manajemen konflik tgh. munajib khalid dalam pengembangan ... · kata kunci: manajemen konflik, tgh...
TRANSCRIPT
1
Manajemen Konflik TGH. Munajib Khalid Dalam Pengembangan Pendidikan Islam
Di Ponpes Al-Halimy Gunungsari Lombok Barat
Ahmad Mayadi1
AbstrakManajemen konflik seorang pimpinan dalam pesantren merupakan
keterampilan yang harus ada dalam rangka meminimalisir segala bentuk konflik,hal ini dilakukan agar pondok pesantren sebagai institusi pendidikan Islam,mampu berkembang secara kelembagaan serta memberikan kontribusipengembangan pendidikan Islam sebagai bagian dari fungsi pondok pesantren.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakanpendekatan deskriptif analisis. yang difokuskan pada beberapa permasalahan,yaitu konflik yang terjadi di pondok pesantren Al-Halimy, bagaimana manajemenkonflik TGH. Munajib Khalid di pondok pesantren Al-Halimy, dan bagaimanamodel pengembangan pendidikan Islam yang dilakukan TGH. Munajib dalampengembangan pendidikan Islam.
Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu data primer dan datasekunder, serta teknik pengumpulan data dilakukan melalui tiga metode yaitumetode observasi, metode wawancara, dan metode dokumentasi. Data-data yangtelah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan tahapan pengumpulan data,reduksi data, display dan membuat simpulan data.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konflik yang terjadi dipondok pesantren Al-Halimy masih tergolong sesuatu yang wajar. Konflikdisebabkan oleh berbagai macam keinginan dan pendapat yang berbeda, sehinggakonflik tidak bisa dihindari. Konflik yang terjadi di pondok pesantren Al-Halimyadalah pendapat yang ingin mengganti sebuah kepemimpinan karena telah terlalulama menduduki jabatan tersebut. Selain itu, konflik terjadi antar pondokpesantren yaitu pondok pesantren Al-Halimy memiliki hubungan kurang baikdengan pondok pesantren Banu Sanusi, pondok pesantren Banu Sanusi sendirimerupakan pecahan dari pondok pesantren Al-Halimy. Manajemen konflik TGH.Munajib Khalid dalam pengembangan pendidikan Islam di pondok pesantren Al-Halimy merupakan upaya sebagai seorang pimpinan untuk senantiasa mengelolakonflik yang ada, adapun cara mengelola konflik yang ada ialah denganpendekatan kekeluargaan, bermusyawarah sebagai ikhtiar dan terakhir ketikapermasalahan tersebut tidak bisa terselesaikan, maka hal yang dilakukan adalahmelalui spiritual yaitu pendekatan langsung kepada Allah Swt., modelpengembangan pendidikan Islam yang dilakukan TGH. Munajib dalampengembangan pendidikan Islam di pondok pesantren Al-Halimy menggunakan
1 Penulis adalah dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Al-Aziziyah Kapek Gunungsari NusaTenggara Barat
2
model neo-modernis, yaitu model yang selalu mengembangkan pendidikan Islamdengan cara memahami ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qurandan al-Hadits kemudian menghubungkan dengan kondisi kontemporer saat ini,dan model purifikasi, yaitu model yang bermuara pada pemurnian ilmupengetahuan agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam Islam.
Kata kunci: manajemen konflik, TGH Munajib, pengembangan pendidikan Islam.
PrologPesantren merupakan sebuah sistem pendidikan Islam yang unik dan
khas di Indonesia, ia adalah institusi yang selalu hidup dan dinamis. Pesantren
yang selama ini dikenal tradisional, tertinggal, kurang tertata, kumuh dan
sebagainya, ternyata tidak selamanya benar. Karena terbukti, sampai saat ini
keberadaan pondok pesantren masih tetap diminati masyarakat dan tetap eksis
dari tahun ke tahun.
Sejarah pendidikan di Indonesia mencatat bahwa pondok pesantren
adalah bentuk lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Ada dua pendapat
mengenai awal berdirinya pondok pesantren di Indonesia, pendapat pertama
menyebutkan bahwa pondok pesantren di Indonesia berakar pada tradisi Islam
sendiri, dan pendapat kedua mengatakan bahwa sistem pendidikan model
pesantren adalah hasil kebudayaan Indonesia.2 Karena itu pesantren menjadi
sebuah institusi pendidikan yang unik dan luar biasa di Indonesia.
Sebagai lembaga pendidikan, pesantren telah eksis di tengah
masyarakat selama enam abad (mulai abad ke-15 hingga sekarang), dan sejak
awal berdirinya, ia menawarkan pendidikan kepada mereka yang masih buta
huruf. Pesantren pernah menjadi satu-satunya institusi pendidikan milik
masyarakat pribumi, yang memberikan kontribusi sangat besar dalam
membentuk masyarakat yang melek huruf (literlacy) dan melek budaya
(cultural literacy).3 Sebagai pendidikan agama, pesantren memilliki peran
multi fungsi, baik agen perubahan sosial, agen pemberdayaan ekonomi
2M. Darwam Raharjo, Pergulatan Dunia Pesantren Membangun Dari Bawah(Jakarta: LP3M, 1985), 268.
3Mujammil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi MenujuDemokratisasi Institusi (Jakarta: Erlangga, 2005), 22.
