manajemen keuangan daerah dalam era otonomi daerahhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... ·...

260
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/331175046 MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAH Book · January 2019 CITATIONS 113 READS 2,691 5 authors, including: Some of the authors of this publication are also working on these related projects: Ekonomi Mikro dalam Dunia Usaha View project Akhmad Pide Universitas Muhammadiyah Makassar 60 PUBLICATIONS 133 CITATIONS SEE PROFILE All content following this page was uploaded by Akhmad Pide on 25 February 2019. The user has requested enhancement of the downloaded file.

Upload: others

Post on 02-Aug-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/331175046

MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAH

Book · January 2019

CITATIONS

113READS

2,691

5 authors, including:

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Ekonomi Mikro dalam Dunia Usaha View project

Akhmad Pide

Universitas Muhammadiyah Makassar

60 PUBLICATIONS   133 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Akhmad Pide on 25 February 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.

Page 2: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

1

MANAJEMEN

KEUANGAN DAERAH

DALAM ERA OTONOMI

DAERAH

SEBUAH KAJIAN TEORITIS DAN EMPITIS

Dr. Akhmad, S.E., M.Si

2019

Page 3: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

2

Manajemen Keuangan Daerah

Dalam era Otonomi Daerah

Penulis : Dr. Andi Hamsiah M.Pd

Editor : Amir, S.E., M.Si

Desain Cover : Abdul Kodir, M.Pd

Diterbitkan Pertama Kali Oleh :

Azkiya Publishing

Prum Bukit Golp Arcadia Housing F6 No 10

Leuwinaggung Gunung Putri Bogor

Bekerjasama dengan Colli Puji’e FKIP

Sastra UNIBOS

Didistribusikan Oleh:

Pustaka AQ

Nyutran MG II 14020 Yogyakarta

[email protected] HP 0895603733059

ISBN : 978-623-7021-29-2

14x21 cm = 252 halaman

Cetakan Pertama Pebruari 2019

Sanksi pelanggaran pasal 44, Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-undag No.6 Tahun 1982 tentang hak cipta.

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Page 4: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

3

KATA PENGANTAR

uji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt,

karena dengan izin dan petunjuknya jualah

sehingga penulis dapat menulis buku ini dengan

judul: Manajemen Keuangan Daerah Dalam Era

Otonomi Daerah: Sebuah Kajian Teoritis dan

Empitis.

Pelaksanaan otonomi daerah pada dasarnya

memberikan ruang kepada pemerintah daerah dalam

mengelola pemeritahaan berdasarkan potensi yang

dimiliki oleh daerah yang bersangkitan. Oleh karena

itu pemerintah daerah diharapkan dapat pemberian

pelayanan pablik secara optimal. Faktor keuangan

merupakan faktor yang sangat penting dan menjadi

penentu terhadap berhasil tidaknya pelaksanaan otonomi

daerah.

Dalam era otonomi daerah dewasa ini pengelolaan

keuangan daerah dirumuskan dalam bentuk Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD yang

dibuat oleh pemerintah daerah dengan persetujuan

Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) mencerminkan

kemampuan keuangan daerah serta menjadi

parameter kinerja pemerintahan daerah. Oleh karena

itu, dalam pengelolaan keuangan dan aset daerah, maka

penerapan-prinsip good governance bagi pemerintah

daerah sangat dibutuhkan.

Biasanya kenaikan pendapatan berkorelasi

positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan

demikian kenaikan pendapatan asli daerah yang akan

menjadi sumber penganggaran berkorelasi terhadap

P

Page 5: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

4

pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Berbicara

pertumbuhan ekonomi sangat erat terkait dengan

sejauhmana kapabilitas daerah dalam menarik investasi

di daerah. Idealnya, desentralisasi keuangan membawa

harapan kepada peningkatan investasi yang akan

mendorong roda perekonomian di daerah.

Buku ini muncul guna utuk memenuhi

kebutuhan mahasiswa dan para praktisipada

pemeritahan daerah akan kebutuhan buku teks di

bidang Manajemen Keuangan Daerah dalam Era

Otonomi Daerah dewasa ini. Di sampingitu buku juga

cocok untuk para para pelaku keuangan dearah

terutama para kepala Dinas dan anggota DPRD yang

sadar akan pentingnya pengelolaan keuangan daerah

yang akuntabel dan transparan.

Buku ini dimulai dari Konsep desentralisasi,

kemudian dijelaskan tentang pengertian keuangan

daerah, selanjutnya diuraikan bagaimana mengelaola

keuangan daerah yang dimulai dari penyusunan

Anggaran pendapatan dan Belanja Negara sampai pada,

kenerja keuangan daerah, penilaian beban kerja dan

biaya serta analisis perkebangan APBD. Pada bagian

akhir buku ini penulis memaparkan ringkasan hasil

penelitian penulis tentang dampak pengeluaran

pemerintah daerah terhadap perekonomian di Provinsi

Sulawesi Selatan.

Buku ini dapat terlaksana atas dorongan dari

beberapa teman sejawat. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada: Bapak; Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani,

M.Si., Dr. Rusydi, SE., M.Si., Dr. Bustang, M.Si,

Ismail Rasulong, S.E., M.M., Dr. Buyung Romadhoni,

S.E., M.Si. Khusus kepada Istri saya yang tercinta

Rahmawaty Gaffar, S.E. sehingga karya ini dapat

Page 6: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

5

terwujud menjadi suatu buku referensi.

Pada kesempatan ini pula penulis mengharapkan

masukan dan kritik yang sifatnya membangun demi

penyempurnaan buku ini pada edisi selanjutnya.

Page 7: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

6

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................... 3

Daftar Isi ............................................................... 7

BAB I

Desentralisasi Fiskal ............................................. 9

A. Desentralisasi Keuangan ......................... 17

BAB II

Keuangan Daerah ................................................ 32

A. Pengertian Keuangan daerah ................... 32

B. Hubungan Antara Keuangan Daerah

dengan keuangan Negara ........................ 33

C. Pengelola Keuangan Daerah ................... 35

BAB III

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ......... 47

A. Fungsi-Fungsi Anggaran daerah ............. 49

B. Prinsip-prinsip Anggaran Daerah ............ 50

C. Struktur APBD ........................................ 51

BAB IV

Penyusunan APBD .............................................. 54

A. Siklus Anggaran ...................................... 54

B. Penyusunan Rancangan APBD ............... 55

BAB V

Manajemen Penerimaan daerah .......................... 79

A. Pendapatan Asli Daerah .......................... 81

B. Dana Perimbangan ................................. 103

C. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah 116

Page 8: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

7

BAB VI

Analisis Potensi Penerimaan dari Pendapatan

Asli Daerah ......................................................... 119

A. Potensi Pajak Hotel ................................ 120

B. Pajak rtestoran ........................................ 123

C. Pajak Parkir ............................................ 125

D. Pajak Hiburan ......................................... 127

E. Retribusi Daerah ..................................... 130

BAB VII

Manajemen Pengeluaran Daerah ........................ 135

BAB VIII

Laporan Keuangan Daerah ................................. 150

A. Laporan Realisasi Anggaran .................. 152

B. Catatan Atas Laporan Keuangan ............ 162

BAB IX

Kinerja Keuangan Daerah .................................. 164

A. Analisis Rasio Keuangan Daerah ........... 169

B. Rasio Kemandirian keuangan Daerah .... 171

C. Rasio Efektivitas dan Efiensi Keuangan

Daerah .................................................... 173

D. Rasio Efesiensi Keuangan Daerah ......... 173

E. Rasio Keserasian belanja ........................ 175

F. Kesejahtraan Masyarakat ....................... 176

G. Konsep Value for Money Sektor Publik 180

H. Indikator Kesejahtraan masyarakat ........ 181

BAB X

Penilaian Kewajaran beban Kerja dan Biaya ...... 185

A. Pendekatan Prestasi Kerja ...................... 185

B. Prinsip-prinsip Anggaran

Page 9: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

8

Berbasis Kinerja ..................................... 188

BAB XI

Analisis Perkembangan APBD .......................... 194

A. Trend APBD .......................................... 194

B. Ruang Fisikal ......................................... 202

C. Rasio Ketergantungan daerah ................ 207

BAB XIII

Dampak Pengeluaran Pemerintah Daerah

Terhadap Kemiskinan di Provinsi Sulawesi

Selatan Indonesia ............................................... 211

A. Pendahuluan ........................................... 213

B. Data dan Metodologi .............................. 218

C. Hasil Penelitian ...................................... 223

DAFTAR PUSTAKA ....................................... 252

Page 10: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

9

BAB I

DESENTRALISASI FISKAL

erawal dari krisis moneter dan ekonomi serta

pergolakan politik yang timbul pasca

lengsernya rezim Soeharto yang sentralistik dan

otoriter, Indonesia mengambil langkah raksasa dengan

melakukan desentralisasi politik dan fiskal. Pemerintah

dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merespon

permintaan desentralisasi yang semakin keras, dengan

mengesahkan dua undang-undang pada bulan April

1999, dan menetapkan tanggal 1 Januari 2001, sebagai

mulai dilaksanakannya desentralisasi di Indonesia. Bank

Dunia (2007), menyebut program desentralisasi di

Indonesia termasuk program besar dan disebut sebagai

big bang decentralization.

Sejak tahun 2001 bangsa Indonesia memulai

babak baru penyelenggaraan pemerintahan, ketika

diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah,

yaitu Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

pemerintahan daerah, kemudian direvisi dengan

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, dan Undang-

Undang Nomor 25 tahun 1999, tentang perimbangan

keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yang

selanjutnya direvisi dengan Undang-Undang Nomor 33

tahun 2004.

B

Page 11: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

10

Konsekuensi dari Undang-Undang Otonomi

Daerah, maka sejak tahun 2001, otonomi daerah

dilaksanakan di seluruh provinsi dan kabupaten/kota di

Indonesia. Rasyid (1998), mengemukakan bahwa hal

yang diharapkan dari otonomi daerah adalah pemberian

pelayanan publik yang lebih memuaskan,

mengakomodasi partisipasi masyarakat, pengurangan

beban pemerintah pusat, menumbuhkan kemandirian

dan kedewasaan daerah, serta menyusun program yang

lebih sesuai dengan kebutuhan daerah. Jadi kebutuhan

dan kondisi masyarakat merupakan inspirasi pertama

dan utama dalam setiap kegiatan pemerintah daerah.

Sebelum era reformasi, berlaku UU No. 5 tahun

1974 tentang Pemerintahan Daerah. Pada saat itu,

terjadi turbulensi di bidang politik, ekonomi, sosial dan

budaya, sampai diundangkannya UU No. 22 tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah. Setelah itu, kini telah

berlaku UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah.

Membandingkan pokok-pokok pikiran antara UU

No. 5 tahun 1974 dengan UU No. 22 tahun 1999 dan

UU No. 32 tahun 2004, ada perbedaan mendasar.

Pertama, dari sisi filosofis. UU No. 32 tahun

2004 filosofinya adalah keseragaman atau uniformitas,

sedangkan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 32 tahun

2004 filosofinya adalah keanekaragaman dalam

kesatuan.

Kedua, dari aspek pembagian satuan

pemerintahan. UU No. 5 tahun 1974 menggunakan

Page 12: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

11

pendekatan tingkatan (level approach), ada Daerah

Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Sedangkan, UU No 22

tahun 1999 menggunakan pendekatan besaran dan isi

otonomi (size and content approach), ada daerah yang

besar dan ada daerah yang kecil berdasar kemandirian

masing-masing, ada daerah dengan isi otonomi terbatas

dan ada daerah yang otonominya luas. Sementara, UU

No. 32 tahun 2004 menggunakan pendekatan besaran

dan isi otonomi (size and content approach),dengan

menekankan pada urusan yang berkeseimbangan

dengan azas eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi.

Ketiga, fungsi utama pemerintahan daerah,

menurut UU No. 5 tahun 1975 adalah sebagai promotor

pembangunan, sedangkan menurut UU No. 22 tahun

1999 sama dengan UU No. 32 tahun 2004 yaitu sebagai

pemberi pelayanan masyarakat.

Keempat, terkait dengan penggunaan azas

penyelenggaraan pemerintah daerah. Menurut UU No. 5

tahun 1974 adalah seimbang antara desentralisasi,

dekonsentrasi dan tugas pembantuan pada semua

tingkatan. Sementara pada UU No. 22 tahun 1999,

desentralisasi terbatas pada daerah provinsi dan pada

luas daerah kabupaten/kota, dekonsentrasi terbatas pada

kebupaten/kota dan luas pada provinsi, tugas

pembantuan yang seimbang pada semua tingkatan

pemerintahan sampai ke desa. Sedang, menurut UU No.

32 tahun 2004, desentralisasi diatur berkesinambungan

antara daerah provinsi, kabupaten/kota, desentralisasi

Page 13: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

12

terbatas pada kabupaten/kota dan luas pada provinsi,

tugas pembantuan berimbang pada semua tingkatan

pemerintahan.

Bagaimanapun, otonomi Daerah merupakan

kewenangan untuk membuat kebijakan (mengatur) dan

melaksanakan kebijakan (mengurus) berdasarkan

perkara sendiri. Sehingga, masyarakat yang berada pada

satu teritori tertentu adalah pemilik dan subyek Otonomi

daerah. Hal ini, membawa konsekuensi perlunya

partisipasi aktif dari masyarakat dalam setiap tahap

penyelenggaraan otonomi (Mardiasmo, 2009).

Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk

pengejawantahan dari proses desentralisasi.

Kepentingannya adalah upaya untuk lebih mendekati

tujuan-tujuan diselenggarakannya pemerintahan untuk

mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih baik, yang

adil dan makmur. Dua tema adil dan makmur dalam

konteks ini berarti terciptanya suatu tatanan yang

demokratis dan masyarakat yang sejahtera di daerah.

Kebijakan desentralisasi akan mendorong terciptanya

tatanan yang demokratis dan mewujudkan kesejahteraan

masyarakat.

Desentralisasi akan menumbuhkan modal sosial

dan tradisi kewargaan di tingkat lokal. Partisipasi

demokratis warga akan membiakkan komitmen warga

yang luas maupun hubungan-hubungan horizontal,

kepercayaan (trust), toleransi, kerja sama, dan

solidaritas yang membentuk komunitas sipil (civil

community). Ikatan sipil yakni; solidaritas sosial dan

Page 14: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

13

partisipasi massal yang merentang luas, yang pada

gilirannya akan berkorelasi tinggi dengan kinerja

pembangunan ekonomi dan kualitas kehidupan

demokrasi.

Penerapan Otonomi Daerah akan mendorong

peningkatan kesejahteraan rakyat daerah, khususnya

rakyat miskin. Dengan Otonomi Daerah, rakyat miskin

akan lebih mudah mengakses sumber daya dan

mengembangkan potensinya untuk dapat meningkatkan

kemajuan daerah masing-masing, sehingga kesenjangan

antardaerah dan pusat dapat diperkecil. Karena,

pemberontakan dan aksi-aksiseparatis di daerah-daerah,

pada dasarnya menurut sebagian ahli bersumber dari

penilaian daerah yang tidak menerima secara adil

sebagian besar kekayaan negara yang bersumber dari

daerah. Jadi akar dari tuntutan politik itu adalah tuntutan

keadilan ekonomi, pembagian kue yang kurang adil

antara pusat dan daerah.

Stiglitz (2000) mengatakansalah satu ciri dari

sistem pemerintahan yang demokratis adalah memberikan

ruang bagi rakyat luas untuk berpartisipasi dalam hal

mempengaruhi proses pengambilan kebijakan oleh

pemerintah, melalui saluran-saluran demokrasi yang

tersedia. Implementasi demokrasi didasari atas kehendak

menjadikan kekuasaan tidak bersifat absolut pada satu

pengambilan keputusan saja. Demokrasi menginginkan

bahwa keputusan mengenai satu kebijakan

merepresentasikan suara dan kepentingan banyak pihak.

Page 15: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

14

Sebab kekuasaan dalam satu tangan cenderung

menciptakan otoritarianisme. Oleh karena itu, desentralisasi

kekuasaan menjadi satu keharusan dalam sistem

demokrasi. Desentralisasi kekuasaan selain terlihat dari

pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga

dilaksanakan dalam bentuk hubungan kekuasaan antara

pemerintah di tingkat pusat dan daerah, di mana otoritas

pemerintahan terdistribusi pada pemerintahan di tingkat

lokal. Pemerintah lokal memiliki wewenang menjalankan

roda pemerintahan di wilayahnya. Kewenangan inilah apa

yang dinamakan dengan local discretion.

Pengalaman sistem pemerintahan sentralistis yang

menempatkan pemerintahan daerah pada posisi sub-

ordinat pemerintahan pusat, telah memberikan

perjalaran yang berharga, berupa ketimpangan

pembangunan, beban anggaran yang terlalu berat dan

kualitas pelayanan publik yang buruk. Belajar dari realitas

tersebut dan keinginan untuk memperbaiki tata

pemerintahan yang berpihak kepada kesejahteraan

rakyat, isu desentralisasi mengemuka dan terus

menguat pada masa reformasi.

Secara teoritis, sistem pemerintahan yang

terdesentralisasi memiliki kelebihan, yaitu:

1. Fleksibel, karena dapat memberikan respons yang

cepat terhadap kebutuhan organisasi dan kebutuhan

pelanggannya dalam hal ini adalah rakyat.

2. Efektif, karena pekerja di front desk mengetahui

secara intensif tentang apa yang terjadi sebenarnya,

sehingga mendorong mereka berkreativitas untuk

Page 16: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

15

mencarikan jalan keluar terhadap permasalahan

yang dihadapi.

3. Inovatif, karena karyawan yang berhubungan

langsung dengan pelanggan akan termotivasi untuk

melakukan terobosan-terobosan baru dalam

memberikan pelayanan yang prima.

4. Terciptanya etos kerja yang tinggi karena pemberian

kepercayaan kepada karyawan akan berdampak

pada komitmen kerja dan tentunya akan berkorelasi

positif terhadap kualitas kerja karyawan.

Desentralisasi dalam konteks pemerintahan,

tentunya tidak sesederhana yang dibayangkan oleh

Osborn. Ada beberapa aspek yang perlu menjadi pusat

perhatian dalam implementasi desentralisasi

pemerintahan, yaitu aspek sosial, politik, ekonomi, dan

konstruksi budaya birokrasi yang ada. Desentralisasi

dalam konteks proses demokratisasi perlu dipahami

sebagai instrumen pengambilan keputusan dalam

kebijakan publik yang lebih demokratis yang

mengandung implikasi luas terhadap aspek sosial,

politik, dan ekonomi, di mana terdapat interdependensi

antara satu aspek dengan aspek lainnnya. Oleh sebab itu

implementasi desentralisasi diwujudkan dalam bentuk

desentralisasi politik, administratif, fiskal dan ekonomi

(Kunarjo,2003). Desentralisasi administratif adalah

distribusi kewenangan, tanggungjawab dan sumber-

sumber keuangan untuk menyediakan pelayanan publik.

Pelimpahan tanggungjawab administratif, terutama

Page 17: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

16

menyangkut perencanaan, pendanaan, dan pelimpahan

Menurut Simanjuntak (2002), terdapat tujuh persyaratan

yang menjadi prakondisi untuk mendukung

keberhasilan desentralisasi dalam konteks Indonesia,

yaitu:

1. Realistis, sesuai dengan pengembangan institusi,

sistem, prosedur, dan mekanisme koordinasi di

lingkup pemerintahan, dan kemampuan SDM;

2. Selaras antara proses penyerahan kewenangan

fungsi-fungsi pemerintahan dari Pemerintahan Pusat

kepada Pemerintahan Daerah dengan pengalihan

pembiayaan, sarana dan prasarana, SDM dan

dokumen;

3. Keterkaitan antara desain dan kerangka kerja proses

desentralisasi dengan kemampuan keuangan dan

kewenangan fiskal yang dimiliki Daerah untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat.

4. Transparansi informasi kepada masyarakat lokal

tentang konsekuensi beban dari pengadaan barang

publik, melalui sosialisasi, debat publik dan dialog

yang bermanfaat bagi peningkatan kebutuhan barang

publik sesuai dengan aspirasi rakyat;

5. Partisipasi masyarakat untuk memberikan preferensi

dalam penyediaan barang publik melalui mekanisme

dalam proses pengambilan keputusan Pemerintah

Daerah dan DPRD yang menghasilkan suatu

Peraturan Daerah (Perda) tentang penyediaan barang

publik dan konsekuensi pembiayaannya;

6. Akuntabilitas publik, transparansi dan tersedianya

Page 18: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

17

informasi keuangan dan pembangunan daerah yang

memadai, sehingga masyarakat dapat mengawasi dan

menilai kinerja aparat Pemda secara proporsional.

A. Desentralisasi Keuangan

Direktorat Jenderal Anggaran Kementrian

Keuangan Republik Indonesia.(2009) mengatakan

keberhasilan pembangunan daerah merupakan bagian

integral dari keberhasilan pembangunan nasional dalam

kerangka NKRI. Desentralisasi merupakan paradigma

yang memperkokoh pembangunan daerah dewasa ini.

Paradigma desentralisasi tersebut, tidak saja semata-

mata merupakan reaksi atas praktik pembangunan

nasional yang sentralistik, sebagaimana diterapkan

sedemikian rupa pada masa Orde Baru, tetapi sudah

menjadi tuntutan mendasar yang harus diterapkan

dengan mengimplementasikan konsep otonomi daerah

secara luas. Segi positif penerapan kebijakan

desentralisasi adalah:

1. Paradigma desentralisasi juga selaras dengan prinsip

pemerintahan yang demokratis, dengan adanya

pengaturan kewenangan yang seimbang antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Desentralisasi tidak menafikkan peran dan

kewenangan pemerintah pusat. Asas dekonsentrasi

tetap harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan baik,

seiring sejalan (sinergis) dengan laju implementasi

otonomi daerah.

Page 19: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

18

2. Desentralisasi juga mencegah terjadinya pemusatan

kekuasaan, yang dapat menimbulkan munculnya

pemerintahan yang otoriter, serta mendorong

demokratisasi di tingkat lokal, karena rakyat lebih

mempunyai peluang untuk terlibat dalam

penyelenggaraan pemerintahan di wilayahnya

masing-masing (grass roots democracy).

3. Desentralisasi menciptakan efisiensi pemerintahan,

karena sebagian urusan-urusan pemerintahan

diselenggarakan oleh satuan-satuan pemerintahan

tingkat daerah, sehingga memperpendek rentang

birokrasi bila dibandingkan dengan pengendalian

dari Pusat.

4. Dari segi sosiokultural, desentralisasi menyebabkan

kepentingan rakyat di daerah-daerah yang memiliki

kekhususan-kekhususan tertentu dapat tertangani

dengan lebih baik.

5. Desentralisasi membuat pembangunan dapat berjalan

dengan lebih baik dan terarah, karena dilakukan

langsung oleh satuan-satuan pemerintahan di tingkat

daerah.

Instrumen desentralisasi terutama menyangkut

aspek ketentuan perundangan, kelembagaan, struktur

pelayanan yang menjadi tugas Pemda, maka

pengawasan dan dukungan biaya harus didesain untuk

mendukung keinginan politis dari masyarakat.

Kualitas kinerja lembaga berkorelasi positif dengan

daya dukung pembiayaan yang ada. Ketiadaan

dukungan sumberdaya keuangan yang memadai

Page 20: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

19

mempengaruhi optimalisasi kinerja lembaga

pemerintahan dalam menjalankan tugas-tugasnya

melayani masyarakat. Dengan demikian, pelimpahan

kewenangan pemerintahan dari pusat ke daerah, harus

pula disertai dengan pelimpahan kewenangan

pengelolaan keuangan kepada pemerintah daerah.

Pendelegasian kewenangan pengelolaan keuangan

kepada daerah sangat penting agar daerah memiliki

kemandirian dalam membiayai belanja pemerintahan

dan kegiatan pembangunan di daerah tanpa tergantung

kepada pusat. Penerbitan UU No. 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah, maka juga harus

diikutsertakan dengan penerbitan undang-undang yang

mengatur pengelolaan keuangan oleh daerah, di mana

hal tersebut dirumuskan dalam UU No. 25 Tahun 1999

tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Berdasarkan undang-undang tersebut, pusat

tidak lagi sepenuhnya mengelola keuangan di daerah.

Kebijakan-kebijakan yang terkait dengan keuangan

daerah sepenuhnya menjadi wewenang daerah.

Pemerintah pusat hanya mengelola kebijakan fiskal

yang bersifat makro. Perimbangan proporsi keuangan

daerah dengan pusat mengalami perubahan

paradigma. Daerah menerima lebih besar proporsi

keuangan yang bersumber dari sumber-sumber

pendapatan yang ada daripada pusat. Paradigma

perumusan anggaran belanja daerah telah

meninggalkan pola penentuan kebijakan dari atas.

Page 21: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

20

Perumusan anggaran yang mencerminkan kebutuhan

obyektif masyarakat menghendaki adanya partisipasi

dari elemen masyarakat yang menjadi stakeholders bagi

pemerintah dalam pengambilan keputusan. Mekanisme top

down telah berubah menjadi budgeting

partisipatoiy. Keikutsertaan masyarakat dalam

merumuskan anggaran belanja daerah telah dimulai pada

level terendah dari tingkat desa.

Secara prinsip, Undang-undang Dasar (UUD)

1945 telah mengatur kewenangan pemerintah daerah

dalam mengelola daerah. Disebutkan dalam pasal 18

dan pasal 18A bahwa pemerintah propinsi, kabupaten

dan kota memiliki kewenangan mengatur sendiri urusan

pemerintahannya berdasarkan asas otonomi dan

perbantuan; pemerintah daerah menjalankan otonomi

seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh

undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah

pusat; pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan

daerah dan peraturan-peraturan lain untuk

melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan; susunan

dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah

diatur dengan undang-undang; hubungan keuangan,

pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya lainnya

antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur

dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan

undang-undang. Dengan demikian, sebenarnya otonomi

daerah dan kebijakan yang terkait dengan hal tersebut,

seperti desentralisasi fiskal esensinya telah menjadi

Page 22: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

21

amanat konstitusi yang harus dijalankan oleh

pemerintah pusat.

Kebijakan keuangan yang tersentralisasi pada masa

pemerintahan Orde Baru terbukti telah menciptakan

disparitas penerimaan yang besar antara pusat dan daerah,

bahkan antara daerah itu sendiri. Daerah yang memiliki

sumber pendapatan keuangan yang besar tidak dapat

mengelola sumber keuangannya secara mandiri dan

memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap kucuran

dana dari pusat untuk membiayai aktivitas pemerintahan

dan pembangunan di wilayahnya. Desentralisasi

keuangan tidak lain dimaksudkan sebagai cara bagi

pemerintah daerah agar dapat, pertama,

meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan kedua,

meningkatkan pendapatan asli daerahnya (PAD).

Sebagai komponen utama desentralisasi wewenang

pemerintahan, maka desentralisasi fiskal haruslah

didukung oleh sumber-sumber keuangan yang memadai

baik berasal dari PAD, bagi hasil pajak dan non pajak,

pinjaman, maupun subsidi atau bantuan dari Pemerintah

Pusat. Oleh karena itu implementasi desentralisasi fiskal

berkonsekuensi terhadap, Pertama, alokasi keuangan

daerah, Artinya daerah memiliki fleksibilitas atau

diskresi penuh dalam memanfaatkan sumber-sumber

utama pembiayaan untuk membangun daerah. Kedua,

diperlukan pedoman agar desentralisasi fiskal

beroperasi sesuai dengan keinginan perencana. Ketiga,

diperlukan beberapa terobosan untuk menyiasati

Page 23: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

22

kekurangan pendapatan daerah (fiscal gap), dengan cara

memperluas basis penerimaan. Antara lain, dengan

mengidentifikasi pembayar pajak potensial,

memperbaiki basis data obyek dan menghitung

kapasitas penerimaan dari setiap pungutan.

Meskipun undang-undang telah mengatur

fleksibilitas dan diskresi daerah secara penuh dalam

mengelola keuangan daerah, namun demikian daerah

tetap harus memperhitungkan kapasitas kemampuan

basis penerimaan yang dimiliki, sehingga dapat

menyeimbangkan antara penerimaan dan

kebutuhan untuk membiayai belanja pemerintahan

dan pembangunan secara efektif dan efisien. Misalokasi

dalam perhitungan akan berimplikasi terhadap

keseimbangan makroekonomi dalam bentuk

penurunan kualitas layanan masyarakat dan

ketergantungan daerah yang tinggi terhadap pusat.

Kondisi ini tentunya bertolak belakang dengan tujuan

desentralisasi; mempercepat pembangunan di daerah

dengan memberdayakan pemerintah daerah.

Satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa

desentralisasi diletakkan sebagai satu dari beberapa

instrumen untuk mencapai tujuan pemerintahan,

terutama dalam rangka optimalisasi pelayanan umum.

Banyak negara berkembang melaksanakan desentralisasi

fiskal untuk melepaskan diri dariketidakefektifan dan

ketidakefisienanpemerintahan, ketidakstabilan

makroekonomi dan ketidakcukupan pertumbuhan

ekonomi yang telah menyebabkan negara-negara

Page 24: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

23

berkembang tersebut mengalami krisis (Bird dan

Vailancourt, 1998). Desentralisasi dapat memudahkan

memobilisasi sumber-sumber keuangan pusat ke

daerah, peningkatan akuntabilitas dan peningkatan respon

serta tanggung jawab pemerintahan. Oleh sebab itu,

dalam perspektif federalisme, desentralisasi fiskal

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap (1)

pemerintahan daerah yang lebih baik dalam merancang

sesuai dengan kebutuhan dan preferensi lokal, (2) adanya

tekanan dari persaingan dapatmendorong daya inovasi

pemerintah daerah dan akuntabilitas terhadap

penduduknya.

Konsep desentralisasi memiliki beberapa

kelemahan terkait dengan stabilitas nasional. Risiko

terbesar yang dimungkinkan dari implementasi

desentralisasi fiskal di negara-negara berkembang yang

tidak disertai dengan langkah-langkah yang memadai

dalam menjamin stabilitas nasional, akan berdampak

pada instabilitas makroekonomi.

Pengalaman Kolumbia, Brazil, dan Argentina

memperlihatkan implementasi desentralisasi

tanggungjawab pengeluaran yang lebih besar

dibandingkan dengan sumber-sumber pendapatan

menyebabkan penurunan pelayanan umum dan

menekan pusat untuk mendapatkan tambahan pencairan

dana atau pinjaman dana yang lebih besar.

Kemampuan keuangan daerah dicerminkan

melalui formula anggaran daerah dalam Anggaran

Page 25: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

24

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Anggaran

disusun dengan memperhatikan semua potensi daerah

yang ada sehingga formulasi anggaran benar-benar

mencerminkan kebutuhan obyektif daerah. Agar

anggaran bersifat demokratis, maka anggaran

dirumuskan berdasarkan prinsip-prinsip: transparansi

dan akuntabilitas, disiplin dalam pelaksanaan anggaran,

keadilan, dan efisiensi dan efektivitas anggaran

(Suparmoko. 2002).

Tujuan dari prinsip-prinsip dalam penyusunan

anggaran tidak lain agar penetapan anggaran

menghasilkan out-put dan outcome yang memberikan efek

ekonomis terhadap masyarakat. Efek ekonomis tersebut

dapat dilihat dari kinerja pemerintah dalam meningkatkan

kualitas layanan publik. Karena desentralisasi fiskal

terkait dengan aspek sosial dan politik serta hubungan

kelembagaan antar pemerintah, maka pelaksanaannya

dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip lokal diskresi

yang berarti bahwa:

a. otonomi memberikan daerah kewenangan kepada daerah

dalam menentukan skala prioritas untuk menjadi

kebijakan publik;

b. ketersediaan sumber-sumber penerimaan daerah;

c. bantuan pusat yang mencerminkan kebutuhan

fiskal;

d. jaminan ketersediaan bantuan dana dari pusat bagi daerah

otonom;

e. netralitas alokasi bantuan terhadap pilihan alokasi dana

bantuan di berbagai sektor;

Page 26: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

25

f. formula pembagian bantuan pusat kepada daerah yang

sederhana, tidak membingungkan;

g. bantuan pusat dirancang untuk memberikan insentif

kepada daerah dalam kerangka efisiensi ekonomi dalam

menentukan pelayanan publik;

h. kebebasan akuntabilitas di tingkat daerah otonom, hal

tersebut dapat dengan mengoptimalisasikan peran

pengawasan DPRD sebagai lembaga yang

memberikan amanat kepada gubernur, bupati, walikota

dalam memberikan pelayanan kepada publik;

i. otoritas daerah yang diberikan secara bertahap dalam

jangka panjang diorientasikan untuk mencakup

semua kewenangan dalam bidang pemerintahan

kecuali bidang yang menjadi kewenangan pusat,

sebagaimana yang telah diatur dalam UU 22/ 1999

(Susiyati, 2007).

Implementasi desentralisasi fiskal itu sendiri

berdasarkan undang-undang bertujuan pertama, fiscal

sustainability, yaitu menjaga kesinambungan

kebijaksanaan fiskal dalam konteks makro ekonomi.

Kedua, koreksi atas vertical imbalance, yaitu memperkecil

kesenjangan antara keuangan pemerintah pusat dan

pemerintah daerah yang dilakukan melalui strategi taxing

power. Ketiga, koreksi atas horizontal imbalance, yaitu

memperkecil kesenjangan kemampuan keuangan antar

pemerintah daerah, karma adanya variasi kemampuan

keuangan antar daerah. Keempat, meningkatkan

akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi anggaran yang

Page 27: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

26

berkorelasi positif dengan kualitas kinerja pemerintah

daerah. Kelima, meningkatkan kualitas pelayanan dan

Keenam, meningkatkan partisipasi masyarakat

dalam pengambilan keputusan di sektor publik.

Sejalan dengan hal tersebut Simanjuntak (2002),

mengatakan pada dasarnya desenstralisasi fiskal di

Indonesia mempunyai beberapa sasaran umum yaitu (1)

untuk memenuhi aspirasi daerah menyangkut

penguasaan atas sumber keuangan negara, (2)

mendorong akuntabilitas dan transparansi pemerintah

daerah, (3) meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

proses pembangunan daerah, (4) mengurangi

ketimpangan antar daerah, (5) menjamin

terselenggaranya pelayanan publik, dan (6)

meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum.

Hakekat dari perimbangan keuangan antara

pemerintah pusat dan daerah pada dasarnya adalah

distribusi sumberdaya keuangan yang bertujuan untuk

memberdayakan, dan meningkatkan kemampuan

ekonomi daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah

dalam membiayai otonominya, dan untuk menciptakan

sistem pembiayaan yang adil, proporsional, rasional,

serta kapasitas sumber keuangan yang berasal dari

wilayah yang bersangkutan. Dengan desentralisasi

fiskal, maka pemerintah daerah diharapkan lebih efektif

dan mampu untuk memenuhi kebutuhan publik yang

dibutuhkan, membangun sarana perekonomian serta

dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi

Page 28: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

27

masyarakat, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan

pendapatan masyarakat.

Desentralisasi fiskal ditandai dengan

meningkatnya alokasi dana transfer dari pemerintah

pusat ke pemerintah daerah (dana perimbangan),

berupa: (1) peningkatan persentase dana bagi hasil

(DBH) untuk pemerintah daerah, (2) peningkatan dana

alokasi umum (DAU) yang sebelumnya dikenal dengan

subsidi daerah otonom dan instruksi presiden, dan (3)

pelimpahan dana alokasi khusus (DAK).

Tantangan utama dalam pembangunan Indonesia

dewasa ini, bukan lagi untuk memberikan dana kepada

daerah-daerah yang lebih miskin, tetapi bagaimana

memastikan agar daerah-daerah tersebut menggunakan

dana yang disalurkan dengan sebaik-baiknya. Sumber

dana terpenting untuk daerah adalah dana alokasi umum

(DAU) mengalami peningkatan hingga 64 persen pada

tahun 2006, (World Bank, 2007).

