahnya kompetensi

guru ini terlihat pada hasil Uji Kompetensi Guru (UKG). Dalam UKG yang

hanya mengukur 2 dari 4 kompetensi dasar guru ini terlihat jelas bahwa hanya

ada 6% lebih dari 2,6 juta guru yang dinyatakan lulus dan tak perlu dilatih lagi.

Ketika data seleksi CPNS guru dibuka, ada calon guru yang hanya bisa

menjawab 1 benar dari 40 soal bahkan ada calon guru yang hanya mampu

menjawab 5 benar dari 100 soal seleksi (Edupost.ID, 2016).

Pada dasarnya munculnya permasalahan tersebut karena beberapa faktor.

Pertama mayoritas sekolah yang tidak memiliki program pengembangan

kompetensi guru. sehingga tidak ada kesempatan untuk guru meningkatkan

dan mengembangkan kompetensi yang dimilikinya. Sekolah hendaknya

memiliki program yang mampu mengembangkan kompetensi guru terutama

kompetensi pedagogik. Guru merupakan ujung tombak di dalam proses

pembelajaran jika kompetensi yang dimiliki guru rendah maka tentunya akan

berdampak pada output pendidikan. Selain itu, tentunya sekolah juga perlu

memberi kesempatan kepada guru untuk mengembangkan kompetensinya

dengan mengikutsertakan guru-guru dalam kegiatan pengembangan

kompetensi seperti pelatihan, workshop, seminar, MGMP dan berbagai kegiatan

lainnya. Kedua, sekolah kurang melakukan perencanaan terhadap

pengembangan kompetensi guru. perencanaan merupakan rancangan dasar

untuk memilih sasaran dan menetapkan bagaimana cara mencapai tujuan dalam

suatu kegiatan. Melalui perencanaan tentunya semua komponen terutama guru

yang melaksanakan pengembangan kompetensi tersebut mengetahui dengan

baik tujuan yang hendak dicapai. Ketiga, lemahnya pembinaan kepala sekolah

Page 63: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

terhadap kompetensi guru. pembinaan sangat penting dilakukan oleh kepala

sekolah terhadap guru, supaya kepala mengetahui sejauhmana kompetensi

yang dimiliki guru. Sehingga nantinya kepala sekolah dapat mengambil

langkah-langkah yang perlu diperbaiki dari proses kegiatan belajar mengajar

yang dilaksanakan oleh guru tersebut. Melalui pembinaan ini juga kepala

sekolah dapat meningkatkan kemampuan profesional guru dalam

meningkatkan proses belajar mengajar. Keempat, rendahnya motivasi guru

untuk mengembangkan kompetensi yang dimilikinya. Motivasi sangat

berpengaruh terhadap peningkatan kompetensi yang dimiliki guru.

keberhasilan dalam meningkatkan kompetensi sangat ditentukan oleh gurunya.

Karena guru merupakan pusat pembelajaran Jika seorang guru tidak memiliki

motivasi untuk meningkatkan kompetensinya maka proses pembelajaran

nantinya tidak dapat menghasilkan output yang berkualitas. Untuk itu seorang

guru harus senantiasa memiliki motivasi yang tinggi dalam mengembangkan

diri secara mandiri terutama dalam mengembangkan kompetensi yang

dimilikinya. Tidak bergantung pada inisiatif kepala sekolah. Kelima, belum

maksimalnya evaluasi yang dilakukan kepala sekolah dalam mengembangkan

kompetensi pedagogik guru. Melalui evaluasi kepala sekolah dapat mengukur

dan menilai sejauhmana tingkat keberhasilan guru dalam mengikuti

pengembangan kompetensi pedagogik. Oleh sebab itu, sangat diperlukannya

evaluasi terhadap hasil dari pengembangan kompetensi guru, agar kedepannya

guru dapat memperbaiki kinerjanya terutama dalam proses belajar mengajar.

Berdasarkan data-data tersebut, menjadi tanggung jawab besar bagi instansi

pendidikan terutama bagi sekolah untuk melakukan berbagai upaya serta

pembenahan terhadap sistem pengembangan kompetensi guru. Sekolah perlu

melakukan pembinaan serta pengembangan terhadap kompetensi guru, agar

dapat mengantisipasi terhadap rendahnya kompetensi yang dimiliki guru. Hal

ini juga diperkuat oleh adanya Undang-Undang tentang Guru dan Dosen

sebagaimana tercantum pada pasal 34 tentang pengembangan dan pembinaan

bahwa pemerintah dan satuan pendidikan wajib membina dan mengembangkan

kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Selain itu, sekolah juga perlu

Page 64: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

membuat program atau kegiatan dalam upaya mengembangkan kompetensi

guru terutama kompetensi pedagogik diantaranya program, seminar, workshop,

MGMP, serta mengikutsertakan guru-guru dalam berbagai pelatihan, sertifikasi

dan juga sekolah perlu memfasilitasi berbagai macam sumber belajar berupa

sarana prasarana seperti laboratorium, perpustakaan dan internet). Melalui

upaya tersebut tentunya guru mempunyai kesempatan untuk terus

meningkatkan kompetensinya. Beberapa upaya tersebut juga perlu didukung

dari dalam diri guru tersebut, guru juga harus memiliki motivasi yang tinggi

untuk selalu meningkatkan kualitas dirinya dan selalu terus berusaha

mengembangkan keahlian serta kompetensi yang dimilikinya sehingga bisa

menjadi guru yang kompeten dan profesional yang mampu mewujudkan

pendidikan yang bermutu. Jika sekolah dan guru mampu bekerjasama dengan

baik guna melakukan pembenahan terhadap sistem pengembangan kompetensi

guru, maka tentunya kompetensi guru akan memenuhi standar yang ada,

sehingga nantinya akan berdampak pada tugas dan tanggung jawab yang

dijalankan oleh guru dan bisa menghasilkan output yang berkualitas.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di SMK Islamiyah Ciputat,

program yang telah diikuti oleh guru-guru SMK Islamiyah dalam rangka

mengembangkan kompetensi pedagogik diantaranya mengikuti pelatihan

MGMP akuntansi, pelatihan MGMP untuk guru bidang pemasaran, pelatihan

MGMP Bahasa Indonesia, pelatihan kurikulum 2013, pelatihan Berbasis

Kompetensi (CBT) untuk guru bidang bisnis dan manajemen, serta mengikuti

workshop dan pelatihan kejuruan, dan berbagai seminar. Akan tetapi hal ini

dilaksanakan hanya sesuai kebutuhan saat itu, dan kegiatan pengembangan

kompetensi pedagogik tersebut tidak terjadwalkan secara rutin dan tidak

tertulis.

Kegiatan-kegiatan seperti ini perlu dilakukan untuk mengembangkan

kompetensi guru terutama kompetensi pedagogik agar dapat membekali guru

dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya terutama tugasnya dalam

melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

Page 65: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

B. PROFIL SMK ISLAMIYAH CIPUTAT

Berdirinya Yayasan Islamiyah Ciputat ini bermula adanya kegiatan dan

semangat beberapa pemuda yang berada di sekitar wilayah Ciputat. Mereka

merasa terpanggil dan ikut bertanggung jawab terhadap pelestarian dan

pengenalan syari’ah Islam. Keinginan dan semangat mereka ini kemudian

disambut gembira oleh para orang tua. Musyawarah demi musyawarah

dilaksanakan akhirnya tercetuslah suatu keinginan dan semangat bersama

untuk mengembangkan dan menegakan syari’ah Islamiyah melalui bidang

pendidikan. Hal ini didasarkan bahwa pendidikan tingkat menengah saat itu

tergolong masih langka, sehingga banyak pemuda yang berkeinginan

melanjutkan tingkat pendidikan menengah harus pergi ke Jakarta

dikarenakannya belum adanya lembaga pendidikan tingkat menengah. Dari

keinginan dan semangat bersama akhirnya pada tanggal 12 Mei 1965 disepakati

untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan Islam yang bernama Pendidikan

Guru Agama (PGA) Islamiyah.

Nama Islamiyah diambil sebagai ciri suatu lembaga Pendidikan Islam secara

umum. Informasi mengenai berdirinya PGA Islamiyah ini ternyata mendapat

cukup banyak antusias dari masyarakat dan kerana mempunyai prospek yang

cukup baik pada akhirnya pada tahun 1965/ 1966 Islamiyah membuka sekolah

baru yaitu SKKPNU (Sekolah Kesejahteraan Keluarga Pertama) khusus untuk

para remaja putri yang kemudian pada tahun 1966/ 1967 diganti menjadi SMP

Islamiyah.Situasi dan kondisi jugalah yang membuat Islamiyah harus terus

bergerak agar tidak kalah dengan lembaga pendidikan lain, sehingga pada

tanggal 5 Agustus 1978 dibentuklah sebuah yayasan yakni Yayasan Islamiyah

Ciputat yang berbadan hukum berdasarkan akta No.16 Tanggal 11 Agustus

1978. Tak lama setelah itu dibentuklah lembaga pendidikan lain seperti Sekolah

Menengah Ekonomi Atas (SMEA 1), Taman Kanak-kanak Cendrawasih dan

Madrasah Ibtidaiyah hingga sekarang Yayasan Islamiyah Ciputat mempunyai

beberapa lembaga pendidikan diantaranya: SMK Islamiyah, MA Islamiyah, SMP

Islamiyah, MTs Islamiyah dan STIE.

Page 66: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

C. PROGRAM PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU

Program pengembangan kompetensi guru merupakan hal yang sangat

penting yang perlu dilakukan di dalam lembaga pendidikan seperti sekolah.

Melalui program tersebut membantu para guru untuk mengembangkan

kompetensi yang dimilikinya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

Sudarmanto bahwa pengembangan (development) merupakan kesempatan

belajar untuk membantu individu/pegawai dapat berkembang dalam jangka

panjang (Sudarmanto, 2009). Sejalan dengan pernyataan tersebut, Dian

Rostikawati (DR) wakil kepala sekolah SMK Islamiyah menganggap bahwa

pelaksanaan program pengembangan kompetensi pedagogik sangat penting

dilaksanakan karena menurutnya setiap guru dituntut untuk memiliki

kompetensi dibidangnya masing-masing terlebih kompetensi pedagogik(Dian,

27 Nopember). Seorang guru yang profesional tentunya dituntut harus memiliki

kompetensi pedagogik sebagai kemampuan dasarnya dalam mengelola proses

pembelajaran di dalam kelas. Kompetensi pedagogik inilah yang membedakan

guru dengan profesi lainnya, dengan memiliki kompetensi ini guru akan mudah

mengelola proses pembelajaran di dalam kelas sehingga akan tercipta proses

pembelajaran yang efektif.

SMK Islamiyah merupakan sekolah kejuruan yang berada di bawah

naungan yayasan Islamiyah. Sekolah ini merupakan sekolah yang cukup baik,

dari aspek kurikulum sekolah ini menjadi SMK percontohan yang

menggunakan kurikulum 2013. Selain itu, dari aspek tenaga pendidik sekolah

ini mempunyai tenaga pendidik yang cukup baik dan bisa dibilang profesional

serta kompeten di bidangnya. Hal ini terlihat dari berbagai macam kegiatan

pengembangan kompetensi yang selalu diikuti baik di sekolah maupun di luar

sekolah oleh sebagian besar tenaga pendidik di sekolah tersebut, salah satunya

pengembangan kompetensi pedagogik. Sehingga, dampak atau hasil yang

diperoleh yaitu meningkatnya kemampuan atau kompetensi pedagogik yang

dimiliki tenaga pendidik di SMK Islamiyah Ciputat.

Sejalan dengan pernyataan tersebut, berikut ungkapan Dian Rostikawati

selaku wakil kepala sekolah bidang kurikulum terkait dengan kompetensi

Page 67: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

pedagogik guru di SMK Islamiyah Ciputat bahwa,“kompetensi pedagogik guru

di sekolah ini sudah bagus, kalau dibilang profesional menurut saya sudah

hampir 90% mereka sudah profesional karena mereka sudah banyak mengikuti

pelatihan.” (Wawancara, Dian, 27 Nopember)

Melihat kondisi tenaga pendidik yang dirasa sudah cukup baik, tentunya

hal ini tidak terlepas dari peran kepala sekolah serta wakil kepala sekolah

bidang kurikulum yang selalu memberikan kesempatan kepada guru untuk

mengembangkan kompetensinya dan berupaya mengembangkan kompetensi

pedagogik guru seperti mengadakan berbagai pelatihan dan seminar dengan

mendatangkan narasumber yang kompeten. Selain itu, mengikutsertakan guru-

guru pada pelatihan serta berbagai macam kegiatan yang terkait dengan

pengembangan kompetensi pedagogik, maupun melalui bimbingan atau arahan

kepada para guru.

Pengembangan kompetensi pedagogik sangat penting untuk dilaksanakan

karena sebagai bekal bagi para guru dalam melaksanakan proses kegiatan

belajar mengajar di dalam kelas. Melalui kegiatan pengembangan tersebut,

tentunya guru akan memiliki banyak pengalaman serta memiliki banyak ilmu

yang didapat terkait dengan pelaksanaan pengajaran di dalam kelas.

Terkait dengan program pengembangan yang diberikan oleh sekolah, dalam

hal ini kepala sekolah belum menyusun perencanaan secara tertulis, karena

program pengembangan di sekolah bersifat kondisional. Jika memang

dibutuhkan untuk diadakan di sekolah maka kegiatan pengembangan tersebut

dilaksanakan. Namun jika dilihat dari intensitas pelaksanaan kegiatan

pengembangan kompetensi pedagogik, dalam satu bulan kegiatan tersebut bisa

dilaksanakan beberapa kali.

Dalam upaya mengembangkan keterampilan guru dalam mengajar, kepala

sekolah mengikutsertakan guru-guru dalam pelatihan dan seminar yang

berkaitan dengan pendidikan, kemudian memberikan arahan-arahan serta

pembekalan kepada para guru. Adapun kegiatan/program yang dilakukan

kepala sekolah dalam mengembangkan kompetensi pedagogik guru

diantaranya:

Page 68: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

1. Program Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)

Program MGMP ini diadakan setiap satu kali dalam sebulan, dan

diadakan secara bergantian ditempat yang berbeda. Kegiatan ini bertujuan

untuk mendiskusikan dan memecahkan berbagai permasalahan para guru

pada saat proses kegiatan belajar mengajar. Selain itu kegiatan ini juga

bertujuan untuk memotivasi para guru dalam membuat dan melaksanakan

program pembelajaran. Kegiatan MGMP ini terdiri dari guru mata pelajaran

Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Matematika, dan Kewirausahaan dari

masing-masing rayon Se-Tangerang Selatan. Menurut Darmawel

(Wawancara, 13 Januari) kegiatan yang dibahas dalam MGMP tersebut yaitu

pembahasan silabus dan RPP serta diskusi dan mencari solusi mengenai

permasalahan yang terjadi pada saat proses kegiatan belajar mengajar

berlangsung.

2. Program pelatihan guru

3. Mengembangkan Wawasan/ Landasan Kependidikan Guru

Sebagai guru profesional tentunya tidaklah cukup jika seorang guru

hanya menguasai pengetahuan yang ingin diajarkannya, namun guru juga

harus mampu memahami wawasan kependidikan seperti memahami visi-

misi pendidikan, serta fungsi dan peran lembaga pendidikan. Dengan

memahami wawasan kependidikan bisa menjadi penunjang bagi para guru

untuk lebih memiliki kesiapan dalam melaksanakan proses pembelajaran.

Dalam mengembangkan wawasan kependidikan guru, kepala sekolah selalu

memberikan arahan melalui mengadakan suatu pertemuan kemudian

memberikan informasi terkait dengan kurikulum atau hal-hal terbaru seputar

kependidikan. Namun pada dasarnya kepala sekolah hanya memberikan

arahan secara umum saja, selebihnya guru tersebut yang menjalankannya.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Ahmadi (Wawancara, 27 Januari) bahwa,

“kepala sekolah selalu memberikan arahan terkait dengan hal-hal yang belum

diketahui para guru termasuk memberikan informasi terbaru baik yang

berkaitan dengan kependidikan maupun yang bersifat umum. Dalam

Page 69: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

kegiatan ini biasanya kepala sekolah membuat suatu pertemuan dan kadang

jika memang diperlukan kepala sekolah juga mendatangkan narasumber

yang kompeten.”

Pernyataan ini diperkuat oleh Gilang (Wawancara, 27 Januari) bahwa

guru selalu di beri arahan oleh kepala sekolah setiap kali merasa kesulitan

terutama kesulitan dalam mengimplementasi kurikulum, selain itu kepala

sekolah juga selalu memberikan informasi terkait dengan hal-hal yang

dibutuhkan oleh guru. Selain memberikan arahan tentu kepala sekolah juga

memberikan fasilitas berupa buku yang menjadi pegangan para guru untuk

menambah pengetahuannya.

Wawasan serta pengetahuan yang luas sangat dibutuhkan para guru

sebagai bekal mereka untuk dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Ada

banyak cara yang dilakukan kepala sekolah dalam mengembangkan

wawasan dan pengetahuan para guru, yaitu seperti mengadakan suatu

pertemuan kepada para guru, kemudian kepala sekolah memberikan suatu

informasi terbaru terkait dengan hal-hal yang dibutuhkan, kepala sekolah

juga selalu memberikan arahan kepada para guru terkait dengan hal-hal yang

belum mereka ketahui terutama arahan dalam mengimplementasikan

kurikulum. Selain itu kepala sekolah juga memberikan fasilitas berupa buku

bacaan yang dijadikan sebagai buku pegangan para guru untuk bahan

mengajar. Dan berupa jaringan internet seperti Wifi untuk memudahkan para

guru dalam mencari data-data atau informasi-informasi terbaru terkait

dengan pengajaran dan informasi umum lainnya.

4. Mengembangkan Pemahaman Mengenai Peserta Didik

Tugas seorang guru tentunya tidak hanya sebatas pada mengajar saja,

namun seorang guru tentu perlu memahami karakteristik masing-masing

peserta didik agar dalam proses pembelajaran dapat memudahkan guru

dalam menyesuaikan materi yang akan diajarkan kepada siswa sesuai

karakteristik masing-masing siswa. Dalam mengembangkan pemahaman

guru terhadap peserta didik kepala sekolah hanya memberi arahan saja untuk

Page 70: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

lebih memahami karakteristik peserta didik, selebihnya kami para guru

melakukan sharing terkait dengan permasalahan yang dihadapi para guru

dalam menghadapi berbagai karakter siswa. Kepala sekolah juga

mengadakan suatu pertemuan seperti diskusi intern untuk memberi arahan

kepada guru agar lebih memahami karakteristik siswa. Namun arahan yang

diberikan kepala sekolah pada dasarnya secara umum saja. Dalam diskusi

tersebut lebih kepada sharing antar guru terkait dengan permasalahan yang

dihadapi para guru dalam menghadapi berbagai karakter siswa. Kemudian

kami para guru mencari solusi terbaik dari permasalahan tersebut. Kegiatan

yang dilakukan dalam mengembangkan pemahaman guru mengenai peserta

didik yaitu melalui kegiatan diskusi, guru diberikan arahan agar memahami

karakteristik siswa yang berbeda-beda. Kemudian sesama guru juga saling

berbagi informasi dalam menghadapi berbagai macam karakteristik siswa.

Dalam mengembangkan pemahaman guru mengenai peserta didik

kepala sekolah mengadakan suatu kegiatan yaitu melalui diskusi dengan

agenda membahas serta memberi arahan kepada para guru dalam memahami

siswa dan berbagi pengalaman antar guru mengenai permasalahannya dalam

menghadapi karakteristik siswa. Melalui kegiatantersebut guru mendapatkan

berbagai informasi serta pengalaman baru dalam memahami karakteristik

siswa sehingga lebih memudahkan para guru dalam melaksanakan

pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswa. Kegiatan tersebut juga

menjadi salah satu upayaagar guru bisa menjadi pendidik yang profesional

yaitu dengan berbagi informasi dan mencari solusi terbaik dalam

mengahadapi berbagai karateristik dan kemampuan siswa. Hal ini sejalan

dengan pernyataan Soedijarto yang dikutip oleh Permadi dan Arifin (2013)

bahwa untuk menjadi guru profesional seorang guru harus Memahami

peserta didik dengan latar belakang dan kemampuannya.

5. Mengembangkan Kemampuan Dalam Merencanakan Proses Pembelajaran

Dalam melaksanakan proses pembelajaran, tentunya guru perlu

mempersiapkan perencanaan yang matang sehingga ketika proses

Page 71: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

pembelajaran berlangsung guru sudah memiliki kesiapan untuk mengajar.

Proses pembelajaran perlu di rencanakan agar nantinya guru paham betul

setiap langkah-langkah yang akan dijalaninya ketika proses pembelajaran

berlangsung. Dalam membuat perencanaan pembelajaran tentunya guru

perlu mendapat arahan dan bimbingan dari kepala sekolah. dalam hal ini

kepala sekolah mengadakan suatu pertemuan khusus untuk membuat

perencanaan terkait dengan pembelajaran yang di dalamnya terdapat RPP,

silabus, program semester dan program tahunan. Kegiatan tersebut biasanya

diadakan setiap memasuki awal tahun ajaran.

Pembuatan perencanaan pembelajaran selalu mendapatkan arahan dari

kepala sekolah kepada, dan arahan tersebut dilakukan dalam bentuk

pertemuan yang diadakan setiap awal tahun ajaran untuk membahas

pembuatan perencanaan pembelajaran kemudian jika ada hal-hal yang belum

dipahami oleh para guru maka kepala sekolah memberikan masukan serta

arahan terkait dengan hal-hal yang dibutuhkan.

6. Mengembangkan Kemampuan Guru dalam Menggunakan Metode

Pembelajaran yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran

Metode pembelajaran sangat dibutuhkan dalam proses kegiatan belajar

mengajar. Dengan menggunakan metode dalam proses pembelajaran

memudahkan para guru dalam menyampaikan materi yang akan dipelajari.

Oleh karena itu, untuk dapat memahami berbagai metode pembelajaran

tentunya seorang guru perlu mendapat arahan dan bimbingan dari kepala

sekolah dalam menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan

materi pembelajaran. kegiatan yang dilakukan kepala sekolah untuk

mengembangkan kemampuan guru dalam menggunakan metode

pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran yaitu melalui kegiatan

diskusi internal pada saat awal tahun ajaran ketika membuat rencana

pembelajaran. Kepala sekolah memberi arahan secara umum saja namun

untuk pembuatan secara detailnya diserahkan kepada masing-masing guru.

selain melalui diskusi internal, kepala sekolah juga mengadakan seminar

Page 72: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

terkait dengan penggunaan metode pembelajaran dengan mendatangkan

narasumber yang kompeten.

Pentingnya mengembangkan kemampuan guru dalam menggunakan

metode pembelajaran agar dalam proses pembelajaran guru mempunyai

bekal serta pengetahuannya terkait dengan penggunaan metode

pembelajaran, supaya memudahkan para guru dalam menggunakan metode

pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran.

7. Mengembangkan Pemahaman Guru dalam Melaksanakan Evaluasi Hasil

Belajar Siswa

Evaluasi pembelajaran adalah tahap penilaian dari proses pembelajaran

yang dilakukan oleh guru untuk melihat sejauhmana kemampuan dan

pemahaman yang didapat siswa setelah mengikuti proses pembelajaran

tersebut.

Dalam mengembangkan pemahaman guru dalam melaksanakan evaluasi

hasil belajar siswa tentunya kepala sekolah selalu memberi arahan kepada

guru untuk melaksanakan evaluasi hasil belajar siswa karena evaluasi

tersebut sangat penting dilakukan untuk melihat sejauhmana pemahaman

yang didapat siswa dalam mengikuti prose pembelajaran. Kepala sekolah

memberi arahan secara umum kepada guru dalam melaksanakan evaluasi

belajar siswa. Kepala sekolah juga mewajibkan guru untuk menggunakan tes

lisan dan tulisan terhadap siswa setelah materi pembelajaran selesai

disampaikan.

Dalam mengembangkan pemahaman guru dalam melaksanakan evaluasi

hasil belajar siswa kegiatan yang dilakukan yaitu hampir sama dengan

kegiatan yang lain, yaitu melalui diskusi dengan memberi arahan secara

umum dan mewajibkan para guru untuk menggunakan tes lisan dan tulisan

kepada siswa setelah materi pembelajaran selesai disampaikan. Supaya dapat

mengetahui sampai dimana pemahaman siswa terhadap materi yang telah

disampaikan.

Page 73: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Dapat disimpulkan bahwa, pentingnya evaluasi hasil belajar siswa

dilakukan agar memudahkan guru untuk mengetahui sejauhmana

keberhasilan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran, dan

mengetahui sejauhmana pemahaman siswa terhadap materi yang telah

disampaikan guru.

D. PERENCANAAN PROGRAM

Dalam perencanaan ada yang bertanggung jawab membuat perencanaan

program pengembangan kompetensi pedagogik. Setiap kegiatan tentunya

memerlukan suatu perencanaan yang matang agar kegiatan tersebut berjalan

dengan lancar dan sesuai dengan yang telah di rencanakan. Begitupun halnya

dengan SMK Islamiyah Ciputat ketika mengadakan program pengembangan

kompetensi pedagogik sekolah ini selalu membuat perencanaan yang matang.

Dalam membuat perencanaan tentunya ada pihak-pihak yang bertanggung

jawab secara penuh terhadap perencanaan tersebut dan ada pula pihak yang

terlibat di dalamnya agar nantinya program tersebut berjalan dengan lancar.

Kepala sekolah dan wakil bertanggung jawab membuat perencanaan terkait

dengan program pengembangan kompetensi pedagogik bersama orang-orang

yang terlibat dalam membuat perencanaan tersebut yaitu pihak yayasan

Islamiyah dan juga pihak luar jika memang ada keterkaitan dengan program

tersebut. Ketika membuat perencanaan biasanya kepala sekolah dan wakil

kepala sekolah berdiskusi hal-hal yang terkait dengan program yang akan

dilaksanakan. Namun dalam membuat perencanaan, tidak dibuat dalam bentuk

draft karena pelaksanaan program pengembangan yang dilaksanakan di SMK

Islamiyah ini sesuai kebutuhan saja. Jika memang anggarannya mendukung dan

program tersebut dibutuhkan, sekolah tentunya akan melaksanakan program

tersebut. Namun dalam membuat perencanaan kita juga melibatkan kepala

bidang keahlian atau kepala jurusan.

Ketika mengadakan suatu program terutama program pengembangan

komepetensi pedagogik SMK Islamiyah selalu membuat perencanaan yang

matang sehingga program tersebut berjalan dengan lancar sesuai dengan yang

Page 74: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

telah direncanakan. Selain itu, dalam membuat perencanaan adanya kerjasama

yang baik antara kepala sekolah dengan wakil kepala sekolah bidang kurikulum

dan juga pihak-pihak yang memang terkait dengan program pengembangan

kompetensi pedagogik tersebut.

E. PELAKSANAAN PROGRAM

Program pengembangan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh

suatu lembaga untuk mencapai tujuan dalam rangka mengembangkan atau

meningkatkan mutu tenaga pendidik didalam lembaga tersebut. Program

pengembangan di SMK Islamiyah Ciputat khususnya pengembangan

kompetensi pedagogik telah dilaksanakan dengan baik dan tentunya mencapai

tujuan yang telah diharapkan. Terdapat dua jenis pengembangan di sekolah

SMK Islamiyah Ciputat yaitu:

1. Pengembangan Secara Informal

Tenaga pendidik di SMK Islamiyah Ciputat selalu mengembangkan dan

meningkatkan kompetensinya dengan mempelajari berbagai macam sumber

buku untuk menambah pengetahuannya. Selain mengikuti berbagai macam

pelatihan upaya yang dilakukannya dalam mengembangkan kompetensi

yang dimilikinya yaitu membeli buku-buku untuk menambah wawasan dan

pengetahuan. Selain itu, mencari informasi tidak hanya dari satu sumber tapi

dari buku-buku lain. Termasuk mengikuti perkembangan yang ada, serta

mempelajari ilmu-ilmu yang baru. Dan selain itu juga mencari buku-buku

untuk materi yang akan diajarkan.

2. Pengembangan Secara Formal

Kepala sekolah tentunya selalu berperan aktif dan mendukung penuh

dalam mengembangkan kompetensi tenaga pendidiknya. Hal ini terlihat

bahwa kepala sekolah SMK Islamiyah Ciputat selalu memberikan

kesempatan kepada tenaga pendidik untuk mengembangkan kompetensi

yang dimiliki melalui program pengembangan kompetensi guru baik yang

diadakan di sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu kepala sekolah juga

Page 75: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

selalu mengikutsertakan guru-guru untuk mengikuti kegiatan yang terkait

dengan pengembangan dirinya, seperti pengembangan kompetensi pedagoik

yang diadakan oleh institusi lain. Ada beberapa bentuk pendidikan dan

pelatihan yang diikuti oleh para guru SMK Islamiyah Ciputat baik yang

diadakan di sekolah maupun yang diadakan oleh isntitusi lain di luar

sekolah, diantaranya:

a. MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran)yang terdiri dari guru mata

pelajaran diantaranya, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Matematika,

kewirausahaan dan lain-lain. Kegiatan MGMP ini diadakan satu bulan

sekali dengan tempat atau lokasi yang berbeda beda.

b. Diskusi intern antara guru dengan kepala sekolah, diskusi ini belum

terjadwal sehingga sifatnya kondisional jika memang merasa dibutuhkan

diskusi ini dilaksanakan.

c. Seminar dengan mendatangkan nara sumber yang berkompeten di

bidangnya.

d. Workshop dengan mendatangkan nara sumber yang ahli di bidangnya.

Seperti workshop kurikulum 2013 mendatangkan nara sumber dari

DIKNAS. Dan berbagai macam workshop terkait dengan kegiatan

pembelajaran lainnya.

e. Pelatihan-pelatihan seperti: Pelatihan penyusunan pembuatan RPP,

Pelatihan cara pembuatan media pembelajaran, Pelatihan kurikulum

2013, Pelatihan mengoperasikan aplikasi komputer akuntansi MYOB.

Pelaksanaan program pengembangan kompetensi pedagogik dilakukan

karena ingin merealisasikan tujuan sekolah dalam rangka menambah

kemampuan serta keterampilan guru terutama dalam kegiatan belajar

mengajar. Pelaksanaan program pengembangan kompetensi pedagogik

memang sangat penting untuk dilaksanakan karena kebutuhan sekolah akan

sumber daya manusia yang kompeten sangat diperlukan mengingat kualiatas

sekolah-sekolah yang semakin bagus dan semakin bersaing untuk

meningkatkan mutunya terutama mutu tenaga pendidik. Melalui program

Page 76: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

pengembangan kompetensi pedagogik, guru mendapatkan pengalaman serta

pengetahuan terbaru terkait dengan proses pembelajaran di dalam kelas baik

cara mengelola siswa, maupun cara membuat rancangan pembelajaran. selain

itu melalui pengembangan tersebut, guru dapat meningkatkan kualitas serta

kemampuan dirinya terutama dalam mengelola pembelajaran didalam kelas.

F. KENDALA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM

Setiap melaksanakan suatu kegiatan tentunya ada beberapa kendala yang

akan dihadapi ketika melaksanakan kegiatan tersebut, baik kendala dari internal

maupun kendala dari eksternal. Sama halnya dengan pelaksanaan program

pengembangan kompetensi pedagogik. Tentunya dalam pelaksanaan tersebut

orang-orang yang terlibat didalamnya pernah mengalami berbagai macam

kendala. Pada umumnya kendala tersebut muncul dari segi dana atau biaya.

Tentunya pelaksanaan program pengembangan kompetensi memerlukan biaya

yang cukup banyak mengingat program tersebut tidak hanya dilaksanakan di

sekolah tetapi sering kali program tersebut diadakan di luar sekolah.

Ada beberapa faktor yang menjadi kendala ketika melaksanakan program

pengembangan kompetensi pedagogik guru yaitu: Pertama adalah faktor biaya,

karena biaya yang dikeluarkan ditanggung oleh sekolah mengingat sekolah

berstatus swasta. Kedua yaitu faktor waktu, karena pihak guru yang

melaksanakan program tersebut tidak seluruh guru bisa hadir di sekolah

mengingat mereka harus mengajar di tempat lain. Ketiga adalah faktor fasilitas,

karena fasilitas sekolah yang kurang mendukung membuat sekolah merasa sulit

melaksanakan program pengembangan kompetensi guru. Keempat adalah faktor

SDM (Sumber daya manusia) yang membantu didalam pelaksanaan tersebut.

G. PENGAWASAN PROGRAM

Pengawasan dalam pelaksanaan program pengembangan kompetensi

pedagogik sangat dibutuhkan sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan

program pengembangan tersebut. Reward dan punishment pun sangat diperlukan

untuk dijadikan sebagai alat kontrol bagi terlaksananya pengawasan terhadap

Page 77: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

kegiatan program pengembangan kompetensi pedagogik agar program tersebut

berjalan dengan lancar. Dengan adanya aturan tersebut seluruh stakeholder dan

anggota yang terkait dengan kegiatan prtogram pengembangan tersebut

memiliki standar pelaksanaan dan mengetahui tugas, hak serta kewajiban

masing-masing. Adapun bentuk pengawasan yang dilakukan sekolah dalam

kegiatan program pengembangan kompetensi pedagogik yaitu dalam bentuk

supervisi. Kepala sekolah dan wakil kepala sekolah terutama bidang kurikulum

melakukan pengawasan dalam bentuk supervisi dan sudah terjadwal yang

diawasi oleh pengawas eksternal pengawasan ini dilakukan untuk mengukur

keberhasilan dalam kegiatan program pengembangan guru terutama guru-guru

yang sudah dikirim atau diikutsertakan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan,

dan biasanya supervisi tersebut dilakukan dua kali dalam setahun.

Pengawasan sangat penting untuk dilaksanakan agar sebuah kegiatan

berjalan dengan lancar. Selain itu diperlukannya kerjasama yang baik antara

stakeholder untuk memastikan program yang telah dilakukan, kemudian

mengoreksi pekerjaan yang telah dilakukan agar dapat berjalan sesuai dengan

yang direncanakan dan ditetapkan. Ada dua bentuk pengawasan yang

dilakukan kepala sekolah dalam memonitoring program pengembangan

kompetensi pedagogik guru diantaranya: Pertama, melalui supervisi yang sudah

terjadwal yang dilakukan dua kali dalam setahun. Dan kedua, melalui

pemantauan berdasarkan hasil daftar hadir guru yang mengikuti kegiatan

pengembangan.

H. MANFAAT BAGI GURU

Ketika mengikuti suatu kegiatan tentunya memiliki nilai positif dan nilai

manfaat dari kegiatan yang telah ikutinya, begitupun halnya dengan para guru

SMK Islamiyah. Setelah mengikuti berbagai kegiatan dalam rangka

mengembangkan kompetensi pedagogiknya mereka mendapatkan banyak

manfaat diantaranya bisa mengetahui bagaimana metode mengajar yang baik,

cara pembuatan RPP, dan penerapan ke siswa, selain itu saya bisa mengetahui

model-model lain dari media pembelajaran. Disamping itu, guru dapat point-

Page 78: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

point tersendiri dari pengetahuan yang biasanya tidak didapatkan di sekolah

terutama terkait pengetahuan terhadap kurikulum yang mencakup metode

pembelajarannya, update terbaru mengenai kurikulum atau hal-hal yang

berkaitan dengan pengajaran, penguasaan materi untuk pembelajaran dikelas,

dan metode pembelajaran ya sangat bermanfaat untuk penerapannya ke siswa.