3
masyarakat maupun penjaga nilai moral. Keunikan inilah yang menyebabkan
pesantren tetap eksis.4
Pondok pesantren dengan berbagai harapan dan predikatnya, memiliki
tiga fungsi utama, yakni: pertama, sebagai pusat pengkaderan dan pencetak
pemikir-pemikir agama/’ulama (centre of excellence); kedua, sebagai lembaga
pencetak sumber daya manusia handal (human resources); dan ketiga, sebagai
lembaga yang memiliki kekuatan melakukan pemberdayaan pada masyarakat
(community empowerment).5
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan, bertujuan untuk
mengembangkan para santrinya ke arah yang lebih baik. Salah satu cara agar
tujuan tersebut dapat tercapai adalah dengan pelaksanaan manajemen yang
berkualitas. Manajemen pendidikan di pondok pesantren dipandang sebagai
suatu kebutuhan agar dapat tetap bertahan di tengah-tengah persaingan dan
globalisasi, serta sebagai landasan untuk perkembangan di masa yang akan
datang. Manajemen pendidikan memiliki peran penting agar pondok pesantren
dapat berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang telah di
tetapkan.
Suatu pandangan umum menyatakan bahwa manajemen adalah proses
mengintegrasikan sumber-sumber yang tidak berhubungan menjadi sistem
total untuk menyelesaikan tujuan. Yang dimaksud sumber di sini mencakup
orang-orang, media, bahan-bahan, uang dan sarana. Semuanya itu diarahkan
dan dikoordinasikan agar terpusat dalam rangka menyelesaikan tujuan.6
Pondok pesantren memiliki aktivitas-aktivitas tertentu dalam rangka mencapai
tujuannya sebagai institusi pendidikan Islam. Untuk itu, pengetahuan
4Soemanto, “Pondok Pesantren Kyai Ageng Solo: Otoritas Keagamaan,Pemberdayaan Ekonomi, dan Pendidikan”, Edukasi, Jurnal Penelitian Pendidikan Agama danKeagamaan Vol. 10 No. 1. Januari-april 2012, 34.
5 Djuhardi AS, Pengembangan Ekonomi Pesantren: Kasus PP. Al-Kautsar TenayanRaya Pekan Baru Riau” Edukasi, Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan Vol.VII No. 1. Januari-maret 2009, 88.
6Sri Banun Muslim, “Kemampuan Manajerial Tuan Guru dalam MenyelenggarakanPengajaran Bahasa Arab di Pondok Pesantren Nurul Hakim Kediri Lombok Barat” JurnalPenelitian Keislaman vol. 5 No. 2, Juni 2009, 348.
4
manajemen pendidikan Islam akan mengangkat dan menerapkan prinsip-
prinsip dasar dan llmu yang ada di dalam al-Quran dan al-Hadits.7
Pondok Pesantren merupakan lembaga dengan komunitas tersendiri,
di dalamnya hidup besama-sama sejumlah orang yang dengan komitmen
hati dan keikhlasan atau kerelaan mengikat diri dengan kyai, tuan guru,
buya, ajengan, abu, atau nama yang lainnya, untuk hidup bersama
dengan standard moral tertentu, membentuk kultur atau budaya tersendiri.
Sebuah komunitas di Pondok Pesantren minimal memiliki kyai (tuan
guru, buya, ajengan, abu), masjid, asrama (pondok), pengajian kitab
kuning atau naskah salaf tentang Ilmu-Ilmu keIslaman. Dalam
perkembangan selanjutnya beberapa Pondok Pesantren menyelenggarakan
pendidikan jalur sekolah.8 Untuk itu, sebagai sebuah institusi pendidikan,
pondok pesantren rentan dengan konflik karena menjadi sebuah komunitas
yang kompleks, yang dihuni oleh berbagai elemen-elemen tersebut.
Timbulnya konflik tidak hanya datang dari luar, namun dapat pula
muncul dan berkembang secara internal di pesantren. Karena itu, dalam
mengatasi masalah yang berkembang, dibutuhkan strategi pemecahan masalah
agar dapat terselesaikan dengan baik. Dalam semua kasus konflik, manajer
pendidikan Islam harus seorang peserta terampil dalam dinamika konflik antar
perorangan. Manajer pendidikan yang bersangkutan harus mampu mengenal
situasi-situasi yan memiliki potensi terjadinya konflik. Maka sang manajer
(pimpinan) harus mampu mendiagnosis situasi yang ada dan melaksanakan
tindakan-tindakan melalui komunikasi-komuniasi, dengan demikian, tujuan-
tujuan organisasinya dapat terpenuhi sebaik mungkin.9
Manajemen konflik sudah sering dilakukan oleh pondok pesantren,
terutama pesantren-pesantren yang sudah maju. Hanya saja perilaku
manajemen konflik ini tidak disadarinya, atau mungkin mereka menggunakan
istilah lain yang digunakan. Manjamen konflik, selama ini lebih sering dipakai
7Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam (Konsep, strategi, dan Aplikasi)(Yogyakarta: Teras, 2009), 2.
8 Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah (Jakarta:Departemen Agama, 2003), 1-2.
9 Departemen Agama RI, Pondok Pesantren…, 206
5
oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan ataupun lembaga pemerintah.
Sedangkan pondok pesantren masih jarang menggunakan istilah manajemen
konflik.
Pimpinan pondok pesantren yang dipegang kyai (tuan guru) memiliki
peran yang sangat penting dalam mengelola konflik, kemampuan
manajerialnya diperlukan untuk tidak hanya menekan atau memecahkan
semua konflik, tetapi mereka perlu memanaje sedemikian rupa, sehingga
aspek yang merugikan dapat diminimalisir dan aspek yang menguntungkan
dapat dikelola dengan baik.
