makanan dalam persfektif konsumen · 2010-07-14 · makanan dan minuman yang merupakan kebutuhan...
TRANSCRIPT
Makanan Dalam Persfektif Konsumen
Oleh: Dr. In Ujang Sumarwan, MSc
D i s a m p a i k a n P a d a
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi
Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga-IPB
Bogor, 2-16 Agustus 1994
Pendahuluan
Kita adalah sebuah bangsa dengan lebih dari 180 juta konsumen. Apapun jenis peker
jaan dan status sosial kita, dimanapun kita tinggal dan berapapun usia kita, kita semua adalah
konsumen. Walaupun kebutuhan dan keinginan setiap konsumen adalah berbeda, tetapi semua
konsumen melakukan hal yang sama yaitu konsumsi barang dan jasa. Kesamaan kegiatan yang
dilakukan ini membawa implikasi bahwa semua konsumen memiliki kepentingan yang sama.
Setiap konsumen mendambakan memperoleh hak-haknya dengan layak, memiliki bargaining
power yang sama tatkala melakukan transaksi dengan produsen. Setiap konsumen mengingin-
kan suatu pasar yang diatur dengan prinsip-prinsip, peraturan dan serta suatu itikad baik dari
semua unsur yang terlibat didalammnya baik produsen, pemerintah maupun konsumen itu
sendiri. Konsumen memerlukan suatu pasar dimana dia bisa membedakan yang baik dari yang
buruk. Seringkali terjadi ketegangan antara konsumen dengan produsen karena mereka memil-
iki kepentingan yang berbeda. Konsumen menginginkan dapat memperoleh barang dan jasa
dengan sebaik-baiknya, sementara produsen menginginkan memperoleh untung yang sebanyak-
banyaknya agar is tetap bertahan dalam usahanya. Salah satu sumber ketegangan ini adalah
makanan dan minuman yang merupakan kebutuhan pokok konsumen. Bagi sebagian besar
konsumen di Indonesia, mereka mencurahkan uang dan waktunya yang cukup, besar untuk
melakukan transaksi dan konsumsi makanan dan minuman. Karena itu tidaklah mengherankan
bahwa makanan dan minuman mempunyai arti yang sangat penting dalam perspektif konsu-
men.
Makanan sebagai Indikator Kesejahteraan Konsumen
Selama berpuluh-puluh tahun para ahli psikologi berusaha untuk mengklasifikasikan
berbagai macam kebutuhan manusia. Salah satu persamaan yang menonjol diantara daftar
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen Ujang Sumarwan-2
kebutuhan tersebut adalah ditempatkannya kebutuhan fisiologis sebagai peringkat pertama dari
kebutuhan manusia. Salah satu konsep kebutuhan yang sangat terkenal diajukan oleh Abraham
H. Maslow. Menurut Maslow, manusia mengorganisasikan kebutuhan sedemikian rupa se-
hingga terdapat prioritas clan hirarki kepentingan. Menurut teori ini, terdapat lima peringkat
kebutuhan manusia:
(1) Fisiologis, dasar-dasar kelangsungan hidup, kebutuhan makanan, minuman clan lainnya;
(2) Keamanan: berkenaan dengan kelangsungan hidup fisik
(3) Interaksi manusia: Cinta, kebutuhan untuk dicintai clan mencintai
(4) Afiliasi: Kebutuhan untuk diterima oleh orang lain clan menjacli orang yang penting bagi
orang lain.
(5) Aktualisai diri: Kebutuhan untuk mengembangkan kebebasan dalam ekspresi diri.
Selanjutnya menurut teori ini, setiap kebutuhan dari peringkat yang lebih tinggi akan
tidak nampak sebelum tingkat yang lebih rendah terpenuhi. Berclasarkan teori ini, ticlaklah
mengherankan bahwa terpenuhinya kebutuhan fisiologis konsumen yaitu makanan dan minu-
man merupakan merupakan salah satu indikator yang sangat penting bagi kesejahteraan konsu-
men.
Para ekonom juga menggunakan unsur makanan clan minuman namun dengan instrumen
yang berbecla dalam menganalisis kesejahteraan konsumen. Para ekonom menggunakan penge-
luaran untuk makanan dan minuman sebagai indikator untuk melihat kesejahteraan konsumen.
Engel's Law adalah teori klasik dalam ilmu ekonomi yang menyatakan hubungan antara penge-
luaran untuk makanan/minuman dengan kesejahteraan konsumen. Teori ini secara sederhana
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan konsumen, maka semakin kecil proporsi
pendapatan yang dikeluarkan untuk membeli makanan dan minuman. Secara ringkas teori
menekankan bahwa kesejahteraan konsumen dapat dilihat dari seberapa besar pendapatan
mereka yang dikeluarkan untuk konsumsi makanan dan minuman.
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsume_____________________________________________ Ujang Sumarwan-3
Sumarwan (1993) menggunakan data SUSENAS 1984 dan 1990 untuk menganalisis
pola konsumsi dari konsumen rumah tangga di Indonesia. Dia menyimpulkan bahwa selama
kurun waktu 1984 dan 1990, lebih dari 50% pengeluaran konsumen rumah tangga adalah untuk
makanan. Ini berlaku baik untuk di perkotaan maupun di pedesaan. Ini berarti sebagian besar
dari konsumen rumah tangga masih bergelut untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Praktek-Praktek Penjualan Makanan Yang Merugikan Konsumen
Semua konsumen di dunia menyukai makan. Konsumen di Amerika menghabiskan
seperempat pendapatannya untuk makan di rumah maupun restoran. Konsumen Indonesia
bahkan menghabiskan lebih dari setengah pendapatannya untuk makan. Bagi konsumen Indo-
nesia, makanan mempunyai arti sosial, ekonomi, dan religius yang sangat penting. Namun
demikian sebagian konsumen Indonesia masih ada yang mengalami kurang makan dan kurang
gizi. Masalah lain yang dihadapi adalah Pasar Makanan (food marketplace). Konsumen ser-
ingkali menjadi fihak yang dirugikan manakala berhadapan dengan produsen karena begitu
kuatnya posisi produsen dan begitu lemahnya posisi konsumen. Garman (1991) menyebutkan
beberapa praktek penjualan yang merugikan konsumen (dimodifikasi dan ditambah sesuai
kondisi Indonesia):
1. Manipulasi Harga. Konsumen di Indonesia seringkali mendapatkan kenaikan harga pangan
yang tiba-tiba manakala terjadi kenaikan gaji pegawai negri atau manakala menghadapi hari-
kari raga. Seringkali permainan harga ini juga karena spekulasi dari para pedagang.
2. Promosi Pengurangan Harga yang tidak benar. Seringkali pedagang memberikan poton-
gan harga seolah-olah harga telah dikurangi, padahal kenyataannya harga masih tetap seperti
semula.
