manajemen kasus2

17
LAPORAN MANAJEMEN KASUS STASE ILMU ANASTESI DAN REANIMASI “PROSTATEKTOMI” Disusun oleh: Ninda Devita 08711236 Dokter Pembimbing Klinik: Dr. H. Awal Tunis Yantoro SKM. Sp.An FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2013

Upload: ninda-devita

Post on 14-Dec-2014

60 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Manajemen Kasus2

LAPORAN MANAJEMEN KASUS

STASE ILMU ANASTESI DAN REANIMASI

“PROSTATEKTOMI”

Disusun oleh:

Ninda Devita

08711236

Dokter Pembimbing Klinik:

Dr. H. Awal Tunis Yantoro SKM. Sp.An

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2013

Page 2: Manajemen Kasus2

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama: Tn.A

Umur: 82 tahun

Alamat: Bancar, Purbalingga

No RM: 527907

Ruang: Dahlia

Masuk RS: 4 Mei 2013

Operasi: 7 Mei 2013

B. PRIMARY SURVEY

1. Airway

Clear, Mallampati 2, terdapat gigi ompong, jarak antara gigi atas dan bawah kira-

kira 2 jari, deviasi septum (-), discharge (-), polip (-), leher pendek (-), jejas (-),

trakea teraba di tengah, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

2. Breathing

Nafas spontan, RR 14x/menit, reguler, gerak dada simetris, tidak terdapat retraksi,

suara nafas vesikuler, tidak terdapat ronkhi atau wheezing.

3. Circulation

Kulit hangat, TD: 140/80 mmHg, nadi 74x/menit, reguler, S1>S2 reguler, gallop

(-), murmur (-).

4. Disability

Keadaan umum tampak lemah, gizi cukup, kesadaran compos mentis, Suhu:

36,5C, Berat Badan 60 kg.

C. SECONDARY SURVEY

1. Anamnesis

a. Keluhan Utama: Tidak bisa BAK

b. Riwayat Penyakit Sekarang:

1HSMRS OS tidak bisa BAK, mendadak, disertai nyeri di perut bagian

bawah. Keluhan kambuh-kambuhan sejak 1 minggu terakhir, membaik dengan

dipasang selang di Poli Bedah. Keluhan disertai sering tidak puas setelah

BAK, BAK harus mengedan, BAK sedikit-sedikit tapi sering, dan nyeri saat

BAK. BAK tidak berdarah, berubah warna (-), berbau (-).

Page 3: Manajemen Kasus2

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat asma (-)

Riwayat alergi makanan atau obat (-)

Riwayat operasi (+) mata kanan karena trauma mata sekitar 40 tahun

yang lalu. Pasien lupa di bius umum atau tidak. Tidak ada reaksi alergi

pasca operasi.

Riwayat penyakit darah tinggi (+) pengobatan tidak teratur

Riwayat penyakit gula (-)

Pemakaian obat-obatan (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat asma (-)

Riwayat alergi makanan atau obat (-)

Riwayat penyakit darah tinggi dan gula (+)

2. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum: tampak lemas

Kesadaran: Compos Mentis

GCS: E4V5M6

Vital Sign: Tekanan darah: 140/80 mmHg TD saat mask 170/100mmHg

Nadi: 74x/menit

Suhu: 36,5 oC

Pernafasan: 14 x/menit

BB: 60 kg

Status Lokalis

Kepala: Tampak tidak ada jejas, rambut hitam, distribusi merata, dan tidak

mudah dicabut

Mata: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik (-), sikatrik (+) pada mata

kanan, refleks cahaya +/+

Hidung: Deviasi septum (-), discharge (-), polip (-)

Tenggorokan: Arcus faring simeteris, mukosa faring hiperemis (-), uvula

ditengah simetris, tonsil T1/T1

Mulut/ Gigi: terdapat caries, gigi ompong (+), gigi palsu (-), jarak antara

gigi atas dan bawah kira-kira 2 jari

Leher: Leher pendek (-), jejas (-), trakea teraba di tengah, tidak ada

pembesaran kelenjar tiroid

Page 4: Manajemen Kasus2

Thorax:

1. Jantung:

Inspeksi: tampak ictus cordis 1 jari lateral LMC sinistra

Palpasi: ictus cordis teraba kuat angkat

Perkusi: Batas atas: SIC II LPS sinistra, batas kanan: SIC IV LPS

dextra, batas kiri: SIC V 1 jari lateral LMC sinistra

Auskultasi: S1>S2, reguler, gallop (-), murmur (-)

2. Paru

Inspeksi: simetris, rektraksi (-), ketertinggalan gerak (-)

Palpasi: simetris, fremitus normal, ketertinggalan gerak (-)