I. KENDALA BAGI GURU

Setiap mengikuti kegiatan tentunya ada faktor-faktor yang menjadi

pendukung maupun penghambat terhadap jalannya kegiatan tersebut.

Begitupun halnya dalam mengikuti kegiatan program pengembangan

kompetensi pedagogik tentunya setiap guru yang mengikuti kegiatan tersebut

menemukan berbagai macam kendala, baik kendala dari internal maupun

kendala dari eksternal. Kendala utama yang dihadapi para guru ketika

mengikuti kegiatan pengembangan kompetensi guru yaitu narasumber yang

kurang berkompeten. Kendala inilah yang membuat para guru merasa kurang

puas mengikuti program pengembangan kompetensi, karena para guru merasa

tidak ada hal penting yang didapatkan setelah mengikuti program tersebut.

Selain itu ada faktor lain yang menjadi kendala dalam mengikuti kegiatan

pengembangan yaitu jadwal mengajar yang bersamaan dengan kegiatan

pengembangan tersebut sehingga kepala sekolah merasa kesulitan ketika

melaksanakan ataupun mengikutsertakan para guru dalam kegiatan

pengembangan terutama ketika kegiatan pengembangan diluar sekolah, karena

para guru merasa intensitas mereka keluar sekolah seperti mengikuti pelatihan

terlalu banyak sehingga mengganggu proses pembelajaran di dalam kelas.

J. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM

Evaluasi merupakan penilaian yang perlu dilaksanakan untuk mengukur

tingkat keberhasilan suatu kegiatan. Berhasil tidaknya suatu kegiatan dapat

terlihat melalui evaluasi. Dalam kegiatan pengembangan kompetensi

pedagogik, kepala sekolah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program

pengembangan guru untuk melihat tingkat keberhasilan program tersebut.

Page 79: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Evaluasi yang dilakukan kepala sekolah terhadap kegiatan program

pengembangan kompetensi pedagogik secara umum yaitu dilakukan melalui

supervisi yang diadakan 1-2 kali dalam setahun dan supervisi tersebut

dilakukan untuk melihat pengimplementasian hasil dari kegiatan

pengembangan kompetensi pedagogik mulai dari mensupervisi cara pengajaran

guru di kelas maupun penggunaan media serta metode pembelajaran di kelas.

Selain melalui supervisi, evaluasi juga dilakukan melalui pemanggilan guru

yang bersangkutan yang tidak hadir pada saat mengikuti kegiatan

pengembangan kompetensi pedagogik. Selain itu, evaluasi dilakukan juga

melalui angket kecil yang diberikan kepada siswa tentang guru terkait dengan

kedatangan tepat waktu, sistem mengajar, dan penggunaan metode

pembelajaran guru dikelas. Melalui angket tersebut memudahkan kepala

sekolah dan wakil kepala sekolah dalam mengevaluasi para guru.

K. PENUTUP

Dari uraian hasil penelitian yang telah peneliti lakukan tentang program

pengembangan kompetensi pedagogik di SMK Islamiyah Ciputat, dapat

disimpulkan bahwa Kegiatan pengembangan kompetensi pedagogik yang

sudah dijalankan SMK Islamiyah Ciputat sudah berjalan efektif, adapun

kegiatan tersebut meliputi: mengembangkan wawasan dan kependidikan guru,

mengembangkan pemahaman guru dalam memahami karakteristik siswa,

mengembangkan kemampuan dalam merencanakan proses pembelajaran,

mengembangkan kemampuan guru dalam menggunakan metode pembelajaran

yang sesuai dengan materi pembelajaran, dan mengembangkan pemahaman

guru dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar siswa.

SMK Islamiyah mempunyai beberapa strategi dalam mengembangkan

kompetensi pedagogik guru, diantaranya yaitu mengadakan berbagai macam

pelatihan, seminar, dan workshop terkait dengan pendidikan. kemudian

mengikuti MGMP antar guru mata pelajaran, dan melakukan kegiatan diskusi

intern yang membahas tentang rancangan pembelajaran RPP dan Silabus. Selain

itu kepala sekolah juga mengirim guru-guru untuk mengikuti berbagai macam

Page 80: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

kegiatan pengembangan seperti pelatihan atau workshop yang diadakan oleh

lembaga/ instansi lain. Belum ada program secara tertulis sehingga terkadang

jadwal pengembangan bersamaan dengan jadwal mengajar guru di sekolah lain.

Referensi

Edupost.ID, R. (2016, Agustus 20). Kompetensi Guru Indonesia Masih Memprihatinkan.

Diambil 4 Desember 2017, dari http://edupost.id/berita-

pendidikan/kompetensi-guru-indonesia-masih-memprihatinkan/

Fathurrohman, P., & Suryana, A. (2012). Guru profesional. Bandung: Refika Aditama.

Gilang, N. (27 Januari).

Indonesia, R. (2005). Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sekretariat Negara. Jakarta.

Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1992). Analisis data kualitatif. Jakarta: UI press.

Mulyasa, E., & Mukhlis. (2007). Standar kompetensi dan sertifikasi guru. Remaja Rosdakarya.

Permadi, D., & Arifin, D. (2013). Panduan menjadi Guru Professional: Reformasi Motivasi dan Sikap Guru dalam Mengajar. Bandung: Nuansa Aulia.

Sanjaya, W. (2008). Perencanaan dan desain sistem pembelajaran. Jakarta: kencana.

Sudarmanto. (2009). Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM Teori, Dimensi Pengukuran, dan Implemetasi dalam Organisasi. Pustaka Pelajar.

Undang-Undang, R. I. (2003). No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, 9.

Page 81: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

IMPLEMENTASI BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)

DI SMA NEGERI 37 JAKARTA

Oleh :

JEJEN MUSFAH

Dosen FITK UIN Jakarta, [email protected]

WIDYA NINGSIH

Mahasiswi FITK UIN Jakarta

Pendahuluan ♦ Komponen Penggunaan ♦ Pencairan dan Keterlibatan Stakeholders ♦

Pembahasan ♦ Penutup

A. PENDAHULUAN

Sejak tahun 2005 program dana BOS secara resmi mulai digulirkan. Dana

tersebut merupakan hasil dari pengurangan subsidi BBM yang dilakukan oleh

pemerintah, direlokasikan untuk biaya pendidikan dasar melalui program BOS

(Suryanto, 2008: 2).

Biaya satuan BOS telah dinaikkan secara signifikan, yaitu jika sekolah

dengan jumlah peserta didik minimal 60 mendapat bantuan untuk jenjang

SD/SDLB sebesar Rp. 800.000,-/peserta didik/tahun dan

SMP/SMPLB/SMPT/Satap sebesar Rp. 1.000.000,-/peserta didik/tahun

(Lampiran I, 2015: 3-4).

Besar dana yang diterima sekolah dihitung berdasarkan jumlah siswa

persekolah. Satuan biaya nasional (unit cost) program BOS SMA sebesar

Rp.1.200.000/siswa/tahun. Sehingga total anggaran program BOS SMA tahun

anggaran 2015 sebesar Rp. 5.347.291.800.000 dengan sasaran program seluruh

SMA di Indonesia (Petunjuk Teknis, 2015: 4). Dengan demikian program BOS

menjadi pilar utama untuk mewujudkan pendidikan gratis pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah.

Page 82: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Selain meningkatkan biaya satuan BOS, pemerintah juga telah

mengeluarkan surat edaran Nomor: 23/MPN/KU/2009 perihal Kebijakan

Sekolah Gratis bagi Pendidikan Dasar yang ditujukan kepada Gubernur/

Bupati/ Walikota seluruh Indonesia agar diterbitkan perda/keputusan

Gubernur/ Bupati/ Walikota terkait dengan pelaksanaan kebijakan pendidikan

gratis. Kebijakan pendidikan gratis ini kemudian direspon oleh pemerintah

daerah dengan menerbitkan aturan atau larangan kepada sekolah untuk

memungut biaya pendidikan kepada orangtua siswa. Bahkan di beberapa

Kabupaten/ Kota aturan tersebut diberlakukan secara ketat dengan sanksi

pencopotan jabatan kepala sekolah.

Dengan adanya BOS, Angka Partisipasi Kasar (APK) SD pada tahun 2005

mencapai 115%, sedangkan SMP pada tahun 2009 telah mencapai 98,11%

sehingga program wajar 9 tahun telah tuntas 7 tahun lebih awal dari target

deklarasi Education for All (EFA) di Dakar (Lampiran I, 2015: 1-2).

Hasil penelitian Sinta Dwi Permata (2011) menyimpulkan, BOS membantu

meringankan biaya pendidikan di sekolah, karena dialokasikan pada pos-pos

yang tepat sesuai dengan RAPBS yang telah dirapatkan oleh pihak-pihak yang

terkait, yaitu dengan orang tua siswa, guru-guru, dan komite sekolah.

Pengalokasian tersebut antara lain untuk pengadaan buku LKS, kegiatan mid

dan ujian semester serta uang SPP bulanan bagi yatim dan dhuafa.

Kecuali manfaat tersebut, BOS juga memiliki beberapa kelemahan, seperti

sekolah tidak sepenuhnya bebas biaya, waktu pencairan, dan keterlibatan

komite sekolah. Penelitian Abdul Majid (2013) menyimpulkan, BOS berperan

meningkatkan minat menyekolahkan anak melalui peringanan SPP atau iuran

bulanan siswa. Peran BOS untuk menyelenggarakan pendidikan gratis secara

total, belum dapat dilaksanakan karena sebagian besar dana digunakan untuk

mencukupi honor guru swasta dan biaya operasional lain.

B. KOMPONEN PENGGUNAAN

Sebagai acuan dalam penggunaan dana BOS pihak sekolah terlebih dahulu

membuat Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah (RKAS) untuk mempermudah

Page 83: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

dalam pengaplikasiannya. Dana BOS yang diberikan oleh pemerintah

digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional non personal yang

berkaitan dengan kebutuhan siswa serta pengembangan mutu tenaga

pendidikan dan kependidikan.

Jumlah dana BOS yang diterima oleh SMA Negeri 37 Jakarta pada tahap I

periode Januari sampai dengan Juni 2015 sebesar Rp 496.200.000,00. Pada pos

pembelanjaan dana BOS tahap 1 periode Januari sampai Juni 2015 dialokasikan

untuk pengadaan alat tulis sekolah sebesar Rp 3.920.000,00., seperti pulpen,

pensil, tinta spidol, tinta printer, dan kertas.

Pengadaan Buku Pelajaran/ Buku Penunjang/ Buku Referensi sebesar Rp

151.863.800,00. Jenis buku yang dibeli yaitu buku untuk koleksi perpustakaan,

buku pelajaran untuk siswa dan buku untuk guru, sehingga mempermudah

dalam proses pembelajaran.

Biaya yang digunakan untuk pemeliharaan dan perbaikan ringan

sarana/prasarana sekolah sebesar Rp 48.624.050,00., seperti untuk perbaikan

toilet siswa, baik laki-laki maupun perempuan, atap kelas yang bocor dan

perbaikan lantai kelas yang retak serta lantai koridor.

Langganan daya dan jasa lainnya sebesar Rp 9.929.780,00. Untuk jenis

pembayaran pos ini juga dibantu melalui dana BOP (Bantuan Operasional

Pendidikan) yang berasal dari subsidi pemerintah Daerah Khusus Ibukota

Jakarta, seperti listrik, telepon, dan internet (wifi).

Penyelenggaraan evaluasi pembelajaran sebesar Rp 106.575.000,00, untuk

kegiatan UAS, UTS, pembelian ATK, serta konsumsi pengawas ujian.

Kegiatan pembinaan siswa/ ekstrakurikuler dan intrakurikuler sebesar Rp

121.910.870,00. Terdapat empat jenis ekstrakurikuler, yaitu bidang olahraga,

bidang kesenian, bidang organisasi, dan bidang bahasa. Dari bidang olahraga,

yaitu bola basket, bola volley, futsal, pencak silat, bulan sabit, taekwondo,

paskibra dan bulu tangkis. Pada bidang kesenian terdapat ekstrakurikuler

paduan suara, marawis, band, tari saman, kadabras dan sinematografi.

Sementara di bidang organisasi terdapat Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)/

Majelis Perwakilan Kelas (MPK), Paskibra, Palang Merah Remaja (PMR), Rohis

Page 84: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

dan Rohkris. Bidang terakhir yaitu bahasa, hanya terdapat dua jenis

ekstrakurikuler bahasa yakni Japanese Club dan English Club (Dokumen

Profile, 2015).

Untuk kegiatan penerimaan siswa baru dana yang digunakan sebesar Rp

23.922.500,00. Dana tersebut digunakan untuk biaya layanan on-line PPDB,

Masa Orientasi Peserta Didik Baru (MOPDB), biaya fotocopy dokumen,

konsumsi untuk panitia dan petugas PPDB, dan transportasi panitia.

Pengembangan profesi guru dan tenaga kependidikan sebesar Rp

22.875.000,00., untuk kegiatan seperti MGMP, IHT, Diklat, Workshop dan

pemberian trasportasi jika ada tugas ke luar sekolah. Perbaikan desain dan

tampilan website sekolah agar terlihat lebih menarik serta memudahkan

pengguna dalam mengakses informasi yang dibutuhkan membutuhkan dana

sebesar Rp. 4.500.000,00.

Penyusunan dan pelaporan penggunaan dana BOS sebesar Rp. 2.079.000.

Biaya tersebut digunakan untuk menyusun dan mengirim laporan sekolah

kepada pihak yang berwenang, seperti biaya fotocopy, penjilidan, konsumsi,

transportasi, honor dan penyusunan laporan BOS.

Berdasarkan penjelasan di atas, pada tahap pertama, penggunaan dana BOS

terbesar dialokasikan untuk pengadaan buku pelajaran sebesar 31%, diurutan

kedua untuk pembiayaan ekstrakurikuler dan intrakurikuler sebesar 24%, ketiga

untuk penyelenggaraan evaluasi pembelajaran sebesar 21%, keempat untuk

pemeliharaan dan perbaikan sarana/ prasarana sekolah sebesar 10%, kelima

untuk kegiatan penerimaan siswa baru sebesar 5%, keenam untuk

pengembangan profesi guru dan tenaga kependidikan sebesar 5%, ketujuh

untuk langganan daya dan jasa sebesar 2%, kedelapan untuk pengembangan

website sekolah sebesar 1%, dan kesembilan untuk pengadaan alat tulis sekolah

sebesar 1%.

Pada tahap II periode Juli sampai Desember 2015 jumlah dana BOS yang

diterima sebesar Rp 453.600.000,00. Jumlah dana penggunaan/ pembelanjaan

BOS mencapai Rp. 456.600.000,00. Terdapat selisih Rp. 3.000.000,00. Menurut

Page 85: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

bendahara, terdapat kekeliruan dalam perhitungan. Adapun perinciannya

sebagai berikut.

Pengadaan alat habis pakai sebesar Rp. 39.647.000,00., untuk pembelian

peralatan praktikum IPA, IPS, Bahasa, suku cadang komputer, peralatan praktik

olahraga, kesenian, peralatan kebersihan, kesehatan dan keselamatan serta CD

multimedia pembelajaran (PT, 2015: 10).

Pengadaan bahan habis pakai sebesar Rp. 537.300,00., untuk pembelian

bahan praktikum IPA seperti HCI, formalin, air aqu dan sebagainya, bahan

praktikum IPS seperti format chart, bahan praktikum olahraga seperti

shuttlecock, bahan praktik kesehatan seperti perlengkapan P3K (PT, 2015: 11).

Pengelolaan dana individual sekolah berbasis TIK melalui aplikasi

Dapodikmen, yaitu biaya entri data individual sekolah meliputi identitas

sekolah, peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana

melalui aplikasi Dapodikmen. Pembiayaan jasa entri per record untuk data

peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di aplikasi Dapodikmen 2015

dengan ketentuan sebagai berikut : (a) biaya entri per peserta didik sebesar Rp.

2.500,00. (b) biaya entri per pendidik dan tenaga kependidikan sebesar Rp.

20.000,00 (PT, 2015: 13). Biaya yang dibutuhkan untuk pos ini sebesar Rp.

3.579.370,00.

Biaya lainnya yaitu, pengadaan buku pelajaran/ buku penunjang/ buku

referensi sebesar Rp 50.305.000,00, pemeliharaan dan perbaikan ringan sarana/

prasarana sekolah sebesar Rp 60.000.000,00, langganan daya dan jasa lainnya

sebesar Rp 2.500.000,00, penyelenggaraan evaluasi pembelajaran sebesar Rp

125.368.150,00, penyelenggaraan kegiatan pembinaan siswa/ekstrakurikuler dan

intrakurikuler sebesar Rp 135.790.000,00, pengembangan profesi guru dan

tenaga kependidikan sebesar Rp 33.873.180,00, pengembangan website sekolah

sebesar Rp 2.000.000,00, dan penyusunan dan pelaporan dana BOS sebesar Rp

3.000.000,00.

Berdasarkan penjelasan di atas, pada tahap kedua, penggunaan dana BOS

paling besar dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan

pembinaan siswa/ ekstrakurikuler dan interakurikuler sebesar 30%,

Page 86: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

penyelenggaraan evaluasi pembelajaran sebesar 27%, pemeliharaan dan

perbaikan ringan sarana/ prasarana sekolah sebesar 13%, pengadaan buku

pelajaran/ buku penunjang/ buku referensi sebesar 11%, pengadaan alat habis

pakai sebesar 9%, pengembangan profesi guru dan tenaga kependidikan sebesar

7%, pengelolaan dana individual sekolah berbasis TIK melalui aplikasi

Dapodikmen sebesar 1%, sementara pengembangan website sekolah dan

penggunaan bahan habis pakai sekitar 0,12%.

Dana BOS yang diterima oleh sekolah cukup besar. Namun, menurut

Kepala Sekolah SMA Negeri 37 Jakarta Bapak RT, dana BOS yang diterima

belum mencukupi. “Jika digabungkan bantuan dana yang diberikan oleh

pemerintah pusat dan daerah nominalnya masih dibawah saat sekolah masih

memungut biaya dari orang tua siswa. Namun, untuk mensiasati agar dana

yang diberikan mencukupi kebutuhan, maka sekolah memilah-milah jenis

kegiatan yang menjadi prioritas atau mendukung bagi peserta didik.”

Menurut kepala sekolah, setiap sekolah memiliki jenis kebutuhan yang

berbeda-beda sesuai dengan RKAS yang dibuat oleh sekolah masing-masing.

Sementara pemerintah hanya menghitung jumlah pengeluaran siswa yang

dihitung berdasarkan rata-rata kebutuhan siswa secara nasional.

C. PENCAIRAN DAN KETERLIBATAN STAKEHOLDERS

Pencairan dana BOS dilakukan setiap enam bulan sekali, tepatnya pada

Maret dan Agustus, padahal setiap bulan sekolah memerlukan dana untuk

biaya operasional sekolah. Awal sekolah dimulai Juli, seharusnya dana BOS cair

pada Juni dan/ atau setiap bulan. Dana BOP dan dana guru digunakan sekolah

untuk menutupi keterlambatan dana BOS, karena sekolah tidak memiliki uang

kas lainnya.

Penggunaan dana BOS setiap semester direncanakan dalam RAPBS melalui

rapat yang dihadiri oleh kepala sekolah, bendahara, tata usaha, dan tim

manajemen BOS. Komite sekolah dan sebagian besar guru tidak diundang rapat.

Pengeluaran dana BOS secara global ditempel di mading sekolah, dan bagi yang

ingin mengetahui lebih detil bisa menanyakannya langsung ke bendahara.

Page 87: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Sejak ada BOS, dan tidak ada kewajiban orang tua membayar iuran bulanan

ke sekolah, perhatian orang tua dan/ atau komite sekolah terhadap

perkembangan anak dirasa berkurang. Sekolah sangat hati-hati dalam menerima

dana dari wali murid karena khawatir melanggar aturan pemerintah daerah.

Padahal, dalam hal-hal tertentu bisa jadi positif dan wali murid tidak merasa

keberatan.

D. PEMBAHASAN

Pertama, penerimaan dana BOS dari pemerintah pusat tidak memenuhi

kebutuhan sekolah secara ideal. Maka, peran masyarakat masih diperlukan.

Menurut Musfah (2005: 220), lembaga pendidikan yang bagus ditopang oleh

biaya yang memadai. Setiap lembaga pendidikan membutuhkan dana untuk

menopang proses pendidikan, mulai dari biaya rutin, biaya kegiatan, hingga

biaya perawatan atau perbaikan. Kebutuhan sekolah di setiap daerah berbeda-

beda, tetapi dana BOS disamakan, tanpa pertimbangan sekolah negeri atau

swasta, sekolah terakreditasi A atau C, sekolah di daerah kota atau desa.

Peran orangtua siswa dalam pembiayaan sekolah perlu, tetapi khusus bagi

yang mampu. Orangtua miskin dibebaskan dari segala pembiayaan sekolah

anak mereka. Nandika (2007: 7) menjelaskan, meskipun SPP secara resmi telah

dihapuskan oleh pemerintah, kenyataannya pengeluaran pembelian buku, alat

tulis, seragam, uang transport, dan uang saku menjadi faktor penghambat bagi

masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya.

Kedua, pencairan dana BOS setiap bulan lebih sesuai dengan kebutuhan

sekolah. Pencairan bulanan akan lebih baik bagi sekolah, karena tidak akan

memakai dana BOP dan guru untuk keperluan operasional sekolah. Menurut

Irianto (2012: 41), tolok ukur keberhasilan suatu kebijakan adalah pada tahap

implementasi. Implementasi kebijakan lebih bersifat kegiatan praktis, termasuk

mengeksekusi dan mengarahkan.

Hal ini bukan mustahil bisa diwujudkan sepanjang ada kemauan dari

banyak pihak, khususnya pemerintah. Dalam implementasi kebijakan yang

perlu diperhatikan adalah bagaimana pra kondisi untuk keberhasilan

Page 88: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

pelaksanaan kebijakan, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi atau sikap dan

struktur birokrasi (Syafaruddin, 2008: 87).

Ketiga, pelibatan komite sekolah dalam penyusunan RAPBS sangat penting

sehingga pengembangan sekolah tidak hanya tanggung jawab guru, melainkan

banyak pihak. Jika komite mengetahui dengan baik keuangan sekolah, maka

akan mudah meminta dukungan finansial dari mereka. Orang tua sudah banyak

yang sadar pentingnya mutu sekolah, sehingga mereka tidak segan membantu

secara finansial. Hasbullah (2015: 155) menyatakan, meskipun tujuan utama

program BOS adalah untuk pemerataan dan perluasan akses, program BOS juga

merupakan program untuk peningkatan mutu, relevansi dan daya saing serta

untuk tata kelola, akuntabilitan dan pencitraan publik.

Pelibatan komite juga menunjukkan manajemen terbuka dan transparansi

pengelolaan keuangan sekolah. Sudah seharusnya dana BOS dikelola dengan

baik dan transparan. Karena itu tidak boleh ada lagi pemotongan dan

keterlambatan dalam pencairannya. Mekanisme juga harus tepat agar dana

tersalurkan kepada yang berhak (Udiutomo, dkk., 2015: 164).

Penggunaan dana BOS perlu dikontrol agar sesuai dengan yang dilaporkan.

Misalnya, tertulis bahwa ada dana digunakan untuk perbaikan sapras, tetapi

terdapat dua pintu toilet siswi yang tidak bisa ditutup. Mulyono (2010: 18)

menulis, mulai tahun 2009, pengawasan terhadap pengelolaan BOS makin

diperketat. Ini karena pemakaian dana BOS secara benar dijadikan salah satu

garansi untuk mendapatkan pinjaman dari Bank Dunia. Komite bisa menjadi

alat kontrol dari dalam terkait pelaksanaan BOS. Sebelum ada program itu,

komite sekolah selalu dilibatkan dalam rapat keuangan sekolah. Sejak ada BOS,

peran komite berkurang signifikan, khususnya terkait perencanaan,

penyusunan, dan pelaporan keuangan sekolah.

E. PENUTUP

Peran finansial dari orang tua siswa yang mampu tetap diperlukan

meskipun pemerintah memberikan dana BOS. 2) Pencairan dana BOS sebaiknya

dilakukan sebulan sekali ke rekening sekolah karena sesuai dengan kebutuhan

Page 89: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

sekolah. 3) Pelibatan komite sekolah dalam perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi BOS sangat perlu sehingga kerjasama antara sekolah dan komite

berjalan baik, tidak hanya terkait keuangan tetapi aspek-aspek lainnya seperti

perkembangan perilaku dan bakat siswa.

Referensi

Dokumen Profile SMA Negeri 37 Jakarta.

Dokumen Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah (RKAS) Laporan Penggunaan dana Program BOS Periode Juli s/d Desember 2015.

Hasbullah, M. (2015). Kebijakan Pendidikan: Dalam persepektif Teori, Aplikasi dan Kondisi Objektif Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers.

Lampiran I Permen Dikbud RI Nomor 161Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dana Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2015.

Laporan BOS SMA Negeri 37 Jakarta Tahap I Januari-Juni 2015.

Majid, A. (2003). “Peran Bantuan Operasional Sekolah dalam Meningkatkan Minat Menyekolahkan Anak”, Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Mulyono, (2010). Konsep Pembiayaan Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Musfah, J. (2015). Manajemen Pendidikan Teori; Kebijakan dan Praktik, Jakarta: Prenadamedia Group.

Nandika, D. (2007). Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.

Permata, S.D. (2011). “Study Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah dalam Menyukseskan Wajib Belajar Sembilan Tahun di MTs Unwaanunnajah Pondok Aren Tanggerang Selatan”, Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Sekolah Menengah Atas Tahun 2015.

Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah (RKAS) Laporan Penggunaan Dana Program BOS SMA Periode Juli-Desember 2015.

Suryanto, J., dkk. (2008). Efesiensi Penggunaan APBN di Daerah Tinjauan Terhadap Pelaksanaan BOS, Jakarta: Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah.

Page 90: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Syafaruddin, (2008). Evektivitas Kebijakan Pendidikan: Konsep, Strategi dan Aplikasi Kebijakan Menuju Organisasi Sekolah Efektif, Jakarta: Rineka Cipta.

Udiutomo, P., Syafi’ie, M., Sari, D.P. (2015). Bagai Pungguk Merindukan Pendidikan Gratis, Bogor: Dompet Dhuafa – Makmal Pendidikan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Yoyon Bahtiar Irianto, Y.B. (2012). Kebijakan Pembaruan Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers.

Page 91: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

PENGEMBANGAN KURIKULUM

DI KOMUNITAS HOMESCHOOLING KAK SETO PUSAT

Oleh :

JEJEN MUSFAH

Dosen FITK UIN Jakarta, [email protected]

NURFITRIYANI

Mahasiswi FITK UIN Jakarta

Pendahuluan ♦ Profil ♦ Program Pembelajaran ♦ Pelaksanaan Muatan Lokal ♦

Pelaksanaan Penjurusan ♦ Kalender Akademik ♦ Aktivitas Pengembangan Diri ♦

Pelatihan Tutor ♦ Penggunaan Sumber Belajar Siswa (Modul) ♦ Pengaturan Beban

Belajar Siswa ♦ Pelaksanaan Ketuntasan Belajar, Kenaikan Kelas, dan Kelulusan ♦

Penutup

A. PENDAHULUAN

Di Indonesia pendidikan terbagi menjadi 3 jalur, yaitu jalur pendidikan

formal, jalur pendidikan non-formal dan jalur pendidikan informal(Undang-

Undang, 2003). Keberhasilan dalam penyelenggaraan lembaga pendidikan baik

formal, non-formal, maupun informal akan sangat bergantung kepada

komponen-komponen pendukung pelaksanaan kegiatan. Salah satu komponen

yang krusial tersebut adalah kurikulum. kurikulum adalah seperangkat alat

yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Walaupun pemerintah

sudah memberikan pedoman tentang kurikulum mulai dari perencanaan,

pelaksanaan sampai evaluasi, namum dalam pelaksanaannya di setiap lembaga

pendidikan pasti berbeda-beda. Ada yang perlu dikembangkan lagi dari

pedoman tersebut agar sesuai dengan kondisi satuan pendidikan di masing-

masing daerah.

Dari pembahasan 3 jalur pendidikan tersebut di Indonesia ada salah satu

pendidikan alternatif yang sedang berkembang saat ini yaitu homeschooling.

Page 92: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Homeschooling bisa dikatakan sebagai alternatif pilihan bagi orang tua yang tidak

puas dengan pendidikan sekolah formal mulai dari guru yang kurang

memperhatikan keadaan psikologis siswa karena jumlah siswa dalam 1 kelas

yang terlampau banyak, fasilitas di sekolah yang kurang memadai, guru kurang

menguasai materi pelajaran hingga metode pembelajaran yang monoton dari

tahun ke tahun.

Di Indonesia, belum ada catatan statistik jumlah praktisi homeschooling.

Tetapi, seminar mengenai homeschooling selalu dipenuhi oleh para peserta

(Asmani, 2012). Homeschooling berkembang melalui berbagai media, baik dari

internet, seminar, media cetak, dan sebagainya.

Ada tiga macam jenis homeschooling yaitu homeschooling tunggal,

majemuk dan komunitas(Mulyadi, 2007). Pertama homeschooling tunggal

dilaksanakan oleh satu keluarga saja. Kedua homeschooling majemuk

dilaksanakan oleh beberapa keluarga dengan kegiatan tertentu, dan

homeschooling komunitas adalah gabungan beberapa homeschooling majemuk

yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok

(olahraga,musik/seni, dan bahasa), sarana/prasarana, dan jadwal pembelajaran.

Dari tiga macam jenis homeschooling orang tua bisa memilih pendidikan

yang tepat bagi anak-anaknya sesuai dengan kebutuhan. Jika anaknya

berkebutuhan khusus, cara menanganinya adalah dengan terapi-terapi yang

sesuai dengan kebutuhan anaknya. tidak bisa dipaksakan untuk menyekolahkan

anaknya di sekolah formal hanya akan menyiksa anak. akan ada ejekan,

tertawaan bahkan hinaan, Karena anak berkebutuhan khusus (ABK)

membutuhkan penanganan yang khusus pula. Homeschooling bisa menjadi

alternatif terbaik. Anak berkesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih

baik. Selain anak berkebutuhan khusus ada pula anak yang mempunyai bakat

khusus. Sekarang artis muda dan para atlet pun mengambil alternatif

pendidikan homeschooling karena jadwal mereka yang padat dan waktu belajar

di sekolah formal yang tidak fleksibel. Mereka memilih homeschooling karena

bisa memilih waktu belajar tanpa harus meninggalkan dunia artis maupun

Page 93: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

dunia atletnya. Ini cukup menjadi pilihan yang tepat disamping bisa

mengembangkan bakat mereka tidak lupa akan kewajibannya untuk belajar.

Namun disamping keunggulan di atas, terdapat juga kelemahan

homeschooling, yaitu anak-anak yang belajar di homeschooling kurang berinteraksi

dengan teman sebayanya dari berbagai status sosial yang dapat memberikan

pengalaman berharga untuk belajar hidup di masyarakat dan perlindungan

berlebihan dari orang tua dapat menyebabkan anak tidak mampu mengatasi

masalah atau situasi yang terjadi di dunia nyata.

Lembaga homeschooling sudah mulai banyak bermunculan di Indonesia,

lembaga homeschooling di Jakarta pun mudah ditemui karena daerah dan

tempatnya yang strategis mudah untuk dijangkau oleh para homeschooler,

lembaga homeschooling yang ada di Indonesia yaitu homeschooling Primagama,

Morning Star Academy (MSA), Homeschooling Kak Seto (HSKS) yang pusatnya

berada di Pondok Aren Tangerang Selatan, Homeschooling Mandiri, Deka

Homeschooling, Kamyabi Homeschooling, Homeschooling BERKEMAS (berbasis

keluarga dan masyarakat) dan lain-lain. Komunitas homeschooling Kak Seto pusat

(HSKS) berdiri cukup lama dari tahun 2007, pendirinya pun merupakan salah

satu tokoh pendidikan di Indonesia yaitu Seto Mulyadi atau biasa di panggil

dengan kak Seto.

Sebelum mendirikan homeschooling, kak Seto dan rekan-rekan yang peduli

terhadap pendidikan mulai mempromosikan tentang pendidikan alternatif

melalui komunitas ASAH PENA (asosiasi sekolah rumah dan pendidikan

alternatif) di komunitas ASAH PENA ini kak Seto menjabat sebagai ketua

umum. ASAH PENA berdiri sejak 4 Mei 2006 (Kembara, 2007). Tujuan ASAH

PENA sendiri adalah“untuk mengorganisir dan melayani keluarga-keluarga

penggiat pendidikan alternatif, serta menjembatani antara keluarga pesekolah

rumah, dan pendidikan-pendidikan alternatif pada umumnya dengan

pemerintah”. Dengan kata lain ASAH PENA didirikan untuk mewadahi

penyelenggaraan homeschooling dan pendidikan alternatif di Indonesia. setelah

itu pada tahun 2007, ASAH PENA menandatangani nota kesepahaman (MOU)

Page 94: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

bersama Depdiknas berisi pengakuan komunitas sekolahrumah sebagai salah

satu “satuan pendidikan non-formal” yang diakui negara (Asmani, 2012).

Ketika melakukan wawancara awal dengan bagian humas dan beberapa

siswa HSKS tingkat SMA siswa yang pindah dari sekolah formal ke HSKS

karena berbagai macam alasan diantaranya adalah: jam belajar dan mata

pelajaran di sekolah formal yang padat, adanya keterbatasan fisik dan mental

yang mengakibatkan bullying, dan orang tua yang di tugaskan bekerja pindah-

pindah kota. Serta waktu belajar di homeschooling yang relatif singkat hanya 3

kali pertemuan dalam seminggu di sisa harinya bisa mereka gunakan untuk

bekerja maupun mengembangkan minat dan bakat dibidang lain.

Jenjang pendidikan di homeschooling kak Seto pusat mulai dari tingkat SD,

SMP, dan SMA. Pada tingkat SD terdiri dari kelas I sampai kelas VI, pada

tingkat SMP terdiri dari kelas VII sampai kelas IX, sedangkan pada tingkat SMA

terdiri dari kelas X sampai kelas XII. program pembelajaran di HSKS pusat yaitu

komunitas dan distance learning. Penulis hanya fokus di tingkat SMA dan

program komunitas. Selain itu di HSKS Pusat tidak hanya menerima anak-anak

normal saja tetapi menerima juga anak berkebutuhan khusus (ABK).

Tidak hanya di sekolah formal di homeschooling pun membutuhkan

kurikulum sebagai pedoman dasar penyelenggaraan pembelajaran. Dari studi

awal yang telah dilakukan ditemukan bahwa kurikulum di homeschooling kak

Seto Pusat masih mengacu pada peraturan menteri pendidikan nasional No. 23

tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan (SKL) kurikulum tingkat satuan

pendidikan (KTSP). Hanya saja ada yang dimodifikasi dari kurikulumnya

tersebut dan dikembangkan kembali sesuai dengan kebutuhan, minat dan bakat

anak. untuk itu pengembangan kurikulum tidak sepenuhnya dikembangkan

lagi oleh pemerintah, tetapi homeschooling juga diberikan ruang untuk

mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan kebutuhan, minat dan bakat

anak. Tanpa adanya kurikulum suatu lembaga pendidikan termasuk

homeschooling tidak akan mempunyai arah, karena tidak mempunyai rencana

kemana peserta didiknya akan diarahkan. Karena di HSKS Pusat anak

berkebutuhan khusus dan anak normal kelasnya disatukan ini menjadi

Page 95: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

hambatan sekaligus tantangan tersendiri untuk para tutornya bagaimana

mereka menangani berbagai macam karakter siswa yang berbeda-beda satu

sama lain pada saat mengajar. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan

masukan bagi lembaga homeschooling dan pihak-pihak yang terkait dalam

implementasi kurikulum di lembaga homeschooling untuk meningkatkan

kualitas, terutama dalam mengembangkan kurikulumnya, menambah

pengetahuan bagi pembaca mengenai implementasi pengembangan kurikulum

di lembaga homeschooling.