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen____________________________________________ Ujang Sumarwan-4
3. Biaya kemasan. Biaya kemasan meningkatkan harga makanan, biaya ini bisa mencapai 11
percent dari harga makanan. Seringkah produsen membuat berbagai rupa kemasan menarik
agar konsumen tertarik untuk membeli produk, yang bagi konsumen merupakan hal yang berlebih-
lebihan.
4. Shortweighting and slackfilling. Shortwighting adalah berat makanan yang sebenarnya
adalah lebih kecil dari berat yang tertera pada label kemasan. Slackfilling adalah suatu impresi
yang diberikan oleh kemasan yang seolah-olah produk yang terisi penuh, padahal kenyataannya
tidak penuh, yaitu terdapatnya ruang kosong yang tidak berguna dalam kemasan.
5. Penempatan Produk yang Mentah atau Rusak. Konsumen seringkali begitu cepat tergiur
untuk membeli buah-buahan yang tampak matang pada bagian atas kemasan. Tetapi begitu tiba
di rumah kita kecewa, karena sebagian besar buah-buahan yang kita beli belum matang atau
bahkan rusak. Ini tidak terlihat karena para pedagang menempatkannya pada bagian bawah
kontainer.
6. Manipulasi Timbangan. Para pedagang seringkali melakukan berbagai macam modifikasi
pada alas timbang, sehingga makanan yang dibeli beratnya tampak lebih lebih besar dari yang
sebenarnya.
7. Pemberian Harga yang Ganjil Restaurant Fast Food dan Supermarket wring mencantum-
kan harga yang ganjil misalnya harga sepotong ayam goreng Rp 2999 atau Rp 4508 atau
sebungkus snack Rp 975. Manakala kita membayar dan memperoleh kembalian, yang kita
dapatkan bukan kembalian sebesar Rp 1 atau 92 atau Rp 25, tetapi adalah sepotong permen.
Bayangkan berapa keuntungan pedagang apabila 2000 orang konsumen dirugikan setiap harin-
ya.
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen___________________________________________ Ujang Suniarwan-5
8. Tanga Tanggal Kadaluarsa. Konsumen menghadapi resiko yang angat besar dalam
mengkonsumsi makanan atau minuman, karena masih banyaknya produk-produk makanan yang
tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa. Produsen seharusnya mencantumkan salah satu alter-
natif tanggal berikut: Pull date (tanggal produk harus sudah terjual), expiration date (tanggal
produk harus sudah dikonsumsi).
Informasi yang mengelabui
Salah satu kegiatan produsen yang sangat merugikan konsumen adalah pemberian
informasi yang mengelabui (deceptive information). Secara sepintas, informasi yang disam-
paikan terasa benar, namun apabila diamati secara teliti akan terbukti bahwa informasi tersebut
seringkali tidak benar, tidak logis, dan tanpa mendasar. Informasi seperti inilah yang disebut
dengan informasi yang mengelabui (deceptive information). Masalahnya tidak semua konsu-
men mampu menilai apakah suatu informasi itu benar atau mengelabui.
Iklan pada media masa serta label pada produk adalah sarana yang Bering digunakan
untuk menyampaikan informasi mengenai atribut makanan dan minuman pada konsumen. Dari
keduanya, Man mempunyai jangkauan yang lebih luas kepada konsumen. Konsumen seringkali
lebih tertarik memperhatikan Man dibandingkan membaca label yang ada pada kemasan
produk. Iklan bukan Baja berfungsi untuk mengkomunikasikan berbagai atribut makanan dan
minuman, tetapi is juga berfungsi untuk membujuk konsumen sehingga mau membeli barang
tersebut. Iklan seringkali dipakai sebagai sarana untuk menyampaikan informasi yang mengela-
bui. Iklan melalui televisi tidak dapat disangkal lagi mempunyai dampak yang sangat besar
bagi konsumen karena sifatnya yang audiovisual serta jangkauannya yang sangat luas. Tidak-
lah mengeherankan jika praktek-praktek pemberian informasi yang mengelabui ini banyak
dilakukan melalui Man televisi.
Pada prinsipnya ada empat jenis informasi yang mengelabui, yaitu: objective klaim,
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen ___________________________________________ Ujang Sumarwan-6
subjective claim, the claim with two meanings, dan Unsubstantiated Claim. Klaim atau Pern-
yataan yang objective adalah suatu informasi yang diberikan kepada konsumen tentang karak-
teristik suatu produk. Kebenaran dari informasi ini dapat dibuktikan kebenarannya melalui
pengujian atau dibandingkan dengan standar yang telah ada. Misalnya, produk-produk air
kemasan wring mempunyai label yang menyatakan bahwa sumber air yang digunakan berasal
dari mata air pegunungan. Pada kenyataannya banyak dari produk tersebut menggunakan air
PAM sebagai bahan bakunya. Ada juga air kemasan yang menamakan diri sebagai air miner-
al. Secara sepintas konsumen akan beranggapan bahwa air ini tentu mengandung zat-zat
mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Ternyata berdasarkan hasil pengujian, kandun-
gan air mineral tersebut sama saja dengan air biasa. Produk makanan atau minyak goreng
seringkali diberi label "Bebas Kolesterol", apakah benar produk tersebut bebas dari kolesterol
Label yang terbukti tidak benar tentu akan merugikan konsumen. YLKI pernah mengadakan
pengujian terhadap kemurnian dan zat-zat yang terkandung dalam sans tomat berbagai merek.
salah satu produk tersebut hanya mengandung tomat antara 2,35 sampai 2,66 persen.
Bentuk kedua dari informasi yang mengelabui adalah klaim atau pernyataan yang sub-
jektif. Informasi seperti ini sukar dibuktikan kebenarannya bukan karena ketidak cukupan
pengetahuan tetapi kriteria yang akan digunakan bersifat sangat subjektif sehingga sukar diukur
secara objektif. Misalnya, iklan susu atau minuman pembangkit gairah belajar yang dapat
meningkatkan prestasi atau meningkatkan kegairahan bekerja. Misalnya produk-produk kosme-
tika seperti pasta gigi, deodoran yang mengiklankan bahwa produk-produk ini akan memper-
cantik, memperindah atau meningkatkan rasa percaya diri konsumen. Bagi sebagian besar
konsumen, iklan seperti ini mungkin tidak dihiraukan. Namun pernyataan yang menggunakan
"ter" dalam iklan dapat dibuktikan ketidak benarannya. Komisi Perdagangan (Federal Trade
Commission) pemerintah AS, misalnya, pernah melarang iklan perusahaan helm. Karena di
dalam iklannya menggunakan kata-kata "yang terbaik dan teraman". Etika iklanpun menye-
butkan bahwa "Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata seperti ter, paling, nomor satu dan
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen ___________________________________________ Ujang Sumarwan-7
sejenisnya tanpa menjelaskan dalam bidang apa keunggulan itu.