Berdasarkan hal tersebut, salah satu tuan guru (kyai) yang mampu
mengelola konflik di pondok pesantren ialah TGH. Munajib Khalid. Ia
merupakan sosok pimpinan yang memiliki kemampuan untuk menjalin
komunikasi-komunikasi dalam mengelola konflik yang destruktif menjadi
konstruktik.
Tuan guru (Kiai) sebagai tokoh sentral sekaligus prasyarat sebuah
lembaga pendidikan Islam yang disebut pesantren, mengharuskan seorang
kyai (tuan guru) memiliki kedalaman ilmu agama dan ketinggian moral serta
akhlak yang mulia. Seiring dengan perkembangan Islam di Indonesia telah
melahirkan banyak ulama-ulama yang memiliki kemampuan tinggi dalam
menulis karya-karya Islam, baik berupa karya asli maupun terjemahan.
Begitu juga dengan Tuan Guru Haji Munajib Khalid, selain memiliki
kemampuan mengelola konflik, ia juga merupakan salah seorang kyai (Tuan
Guru) yang memiliki karya-karya Islam serta terjemahan kitab-kitab klasik
yang langsung ia tulis sendiri, seperti buku yang ia tulis dengan judul Islam
Agamaku Indonesia Kebangsaanku, buku Manasik Haji, Matan Marju al-
Shagir fi al-Ulumi al-tafs}ir, dan sebagainya .
Kharisma seorang tuan guru (kiai)), tidak hanya dirasakan di internal
pesantren saja, tetapi hampir diseluruh penjuru desa. Masyarakat
mendatanginya untuk meminta pendapat dan nasehat. Perkataannya seolah-
olah tidak terbantahkan sehingga hampir selalu dijadikan pedoman oleh
khalayak ramai. Mereka pun pada umumnya tidak terlalu mempersoalkan
6
mengenai apa dan bagaimana dasar pendapat kyai tersebut. Begitu besar
pengaruh seorang kyai sehingga setiap perilaku dan aktivitasnya pun dijadikan
standar nilai oleh masyarakatnya.10
Kepandaian dan pengetahuannya yang luas tentang Islam
menyebabkan tuan guru (kyai) selalu mempunyai pengikut, baik para
pendengar yang senantiasa menghadiri pengajian atau ceramahnya maupun
para santri yang tinggal di pondok sekitar rumahnya.11 Begitu juga seorang
Tuan Guru Munajib Khalid, memiliki pengetahuan yang luas tentang ilmu
agama serta tidak jarang ia mengaitkan antara ilmu agama dengan umum
ketika menyampaikan tausyiah ataupun mengisi majlis taklim.
Bermula dari posisi TGH Munajib Khalid yang saat ini menjadi ketua
yayasan di pondok pesantren Al-Halimy dan menjadi pimpinan di lembaga
pendidikan yang lain, tulisan ini mencoba menganalisi dan mencari formulasi
pertanggung jawaban (akuntabilitas) dari seorang tuan guru sebagai elit agama
dalam memanage konflik.
Metode PenelitianDilihat dari fokus dan ciri kajiannya penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif, pendekatan penelitian kualitatif adalah salah satu
pendekatan yang secara primer menggunakan paradigma pengetahuan
berdasarkan konstruktivis atau pandangan advokasi partisipatori atau
keduanya.12 Adapun yang dimaksud penelitian kualitatif adalah dimana
peneliti dalam melakukan penelitiannya menggunakan teknik-teknik
observasi, wawancara atau interview, analisis isi dan metode pengumpulan
data lainnya untuk menyajikan respons-respons dan prilaku subyek. Dalam
penelitian kualitatif peneliti tidak cukup hanya mendeskripsikan data
tetapi ia harus memberikan penafsiran atau interpretasi dan pengkajian
10Abdul Halim Soebahar, Modernisasi Pesantren: Studi TransformasiKepemimpinan Kyai dan Sistem Pendidikan Pesantren (Yogyakarta: PT. LKiS PrintingCemerlang, 2013), 71.
11Endang Turmudi, Perselingkuhan Kyai dan Kekuasaan (Yogyakarta: LKiS,2003). 95.
12Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif (Jakarta:Rajawali Press, 2010), 280.
7
secara mendalam (verstehen) setiap kasus dan mengikuti perkembangan
kasus tersebut.13
Profil TGH. Munajib Khalid dan Pondok Pesantren Al-HalimyTGH. Munajib Khalid lahir di sebuah dusun kecil yang bernama
Kebon Rusak (dulu), Kebon Indah (sekarang) Desa Sesela Kecamatan
Gunungsari Kabupaten Lombok Barat. Ia lahir pada malam Jumat, 12 Rabi’ul
Awwal 1367 Hijriyah, bertepatan dengan tanggal 31 Desember 1960 Masehi.
Munajib lahir dari pasangan TGH. Muhammad Khalid dengan Darmasitara
binti TGH. Muhammad Saruji, yaitu putri pertama dari TGH. Abdul Halim
dengan istrinya Siti Aisyah. Munajib kecil dididik oleh orang tuanya dari
mempelajari huruf hijaiyah, sampai menamatkan Madrasah Tsanawiyah An-
Najah Sesela Tahun 1975. Munajib kemudian ikut ujian Madrasah Tsanawiyah
Negeri di Pondok Pesantren Al-Ishlahuddiny Kediri Lombok Barat.14
Munajib kecil pernah sekolah di SDN 1 Gunungsari selama 1 tahun
pada tahun 1967, kemudian pindah ke SDN 1 Sesela tahun 1967 sampai kelas
V tahun 1971. Karena ingin bercita-cita menjadi hamba Allah dan
memperdalam ilmu agama, ia kemudian pindah ke madrasah Ibtida’iyah An-
Najah untuk memulai mempelajari ajaran Islam dengan mengkaji kitab kuning
yang diajarkan langsung oleh Tuan Guru pada waktu itu.