Perkusi: sonor di kedua lapang paru

Auskultasi: vesikuler +/+

Abdomen:

Inspeksi: datar, simeteris, jejas (-), abdmen tampak tegang

Auskultasi : bising usus (+)

Palpasi: supel, tidak ada nyeri tekan

Perkusi: timpani

Ekstremitas: akral hangat, sianosis (-), edema (-)

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Darah rutin:

Hemoglobin: 12,3 g/dl

Leukosit: 12.100/μl

Hematrokrit: 39%

Eritrosit: 3,8x106 /μ

Trombosit: 258.000/ μl

CT/BT: 4,00’/4,30’

b. Kimia Klinik:

GDS: 113 mg/dL

Ureum: 35,8 mg/dL

Creatinin: 11,2 mg/dL

SGPT: 33 U/L

SGOT:19 U/L

c. Pemeriksaan Foto Thoraks

Pulmo dalam batas Normal.

Page 5: Manajemen Kasus2

Besar cor normal, elongasi aorta (+), kalsifikasi aorta (+).

d. Pemeriksaan EKG

Normal sinus.

D. DIAGNOSIS

BPH

E. KESIMPULAN

ASA II

F. LAPORAN ANASTESI

a. Diagnosis Pra Bedah: KET

b. Diagnosis Pasca Bedah: post prostatektomi

c. Penatalaksanaan Preoperasi

Informed Concent

Pasang IVFD. Loading RL 1000 cc.

Pasang DC

d. Penatalaksanaan Operasi

Jenis Pembedahan: Prostatektomi

Jenis Anasthesi: Regional anesthesi

Teknik Anasthesi: Spinal anestesi

Mulai Anastesi: 7 Mei 2013 pukul 10.00 WIB

Mulai Operasi: 7 April 2013 pukul 10.15 WIB

Premedikasi: Ondancentron 4 mg.

Medikasi induksi: Bupivacain Hcl 3 ml

Maintenance: O2

Medikasi tambahan: Asam Tranexamat 500 mg, Ketorolac 30 mg

Posisi: Supine

Cairan masuk durante operasi: 1000 ml terdiri dari 500 cc Gelafusal

dan 1000 cc RL.

Cairan keluar durante operasi: perdarahan: 400ml, urin 200 ml

Pemantauan tekanan darah dan HR:

Waktu Hasil Tindakan

10.00 WIB TD: 165/90 mmHg

HR: 80x/mnt

SpO2 100%

Pasien masuk ke ruang OK dan dilakukan

pemasangan NIBP dan saturasi O2. Infus

WidaHes terpasang di tangan kanan.

Page 6: Manajemen Kasus2

Diberikan premedikasi dengan, Ondancentron

4 mg. Mulai anstesi dengan RA (spinal)

memakai bupivacain 3 ml..

10.15 TD: 150/70 mmHg

HR: 75x/mnt

SpO2 100%

Dimasukkan ondansentron 4 mg dan

WidaHes 500 ml. Dipasang kanul O2 dengan

aliran 2 liter/menit. Dimulai pembedahan

10.35 TD 160/70 mmHg

HR: 74x/mnt

SpO2 100%

Pemberian Asam Tranexamat 500 mg IV,

Ketorolac 30 mg IV

10.45 TD: 150/ 70 mmHg

HR: 80x/menit

SaO2: 100%

Pembedahan selesai

Selesai Operasi: 10.45 WIB

Selesai Anastesi: 10.55 WIB

e. Recovery

Setelah operasi selesai pasien dipindahkan ke recovery room dan diobservasi

berdasarkan Aldrete Score. Monitor tekanan darah: 155/80 mmHg, nadi 76

kali/menit, SpO2 100%, observasi dengan skor Bromage. Skor terakhir setelah 15

menit post anestesi adalah 2 (dapat menekuk lutut tetapi tidak bisa mengangkat kaki).

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anestesi Spinal

Page 7: Manajemen Kasus2

Anestesi regional adalah suatu tindakan menggunakan obat analgetik untuk menghambat

hantaran saraf sensorik sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk

sementara. Salah satu teknik anestesi regional adalah anestesi spinal. Anestesi spinal adalah

pemberian obat anestetik lokal dengan cara menyuntikkan ke dalam ruang subarakhnoid.

Indikasi pemilihan anestesi spinal antara lain adalah bedah ekstremitas bawah, bedah

panggul, tindakan sekitar rektum-perineum, bedah obstetri ginekologi, bedah urologi, dan

bedah abdomen bawah. Sedangkan pada pasien ini akan dilakukan operasi urologi berupa

prostatektomi sehingga anestesi spinal yang dipilih..