Bentuk ketiga dari informasi yang mengelabui adalah Klaim atau pernyataan yang
mengandung dua arti, sebagian benar clan sebagian salah. Misalnya Man mengenai telur yang
menyatakan bahwa "telur tidak berbahaya clan sumber gizi yang dibutuhkan oleh tubuh".
Adalah benar bahwa telur merupakan sumber gizi yang baik, namun pernyataan telur berba-
haya adalah mengelabui. Karena bagi beberapa golongan konsumen dengan penyakit tertetentu,
telur belum tentu sumber makanan yang baik. Pemerintah Amerika pernah melarang Man
yang berbunyi "Tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa makan telur akan meningkat-
kan resiko sakit jantung". Produk susu wring diberi label "Tinggi kandungan Kalsium", label
seperti ini akan menyesatkan konsumen, karena seharusnya produsen memberi tambahan
informasi kepada konsumen bahwa produk susu juga mengandung saturated fat clan kolesterol.
Sehingga informasi ini dapat dijadikan masukan bagi konsumen untuk menilai bahaya resiko
sakit jantung clan osteoporosis.
Bentuk keempat dari informasi yang mengelabui adalah pernyataan yang tidak mem-
punyai dasar, tidak di dukung oleh logika. Misalnya produk kecantikan yang menyatakan bisa
menghilangkan kerut-kerut wajah. Contoh lain adalah Man kendaraan yang menggambarkan
mobil tanpa roda yang dapat berjalan, Bahkan Man susu dengan kulit sapi yang bergambar
coklat atau strawberry. Iklan-iklan seperti ini bukan saja menyampaikan informasi yang tidak
benar tetapi juga mengelabui konsumen dengan pernyataan-pernyataan yang tidak masuk akal
dan tidak mendasar.
Iklan-iklan yang mengandung informasi yang mengelabui tersebar lugs melalui televisi
dan media cetak lainnya tanpa adanya kontrol dari fihak yang berwenang karena tidak adanya
mekanisme dan peraturan yang berlaku. Selama ini arus informasi berjalan sepihak dari
produsen. Tampaknya produsen mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk merancang
berbagai Man dengan versinya, memberikan impian indah dan janji-janji yang muluk tentang
produk dan jasa kepada konsumen. Bahkan praktek-praktek pemberian informasi yang menge-
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen___________________________________________ Ujang Sumarwan-8
labui ini seolah-olah telah menjadi etika bisnis pengusaha. Mr. Albert Z Carr, seorang mantan
pengusaha di Amerika, mengatakan bahwa pemberian informasi yang mengelabui telah
menjadi kebiasaan pengusaha. Sebagian besar para eksekutif perusahaan melakukan beberapa
bentuk pemberian informasi yang mengelabui ketika melakukan negosiasi dengan dengan
konsumen, dealer, serikat buruh, pejabat pemerintah, bahkan dengan rekan usahanya. Prak-
tek-praktek seperti ini dilakukan dengan sadar dengan memberikan pernyataan-pernyataan yang
tidak benar, menyembunyikan fakta, atau melebih-lebihkan sesuatu.
Praktek-praktek pemberian informasi yang mengelabui melalui iklan dan promosi
bukanlah hal yang aneh di Amerika seperti dikemukakan oleh Ralph Nader, tokoh pergerakan
konsumen di negri paman Sam ini. Bersama Aileen Cowan dalam salah satu studinya, mereka
mendapatkan 68 buah iklan yang mengandung unsur informasi yang mengelabui konsumen.
Untuk membuktikan kebenaran temuannya tersebut, mereka berkirim Surat kepada 58 perusa-
haan yang bertanggung jawab atau yang memproduksi barang-barang yang dipromosikan terse-
but. Dalam suratnya tersebut, Ralph Nader meminta perusahaan untuk memberikan bukti-
bukti ilmiah yang mendukung kebenaran informasi yang disampaikan iklan barang-barang
tersebut. Hanya 3 dari 58 perusahaan yang memberikan bukti-bukti ilmiah tentang kebenaran
informasi iklan tersebut. Sebagian besar perusahaan tidak memberikan jawaban, menolak
memberikan bukti ilmiah, atau hanya memberikan janji-janji saja. Dan 15 perusahaan menga-
kul bahwa informasi yang disampaikan melalui iklan adalah misleading. Semakin banyaknya
produk-produk makanan yang memberikan informasi mengelabui melalaui labelnya telah
mendorong DPR AS untuk mengeluarkan undang-undang barn mengenai Label Makanan pada
tahun 1990. Undang-undang ini akan berlaku secara efektif pada tanggal 5 Desember 1993.
Misalnya, selama ini produk-produk makanan dalam labelnya wring mencantumkan "FAT
FREE" (Bebas lemak), karena produsen tabu bahwa konsumen sangat tabu untuk mengkon-
sumsi lemak yang berlebihan. Informasi ini dianggap informasi yang mengelabui dan menye-
satkan konsumen, karena pada kenyataannya makanan tersebut masih mengandung lemak
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen ___________________________________________Ujang Sumarwan-9
walaupun dengan kadar yang lebih kecil. Berclasarkan Unclang-undang Label yang barn, maka
produsen harus mencantumkan dengan angka berapa persen kandungan lemak, serta kandungan
zat-zat gizi lainnya. Dan juga tidak diperbolehkan lagi menggunakan kata-kata lebih kecil,
lebih benar, tidak mengandung, bebas lemak serta kata-kata subjektif lainnya.
Iklan telah menjadi media yang efektif bagi produsen untuk memperkenalkan produk
clan membujuk konsumen untuk membelinya. Tidaklah mengherankan jika biaya Man
menempati prioritas yang sangat penting dari sebuah perusahaan. Adalah hak produsen untuk
memasang Man, namun bukan berarti produsen berhak untuk memberikan informasi yang
mengelabui kepada konsumen. Produsenpun harus menyadari bahwa konsumenpun berhak
memperoleh informasi yang benar. Hal ini berarti bahwa produsen harus megikuti etika yang
baik dalam menyampaikan informasi.
Iklan seharusnya menjadi alas bagi perusahaan untuk melakukan kompetisi. Perusahaan
dengan produk yang baik dan murah seharusnya menggambarkan produknya dengan jujur
kepada konsumen sehingga dapat meningkatkan volume penjualannya dan keuntungannya.