B. PROFIL HOMESCHOOLING KAK SETO

Setiap anak mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan.

Dan, setiap anak sedapat mungkin memperoleh pendidikan yang layak bagi

dirinya.Namun, dalam pengalaman di lapangan menunjukkan bahwasannya

banyak anak mendapatkan pengalaman kurang menyenangkan selama

bersekolah.Sebut saja kasus bullying, bentakan, dan kekerasan dari guru, bahkan

pemasungan kreativitas anak.pengalaman-pengalaman yang kurang berkesan

tersebut menimbulkan phobia terhadap sekolah (School Phobia) bagi anak dan

orang tua.

Kemudian, upaya penyeragaman kemampuan dan keterampilan anak di

segala bidang turut mematikan minat dan bakat anak yang tentunya berbeda-

beda, karena setiap anak adalah unik.Lebih jauh lagi, kurikulum yang padat dan

tugas-tugas rumah yang menumpuk membuat kegiatan belajar menjadi suatu

beban bagi sebagian anak.anak yang kurang cocok dengan sistem pendidikan

formal. salah satu bentuknya adalah kegiatan homeschooling (sekolah rumah),

berdasarkan alasan inilah maka kak Seto sebagai tokoh pendidikan anak beserta

tim, membangun komunitas sekolah rumah yang disebut dengan “homeschooling

kak Seto” (HSKS), sebagai sebuah institusi pendidikan alternatif yang senantiasa

memerhatikan hak anak atas pendidikan.

Homeschooling adalah sebuah sistem pendidikan atau pembelajaran yang

diselenggarakan di rumah. “Homeschooling Kak Seto” adalah sebuah alternatif

yang menempatkan anak-anak sebagai subjek dengan pendekatan secara at

Page 96: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

home atau di rumah. Dengan pendekatan “at home” inilah anak-anak merasa

nyaman belajar karena mereka dapat belajar apapun sesuai dengan

keinginannya, kapan saja dan dimana saja seperti ia tengah berada di rumahnya.

Jadi, meski disebut homeschooling, tidak berarti anak akan terus menerus belajar

di rumah, tapi anak-anak dapat belajar dimana saja dan kapan saja asal situasi

dan kondisinya benar-benar nyaman dan menyenangkan seperti “at home”.

Maka dalam sistem homeschooling, jam pelajaran bersifat fleksibel mulai dari

bangun tidur sampai berangkat tidur kembali.

Jenjang pendidikan pada homeschooling Kak Seto Pusat mulai dari tingkat

SD, SMP dan SMA. Pada tingkat SD terdiri dari kelas I sampai kelas VI, Pada

tingkat SMP terdiri dari kelas VII sampai kelas IX, dan pada tingkat SMA terdiri

dari kelas X sampai kelas XII. Homeschooling Kak Seto secara resmi berdiri pada

tanggal 4 April 2007.Kantor Pusat “HOMESCHOOLING KAK SETO” beralamat

di Jl. Taman Makam Bahagia ABRI No. 3A Parigi Lama- Pondok Aren Bintaro

sektor 9, Tangerang selatan, 15400.

Homeschooling Kak Seto diakui dan dilindungi UU No 20 tahun 2003

tentang sistem pendidikan nasional sesuai dengan pasal 4 dan pasal 27 sebagai

jalur pendidikan informal, yaitu pendidikan mandiri oleh keluarga dan

lingkungan. Antara jalur pendidikan formal (sekolah biasa), nonformal (PKBM)

dan informal (Homeschooling) dapat saling pindah jalur dengan berkelanjutan

dan melengkapi.

C. PROGRAM PEMBELAJARAN KOMUNITAS HOMESCHOOLING KAK

SETO

Program pembelajaran di homeschooling kak seto (HSKS) Pusat ada 2 yaitu

program komunitas dan distance learning tetapi fokus penelitian penulis hanya

program komunitas saja Program komunitas sama seperti sekolah formal siswa

datang ke HSKS untuk belajar di kelas bersama tutor atau jika di sekolah formal

sama seperti guru. Selain syarat administratif sebelum masuk komunitas ada

beberapa persyaratan lain yang harus dipenuhi.

Page 97: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Sebelum masuk komunitas tahapannya siswa placement test kemudian di

assessment terlebih dahulu untuk mengetahui siswa tersebut memerlukan

penanganan khusus atau tidak kemudian ada wawancara dengan konselor.

Siswa di HSKS bisa memilih program pembelajaran yang paling cocok

sesuai dengan kondisi masing-masing siswa, namun HSKS lebih mengarahkan

ke komunitas terlebih dahulu agar anak-anak bisa bersosialisasi dengan teman-

teman sebayanya. Misalnya jika siswa tersebut ternyata anak berkebutuhan

khusus (ABK) yang tidak bisa mengikuti proses pembelajaran biasanya memilih

program distance learning dan mengikuti kelas therapi. Proses masuk ke

komunitas HSKS siswa melakukan placement test untuk mengetahui kemampuan

akademiknya kemudian di assessment untuk mengetahui sejauh mana potensi

dan kekurangan atau hambatan yang dimiliki siswa, terakhir wawancara

dengan konselor. Di HSKS tidak hanya ada pembelajaran akademik saja tetapi

ada pembelajaran non akademik atau kegiatan pengembangan diri. HSKS tidak

hanya belajar akademik saja tetapi ada pembelajaran non akademiknya juga, ini

menjadi salah satu keunggulan homeschooling dibandingkan dengan sekolah

formal yang lebih mengutamakan akademiknya saja padahal tidak semua siswa

berbakat di bidang akademik.

Mata pelajaran yang diajarkan di komunitas HSKS yaitu bahasa inggris,

bahasa Indonesia, PKN, Matematika, Biologi, Fisika, Kimia, Geografi, Sosiologi,

Ekonomi. Mata pelajaran tersebut di ajarkan di kelas bersama tutor per mata

pelajaran (mapel). Dalam komunitas jadwal belajar ditentukan oleh HSKS. Agar

lebih jelasnya berikut tabel jadwal pembelajaran HSKS Pusat.

Mata pelajaran (Mapel) di HSKS untuk kelas X sama tetapi waktu naik

kelas XI dan kelas XII mata pelajarannya sudah fokus dengan jurusan IPA atau

IPS. hari belajar antara kelas X dan kelas XI sama tetapi untuk kelas XII harinya

berbeda agar mereka lebih fokus belajar untuk persiapan UNPK, tetapi waktu

belajar sama durasinya. Sementara untuk kegiatan non-akademik hari jumat

tempat pembelajaran menyesuaikan dengan tema yang telah ditentukan. Jumlah

siswa perkelas maksimal 10 siswa. Jumlah 1 kelas di komunitas HSKS Pusat

maksimal 10 orang. Misalnya jika kelas X ada 1 kelas jumlahnya 10 orang dan

Page 98: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

ada 2 siswa baru masuk maka kelasnya di pecah jadi 2. Dari jumlah siswa dalam

1 kelas ini cukup efektif karena tutor dapat dengan mudah memahami

karakteristik siswa dibandingkan dengan jumlah siswa dalam 1 kelas yang

banyak. Jumlah siswa yang sedikit itu membuat belajar siswa jadi fokus dan

hubungan antara tutor dan siswa bisa lebih akrab agar proses pembelajaran di

kelas tidak kaku. HSKS tidak membuat Standar kompetensi dan kompetensi

dasar (SK/KD) tetapi hanya menyusun ulang saja. Standar kompetensi lulusan

(SKL) HSKS pun tidak menyusun ulang tetapi mengacu ke peraturan

pemerintah. Jadi SKL di HSKS merujuk ke peraturan menteri pendidikan

nasional nomor 23 tahun 2006 tentang SKL sesuai jenjang pendidikan yang

sedang ditempuh (SD, SMP, SMA).

HSKS membuat silabus pada tahun 2014, tahun selanjutnya tinggal di

modifikasi jika ada pembaharuan dari SK/KD nya. Yang membuat silabus itu

staf ahli dan tutor sementara bagian kurikulum hanya menyelenggarakan dan

memantau proses pembuatan silabus. Untuk RPP pun HSKS baru

menerapkannya sekitar 3 tahun yang lalu. HSKS membuat RPP berdasarkan

SK/KD yang sudah adadari pemerintah selanjutnya tutor tinggal

mengembangkan RPP di indikatornya menyesuaikan dengan waktu belajar

yang hanya 3 kali dalam seminggu. dan RPP dibuat seminggu sebelum tutor

mengajar di kelas. RPP yang dibuat oleh tutor masih menggunakan format RPP

KTSP. Proses pembelajaran di HSKS layaknya sekolah formal pada umunya

siswa datang ke HSKS lalu belajar dalam ruang kelas yang nyaman dan fasilitas

yang mendukung. Cuma yang membedakan dari persiapan mengajar, Sebelum

mulai mengajar tutor melakukan briefing dengan kepala akademik serta tutor

yang akan mengajar hari itu.

Sebelum tutor mengajar di kelas, paginya ada briefing bersama kepala

akademik dan tutor yang mengajar pada hari itu yang intinya menceritakan

kegiatan apa saja yang akan dilakukan di kelas nanti. Setelah briefing sore hari

setelah mengajar di kelas tutor mengadakan evaluasi yang intinya bagaimana

keadaan di kelas tadi apakah ada kendala lalu RPP yang dibuat sebelum

mengajar apakah sudah sesuai atau belum, jika ada yang berubah misalnya dari

Page 99: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

metode pembelajarannya bisa di edit lagi disesuaikan dengan keadaan di kelas

tadi. Manfaat briefing dan evaluasi ini setiap tutor jadi mengetahui metode atau

pendekatan apa yang harus dipakai jika masuk ke kelas A, B dan C.

Sebelum mengajar, tutor melakukan persiapan yaitu RPP, materi yang

akan diajarkan, media pembelajaran yang akan digunakan, metode

pembelajaran karena tidak semua kelas tutor bisa menggunakan metode yang

sama. Dan terakhir penampilan tutor yang segar, rapi, bersih, dan wangi. Untuk

penggunaan media pembelajaran setiap tutor berbeda-beda karena disesuaikan

dengan materi pelajaran pada hari itu. Media yang digunakan seperti biasa

power point dengan alat bantu laptop dan infokus. Tetapi penggunaan power

point tidak selalu dipakai setiap kali pertemuan agar tidak menimbulkan

kejenuhan dalam belajar dan media pembelajaran yang digunakan disesuaikan

dengan materi pelajaran. Tutor menggunakan metode ceramah dan diskusi

terkait tema yang telah ditentukan setelah itu siswa/i diberi tugas untuk melihat

profesi yang sesuai dengan tema public speaking kemudian menebak nama

profesi tersebut di kertas yang telah dibagikan. Karena di HSKS untuk tingkat

SMA nya anak berkebutuhan khusus (ABK) dan anak normal kelasnya

disatukan pasti penanganannya berbeda berikut hasil wawancara penulis

dengan kak Linda mengenai cara tutor menangani ABKTutor tetap memberi

kesempatan kepada ABK untuk bertanya dan membuat mereka nyaman di kelas

jika ada anak lain yang mengganggu siswa tersebut akan di tegur halus oleh

tutor. Disini ditemukan maksud dari belajar yang ramah anak itu tutor

memperhatikan kenyamanan anak ABK jangan sampai tutor mengeluarkan kata

ABK dan memberikan kesempatan anak ABK untuk bertanya. Anak ABK SMA

di HSKS masih bisa diarahkan karena sebelum masuk komunitas sudah melalui

assessment bahwa anak ABK ini bisa mengikuti kelas komunitas hal ini sesuai

wawancara dengan kak Ambi diuraikan sebagai berikut:

Dalam kegiatan pembelajaran di komunitas HSKS, terdiri dari 3 kegiatan

yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Waktu

Pelaksanaan proses pembelajaran di HSKS disesuaikan dengan kemampuan

peserta didik. Hal tersebut disebabkan karena setiap kelas komunitas tingkat

Page 100: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

SMA anak berkebutuhan khusus (ABK) dan anak normal kelasnya disatukan

dengan catatan jumlah siswa normal lebih banyak daripada ABK nya.

HSKS Pusat SMA ada program inklusi dimana anak yang normal kelasnya

disatukan dengan ABK. sejauh dari hasil observasi penulis di kelas anak ABK

tidak mengganggu anak normal justru sebaliknya walaupun sedikit ada

interaksi antara anak ABK dan anak normal di kelas. Untuk tutornya mungkin

ada sedikit hambatan karena anak ABK yang di kelas itu tergolong slow learner

atau sulit memahami pelajaran dengan siswa pada umumnya. Sehingga bisa jadi

pelaksanan pembelajaran tidak sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.

D. PELAKSANAAN MUATAN LOKAL

Di HSKS ada mata pelajaran muatan lokal nya yaitu seni budaya, TIK,

Penjaskes, agama, dan sejarah. Mapel tersebut dipelajari di rumah dalam bentuk

tugas mandiri dan dikumpulkan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

Tidak hanya tugas mandiri berbentuk makalah saja, tetapi ada praktiknya juga

misalnya agama tadi praktik wudhu, shalat atau memandikan jenazah.

Portofolio di HSKS sama seperti muatan lokal di sekolah formal dalam bentuk

tugas mandiri. Pembelajarannya tidak tatap muka tetapi belajar di rumah,

nantinya tugas mandiri tersebut dikumpulkan 1 bulan sekali dan maksimal 3

bulan ke wali kelas.

E. PELAKSANAAN PENJURUSAN

Homeschooling kak Seto (HSKS) tingkat SMA hanya menetapkan dua

jurusan yang di programkan yaitu jurusan ilmu pengetahuan alam (IPA) dan

ilmu pengetahuan sosial (IPS) yang ditentukan pada akhir semester genap kelas

X dan dilaksanakan pada semester ganjil kelas XI. Kriteria penjurusan

berdasarkan minat siswa/i, hasil psikotes, dan nilai akademik. Untuk masuk

jurusan IPA dan IPS nilai akademik terutama untuk jurusan IPA nilai mata

pelajaran IPA harus melampaui KKM yang telah ditetapkan dan hasil psikotes

menunjukan kalau siswa/i tersebut masuk jurusan IPA sementara ketika ada

Page 101: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

kondisi nilai IPA di kelas X kurang bagus tetapi minat nya ingin masuk IPA itu

tetap tidak bisa.

F. KALENDER AKADEMIK HOMESCHOOLING KAK SETO PUSAT

Kalender akademik antara jenjang SD-SMA di gabung tetapi dibuat oleh

masing-masing kepala akademik SD-SMA karena masih 1 lingkungan jadi setiap

jenjang harus mengetahui kegiatan apa saja yang ada pada hari itu agar jadwal

kegiatan dan ruangan yang dipakai tidak terbentur. Kalender akademik dibagi

jadi 2 kalender akademik ganjil dan kalender akademik genap. Jadi, patokan

untuk membuat kalender akademik itu dilihat dari jadwal UNPK yang

ditetapkan oleh Diknas. Kemudian untuk yang kelas 3 kegiatannya agak

dipadatkan karena materi pembelajarannya dipercepat selesai sebelum UNPK

dan ada tambahan kelas pemantapan maupun try out.

G. AKTIVITAS PENGEMBANGAN DIRI

Selain kegiatan tatap muka di kelas ada juga kegiatan pengembangan diri

di HSKS diantaranya adalah Outing, Friday class dan Project class.yang masing-

masing akan diuraikan sebagai berikut.

Outing, merupakan proses pembelajaran dimana siswa komunitas belajar

di luar kelas. Baik kunjungan di indoor maupun outdoor.Untuk tingkatan SMA

outing biasanya diadakan 2 bulan sekali mengunjungi tempat-tempat edukasi

yang baik. outing merupakan bagian dari proses pembelajaran di luar kelas.

Untuk Outing kelas XI temanya masih berhubungan dengan pembelajaran

sementara outing kelas XII sudah berhubungan dengan dunia kampus dan kerja.

Friday class, merupakan pembelajaran non akademik yang dilaksanakan

setiap hari jumat untuk yang SMA waktu belajarnya siang dari jam 13.30 sampai

jam 16.00. Friday class setiap hari jumat ini berbeda-beda tema-temanya.

Pada Friday class ini tutor tidak membuat RPP tetapi membuat semacam

rencana kegiatan Friday class yang di dalamnya terdapat nama kegiatan, tema,

tujuan, susunan kepanitian, susunan acara dan deskripsi tugas untuk lebih

jelasnya rencana kegiatan Friday class terdapat pada lampiran. Adanya Friday

Page 102: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

class ini bisa mengembangkan kreativitasnya di bidang non akademik sehingga

dapat menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan siswa.

Selain outing dan Friday class ada project class. Project class merupakan

gabungan dari kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler.Project class ini

mengarahkan minat dan bakat siswa melalui 3 kelas yaitu Entrepreneurship,

Charity, dan media. Entrepreneurship menciptakan siswa yang berjiwa wirausaha

muda, siswa akan diajarkan untuk mengelola sebuah usaha yang dibangun

bersama teman temannya. Charity menumbuhkan jiwa kepedulian dan inisiatif

siswa dalam bidang sosial.Yang terakhir media mencetak siswa yang handal

dalam bidang jurnalis dan komunikasi.

Kegiatan study refresh, Kegiatan yang ditujukan untuk siswa/i komunitas

sebagai penyegaran diri siswa baik sebelum atau sesudah pelaksanaan UAS.

Dilakukan 1 kali di akhir semester untuk masing-masing tingkatan.Kegiatan

study refresh per tingkatan berbeda-beda, untuk tingkat SMA kegiatan nonton

bareng sudah tidak efektif, jadi diganti dengan kegiatan yang bersifat edu-fan

seperti bermain paintball untuk melatih siswa mengembangkan kemampuan

kepemimpinan, komunikasi tim, membuat perencanaan, melatih membuat

strategi, membangun kedisiplinan, keberanian dan teamwork. data yang penulis

peroleh kegiatan study refresh pada tahun 2016/2017 dilaksanakan sebelum UAS.

H. PELATIHAN TUTOR DI HSKS

Karena peran tutor dalam implementasi kurikulum sangat besar,

oleh karena itu HSKS Pusat membekali tutor dengan pelatihan-pelatihan yang

sesuai dengan tagline HSKS Pusat yaitu cerdas, kreatif dan ceria. Tutor di HSKS

pun selain mengajar siswa mengikuti pelatihan yang di fasilitasi oleh HSKS

untuk mengupgrade ilmu mereka mulai dari penguasaan materi pelajaran,

manajemen kelas hingga sikap tutor dalam mengajar, pelatihan ini berguna bagi

tutor mengingat karakteristik siswa yang bermacam-macam. pelatihan cerdas,

kreatif dan ceria dilaksanakan 2 bulan sekali sesuai dengan tema yang akan di

bahas. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara dengan kak Lilis tutor bahasa

Indonesia.

Page 103: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

I. PENGGUNAAN SUMBER BELAJAR SISWA (MODUL) DI HSKS

Di HSKS tidak perlu membeli buku paket untuk proses pembelajaran

siswa diwajibkan membeli modul yang telah dibuat oleh tim HSKS. Modul yang

sekarang digunakan oleh tutor setiap tahun ajaran tahapannya sudah tidak

membuat modul lagi namun merevisi modul jika ada penambahan materi,

pengurangan materi atau urutan materi yang seharusnya dipelajari lebih awal

tetapi di pelajari di bab terakhir. Untuk itu HSKS menyediakan form revisi

modul yang diisi oleh tutor.Tutor merevisi modul setiap akhir tahun ajaran baru

yang bertujuan agar isi modul mudah dipahami homeschooler dan tutor sehingga

jika isi modul jelas dan menarik homeschooler tidak akan jenuh membaca

modulnya. Hasil studi dokumentasi penulis pada modul matematika kelas XII

IPS komponen-komponen modul HSKS terdiri dari standar kompetensi dan

kompetensi dasar SK/KD, penjelasan materi, contoh soal, latihan soal dan

lembar kerja siswa (LK). Lembar kerja siswa ini nantinya akan dikumpulkan dan

di nilai hal ini sesuai penjelasan kak Linda yaitu: setiap semester itu kita

mengumpulkan LK nih anak-anak gitu buat kita nilai gitu”. LK di kumpulkan

setiap semester nantinya nilai LK akan masuk ke rapor siswa/i. Pembuatan

modul yang menarik dengan bahasa yang mudah di mengerti serta materi

pelajaran yang di pelajari inti-inti nya saja merupakan salah satu pengembangan

kurikulum yang ramah anak, pendidikan ramah anak ini yang di canangkan di

HSKS Pusat.

J. PENGATURAN BEBAN BELAJAR SISWA/I SMA KOMUNITAS HSKS

Sesuai dengan penjelasan sebelumnya di HSKS untuk tingkat SMA

belajarnya hanya 3 kali dalam seminggu, 1 hari 1 mata pelajaran 3 jam

(jam13.00-16.00) berarti jika pertemuan dalam seminggu 3 kali 3 jam dalam 1

minggu ada 9 jam tatap muka. untuk pengaturan beban belajar HSKS masih di

tengah-tengah antara pendidikan formal dan nonformal.

Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan

oleh peserta didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap

muka di kelas dan kegiatan mandiri. Tugas mandiri di kumpulkan 1 bulan

Page 104: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

sekali jadi 1 bulan ada 5 tugas mata pelajaran yang dikumpulkan mata pelajaran

tersebut yang tidak dipelajari pada kegiatan belajar di kelas yaitu seni budaya,

TIK, Penjaskes, sejarah dan agama. Penyelesaian program pendidikan di HSKS

sama seperti di sekolah formal yakni 3 tahun pembelajaran. Tetapi jika ada

Siswa/i yang ingin selesai kurang dari 3 tahun syarat nya cukup berat siswa/i

harus menyelsaikan tugas yang diberikan sekolah setara dengan 3 tahun.

Terdapat program akselerasi tetapi siswa tersebut harus memenuhi syarat

yang telah ditentukan oleh HSKS, syarat yang telah ditentukan ini cukup sulit

salah satu nya IQ siswa/i tersebut minimal 130 dengan kategori sangat cerdas

jadi, jarang ada homeschooler yang ikut kelas akselerasi ini. Program yang sering

diselenggarakan oleh HSKS yaitu jalur double semester atau jalur khusus.

Siswa/i yang baru masuk HSKS dari sekolah formal bisa mengikuti kelas yang

sama seperti di sekolah formal misalnya siswa/i tersebut sakit tidak masuk 2

bulan sampai UTS akhirnya di keluarkan di sekolahnya, nanti waktu masuk di

HSKS bisa masuk ke kelas yang sama seperti dia di sekolah formal dengan

catatan siswa/i tersebut harus menyelesaikan tugas yang diberikan tutor agar

mendapat nilai.

Alokasi waktu atau pertemuan di HSKS untuk menguasai masing-masing

kompetensi dasar dalam pembelajaran efektif yang ditetapkan sesuai dengan

keadaan dan kebutuhan sekolah untuk setiap tahun ajaran di HSKS pertemuan

terbagi menjadi dua yaitu tatap muka (pembelajaran di kelas), dan mandiri di

sekolah formal seperti muatan lokal tetapi di HSKS menyebutnya tugas

mandiri/ portofolio.

Jenis pertemuan di komunitas HSKS ada 2 pertemuan tatap muka dan

mandiri. Pertemuan tatap muka seperti KBM di kelas dan tutor visit, tutor

datang ke rumah homeschooler sesuai jadwal yang telah ditetapkan untuk belajar

mata pelajaran yang dirasa siswa/i belum mengerti atau paham ketika di

pelajari di komunitas. Tutor visit ini sangat membantu siswa yang belum paham

mata pelajaran atau butuh waktu lama untuk memahami materi pelajaran

tertentu. Pertemuan mandiri homeschoolermengerjakan tugas di rumah yang

nantinya akan dikumpulkan per-3 bulan sekali.

Page 105: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

K. PELAKSANAAN KETUNTASAN BELAJAR, KENAIKAN KELAS DAN

KELULUSAN

Di HSKS ada UTS dan UAS untuk ulangan harian tergantung dari

kebijakan tutor sendiri tetapi biasanya hanya mengerjakan soal dan LK saja.

Untukkelas XII baik jurusan IPA dan IPS selain UTS dan UAS ada try out dan

UPK (ujian paket kesetaraan) yang di selenggarakan oleh HSKS sendiri berupa

tes tulis dan praktik. Hal ini agar siswa lebih siap untuk menghadapi ujian

nasional paket kesetaraan (UNPK). Program kelas X, XI dan kelas XII sudah

berbeda karena kelas XII akan menghadapi UNPK jadi programnya lebih

akademik outingnya pun sudah berhubungan dengan dunia kampus. Sementara

kelas X dan XI masih pada proses pembelajaran. Hasil wawancara dengan kak

Nina ada kelas tambahan untuk kelas X, XI dan kelas XII semester ganjil kelas

tambahan ini berguna ketika materi pada mata pelajaran tertentu belum selesai

atau materi yang membutuhkan waktu banyak untuk diajarkan tutor dan siswa

merasa kesulitan memahami materi pelajaran tersebut itu akan dibuka kelas

tambahan di hari lain. selain itu kelas XII ada program pemantapan atau

pengayaan khusus untuk drilling soal UNPK.

Pembelajaran tuntas (mastery learning) dalam KTSP adalah pendekatan

pembelajaran yang mensyaratkan siswa menguasai secara tuntas seluruh

standar kompetensi dan kompetensi dasar (SK/KD) setiap mata

pelajaran.Dalam pelaksanaan pembelajaran tuntas ada program perbaikan atau

program remedial, yakni jika siswa belum mencapai ketuntasan yang ditetapkan

maka siswa diberi prorgam perbaikan sampai tuntas. Di HSKS ada program

remedial bagi siswa yang nilainya di bawah KKM. Karena siswa di HSKS

beraneka ragam karakter, untuk remedial anak berkebutuhan khusus (ABK) di

HSKS masih bisa di luluskan Program remedial bagi siswa yang nilainya belum

mencukupi. Pelaksanaan remedial di kolektif oleh wali kelas sesuai tugas yang

diberikan oleh tutor mata pelajaran. Siswa/i yang remedial tersebut

dikarenakan nilainya kurang dari kriteria yang telah ditetapkan di HSKS atau

biasa disebut dengan istilah KKM (kriteria ketuntasan minimal).

Page 106: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Dari penjelasan tersebut pelaksanaan remedial merupakan hal yang paling

akhir ditempuh siswa jika nilai akademiknya tidak mencukupi karena di HSKS

penilaian tidak hanya akademiknya saja tetapi ada penilaian non akademiknya

seperti kegiatan outing, Friday class, dan project class. Jika anak tersebut aktif

dalam kegiatan non akademiknya otomatis nilainya akan terbantu dan tidak

perlu mengikuti remedial. Penetapan KKM di HSKS berdasarkan pada hasil

rapat antara kepala akademik dan pengajar karena mereka yang terlibat

langsung dalam proses pelaksanaan pembelajaran di kelas.

Nilai KKM di HSKS berbeda dengan sekolah formal yang menetapkan

KKM tinggi yang terkadang memberatkan siswa. Di HSKS nilai KKM tidak

terlalu tinggi karena di HSKS tidak mengejar nilai akademik tetapi lebih kepada

memberi keterampilan-keterampilan pada kegiatan pengembangan diri.Nilai

KKM yang paling rendah 65 dan paling tinggi 70. Proses penetapan KKM ini

disesuaikan dengan nilai siswa per mata pelajaran kemudian di rata-ratakan

berapa nilai KKM untuk mata pelajaran tersebut. Standar nilai KKM yang sudah

dibuat bisa dirubah jika dalam satu tahun ajaran salah satu mata pelajaran

nilainya dibawah rata-rata KKM. Selanjutnya Kriteria kenaikan kelas siswa kelas

X HSKS Pusat yaitu: a) mata pelajaran mencapai kriteria ketuntasan minimal

(KKM) belajar, b) untuk jurusan IPA semua mata pelajaran yang menjadi ciri

khas IPA (Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi) mencapai KKM, c) Untuk

jurusan IPS semua mata pelajaran yang menjadi ciri khas IPS (Ekonomi,

Geografi, Sejarah dan Sosiologi) mencapai KKM. Data di atas menunjukan KKM

berpengaruh terhadap keputusan siswa/i dapat naik ke kelas selanjutnya dan

berpengaruh terhadap jurusan yang akan mereka jalankan nantinya.

Kegiatan Friday class dan outing pun ada penilaiannya, sementara UTS dan

UAS nilainya mengacu pada KKM yang telah ditetapkan. Hasil observasi

penulis pada kegiatan Friday class tanggal 11 November 2016 dengan tema hasta

karya membuat kolase dari biji-bijian yang di nilai oleh kakak tutor yaitu

kerapihan dan kesesuaian tema/warna nantinya nilai Friday classakan masuk ke

rapor siswa. Nilai-nilai yang sudah ada tadi di buat grafik perkembangan siswa

per 3 bulan grafik perkembangan siswa ini bertujuan agar orang tua mengetahui

Page 107: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

perkembangan siswa/i nya selama belajar. Jadi, penilaian di HSKS ada penilaian

kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penilaian kognitif berkaitan dengan

pengetahuan sehabis tutor menjelaskan materi siswa/i mengerjakan soal yang

di buat tutor atau mengerjakan soal atau LK (lembar kerja) yang ada di modul

siswa.

Perhitungan nilai akhir belajar siswa komponennya ada nilai proses 15%,

nilai lifeskill (pengembangan diri) 25%, nilai LK (lembar kerja), 10%, nilai UTS

20% dan nilai UAS 30%. Semua nilai tersebut akan masuk pada nilai rapor.

Aspek yang dinilai pada nilai proses ada di lembar penilaian tutor yaitu latihan,

absensi, dan sikap semuanya 15%. Nilai lifeskill atau kegiatan pengembangan

diri siswa memuat Friday class, project class dan outing semuanya 25%. Nilai

LK (lembar kerja) merupakan tugas yang ada di dalam modul yang wajib

dikumpulkan siswa/i sebelum uts dan sebelum uas nilainya 10%.Yang terakhir

nilai evaluasi UTS dan UAS masing-masing 20% dan 30%. Setelah semua nilai di

hitung akan dimasukan ke nilai rapor. Hasilnya, 9 orang siswa masih mendapat

nilai di bawah KKM dan 1 orang mendapat nilai 70 dengan KKM 65.

Pembagian rapor atau di HSKS biasa menyebutnya dengan istilah parents

meeting. Parents meeting merupakan kesempatan para orang tua homeschooler

datang ke HSKS untuk mengetahui perkembangan anaknya dan bisa berdiskusi

langsung dengan kak Seto terkait perkembangan kepribadian anak dan

mengambil laporan hasil belajar siswa.namun sayangnya keterlibatan orang tua

di HSKS masih sebatas pada pertemuan parents meeting saja dan konsultasi

dengan psikolog dikarenakan orang tua bekerja dan anak nya sudah SMA

dianggap sudah dewasa bisa membedakan mana yang baik dan mana yang

buruk. Rapor HSKS berbentuk lembaran yang nantinya disatukan dalam map.

Rapor HSKS terdiri dari mata pelajaran kelompok A dan mata pelajaran

kelompok B. Rapor bagian B berisi laporan pengembangan diri siswa (Friday

class, study refresh dan outing). Isi rapor ini selain ada penilaian berbentuk angka

dan predikat juga ada deskripsi mengenai kegiatan pengembangan diri yang

siswa/i lakukan selama semester ganjil atau genap. Siswa/i yang telah

menyelesaikan program pembelajaran dari semester 1-6 kemudian lulus ujian

Page 108: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

sekolah nanti nilainya akan di akumulasi dengan nilai UN. Setiap tahun syarat

UNPK berbeda tergantung dari menteri dan Diknas untuk tahun kemarin

syaratnya seperti hasil wawancara di atas dan sekarang nilai UN tidak 100%

menentukan siswa lulus atau tidak nilai rata-rata yang ditetapkan. Syarat nilai

UN dan hasil belajar tidak boleh kurang dari 5,5.

Implementasi kurikulum homeschooling HSKS pada prinsip berjalan

sesuai dengan amanah homeschooling yang sejatinya adalah model sekolah

yang menjadikan rumah sebagai basis, sebagaiman dikemukan oleh

(Sumardiono, 2007) bahwa homeschooling adalah model pendidikan di mana

sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan

anak-anaknya dan mendidik anaknya dengan menggunakan rumah sebagai

basis pendidikannya.

Dari hasil penelitian yang diperoleh penulis ada keunggulan dan

kelemahan yang ditemukan dalam implementasi pengembangan kurikulum di

homeschooling kak Seto pusat (HSKS) yaitu sebagai berikut:

Pertama, pelaksanaan kurikulum ramah anak sudah diterapkan dan

dilaksanakan dengan cukup baik diantaranya adalah: program inklusi,

pembelajaran 2 arah, tutor mempunyai hubungan yang cukup dekat dengan

siswa, tutor menguasai kelas dan materi pembelajarandan tutor menghargai

setiap kemampuan anak yang berbeda-beda.

Kedua, karakteristik anak dan mood belajar anak yang berbeda-beda

membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) terkadang tidak sesuai

dengan yang telah dibuat seperti metode yang di rubah atau materi yang tidak

selesai pada hari itu otomatis tutor memperbarui RPP nya kembali.

Ketiga, dari data hasil wawancara yang penulis temukan masih ada tutor

yang sulit menangani anak ABK karena latar belakang pendidikan tutor yang

bukan dari jurusan sekolah luar biasa dan materi psikologi pendidikan yang di

dapat selama kuliah hanya 3 SKS saja, jadi pendekatan tutor selama proses

pembelajaran di kelas ke anak ABK lebih ke pendekatan individual dan

emosional. tetapi di HSKS sudah ada psikolog yang bisa membantu tutor untuk

menghadapi anak berkebutuhan khusus.

Page 109: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Keempat, design modul yang dibuat sudah cukup bagus, materi pelajaran

pun jelas, namun pada modul matematika kelas XII IPS antara contoh soal dan

soal latihannya tidak seimbang dalam artian soal yang diberikan ada yang tidak

ada contoh pengerjaannya hal ini bisa menyulitkan siswa/i ketika belajar di

rumah.

