manajemen operasi dan anastesi

32
Pendahuluan Hernia adalah suatu penonjolan isi suatu rongga melalui pembukaan yang abnormal atau kelemahan suatu area dari suatu dinding pada rongga dimana ia terisi secara normal. Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis menelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus inguinalis externa/medialis. Hernia Inguinalis adalah suatu penonjolan kandungan ruangan tubuh melalui dinding yang dalam keadaan normal tertutup. Kemajuan dalam ilmu kedokteran khususnya pembedahan, tidak terlepas dari peran dan dukungan kemajuan di bidang anestesiologi. Anestesiologi sebagai cabang ilmu kedokteran, merupakan ilmu yang mendasari usaha dalam hal pemberian anestesi dan analgesi serta menjaga keselamatan penderitan yang mengalami pembedahan atau tindakan-tindakan lainnya termasuk bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Kemajuan anestesi pada saat ini menyebabkan lebih aman dan menyenangkan bagi pasien. Faktor yang mempengaruhi kemajuan tersebut adalah sudah adanya pemahaman tentang fisiologi dan farmakologi tentang obat, sehingga pelaksanaan anestesi yang dimulai dari persiapan pasien hingga pengawasan perioperatif dapat di laksanakan dengan baik, apalagi dengan tersedianya tehnik anestesi yang baru seperti pemakaian obat pelumpuh otot, intubasi endotrakeal, dan penggunaan obat-obatan yang mudah menguap. 1-3 1

Upload: sagase-apthayasa

Post on 31-Dec-2015

134 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

manajemen operasi dan anestesi

TRANSCRIPT

Page 1: Manajemen Operasi Dan Anastesi

Pendahuluan

Hernia adalah suatu penonjolan isi suatu rongga melalui pembukaan yang abnormal atau

kelemahan suatu area dari suatu dinding pada rongga dimana ia terisi secara normal. Hernia

inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis menelusuri kanalis

inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus inguinalis externa/medialis. Hernia

Inguinalis adalah  suatu penonjolan kandungan ruangan tubuh melalui dinding yang dalam

keadaan normal tertutup.

Kemajuan dalam ilmu kedokteran khususnya pembedahan, tidak terlepas dari peran dan

dukungan kemajuan di bidang anestesiologi. Anestesiologi sebagai cabang ilmu kedokteran,

merupakan ilmu yang mendasari usaha dalam hal pemberian anestesi dan analgesi serta

menjaga keselamatan penderitan yang mengalami pembedahan atau tindakan-tindakan

lainnya termasuk bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian

terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.

Kemajuan anestesi pada saat ini menyebabkan lebih aman dan menyenangkan bagi

pasien. Faktor yang mempengaruhi kemajuan tersebut adalah sudah adanya pemahaman

tentang fisiologi dan farmakologi tentang obat, sehingga pelaksanaan anestesi yang dimulai

dari persiapan pasien hingga pengawasan perioperatif dapat di laksanakan dengan baik,

apalagi dengan tersedianya tehnik anestesi yang baru seperti pemakaian obat pelumpuh otot,

intubasi endotrakeal, dan penggunaan obat-obatan yang mudah menguap.1-3

Manajemen Pre Operasi

Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang sebab-sebab

terjadinya kecelakaan anestesia. Dokter spesialis anestesiologi seyogyanya mengunjungi

pasien sebelum pasien dibedah, agar ia dapat menyiapkan pasien, sehingga pada waktu pasien

dibedah dalam keadaan bugar. Kadang kadang dokter spesialis anestesiologi mempunyai

waktu terbatas untuk menyiapkan pasien, sehingga persiapan kurang sempurna. Penundaan

jadwal operasi akan merugikan semua pihak, terutama pasien dan keluarganya. Tujuan utama

kunjungan pra anestesia ialah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya

operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Anamnesis

Yang pertama adalah melakukan anamnesa untuk mengetahui identifikasi penderita yang

terdiri dari nama, umur, alamat, pekerjaan, agama, status perkawinan, dll. Menanyakan juga 1

Page 2: Manajemen Operasi Dan Anastesi

keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi. Adakah riwayat penyakit yang

sedang/ pernah diderita yang dapat menjadi penyulit anestesi seperti, diabetes melitus,

penyakit paru-paru kronis, (asma bronkial, pneumnia, dan bronkitis), penyakit jantung (infark

miokard, angina pektoris dan gagal jantung), hipertensi, penyakit hati dan penyakit ginjal.

Riwayat obat-obatan yag meliputi alergi obat, obat yang sedang digunakan dan dapat

menimbulkan interaksi dengan obat anestesi seperti, korsikosteroid, obat antihipertensi,

antidiabetik, golongan aminoglikosida, digitalis, dieuretikal, obat anti alergi, obat penenang

dan bronkodilator. Adakah riwayat anestesi/ operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal,

jenis pembedahan dan anestesi, komplikasi, dan perawatan intensif pascaoperatif untuk

menjadi acuhan dalam pertimbangan anestesi. Ditanyakan juga riwayat kebiasaan sehari-hari

yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi, seperti merokok, minum alkohol, obat

penenang, narkotik, riwayat keluarga yang mendrita kelainan seperti hipertermia maligna.

Ditanyakan pula berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan umum, pernapasan,

kardiovaskular, ginjal, gastrointensinal, hematologi, endokrin, psikiatrik, ortopedi, dan

dermatologi.1

Pemeriksaan Fisik

Perneriksaan fisik yang dilakukan secara umum adalah pemeriksaan tinggi dan berat

badan, kesadaran, tanda-tanda anemia, ikterus, sianosis, dehidrasi, oedema, tekanan darah,

frekuensi nadi, suhu tubuh, frekuensi nafas dan nyeri. Secara keseluruhan dilakukan

pemeriksaan 5B yaitu : Breath, Blood, Bowel. Bladder, dan Bone. 1-3

Breath (jalan nafas, pola nafas, suara nafas, anatomi dan fungsi paru)

Perhatikan jalan nafas terutama bagian atas dan rencanakan penatalaksanaan selama

anestesi. Evaluasi apakah jalan nafas tersumbat, apakah ada penyulit dalam intubasi

seperti panjang leher, gangguan membuka mulut (jarak minimal 4 cm), kekakuan otot

leher, masalah gigi (ompong, gigi palsu, gigi goyah), atau lidah yang relatif besar. Hal

tersebut dapat menjadi penyulit dalam pelaksanaan laringoskopi intubasi.