Iklan adalah media yang sangat vital pads sistem ekonomi pasar yang berclasarkan persaingan
yang sehat. Pada kenyataannya, Man tidak memberikan informasi yang dapat menyebabkan
konsumen dapat memilih antara produk dan harga murah. Man hanya memberikan informasi,
yang menyesatkan dan tidak menggambarkan produk yang sebenarnya sehingga membingung-
kan konsumen. Produsen tidak memberikan fakta-fakta bagi konsumen untuk melakukan pili-
han yang benar. Sebaliknya, banyak Man yang mengarahkan konsumen untuk membeli
barang yang buruk atau produk yang sama dengan harga yang lebih mahal. Persaingan bebas
di pasar telah berganti menjadi persaingan di dalam Man. Produsen lebih suka menghabiskan
biaya puluhan bahkan ratusan juta rupiah untuk Man yang mengelabui daripada untuk mem-
perbaiki mutu produk atau menurunkan harga produk. Hasilnya adalah eksploitasi terhadap
konsumen dan penyimpangan dari persaingan yang sehat.
Konsumen membutuhkan informasi, karena informasi mempunyai pelbagai fungsi bagi
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen ____________________________________________ Ujang Sumarwan-10
konsumen. Informasi membantu konsumen untuk mengambil keputusan dengan rasional clan
efisien sehingga konsumen dapat menggunakan sumberdayanya dengan baik. Informasi juga
bisa mengurangi resiko dan ketidak pastian. Konsumen yang mempunyai informasi akan
mudah melakukan kebebasan memilih, yang berarti dia bisa menggunakan haknya untuk
memilih. Dengan informasi sarat yang dimilikinya, konsumen akan memiliki posisi yang
seimbang dengan produsen dalam melakukan transaksi. Konsumen bukan sekedar membutuh-
kan informasi, tetapi informasi yang benar. Informasi yang salah bukan saja akan berakibat
fatal bagi konsumen dalam mengambil keputusan tetapi juga akan menghilangkan kepercayaan
konsumen kepada produsen.
Kebutuhan informasi semakin penting pada era industrialisai ini karena konsumen
dihadapkan kepada beragam produk makanan dan minuman dengan puluhan merk. Agar
konsumen dapat memilih produk dengan tepat clan sesuai dengan harapannya maka konsumen
membutuhkan informasi yang benar. Walaupun konsumen berhak memperoleh informasi yang
benar, namun bukan berarti bahwa hak tersebut akan diterima dengan mudah oleh konsumen.
Seperti halnya hak-hak azasi manusia yang harus diperjuangkan untuk mendapatkannya.
Demikian juga dengan hak-hak konsumen. Konsumen dituntut untuk bersikap kritis dalam
menerima informasi, jangan mudah mempercayai setiap informasi yang diterimanya. Jika
sikap kritis seperti ini terns dilatih oleh konsumen, maka konsumen akan memiliki kemampuan
untuk menilai apakah suatu informasi tersebut bersifat mengelabui atau dapat dipercaya.
Makanan Yang Aman bagi Konsumen
Kasus-kasus berikut menggambarkan betapa besarnya resiko yang senantiasa dihadapi
konsumen dalam mengkonsumsi makanan.
1. Bulan November 1988, 54 orang murid SD di Bekasi harus masuk rumah sakit karena
keracunan makanan jajanan yang mereka beli di sekolahnya. Pada bulan yang sama, 30 orang
di Tanggerang di rumah skitkan karena usai menyantap makanan yang disajikan dalam suatu
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen___________________________________________ Ujang Sumarwan-11
kenduri.
2. Tahun 1984, seorang gadis cilik Dewi Mulyani meninggal dunia akibat makan pisang sale.
Hasil pengecekan YLKI menunjukkan bahwa kemasan pisang sale tersebut terbuat dari karton
bekas kemasan insektisida. ini sesuai dengan visum dokter bahwa Dewi meninggal karena
keracunan insektisida yang tertelan bersama pisang sale.
3. Konsumen di Jawa Tengah sudah berulang kah dirugikan oleh produsen tempe bongkrek
karena banyaknya konsumen yang keracunan akibat mengkonsumsi tempe tersebut.
4. April 1994, beberapa orang keracunan mie instant di Sumatra Selatan, bahkan beberapa
diantaranya meninggal dunia.
5. Daftar kasus akan semakin panjang apabila kasus yang menimpa konsumen dilaporkan
kepada yang berwenang atau tercatat oleh media masa.
Kasus-kasus diatas menggambarkan betapa rentan konsumen terhadap keselamatan
jiwanya. Dalam posisi seperti ini, pihak yang paling banyak dirugikan adalah konsumen. Dan
ironisnya lagi, penyelesaian kasus ini seringkali tidak pernah tuntas. Jawaban dari pihak
produsen biasanya adalah membantah. Bantahan ini bukanlah jawaban yang bisa memecahkan
masalah, bahkan menambah buruk citra produsen dimata konsumen. Bahkan pihak pemerin-
tahpun tidak bisa berbuat banyak menghadapi para produsen ini. Lalu kepada siapa konsumen
harus memperjuangkan hak-haknya? Tampaknya pertanyaan ini sukar untuk dijawab dalam
waktu yang sesingkat ini.
Pada masa yang akan datang, penyediaan pangan dan gizi bagi penduduk bukan lagi
monopoli sektor pertanian. la merupakan proses yang kompleks dan melibatkan banyak fihak
termasuk didalamnya beragamnya industri makanan. Tumbuhnya industri makanan dengan
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen ___________________________________________ Ujang Sumarwan-12
berbagai macam produknya menjadikan industri makanan mempunyai peranan yang sangat
penting dalam penyediaan makanan bagi masyarakat. Dengan berhasilnya di bidang pertanian
dan semakin tumbuhnya industri makanan akan menyebabkan aspek quantitas makanan bukan
lagi masalah bagi masyarakat sebagai konsumen terbesar dari makanan tersebut. Ini berarti
bahwa pusat perhatian bukan lagi ditujukan kepada tanaman atau ternak sebagai somber
makanan, tetapi perhatian akan terpusat kepada zat-zat kimia yang digunakan oleh industri
makanan dalam proses pembuatan makanan tersebut. Karena ini akan sangat berkaitan eras
dengan kesehatan dan keselamatan konsumen. Standard yang bagaimana harus ditetapkan oleh
pemerintah, baik dilihat dari sudut gizi maupun aman bagi kesehatan konsumen. Bagaimanakah
penggunaan radiasi dan bentuk-bentuk pengolahan pangan yang senantiasa terns ditemukan
akan mempengaruhi kualitas makanan merupakan pertanyaan yang sangat penting. Dengan
demikian kualitas makanan merupakan pusat perhatian yang sangat penting bagi konsumen
pada masa yang akan datang.
Konsumen memiliki kemampuan yang terbatas dalam mengumpulkan dan mengolah
informasi tentang makanan yang dikonsumsinya sehingga mereka mempunyai keterbatasan
dalam menilai makanan dan menghindari resiko dari produk-produk makanan yang tidak
bermutu dan tidak aman bagi kesehatannya. Karena itu konsumen memerlukan bimbingan dan
perlindungan dari semua fihak yang terlibat dalam proses penyediaan makanan, terutama dari
pemerintah dan fihak legislatif.
Sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa angka kematian bagi, angka harapan
hidup merupakan dua dimensi terukur dari kualitas hidup. Pada kenyataanya kualitas hidup
mempunyai dimensi yang sangat lugs dan termasuk di dalamnya dimensi yang tidak terukur.
Kebebasan mengeluarkan pendapat/pikiran, memperoleh persamaan hak dalam segala hal,
memperoleh rasa aman dan perlindungan merupakan dimensi-dimensi yang tak terukur, dan
merupakan indikator yang sangat penting bagi kualitas hidup manusia. Dalam kaitannya dengan
makanan dan gizi, maka perlindungan konsumen terhadap produk-produk yang tidak bermutu,
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen ____________________________________________ Ujang Sumarwan-13
tidak aman bagi kesehatan, persaingan pasar yang ketat dari industri makanan sehingga meru-
gikan konsumen merupakan hal-hal yang sangat penting bagi penentu kualitas hidup manusia
Indonesia pada masa yang akan datang.
Dampak Negatif Industri Makanan bagi Konsumen
Makanan bukan saja kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya, namun makanan merupakan masukan yang sangat penting untuk membangun manu-
sia agar mempunyai fisik yang sehat, mempunyai nalar yang tinggi, serta mempunyai jiwa
yang kokoh dan moral yang baik. Karena makanan merupakan kebutuhan utama manusia,
maka setiap individu dari semua kelompok umur: balita, anak-anak, remaja, dewasa dan orang
tua merupakan konsumen yang terbesar dari makanan. Konsumen bukan saja menginginkan
tersedianya makanan dalam jumlah yang cukup dengan berbagai bentuknya di pasar sehingga
mereka dapat melakukan seleksi sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi lebih dari itu, konsumen
juga membutuhkan makanan dengan kualitas-kualitas tertentu yang memenuhi standard mereka.
Pada masa yang akan datang, perhatian konsumen terhadap kualitas makanan ini akan semakin
besar, wiring dengan meningkatnya pendidikan yang diikuti dengan selera yang semakin ting-
gi, serta didukung oleh berhasilnya produksi pertanian. Sehingga kuantitas makanan bukan lagi
menjadi masalah bagi konsumen.
Perkembangan teknologi pengolahan pangan, di satu fihak memang membawa hal-hal
yang positif seperti: peningkatan pengawasan mutu, perbaikan sanitasi, standardisasi pengepa-
kan dan labeling serta grading. Namun disisi lain teknologi pangan akan menyebabkan sema-
kin tumbuhnya kekhawatiran semakin tinggi resiko tidak aman bagi makanan yang dikonsumsi.
Teknologi pangan telah mampu membuat makanan-makanan sintetis yang mempunyai rasa
seperti aslinya. Teknologi juga menciptakan berbagai macam zat pengawet makanan, zat-zat
additives (zat pewarna atau memperindah bentuk) serta zat-zat flavor (untuk kegurihan, keleza-
tan clan kehalusan makanan). Zat-zat kimia tersebut merupakan zat-zat yang ditambahkan pada
Pelatihan Pengembangan Kutikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen ____________________________________________ Ujang Sumarwan-14
proses pengolahan makanan yang tidak bisa dihindarkan oleh industri makanan karma untuk
kepentingan pengawetan, keindahan, kelembutan dan kelezatan. Sebagian zat-zat kimia tersebut
mempunyai dampak yang tidak aman bagi kesehatan dalam jangka panjang, dan sebagian lagi
belum diketahui pengaruhnya.
Demikian pula pertanian modern tidak akan terlepas dari penggunaan pestisida dan
pupuk sebagai salah satu cara meningkatkan produksi pangan, menyebabkan semakin tingginya
resiko terdapat residu pestisida dan pupuk pada produk-produk pertanian. Banyak produk-
produk pertanian dikonsumsi dalam bentuknya yang mentah (tanpa melalui pengolahan di
industri makanan) seperti sayuran dan buah-buahan. Terhindarnya produk-produk semacam ini
dari kontaminasi mikrobiologi menjadi sangat penting bagi keamanan konsumen. Sayuran dan
buah-buahan bisa terkontaminasi oleh tanah dan oleh limbah manusia dan hewan. Kontaminasi
bisa muncul saat limbah manusia atau hewan tersebut dijadikan sebagai pupuk atau manakala
air yang tercemar digunakan untuk mengairi kebun-kebun.
Produk-produk perikanan adalah media yang potensial bagi mikroorganisme yang
menyebabkan berbagai penyakit pada tubuh manusia. Ikan bisa berfungsi sebagai media
pembawa penyakit dari lingkungannya atau dari tempat-tempat yang terkontaminasi kepada
tubuh manusia. Produk-produk peternakan tidak terlepas dari resiko pembawa zat-zat yang
berbahaya bagi tubuh manusia. Karma peternakan modern dengan produksinya yang berlipat
ganda tidak bisa menghindari dari penggunaan obat-obatan. Residu obat-obatan pada produk-
produk peternakan inilah yang mengandung resiko yang tinggi bagi kesehatan manusia.
Pada masa yang akan datang, dengan semakin tumbuhnya industri makanan dan bervar-
iasinya produk-produk makanan, masalah mutu makanan akan semakin kompleks. Persaingan
antar industri makanan dengan menggunakan iklan-iklannya yang lebih menekankan merek
dagang berupaya untuk membujuk bahkan cenderung untuk menipu konsumen akan memper-
parah keadaan. Tanga adanya peraturan yang ketat dan pelaksanaan peraturan tersebut dengan
baik di bidang makanan dan periklanan, akan menyebabkan kerugian yang serius bagi konsu-
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen ____________________________________________ Ujang Sumarwan-15
men. Industri makanan akan lebih senang menghabiskan sebagian besar dananya untuk Man
dalam rangka menghadapi saingan dari pada memperhatikan mutu dan keamanan makanan bagi
konsumen. Ini akan menyebabkan konsumen harus menanggung harga-harga yang lebih tinggi
atau bingung menghadapi pilihan yang semakin banyak.
Karena keterbatasan pengetahuannya atau kemampuan yang terbatas dalam memperoleh
informasi, konsumen seringkali beranggapan bahwa harga yang tinggi adalah identik dengan
mutu yang lebih tinggi. Padahal harga yang tinggi tidak selamanya berarti mutu yang tinggi. Di
Indonesia beredar 10 merek dagang makanan bayi(sebagian dari produk tersebut adalah
impor), yang berharga dari Rp 2000.00 sampai Rp 7000.00, sedangkan di Amerika hanya
beredar 3 merek dagang. Jadi bisa kita bayangkan bagaimana sulitnya seorang konsumen di
Indonesia harus memilih satu dari 10 pilihan. Bagi golongan ekonomi lemah, mereka akan
memilih harga yang murah yang mampu mereka beli. Golongan ini mungkin lebih menitik
beratkan pada harga yang terjangkau dari pada pertimbangan lainnya. Namun apakah produk
yang murah tersebut termasuk bermutu dan aman merupakan pertanyaan yang sangat penting.