Tabel di bawah ini menunjukkan bahwa transfer

fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

setelah diberlakukannya Undang-Undang Otonomi

Daerah tahun 2001, jumlahnya cukup besar, rata-rata

27.43 persen sampai 34.51 persen, dari total anggaran

pendapatan dan belanja negara (APBN). Dengan

demikian maka pemerintah daerah mempunyai

pendapatan yang lebih besar, dan apabila pemerintah

daerah dapat memanfaatkan transfer fiskal tersebut secara

efektif dan efisien, maka kinerja perekonomian daerah

Page 29: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

28

diharapkan dapat lebih baik.

Perkembangan PAD dan Dana Perimbangan di Indonesia Tahun 1996-2018

(milyar rupiah)

Tah

un

PA

D

Dana Perimbangan Jumla

h APBN

%AP

BN DBH DAU DAK

199

6/97

6.11

7 3.344 9.004 5.425

23.89

0 84.792 28,17

199

7/98

6.68

1 3.481

10.34

9 6.318

26.82

9 88.061 30,47

199

8/99

5.35

5 4.828

10.53

5 6.358

27.07

6

147.22

1 18,39

199

9/00

7.06

9 5.437

16.52

5 9.151

38.18

2

219.60

4 17,39

200

0

5.52

9 4.458

14.86

4

10.10

9

34.96

0

197.03

0 17,74

200

1

15.1

62

21.69

4

61.03

9

13.00

9

110.9

04

272.17

8 40,75

200

2

21.4

60

25.25

0

66.99

6 1.953

115.6

59

328.10

0 35,25

200

3

25.5

33

28.87

5

69.89

6 2.246

126.5

50

371.60

0 34,06

200

4

31.2

21

37.36

8

82.13

1 3.650

154.3

70

374.35

1 41,24

200

5

37.9

92

31.21

8

88.76

6 4.323

162.2

99

397.76

9 40,80

200

6

38.3

85

58.70

6

123.6

47

10.65

4

231.3

92

559.23

7 41,38

200

7

37.3

17

62.94

2

158.7

07

17.12

6

276.0

92

757.65

0 36,44

200

8

53.9

77

78.42

0

178.2

11

22.53

2

333.1

40

985.73

1 33,80

200

9

62.7

37

76.13

0

186.2

27

25.48

5

350.5

79

937.38

2 37,40

201

0

66.7

71

92.18

4

203.5

72

20.95

6

383.4

83

1.042.1

17 36,80

201 90.3 96.90 225.5 24.80 437.6 1.294.9 33,79

Page 30: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

29

1 93 9 34 4 40 99

201

2

112.

745

111.5

37

273.8

14

25.94

2

524.0

38

1.491.4

10 35,14

201

3

140.

328

88.46

3

311.1

39

30.75

2

570.6

82

1.650.5

64 34,57

201

4

180.

675

103.9

39

341.2

19

31.89

5

657.7

28

1.777.1

83 37,01

201

5

201.

755

78.05

3

352.8

88

54.87

7

687.5

73

1.806.5

15 38,06

201

6

229.

399

90.53

5

385.3

61

75.20

8

780.5

02

1.864.2

75 41,87

201

7

242.

476

95.37

7

398.5

82

69.53

2

805.9

67

2.133.2

96 37,78

201

8

269.

893

87.68

8

398.0

88

62.43

6

818.1

05

2.204.3

84 37,11

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Berbagai Tahun

Beberapa pihak berpendapat bahwa model

perimbangan keuangan daerah dan pusat yang saat ini

masih memiliki kelemahan mendasar, yaitu perumusan

perimbangan keuangan masih berdasarkan asas

pembagian yang telah ditentukan oleh pusat tidak

sepenuhnya berdasarkan kewenangan yang luas

berdasarkan inisiatif lokal (local discretion). Benar bahwa

desentralisasi telah memberikan keleluasaan daerah

mengelola sumber-sumber pendapatan di wilayahnya.

Namun demikian, kewenangan daerah masih terbatas pada

aspek pengelolaan keuangan daerah setelah adanya

pembagian perimbangan keuangan antara pusat dan

daerah. Inisiatif lokal dalam desentralisasi fiskal

idealnya dapat diangkat ke hal yang lebih tinggi lagi, yaitu

daerah dapat berpartisipasi menentukan proporsi

Page 31: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

30

perimbangan keuangan sesuai dengan kemampuan

obyektifnya dan menentukan sumber-sumber pendapatan

yang menjadi wewenangnya. Hal ini dikritik sebagai sikap

pemerintah pusat yang setengah hati menerapkan

otonomi daerah (Subiyantoro dan Rifat, 2004).

Pemberian kewenangan yang luas terhadap pemerintah

daerah berdasarkan UU No. 22/1999 idealnya juga

disertakan dengan kewenangan yang luas dalam mengelola

keuangan daerah, dengan demikian daerah dapat

mencari dan mengelola sumber-sumber keuangan daerah

secara optimal dengan tetap tidak keluar dari koridor

kemampuan daerah itu sendiri.

Apabila dicermati lebih jauh pemberian

kewenangan yang luas dalam menyusun perimbangan

keuangan daerah akan berpotensi besar menimbulkan

ketidakstabilan makro ekonomi, karena akan

memunculkan sikap euforia dari daerah yang

menyebabkan daerah kurang memperhatikan

kemampuan keuangan daerah. Kekurangan perhatian

tersebut akan menyebabkan kesenjangan fiskal (fiscal gap)

yang jauh antara daerah yang memiliki sumberdaya

ekonomi yang kuat dan daerah yang memiliki

sumberdaya ekonomi yang lemah. Harus diperhatikan

bahwa aset-aset negara hampir seluruhnya berada di

daerah. Jadi desentralisasi fiskal di samping memiliki

kelebihan dapat mempermudah mobilitas penyaluran

dana dari pusat ke daerah, juga mempunyai kelemahan

berupa potensi instabilitasmakroekonomi, akibat

ketidakseimbangan pengelolaan keuangan oleh daerah.

Page 32: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

31

Atas dasar itu, kiranya dapat dipahami, mengapa

pemerintah pusat belum sepenuhnya dapat memberikan

ruang yang cukup besar atas inisiatif lokal dalam

merumuskan dan menyusun perimbangan keuangan

daerah dan pusat.

Page 33: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

32

BAB II

KEUANGAN DAERAH

A. Pengertian Keuangan Daerah

Pengertian keuangan daerah sebagaimana yang

dimuat dalam penjelasan pasal 156 ayat 1 Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan

daerah dikatakan bahwa Keuangan daerah adalah semua

hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan

uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang

dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Sejalan dengan hal tersebut pengertian keuangan

daerah sebagai mana dimuat dalam ketentuan umum

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58

Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah,

disebutkan bahwa keuangan adalah semua hak dan

kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang

termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang

berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah

tersebut.

Dengan pemikian, maka keuangan daerah

tersebut, pada dasarnya menekankan pada dua hal

pokok yaitu tentang hak dan kewajiban pemerintah

daerah yang terkait dengan keuangan daerah.

Pemerintah daerah dalam rangka keuangan daerah

Page 34: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

33

adalah segala hak yang melekat pada daerah sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang digunakan

dalam usaha pemerintah daerah mengisi kas daerah.

Hak pemerintah Daerah tersebut meliputi antara lain:

(1). hak menarik pajak daerah, (2) hak untuk menarik

retribusi/iuran daerah (3) hak mengadakan pinjaman,

dan (4) hak untuk memperoleh dana perimbangan dari

pusat.

Selanjutnya pemerintah daerah berkewajiban

pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan pusat sesuai yang

tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu: (1)

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan

umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4)

ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Kepala Daerah selaku kepala pemerintah daerah

adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan

daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam

kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Oleh

karena itu Kepala Daerah perlu menetapkan pejabat-

pejabat tertentu dan para bendahara untuk melaksanakan

pengelolaan keuangan daerah.

B. Hubungan Antara Keuangan Daerah Dengan

Keuangan Negara

Keuangan daerah dengan keuangan negara pada

dasarnya mempunyai hubungan yang erat dan saling

Page 35: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

34

mempengaruhi. Dikatakan demikian karena

penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah

merupakan subsistem dari pemerintahan negara yang

tidak terpisahkan.Pembangunan di daerah sebagai

bagian integral dari pembangunan nasional

dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan

pengaturan sumber-sumber daya nasional yang

memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi

dan kinerja daerah untuk meningkatkan

kesejahteraanmasyarakat menuju masyarakat madani

yang bebas korupsi, kolusi dannepotisme (KKN).

Sumber pembiayaan pemerintahan daerah dalam

rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan

daerah dilakukan berdasarkan atas dasar desentralisasi,

dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Oleh karena itu

dalam pelaksanaan otonomi daerah diperlukan

kewenangan yang nyata, luas dan bertanggung jawab di

daerah sertasecara proporsional diwujudkan dengan

pengaturan, pembagian danpemanfaatan sumber daya

nasional yang berkeadilan, serta perimbangankeuangan

pemerintah pusat dan daerah.

Pelimpahan kewenangan oleh pemerintah

pusatkepada pemerintah daerah dalam rangka

desentralisasi dan dekonsentrasi disertaidengan

pengalihan sumber daya manusia dan sarana serta

pengalokasiananggaran yang diperlukan untuk

kelancaran pelaksanaan penyerahan danpelimpahan

kewenangan tersebut. Sedangkan penugasan dari

Page 36: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

35

pemerintahpusat kepada daerah dalam rangka tugas

pembantuan disertaipengalokasian anggaran.

Ketiga jenis pelimpahan wewenang tersebut,

hanya pelimpahanwewenang dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi saja yang merupakansumber keuangan

daerah melalui alokasi dana perimbangan

daripemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Sedangkan alokasi danadari pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah dalam rangkadekonsentrasi dan tugas

pembantuan tidak merupakan sumber penerimaan

APBD dan diadministrasikan serta

dipertanggungjawabkan secara terpisah dari

administrasi keuangan dalam pembiayaan pelaksanaan

desentralisasi.

C. Pengelola Keuangan Daerah

Kepala Daerah selaku kepala pemerintah daerah

adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan

daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam

kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Oleh

karena itu Kepala Daerah perlu menetapkan pejabat-

pejabat tertentu dan para bendahara untuk melaksanakan

pengelolaan keuangan daerah. Para pengelola keuangan

daerah tersebut adalah:

1. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah

(Koordinator PKD).

2. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD).

3. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang

(PPA/PB).

Page 37: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

36

4. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

5. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD).

6. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran.

Berikut ini adalah uraian tentang tugas-tugas para

pejabat pengelola keuangan daerah tersebut.

1. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan

Daerah

Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan

daerah sebagaimana yang diatur dalam Peraturan

Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2011 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 5 ayat 2

mempunyai kewenangan:

a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;

b. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang

daerah;

c. Menetapkan kuasa pengguna anggaran/pengguna

barang;

d. Menetapkan bendahara penerimaan dan/atau

bendahara pengeluaran;

e. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan

pemungutan penerimaan daerah;

f. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan

pengelolaan utang dan piutang daerah;

g. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan

pengelolaan barang milik daerah; dan

Page 38: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

37

h. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan

pengujian atas tagihan dan

memerintahkanpembayaran.

Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan

pengelolaan keuangan daerah melimpahkan sebagian

atau seluruh kekuasaannya kepada:

a. Sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelola

Keuangan Daerah.

b. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah

(SKPKD) selaku Pejabat Pengelola Keuangan

Daerah (PPKD).

c. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna

barang.

Pelimpahan tersebut ditetapkan dengan keputusan

kepala daerah berdasarkan prinsip pemisahan

kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan

yang menerima atau mengeluarkan uang, yang

merupakan unsur penting dalam sistem pengendalian

intern.

2. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah

Sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan

keuangan daerah membantu kepala daerah menyusun

kebijakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan

urusan pemerintahan daerah termasuk pengelolaan

keuangan daerah. Sekretaris Daerah selaku koordinator

Page 39: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

38

pengelolaan keuangan daerah sebagai mana yang diatur

dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun

2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

Pasal 6 mempunyai tugas koordinasi di bidang:

a. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

b. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan

barang daerah.

c. Penyusunan rancangan APBD dan rancangan

perubahan APBD.

d. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah

(Raperda) APBD, perubahan APBD, dan

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

e. Tugas-tugas pejabat perencana daerah, Pejabat

Pengelola Keuangan Daerah, dan pejabat pengawas

keuangan daerah.

f. Penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Selain mempunyai tugas koordinasi, Sekretaris

Daerah mempunyaitugas:

a. Memimpin Tim Anggaran Pemerintah Daerah,

b. Menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD,

c. Menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah,

d. Memberikan persetujuan pengesahan Dokumen

PelaksanaanAnggaran (DPA-SKPD) / Dokumen

Perubahan PelaksanaanAnggaran (DPPA), dan

e. Melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan

keuangan daerah lainnya berdasarkan kuasa yang

dilimpahkan oleh kepala daerah.

Page 40: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

39

Koordinator pengelolaan keuangan daerah

bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas-tugas

tersebut kepada kepala daerah.

3. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah

Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah

(SKPKD) selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah

(PPKD) mempunyai tugas:

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan

pengelolaan keuangan daerah,

b. Menyusun rancangan APBD dan rancangan

Perubahan APBD,

c. Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang

telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah,

d. Melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah

(BUD),

e. Menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; dan

f. Melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa

yang dilimpahkan oleh kepala daerah.

PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku

Bendahara Umum Daerah (BUD) berwenang:

a. Menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan

APBD;

b. Mengesahkan DPA-SKPD/DPPA-SKPD;

c. Melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;

d. Memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem

penerimaan dan pengeluaran kas daerah;

Page 41: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

40

e. Melaksanakan pemungutan pajak daerah;

f. Menetapkan Surat Penyediaan Dana (SPD);

g. Menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian

pinjaman atas nama pemerintah daerah;

h. Melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan

keuangan daerah;

i. Menyajikan informasi keuangan daerah; dan

j. Melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan

serta penghapusan barang milik daerah.

PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di

lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah

selaku Kuasa Bendahara Umum Daerah (Kuasa BUD).

PPKD mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya

kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

Penunjukan Kuasa BUD oleh PPKD ditetapkan

dengan keputusan kepala daerah. Kuasa BUD

mempunyai tugas:

a. menyiapkan anggaran kas;

b. menyiapkan Surat Penyediaan Dana (SPD);

c. menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana

(SP2D);

d. menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan

kekayaan daerah;

e. memantau pelaksanaan penerimaan dan

pengeluaran APBD oleh bank dan/atau lembaga

keuangan lainnya yang ditunjuk;

f. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan

dalam pelaksanaan APBD;

g. menyimpan uang daerah;

Page 42: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

41

h. melaksanakan penempatan uang daerah dan

mengelola/menatausahakan investasi daerah;

i. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan

pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas

umum daerah;

j. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama

pemerintah daerah;

k. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;

dan

l. melakukan penagihan piutang daerah.

Kuasa BUD bertanggung jawab atas pelaksanaan

tugasnya kepada BUD.

PPKD dapat melimpahkan kepada pejabat lainnya di

lingkungan SKPKD untuk melaksanakan tugas-tugas

sebagai berikut:

a. menyusun rancangan APBD dan rancangan

Perubahan APBD;

b. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;

c. melaksanakan pemungutan pajak daerah;

d. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian

jaminan atas nama pemerintah daerah;

e. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan

keuangan daerah;

f. menyajikan informasi keuangan daerah; dan

g. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan

serta penghapusan barang milik daerah.

Page 43: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

42

4. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang

Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

selaku Pejabat Pengguna Anggaran /Pengguna Barang

(PPA/PB) mempunyai tugas:

a. menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD

(RKA-SKPD);

b. menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD

(DPA-SKPD);

c. melakukan tindakan yang mengakibatkan

pengeluaran atas beban anggaran belanja;

d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;

e. melakukan pengujian atas tagihan dan

memerintahkan pembayaran;

f. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;

g. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan

pihak lain dalam batas anggaran yang telah

ditetapkan;

h. menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM);

i. mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung

jawab SKPD yang dipimpinnya;

j. mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah

yang menjadi tanggung jawab SKPD yang

dipimpinnya;

k. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan

SKPD yang dipimpinnya;

l. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang

dipimpinnya; dan

Page 44: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

43

m. melaksanakan tugas-tugas pengguna

anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan

kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.

Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang

bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada

Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang

dalam melaksanakantugas-tugasnya dapat melimpahkan

sebagian kewenangannyakepada Kepala Unit Kerja

pada SKPD selaku Kuasa PenggunaAnggaran/Kuasa

Pengguna Barang. Pelimpahan sebagiankewenangan

tersebut berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah,

besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola,

beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang

kendali dan pertimbangan objektif lainnya. Pelimpahan

sebagian kewenangan tersebut ditetapkan oleh kepala

daerah atas usul kepala SKPD. Kuasa pengguna

anggaran/kuasa pengguna barang mempertanggung

jawabkan pelaksanaan tugas-tugasnya kepada pengguna

anggaran/pengguna barang.

5. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD

Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang

dan Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna

Barang dalam melaksanakan program dan kegiatan

menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku Pejabat

Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Penunjukan pejabat

tersebut berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan,

Page 45: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

44

anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang

kendali dan pertimbangan objektif lainnya.

PPTK bertanggung jawab atas pelaksanaan

tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang

atau kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang

yang telah menunjuknya. Tugas-tugas tersebut adalah:

a. mengendalikan pelaksanaan kegiatan;

b. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan;

dan

c. menyiapkan dokumen anggaran atas beban

pengeluaran pelaksanaan kegiatan, yang mencakup

dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen

administrasi yang terkait dengan persyaratan

pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan.

6. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD

Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam

Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD),

Kepala SKPD menetapkan pejabat yang melaksanakan

fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai Pejabat

Penatausahaan Keuangan SKPD (PPKSKPD).

PPK-SKPD mempunyai tugas:

a. meneliti kelengkapan Surat Permintaan

Pembayaran Langsung (SPP-LS) pengadaan barang

dan jasa yang disampaikan oleh bendahara

pengeluaran dan diketahui/ disetujui oleh PPTK;

b. meneliti kelengkapan Surat Permintaan

Pembayaran Uang Persediaan (SPP-UP), Surat

Page 46: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

45

Permintaan Pembayaran Ganti Uang Persediaan

(SPP-GU), Surat Permintaan Pembayaran Tambah

Uang Persediaan (SPP-TU) dan SPP-LS gaji dan

tunjangan PNS serta penghasilan lainnya yang

ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan yang diajukan oleh bendahara

pengeluaran;

c. melakukan verifikasi Surat Permintaan Pembayaran

(SPP);

d. menyiapkan Surat Perintah Membayar (SPM);

e. melakukan verifikasi harian atas penerimaan;

f. melaksanakan akuntansi SKPD; dan

g. menyiapkan laporan keuangan SKPD.

PPK-SKPD tidak boleh merangkap sebagai

pejabat yang bertugas melakukan pemungutan

penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK.

7. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran

Kepala daerah atas usul PPKD menetapkan

Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran

untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka

pelaksanaan anggaran pada SKPD. Bendahara

Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran tersebut adalah

pejabat fungsional. Bendahara Penerimaan dan

Bendahara Pengeluaran baik secara langsung maupun

tidak langsung dilarang melakukan kegiatan

perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan

Page 47: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

46

jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/

pekerjaan/penjualan, serta membuka rekening/giro pos

atau menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga

keuangan lainnya atas nama pribadi.

Bendahara Penerimaan dan Bendahara

Pengeluaran dalam melaksanakan tugasnya dapat

dibantu oleh Bendahara Penerimaan Pembantu dan/atau

Bendahara Pengeluaran Pembantu. Bendahara

Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran secara

fungsional bertanggung jawab atas pelaksanaan

tugasnya kepada PPKD selaku BUD.

Page 48: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

47

BAB III

ANGGARAN PENDAPATAN

DANBELANJA DAERAH (APBD)

eluruh penerimaan pemerintah daerah dan

pengeluaran pemerintah daerah harus dicatat

dan dikelola dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD). Penerimaan dan

pengeluaran pemerintah daerah tersebut adalah

dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi.

Sementara penerimaan pemerintah daerah dan

pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan

dekonsentrasi atau tugas pembantuan tidak dicatat

dalam APBD.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

selanjutnya yang disingkat APBD adalah suatu rencana

keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui

oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17

Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara).

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam

satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana

pelaksanaan semua pendapatan daerah dan semua

belanja daerah dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu.

S

Page 49: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

48

Pemungutan semua penerimaan daerah bertujuan

untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam

APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan

ikatan yang membebani daerah dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan

sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD

merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka

APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan

pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan

keuangan daerah.

Tahun anggaran Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah(APBD) sama dengan tahun anggaran

APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31

Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga

pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan

daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu

tersebut.

APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu

suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya

pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan

alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah

pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan

perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai

untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat

direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah

ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja

yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk

setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh

melebihi jumlah anggaran belanja yang telah

Page 50: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

49

ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus

didukung dengan adanya kepastian tersedianya

penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat

dilarang melakukan tindakan yang berakibat

pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia

atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai

pengeluaran tersebut.

A. Fungsi-Fungsi Anggaran Daerah

Berdasarkan Pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun

2003 tentang keuangan negara, maka fungsi

APBN/APBD antara lain yaitu :

1. Fungsi Otorisasi

APBD merupakan dasar untuk melaksanakan

pendapatandan belanja pada tahun yang

bersangkutan.

2. Fungsi Perencanaan

APBD merupakan pedoman bagi manajemen dalam

merencanakan kegiatan pada tahun yang

bersangkutan.

3. Fungsi Pengawasan

APBD menjadi pedoman untuk menilai apakah

kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai

dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

4. Fungsi Alokasi

APBD diarahkan untuk mengurangi pengangguran

dan pemborosan sumber daya, serta

meningkatkan efisiensi dan efektivitas

Page 51: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

50

perekonomian.

5. Fungsi Distribusi

APBD harus mengandung arti/ memperhatikan

rasa keadilan dan kepatutan

6. Fungsi Stabilisasi

APBD harus mengandung arti atau harus

menjadi alat untuk memelihara dan

mengupayakan keseimbangan fundamental

perekonomian.

B. Prinsip-Prinsip Anggaran Daerah

Berdasarkan penjelasan dalam Undang Undang No.

17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

perbendaharaan negara, bahwa Prinsip-prinsip dasar

(azas) yang berlaku di bidang pengelolaan APBD

yang berlaku juga dalam pengelolaan anggaran

negara/daerah antara lain adalah azas:

1 . Ke sa t ua n

Azas ini menghendaki agar semua pendapatan dan

belanja negara/daerah disajikan dalam satu dokumen

anggaran.

2. Universali tas

Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi

keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen

anggaran.

3 . T a h u n a n

Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran

Page 52: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

51

untuk suatu tahun tertentu.

4 . Spes ia l i tas

Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang

disediakan terinci secara jelas peruntukannya.

5 . A k r u a l

Azas ini menghendaki anggaran suau tahun anggaran

dibebani untuk pengeluaran yang seharusnya

dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk

penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun

sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada

kas.

6. Kas

Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran

dibebani pada saat terjadi pengeluaran/ penerimaan

uang dari/ ke kas daerah.

Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran

pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana

dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15 dan 16

dalam UU Nomor 17 Tahun 2003, dilaksanakan

selambatlambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama

pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja

berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan

pengakuan dan pengukuran berbasis kas.

C. Struktur APBD

Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:

1. Pendapatan Daerah

Page 53: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

52

2. Belanja Daerah

3. Pembiayaan

Selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja

daerah disebut surplus anggaran, tapi apabila terjadi

selisih kurang maka hal itu disebut defisit anggaran.

Jumlah pembiayaan sama dengan jumlah surplus atau

jumlah defisit anggaran.

1. Pendapatan Daerah

Pendapatan daerah meliputi semua

penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum

Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang

merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran

yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah.

Pendapatan daerah terdiri atas:

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD);

b. Dana perimbangan; dan

c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

2. Belanja Daerah

Komponen berikutnya dari APBD adalah

belanja daerah. Belanja daerah meliputi semua

pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang

mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan

kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang

tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh

Daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka

pelaksanaan urusan pemerintahan yang

menjadikewenangan provinsi atau kabupaten/kota

Page 54: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

53

yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan

yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-

undangan.

3. Pembiayaan Daerah

Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan

yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang

akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang

bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran

berikutnya. Pembiayaan daerah tersebut terdiri

dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran

pembiayaan.

Penerimaan pembiayaan mencakup:

a. SiLPA tahun anggaran sebelumnya;

b. pencairan dana cadangan;

c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;

d. penerimaan pinjaman; dan

e. penerimaan kembali pemberian pinjaman.

Pengeluaran pembiayaan mencakup:

a. pembentukan dana cadangan;

b. penyertaan modal pemerintah daerah;

c. pembayaran pokok utang; dan

d. pemberian pinjaman.

Pembiayaan neto merupakan selisih lebih

penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran

pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat

menutup defisit anggaran.

Page 55: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

54

BAB IV

PENYUSUNAN ANGGARAN

PENDAPATAN DAN BELANJA

DAERAH

A. Siklus Anggaran

Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD)merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah

dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai

tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disusun

sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan

pemerintahan dan kemampuan keuangan pemerintah

daerah. Dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan,

pemerintah melaksanakan kegiatan keuangan dalam

siklus pengelolaan anggaran yang secara garis besar

terdiri dari:

1. Penyusunan dan Penetapan APBD;

2. Pelaksanaan dan Penatausahaan APBD;

3. Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBD.

Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah berpedoman kepada rencana kerja pemerintah

daerah dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada

masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, perubahan

Page 56: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

55

APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD

setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. Dalam

menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus

didukung dengan adanya kepastian tersedianya

penerimaan dalam jumlah yang cukup. Pendapatan,

belanja dan pembiayaan daerah yang dianggarkan dalam

APBD harus berdasarkan pada ketentuan peraturan

perundang-undangan dan dianggarkan secara bruto

dalam APBD.

B. Penyusunan Rancangan APBD

Pemerintah Daerah perlu menyusun Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah untuk menjamin

kecukupan dana dalam menyelenggarakan urusan

pemerintahannya. Karena itu, perlu diperhatikan

kesesuaian antara kewenangan pemerintahan dan

sumber pendanaannya. Pengaturan kesesuaian

kewenangan dengan pendanaannya adalah sebagai

berikut:

1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan daerah didanai dari dan atas beban

APBD.

2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan pemerintah pusat di daerah didanai dari

dan atas beban APBN.

3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang

penugasannya dilimpahkan kepada kabupaten/kota

Page 57: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

56

dan/atau desa, didanai dari dan atas beban APBD

provinsi.

4. Penyelenggaraan urusan pemerintahan

kabupaten/kota yang penugasannya dilimpahkan

kepada desa, didanai dari dan atas beban APBD

kabupaten/kota.

Seluruh penerimaan dan pengeluaran

pemerintahan daerah baik dalam bentuk uang, barang

dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan

harus dianggarkan dalam APBD. Penganggaran

penerimaan dan pengeluaran APBD harus memiliki

dasar hukum penganggaran. Anggaran belanja daerah

diprioritaskan untuk melaksanakan kewajiban

pemerintahan daerah sebagaimana ditetapkan dalam

peraturan perundang-undangan.

1. Rencana Kerja Pemerintahan Daerah

Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah berpedoman kepada rencana kerja pemerintah

daerah. Karena itu kegiatan pertama dalam penyusunan

APBD adalah penyusunan rencana kerja pemerintah

daerah (RKPD). Pemerintah daerah menyusun RKPD

yang merupakan penjabaran dari rencana pembangunan

jangka menengah Daerah (RPJMD) dengan

menggunakan bahan dari rencana kerja SKPD untuk

jangka waktu 1(satu) tahun yang mengacu kepada

rencana kerja pemerintah pusat.

RKPD tersebut memuat rancangan kerangka

ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban

Page 58: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

57

daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya,

baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah,

pemerintah daerah maupun ditempuh dengan

mendorong partisipasi masyarakat. Secara khusus,

kewajiban daerah mempertimbangkan prestasi capaian

standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. RKPDdisusun

untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara

perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan

pengawasan. Penyusunan RKPD diselesaikan paling

lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran

berkenaan. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala

daerah.

2. Kebijakan Umum APBD

Setelah rencana kerja pemerintah daerah ditetapkan,

pemerintah daerah perlu menyusun kebijakan umum

anggaran (KUA)APBD serta prioritas dan plafon

anggaran sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi

satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dalam menyusun

rencana kerja dan anggaran (RKA) SKPD.Kepala

daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD

dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan

menteri dalam negeri setiap tahun. Pedoman

penyusunan APBD yang ditetapkan menteri dalam

negeri tersebut memuat antara lain:

a. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi

kebijakan pemerintah dengan pemerintah daerah;

Page 59: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

58

b. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun

anggaran berkenaan;

c. teknis penyusunan APBD; dan

d. hal-hal khusus lainnya.

Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA)

memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari

program-program yang akan dilaksanakan oleh

pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan

daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan

daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan

pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang

mendasarinya. Program-program diselaraskan dengan

prioritas pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah

pusat. Sedangkan asumsi yang mendasari adalah

pertimbangan atas perkembangan ekonomi makro dan

perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang

ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Dalam menyusun rancangan KUA, kepala daerah

dibantu oleh tim anggaran pemerintah daerah (TAPD)

yang dipimpin oleh sekretaris daerah. Rancangan KUA

yang telah disusun, disampaikan oleh sekretaris daerah

selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada

kepala daerah, paling lambat pada awal bulan Juni.

Rancangan KUA disampaikan kepala daerah kepada

DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni tahun

anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan

pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.

Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia

Page 60: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

59

anggaran DPRD. Rancangan KUA yang telah dibahas

selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat

minggu pertama bulan Julitahun anggaran berjalan.

3. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara

Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah

disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan

prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS).

Rancangan PPAS tersebut disusun dengan tahapan

sebagai berikut:

a. menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan

urusan pilihan;

b. menentukan urutan program untuk masing-masing

urusan; dan

c. menyusun plafon anggaran sementara untuk

masing-masing program.

Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS

yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas paling

lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran

berjalan. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama

panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah

dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPA paling

lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.

KUA serta PPA yang telah disepakati, masing-

masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang

ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan

pimpinan DPRD. Dalam hal kepala daerah berhalangan,

Page 61: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

60

yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi

wewenang untuk menandatangani nota kesepakatan

KUA dan PPA.

Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap,

penandatanganan nota kepakatan KUA dan PPA

dilakukan oleh penjabat yang ditunjuk oleh pejabat yang

berwenang.

4. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD

Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA

dan PPAS, TAPD menyiapkan rancangan surat edaran

kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA

SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun

RKA-SKPD. Rancangan surat edaran kepala daerah

tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD mencakup:

a. PPA yang dialokasikan untuk setiap program SKPD

berikut rencana pendapatan dan pembiayaan;

b. sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD

dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan

standar pelayanan minimal yang ditetapkan;

c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada

PPKD;

d. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian

dari SKPD terkait dengan prinsip-prinsip

peningkatan efisiensi, efektivitas, transparansi dan

akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka

pencapaian prestasi kerja; dan

Page 62: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

61

e. dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA,

kode rekening APBD, format RKASKPD, analisis

standar belanja dan standar satuan harga.

Surat edaran kepala daerah perihal pedoman

penyusunan RKASKPD diterbitkan paling lambat awal

bulan Agustus tahun anggaran berjalan. Berdasarkan

pedoman tersebut, kepala SKPD menyusun RKA-

SKPD. RKA-SKPD disusun melalui pendekatan

kerangka pengeluaran jangka menengah daerah,

penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan

prestasi kerja. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka

menengah daerah dilaksanakan dengan menyusun

prakiraan maju.Prakiraan maju tersebut berisi perkiraan

kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang

direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari

tahun anggaran yang direncanakan.

Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan

dengan memadukan seluruh proses perencanaan dan

penganggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan di

lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen

rencana kerja dan anggaran.

Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja

dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara

pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari

kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan

termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran

tersebut.

Page 63: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

62

Untuk terlaksananya penyusunan RKA-SKPD

berdasarkan pendekatan kerangka pengeluaran jangka

menengah daerah, penganggaran terpadu dan

penganggaran berdasarkan prestasi kerja, dan

terciptanya kesinambungan RKA-SKPD, kepala SKPD

mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan 2

(dua) tahun anggaran sebelumnya sampai dengan

semester pertama tahun anggaran berjalan. Evaluasi

tersebut bertujuan menilai program dan kegiatan yang

belum dapat dilaksanakan dan/atau belum diselesaikan

tahun-tahun sebelumnya untuk dilaksanakan dan/atau

diselesaikan pada tahun yang direncanakan atau 1 (satu)

tahun berikutnya dari tahun yang direncanakan. Dalam

hal suatu program dan kegiatan merupakan tahun

terakhir untuk pencapaian prestasi kerja yang

ditetapkan, kebutuhan dananya harus dianggarkan pada

tahun yang direncanakan.

Penyusunan RKA-SKPD berdasarkan prestasi kerja

memperhatikan:

a. Indikator Kinerja

Indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan yang

akan dicapai dari program dan kegiatan yang

direncanakan.

b. Capaian Atau Target Kinerja

Capaian kinerja merupakan ukuran prestasi kerja

yang akan dicapai yang berwujud kualitas, kuantitas,

efisiensi dan efektivitas pelaksanaan dari setiap

program dan kegiatan.

c. Analisis Standar Belanja

Page 64: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

63

Analisis standar belanja merupakan penilaian

kewajaran atas beban kerja dan biaya yang

digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.

d. Standar Satuan Harga

Standar satuan harga merupakan harga satuan setiap

unit barang/jasa yang berlaku disuatu daerah yang

ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

e. Standar Pelayanan Minimal

Standar pelayanan minimal merupakan tolok ukur

kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu

pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib

daerah.

RKA-SKPD memuat rencana pendapatan,

rencana belanja untuk masing-masing program dan

kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun yang

direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek

pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta perkiraan

maju untuk tahun berikutnya. RKA-SKPD juga memuat

informasi tentang urusanpemerintah daerah , organisasi,

standar biaya, prestasi kerja yang

akan dicapai dari program dan kegiatan.

RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD

disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut

oleh TAPD.

5. Penyiapan Raperda APBD

Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah

disusun oleh SKPD dilakukan pembahasan penyusunan

Page 65: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

64

Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD

dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-

SKPD dengan KUA, PPA, perkiraan maju yang telah

disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen

perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator

kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis

belanja, standar satuan harga, standar pelayanan

minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar

SKPD.

Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat

ketidaksesuaian, kepala SKPD melakukan

penyempurnaan. RKA-SKPD yang telah disempurnakan

oleh kepala SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai

bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang

APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang

penjabaran APBD.

Rancangan peraturan daerah tentang APBD

dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:

a. ringkasan APBD;

b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan

daerah dan organisasi;

c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan

daerah, organisasi, pendapatan, belanja dan

pembiayaan;

d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan

daerah, organisasi, program dan kegiatan;

e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan

keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi

dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;

Page 66: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

65

f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per

jabatan;

g. daftar piutang daerah;

h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah;

i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset

tetap daerah;

j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset

lain-lain;

k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran

sebelumnya yang belum diselesaikan dan

dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;

l. daftar dana cadangan daerah; dan

m. daftar pinjaman daerah.

Bersamaan dengan penyusunan rancangan perda

APBD, disusun rancangan peraturan kepala daerah

tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala

daerah tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri

dari:

a. ringkasan penjabaran APBD;

b. penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan

daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok,

jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan

pembiayaan.

Rancangan peraturan kepala daerah tentang

penjabaran APBD wajib memuat penjelasan sebagai

berikut:

Page 67: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

66

a. untuk pendapatan mencakup dasar hukum,

target/volume yang direncanakan, tarif

pungutan/harga;

b. untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan

volume/tolok ukur, harga satuan, lokasi kegiatan

dan sumber pendanaan kegiatan;

c. untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran,

sumber penerimaan pembiayaan dan tujuan

pengeluaran pembiayaan.

Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang

telah disusun oleh PPKD disampaikan kepada kepala

daerah. Selanjutnya rancangan peraturan daerah tentang

APBD sebelum disampaikan kepada DPRD

disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi

rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut

bersifat memberikan informasi mengenai hak dan

kewajiban pemerintah daerah serta masyarakat dalam

pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan.

Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang

APBD dilaksanakan oleh sekretaris daerah selaku

koordinator pengelolaan keuangan daerah.

6. Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan

Daerah tentang APBD

Kepala daerah menyampaikan rancangan

peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya

kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama

bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun

Page 68: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

67

yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan

bersama. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan

kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah

tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan

sebelum tahun anggaran yang bersangkutan

dilaksanakan.

Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut

disertai dengan nota keuangan. Penetapan agenda

pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD

untuk mendapatkan persetujuan bersama, disesuaikan

dengan tata tertib DPRD masing-masing daerah.

Pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut

berpedoman pada KUA, serta PPA yang telah disepakati

bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Dalam

hal DPRD memerlukan tambahan penjelasan terkait

dengan pembahasan program dan kegiatan tertentu,

dapat meminta RKA-SKPD berkenaan kepada kepala

daerah.

Apabila DPRD sampai batas waktu 1 bulan

sebelum tahun anggaran berkenaan, tidak menetapkan

persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap

rancangan peraturan daerah tentang APBD, maka

kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-

tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran

sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan.

Pengeluaran setinggi-tingginya untuk

keperluan setiap bulan tersebut, diprioritaskan untuk

belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat

Page 69: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

68

wajib. Belanja yang bersifat mengikat merupakan

belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus

dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan jumlah

yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun

anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai,

belanja barang dan jasa. Sedangkan belanja yang

bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya

kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar

masyarakat antara lain pendidikan dan kesehatan

dan/atau melaksanakan kewajiban kepada fihak ketiga.

Atas dasar persetujuan bersama, kepala daerah

menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang

penjabaran APBD.

Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran

APBD tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri

dari :

a. ringkasan APBD;

b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan

daerah dan organisasi;

c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan

daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok,

jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan

pembiayaan;

d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan

daerah, organisasi, program dan kegiatan;

e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan

keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi

pengelolaan keuangan negara;

Page 70: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

69

f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per

jabatan;

g. daftar piutang daerah;

h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah;

i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset

tetap daerah;

j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset

lain-lain;

k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran

sebelumnya yang belum diselesaikan dan

dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;

l. daftar dana cadangan daerah; dan

m. daftar pinjaman daerah.

Dalam hal kepala daerah dan/atau pimpinan

DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk

dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku

penjabat/pelaksana tugas kepala daerah dan/atau selaku

pimpinan sementara DPRD yang menandatangani

persetujuan bersama.

Rancangan peraturan kepala daerah tentang

APBD dapat dilaksanakan setelah memperoleh

pengesahan dari menteri dalam negeri bagi provinsi dan

gubernur bagi kabupaten/kota. Sedangkan pengesahan

rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD

ditetapkan dengan keputusan menteri dalam negeri bagi

provinsi dan keputusan gubernur bagi kabupaten/kota.

Page 71: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

70

Penyampaian rancangan peraturan kepala daerah

untuk memperoleh pengesahan paling lama 15 (lima

belas) hari kerja terhitung sejak DPRD tidak

menetapkan keputusan bersama dengan kepala daerah

terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.

Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari

kerja mendagri/gubernur tidak mengesahkan rancangan

peraturan kepala daerah tentang APBD, kepala daerah

menetapkan rancangan peraturan kepala daerah

dimaksud menjadi peraturan kepala daerah. Khusus

untuk pengeluaran, diatur bahwa pelampauan batas

tertinggi dari jumlah pengeluaran, hanya diperkenankan

apabila ada kebijakan pemerintah untuk kenaikan gaji

dan tunjangan PNS serta penyediaan

dana pendamping atas program dan kegiatan yang

ditetapkan oleh pemerintah serta bagi hasil pajak daerah

dan retribusi daerah yang ditetapkan dalam undang-

undang.

7. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD

Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang

Penjabaran APBD Rancangan peraturan daerah provinsi

tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan

rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran

APBD sebelum ditetapkan oleh gubernur paling lama

3(tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada

Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. Penyampaian

rancangan disertai dengan:

Page 72: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

71

a. persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan

DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang

APBD;

b. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala

daerah dan pimpinan DPRD;

c. risalah sidang jalannya pembahasan terhadap

rancangan peraturan daerah tentang APBD; dan

d. nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal

penyampaian pengantar nota keuangan pada sidang

DPRD.

Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian

antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional,

keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan

aparatur serta untuk meneliti sejauh mana APBD

provinsi tidak bertentangan dengan kepentingan umum,

peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah

lainnya yang ditetapkan oleh provinsi bersangkutan.

Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi, menteri dalam

negeri dapat mengundang pejabat pemerintah daerah

provinsi yang terkait.

Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan

menteri dalam negeri dan disampaikan kepada gubernur

paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak

diterimanya rancangan dimaksud. Apabila menteri

dalam negeri menyatakan hasil evaluasi atas rancangan

peraturan daerah tentang APBD dan rancangan

peraturan gubernur tentang penjabaran APBD sudah

sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan

Page 73: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

72

perundang-undangan yang lebih tinggi, gubernur

menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan

daerah dan peraturan gubernur.

Dalam hal menteri dalam negeri menyatakan

bahwa hasil evaluasi rancangan peraturan daerah

tentang APBD dan rancangan peraturan gubernur

tentang penjabaran APBD bertentangan dengan

kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi, gubernur bersama DPRD

menyempurnakan paling lama 7 (tujuh) hari kerja

terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil

evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan DPRD,

dan gubernur tetap menetapkan rancangan peraturan

daerah tentang APBD dan rancangan peraturan

gubernur tentang penjabaran APBD menjadi peraturan

daerah dan peraturan gubernur, menteri dalam negeri

membatalkan peraturan daerah dan peraturan gubernur

dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu

APBD tahun sebelumnya.

Pembatalan peraturan daerah dan peraturan

gubernur serta pernyataan berlakunya pagu APBD tahun

sebelumnya ditetapkan dengan peraturan menteri dalam

negeri. Sementara itu, rancangan peraturan daerah

kabupaten/kota tentang

APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan

rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran

APBD sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota paling

lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada gubernur

untuk dievaluasi. Pelaksanaan dan ketentuan evaluasi

Page 74: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

73

adalah sebagaimana halnya evaluasi oleh menteri dalam

negeri untuk rancangan APBD provinsi.

Pembatalan peraturan daerah dan peraturan

bupati/walikota dan pernyataan berlakunya pagu APBD

tahun sebelumnya ditetapkan dengan peraturan

gubernur. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah

pembatalan, kepala daerah harus memberhentikan

pelaksanaan peraturan daerah dan selanjutnya DPRD

bersama kepala daerah mencabut peraturan daerah

dimaksud. Pencabutan peraturan daerah tersebut

dilakukan dengan peraturan daerah tentang pencabutan

peraturan daerah tentang APBD.

Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBD tahun

sebelumnya, ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

Penyempurnaan hasil evaluasi dilakukan kepala daerah

bersama dengan panitia anggaran DPRD. Hasil

penyempurnaan ditetapkan oleh pimpinan DPRD.

Keputusan pimpinan DPRD dijadikan dasar penetapan

peraturan daerah tentang APBD.

Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan

dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya. Sidang

paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna

pengambilan keputusan bersama terhadap rancangan

peraturan daerah tentang APBD.

Keputusan pimpinan DPRD disampaikan kepada

menteri dalam negeri bagi APBD provinsi dan kepada

gubernur bagi APBD kabupaten/kota paling lama 3

(tiga) hari kerja setelah keputusan tersebut ditetapkan.

Page 75: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

74

Dalam hal pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka

pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang

berwenang selaku pimpinan sementara DPRD yang

menandatangani

keputusan pimpinan DPRD.

Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang

dilakukan atas rancangan peraturan daerah

kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan peraturan

bupati/walikota tentang penjabaran APBD kepada

menteri dalam negeri.

8. Penetapan Peraturan Daerah

Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan

Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD

Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan

rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran

APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala

daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan

peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.

Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD

dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD

tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember

tahun anggaran sebelumnya.

Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka

pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang

berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala

daerah yang menetapkan peraturan daerah tentang

APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran

APBD.

Page 76: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

75

Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah

tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang

penjabaran APBD kepada mendagri bagi provinsi dan

gubernur bagi kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari

kerja setelah ditetapkan.

9. Perubahan APBD

Penyesuaian APBD sesuai dengan perkembangan

dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama DPRD

dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan

prakiraan perubahan APBD tahun anggaran yang

bersangkutan, apabila terjadi:

a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi

KUA;

b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan

pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar

kegiatan, dan antar jenis belanja;

c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih

tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun

berjalan;

d. keadaan darurat; dan

e. keadaan luar biasa.

Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat

melakukan pengeluaran yang belum tersedia

anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam

rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan

dalam laporan realisasi anggaran. Keadaan darurat

Page 77: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

76

tersebut sekurang-kurangnya memenuhi kriteria berikut

ini:

a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas

pemerintah daerah dan tidak dapat diprediksikan

sebelumnya;

b. tidak diharapkan terjadi secara berulang;

c. berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah

daerah; dan

d. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran

dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh

keadaan darurat.

Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu)

kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam

keadaan luar biasa. Keadaan luar biasa tersebut adalah

keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan

dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami

kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50%.

Pelaksanaan pengeluaran atas pendanaan keadaan

darurat dan/atau keadaan luar biasa ditetapkan dengan

peraturan kepala daerah. Realisasi pengeluaran atas

pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa

tersebut dicantumkan dalam rancangan peraturan daerah

tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Pemerintah daerah mengajukan rancangan

peraturan daerah tentang perubahan APBD tahun

anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan

persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang

bersangkutan berakhir. Persetujuan DPRD terhadap

Page 78: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

77

rancangan peraturan daerah tersebut selambat-

lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun

anggaran.

Proses evaluasi dan penetapan rancangan

peraturan daerah tentang perubahan APBD dan

rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran

perubahan APBD menjadi peraturan daerah dan

peraturan kepala daerah berlaku ketentuan seperti

halnya evaluasi dan penetapan rancangan APBD.

Apabila hasil evaluasi tersebut tidak ditindaklanjuti oleh

kepala daerah dan DPRD, dan kepala daerah tetap

menetapkan rancangan peraturan daerah tentang

perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala

daerah tentang penjabaran perubahan APBD, peraturan

daerah dan peraturan kepala daerah dimaksud

dibatalkan dan sekaligus menyatakan berlakunya pagu

APBD tahun berjalan termasuk untuk pendanaan

keadaan darurat.

Pembatalan peraturan daerah tentang perubahan

APBD provinsi dan peraturan gubernur tentang

penjabaran perubahan APBD dilakukan oleh menteri

dalam negeri. Pembatalan peraturan daerah tentang

perubahan APBD kabupaten/kota dan peraturan

bupati/walikota tentang penjabaran perubahan APBD

dilakukan oleh gubernur.

Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan

tentang pembatalan, Kepala daerah wajib

memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah tentang

Page 79: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

78

perubahan APBD dan selanjutnya kepala daerah

bersama DPRD mencabut peraturan daerah dimaksud.

Pencabutan peraturan daerah tersebut dilakukan dengan

peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah

tentang perubahan APBD.

Page 80: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

79

BAB V

MANAJEMEN PENERIMAAN DAERAH

elaksanaan otonomi daerah membawa dampak

dalam pengelolaan keuangan daerah, di mana

daerah diberi kewenangan yang sangat besar

dalam mengatur dan mengelola keuangannya sendiri.

Agar pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dapat

berjalan dengan benar danbaik, maka pemerintah

Republik Indonesia, mengaturnya dalam Undang-

Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan

daerah pasal 155 yang menyatakan: (1)

Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan daerah didanai dari dan atas beban

anggaran pendapatan dan belanja daerah, (2)

Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan Pemerintah di daerah didanai dari dan atas

beban anggaran pendapatan dan belanja negara. (3)

Administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan

pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan secara terpisah dari administrasi pendanaan

penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2).Selain hal tersebut, dalam

rangka menyelenggarakan pemerintah, pemerintah di

P

Page 81: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

80

daerah diberikan sumber-sumber keuangan yang akan

digunakan untuk pembiayaan berbagai tugas dan

tanggung jawabnya. Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

pasal 157 menyatakan:Sumber pendapatan daerah

terdiri atas:

a. pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut

PAD, yaitu:

1) hasil pajak daerah;

2) hasil retribusi daerah;

3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan; dan

4) lain-lain PAD yang sah;

b. dana perimbangan; dan

c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Dana perimbangan yang pada pasal 157 huruf b

terdiri atas; (a) dana bagai hasil, (b) dana alokasi

umum, dan (c) dana alokasi khusus.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintahan Daerah pasal 5 menyatakan:

1. Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi

terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan.

2. Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) bersumber dari:

a. Pendapatan Asli Daerah;

b. Dana Perimbangan; dan

c. Lain-lain Pendapatan.

Page 82: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

81

3. Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

bersumber dari:

a. sisa lebih perhitungan anggaran Daerah;

b. penerimaan Pinjaman Daerah;

c. Dana Cadangan Daerah; dan

d. hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan.

A. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah

penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber

yang ada di wilayahnya sendiri, yang dipungut

berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA). PAD

diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan

daerah.

Kewenangan daerah untuk memungut PAD diatur

dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997

sebagaimana telah disempurnakan dalam Undang-

Undang Nomor 34 tahun 2000, dan selanjutnya

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009. Undang-

undang ini mencerminkan keleluasaan daerah untuk

menggali sumber-sumber pembiayaan dari daerahnya

sendiri seperti pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil

perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan

kekayaan daerah, dan lain-lain PAD yang syah.

Page 83: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

82

1. Pajak Daerah

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut,

Pasal 1 ayat 10 dikatakan bahwa; Pajak Daerah, yang

selanjutnya disebut Pajak, adalahkontribusi wajib

kepada Daerah yang terutang oleh orangpribadi atau

badan yang bersifat memaksa berdasarkanUndang-

Undang, dengan tidak mendapatkan imbalansecara

langsung dan digunakan untuk keperluan Daerahbagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan undang-undang tersebut, maka

daerah (baik provinsi maupun kabupaten/kota)

diberikan kewenangan untuk memungut berbagai jenis

pajak sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6.

Jenis dan Tarif Pajak Provinsi

Jenis Pajak Tarif (max)

1. Pajak kendaraan

bermotor

2. Bea balik Nama

Kendaraan

bermotor

3. Pajak bahan

bakar kendaraan

bermotor

4. Pajak Air

Permukaan; dan 5. Pajak Rokok

1 S/D 2 % untuk kendaraan pertama

2 s/10 % untuk kendaraan kedua dan

seterusnya

Penyerahan pertama sebesar maksimum

20%

penyerahan kedua dan seterusnya sebesar

maksimum1%

Maksimum sebesar 10% dari nilai

jual bahan bakar

Maksimum sebesar 10% dari nilai

perolehan 10 % dari cukai rokok

Sumber: Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Page 84: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

83

Jenis dan Tarif Pajak Kabupaten/Kota Jenis Pajak Tarif (max)

a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran

c. Pajak Hiburan

d. Pajak Reklame e. Pajak

Penerangan

Jalan f. Pajak Mineral

Bukan Logam

dan Batuan g. Pajak Parkir h. Pajak Air Tanah i. Pajak Sarang

Burung Walet j. Pajak Bumi dan

Bangunan

Perdesaan dan

Perkotaan k. Bea Perolehan

Hak atas Tanah

dan Bangunan.

- paling tinggi sebesar 10 % - paling tinggi sebesar 10 % - paling tinggi sebesar 35 %. - Khusus untuk Hiburan berupa

pagelaran busana, konteskecantikan,

diskotik, karaoke, klub malam,

permainanketangkasan, panti pijat,

dan mandi uap/spa, tarif

PajakHiburan dapat ditetapkan paling

tinggi sebesar 75%

- paling tinggi sebesar 25 %. - paling tinggi sebesar 10 %. - paling tinggi sebesar 25 %. - paling tinggi sebesar 30 %. - paling tinggi sebesar 20 %. - paling tinggi sebesar 10 %.

- paling tinggi sebesar 0,3 %. - paling tinggi sebesar 5 %.

Sumber: Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Page 85: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

84

2. Pajak Kendaraan Bermotor

Seiring dengan meningkatnya jumlah

kepemilikan kendaraan bermotor maka jumlah wajib

pajak kendaraan pribadi makin tinggi pula. Hal ini, tentu

menjadi salah satu sumber pemasukan yang seksi bagi

daerah, terutama untuk menambah pundi-pundi

penerimaan daerah. Untuk mengakomodir itu,

pemerintah provinsi memiliki kewenangan dalam

memungut pajak kendaraan bermotor terus mem-

perbaiki regulasi yang ada.

Pajak progresif adalah tarif pemungutan pajak

dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya

jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak,

dan kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu

setiap kali naik. Bagi yang memiliki kendaraan

bermotor lebih dari satu dikenakan pajak progresif.

Artinya, bagi kepemilikan kendaraan yang ke dua dan

seterusnya nominal pembayaran pajaknya akan lebih

besar dibandingkan dengan kepemilikan kendaraan

pertama.

Hal ini tentu baik untuk mengendalikan jumlah

kepemilikan kendaraan pribadi perorangan sehingga

laju pertumbuhan kendaraan dapat dibatasi. Hal ini

terkait dengan jumlah kendaraan yang beredar dijalan

raya saat ini yang tentu jika tidak dilakukan

pengendalian maka akan menimbulkan dampak ikutan

berikutnya. Salah satu yang paling krusial saat ini,

jumlah kendaraan bermotor yang beredar dijalan raya

sungguh sangat tidak sebanding dengan pertumbuhan

Page 86: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

85

atau pertambahan jalan yang ada. Jika pertumbuhan

kendaraan berlaku deret ukur, sementara pertumbuhan

jalan raya berlaku deret hitung.

Cepatnya pertumbuhan jumlah kendaraan

bermotor disatu sisi merupakan langkah bagus bagi

geliat ekonomi secara makro karena dengan

kemampuan daya beli yang kian baik, menandakan

bahwa ekonomi makin bergairah dan bertumbuh namun

disisi lain nafsu untuk memiliki kendaraan lebih dari

satu juga tidak akan terbendung.

Sementara, potensi pasar kendaraan bermotor

yang gemuk menjadi daya tarik tersendiri bagi industri

otomotif nasional maupun internasional untuk ikut

bermain dipangsa pasar otomotif tanah air, hal ini

terkait pula dengan regulasi kepemilikan kendaraan

yang kian mudah. Akses memiliki kendaraan yang tidak

berbelit-belit disertai angsuran yang murah dan

berbunga kompetitif menjadi daya tarik tersendiri bagi

konsumen kendaraan tanah air.

Bahkan saat ini, untuk memperoleh kendaraan

bermotor, berbagai jasa keuangan tumbuh subur dengan

prosedur dan layanan memadai dan memanjakan konsu-

men, disertai tata cara yang singkat dan ringkas,

sehingga hanya dalam hitungan menit kendaraan

bermotor sudah bisa dioperasionalkan dan berpindah

tangan. Kemudahan-kemudahan seperti ini merangsang

konsumen untuk membeli kendaraan bermotor roda dua

maupun roda empat dengan DP murah, walau

Page 87: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

86

tidak cash, tetapi bisa dilakukan dengan kredit murah

dan berjangka lama.

Faktanya, kepemilikan kendaraan pribadi

meningkat tajam, walau secara pendapatan jumlah

pembayaran yang dibelanjakan untuk kredit kendaraan

kadang-kadang sudah tidak sesuai dengan kemampuan

pendapatan yang bersangkutan. Namun, gencarnya

promosi dan layanan murah yang diberikan sehingga

industri otomotif tidak pernah kekurangan konsumen.

Sementara pemerintah sebagai regulator perlu

mengatur nafsu kepemilikan yang besar dengan

memberlakukan pajak progresif. Sehingga beban pajak

kendaraan yang ditagih akan menjadi salah satu solusi

penting mengerem nafsu kepemilikan kendaraan

tersebut. Namun, pertanyaannya efektifkah pelaksanaan

pajak progresif terutama dikaitkan dengan ketersediaan

infrastruktur dilapangan, terutama unit kerja yang

berfungsi mengeksekusi peraturan daerah tersebut?.

Fakta menunjukkan banyak daerah dengan ins-

tansi terkait terutama dinas pendapatan daerah yang me-

miliki cabang disetiap kabupaten (samsat), masih belum

memiliki sistem yang shahih untuk menguji

kepemilikan kendaraan pribadi perorangan, terutama

bila kaitkan dengan Identitas Kepemilikan

Kendaraan.Sebagai contoh saja, jika si A memiliki

kendaraan lebih dari satu, aturannya yang berangkutan

wajib dikenakan pajak progresif untuk kendaraan kedua

dan seterusnya sesuai klasifikasi pajak kendaraan yang

dikenakan, tetapi bagaimana kalau seandainya si A telah

Page 88: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

87

menjual kendaraan pertamanya kepada orang lain,

katakanlah si B, lalu ketika si B akan membayar pajak,

petugas akan menagih persyaratan yang

ditentukan.Tetekbengek persyaratan mulai dari KTP,

BPKB dan STNK menjadi syarat utama. Tidak jarang

wajib pajak kesulitan memperoleh KTP sipenjual karena

berbagai alasan. Sehingga ketika nomor polisi

kendaraan diinput ke sistem komputerisasi, akan

terbaca data kendaraan dengan KTP di blok.

Artinya si wajib pajak tidak bisa membayar

pajak karena hanya persoalan KTP, petugas beralasan

apabila ini diloloskan si pemilik kendaraan pertama

akan konplain kepada Samsat terutama jika kendaraanya

nanti masuk dan dikenakan pajak progresif. Sementara

yang bersangkutan riilnya hanya punya satu kendaraan

misalnya.

Namun, persoalan ini jika dianalisis akan makin

kompleks karena apabila kepemilikan kendaraan dida-

sarkan pada KTP manual yang saat ini masih berlaku,

maka data yang ada termasuk kepemilikan kendaraan

masih akan sangat rancu. Seorang bisa saja memiliki

KTP ganda, sehingga bisa saja disiasati untuk

menghindari pajak progresif ini.Termasuk penggunaan

Kartu Keluarga (KK) manual yang dikeluarkan

pemerintah daerah, kecuali KK yang sudah menjadi

dasar penerbitan KTP elektronik yang saat ini

berlangsung. Ditengah proses penyelesaian E-KTP yang

masih berjalan, tentu celah hukum ini masih menjadi

Page 89: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

88

lubang yang perlu perhatian serius pihak berkepentingan

untuk meninjau ulang pemberlakukan pajak progresif,

setidaknya, menunggu pelaksanaan efektif E-KTP yang

tengah berproses.

Untuk itu, pemerintah Propinsi perlu mereviev

tingkat partisipasi masyarakat dalam menyukseskan

pelaksanaan Pajak Progresif kendaraan ini, terkait

dengan masih terbukanya peluang untuk memanipulasi

data kependudukan terutama KTP manual yang masih

berlaku dan belum dicabut. Termasuk kesiapan sarana

pendukung unit kerja yang tupoksinya bersentuhan

langsung dengan eksekusi pelaksanaan perda dimaksud

dilapangan.

Kedepan perlu kajian konprehensif sehingga

berbagai kendala yang dihadapi dilapangan bisa diinput

sebagai bahan masukan sehingga dalam kerangka positif

bisa menjadi masukan yang dapat menjadi perbaikan

bagi pelaksanaan pajak progresif ini. Memang secara

kasat mata proses pelayanan publik dikantor Samsat

khususnya, sudah mengalami perbaikan signifikan,

terutama kenyamanan, dan kejelasan serta durasi waktu

yang tersedia.

Kepastian waktu dan biaya merupakan salah satu

bentuk perbaikan yang signifikan, namun tidak tertutup

kemungkinan dicelah-celahnya ada petugas yang masih

memakai baju paradigma lama, kalau bisa dipersulit

mengapa harus dipermudah. Sehingga biaya ekstra yang

dikeluarkan wajib pajak terasa tidak perlu dan

membebani. Untuk itu kedepan perlu unit khusus yang

Page 90: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

89

mengawasi tindak tanduk percaloan yang masih terjadi

di banyak tempat di samsat kita, dan angin perubahan

itu semakin kencang karena complain atau kritik

masyarakat dan suara-sauara yang mendesak agar

pelayanan publik bagi wajib pajak makin persuasif dan

akomodatif merupakan hal mendesak untuk dilakukan.

3. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun2009,

bea balik nama kendaraan bermotor(BBN-KB) adalah

pajak atas penyerahan hakmilik kendaraan bermotor

sebagai akibatperjanjian dua pihak atau perbuatan

sepihakatau keadaan yang terjadi karena jual beli,tukar-

menukar, hibah, warisan, ataupemasukan ke dalam

badan usaha. Subjekpajak BBN-KB adalah orang

pribadi ataubarang yang dapat menerima

penyerahankendaraan bermotor. Wajib pajak BBN-

KBwajib mendaftarkan penyerahan KB dalamjangka

waktu paling lambat 30 (tiga puluh) harikerja sejak saat

penyerahan. Penguasaankendaraan melebihi 12 (dua

belas) bulan di luarperjanjian sewa beli dapat dianggap

sebagaipenyerahan. Pembayaran bea balik

namakendaraan bermotor dilakukan pada

saatpendaftaran.

Faktor-faktor yang menjadi kendala

dalammelaksanakan strategi meningkatkanbeabalik

nama kendaraan bermotor pada beberapa provinsi antara

lain: 1) sanksi hukum yangkurang tegas bagi wajib

Page 91: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

90

pajak dan 2) kualitasSDM yang terbatas terutama untuk

tenagaoperasional. Brooks (2001)

menggambarkanbahwa kesulitan dalam pemenuhan

kepatuhanperpajakan karena terdapat perbedaan

pentingantara hukum pajak dengan hukum yang

lain,yaitu untuk dapat mematuhi hukum pajakpenduduk

harus berhadapan dengankompleksitas aturan dan

bahkan serangkaianaktivitas yang membutuhkan biaya

yang tinggi.

Untuk itu, kebijakan harus memilih di antaradua

alasan utama yaitu penerapan keadilanyang dapat

menyebabkan peraturan perpajakanyang kompleks atau

mengurangi biayakepatuhan dengan penyederhanaan

peraturandan prosedur.Selain itu, kualitas sumber daya

manusiaaparatur pajak yang kurang baik dari

sisikualitas maupun kuantitas serta terbatasnyatenaga

operasional juga menjadi kendalakelancaran dalam

pemberian pelayanan kepadapara wajib pajak. Hal ini

diungkapkan olehVazquez(2004) bahwakelemahan

sistem perpajakan yang umumnyaterjadi biasanya

ditandai dengan prosedur yangsudah usang, pegawai

yang dibayar rendah,pegawai yang kurang terlatih,

sistem perpajakanyang terlalu kompleks sehingga sulit

untukmencapai efisiensi administrasi dengan

sumberdaya yang tersedia sangat minim bagi

kantorpelayanan pajak, keengganan pemerintah

untukmenegakkan sistem yang ada dan cenderunghanya

menunggu bola.

Page 92: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

91

4. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah

pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap

digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan

bakar yang digunakan untuk kendaraan diatas air.

Seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan

bermotor, maka potensi penggunaan bahan bakar

kendaraan bermotor juga meningkat. Karena potensi

bagai provinsi untuk meningkatkan penerimaannya

terutama dari pajak bahan bakar kendaraan bermotor.

Untuk meningkatkan penerimaan dari pajak

bahan bakar kendaraan bermotor, maka pemerintah

provinsi perlu menjalan kerja sama yang baik dengan

pihak pertamina dan sebagai produsen dan sekaligus

distributor bahan bakar kendaraan bermotor guna

menghindari terjadinya kebocoran dalam penerimaan

daerah.

5. Pajak Air Permukaan

Pajak Air Permukaan adalah pajak atas

pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan. Air

Permukaan adalah semua air yang terdapat pada

permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang

berada di laut maupun di darat. Pajak Air Permukaan

semula bernama Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan

Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (PPPABTAP)

Page 93: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

92

berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000.

Hanya saja berdasarkan Undang-Undang Nomor 2009,

PPPABTAP dipecah menjadi dua jenis pajak, yaitu

Pajak Air Permukaan dan Pajak Air Bawah Tanah.

Pajak Air Permukaan dimasukkan sebagai Pajak

Provinsi, sedangkan Pajak Air Bawah Tanah ditetapkan

menjadi Pajak Kabupaten/Kota.

6. Pajak Rokok

Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok

yang dipungut oleh pemerintah pusat. Cukai rokok di

Indonesia dipungut berdasarkan Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana

diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007.

Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap

barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau

karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang

Cukai.

Tarif Pajak rokok ditetapkan sebesar 10% dari

cukai rokok. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

pada penjelasan Pasal 29 menyatakan bahwa pada saat

diberlakukannya ketentuan mengenai Pajak Rokok,

pengenaan Pajak Rokok sebesar sepuluh persen dari

cukai rokok diperhitungkan dalam penetapan tarif cukai

nasional.

Sebagai contoh, dalam tahun 2011 penerimaan

cukai nasional sebesar 100, dan diproyeksikan

meningkat 10% setiap tahunnya sesuai dengan peta

jalur industri rokok nasional. Tanpa adanya pengenaan

Pajak Rokok oleh daerah, penerimaan cukai nasional

Page 94: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

93

tahun 2012 menjadi 110, kemudian menigkat menjadi

121 di tahun 2013. Pada tahun 2014, saat mulai

diberlakukannya Pajak Rokok, penerimaan cukai

nasional diproyeksikan sebesar 133, yang terdiri dari

121 sebagai penerimaan cukai pemerintah pusat dan 12

sebagai Pajak Rokok untuk daerah. Pola ini berlanjut

untuk tahun 2015 dan seterusnya.

7. Pajak Hotel

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009 Pasal 1 angka 20 dan21, Pajak Hotel adalah

pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.

Sedangkanyang dimaksud dengan hotel adalah fasilitas

penyedia jasa penginapan/ peristirahatantermasuk jasa

terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang

mencakup juga motel,losmen, gubuk pariwisata, wisma

pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan

dansejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar

lebih dari sepuluh.

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan

kunjungan wisata baik mancanegara negara maupun

lokal, maka pembangunan hotel semakin hari semakin

meningkat. Oleh karena pemerintah daerah memiliki

potensi yang cukup besar dalam meningkatkan

penerimaannya terutama dari pajak hotel. Oleh karena

itu diperlukan suatu kebijakan yang cerdas dari masing-

masing daerah untuk meningkatkan penerimaan dari

pajak hotel.

Page 95: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

94

8. Pajak Restoran

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

pengertian Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan

yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas

penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut

bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria,

kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa

boga/katering.

Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah

pembayaran yang diterima atau yang seharusnya

diterima restoran. Pengenaan Pajak Restoran

berdasarkan pada jumlah pembayaran yang diterima.

Tarif Pajak Restoran adalah sebesar 10% (sepuluh

persen) dan ditetapkan berdasarkan Peraturan

Kabupaten/Kota yang bersangkutan dengan tujuan

memberikan kebebasan kepada Pemerintah

Kabupaten/Kota untuk menetapkan tarif pajak yang

sesuai dengan kondisi dari masing-masing daerah

Kabupaten/Kota asalkan tidak lebih dari sepuluh persen

Pajak restoran memiliki prospek yang bagus

untuk penerimaan daerah karena dengan meningkatknya

sektor pariwisata, terutama wisata kulinear, mendorong

usaha restoran meningkat, sehingga potensi penerimaan

Pajak Restoran juga akan meningkat sehingga dapat

menyumbangkan kontribusi yang cukup besar

9. Pajak Hiburan

Page 96: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

95

Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan

hiburan. Hiburanyang dimaksud adalah tontonan film;

pagelaran kesenian, musik, dantarian modern; kesenian

rakyat/ tradisional; pagelaran busana, konteskecantikan,

binaraga, dan sejenisnya; pameran; diskotik, karaoke,

klabmalam, dan panti pijat; sirkus, akrobat, dan sulap;

permainan bilyar,golf, dan boling; pacuan kuda,

kendaraan bermotor, dan permainanketangkasan;

refleksi, mandi uap/ spa, dan pusat kebugaran

(fitnesscenter); dan pertandingan olahraga yang ditonton

atau dinikmati olehsetiap orang dengan dipungut

bayaran.

10. Pajak Reklame

Pajak Reklame adalah pajak atas

penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat,

pembuatan atau media yang menurut bentuk dan corak

ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk

memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu

barang, jasa,atau orang, ataupun untuk menarik

perhatian umum kepada suatu barang, jasa, atau orang

yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca, dan

atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali

yang dilakukan oleh pemerintah.

11. Pajak Penerangan Jalan

Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan

tenaga listrik,baik yang dihasilkan oleh pembangkit

listrik sendiri maupun yangdiperoleh dari sumber lain.

Page 97: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

96

Penggunaan tenaga listrik denganketentuan bahwa di

wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalanyang

rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Dalam hal

tenagalistrik disediakan oleh PLN maka pemungutan

pajak penerangan jalandilakukan oleh PLN.

12. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C/

Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) adalah

pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan

C/mineral bukan logam dan batuan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mineral

Bukan Logam dan Batuan terdiri dari: Asbes; Batu tulis;

Batu setengah permata; Batu kapur; Batu apung; Batu

permata; Bentonit; Dolomit; Feldspar; Garam batu

(halite); Grafit; Granit/andesit; Gips; Kalsit; Kaolin;

Leusit; Magnesit; Mika; Marmer; Nitrat; Opsidien;

Oker; Pasir dan kerikil; Pasir kuarsa; Terlit; Phospat;

Talk; Tanah serap (fullers earth); Tanah diatome; Tanah

liat; Tawas (alum); Tras; Yarosif; Yeolit; Basal;

Trakkit; dan Mineral bukan logam dan batuan lainnya

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

13. Pajak Parkir

Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas

tempat parkir di luarbadan jalan yang disediakan oleh

orang pribadi atau badan, baik yangdisediakan berkaitan

atas pokok usaha maupun yang disediakansebagai suatu

Page 98: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

97

usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan

kendaraanbermotor dan garasi kendaraan bermotor yang

memungut bayaran, seperti supermarket atau mall yang

menyelenggarakan parkir sendiri.

Pajak parkir bagi kota besar yang memiliki

supermarket dan mall yang cukup banyak seperti

Jakarta, Surabaya dan beberapa kota besar lainnya pajak

parkir cukup besar perannya dalam penerimaan daerah,

namun beberapa daerah kabupaten kontribusi pajak

parkir relatif masih sangat kecil.

14. Pajak Air Tanah

Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan

dan atau pemanfaatanair tanah dikecualikan dari objek

pajak adalah pengambilan dan/ ataupemanfaatan air

tanah untuk: keperluan dasar rumah tangga;

pengairanpertanian dan perikanan rakyat; peribadatan;

dan kegiatan sosial.

15. Pajak Sarang Burung Walet

Pajak sarang burung walet adalah pajak yang

dipungut atas kegiatan pengambilan dan atau

penguasaan burung walet. Wajib pajak sarang burung

walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan

pengambilan atau penguasaan burung walet.

Page 99: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

98

16. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan

Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan

Bangunan merupakan potensi yang cukup besar bagi

setiap daerah.Sumber penerimaanyang berasal dari

Pajak Bumi dan Bangunan belumoptimal. Oleh karena

potensi yang ada belum terdata dengan baik, karenanya

pendataan terhadappotensi PBB menjadi sangat penting.