Leher yang pendek maupun panjang akan mempersulit intubasi, untuk mengetahui

apakah panjang leher cukup untuk melakukan intubasi dengan cara mengukur jarak

mentohyoid, yaitu jarak antara mento dengan os. hyoid dibelakang Adam’s apple. Jarak

ideal mentohyoid adalah 7 cm.

Untuk memeriksa rongga mulut biasanya digunakan pemeriksaan Mallampati, yaitu

dengan mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan. Pemeriksaan Mallampati ini dibagi

menjadi beberapa derajat, antara lain: 2

Page 3: Manajemen Operasi Dan Anastesi

Derajat I : Uvula terlihat semua

Derajat II : Uvula terlihat sebagian

Derajat III : Uvula tidak terlihat tetapi palatum molle terlihat

Derajat IV : Hanya terlihat palatum durum

Periksa juga sistem pemafasan, perhatikan frekuensi nafas, irkan suara nafas, apakah

ada suara nafas tambahan seperti ronk iatau wheezing. perhatikan gerakan dada saat

bemafas simetris atau dan apakah pasien sesak atau nyeri saat bernafas.

Blood (tensi. suara jantung, kelainan anatomis dan fungsi jantung)

Periksalah apakah pasien memiliki masalah dengan jantung dan pembuluh darah,

khususnya penyakit katup jantung, hipertensi dan gagal jantung baik kiri maupun kanan.

Pemeriksaan dilakukan dengan melihat adanya peningkatan tekanan vena, oedem pada

ekstremitas bawah maupun pembesaran hepar. Dengarkan suara jantung apakah ada

suara tambahan atau tidak.

Brain (GCS, kelainan saraf pusat atau perifer)

Periksa apakah pasien ada gangguan kesadaran atau tidak, adakah gangguan pada

saraf perifer atau pusat. Hal mi penting untuk ngelo1aan anestesi baik sebelum, selama

dan sesudah anestesi dan bedah.

Bowel (makan minum terakhir, bising usus, gangguan peristaltik, gangguan lambung,

kehamilan)

Pada abdomen banyak yang harus diperhatikan, pembesaran hepar akibat konsumsi

alkohol atau penyakit lain akan berpengaruh terhadap obat anestesi yang akan digunakan.

Makan minum terakhir hams diperhatikan oleh karena dapat menimbulkan efek muntah,

yang dapat mengakibatkan aspirasi muntahan ke dalam paru.

Jika pasien dalam keadaan hamil harus diperhatikan obat-obat yang akan diberikan

karena dapat berpengaruh pada kehamilan dan janin.

Blader (produksi urine)

Periksa fungsi ginjal apakah ada gangguan atau tidak, misalnya gagal ginjal akut.

Secara umum urine dapat menggambarkan :

Fungsi ginjal dan salurannya

Kemodinamik penderita

Hidrasi

Hormonal

Pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa :

3

Page 4: Manajemen Operasi Dan Anastesi

Produksi urine

Harus dinilai produksi urine apakah normal atau tidak

Normal 0,5-1 ml/kg BB/jam

Anuri : 20m1/24jam

Oliguri : 25m1/jamatau400ml/24jam

Poliuri 2500 ml/24 jm

Serum kreatinin

Sedimen urine

Bone (kelainan postur tubuh, kelainan neuro muskuler, patah tulang)

Kelainan postur tubuh dapat mempengaruhi fungsi tubuh dan menjadi penyulit saat

anestesi. Bentuk tulang belakang yang abnormal dapat mempengaruhi anatomi tubuh,

misalnya trakhea menjadi tertarik ke lateral sehingga mempersulit intubasi.

Pemeriksaan Laboratium

Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit

yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji laboratorium

secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan darah

kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien

diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto rontgen. Praktek-praktek semacam ini

harus dikaji ulang mengingat biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat minimal uji-uji

semacam ini.

Edukasi tentang Prosedur

Pada tahap ini pasien dan keluarga diberikan informasi tentang penyakit pasien,

pemeriksaan yang dilakukan, tindakan bedah yang akan dilakukan dan jenis anastesi yang

bisa dilakukan beserta dengan risiko dari setiap tindakan.

Informed Consent

Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain

yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat,

yaitu Informed Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan

medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan

4

Page 5: Manajemen Operasi Dan Anastesi

menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan

medis (pembedahan dan anestesi).

Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat

dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak

semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien.

Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa

komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait

dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan

terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan.

Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik

hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk

menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang

dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan

serta segala resiko dan konsekuensinya.

Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersebut akan

mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan,

pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara

detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul

paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan

dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai

dengan gambaran keluarga.

Klasifikasi Status Fisik (ASA)

Berdasarkan hasil pemeriksaan kita dapat menentukan status fisik pasien, American

Society Of Anestesiologists (ASA) membuat klasifikasi pasien menjadi kelas-kelas :4

1. Kelas / ASA I Pasien normal sehat fisik dan mental

2. Kelas / ASA II Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan

fungsional.

3. Kelas / ASA III Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan

keterbatasan fungsi.

4. Kelas / ASA IV Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan

menyebabkan ketidakmampuan fungsi.

5

Page 6: Manajemen Operasi Dan Anastesi

5. Kelas / ASA V Pasien yang tidak dapat hidup / bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa

operasi.