Munajib kecil bukanlah anak yang jenius atau memiliki IQ yang
tinggi, tetapi karena keinginan yang kuat untuk mempelajari Islam, dan
istiqomah ketika nyantri di Pondok Pesantren Al-Ishlahuddiny, melalui
bimbingan langsung dari Syekhul Allamah TGH. Ibrahim Al-Khalidy, munajib
kecil mampu mengimbangi teman-temannya yang pada umumnya sangat
jenius. Hanya lima tahun nyantri di Pondok Pesantren Al-Ishlahuddiny sejak
tahun 1975 s/d 1980, Munajib kemudian pulang kampung karena ditunggu
oleh Madrasah Tsanawiyah An-Najah yang pada saat itu, hanya memiliki
pendidikan formal dengan jenjang Madrasah Ibtida’iyah dan Madrasah
Tsanawiyah dengan jumlah murid 37 orang. Sambil mengabdikan diri di
13Setyosari, Pengantar Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: RajawaaliPress, 2010), 35.
14 Dokumentasi pribadi, dikutip pada tanggal 06 Desember 2014.
8
Madrasah An-Najah, Munajib mengambil kuliah di IAIN Mataram pada tahun
1980-1984.
Kuatnya kepercayaan, dan keteguhan dalam memegang amanah, serta
istiqomah dan pengaruh keilmuan yang dimiliki TGH. Munajib Khalid,
menjadi alasan dirinya dipercaya memegang amanah untuk menjadi Wakil
Ketua Dewan Suriyah Nahdhathul ‘Ulama NTB pada tahun 2012, ia juga
dipercaya menjadi Wakil Ketua MUI Lombok Barat 1999, Seksi Khidmah
FLSPP pondok pesantren berbasis agri bisnis, anggota majlis fatwa MUI NTB
2012 sampai sekarang, dan ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren
Berbasis Agribisnis NTB 2005.
Dari penelusuran peneliti di lapangan, TGH. Munajib Khalid
memiliki beberapa karya, baik karya sendiri atau pun terjemahan. Di
bawah ini beberapa karya TGH. Munajib Khalid, yaitu:
a.i.1. Tafsi>r da>rul kha>lidi> fi>
al-Tafsi>r al-Qura>n
a.i.2. Midra>ju al-s{agir fi> ‘ilmi
al-us}uli al-tafsi>r
a.i.3. Al-tafsi>ri fi> al-‘ilmu al-
us}u>li al-tafsi>r
a.i.4. Al-ana>shidu al-t{awilatu fi
‘ilmi al-nahwi> bi al-nazhmi al-t{awilati bi al-ijma>liyah
a.i.5. Al-ta’ri>fatu fi> al-‘ilmi al-
nahwi> al-mumaththalu bi al-a>yati al-shari>fatu
a.i.6. Al-muha>dathatu al-
yaumiyyatu bi> al-lughati al-‘ara>biyyati
a.i.7. Al-barqu al-khati>fatu
liyahtadi> bihi ila> al-dini> al-hanifi> al-Isla>mu dini>
a.i.8. Al-nas}a>ihu al-aula>di
liyaku>nu akhya>ru al-iba>di
a.i.9. Al-‘ulama>u
a.i.10. Al-Isla>mu dini>
9
a.i.11. Al-zillu al-mamdu>du li al-
s{ala>ti khaeri al-maulu>di
a.i.12. Al-s}alawa>tu al-
du’a>iyyati
a.i.13. Al-sirru al-s{alawa>ti
a.i.14. Al-naz}mu al-tama>mu
lisira>ti khaeri al-ana>m
a.i.15. Silsi>lati al-jaeni fi> ‘ilmi
al-‘aru>di wa al-qa>fiyati al-madhawijaeni
a.i.16. Al-irsha>du al-mauru>du
al-ka>fi litas{ili ‘ilmi al-‘a>rudi wa al-qawa>fi
a.i.17. Fiqhu al-s}iya>m
a.i.18. Fiqhu al-s{ala>t
a.i.19. Fiqhu al-zaka>t
a.i.20. Fiqhu al-nika>h
a.i.21. ‘ilmi fara>id}i bahasa sasak
a.i.22. Manasik ha>ji bahasa sasak
a.i.23. Gur baras kasagkur bahasa
sasak
a.i.24. Terjemah Matan Zubat
a.i.25. Terjemah al-fiya>h al-
ira>qiy
a.i.26. Islam agamaku Indonesia
kebangsaanku
a.i.27. Membedah kelambu lima
pilar islam
a.i.28. Alasan ‘ulama ahlussunnah
tentang tajhiz al-jana>zah.
Sewaktu belajar, TGH. Munajib Khalid memiliki beberapa catatan
tentang kitab-kitab yang pernah dikhatam pada guru-gurunya, yaitu:
1) Tafsi>r jalalaen pada TGH. Ibrahim Khalidy pada tahun 1978
10
2) Hashiah Ibnu Aqi>l pada TGH. Ibrahim Khalidy pada tahun
1978
3) Madariju al-Su’ud pada TGH. Muhammad Idris pada tahun
1979
4) Mutammimah pada TGH. Muhammad Idris pada tahun 1979
5) Riya>du al-salih}i>n pada TGH. Muhammad Idris pada tahun
1979.