Potensi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan

(PBB) di Kabupaten dan kota Gianyar dari tahunke

tahun mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh

perkembangan pembangunan, perekonomian

masyarakat. Adanya pengaruh pembangunan, dan

pertumbuhan ekonomi mengakibatkanalih fungsi lahan

dari tanah sawah/persawahan menjadi tanah kering

untukpermukiman/perumahan, akomodasi pariwisata,

seperti hotel, restoran, villa, ruko, art shop,toko-toko,

perkantoran, dan lain sebagainya sebagai penunjang

atau pendukungpembangunan, perekonomian, dan

pariwisata. Dengan beralih fungsinya

lahanpertanian/tanah sawah menjadi tanah kering

mengakibatkan nilai tanah berubah, di manaNilai Jual

Objek Pajak (NJOP) akan naik, sehingga secara

otomatis PBB akan naik pula.

PBB yang selama ini merupakan pajak pusat dan

daerah hanya menerima bagi hasilpajak dari pemerintah

pusat, dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor

28 Tahun2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah (PDRB) paling lambat Desember 2013, dimana

Page 100: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

99

PBB menjadi pajak daerah. Hal ini secara langsung

akan meningkatkan penerimaanpajak dari PBB, karena

seratus persen merupakan penerimaan daerah dan bukan

bagi hasilpajak dari pemerintah pusat

17. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB) adalah bea yang dikenakan atas transaksi

perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi: Jual

beli; Tukar menukar; Hibah; Hibah wasiat; Waris;

Pemasukan dalam perseoranagn atau badan hukum lain;

Pemisahan hak yang mengakibtkan peralihan;

Penunjukan pembeli dalam lelang; Pelaksanaan putusan

hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

Penggabungan usaha; Peleburan usaha; Pemekaran

usaha; Hadiah. Pemberian hak baru dikarenakan

kelanjutan pelepasan hak; atau diluar pelepasan hak.Hak

atas tanah dan/ atau bangunan meliputi: Hak milik; Hak

gunausaha; Hak guna bangunan; Hak pakai; Hak milik

atas satuan rumahsusun; dan Hak pengelolaan

2. Retribusi Daerah

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut,

Pasal 1 ayat 64 dikatakan bahwa; Retribusi Daerah,

yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan

Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian

izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan

Page 101: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

100

oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang

pribadi atau Badan.Selanjutnya dalam Retribusi

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 108

dikatakan bahwa objek retribusi daerah terdiri atas; (a)

Jasa Umum; (b), Jasa Usaha; dan (c) Perizinan Tertentu.

Untuk beberapa daerah retribusi daerah

merupakan penyumbangan terbesar terhadap

pendapatan asli daerah dalam arti memberi sumbangsi

lebih besar dari pada pajak daerah. Retribusi pada

dasarnya merupakan pungutan yang dilakukan oleh

pemerintah daerah atas pemanfaatan suatu jasa tertentu

yang disediakan oleh pemerintah. Jadi dalam hal ini

terdapat imbalan langsung yang diperoleh oleh

pengguna retribusi. Retribusi daerah pada dasarnya

dibagi atas tiga jenis yaitu; Jenis Retribusi Jasa Umum,

Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perizinan Tertentu.

Jenis Retribusi Jasa Umum adalah: dapat berupa

(a) Retribusi Pelayanan Kesehatan; (b) Retribusi

Pelayanan Persampahan/Kebersihan; (c) Retribusi

Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan

Akta Catatan Sipil; (d), Retribusi Pelayanan

Pemakaman dan Pengabuan Mayat; (e) Retribusi

Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; (f) Retribusi

Pelayanan Pasar; (g) Retribusi Pengujian Kendaraan

Bermotor; (h) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam

Kebakaran; (i) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;

(j) Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;

(k) Retribusi Pengolahan Limbah Cair; (l) Retribusi

Pelayanan Tera/Tera Ulang; (m) Retribusi Pelayanan

Page 102: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

101

Pendidikan; dan (n). Retribusi Pengendalian Menara

Telekomunikasi.

Kemudian dalam Pasal 127 Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009 Jenis Retribusi Jasa Usaha

meliputi; (a) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; (b)

Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; (c) Retribusi

Tempat Pelelangan; (d) Retribusi Terminal; (e)

Retribusi Tempat Khusus Parkir; (f) Retribusi Tempat

Penginapan/Pesanggrahan/Villa; (g) Retribusi Rumah

Potong Hewan; (h) Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan;

(i) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga; (j)

Retribusi Penyeberangan di Air; dan (k) Retribusi

Penjualan Produksi Usaha Daerah.

Kemudian dalam Pasal 127 Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009 Jenis Retribusi Perizinan

Tertentu meliputi: (a) Retribusi Izin Mendirikan

Bangunan; (b) Retribusi Izin Tempat Penjualan

Minuman Beralkohol; (c) Retribusi Izin Gangguan; (d)

Retribusi Izin Trayek; dan (e) Retribusi Izin Usaha

Perikanan.

3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan sebagaimana dimaksud menurut Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang

pedoman pengelolaan keuangan daerah pasal 26 huruf c

dikatakan bahwa; hasil pengelolaan kekayaan daerah

Page 103: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

102

yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang

mencakup:

a. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan

milik daerah/BUMD;

b. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan

milik pemerintah/BUMN; dan

c. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan

milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

4. Pendapatan Asli Daerah Lain yang Sah

Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Pasal 26 huruf d,

meliputi;

a. hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak

dipisahkan;

b. jasa giro;

c. pendapatan bunga;

d. penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah;

e. penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain

sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan

barang dan/atau jasa oleh daerah;

f. penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah

terhadap mata uang asing;

g. pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan

pekerjaan;

h. pendapatan denda pajak;

i. pendapatan denda retribusi;

Page 104: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

103

j. pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;

k. pendapatan dari pengembalian;

l. fasilitas sosial dan fasilitas umum;

m. pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan

pelatihan; dan

n. pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

B. Dana Perimbangan

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

pasal 1 ayat 3 mengatakan Perimbangan keuangan

antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah

suatu sistem pembagian keuangan yang adil,

proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam

rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi,

dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan

kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan

penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

Selanjutnya dalam ayat 9 dikatakan bahwa Dana

Perimbangan adalah dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah

untuk mendanai kebutuhanDaerah dalam rangka

pelaksanaan Desentralisasi. Sementara Pada pasal 10

dikatakan bahwa Dana Perimbangan terdiri atas: (a).

Dana Bagi Hasil; (b) Dana Alokasi Umum; dan (c)

Dana Alokasi Khusus.

Oleh karena itu dana perimbangan merupakan

dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Page 105: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

104

Belanja Negara (APBN) untuk mendukung pelaksanaan

kewajiban dan kewenangan pemerintah daerah dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk

dapat memberikan pelayanan publik dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat di daerahnya.

1. Bagi Hasil Pajak (BHP) dan Bagi Hasil Bukan Pajak

(BHBP)

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan

Pemerintahan Daerah Pasal 1 mengatakan bahwa Dana

Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.

2. Bagi Hasil Pajak

Penerimaan pajak yang dibagi kepada pemerintah

daerah adalah: (1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan

(2) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal

29 Wajib PajakOrang Pribadi Dalam Negeri dan PPh

Pasal 21. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor

28 tahun 2009 tentang pajak daerah, maka kini Pajak

Bumi dan Bangunan (PBB) dan (2) Bea Perolehan Hak

atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) semuanya sudah

diserahkan ke daerah.

Sementara Undang-Undang Nomor 33 Tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah Pasal 13,

mengatakan bahwa; Dana Bagi Hasil dari penerimaan

PPh Pasal 25 dan Pasal 29 WajibPajak Orang Pribadi

Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 sebagaimanadimaksud

Page 106: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

105

dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c yang merupakan

bagianDaerah adalah sebesar 20% (dua puluh

persen).(2) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh

sebagaimana dimaksud padaayat (1) dibagi antara

Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota.(3)

Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan

Pasal 29 WajibPajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan

PPh Pasal 21 sebagaimanadimaksud pada ayat (1)

dibagi dengan imbangan 60% (enam puluhpersen) untuk

kabupaten/kota dan 40% (empat puluh persen)

untukprovinsi.(4) Penyaluran Dana Bagi Hasil

sebagaimana dimaksud pada ayat (3)dilaksanakan

secara triwulanan.

3. Bagi Hasil Sumber Daya Alam

Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber

daya alam sebagaimanadimaksud pada ayat (1) pasal 11

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 berasal dari:

(a) kehutanan; (b) pertambangan umum; (c) perikanan;

(d) pertambangan minyak bumi; (e) pertambangan gas

bumi; dan (f) pertambangan panas bumi.

Pembagian Penerimaan Negara yang berasal dari

sumber daya alamsebagaimana dimaksud dalam Pasal

11 ayat (3) ditetapkan sebagai berikut:

a. Penerimaan Kehutanan yang berasal dari

penerimaan Iuran HakPengusahaan Hutan (IHPH)

dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH)yang

dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan

dibagi denganimbangan 20% (dua puluh persen)

Page 107: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

106

untuk Pemerintah dan 80% (delapanpuluh persen)

untuk Daerah.

b. Penerimaan Kehutanan yang berasal dari Dana

Reboisasi dibagi denganimbangan sebesar 60%

(enam puluh persen) untuk Pemerintah dan

40%(empat puluh persen) untuk Daerah.

c. Penerimaan Pertambangan Umum yang dihasilkan

dari wilayah Daerahyang bersangkutan, dibagi

dengan imbangan 20% (dua puluh persen)untuk

Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk

Daerah.

d. Penerimaan Perikanan yang diterima secara

nasional dibagi denganimbangan 20% (dua puluh

persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapanpuluh

persen) untuk seluruh kabupaten/kota.

e. Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi yang

dihasilkan dari wilayahDaerah yang bersangkutan

setelah dikurangi komponen pajak danpungutan

lainnya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan, dibagidengan imbangan:

1. 84,5% (delapan puluh empat setengah persen)

untuk Pemerintah;dan

2. 15,5% (lima belas setengah persen) untuk

Daerah.

f. Penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang

dihasilkan dari wilayahDaerah yang bersangkutan

setelah dikurangi komponen pajak danpungutan

lainnya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan, dibagidengan imbangan:

Page 108: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

107

1. 69,5% (enam puluh sembilan setengah persen)

untuk Pemerintah; dan

2. 30,5% (tiga puluh setengah persen) untuk

Daerah.

g. Pertambangan Panas Bumi yang dihasilkan dari

wilayah Daerah yangbersangkutan yang merupakan

Penerimaan Negara Bukan Pajak, dibagidengan

imbangan 20% (dua puluh persen) untuk

Pemerintah dan 80%(delapan puluh persen) untuk

Daerah.

Dana Bagi Hasil dari penerimaan IHPH yang

menjadi bagian Daerahsebagaimana dimaksud, dibagi

dengan rincian:

a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi; dan

b. 64% (enam puluh empat persen) untuk

kabupaten/kotapenghasil.

Dana Bagi Hasil dari penerimaan PSDH yang

menjadi bagian Daerah sebagaimana dimaksud, dibagi

dengan rincian:

a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang

bersangkutan;

b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk

kabupaten/kotapenghasil; dan

c. 32% (tiga puluh dua persen) dibagikan dengan

porsi yangsama besar untuk kabupaten/kota lainnya

dalam provinsi yangbersangkutan.

Sementara Dana Bagi Hasil dari Dana Reboisasi

sebagaimana dimaksud adalah:

Page 109: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

108

a. 60% (enam puluh persen) bagian Pemerintah

digunakan untukrehabilitasi hutan dan lahan secara

nasional; dan

b. 40% (empat puluh persen) bagian daerah digunakan

untuk kegiatanrehabilitasi hutan dan lahan di

kabupaten/kota penghasil.

Penerimaan Pertambangan Umum sebagaimana

dimaksud terdiri atas:

a. Penerimaan Iuran Tetap (Land-rent); dan

b. Penerimaan Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi

(Royalti).

Selanjutnya Dana Bagi Hasil dari Penerimaan

Negara Iuran Tetap (Land-rent) yangmenjadi bagian

Daerah sebagaimana dimaksud,

dibagi dengan rincian:

a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang

bersangkutan; dan

b. 64% (enam puluh empat persen) untuk

kabupaten/kota penghasil.

Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara Iuran

Eksplorasi dan IuranEksploitasi (Royalti) yang menjadi

bagian Daerah sebagaimanadimaksud pada ayat (1)

huruf b, dibagi dengan rincian:

a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang

bersangkutan;

b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota

penghasil; dan

c. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota

lainnya dalamprovinsi yang bersangkutan.

Page 110: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

109

Bagian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud

pada poin c dibagikan dengan porsi yang sama besar

untuk semua kabupaten/kotadalam provinsi yang

bersangkutan.

Penerimaan Perikanan sebagaimana dimaksud

dalam terdiri atas:

a. Penerimaan Pungutan Pengusahaan Perikanan; dan

b. Penerimaan Pungutan Hasil Perikanan.

Selanjutnya Dana Bagi Hasil dari Penerimaan

Negara sektor perikanan

sebagaimana dimaksud dibagikan denganporsi yang

sama besar kepada kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas

Bumi yangdibagikan ke Daerah adalah Penerimaan

Negara dari sumber dayaalam Pertambangan Minyak

Bumi dan Gas Bumi dari wilayah Daerahyang

bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan

pungutanlainnya.Dana Bagi Hasil dari Pertambangan

Minyak Bumi sebagaimanadimaksud sebesar 15% (lima

belaspersen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:

a. 3% (tiga persen) dibagikan untuk provinsi yang

bersangkutan;

b. 6% (enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota

penghasil; dan

c. 6% (enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota

lainnya dalamprovinsi yang bersangkutan.

Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Gas Bumi

sebagaimana dimaksud

Page 111: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

110

sebesar 30% (tiga puluh persen)dibagi dengan rincian

sebagai berikut:

a. 6% (enam persen) dibagikan untuk provinsi yang

bersangkutan;

b. 12% (dua belas persen) dibagikan untuk

kabupaten/kotapenghasil; dan

c. 12% (dua belas persen) dibagikan untuk

kabupaten/kota lainnyadalam provinsi

bersangkutan.

Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi

dan Gas Bumisebagaimana dimaksud sebesar 0,5%

(setengah persen) dialokasikan untukmenambah

anggaran pendidikan dasar, sementara Dana Bagi Hasil

sebagaimana dimaksud dibagi masing-masing dengan

rincian sebagai berikut:

a. 0,1% (satu persepuluh persen) dibagikan untuk

provinsi yangbersangkutan;

b. 0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk

kabupaten/ kotapenghasil; dan

c. 0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk

kabupaten/ kotalainnya dalam provinsi yang

bersangkutan.

Bagian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud

dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua

kabupaten/kotadalam provinsi yang bersangkutan.

Penerimaan Negara dari Pertambangan Panas

Bumi sebagaimanadimaksud merupakan Penerimaan

NegaraBukan Pajak yang terdiri atas:

a. Setoran Bagian Pemerintah; dan

Page 112: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

111

b. Iuran tetap dan iuran produksi.

Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Pertambangan

Panas Bumi yangdibagikan kepada Daerah sebagaimana

dimaksud dibagi dengan rincian:

a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang

bersangkutan;

b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota

penghasil; dan

c. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota

lainnya dalamprovinsi yang bersangkutan.

Bagian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud

dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua

kabupaten/kotadalam provinsi yang bersangkutan.

4. Dana Alokasi Umum

Sebagai salah satu bentuk transfer dari pemerintah

pusat, alokasi DAU mempunyai peranan yang cukup

besar bagi penerimaan daerah, mengingat DAU

menduduki porsi jumlah terbesar dibandingkan

komponen lainnya dalam dana perimbangan.

DAU adalah dana dari APBN yang dialokasikan

dengan tujuan untuk pemerataan keuangan antar daerah.

Salah satu tujuan keberadaan DAU dalam sistem

perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah

adalah sebagai equalization grant, terutama untuk

menetralkan dampak disparitas yang ditimbulkan oleh

transfer lain, seperti Dana Bagi Hasil. Tolak ukur

keberhasilan DAU, salah satunya adalah tercapainya

Page 113: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

112

pemerataan total penerimaan daerah per kapita yang

sebaik-baiknya.

Peranan strategis alokasi DAU terletak pada

kemampuannya untuk menciptakan pemerataan fiskal

berdasarkan pertimbangan atas potensi fiskal dan

kebutuhan nyata daerah. Menurut Mahi (2000), karena

fungsinya sebagai alat untuk mengurangi ketimpangan

fiskal horizontal, maka selayaknya DAU dilihat secara

keseluruhan sebagai bagian dari dana perimbangan dan

juga kapasitas fiskal daerah.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan

Pemerintahan Daerah Pasal 27, mengatakan bahwa;

(1) Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-

kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari

Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan

dalam APBN.

(2) DAU untuk suatu Daerah dialokasikan atas dasar

celah fiskal dan alokasi dasar.

(3) Celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

adalah kebutuhanfiskal dikurangi dengan kapasitas

fiskal Daerah.

(4) Alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat(2)

dihitungberdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri

Sipil Daerah. Selanjutnya dalam pasal 28 dikatakan bahwa;

(1) Kebutuhan fiskal Daerah merupakan kebutuhan

pendanaan Daerahuntuk melaksanakan fungsi

layanan dasar umum.

Page 114: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

113

(2) Setiap kebutuhan pendanaan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1)diukur secara berturut-turut dengan

jumlah penduduk, luas wilayah,Indeks Kemahalan

Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto

perkapita, dan Indeks Pembangunan Manusia.

(3) Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber

pendanaan Daerah yangberasal dari PAD dan Dana

Bagi Hasil. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 33 Tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah Pasal 32,

mengatakan bahwa;

(1) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama

dengan nol menerima DAU sebesar alokasi dasar.

(2) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan

nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar

menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah

dikurangi nilai celah fiskal.

(3) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan

nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari

alokasi dasar tidak menerima DAU.

Selanjutnya dalam penjelasan pasal 32 Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2004 diberikan contoh perhitungan:

Contoh perhitungan Kebutuhan Fiskal sama dengan

Kapasitas Fiskal

Kebutuhan Fiskal = Rp 100 miliar

Kapasitas Fiskal = Rp 100 miliar

Alokasi Dasar = Rp 50 miliar

Page 115: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

114

Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal - Kapasitas

Fiskal

= Rp 100 miliar Rp100 miliar = 0

DAU = Alokasi Dasar

Total DAU = Rp 50 miliar

Dalam hal celah fiskal negatif maka jumlah DAU

yang diterima Daerah adalahsebesar Alokasi Dasar

setelah diperhitungkan dengan celah fiskalnya.

Contoh perhitungan :

Kebutuhan Fiskal = Rp 100 miliar

Kapasitas Fiskal = Rp 125 miliar

Alokasi Dasar = Rp 50 miliar

Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal - Kapasitas Fiskal

= Rp 100 miliar Rp 125 miliar

= Rp-25 miliar (negatif)

DAU = Alokasi Dasar + Celah Fiskal

Total DAU = Rp50 miliar + Rp-25 miliar = Rp25 miliar

Contoh perhitungan : Celah Fiskal (negatif) melebihi

Alokasi Dasar

Kebutuhan Fiskal = Rp 100 miliar

Kapasitas Fiskal = Rp 175 miliar

Alokasi Dasar = Rp 50 miliar

Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal -Kapasitas Fiskal

= Rp 100 miliar Rp 175 miliar = Rp-75

miliar (negatif)

DAU = Celah Fiskal + Alokasi Dasar

Page 116: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

115

Total DAU = Rp-75 miliar + Rp 50 miliar = Rp-25

miliar ataudisesuaikan menjadi Rp 0 (nol)

Oleh sebab itu daerah yang menerima pendapatan

asli daerah, dan dana bagi hasil dalam jumlah besar

akan memperoleh dana alokasi umum yang lebih rendah

dibandingkan dengan daerah yang menerima

pendapatan asli daerah, dan dana bagi hasil yang

rendah.

5. Dana Alokasi Khusus

Pada hakikatnya Dana Alokasi Khusus (DAK),

adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan

kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan

khusus. Pengalokasian DAK ditentukan dengan

memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN.

Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 Pasal 39

dikatakan bahwa:

(1) DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk

mendanai kegiatankhusus yang merupakan urusan

Daerah.

(2) Kegiatan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) sesuai denganfungsi yang telah ditetapkan

dalam APBN.

Selanjutnya pasal 40 Undang-Undang Nomor 33

tahun 2004 dikatakan bahwa:

(1) Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi

kriteria umum,kriteria khusus, dan kriteria teknis.

Page 117: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

116

(2) Kriteria umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkandengan mempertimbangkan kemampuan

Keuangan Daerah dalamAPBD.

(3) Kriteria khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkandengan memperhatikan peraturan

perundang-undangan dankarakteristik Daerah.

(4) Kriteria teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan olehkementerian Negara/departemen

teknis. Lebih lanjut pasal 41 Undang-Undang Nomor 33

tahun 2004 dikatakan bahwa:

(1) Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana

Pendampingsekurang-kurangnya 10% (sepuluh

persen) dari alokasi DAK.

(2) Dana Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dianggarkandalam APBD.

(3) Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak

diwajibkanmenyediakan Dana Pendamping.

C. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah PusatDan

Pemerintahan Daerah Pasal 43 mengatakan bahwa Lain-

lain Pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan

pendapatan Dana Darurat.

Selanjutnya dalam Pasal 44 dijelaskan bahwa;

(1) Pendapatan hibah sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 43 merupakanbantuan yang tidak mengikat.

Page 118: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

117

(2) Hibah kepada Daerah yang bersumber dari luar

negeri dilakukanmelalui Pemerintah.

(3) Hibah dituangkan dalam suatu naskah perjanjian

antara PemerintahDaerah dan pemberi hibah.

(4) Hibah digunakan sesuai dengan naskah perjanjian

sebagaimanadimaksud pada ayat (3).

Sementara dalam Pasal 46 dijelaskan bahwa :

(1) Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang

berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang

diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau

peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi

olehDaerah dengan menggunakan sumber APBD.

(2) Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana

nasional dan/atauperistiwa luar biasa ditetapkan

oleh Presiden Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 juga

membolehkan, daerah untuk melakukanpinjaman dari

sumber dalam negeri untuk membiayai sebagian

anggarannya. Pinjaman tersebut dilakukan dengan

memperhatikan kemampuan Daerah untuk memenuhi

kewajibannya dan dilakukan secara transparan sehingga

setiap perjanjian pinjaman yang dilakukan oleh daerah

diumumkan dalam lembaran daerah.

Selanjutnya dalam Pasal 52 disebutkan bahwa

jenis pinjaman yang dilakukan oleh daerah dapat dalam

bentuk:

a. Pinjaman Jangka Pendek;

Page 119: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

118

b. Pinjaman Jangka Menengah; dan

c. Pinjaman Jangka Panjang.

Pinjaman Jangka Pendek sebagaimana dimaksud

merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu

kurang atau samadengan satu tahun anggaran dan

kewajiban pembayaran kembalipinjaman yang meliputi

pokok pinjaman, bunga, dan biaya lainseluruhnya harus

dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

Pinjaman Jangka Menengah sebagaimana dimaksud

merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih

darisatu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran

kembali pinjamanyang meliputi pokok pinjaman, bunga,

dan biaya lain harus dilunasidalam kurun waktu yang

tidak melebihi sisa masa jabatan KepalaDaerah yang

bersangkutan. Sementara Pinjaman Jangka Panjang

sebagaimana dimaksud merupakan Pinjaman Daerah

dalam jangka waktu lebih dari satutahun anggaran dan

kewajiban pembayaran kembali pinjaman yangmeliputi

pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi

padatahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan

persyaratanperjanjian pinjaman yang bersangkutan.

Page 120: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

119

BAB VI

ANALISIS POTENSI PENERIMAAN

DARI PENDAPATAN ASLI DAERAH

endapatan Asli Daerah merupakan indikator

penting yang dinilai sebagai tingkat kemandirian

pemerintah daerah di bidang keuangan. Semakin

tinggi share pendapatan asli daerah dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah, mencerminkan

keberhasilan usaha atau tingkat kemampuan daerah

dalam pembiayaan dan penyelenggaraan pembangunan

serta pemerintah. Dengan demikian, apabila pendapatan

asli daerah semakin meningkat dari tahun ke tahun akan

semakin mengurangi ketergantungan pemerintah daerah

terhadap bantuan dana dari pusat dan juga daerah

semakin leluasa dalam membelanjakan penerimaan

mereka sesuai dengan prioritas pembangunan daerah

mereka

Dalam bab ini akan diuraikan contoh perhitungan

sederhana tentang potensi penerimaan dari beberapa

variabel pendapatan asli daerah secara mikro, seperti

pajak hotel, pajak restoran, pajak iklan, retribusi pasar,

dan retribusi objek wisata. Hal ini dilakukan untuk

memberi gambaran kepada pembaca tentang bagaimana

P

Page 121: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

120

menghitung potensi penerimaan dari pemerintah daerah

dari masing-masing sumber penerimaan.

A. Potensi Pajak Hotel

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

bahwa basis pajak hotel adalah omzet penjualan kamar

hotel dengan tarif maksimum 10 persen. Oleh karena

itu, untuk menghitung potensi pajak hotel secara mikro

dalam suatu daerah, maka langkah untuk menghitung

potensi pajak hotel harus dilakukan oleh pemerintah

daerah antara lain:

a. Mengidentifikasi objek seluruh hotel yang di

daerahnya, meliputi; hotel berbitang 5, bintang 4,

bintang 3, hotel melati, motel, wisma, dan

sebagainya.

b. Melakukan survey pada masing-masing hotel yang

selanjutnya dimasukkan dalam data dasar potensi

pendapatan. Apabila memungkinkan, maka seluruh

hotel dan penginapan lainnya disurvey, tentang; jenis

kamar, jumlah kamar, tarif kamar, dan tingkat

hunian kamar, tetapi apabila karena keterbatasan

dana dan waktu, maka cukup di sampel.

c. Menghitung rata-rata hunian kamar

d. Menhitung potensi pajak.

Rumus yang digunakan untuk menghitung

potensi Pajak satu Hotel:

Potensi pajak Hotel = RH x RPTK x 360 x 10%

Dimana:

RH : rerata tingkat hunian (occupancy rate)

RTK : rerata tarif untuk layanan kamar

Page 122: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

121

360 : jumlah hari dalam setahun

10% : tarif pajak maksimum

Data yang diperlukan:

Jumlah kamar

Jumlah tamu

Tingkat hunian

Rata-rata waktu menginap (length of stay)

Tarif resmi hotel

Musim kunjungan tamu (ramai, sedang, sepi)

Jumlah pajak yang dibayarkan.

Untuk jelasnya perhitungan potensi penerimaan

dari pajak hotel diberikan contoh perhitungan Hotel

Anda.

Jenis, Jumlah, dan Tarif Kamar Hotel

Jenis Kamar

Jumlah Tarif Kamar

VVIP

VIV

Superior

Delux

Standar

4

10

100

60

50

2.000.000,-

1.500.000,-

1.000.000,-

750.000,-

500.000,-

Jumlah Kamar 224

Tingkat Hunian 50%

Tarif Pajak 10%

Dengan menggunakan metode rata-rata

sederhana, untuk Hotel Anda, berdasarkan hasil

observasi lapangan diperoleh dan perhitungan rata-rata

Page 123: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

122

sederhana:

Perhitungan Rata-rata Hunian Kamar Hotel

Situasi pengunjung Jumlah kamar

terpakai

Ramai

Sedang

Sepi

160

100

61

Jumlah 321

1073

321

n

JKT kamar hunianrataRata

Berdasarkan data yang telah diperoleh, maka

jumlah tarif rata-rata untuk masing-masing jenis kamar

dapat dihitung:

Perhitungan Rata-Rata Tarif per kamar

Jenis

Kamar Jumlah Tarif Kamar Jumlah

VVIP

VIV

Superior

Delux

Standar

4

10

100

60

50

2.000.000,-

1.500.000,-

1.000.000,-

750.000,-

500.000,-

8.000.000,-

15.000.000,-

100.000.000,-

45.000.000,-

25.000.000,-

Jumlah

Kamar 219

168.000.000,-

,000.750224

000.000.168

kamarJumlah

Penerimaan Total kamar per rata-rata Tarif

Dengan rumus potensi pajak hotel yang, maka

potensi pajak Hotel Anda dapat ditung:

Potensi pajak Hotel Anda = RH x RPTK x 360 x

Page 124: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

123

10%

Potensi pajak Hotel Anda =107 x 750.000 x 360 x

10%=Rp.2.889.000.000

Dengan demikian, maka potensi pajak hotel yang

dapat dipungut oleh pemerintah daerah dari Hotel

Anda adalah Rp. 2.889.000.000.

Oleh karena ini dengan cara seperti ini, maka

pemerintah daerah dapat menghitung potensi pajak yang

dapat dipungut pada seluruh hotel yang ada di

daerahnya.

B. Pajak Restoran

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

bahwa basis pajak hotel adalah omzet penjualan kamar

hotel dengan tarif maksimum 10 persen. Oleh karena

itu, untuk menghitung potensi pajak restoran secara

mikro dalam suatu daerah, maka untuk menghitung

potensi pajak restoran langkah harus dilakukan oleh

pemerintah daerah antara lain:

1. Indentifikasi seluruh restoran dan rumah makan

yang ada di daerahnya

2. Melakukan survey pada masing-masing restoran

yang selanjutnya dimasukkan dalam data dasar

potensi pendapatan. Apabila memungkinkan, maka

seluruh restoran dan rumah lainnya disurvey,

tentang munu makanan, jumlah pengujung restoran

guna mengetahui omset penjualan rata-rata baik

pada waktu ramai, normal dan sepi.

Page 125: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

124

3. Menghitung rata-rata omzet penjualan.

4. menghitung potensi pajak restoran.

Rumus:

Potensi pajak restoran = RTD x RPT x 360 x 10%

dimana

RTD : Rerata tamu yang datang

RPT : Rerata pengeluaran tamu

360 Jumlah hari dalam setahun

10% : Tarif pajak

Untuk memperoleh data omzet penjualan suatu

restoran, maka pemerintah daerah dapat melakukan

observasi pada pemilik restoran untuk memperoleh data

tentang omzet penjualan. Data omzet penjualan restoran

dapat bersifat fluktuatif sehingga perlu dibedakan antara

kondisi ramai, normal dan sepi. Di samping itu

pemerintah daerah dapat melakukan cross check dengan

data laporan keuangan dan atau laporan pajak.Misalkan

contoh Restotan Kita diperoleh data obeservasi.

Rata-rata omzet penjualan per hari:

Omzet penjualan per hari

Situasi

pengunjung

Rata-rata

pengunjung

Rata-rata

pengeluaran

Omzet

penjualan

Ramai

Sedang

Sepi

500

300

200

40.000

40.000

40.000

20.000.000

12.000.000

8.000.000

Jumlah 40.000.000

Page 126: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

125

333.333.133

000.000.40

n

penjualanomzet Jumlah penjualan omzet rataRat a

Dengan diketahuinya rata-rata omzet penjualan,

maka dapat dihitung potesi pajak Restoran Kita dengan

menggunakan rumus potensi pajak restoran dengan

cara:

Potensi pajak restoran = 13.333.333 x 360 x 10%

= Rp. 480.000.000

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka

potensi pajak restoran yang dapat dipungut oleh

pemerintah daerah terhadap Restoran Kita adalah

sebesar Rp. 480.000.000,-. Dengan cara yang sama

pemerintah daerah dapat menghitung seluruh potensi

pajak restoran dan rumah makan yang ada di daerah

guna mengetahui potensi pajak restoran yang dipungut

dalam 1 tahun.

C. Pajak Rarkir

Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas

tempat parkir di luar badan jalan yang disediakan oleh

orang pribadi atau badan, baik yang disediakan

berkaitan atas pokok usaha maupun yang disediakan

sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat

penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan

bermotor yang memungut bayaran, seperti supermarket

atau mall yang menyelenggarakan parkir sendiri.

Page 127: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

126

Sementara pungutan parkir yang berada di badan dan

bahu jalan dikategorikan sebagai retribusi parkir

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

bahwa dasar pengenakan pajak parkir adalah omzet

penjualan dengan tarif maksimum 30 persen. Maka

untuk menghitung potensi pajak parkir langkah harus

dilakukan oleh pemerintah daerah antara lain:

1. Indentifikasi seluruh usaha parkir yang ada di

daerahnya.

2. Melakukan survey pada masing-masing lokasi

parkir untuk dimasukkan dalam data dasar potensi

pendapatan. Apabila memungkinkan, maka seluruh

tempat parkir disurvey, tentang luas areal parkir,

jumlah pengujung guna mengetahui omset

penjualan rata-rata baik pada waktu ramai, normal

dan sepi.

3. Menghitung rata-rata omzet penerimaan.

4. menghitung potensi pajak parkir.

Rumus:

Potensi Pajak Parkir = Total penerimaanper hari x

360 x 30 persen

Untuk memudahkan berikaut di berikan contoh

perhitungan potensi pajak parkir pada Mall Bersama,

berdasarkan data hasil survey pada table di bawah ini

Page 128: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

127

Tabel Rata-Pendapatan Parkir Perhari

Situasi

pengunju

ng

Rata-rata

pengunjung

Penguj

ung Tarif

Omzet

penjualan

Ramai

Mobil

Motor

2.000

10.000

5000

1000

10.000.000

10.000.000

Sedang

Mobil

Motor

1.500

6.000

5000

1000

7.500.000

6.000.000

Sepi Mobil

Motor

1.000

4.000

5000

1000

5.000.000

4.000.000

Jumlah 32.500.000

10.833.3333

000.000.32

n

penjualanomzet Jumlah penjualan omzet rataRata

Dengan demikian potensi pajak parkir dapat

dihitung: Potensi Penerimaanpajak parkir = 10.833.333

x 360 x 25% = Rp. 1.170.000.000,-

Dengan cara yang sama pemerintah daerah dapat

menghitung seluruh potensi pajak parkir yang ada di

daerah guna mengetahui potensi pajak parkir yang dapat

dipungut dalam 1 tahun.

D. Pajak Hiburan

Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan

hiburan Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2009 pasal 44 dan 45 bahwa dasar pengenaan Pajak

Hiburan adalah jumlah uang yangditerima atau yang

seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburandengan

tarif maksimum 35 persen. Untuk menghitung potensi

Page 129: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

128

pajak hiburan, maka langkah harus dilakukan oleh

pemerintah daerah antara lain:

1. Indentifikasi seluruh usaha hiburan yang ada di

daerahnya

2. Melakukan survey pada masing-masing lokasi

hiburan untuk dimasukkan dalam data dasar potensi

pendapatan. Apabila memungkinkan, maka seluruh

usaha hiburan disurvey, tentang jumlah tempat

duduk, harga tiket, jumlah pengujung guna

mengetahui omset penjualan rata-rata baik pada

waktu ramai, normal dan sepi.

3. Menghitung rata-rata omzet penerimaan.

4. menghitung potensi pajak hiburan.

Rumus:

Potensi Pajak Hiburan= Total penerimaan

Tahunan x Tarif Pajak

Untuk memudahkan berikaut di berikan contoh

perhitungan potensi pajak hiburan untuk Bioskop 21

Indah, berdasarkan data hasil survey.

Tabel Rata-Pendapatan Parkir Per Tahun Situas

i

pengu

njung

Kar

ga

Tik

et

Jumla

h

Kursi

Tingkat

Kunjun

gan

Jumlah

hari Jumlah

Tayang

Omzet

penjual

an

Ram

ai

30.

00

0

400 95% 50 7 3.990.000.000

Page 130: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

129

Seda

ng

25.

00

0

400 60% 200 6 7.200.000.000

Sepi 25.

00

0

400 40% 110 6 2.640.000.000

Jumlah 13.830.000.000

Dengan demikian potensi pajak parkir dapat

dihitung: Apabila diasumsikan perda tentang tarif

hiburan adalah 20%, maka potensi pajak hiburan

Bioskop Indah adalah:

Potensi Pajak Hiburan= Total penerimaan Tahunan

x Tarif Pajak

Potensi Pajak Hiburan Rp. 13.830.000.000 x 20%

= 2.766.000.000

Dengan cara yang sama pemerintah daerah dapat

menghitung seluruh potensi pajak hiburan yang ada di

daerah guna mengetahui potensi pajak hiburan yang

dapat dipungut dalam 1 tahun.