6. Kelas / ASA VI Pasien mati batang otak yang organ tubuhnya dapat diambil.

E, Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan ASA di ikuti

huruf E (misalnya I E atau 2 E).

Premedikasi

Premedikasi adalah pemberian obat-obatan 1 atau 2 jam sebelum induksi secara oral,

intramuskular, intravena maupun perrektal. Adapun tujuan dari pemberian premedikasi

adalah, menimbulkan rasa nyaman pada pasien (menghilangkan kekuatiran, memberikan

ketenangan, membuat amnesia dan memberikan analgesi), juga untuk memudahkan atau

memperlancar induksi, rumatan dan sadar dari anestesi serta mengurangi jumlah obat-obatan

anestesi. Dapat mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual dan muntah

pascaoperatif, stress fisiologis (takikardi, napas cepat) dan keasaman lambung.5-6

Adapun obat-obat yang dapat diberikan antara lain :

Sulfas atropin, 0,1 mg/kgBB dipakai untuk pengobatan bradikardi dan sebagai

therapi tambahan pada pengobatan bronkhospasme serta tukak lambung. Atropin

secara kompetisi mengantagonisir aksi asetil kolin pada reseptor muskarinik,

menurunkan sekresi saliva, bronkhus dan lambung serta merelaksasi otot polos.

Diazepam per oral 10-15 mg untuk pereda kecemasan.

Pethidin 50 mg untuk mengurangi nyeri atau kesakitan. Simethidin/ranithidin 150 mg

untuk mengurangi ph asam cairan lambung, Ondacetron, 2-4 mg untuk mengurangi

mual-muntah pascabedah.

Puasa

Induksi anestesi umum meniadakan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas

apabila terjadi regurgitasi isi lambung. Penting bagi penderita untuk memahami bahwa gula-

gula dan premen karet dianggap sebagai makanan padat, dan teh serta kopi bukan air putih.

Premedikasi secara intramuskular ½ - 1 jam menjelang operasi atau secara intravena jika

diberikan beberapa menit sebelum operasi. Lama puasa pada orang dewasa kira-kira 6-8 jam,

anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop ASI). Pada operasi darurat, pasien tidak puasa, maka

dilakukan pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.3,5

6

Page 7: Manajemen Operasi Dan Anastesi

 Persiapan Pasien Sebelum Hari Operasi

Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan untuk mencegah aspirasi isi lambung,

karena regurgitasi/muntah. Pada operasi elektif, pasien dewasa puasa 6-8 jam, pada anak

cukup 3-5 jam. Dan gigi palsu, bulu mata palsu, perhiasan (cincin, gelang, kalung) dilepas

serta bahan kosmetik (lipstik, cat kuku), di bersihkan sehingga tidak mengganggu

pemeriksaan.

Kosongkan juga kandung kemih dan bila perlu lakukan katerisasi, bersihkan lendir dari

saluran napas. Jangan lupa memberikan informed consent kepada keluarga dan membuat izin

pembedahan/anestesi secara tertulis. Sebelum pasien masuk kamar operasi harus mengenakan

pakaian khusus (diberi tanda dan label, terutama pada bayi). Pemeriksaan tentang fisik pasien

dapat diulangi di ruang operasi.

Intraoperatif

Klasifikasi Anestesi

General Anestesi

Anestesi umum atau general anestesi adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri atau

sakit secara sentral yang disertai hilangnya kesadaran dan dapat putih kembali.

Hilangnya segala sensasi perasaan panas, dingin, rabaan, kedudukan tubuh (posture),

nyeri dan disertai hilangnya kesadaran. Anestesi umumnya terdiri dari tiga komponen

yaitu : Hipnotik, analgesi dan relaksasi.4

Cara pemberian obat untuk anestesi umum dapat melalui; pertama, Parenteral

(Intramuskural / Intravena), pemberian ini digunakan untuk tindakan yang singkat atau

induksi anestesi.Yang kedua bisa melalui Perrectal (peranus), diberikan pada anak untuk

induksi anestesi atau tindakan singkat/ diagnostik pada pemeriksaan mata,  telinga,

penyinaran, rontgen foto. Ketiga, dapat melalui inhalasi/ anestesi inhalasi (valatile

agent), yaitu menggunakan gas/cairan anestesi sebagai zat anestetik yang mudah

menguap melalui udara pernafasan.

Teknik ini digunakan untuk pembedahan abdomen yang luas, intraperitoneum,

toraks, intrakranial, pembedahan yang berlangsung lama, dan operasi dengan posisi

tertentu yang memerluakn pengendalian pernafasan.

Regional Anestesi

Regional anestesi adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri atau sakit secara

regional tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian anestesi regional dapat dengan

7

Page 8: Manajemen Operasi Dan Anastesi

cara, pertama yaitu blok sentral (blok neuroksial), yang meliputi blok spinal dan epidural

dan tindakan ini sering dikerjakan. Pengertian blok spinal adalah penyuntikan obat

anestesi lokal kedalam ruang subaraknoid. Sedangkan blok epidural adalah penyuntikan

obat anestesi lokal ke dalam ruang epidural. Yang kedua yaitu blok perifer (blok saraf),

misalnya blok pleksus brakialis, aksiler, dll.4

Pemilihan Teknik Anestesi

Pemilihan anestesi berdasarkan atas usia penderita, status fisik penderita (adakah penyakit

sistemik yang diderita, bentuk fisik penderita), jenis pembedahan (kecil atau besar, terencana

atau darurat, lokasi pembedahan serta posisi penderita), keterampilan dan pengalaman ahli

bedah serta keterampilan dan pengalaman dokter dan perawat anestesi.4

Indikasi anestesi umum

Anestesi umum digunakan untuk bayi dan anak-anak, dewasa yang ingin dianestesi

umum, prosedur operasi yang lama dan rumit seperti, pembedahan abdomen yang luas,

intraperitoneum,  toraks, intrakranial, pembedahan yang berlangsung lama, dan operasi

dengan posisi tertentu yang memerlukan pengendalian pernafasan, serta penderita dengan

gangguan mental.

