makalah zia ( imunitas seluler)

Upload: zerayafahlevi

Post on 04-Oct-2015

67 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

akademi farmasi yarsi pontianak

TRANSCRIPT

  • 1

    MAKALAH BIOKIMIA IMUNITAS

    SELULER

    Dosen: Aah Nugraha, M.Sc, Apt

    Disusun Oleh:

    ZIA FAHLEFI

    139009

    Tingkat : IIA (SEMESTER III)

    AKADEMI FARMASI YARSI

    PONTIANAK TAHUN AJARAN 2014/2015

  • i

    KATA PENGANTAR

    Dengan memanjatkan Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

    segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan

    makalah ini yang berjudul: IMUNITAS SELULER

    Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan

    dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak

    untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terimakasih

    yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan

    makalah ini.

    Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari

    jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,

    penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki

    sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati

    dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna

    penyempurnaan makalah ini.

    Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

    seluruh pembaca.

  • ii

    DAFTAR ISI PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 1

    A. Latar Belakang .................................................................................................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ................................................................................................................................ 3

    C. Tujuan .................................................................................................................................................. 3

    BAB II............................................................................................................................................................. 4

    PEMBAHASAN .............................................................................................................................................. 4

    A. IMUNITAS SELULER .................................................................................................................. 4

    1. SEL LIMFOSIT T ......................................................................................................................... 8

    2. AKTIVASI SEL T ...................................................................................................................... 10

    3. FASE-FASE RESPONS SEL T .................................................................................................. 11

    4. PERAN KO-STIMULASI DALAM AKTIVASI SEL T ........................................................... 12

    5. RESPONS IMUN SELULAR DALAM KLINIK ...................................................................... 13

    6. MEKANISME IMUNITAS SELULER ..................................................................................... 16

    7. FUNGSI RESPON IMUN : ........................................................................................................ 17

    A. Sel T helper ................................................................................................................................. 18

    B. CTL (Cytotoxic T Limfosit) ........................................................................................................ 19

    C. Peran sel T suppressor (Ts) (CD8) ............................................................................................. 20

    D. Makrofag .................................................................................................................................... 20

    E. Sel NK (Natural Killer) .............................................................................................................. 20

    8. FUNGSI IMUNITAS SELULER : ............................................................................................. 21

    B. IMPLEMENTASI IMUNOLOGI DALAM KEHIDUPAN ...................................................... 22

    BAB III ......................................................................................................................................................... 29

    PENUTUP .................................................................................................................................................... 29

    KESIMPULAN ....................................................................................................................................... 29

    SARAN ................................................................................................................................................... 30

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 31

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Sejak lahir setiap individu sudah dilengkapi dengan sistem pertahanan, sehingga tubuh

    dapat mempertahankan keutuhannya dari berbagai gangguan yang datang dari luar maupun dari

    dalam tubuh. Sistem imun dirancang untuk melindungi inang (host) dari patogen-patogen

    penginvasi dan untuk menghilangkan penyakit. Sistem imun diklasifikasikan sebagai sistem

    imun bawaan (innate immunity system) atau sering juga disebut respon/sistem nonspesifik serta

    sistem imun adaptif (adaptive immunity system) atau respon/sistem spesifik, bergantung pada

    derajat selektivitas mekanisme pertahanan. Sistem imun terbagi menjadi dua cabang: imunitas

    humoral, yang merupakan fungsi protektif imunisasi dapat ditemukan pada humor dan imunitas

    selular, yang fungsi protektifnya berkaitan dengan sel.

    Imunologi adalah cabang ilmu biomedis yang berkaitan dengan respons organisme

    terhadap penolakan antigenik, pengenalan diri sendiri dan bukan dirinya, serta semua efek

    biologis, serologis dan kimia fisika fenomena imun. Lingkungan di sekitar manusia mengandung

    berbagai jenis unsur patogen, misalnya bakteri, virus, fungus, protozoa dan parasit yang dapat

    menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi yang terjadi pada manusia normal umumnya singkat

    dan jarang meninggalkan kerusakan permanen. Hal ini disebabkan tubuh manusia memiliki suatu

    sistem yaitu sistem imun yang melindungi tubuh terhadap unsur-unsur patogen.

    Respon imun seseorang terhadap terhadap unsur-unsur patogen sangat bergantung pada

    kemampuan sistem imun untuk mengenal molekul-molekul asing atau antigen yang terdapat

    pada permukaan unsur patogen dan kemampuan untuk melakukan reaksi yang tepat untuk

    menyingkirkan antigen.