Bagi golongan ekonomi yang lebih tinggi yang memilih harga yang tinggi atau memilih produk
impor juga menjadi perhatian, karena apakah produk impor tersebut sesuai atau tidak bagi
kondisi di Indonesia.
Masalah Kualitas Makanan di Indonesia
James E. Post (1982) menguraikan dua masalah konsumen yang terdapat di negara-
negara berkembang. Pertama, beredarnya produk-produk makanan impor secara bebas padahal
di negara pengimpornya (negara industri), produk-produk tersebut sudah dilarang diperjual
belikan. Masalah yang kedua berkaitan dengan konsep pemasaran yang keliru, yaitu konsumen
di negara-negara berkembang dibujuk bahkan dipaksa melalui berbagai macam Man dan
kemudahan peraturan pemasaran untuk mengkonsumsi produk-produk makanan negara-negara
industri. Produk-produk makanan ini belum tentu cocok bagi kondisi sosial ekonomi negara-
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen____________________________________________ Ujang Sumarwan-16
negara berkembang.
Masalah pertama yang disebutkan Post (1982) mengingatkan kita pada beberapa keja-
dian di tanah air beberapa tahun yang lalu. Pada saat itu konsumen banyak sekali dirugikan
oleh produk-produk impor, seperti susu kaleng yang sudah kadaluarsa masih saja diperjual
belikan. Produk-produk tersebut sudah terkontaminasi oleh zat-zat yang membahayakan kese-
hatan. Tampaknya kemudahan peraturan pemasaran dimanfaatkan oleh sebagian pengusaha
untuk menjadikan tanah air sebagai tempat pembuangan produk-produk yang sudah menjadi
sampah di negara asalnya.
Banyaknya beredar produk-produk makanan impor seperti pada kasus 10 merek maka-
nan bagi di Indonesia merupakan gambaran dari dari masalah kedua di negara-negara berkem-
bang sebagaimana diungkapkan oleh Post (1982). Konsumen Indonesia dihadapkan kepada
berbagai pilihan produk makanan impor yang belum tentu cocok bagi kondisi sosial ekonomi
mereka atau produk itu sendiri belum tentu cocok bagi kondisi fisik konsumen Indonesia.
Konsumen Indonesia tampaknya banyak yang belum menyadari bahwa mereka merupakan
objek yang bisa dirugikan oleh persaingan industri makanan yang membanjiri pasar Indonesia.
Sudah bukan rahasia lagi bagi kalangan produsen maupun para ahli teknologi makanan
bahwa masih banyak beredar produk-produk makanan yang menggunakan zat pewarna yang
berbahaya seperti zat pewarna tekstil. Banyak produsen makanan yang senang menggunakan
zat pewarna ini karena pertimbangan ekonomis. Berkembangnya industri tekstil di Indonesia
menyebabkan harga zat pewarna tekstil itu menjadi murah dan disalah gunakan pemanfaa-
tannya oleh kalangan produsen makanan.
Produk tahu juga tidak terlepas dari zat-zat yang berbahaya, janganlah heran apabila
kembali ke tanah air, menjumpai tahu dengan bau yang khas yaitu bau formalin. Masih banyak
produsen tahu yang menggunakan formalin sebagai zat pengawetnya. Padahal zat ini sangat
berbahaya bagi kesehatan. Penduduk Jakarta adalah konsumen terbesar dari produk tempe.
Kurang lebih 8 ton tempe dikonsumsi setiap hari. Tidaklah mengherankan apabila mereka
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen____________________________________________ Ujang Sumarwan-17
kaget ketika media massa melaporkan bahwa tempe tersebut dibuat dengan menggunakan air
kali. Sepanjang kali Grogol (Jakarta Barat) sudah terkenal merupakan daerah penghasil tempe
yang sangat produktif. Kali Grogol memberikan keuntungan ekonomis bag] pengusaha karena
kali itu menyediakan air dengan gratis.Padahal kali itu adalah tempat pembuangan berbagal
limbah balk manusia, hewan maupun industri. Kasus tempe ini juga tidak ada penyelesaiannya.
Rupanya konsumen tidak menyadari akan bahaya jangka panjang yang akan dihadapinya.
Sampai saat im hanya sedikit sekali reaksi keras yang muncul dari konsumen terhadap
produk-produk makanan yang merugikan tersebut. Mungkin ini disebabkan konsumen tidak
mempunyai informasi yang cukup untuk mengetahui produk-produk yang membahayakan
tersebut. Walaupun konsumen mempunyai informasi yang cukup namun apabila mereka tidak
mempunyai kesadaran untuk melakukan reaksi terhadap hak-haknya yang terlanggar, hal in]
juga menyebabkan produsen makanan semakin mengabaikan keselamatan konsumen. Namun
tampaknya informasi yang kurang inilah menjadi salah satu faktor penting yang menyebabkan
konsumen tidak menyadari akan banyaknya produk-produk yang membahayakan. Informasi
yang kurang menyebabkan konsumen tidak mampu menilai makanan dan melakukan' ,reaksi
terhadap produk-produk yang tidak aman bagi mereka.
Hak-hak Konsumen
Heboh makanan bercampur lemak babi pada bulan Oktober 1988 yang lalu, yang
menyebabkan keresahan sosial dan menyibukkan aparat pemerintah serta menyebabkan keru-
glan bagi beberapa produsen makanan adalah salah satu contoh bagaimana informasi telah
menggerakkan konsumen untuk melakukan reaksi terhadap produk-produk makanan yang
dicurigainya tidak aman bagi konsumen. Heboh ini bermula darl tersebar luasnya sebuah
laporan survey DR Tr] Susanto, seorang staf pengajar Jurusan Teknologi Pangan Universitas,
Brawijaya. Laporan ini menyebutkan beberapa produk makanan yang diduga mengandung
lemak babi. Akibatnya, sebagian besar masyarakat yang merupakan konsumen terbesar darl
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen____________________________________________ Ujang Sumarwan-18
produk-produk tersebut merasa resah karena merasa ditipu dan dirugikan oleh produsen
makanan tersebut, mereka menganggap telah mengkonsumsi produk yang seharusnya dihin-
dari. Reaksi dari masyarakat semakin bermunculan, apalagi ini menyangkut terkontaminasmya
keyakinan/keimanan dari sebagian konsumen. Bagi Indonesia yang terdiri dari multi agama,
hal-hal yang menyangkut tidak adanya penghormatan kepada keyakinan penduduk merupakan
masalah yang sensitif dan sumber yang potential bagi pergolakan sosial dan ekonomi Berta
politik.