Bila pemilihan anestesi umum dengan tindakan langoskopi dan intubasi trakea, maka

dapat menimbulkan komplikasi. Laringoskopi adalah alat yang digunakan untuk melihat

laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar.

Intubasi trakea adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glotis,

sehingga ujung distalnya berada kira-kira di pertengahan trakea antara pita suara dan

bifurkasio trakea. Komplikasi yang timbul selama intubasi antara lain, trauma gigi-geligi,

laserasi pada bibir, gusi, laring, dapat merangsang saraf simpatis sehingga terjadi hipertensi

atau takikardi, aspirasi, dan spasme bronkus. Komplikasi yang timbul setelah ekstubasi

adalah, spasme laring, aspirasi, gangguan fonasi, edema gotis-subglotis, dapat juga

menimbulkan infeksi pada laring, faring dan trakea.4

Indikasi anestesi regional

Anestesi regional digunakan untuk orang dewasa, dengan indikasi bedah ekstremitas

bawah, operasi kebidanan, bedah urologi, tindakan sekitar rektum – perineum. Kontra

indikasi  absolut regional anestesi yaitu tidak boleh diberikan apabila pasien menolak, infeksi

pada tempat suntikan, hipovolema berat, syok, koagulopati atau mendapat terapi

8

Page 9: Manajemen Operasi Dan Anastesi

antikoagulan, fasilitas resusitasi yang minim, kurang pengalaman atau tanpa didampingi

konsultan anestesia.4

Obat-Obat Anastesia

Obat-obat Anestesi Lokal

Anestetika lokal atau zat-zat penghalang rasa setempat adalah obat yang pada

penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls-impuls saraf ke SSP.

Luasnya daerah anestesi tergantung tempat pemberian larutan anestesi, volume yang

diberikan, kadar zat dan daya tembusnya. 4-6

Obat bius lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya

terutama di selaput lendir. Di samping itu, anestesi lokal menggangu fungsi semua organ

dimana terjadi konduksi dari beberapa impuls. Artinya, anestesi lokal mempunyai efek

yang penting terhadap susunan saraf pusat, ganglia otonom, cabang–cabang

neuromuskular dan semua jaringan otot .

Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat yang digunakan

sebagai anestetika lokal, antara lain: tidak merangsang jaringan, tidak mengakibatkan

kerusakan permanen terhadap susunan saraf, toksisitas sistemik yang rendah, efektif

dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lendir, mula kerjanya

sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama, dapat larut dalam

air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga tahan terhadap pemanasan/sterilisasi

Struktur dasar anestetika lokal pada umumnya terdiri dari suatu gugus-amino hidrofil

(sekunder atau tersier) yang dihubungkan oleh suatu ikatan ester (alkohol) atau amida

dengan suatu gugus aromatis lipofil. Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat

anestesi lokal sebab pada degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan

dihidrolisis. Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami

metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya: Tetrakin, Benzokain, Kokain,

dan Prokain. Senyawa amida contohnya adalah Dibukain, Lidokain, Mepivakain dan

Prilokain. Senyawa lainnya contohnya fenol, Benzilalkohol, Etilalkohol, Etilklorida, dan

Cryofluoran .

Cara pemberian anestesi lokal adalah dengan menginjeksikan obat-obatan anestesi

tertentu pada area yang akan dilakukan sayatan atau jahitan. Obat-obatan yang

diinjeksikan ini lalu bekerja memblokade saraf-saraf tepi yang ada di area sekitar injeksi

sehingga tidak mengirimkan impuls nyeri ke otak . 4-6

9

Page 10: Manajemen Operasi Dan Anastesi

Obat-obat Anestesi Regional

Metode pemberian Anestesi regional dibagi menjadi dua, yaitu secara blok sentral

dan blok perifer .

1. Blok Sentral (Blok Neuroaksial)

Blok sentral dibagi menjadi tiga bagian yaitu anestesi Spinal, Epidural dan Kaudal.

a. Anestesi Spinal

Anestesi spinal merupakan tindakan pemberian anestesi regional ke dalam ruang

subaraknoid. Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal antara lain jenis obat, dosis

obat yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intra

abdomen, lengkung tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran

obat .

b. Anestesi Epidural

Anestesi epidural ialah blokade saraf dengan menempatkan obat pada ruang

epidural (peridural, ekstradural) di dalam kanalis vertebralis pada ketinggian tertentu,

sehingga daerah setinggi pernapasan yang bersangkutan dan di bawahnya teranestesi

sesuai dengan teori dermatom kulit . Ruang epidural berada di antara durameter dan

ligamentun flavum. Bagian atas berbatasan dengan foramen magnum dan dibawah

dengan selaput sakrogliseal. Anestesi epidural sering dikerjakan untuk pembedahan

dan penanggulangan nyeri pasca bedah, tatalaksana nyeri saat persalinan, penurunan

tekanan darah saat pembedahan supaya tidak banyak perdarahan, dan tambahan pada

anestesia umum ringan karena penyakit tertentu pasien.

c. Anestesi Kaudal

Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena ruang kaudal

adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang kaudal melalui

hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutupi oleh ligamentum sakrogsigeal tanpa tulang

yang analog dengan ligamentum supraspinosum dan ligamentum interspinosum.

Ruang kaudal berisi saraf sacral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura.