2.2. Pre Operasi

A. Anamnesis

Anamnesis berfungsi untuk menentukan teknik anestesi yang akan dilakukan.

Anamnesis meliputi riwayat penyakit sistemik yang diderita yang dapat

mempengaruhi atau dipengaruhi oleh anestesi (seperti asma, diabetes melitus,

hipertensi, alergi, penyakit ginjal), riwayat pemakaian obat yang telah maupun sedang

digunakan, riwayat operasi terdahulu, kebiasaan merokok, dan riwayat alergi.

Pada pasien ini ditemukan bahwa pasien menderita hipertensi dengan pengobatan

yang tidak teratur.

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik berupa mencari tanda-tanda kontraindikasi anestesi spinal seperti

hipovolemia berat, infeksi di tempat suntikan, infeksi sistemik, kelainan neurologis,

maupun penyakit tulang belakang. Pada pasien ini tidak ditemukan kelainan. Tekanan

darah terukur 140/80 mmHg. Dari rekam medis ditemukan bahwa tekanan darah saat

masuk 170/100 mmHg.

Penilaian preoperatif penderita-penderita hipertensi esensial yang akan

menjalani prosedur pembedahan, harus mencakup empat hal dasar yang harus dicari,

yaitu jenis pendekatan medikal yang diterapkan dalam terapi hipertensinya, penilaian

ada tidaknya kerusakan atau komplikasi target organ yang telah terjadi, penilaian

yang akurat tentang status volume cairan tubuh penderita dan penentuan kelayakan

penderita untuk dilakukan tindakan teknik hipotensi, untuk prosedur pembedahan

yang memerlukan teknik hipotensi. Tekanan darah maksimal yang dapat ditolerir

adalah sistolik 180 mmHg atau diastolik 110 mmHg. Tekanan darah yang tinggi bisa

diatasi dengan pemberian antihipertensi preoperatif.

Page 8: Manajemen Kasus2

Pada pasien ini tidak terdapat komplikasi organ dan status volume cairan cukup.

Selain itu tekanan darah terukur 140/80 mmHg. Sehingga pada pasien ini proses

anestesi dapat dilakukan walau dengan pemantauan ketat.

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboraturium terdiri dari pemeriksaan rutin dan khusus. Pada pasien ini

tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan penunjang.

D. Masukan Oral

Pasien dengan operasi elektif sebaiknya dipuasakan untuk mencegah aspirasi isi

lambung akibat penurunan refleks laring selama pemberian obat anastesi. Pasien

dewasa umumnya dipuasakan selama 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam, dan pada bayi 3-4

jam . Pada kasus ini, pasien dapat dipuasakan selama 6 jam.

E. Klasifikasi status fisik

ASA membagi status pasien ke dalam 5 kategori. Pada pasien ini dikarenakan adanya

hipertensi esensial maka dimasukkan dalam ASA 2 (pasien dengan penyakit sistemik

ringan atau sedang).

F. Premedikasi

Pemberian premedikasi bertujuan untuk meredakan kecemasan dan ketakutan,

memperlancar induksi anastesi, mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus,

meminimalisir jumlah obat anastetik, dan mengurangi mual muntah.

a. Ondancentron

Adalah antagonis 5HT3 yang selektif yang dapat menekan muntah. Ondansentron

bekerja di reseptor 5HT3 di kemoreseptor trigger zone dan aferen vagal saluran

cerna. Obat ini juga memepercepat pengosongan lambung.

2.3. Durante Operasi

Pada pasien ini dilakukan pembiusan menggunakan teknik anestesi spinal dengan

Bupivakain HCl sebanyak 3 ml hal ini sudah sesuai dengan dosis anjuran untuk

dewasa yaitu 1-3 ml. Dosis Bupivacain tidak bergantung pada berat badan tetapi

bergantung pada panjang kolum vertebra. Anestesi lokal amino amida ini

menstabilisasi membran neuron dengan menginhibisi perubahan ionik terus menerus

yang diperlukan untuk memulai dan menghantarkan impuls.

Mual muntah merupakan gejala yang sering timbul akibat anestesi spinal dan

kejadiannya kurang lebih hampir 25%. Adapun penyebab mual muntah pada anestesi

spinal antara lain adalah penurunan tekanan darah/hipotensi, hipoksia, kecemasan

atau faktor psikologis, peningkatan aktivitas parasimpatis dimana blok spinal akan

Page 9: Manajemen Kasus2

mempengaruhi kontrol simpatetik gastrointestinal. Dosis dewasa intravena yang

direkomendasikan untuk ondansetron sebagai pencegahan mual muntah perioperatif

adalah 4 mg yang dapat diberikan sebelum induksi anestesi atau pada akhir operasi.