Page 131: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

130

E. Retribusi Daerah

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut,

dikatakan bahwa; Retribusi Daerah, adalah pungutan

Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian

izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan

oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang

pribadi atau Badan. Retribusi pada dasarnya merupakan

pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah atas

pemanfaatan suatu jasa tertentu yang disediakan oleh

pemerintah. Jadi dalam hal ini terdapat imbalan

langsung yang diperoleh oleh pengguna retribusi.

Pada bagian ini akan diberikan contoh

perhitungan potensi penerimaan daerah dari retribusi

pasar dan retribusi objek wisata.

1. RetribusiPelayanan Pasar

Retribusi pelayanan pasar merupakan pungutan

yang dilakukan oleh pemerintah daerah atas penggunaan

atau pemakaian los, kios atau toko di lokasi pasar atau

tempat perdagangan umum yang disediakan oleh

pemerintah daerah.

Untuk menghitung potensi penerimaan retribusi

pasar, maka langkah harus dilakukan oleh pemerintah

daerah antara lain:

1. Indentifikasi: luas pasar, fasilitas pasar, jumlah

pedangan termauk pedangan kaki lima, jenis

dagangan yang diusahakan oleh pedagangan, jumlah

kios, los, dan toko, jumlah pedagang kaki lima.

Rumus untuk menghitung potensi retribusi pasar adalah:

Page 132: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

131

[(LKS x TR) + (LLS x TR) + (JK5 x TR)] x [S

Aktivitas pasar sebulan x 12]

Dimana:

LKS : Luas kios

LLS : Luas los

JK5 : Jumlah pedagang kaki lima

TR : Tarif Retribusi

Untuk jelasnya diberikan contoh untuk

menggambarkan potensi retribusi pasar dapat dipungut

oleh pemerintah daerah dalam suatu pasar. Misalnya

kita telah melakukan observasi terhadap suatu pasar,

misalkan pasar Minggi, diperoleh data:

Nama Pasar : Pasar Minggu

Jumlah kios : 500 kios

Jumlah los : 300 los

Jumlah pedagang K-5 : 200

Tarif retribusi kios : Rp. 5.000 per hari

Tarif retribusi los : Rp. 3.000 per hari

Tarif retribusi pedagang K5 : Rp. 2.000 per hari

Hari pasar : buku setiap hari

Berdasarkan data tersebut, maka potensi

pendapatan pemerintah dari retribusi Pasar Minggu

dapat dihiung:

[(LKS x TR) + (LLS x TR) + (JK5 x TR)] x [S

Page 133: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

132

Aktivitas pasar sebulan x 12]

= ((500 x Rp. 5000) + (300 x Rp. 3.000) + ( 200 x

Rp. 2.000)) x 30 hari x 12

= (2.500.000 + 900.000 + 400.000) x 360

= Rp. 3.800.000 x 360

= Rp. 1.368.000.000,-

2. RetribusiObjek Wisata

Retribusi objek wisata merupakan pungutan yang

dilakukan oleh pemerintah daerah atas penggunaan

fasilitas objek wisata yang disediakan oleh pemerintah

daerah.Untuk menghitung potensi penerimaan retribusi

dari objek wisata, maka langkah harus dilakukan oleh

pemerintah daerah antara lain:

1. Indentifikasi seluruh objek wisata yang ada di

daerahnya

2. Melakukan survey pada masing-masing objek

wisata yang selanjutnya dimasukkan dalam data

dasar potensi pendapatan. Apabila memungkinkan,

maka seluruh objek wisata disurvey, untuk

mendapat data tentangbesarnya tarif dan jumlah

pengujung objek wisata guna jumlah rata-rata

pengunjung baik pada waktu ramai, normal dan

sepi.

3. Menghitung rata-rata pengunjung.

4. menghitung potensi pajak restoran.

Untuk memudahkan berikaut di berikan contoh

perhitungan potensi penerimaan retribusi darin objek

Page 134: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

133

wisata Bantimurung, berdasarkan data hasil survey pada

Tabel 5.7

Tabel 5.7. Rata-Pendapatan Parkir Per Tahun Situasi

pengunjun

g

Karga

Tiket

Rata-rata

pengunjung

Jumlah

hari

Omzet

penjual

an

Ramai 20.000 10.000 50 10.000.000.000,-

Sedang 15.000 5.000 200 15.000.000.000,-

Sepi 10.000 2.000 110 2.200.000.000,-

Jumlah 27.200.000.000,-

Dengan demikian potensi penerimaan pemerintah

daerah dari retribusi objek wisata bantimurung adalah

Rp. 27.200.000.000,- per tahun. Dengan cara yang sama

pemerintah daerah dapat menghitung seluruh potensi

retribusi objek wisata yang ada di daerah guna

mengetahui potensi retribusi objek wisata yang dapat

dipungut dalam 1 tahun.

Metode yang serupa dapat dipakai untuk

menentukan rumus dan data yang diperlukan bagi

jenisjenis pajak dan retribusi yang lainnya. Metode ini

dapat dibuat dengan lebih mudah apabila pihak Pemda

Page 135: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

134

telah menetapkan sebuah Perda yang mengatur jenis

penerimaan tersebut. Dalam hal ini jenis-jenis pajak dan

retribusi yang umumnya berlaku di tingkat

kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

1. Pajak pengambilan bahan galian golongan C

2. Pajak penerangan jalan

3. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah

tanah dan air permukaan

4. Pajak / retribusi parkir

5. Pajak hiburan

6. Pajak sarang burung walet

7. Retribusi izin gangguan (HO)

8. Retribusi izin Mendirikan Bangunan

9. Retribusi pengangkutan sampah

10. Retribusi pelayanan kesehatan.

Page 136: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

135

BAB VII

MANAJEMEN PENGELUARAN

DAERAH

ada dasarnya pelaksanaan desentralisasi fiskal di

Indonesia titik beratnyadiletakkan pada

desentralisasi di sisi pengeluaran. Hal ini

dilakukan dengan pemberian kewenangan pungutan

perpajakan daerah dan retribusi daerah yang relatif

terbatas, namun kepada daerah diberikan transfer dana

yang relatif besar dengan kewenangan yang luas untuk

melakukan pengeluaran sesuai prioritas dan kebutuhan

daerah.

Konsekuensi dari desentralisasi fiskal yang

menitikberatkan pada sisi pengeluaran adalah

fleksibilitas kebijakan pengeluaran daerah untuk

disesuaikan dengan prioritas dan tujuan daerah masing-

masing. Wujud dan implementasi dari kebijakan dan

sekaligus operasionalisasi pelaksanaan pengeluaran

adalah dengan pelaksanaan Belanja Daerah pada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Anggaran Belanja Daerah akan mempunyai peran riil

dalam peningkatan kualitas layanan publik dan

sekaligus menjadi stimulus bagi perekonomian daerah

apabila terealisasi dengan baik. Dengan demikian,

P

Page 137: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

136

secaraideal seharusnya Belanja Daerah dapat menjadi

komponen yang cukup berperandalam peningkatan

akses masyarakat terhadap sumber-sumber daya

ekonomiyang bermanfaat bagi kesejahteraan

masyarakat. Pada gilirannya, apabilakesejahteraan

masyarakat telah meningkat maka diharapkan akan

berdampakkepada perekonomian daerah secara luas.

Anggaran Belanja Daerah yang tercantum dalam

Anggaran Pendapatandan Belanja Daerah (APBD)

mencerminkan potret pemerintah daerah

dalammenentukan skala prioritas terkait program dan

kegiatan yang akan dilaksanakandalam satu tahun

anggaran. Bagaimana pemerintah daerah menyusun

anggaranBelanja Daerah dapat menunjukkan apakah

suatu daerah pro poor, growth, and jobs. Pada

komponen Belanja Daerah juga nampak seberapa besar

porsi belanjalangsung yang dapat mendorong

pertumbuhan perekonomian daerah danterkait langsung

dalam pemenuhan pelayanan kepada masyarakat.

Pengeluaran pemerintah daerah berperan

untukmempertemukan permintaan masyarakat dengan

penyediaan sarana dan prasarana yang tidak dipenuhi

oleh swasta. Sedangkan pengeluaran pemerintah itu

sendiri tidak begitu saja dilaksanakan oleh suatu

pemerintah daerah, tapi harus direncanakan terlebih

dahulu.

UU No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan

keuangan daerah antara pemerintah pusat dengan

pemerintah daerah, belanja daerah dimaksudkan sebagai

Page 138: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

137

semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang

nilai kekayaan bersih dalam periode tahun

bersangkutan. Rinciannya bisa dibagi dalam dua bentuk

yaitu berdasar sifat dan berdasar fungsinya. Berdasar

sifat ekonominya belanja daerah terdiri atasbelanja

pegawai dan belanja barang, subsidi, hibah dan bantuan

sosial. Sedangkan berdasar fungsinya belanja daerah

terdiri dari belanja untuk pembangunan perumahan dan

fasilitas umum, peningkatan kesehatan,pariwisata,

budaya, agama, pendidikan serta perlindungan sosial.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

21 tahun 2011 Pasal 31 dikatakan bahwa ;

(1) Belanja daerah sebagaimana dimaksud dipergunakan

dalamrangka mendanai pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi

ataukabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib,

urusan pilihan dan urusan yang

penanganannyadalam bagian atau bidang tertentu

yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah

danpemerintah daerah atau antar pemerintah daerah

yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-

undangan.

(2) Belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana

dimaksud diprioritaskan untukmelindungi dan

meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat

dalam upaya memenuhi kewajibandaerah yang

diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan

dasar, pendidikan, kesehatan,fasilitas sosial dan

Page 139: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

138

fasilitas umum yang layak serta mengembangkan

sistem jaminan sosial.

(3) Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat

sebagaimana diwujudkanmelalui prestasi kerja

dalam pencapaian standar pelayanan minimal sesuai

dengan peraturanperundang-undangan.

Selanjutnya pada Pasal 32 dijelaskan klasifikasi

belanja pemerintah daerah terdiri atas belanja urusan

wajib dan belanja urusan pilihan. Klasifikasi belanja

menurut urusan wajib sebagaimana dimaksud

mencakup:

a. pendidikan;

b. kesehatan;

c. pekerjaan umum;

d. perumahan rakyat;

e. penataan ruang;

f. perencanaan pembangunan;

g. perhubungan;

h. lingkungan hidup;

i. pertanahan;

j. kependudukan dan catatan sipil;

k. pemberdayaan perempuan;

l. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;

m. sosial;

n. tenaga kerja;

o. koperasi dan usaha kecil dan menengah;

p. penanaman modal;

q. kebudayaan;

r. pemuda dan olah raga;

Page 140: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

139

s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;

t. pemerintahan umum;

u. kepegawaian;

v. pemberdayaan masyarakat dan desa;

w. statistik;

x. arsip; dan

y. komunikasi dan informatika.

Sementara klasifikasi belanja menurut urusan

pilihan sebagaimana dimaksud mencakup:

a. pertanian;

b. kehutanan;

c. energi dan sumber daya mineral;

d. pariwisata;

e. kelautan dan perikanan;

f. perdagangan;

g. perindustrian; dan

h. transmigrasi.

Belanja menurut urusan pemerintahan yang

penanganannya dalam bagian atau bidang tertentuyang

dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan

pemerintah daerah yang ditetapkandengan ketentuan

perundang-undangan dijabarkan dalam bentuk program

dan kegiatan yangdiklasifikasikan menurut urusan wajib

dan urusan pilihan.

Selanjutnya pada Pasal 33 mengatakan klasifikasi

belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan

Page 141: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

140

keselarasan dan keterpaduanpengelolaan keuangan

negara terdiri dari:

a. pelayanan umum;

b. ketertiban dan ketentraman;

c. ekonomi;

d. lingkungan hidup;

e. perumahan dan fasilitas umum;

f. kesehatan;

g. pariwisata dan budaya;

h. pendidikan; dan

i. perlindungan sosial.

Kemudian Pasal 36 mengatakan;

(1) Belanja menurut kelompok belanja sebagaimana

dimaksud terdiri dari:

a. belanja tidak langsung; dan

b. belanja langsung.

Kelompok belanja tidak langsung sebagaimana

dimaksud pada huruf a merupakan belanjayang

dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan

pelaksanaan program dan kegiatan. Sementara

kelompok belanja langsung sebagaimana dimaksud

pada huruf b merupakan belanja yangdianggarkan

terkait secara langsung dengan pelaksanaan program

dan kegiatan.

Lebih lanjut pada Pasal 37 dikatakan bahwa;

Kelompok belanja tidak langsung sebagaimana

dimaksud dibagimenurut jenis belanja yang terdiri dari:

a. belanja pegawai;

Page 142: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

141

b. bunga;

c. subsidi;

d. hibah;

e. bantuan sosial;

f. belanja bagi basil;

g. bantuan keuangan; dan

h. belanja tidak terduga.

Belanja pegawai sebagaimana dimaksud huruf a

merupakan belanja kompensasi dalam bentuk gaji dan

tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan

kepada pegawai negerisipil yang ditetapkan sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan. Uang

representasi dan tunjangan pimpinan dan anggota

DPRD serta gaji dan tunjangan kepaladaerah dan wakil

kepala daerah serta penghasilan dan penerimaan lainnya

yang ditetapkan sesuaidengan peraturan perundang-

undangan dianggarkan dalam belanja pegawai.

Kemudian pada Pasal 39 dikatakan bahwa

Pemerintah daerah dapat memberikan tambahan

penghasilan kepada pegawai negeri sipilberdasarkan

pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan

kemampuan keuangan daerahdan memperoleh

persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.Tambahan penghasilan

sebagaimana dimaksud diberikan dalam rangka

peningkatankesejahteraan pegawai berdasarkan beban

kerja atau tempat bertugas atau kondisi kerja

ataukelangkaan profesi atau prestasi kerja. Tambahan

Page 143: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

142

penghasilan berdasarkan beban kerja sebagaimana

dimaksud diberikankepada pegawai negeri sipil yang

dibebani pekerjaan untuk menyelesaikan tugas-tugas

yang dinilaimelampaui beban kerja normal. Tambahan

penghasilan berdasarkan tempat bertugas sebagaimana

dimaksud diberikan kepada pegawai negeri sipil yang

dalam melaksanakan tugasnya berada di daerahmemiliki

tingkat kesulitan tinggi dan daerah terpencil. Tambahan

penghasilan berdasarkan kondisi kerja sebagaimana

dimaksud diberikankepada pegawai negeri sipil yang

dalam melaksanakan tugasnya berada pada lingkungan

kerjayang memiliki risiko tinggi.Tambahan penghasilan

berdasarkan kelangkaan profesi sebagaimana dimaksud

diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam

mengemban tugas memiliki keterampilan khususdan

langka.Tambahan penghasilan berdasarkan prestasi

kerja sebagaimana dimaksud diberikankepada pegawai

negeri sipil yang dalam melaksanakan tugasnya dinilai

mempunyai prestasi kerja. Kriteria pemberian tambahan

penghasilan ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

Selanjutnya pada Pasal 40 dikatakan bahwa;

Belanja bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37

huruf b digunakan untuk menganggarkanpembayaran

bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang

(principal outstanding)berdasarkan perjanjian pinjaman

jangka pendek, jangka menengah, danjangka panjang.

Lebih lanjut pada Pasal 41 dikatakan

bahwaBelanja subsidi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 37 huruf c digunakan untuk

Page 144: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

143

menganggarkanbantuan biaya produksi kepada

perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual

produksi/jasa yangdihasilkan dapat terjangkau oleh

masyarakat banyak. Perusahaan/lembaga tertentu

sebagaimana dimaksud adalah perusahaan/lembagayang

menghasilkan produk atau jasa pelayanan umum

masyarakat. Perusahaan/lembaga penerima belanja

subsidi sebagaimana dimaksud harusterlebih dahulu

dilakukan audit sesuaidengan ketentuan pemeriksaan

pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara.

Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD,

penerima subsidi sebagaimana dimaksudwajib

menyampaikan laporan pertanggungjawaban

penggunaan dana subsidikepada kepala daerah. Belanja

subsidi sebagaimana dimaksud dianggarkan sesuai

dengan keperluanperusahaan/lembaga penerima subsidi

dalam peraturan daerah tentang APBD yang

peraturanpelaksanaannya lebih lanjut dituangkan dalam

peraturan kepala daerah.

Kemudian Pasal 42 dikatakan bahwa; Belanja

hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf d

digunakan untuk menganggarkanpemberian hibah

dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada

pemerintah atau pemerintahdaerah lainnya, dan

kelompok masyarakat/ perorangan yang secara spesifik

telah ditetapkanperuntukannya.Pemberian hibah dalam

bentuk uang dapat dianggarkan apabila pemerintah

daerah telahmemenuhi seluruh kebutuhan belanja

Page 145: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

144

urusan wajib guna memenuhi standar pelayanan

minimumyang ditetapkan dalam peraturan perundang-

undangan. Pemberian hibah dalam bentuk barang dapat

dilakukan apabila barang tersebut tidak mempunyainilai

ekonomis bagi pemerintah daerah yang bersangkutan

tetapi bermanfaat bagi pemerintah ataupemerintah

daerah lainnya dan/atau kelompok

masyarakat/perorangan. Pemberian hibah dalam bentuk

jasa dapat dianggarkan apabila pemerintah daerah

telahmemenuhi seluruh kebutuhan belanja urusan wajib

guna memenuhi standar pelayanan minimumyang

ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Pemberian hibah dalam bentuk uang atau dalam bentuk

barang atau jasa dapat diberikan kepadapemerintah

daerah tertentu sepanjang ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan.

Sementara Pasal 43 mengatakan bahwa; Hibah

kepada pemerintah bertujuan untuk menunjang

peningkatan penyelenggaraan fungsipemerintahan di

daerah. Hibah kepada perusahaan daerah bertujuan

untuk menunjang peningkatan pelayanan

kepadamasyarakat. Hibah kepada pemerintah daerah

lainnya bertujuan untuk menunjang

peningkatanpenyelenggaraan pemerintahan daerah dan

layanan dasar umum. Hibah kepada

badan/lembaga/organisasi swasta dan/atau kelompok

masyarakat/ peroranganbertujuan untuk meningkatkan

partisipasi dalam penyelenggaraan pembangunan

daerah.

Page 146: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

145

Kemudian Pasal 44 mengatakan; Belanja hibah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 bersifat bantuan

yang tidak mengikat/tidaksecara terus menerus dan

harus digunakan sesuai dengan persyaratan yang

ditetapkan dalamnaskah perjanjian hibah daerah.(2)

Belanja hibah kepada pemerintah dikelola sesuai dengan

mekanisme APBN, serta hibah kepadapemerintah

daerah lainnya dan kepada perusahaan daerah,

badan/lembaga/organisasi swastadan/atau kelompok

masyarakat/perorangan dikelola dengan mekanisme

APBD sesuai denganperaturan perundang-undangan.

Lebih lanjut pada Pasal 45 dikatakan bahwa;

Bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37

huruf e digunakan untuk menganggarkanpemberian

bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada

masyarakat yang bertujuan untukpeningkatan

kesejahteraan masyarakat. Bantuan sosial sebagaimana

dimaksud diberikan tidak secara terus

menerus/tidakberulang setiap tahun anggaran, selektif

dan memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya.

Untuk memenuhi fungsi APBD sebagai instrumen

keadilan dan pemerataan dalam upayapeningkatan

pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, bantuan dalam

bentuk uang dapatdianggarkan apabila pemerintah

daerah telah memenuhi seluruh kebutuhan belanja

urusan wajibguna terpenuhinya standar pelayanan

minimum yang ditetapkan dalam peraturan perundang-

undangan.Bantuan kepada partai politik diberikan sesuai

Page 147: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

146

dengan ketentuan peraturan perundang-

undangandianggarkan dalam bantuan sosial.

Pada sisi lain Pasal 46 mengatakan bahwa;

Belanja bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal

37 huruf f digunakan untuk menganggarkandana bagi

hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada

kabupaten/kota atau pendapatankabupaten/kota kepada

pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah

tertentu kepadapemerintah daerah lainnya sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan.

Kemudian Pasal 47 mengatakan; Bantuan

keuangan sebagaimana dimaksud dalam- Pasal 37 huruf

g digunakan untukmenganggarkan bantuan keuangan

yang bersifat umum atau khusus dari provinsi

kepadakabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada

pemerintah daerah lainnya atau dari

pemerintahkabupaten/kota kepada pemerintah desa dan

pemerintah daerah lainnya dalam rangkapemerataan

dan/atau peningkatan kemampuan keuangan. Bantuan

keuangan yang bersifat umum sebagaimana dimaksud

peruntukan danpenggunaannya diserahkan sepenuhnya

kepada pemerintah daerah/pemerintah desa

penerimabantuan. Bantuan keuangan yang bersifat

khusus sebagaimana dimaksud peruntukan

danpengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh

pemerintah daerah pemberi bantuan. Pemberi bantuan

bersifat khusus sebagaimana dimaksud dapat

mensyaratkanpenyediaan dana pendamping dalam

Page 148: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

147

APBD atau anggaran pendapatan dan belanja

desapenerima bantuan.

Selanjutnya Pasal 48 dikatakan; Belanja tidak

terduga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf h

merupakan belanja untukkegiatan yang sifatnya tidak

biasa atau tidak diharapkan berulang seperti

penanggulanganbencana alam dan bencana sosial yang

tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk

pengembalianatas kelebihan penerimaan daerah tahun-

tahun sebelumnya yang telah ditutup. Kegiatan yang

bersifat tidak biasa sebagaimana dimaksud yaitu untuk

tanggapdarurat dalam rangka pencegahan gangguan

terhadap stabilitas penyelenggaraan pemerintahandemi

terciptanya keamanan, ketentraman dan ketertiban

masyarakat di daerah.Pengembalian atas kelebihan

penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah

ditutupsebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

didukung dengan bukti-bukti yang sah.

Lebih lanjut pada Pasal 49 dikatakan; Belanja

pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a

dianggarkan pada belanjaorganisasi berkenaan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.Belanja bunga,

belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial,

belanja bagi hasil, belanjabantuan keuangan, dan

belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 37 huruf b,huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf

g, dan huruf h hanya dapat dianggarkan pada

belanjaSKPKD.

Page 149: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

148

Sementara itu Pasal 50 mengatakan bahwa;

Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) hurufb

dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:

a. belanja pegawai;

b. belanja barang dan jasa; dan

c. belanja modal.

Kemudian Pasal 51 dikatakan bahwa; Belanja

pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a

untuk pengeluaran honorarium/upah dalam

melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan

daerah.

Selanjutnya Pasal 52 mengatakan; Belanja barang

dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf b

digunakan untukpengeluaran pembelian/pengadaan

barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas)

bulandan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan

program dan kegiatan pemerintahan daerah.

Pembelian/pengadaan barang dan/atau pemakaian jasa

sebagaimana dimaksud mencakup belanja barang pakai

habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi,

perawatankendaraan bermotor, cetak/penggandaan,

sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana

mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan

peralatan kantor, makanan dan minuman,pakaian dinas

dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-

hari tertentu, perjalanandinas, perjalanan dinas pindah

tugas dan pemulangan pegawai.

Page 150: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

149

Lebih lanjutnya Pasal 53 dikatakan; Belanja

modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf c

digunakan untuk pengeluaran yangdilakukan dalam

rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset

tetap berwujud yangmempunyai nilai manfaat lebih dari

12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam

kegiatanpemerintahan, seperti dalam bentuk tanah,

peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan,irigasi

dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Nilai

pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap

berwujud sebagaimana yang dimaksud dianggarkan

dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun

aset.Belanja honorarium panitia pengadaan dan

administrasi pembelian/pembangunan untuk

memperoleh setiap aset yang dianggarkan pada belanja

modal sebagaimana dimaksud dianggarkan pada belanja

pegawai dan/atau belanja barang dan jasa.

Page 151: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

150

BAB VIII

LAPORAN KEUANGAN DAERAH

aporan Keuangan merupakan laporan yang

terstruktur mengenai posisi keuangan dan

transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu

entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan

adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan.

Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan

informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam

menilai akuntabilitas dan membuatkeputusan baik

keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan: (a)

menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan

penggunaan sumber daya keuangan; (b) Menyediakan

informasi mengenai kecukupan penerimaan periode

berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran;(c)

Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya

ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas

pelaporan serta hasil-hasil yang telahdicapai; (d)

Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas

pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan

mencukupi kebutuhan kasnya; (e) Menyediakan

informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas

pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber

penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka

panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan

L

Page 152: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

151

pinjaman; (f) Menyediakan informasi mengenai

perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah

mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat

kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.

Untuk memenuhi tujuan tersebut, Laporan

Keuangan menyediakan informasi mengenai entitas

pelaporan dalam hal:

Aset

Kewajiban

Ekuitas Dana

Pendapatan

Belanja

Transfer

Pembiayaan, dan

Arus kas

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat Dan

Pemerintahan Daerah dan Peraturan menteri dalam

negeri Nomor 21 tahun 2011 tentang perubahan kedua

atas peraturan menteri dalam negeri nomor 13 tahun

2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

disebutkan bahwa; Dalam rangka pertanggungjawaban

pelaksanaan APBD, maka pemerintah daerah wajib

menyusun laporan keuangan yang meliputi:

a. APBD dan laporan realisasi APBD provinsi,

kabupaten, dan kota;

b. Neraca;

c. Laporan Arus Kas; dan

Page 153: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

152

d. Catatan atas laporan keuangan.

A. Laporan Realisasi Anggaran

Laporan Realisasi Anggaran menunjukkan

kinerja pemerintah daerah sebagai penyusun dan

pelaksana APBD. Laporan realisasi anggaran

menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian

sumberdaya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah

baik pusat maupun daerah, yang menggambarkan

perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam

satu periode pelaporan. Pelaporan mencerminkan

kegiatan keuangan pemerintah daerah yang

menunjukkan ketaatan terhadap pelaksanaan APBD.

Dengan demikian, Laporan Realisasi Anggaran

menyajikan pendapatan pemerintah daerah selama satu

periode, belanja, surplus/defisit, pembiayaan dan sisa

lebih/kurang pembiayaan anggaran.

Contoh laporan realisasi anggaran dapat dilihat

SKPD dan Pemerintah daerah dapat dilihat padatabel ..

Page 154: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

153

Page 155: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

154

Page 156: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

155

Page 157: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

156

Neraca

Neracaadalah laporan keuangan yang

menyajikan posisi keuangan entitas ekonomi pada suatu

saat (tanggal) tertentu. Laporan ini dibuat untuk

menyajikan informasi keuangan yang dapat dipercaya

mengenai aktiva, utang, dan ekuitas dana.

Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai

dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari

peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi

dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat

diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat,

serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber

daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan

jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya

yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Aset

diklasifikasikan ke dalam aset lancar, investasi jangka

panjang, aset tetap.

Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi

pelaksanaan tugas atau tanggung jawab untuk bertindak

di masa lalu. Dalam konteks pemerintahan, kewajiban

muncul antara lain karena penggunaan sumber

pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga

keuangan, entitas pemerintah lain, atau lembaga

internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena

perikatan dengan pegawai yang bekerja pada

pemerintah atau dengan pemberi jasa

lainnya.Kewajibandiklasifikasikan ke dalam kewajiban

jangka pendek dan kewajiban jangka panjang.

Ekuitas

Page 158: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

157

Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang

merupakan selisih antara aset dan kewajiban

pemerintah. Ekuitas dibedakan dalam bentuk, ekuitas

dana lancar, ekuitas dana investasi, dan ekuitas dana

cadangan.

Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset

lancar dan kewajiban jangka pendek. Ekuitas dana

lancar antara lain sisa lebih pembiayaan anggaran,

cadangan piutang, cadangan persediaan, dan dana yang

harus disediakan untuk pembayaran utang jangka

pendek. Sementara Ekuitas Dana Investasi

mencerminkan kekayaan pemerintah yang tertanam

dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset

lainnya, dikurangi dengan kewajiban jangka panjang.

Selanjutnya Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan

kekayaan pemerintah yang dicadangkan untuk tujuan

tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Page 159: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

158

Page 160: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

159

Laporan Arus Kas

Laporan Arus Kas menyajikan informasi

mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan

setara kas pada tanggal pelaporan. Informasi ini

Page 161: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

160

disajikan untuk pertanggungjawaban dan pengambilan

keputusan. Contoh Laporan Arus Kas dapat dilihat pada

Tabel

Page 162: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

161

Page 163: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

162

B. Catatan Atas Laporan Keuangan

Catatan atas Laporan Keuangan meliputi

penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera

dalam Laporan Realisasi Anggaran, LaporanPerubahan

Saldo Anggaran Lebih (SAL), Laporan Operasional,

Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus

Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup

informasi tentang kebijakan akuntansi yang

dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain

yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di

dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-

ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan

penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas

laporan keuangan menyediakan hal-hal sebagai berikut:

a. Mengungkapkan informasi Umum tentang Entitas

Pelaporan dan Entitas Akuntansi;

b. Menyajikan informasi tentang kebijakan

fiskal/keuangan dan ekonomi makro;

c. Menyajikan ikhtisar pencapaian target keuangan

selama tahun pelaporan berikut kendala dan

hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;

d. Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan

laporan keuangan dankebijakan-kebijakan

akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas

transaksitransaksi dan kejadian-kejadian penting

lainnya;

e. Menyajikan rincian dan penjelasan masing-masing

pos yang disajikan padalembar muka laporan

keuangan;

Page 164: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

163

Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan

Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan

dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi

Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan

lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar

atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontijensi dan

komitmen-komitmen lainnya. Komponen-komponen

laporan keuangan tersebut disajikan oleh setiap entitas

pelaporan, kecuali Laporan Arus Kas yang hanya

disajikan oleh unit yang memiliki fungsi

perbendaharaan.

Page 165: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

164

BAB IX

KINERJA KEUANGAN DAERAH

rganisasi sektor publik merupakan organisasi

yang bertujuanmemberikan pelayanan publik

kepada masyarakat dengan sebaik-

baiknya,misalnya dalam bidang pendidikan, kesehatan,

keamanan, penegakan hukum, transportasi dan

sebagainya. Pelayanan publik diberikan kepada

masyarakat, karena masyarakatmerupakan salah satu

stakeholder organisasi sektor publik. Sehingga

pemerintahdaerah tidak hanya menyampaikan laporan

pertanggungjawaban kepadapemerintah pusat saja,

tetapi juga kepada masyarakat luas.

Oleh karena itulah diperlukan sistem pengukuran

kinerja yang bertujuanuntuk membantu manajer publik

untuk menilai pencapaian suatu strategi melalui

alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran

kinerja dapat dijadikan

sebagai alat pengendalian organisasi.

Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang

direncanakan, baik oleh pribadi maupun organisasi.

Apabila pencapaian sesuai dengan yang direncanakan,

maka kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik.

Apabila pencapaian melebihi dari apa yang

direncanakan dapat dikatakan kinerjanya sangat baik.

O

Page 166: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

165

Begitupun sebaliknya apabila pencapaian tidak sesuai

dengan apa yang direncanakan atau kurang dari apa

yang direncanakan, maka kinerjanya dapat dikatakan

sangat buruk.

Kinerja keuangan adalah suatu ukuran kinerja

yang menggunakanindikator keuangan. Analisis kinerja

keuangan pada dasarnya dilakuan untukmenilai kinerja

di masa lalu dengan melakukan berbagai analisis

sehinggadiperoleh posisi keuangan yang mewakili

realitas entitas dan potensi-potensikinerja yang akan

berlanjut. Pertanyaan yang muncul mengapa

pengukuran kinerja diperlukan? Jawaban dari

pertanyaan tersebut yaitu, karena pengukuran kinerja

danindikator merupakan bagian dari proses manajemen

strategis (Jackson danPalmer, 1992).

Oleh karena itu, sebagai suatu elemen

manajerial, kinerjamerupakan kunci sukses. Keputusan

strategis disusun melalui kebijakan untukmencapai

sasaran dan target yang diinginkan. Pencapaian sasaran

dan targetmembutuhkan informasi tentang aktual

kinerja yang diharapkan denganmembandingkan

kebijakan yang ditetapkan (setting objectives).

Informasi yangdiharapkan harus tersusun, dan

merupakan desain pengukuran kinerja danindikator

yang terurai dan jelas.

Ada beberapa pemikiran untuk membangun

organisasi pemerintah daerahmelalui pengukuran

kinerja setiap aktifitas kegiatannya baik rutin

Page 167: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

166

danpembangunan, dari sektor sampai dengan proyek.

Pengukuran kinerja merupakansuatu alat manajemen

yang digunakan untuk meningkatkan kualitas

danpengambilan keputusan; sebagai alat untuk menilai

pencapaian tujuan dan sasaranorganisasi (Withaker :

1993). Analisis kinerja keuanganadalah usaha

mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan

keuanganyang tersedia.

Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah

kemampuan suatu daerahuntuk menggali dan mengelola

sumber-sumber keuangan asli daerah dalammemenuhi

kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem

pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan

pembangunan daerahnya dengan tidaktergantung

sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai

keleluasaan di

dalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan

masyarakat daerah dalambatas-batas yang ditentukan

peraturan perundang-undangan (Syamsi,1986).

Pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah

dilakukan untukmemenuhi tiga tujuan (Mardiasmo,

2002: 121) yaitu memperbaiki kinerjapemerintah,

membantu mengalokasikan sumber daya dan pembuatan

keputusan

dan mewujudkan pertanggungjawaban publik dan

memperbaiki komunikasikelembagaan. Pelaksanaan

otonomi daerah tentunya tidak mudah,

karenamenyangkut masalah kemampuan daerah itu

Page 168: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

167

sendiri dalam membiayaipenyelenggaraan urusan

pemerintahan beserta pelaksanaan pembangunan dalam

upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, masalah

kemampuan daerah berarti

menyangkut masalah bagaimana daerah memperoleh

dan meningkatkansumber-sumber pendapatan daerah

untuk menjalankan kegiatanpemerintahannya.

Menurut Prabowo (1999) sesuai dengan konsep

asas desentralisasidalam rangka menunjang pelaksanaan

pembangunan di daerah sangat dibutuhkandana dan

sumber-sumber pembiayaan yang cukup memadai,

karena kalau daerahtidak mempunyai sumber keuangan

yang cukup akibatnya tergantung teruskepada

pemerintah pusat.

Semakin meningkatnya kegiatan pembangunan

di daerah, semakin besar

pula kebutuhan akan dana yang harus dihimpun oleh

pemerintah daerah,kebutuhan dana tersebut tidak dapat

sepenuhnya disediakan oleh dana yangbersumber dari

pemerintah daerah sendiri (Hirawan, 1990).Dengan

demikian maka perlu mengetahui apakah suatu daerah

itu mampuuntuk mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri, maka kita harusmengetahui keadaan

kemampuan keuangan daerah.

Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan

ukuran untuk mengetahuikemampuan pemerintah

daerah dalam mengatur rumah tangganya

sendiri(Syamsi, 1986: 99).

Page 169: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

168

1. Kemampuan struktural organisasinya.

Struktur organisasi pemerintah daerah harus mampu

menampung segalaaktivitas dan tugas-tugas yang

menjadi beban dan tanggung jawabnya, jumlahunit-

unit beserta macamnya cukup mencerminkan

kebutuhan, pembagiantugas, wewenang dan

tanggung jawab yang cukup jelas.

2. Kemampuan aparatur pemerintah daerah

Aparat pemerintah daerah harus mampu menjalankan

tugasnya dalammengatur dan mengurus rumah

tangga daerahnya. Keahlian, moral, disiplindan

kejujuran saling menunjang tercapainya tujuan yang

diidam-idamkan olehdaerah.

3. Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat

Pemerintah daerah harus mampu mendorong agar

masyarakat mau berperanserta dalam kegiatan

pembangunan.

4. Kemampuan keuangan daerah

Pemerintah daerah harus mampu membiayai semua

kegiatan pemerintahan,pembangunan dan

kemasyarakatan sebagai pelaksanaan pengaturan

danpengurusan rumah tangganya sendiri. Untuk itu

kemampuan keuangan daerahharus mampu

mendukung terhadap pembiayaan kegiatan

pemerintahan,pembangunan dan kemasyarakatan.