2. Blok Perifer (Blok Saraf)

Anestesi regional dapat juga dilakukan dengan cara blok perifer. Salah satu teknik

yang dapat digunakan adalah anestesi regional intravena. Anestesi regional intravena

dapat dikerjakan untuk bedah singkat sekitar 45 menit. Melalui cara ini saraf yang dituju

langsung saraf bagian proksimal. Sehingga daerah yang dipersarafi akan teranestesi

misalnya pada tindakan operasi di lengan bawah memblok saraf brakialis. Untuk

10

Page 11: Manajemen Operasi Dan Anastesi

melakukan anetesi blok perifer harus dipahami anatomi dan daerah persarafan yang

bersangkutan .

Obat-obat Anestesi Umum

Agar anestesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin, pertimbangan utamanya

adalah memilih anestetika ideal. Pemilihan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan

yaitu keadaan penderita, sifat anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan

serta obat yang tersedia .

Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak menimbulkan

efek samping terhadap organ vital seperti saluran pernapasan atau jantung, tidak mudah

terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot yang cukup baik,

kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang tidak diinginkan. Obat anestesi umum yang

ideal mempunyai sifat-sifat antara lain : pada dosis yang aman mempunyai daya

analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mula kerja obat yang cepat

dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu obat tersebut harus tidak

toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas, tidak dipengaruhi oleh

variasi umur dan kondisi pasien.

Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan,

enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah

tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak

meracuni end-organ (jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi

oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.4-6

Monitoring Intraoperatif

Pemantauan standar selama anestesi meliputi EKG kontinu, pemantauan frekuensi

jantung dan suhu tubuh, oksimetri denyut dan kapnografi dan pengukuran non invasive

tekanan darah secara berulang. Parameter-parameter lain yang diukur dapat meliputi keluaran

urin, darah yang hilang, serta parameter-parameter yang berkaitan dengan ventilasi, termauk

oksigen yang dihirup, volume tidal, ventilasi permenit, tekanan inspirasi puncak pada jalan

napas, dan seluruh aliran gas. Dianjurkan agarmelakukan pengukuran langsung terhadap

kadar zat-zat anestetik volatile yang dihirup dan dihembuskan. Pada kasus-kasus tertentu,

dilakukan pengukuran invasive terhadap tekanan arteri, tekanan vena pusat, tekanan arteri

pulmonal, curah jantung, tekanan jepit kapiler pulmonal, fraksi penyemburan ventrikel kanan,

11

Page 12: Manajemen Operasi Dan Anastesi

dan kejenuhan oksigen pada srteri pulmonal. Ekokardiografi transesofagus, terbukti sangat

bermanfaat dalam operasi jantung, dan beberapa situasi khusus lainnya.1-3

Post-operatif

Ruang pemulihan atau Recovery Room (RR) disebut juga unit perawatan pasca anestesi

atau Post Anesthesia Care Unit ( PACU ). Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang

pemuluhan atau ke ruang rawat intensif bila ada indikasi. Di ruang pemulihan dilakukan

pemantauan atau monitor sampai pasien sadar betul. Yang harus di monitor antara lain,

keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, sensibilitas nyeri,

perdarahan dari drain, dll.

Awasi keadaan vital penderita secara saksama, periksa tekanan darah, frekuensi nadi dan

frekuensi pernapsan dilakukan paling tidak setiap 5 menit dalam 15 menit pertama atau

hingga stabil, setelah itu dilakukan setiap 15 menit. Perbaiki defisit yang masih ada (cairan,

darah, nyeri, mual–muntah,menggigil karena hipotermia,dll). Seluruh pasien yang sedang

dalam pemulihan dari anestesi umum harus mendapat oksigen 30-40% selama pemulihan.

Bila keadaan umum dan tanda vital pasien normal dan stabil, maka pasien dapat

dipindahkan ke ruangan dengan pemberian intruksi postoperatif menilai keadaan umum

sebelum pasien dipindahkan ke ruang perawatan, dapat dipakai aldrete score untuk orang

dewasa dan steward Score untuk anak dengan berbagai kriteria penilaian. Nilai score yang

normal 8 -10, pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan ataupun pulang bila pasien rawat

jalan, tetapi atas ijin dokter anestesi yang bertugas.2-3

Monitoring Post Operasi

Monitoring setelah operasi perlu dilakukan setelah pasien menjalani operasi pembedahan.

Pada saat penderita berada diruang pemulihan perlu dicegah dan ditanggulangi keadaan-

keadaan yang ada sehubungan dengan tindakan anestesi, antara lain :

Hipoksia disebabkan tersumbatnya jalan nafas. Terapi dengan O2 3-4 L/menit, bebaskan

jalan nafas, bila perlu pernafasan buatan.

Irama jantung dan nadi cepat, hipertensi, sering disebabkan karena kesakitan, permulaan

hipoksia atau memang penyakit dasarnya. Terapi dengan O2, analgetik, posisi fowler.

Hipotensi biasanya karena perdarahan, kurang cairan, spesial anestesi. Terapi dengan

posisi datar, infus RL dipercepat sampai tensi normal.

12

Page 13: Manajemen Operasi Dan Anastesi

Gaduh gelisah biasanya karena kesakitan atau sehabis pembiusan dengan ketamin, pasien

telah sadar tapi masih terpasang ganjal lidah/airway. Terapi dengan O2, analgetik, ganjal

dilepas, atau kadang perlu bantal.

Muntah, bahaya berupa aspirasi paru. Terapi miringkan kepala dan badan sampai

setengah tengkurap, posisi trendelenberg, hisap muntah sampai bersih.

Menggigil karena kedinginan, kesakitan atau alergi. Terapi dengan O2, selimuti, bila

perlu beri analgetika.

Alergi sampai syok oleh karena kesalahan tranfusi atau obat-obatan. Terapi dengan stop

tranfusi, ganti Na Cl.