Pada pasien ini ondancentron sudah diberikan sebelum induksi anestesi.

Selain itu efek samping yang sering muncul pada anestesi spinal adalah hipotensi.

Hipotensi terjadi karena blokade sistem simpatis. Sedangkan pasien yang memiliki

hipertensi, membutuhkan tekanan darah yang lebih tinggi untuk perfusi organ yang

memadai daripada pasien dengan normotensi (terutama pada orang tua).

Menghindari hipotensi (dan normotension pada pasien yang biasanya memiliki angka

tekanan darah yang tinggi dalam kesehariannya), dapat mencegah komplikasi akibat

perfusi yang kurang, terutama untuk mengontrol hemodinamik. Salah satu cara untuk

mencegah efek hipotensi ini adalah dengan memberikan kristaloid minimal 1000 ml

atau koloid 500 ml. Koloid 500 ml dikatakan lebih bermakna dibanding kristaloid

1000 ml. Dan pada pasien ini, sudah diberikan koloid berupa Gelafusal (Gelatin)

sebanyak 500 ml.

Pada pasien ini digunakan cairan infus Ringer Laktat 1500 cc untuk mengganti

defisit cairan puasa sebelum pembedahan dan kehilangan cairan selama pembedahan.

Terapi cairan durante operasi dijabarkan sebagai berikut :

Berat badan : 50 kg

Terapi Cairan :

Maintenance = 2x50= 100 cc

Pengganti Puasa (PP) = 6 x maintenance = 6 x 100 = 600 cc

Stress Operasi = 6cc/kgBB (Sedang)

= 6cc x 50

= 300cc

Jam I = ½ PP + M + SO

= 300 + 100 + 300

= 700 cc

Estimated Blood Volume = 75 x BB

= 75 x 50

= 3750 cc

Allowed Blood Loss = 20% x EBV = 20% x 3750 = 750 cc

Kebutuhan cairan total = 700 + 750 = 1450 cc

Sehingga dapat disimpulkan kebutuhan cairan pasien sudah terpenuhi.

Page 10: Manajemen Kasus2

Selain itu pasien diberikan ketorolac sebagai pencegah nyeri pasca pembedahan.

Ketorolac adalah AINS, bekerja menghambatb enzim COX1 dan COX2, dengan

durasi sedang, dan dengan waktu paruh 4-6 jam. Pasien juga diberikan asam

tranexamat sebagai antifibrinolitik sehingga mengurangi perdarahan pasca

pembedahan.

Tekanan darah dipantau setiap 15 menit untuk mengetahui penurunan tekanan

darah yang bermakna. Efedrin diberikan ika terjadi penurunan tekanan darah > 20%

dari tekanan darah awal. Sehingga pada pasien ini tidak diberikan. Nadi dan SpO2

juga dipantau dengan pulse oxymetri.

2.4 Post Operasi

Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room). Pengawasan

ketat dilakukan sampai tanda bahaya hilang. Komponen yang perlu di monitoring

berupa vital sign dan SpO2. Selama di ruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan

baik, pernafasan spontan dan adekuat serta kesadaran composmentis. Tekanan darah

selama 15 menit pertama pasca operasi stabil yaitu 155/80 mmHg. Kemudian

digunakan penilaian pemulihan anestesi dengan menggunakan skala bromage. Pada

pasien ini, skornya adalah 2 yang berarti dapat menekuk lutut tetapi tidak bisa

mengangkat kaki sehingga bisa dibawa ke ruang perawatan.

BAB III

KESIMPULAN

1. Pasien, Tn.A didiagnosis BPH dilakukan tindakan prostatektomio. Pasien dengan

hipertensi esensial sehingga masuk kategori ASA 2.

Page 11: Manajemen Kasus2

2. Anestesi dilakukan dengan teknik anestesi spinal menggunakan Bupivacain HCl.

3. Cairan yang diberikan selama operasi adalah Gelafusal 500 cc dan Ringer laktat

sebanyak 1500 cc.

4. Lama operasi 45 menit.

5. Pasien di ruang pemulihan stabil dengan skor skor bromage 2 sehingga pasien dapat

di bawa ke ruang perawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Gupta, S., et al. 2005. Airway Assesment: Predictor op Difficult Airway, Indian Journal

Anasthesiology, 45 (9): 257-263

Page 12: Manajemen Kasus2

Ezekiel, M.R., et al. 2004. Handbook of Anesthesiology, Current Clinical Strategies,

California.

Latief,S.A., et al, 2001. Petunjuk Praktis Anestesiologi, edisi II, FK UI, Jakarta.

Muhiman, M., et al., 1989. Anestesiologi, FK UI, Jakarta.