Implementasi kurikulum HSKS ditujukan dalam rangka pembinaan

karakter, hal ini sejalan dengan temuan (Vibriyanthy & Fauziah, 2014) bahwa

implementasi pendidikan karakter dilakukan secara terpadu pada mata

pelajaran, manajemen sekolah, dan ekstrakurikuler. Meskipun hasilnya

pembinaan tersebut sangat bervariasi dan heterogen sesuai dengan faktor

psikogis anak, berupa pendidikan dan pola asuh (Istiani, 2008). Sehingga

metode pembelajarannya pun bersifat mentasori yang mendorong penyiapan

lingkungan pendukung yang nyata dan alami, mengamatis proses interaksi

anak-anak di lingkungan, serta terus menumbuhkan lingkungan sehingga anak-

anak dapat mengembagkan potensi, baik fisik, mental, maupun spritual (Aryani

& others, n.d.). Sedangkan untuk pengembangan kreatifitas dan pemahaman

siswa diterapkan program outing, Friday class, project class, dan refresh class, ini

sejalan dengan temuan Dwi Cahyo Kurniawan. Metode yang digunakan di

homeschooling pada umumnya berbeda dengan metode yang digunakan di

sekolah formal. Dalam pembelajaran homeschooling kebutuhan setiap individu

sangat diperhatikan meskipun Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dilakukan

secara klasika, peserta didik homeschooling akan diperlakukan berbeda antar

individu (Bintang Wahyudi Akbar, manajemen kurikulum pendidikan HS)

dilakukan oleh guru tidak sia-sia. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan

(Sumardiono, 2007) “faktor yang dapat menunjang ketercapaian keberhasilan

pelaksanaan kurikulum adanya korelasi antara pendekatan dalam

pengorganisasian pada berbagai disiplin ilmu dengan adanya pendekatan yang

berpusat kepada anak didik untuk memperoleh kesempatan, hal tersebut

diperoleh pendidikan dengan kesatuan secara utuh dalam pelaksanaan sekolah

dan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing sekolah.”

Page 110: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Kelemahan HSKS adalah orang tua belum terlibat aktif di lembaga HSKS

seperti adanya komite orang tua di sekolah formal karena pada dasarnya

homeschoolingorang tua berperan lebih besar daripada tutor mungkin karena

sudah SMA dan dianggap dewasa jadi orang tua pun percaya dan

membebaskan anaknya. Temuan Brury (2015) kedua orang tua dalam proses

pendampingan homeschooling bertindak sebagai fasilitator yang bertugas

memfasilitasi segala aktifitas homeschooling anak dari tahap persiapan,

pelaksanaan dan evaluasi. Pada tahap persiapan orang tua berperan

menyiapkan sarana, menentukan metode dan kurikulum. Peran orang tua pada

tahap pelaksanaan yaitu mendampingi berbagai aktifitas anak, membantu anak

dalam penentuan jadwal dan memberi rangsangan belajar. Sedangkan pada

tahap evaluasi orang tua berperan menilai anak secara lisan, tertulis maupun

perbuatan sesuai dengan konteks belajar. Orang tua selain menjadi guru juga

sebagai motivator yang bertugas membangun kemauan belajar anak. Kedua

keluarga menerapkan metode diskusi kepada anak dalam segala aktifitas

homeschooling. Orang tua juga berperan mengkondisikan lingkungan keluarga

sebaik mungkin untuk menunjang pendidikan anak, hal ini dibuktikan dengan

diputarkan ayat-ayat Al-qur’an setiap malam, orang tua selalu meluangkan

waktu untuk anak, dan komunikasi yang baik dalam keluarga. Selanjutnya

adanya komitmen dan peran aktif orang tua dalam pelaksanaanhomeschooling

anak usia dini juga memiliki dampak positif untuk kemampuan akademik

maupun non akademik anak (Qurrota A’yun (2015)

L. PENUTUP

Implementasi pengembangan kurikulum di pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM) homeschooling kak Seto pusat (HSKS) sudah berjalan cukup

efektif hal ini terlihat dari konsep yang dibuat oleh HSKS sudah terlihat

pelaksanaannya seperti kurikulum cerdas kreatif dan ceria serta pendidikan

ramah anak, hal ini ditujukan untuk pembentukan karakter anak. Kurikulum

HSKS sebagian besar masih menggunakan KTSP sebagai panduannya karena

pada kurikulum KTSP lembaga pendidikan seperti homeschooling bisa

Page 111: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan kebutuhan, minat dan bakat

anak. SKL, SK/KD merujuk pada peraturan pemerintah No 23 tahun 2006 hanya

saja ada yang di modifikasi dari SK/KD nya.

Program pembelajaran komunitas masih relatif sama seperti di sekolah

formal yang membedakan pembelajaran di homeschooling lebih fleksibel dan

waktu belajar yang relatif singkat hanya 3 kali dalam seminggu 1 mata pelajaran

perhari selama 3 jam. Mata pelajaran akademik yang diajarkan hanya yang akan

di ujikan pada ujian nasional pendidikan kesetaraan (UNPK) serta ada

penambahan kegiatan pengembangan diri siswa. Sebelum mengajar di kelas

tutor pun membuat RPP tetapi karena berbagai macam karakteristik yang sudah

dijelaskan sebelumnya membuat rencana RPP terkadang tidak sesuai dengan

yang sudah dibuat otomatis tutor pun memperbarui RPP nya kembali.

Beberapa keunggulan lainnya di PKBM HSKS yaitu jumlah siswa perkelas

maksimal hanya 10 siswa, HSKS menyediakan modul belajar siswa dan adanya

seminar atau pelatihan untuk tutor (pelatihan cerdas, kreatif dan ceria), adanya

fasilitas tutor visit, dan terakhir HSKS menyediakan konselor dan psikolog

untuk homescholer.

Referensi

Aryani, S., & others. (n.d.). Implementasi Model Homeschooling Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Anak di Komunitas Belajar Imam An-Nawawi Depok. Retrieved from http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/1 23456789/30437

Asmani, J. M. (2012). Buku Pintar Homeschooling: Menjadikan Kegiatan Belajar Lebih Nyaman dan Mengena. Jogjakarta: Flashbooks.

Istiani, Z. (2008). Penerapan Jenis Homeschooling Dalam Pembentukan Kemandirian Anak: Studi Kasus Pada Asosiasi Homeschooling Pendidikan Alternatif Asah Pena dan Keluarga Homeschooler di Kota Malang. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Retrieved from http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/4338

Kembara, M. D. (2007). Panduan Lengkap Home Schooling. Progressio.

Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI press.

Mulyadi, S. (2007). Home Schooling Keluarga Kak-Seto: Mudah, Murah, Meriah, Dan Direstui Pemerintah. Kaifa. Retrieved from https://www.google.com/books?hl=id&lr=& id=OsmAFNwxWKAC&oi

Page 112: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Sumardiono. (2007). Homeschooling: Lompatan Cara Belajar. Jakarta: Alex Media Komputindo.

Undang-Undang, R. I. (2003). No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, 9.

Usman, H., & Akbar, P. S. (2008). Metodologi Penelitian Sosial. Bumi Aksara. Retrieved from http://difarepositories.uin-suka.ac.id/152/

Vibriyanthy, R., & Fauziah, P. Y. (2014). Implementasi Pendidikan Karakter di Homeschooling Kak Seto Yogyakarta. Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, 1(1), 75–85.

Page 113: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

PESANTREN PENDIDIK PEREMPUAN:

Perguruan Diniyyah Putri Lampung

Oleh :

JEJEN MUSFAH

Dosen FITK UIN Jakarta, [email protected]

A MUSTHOFA ASRORI

Sekretariat Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, [email protected]

Pendahuluan ♦ Profil Madrasah ♦ Diniyyah Putri Padang Panjang, Inspirator DPL ♦

Kekhasan Madrasah (Cetak Generasi Pendidik Multitalenta, Ekstrakurikuler,

Wawasan Global, Kekuatan dan Kendala) ♦ Pembahasan (Ibu Pendidik, Kecerdasan

Jamak dan Kecakapan Hidup) ♦ Penutup

A. PENDAHULUAN

Ide mendirikan lembaga pendidikan khusus putri dengan tujuan

melahirkan ibu pendidik yang terampil dan pandai berwirausaha sangat relevan

dari dulu hingga sekarang. Hal ini karena kesenjangan gender antara laki-laki

dan perempuan sangat besar, tidak saja dalam bidang pendidikan, ekonomi,

pemerintahan, tetapi juga dalam politik. Widodo (2006: 127) menjelaskan, semua

indikator pendidikan yang terdapat pada akses dan pemerataan pendidikan,

mutu dan relevansi pendidikan dan manajemen pendidikan menunjukkan

bahwa terjadi ketidaksetaraan atau kesenjangan gender di pihak perempuan.

Sehingga dalam bidang pendidikan, perempuan masih menjadi pihak yang

masih perlu dioptimalkan keikutsertaannya.

Akibat dari modernitas, perempuan mengalami marginalisasi dalam sektor

pekerjaan yang berakibat pada kecenderungan perempuan untuk melakukan

pekerjaan informal yang kurang memberikan perlindungan hukum dan upah

yang rendah. Di samping itu, faktor subordinat perempuan dalam sosial

maupun kultural, stereotipe terhadap perempuan serta pendidikan yang rendah

Page 114: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

juga turut mempengaruhi diskriminasi perempuan dalam pekerjaan (Khotimah,

2009: 179).

Data menunjukkan misalnya, ketimpangan gender yang terjadi di

Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor dapat dikatakan tinggi. Hal ini terbukti dari

perbandingan jumlah siswa laki-laki dan perempuan dari tingkat SMP menuju

SMA. Siswa perempuan semakin berkurang seiring dengan meningkatnya

jenjang pendidikan (Gayatri, 2008).

Padahal, secara umum prestasi akademik perempuan lebih baik

dibandingkan dengan laki-laki. Indikasi temuan ini sebenarnya sudah ada sejak

dasawarsa tujuh puluhan. Mereka ini lebih tekun, lebih teliti (terutama untuk

bidang ajar Matematika), dan bersedia mendengarkan dengan baik. Sikap

emosionalnya yang lebih dominan dibanding pada kemampuan fisiknya telah

menempatkan perempuan pada posisi yang sangat baik. Akibatnya, banyak

sekali dijumpai kenyataan bahwa perempuan menempati sebagian besar dari

urutan 10 terbesar di setiap sekolah. Kenyataan ini berlaku sejak pendidikan di

tingkat primer (SD) hingga perguruan tinggi. Suatu contoh yang dapat diambil

dari Harian Kedaulatan Rakyat menunjukkan nilai tertinggi lulusan SD se-DIY

diraih oleh Sofia Imaculata dengan NEM 48,10 (KR, 29/5/1999). Nilai tertinggi

SLTP 8 Yogyakarta diraih oleh Lia Nurlela dengan NEM 51,69 (KR, 14/6/1999)

dan nilai tertinggi dari SMU 8 Yogyakarta diraih oleh Bety Sulistyorini dengan

NEM 55,88 (KR, 28/5/99) (Nuryoto, 1998: 23).

Kesenjangan gender terjadi karena budaya patriarki, sistem yang dipakai

dalam masyarakat modern dalam pekerjaan (Khotimah, 2009: 179), dan

pemikiran yang ortodoks dan parsial (Natasha, 2013: 61). Pemahaman patriarkat

yang tertanam di kalangan masyarakat kita bahwa wanita hanya bisa mengurus

rumah saja menyebabkan keengganan bagi kaum perempuan untuk

melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, Gayatri, 2008, persepsi orang

tua dan persepsi anak terhadap pendidikan perempuan.

Sementara Pawitasari (2015: 268) menjelaskan, pendidikan yang

menyamakan kurikulum laki-laki dan perempuan telah menyebabkan efek

negatif dalam masyarakat, yakni terjadinya perebutan dalam kehidupan non-

Page 115: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

domestik serta kekosongan SDM berkualitas dalam kehidupan domestik.

Pendidikan berorientasi karir non-domestik cenderung menjauhkan perempuan

dari keinginan berumah tangga dan memiliki anak. Semakin tinggi pendidikan

yang ia raih, semakin ia dihadapkan pada pilihan sulit antara karir dan rumah

tangga; antara ijazah dan fitrah. Inilah hasil pendidikan yang merusak potensi

manusia, terutama kaum perempuan.

Ketimpangan gender dalam pendidikan menyebabkan dampak negatif

terhadap kehidupan perempuan, baik bagi kehidupan individu perempuan itu

sendiri, kehidupan perempuan dalam keluarga, dan kehidupan perempuan

dalam masyarakat (Gayatri, 2008). Oleh karena itu, berbagai upaya harus

dilakukan oleh banyak pihak agar hal ini tidak makin buruk.

Menurut Natasha (2013: 61), hendaknya para orang tua mempunyai

pengetahuan dan mengubah pola pikir terhadap kesetaraan gender di antara

anak perempuan dan anak laki- laki. Memberikan kesempatan yang sama

kepada anak-anak mereka, sehingga tidak ada perasaan yang berbeda pada diri

anak perempuan. Bahwa anak perempuan dan anak laki-laki adalah manusia

yang sama-sama memiliki kemampuan mengaktualisasikan diri.

Sementara dalam pandangan Mawardi (2008: 251), tidak ada diskriminasi

antara laki-laki dan perempuan dalam pendidikan di lingkungan NU. Misal,

Madrasah Banat didirikan selain dijiwai oleh pandangan Fiqh tentang

perempuan, juga untuk membentuk perempuan-perempuan yang berkualitas

(al-mar’atu as-shalihah). Perempuan-perempuan berkualitas inilah yang

diharapkan untuk dapat memberikan pendidikan yang baik bagi generasi

berikutnya.

Demikian pula dengan pesantren Is. Komitmen pada kesetaraan gender

sudah terbangun sejak awal berdirinya pesantren is, yang bertekad

memberdayakan perempuan dengan memberikan pendidikan kepada remaja

putri. Nyai has muda dan suami sebagai pendiri belum mengenal istilah gender,

kesetaraan gender, gerakan feminis, dan lainnya (Towaf, 2008: 147).

Pawitasari (2015: 268) menjelaskan, pendidikan khusus perempuan sangat

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan karakter perempuan yang unik

Page 116: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

dari laki-laki, memberikan kesempatan bagi perempuan memaksimalkan

potensi keperempuanannya. Sementara menurut Zaduqisti (2009: 81), guru,

orang tua, bahkan pemerintah dalam menentukan kebijakan-kebijakannya,

harus terstrukturkan dalam kerangka yang sepadan, terarah kepada pencapaian

pendidikan yang adil gender, dan jauh dari bias gender.

Khotimah (2008: 8) memaparkan, untuk melaksanakan usaha

pengembangan kurikulum gender dapat diaplikasikan secara hidden curriculum

dan overt curriculum. Namun demikian, agar permasalahan gender dapat

diungkap secara jelas, maka kurikulum gender sebaiknya diterapkan secara

eksplisit. Dalam strategi dan kinerja kurikulum gender tersebut, seorang

pendidik harus memiliki prinsip pendidikan yang mengarah pada

pemberdayaan dan kesetaraan, di mana peserta didik diposisikan sebagai orang

yang memiliki kemandirian dalam mengikuti proses pendidikan, dan pendidik

harus memosisikan antara perempuan dan laki-laki dengan setara.

Menurut Bakar (20016: 73), wanita perlu bekerja untuk mencapai keperluan

ekonomi keluarga. Pekerjaan yang sesuai dilakukan oleh wanita seperti sebagai

pendidik, doktor, kerani, juru rawat, dan tukang jahit. Pekerjaan yang

disenaraikan bagi wanita didapati memerlukan pendidikan formal dan juga

latihan yang berbentuk khusus. Bimbingan vokasional khususnya di peringkat

menengah harus dilaksanakan dengan baik untuk mencapai kesamaan

pemilihan pekerjaan mengikut gender.

Demikianlah, perempuan memiliki peran yang tidak kalah penting

dibanding laki-laki dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat. Oleh

karena itu, perempuan harus berpendidikan dan memiliki keterampilan.

Dengan demikian, ia bisa menjalankan peranannya sebagai ibu atau pendidik

masyarakat dengan baik.

B. PROFIL MADRASAH

Diniyyah Putri Lampung atau kerap disebut akronimnya saja, DPL, ini

memang unik dan menarik. Sejarah berdirinya DPL dilatarbelakangi kehidupan

beragama yang sudah mulai marak di kawasan Lampung sejak tahun 1960. Hal

Page 117: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

itu dibuktikan dengan tingginya minat orang tua untuk menyekolah anak-

anaknya ke lembaga pendidikan Islam atau pesantren. Dengan pecahnya

pemberontakan G/30s/PKI pada 1965 kehidupan beragama yang kondusif

berubah menjadi labil. Bahkan misi zending pun turut memperkeruh suasana di

kalangan umat Islam dengan semakin meningkatnya aktivitas kristenisasi yang

ditujukan kepada umat Islam.

Sebagai salah satu bentuk kewaspadaan para orang tua terhadap keimanan

dan pendidikan anak-anak perempuannya, mereka mengirimkan anak-anak

perempuannya untuk bersekolah dan belajar keluar Lampung yaitu ke sebuah

pondok pesantren khusus putri yang berada di Kota Padang Panjang, Provinsi

Sumatera Barat. Pesantren itu adalah Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang

yang berdiri pada 1 November 1923. Perguruan khusus putri ini didirikan oleh

Ibu Rahmah el-Yunusiyyah. Beliau adalah seorang pendidik wanita yang

mempunyai cita-cita mulia mencerdaskan kaum perempuan. Dalam hadisnya,

Rasulullah bersabda: “Wanita adalah tiang negara. Apabila wanitanya baik, maka

baiklah negaranya. Apabila wanitanya rusak, maka rusak pula negaranya.”

Sinyalemen ini dipahami dengan sangat mendalam oleh para tokoh Dewan

Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) dan Gerakan Mubaligh Islam (GMI).

Kondisi ini membuat tokoh-tokoh lslam tersebut menjadi resah. Mereka tidak

rela jika umat Islam lampung menjadi objek misi kristenisasi dan pemurtadan

dari kelompok lainnya.

Sehingga muncullah gagasan untuk mendirikan Perguruan Diniyyah Putri

di Lampung. Gagasan ini dimotori oleh bapak Rafi’un Rafdi yang kala itu

menjabat sebagai Ketua GMI sekaligus pengurus DDII perwakilan Lampung.

Sebagai realisasi awal gagasan itu, dikirimlah tiga orang calon pelajar putri ke

Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang, yaitu Ibu Halimah binti Abdul

Syukur Thoyyib, Ibu Rokayah binti Harun Jaurin, dan Ibu Ernawati binti

Mukhtar Malin. Ketika tiba saatnya berangkat, Ernawati batal karena sudah

mendaftar di sebuah sekolah di Tanjung Karang.

Pada tahun 1964, Halimah Syukur dan Rokayah Harun berangkat ke

Sumatera Barat diantar Abdul Syukur Thoyyib melalui Pelabuhan Tanjung

Page 118: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Priok Jakarta, setelah sebelumnya sempat menunggu selama 15 hari di

pelabuhan tersebut (keberangkatan kapal lima belas hari sekali). Dengan

menggunakan kapal laut dari Tanjung Priok Jakarta menuju Pelabuhan Teluk

Bayur Sumatera Barat, keduanya memulai sebuah perjuangan panjang.

Perjalanan yang cukup melelahkan selama dua hari dua malam dipermainkan

ombak, tidak menyurutkan langkah keduanya untuk menuntut ilmu di rantau

orang.

Pada 1969, Abdul Syukur Thoyyib mewakafkan tanah miliknya seluas 2 ha

yang terletak di Desa Negeri Sakti, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten

Lampung Selatan (kini menjadi Kabupaten Pesawaran), kepada GMI agar bisa

mewujudkan cita-citanya mendirikan pesantren putri di Lampung.

Bersebelahan dengan tanah wakaf tersebut, sejak 1957 berdiri pula Madrasah

Ibtidaiyyah Al-Khairiyah Cabang Citangkil yang dibina Ustad M. Sanusi Hasan.

Madrasah ini memiliki bangunan sekolah yang terdiri dari tiga ruang kelas semi

permanen dan sebuah kantor guru sebagai hasil swadaya murni masyarakat

sekitar Negeri Sakti dengan ukuran 8 x 7 meter serta murid sebanyak 60 orang.

Berdasarkan kesepakatan antara pengurus madrasah, lokal dan seluruh fasilitas

belajar yang ada diwakafkan kepada GMI. Dengan adanya wakaf tersebut

menambah sarana dan prasarana cikal bakal Diniyyah Putri Lampung.

Pada tahun 1971 setamat dari KMI, Halimah Syukur kembali ke Lampung,

dan mengajar di MTs Islamiyah. Lebih kurang enam bulan mengajar di MTs

tersebut, Halimah harus meninggalkan anak didiknya lantaran tuntutan tugas

dan amanah yang dibebankan ke pundaknya untuk memimpin Perguruan

Diniyyah Putri yang sedang dipersiapkan oleh pengurus GMI. Kondisi ini

memaksa dirinya untuk kembali meneruskan pembelajaran di Diniyyah Putri

Padang Panjang.

Agustus 1972, Halimah kembali ke Padang Panjang untuk meneruskan

pendidikan di FDI (Fakultas Dirasat Islamiyah) Diniyyah Putri Padang Panjang.

Pada masa-masa inilah ia mendapatkan pembinaan dan penggemblengan yang

sangat kuat dari Ibu Dra Hj Isnaniyah Saleh selaku Pimpinan Diniyyah Putri

Padang Panjang dan Bapak Yunas Saleh. Putri pertama Abdul Syukur ini betul-

Page 119: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

betul dipersiapkan, dibimbing, dan dilatih agar kelak mampu memimpin

Perguruan Diniyyah Putri Lampung yang sedang dipersiapkan oleh para

pengurus GMI tersebut.

Pada tahun 1972 itu pulalah GMI Lampung mulai memanfaatkan tanah

wakaf dari Abdul Syukur Thoyyib tersebut dengan membuat pondasi lokal

belajar sebanyak lima kelas dengan ukuran 8 x 40 m, dan membuat kolam

pembibitan ikan berukuran 10 x 4 m sebanyak empat buah. Kolam ini dibuat

selain untuk keindahan lingkungan juga untuk membudidayakan ikan kolam.

Selama dua tahun, GMI mempersiapkan cikal bakal Perguruan Diniyyah

Putri Lampung. Pengurus GMI lalu berangkat ke Padang Panjang untuk

mengurus perizinan digunakannya konsep dan pola pendidikan yang sama

dengan Diniyyah Putri Padang Panjang sekaligus minta dukungan dan bantuan

tenaga guru. Hal ini disambut baik dan sangat terbuka oleh Pimpinan Diniyyah

Putri Padang Panjang yang kala itu dijabat oleh lbu Dra Hj Isnaniyah Saleh.

Setelah menyelesaikan perkuliahan tingkat sarjana muda pada Desember

1973, Halimah Syukur pulang ke Lampung dan diserahi tanggung jawab

memimpin Perguruan Diniyyah Putri yang baru lahir. Saat itu ia berusia 23

tahun. Mulai 1 Desember 1973 hingga awal Januari 1974 dimulailah masa

pendaftaran dan penerimaan siswi baru. Pada 6 Januari 1974 dengan fasilitas

yang ada dimulailah penyelenggaraan pendidikan tahun ajaran baru untuk

pertama kalinya di Perguruan Diniyyah Putri.

Tekad keras dan semangat membaja mendorong dirintisnya pendidikan

modern bagi putri pertama di Lampung. Memang tak mudah ketika memulai.

Diniyyah Putri yang baru lahir membutuhkan waktu panjang untuk

memperkenalkan diri kepada masyarakat Lampung. Terlebih ada beberapa

persyaratan yang ditetapkan oleh perguruan yang belum pernah ada pada

lembaga pendidikan lainnya. Seperti persyaratan harus tinggal di asrama,

memakai baju kurung panjang yang ketika itu dianggap identik dengan baju

orang yang sudah tua, kewajiban menutup aurat, dan lain sebagainya. Hal

tersebut tidak mudah disosialisasikan kepada masyarakat. Namun tantangan-

tantangan yang dihadapi oleh perguruan tidak mematahkan cita-cita untuk

Page 120: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

terus melaksanakan pendidikan dan pengajaran dalam rangka li i'laa'i

kalimatillah. Justru hal itu menjadi penyemangat segenap pengurus dan guru

perguruan DPL.

Berdirinya perguruan DPL ini sebagai realisasi program kerja ke III Yayasan

Gerakan Muballigh Islam (GMI) Lampung, yaitu sebagai pelaksana proyek

kaderisasi dakwah Islam yang pelaksanaannya diwujudkan dengan pendidikan

khusus untuk putri yang diberi nama Lembaga Perguruan Diniyyah Putri,

berada di bawah naungan GMI Lampung.

GMI sendiri sebenarnya berdiri sejak 6 Februari 1960. Diketuai oleh

Baidhawi Mursyid dan Rafi’un Rafdi sebagai sekretaris-nya. GMI ini merupakan

organisasi dakwah tingkat regional Provinsi Lampung yang masa awal

berdirinya beralamatkan di Jalan Raden Intan, Tanjung Karang, Lampung.

Organisasi ini bertujuan untuk melestarikan Dakwah Islamiyah, sehingga tugas

pokok GMI di antaranya mengkoordinir mubaligh/da’i untuk memberikan

pelayanan kepada kaum muslimin.

Tentang “perguruan”, sebetulnya kata ini digunakan untuk menyebut

sekolah agama di Sumatera Barat pada masa kolonial. Istilah ini maknanya sama

dengan pondok pesantren. Pada 1976, Menteri Agama Mukti Ali menerapkan

istilah pondok pesantren yang akhirnya digunakan secara luas dan resmi.

Keputusan untuk mendirikan lembaga perguruan DPL ini dilatarbelakangi

setidaknya tiga hal. Pertama, dengan dilarangnya paham atheisme-komunisme

dan leninisme di Indonesia, maka Lampung sebagai daerah perkebunan dan

daerah transmigrasi tingkat nasional, sejak lama dicekoki oleh paham

komunisme dan leninisme serta dangkalnya pengetahuan agama bagi kaum

muslimin.

Kedua, pembubaran PKI dan ormas-ormas pendukungnya di daerah

Lampung, banyak anggota dan pendukungnya berpindah atau masuk Kristen,

sehingga sangat terasa kuatnya misi zending Kristen dan upaya pemurtadan

umat Islam. Ketiga, di daerah Lampung belum ada satupun lembaga

pendidikan Islam khusus putri. Dampaknya, remaja putri Islam di Lampung

Page 121: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

terpaksa keluar daerah untuk belajar agama, di antaranya ke Jawa, Sumatera

Selatan, dan Sumatera Barat.

Untuk angkatan pertama tahun 1974, terdaftarlah sebanyak 70 siswi dari

berbagai daerah dengan guru sebanyak tujuh orang, yaitu Halimah Syukur B.A.,

tiga guru yang didatangkan dari Padang Panjang (Isnawati Jar, Nurlela Kabra,

Martini Jalil), Sa’diyah Daud (alumnus Diniyyah Putri Padang Panjang),

Muhammad Sanusi Hasan, dan Irsyad.

Pada 24 Februari 1974, perguruan DPL diresmikan oleh Gubernur Lampung

pada masa itu, R. Sutiyoso. Awalnya, peresmian tersebut sedianya diadakan

pada 17 Februari 1974. Akan tetapi rencana itu tidak dapat dilaksanakan karena

pejabat yang diundang sedang berada di luar kota, sehingga pelaksanaannya

diundur. Pada hari tersebut dilaksanakan juga peresmian gedung sekolah dan

asrama. Akhirnya, 24 Februari ditetapkan sebagai tanggal lahir Perguruan

Diniyyah Putri Lampung.

C. DINIYYAH PUTRI PADANG PANJANG, INSPIRATOR DPL

Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang merupakan pesantren modern

khusus puteri yang terletak di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Didirikan

pada zaman Hindia Belanda oleh Ibu Rahmah El-Yunusiyyah, persisnya pada 1

November 1923. Ia mendirikan Perguruan Diniyyah Puteri pada saat usianya

belum genap 23 tahun, setelah mendapat inspirasi ketika mengikuti pendidikan

pada Diniyyah School yang didirikan kakak kandungnya, Zainuddin Labay el-

Yunusy pada 1915.

Nama Rahmah el-Yunusiyyah merupakan sebuah goresan sejarah yang

indah. Melukiskan ketegaran seorang muslimah pejuang dan pendidik. Ia hadir

di saat kaumnya belum mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan cita-cita

luhur agar kaum perempuan juga mendapatkan kesempatan untuk menuntut

ilmu, maka Rahmah mendirikan Perguruan Diniyyah Puteri. Di balik

kelembutannya sebagai seorang pendidik, ia juga pejuang yang tangguh. Bunda

Rahmah, sapaan akrabnya, mendirikan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) serta

Pasukan Sabilillah menghadapi agresi Belanda di saat tidak ada kaum pria yang

Page 122: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

berani mengambil posisi itu. Sungguh panjang perjalanan muslimah pejuang ini

demi bangsanya.

Nama lengkapnya, Syaikhah Hj Rahmah el-Yunusiyyah. Lahir di

Kanagarian, Bukit Surungan, Padang Panjang, Jumat, 1 Rajab 1318 H (20

Desember 1900 M) wafat di Padang Panjang, 9 Zulhijjah 1388 h (26 Februari

1969) dalam usia 68 tahun. Ibunya bernama Rafi'ah, ayahnya bernama Syekh

Muhammad Yunus, seorang ahli Ilmu Falak dan menjabat sebagai kadhi nagari

pandai sikek. Kakeknya bernama Imanuddin, Pemimpin Tarekat

Naqsyabandiyah. Kakek buyutnya bernama Hafazhah, keturunan Haji Miskin

yang juga salah seorang dari “Harimau Nan Salapan” Tokoh Perang Paderi.

Rahmah el-Yunusiyyah merupakan anak bungsu dari lima bersaudara:

Zainuddin, Labay el-Yunusy, Mariah, Muhammad Rasyad, dan Rihanah.

Rahmah menikah dengan Haji Bahaudin Latif, putra Haji Syekh Abdul Latif,

seorang ulama Tarekat Naqsyabandiyah di Nagari Sumpur pada 15 Mei 1916.

Pernikahan ini tidak dikaruniai keturunan. Rahmah tak pernah mendapat

pendidikan formal untuk belajar menulis dan membaca tulisan Arab dan Latin.

Pada masa kecilnya, Rahmah terkenal sebagai anak yang keras hati, berkemauan

keras dan bercita-cita tinggi.

Ketika Zainuddin mendirikan Diniyyah School, sekolah Islam dengan

sistem modern pada tahun 1915, Rahmah ikut belajar di sana. Tidak cukup

hanya belajar di Diniyyah School di pagi hari, Rahmah juga berguru kepada

Syaikh Abdul Karim Amrullah, ayah Buya Hamka pada sore harinya. Ia juga

berguru kepada Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim, Syekh Muhammad Djamil

Djambek, Syekh Daud Rasyidi dan kursus kebidanan di RS. Kayu Tanam pada

1931-1935 dan mendapat izin praktek bidan. Teman belajar Rahmah antara lain

Rasuna Said, Nanisah, dan Djawana Basyir.

Rahmah memiliki impian agar anak-anak perempuan mendapatkan

kesempatan yang lebih luas untuk maju dan dapat menyerap ilmu agama lebih

banyak dan intensif. Ia risau, haruskah perempuan menerima fungsinya sebagai

istri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya meskipun tanpa pendidikan yang

Page 123: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

memadai. Kerisauan dan apa yang menjadi impiannya ini disampaikan kepada

kakaknya, Zainuddin, yang sangat antusias mendukung cita-cita ini.

Dalam salah satu catatan hariannya, Rahmah menuliskan doa yang ia

panjatkan dalam sholat-sholat wajib dan sholat malamnya. “Ya Allah ya Rabbi,

bila dalam ilmu-mu apa yang menjadi cita-citaku ini untuk mencerdaskan anak

bangsaku terutama anak-anak perempuan yang masih jauh tercecer dalam bidang

pendidikan dan pengetahuan ada baiknya engkau ridhai, maka mudahkanlah ya allah

jalan menuju cita-citaku ini.”

Setelah banyak berdiskusi dengan Zainuddin, kakaknya dan rekan-

rekannya di Persatuan Murid-murid Diniyyah School (PMDS) di mana Rahmah

aktif sebagai pengurus, maka pada 1 November 1923 berdirilah Sekolah Agama

Putri al-Madrasatul Diniyyah/ Meisjes Diniyyah School di sebuah daerah nan

sejuk di antara gunung merapi dan singgalang, diapit Gunung Tandikat dan

Bukit Tui Kota Padang Panjang.

Pada awal berdirinya, Diniyyah Putri menggunakan sebuah ruang di Masjid

Pasar Usang. Dari sanalah 71 orang murid yang terdiri dari ibu-ibu rumah

tangga dan remaja mengawali sebuah sejarah baru bagi perempuan Indonesia.

Tanpa kursi dan bangku, tanpa papan tulis dan kapur, murid-murid duduk

bersila di hadapan seorang guru dengan meja kecil di depannya. Kitab-kitab

berbahasa Arab disampaikan oleh guru dalam bahasa Indonesia. Sekolah

berlangsung selama tiga jam dimulai pukul 08.00 hingga 10.30. Mata pelajaran

yang diajarkan adalah Bahasa Arab dan pengetahuan agama. Gagasan demi

gagasan lahir dari kerisauan Rahmah. Maka ia pun mendirikan sekolah dalam

upayanya mengentaskan buta huruf di kalangan wanita-wanita rumah tangga.

D. KEKHASAN MADRASAH

Madrasah atau Perguruan Diniyyah Putri Lampung (DPL) ini memiliki

sejumlah kekhasan. Antara lain, mendidik generasi multi talenta melalui

kegiatan ekstrakurikuler.

Page 124: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

1. Cetak Generasi Pendidik Multitalenta

Salah satu putra pendiri perguruan Diniyyah Putri Lampung (DPL) KH

Iskandar Syukur mengatakan, pesantren yang didirikan orang tuanya hendak

melahirkan pendidik multi talenta. “Mau jadi apapun, yang penting para

santri putri ini tidak melupakan peran sentralnya, yaitu jadi pendidik.

Minimal mendidik anak-anaknya,” ujar Iskandar.

Pihaknya hanya berkewajiban memberi ruang seluas-luasnya kepada

para santri untuk terus tumbuh dalam kemandirian dan penuh kreativitas.

Bagi dia dan para guru pesantren, kemampuan seorang ibu menjadi pendidik

harus ditopang dan didukung berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan.

Untuk mendukung kemampuan sebagai pendidik, seluruh santri Diniyyah

Putri Lampung dibekali berbagai keterampilan melalui kegiatan kurikuler,

kokurikuler, dan ekstrakurikuler.

2. Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler di diniyyah putri berada di bawah pengawasan

dan pembinaan wakil kepala kesiswaan dan dikelola oleh organisasi siswi

yang bernama Persatuan Kulliyatul Mu’allimat El-Islamaiyyah (PKM).

Adapun jenis kegiatannya adalah sebagai berikut: 1) bidang olahraga, 2)

bidang seni budaya, 3) seni keterampilan, 4) bidang karya ilmiah/

jurnalistik/ literasi, 5) dakwah dan muhadharah, 6) bidang bahasa, 7) bidang

pengembangan diri, 8) bidang kesehatan, 9) bidang kewirausahaan, 10)

bidang perfilman, dan 11) bidang olimpiade. Dari sebelas (11) bidang ekskul

ini setidaknya ada 47 kegiatan ekskul yang dijalankan oleh siswi sesuai minat

dan bakat mereka masing-masing. Berikut gambaran singkat kegiatan

beberapa ekskul tersebut.

Pertama, bidang olahraga, yaitu: basket, badminton, voli, karate, silat,

catur, senam, dan tenis meja. Silat paling banyak meraih prestasi dari level

kabupaten/ kota hingga nasional. Kedua, bidang seni budaya, yaitu: tari

daerah, paduan suara, dan hadroh. Tari daerah dan paduan suara diniyyah

putri terbiasa diminta tampil di level kabupaten maupun provinsi. Ketiga, seni

Page 125: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

keterampilan, yaitu: kaligrafi naskah, kaligrafi kontemporer, lukis, komik,

letter, dan keterampilan tangan. Siswi membuat kotak tisu, boneka, dan

bunga dari manik-manik, wadah tisu dari CD bekas, dan membuat wadah

hantaran.