6) Asmawi pada TGH. Muhammad Idris pada tahun 1979
7) Sitti>n pada TGH. Abdul Karim pada tahun 1978
8) Az{hary pada TGH. Abdul Hafiz pada tahun 1978
9) Tahri>r pada TGH. Abdul Hafiz pada tahun 1979
10) Matan rah}biyah pada TGH. Nawai pada tahun 1978
11) Taqri>bu al-Maqsi>d pada TGH. Nawai pada tahun 1978
12) Ta’li>mu al-muta’alli>m pada TGH. Sahabuddin pada tahun
1978
13) Tija>nuddarori pada TGH. Abdurrauf pada tahunn 1979
14) Waraqat pada TGH. Abdul Kamil pada tahun 1978
15) Idahul mubh{a pada TGH. Mazhar pada tahun 1978
16) Qawa>’idullugah arabiyah Ust Rahmatullah pada tahun 1978.15
Konflik yang Terjadi di Pondok Pesantren Al-Halimy
Sebagai kumpulan atas beberapa orang, maka pondok pesantren Al-
Halimy tidak bisa terlepas dari interaksi para anggotanya. Dalam memahami
peran dan bergaul satu sama lain itulah konflik sering kali muncul. Adapun
konflik yang terjadi di pondok pesantren Al-Halimy dapat peneliti
klasifikasikan sebagai berikut:
1. Sumber Konflik
Pada dasarnya, konflik yang muncul lahir dari segala macam
perbedaaan kepentingan, perbedaan tujuan serta perbedaan pandangan
dari interaksi antara individu. Hal tersebut akan melahirkan sebuah
15 Dokumentasi pribadi, Profil TGH. Munajib Khalid, dikutip pada tanggal 26Nopember 2014.
11
konflik yang kondisi dan suasana tidak kondusif lagi untuk
menjalankan sebuah organisasi pondok pesantren, kecuali para actor
penyelenggara pendidikan Islam di lembaga pesantren tersebut mampu
memanage (mengatur) konflik tersebut menjadi sebuah hal yang
positif, yang dapat menjadi bahan evaluasi untuk menjadi lebih baik.
Ada beberapa konflik yang terjadi di pondok pesantren Al-
Halimy, antara lain:
a. Komunikasi
Konflik sering kali disebabkan oleh komunikasi yang
buruk, akan tetapi banyak persoalan yang akan bisa terselesaikan
dengan komunikasi yang baik. Di pondok pesantren Al-Halimy,
komunikasi antar personal pimpinan yang memegang kebijakan
belum bisa terealisasikan dengan baik, hal ini terlihat dari
perkembangan pondok pesantren Al-Halimy yang statis tanpa
memiliki kemajuan yang pesat jika dibandingkan dengan pondok
pesantren lain yang seumuran dengan pondok pesantren Al-
Halimy. karena itu komunikasi yang baik perlu dibangun untuk
menjadikan pondok pesantren Al-Halimy menjadi pesantren yang
lebih berkembang.
b. Perbedaan dalam pandangan
Perbedaan adalah hal yang wajar, perbedaan akan
melahirkan kekuatan atau kelemahan dan ini bergantung pada
pribadi dalam menyikapi perbedaan. Dengan demikian, hal
terpenting bukanlah melihat perbedaan, melainkan bagaimana
mampu menyikapi setiap perbedaan.16
Perbedaan pendapat dan pandangan dalam setiap kegiatan,
dan musyawarah di pondok pesantren Al-Halimy, merupakan
bentuk kepedulian terhadap pesantren dan ingin memajukannya.
Menghormati perbedaan berarti menciptakan sebuah kesadaran
16 Sumartono Mulyodiharjo, The Power Of Communication (Jakarta: PT Elex MediaKomputindo, 2010), 81.
12
untuk tidak mempertentangkan perbedaan, melainkan sebagai jalan
untuk mempererat, memahami atau mempertemukan keinginan-
keinginan yang saling menguntungkan. Dengan kesadaran, para
pimpinan pondok pesantren Al-Halimy akan mampu menjelma
menjadi pribadi yang komunikatif. Artinya bahwa, kesadaran
merupakan proses intrenalisasi diri yang memunculkan sikap
menghargai. Selain itu, akan muncul kesadaran bahwa
keberadaannya sangat didukung oleh orang lain.
Manajemen konflik TGH. Munajib Khalid dalam pengembangan
pendidikan Islam di Pondok Pesantren Al-Halimy
Manajemen konflik penting sekali diwujudkan, mengingat banyak
pondok pesantren yang mengalami konflik internal, yakni konflik antar
pengurus, konflik antar pewaris kepemimpinan seperti antara anak dengan
menantu, dan konflik yang melibatkan pihak-pihak lainnya. Pada umumnya,
konflik itu terjadi karena berebut pengaruh. Kalau tidak dikelola, konflik
tersebut akan semakin parah dan bisa mengarah kepada kehancuran.
Sebaliknya, jika konflik itu dikelola, akan menimbulkan persaingan yang
sehat, yang berujung pada pencapaian prestasi.
Dalam organisasi apa pun, konflik seharusnya dipandang secara
positif, konflik merupakan bagian integral dari dinamika organisasi yang dapat
membuat organisasi semakin dewasa. Lebih dari itu, bagaimana pun konflik
tidak dapat dihapuskan atau dilenyapkan. Selaten atau sepotensial apa pun,
konflik bukanlah musuh, melainkan realitas yang harus dikelola.17 Begitu di
pondok pesantren Al-Halimy, konflik yang terjadi seharusnya menjadi sebuah
pemicu untuk menjadi pemicu dalam membangun pondok pesantren menjadi
lebih baik.