    Dalam menghadapi serangan benda asing yang dapat menimbulkan infeksi atau

    kerusakan jaringan, tubuh manusia dibekali sistem pertahanan untuk melindungi dirinya. Sistem

    pertahanan tubuh yang dikenal sebagai mekanisme imunitas alamiah ini, merupakan tipe

  • 2

    pertahanan yang mempunyai spektrum luas, yang artinya tidak hanya ditujukan kepada antigen

    yang spesifik. Selain itu, di dalam tubuh manusia juga ditemukan mekanisme imunitas yang

    didapat yang hanya diekspresikan dan dibangkit kan karena paparan antigen yang spesifik. Tipe

    yang terakhir ini, dapat dikelompokkan manjadi imunitas yang didapat secara akt if dan didapat

    secara pasif.

    Imunitas selular adalah respon imun yang dilakukan oleh molekul-molekul protein yang

    tersimpan dalam limfa dan plasma darah. Imunitas ini dimediasi oleh sel limfosit T. Mekanisme

    ini ditujukan untuk benda asing yang dapat menginfeksi sel (beberapa bakteri dan virus)

    sehingga tidak dapat dilekati oleh antibodi.

  • 3

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa pengertian dari imunitas seluler?

    2. Apa implementasi dari imunologi dalam kehidupan?

    C. Tujuan

    1. Untuk mengetahui pengertian imunitas seluler.

    2. Untuk mengetahui implementasi imunologi dalam kehidupan.

  • 4

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. IMUNITAS SELULER

    Imunitas seluler merupakan bagian dari respon imun didapat yang berfungsi untuk

    mengatasi infeksi mikroba intraseluler. Imunitas seluler diperantarai oleh limfosit T. Terdapat 2

    jenis mekanisme infeksi yang menyebabkan mikroba dapat masuk dan berlindung di dalam sel.

    Pertama, mikroba diingesti oleh fagosit pada awal respons imun alamiah, namun sebagian dari

    mikroba tersebut dapat menghindari aktivitas fagosit. Sebagian mikroba tersebut dapat

    memasuki sitoplasma sel dan bermutltiplikasi menggunakan nutrien dari sel tersebut. Mikroba

    tersebut terhindar dari mekanisme mikrobisidal. Kedua, virus dapat berikatan dengan reseptor

    pada berbagai macam sel, kemudian bereplikasi di dalam sitoplasma sel. Sel tersebut tidak

    mempunyai mekanisme intrinsik untuk menghancurkan virus. Beberapa virus menyebabkan

    infeksi laten, DNA virus diintegrasikan ke dalam genom pejamu, kemudian protein virus

    diproduksi di sel tersebut.

    Masuknya antigen ke dalam tubuh akan mengakibatkan suatu seri kejadian yang sangat

    kompleks yang dinamakan respons imun. Secara garis besar, respons imun terdiri atas respons

    imun selular dan humoral.

    Sebenarnya kedua macam respons imun ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain,

    oleh karena respons yang terjadi pada umumnya merupakan gabungan dari kedua macam

    respons tersebut. Hanya saja pada keadaan tertentu imunitas selular lebih berperan daripada

    respons humoral, sedang pada keadaan lainnya imunitas humoral yang lebih berperan.

    Eliminasi mikroba yang berada di vesikel fagosit atau sitoplasma sel merupakan fungsi

    utama limfosit T pada imunitas didapat. Sel T helper CD4+ juga membantu sel B memproduksi

    antibodi. Dalam menjalankan fungsinya, sel T harus berinteraksi dengan sel lain seperti fagosit,

    sel pejamu yang terinfeksi, atau sel B. Sel T mempunyai spesifisitas terhadap peptida tertentu

    yang ditunjukkan dengan major histocompatibility complex (MHC). Hal ini membuat sel T

    hanya dapat merespons antigen yang terikat dengan sel lain.

  • 5

    Imunitas seluler bergantung pada peran langsung sel-sel (sel limfosit) dalam

    menghancurkan patogen. Setelah kontak pertama dengan sebuah antigen melalui makrofag,

    sekelompok limfosit T tertentu dalam jaringan limfatik akan membesar diameternya. Setelah itu,

    berkembang biak dan berdiferensiasi menjadi beberapa sub populasi. Sub populasi tersebut,

    antara lain sel T sitotoksik (cytotoxic T cell ), sel T penolong ( helper T cell), sel T

    supressor (supressor T cell), dan sel T memori (memory T cell ).