Menurut Wakil Kepala Madrasah Bidang Kesiswaan, Hidayati Rusydi,

ada kegiatan para santri yang tak kalah menarik. Yakni, pengolahan barang

bekas. Mereka mengolah barang-barang bekas, misalnya drum bekas, ban

bekas, dan kayu-kayu sisa, menjadi barang bermanfaat misalnya tempat

duduk, bangku, dan ornamen cantik lainnya. Hebatnya lagi, itu mereka olah

dengan tangannya sendiri. Mereka bekerja profesional seperti layaknya

tukang berpengalaman.

Hidayati mengaku awalnya sempat ragu atas niat awal mereka mengajak

dirinya membuat daur ulang barang yang ada di gudang. Herannya, kenapa

ia memilih bongkahan kayu bekas lemari tanpa ia pikirkan cara mereka

menggergaji kayu-kayu tersebut. Semua terjadi di luar dugaannya. Mereka

otodidak belajar nyongkel paku dari lemari bekas pakai. Dipilihnya kayu

yang masih kuat. Mereka lalu pun mulai beraksi. Menggergaji dan

memukulkan palu ke paku pun mereka belajar sendiri.

Bahkan, sang tukang kayu yang ia suruh mengecek sampai terheran-

heran, kok bisa anak-anak gadis berjilbab menggergaji kayu. Pak tukang

menyebut hasil menggergaji para santri putri terlihat rapi. Hida mengaku

untuk menggergaji ia tak pernah mengajari. Bahkan ia sendiri masih

kerepotan memegang gergaji.

Wal hasil, kursi dari kayu bekas pakai pun nampak lebih cantik. Ia

berharap mudah-mudahan Allah memperlancar hajat mereka untuk go green

pondok tercinta. Inilah kesibukan dan hiburan kami yang tanpa gawai dan

televisi. Meski demikian, mereka tetap berkembang dan berkarya jauh dan

ingin lebih jauh dari dunia luar. Hidayati mengaku kagum sekaligus bangga

dan geleng-geleng kepala dengan kreativitas dan kemauan anak-anak.

Keempat, bidang karya ilmiah/jurnalistik/literasi, yaitu: membuat karya

ilmiah, menerbitkan majalah TUNAS, kunjungan ke media, pelatihan

Page 126: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

jurnalistik, pelatihan presenter, dan pelatihan wawancara narasumber. Dalam

bidang literasi siswi membentuk Komunitas Penulis Muda, pelatihan

kepenulisan setiap Senin sore, mengikuti lomba kepenulisan, mengikuti

pelatihan kepenulisan dan temu penulis, mengadakan lomba menulis cerpen

islami, dan membukukan karya siswi, baik cerpen maupun puisi. Di antara

buku tersebut adalah: 1) Shela Aprilia Hanada dan Miceleh Claudia, Kenangan

Masa Kecil yang Membekas di Hati, 2) Shela Aprilia Hanada, Dongeng dari Masa

ke Masa, 3) Terima Kasih Guruku (kumpulan puisi siswi kelas X dan XI), 4)

Tamara Nur Imaniah, Hold the Moon, 5) Deru di Lorong Keikhlasan (kumpulan

puisi santri DPL), 6) Shela Aprilia Hanada, Kado Terindah Masa Sekolah, dan 7)

Aulia Salsabila, Love in The Silence.

Kelima, bidang dakwah dan muhadharah, yaitu: membentuk klub-klub

muhadharah (pidato), latihan pidato, latihan pembawa acara (MC)/ public

speaking, latihan penyarahan (ayat Quran), membentuk Komunitas Dai

Muda, pelatihan hafalan Quran, pelatihan tilawatil Quran, dan pelatihan

tartilil Quran. Bidang ini sudah mendapatkan banyak prestasi. Prestasi

tertinggi pidato siswi diniyyah adalah juara III tingkat nasional Akademi

Sahur Indonesia (Aksi) Indosiar.

Keenam, bidang bahasa Arab dan Inggris, yaitu: muhadasah/ conversation,

pidato bahasa Arab/ Inggris, MC bahasa Arab/ Inggris, dan scrabble

(permainan kata). Wakil kepala madrasah, Hidayati Rusydi, mengatakan

Persatuan Kullliyatul Muallimat (PKM) sebagai ORGANISASI SISWA INTRA

SEKOLAH (OSIS) di Diniyyah Putri Lampung, diakuinya menjadi penggerak

seluruh kegiatan siswa di pesantren dan madrasah ini. “Jika PKM mogok,

Diniyyah mati. Sebab, hampir semua urusan terkait santri mulai sakit,

kebersihan, bangun, tidur, olahraga, seni, budaya, kedisiplinan, mereka lah

yang jadi penggerak,” kata Hidayati.

Pengurus PKM, bagi dia, pada titik tertentu telah menjadi asisten utama

bagi para guru. Jadi, tanggung jawab mereka besar. Hebatnya, anak-anak ini

mampu. Padahal belajarnya otodidak. Pokoknya, segala urusan teknis terkait

santri beres di tangan mereka. “Saya kira layak jadi pemimpin. Mereka

Page 127: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

mampu menangani hal yang tidak bisa dilakukan guru, seperti

membangunkan santri untuk salat Subuh,” ujarnya.

Seperti disampaikan Sekretaris PKM, Putri Nurmala Suci, para santri

harus sudah bangun pada jam 04.00 dini hari. PKM dan PMDM, Osis-nya

MTs, selalu bekerja sama untuk urusan yang satu ini. Memang, sebagian

besar ditangani oleh PKM. Untuk bangun di pagi buta, mereka harus bangun

sebelum para santri. Semua kompak meski kegiatan sampai jam 22.00 WIB

malam.

Terkait peningkatan kemampuan bahasa asing, ada sejumlah kegiatan

yang menunjang. Pertama, pidato. Kegiatan ini dilaksanakan sekali dalam

sepekan, persisnya pada Kamis malam Jumat. Kegiatan untuk mengasah

kemampuan berbicara di depan umum yang akrab disebut muhadharah ini

wajib diikuti seluruh santri. Di DPL memiliki komunitas dai muda. Di

dalamnya ada para koordinator yang mengoordinir 40 santri.

Ketua PKM Fanisa Kurnia Putri menambahkan, dari kegiatan yang

diadakan tiap malam Jumat tersebut sudah melahirkan banyak santri yang

juara lomba pidato baik level kabupaten, provinsi, maupun nasional. Dalam

kegiatan muhadharah, selain latihan pidato yang disampaikan dalam tiga

bahasa, juga belajar menjadi pembawa acara (MC), tilawah, dan sari tilawah.

“Kami memiliki 10-12 klub. Temanya ditentukan oleh siswi. Dihafal.

Dikoreksi oleh PKM. Siswi baru ditoleransi tidak menghafal. Setiap santri

bisa dua kali tampil dalam forum muhadharah tersebut. Setiap setahun ada

lomba muhadarah. Soal tema, kami tidak hanya membahas persoalan

keagamaan semata, tetapi mengikuti perkembangan kekinian. Pada saat lagi

ramai-ramainya LGBT, ada juga santri yang berpidato tentang tema ini,

hebatnya lagi dengan teks Bahasa Inggris,” ujarnya bangga.

Kedua, percakapan dalam Bahasa Arab dan Inggris. Semua santri

berkewajiban mempraktikkan percakapan dalam dua bahasa internasional

tersebut. Sudah tentu, jika tidak melakukannya dianggap telah melanggar

peraturan. Oleh karena itu, hukuman pun siap menanti. Hukuman untuk

level pertama, biasanya membaca istighfar seratus kali secara bersama-sama

Page 128: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

di lapangan. Untuk pelanggaran level kedua dan seterusnya diberlakukan

hukuman yang berbeda-beda.

Untuk meningkatkan kemampuan percakapan tersebut, PKM

memberikan dua kosakata setiap selesai jamaah salat Subuh. Dengan

demikian, para santri dalam sebulan memiliki 60 kosakata baru. Agar efektif,

pelaksanaan kegiatan ini dibagi dua. Yakni, dua minggu berbahasa Arab, dua

minggu berikutnya berbahasa Inggris. Di lingkungan pesantren dibagi 11

asrama. Tiap asrama terdapat 11 kelompok yang dipimpin satu orang tutor.

“Kami biasanya menuliskan kosakata baru di white board dalam bahasa

Arab atau Inggris. Lalu kami taruh di taman, di kelas, di kantin, hingga kami

gantung di dekat lapangan dan tempat umum lainnya. Ada bagian bahasa.

Pelanggaran sekali membaca istigfar; dua kali menghafal mufrodat.

Pelanggaran lebih dari dua kali memakai seragam yang berbeda atau

memakai kalung bertuliskan: “I HAVE SPOKEN INDONESIA” atau

“KHOOLAFTU AN-NIDZAAM”.

Ketiga, belajar ke “Kampung Inggris” di Pare, Kediri. Menurut wakil

kepala bidang kurikulum, Nazaruddin, program belajar Bahasa Inggris ke

Pare ini diawali dua isu utama, Ujian Nasional (UN) dan Rancangan Sekolah

Berstandar Internasional (RSBI). Ketatnya soal-soal di UN hingga kecemasan

tentang kelulusan terutama untuk mata pelajaran Bahasa Inggris dan rencana

pemerintah melalui Kemenag mendirikan RSBI membuat para guru di

perguruan DPL berpikir keras.

“Dua tantangan itu menyita pikiran kami, khususnya saat mau UN.

Pesantren sejak awal bertaraf internasional karena memiliki santri dari luar

negeri, yakni Thailand. Anak-anak setuju belajar ke Pare Jawa Timur. Anak

kelas III MTs berangkatnya selesai UN,” kata Nazaruddin.

Menurut dia, dengan berangkat ke Pare, bisa mencakup tiga kegiatan.

Yakni belajar, budaya, dan wisata. Pada 2017 program ke Pare hanya

ditempuh selama 30 hari karena bersamaan datangnya bulan Ramadhan dan

Lebaran. Pesertanya 91 siswi dari MTs. “Program ini mutlak kehendak anak.

Setiap periode anak-anak selalu tanya kepada kami kapan berangkat ke Pare.

Page 129: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Pertanyaan itu lalu kami kembalikan ke mereka. Apa betul mereka siap. Lalu

kami pun mendiskusikannya dengan wali santri,” ungkapnya.

Program belajar Bahasa Inggris ini, kata Nazaruddin, sudah dilaksanakan

selama enam kali. Tiap keberangkatan biasanya diikuti dua hingga tiga

pembimbing. Selain bertugas memonitor siswi, pembimbing juga ikut belajar.

Ya, guru yang menemani para santri ini menjadi pamong sekaligus pelajar.

“Dalam pelaksanaan penguasaan bahasa (tarqiyah al-lughah) para santri yang

ke Pare mulai 2015. Di sana mereka belajar bahasa selama dua bulan,”

tandasnya.

Sementara itu, saat pengayaan kosakata, ketua PKM Fanisa Kurnia Putri

menyebut para santri pada pukul 5.30 pagi sudah keluar dari asrama menuju

lokasi kursus bahasa. Selama 15 menit mereka mempraktikkan conversation

(dialog) dan grammar (tata bahasa), di pinggir sawah. Saat ditanyakan

bagaimana perasaannya setelah mengikuti program bahasa asing di Pare,

tentu lebih menyenangkan. Tutornya juga beda cara belajarnya.

“Kami merasa lebih pede alias percaya diri. Tidak nervous lagi.

Pengetahuan budaya bahasa naik. Kami juga merasa mampu dan mumpuni

untuk mengajar bahasa Inggris. Nah, di kelas kami saat KBM juga bilingual.

Bukan untuk bahasa Inggris saja, namun juga untuk mata pelajaran lainnya,

misal IPA,” tutur Fanisa.

Pada saat praktik mengajar, para santri kelas III KMI atau aliyah juga

menyampaikan pelajaran ilmu jiwa, psikologi, ilmu pendidikan. Kelas III

sejak semester awal praktik mengajar, membuat RPP, latihan mengajar, dan

membimbing cara mengajar.

Ketujuh, bidang pengembangan diri, yaitu: tataboga, tatabusana, dan

administrasi perkantoran. Kecuali kemampuan bahasa, siswi diniyyah putri

juga dibekali dengan keterampilan memasak melalui kurikuler maupun

ekstrakurikuler. Pertama, pada muatan lokal yaitu pelajaran PKK siswi kelas

VII hingga kelas XII belajar memasak setiap dua minggu sekali dibimbing

seorang guru. Guru pembimbing melatih mereka memasak setelah

Page 130: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

sebelumnya belajar teori di kelas. Siswi belajar membuat gorengan, es, cilok,

cireng, tahu isi, dan lainnya.

Kedua, pada ekstrakurikuler kemampuan memasak siswi diniyyah putri

juga diasah dan dilatih melalui ekskul tataboga. Siswi membayar 650 ribu

rupiah untuk ekskul ini selama setahun yang dibayarkan pada awal tahun.

Setiap dua minggu sekali siswi di ekskul ini belajar membuat beragam

makanan tradisional dan modern, kue-kue, dan minuman, seperti ketpoprak.

Pada tataboga ini siswi juga belajar table manner. Mereka akan mendapatkan

sertifikat dari Disnaker. Putri Nurmala (16) siswi kelas XI menyatakan, “Saya

ikut tataboga karena hobi, dan sebagai pondasi pada pelajaran PKK.”

Selain memasak, pengembangan diri siswi diniyyah putri juga dilakukan

melalui ekskul tatabusana dan manajemen perkantoran. Dalam satu kelas ada

21 orang. Yayasan mendapatkan bantuan gedung, peralatan, pelatihan

instruktur menjahit selama dua bulan, dan guru PNS. “Pada tahun 1990

samppai 1998 saya mengembangkan tatabusana,” kata Sri. Pada tahun 1999

datang bantuan guru dan dana operasional. Mesin-mesin jahit tenaga listrik

itu tidak berfungsi lagi karena daya listrik yang dibutuhkan sangat tinggi.

Berbeda dengan tataboga dan memasak, keterampilan menjahit ini hanya

untuk siswi saja. “Tidak ada waktu untuk pengembangan karena mereka

harus belajar,” tutur Sri. Beberapa alumni menjadi penjahit di rumahnya, ada

juga yang sukses menjadi pengusaha besar. Di antaranya Uni Lili sebagai

pengusaha kerajin Tapis khas Lampung yang cukup terkenal.

Kecuali itu, kegiatan memasak juga dilakukan siswi pada saat ujian

memasak pada matapelajaran PKK. Ujian memasak di kelas masing-masing

dilakukan dua bulan sekali, sedangkan ujian massal dilakukan setiap tahun

sekali. Setiap setahun sekali siswi semua kelas memasak dalam jumlah besar

selama tiga hari berturut-turut. Mereka dibagi kelompok memasak di hari

pertama, kedua, dan ketiga, juga dengan jenis masakan yang berbeda-beda.

Untuk merasakan hasil masakan siswi, yang diundang pada hari pertama

adalah dari keluarga besar pondok, hari kedua dari keluarga besar guru, dan

hari ketiga dari keluarga karyawan. “Saya biasa menjadi juru foto di kegiatan

Page 131: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

memasak santri, sehingga bisa setiap hari makan walaupun tidak membawa

undangan,” canda Supriyadi (36) wakil kepala hubungan masyarakat.

Kedelapan, bidang kesehatan, yaitu: membawa siswi yang sakit ke Klinik

madrasah, penyuluhan kesehatan lingkungan, penyuluhan kesehatan

reproduksi, penyuluhan kesehatan tubuh, pemeriksaan golongan darah

secara berkala kerjasama dengan Poltekes Bandar Lampung.

Kesembilan, bidang kewirausahaan, yaitu: menanam sayur dengan

hidroponik, wirausaha bisnis sayur hidroponik, dan mengelola keuangan

hasil tanaman itu. Di perguruan Diniyyah Putri Lampung, terdapat berbagai

keterampilan yang dikembangkan. Salah satunya, menanam hidroponik.

Menurut wakil kepala bidang kesiswaan Hidayati Rusydi, kegiatan ini

merupakan bagian dari program kerja seksi kewirausahaan. “Ini seksi atau

bagian baru dalam struktur PKM. Baru dimulai tahun 2017 ini,” ujar

Hidayati.

Para santri, lanjut dia, dilatih dan dibimbing oleh Komunitas Petani

Muda Lampung. Mereka ini para mahasiswa Universitas Lampung (UNILA)

yang memiliki hobi hidroponik. Saat ditanya dari mana idenya, Hida, sapaan

akrab guru muda yang juga alumnus DPL ini mengatakan, dirinya lah yang

pertama kali melontarkan gagasan tersebut kepada para santri.

“Ide menanam hidroponik ini awalnya saya usulkan kepada anak-anak.

Ternyata mendapat sambutan positif. Saya ingin, para santri punya

keberanian mencoba sesuatu yang baru. Setiap minggu pelatih datang dan

membimbing mereka dari dasar,” ungkapnya. Hida menambahkan, akhirnya

hasil menanam hidroponik ini pun menuai hasil. Sayurnya sudah dua kali

panen. Pertama tanaman pakcoy, kedua selada. “Alhamdulillah tanaman

mereka tumbuh subur dan bagus,” ujarnya bangga.

Menurut dia, para santri tekun sekali merawat tanamannya itu. Tak lupa

mereka menambahkan nutrisi dan membersihkannya dari rumput dan hama

lainnya. Hasilnya dijual kepada para guru dan wali santri yang datang

menjenguk. “Sehari sebelum panen, saya promosikan hasil karya anak-anak

Page 132: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

di grup WA guru. Oleh mereka, sayuran di-packing cantik. Dagangan mereka

selalu habis dalam waktu tiga hari,” paparnya.

Sebagai Wakasis, Hidayati tak hanya mengajarkan untuk sesuatu yang

baru seperti menanam. Namun juga mengelola hasilnya. “Keuangan

sepenuhnya saya percayakan kepada anak-anak agar mereka belajar jujur dan

bertanggung jawab. Namun tetap saya pantau. Ternyata, mereka senang

dengan kegiatan hidroponik ini. Untuk peserta pelatihan, selain pengurus

kewirausahaan empat orang. Ditambah utusan setiap asrama tiga orang,”

ujarnya.

Hida, sapaan akrabnya, punya rencana jika tanaman dan pelatihan

pertama ini berhasil, setiap asrama kelak bisa memiliki kebun sayur di setiap

halaman asramanya. Ia melihat ini lebih bermanfaat daripada sekedar hanya

menanam bunga. “Peralatannya antara lain instalasi, 1 unit dibeli dari

keuangan PKM atau OSIS. 1 unit lagi sumbangan seorang alumni,”

ungkapnya.

Tidak sampai di situ, selain terampil memasak dan membuat kue, siswi di

diniyyah putri dilatih wirausaha. Setiap kamis malam Jumat siswi memasak

makanan dan membuat minuman berdasarkan keinginan siswi lainnya. Pada

malam itu siswi latihan muhadHarah/ pidato dan besoknya libur sekolah.

Wakil kepala bagian kurikulum Nazarudin (43) menyatakan, “Siswi membuat

apa nanti dilakukan dengan membaca pasar yaitu dengan sistem komunikasi

kepada para siswi.”

Meski memiliki uang kas, siswi juga tidak jarang berhutang ke kantin

yayasan. “Mereka ngebon ke kantin untuk membeli bahan-bahan, dan

membayarnya setelah jualannya laku,” kata Sri Baniyah kepala MTs. Setiap

malam Jumat dan Jumat siswi berjualan hasil masakannya. “Dengan modal

200 ribu bisa dapat 500 ribu dalam setengah hari,” kata Almira (17) siswi

kelas XI.

Keuntungan hasil berjualan siswi itu bisa mencapai 30 juta rupiah dalam

setahun di tingkat MTs dan Aliyah. Pada saat kelulusan uang itu diberikan ke

yayasan sebagai sumbangan dalam bentuk barang-barang yang akan

Page 133: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

digunakan di pesantren, asrama, kelas, atau kantor. Para siswi yang

menentukan mereka akan membeli apa dari uang tersebut. Uang tersebut

sepenuhnya milik siswi sehingga mereka berhak menentukan untuk apa dan

dibelikan apa.

“Agar mereka punya kenangan saat kembali ke madrasah. Oh ini dulu

angkatan kami yang menyumbangkan,” kata Iskandar Syukur, Kepala Unit

Pelaksana Teknis (UPT) Bagian Pendidikan dan Pengajaran. Kegiatan

memasak dan menjual itu cukup mendidik siswi diniyyah putri belajar

kewirausahaan. Selebihnya mereka fokus ke belajar akademik karena tujuan

awal mereka jelas mencari ilmu yang luas.

Kesepuluh, bidang perfilman, yaitu membuat film pendek. Produksi

perdana pada April 2017 berjudul Harus Gitu Ya? telah berhasil meraih juara I

dalam ajang festival film pendek se-Lampung. Hidayati rusydi juga

menceritakan soal film pendek yang digarap para santri. “Untuk film pendek,

awalnya saya nantang anak-anak. Berani nggak melakukan kegiatan baru.

Ada lomba film pendek di kampus teknokrat. Ternyata mereka juga

merespon positif,” kenangnya.

Ia mengisahkan, dalam waktu tiga hari, terbentuklah team film.

Kemudian mereka membuat skenario. “Lalu saya carikan pelatih dari

komunitas film mahasiswa. Akhirnya dapat pelatih yang sesuai. Dari arahan

sang pelatih, seminggu film pendeknya jadi. Untuk seleksi pemain, Hida

meminta bantuan alumni yang aktif di teater dan drama. Alhamdulillah, film

garapan anak-anak dapat juara 1 se-Lampung,” papar Hida.

Kesebelas, bidang olimpiade, yaitu Matematika, Biologi, dan Fisika, di

tingkat DMP/ MTs, Kimia, Matematika, dan Biologi, di tingkat KMI/ MA.

Semua kegiatan ekskul itu dibimbing oleh satu sampai dua kakak kelas

yang tergabung dalam Osis. Mereka sangat berperan dalam pengembangan

keterampilan murid sesuai bidangnya masing-masing. Pola ini sangat bagus

tidak hanya pembentukan jiwa kepemimpinan kakak pembimbing tetapi juga

mendekatkan hubungan antara senior-yunior di Diniyyah Putri. Dengan

demikian kebersamaan itu berdampak positif bukan sebaliknya. Prestasi yang

Page 134: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

dicapai murid DP juga merupakan keberhasilan pembimbingnya yaitu kakak

kelas mereka.

Prestasi siswi diniyyah putri sangat membanggakan karena banyak

meraih juara dalam setiap perlombaan. Karena banyaknya prestasi itu, di sini

hanya akan disebutkan yang telah berhasil mendapatkan juara satu (I) saja, di

antaranya: Cabang Biologi KSM Tingkat MA se-Kabupaten Pesawaran 2014,

Kaligrafi Teknokrat Festival Pentas Seni Islami 7 2014, MTQ Putri SMP Se-

Lampung (Porseni) 2014, Ajang Kompetisi Seni dan Olahraga Madrasah

(Aksioma) Pesawaran Cabang Bulutangkis 2015, Aksioma Cabang Kaligrafi

Putri MA 2015, Komik Al-Banna Fair Polinela 2015, Analisa Musik Melodi

Non Brass UNILA Marching Band Competition2016, Pencak Silat Dispora

Pesawaran 2016, Pencak Silat Internasional di Padang 2016, Basket Lampung

Kobalam U-14 2016, Kaligrafi Kontemporer Festival Pesantren IAIN Lampung

2016, Pencak Silat Bupati Cup Pesawaran 2016, Pencak Silat IKPM Gontor

2017, Muley Hijab Kampung Nasyid Povinsi Lampung 2017, Dai Pentas

Islami X Universitas Teknokrat 2017, Tilawah IBI Darmajaya Bandar

Lampung 2017, Fahmil Quran Ponpes Jabal Nur 2017, Kaligrafi Ponpes Jabal

Nur 2017, Pidato tingkat SMP Balai Bahasa se-Provinsi Lampung. Data ini

menunjukkan variasi prestasi siswi diniyyah putri yang sangat beragam. Hal

ini menunjukkan keragaman bakat siswi yang berhasil dikembangkan oleh

diniyyah putri.

3. Wawasan Global

Pramuka di Diniyyah Putri tidak sekedar kegiatan kedisiplinan dan

kepemimpinan biasa. Ia telah menorehkan prestasi yang membanggakan

tidak hanya bagi madrasah tetapi bagi provinsi Lampung dan bangsa

Indonesia. Siswi madrasah diniyyah putri tidak hanya berprestasi di level

kabupaten/ kota, provinsi, dan nasional, tetapi berprestai juga di level

internasional, yaitu dalam pramuka. Anggota pramuka DPL tidak hanya

berpartisipasi dalam kegiatan pramuka di luar negeri, mereka bahkan meraih

sejumlah prestasi.

Page 135: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Pengalaman internasional lainnya adalah pertukaran pelajar ke Thailand

selama 20 hari. Sejak 9 Oktober 2012 yayasan telah menandatangani

perjanjian kerjasama dengan Ma’had Tarbiyah Islamiyah Thailand dan

Thayaiwitaya School Hatyai Thailand. Program ini lahir atas jaringan yang

telah dimiliki oleh yayasan dengan lembaga kursus FEE Center di Pare yang

dipimpin oleh Malik. Malik mengenalkan madrasah diniyyah putri ke Abdul

Aziz pemilik sekolah di Tailand. “Ada pondok khusus wanita yang bagus di

Lampung,” demikian Nazarudin menirukan ucapan Malik.

Pada 2012 Abdul Aziz datang ke Lampung. Kemudian disepakati

pertukaran pelajar. Sudah dikirim dua angkatan pada 2014 dan 2016. Di sana

siswi belajar bahasa, kegiatan sekolah, budaya. Demikian pula siswi Thailand

selama di diniyyah putri. “Mereka bergabung dengan kegiatan Osis, dan

kami ajak mereka ke sentra-sentra industri di Lampung,” kata Maimun.

Untuk bisa mengikuti program pertukaran pelajar tersebut siswi kelas IX

harus lulus tes bahasa dan akhlak. Tes ini hanya akan memilih 20 siswi. Siswi

dan dua orang pembina yang berangkat akan tinggal di Phanga 10 hari dan di

Hatyai 10 hari. Target lain ke depan dari kerjasama dengan Thailand ini

adalah pertukaran guru atau pertukaran alumni untuk mengajar. Dengan

harapan mereka bisa kuliah di sana.

Berikutnya tidak hanya pertukaran pelajaran. Muslimah Thailand juga

bersekolah di diniyyah putri. Satu orang sudah lulus. Sedangkan yang masih

sekolah ada 6 yaitu kelas VII dua orang dan kelas IX ada 4 orang. Siswi asal

Thailand Issara dan Assama, anak kembar, tidak mengalami kesulitan belajar

di diniyyah putri Lampung Indonesia. Kedua siswi kelas VII MTs yang

berbadan tinggi ini sudah pandai berbahasa Indonesia. Issara yang hobi

basket dan suka bahasa Inggris ini bercita-cita jadi dokter, sedangkan Assama

bercita-cita jadi guru. Menurut mereka, makanan di Indonesia enak dan tidak

masalah dengan selera mereka. Tetapi jika dibandingkan dengan makanan di

Thailand lebih enak makanan Tailand. “Masakan di Indonesia kurang

bumbunya,” kata Issara sambil tersenyum. Tidak hanya dengan Thailand,

Page 136: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

kerjasama dengan negara mitoritas muslim Laos dan Myanmar sedang dalam

proses.

Mutu alumni Diniyyah Putri tahun 2015, 2016, dan 2017 dapat

dibanggakan setidaknya dilihat dari kampus mereka belajar saat ini, di

antaranya UIN Raden Intan Lampung, UIN Walisongo Semarang, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, UIN Arraniri Banda

Aceh, Universitas Negeri Semarang, UNILA, IAIN Metro, Universitas Ahmad

Dahlan Yogyakarta, Jerman (Windi Wahyuni, Dini Devika Yani, dan Suci Eka

Putri), Sepolwan,Pendidikan Bahasa Inggris di Pare, Universitas Tulang

Bawang Lampung, Universitas Muhammadiyah Semarang, UIN Raden Fatah

Palembang, Penerbangan, IAIN Bengkulu, IAIN Sultan Hasanuddin Banten,

Universitas Muhammadiyah Surakarta, STEI Tadzkiya Bogor, dan UPI

Bandung. Dari data di atas terbaca bahwa tiga alumni dinyyah kuliah S1 di

Jerman setelah lulus seleksi. Sebelumnya, mereka kursus intensif bahasa

Jerman di Lampung.

4. Kekuatan dan Kendala

Kekuatan Diniyyah Putri bertahan dan maju di usianya yang ke-43 ini

adalah: Pertama, keikhlasan pendiri, keluarga besarnya, dan guru. Seluruh

tanah di pesantren ini berstatus wakaf, sehingga anak cucu pendiri yang saat

ini bekerja di pesantren ataupun yang tidak, tidak ada yang mewarisi tanah

pesantren. “Tanah dan bangunan milik pondok semua, bukan milik kami

anak-cucu pendiri,” kata Iskandar.

Kepada santri Nyai Halimah selalu menekankan pentingnya ikhlas dalam

belajar sehingga akan terasa ringan dalam belajar meski jauh dari orang tua.

Demikian juga kepada para guru, Nyai senantiasa menekankan keikhlasan

dalam mengajar. Mengajar akan ringan. “Guru kami pernah terlambat

gajihan hingga tiga bulan,” kata Nyai Halimah. Selain dengan uang, dulu

siswi membayar pondok dan sekolah dengan beras sebanyak 17 kilogram. 15

kilo untuk santri, 2 kilo untuk guru. “Tetapi beras yang dikasih ke kami

Page 137: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

kualitasnya buruk sehingga santri pun malas memakannya. Maka sekarang

dalam bentuk uang semua,” kata Nyai Halimah.

Kedua, membangun sistem yang baik. Iskandar menjelaskan, “Kami

membangun sistem sehingga orang—siapa pun—yang ingin uang harus

bekerja, entah mengajar atau sebagai pimpinan di madrasah atau di asrama.”

Adapun kendala yang dirasakan pendidik di Diniyyah Putri adalah

pertama, yang berasal dari murid sendiri. Wanita jelas berbeda dengan laki-

laki. “Mengurus perempuan sepuluh kali lebih sulit dibanding laki-

laki. Contoh, di kelas tidak bisa menyuruh mereka mengangkat yang berat-

berat. Harus melibatkan laki-laki dari bagian kepengasuhan,” kata Iskandar.

Contoh lain soal penegakan kedisiplinan dan karakter jujur. Ketika waktu

shalat tiba, mereka tidak berangkat ke masjid dengan alasan sedang haid.

“Kita tidak tahu apakah mereka jujur atau berbohong,” tuturnya.

Kedua, yang datang dari orang tua murid. Kendala yang dihadapi guru

dan pembina adalah wali murid tidak memahami tujuan diniyyah putri.

“Mereka mengajak anak pulang semaunya. Berlama-lama di rumah,” kata

Nyai Halimah.

E. PEMBAHASAN

1. Ibu Pendidik

Keluarga adalah lembaga yang utama dan pertama bagi proses awal

pendidikan anak-anak untuk mengembangkan potensi yang dimiliki seorang

anak ke arah pengembangan kepribadian diri yang positif dan baik. Fungsi-

fungsi dan peran orang tua tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan fisik

anak berupa kebutuhan makan dan minum, pakaian, tempat tinggal tapi juga

tanggung jawab orang tua jauh lebih penting dari itu adalah memberi

perhatian, bimbingan, arahan, motivasi, dan pendidikan, serta penanaman

nilai (Jailani, 2014: 259-260).

Perguruan Diniyyah Putri Lampung (DPL) merupakan satu-satunya

pesantren khusus putri dan tertua di Provinsi Lampung. Sebagai pesantren

tertua dan berciri khas sendiri, diniyyah putri memiliki perbedaan yang

Page 138: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

sangat mendasar dengan pesantren serupa yang lahir belakangan. Banyak

kekhususan sebagai jati diri diniyyah putri yang tidak dimiliki oleh sekolah

atau pesantren lain. Hingga kini kekhususan itu dipertahankan secara turun

temurun.

Salah satunya, ilmu mendidik. Pasalnya, sejak awal berdiri, pelajaran

ilmu pendidikan disebut ilmu mendidik. Meski demikian, di papan jadwal

sekolah kini tertulis ilmu pendidikan. Keberadaan pelajaran ini, menurut

Hidayati Rusydi, salah seorang alumni yang kini menjadi pengajar di

pesantren ini, merupakan tujuan pendidikan diniyyah putri, yakni lahirnya

para putri berjiwa Islam dan ibu pendidik yang cakap serta aktif. Ini

merupakan salah satu tujuan utama didirikannya diniyyah putri.

Tidak heran jika akhirnya sebagian besar alumni diniyyah putri

berprofesi sebagai guru, dosen, da’i ketika mereka sudah terjun di tengah

masyarakat. Uniknya, kalaupun mereka tidak menjadi guru atau dosen, tapi

mereka tetap mampu “mengajar” berkat ilmu mendidik yang pernah

dipelajari selama tiga tahun di bangku Kulliyatul Muallimat al-Islamiyyah

(KMI).

Bahkan, ibu pimpinan pesantren dalam setiap sambutannya selalu

menyampaikan bahwa kaum perempuan, jika kelak tidak menjadi guru di

sekolah, maka yang pasti dia akan menjadi guru dalam rumah tangganya,

yaitu mendidik anak-anaknya. Ya, ibu merupakan madrasah pertama (al-

madrasah al-ula) bagi putra-putrinya. Menjadi pendidik dan pendakwah di

manapun.

Dai itu jangan di level seperti da’i tivi, da’i MAJLIS TA’lim, dan da’i masjid.

Dakwah itu umumnya majlis ta’lim, khutbah, dan lainnya. Inti dakwah adalah

pendidikan keluarga. Maka perempuan harus kuat. Contoh, siswi harus

mencuci pakaiannya sendiri, memasak, menyapu, dan merapihkan kamarnya

sendiri. “Satu orang wanita mendidik satu keluarga. Istri harus pandai

menjahit, mencuci, menyapu, dan memasak agar disayang suami,” kata Nyai

Halimah (67). “Madrasah adalah tempat menyemai pendidik perempuan,”

kata Iskandar.

Page 139: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Baik-buruknya akhlak, perangai, perilaku atau pribadi sang-anak dan

keluarga, banyak ditentukan oleh pola pembinaan, latihan dan pendidikan

yang diberikan oleh orang tua. Anak yang sudah mendapatkan pengenalan,

pengalaman dan pendidikan, terutama pendidikan moral spiritual, akan

dapat mempertahankan eksistensi kepribadian (potensinya) dari pengaruh-

pengaruh sosial dan lingkungan yang kurang bersahabat (Sukaimi, 2013: 89).

Kegagalan ibu bapa untuk berperanan sebaGAI PENDIDIK AKAN

MENGUNDANG PELbagai gejala sosial yang boleh memudaratkan

masyarakat dan negara. Sebagai ibu bapa Muslim, kita perlu menghayati

ajaran agama Islam sepenuhnya kerana itulah satu-satunya jalan untuk

mencapai kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Melalui tiga kaedah

pendidikan asas iaitu pendidikan melalui teladan, pendidikan yang

menekankan aspek kerohanian dan pendidikan tentang kedudukan dan

kelangsungan bangsa, ibu bapa mampu menyumbang ke arah pembentukan

sebuah tamadun bangsa (Razak dan Hussain, 2007: 81).