Pain Control

Pengendalian nyeri pada periode awal pasca operasi mungkin rumit, terutama jika opioid

belum pernah digunakan sebagai bagian dari anestetik yang seimbang. Pemberian opioid

diruang pemulihan dapat menjadi masalah jika dilakukan pada pasien yang masih banyak

mengalami efek anestetik residual. Perilaku pasien dapat berubah-ubah antara berteriak-teriak

kesakitan dan merasa sangat mengantuk disertai obstruksi jalan napas, yang semuanya dapat

terjadi dalam sekejap. Obat anti radang nonsteroid ketorolak (30-60mg secara intravena)

seringkali efektif dan pengembangan inhibitor-inhibitor siklooksigenase-2 memberi harapan

munculnya analgesia tanpa depresi pernapasan.

Teknik-teknik anestesi regional merupakan bagian penting dari pendekatan

multiprosedur perioperatif yang menggunakan infiltrasi anestetik lokal pada luka, blokade

epidural, spinal dan plexus; obat-obat antiradang nonsteroid; opioid; agonis reseptor alfa-2-

adrenergik; dan antagonis reseptor NMDA (yang mencegah neuroplastisitas).

Pemberian analgesik intravena dan epidural dapat dikendalikan oleh pasien

menggunakan pompa-pompa kecil terkomputerisasi yang dapat diaktifkan bila dikehendaki,

tetapi telah diprogram dengan batas yang aman untuk mencegah overdosis. Obat-obat yang

digunakan adalah opioid (seringkali morfin) melalui rute intravena serta opioid, anestetik

lokal, atau kedua-duanya, melalui rute epidural. Teknik-teknik ini telah merebolusi

pengendalian nyeri pascaoperasi, yang dapat dilanjutkan selama berjam-jam atau berhari-

hari, sehingga memungkinkan pasien untuk berobat jalan dan fungsi ususnya diperbaiki

sambil pengobatan oralnya distabilkan. 5

13

Page 14: Manajemen Operasi Dan Anastesi

Opioid

Opioid adalah obat utama dalam penatalaksanaan nyeri akut. Opiat adalah turunan dari

opium, sedangkan opioid adalah segala sesuatu yang bekerja di reseptor opioid, dan

mencakup obat-obat sintetik, misalnya petidin. Obat-obat sintetik tersebut juga disebut

sebagai analgesik narkotik.

Opioid memiliki sejumlah persamaan sifat yang kadang-kadang disebut sebagai sifat

kardinal opioid. Obat-obat tersebut menyebabkan analgesia, mual dan muntah, depresi

pernapasan, dan adiksi.

1. Analgesia.

Kesalahpahaman yang lazim dijumpai adalag menganggap satu obat 'lebih kuat'

daripada obat lainnya. Efek analgesia maksimum morfin sama dengan efek

analgesia maksimum petidin, omnopon, atau diamorfin. Diamorfin lebih poten,

tetapi itu hanya berarti anda memerlukan dosis lebih kecil untuk memperoleh efek

yang sama. Kebutuhan dosis sangat bervariasi dan tidak mudah diperkirakan

berdasarkan berat badan.

2. Mual dan muntah.

Mual dan muntah pada periode pasca operasi masih merupakan masalah yang

signifikan setelah anestesia umum dan disebabkan oleh kerja anestetik pada zona

pemicu kemoreseptor dan pusat muntah di batang otak, yang dimodulasi oleh

serotonin, histamin, reseptor Ach muskarinik, dan dopamin. Antagonis reseptor 5-

HT3 ondansentron sangat efektif mensupresi mual dan muntah. Penanganan yang

lazim juga meliputi droperidol, metaklopramid, dexametason, dan menghindari

penggunaan N2O. Pengginaan propofol sebagai zat induksi dan obat anti radang non

steroid ketorolak sebagai pengganti opioid dapat mengurangi insiden serta

keparahan mual dan muntah pasca operasi.

3. Depresi pernapasan.

Efek samping yang terpenting dan dapat membahayakan. Efek ini dijumpai pada

semua opioid dan selalu sebanding dengan efek analgesianya, apapun klaim dari

pembuatnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

Pada keadaan normal, pasien tidak akan berhenti bernapas tanpa merasa

nyaman sebelumnya. Ini adalah jendela terapeutik. Pada golongan opioid,

jendela terapeutik cukup lebar.

14

Page 15: Manajemen Operasi Dan Anastesi

Cara paling sederhana untuk menilai depresi pernapasan adalah dengan

menghitung frekuensi pernapasan, kurang dari 8 kali permenit adalah tanda

bahaya. Namun, penilaian ini tidak dapat diandalkan karena seringkali pasien

tetap bernapas adekuat pada frekuensi yang lebih rendah (terutama saat tidur).

Jangan pernah menggunakan pulse oximetry untuk mendeteksi depresi

pernapasan. Hipoksia merupakan tanda yang sudah sangat lanjut, terutama bila

pasien bernapas dengan oksigen.

Depresi pernapasan disertai oleh somnolen. Pada tahap-tahap awal, pasien

'lupa' bernapas, dan dapat diingatkan dengan sedikit senggolan. Pasien yang

sadar penuh, kecil kemungkinannya terjadi depresi dengan opioid, berapapun

frekuensi pernapasannya.

Depresi pernapasan akibat opioid diatasi dengan pemberian nalokson dosis

kecil yang semakin meningkat, misalnya 0,2 mg iv. Nalokson memiliki durasi

kerja yang singkat (~10 menit) sehingga mungkin diperlukan pemberian

berulang.

4. Adiksi.

Tidak seorangpun menyangkal bahwa opioid memiliki kemampuan untuk

menyebabkan adiksi. Pasien yang diberi opioid secara benar saat menderita nyeri

akut tidak menjadi adiksi. Pasien yang memerlukan dosis opioid dalam jumlah

besar dapat dengan mudah disapih setelah sumber nyeri mereda. Orang yang

mengonsumsi opioid untuk kesenangan akan mengalami adiksi.