Selain faktor alam, tenaga kerja, dan teknologi,

maka salah satu faktorutama lainnya adalah faktor

kapital, yang biasa disebut sumber daya modal(capital

resources). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan

Page 170: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

169

bahwapenerimaan daerah merupakan sumber modal,

yang dihimpun dan dimanfaatkan

untuk membiayai berbagai kegiatan pelaksanaan

pembangunan daerah

(Soediyono, 1992).

Selanjutnya Davey (1988) mengungkapkan

bahwa otonomi daerahmenuntut adanya kemampuan

pemerintah daerah untuk menggali sumber-sumber

penerimaan yang tidak tergantung kepada pemerintah

pusat dan mempunyaikeleluasaan di dalam

menggunakan dana-dana untuk kepentingan

masyarakatdaerah dalam batas-batas yang ditentukan

peraturan perundang-undangan.

A. Analisis Rasio Keuangan Daerah

Pemerintah daerah sebagai pihak yang diberikan

tugas menjalankan pemerintahan, pembangunan dan

pelayanan masyarakat wajib melaporkan

pertanggungjawaban keuangan daerah sebagai dasar

penilaian kinerjakeuangannya. Salah satu alat untuk

menganalisis kinerja pemerintah daerah

dalammengelola keuangan daerahnya adalah dengan

melakukan analisis rasio keuanganterhadap APBD yang

telah ditetapkan dan dilaksanakannya (Halim, 2007).

Penggunaan analisis rasio keuangan sebagai alat

analisis kinerja keuangansecara luas telah diterapkan

pada lembaga perusahaan yang bersifat

komersial,sedangkan pada lembaga publik khususnya

Page 171: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

170

pemerintah daerah masih sangatterbatas sehingga secara

teoritis belum ada kesepakatan yang bulat

mengenainama dan kaidah pengukurannya. Dalam

rangka pengelolaan keuangan daerahyang transparan,

jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, maka

analisis

rasio keuangan terhadap pendapatan belanja daerah

perlu dilaksanakan(Mardiasmo, 2002).

Beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan

untuk mengukurakuntabilitas pemerintah daerah

(Halim, 2007) yaitu rasio kemandirian, rasioefektivitas,

rasio efisiensi keuangan daerah dan rasio keserasian

belanja.Adapun pihak-pihak yang berkepentingan

dengan rasio keuanganpemerintah daerah (Halim,2007)

adalah :

1. Pihak eksekutif sebagai landasan dalam menyusun

APBD berikutnya.

2. Pemerintah pusat/provinsi sebagai masukan dalam

membina pelaksanaanpengelolaan keuangan daerah.

3. Masyarakat dan kreditur, sebagai pihak yang akan

turut memiliki sahampemerintah daerah, bersedia

memberi pinjaman maupun membeli obligasi.

Dengan demikian dalam organisasi pemerintah

untuk mengukur kinerjakeuangan ada beberapa ukuran

kinerja yang dapat digunakan seperti rasiokemandirian,

rasio efektivitas, rasio efisiensi dan rasio keserasian

belanja. Untuk itu, penjelasan terkait dengan rasio

kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensidan rasio

keserasian belanja.

Page 172: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

171

B. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Rasio kemandirian keuangan daerah

menunjukkan kemampuanpemerintah daerah dalam

membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,pembangunan

dan pelayanan kepada masyarakat. Rasio

kemandiriandihitung dengan membagi total PAD

dengan total belanja daerah dalamsatuan persen (Suyana

Utama, 2008).

Semakin tinggi rasio ini berarti tingkat

ketergantungan daerahterhadap bantuan pihak

pemerintah pusat dan provinsi semakin rendah,demikian

pula sebaliknya. Rasio ini juga menggambarkan

tingkatpartisipasi masyarakat dalam pembangunan

daerah. Semakin tinggi rasioini berarti semakin tinggi

partisipasi masyarakat dalam membayar pajakdan

retribusi daerah yang merupakan komponen dari PAD.

Secara sederhana rasio kemandirian dapat

diformulasikan sebagaiberikut (Mahsun dalam Suyana

Utama, 2008) :

100% x Daerah Belanja Total

Daerah Asli Pendapatan nKemandiriaRasio

Paul Hersey dan Kenneth Blanchard

mengemukakan mengenai hubungan antara pemerintah

pusat dan daerahdalam pelaksanaan otonomi daerah,

terutama pelaksanaan undang-undangtentang

Page 173: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

172

perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan

daerah, yaitusebagai berikut.

1. Pola hubungan instruktif, yaitu peranan pemerintah

pusat lebihdominan daripada kemandirian

pemerintah daerah.

2. Pola hubungan konsultatif, yaitu campur tangan

pemerintah pusatsudah mulai berkurang dan lebih

banyak pada pemberian konsultasi.

3. Pola hubungan partisipatif, yaitu pola di mana

peranan pemerintahpusat semakin berkurang

mengingat tingkat kemandirian daerahotonom

bersangkutan mendekati mampu melaksanakan

urusanotonomi.

4. Pola hubungan delegatif, yaitu campur tangan

pemerintah pusat sudahtidak ada lagi karena daerah

telah benar-benar mampu dan mandiridalam

melaksanakan urusan otonomi daerah.

Rasio kemandirian keuangan daerah atau yang

sering disebutsebagai otonomi fiskal menunjukkan

kemampuan daerah dalammembiayai sendiri kegiatan

pemerintahan, pembangunan, dan pelayanankepada

masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi

sebagaisumber pendapatan yang diperlukan daerah.

Rasio ini jugamenggambarkan ketergantungan

pemerintah daerah terhadap sumber danaeksternal.

Semakin tinggi rasio ini, maka tingkat ketergantungan

daerahterhadap pihak eksternal semakin rendah, begitu

pula sebaliknya.

Page 174: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

173

C. Rasio Efektivitas Dan Efisiensi Keuangan

Daerah

Pengertian efektivitas berhubungan dengan

derajat keberhasilansuatu operasi pada sektor publik

sehingga suatu kegiatan dikatakan efektifjika kegiatan

tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap

kemampuanmenyediakan pelayanan masyarakat yang

merupakan sasaran yang telahditetapkan sebelumnya.

Rasio efektivitas merupakan tingkat

pencapaianpelaksanaan suatu kegiatan atau prestasi

yang dicapai oleh pemerintahdaerah yang diukur dengan

membandingkan realisasi pendapatan dengananggaran

pendapatan, dalam satuan persen (Suyana Utama,

2008).

Rasio efektivitas diukur dengan :

100% x PendapatanAnggaran

Pendapatan Realisasi sEfektivita Rasio

D. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah

Rasio efisiensi merupakan tingkat pencapaian

pelaksanaan suatukegiatan atau prestasi yang dicapai

oleh pemerintah daerah yang diukurdengan

membandingkan realisasi belanja dengan anggaran

belanja yangtelah ditetapkan, dalam satuan persen

Page 175: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

174

(Suyana Utama, 2008). Semakinkecil rasio ini, maka

semakin efisien, begitu pula sebaliknya. Pada

sektorpelayanan masyarakat adalah suatu kegiatan yang

dilakukan dengan baikdan pengorbanan seminimal

mungkin. Suatu kegiatan dikatakan telahdikerjakan

secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut

telahmencapai hasil (output) dengan biaya (input) yang

terendah atau denganbiaya minimal diperoleh hasil yang

diinginkan (Mahsun, 2006).

Rasio efisiensi diukur dengan

100% x Daerah BelanjaAnggaran

Daerah Belanja Realisasi Efisiensi Rasio

Dengan mengetahui hasil perbandingan antara

realisasi belanja dananggaran belanja daerah dengan

menggunakan ukuran efisiensi tersebut,maka penilaian

kinerja keuangan dapat ditentukan.

Faktor penentu efisiensi dan efektivitas sebagai berikut

(Budiarto, 2007) :

a. faktor sumber daya, baik sumber daya manusia

seperti tenaga kerja,kemampuan kerja maupun

sumber daya fisik seperti peralatan kerja,tempat

bekerja serta dana keuangan;

b. faktor struktur organisasi, yaitu susunan yang stabil

dari jabatan-jabatan,baik itu struktural maupun

fungsional;

c. faktor teknologi pelaksanaan pekerjaan;

d. faktor dukungan kepada aparatur dan

pelaksanaannya, baik pimpinanmaupun masyarakat;

Page 176: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

175

e. faktor pimpinan dalam arti kemampuan untuk

mengombinasikan keempat faktor tersebut kedalam

suatu usaha yang berdaya guna danberhasil guna

untuk mencapai sasaran yang dimaksud.

E. Rasio Keserasian Belanja

Rasio keserasian menggambarkan bagaimana

pemerintah daerahmemprioritaskan alokasi dananya

pada belanja aparatur dan belanjapelayanan publik

secara optimal. Dalam studi ini digunakan

proporsibelanja publik karena belanja publik secara

langsung dimaksudkan untukdapat meningkatkan

kesejahteraan hidup masyarakat. Rasio keserasiandiukur

dengan membandingkan realisasi total belanja publik

dengan totalbelanja daerah dalam satuan persen.

Secara sedarhana rasio keserasian belanja dapat

diformulasikansebagai berikut :

100% x Daerah Belanja Total

PublikPelayanan Belanja Belanja Keserasian Rasio

Dengan mengetahui hasil perbandingan antara

realisasi belanja dananggaran belanja daerah dengan

menggunakan ukuran efisiensi tersebut,maka penilaian

kinerja keuangan dapat ditentukan sebagai

berikut(Mahsun, 2006) :

Page 177: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

176

F. Kesejahteraan Masyarakat

Upaya penciptaan kesejahteraan di masyarakat

dapat diartikan pulasebagai upaya untuk mengentaskan

masyarakat dari kemiskinan.Kemiskinan memang tidak

dapat dihilangkan namun kemiskinan dapatdikurangi,

hal inilah yang terus diupayakan oleh pemerintah.

Socialsecurity dimaksudkan untuk mengurangi jumlah

kemiskinan bukan untukmenghilangkan kemiskinan

melalui program-programnya. Berbicara mengenai

kemiskinan tentunya kita tidak dapat

melepaskan diri dari mendefinisikan kemiskinan

(poverty), yang padadasarnya merupakan aktifitas

politik, konflik politik terhadap kemiskinanakan

mengarah pada kemiskinan itu sendiri. Dimensi yang

berkaitandengan kemiskinan meliputi tiga hal yaitu

kegunaan (utility), penghasilan(income), dan

kemampuan (capabilities). Utility tidak hanya

mengacupada preferensi secara individu, tetapi juga

dasar tujuan dari kebijakandengan memperhatikan

preferensi individu bersangkutan (Sen, 1979).

Income kadang diintepretasikan dengan “ukuran

uang” yang menekankan

pada pendapatan perkapita sebagai ukuran

pembangunan. Capabilities berkaitan dengan

kekurangan kebutuhan dasar, termasuk di dalamnya

menghindari kemiskinan dan buta huruf (Sen, 1985).

Sedangkan Social Security Administration (SSA,

1987)mendefinisikan kemiskinan hanya memasukkan

penghasilan yang berupakas, dan tidak

Page 178: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

177

memperhitungkan perawatan yang diperoleh secara

gratis,food stamps, sekolah dengan gratis dan

penyelenggaraan perumahanrakyat (Danzinger dan

Haveman, 1981). Berbicara mengenai penguranganatau

penghapusan kemiskinan sama artinya kita berbicara

mengenaiperubahan dalam pendistribusian pendapatan

(Levine, 1970).

Menurut Whyte dalam Ahluwalia (1976)

kemiskinan merupakanfenomena relative deprivation.

Ada dua macam kemiskinan menurutbeliau, yakni

kemiskinan yang bersifat relatif dan kemiskinan

yangbersifat absolut (relative and absolute poverty).

Kemiskinan absolutadalah ukuran kemiskinan yang

menggunakan indikator-indikator empirisseperti tingkat

kelaparan, malnutrisi, buta huruf, perkampungan

kumuh, buruknya tingkat kesehatan, dan lain-lain.

Kemiskinan relatif adalahkemiskinan diukur relatif

antarkelompok pendapatan, oleh karenanyaselalu

dinamis. Hakikat kemiskinan ini tidak dilihat dari

indikatorindikatorekonomi, namun menyangkut aneka

dimensi social.

Landasanutamanya adalah psikologis, yakni

suatu perasaan dari individu-individumasyarakat yang

selalu membandingkan dirinya dengan individu

laindalam suatu masyarakat (reference group), di mana

ia menjadi bagian.Karena itu kemiskinan terjadi di mana

saja, termasuk di negaranegaramaju yang secara absolut

masyarakatnya telah jauh di atas gariskemiskinan.

Page 179: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

178

Jepang sebagai negara post-industry, rata-rata

pendapatannyatelah jauh melampaui garis kemiskinan

absolut, tetapi masih banyak pulaorang Jepang yang

merasa dirinya miskin. Ini terjadi karena perasaanrelatif

(Winarni, 1994).

Di Indonesia sejak tahun 1976 Badan Pusat

Statistik (BPS) telahmenghitung jumlah dan persentase

penduduk miskin yaitu penduduk yanghidup di bawah

garis kemiskinan. Penghitungan garis

kemiskinandilakukan dengan menggunakan data hasil

Survei Sosial EkonomiNasional (Susenas) modul

konsumsi yang dilakukan setiap 3 tahun sekali.

Garis kemiskinan, yang merupakan dasar

penghitungan jumlah pendudukmiskin, dihitung dengan

menggunakan pendekatan kebutuhan dasar.Kebutuhan

dasar adalah besarnya rupiah yang dibutuhkan untuk

dapatmemenuhi kebutuhan dasar minimum makanan

dan non makanan, ataulebih dikenal dengan garis

kemiskinan makanan dan non makanan.

Gariskemiskinan makanan yaitu pengeluaran konsumsi

perkapita per bulanyang setara 2.100 kalori perkapita

per hari. Sementara garis kemiskinan non makanan

adalah besarnya rupiah untuk memenuhi

kebutuhanminimum non makanan seperti perumahan,

kesehatan, pendidikan,angkutan, pakaian, dan

barang/jasa lainnya. Sehingga dapat dikatakanbahwa

penduduk yang miskin adalah yang berada di bawah

gariskemiskinan, dan yang berada di atas garis

Page 180: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

179

kemiskinan adalah pendudukyang telah sejahtera/tidak

miskin (Winarni, 1994).

Langkah utama yang dapat dilakukan adalah

dengan memperbaikidistribusi outcomes (World Bank,

1999). Di sisi lain pemerintah harusmenginvestasikan

dan mengalokasikan kembali (reallocate)

anggaranberdasar pelayanan yang diberikan. Termasuk

juga pendidikan dasar danperawatan kesehatan yang

sangat dibutuhkan oleh sebagian besar warga.

Kebijakan yang ada akan berusaha untuk

mengidentifikasikan kemiskinan

dan target yang ingin dicapai untuk memberikan

pelayanan denganpendistribusian kembali kebutuhan

yang urgent dan penggunaan jaringpengaman sosial

dalam ekonomi pasar (World Bank, 1990; Lipton

danRavallion, 1994). Target yang optimal dan program

secara keseluruhandalam memerangi kemiskinan

tergantung pada banyak faktor, termasukkarakteristik

the poor (siapakah orang miskin, berapa banyak

mereka, danmengapa mereka miskin) dan kondisi

spesifik yang melingkupinya(kondisi, pembangunan

infrastruktur, dan kemampuan administratif).

Murray (1994) membandingkan tiga ukuran

kemiskinan yaitu officialpoverty, net poverty, dan latent

poverty. Official poverty adalah jumlahkemiskinan yang

digunakan oleh pemerintah US dengan

mendasarkanpada indeks kemiskinan. Net poverty

adalah official poverty dikuranginilai keuntungan (the

Page 181: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

180

value of in-kind benefits). Laten poverty adalah lebih

mengacu pada jumlah orang-orang yang akan miskin

jika mereka tidakmenerima bantuan sosial dan public

assistance payment.

Di Indonesia, bantuan sosial (social assistance)

merupakanprogram langsung pemerintah melalui APBN

atau APBD yangmenyediakan kebutuhan dasar seperti

pangan, papan, sandang, kesehatan,dan pendidikan

untuk masyarakat miskin dan sangat miskin.

Elemenkedua adalah jaminan sosial (social insurance)

(Barr and Whynes, 1993),yakni program partisipasi

masyarakat, sementara pemerintah sebagairegulator dan

fasilitator. Bentuknya berupa penyediaan jaminan

sosialdasar seperti dana pensiun, dan tenaga kerja.

Ketiga yakni jaminan pribadi(individual insurance)

yang merupakan partisipasi individu danpemerintah

sebagai regulator.

G. Konsep Value for Money Sektor Publik

Indikasi keberhasilan otonomi daerah dan

desentralisasi adalahterjadinya peningkatan pelayanan

dan kesejahteraan masyarakat (socialwelfare) yang

semakin baik, kehidupan demokrasi yang semakin

maju,keadilan, pemerataan, serta adanya hubungan yang

serasi antara pusat dandaerah serta antar daerah.

Keadaan tersebut hanya akan tercapai apabilalembaga

sektor publik dikelola dengan memperhatikan konsep

value formoney.

Page 182: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

181

Value for money berarti diterapkannya tiga

prinsip dalam prosespenganggaran yaitu ekonomi,

efisiensi, dan efektivitas. Ekonomi berkaitandengan

pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah

dankualitas tertentu pada harga yang paling murah.

Efisiensi berarti bahwapenggunaan dana masyarakat

(public money) tersebut dapat menghasilkan output yang

maksimal (berdaya guna). Efektivitas berarti

bahwapenggunaan anggaran tersebut harus mencapai

target-target atau tujuankepentingan publik.

Dalam konteks otonomi daerah, value for money

merupakanjembatan untuk menghantarkan pemerintah

daerah mencapai goodgovernance. Value for money

tersebut harus dioperasionalkan dalampengelolaan

keuangan daerah dan anggaran daerah. Untuk

mendukungdilakukannya pengelolaan dana publik

(public money) yang mendasarkankonsep value for

money, maka diperlukan sistem pengelolaan

keuangandaerah dan anggaran daerah yang baik. Hal

tersebut dapat tercapai apabilapemerintah daerah

memiliki sistem akuntansi yang baik

(Mardiasmo,2002:7).

H. Indikator Kesejahteraan Masyarakat

Menurut United Nations Development

Programme (UNDP),pembangunan manusia merupakan

suatu model pembangunan yangditujukan untuk

memperluas pilihan bagi penduduk yang

Page 183: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

182

dapatditumbuhkan melalui upaya pemberdayaan

penduduk. Hal ini dapatdicapai melalui program

pembangunan yang menitik-beratkan padapeningkatan

kemampuan dasar manusia yaitu meningkatnya

derajatkesehatan, berupa umur panjang dan hidup sehat,

mempunyai pengetahuandan keterampilan yang

memadai agar dapat digunakan untukmempertinggi

partisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif

sertamendapat penghasilan yang mencukupi dengan

daya beli yang layak.

Seperti halnya pembangunan ekonomi,

pembangunan manusiamemerlukan ketersediaan

analisis data guna perencanaan dan pengambilan

kebijakan agar tepat sasaran, juga perlu dievaluasi

sejauh manapembangunan yang dilaksanakan mampu

meningkatkan kualitas hidupmanusia (penduduk)

sebagai obyek pembangunan. Salah satu alat ukuryang

lazim digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia

(IPM).

Walaupun tidak semua aspek pembangunan

manusia dapat diukur melalui

penghitungan IPM mengingat sangat luasnya dimensi

pembangunanmanusia, tetapi paling tidak IPM dapat

menggambarkan hasil pelaksanaanpembangunan

manusia menurut tiga komponen indikator

kemampuanmanusia yang sangat mendasar yaitu;

derajat kesehatan, kualitaspendidikan serta akses

terhadap sumber daya ekonomi berupa

pemerataantingkat daya beli masyarakat.

Page 184: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

183

Dalam mengukur kesejahteraan masyarakat,

programpembangunan PBB (UNDP) melalui terbitan

serialnya sejak awal tahun1990-an mengukur

kesejahteraan masyarakat secara lebih

komprehensifdengan menggunakan tingkat pendapatan

perkapita, tingkat pendidikandan usia harapan hidup

yang dikonstruksi menjadi Indeks

PembangunanManusia atau Human Development Index

= HDI.

Alat ukur ini telah digunakan baik pada tingkat

nasional maupuninternasional dalam melihat hasil-hasil

pembangunan masing-masingpropinsi atau negara.

Selanjutnya alat ukur ini diperluas kegunaannya

padatingkat yang lebih rendah yaitu pada level

kabupaten/kota.

Pada tahun 1990 United Nation Development

Program (UNDP) memperkenalkan ”Human

Development Index” (HDI) atau IndeksPembangunan

Manusia (IPM). Pembangunan manusia, menurut

definisiUNDP, adalah proses memperluas pilihan-

pilihan penduduk (people’s choice). Dari sekian banyak

pilihan, ada tiga pilihan yang dianggap palingpenting,

yaitu: panjang umur dan sehat, berpendidikan, dan akses

kesumber daya yang dapat memenuhi standar hidup

yang layak. Pilihan lainyang dianggap mendukung tiga

pilihan di atas adalah kebebasan politik,hak asasi

manusia, dan penghormatan hak pribadi. Dengan

demikian,pembangunan manusia lebih dari sekedar

Page 185: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

184

pertumbuhan ekonomi, lebihdari sekedar peningkatan

pendapatan dan lebih dari sekedar prosesproduksi

komoditas serta akumulasi modal. Demi memacu

pertumbuhanekonomi perlu pula dilakukan

pembangunan manusia. Dibutuhkan kebijakan

pemerintah yang mendorong peningkatan kualitas SDM.

Pendapatan perkapita adalah PDRB berdasarkan

harga yangberlaku di masyarakat dibagi dengan total

penduduk pada pertengahantahun, dalam ribuan rupiah.

PDRB adalah total nilai tambah yangdihasilkan oleh

sektor-sektor perekonomian dalam kurun waktu

satutahun. Tingkat pendidikan masyarakat diukur dari

jumlah penduduk yangmenamatkan bangku pendidikan

formal terhadap total penduduk di suatuwilayah

tertentu, dalam satuan persen. Usia harapan hidup

adalah rata-rataumur masyarakat yang dicapai pada

suatu wilayah tertentu, dalam satuantahun.

Page 186: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

185

BAB X

PENILAIN KEWAJARAN BEBAN

KERJA DAN BIAYA

A. Pendekatan Prestasi Kerja (Anggaran Kinerja)

Pendekatan prestasi kerja merupakan suatu

sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian

hasil kerja (output) dari perencanaan alokasi biaya (input)

yang ditetapkan. Input (masukan) adalah besarnya sumber-

sumber seperti dana, sumber daya manusia, material, waktu dan

teknologi yang digunakan untuk melaksanakan program atau

kegiatan sesuai dengan (input) yang digunakan. Output

(keluaran) menunjukkan produk (barang atau jasa) yang

dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan (input)

yang digunakan. Kinerja tersebut ditunjukkan oleh adanya

hubungan antara input (masukan dengan output

(keluaran). Indikator kinerja meliputi masukan (input)

keluaran (output) dan hasil (income).

Tolok ukur kinerja merupakan ukuran prestasi kerja

yang akan dicapai dari keadaan semula dengan

mempertimbangkan faktor kualitas, kuantitas, efisiensi dan

efektivitas pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan.

Target kinerja adalah hasil yang diharapkan dari suatu program

atau keluaran yang diharapkan dari suatu kegiatan.

Ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk

Page 187: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

186

menilai hasil yang diharapkan dari suatu kegiatan dengan

menetapkan tolak ukur kinerja berupa indikator sebagai

berikut :

Masukan (input) adalah tolak ukur kinerja berdasarkan

tingkatan atau besaran sumber dana, SDM, material,

waktu, teknologi dan sebagainya yang digunakan untuk

melaksanakan program dan kegiatan.

Keluaran (output) adalah tolak ukur kinerja berdasarkan

produk yang dihasilkan dari program dan kegiatan sesuai

dengan masukan yang digunakan.

Hasil (outcome) adalah tolok ukur kinerja berdasarkan

tingkat keberhasilan yang dapat dicapai berdasarkan

keluaran program atau kegiatan yang sudah

dilaksanakan.

Manfaat (benefit) adalah tolok ukur kinerja berdasarkan

tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan sebagai nilai

tambah bagi masyarakat dan pemerintah daerah dari

hasil.

Dampak (impact) adalah tolok ukur kinerja berdasarkan

dampaknya terhadap kondisi makro yang ingin dicapai

dari manfaat.

Page 188: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

187

Gambar Contoh Kegiatan

Standar analisis belanja pemerintah daerah terdiri dari:

a) Dalam sistem anggaran kinerja setiap usulan

program, kegiatan dan anggaran dinilai

kewajarannya;

b) Standar analisa belanja adalah standar atau pedoman

yang digunakan untuk menganalisis kewajaran beban

kerja atau biaya setiap program atau kegiatan yang

dilaksanakan dalam satu tahun anggaran;

c) Penilaian kewajiban dalam standar analisis belanja;

dan

d) mencakup dua hal yaitu kewajaran beban kerja dan

kewajaran biaya.

Penilaian kewajaran beban kerja :

Kaitan logis antara program/kegiatan yang diusulkan

Page 189: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

188

dengan strategi dan prioritas APBD

Kesesuaian antara program/ kegiatan yang diusulkan dengan

tugas pokok dan fungsi satuan kerja yang bersangkutan

Kapasitas satuan kerja untuk melaksanakan program/

kegiatan pada tingkat pencapaian yang diinginkan dan

dalam jangka waktu satu tahun anggaran

Sedangkan dalam penilaian kewajaran biaya :

Kaitan antara biaya yang dianggarkan dengan target

pencapaian kinerja (standar biaya)

Kaitan antara standar biaya dengan harga yang

berlaku

Kaitan antara biaya yang dianggarkan, target pencapaian

kinerja dengan sumber dana

Gambar Penilaian Kewajaran Biaya

B. Prinsip-Prinsip Anggaran Berbasis Kinerja

1. Transparansi

Transparansi adalah keterbukaan dalam proses

Page 190: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

189

perencanaan, penyusunan pelaksanaan dan pelaporan

evaluasi anggaran. Dengan demikian setiap anggota

masyarakat mempunyai hak dan akses yang sama

untuk mengetahui proses anggaran karena

menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat,

terutama dalam hal jaminan terpenuhinya kebutuhan-

kebutuhan hidup masyarakat.

2. Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik

yang mengandung arti bahwa proses penganggaran

benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kepada

masyarakat dan lembaga perwakilannya. Masyarakat

mempunyai hak untuk menuntut pertanggungjawaban

atas rencana dan implementasi anggaran. tersebut.

Akuntabilitas berlandaskan asas efisiensi, tepat guna,

tepat waktu dan dapat dipertanggungjawabkan.

3. Value for Money

Proses penganggaran menerapkan prinsip ekonomis,

efisien dan efektif. Ekonomi berkaitan dengan pemilihan

dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas

tertentu dengan harga yang paling murah. Efisien

berarti bahwa penggunaan dana masyarakat (public

money) dapat menghasilkan output yang maksimal

(berdaya guna). Sedangkan efektif adalah penggunaan

anggaran tersebut hares mencapai target/tujuan

pelayanan publik. Implementasi prinsip value for

moneymemberikan manfaat: pertama, efektifitas

pelayanan publik dalam arti tepat sasaran; kedua,

Page 191: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

190

meningkatkan mutu pelayanan publik; ketiga,

penghematan biaya pelayanan karena berkurangnya

inefisiensi dan penghematan sumber daya; keempat,

alokasi pembiayaan berorientasi pada kepentingan

publik; dan kelima, meningkatkan kesadaran

penghargaan terhadap publik (public cost awareness)

sebagai akar pelaksanaan pertanggungjawaban publik.

Gambar 10.1. Value for Money

Prinsip-prinsip pokok di atas bersifat

mendasar bagi penyusunan anggaran. Berikut ini

prinsip-prinsip pokok yang sebaiknya digunakan dalam

penganggaran dan manajemen keuangan daerah (World

Bank 1998 dalam Mardiasmo, 2002) :

a. Komprehensif dan disiplin

Anggaran daerah merupakan salah satu instrumen

yang menjamin terciptanya disiplin pengambilan

keputusan bagi pemerintah daerah. Oleh karena itu

anggaran daerah hares bersifat komprehensif,

yaitu menggunakan pendekatan yang holistik dalam

mendiagnosa masalah yang dihadapi, analisis antar

Page 192: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

191

masalah yang mungkin muncul, evaluasi kapasitas

kelembagaan yang dipunyai dan mencari cara-cara terbaik

untuk memecahkannya.

b. Fleksibilitas

Pemerintah pusat perlu memberikan ruang yang lebih

memadai bagi pemerintah daerah untuk menganalisa

informasi, potensi sumber daya, permasalahan dan

rencana kegiatan/program yang akan disusun dalam

anggaran. “Intervensi” pemerintah pusat hanya

bersifat masukan dan dilakukan dengan hati-hati

tanpa mematikan prakarsa, inisiatif dan kemampuan

inovasi yang dimiliki oleh pemerintah daerah.

c. Terprediksi

Prinsip ini menekankan terpenuhinya semua informasi

yang berkaitan dalam pelaksanaan kegiatan/program

yang didanai oleh anggaran daerah agar dapat berjalan

dengan efisien dan efektif. Dengan terpenuhinya

informasi, maka segala hal yang mungkin terjadi di

masa yang akan datang dapat diperkirakan dan

dipersiapkan langkah-langkah antisipasinya. Dengan

demikian setiap penyusunan anggaran baru dapat

ditingkatkan kualitas implementasinya.

d. Kejujuran

Kejujuran dalam anggaran daerah tidak hanya

menyangkut persoalan etika atau moral pelaksana

anggaran, namun juga berhubungan dengan

kemampuan dalam memproyeksikan penerimaan dan

pengeluaran yang mempunyai kemungkinan terjadinya

Page 193: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

192

bias. Sumber bias yang memunculkan ketidakjujuran ini

dapat berasal dari aspek teknis dan politis dalam

pelaksanaan anggaran nantinya. Proyeksi yang

terlalu optimis akan mengesampingkan kendala-

kendala yang akan muncul, sehingga kemungkinan

implementasi anggaran yang tidak efisien dan efektif

akan terjadi.

e. Informasi

Informasi adalah basis kejujuran dan proses pengambilan

keputusan yang baik. Karenanya, pelaporan yang

teratur dan validitasnya terpercaya tentang input,

output, outcome dan pelaporan benefit serta impact suatu

kebijakan (anggaran) adalah sangat penting artinya.

Manfaat:

1) Meningkatkan efektivitas pelayanan publik dalam arti

pelayanan yang diberikan tepat sasaran

2) Meningkatkan mutu pelayanan publik dan

menurunkan biaya pelayanan publik karena

terjadinya penghematan dan berkurangnya in-

efisiensi

3) Alokasi belanja lebih berorientasi pada kepentingan

publik

Ekonomis :

Perbandingan input dengan input value yang dinyatakan

dalam satuan moneter atauSejauhmana organisasi

publik mampu meminimalisasi “Input Resources”

dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak

Page 194: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

193

Produktif

Efisiensi :

Pencapaian output maksimum dengan input tertentu

atau dengan input minimum untuk mencapai output

tertentu.

Efektivitas :

Tingkat pencapaian program dengan target yang

ditetapkan atau perbandingan outcome dengan output.

Page 195: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

194

BAB XI

ANALISIS PERKEMBANGAN APBD

A. Trend APBD

Pada bab ini penulis sengaja menunjukkan data-data APBD

secara nasional, untuk memberikan gambaran tentang kondisi

APBD selama beberapa tahun terakhir, dimana data yang

disajikan dalam bab ini bersumber dari Kementerian Kuangan

Republik Indonesia. Berdasarkan data APBD tahun 2009

sampai tahun 2013 secara nasional, kita dapat mendapatkan

gambaran sebagai berikut:

Trend APBD (dalam miliar rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan RI Data APBD Konsolidasi

2009 - 2013

Gambar 116.1 menunjukkan bahwa setiap tahun

sejak 2009 hingga 2013 Pendapatan Daerah meningkat rata-

rata sebesar 15,6% dan peningkatan pada tahun 2013 sebesar

Page 196: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

195

18,4%, di mana Pendapatan Daerah pada tahun 2012 sebesar

Rp551,3 triliun meningkat menjadi sebesar Rp652,9 triliun

pada tahun 2013. Secara nasional trend anggaran belanja

daerah mengalami rata-rata peningkatan dari tahun 2009

hingga 2013 sebesar 14,4%. Belanja daerah yang

dianggarkan pada tahun 2012 sebesar Rp591,9 triliun

meningkat 19,5% pada tahun 2013 menjadi sebesar Rp707,1

triliun.

Trend defisit yang dianggarkan daerah cenderung

fluktuatif, cenderung terus mengalami penurunan dari tahun

2009 hingga 2011, akan tetapi pada tahun 2013 defisit

anggaran meningkat sebesar 34,5%. Trend peningkatan

pembiayaan netto juga relatif sama polanya setiap tahun

dengan trend defisit. Peningkatanpersentase pembiayaan netto

pada tahun 2013 adalah sebesar 34,4% dari tahun sebelumnya.

Komposisi setiap jenis Pendapatan Daerah beserta

trend-nya terlihat pada Gambar11.2. Secara nasional porsi

Dana Perimbangan masih dominan setiap tahunnya, akan

tetapi terlihat laju peningkatannya lebih rendah bila

dibandingkan laju peningkatan PAD. PAD terus mengalami

peningkatan dimana pada tahun 2009 PAD seluruh daerah

secara nasional mencapai Rp62,7 triliun dan di tahun 2013

meningkat menjadi Rp140,3 triliun rupiah. Peningkatan

tersebut secara rata-rata dari tahun 2009 hingga 2013 adalah

sebesar 22,4%, peningkatan dari tahun 2012 hingga ke 2013

adalah sebesar 24,5%.

Page 197: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

196

Trend Komposisi Pendapatan Daerah TA 2009 – 2013

(dalam miliar rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan RI, Data APBD

Konsolidasi 2009 - 2013

Dana Perimbangan secara nasional setiap tahunnya

mengalami peningkatan, di mana pada tahun 2009 Dana

Perimbangan hanya Rp285,0 triliun terus

meningkat menjadi Rp432,7 triliun di tahun 2013. Rata-rata

peningkatan Dana Perimbangan dari tahun 2009 hingga 2013

di kisaran 11,1%. Peningkatan yang terjadi pada tahun 2013

yaitu sebesar 13,7% dari anggaran Dana Perimbangan di

tahun 2012.

Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah juga

menunjukkan tren peningkatan dari tahun 2009 hingga 2013.

Pada tahun 2009 secara nasional Lain-lain Pendapatan

Daerah yang sah masih di kisaran Rp19,5 triliun,

kemudian mengalami rata-rata peningkatan per tahunnya

sebesar 44,7%, sehingga di tahun 2013 Lain-lain Pendapatan

Daerah yang sah mencapai Rp79,9 triliun. Persentase

Page 198: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

197

peningkatan yang terjadi pada tahun anggaran 2012 yaitu

sebesar 38,3% dari anggaran tahun sebelumnya dan di tahun

2013 dianggarkan meningkat 37,1%.

Berdasarkan data trend 2009 hingga 2013 maka kita

juga bisa melihat gambaran tingkat pertumbuhan total

Pendapatan Daerah beserta komponen utamanya yaitu PAD

dan Dana Perimbangan. Secara agregat pendapatan seluruh

daerah per provinsi dapat dilihat bahwa rata-rata pertumbuhan

total Pendapatan Daerah yang tertinggi adalah di Provinsi

Banten (21,4%), lalu diikuti oleh Provinsi DKI Jakarta

(19,5%) dan Provinsi Sumatera Utara (19,4%). Sedangkan

rata-rata pertumbuhan Pendapatan Daerah yang terendah

adalah di Provinsi Papua Barat (11,1%), Provinsi Kalimantan

Tengah (11,4%), dan Provinsi Sulawesi Utara (11,6%).