Integriti merupakan suatu paket nilai-nilai murni yang mulia yang

terhasil dari kredibiliti dan kemuliaan kedua ibu bapa untuk menjamin

kekuatan sesebuah institusi keluarga. Institusi keluarga yang dipimpin oleh

ibu bapa mempunyai integriti yang tinggi sebagai asas pembentukan sebuah

masyarakat. Masyarakat yang memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan

dan akhlak yang mulia merupakan eleman penting untuk membentuk sebuah

tamadun bangsa (Razak dan Hussain, 2007: 81).

2. Kecerdasan Jamak dan Kecakapan Hidup

Diniyyah Putri Lampung tidak hanya fokus mengajarkan ilmu mendidik

dan kemandirian santri. Santri dibekali dengan sejumlah keterampilan

melalui kokurikuler dan ekstrakurikuler. “Seorang pendidik harus bisa

terampil usaha untuk mendukung kerja mendidiknya. Wirausaha untuk

mendukung visi, yaitu pendidik,” kata Iskandar (51). Menurutnya, jiwa

wirausaha itu tertanam pada alumni. Tidak sedikit alumni dari keluarga

miskin kuliah dengan uang hasil kerja sendiri.

Page 140: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Hal ini juga terlihat dari pilihan Prodi yang dipilih DPL pada saat

membuka perguruan tinggi—masih dalam proses perizinan. “Saya ingin ada

perguruan tinggi di sini. Politeknik dipilih karena masih jarang untuk tidak

mengatakan tidak ada di sini. Prodi agama sudah banyak yang mendirikan.

Harus ada yang memikirkan politeknik. Memikirkan yang belum digarap.

Saya ingin ada tata boga tapi mungkin belum saatnya,” kata Halimah.

Gardner (1998: 25) menulis, “agar seorang siswa berhasil dalam studi dan

hidupnya kelak, maka pendidikan sebaiknya dilakukan dengan pendekatan

pribadi dengan mempertimbangkan kecerdasan yang dimiliki siswa.”

Applications of the new technologies should provide ways for a variety of minds to

gain access to knowledge,” (Veenema and Gardner, 1996: 70).

kecerdasan santri yang beragam jelas terwadahi di DPL, sehingga kelak

mereka bisa mengembangkannya lebih lanjut saat hidup di masyarakat.

Artinya, santri diharapkan bisa hidup dengan baik karena sudah dibekali life

skills melalui kehidupan pondok maupun madrasah. Adapun definisi life

skills menurut WHO adalah abilities that help us to adapt and behave positively so

that can deal effectively with the challenges of everyday life (Hanbury, 2008: 9).

Ada lima area dasar life skills yang relevan diterapkan dalam budaya

mana pun (WHO, 1999: 1): a) Decision-making and problem-solving; b) Creative

thinking and critical thinking; c) Communication and interpersonal skills; d) Self-

awareness and empathy; dan e) Coping with emotion and coping with stress.

Keluaran dari orang yang memiliki life skills adalah teamwork, self-esteem,

learning from each other, confidence, etc (hanbury, 2008: 10). Kelima ciri di atas,

juga kemampuan bekerja tim, rasa nyaman, jiwa pembelajar, dan pecaya diri

diperoleh santri melalui kehidupan di asrama, kegiatan OSIS, dan

keikutsertaan mereka dalam ekstrakurikuler. Life skills are generic skills,

relevant to many diverse experiences throughout life (WHO, 1999: 5).

Kecerdasan harus digunakan untuk hal yang positif dan kebaikan bagi

manusia lainnya,” sebagaimana ditulis gardner (2011: 10): … as scholars, we

had a responsibility not only to put forth ideas but also to monitor how they were used

and, when necessary, to speak up about their misuse. … and yet at the end of the day,

Page 141: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

we do not need more people of high intelligence or of multiple intelligence, however

measured or labeled; we need individuals who will use their intelligences for positive

ends.

Demikianlah, Diniyyah Putri Lampung merupakan lembaga pendidikan

khusus perempuan yang menyiapkan generasi pendidik, sehingga

perempuan bermanfaat bagi lingkungannya. Perempuan harus belajar

banyak hal agar memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi keluarga bahkan

lingkungannya. Selain harus cerdas, perempuan harus terampil dalam bidang

tertentu. Keterampilan itu kemudian harus ditekuni dan dikembangkan

sampai maksimal sehingga kerja kependidikannya berjalan dengan baik.

Peran DPL bagi pendidikan khususnya perempuan sangat penting bagi

Indonesia. Meski Kementerian Agama belum optimal dalam melayani

penyelenggaraan pendidikan madrasah (Nuruddin, 2017), DPL masih eksis

dan berkembang terus memajukan pendidikan perempuan dengan

pengelolaan dana masyarakat yang tidak terlalu besar. hal ini bisa berhasil

karena pimpinan, pengasuh, dan guru memiliki sikap ikhlas dalam mendidik

santri berjumlah kurang lebih 750 itu. Tanpa keikhlasan, santri DPL tidak

mungkin mencapai prestasi gemilang seperti sekarang, karena prestasi

merupakan buah dari kesungguhan berlatih santri dan kesabaran pelatih.

Dengan membayar “sedikit”, santri DPL telah mendapatkan pendidikan yang

baik. Pendidikan yang menyediakan wahana pelatihan bagi beragam

kecerdasan dan keterampilan yang dimiliki santri dari berbagai provinsi di

Indonesia.

Dalam konstruksi resistensi identitas, DPL tidak hanya mencari pembeda

dari (differ from) dan bentuk perlawanan (oppose to), tetapi terjadi juga proses

pencarian legitimasi-legitimasi baru dalam penguatan identitas (Murtadho,

2017). DPL mengajarkan santri beragam keterampilan dan mengajak mereka

melihat dunia melalui kegiatan penguatan bahasa di Pare, pramuka dan studi

banding ke luar negeri, dan pertukaran pelajar ke Thailand.

Page 142: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

F. PENUTUP

1. Simpulan

Madrasah Diniyyah Putri Lampung menyiapkan calon ibu pendidik

melalui sistem pendidikan asrama dan pendidikan madrasah. Sistem

pendidikan madrasah diniyyah berbasis kecerdasan jamak, yaitu siswi

dibekali beragam keterampilan sesuai minat dan bakat mereka, mulai dari

bahasa, muhadharah, memasak, hingga wirausaha. Ibu pendidik bisa berarti

beragam, mulai dari sebagai ibu bagi anak-anak, guru, pengajar majlis taklim,

dan daiyah. Apa pun profesi alumni diniyyah kelak harus peduli kepada

pendidikan agama lingkungannya. Keterampilan yang dipelajari di madrasah

supaya alumni tidak bergantung sepenuhnya dari profesi pendidik. Seorang

ibu harus cakap menghasilkan uang agar pekerjaan mendidiknya tidak

terganggu.

2. Rekomendasi

Setelah melakukan penelitian terhadap kekhususan madrasah ini, kami

memberikan saran, masukan dan rekomendasi kepada:

A. Kepada yayasan dan madrasah agar mempertahankan kekhasan dan

keunggulan program, memperbaiki layout (tata letak) Majalah TUNAS,

menambah kuota pertukaran pelajar, menjajaki pengiriman siswi ke

perguruan tinggi luar negeri.

B. Pemerintah, khususnya pemda bandar lampung memperhatikan

pesantren dengan cara mengalokasikan anggaran dari dinas pendidikan

untuk pembinaan keterampilan (life skill).

C. Kementerian agama, dalam hal ini direktorat pendidikan diniyah dan

pondok pesantren (pd pontren) ditjen pendis mencermati pesantren yang

memiliki kekhususan. Dalam hal ini diniyyah putri lampung dalam

mendidik santri putri.

D. Puslitbang pendidikan agama dan keagamaan balitbang diklat kemenag

memperluas area riset hingga kabupaten. Jadi, tidak hanya di ibukota

provinsi saja. Pasalnya, bukan tidak mungkin madrasah atau pesantren

Page 143: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

yang memiliki kekhususan sebagaimana di dpl ini masih banyak. Dengan

memperluas area atau jangkauan riset ini diharapkan banyak juga model

yang bisa direplikasi di madrasah atau pesantren lainnya.

Referensi

Bakar, Noor Rahamah Abu. Pendidikan dan Segregasi Pekerjaan Mengikut Gender. Akademika, 67, Januari, 2006. H. 53-75.

Department of Mental Health Who. (1999). Mental Health Promotion; Partners In Life Skills Educaion. Geneva: World Health Organization.

Gardner, H. (1998). Multiple Intelligences. New York: Basicbooks.

Gardner, H. (2011). The Theory Of Multiple Intelligences: As Psychology, As Education, As Social Science.

Gayatri, Fitri. 2008. Faktor dan Dampak Ketimpangan Pendidikan; Pendidikan dalam Kehidupan Perempuan. Skripsi. Prodi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian IPB.

Hanbury, C. (2008). The Life Skills Hanbook; An Active Learning Handbook for Working With Children and Young People. Www.Lifeskillshandbooks.Com. Diunduh Pada Mei 2014.

Jailani, M. Syahran, Teori Pendidikan Keluarga dan Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini. Nadwa: Jurnal Pendidikan Islam, vol. 8, nomor 2, Oktober 2014. H. 245-260.

Khotimah, Khusnul. Diskriminasi Gender Terhadap Perempuan dalam Sektor Pekerjaan. Jurnal Studi Gender dan Anak, Volume 4, No. 1, Januari-Juni 2008. H. 158-180.

Khotimah, Khusnul. Urgensi Kurikulum Gender dalam Pendidikan. Insania, Vo. 13, September-Desember, 2008. H. 420-533.

Mawardi, Kholid. Madrasah Banat: Potret Pendidikan Anak Perempuan NU Masa Kolonial Belanda. Jurnal Studi Gender dan Anak, Volume 3, No. 2, Juli-Desember 2008. H. 239-254.

Murtadho, Muhamad. 2017. Madrasah dan Globalisasi Pendidikan. Puslitbang Penda Kemenag RI.

Natasha, Harum. Ketidakutamaan Gender Bidang Pendidikan: Faktor Penyebab, Dampak, dan Solusi. Marwah, Vol. XII, No. 1, Juni, 2013. H. 53-64.

Page 144: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Nurudin. 2017. Madrasah dan Otonomi Pendidikan; Analisis Kebijakan Pendidikan. Puslitbang Penda Kemenag RI.

Nuryoto, Sartini. Perbedaan Prestasi Akademik Antara Laki-Laki dan Perempuan. Jurnal Psikologi, No. 2, 1998. H. 16-24.

Pawitasari, Erma. Pendidikan Khusus Perempuan; Antara Kesetaraan Gender dan Islam. Tsaqafah: Jurnal Peradaban Islam, Vol. II, No. 2, November 2015, 249-272.

Razak, Ratna Roshida Abd., dan Hussain, Nik Haslinda Nik, Peranan Institusi Keluarga dalam Penjanaan Bangsa Bertamadun. Jurnal Kemanusiaan, bil. 9, Jun 2007. H. 73-82.

Sukaimi, Syafi’ah, Peran Orang Tua dalam Pembentukan Kepribadian Anak: Tinjauan Psikologi Perkembangan Islam. Marwah, vol. XII, No. 1 Juni Th. 2013. H. 81-90.

Towaf, Siti Malikhah. Peran Perempuan, Wawasan Gender dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Di Pesantren. Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 15, Nomor 3, Oktober 2008. H. 140-149.

Veenema, S. And Gardner, H. Multimedia And Multiple Intelligences. The American Prospect, November-December, 1996.

Widodo, Wahyu. Analisis Situasi Pendidikan Berwawasan Gender di Provinsi Jawa Timur. Jurnal Humanity, Volume I, Nomor 2, Maret 2006. 122-128.

Zaduqisti, Esti. Stereotype Peran Gender bagi Pendidikan Anak. Muwazah, Vol. I, Januari-Juni, 2009. H. 73-82.

Page 145: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

BAGIAN III

MANAJEMEN PERGURUAN TINGGI

Page 146: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

PROBLEM DAN SOLUSI

PROGRAM PENGALAMAN LAPANGAN (PPL)

MAHASISWA LEMBAGA PENDIDIKAN TENAGA KEGURUAN (LPTK)

Pendahuluan ♦ Kompetensi Mahasiswa ♦ Komitmen Mahasiswa ♦ Kompetensi

Dosen Pembimbing ♦ Guru Pamong ♦ Karakter Siswa ♦ Lingkungan dan Fasilitas

Sekolah ♦ Kurikulum LPTK ♦ Respon Sekolah ♦ Solusi ♦ Penutup

A. PENDAHULUAN

Tidak mudah melahirkan calon guru kompeten. Selain faktor mutu

masukan mahasiswa LPTK, mutu proses pembelajaran teori dan praktik di

kampus dan PPL sangat penting bagi pembentukan calon guru kompeten.

Dalam perspektif kebijakan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis

kompetensi guru, sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan

Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu:

kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan

kompetensi profesional.

Menurut Musfah (2012: 27), “Kompetensi terkait dengan kemampuan

beradaptasi terhadap lingkungan kerja baru, di mana seseorang dapat

menjalankan tugasnya dengan baik berdasarkan kemampuan yang

dimilikinya.” Debling (1995: 80) menulis, “Competence is a broad concept which

embodies the ability to transfer skills and knowledge to new situations within the

occupational area”.

Kompetensi terkait erat dengan standar. Seseorang disebut kompeten

dalam bidangnya jika pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya, serta hasil

kerjanya sesuai standar (ukuran) yang ditetapkan dan atau diakui oleh

lembaganya/ pemerintah. Wolf (1995: 40) menegaskan, “Competence is the ability

to perform: in this case, to perform at the standards expected of employees”.

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan dalam pengelolaan peserta

didik (BSNP, 2006: 88). Lang dan Evans (2006: 1) menulis tentang kriteria guru

efektif, adalah “Pembicara yang baik, yang memahami peserta didiknya,

Page 147: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

menghargai perbedaan, dan menggunakan beragam variasi pengajaran dan

aktivitas. Kelas mereka menarik dan menantang serta penilaian dilakukan secara

adil, karena terdapat beragam cara yang dapat siswa tunjukkan terhadap apa

yang telah mereka pelajari”.

Horowitz, et al. (Darling-Hammond dan Bransford, 2005: 88) dalam

Educating Teachers for Developmentally Appropriate Practice, menjelaskan tentang

kriteria guru yang baik dan efektif: Guru yang baik memahami bahwa mengajar

bukan sekedar berbicara, dan belajar bukan sekedar mendengarkan. Guru yang

efektif mampu menunjukkan bukan hanya apa yang ingin mereka ajarkan,

namun juga bagaimana siswa dapat memahami dan menggunakan pengetahuan

dan keterampilan baru.

Kompetensi kepribadian, yaitu “Kemampuan kepribadian yang: (a)

mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak

mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; h) mengevaluasi

kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara berkelanjutan,” (BSNP, 2006:

88). Menurut Musfah (2012: 43), “Esensi pembelajaran adalah perubahan

perilaku. Guru akan mampu mengubah perilaku peserta didik jika dirinya telah

menjadi manusia yang baik”.

Kompetensi sosial merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari

masyarakat untuk: (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan

teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif

dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali

peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar, (BSNP,

2006: 88).

Seorang guru—sama seperti manusia lainnya—adalah makhluk sosial,

yang dalam hidupnya berdampingan dengan manusia lainnya. Guru

diharapkan memberikan contoh baik terhadap lingkungannya, dengan

menjalankan hak dan kewajibannya sebagai bagian dari masyarakat sekitarnya.

Guru harus berjiwa sosial tinggi, mudah bergaul, dan suka menolong, bukan

sebaliknya, yaitu individu yang tertutup dan tidak memerdulikan orang-orang

di sekitarnya (Musfah, 2012: 52).

Page 148: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Musfah menulis (2012: 54), “Tugas guru adalah mengajarkan pengetahuan

kepada murid. Guru tidak sekedar mengetahui materi-materi yang akan

diajarkannya, tetapi memahaminya secara luas dan mendalam. Oleh karena itu,

murid harus selalu belajar untuk memperdalam pengetahuannya terkait mata

pelajaran yang diampunya”.

Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi

pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur,

dan metoda keilmuan/ teknologi/ seni yang menaungi/ koheren dengan materi

ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep

antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam

kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks

global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional (BSNP, 2006: 88).

Boix-Mansilla dan Gardner menjelaskan, “Seorang guru harus memahami

pengetahuan tentang ilmu, tujuan, metode, dan bentuk-bentuk materi yang

diajarkannya,” (Darling-Hammond dan Bransford, 2005: 387).

Kurikulum LPTK disusun untuk melahirkan calon guru yang minimal

memiliki empat kompetensi tersebut. Meski modelnya beragam, setiap LPTK

mewajibkan mahasiswa melakukan PPL, yaitu praktik mengajar di sekolah. PPL

dilakukan di akhir semester, dengan asumsi mereka sudah menguasai teori

mengajar dan sudah lulus matakuliah mikro-teaching.

PPL keguruan adalah satu cara yang harus ditempuh oleh mahasiswa

calon guru agar menjadi guru profesional. Model PPL di setiap LPTK sangat

beragam, baik dari sisi lama waktu maupun ruang lingkup PPL. Dari segi waktu

ada yang empat bulan di sekolah dan ada juga yang dua bulan. Sedangkan dari

segi ruang lingkup, ada yang hanya memfokuskan mahasiswa pada pengajaran

di kelas, dan ada pula yang selain pengajaran, juga pengadministrasian (tata

usaha) dan penelitian, seperti di FITK UIN Jakarta dengan nama Praktik Profesi

Keguruan Terpadu (PPKT). Di FITK UIN Yogyakarta, keterampilan dalam

proses pembelajaran diberikan dalam mata kuliah keahlian PPL yang meliputi

PPL I dan PPL-KKN Integratif. Inti dari PPL adalah kompetensi mahasiswa

dalam membuat perangkat pembelajaran dan praktik mengajar di kelas.

Page 149: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Kelulusan mahasiswa dalam PPL yang hampir atau bahkan 100 persen

(Solihatun, 2012; Ilmi, 2013), belum tentu menunjukkan kompetensi mengajar

mahasiswa sudah bagus. Efektivitas PPL tidak bisa hanya dilihat dari nilai akhir

atau jumlah lulusan, tetapi bagaimana proses PPL di setiap sekolah. Kelulusan

mahasiswa PPL sering bukan karena kompetensi mengajar mahasiswa sudah

bagus, tetapi karena kebijakan guru pamong dan dosen pembimbing. Standar

kelulusan ada di guru pamong dan dosen pembimbing yang harus objektif,

meski kadang subjektif.

Sebagai calon guru, mahasiswa dituntut menguasai keterampilan membuat

analisis SK-KD, Silabus, RPP, dan KKM. Kecuali memerlukan penguasaan teori,

perangkat pembelajaran tersebut bisa dikuasai mahasiswa setelah latihan 2

hingga 3 kali, dan dilatih oleh dosen yang ahli.

Efektifitas PPL sangat ditentukan oleh faktor mahasiswa, dosen

pembimbing, guru pamong, karakter siswa, dan fasilitas sekolah (Solihatun,

2012). Mutu Prodi dan pengajaran di kampus mahasiswa juga sangat

berpengaruh—secara tidak langsung—terhadap efektivitas PPL.

Dari hasil beberapa penelitian tentang PPL, dan pengalaman penulis

sebagai dosen pembimbing PPL, berikut dijelaskan problem-problem PPL yang

perlu mendapat perhatian LPTK.

B. KOMPETENSI MAHASISWA

Kompetensi mahasiswa sebelum datang ke sekolah sangat berpengaruh

terhadap performanya menyusun perangkat pembelajaran dan mengajar di

kelas. Sebelum ke sekolah, mahasiswa sudah memiliki kompetensi mengajar

yang diperolehnya selama belajar di fakultas keguruan. Hal ini sangat

tergantung pada mutu fakultas dan Prodi, di samping kecerdasan mahasiswa

sendiri. Meski kuliah di satu fakultas yang sama, kompetensi setiap mahasiswa

pasti berbeda-beda.

Penelitian Solihatun (2012) dan Sukoco (2013) menyimpulkan, mahasiswa

kurang menguasai materi pembelajaran sesuai dengan silabus. Menurut Tim

Page 150: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Revisi PPKT (2010: 2), “Rendahnya kompetensi profesional mahasiswa FITK

menunjukkan kurangnya bekal pengalaman yang diberikan kepada mereka.”

Sedangkan penelitian Huda (2011) menyebutkan, “Metode pengajaran

yang digunakan dalam PPL tidak active learning. Minimnya pengalaman atau

jam terbang mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran, sehingga mereka belum

terbiasa menghadapi masalah-masalah terkait dengan praktik pembelajaran”.

Hasil penelitian Sukoco (2013) menunjukkan kompetensi profesional guru

PPL paling rendah dibanding tiga kompetensi lainnya. “Persepsi siswa terhadap

kompetensi guru PPL Pendidikan Jasmani untuk aspek pedagogik adalah 77%,

kepribadian 81%, sosial 69%, profesional 60%. Kompetensi guru PPL Penjaskes

di SMPN 5 Malang untuk aspek pedagogik adalah 69%, kepribadian 74%, sosial

66%, profesional 57%. SMPN 9 Malang untuk aspek pedagogik adalah 83%,

kepribadian 84%, sosial 74%, profesional 67%. SMPN 19 Malang untuk aspek

pedagogik adalah 78%, kepribadian 83%, sosial 66%, profesional 57%. SMPN 5,

SMPN 9, SMPN 19 untuk aspek pedagogik adalah 70%, 83%, 78%, kepribadian

74%, 84%, 83%, sosial 57%, 64%, 57%, profesional 49%, 57%, 49%”.

Yang menarik adalah hasil penelitian Izzah (2009) bahwa, “Sebagian

mahasiswa pendidikan Matematika sudah mampu membuka pelajaran dengan

baik, akan tetapi aspek yang paling essensial dalam kegiatan awal, yaitu

menyampaikan tujuan pembelajaran hanya dilakukan seorang responden saja.

Oleh karena itu mahasiswa belum mampu mengawali kegiatan pembelajaran

dengan baik. b) Kegiatan Inti. Semua mahasiswa dapat menerapkan

keterampilan bertanya, keterampilan memberi penguatan, dan keterampilan

pengelolaan kelas pada kegiatan inti selama pembelajaran berlangsung. c)

Kegiatan Akhir/ Penutup. Sebagian mahasiswa sudah mampu menutup

pelajaran dengan baik dengan penyusunan rangkuman materi bersama

merangkum dan melakukan tindak lanjut kepada siswa. Sebagian mahasiswa

sudah mampu melaksanakan penilaian berupa tes kecil/ kuis, portofolio untuk

mengukur aspek afektif dan psikomotor berupa LKS, dan buku latihan siswa.

pelaksanaan penilaian yang dilakukan belum kontinyu secara konsisten,

Page 151: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

sistematik, dan terprogram, karena waktu yang diberikan dalam pelaksanaan

PPL terbatas”.

Sementara penelitian Maharani (2006) menunjukkan bahwa kinerja PPL

Pendidikan Jasmani semester ganjil tahun 2006-2007 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Keolahragaan Universitas Negeri Malang dalam proses belajar mengajar sudah

baik, hanya kekurangannya pada proses pembelajaran pada tahap penutup

yang masuk dalam kategori cukup.

Sedikit mahasiswa yang siap dikirim ke sekolah yang bagus karena merasa

kompetensinya lemah, misalnya dalam Bahasa Inggris. Mereka lebih siap

dikirim ke sekolah yang mutunya sedang.

Dari penjelasan di atas, disimpulkan bahwa kelemahan mahasiswa PPL

adalah sebagai berikut: penguasaan materi, metode, media, membuka, dan

menutup pelajaran.

C. KOMITMEN MAHASISWA

Beberapa mahasiswa tidak memanfaatkan PPL untuk belajar kepada

guru-guru di sekolah. Mereka pasif di sekolah; hanya menunggu perintah guru

pamong. Mahasiswa aktif adalah mereka yang selalu bertanya dan menjadikan

guru sebagai sumber ilmu tentang pembelajaran, baik teori maupun praktik.

Kehadiran mahasiswa di sekolah sesuai jadwal merupakan bukti komitmen

mereka terhadap PPL. Sedikit mahasiswa sering mencari alasan untuk

meninggalkan sekolah.

D. KOMPETENSI DOSEN PEMBIMBING

Kompetensi dosen pembimbing berpengaruh terhadap efektivitas PPL

(Khumaidi, 2012), namun intensitas bimbingan dan kunjungan ke sekolah

masing-masing dosen sangat beragam. Kendalanya sering bukan pada seberapa

baik kompetensi dosen, tetapi minimnya waktu bimbingan dan kunjungan

dosen ke sekolah. Komitmen dosen untuk melakukan bimbingan terhadap

mahasiswa PPL harus ditingkatkan.

Page 152: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

E. GURU PAMONG

Peran guru pamong sangat penting dalam sukses PPL (Khumaidi, 2012).

Guru pamong adalah guru yang ditugaskan oleh sekolah untuk membimbing

mahasiswa selama PPL di sekolah agar mahasiswa menguasai perangkat

pembelajaran dan siap mengajar di kelas. Komunikasi antar keduanya sangat

penting agar tujuan dimaksud bisa tercapai dengan baik. Sebagai guru senior

diharapkan mereka bisa menyampaikan pengalaman mengajar kepada

mahasiswa, mulai dari penyusunan perangkat pembelajaran hingga praktik

mengajar di kelas. Hal ini penting karena mahasiswa hanya mengenal teori

(sedikit praktik) di kampus. Praktik pengajaran di sekolah sering lebih rumit

dan kompleks daripada sekedar membaca teori dan diskusi di ruang kuliah.

Masalahnya, tidak semua guru pamong merespon dengan sangat baik terhadap

program PPL. Ada guru yang merasa terbantu, tapi juga ada yang merasa

terbebani.

F. KARAKTER SISWA

Motivasi belajar siswa sangat dipengaruhi oleh siapa yang mengajar

mereka di kelas. Mereka antusias belajar saat diajar oleh guru tetapi malas dan

tidak serius saat diajar oleh praktikan (mahasiswa yang sedang PPL). Tidak

semua mahasiswa mampu menghadapi situasi semacam ini dengan baik.

Karakter siswa di setiap sekolah berbeda-beda. Mahasiswa kesulitan

menghadapi karakter siswa yang tidak menghargai mahasiwa PPL. Namun

banyak juga siswa yang menerima dengan baik dan antusias kehadiran

mahasiswa PPL. Hasil penelitian Huda (2011) menyimpulkan, “Kurangnya

penghormatan atau rasa hormat siswa kepada mahasiswa praktikan selama

praktikan melaksanakan praktik pembelajaran, menyepelekan mata pelajaran

ketika proses belajar-mengajar, dan tidur ketika proses kegiatan belajar-

mengajar berlangsung.”

Page 153: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

G. LINGKUNGAN DAN FASILITAS SEKOLAH

Tidak semua sekolah tempat mahasiswa PPL merupakan sekolah yang

bagus. Bahkan hanya sedikit yang bagus, sisanya adalah sekolah-sekolah yang

biasa. Artinya mayoritas mahasiswa praktik mengajar di sekolah-sekolah yang

kualitasnya sedang bahkan buruk. Misalnya, fasilitas sekolah sangat minim,

sehingga kegiatan dan kenyamanan mahasiswa terganggu. Perpustakaan, ruang

kelas, infokus, dan ruangan khusus untuk mahasiswa adalah fasilitas sekolah

dengan mutu yang baik.

H. KURIKULUM LPTK

Kurikulum LPTK seharusnya tidak hanya menekankan teori pendidikan

tetapi juga kaya dengan praktik (Safita, 2012), seperti analisis SK-KD,

penyusunan Silabus, RPP, dan KKM. Mata kuliah Media Pembelajaran harus

lebih dominan praktik daripada teori. Mikro-teaching harus bagus, dalam arti

ruangan mikro-teaching memiliki fasilitas yang standar dan canggih.

Mikro-teaching adalah kegiatan perkuliahan praktik mengajar kelas kecil

yang bertujuan sebagai ajang latihan mengajar bagi mahasiswa calon guru

sebelum betul-betul terjun di sekolah tempat mahasiswa melakukan praktik

mengajar. Mahasiswa yang baik dalam mikro-teaching lebih terampil dalam

PPL daripada yang tidak mengikuti mikro-teaching; mahasiswa yang

memperoleh nilai tinggi dalam mikroteaching maka memperoleh nilai yang

tinggi pula dalam PPL. Namun, berdasarkan hasil penelitian (Riyadi, 2006),

tidak terdapat korelasi yang signifikan antara kegiatan mikro-teaching dengan

keberhasilan praktik mengajar mahasiswa jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan.

Kecuali Mikro-teaching, LPTK juga harus memberikan praktik

pembelajaran menggunakan beragam pendekatan dan metode, seperti

pembelajaran berbasis lesson study. Lesson study merupakan model pembinaan

profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan

berkesinambungan berlandaskan prinsip-prinsip kolegilitas dan mutual learning

untuk membangun komunitas belajar (Susilo, dalam Rokhmawati, 2011).

Page 154: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

LPTK juga bisa mengadakan program asistensi dalam menyiapkan

mahasiswa melaksanakan PPL seperti yang dilakukan di Fakultas Teknik

Universitas Negeri Malang (UNM). Hasil penelitian Arsan (2007) menunjukkan

bahwa Efektivitas Program Asistensi dalam Menyiapkan Mahasiswa

Melaksanakan PPL Program Studi Pendidikan Teknik Mesin UNM dalam

penyusunan program pembelajaran dikategorikan efektif karena dilihat dari

kategori efektif sebesar (64,648%) dan cukup efektif (31,817%), dalam

pelaksanaan kegiatan pembelajaran dikategorikan efektif karena dilihat dari

kategori efektif (48,093%) dan kategori cukup efektif (41,349%), sedangkan

dalam evaluasi proses dan hasil pembelajaran dikategorikan efektif karena

dilihat dari kategori efektif (56,644%) dan kategori cukup efektif (37,374%).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan bahwa: dosen matakuliah

kependidikan hendaknya lebih meningkatkan kualitas pembelajaran dan

pembelajaran terhadap mahasiswa.

I. RESPON SEKOLAH

Kehadiran mahasiswa PPL di sekolah tidak selalu mendapat respon yang

positif. Umumnya sekolah menerima dengan baik program PPL, dan sedikit

yang keberatan. Respon sekolah terhadap PPL sangat beragam, seperti:

menerima mahasiswa pada setiap semester (ganjil dan genap), hanya menerima

pada satu semester (genap atau ganjil), atau menolak dengan tegas.

Dari penjelasan sebelumnya, disimpulkan problem PPL pada tabel 1 berikut.

Tabel 1

Problem Internal dan Eksternal Efektivitas PPL

Problem internal 1) Komitmen mahasiswa, 2) kompetensi mahasiswa

[membuka dan menutup pembelajaran, metode, materi,

dan media]

Problem

eksternal

3) Dosen pembimbing, 4) guru pamong, 5) karakter siswa

[kurang rasa hormat, menyepelekan matapelajaran], 6)

mutu sekolah (lingkungan dan fasilitas sekolah), 7)

kurikulum LPTK

Page 155: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

J. SOLUSI

Solusi dari 7 problem tersebut yaitu: Pertama, komitmen mahasiswa. Dosen

pembimbing dan guru pamong harus memantau mahasiswa selama PPL.

Mereka harus memiliki buku catatan perkembangan mahasiswa. Jika ditemukan

mahasiswa yang komitmennya lemah, mereka harus segera menanganinya.

Arahan yang tepat dari dosen dan guru akan membangkitkan motivasi

mahasiswa.

Kedua, kompetensi mahasiswa. LPTK harus segera mereview dan

mengevaluasi kinerja dosen. Hasil review dan evaluasi harus ditindaklanjuti

dengan kegiatan perbaikan, seperti pelatihan dosen dan penyediaan fasilitas

belajar yang unggul, misalnya perpustakaan dan laboratorium micro-teaching.

Ketiga, dosen pembimbing dan guru pamong. Guru dan dosen perlu

dievaluasi dengan melakukan rapat evaluasi di saat PPL berlangsung—bukan

setelah PPL selesai. Tujuan rapat tersebut terutama menegaskan komitmen

dosen dan guru dalam mendampingi dan membimbing mahasiswa.

Keempat, karakter siswa. Tanggung jawab kepala sekolah dan guru adalah

menjelaskan kepada murid bahwa mereka harus respek terhadap praktikan dan

mengikuti belajar-mengajar dengan baik.

Kelima, mutu sekolah. Kriteria sekolah untuk PPL harus yang bagus,

sehingga praktikan banyak belajar dari sekolah dan guru-guru. Mahasiswa tidak

hanya praktik mengajar, tetapi belajar banyak hal dari guru, staf, murid,

lingkungan, dan budaya sekolah.

Kecuali mengatasi problem-problem PPL, LPTK harus mengubah sistem

seleksi calon mahasiswa. Misalnya, melakukan wawancara mendalam untuk

menggali minat dan kompetensi mereka terkait profesi guru. Di FITK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta misalnya, tidak ada seleksi melalui wawancara. Mencetak

guru professional tidak cukup dengan PPL dan kuliah di kelas 7 semester, tetapi

bagaimana mutu masukan mahasiswa LPTK. Tabel 2 menggambarkan konsep

pengembangan calon guru professional.

Akhirnya, PPL sendiri tidak akan berpengaruh signifikan dalam

membentuk calon guru profesional. Guru professional akan lahir dari input

Page 156: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

mahasiswa yang selektif dari aspek minat, kemampuan akademik, dan

tersedianya beasiswa. Kurikulum LPTK seharusnya tidak hanya terkait

pembelajaran, tetapi juga penguatan Bahasa asing, menulis, dan meneliti. Ini

agar alumni bisa diterima di sekolah yang unggul.

Tabel 2

Kerangka Konsep Pengembangan Calon Guru Profesional

Input Proses Proses Output

1 → 2 → 3 → 4

LPTK:

SMA/MA

Proses seleksi:

minat menjadi

guru,

kemampuan

akademik (materi

dan Bahasa

asing), dan

beasiswa.

LPTK:

Teori dan praktik

MK Universitas

MK Fakultas

MK Prodi

Laboratorium micro-

teaching

Penguatan Bahasa

asing

Menulis

Meneliti.

Sekolah:

PPL

Komitmen

mahasiswa,

kompetensi

mahasiswa (materi,

metode, media), dosen

pembimbing, guru

pamong, karakter

siswa, dan mutu

sekolah (lingkungan

dan fasilitas).

Calon

guru

profesional

K. PENUTUP

Pelaksanaan PPL masih memerlukan perbaikan, mulai dari kurikulum

LPTK, dosen, guru, murid, hingga sekolah. Kerjasama LPTK dengan sekolah

tidak hanya sebatas pengiriman mahasiswa ke sekolah, tetapi menjawab

problem-problem PPL yang selama ini muncul. Efektivitas PPL sangat

tergantung pada kompetensi mahasiswa, komitmen guru pamong dan dosen

pembimbing, dan mutu sekolah. Kompetensi mahasiswa sangat tergantung

pada mutu masukan LPTK dan mutu proses pembelajaran di kampus.