Salah satu bentuk reaksi yang merugikan pihak produsen adalah konsumen menghenti-
kan pembelian produk-produk makanan yang dicurigai terkontaminasi itu untuk beberapa saat.
Tempo (19 Nov. 1988) melaporkan bahwa beberapa hari setelah tersiarnya produk-produk yang
terkontaminasi zat-zat yang diharamkan oleh ummat Islam itu, penjualan beberapa produk yang
dicurigai tersebut turun beberapa persen. Penjualan Indomie turun sebesar 20-30 persen, Kecap
ABC turun sebesar 40-50 persen, Kecap Bango turun 20 persen. Nestle dengan berbagai
produknya hanya mampu menjual 24 persen dari penjualan yang normal.
Kejadian di atas seharusnya memberikan arti yang sangat penting bagi produsen maka-
nan clan pemerintah yaitu tentang harus diperhatikan dan dihormatinya hak-hak konsumen.
Sebagai produsen, mereka harus mempertimbangkan hak-hak konsumen dalam melakukan
kebijaksanaan produksinya. Juga pemerintah harus lebih memahami lagi hak-hak konsumen
dalam menyusun kebijaksanaan dan peraturan-peraturan bagi industri makanan. Bagi Konsu-
men, kejadian di atas juga mempunyai arti yang sangat berharga. Konsumen seharusnya senan-
tiasa harus waspada terhadap produk-produk yang dikonsumsinya, mereka harus sudah mem-
biasakan melakukan penilaian terhadap produk-produk makanan tersebut.
Hak untuk Memperoleh Informasi
Walaupun heboh itu menimpa segolongan konsumen (yang beragama Islam), namun is
memberikan arti yang universal terhadap pergerakkan konsumen. Yaitu konsumen mengingin-
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen____________________________________________ Ujang Sumarwan-19
kan informasi yang terbuka clan jelas, dengan kata lain konsumen mempunyai hak untuk
memperoleh informasi yang sejelas-jelasnya (the right to be informed). Konsumen memerlukan
beberapa informasi penting tentang produk-produk yang akan dikonsumsinya. Tersedianya
informasi ini akan sangat membantu pengambilan keputusan oleh konsumen. Informasi ini akan
mengurangi biaya dan resiko yang akan ditanggung oleh konsumen.
Seorang konsumen yang rasional akan melakukan pengumpulan dan pengolahan infor-
masi tentang produk-produk makanan yang akan dipilihnya, apakah sesuai atau ticlak dengan
standard atau nilai yang dimilikinya. Kenyataan yang ada, produk-produk yang tersebar tidak
mempunyai label yang cukup memuaskan yang memberikan informasi yang lengkap tentang
kandungan zat-zat pembentuknya. Tanga adanya informasi ini, adalah suatu hal yang wajar
apabila konsumen menjadi ragu terhadap produk-produk tersebut clan lalu meninggalkannya.
Laporan survey tersebut pada akhirnya memperkuat keraguan konsumen terhadap produk-
produk tersebut. Produk tanpa label yang baik sebenarnya sudah merupakan gambaran produk
yang meragukan bagi konsumen. Karena konsumen ticlak bisa menilai produk-produk tersebut.
Heboh itu juga mengungkapkan suatu masalah yang mendasar, yaitu tentang tingkah
laku produsen makanan. Selama ini banyak produsen makanan tidak cukup, perduli menghargai
keyakinan konsumen. Hak untuk memperoleh penghargaan terhadap keyakinan merupakan hak
yang mendasar dari semua manusia, tidak perduli dia beragama apa atau bangsa apa. Ini berarti
bahwa dalam cluma usaha, semua konsumen memiliki hak untuk dihargai keyakinannya sebagai
salah satu dimensi kualitas hidupnya yang sangat berharga. Apalagi dalam konteks negara
Indonesia dengan multi agama dan multi etnis, bahkan undang-undangnya pun menyebutkan
Baling menghargai, seharusnya produsen memperhatikan dan menghargai hak-hak konsumen
yang mendasar ini. Penghargaan itu bisa dilakukan dengan pemberian informasi yang benar,
jujur dan sejelas-jelasnya kepada konsumen tentang produk-produk makanan yang dijualnya.
Sehingga Seorang vegetarian yakin bahwa dia ticlak mengkonsumsi makanan yang berasal dari
hewan. Seorang hindu menjadi pugs karena makanannya tidak mengandung sapi. Seorang
Y
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen ____________________________________________ Ujang Sumarwan-20
advent pun akan merasa berbahagia karena dia bisa menghindari makanan-makanan yang dilar-
angnya. Dan seorang muslim merasa aman karena menunya tidak terkontaminasi oleh zat-zat
yang berasal dari babi.
Hak untuk Memperoleh Rasa Aman
Hak berikutnya dari konsumen adalah Hak untuk memperoleh rasa aman (the right to
be safety). Konsumen bukan saja membutuhkan makanan dalam jumlah yang cukup, tetapi dia
juga membutuhkan makanan dengan kualitas-kualitas tertentu yang memenuhi standard clan
nilai yang ia miliki. Bagi Konsumen yang beragama Yahudi, Islam, Hindu, Sikh atau Kristen
Advent, makanan bukan hanya sekedar kumpulan zat-zat kimia, mineral atau berbagai vitamin
yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Bagi mereka, kualitas makanan merupakan
simbol dari kualitas hidupnya. Dengan demikian makanan yang tidak memenuhi standard
mereka merupakan makanan yang tidak aman bagi kualitas hidup mereka. The right to be
safety adalah hak yang universal yang dimiliki oleh semua konsumen. Ini berarti bahwa produk-
produk makanan tersebut haruslah aman bagi jiwa dan jasmani konsumen. Makanan yang
dikonsumsi harus aman bagi kesehatan konsumen. Produk makanan yang aman berarti ia
memenuhi standard kesehatan, sanitasi dan gizi yang modern. Makanan yang aman berarti ia
tidak mengandung zat-zat yang membahayakan tubuh manusia. Makanan yang aman adalah
makanan yang tidak terkontaminasi oleh bakteri atau zat-zat kimia yang secara potential
membahayakan manusia dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Hak untuk Didengarkan
Kita tidak menginginkan heboh dalam bentuknya yang lain akan terjadi dimasa datang.
Karena kita menyadari bahwa heboh yang lalu memberikan pengalaman yang pahit. Biaya yang
timbul terlalu besar bagi sebuah negara yang sedang berkembang yang memerlukan stabilitas
sosial politik untuk jalannya pembangunan. Kita pun tidak menginginkan jatuhnya kembali
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen ____________________________________________ Ujang Sumarwan-21
korban-korban akibat produk makanan impor yang sudah kadaluarsa. Ataupun korban akibat
terkontaminasinya produk oleh bakteri, penggunaan zat pewarna. Karena itu yang lalu agar
tidak terulang dan yang barupun tidak akan muncul, maka The right to be heard dari konsumen
harus mulai diperhatikan dan dijadikan masukan yang penting bagi kebijaksanaan pembangu-
nan di masa yang akan datang.