    Tugas utama imunitas seluler adalah untuk menghancurkan sel tubuh yang telah

    terinfeksi patogen, misalnya oleh bakteri atau virus. Bakteri atau virus yang telah menyerang sel

    tubuh akan memperbanyak diri dalam sel tubuh tersebut. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh

    antibodi tubuh.

    Sebenarnya hanya sel T sitotoksik saja yang dapat menghancurkan sel yang terinfeksi. Sel

    yang terinfeksi memiliki antigen asing milik virus atau bakteri yang menyerangnya. Sel T

    sitotoksik membawa reseptor yang dapat berikatan dengan antigen sel terinfeksi. Setelah

    berikatan dengan sel yang terinfeksi, sel T sitotoksik menghasilkan protein perforin yang dapat

    melubangi membran sel terinfeksi. Dengan adanya lubang, enzim sel T dapat masuk dan

    menyebabkan kematian pada sel terinfeksi beserta patogen yang menyerangnya. Kekebalan

    selular adalah respon imun yang tidak mengikutsertakan antibodi, tetapi mengikutsertakan

    aktivasi makrofaga, sel NK, sel T sitotoksik yang mengikat antigen tertentu, dan dikeluarkannya

    berbagai sitokina sebagai respon terhadap antigen. Sistem imun terbagi menjadi dua cabang:

    imunitas humoral, yang merupakan fungsi protektif imunisasi dapat ditemukan pada humor dan

    imunitas selular, yang fungsi protektifnya berkaitan dengan sel. Imunitas selular didefinisikan

    sebagai suatu respons imun terhadap antigen yang diperankan oleh limfosit T dengan atau tanpa

    bantuan komponen sistem imun lainnya.

  • 6

    Imunitas seluler merupakan bagian dari respons imun didapat yang berfungsi untuk mengatasi

    infeksi mikroba intraseluler. Imunitas seluler diperantarai oleh limfosit T. Terdapat 2 jenis

    mekanisme infeksi yang menyebabkan mikroba dapat masuk dan berlindung di dalam sel.

    Pertama, mikroba diingesti oleh fagosit pada awal respons imun alamiah, namun sebagian dari

    mikroba tersebut dapat menghindari aktivitas fagosit. Bakteri dan protozoa intraseluler yang

    patogen dapat bereplikasi di dalam vesikel fagosit. Sebagian mikroba tersebut dapat memasuki

    sitoplasma sel dan bermultiplikasi menggunakan nutrien dari sel tersebut. Mikroba tersebut

    terhindar dari mekanisme mikrobisidal. Kedua, virus dapat berikatan dengan reseptor pada

    berbagai macam sel, kemudian bereplikasi di dalam sitoplasma sel. Sel tersebut tidak

    mempunyai mekanisme intrinsik untuk menghancurkan virus. Beberapa virus menyebabkan

    infeksi laten, DNA virus diintegrasikan ke dalam genom pejamu, kemudian protein virus

    diproduksi di sel tersebut.

  • 7

    Masuknya antigen ke dalam tubuh akan mengakibatkan suatu seri kejadian yang sangat

    kompleks yang dinamakan respons imun. Secara garis besar, respons imun terdiri atas

    respons imun selular dan humoral.

    Sebenarnya kedua macam respons imun ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain,

    oleh karena respons yang terjadi pada umumnya merupakan gabungan dari kedua macam

    respons tersebut. Hanya saja pada keadaan tertentu imunitas selular lebih berperan daripada

    respons humoral, sedang pada keadaan lainnya imunitas humoral yang lebih berperan.

    Eliminasi mikroba yang berada di vesikel fagosit atau sitoplasma sel merupakan fungsi

    utama limfosit T pada imunitas didapat. Sel T helper CD4+ juga membantu sel B

    memproduksi antibodi. Dalam menjalankan fungsinya, sel T harus berinteraksi dengan sel

    lain seperti fagosit, sel pejamu yang terinfeksi, atau sel B. Sel T mempunyai spesifisitas

    terhadap peptida tertentu yang ditunjukkan denganmajor histocompatibility

    complex (MHC). Hal ini membuat sel T hanya dapat merespons antigen yang terikat dengan

    sel lain.