Page 157: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Referensi

Arsan, H.W. (2007). “Efektivitas Program Asistensi dalam Menyiapkan Mahasiswa Melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Universitas Negeri Malang.” Skripsi. Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang.

Darling-Hammond, L. dan Bransford, J. (Eds). (2005). Preparing Teacher for A Changing World: What Teacher Should Learn and Be Able To Do. San Francisco: Jossey-Bass.

Debling, G. “The Employment Department/Training Agency Standards Program and NVQs: Implications for Education”, dalam Burke, J.W. (Ed.). (1995). Competency Based Education and Training. London-New York-Philadelphia: The Falmer Press. H. 77-94.

Horowitz, et al. “Educating Teachers for Developmentally Appropriate Practice,” dalam Darling-Hammond, L. dan Bransford, J. (Eds). (2005). Preparing Teacher for A Changing World: What Teacher Should Learn and Be Able To Do. San Francisco: Jossey-Bass. H. 88-125.

Huda, S. (2011). “Problematika Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jurusan PBA dalam Praktik Pembelajaran Bahasa Arab di MAN Yogyakarta I Tahun Ajaran 2009-2010.” Skripsi. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Ilmi, H. (2013). “Efektifitas PPL-KKN Integratif dalam Pembentukan Calon Guru bahasa Arab Profesional di MTsN Piyungan Bantul Yogyakarta.” Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan bahasa Arab Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga.

Izzah, N. (2009). “Analisis Kemampuan Mengajar Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret pada Pelaksanaan Program Pengalaman Lapangan (PPL) Tahun Akademik 2009/2010.” Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Khumaidi, A. (2012). “Pengaruh Peran Dosen Pembimbing Lapangan dan Peran Guru Pamong Terhadap Prestasi Mahasiswa PPL (Studi Kasus Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang Angkatan 2008).” Skripsi. Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang.

Lang, H.R. dan Evans, D.N. (2006). Models, Strategies, and Methods for Effective Teaching. USA: Pearson Education.

Maharani, D.A. (2006). “Kinerja guru PPL Pendidikan Jasmani Semester Ganjil Tahun 2006-2007Mahasiswa Jurusan Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Malang.” Skripsi. Jurusan Ilmu Keolahragaan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang.

Page 158: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Musfah, J. (2012). Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar. Jakarta: Prenada. Cetakan Kedua.

Nugraha, S.A. (2013). “Penguasaan Kompetensi Pedagogik Mahasiswa Calon Guru Dalam Pelaksanaan Program Pengalaman Lapangan (PPL) : Studi Deskriptif pada Mahasiswa Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Konsentrasi Pendidikan Guru TIK.” Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia.

Riyadi, S. (2006). “Studi korelasi antara kegiatan mikroteaching dengan keberhasilan praktik mengajar (PPL) Mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan.” Skripsi. STAIN Pekalongan.

Rokhmawati, A. (2011). “Implementasi Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Berbasis Lesson Study untuk Meningkatkan Keterampilan Mahasiswa Pendidikan Biologi FMIPA UM dalam Memanfaatkan Media Pembelajaran dan Hasil Belajar Biologi Siswa SMA Negeri 9 Malang.” Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Biologi, Universitas Negeri Malang.

Safita, R. Pelatihan Keterampilan Mengembangan Media Pembelajaran Biologi oleh Mahasiswa Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah IAIN STS Jambi (Studi Kasus Mata Kuliah Media Pembelajaran Biologi) - http://www.iainjambi.ac.id/e-journal - Vol 3 2012 .

Solihatun, S. (2012). “Profesionalitas Mahasiswa dalam Pelaksanaan PPL Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan Angkatan 2007.” Skripsi. STAIN Pekalongan.

Tim Revisi Panduan PPKT. (2010). Panduan Praktik Profesi Keguruan Terpadu (PPTK). Jakarta: Laboratorium Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Cet. 3.

Wolf, A. “Can Competence and Knowledge Mix?”, dalam Burke, J.W. (Ed.). (1995). Competency Based Education and Training. London-New York-Philadelphia: The Falmer Press. H. 39-53.

Page 159: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

PENELITIAN ILMIAH

(Studi Kasus Dosen Magister PAI FITK UIN Jakarta)

Pendahuluan ♦ Pembahasan (Agenda Penelitian; Pelaksanaan dan Manajemen

Penelitian; Kode Etik dan Metode Penelitian; Pendanaan Penelitian; Sarana dan

Prasarana Pendukung Penelitian; Output dan Outcome Penelitian) ♦ Penutup

A. PENDAHULUAN

Penelitian ilmiah adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan

metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan

keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau

ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan

dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi (UU Nomor 18 Tahun 2002).

Sebagaimana ditegaskan dalam UU Nomor 18 Tahun 2002, PT merupakan

salah satu lembaga yang berfungsi membentuk sumber daya manusia, ilmu

pengetahuan dan teknologi, serta bertanggung jawab meningkatkan

kemampuan pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengembangan, serta

pengabdian pada masyarakat sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Selain karena diwajibkan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,

setidaknya ada tiga alasan mengapa dosen pada PT harus melakukan penelitian.

Dalam melaksanakan perkuliahan, dosen dapat mengajarkan materi yang

mereka kembangkan sendiri, hingga perkuliahan menjadi lebih menarik dan

bermakna. Dosen juga dapat melatih mahasiswa kemampuan pemecahan

masalah dan learning how to learn dengan fasih, karena mereka telah

mengalaminya. Selain itu, dosen dapat menumbuhkan keingintahuan dan

apresiasi mahasiswa terhadap ilmu pengetahuan, karena mereka tahu betapa

menariknya ilmu pengetahuan tersebut (Tim Depdiknas, 2008: 186).

Menurut data LPM UIN Jakarta, dari tahun 2008-2012, UIN Jakarta baru

menghasilkan 38 artikel yang dipublikasikan di jurnal nasional terakreditasi

Page 160: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

DIKTI dan 84 artikel yang dipublikasikan di jurnal internasional. Angka ini

masih jauh dari target Renstra UIN untuk menghasilkan publikasi 100 artikel di

jurnal nasional terakreditasi dan 60 artikel di jurnal internasional pada tahun

2016 (Tim Puslitpen, 2015: 3). Diantara indikator PT kelas dunia adalah kuantitas

dan kualitas penelitian yang dilakukan dosen. Karena itu, PT harus mendesain

program yang mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas penelitian dosen,

sehingga bisa diakui secara nasional dan internasional.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah hasil penelitian dosen

pada rentang 2011, 2012, hingga 2013, sesuai data borang akreditasi. Minimnya

data yang ada di borang menunjukkan: dosen tidak melakukan penelitian, dan

dosen tidak melaporkan penelitiannya ke Prodi. Beberapa dosen menulis buku

dan makalah yang dipresentasikan dalam seminar nasional maupun

internasional.

B. PEMBAHASAN

Prodi Magister PAI FITK UIN Jakarta berdiri sejak 2011. Jumlah dosen

tetapnya adalah 12 (6 guru besar dan 6 doktor), dan dosen tidak tetap 4 (1 guru

besar dan 3 doktor). Penetapan dosen tetap dan tidak tetap tersebut, masih

tumpang tindih dengan dosen tetap S-1, baik Prodi PAI maupun Prodi lainnya.

Artinya, nama-nama dosen yang sama berada di Prodi S-2 PAI dan Prodi S-1

PAI, Manajemen Pendidikan, Pendidikan IPS, dan Bahasa Arab.

Dari sisi kuantitas, jumlah dosen PAI bergelar guru besar dan doktor

sesungguhnya sudah memadai, namun fakultas tidak mengelolanya dengan

baik. Kecuali itu, Ketua Prodi S-1 PAI khawatir kehilangan dosen berstatus guru

besar, karena akan memengaruhi penilaian Prodi pada saat akreditasi. Untuk

Prodi di luar PAI, seperti PBI dan PBA, pemisahan dosen tetap S-1 dan S-2

mengalami kendala karena secara kuantitas kurang.

Sub-judul berikut menggunakan komponen standar penelitian untuk

memotret kinerja penelitian yang dilakukan oleh dosen magister PAI

khususnya, dan dosen UIN Jakarta pada umumnya.

Page 161: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

1. Agenda penelitian

Agenda penelitian berisi antara lain area penelitian yang akan digarap,

tujuan, dan dapat pula disertai dengan roadmap dan target capaiannya, yang

menjadi pemandu bagi unit-unit akademik yang melaksanakan penelitian,

yakni fakultas, jurusan, dan pusat, serta dosen di PT (Tim Depdiknas, 2008:

188).

a. Tema utama

Pada 2015, Pusat Penelitian dan Penerbitan LP2M UIN Jakarta

menetapkan beberapa tema, Agama dan Perubahan Masyarakat Dunia,

Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat, Lingkungan, Energi, Bioteknologi, dan

Keberlanjutan Pembangunan, dan Teknologi, Informasi, dan Manajemen (Tim

Puslitpen, 2015: 3). Akan tetapi, tema tersebut tidak dijadikan rujukan

dosen saat menyusun proposal, dan LP2M tidak menjadikannya sebagai

aspek penilaian dalam menerima atau menolak proposal penelitian dosen.

Hal tersebut memungkinkan terjadinya pertama, pengulangan tema

atau topik penelitian yang dilakukan oleh dosen. Tidak pernah ada

evaluasi atau seleksi proposal yang fokus pada kemungkinan pengulangan

tema penelitian dengan penelitian sebelumnya. Kedua, hasil penelitian

dipublikasikan secara terpisah-pisah. Padahal, jika satu grand theme, bisa

saja dikumpulkan menjadi satu penerbitan khusus. Di magister PAI, tidak

pernah dilakukan roadmap area penelitian karena tidak pernah dimulai. Di

S-1 PAI pernah disepakati fokus penelitian tentang radikalisme, tetapi

tidak berjalan, karena dosen tidak siap dengan tema tersebut.

b. Tema terbaru

Dari sisi kebaruan tema, penelitian PAI tidak mengikuti topik-topik

yang sedang hangat di seputar PAI, seperti isu radikalisme yang dikaitkan

dengan guru agama atau materi dalam buku pelajaran PAI. Penelitian

yang mengangkat isu hangat dan menjadi perhatian publik diharapkan

memberikan perspektif, menemukan akar masalah, bahkan solusi terhadap

masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Lawrence Stehhouse

Page 162: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

(Mockler, 2007: 92) menulis, “What seems to me most important is that research

becomes part of a community of critical discourse…”

c. Peran senat, LPM, Puslitpen, dan dosen

Agenda penelitian belum digarap serius oleh dosen-dosen Prodi—

termasuk PAI, juga di level fakultas dan universitas. Konsorsium dosen

Prodi yang diharapkan bisa melahirkan peta tema penelitian tidak

berfungsi dengan baik. Sangat sulit mengumpulkan dosen PAI dalam

sebuah forum diskusi dan workshop untuk pengembangan kurikulum,

isu-isu pendidikan, atau tema penelitian. Selain sibuk di luar kampus,

komitmen dosen sangat rendah dalam pengembangan keilmuan di

kampus.

Peran lembaga penjaminan mutu (LPM) dan lembaga penelitian

kampus (Puslitpen) serta senat universitas dianggap kurang karena hampir

tidak menyentuh hal ini. Karena itu, tema penelitian dosen berasal dari

masing-masing dosen Prodi, yang tidak terkait satu sama lainnya. Yang

menyatukan atau menyamakan tema kajian penelitian adalah kefakultasan

atau keprodian dosen, tidak pada membahas satu tema tertentu dengan

sudut pandang berbeda atau objek penelitian yang beragam.

2. Pelaksanaan dan manajemen penelitian

PT mengelola, mengkoordinasikan, memfasilitasi, memantau, dan

mengevaluasi kegiatan penelitian yang dilakukan oleh para dosennya (Tim

Depdiknas, 2008: 188). Jumlah minimal penelitian yang harus dilakukan oleh

dosen dalam kurun waktu tertentu, jenis penelitian seperti penelitian

individual atau kelompok, penelitian yang mono-disipliner atau yang multi-

disipliner (Tim Depdiknas, 2008: 188).

Aspek ini cukup bagus dikelola oleh Puslitpen, yaitu mengumpulkan

proposal, menyeleksi, menyediakan pendamping ahli, menyediakan buku

kontrol proses penelitian, dan menerbitkan hasil penelitian (dalam jumlah

terbatas). Pengumuman penerimaan proposal, hasil seleksi, dan informasi

Page 163: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

lainnya disampaikan melalui website, pamplet, spanduk, baliho, dan surat

undangan tertulis yang disampaikan ke Prodi melalui fakultas.

a. Transparansi seleksi

Transparansi seleksi proposal penting agar dosen merasa nyaman dan

terdorong terlibat dalam penelitian. Ada dosen yang proposalnya tidak

pernah diterima di satu sisi, dan ada dosen yang diterima setiap tahun di

sisi lain. Hal ini menunjukkan pentingnya transparansi kriteria seleksi

proposal, juga konsistensi dalam pelaksanaannya.

b. Waktu sempit

Rentang waktu penelitian terlalu sempit, yaitu Mei hingga November,

karena menyesuaikan dengan ketersediaan dana di bagian keuangan

universitas. Menurut rencana, pada 2016, seleksi proposal akan dilakukan

pada Oktober dan November 2015. Dengan demikian, dosen memiliki

banyak waktu untuk melakukan penelitian. Waktu yang cukup

berpengaruh terhadap kualitas penelitian. Masalahnya, apakah sistem

keuangan memungkinkan ketersediaan dana di awal tahun? Belum

diketahui, apakah skema keuangan semacam ini bisa terlaksana.

c. Pelibatan mahasiswa

Tidak ada dosen yang melibatkan mahasiswa dalam penelitiannya.

Dalam ketentuan syarat penelitian pun (LP2M), tidak ada keharusan

melibatkan mahasiswa. Akan tetapi, dalam ketentuan akreditasi BAN PT,

ada ketentuan bahwa penelitian dosen yang baik melibatkan mahasiswa.

Hal ini terjadi karena logika keuangan tidak sesuai dengan logika

akademik. Kecuali itu, di Prodi PAI, belum terbiasa melibatkan mahasiswa

dalam penelitian dalam arti yang sesungguhnya. Artinya, pelibatan

mahasiswa terjadi tapi tidak intens alias ala kadarnya saja, seperti

pengetikan data, sehingga namanya tidak muncul sebagai tim (anggota)

peneliti.

Page 164: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

d. Jenis penelitian

Dosen terbiasa dengan penelitian individu dan kelompok, juga mono-

disipliner, tetapi tidak terbiasa dengan penelitian multi-disipliner.

Kendalanya adalah komunikasi antar dosen, kenyamanan, dan tidak

terbiasa. Masalah dalam penelitian kelompok dan mono-disipliner adalah

ketika kemampuan para peneliti sangat berbeda tajam, dan kontribusi

kinerja mereka sangat tidak berimbang. Masalah pertama mengakibatkan

tidak adanya diskusi yang bagus antar mereka terkait penelitian.

Sedangkan masalah kedua menyebabkan hasil penelitian tidak maksimal

dan tidak bagus.

3. Kode etik dan metode penelitian

Penyelenggaraan penelitian yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa

benar-benar berjalan sesuai dengan kode etik dan metode penelitian. Ketaatan

peneliti terhadap kode etik penelitian sangat penting oleh karena hal ini

wujud dari integritas ilmiah peneliti dan PT. Kemudian, agar setiap penelitian

terjamin validitasnya, maka harus dilakukan dengan menggunakan metode

penelitian sesuai dengan kaidah masing-masing disiplin ilmu (Tim

Depdiknas, 2008: 188-189).

a. Plagiasi

Menurut Murray (2002: 122), “There is no grey area: if you use someone

else’s writing, word-for-word in your own text, then that is plagiarism, whether

you reference the writer or not.” Pada 2015 ini, plagiasi dilakukan oleh dosen

(bukan PAI) dengan cara mengajukan proposal penelitian dari skripsi

mahasiswa. Plagiasi diketahui karena masih ada kata-kata yang terkait

langsung maupun tak langsung dengan skripsi (kasat mata), sehingga bisa

langsung diambil kesimpulan. Akan tetapi, plagiasi yang terkait dengan

pengambilan paragraf atau tulisan orang lain tanpa mencantumkan

sumber sepertinya belum bisa dilakukan oleh Puslitpen maupun oleh tim

penilai proposal. Di samping akan memakan waktu, penelurusan plagiasi

Page 165: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

seperti ini juga membutuhkan keterampilan, ketekunan, bahkan mungkin

alat tertentu.

Tidak ada sanksi lain yang diberikan oleh universitas kepada dosen-

dosen tersebut, kecuali penolakan proposal. Sebelum 2015, tidak pernah

terungkap apakah ada plagiasi dalam proposal penelitian dosen. Idealnya,

deteksi plagiasi bukan saja pada proposal penelitian, tetapi juga pada hasil

laporan penelitian. Mengharapkan dosen sadar sendiri untuk tidak

melakukan plagiasi bukanlah cara yang tepat.

Idealnya, salah satu di antara senat, LPM, dan Puslitpen, atau

gabungan unsur ketiganya, ada komite etik. Gorman (2007: 23) menulis, “If

we accept that good research benefits society, then it follows that the work of ethics

committees also benefits society and researchers.” Di antara tugas komite etik

adalah mencegah dan meminimalisir plagiasi di kalangan dosen. Di

universitas dan fakultas, tidak ada komite etik, atau lembaga yang

berfungsi khusus menangani etika penelitian.

b. Metode

Menurut Denscombe (2007: 3), “Approaches are selected because they

are appropriate for specific types of investigation and specific kinds of

problems. ‘Strategic’ decisions aim at putting the social researcher in the

best possible position to gain the best outcome from the research.”

Penelitian dosen PAI menggunakan pendekatan kualitatif, hampir

tidak ada yang kuantitatif. Jenis penelitiannya adalah penelitian pustaka,

studi kasus, dan tidak ada yang eksperimen. Hal ini terjadi karena jenis

penelitian eksperimen membutuhkan dana besar, waktu panjang, dan

kemampuan yang memadai. Dari sisi kemampuan metodologi, dosen PAI

lebih banyak menggunakan kualitatif daripada kuantitatif. Akan tetapi,

menilai apakah prosedur kualitatifnya dijalankan secara baik dan

sungguh-sungguh membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Penelitian yang bagus setidaknya memiliki tiga indikator. 1. That the

research was technically good; 2. that the research made a contribution to

Page 166: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

knowledge; 3. That the research achieved something that mattered – either

universally, or specifically to the person giving the example (Yates, 2004: 16-17;

Denscombe, 2010: 197).

c. Pengaturan waktu

Di samping kompetensi, komitmen dosen sangat penting dalam

melakukan penelitian. Ketika ia menerima dana hibah penelitian, mulai

saat itu ia harus mengatur waktu sedemikian rupa antara meneliti,

mengajar, membimbing karya ilmiah, dan mengabdi kepada masyarakat.

Pengaturan waktu yang tepat akan berpengaruh terhadap kualitas proses

menyusun instrumen, pengambilan data, penulisan, penyajian data, dan

penyelesaian penelitian.

Meski dosen PAI bisa menyelesaikan penelitian sesuai waktu yang

ditentukan, tetapi kualitas penelitiannya masih bisa dipertanyakan. Di

level universitas, pada 2014, terdapat dosen tidak dapat menyelesaikan

penelitiannya hingga batas waktu yang ditentukan, sehingga harus

mengembalikan uang. Dosen tidak fokus pada penelitian, karena tugas

lainnya seperti mengajar dan mengabdi kepada masyarakat.

Gorman (2007: 10) menulis, “Similarly, when researchers take the easy way

of blaming ethics committees for delays to their own research rather than accepting

responsibility or attempting to engage in dialogue, they miss an opportunity for

improving their own research and assuring society that they seriously their

obligation to act ethically.”

Dosen harus menyelesaikan penelitian tepat waktu dan melahirkan

penelitian yang bagus, “Even when researchers are privately funded, they are

still required to abide by societal expectations and legislative requirements,”

(Gorman, 2007: 11). Menurut Doyle (2007: 85), “…, but the only problems

identified for the researchers were dilemmas in acquiring data and the danger that

the research could not be completed.”

Dosen dengan tugas tambahan semisal Dekan, Wadek, Kaprodi, atau

Sekprodi mengalami kesulitan tersendiri dalam pengaturan waktu untuk

Page 167: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

menulis, karena sebagian besar waktunya digunakan untuk melayani

dosen dan mahasiswa, serta tugas-tugas administratif lainnya. Meski

kompetensinya dalam penelitian tidak bisa diragukan misalnya, dosen

dengan jabatan di kampus tidak maksimal dalam proses dan hasil

penelitian.

Keterlibatan penuh dosen dalam proses penelitian sangat penting

sebagaimana dinyatakan Doyle (2007: 85) berikut ini. “Because research is a

process and not simply a product, such as a report or a text that forms a

dissertation, the research process can, and probably should, give the researchers the

opportunity to reflect on their practice and improve it as well as present the

opportunity to generate and share new knowledge—ends that are worth working

towards.” Komitmen peneliti juga sangat penting seperti dijelaskan Doyle

(2007: 85) berikut ini. “A lot of time, effort and commitment are needed for

practicing teachers to succcesfully complete a … master’s or doctorate, so the

threat to that success cannot be underestimated given the rigours faced in

completing.”

4. Pendanaan penelitian

Seberapa serius PT dalam melaksanakan dharma penelitiannya tampak

dari besarnya anggaran yang dialokasikan oleh PT tersebut untuk kegiatan

penelitiannya (Tim Depdiknas, 2008: 189). Pendanaan mencakup aturan,

dan/atau prosedur pengajuan dana atau anggaran penelitian, pencairan

dana, penggunaan serta pelaporan penggunaan dana penelitian. Hal ini

berlaku sekalipun dana penelitian berasal dari sumber internal PT itu sendiri,

sebab tanpa adanya standar yang mengatur tentang hal-hal yang sifatnya

administratif keuangan ini, maka bukan mustahil justru akan membuat

kegiatan penelitian tersendat-sendat (Tim Depdiknas, 2008: 189).

a. Kompetitif

Pendanaan penelitian di UIN Jakarta cukup bagus, meski tidak bisa

membiayai seluruh dosen. Hibah dana penelitian dilakukan kompetitif.

Pendanaan penelitian ditentukan berdasarkan jenis penelitian seperti

Page 168: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

dalam tabel berikut. Sumber dana penelitian berasal dari BOPTN dan BLU

UIN Jakarta. Total alokasi dana penelitian pada tahun anggaran 2015

adalah Rp. 7.050.000.000; (terbilang: tujuh milyar lima puluh juta rupiah).

Tabel 1

Dana Penelitian Dosen Magister PAI

No Jenis penelitian Jumlah

peneliti Dana Jumlah

1 Dasar 1 – 3 10 Juta 315

2 Institusional 2 – 4 50 Juta 10

3 Berbasis publikasi nasional

terakreditasi 1 – 4 50 Juta 40

4 Berbasis publikasi internasional

2 – 5 100

Juta 10

5 Unggulan

2 – 5 200

Juta 2

Jumlah 377

Dosen PAI memperoleh dana penelitian dari Lemlit UIN Jakarta,

Kemendikbud, Kemenag, Badan Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Agama RI, dan Eropa, yang disalurkan melalui Kemenag dan

Kemendikbud.

b. Kesenjangan pembiayaan

Dari tabel di atas, terlihat kesenjangan pembiayaan antara jenis

penelitian satu dengan lainnya. Untuk kasus dasar misalnya, meski

lingkup penelitiannya tidak seluas berbasis publikasi nasional

terakreditasi, mungkin bisa di angka Rp 25.000.000. Hal ini untuk

mendorong kualitas penelitian dasar, sehingga bisa ditargetkan juga untuk

publikasi nasional terakreditasi.

Page 169: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

c. Sistem pelaporan dana

Sejak 2014, terjadi perubahan sistem pelaporan dana penelitian dari

bersifat glondongan ke at cost. Sistem sebelumnya tidak merepotkan dosen

dengan urusan administrasi pengeluaran dana, untuk apa, siapa, dan

berapa, serta apa buktinya. Sistem kedua, selain dosen bertanggung jawab

terhadap proses dan hasil penelitian, ia juga diminta mengumpulkan

dokumen bukti-bukti pengeluaran dana penelitian.

Pada sistem pertama, ada fleksibilitas penggunaan dana, sedangkan

pada sistem kedua, alokasi besaran persentase dana sudah ditentukan oleh

pemberi dana. Bagi sebagian dosen, sistem kedua dinilai memberatkan,

karena sudah terbiasa dengan sistem yang pertama. Seiring waktu, dosen

akan beradaptasi dan terampil dalam pelaporan keuangan sistem at cost.

5. Sarana dan prasarana pendukung penelitian

Pelaksanaan penelitian perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang

memadai, seperti perpustakaan (buku referensi dan jurnal ilmiah) dan

laboratorium (akses internet) (Tim Depdiknas, 2008: 189).

UIN Jakarta memiliki perpustakaan Prodi, perpustakaan fakultas, dan

perpustakaan utama. Jumlah koleksi buku perpustakaan fakultas sebanyak

6.151 judul buku, dengan 17.771 eksemplar buku dalam berbagai Bahasa,

yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Arab. Layanan

perpustakaan dimulai pukul 08.00 s.d 18.00 WIB. Selain sarana buku yang

tersedia, di Perpustakaan Fakultas juga disediakan sarana multimedia dan

jaringan internet untuk mengakses jurnal-jurnal nasional dan internasional

yang tersedia secara gratis.

Di masing-masing Prodi juga ada perpustakaan. Perpustakaan Utama

dikelola oleh universitas dengan jumlah buku 44.594 eksemplar/koleksi buku

dan koleksi non buku sebanyak 8.071 eksemplar dalam berbagai bahasa.

Fasilitas yang tersedia adalah: Ruang Baca, Internet, dan Corner: Saudi Arabia

Corner, Amarican Corner, Canadian Resource Center, dan Munawir corner.

Page 170: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Buku-buku yang ada di perpustakaan utama, fakultas, dan Prodi

merupakan koleksi lama. Jika memakai standar buku mutakhir seperti 10

tahun ke belakang (2015), maka sangat sedikit yang memenuhi kriteria

tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan dosen terhadap sumber e-journal dan e-

books, universitas berlangganan e-journal seperti: Gale (Cengage Learning),

Springer, DOAJ (Directory of Open Access Journals), Wolters Kluwer Health,

J Stor, dan Cambridge University Press.

a. Teknologi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, merambah dunia

buku dan jurnal, dari buku ke e-books dan dari jurnal ke e-journal. Jika buku

cetak di perpustakaan sudah tidak memadai, maka kehadiran e-books dan e-

journal yang sudah dilanggan oleh perpustakaan utama UIN Jakarta

merupakan solusi. Akan tetapi, jumlah dosen yang memanfaatkan e-journal

masih sedikit, sehingga dana yang dikeluarkan oleh universitas tidak

dimanfaatkan dengan maksimal oleh dosen maupun mahasiswa. Hal ini

terjadi karena lemahnya keingintahuan, budaya membaca, dan bahasa

asing dosen dan mahasiswa.

Menghadapi banyaknya sumber bacaan elektronik tersebut, dosen

dituntut mampu menggunakan dan memanfaatkannya dengan sebaik-

baiknya. Groundwater-Smith & Campbell (2007: 178) menulis, “Another

aspect of dealing with the digital world is its capacity to yield up information at

any time and in any place, providing of course that one has access to the

technology and the capacity to use it.”

b. Ruang menulis di kampus

Tidak ada ruang menulis yang memadai bagi dosen, baik di

perpustakaan maupun di Prodi. Sebagian besar dosen memilih menulis di

rumah mereka masing-masing. Perpustakaan lebih sering dikunjungi

mahasiswa, sedangkan dosen hampir tidak pernah karena tidak ada

fasilitas yang memadai. Keberadaan ruang menulis bagi dosen yang

Page 171: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

sedang menulis bukan saja akan mendorong minat dosen ke perpustakaan,

tapi juga akan menumbuhkan minat baca dan menulis dosen. Pada

akhirnya, ruang menulis yang memadai akan memengaruhi kualitas hasil

penelitian dosen.

6. Ouput dan outcome penelitian

Output penelitian dapat berupa publikasi, prototipe, karya, paten

dan/atau HaKi; sedangkan outcome dapat berupa situasi, produk baru (yang

diindustrikan), penghargaan, atau implikasi kebijakan. Dampak penelitian

pada mutu pendidikan di PT yang bersangkutan juga merupakan isu penting.

Mutu output dan outcome penelitian yang diharapkan oleh PT dari para

dosennya tentunya perlu ditetapkan dan ditingkatkan dari waktu ke waktu

(Tim Depdiknas, 2008: 190).

a. Publikasi ilmiah

Mutu kuantitas dan kualitas output penelitian dosen PAI tidak bagus.

Sedikit sekali hasil penelitian dosen yang diterbitkan dalam jurnal nasional

terakreditasi. Sedikit juga karya dosen yang dijadikan rujukan oleh para

akademisi dalam bidangnya. Tidak ada hasil penelitian dosen PAI yang

diterbitkan di jurnal internasional.

Artikel yang dimuat di jurnal internasional harus memenuhi kriteria

penelitian yang bagus, di antaranya ada proof. Denscombe (2010: 2011-212)

menulis, “The notion of ‘proof’ has some distinct connotations when used by

social researchers. First, it refers to something that is achieved rather than

something that is ‘given’. ... Proof is always the product of enquiry. Second, proof

for social researchers cannot rely on the logic and rationale of an argument unless

this is corroborated by empirical evidence. Third, proof relies on evidence that has

some calculable qualities. Fourth, as far as social research is concerned, the idea of

proof presumes that evidence has been collected in a rigorous, systematic and

accountable fashion.” Menurut Denscombe (2010: 213), “Proof requires that the

Page 172: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

ideas and explanations put forward by researchers need to be supported with

reference to empirical evidence.”

Belum ada data berapa hasil penelitian berbasis jurnal terakreditasi

dan internasional yang benar-benar sudah diterima dan/atau sudah terbit?

Jika dosen tidak mampu mempublikasikan penelitiannya di jurnal

terakreditasi atau internasional, padahal dana yang diberikan berbasis

publikasi, maka diperlukan langkah-langkah evaluasi untuk perbaikan.

Kelangkaan tersebut dikarenakan mutu artikel yang rendah, juga

minimnya jurnal terakreditasi di Indonesia dalam bidang PAI. Kecuali itu,

dosen tidak terbiasa dan terampil menulis dalam bahasa asing, seperti

Arab dan Inggris. Mayoritas dosen tidak mengetahui prosedur pengajuan

artikel ilmiah ke jurnal internasional karena tidak memiliki pengalaman

alias tidak pernah mengajukan artikelnya.

Langkanya jurnal terakreditasi di Indonesia mengakibatkan persaingan

sangat ketat, masa tunggu yang lama, dan besarnya dana penerbitan yang

dibebankan kepada penulis. Dua hal pertama inilah yang dihadapi oleh

peneliti, sehingga informasi akurat tentang status hasil penelitian berupa

jurnal belum diperoleh oleh LP2M UIN Jakarta.

Permendikbud Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional

Pendidikan Tinggi, pasal 52, menyebutkan bahwa PT wajib membiayai

peningkatan kapasitas peneliti, di antaranya insentif publikasi ilmiah. UIN

Jakarta menyediakan pelatihan penulisan karya ilmiah di jurnal

internasional dan memberikan insentif bagi dosen yang artikelnya dimuat

di jurnal internasional.

b. Dampak

Dari 12 dosen tetap Prodi dan 4 dosen tidak tetap, tidak satu pun yang

memiliki HaKi. Dari 173 dosen FITK, yang terdiri dari 12 Prodi S-1 dan 3

Prodi Magister, hanya ada 1 HaKi, yaitu program TOAFL (Test of Arabic as

Foreign Language). Hasil penelitian dosen semakin langka jika dilihat dari

outcome. Tidak ada hasil penelitian dosen yang menjadi (dasar) kebijakan

Page 173: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

lokal atau nasional, mendapat penghargaan, maupun yang dijadikan

produk secara massal. Bisa jadi, kelemahan publikasi atau rendahnya

tingkat keterbacaan hasil penelitian dosen menjadi sebab minusnya

dampak hasil penelitian dosen. Demikian juga, tidak terlihat manfaat

penelitian dosen PAI terhadap IPTEK dan masyarakat.

Menurut Donovan (2003: 19), “Replication of research findings is a canon of

good science. But without a research infrastructure to ensure that it is a priority, it

can be easily overlooked.” Kecuali kelemahan fasilitas penelitian, hasil

penelitian dosen juga bukan model yang siap diterapkan dalam

pembelajaran. “Sometimes research stalls at the identification of important

principles of learning and teaching that are not made specific enough for practice,”

(Donovan, 2003: 17).

Dari penjelasan sebelumnya, dapat dibuat tabel masalah yang terkait

standar penelitian dosen magister PAI berikut.

Tabel 2

Masalah Standar Penelitian Dosen Magister PAI

No Aspek Masalah No Aspek Masalah

1 Agenda Tema utama

Tema terbaru

Peran senat,

LPM, dan

dosen

4 Pendanaan Kompetitif

Kesenjangan

pembiayaan

Sistem pelaporan dana

2 Pelaksanaan

dan

manajemen

Transparansi

seleksi

Waktu

sempit

Pelibatan

mahasiswa

5 Sarana

dan

prasarana

Teknologi (dari buku

ke e-books, dari jurnal

ke e-journal)

Tradisi membaca

Ruang menulis di

kampus

3 Kode etik Plagiasi 6 Output Publikasi ilmiah (Jurnal

Page 174: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

dan metode Metode

(minim

eksperimen)

Pengaturan

waktu

dan

Outcome

nasional terakreditasi,

Jurnal internasional)

HaKi

Dampak (kebijakan

nasional, produksi

massal, dan manfaat

IPTEK dan masyarakat)

C. PENUTUP

Kinerja penelitian dosen magister PAI tidak memuaskan. Perbaikan perlu

dilakukan terhadap enam aspek penelitian, yaitu: agenda, pelaksanaan dan

manajemen, kode etik dan metode, pendanaan, sarana dan prasarana, output,

dan outcome. Kelemahan penelitian dosen di antaranya: waktu yang sempit,

tidak ada peta tema penelitian, tidak melibatkan mahasiswa, tidak ada ruang

menulis, minim publikasi di jurnal terakreditasi dan jurnal internasional, tidak

ada HaKi, dan hasil penelitian tidak berdampak positif bagi kemajuan IPTEK

dan masyarakat. Karena itu, diperlukan langkah-langkah berikut: optimalisasi

fungsi konsorsium seperti diskusi rutin dan merencanakan dan mengurus HaKi,

optimalisasi asosiasi Prodi untuk menerbitkan jurnal, optimalisasi pendamping

peneliti, penelitian dimulai Januari, dan peningkatan kompetensi dan komitmen

dosen melalui pelatihan metodologi penelitian dan academic writing skills.

Referensi

Campbell, A. & Groundwater-Smith, S. (Eds). 2007. An Ethical Approach to Practitioner Research. London and New York: Routledge.

Denscombe, M. 2007. The Good Research Guide for Small-Scale Social Research Projects. Third Edition. England: Mc Graw Hill & Open University Press.

Denscombe, M. 2010. Ground Rules for Social Research; Guidelines for Good Research. England: Mc Graw Hill & Open University Press.