The right to be heard dari konsumen adalah konsumen memerlukan perlindungan yang
lebih kongkrit dari pemerintah dan lembaga legislatif terhadap produk-produk makanan yang
tidak bermutu dan membahayakan. Perlindungan konsumen ini haruslah mempunyai kepastian
hukum dan dasar hukum, sehingga apabila terjadi pelanggaran oleh produsen, konsumen dapat
menuntut pelanggar hukum tersebut ke depan meja hijau.
Konsumen mempunyai peranan yang dominan dalam memutuskan makanan yang akan
dikonsumsinya, namun karena berbagai faktor, tidak semua konsumen mampu menilai mutu
makanan yang akan dipilihnya. Karena itu peranan pemerintah sangat penting untuk melindungi
konsumen dari berbagai produk makanan yang berbahaya, serta melindungi konsumen dari
praktek-praktek industri yang tidak bertanggung jawab.
Undang-undang tentang Bahan Makanan
Pada dasawarsa yang akan datang, industri makanan akan semakin kompleks. Pene-
muan zat-zat kimia untuk kebutuhan industri makanan akan semakin beragam. Bagaimanakah
pengaruh zat-zat kimia in bagi kualitas makanan dan kesehatan konsumen merupakan pertan-
yaan yang sangat penting. Karena itu pemerintah harus mengevaluasi kembali peraturan-perat-
urannya di bidang makanan saat ini, agar diketahui mana yang tidak berlaku kembali, mana
yang kurang dan mana yang tidak berjalan. Pemerintah perlu menyusun kembali peraturan-
peraturannya untuk kebutuhan mendatang sebagai salah satu cara yang baik untuk melindungi
konsumen dan memajukan industri makanan.
Perlindungan terhadap konsumen bukan datang hanya dari pemerintah, tetapi juga harus
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen ____________________________________________ Ujang Sumarwan-22
datang dari pihak legislatif sebagai lembaga tertinggi yang mempunyai wewenang membuat
undang-undang. Untuk kepentingan masa yang akan datang sudah saatnya lembaga legislatif
memikirkan untuk membuat undang-undang bahan makanan, yang mengatur pemakaian,
produksi, penjualan bahan dan penyalahgunaannya. Dengan adanya undang-undang ini, aturan
permainan ini akan semakin jelas dan mempunyai dasar hukum yang kuat. Dengan adanya undang-
undang ini, industri makanan mempunyai tanggung jawab moral untuk mentaatinya. Demikian
pula pihak yang berwenang mempunyai dasar hukum yang jelas untuk memberikan sangsi
bagi yang melanggarnya. Sampai saat ini apabila terjadi pelanggaran oleh produsen
makanan, tidak diketahui dengan pasti lembaga apa yang bertanggung jawab untuk menanga-
ninya. Kepolisian tidak pernah turut campur urusan pelanggaran industri makanan, demikian
pula kejaksaan tidak pernah berminat untuk menyeret pelaku tempe bongkrek (padahal jelas-
jelas meminta korban). Bahkan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Depkes tidak punya
wewenang untuk memberikan sangsi bagi yang melanggar peraturan-peraturannya. Ketika
kasus babi muncul, Depkes dan Depag Baling melempar tanggung jawab tentang siapa yang
harus memeriksa kehalalan dari produk makanan. Andaikan kasus babi tidak muncul, sampai
saat ini mungkin kita tidak mengetahui alangkah lemahnya lembaga yang ada dalam melindungi
konsumen.
Walaupun berbagai hukum, perundang-undangan dan peraturan mengenai makanan
telah dikeluarkan, berbagai macam lembaga didirikan untuk melindungi konsumen; namun
tanggung jawab utama dalam memilih dan menentukan makanan di pasar sepenuhnya terletak
pada konsumen. Konsumen tetaplah harus memperhatikan hak-haknya, mencari informasi,
mengolah informasi dan melakukan penilaian terhadap mutu makanan yang dipilihnya. Ini
berarti bahwa konsumen di masa yang akan datang harus lebih berhati-hati, lebih jeli, teliti dan
pintar dalam mengambil keputusan agar is tidak dirugikan oleh persaingan yang ketat dari para
produsen makanan.
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994
Makanan Dalam Perspektif Konsumen ____________________________________________ Ujang Sumarwan-23
Referensi
American Enterprise Institute for Public Policy Research. (1977). Legislative analysis: Consumer protection legislation. Washing ton, DC: Author
American Public Health Association. (1972). Proceedings of the 1971 National conference on food protection. Washington, DC: Author.
Djajanegara, Siti Oemijati., & Ananta, Aris. (1986). Mutu modal manusia: Suatu pemikiran mengenai kualitas penduduk. Jakarta: Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Fetterman, Elsie., & Klamkin, Charles. (1976). Consumer education in practice New York: Wiley
FAO/WHO. (1987). Joint FAO/WHO food standards programme: Report of the seventeenth session. Rome: Author.
Gani, Ascobat. (1985). Indikator kualitas hidup penduduk.&'italic("Prisma"), April. Garman,
E. T. (1991). Consumer Economic Issues in America. Boston: Houghton M, Co.
Hinich, Melvin., & Staelin, Richard. (1980). Consumer protection legislation and the U.S. food industry. New York: Pergaman Press.
Hui, Y.H. (1986). United States food laws, regulations, and standards. (Vol. I and II) Second Edition. New York: Wiley.
Population Reference Bureau. (1988). World population data sheet. Washington, DC: Au-thor.
Post, James E. (1982). First world food/third world markets: Consumer issues of the 1980's. In Paul N. Bloom (Ed.). Consumerism and beyond: Research perspectives on the future social environment. Canbridge: Marketing Science Institute.
Soekirman. (1985). Oleh-oleh dari Srilangka: Ceramah di Puslitbang Gizi, Bogor.
Spillman, Nancy Z. (1976). Consumers: A personal planning reader. New York: West Pub-lishing.
Sumarwan, U. (1993). Keluarga Masa Depan dan Perubahan Pola Konsumsi. Warta Demo-grafi, Agustus 1993.
Terleckyj, Nestor E. (1975). Improvements on the quality of life: Estimates of possibilities in the United States, 1974-1983. Washington, DC: National Planning Association Report No. 142.
Zehner, Robert B. (1977). Indicators of the quality of life in new communities. Cambridge: Ballinger
Pelatihan Pengembangan Kurikulum Bidang Pangan dan Gizi-Jurusan GMSK-IPB, Agustus 2-16, 1994