TGH. Munajib Khalid senantiasa menginginkan kepada semua
komunitas pada lembaga pendidikan pondok pesantren Al-Halimy agar
bersatu padu seperti organ tubuh manusia. Masing-masing dari anggota tubuh
17Muhammad Alfan Alfian Mahyudin, Menjadi Pemimpin Politik (Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama, 2009), 299.
13
memiliki fungsi dan perannya sendiri, saling membantu, saling terkait dan
memiliki hati, perasaan dan fikiran yang satu. Seluruh unsur hendaknya
membangun sinergi saling memperkokoh, saling menutupi kelemahan dan
saling mendukung dalam mendorong perkembangan pondok pesantren Al-
Halimy.
Akan tetapi, TGH. Munajib Khalid juga menyadari, di dalam
organisasi pondok pesantren yang begitu besar, terdapat banyak keinginan,
pendapat serta pandangan yang berbeda-beda. Hal tersebut memberikan
peluang terjadinya sebuah konflik. Untuk mengelola konflik tersebut, perlu
dilakukan sebuah dialog terbuka yaitu dengan cara pertukaran pendapat, fakta,
dan persepsi secara verbal di antara semua orang yang terlibat dalam masalah.
Selama proses dialog, pembahasan akan bekisar pada akibat dan manfaat yang
ada pada setiap langkah pemecahan masalah yang kreatif. Unsur kompromi
memainkan peranan penting dalam proses dialog sehingga keputusan yang
dibuat dapat disetujui besama.18
Dialog dan musyawarah menjadi hal yang sangat penting dilakukan
TGH. Munajib dalam mengelola konflik yang ada, karena sesungguhnya
musyawarah pada dasar telah diajarkan di dalam Islam dan memiliki peran
penting dalam perkembangan Islam selanjutnya. Hal ini termuat di dalam al-
Quran Surah A>li Imra>n [3] 159, dijelaskan:
“Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
18 National Safety Council, Stress Management, Terj. Palupu Widyastuti (Jakarta:EGC, 2004), 59.
14
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad,
Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang bertawakkal kepada-Nya.”19
Kewajiban seorang tuan guru sebagai pompinan pondok pesantren
dalam mengambil keputusan berdasarkan musyawarah adalah hal yang sangat
penting. Karena keputusan seorang tuan guru akan sangat mempengaruhi
stabilitas pondok pesantren yang dipimpinnya. Karena itu dalam menghadapi
perbedaan pendapat yang akan menimbulkan konflik, perlu dikembangkan
etika sebagai berikut:
1. Melihat perbedaan yang mau tidak mau harus diterima.
2. Melihat bahwa pendapat yang dikemukakan oleh diri sendiri dan
orang lain sebagai hal yang mungkin mengandung kebenaran dan
kesalahan.
3. Bersikap terbuka, yakni mau menerima pendapat, saran, dan kritik
orang lain, karena dalam pendapat dimungkinkan terdapat
kekeliruan.
4. Bersikap objektif, yakni lebih berorientasi mencari kebenaran dan
bukan mencari pembenaran.
5. Tidak melihat perbedaan pendapat sebagai permusuhan atau
pertentangan melainkan sebagai khazanah dan kekayaan yang amat
berguna untuk memecahkan berbagai masalah.
6. Tetap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang universal seperti
persaudaraan, kejujuran, keadilan, kebenaran dan sebagainya.20
Manajemen konflik TGH. Munajib Khalid melalui musyawarah
memiliki nilai pendidikan yang sangat bermanfaat bagi setiap orang yang
diajak bermusyarah. Karena bermusyawarah merupakan salah satu perintah
19Departemen Agama, al-Quran dan Terjemahnya…, 103.20 Abuddin Nata, Manajemen Pendididkan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan
Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 238.
15
Allah Swt. Maka pasti memiliki hikmah yang besar terhadap siapa saja yang
menjalankannya.
TGH. Munajib Khalid dalam mengelola konflik selalu dengan
bermusyawarah, ikhtiar, penenangan (smoothing), win-win solution, dan
terakhir spiritual. Penangan terhadap kedua belah pihak yang berkonflik
dilakukan untuk menekan situasi dan kondisi di luar kendali. win-win solution
cara mengatasi masalah konflik dengan arif dan bijaksana, karena dengan
kemenangan bersama tanpa ada satu pun yang merasa dikalahkan.21 Dan
terakhir Spiritual, yang dilakukan ketika permaslahan-permasalahan sudah
tidak dapat diselesaikan. Langkah terakhir ini selalu dilakukan TGH. Munajib
Khalid dalam setiap moment yang sudah tidak bisa diselesaikan melalui jalan
musyawarah. Spritualitas ini sering menjadi sumber tenaga yang membuat
seseorang dapat mengatasi konflik dan berhasil dalam kehidupan sehari-hari.22
Mendekatkan diri kepada Allah Swt. Adalah bentuk ikhtiar dalam mengelola
konflik agar tidak berkepanjangan.
Dalam pengembangan pendidikan Islam di pondok pesantren Al-
Halimy, TGH. Munajib Khalid berusaha mengelola konflik agar tidak
menghambat segala bentuk aktivitas untuk pengembangan pendidikan Islam.
Ia mempersiapkan sarana agar pelaksanaan pengkajian Islam lebih berkualitas,
dengan membangun mushalla sebagai sarana pendidikan dan pengajaran.