Donovan, M.S., Wigdor, A.K., Snow, C.E., (Eds). 2003. Strategic Education Research Partnership. Washington, D.C.: The National Academic Press.

Page 175: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Doyle, D. “Transdisciplinary Enquiry; Researching With Rather Than On.” h. 75-87, dalam Campbell, A. & Groundwater-Smith, S. (Eds). 2007. An Ethical Approach to Practitioner Research. London and New York: Routledge.

Gorman, S. “Managing Research Ethics; A head-on Collision?” h. 8-23, dalam Campbell, A. & Groundwater-Smith, S. (Eds). 2007. An Ethical Approach to Practitioner Research. London and New York: Routledge.

Mockler, N. “Ethics in Practitioner Research; Dilemmas from The Field.” h. 88-98, dalam Campbell, A. & Groundwater-Smith, S. (Eds). 2007. An Ethical Approach to Practitioner Research. London and New York: Routledge.

Murray, R. 2002. How to Write a Thesis. Second Edition. England: Open University Press.

Permendikbud Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Tim Penyusun. 2008. Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SMP-PT). Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Tim Penyusun. 2015. Panduan Pelaksanaan Hibah Penelitian Tahun Anggaran 2015. Jakarta: Puslitpen, LP2M, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

UU Nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Yates, L. 2004. What Does Good Educational Research Look Like; Situating a Field and Its Practices. England: Open University Press.

Page 176: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Lampiran

Tabel Penelitian Dosen Magister PAI

Keterangan:

1. Dede Rosyada, 2. Salman Harun, 3. Abuddin Nata, 4. Rif'at Syauqi Nawawi, 5.

Armai Arif, 6. Suwito, 7. Nurlena Rifai, 8. Muhammad Zuhdi, 9. Abdul Majid Khon,

10. Ansori, 11. Didin Syafruddin, 12. Jejen Musfah.

No

Judul Penelitian

2013 2012 2011

1 - - -

2

Tafsir Tarbawi

-

Epistimologi Tafsir Al-

Qur’an; Kaidah-kaidah

Penafsiran Al-Qur’an

(buku)

3

Pengembangan

Desain Model

Pembelajaran PAI

Berbasis Karakter

Mulia

Sejarah Sosial Intelektual

Islam (buku)

Sejarah Pendidikan Islam

(buku)

Studi Islam

Komprehensif (buku)

4 - - Kepribadian Quran (buku)

5 - - -

6 - - -

7

Model Pelatihan

Guru dalam

Kurikulum 2013

Budaya Keagamaan di

Sekolah -

8

Dualisme Kurikulum

dalam Pendidikan

Indonesia di Era

Orba

- -

9 Pendidikan dalam Hadis Tarbawi (buku) Pemikiran Modern

Page 177: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Perspektif Hadits;

Kajian tematik dalam

Bulughul Maram

Paham Ingkar Sunah di

Indonesia (jurnal

terakreditasi)

dalam Sunah;

Pendekatan Ilmu Hadis

(buku)

Metodologi Penelitian

Hadis (Artikel jurnal)

10 - - -

11 Study on Religious

Education in Schools

Pendidikan Agama

Islam di SMP dan SMA

(buku)

In Search on a

Citizenship Education

Model for a Democratic

Multi Religious

Indonesia (International

conference)

-

12

Model Pelatihan

Guru dalam

Kurikulum 2013

Budaya

Sekolah/Madrasah;

Studi Best Practice di

SMU Labschool dan

SMU Dwi Warna Bogor

Studi Kelayakan Alih

Fungsi Madrasah

Aliyah Menjadi MAK

(MAN 15 dan MAN 8

Jakarta Timur)

Madrasah Unggul

Kajian Pengembangan

PTAI Program Studi

Agama Unggulan

STAIN Tulungagung

Page 178: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

KONTINUITAS DAKWAH WALI SONGO:

Fakultas Keagamaan UIN

Pendahuluan ♦ Temuan dan Pembahasan ♦ Penutup

A. PENDAHULUAN

Jumlah pemeluk Islam terus menurun di Indonesia. Pada 80-an muslim

sekitar 90 persen, pada 2000 berkisar 88,2 persen, dan pada 2010 berjumlah 85,1

persen (nu.or.id, 2016; republika.co.id, 2016). Jika secara kualitas pemeluk Islam

menurun, bagaimana dengan kualitasnya? Artinya, bagaimana dengan

pemahaman keagamaan pemeluk Islam? Lebih tegas lagi, bagaimana jumlah

ulama Indonesia?

Terkait pertanyaan di atas, menarik membaca data peminat fakultas

keagamaan di UIN. Peminat program studi keagamaan di UIN jauh lebih

rendah dibandingkan dengan Prodi-Prodi umum (Republika.co.id, 10/02/2016).

Padahal, Prodi keagamaan adalah tempat untuk melahirkan para ahli agama

atau ulama.

Penurunan jumlah umat muslim dan sepinya peminat Prodi keagamaan

merupakan ironi bagi UIN yang sebagiannya memakai nama Walisongo.

Dakwah Walisongo jelas bertujuan islamisasi tanah Jawa, mencetak kader

ulama, dan menghiasi masyarakat dengan karakter islami. Fakultas-fakultas

keagamaan di UIN yang merupakan kontinuitas perjuangan dakwah Walisongo

menghadapi tantangan berat saat ini.

Civitas akademik UIN harus mulai menengok kembali ke sejarah

perjuangan Walisongo untuk belajar dan menerapkan nilai-nilai yang relevan

dengan perjuangan menghidupkan fakultas-fakultas keagamaan yang makin

sepi peminat. Anita (2014: 264) menjelaskan, “Sejarah Walisongo hampir lenyap

di balik legenda beraneka warna. Padahal banyak pelajaran dan hikmah yang

dapat dipetik dari kiprah dakwah mereka”.

Page 179: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

B. TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Tokoh-tokoh Walisongo yang dikenal luas oleh masyarakat Jawa, yaitu:

Maulana Malik Ibrahim, Raden Rahmat (Sunan Ampel), Makdum Ibrahim

(Sunan Bonang), Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri), Raden Qosim (Sunan Drajat),

Raden Syahid (Sunan Kalijogo), Raden Umar Said (Sunan Muria), Ja'far Shodiq

(Sunan Kudus), dan Syeh Nurullah (Sunan Gunung Jati) (Ashadi, 2013: 3).

Sedangkan nama-nama UIN yang sebagiannya mengambil nama Walisongo,

yaitu: 1) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (2002), 2) UIN Sunan Kalijaga,

Yogyakarta (2004), 3) UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang (2004), 4) UIN Sunan

Gunung Djati, Bandung (2005), 5) UIN Alauddin, Makassar (2005), 6) UIN Sultan

Syarif Kasim, Pekanbaru (2005), 7) UIN Ar-Raniri, Banda Aceh (2013), 8) UIN

Sunan Ampel, Surabaya (2013), 9) UIN Raden Fatah, Palembang (2014), 10) UIN

Sumatera Utara, Medan (2014), 11) UIN Walisongo, Semarang (2014), 12) UIN

Antasari, Banjarmasin (2017), 13) UIN Raden Intan, Bandar Lampung (2017), 14)

UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Serang (2017).

Penyebaran Islam di Jawa oleh Walisongo tidak bisa lepas dari materi apa

saja yang mereka ajarkan. Ajaran yang terdapat dalam primbon Sunan Bonang,

misalnya mengajarkan ilmu fiqih, tauhid, dan tasawuf (Syamsu AS, 1999: 37-38).

Hal ini sejalan dengan tujuan dakwah Islam, yaitu: menanamkan akidah,

hukum, dan akhlak (Amin, 1980: 22-26).

Sementara Sultoni (2016: 377) menjelaskan ajaran tasawuf yang diajarkan

Walisongo, meliputi tasawuf akhlaqi dan tasawuf falsafi. Cara pengajarannya

melalui: 1) Berdakwah dengan Pendidikan, kelembagaan, dan Ilmu Hikmah; 2)

Menggunakan kebijaksanaan dan melakukan akulturasi ajaran Islam dengan

kebudayaan setempat; 3) Mengakulturasi kesenian dengan ajaran tasawuf.

Metode yang mereka gunakan yaitu, pertama, metode pembentukan dan

penanaman kader, serta penyebaran juru dakwah ke berbagai daerah. Kedua,

dakwah melalui jalur keluarga/ perkawinan. Ketiga, mengembangkan

pendidikan pesantren yang mula-mula dirintis oleh Syekh Maulana Malik

Ibrahim adalah suatu model pendidikan Islam yang mengambil bentuk

Page 180: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

pendidikan biara dan asrama yang dipakai oleh pendeta dan biksu dalam

mengajar dan belajar.

Keempat, dengan mengembangkan kebudayaan Jawa. Dalam kebudayaan

Jawa Walisongo memberikan andil yang sangat besar. Kelima, metode dakwah

melalui sarana dan prasarana yang berkait dengan masalah perekonomian

rakyat. Keenam, dalam mengembangkan dakwa Islamiyah di tanah Jawa para

wali menggunakan sarana politik untuk mencapai tujuannya (Hatmansyah,

2015:16).

Sementara Ashadi (2013: 9) menjelaskan sisi lain tentang dakwah Walisongo.

“Dakwah Walisongo menekankan aspek akidah dan syariat tidak berpengaruh

langsung terhadap pembangunan sarana ibadahnya yakni bangunan mesjid.

Sunan Ampel yang menganut paham kemurnian agama (paham putihan) harus

berkompromi dengan bentuk-bentuk bangunan lama. Dalam perkembangan

selanjutnya, metode kompromi inilah yang kemudian dilanjutkan oleh

masyarakat Islam Jawa di kemudian hari.”

Penjelasan aspek materi dan metode dakwah Walisongo di atas

menggambarkan upaya penyebaran dan pembentukan kader ulama pada masa

itu. Tauhid, Fiqih, Tasawuf, dan Akhlak adalah ilmu-ilmu agama yang diajarkan

Walisongo, yang dalam konteks UIN mewujud dalam Fakultas dan Prodi.

Fakultas dan Prodi itu seperti Fakultas Ushuludin yang memiliki Prodi

Perbandingan Agama, Ilmu Al-Quran dan Tafsir, Ilmu Hadis, Akidah dan

Filsafat Islam, dan Ilmu Tasawuf; Fakultas Syariah dan Hukum yang memiliki

Prodi Hukum Keluarga, Perbandingan Mazhab, Hukum Pidana Islam, Hukum

Ekonomi Islam, Ilmu Hukum; Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang

memiliki Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bimbingan dan Penyuluhan

Islam, Manajemen Dakwah, Pengembangan Masyarakat Islam; dan Fakultas

Adab yang memiliki Prodi Bahasa dan Sastra Arab, Sejarah dan Kebudayaan

Islam, dan Tarjamah.

Fakta menunjukkan penurunan jumlah mahasiswa yang mendaftar ke

fakultas-fakultas keagamaan setelah IAIN berubah menjadi UIN, bahkan

sebelum perubahan itu terjadi. Pendaftar UM-PTKIN 2010 sekitar 8.845 menjadi

Page 181: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

53.637 pada tahun 2012. Peminat ini terus meningkat pada tahun 2013 hingga

mencapai 57.448. Tahun 2015, peminat PTKIN mencapai 79.643 pendaftar SPAN

dan UMPTKIN. Sedang pada tahun 2016, jumlah pendaftar SPAN menembus

129.327, dan UM PTKIN sejumlah 79.768. Dari jumlah tersebut, mahasiswa yang

diterima melalui jalur SPAN berjumlah 63.601 dan UMPTKIN berjumlah 41.209

orang. Sayangnya, peningkatan minat masuk PTKIN ini tidak diikuti dengan

minat masuk Prodi agama. Menag mengaku sedih mendengar informasi bahwa

program studi Filsafat Agama, Ilmu Hadis, dan Perbandingan Agama menjadi

Prodi menempati posisi terendah (Khoiron, 2017: 4-5).

Pada 2016 UIN Alauddin Makassar menerima 7.908 pendaftar pada jalur

Ujian Masuk Mandiri (UMM). Prodi keagamaan tidak diminati calon mahasiswa

baru, yakni Perbandingan Agama, Filsafat Agama, Perbandingan Mazhab, dan

Ilmu Aqidah. Dari 7.908 pendaftar hanya ada 11 orang yang memilih prodi

Perbandingan Agama, Prodi Filsafat Agama juga bernasib sama hanya dipilih 11

orang. Prodi Perbandingan Mazhab juga termasuk kurang peminat hanya ada 23

orang. Selanjutnya, Prodi yang kurang diminati adalah Prodi Ilmu Akidah

hanya dipilih 24 orang dan Prodi Pengembangan Masyarakat hanya dipilih 30

orang. Prodi keagamaan tersebut berbanding terbalik dengan prodi

umum/kesehatan seperti Prodi Farmasi yang dipilih oleh 1.869 orang dan

menjadikan prodi Farmasi paling favorit di jalur UMM tahun 2016 (Hasrul,

2016).

Menurunnya minat masyarakat terhadap fakultas keagamaan dikarenakan

beberapa faktor. Pertama, bertambahnya fakultas umum. Pilihan fakultas umum

yang sebelumnya hanya ada di perguruan tinggi umum kini tersedia di

Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), tepatnya UIN yang

berjumlah 14, dan relatif tersebar di seluruh provinsi. Kehadiran UIN

menjadikan jarak semakin dekat antara para alumni pesantren dan madrasah

dengan fakultas umum, yang sebelumnya bisa jadi jauh.

Kedua, integrasi keilmuan umum dan agama di UIN. Keberadaan fakultas

umum di UIN menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat muslim karena

bisa mendapatkan ilmu umum pada satu sisi, dan ilmu agama pada sisi yang

Page 182: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

lain. Matakuliah keagamaan, pendekatan, dan atmosfer keagamamaan di UIN

merupakan distingsi fakultas umum yang berada di UIN dengan yang ada di

Perguruan Tinggi Umum (PTU). Sebagian masyarakat mengharapkan anak

mereka menguasai ilmu umum sekaligus memahami ilmu agama (minimal tata

cara ibadah, dan membaca Al-Quran). Kecuali itu, mahasiswa UIN bisa

mengamalkan ajaran-ajaran agama melalui kebijakan, lingkungan, dan

pembiasaan, meskipun berada di fakultas umum, seperti salat berjamaah, wajib

berjilbab, dan cara berpakaian.

Ketiga, berkembangnya pragmatisme dan materialisme di kalangan

masyarakat. Kuliah di fakultas keagamaan belum jelas profesi yang disandang

setelah lulus, atau sedikit peluang kerja bagi para alumninya, atau meskipun

mendapatkan pekerjaan, gajinya kecil. Sementara lulusan fakultas umum

menjanjikan kesempatan bekerja sekaligus gaji yang lebih besar. Kepastian

profesi bagi lulusan fakultas umum inilah yang menjadikan masyarakat saat ini

lebih memilih fakultas umum daripada fakultas keagamaan.

Tentu saja pemerintah tidak diam menyikapi menurunya mahasiswa

fakultas keagamaan tersebut. Program beasiswa diberikan kepada mereka yang

mendaftar di fakultas keagamaan. Alasannya jelas, karena fakultas ini adalah

tempat melahirkan kader-kader ulama. Anehnya, pemberian beasiswa tidak

signifikan menaikan minat masyarakat kuliah di fakultas keagamaan. Meski

disediakan beasiswa peminatnya masih lebih tinggi fakultas umum.

Selain beasiswa, perlu dipikirkan program lainnya yang bisa mengatasi

kecenderungan penurunan minat fakultas keagamaan tersebut. Pesantren dan

madrasah yang merupakan lembaga penyuplai mahasiswa fakultas keagamaan

perlu diajak kerjasama. Pemerintah membuka peluang kerja bagi alumni

fakultas keagamaan, dan melakukan sosialisasi yang ke masyarakat. Fakultas

keagamaan menyusun profesi bagi lulusan Prodi masing-masing, dan

mensosialisasikannya ke masyarakat.

Page 183: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

C. PENUTUP

Eksistensi fakultas keagamaan di UIN sejalan dengan tujuan dakwah

Walisongo yaitu penyebaran Islam melalui lembaga pendidikan. Entitas fakultas

keagamaan bisa dikatakan kelanjutan dari perjuangan dakwah Walisongo yang

tersebar ke dalam empat fakultas, Adab, Ushuludin, Syariah, dan Dakwah.

Khusus UIN Jakarta, terdapat fakultas Dirasat Islamiyah yang bekerjasama

dengan Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Fakultas keagamaan mengalami

masa kejayaan pada masa IAIN, tetapi mengalami kemunduran pada masa UIN.

Kemunduran itu dinilai dari indikator jumlah mahasiswa yang menurun,

apalagi dibanding jumlah mahasiswa yang mendaftar ke fakultas umum di UIN.

Karena itu, pimpinan UIN harus memikirkan langkah-langkah strategis untuk

menarik minat mahasiswa ke fakultas atau Prodi keagamaan. Program beasiswa

dari pemerintah terbukti belum bisa efektif menarik minat mahasiswa.

Pimpinan UIN punya tanggung jawab mengembalikan kejayaan fakultas

keagamaan dengan menaikan jumlah mahasiswa, terutama kualitas lulusannya.

Referensi

Anita, Dewi Evi, “Walisongo: Mengislamkan Tanah Jawa: Suatu Kajian Pustaka”. Jurnal Wahana Akademika, Vol. 1, No. 2, Oktober 2014, h. 243-266.

Amin, M. Mansyur, 1980, Metode Dakwah Islam dan Beberapa Keputusan Pemerintah tentang Aktivitas Keagamaan.Yogyakarta: Sumbangsih.

Ashadi, “Dakwah Wali Songo: Pengaruhnya terhadap Perkembangan Perubahan Bentuk Arsitektur Mesjid di Jawa”, Jurnal Arsitektur NALARs, Volume 12, No. 2, Juli 2013.

Hamid, Abdullah. “Mengapa Jumlah Umat Islam di Indonesia Menurun?”, www.nu.or.id, 08/12/2016.

Hatmansyah, “Strategi dan Metode Dakwah Walisongo”, Jurnal Al-Hiwar, Vol. 03, No. 05, Januari-Juni, 2015.

Hasrul, “Prodi Keagamaan Kurang Diminati Calon Maba di UIN Alauddin”, http://makassar.tribunnews.com, 02/08/2016.

Khoiron, “Minat Prodi Agama Turun, Menag: PTKIN Harus Berinovasi”, https://kemenag.go.id, 01/02/2017.

Page 184: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Moleong, Lexy J., 1990, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Muhadjir, Noeng, 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin.

Putra, Erik Purnama. “Persentase Umat Islam di Indonesia Jadi 85 Persen”. Republika.co.id, 09/01/2016.

Syamsu AS, Muhammad, 1999, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya, Jakarta: PT. Lentera Basritama.

Sultoni, “Nilai-nilai Ajaran Tasawuf Walisongo dan Perkembangannya di Nusantara”. Kabilah, jurnal of social community, Vol. 1, No. 2, Desember 2016, h. 357-378.

Page 185: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

SUMBER NASKAH

Musfah, Jejen (2014). Madrasah Unggul: Studi Kasus MAN Yogyakarta I. Jurnal

Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 2, Desember 2014.

Musfah, Jejen, dan Mariatul Kiftiyah (2014). Pembentukan Budaya Disiplin di SMK

Negeri 18 Jakarta. Prosiding Musyawarah Kerja APMAPI dan Temu Ilmiah

Nasional Manajemen Pendidikan 2014. Gorontalo: UNG Press, h. 91-99.

Musfah, Jejen, dan Sri Pruwanti (2017). Pengembangan Kompetensi Pedagogik Guru

Sekolah Menengah Kejuruan. Indonesian Journal of Educational Research (IJER), 2

(2), 2017, 89-98.

Musfah, Jejen, dan Widya Ningsih (2016). The Implementation of BOS in SMAN 37

Jakarta (Terj. Implementasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMAN 37

Jakarta). Proceedings International Conference on Educational Management and

Administration & 4th Congress of ISMAPI . Makassar: Badan Penerbit UNM. First

Edition, h. 75-80.

Musfah, Jejen, dan Nurfitriyani (2017). Pengembangan Kurikulum di Komunitas

Homeschooling Kak Seto Pusat. Indonesian Journal of Educational Research (IJER), 2

(1), 2017, 62 -71.

Musfah, Jejen, dan A. Musthofa Asrori (2017). Pesantren Pendidik Perempuan;

Perguruan Diniyyah Putri Lampung. Jurnal Edukasi: Jurnal Penelitian Pendidikan

Agama dan Keagamaan, Vol. 15, No. 12, 1-21

Musfah, Jejen (2014). Problem dan Solusi PPL Mahasiswa LPTK. Proceedings

International Conference on Education in Muslim Society, UIN Jakarta, 29-31

Oktober 2014.

Musfah, Jejen (2016). Penelitian Ilmiah: Studi Kasus Dosen Program Magister FITK

UIN Jakarta. Proceeding International Society for Teacher Education (ISFTE), Asia

Pasific Regional Conference, Global Citizenship Education, Malaysia, 21-22

November 2016.

Musfah, Jejen (2017). Kontiunitas Dakwah Walisongo: Fakultas Keagamaan UIN.

Jurnal Hikmatuna, Vol. 3, No. 2, Desember 2017.

Page 186: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

BIODATA PENULIS

Jejen Musfah, lahir di Serang, 02 Juni 1977. Dosen Manajemen Pendidikan

Islam FITK UIN Syarif Hi dayatullah Jakarta sejak 2005-sekarang. Meraih gelar

Sarjana bidang Pendidikan Bahasa Arab di Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta (lulus

tahun 2000). Kemudian menyelesaikan studi S2 bidang Pendidikan Agama Islam di

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta (lulus tahun 2004). Selain itu, ia

juga menempuh pendidikan Diploma Pendidikan Bahasa Arab di LIPIA Jakarta

(lulus tahun 2007). Gelar doktor diraihnya pada tahun 2011, bidang Ilmu

Pendidikan/ Manajemen Pendidikan di UNINUS Bandung.

Berbagai prestasi berhasil diraihnya, antara lain: Juara 2 Lomba Opini

Pendidikan Tingkat Nasional, Kemendikbud RI (2013), Juara Harapan Lomba Opini

Pendidikan Keluarga, Kemendikbud RI (2016), dan Dosen teladan FITK UIN Jakarta

(2017).

Beliau akrab dikenal sebagai penulis dan pengamat bidang pendidikan.

Namun karena keaktifan dan komitmennya ia dipercaya memegang beberapa

jabatan penting, baik di luar maupun di dalam kampus. Pertama, Jabatan bidang

Jurnalistik meliputi Pemimpin Redaksi, Jurnal Dirasat IAI Al-Aqidah Jakarta (2006-

2007), Redaktur Pelaksana, Jurnal Didaktika Islamika FITK UIN Jakarta (2009-2010),

Dewan Redaksi, Suara madrasah CTLD UIN Jakarta (2013-2014), Pemimpin Redaksi,

Majalah Suara Guru Pengurus Besar PGRI Jakarta (2016-sekarang), dan Wakil Ketua

Penyunting Jurnal Ilmiah Mimbar Pendidikan Indonesia PGRI (2016-sekarang).

Kedua, Jabatan struktural antara lain sebagai Sekretaris Program Magister

Manajemen Pendidikan Islam FITK UIN Jakarta (2012-2016), dan Ketua Program

Magister Manajemen Pendidikan Islam (2016-Sekarang).

Selain itu, ia juga aktif sebagai narasumber di berbagai kegiatan seperti

seminar, pelatihan, kuliah umum, talkshow, dan lain sebagainya. Penyelenggaranya,

antara lain: Kementerian Agama Pusat RI, Puslitbang Penda Kemenag RI Jakarta,

Pusdiklat Kementerian Agama RI Jakarta, Balai Diklat Keagamaan Makassar, Balai

Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan RI, Metro TV, Berita Satu TV, UIN SU Medan, UIN Serang, UIN

Page 187: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Makassar, IAIN Pekalongan, Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta, Sekolah

Guru Indonesia (SGI) Dompet Duafa Bogor, Universitas Negeri Gorontalo (UNG),

Universitas Indonesia Timur (UIT) Makassar, Universitas Negeri Jakarta (UNJ), dan

STAI Fatahillah Serpong.

Dalam aktivitasnya yang sangat tinggi, ia tetap aktif menulis dan melakukan

berbagai riset. Dalam karya tulis, tidak sedikit yang dimuat di media cetak.

Beberapa penelitiannya, antara lain: PPG PAI di FITK UIN Jakarta (2015), Lemlit UIN

Jakarta; Kompetensi Dosen Program Magister FITK (2015), FITK UIN Jakarta;

Pengelolaan Guru Madrasah Nusa Tenggara Barat (2016), Puslitbang Penda; Evaluasi

Kurikulum 2013 Mata Pelajaran PAI, Jambi (2016), Puslitbang Penda; Indek Pendidkan

Agama di SMA/SMK, Sulawesi Selatan (2016), Puslitbang Penda; Model Integrasi

Kurikulum Sekolah Berbasis Pesantren (2017), UIN Jakarta; Tracer Studi Alumni PAI UIN

Jakarta (2017), Puslitbang Penda; dan Madrasah Khas Diniyah Putri Lampung (2017),

Puslitbang Penda.

Karya buku yang ditulisnya antara lain: Doa Ajaran Ilahi, bersama A. Masykur,

Hikmah: 2000; Risalah Puasa, Risalah: 2002; Bahkan Tuhan pun Bersyukur, Hikmah:

2003; Rindu Kematian, Hikmah: 2003; Doa Harian Ajaran Rasulullah, Risalah: 2004; Doa

Ajaran Sahabat Rasulullah, Hikmah: 2005; Meraih Makrifat (Tesis), Mizan: 2006; Indeks

Al-Quran Praktis, Hikmah: 2007; Peningkatan Kompetensi Guru melalui Pelatihan dan

Sumber Belajar (Disertasi), Kencana: 2011. Cetakan Ketiga; Manajemen Pendidikan;

Teori, Kebijakan, dan Praktik, Kencana: 2015; Analisis Kebijakan Pendidikan: Pendidikan

Nirkreasi, Prenada: 2016; dan Tips Menulis Karya Ilmiah, Prenada: 2016. Sedangkan

karya tulis lainnya berbentuk terjemahan, yaitu: Tuhan Tak Pernah Memaksa/ Shifât

Al-Âmir bi Al-Ma’rûf wa Al-Nâhi bi Al-Munkar, Hikmah: 2004; dan Qishash Al-Thair wa

Al-Hayawânat fî Al-Qurân Al-Karîm, Mizan: 2009.

Selain itu, ia juga aktif sebagai tim penulis pedoman bidang pendidikan yang

diselenggarakan oleh berbagai pihak, seperti: Pedoman Integrasi Kultur Pesantren di

Sekolah Berbasis Pesantren, Kemenag & Kemendikbud RI, 2012; Pedoman Penguatan

PAI di MTs, Puslitbang Kemenag RI, 2012; Pedoman Riset Agama dan Keagamaan di

Wilayah Terdepan, Puslitbang Penda Kemenag RI, 2017; dan Panduan Model Penguatan

Karakter Kepesantrenan pada Sekolah Berbasis Pesantren, 2017.

Page 188: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Sebagai editor juga kerap dilakukannya di luar aktivitas menulisnya,

diantaranya: Suwito, Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Belukar Budaya, 2003; Didin

Hafiduddin, Membentuk Pribadi Qurani, Hikmah, 2004; Deden Ridwan, Neo-

Modernisme Cak Nur, Belukar Budaya, 2005; Pendidikan Holistik: Pendekatan Lintas

Perspektif, Prenada, 2011; Tokoh Agama Nusantara, Puslitbang Lektur Kemenag, 2013;

Redesain Pendidikan Guru, Prenada, 2013; Pendidikan Islam: Memajukan Umat dan

Memperkuat Kesadaran Bela Negara, Prenada, 2016; Pendidikan Guru Indonesia, FITK

2017; dan Pendidikan Islam: Isu dan Inovasi, FITK 2017.

Kontribusinya dalam dunia pendidikan tidak hanya terbatas pada penelitian,

penulisan, dan editor buku. Banyak makalah, artikel dan opini dalam buku, jurnal,

prosiding, ataupun media massa (koran). Beberapa artikel yang dimuat di buku

antara lain: Membumikan Pendidikan Holistik, dalam Pendidikan Holistik; Pendekatan

Lintas Perspektif, Kencana: 2012, h. 2-20; Kepemimpinan Transformatif dan Mutu

LPTK, dalam Redesain LPTK: Teori, Kebijakan, dan Praktik, Kencana: 2015, h. 119-131;

Memelihara Keunggulan Lembaga Pendidikan Islam, dalam Pendidikan Islam:

Memajukan Umat dan Memperkuat Kesadaran Bela Negara, Prenada, 2016, h. XI-XV;

Peran Madrasah Negeri Model, dalam Pendidikan Islam: Memajukan Umat dan

Memperkuat Kesadaran Bela Negara, Prenada, 2016, h. 63-67; Raibnya Mahkota Anak,

dalam Hasil Karya Pemenang Lomba Jurnalistik, Kemdikbud 2017, h. 127-132;

Keharusan Disrupsi Tarbiyah UIN Ciputat, dalam Pendidikan Guru Indonesia, FITK

2017, h. V-VII; dan Kematian Jurnal Ilmiah, dalam Pendidikan Guru Indonesia, FITK

2017, h. 16-19. Sedangkan beberapa artikel dalam jurnal, dinataranya: Kecerdasan

Akal Menurut Hadis, Jurnal Kordinat, Vol. VI, No. 2, Oktober, 2005, h. 17-36; Metode

Pendidikan Hati, Jurnal Dirasat, Vol. 02, No. 01, 2007, h. 34-43; Manajemen

Pengembangan Kompetensi Guru, Jurnal Mimbar Agama, Vol. 26, No. 2, 2009, h. 256-

278; Metode Pendidikan dalam Perspektif Islam, Jurnal Tahdzib, Vol. III, No. 1,

Januari, 2009, h. 106-121; Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jurnal Media Pendidikan,

Vol. XXV, No. 3, 2010, h. 405-412; Kompetensi Pedagogik Guru, Jurnal Didaktika

Islamika, Vol. XI, No. 2, Desember, 2010, h. 261-275; Pembentukan Budaya Sekolah,

Jurnal Mimbar Agama, Vol. 28 No. 1, 2011, h. 111-120; Al-madrasah al-mutafawwiqah:

dirasah halah ‘an mumayyizatil madrasah ats-tsanawiyah al-ula MAN 1 bi

Page 189: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

Yogyakarta, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 1, 2014, h. 263-280. Pengembangan

Kurikulum di Komunitas Homeschooling Ka Seto Pusat, Indonesian Journal of

Educational Research, UIN Jambi, 2017, Vol 2, No. 1; Perguruan Diniyyah Putri

Lampung, Pesantren Pendidik Perempuan, dalam Jurnal Edukasi Puslitbang Penda,

2017.

Adapun makalah Prosiding/ Seminar, antara lain: The Problems and

Solutions in Teaching Practice for Preservice-Teacher Students, p. 427-440, Oct, 29-31

2014, ICEMS, UIN Jakarta; Pembentukan Budaya Disiplin di SMK Negeri 18 Jakarta,

h. 91-99, 28-30 Nov 2014, Musyawarah Kerja APMAPI dan Temu Ilmiah Nasional

Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Gorontalo; Scientific Research; Case Study of

Islamic Studies Master Degree Lectures Faculty of Tarbiya and Teachers”, p. 74-84,

Sept, 09th - 11st 2015, FIP-JIP, Universitas Negeri Gorontalo; The Implementation of

BOS in SMA Negeri 37 Jakarta”, p.?, 15th – 17th April 2016, International Conference

on Educational Management and Administration & Congress of ISMAPI, Universitas

Negeri Makassar. Profesional Teacher Education (PPG) of Islamic Religious Education

(PAI) Teachers in Indonesia, The 6th International Conference on Educational,

Management, Administration and Leadership (6th ICEMAL 2016) will be held on August

28, 2016 in Bandung, Indonesia; dan Makalah, “The Continuity of Walisongo’s Islamic

Propagation (Da’wah): Religious Faculties at the State Islamic Universities (UIN) in

Indonesia”, AICIS, 20 – 23 November, BSD Banten.

Opini pendidikan yang ditulisnya telah dimuat di berbagai media massa

(koran), seperti: Republika, SINDO, Media Indonesia, Jawa Pos, Radar Bogor,

Amanah, Majalah Suara Guru PB PGRI, Majalah Pinisi Balai Diklat Makassar, dan

Majalah Adiluhung Kemendikbud.

Email/ Website/ Hp/ Alamat

[email protected]/ jejen.lec.uinjkt.ac.id/ 081 222 380 111

Komplek UT Blok J No. 3 Jabon Mekar Parung Bogor

Page 190: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

BIODATA EDITOR

Hidayatus Syarifah, lahir di Bojonegoro, 02 Mei 1992. Meraih gelar Sarjana

(S1), bidang Pendidikan Agama Islam di FITK UIN Jakarta (lulus tahun 2015).

Melanjutkan pendidikan di Program Magister Pendidikan Agama Islam, FITK UIN

Jakarta (lulus tahun 2017) dengan tesis Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf di

Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.

Beberapa prestasi yang didapatkan antara lain: Juara I Artikel Pendidikan

berjudul “Koalisi Pendidikan dan Pengembangan Bakat di Era Globalisasi” dalam

kegiatan Blog Competition Pekan Seni Budaya dan Pendidikan BEM FITK UIN Jakarta

(2014); dan The Winner of Desain Blog Favorite Pekan Seni Budaya dan Pendidikan

BEM FITK UIN Jakarta (2014).

Profesi yang digeluti adalah guru di beberapa jenjang pendidikan seperti:

SMA Madania Indonesian School with World Class Standard, Bogor (PPKT, 2013), SDIT

al-Hikmah, Cilandak, Jakarta Selatan (2014-2016), dan MTs. Manaratul Islam,

Gandaria, Jakarta Selatan (2016-2017). Selain itu, ia pernah menjabat sebagai Ketua

Umum Forum Komunikasi dan Kajian Mahasiswa PAI (2012-2014).

Aktivitas lainnya seperti menjadi tim penulis, tim borang Akreditasi Program

Magister Manajemen Pendidikan Islam (MPI) UIN Jakarta dan narasumber di

kegiatan kajian dan pelatihan. Beberapa tulisan sebagai tim penulis, antara lain:

Pedoman Riset Agama dan Keagamaan di Wilayah Terdepan, Puslitbang Penda Kemenag

RI, 2017; dan Panduan Model Penguatan Karakter Kepesantrenan pada Sekolah Berbasis

Pesantren, 2017. Selain itu, menulis resensi film “Hafalan Shalat Delisa” di Buletin

Bulanan FK2i News, Edisi 1, Desember 2012.

Adapun aktivitas kegiatan sebagai narasumber antara lain: Pelatihan

Kebendaharaan dalam Upgrading dan Reshuffle Pengurus HMJ PAI UIN Jakarta

(2014), Menulis Makalah dan Skripsi dalam Pelatihan Organisasi FK2i UIN Jakarta

(2015), Menulis Karya Tulis Ilmiah dalam Trader ECE’S (Training Leadership Early

Childood Education Students) PGRA UIN Jakarta (2016), dan Kajian tentang PTN-BH

Sudah Siapkah Kita dalam Tarbiyah Discussion Forum DEMA FITK UIN Jakarta

(2017).

Page 191: MANAJEMEN PENDIDIKAN EDITOR: HIDAYATUS SYARIFAH

E-mail/ HP :

[email protected]/ 085779425256