Perlu disadari bahwa kebutuhan dosis sangat bervariasi, dan bergantung pada banyak

faktor, misalnya, keparahan nyeri, usia, riwayat penggunaan opioid, faktor psikologis dan

berat badan. Bagi sebagian pasien, dosis mungkin butuh penyesuaian drastis.

Selain sifat-sifat umum tersebut diatas, terdapat sejumlah perbedaan anara berbagai

opioid yang tersedia, misalnya, awitan kerja, lama kerja, efek pada otot polos, eliminasi, dan

pelepasan histamin. Pemilihan opioid ditentukan oleh profil efek samping dan faktor

farmakokinetik.

Morfin

Morfin adalah obat yang istimewa dan benar-benar murah. Obat ini memiliki awitan

yang cepat apabila diberiksan secara iv dan lama kerjanya sekitar 4-6 jam. Morfin dapat

diberikan per oral (sebagai elixir atau preparat lepas lambat, misalnya MST), IM, atau IV.

15

Page 16: Manajemen Operasi Dan Anastesi

Efek antibatuknya juga bermanfaat. Efek samping meliputi perlambatan pengosongan

lambung dan konstipasi. Morfin dapat menyebabkan spasme sfingter Oddi. Obat ini

menyebabkan pelepasan histamin yang dapat menimbulkan bronko spasme pada penderita

asma. Morfin diubah menjadi metabolit aktifnya yaitu morfin-6-glukuronida yang diekskresi

melalui urin. Pada penderita gagal ginjal, metabolit tersebut dapat tertimbun. Dosis terserah

pada pasien sampai ia merasa nyaman. Dosis untuk pemberian IM biasanya 10 mg setiap 3

jam prn.

Diamorfin

Diamorfin (heroin) adalah diasetil morfin, dan pada dasarnya adalah suatu pra-obat untuk

morfin dan oleh karena itu memiliki sebagian besar sifat morfin sehingga awitannya lebih

cepat. Dosis IM adalah 5-10 mg tiap 3 jam prn.

Petidin

Petidin dimasukkan dalam daftar ini karena tidak memiliki efek samping pelepasan

histamin dan aman untuk penderita asma. Petidin kurang menimbulkan konstipasi

dibandingkan dengan morfin, tetapi tidak menekan refleks batuk. Obat ini memiliki sifat

antikolinergik yang cukup kuat dan tidak menyebabkan konstriksi pupil seperti opioid lain.

Spasme pada sfingter Oddi juga tidak terlalu kuat.

Kekurangan petidin yang utama adalah masa kerjanya lebih singkat dari morfin (~2

jam). Obat ini dikenal lebih sering menyebabkan mual dan muntah. Metabolit utamanya,

norpetidin, dapat menyebabkan efek neurologis eksitatorik yang serius dan dapat tertimbun

apabila digunakan dalam dosis tinggi (biasanya >1000mg per hari). Regimen dosis lazim

untuk dewasa adalah 75-100 mg IM, setiap 2 jam prn.

Lain-lain

Pilihan opioid sebenarnya lebih luas dibandingkan dengan yang anda perlukan. Obat-

obat berikut juga cukup sering digunakan:

Papaveretum (omnopon) adalah campuran dari semua konstituen opium yang larut

air. Obat ini mengandung morfin, papaverin dan kodein. Pada dasarnya papaveretum

bersifat seperti morfin walaupun mungkin lebih menimbulkan sedasi. Dahulu

papaveretum mengandung noskapin, suatu zat uang diduga menyebabkan cacat lahir.

Sayangnya omnopon baru yang bebas noskapin harganya lebih mahal. Obat tersebut

16

Page 17: Manajemen Operasi Dan Anastesi

tersedia dalam bentuk ampun berisi 15,4 mg, suatu ukuran yang membingungkan

apabil tidak ditulis dengan benar. Jumlah yang ganjil ini setara dengan 10 mg morfin,

dan disinilah letak masalahnya: papaveretum adalah obat yang benar-benar bagus,

namun cara pemberiannya sulit dilakukan.

Fentanil adalah obat kerja singkat yang berwarna bening yang terutama digunakan

pada anestesi, tetapi dapat dipakai di bangsal dalam bentuk larutan epidural.

Kodein kurang efektif dibandingkan obat-obat lain karena daya ikat reseptornya

rendah. Obat ini kadang-kadang digunakan pada situasi yang mengharuskan opioid

dihindari (misal, cedera kepala). Obat ini tidak menimbulkan efek samping karena

tidak berefek terutama bila digunakan untuk mengobati nyeri hebat. Kodein banyak

dijumpai pada preparat oral yang bermanfaat untuk nyeri ringan sampai sedang.

Buprenorfin adalah obat yang tidak lazim. Obat ini merupakan agonis parsian yang

antara lain berarti efek analgesianya memiliki batas atas dibanding obat lain. Selain

itu, tidak seperti obat yang lain, obat ini berikatan sangat kuat dengan reseptor opioid.

Obat ini diberikan melalui rute sublingual. Buprenorfin menyebabkan mual, muntah

dan secara umum merupakan obat yang harus dihindari.

Obat Anti Inflamasi Non Steroid

Obat-obat anti inflamasi non steroid memiliki sejumlah efek yaitu analgesia, antipiretik,

dan antiinflamasi. Obat golongan ini sangat bermanfaat sebagai analgesia pada pasien

pascaoperasi tertentu dan dapat digunakan bersama dengan opioid karena cara kerjanya

(inhibisi perifer terhadap sintesis prostaglandin) smaa sekali berbeda dengan opioid (agonis

reseptor sentral). Sebagai analgesik tambahan, obat-obat ini menurunkan kebutuhan akan

opioid, yang berarti juga menurunkan risiko efek samping opioid. Indikasi pemakaian obat-

obat ini adalah:

Terapi tunggal untuk nyeri ringan sampai sedang

Dikombinasikan dengan teknik-teknik lain untuk mengatasi nyeri sedang sampai berat

Menurunkan demam

Mengurangi peradangan

Obat anti inflamasi non steroid menimbulkan serangkaian efek samping, namun sangat

efektif untuk menghilangkan nyeri pasca operasi. Sehingga obat-obat tersebut seyogyanya

digunakan untuk semua kasus apabila tidak ada kontra indikasi.