Bila dilihat berdasarkan rata-rata pertumbuhan PAD

per tahunnya yang tertinggi adalah terdapat di Provinsi

Kalimantan Timur sebesar 30,7%, lalu diikuti oleh Provinsi

Lampung yaitu sebesar 29,5%, dan Provinsi Kalimantan

Selatan yaitu sebesar 29,4%. Sedangkan rata-rata

pertumbuhan PAD yang terendah yaitu di bawah 11 %

terdapat di Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu di kisaran 2,0%,

Provinsi Bengkulu sebesar 7,0%, Provinsi Aceh sebesar 10,9%.

Page 199: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

198

Rata-rata Pertumbuhan (2009 – 2013) Pendapatan

Daerah per Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Sumber: Kementerian Keuangan RI, Data APBD

Konsolidasi 2009 - 2013

Pada sisi lain rata-rata pertumbuhan dana

perimbangan dari tahun 2009 hingga 2013 cenderung tidak

terlalu tajam fluktuasinya antar provinsi yaitu di kisaran 9,0%

hingga 16,0%, dengan pengecualian Provinsi DKI Jakarta

dengan rata-rata pertumbuhan dana perimbangan -0,4%.

Berdasarkan tabel di atas maka dapat kita amati

porsi tiap jenis Belanja Daerah setiap tahun dan tren

kenaikan/penurunannya antar tahun. Bila dicermati

Belanja Pegawai (langsung dan tidak langsung) secara

nasional cenderung terus meningkat dari tahun 2009 hingga

2013, di mana pada tahun 2009 total Belanja Pegawai secara

nasional baru mencapai angka Rp180,4 miliar rupiah dan di

tahun 2013 meningkat menjadi Rp296,5 miliar rupiah.

Rata-rata peningkatan Belanja Pegawai mencapai 13,2%. Pada

tahun 2013 Belanja Pegawai mengalami peningkatan sebesar

Page 200: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

199

13,6% dari tahun 2012.

Besarnya Belanja Barang dan Jasa juga mengalami

peningkatan setiap tahunnya, pada tahun 2009 total Belanja

Barang dan Jasa secara nasional di kisaran Rp79,6 miliar

rupiah dan pada tahun 2013 telah meningkat menjadi

Rp148,0 miliar rupiah. Peningkatan Belanja Barang dan Jasa

secara rata-rata dari tahun 2009 hingga 2013 adalah sebesar

15,0%.

Fenomena yang agak berbeda terlihat dari trend Belanja

Modal tahun 2009 hingga 2013, dimana secara rata-rata

mengalami peningkatan di kisaran 12,7% dari tahun 2009

hingga 2013. Namun demikian, bila dilihat secara nominal,

maka perubahan tersebut cenderung fluktuatif, dimana pada

tahun 2009 total Belanja Modal mencapai Rp114,6 miliar

rupiah lalu mengalami penurunan di tahun 2010 yaitu hanya

sebesar Rp96,2 miliar rupiah, kemudian mengalami

peningkatan di tahun 2011 hingga di tahun 2013 total Belanja

Modal mencapai Rp175,6 miliar rupiah.

Trend Belanja Daerah TA 2009 – 2013 (dalam miliar

rupiah)

Page 201: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

200

Sumber: Kementerian Keuangan RI Data APBD

Konsolidasi 2009 - 2013

Belanja Lain-Lain juga cenderung fluktuatif pada

tahun 2009 hingga 2013 di mana pada tahun 2009 Belanja

Lain-Lain secara total mencapai Rp40,6 miliar lalu naik

menjadi Rp50,11 miliar di tahun 2010. Selanjutnya total

Belanja Lain-Lain di tahun 2011 turun lagi menjadi Rp48,4

miliar dan akhirnya pada tahun 2013 total anggaran Belanja

Lain-Lain meningkat menjadi Rp87,0 miliar. Secara rata-rata

peningkatan total Belanja Barang dan Jasa pada tahun 2009

hingga 2013 adalah sebesar 22,3%.

Berdasarkan grafik 11.5 maka kita bisa melihat

gambaran rata-rata tingkat pertumbuhan total belanja daerah

beserta komponen utamanya yaitu Belanja Pegawai, Belanja

Barang dan Jasa, serta Belanja Modal dari tahun 2009 hingga

ke 2013. Secara agregat total belanja seluruh daerah per

provinsi menunjukkan rata-rata pertumbuhan total belanja

daerah yang tertinggi adalah di Provinsi Banten (22,2%),

lalu diikuti oleh Provinsi DKI Jakarta (20,1%) dan Provinsi

Lampung (19,0%). Sedangkan rata-rata pertumbuhan

belanja daerah yang terendah terdapat di Provinsi Aceh

(8,1%), Provinsi Kalimantan Tengah (9,8%), dan Provinsi

Sumatera Barat (10,8%).

Bila dilihat berdasarkan rata-rata pertumbuhan Belanja

Pegawai per tahunnya yang tertinggi adalah terdapat di

Provinsi Maluku yaitu sebesar 16,5%, lalu diikuti oleh

Provinsi Bangka Belitung yaitu sebesar 15,9%, dan Provinsi

Kalimantan Selatan yaitu sebesar 15,6%. Sedangkan rata-rata

pertumbuhan Belanja Pegawai yang terendah terdapat di

Page 202: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

201

Provinsi Riau yaitu di kisaran 11,0%, Provinsi Sumatera Selatan

sebesar 11,1%, dan Provinsi Aceh sebesar 11,5%.

Rata-rata Pertumbuhan (2009 – 2013) Belanja Daerah

Per Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Sumber: Kementerian Keuangan RI, Data APBD Konsolidasi

2009 – 2013

Rata-rata pertumbuhan Belanja Barang dan Jasa yang

tertinggi terdapat di Provinsi Banten yaitu sebesar 28,1%,

Provinsi Aceh sebesar 25,5%, dan Provinsi Bali sebesar

23,6%. Sedangkan rata-rata pertumbuhan Belanja Barang

dan Jasa yang terendah terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah

yaitu sebesar 7,9%, Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu sebesar

8,9% , dan Provinsi Maluku sebesar 10,7%.

Rata-rata pertumbuhan Belanja Modal yang tertinggi

terdapat di Provinsi Lampung yaitu sebesar 31,6% lalu diikuti

oleh Provinsi DKI sebesar 28,1% dan Provinsi Banten sebesar

26,9%. Rata-rata pertumbuhan Belanja Modal yang terendah

terdapat di Provinsi Aceh yaitu -7,2%, lalu Provinsi Bangka

Page 203: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

202

Belitung sebesar 2,0% dan Provinsi Maluku sebesar 3,6%.

Provinsi Aceh relatif terus menurun Belanja Modalnya karena

pembangunan infrastruktur sejak terjadinya tsunami di sana

lebih dominan berasal dari bantuan hibah yang masuk pada

lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.

B. Ruang Fiskal (Fiscal Space)

Ruang fiskal (fiscal space) merupakan suatu konsep

untuk mengukur fleksibilitas yang dimiliki pemerintah daerah

dalam mengalokasikan APBD untuk membiayai kegiatan yang

menjadi prioritas daerah. Semakin besar ruang fiskal yang

dimiliki suatu daerah maka akan semakin besar pula

fleksibilitas yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk

mengalokasikan belanjanya pada kegiatankegiatan yang

menjadi prioritas daerah seperti pembangunan infrastruktur

daerah.

Perhitungan ruang fiskal daerah yaitu total Pendapatan

Daerah dikurangi dengan pendapatan hibah, pendapatan yang

sudah ditentukan penggunaannya (earmarked), dan belanja

yang sifatnya mengikat yaitu Belanja Pegawai dan Belanja

Bunga, kemudian dibagi dengan total pendapatannya.

Ruang fiskal daerah saat ini masih sangat terbatas karena

sebagian besar anggaran digunakan untuk belanja rutin (Belanja

Pegawai). Idealnya porsi belanja rutin lebih kecil dari Belanja

Modal. Memperbesar ruang fiskal daerah untuk Belanja

Modal sangat penting karena dapat menjadi stimulus

perekonomian daerah. Pemerintah Daerah diharapkan dapat

membuat kebijakan yang mampu menciptakan iklim

perekonomian yang kondusif. Selain itu, efektifitas dan

Page 204: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

203

efisiensi penggunaan anggaran di daerah juga dapat

mendukung terciptanya ruang fiskal.

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Grafik 11.6 menunjukkan ruang fiskal secara agregat

provinsi, kabupaten, dan kota. Dari ke-33 provinsi, Provinsi

Kalimantan Timur mempunyai ruang fiskal tertinggi yaitu

mencapai 61,7%. Tingginya ruang fiskal di Provinsi

Kalimantan Timur tentunya didukung oleh penerimaan

daerah dari Dana Bagi Hasil yang cukup besar yaitu

mencapai 60,6% dari total Pendapatan Daerah. Meskipun

Belanja Pegawai di Provinsi Kalimantan Timur mencapai

34,3% dari total pendapatan, namun masih menyisakan ruang

fiskal yang besar sehingga porsi Belanja Modalnya pun

mencapai 58,4% dari total pendapatannya.Sementara itu,

Provinsi Aceh memiliki ruang fiskal terendah yaitu 22,2%.

Rendahnya ruang fiskal di Provinsi Aceh karena kontribusi

terbesar pada pendapatan daerah berasal dari dana otonomi

khusus yang penggunaannya sudah dibatasi. Selain itu porsi

Belanja Pegawai pemerintah daerah se Provinsi Aceh sangat

besar yaitu 42,5% dari total Pendapatan Daerah, sehingga

ruang fiskal yang tersisa sangat kecil. Dengan demikian

Provinsi Aceh harus memanfaatkan ruang fiskal yang ada

dengan merencanakan Belanja Daerah yang tepat untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi daerahnya.

Ruang Fiskal Agregat Provinsi, Kabupaten, dan Kota

Page 205: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

204

Sumber: Kementerian Keuangan RI

Secara agregat, rata-rata ruang fiskal seluruh pemerintah

daerah di Indonesia sebesar 37,85%. Dari rata-rata tersebut,

terdapat 15 provinsi dengan ruang fiskal yang berada diatas

rata-rata nasional.

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi

Ruang fiskal seluruh pemerintah kabupaten dan

pemerintah kota pada satu provinsi digambarkan pada

grafik 2.10. Secara rata-rata pemerintah kabupaten dan

pemerintah kota memiliki ruang fiskal sebesar 33,7% dari

totalpendapatannya. Dari rata-rata tersebut, terdapat 18 daerah

yang memiliki ruang fiskal di bawah rata-rata dan 14 daerah

memiliki ruang fiskal di atas rata-rata nasional.

Ruang fiskal tertinggi untuk kabupaten dan kota

terdapat di Provinsi Kalimantan Timur yaitu sebesar 58,3%.

Tingginya angka ini dapat disebabkan oleh pendapatan yang

tidak dibatasi penggunaannya yang didominasi oleh sektor

pertambangan dan migas serta sektor kehutanan.

Page 206: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

205

Adapun ruang fiskal terendah terdapat pada

kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Jawa Tengah,

yaitu sebesar 19,9%. Porsi Belanja Pegawai mencapai 63,3%

dari total pendapatan. Sementara itu, komposisi Pendapatan

Daerah pemerintah kabupaten dan kota di Jawa Tengah masih

didominasi oleh transfer dari pemerintah pusat yaitu Dana

Alokasi Umum yang mencapai 61,9% dari total Pendapatan

Daerah. Penerimaan yang bersumber dari pajak daerah hanya

sebesar 4% dari total Pendapatan Daerah. Hal ini dapat

menunjukkan bahwa pemerintah daerah di Provinsi Jawa

Tengah belum mengoptimalkan pemungutan pajak dari basis

pajak yang dimilikinya.

Ruang Fiskal Pemerintah Kabupaten dan kota Se-

Provinsi *)

Sumber: Kementerian Keuangan RI

Page 207: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

206

3. Pemerintah Provinsi Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi

Sumber: Kementerian Keuangan RI

Grafik 11.8 menggambarkan ruang fiskal pada masing-

masing pemerintah provinsi. Secara rata-rata pemerintah

provinsi memiliki ruang fiskal sebesar 57,9% dari total

pendapatannya. Jika dilihat dari rata-rata tersebut, terdapat 15

daerah yang memiliki ruang fiskal di bawah rata-rata dan 18

daerah memiliki ruang fiskal di atas rata-rata nasional.

Pemda Provinsi Kalimantan Timur memiliki ruang

fiskal yang tertinggi yaitu sebesar 86,1%. Hal ini didukung

dari penerimaan dana bagi hasil dan penerimaan pajak daerah

yang cukup besar. Sementara itu porsi Belanja Pegawai

jumlahnya tidak terlalu besar sehingga ruang fiskal yang

tersedia masih besar. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi

Kalimantan Timur perlu memanfaatkan ruang fiskal yang

tinggi tersebut untuk kegiatan yang dapat memacu

pembangunan di daerahnya sebagai stimulus pertumbuhan

ekonomi daerah. Lebih lanjut, dengan pertumbuhan

Page 208: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

207

ekonomi yang tinggi pada sektor-sektor tertentu akan

meningkatkan potensi penerimaan pajak daerah. Sementara

itu, Provinsi Aceh mempunyai ruang fiskal yang terendah yaitu

sebesar 20,4%. Hal ini disebabkan karena kontribusi terbesar

pada Pendapatan Daerah Provinsi Aceh adalah pendapatan dari

dana otonomi khusus yang sudah dibatasi penggunaannya.

C. Rasio Ketergantungan Daerah

Rasio ketergantungan daerah menggambarkan

tingkat ketergantungan suatu daerah terhadap bantuan

pihak eksternal, baik itu Pemerintah Pusat atau

Pemerintah Daerah lain. Rasio ini ditunjukkan oleh rasio

Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total pendapatan

dan rasio dana transfer terhadap total pendapatan. Rasio

PAD terhadap total pendapatan memiliki makna yang

berkebalikan dengan rasio dana transfer terhadap total

pendapatan. Semakin besar angka rasio PAD maka

ketergantungan daerah semakin kecil. Sebaliknya, semakin

besar angka rasio dana transfer, maka semakin besar tingkat

ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal.

Dengan demikian, daerah yang memiliki tingkat

ketergantungan yang rendah adalah daerah yang memiliki rasio

PAD yang tinggi sekaligus rasio dana transfer yang rendah.

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Grafik 2.13 memberikan potret rasio PAD dan dana

transfer terhadap pendapatan seluruh pemda yang

dikelompokkan per provinsi. Perhitungannya dilakukan

Page 209: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

208

dengan menjumlahkan PAD seluruh pemda pada satu

provinsi kemudian membaginya dengan total pendapatan

untuk wilayah yang sama. Hal yang sama juga berlaku untuk

rasio dana transfer. Secara agregat (provinsi, kabupaten, dan

kota), rata-rata rasio PAD terhadap pendapatan sebesar 17%

dan rata-rata rasio Dana Transfer terhadap Pendapatan sebesar

82%.

Berdasarkan hasil analisis, Provinsi DKI Jakarta

memiliki rasio PAD yang paling tinggi, yaitu sebesar 64,2%,

sekaligus rasio dana transfer terendah yaitu sebesar 26,6%.

Sementara itu, Provinsi Papua Barat memiliki rasio PAD

terendah sebesar 2,8% sekaligus rasio dana transfer tertinggi

yaitu sebesar 97,1%. Hal ini menunjukkan bahwa, Provinsi

DKI Jakarta memiliki ketergantungan daerah yang paling

rendah dibandingkan provinsi-provinsi yang lain. Sebaliknya,

Provinsi Papua Barat menunjukkan tingkat ketergantungan

yang paling tinggi baik darisisi PAD yang dihasilkan maupun

dari sisi dana transfer yang diterima dari pusat.

Rendahnya tingkat ketergantungan di Provinsi

DKI Jakarta tersebut disebabkan oleh tingginya sumber-

sumber PAD khususnya dari pajak daerah dan retribusi

daerah. Hal ini sejalan dengan analisis pada bagian rasio

pajak yang menempatkan DKI Jakarta pada posisi pertama

dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya. Sementara

itu, Provinsi Papua Barat memiliki tingkat ketergantungan

tertinggi disebabkan oleh rendahnya PAD, khususnya pajak

daerah dan retribusi daerah di wilayah tersebut, dan

tingginya dana transfer yang diterima.

Page 210: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

209

Rasio Ketergantungan Agregat Provinsi, Kabupaten dan

Kota

Sumber: APBD 2013 (Diolah)

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi

Pada Grafik 2.10 terlihat bahwa rata-rata rasio PAD

terhadap Pendapatan Daerah adalah 8,5% sedangkan rata-rata

rasio dana transfer terhadap Pendapatan Daerah adalah 91,2%.

Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan pemerintah

kabupaten dan pemerintah kota terhadap dana transfer masih

sangat tinggi.

Rasio PAD terhadap pendapatan tertinggi terdapat pada

seluruh pemerintahkabupaten dan pemerintah kota di Provinsi

Bali yaitu sebesar 31,6%, sedangkan yang terendah adalah di

pemerintah kabupaten dan pemerintah kota di Provinsi Papua

Barat yaitu sebesar 2,4%.

Sementara itu, rasio dana transfer terhadap

pendapatan yang tertinggi terdapat di pemerintah kabupaten

dan pemerintah kota di Provinsi Papua dan Provinsi Papua

Barat yaitu sebesar 97,4% dan yang terendah adalah pemerintah

Page 211: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

210

kabupaten dan pemerintah kota di Provinsi Bali, yaitu 68,4%.

Rasio Ketergantungan Pemerintah

Kabupaten dan kota Se-Provinsi *)

Sumber: APBD 2013 (Diolah), *) Tidak termasuk DKI

Jakarta

3. Pemerintah Provinsi

Untuk tingkat pemerintah provinsi, rata-rata rasio PAD

terhadap pendapatan adalah 36,3% dan untuk rasio dana

transfer terhadap pendapatan sebesar 62,6%. Terdapat 16

pemerintah provinsi yang memiliki rasio PAD

terhadappendapatan di atas rata-rata nasional dan 17

pemerintah provinsi yang memiliki rasio dana transfer

terhadap pendapatan di atas rata-rata-rata secara nasional.

Kondisi ini menunjukkan bahwa masih banyak daerah yang

sangat bergantung bantuan dana dari pihak eksternal.

Page 212: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

211

BAB XII

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH

DAERAH TERHADAP KEMISKINAN DI

PROVINSI SULAWESI SELATAN INDONESIA

Abstraks

Kemiskinan sampai saat ini masih menjadi

persoalan ekonomi yang serius. Oleh karena itu

keberpihakan pemerintah baik pusat maupun

daerah dalam menanggulangi kemiskinanmutlak

diperlukan. Bentuk keberpihakan tersebut dapat

dilakukan dalam bentuk kebijakan fiskal, berupa

pengeluaran pemerintah. Penelitian ini bertujuan

untukmengetahui dampak pengeluaran pemerintah

daerah kabupaten dan kota terhadap kemiskinan di

Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini dilakukan pada

23 kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Selatan,

dengan menggunakan data panel (yaitu gabungan antara

data time series tahun (2007-2013) dan data cross

section 23 kabupaten kota. Penelitian ini menggunakan

model ekonometrika dengan sistem persamaan

simultan. Hasil estimasi model terhadap kemiskinan

diperoleh bahwa kemiskinan dipengaruhi secara positif

dan nyata terhadap jumlah populasi dan jumlah

penduduk miskin tahun sebelumnya. Sementara belanja

pendidikan berpengaruh negatif dan nyata terhadap

kemiskinan. Kemudian produk domestik regional bruto

Page 213: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

212

berpengaruh negatif namun tidak nyata terhadap

penurunan angka kemiskinan. Hasil simulasi kebijakan

menunjukkan bahwa peningkatan belanja modal,

peningkatan total pengeluaran pemerintah, dan atau

peningkatan belanja pendidikan pada kabupaten dan

kota di Provinsi Sulawesi Selatan, memberi dampak

yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi,

pengurangan kemiskinan, dan pengangguran.

Walaupun demikian dampak yang ditimbulkannya

relatif kecil baik terhadap pertumbuhan ekonomi,

pengurangan pengangguran, terlebih terhadap

pengurangan kemiskinan. Kurang responsifnya

kebijakan pengeluaran pemerintah daerah terhadap

penurunan jumlah penduduk miskin, menunjukkan

bahwa kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah

daerah belum sepenuhnya berpihak pada penduduk

miskin. Oleh karena itu untuk meningkatkan respons

dari kebijakan pemerintah, maka sebaiknya pemerintah

daerah perlu lebih berpihak dan fokus serta diperlukan

kebijakan yang bersifat langsung dan produktif yang

ditujukan pada masyarakat miskin dan rawan pangan

khususnya pada buruh dan petani miskin dengan

melakukan program pendampingan.

Kata Kunci: Otonomi Daerah - Pengeluaran

Pemerintah Daerah- Kemiskinan

Page 214: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

213

A. Pendahuluan

Krisis ekonomi yang terjadi sejak bulan Juli

1997 membawa dampak negatif bagi kehidupan

masyarakat, yaitu melemahnya kegiatan ekonomi,

memburuknya pelayanan kesehatan dan

pendidikan, memburuknya kondisi prasarana dan

sarana umum. Menurut Badan Pusat Statistik

jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 49,6

juta jiwa (24,3 persen) pada tahun 1998.

Sejalan dengan membaiknya kondisi

perekonomian yang diikuti oleh terkendalinya

harga barang dan jasa, dan meningkatnya

pendapatan masyarakat, maka jumlah penduduk

miskin menurun secara bertahap menjadi 28,51juta

jiwa atau 11,13 persen pada tahun 2015. Dari

jumlah penduduk miskin tersebut 17,89juta jiwa

atau 14,46 persen berada di perdesaan dan 10,62juta

jiwa atau 8,51 persen perada di perkotaan (Badan

Pusat Statistik, 2016).

Dengan jumlah penduduk miskin yang

masih cukup besar ini, maka kemiskinan di

Indonesia masih dianggap sebagai persoalan serius

dan karenanya diperlukan upaya-upaya pemecahan

yang lebih serius di masa yang akan datang. Untuk

memecahkan masalah kemiskinan pemerintah telah

mengeluarkan berbagai kebijakan baik yang

bersifat umum maupun yang khusus untuk

Page 215: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

214

menangani masalah kemiskinan itu seperti Program

nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM)

Mandiri.

Di Indonesia Strategi-strategi penanggulangan

kemiskinan yang dilakukan diantaranya: (1)

Memperbaiki program perlindungan sosial, (2)

Meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar, (3)

Pemberdayaan kelompok masyarakat miskin; serta (4)

Menciptakan pembangunan yang inklusif [19]..

Todaro dan Smith (2009) mendeskripsikan

dengan sangat baik siapa sesungguhnya kaum

miskin (the foor) yaitu mereka ini berjumlah lebih

dari 6 milyar jiwa, nasibnya jauh kurang beruntung

karena sehari-harinya harus hidup dalam kondisi

kekurangan. Mereka tidak memiliki rumah sendiri,

dan kalaupun punya, ukurannya begitu kecil.

Persediaan makanan juga acapkali tidak memadai.

Kondisi kesehatan mereka umumnya tidak begitu

baik atau bahkan buruk, dan banyak dari mereka

yang buta huruf, serta menganggur. Masa depan

mereka untuk mencapai suatu kehidupan yang lebih

baik biasanya suram, atau sekurang-kurangnya

tidak menentu.

Dengan demikian jelas bahwa masalah

kemiskinan sesungguhnya bukanlah semata-mata

masalah kekurangan pendapatan dan harga, akan

tetapi lebih dari pada itu. Masalah kemiskinan

adalah masalah rendahnya kualitas sumberdaya

manusia, kemiskinan adalah masalah sandang,

Page 216: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

215

pangan, dan papan; kemiskinan adalah masalah

lapangan kerja (Sen A., 1981). Intinya kemiskinan

adalah masalah serba kekurangan dan merupakan

fenomena yang banyak terjadi di daerah perdesaan

dan pada umumnya bergerak pada sektor pertanian.

Sejak tahun 2001 bangsa Indonesia memulai

babak baru penyelenggaraan pemerintahan, ketika

diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah,

yaitu Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah kemudian direvisi dengan

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, dan Undang-

Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang

selanjutnya direvisi dengan Undang-Undang Nomor 33

tahun 2004

Dalam era otonomi daerah dewasa ini,

pemerintah daerah memiliki wewenang yang hampir

penuh atas penggunaan sumber-sumber fiskal mereka.

Pemerintah provinsi dan kabupaten kota, saat ini

mengelola sekitar 36 persen dari total pengeluaran

publik, dibandingkan dengan kondisi pada

pertengahan 1990-an yang hanya berjumlah sekitar 24

persen (World Bank. 2007).

Kebijakan fiskal adalah bentuk intervensi

pemerintah untuk mempengaruhi jalannya

perekonomian dengan maksud agar keadaan

perekonomian tidak terlalu menyimpang dari keadaan

yang diinginkan dengan alat (policy instrument

Page 217: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

216

variable) berupa Pajak (T), Transfer Pemerintah (Tr),

dan Pengeluaran Pemerintah (G). Kebijakan fiskal

disebut kebijakan anggaran (budgetary policy),

dilakukan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN), (Romer, 2001; Dornbursh, R., S.

Fisher, and R.Startz, 2008 ). Oleh karena itu

Donalson, (1984); Todaro and Smith, (2009);

Adelman dan Robinson (1978), mengemukakan

bahwa kebijakan harus diarahkan pada sasaran

kelompok-kelompok tertentu yang miskin.

Provinsi Sulawesi Selatan sebagi provinsi

dengan jumlah penduduk terbesar di kawasan timur

Indonesia, dengan sebagian besar penduduknya

hidup pada sektor pertanian, belum dapat

melepaskan diri dengan persoalan kemiskinan. Data

badan pusat statistik Provinsi Sulawesi Selatan

menunjukkan bahwa angka kemiskinan di daerah ini

masih tinggi yaitu 10,12persen atau sebesar

864.510jiwa pada tahun 2015, dari jumlah tersebut

lebih dari dan 80 persen atau sebesar 707.340jiwa

berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama

sektor pertanian, dan sisanya 157.180jiwa berada di

perkotaan. Walaupun angka kemiskinan ini dibawah

tingkat rata-rata kemiskinan nasional 12.49 persen,

namun tetap menjadi persoalan serius dan

membutuhkan keberpihakan dari pemerintah

kabupaten dan kota dalam upaya menanggulangi

kemiskinan di Provinsi Sulawesi Selatan.

Beberapa hasil penelitian menemukan bahwa

Page 218: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

217

kebijakan fiskal dapat memainkan peran yang cukup

efektif terhadap perekonomian (Guimaraes, 2010; Park,

2010. Sementara Shaheen dan Paul, 2009; Claeys, 2008;

Costa dan Dixon, 2011; Fatima, 2012; Adeniyi dan

Bashir, 2011) menemukan bahwa terdapat hubungan

terbalik antara pengeluaran pemerintah dengan tingkat

kemiskinan baik dalam jangka pendek maupun dalam

jangka panjang. Ditemukan pula bahwa pengeluaran

pemerintah pada bidang ekonomi yang efektif dan

efisien dapat meningkatkan investasi swasta, perluasan

lapangan kerja, dan mengurangi kemiskinan.

Hasil penelitian di Indonesia diperoleh bahwa

kebijakan fiskal memegang peranan penting dalam

mendorong pembangunan, pengurangan kemiskinan dan

perekonomian perdesaan. Hasil penelitian juga

menunjukkan bahwa peningkatan pengeluaran

pemerintah untuk infrastuktur berdampak positif

terhadap pertumbuhan ekonomi (Akhmad at.al,

2013;;Mardiasmo, 2009). Sementara Rindayati,(2009),

Akhmad (2015) menemukan bahwa kebijakan fiskal

daerah dari sisi penerimaan yaitu dengan meningkatkan

sumber-sumber penerimaan berupa pajak daerah dan

retribusi daerah, kurang memberi pengaruh langsung

terhadap kinerja ketahanan pangan dan kemiskinan.

Peningkatan pengeluaran sektor pertanian berdampak

pada peningkatan PDRB sektor pertanian selanjutnya

meningkatkan kinerja ketahanan pangan, dan

menurunkan kemiskinan, serta meningkatkan kinerja

Page 219: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

218

fiskal daerah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka tulisan ini

bertujuan untuk mengkaji dampak pengeluaran

pemerintah daerah terhadap kemiskinan kabupaten dan

kota di Provinsi Sulawesi Selatan Indonesia

B. Data Dan Metodologi

Penelitian ini menggunakan data panel 23

kabupaten dan kota tahun (2007-2013). Pemilihan

rentang waktu data tahun 2017-2013 didasari oleh

pertimbangan bahwa pada masa itu otonomi daerah

sudah memasuki masa stabilnya dan perekonomian

sudah mulai bangkit dari krisis. Data yang digunakan

meliputi data fiskal kabupaten dan kota yang diperoleh

dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan

data perekonomian kabupaten dan kota berupa, Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB), tenaga kerja,

pengangguran, kemiskinan, dan inflasi yang bersumber

dari Badan Pusat Statistik (BPS) kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Selatan.

Penelitian ini menggunakan model ekonometrika

dengan sistem persamaan simultan. Model sistem

persamaan simultan yang dibangun terdiri atas 26

persamaan meliputi; 19 persamaan struktural dan 8

persamaan identitas.

Model ekonometrika dengan sistem persamaan

simultan yang dibangun adalah:

I. Blok Fiskal

Penerimaan Daerah

Page 220: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

219

1. Pendapatan Asli Daerah

PADit = PAJDit + RETDit + BUMDit + PADLit (1)

2. Pajak Daerah

PAJDit = a0 + a1TPGPDit + a2MTRit + a3JKHLit

+a4LPAJDit + u1 (2)

parameter estimasi yang diharapkan: a1, a2, a3, a4 > 0

3. Retribusi Daerah

RETDit = b0 + b1PDRBit + b2TPGPDit + b3POPit

+b4LRETDit + u2 (3)

parameter estimasi yang diharapkan: b1, b2, b3, b4>0

4. Dana Alokasi Umum

DAUit = c0 + c1PADit + c2LDKit + c3MISKit + c4POPit

+c5PNSit + u3 (4)

parameter estimasi yang diharapkan: c1,< 0 ; c2, c3, c4, c5 >0

5. Dana Bagi Hasil

DBHit = d0 + d1PDRBit + d2TRENit + d3LDBH + u4 (5)

parameter estimasi yang diharapkan: d1, d2, d3>0

6. Total Penerimaan Daerah

TPDit = PADit + DAUit + DBHit + DAKit + PLDit (6)

Pengeluaran Daerah

7. Pengeluaran Belanja Pegawai

BPGWit = e0 + e1PNSit + e2 PADit + e3DAUit +

e4LBPGWit+ u 5 (7)

parameter estimasi yang diharapkan: e1, e2, e3, e4>0

8. Pengeluaran Belanja Barang dan Jasa

BBJit = f0 + f1PADit + f2DAUit + f3DBHit + f4LBBJit + u6

Page 221: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

220

(8)

parameter estimasi yang diharapkan: f1, f2, f3, f4>0

9. Pengeluaran Belanja Modal

BMDit = g0 + PAD + g1DAU + g2 DAK + g3DBH +

g4LMDSit u7 (9)

parameter estimasi yang diharapkan: g1,g2,g3, g4>0

10. Belanja Lain-lain Pemerintah (BLL)

BLLit = h0 + h1DAUit + h2DBHit+ h3PADit + h4LBLLit

+ u8 (10)

Parameterestimates ofthe expected: h1,h2,h3, h3> 0

11. Total Pengeluaran Pemerintah Daerah

TPGPDit = BPGWit + BBJit + BMDit +BLLit (11)

II. Blok Permintaan Agregat Daerah

1. Pengeluaran Konsumsi Swasta

KONSit = i0 + i1PDRBit + i2BBJit + i3BPGWit + i4INFLit

+ i5LKONSit + u9 (12)

parameter estimasi yang diharapkan: i1,i2,i3 ,i5 ,> 0; i4 < 0

2. Investasi Swasta

INVSit = i0 + i1 BMDit + i2PADit + i3 KONS + i4LINVSWit

+ u10 (13)

parameter estimasi yang diharapkan: i1, i3,i4, > 0;i2 < 0

3. Total Pengeluaran Pemerintah

TPGPit = TPGPDit + DDTBLit (14)

4. Ekspor Daerah

EXPDit = j0 + j1NTRPit + j2PDRBit + j3INFL + j4LEXPDit

+ u11 (15)

parameter estimasi yang diharapkan: j1, j3 < 0; j2, j4> 0

5. Impor Daerah

Page 222: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

221

IMPDit = k0 + k1PDRBit + k2 KONSit + k3LIMPDit + u12

(16)

parameter estimasi yang diharapkan: k1, k2,k3> 0

6. Ekspor bersih

NEXP = EXPDit - IMPDit (17)

III. Blok Kinerja Perekonomian

1. PDRB Sektor Pertanian

PDRBSPit= m0+ m1 PTKSPit + m2BMDit+ m3LPDRBSPit

+ u13 (18)

parameter estimasi yang diharapkan: m1, m2 , m3,> 0

2. PDRB Sektor Industri dan Perdagangan

PDRBIPit= n0+ n1 PTKNPit + n2BMDit+ n3INVSit +

n3LPDRBIPit + u14 (19)

parameter estimasi yang diharapkan: n1, n2 , n3,n4> 0

3. PDRB Sektor Lainnya

PDRBSLit= o0+ o1 PTKNPit + o2INVSit +o3KONS it +

o4LPDRBTB it + u15 (20)

parameter estimasi yang diharapkan: o1, o2 , o3, o4,> 0

4. Produk Domestik Regional Bruto

PDRBit= PDRBSPit + PDRBIPit +PDRBSLit(21)

5. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian

PTKSPit = p0+ p1AKKit + p2BMDSPit + p3LPTKSPit +

u16 (22)

parameter estimasi yang diharapkan: p1, p2, p3 > 0

6. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor non Pertanian

Page 223: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

222

PTKNPit = q0+ q1 INVSit + q2AKKit+

q3LPTKNPit + u17 (23)

parameter estimasi yang diharapkan: q1, q2 , q3> 0

7. Total Penyerapan Tenaga Kerja

PTKit = PTKSPit + PTKNP (24)

8. Pengangguran

UNEPit= AKKit- PTKit (25)

9. Indeks Pembangunan Manusia

IPM = r0 + r1BKESit+r1BPENit + r1LIPMit + u18 (26)

parameter estimasi yang diharapkan: r1, r2, r3 > 0

10. Kemiskinan

MISKit= s0

+ s1PDRBit + s2POPit + s3BSOSit +

s4IPMit + s5LMISKit + u19

(27)

parameter estimasi yang diharapkan: s2, s5> 0; s1, s3,

s4< 0

Metode pendugaan model dilakukan dengan

metode 2SLS (two stage least squares) karena metode

2SLS cocok untuk persamaan simultan yang over

identified, dapat digunakan pada jumlah sampel yang

relatif sedikit dan tidak sensitif terhadap modifikasi

(respesifikasi) model, baik untuk analisis struktural

maupun untuk analisis simulasi dan peramalan.

pengolahan data dilakukan dengan menggunakan

program software komputer SAS versi 9.0.

Page 224: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

223

C. Hasil Penelitian

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kondisi geografis Provinsi Sulawesi Selatan berada

di bagian tengah Indonesia, terletak pada garis 116˚48’ - 122˚36’

bujur timur dan antara 0˚12’ - 8˚ lintang selatan. Di sebelah

utara, berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi

Tengah, sebelah timur dengan Teluk Bone dan Provinsi Sulawesi

Tenggara, sebelah selatan Laut Flores, sebelah barat Selat

Makassar, dengan luas total mencapai 45 519.24 km2.Secara

administrasi, pada tahun 2009 Provinsi Sulawesi Selatan

memiliki 24 kabupaten kota terdiri atas 21 Kabupaten, 3 Kota,

304 Kecamatan, 2 182 Desa, dan 764 Kelurahan.

Jumlah sungai yang mengaliri wilayah Provinsi

Sulawesi Selatan tercatat sekitar 65 aliransungai dengan

jumlah aliran terbesar di Kabupaten Luwu, yakni 25

aliran sungai. Sungaiterpanjang tercatat ada satu sungai

yakni Sungai Saddang dengan panjang 150 km,

yangmengalir Kabupaten Tana Toraja, Enrekang, dan

Pinrang.