Salah satu wujud langkah nyata dalam kegiatan pengembangan pendidikan
Islam adalah tentunya dengan melakukan kegiatan pembangunan sarana dan
prasarana sebagai media dalam mendukung setiap kegiatan pengembangan
pendidikan Islam.
Selain hal tersebut, dalam upaya pengembangan pendidikan Islam,
TGH. Munajib Khalid membangun pondok pesantren Banu Sanusi dengan
harapan pendidikan Islam dan dakwah akan lebih banyak bermunculan. Hal
ini menimbulkan konflik dari berbagai pihak di pondok pesantren Al-Halimy,
21 Sri Haryanto S. Nugroho, Meditasi Bagi Para Eksekutif (Yogykarta: Kanisius,2009), 11.
22 Karen M. Stolte, Diagnosa Keperawatan Sejahtera, Terj. Eni Novieastari(Jakarta: EGC, 2001), 41.
16
akan tetapi dengan niat yang tulus untuk mengembangkan pendidikan Islam,
TGH. Munajib Khalid memantapkan diri untuk berjuang dengan caranya
sendiri.
Model Pengembangan Pendidikan Islam TGH. Munajib Khalid di Pondok
Pesantren Al-Halimy
TGH. Munajib Khalid melakukan berbagai usaha dalam rangka
pengembangan pendidikan Islam, karena menurutnya pengembangan
pendidikan Islam merupakan ibadah yang harus dikerjakan. Kerena melalui
pengembangan pendidikan Islam, akan mampu memberikan kontribusi yang
signifikan bagi pembangunan masyarakat. TGH. Munajib Khalid telah mampu
membuktikan dirinya sebagai pengembang pendidikan Islam melalui kuantitas
dan kualitas pendidikan Islam. Secara kuantitas, TGH. Munajib Khalid
mampu memperluas pendidikan Islam melalui lembaga-lembaga yang
dipimpinnya, sedangkan secara kualitas TGH. Munajib Khalid berusaha
menghasilkan karya-karya Islam yang berkualitas baik berupa terjemahan
maupun karya sendiri. Hal tersebut dilakukan dengan niat untuk menyebarkan
syi’ar melalui pengembangan pendidikan Islam.
Pengembangan pendidikan Islam di pondok pesantren Al-Halimy
yang dilakukan TGH. Munajib Khalid diharapkan mampu menciptakan
ukhuwah isla>miyah dalam arti luas, yakni persaudaraan yang bersifat Islami,
bukan sekedar persaudaraan antar uamt Islam sebagaimana yang selama ini
difahami, serta mampu membentuk kesalehan pribadi sekaligus kesalehan
sosial.
Dalam pengembangan pendidikan Islam, TGH. Munajib Khalid
melakukannya dengan beberapa model, seperti:
1. Model Neo-Modernis
Jargon yang sering dikumandangkan adalah “al-
muha>fazatu ‘ala al-qadi>m al-s{alih wa al-akhdhu bi al-jadi>d
al-Asla>>h”, yakni memelihara hal-hal yang baik yang telah ada
sambil mengembangkan nilai-nilai baru yang lebih baik.
17
Kata “al-muha>fazah ‘ala al-qadi>m al-s}a>lih”
menggaris bawahi adanya adanya unsur perennialism dan
essensialism, yakni sikap regresif dan konservatif terhadap nilai-
nilai Ilahi dan nilai-nilai Insani (budaya dan manusia) yang telah
ada yang telah dibangun serta dikembangkan oleh para pemikir dan
masyarakat terdahulu. Tetapi sikap-sikap tersebut muncul setelah
dilakukan kontekstualisasi, dalam arti mendudukkan khazanah
intelektual Muslim klasik dalam konteksnya. Hal-hal yang
dipandang relevan akan dilestarikan, sebaliknya yang kurang
relevan akan disikapi dengan cara “al-akhdhu bi al-jadi>d al-
Asla>h” ini menunjukkan adanya sikap dinamis dan progresif serta
sikap rekonstruktif walaupun tidak bersikap radikal.23
Modernitas mempunyai pengaruh yang besar terhadap
kehidupan manusia dalam berbagai aspek, baik aspek ekonomi,
politik, budaya, sosial bahkan pendidikan. Tantangan yang
dihadapi oleh masyarakat sesungguhya secara tidak langsung
menjadi tantangan pendidikan Islam.
2. Model Tradisionalis Mazhabi
Dalam pandangan pemikiran model tradisional salafi,
ajaran-ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam Al-
Qur’an dan Sunah dipahami melalui bantuan khazanah pemikiran
Islam klasik, tetapi sering kali kurang begitu memperhatikan
situasi historis dan sosiologis masyarakat setempat di mana ia turut
hidup di dalamnya. Tradisionalis Mazhabi menitkberatkan pada
hasil pemikiran ulama’ terdahulu dianggap sudah pasti dan
absolute tanpa mempertimbangkan dimensi historisitasnya.
Pola pikirnya selalu bertumpu pada hasil ijtihad ulama’
terdahulu dalam menyelesaikan persoalan ketuhanan,
kemanusiaan, dan kemasyarakatan pada umumnya. Kitab kuning
menjadi rujukan pokok, dan sulit untuk keluar dari mazhab atau
23 Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi…, 31.