Lima masalah utama pada pemakaian obat anti inflamasi non steroid adalah:

17

Page 18: Manajemen Operasi Dan Anastesi

1. Iritasi lambung: terjadi pada semua NSAID dengan derajat berbeda-beda. Efek terjadi

akibat inhibisi prostaglanding yang mengatur sekresi asam lambung sehingga apapun

rute pemberiannya, iritasi lambung tetap merupakan ancaman. NSAID merupakan

kontra inidikasi pada pasien yang memiliki riwayat tukak lambung atau duodenum,

atau semua predisposisi perdarahan saluran cerna bagian atas. Untuk mengurangi efek

samping ini, selalu anjurkan pasien minum obat saat makan. Misoprostol adalah

suatu preparat prostaglandin yang dapat diberikn oral bersama dengan NSAIDdan

mengurangi risiko tukak lambung.

2. Efek ginjal: meliputi penurunan aliran darah, retensi natrium dan air, dan kerusakan

ginjal kronik pada pemakain jangka panjang. Hati-hati bila memberikan obat ini pada

penderita penyakit ginjal, hipovolemia, hipertensi, atau gout.

3. Inhibisi trombosit: masalah ini hanya timbul pasca operasi pada orang yang hitung

trimbositnya rendah, mengalami disfungsi trombosit atau luka perdarahan luas.

Perdarahan yang dianggap disebabkan oleh disfungsi trombosit harus diterapi dengan

transfuse trombosit.

4. Bronkospasme: tonus otot polos di jalan napas juga diperngaruhi prostaglandin.

NSAID sangat dikontraindikasikan pada orang dengan bronkospasme aktif.

5. Interaksi obat: sejauh ini, interaksi obt yang paling penting adalah peningkatan

antikoagulasi bila diberikan bersamaan dengan warfarin. Terapi warfarin merupakan

kontraindkasi kuat pada pemberian NSAID.

Obat NSAID yang tersedia sangat bervarisi dan sebagian besar tidak dapat dibedakan

efek samping maupun efektivitasnya. Obat-obat berikut diambil sebagai contoh karena sering

digunakan atau memiliki keunggulan tertentu dalam rute pemberian. Banyak NSAID yang

terutama bersifat anti inflamasi dan kurang efektif sebagai analgetik pasca operasi.

Aspirin

Aspirin bersifat antipiretik, anti inflamasi, dan analgesic, serta diberikan dalam dosis

500-1000 mg setiap 4-6 jam per oral. Sekarang obat ini jarang digunakan sebagai

analgesic pasca operasi karena ada obat-obat lain yang memiliki efek analgesia lebih

baik dengan efek samping lebih sedikit. Sekarang aspirin merupakan kontra indikasi

mt\utlak pada anak karena berisiko menimbulkan sindrom Reye. Parasetamol atau

ibuprofen merupakan alternative yang lebih baik sebagai anlgesik dan antipiretik.

18

Page 19: Manajemen Operasi Dan Anastesi

Ibuprofen

Ibuprofen adalah NSAID yang khas untuk pemakaian oral. Pada dosis analgesic

yang ekuivalen dengan aspirin, ibuprofen lebih sedikit menyebabkan efek samping.

Dosisnya adalah 200-400 mg setiap 4-8 jam. Masalah yang tmbul adalah iritasi

lambung, pusing, ruam dan tinnitus.

Diklofenak

Diklofenak sering digunakan sebagai anlgesik pasca operasi. Obat ini tersedia

sebagai preparat oral, suntikan dan per rectum. Dosis hariuan maksimum adalah 150

mg melalui rute mana saja. Penyuntikan im menimbulkan nyeri hebat dan tidak

lebih menguntungkan dibandingkan pemberian supositoria.

Ketorolak

Ketorolac sedang digemari oleh ahli anestesi karena merpakan analgesic kuat

(ekuivalen dengan 10 mg morfin)dan tersedia dalam bentuk suntkan. Obt ini tidak

mnimbulkn nyeri hebat apabila disuntikkan im dan juga dapat diberikan secara iv.

Dosis yang dipakai adalah 10 mg iv diikuti oleh 30 mg iv, atau 30 mg im, setiap 4-6

jam. Dosis harian total jangan sampai lebih dari 90 mg.3,5

Kesimpulan

Persiapan dalam melakukan tindakan pembedahan baik pada setiap bagian dari

preoperatif, intraoperatif, dan postoperatif perlu perhatian yang sangat baik karena dengan

adanya berbagai pemeriksaan pada bagian tersebut maka dapat menimalisir resiko dalam hal

keselamatan pasien, dan tingkat keberhasilan operasi sesuai yang diharapkan.

19

Page 20: Manajemen Operasi Dan Anastesi

Daftar Pustaka

1. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Ed. 8. Jakarta:

EGC; 2009. h. 90-8.

2. Sjamsuhidajat R, de Jong W;editor. Buku ajar ilmu bedah Sabiston. Ed. 2. Jakarta:

EGC; 2004. h. 394-53.

3. Hambly PR, Sainsbury MC. Manajemen perioperative: penatalaksanaan pasien bedah

di bangsal. Jakarta: EGC; 2007. h. 1-18.

4. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis anestesiologi. Ed.2. Jakarta:

Bag. Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002. h. 47-57.

5. Hardman JG, Limbird LE;editor. Goodman & Gilman dasar farmakologi terapi. Ed.

10. Jakarta: EGC; 2007. h. 212-8.

6. Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Ed. 10. Jakarta: EGC; 2010. h. 537-45.

20