Di Provinsi Sulawesi Selatan terdapat empat

danau yaitu: Danau Tempe dan Sidenreng yangberada

di Kabupaten Wajo, serta Danau Matana dan Towuti

yang berlokasi di KabupatenLuwu Timur. Adapun

jumlah gunung tercatat sebanyak 7 gunung dengan

gunung tertinggi adalah Gunung Rantemario dengan

ketinggian 3470 m di atas permukaan air laut. Gunung

ini terletak di Kabupaten Enrekang dan Luwu.

Secara historis dan budaya Provinsi Sulawesi

Selatan memiliki potensi keragaman yang sangat

Page 225: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

224

tinggi. Provinsi Sulawesi Selatan pada awalnya

mencakup empat etnis besar yakni Bugis,

Makassar, Toraja, dan Mandar, serta berbagai sub-

etnis lainnya. Dalam perkembangannya,

Provinsi Sulawesi Selatan mengalami pemekaran

wilayah, Kabupaten Polewali Mamasa, Mamuju,

dan Majene yang dominan etnis Mandar

tergabung dalam provinsi baru yakni Provinsi

Sulawesi Barat.

Penduduk dan Tenaga Kerja

Perkembangan jumlah penduduk kabupaten kota

di Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel di

bawah ini: Perkembangan Penduduk Kabupaten Kota di

Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2014

Tabel 12.1 menunjukkan bahwa jumlah penduduk

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun

2014 tercatat 8.432.163 jiwa. Pertumbuhan penduduk

Page 226: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

225

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan selama

tahun 2007 sampai dengan 2014 rata-rata 1.19 persen

per tahun, dimana Kabupa ten LuwuTimur Utara dan

Kota Palopo, merupakan kabupaten dan kota dengan

pertumbuhan penduduk tertinggi masing-masing 2.51

persen dan 2,48 persen per tahun. Sementara

Kabupaten Tana Toraja, Soppeng, dan Luwu Utara

adalah tiga kabupaten dengan tingkat pertumbuhan

penduduk negatif, masing-masing sebesar -0.03persen, -

0,14 persen, dan -0.22 persen per tahun.

Sementara perkembangan angkatan kerja

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan dapat

dilihat pada Tabel 12.2.

Perkembangan Angkatan Kerja Kabupaten Kota di

Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2014 (jiwa)

Page 227: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

226

Tabel 12.2 menunjukkan bahwa jumlah angkatan

kerja kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan pada

tahun 2014 tercatat 3.582.380 jiwa.

Selanjutnya perkembangan jumlah tenaga kerja

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan dapat

dilihat pada Tabel 12.3.

Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Kabupaten Kota di

Provinsi SulawesiSelatan Tahun 2008-2014 (jiwa)

Tabel 12.3 menunjukkan bahwa jumlah

penyerapan tenaga kerja kabupaten/ kota di Provinsi

Sulawesi Selatan pada tahun 2014 tercatat 3.327.005

jiwa.

Page 228: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

227

Kondisi Fiskal Daerah

Kondisi fiskal daerah pada dasarnya terdiri atas

penerimaan dan pengeluaran daerah.

Penerimaan Daerah

Struktur penerimaan fiskal daerah kabupaten kota

di Indonesia termasuk Provinsi Sulawesi Selatan terdisi

atas: (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi:

pajak daerah, retribusi daerah, laba Badan Usaha Milik

Daerah (BUMD), dan pendapatan asli daerah lainnya,

(2) transfer dari pemerintah pusat, terdiri atas: Dana

Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK),

dan Dana Bagi Hasil (DBH), dan (3) pendapatan lain

daerah.

Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan asli daerah kabupaten kota di Provinsi

Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel 12.4.

Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten

Kota di Provinsi Sulawesi SelatanTahun 2008-2014

Page 229: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

228

Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten kota di

Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2014 tercatat

1.973.887juta rupiah. Pendapatan asli daerah

kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan

menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 30.28

persen per tahun selama delapan tahun terakhir.

Tranfer Dana dari Pemerintah Pusat

Transfer dana dari pemerintah pusat terdiri atas

tiga jenis yaitu: Dana Alokasi Umum (DAU), Dana

Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Penerimaan kabupaten kota di Provinsi Sulawesi

Selatan yang bersumber dari DAU dapat dilihat pada

Tabel 12.5. Perkembangan Dana Alokasi Umum

Page 230: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

229

Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi SelatanTahun

2008-2014

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia Berbagai

Tahun

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana

transfer fiskal dari pemerintah pusat, diharapkan dapat

mengurangi kesenjangan antar daerah di Indonesia,

menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 13,37

persen per tahun. Tercatat bahwa jumlah dana alokasi

umum kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan

pada tahun 2014sebesar 13.976.928juta rupiah. DAU

merupakan variabel penerimaan terbesar kabupaten kota

di Provinsi Sulawesi Selatan terbesar dalam tujuh tahun

terkhir.

Perkembangan Dana Bagi Hasil (DBH) kabupaten

kota di Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada

Page 231: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

230

Tabel 12.6. Perkembangan Dana Bagi Hasil Kabupaten

Kota di Provinsi Sulawesi SelatanTahun 2008-2014

Dana Bagi Hasil (DBH) yang juga merupakan

dana transfer fiskal dari pemerintah pusat ke pemerintah

daerah, merupakan pembagian atas pajak dan

sumberdaya alam yang diperoleh dari daerah tersebut.

Penerimaan DBH kabupaten kota di Provinsi Sulawesi

Selatan menunjukkan penurunan rata-rata sebesar -0.80

persen per tahun. Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah

DBH kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan pada

tahun 2014sebesar 684.548juta rupiah.

Perkembangan Dana Alokasi Khusus (DAK)

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan dapat

dilihat pada Tabel 12.7. Perkembangan Dana Alokasi

Khusus Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi

SelatanTahun 2008-2014

Page 232: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

231

Penerimaan DAK kabupaten kota di Provinsi

Sulawesi Selatan menunjukkan peningkatan rata-rata

sebesar 6.21 persen per tahun. Tabel 9 menunjukkan

bahwa jumlah DAK kabupaten kota di Provinsi

Sulawesi Selatan pada tahun 2014sebesar 1.471.512juta

rupiah.

Pengeluaran Daerah

Dalam penelitian ini pengeluaran daerah

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan dibagi ke

dalam 5 jenis pengeluaran/belanja yaitu; belanja

pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal,

belanja pendidikan, belanja sosial, dan belanja lain-lain.

Belanja Pegawai

Belanja pegawai merupakan komponen

Page 233: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

232

pengeluaran terbesar yang dilakukan oleh pemerintah

kabupaten kota di Provinsi Selatan. Perkembangan

Belanja Pegawai Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi

Selatan Tahun 2008-2014

Tabel 12.8 menunjukkan bahwa jumlah belanja

pegawai pada tahun 2014 tercatat sebesar

11.302.927juta. Perkembangan belanja pegawai

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan selama

enam tahun terakhir menunjukkan peningkatan rata-rata

sebesar 10.77 persen per tahun.

Belanja Barang dan Jasa

Belanja barang dan jasa merupakan jenis

pengeluaran pemerintah yang dimaksudkan untuk

pengadaan barang dan jasa yang digunakan untuk

menjalankan pemerintahan.

Page 234: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

233

Perkembangan Belanja Barang dan Jasa

Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi SelatanTahun

2008-2014

Tabel 12.9. menunjukkan bahwa jumlah belanja

barang dan jasa pada tahun 2014 tercatat sebesar

4.604.052juta. Perkembangan belanja barang dan jasa

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan selama

delapan tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang

cukup besar, rata-rata sebesar 14,82persen per tahun.

Kabupaten Jeneponto, Pangkep, dan Kabupaten Tana

Toraja merupakan tiga kabupaten kota yang memiliki

pertumbuhan belanja barang dan jasa yang cukup besar

masing-masing meningkat sebesar 23,16persen, 23,21

persen dan 26,05persen per tahun.

Page 235: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

234

Belanja Modal

Dalam penelitian ini belanja modal

dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu, belanja

modal sektor pertanian, dan belanja modal sektor

lainnya.

Perkembangan Belanja Modal Kabupaten Kota di

Provinsi Sulawesi SelatanTahun 2008-2014

(juta rupiah)

Tabel 12.10 menunjukkan bahwa jumlah belanja

modal pada tahun 2014 tercatat sebesar 4.815.972juta.

Page 236: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

235

Perkembangan belanja modal kabupaten kota di

Provinsi Sulawesi Selatan selama tujuh tahun terakhir

menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 4.78persen

per tahun. Kabupaten Gowa, Kabuoaten Tana Toraja

dan Kota Makassar adalah tiga kabupaten kota yang

memiliki pertumbuhan belanja modal yang sangat besar

masing-masing meningkat sebesar 20,91persen, 12,88,

dan 17,69persen per tahun, namun terdapat 7 kabupaten

kota yang tingkat pertumbuhan modalnya negatif, yaitu

masing Kabupaten; Bangtaeng, Sinjai, Barru, Bone,

Enrekang, Kota Pare-pare dan Kota Palopo.

Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto

Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan

dapat dilihat pada Tabel 12.11.

Perkembangan PDRB Kabupaten Kota di Provinsi

Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan Tahun

2008-2014

Page 237: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

236

Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) adalah merupakan salah satu tolok ukur utama

perekonomian suatu negara atau daerah. Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu negara atau

daerah dapat diukur dari sisi konsumsi dan produksi.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari sisi

produksi dapat dilihat dengan menjumlahkan output

pada seluruh sektor yang ada dalam perekonomian suatu

negara atau daerah.

Tabel 15 menunjukkan bahwa jumlah PDRB

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan pada

tahun 2014 tercatat sebesar 68.425,51milyar rupiah.

Perkembangan PDRB kabupaten kota di Provinsi

Sulawesi Selatan selama enam tahun terakhir

menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 7.36persen

per tahun. Semua kabupaten kota di Provinsi Sulawesi

Selatan, mengalami pertumbuhan PDRB, dimana

Kabupaten Pangkap, Bone dan Wajo merupakan

kabupaten kota yang mengalami pertumbuhan PDRB

terbesar, masing-masing 10,42 persen, 9,54 persen dan

9.68 persen per tahun. Hanya terdapat satu kabupaten

yang mengalami pertumbuhan PDRB di bawah 5 persen

per tahun, yaitu Kabupaten Maros, yaitu sebesar 4.74

persen per tahun.

Page 238: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

237

Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin

Perkembangan jumlah penduduk miskin

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan dapat

dilihat pada Tabel 12.12.

Jumlah penduduk miskin kabupaten kota di

Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2014 tercatat

806.320jiwa dari 1.038.300 pada tahun 2007. Dengan

rata-rata penurunan sebesar 2,79 persen per tahun.

Semua Kabupaten kota yang ada mengalami penurunan

angka kemiskinan kecuali satu kabupaten yaitu

kabupaten Soppeng.

Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin

Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi SelatanTahun

2007-2014

Page 239: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

238

Spesifikasi model yang digunakan dalam

penelitian ini telah mengalami beberapa kali modifikasi,

karena ditemukan beberapa hasil dugaan yang tidak

konsisten dengan teori dan beberapa dugaan parameter

yang tidak nyata. Sehingga akhirnya didapatkan model

dengan keragaan hasil pendugaan parameter yang cukup

representatif untuk menggambarkan fenomena yang ada

pada kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan.

Hasil estimasi model dengan menggunakan

metode ekonometrik 2SLS (two stege least square)

diperoleh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

variabel endogen dalam model, dimana terdapat 19

persamaan struktural, secara keseluruhan menunjukkan

hasil yang cukup baik.

Kebijakan Fiskal

Hasil pendugaan model terhadap penerimaan

fiskal daerah (Tabel 12.13) diperoleh bahwa: (1) Pajak

daerah dipengaruhi secara nyata dan positif oleh

jumlah kamar hotel dan pajak daerah tahun sebelumnya,

sementara jumlah kendaraan bermotor dan total

pengeluaran pemerintah memiliki tanda positif namun

tidak berpengaruh nyata, (2) Retribusi daerah

dipengaruhi secara nyata dan positif oleh total

pengeluaran pemerintah daerah dan retribusi daerah

tahun sebelumnya, sementara PDRB dan jumlah

populasi memiliki tanda positif namun tidak

Page 240: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

239

berpengaruh nyata, (3) Dana Alokasi Umum (DAU)

dipengaruhi secara nyata dan positif oleh jumlah

pegawai negeri sipil, dan jumlah populasi, sementara

luas daerah kabupaten kota, dan jumlah penduduk

miskin memiliki tanda positif namun tidak berpengaruh

nyata, dan (4) Dana Bagi Hasil (DBH) dipengaruhi

secara nyata dan positif dana bagi hasil tahun

sebelumnya sementara PDRB dan trend mempemiliki

tanda positif namun tidak nyata.

Hasil pendugaan model terhadap pengeluaran

fiskal daerah diperoleh bahwa: (1) Belanja pegawai

dipengaruhi secara nyata dan positif oleh jumlah

pegawai negeri sipil, sementara pendapatan asli daerah

dan belanja pegawai tahun sebelumnya, dan dana

alokasi umum memiliki tanda positif namun tidak nyata.

(2) belanja barang dan jasa dipengaruhi secara positif

dan nyata oleh pendapatan asli daerah, dana alokasi

umum, dan belanja barang dan jasa tahun sebelumnya,

sementara dana bagi hasil, memiliki tanda positif namun

tidak berpengaruh nyata terhadap belanja barang dan

jasa, (3) belanja modal dipengaruhi secara nyata oleh

belanja modal tahun sebelumnya, dana alokasi khusus,

dan dana bagi hasil. sementara dana alokasi umum dan

pendapatan asli daerah tidak berpengaruh nyata, (4)

belanja sosial pemerintah daerah hanya dipengaruhi

secara nyata oleh belanja sosial tahun sebelumnya,

sementara dana alokasi umum, dana bagi hasil, dan

pendapatan asli daerah memiliki tanda positif namun

Page 241: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

240

tidak berpengaruh nyata. Hasil Estimasi Parameter

Persamaan Fiskal Daerah

Page 242: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

241

Permintaan Agregat

Hasil pendugaan model terhadap permintaan

agregat (Tabel 12.14) diperoleh bahwa; (1) konsumsi

masyarakat, dipengaruhi secara nyata oleh belanja

pegawai dan konsumsi masyarakat tahun

sebelumnya.Hal tersebut menunjukkan bahwa apabila

belanja pegawai dan konsumsi masyarakat tahun

sebelumnya meningkat, maka konsumsi masyarakat

tahun berjalan akan meningkat (2) Investasi swasta

dipengaruhi secara nyata dan positif oleh konsumsi

masyarakat dan investasi swasta tahun sebelumnya,

namun disisi lain investasi swasta dipengaruhi secara

nyata dan negatif terhadap Pendapatan Asli Daerah

(PAD). Dengan demikian apabila konsumsi masyarakat

dan investasi swasta tahun sebelumnya meningkat,

maka investasi swasta tahun berjalan akan meningkat,

sebaliknya apabila PAD meningkat, maka investasi

swasta akan menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa

pajak dan retribusi daerah sebagai sumber utama PAD

yang dipungut oleh pemerintah daerah mengindikasikan

adanya biaya ekonomi tinggi (high cost economy), (3)

Ekspor daerah dipengaruhi secara nyata dan positif

terhadap PDRB dan Ekspor daerah tahun sebelumnya

serta dipengaruhi secara nyata dan negatif atas nilai

tukar rupiah. Jadi apabila PDRB meningkat dan ekspor

daerah tahun sebelumnya meningkat, maka ekspor

daerah pada tahun berjalan meningkat. Sebaliknya

apabila nilai tukar rupiah meningkat, maka ekspor

Page 243: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

242

daerah menurun. (4) Impor daerah dipengaruhi secara

nyata oleh impor daerah tahun sebelumnya sementara

variabel PDRB dan konsumsi, berpengaruh positif

namun tidak nyata.

Hasil Estimasi Parameter Persamaan Permintaan

Agregat Daerah

Kinerja Perekonomian Hasil pendugaan model terhadap output daerah

(Tabel 12.15), diperoleh bahwa produk domestik

regional sektor pertanian hanya dipengaruhi secara

positif dan nyata oleh produk domestik regional sektor

pertanian tahun sebelumnya serta belanja modal,

Page 244: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

243

sementara penyerapan tenaga kerja sektor pertanian

berpengaruh positif namun tidak nyata. Selanjutnya

produk domestik regional bruto sektor industri dan

perdagangan dipengaruhi secara nyata oleh investasi

swasta, belanja modal dan produk domestik regional

bruto sektor industri dan perdagangan tahun

sebelumnya, sementara penyerapan tenaga kerja non

pertanian berpengaruh positif namun tidak nyata.

Kemudian produk domestik regional sektor lainnya

dipengaruhi positif dan nyata oleh penyerapan tenaga

kerja non pertanian, investasi sewasta dan domestik

regional sektor lainnya tahun sebelumnya, sementara

konsumsi masyarakat pemengaruh positif namun tidak

nyata.

Page 245: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

244

Hasil estimasi model penyerapan tenaga kerja

sektor pertanian dan non pertanian menunjukkan bahwa

penyerapan tenaga kerja sektor pertanian dipengaruhi

secara positif dan nyata oleh jumlah angkatan kerja, dan

penyerapan tenaga kerja sektor pertanian tahun

Page 246: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

245

sebelumnya, sebaliknya penyerapan tenaga kerja non

pertanian berpengaruh negatif dan nyata terhadap

penyerapan tenaga kerja sektor pertanian. Kemudian

penyerapan tenaga kerja non pertanian dipengaruhi

secara positif dan nyata oleh investasi swasta, jumlah

angkatan kerja dan penyerapan tenaga kerja non

pertanian tahun sebelumnya.

Hasil estimasi model terhadap kemiskinan

diperoleh bahwa kemiskinan dipengaruhi secara positif

dan nyata terhadap jumlah populasi dan jumlah

penduduk miskin tahun sebelumnya. Sementara belanja

pendidikan berpengaruh negatif dan nyata terhadap

kemiskinan. Kemudian produk domestik regional bruto

berpengaruh negatif namun tidak nyata terhadap

penurunan angka kemiskinan.

Hasil estimasi model terhadap indeks

pembangunan manusia menunjukkan bahwa indeks

pembangunan manusia dipengaruhi secara nyata dan

positif oleh produk domestik regional bruto, dan belanja

kesehatan. Sementara jumlah populasi berpengaruh

negatif dan nyata terhadap indeks pembangunan

manusia, selanjutnya belanja sosial berpengaruh positif

namun tidak nyata terhadap indeks pembangunan

manusia.

Simulasi Kebijakan

Untuk melihat dampak kebijakan fiskal terhadap

perekonomian kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi

Page 247: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

246

Selatan, maka dilakukan simulasi kebijakan. Dalam

tulisan ini, simulasi dilakukan berdasarkan

pertimbangan ekonomi, sebagaimana isu-isu kebijakan

fiskal yang banyak diperbincangkan dikalangan para

ekonom dewasa ini. Adapun simulasi kebijakan yang

terpilih adalah: (1) meningkatkan belanja modal,

sebesar 20 persen, (2) meningkatkan total pengeluaran

pemerintah sebesar 20 persen, dan (3) meningkatkan

belanja pendidikan sebesar 20 persen seperti terlihat

pada Tabel 12.16.

Hasil Simulasi Kebijakan

Dampak simulasi meningkatkan belanja modal,

Page 248: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

247

sebesar 20 persen terhadap permintaan agregat adalah

konsumsi masyarakat naik kurang dari 0.01 persen,

investasi swasta naik 3,40 persen dan total pengeluaran

pemerintah daerah naik sebesar 0.12 persen, ekspor

daerah naik, 0.04 persen, dan impor daerah juga naik

dari 0.20 persen, dan akibatnya ekspor bersih turun 0,62

persen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa

peningkatan belanja modal 20 persen berdampak positif

terhadap permintaan. Apabila dilihat dari sisi produk

domestik regional bruto berdasarkan sektor, maka

terjadi kenaikan pada PDRB sektor pertanian 0.06

persen, sektor industri dan perdagangan 0,14 persen,

dan sektor lainnya naik 0,18. Kondisi tersebut

menunjukkan bahwa peningkatan belanja modal

memberi dampak positif pada semua sektor , namun

dampaknya relatif sangat kecil karena kurang 1

persen.Apabila dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja,

maka terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja

sektor pertanian meningkat 0.14 persen, dan

meningkatkan penyerapan tenaga kerja non pertanian

naik 0,25 persen, sehingga pengangguran turun sebesar

1,84 persen. Dampak akhir dari kebijakan ini adalah

jumlah penduduk miskin, turun sebesar 0.03 persen dan

indeks pembangunan manusia naik 0,2 persen..

Dampak simulasi meningkatkan total

pengeluaran pemerintah sebesar 20 persen,terhadap

permintaan agregat adalah konsumsi masyarakat naik

kurang dari 0.01 persen, investasi swasta naik 5,09

Page 249: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

248

persen, ekspor daerah naik, 0.04 persen, dan impor

daerah juga naik dari 0.31 persen, dan akibatnya ekspor

bersih turun 0,91 persen. Kondisi tersebut menunjukkan

bahwa peningkatan total pengeluaran pemerintah

sebesar 20 persen berdampak positif terhadap

permintaan agregat secara keseluruhan. Apabila dilihat

dari sisi produk domestik regional bruto berdasarkan

sektor, maka terjadi kenaikan pada PDRB sektor

pertanian 0.09 persen, sektor industri dan perdagangan

0,21 persen, dan sektor lainnya naik 0,26. Kondisi

tersebut menunjukkan bahwa total pemerintah daerah

memberi dampak positif pada semua sektor yang ada,

meskipun dampak relatif sangat kecil karena kurang 1

persen.Apabila dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja,

maka terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja

sektor pertanian meningkat 0.21 persen, dan

meningkatkan penyerapan tenaga kerja non pertanian

naik 0,38 persen, sehingga pengangguran turun sebesar

2,73 persen. Dampak akhir dari kebijakan ini adalah

jumlah penduduk miskin, turun sebesar 0.04persen,dan

indeks pembangunan manusia naik 0,1 persen.

Dampak simulasi meningkatkan belanja

pendidikan 20 persen terhadap permintaan agregat

adalah konsumsi masyarakat naik kurang dari 0.03

persen, total pengeluaran pemerintah naik0,01 persen,

ekspor daerah naik, 0.24 persen, dan impor daerah juga

naik dari 0.18 persen, dan akibatnya ekspor bersih naik

0,12 persen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa

peningkatan belanja pendidikan 20 persen berdampak

Page 250: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

249

positif terhadap permintaan agregat secara keseluruhan.

Apabila dilihat dari sisi produk domestik regional bruto

berdasarkan sektor, maka terjadi kenaikan pada PDRB

sektor pertanian 0.27 persen, sektor industri dan

perdagangan 0,33 persen, dan sektor lainnya naik 0,24.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa peningkatan

belanja pendidikan 20 persen memberi dampak positif

pada semua sektor. Apabila dilihat dari sisi penyerapan

tenaga kerja, maka terjadi peningkatan penyerapan

tenaga kerja sektor pertanian meningkat 0.24 persen,

dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja non

pertanian naik 0,49 persen, sehingga pengangguran

turun sebesar 2,81 persen. Dampak akhir dari kebijakan

ini adalah jumlah penduduk miskin, turun sebesar 0.132

persen.

1. Hasil estimasi model menunjukkan bahwa

kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah

daerah terutama belanja modal berpengaruh positif

terhadap investasi swasta. Selanjutnya investasi

swasta berpengaruh positif dan nyata terhadap

pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja

dan kemiskinan dan indeks pembangunan manusia

pada kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi

Selatan

2. Hasil estimasi model menunjukkan bahwa produk

domestik regional bruto dan belanja pendidikan

berpengaruh positif dalam menurunkan angka

Page 251: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

250

kemiskinan, namun hanya belanja pendidikan

yang berpengaruh nyata terhadap penurunan angka

kemiskinan. Berbeda halnya dengan jumlah

penduduk miskin tahun sebelumnya berpengaruh

nyata dalam meningkatkan angka kemiskinan,

sementara belanja jumlah penduduk berpengaruh

positif dalam meningkatkan angka kemiskinan, hal

tersebut menunjukkan bahwa, kebijakan keluarga

berencana perlu mendapatkan dukungan dari

pemerintah daerah.

3. Hasil simulasi kebijakan menunjukkan bahwa

peningkatan belanja modal, peningkatan total

pengeluaran pemerintah, dan atau peningkatan

belanja pendidikan pada kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Selatan, memberi dampak yang

positif terhadap pertumbuhan ekonomi,

pengurangan kemiskinan, dan pengangguran.

Meskipun demikian dampak yang ditimbulkannya

relatif kecil baik terhadap pertumbuhan ekonomi,

pengurangan pengangguran, terlebih terhadap

pengurangan kemiskinan.

Implikasi Kebijakan

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan, maka

dikemukakan implikasi kebijakan:

1. Hasil estimasi dan simulasi kebijakan menunjukkan

bahwa peningkatan belanja pendidikan berdampak

positif dalam menurunkan angka kemiskinan. Oleh

karena itu pemerintah daerah dengan keterbatasan

Page 252: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

251

anggaran pendapatan dan belanja daerah, perlu

melakukan efisiensi penggunaan anggaran untuk

digunakan dalam meningkatkan belanja pendidikan

guna mengurangi jumlah penduduk miskin,

2. Kurang responsifnya kebijakan pengeluaran

pemerintah terhadap penurunan jumlah penduduk

miskin, menunjukkan bahwa kebijakan fiskal yang

dilakukan oleh pemerintah daerah belum

sepenuhnya berpihak pada penduduk miskin. Oleh

karena itu untuk meningkatkan respons dari

kebijakan pemerintah, maka sebaiknya pemerintah

daerah perlu lebih berpihak dan fokus serta

diperlukan kebijakan yang bersifat langsung dan

produktif yang ditujukan pada masyarakat miskin

dan rawan pangan khususnya pada buruh dan petani

miskin dengan melakukan program pendampingan.

Page 253: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

252

DAFTRA PUSTAKA

Adelman, I. and S. Robinson. 1978. Income Distribition

Policy in Developing Countries

A Case Study of Korea. Oxford University

Press, Oxford.

Adeniyi, O.M. and A.O. Bashir. 2011. Sectoral

Analysis of the Impact of Public Investment on

Economic Growth in Nigeria (1970 – 2008).

European Journal of Social Sciences. 20(1):259-

266.

Akhmad, N.A. Achsani, M. Tambunan, S.A. Mulyo.

2013. The Impact of Fiscal Policy on the Regional

Economy: Evidence from South Sulawesi,

Indonesia.Journal of Applied Sciences Research,

9(4): 2463-2474,

Akhmad. 2015. Dampak Pengeluaran Pemerintah

Daerah Terhadap Kemiskinan pada Sepuluh

Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan.

Prosiding Seminar Nasional. Lembaga Penelitian

Unversitas Negeri Makassar. (In Indonesia).

Badan Pusat Statistik.2016. Statistik Indonesia. Badan

Pusat Statistik, Jakarta.(In Indonesia).

Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan. 2016. Sulawesi

Selatan Dalam Angka. Badan Pusat Statistik

Sulawesi Selatan, Makassar.. (In Indonesia).

Page 254: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

253

Claeys, P. 2008. Rules, and Their Effects on Fiscal

Policy in Sweden. Swedish Economic Policy

Review. 15:7-47.

Costa, L.F. and H.D. Dixon. 2011.Fiscal Policy Under

Imperfect Competition: A Survey, Economics.

The Open-Access, Open-Assessment, E-Journal,

http://dx.doi.org/10.5018/economics-

ejournal.ja.2011-3

Direktorat Jenderal Anggaran Kementrian Keuangan

Republik Indonesia. 2009. Kebijakan Fiskal dalam

Mendorong Sektor Rill. Direktorat Jenderal

Anggaran Kementrian Keuangan Republik

Indonesia, Jakarta

Donalson, L.1984. Economic Development Analysis

and Policy. West Publishing Company, New

York

Dornbursh, R., S. Fisher, and R.Startz. 2008.

Macroeconomics. Ten Edition. Mc Graw-Hill

Book Company, Tokyo.

Fan, S. and N. Rao. 2003. Public Spending In

Developing Countries: Trends, Determination,

and Impact. EPTD Discussion Paper No. 99.

International Food Policy Research Institute.

Washington, D.C.

Fatima, G. 2012. Joint Impact of Investment (Public and

Private) on the Economic Growth of Pakistan: Co-

Page 255: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

254

Integration Approach.International Journal of

Humanities and Social Science. 2(15):171-176.

Guimaraes, R. 2010. What Are The Effects of Fiscal

Policy Shocks in India. International Monetary

Fund, Amaltas Conference Room Research

Meeting, 9-10 March 2010, India Habitat Centre.

Kuncoro, H. 2004. Pengaruh Transfer Antar Pemerintah

pada Kinerja Fiskal Pemerintah Daerah Kota dan

Kabupaten di Indonesia. Jurnal Ekonomi

Pembangunan,Kajian Ekonomi Negara

Berkembang.9(1): 47-63.

Mardiasmo. 2009. Kebijakan Desentrasi Fiskal di Era

Reformasi: 2005-2008: Era Baru kebijakan Fiskal.

Buku Kompas. Jakarta.. (In Indonesia).

Park, D. 2010. The Role of Fiscal Policy in Rebalancing

Developing Asia’s Growth. Asian Development

Bank Economics, Working Paper Series No.223.

Rasyid M.R. 1998. Desentralisasi dalam Rangka

Menunjang Pembangunan Daerah: dalam

Kumpulan Karangan. Pembangunan Administrasi

di Indonesia. Disunting Achmad Sjihabuddin.

LP3ES, Jakarta.

Rindayati, W. 2009.Dampak Desentralisasi Fiskal

terhadap Kemiskinan dan Ketahanan Pangan di

Wilayah Provinsi Jawa Barat. Disertasi Doktor.

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,

Bogor. . (In Indonesia).

Page 256: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

255

Romer, D. 2001. Advanced Macroeconomics, Second

Edition, McGraw-Hill Book Company Co,

Singapore.

Sen , A. K. 1981. Poverty and Famines. An Essay on

Entlitements and Deprivation. Basil Blacwell,

Oxford.

Shaheen, S. and Paul, T. 2009. Measuring the Dynamic

Effects of Fiscal Policy Shocks in Pakistan.

http://www.pide.org.pk/psde/25/pdf/Day3/Rozina

Shaheen.pdf.

Simanjuntak, R. 2002. Kebutuhan Fiskal, Kapasitas

Fiskal dan Optimasi Potensi Pendapatan Asli

Daerah (PAD). Working Paper. Lembaga

Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat,

Universitas Indonesia, Jakarta.

Stiglitz. J.E. 2000. Economics of the Public Sector.

W.W. Norton and Company, New York.

Subiyantoro, H. dan S.Rifat, 2004. Kebijakan

Fiskal: Pemikiran, Konsep, dan Implementasi.

Kompas, Jakarta.

Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik: Untuk Keuangan

dan Pembangunan Daerah. Edisi Pertama. Andi

Offset, Yogyakarta.

Tim Nasioanl Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

2015. Srategi Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan. TNP2K. Jakarta.

Page 257: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

256

Todaro, M.P. and S.C. Smith. 2009. Economic

Development. Tenth Edition. Pearson Addison

Wesley, New York

Peraturan Menteri Dalam NegeriNomor 31 Tahun 2016

Tentang Pedoman Penyunan Anggaran Pedapatan

dan Belanja Daerah Tahun 2017.

Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNomor 58

Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah

Pusat Pendidikan dan Pelatihan PengawasanBadan

Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan. 2007.

SistemAdministrasiKeuangan Daerah I. Pusat

Pendidikan Dan Pelatihan PengawasanBadan

Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan

Undang-Undang Republik IndonesiaNo. 17 Tahun 2003

tentangKeuangan Negara

Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun

2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 33 Tahun

2004 TentangPerimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah

World Bank. 2007. Desentralisasi Fiskal dan

Kesenjangan Daerah: Kajian Pengeluaran Publik

Indonesia

2007.http://siteresources.worldbank.org/

Intindonesia/ Resources /226271-1168333550999.

Page 258: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

257

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Maroanging

Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi

Selatan Tahun 1965, sebagai anak ke

lima dari enam bersaudara, dari

pasangan Pide (almarhum) dan

Hajirah. Penulis melanjutkan

pendidikan sarjana Strata Satu tahun

1984 pada Jurusan Manajemen pada

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi

Yayasan Pendidikan Ujung Pandang dan lulus tahun

1988. Pada tahun 1991 Penulis melanjutkan pendidikan

Magister pada Program Studi Agribisnis, Program

Pascasarjana Universitas Hasanuddin, dan lulus tahun

1993.

Pada tahun 2008 penulis memperoleh kesempatan

untuk mengikuti pendidikan program doktor pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan sponsor

BPPS dan lulus pada tahun 2012.

Penulis bekerja diawali dengan menjadi Dosen

tetap yayasan pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi

(STIE) Yayasan Pendidikan Pendidikan Ujung Pandang

(YPUP) tahun 1989 sampai tahun 2004. Kemudian

sebagai Dosen Kopertis Wilayah IX Sulawesi yang

dipekerjakan pada STIE-YPUP sejak tahun 2004-2016.

Selanjunya Dosen Kopertis Wilayah IX Sulawesi yang

dipekerjakan pada Universitas Muhammmadiyah

Makassar 2016. sampai sekarang. Akhmad adalah

penulis yang telah membuahkan beberapa karya, antara

lain Buku; Ekonomi Mikro: Teori dan Aplikasi di Dunia

Page 259: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

258

Bisnis diterbitan oleh Penerbit Andi Offset Tahun 2014.

Karya lainnya dalam bentuk Jurnal antara lain telah

diterbitkan dalam jurnal Internasional seperti:

International Research Journal of Finance and

Economics 9(4): 2463-2474, 2013, dengan judul:Impact

of Fiscal Policy on the Agricultural Development in an

Emerging Economy: Case Study from the South

Sulawesi, Indonesia. Journal of Applied Sciences

Research, Issue 96 (2012) P:al 1450-2887, dengan

judul:The Impact of Fiscal Policy on the Regional

Economy: Evidence from South

Sulawesi,Indonesia;,International Journal of Energy

Economics and Policy2018, 8(4), 13-20, dengan judul;

Study of Fuel Oil Supply and Consumption in

Indonesia. Majalah Kementrian PPN/Bappenas, dengan

judul: Efektivitas Kebijakan Fiskal Daerah terhadap

Perekonomian Kabupaten dan Kota di Provinsi

Sulawesi Selatan. Sebagai Pemenang Call of Paper

pada Kongres Isei XVIII Dan Seminar Nasional “Satu

Dasa Warsa Implementasi Otonomi Daerah”

Yogyakarta, 2-4 Oktober 2012, dan beberapa tulisan

lainnya yang diterbitkan dalam jurnal dalam negeri.

Sebagai pemakalah terbaik pada Seminar Nasional

dengan Tema: Optimalisasi Hasil-Hasil Penelitian

dalam Menunjang Pembangunan yang Berkelanjutan.

Yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian

Universitas Negeri Makassar pada tanggak 13 Juni 2015

di Gedung Pinisi UNM. Sebagai Pemakalah terbaik

dalam Acara Call For Paper dengan Tema: Membangun

Ekonomi Ummat Berbasis Riset, yang diselenggaran

oleh Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Perguruan

Tinggi Muhammadiyah, di Kampus Universitas

Muhammadiyah Surabaya, tanggal 21-23 Nopember

Page 260: MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAHhimia.umj.ac.id/wp-content/uploads/2020/04/... · 2020. 4. 2. · pembagian kekuasaan dalam model trias politica, juga dilaksanakan

259

2017.

Menikah dengan Rahmawaty Gaffar pada tahun

1995 dan dikaruniai tiga orang anak: Muhammad

Akram Akhmad, Muhammad Al Khahfi Akhmad, dan

Nurul Hikmah Maulidiah Akhmad.

View publication statsView publication stats