18
pemikiran keislaman yang terbentuk beberapa abad lalu. Model
pemikiran ini lebih menonjolkan wataknya yang tradisional dan
mazhabi. Watak tradisionalnya diwujudkan dalam bentuk sikap dan
cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada
nilai-nilai, norma dan adat kebiasaan serta pola-pola pikir yang ada
secara turun menurun dan tidak mudah terpengaruh oleh situasi
sosio historis masyarakat yang sudah mengalami perubahan dan
perkembangan sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sedangkan watak mazhabinya diwujudkan dalam bentuk
kecenderungannya untuk mengikuti aliran, pemahaman atau
doktrin, serta pola-pola pemikiran sebelumnya yang dianggap
sudah relative mapan.
EpilogPondok pesantren Al-Halimy merupakan pondok pesantren yang tetap
eksis di tengah berbagai tantangan modernitas. Akan tetapi, konflik yang terjadi di
pondok pesantren Al-Halimy tetap ada sebagai bentuk dinamika perkembangan
pondok pesantren. Adapaun konflik yang terjadi di pondok pesantren Al-Halimy
yaitu konflik yang bersumber dari perbedaan pendapat atau pandangan dan
komuikasi yang kurang maksimal antar pimpinan tertinggi dengan bawahannnya.
Selain itu konflik yang terjadi di pondok pesantren Al-Halimy adalah konflik
antar organisasi, serta hubungan dengan pondok pesantren Banu Sanusi sebagai
pecahan pondok pesantren Al-Halimy, kurang baik sebagai pondok pesantren
yang pernah bersama-sama hidup dalam satu wadah lembaga pendidikan Islam.
Manajemen konflik TGH. Munajib Khalid dalam pengembangan
pendidikan di pondok pesantren Al-Halimy menjadi hal yang harus dilakukan
sebagai unsur pimpinnan sekaligus icon tokoh sentral bagi pengembangan
pendidikan Islam di pondok pesantren Al-Halimy. upaya untuk mengelola konflik
selalu diselesaikan melalui upaya musyawarah mufakat. Akan tetapi, jika hal
tersebut tidak dapat terselesaikan, musyawarah belum mampu menyelesaikan
masalah, maka TGH. Munajib melakukan proses penenangan (smoothing) yaitu
cara yang lebih diplomatis untuk menenangkan kedua belah pihak yang
19
berkonflik. Setelah itu, hal yang dilakukannya ialah dengan jalan yang terbaik
yaitu win-win solution, tanpa ada yang merasa menang atau pun kalah. Dalam
pengembangan pendidikan Islam yang dilakukan TGH. Munajib Khalid, ia
berusaha meminimalisir segala bentuk konflik yang terjadi di pondok pesantren
Al-Halimy, dengan modal keikhlasan dan kesabaran dan kedalaman ilmu yang
dimiliki, TGH. Munajib Khalid tidak alergi dengan kritikan atau perbedaan
pendapat. Ia selalu terbuka menerima masukan demi pengembangan pendidikan
Islam. Karena baginya, pengembangan pendidikan Islam merupakan bagian dari
ibadah kepada Allah Swt yang harus dilakukan. Selain itu, untuk pengembangan
pendidikan Islam, TGH. Munajib Khalid berupaya berkarya untuk memajukan
ilmu pegetahuan dan mempersiapkan kader-kader yang akan meneruskan
perjuangannya selama ini.
20
DAFTAR PUSTAKADepartemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, Jakarta:
Departemen Agama, 2003.
Djuhardi AS, Pengembangan Ekonomi Pesantren: Kasus PP. Al-Kautsar Tenayan
Raya Pekan Baru Riau” Edukasi, Jurnal Penelitian Pendidikan Agama
dan Keagamaan Vol. VII No. 1. Januari-maret 2009.
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif (Jakarta:
Rajawali Press, 2010.
Mahyudin Muhammad Alfan Alfian, Menjadi Pemimpin Politik, Jakarta: PT
Soebahar Abdul Halim, Modernisasi Pesantren: Studi Transformasi
Kepemimpinan Kyai dan Sistem Pendidikan Pesantren, Yogyakarta: PT.
LKiS Printing Cemerlang, 2013.
Muhaimin. Pemikiran dan Akutualisasi Pegembangan Pendidikan Islam, Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2012.
Muslim Sri Banun, “Kemampuan Manajerial Tuan Guru dalam
Menyelenggarakan Pengajaran Bahasa Arab di Pondok Pesantren Nurul
Hakim Kediri Lombok Barat” Jurnal Penelitian Keislaman vol. 5 No. 2,
Juni 2009.
Mulyodiharjo Sumartono, The Power Of Communication, Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2010.
21
Nata Abuddin, Manajemen Pendididkan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan
Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
National Safety Council, Stress Management, Terj. Palupu Widyastuti, Jakarta:
EGC, 2004.
Nugroho Sri Haryanto S., Meditasi Bagi Para Eksekutif, Yogykarta: Kanisius,
2009.
Raharjo M. Darwam, Pergulatan Dunia Pesantren Membangun Dari BawaH,
Jakarta: LP3M, 1985.
Soemanto, “Pondok Pesantren Kyai Ageng Solo: Otoritas Keagamaan,
Pemberdayaan Ekonomi, dan Pendidikan”, Edukasi, Jurnal Penelitian
Pendidikan Agama dan Keagamaan Vol. 10 No. 1. Januari-april 2012.
Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam (Konsep, strategi, dan Aplikasi),
Yogyakarta: Teras, 2009.
Setyosari, Pengantar Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rajawaali Press,
2010.
Stolte Karen M., Diagnosa Keperawatan Sejahtera, Terj. Eni Novieastari, Jakarta:
EGC, 2001.
Turmudi Endang, Perselingkuhan Kyai dan Kekuasaan, Yogyakarta: LKiS, 2003.
Qomar Mujammil, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi, Jakarta: Erlangga, 2005.