  • 8

    1. SEL LIMFOSIT T

    Pada mulanya kita hanya mengenal satu macam limfosit. Tetapi dengan perkembangan di

    bidang teknologi kedokteran, terutama sejak ditemukannya antibodi monoklonal, maka kita

    mengetahui bahwa ada 2 macam limfosit, yaitu limfosit T dan limfosit B. Keduanya berasal

    dari sel asal (stem cell) yang bersifat multipotensial, artinya dapat berkembang menjadi

    berbagai macam sel induk seperti sel induk eritrosit, sel induk granulosit, sel induk limfoid,

    dan lain-lain. Sel induk limfoid kemudian berkembang menjadi sel pro-limfosit T dan sel

    pro-limfosit B. Sel pro-limfosit T dalam perkembangannya dipengaruhi timus yang disebut

  • 9

    juga organ limfoid primer, oleh karena itu dinamakan limfosit T. Sedangkan sel pro-limfosit

    B dalam perkembangannya dipengaruhi oleh organ yang pada burung dinamakan bursa

    fabricius atau gut-associated lymphoid tissue, karena itu dinamakan limfosit B.

    Perkembangan sel limfosit T intratimik membutuhkan asupan sel asal limfoid terus-menerus

    yang pada fetus berasal dari yolk sac, hati, serta sumsum tulang; dan sesudah lahir dari

    sumsum tulang. Sel yang berasal dari hati fetus dan sumsum tulang yang bersifat

    multipotensial itu dalam lingkungan mikro timus akan berkembang menjadi sel limfosit T

    yang matur, toleran diri (self tolerant) dan terbatas MHC diri (major histocompatibllity

    complex restricted). Di dalam timus, dalam proses menjadi limfosit matur terlihat adanya

    penataan kembali gen yang produk molekulnya merupakan reseptor antigen pada permukaan

    limfosit T (TCR) dan juga ekspresi molekul-molekul pada permukaan limfosit T yang

    dinamakan petanda permukaan (surface marker) limfosit T. Dinamakan petanda permukaan

    limfosit T karena molekul tersebut dapat membedakan limfosit T dengan limfosit lainnya. Di

    dalam timus, sebagian besar sel limfosit T imatur akan mati dengan proses yang dinamakan

    apoptosis. Apoptosis adalah kematian sel yang diprogram (fisiologis) demi kebaikan populasi

    sel lainnya. Sedangkan nekrosis atau disebut juga kematian sel accidental adalah kematian

    sel karena kerusakan berat (patologis), misalnya akibat infeksi mikroorganisme, trauma fisis,

    zat kimia, hipertermia, iskemia, dan lain-lain.

    TCR merupakan kompleks glikoprotein yang terdiri atas rantai , atau , . Sebagian besar

    TCR matur merupakan dimer , sedangkan dimer , merupakan TCR limfosit T awal

    (early). Hanya 0,5-10% sel T matur perifer mempunyai TCR, yaitu limfosit T yang tidak

    memperlihatkan petanda permukaan CD4 dan CD8 yang dinamakan sel limfosit T negatif

    ganda (double negative = DN). Sel DN matur ini dapat mengenal aloantigen kelas I, mungkin

    juga aloantigen kelas II, dengan mekanisme yang belum jelas. Masih belum jelas pula apakah

    sel DN matur juga dapat mengenal antigen asing. Gen yang mengkode TCR terletak pada

    kromosom 14 (,) dan kromosom 7 (,). Gen ini merupakan anggota dari superfamili gen

    imunoglobulin, karena itu molekul TCR mempunyai struktur dasar yang sama dengan

    struktur dasar imunoglobulin. Segmen gen ini ada yang akan membentuk daerah variabel M

    dari TCR, daerah diversitas (D), daerah joining (J), dan daerah konstan (C). Karena segmen

    gen ini terletak terpisah, maka perlu diadakan penataan kembali gen VDJC atau VJC agar

    dapat ditranskripsi dan menghasilkan produk berupa TCR. Penataan kembali segmen DNA

  • 10

    ini akan memungkinkan keragaman (diversity) spesifisitas TCR yang luas. Setiap limfosit T

    hanya mengekspresikan satu produk kombinasi VDJC atau VJC, yang membedakan klon

    yang satu dari klon lainnya.

    Limfosit T yang mempunyai TCR antigen diri (self antigen) akan mengalami apoptosis

    karena ia telah terpajan secara dini pada antigen diri dan mati insitu dengan mekanisme yang

    belum jelas. Karena itu, limfosit matur yang keluar dari timus adalah limfosit yang hanya

    bereaksi dengan antigen non self dan dinamakan toleran diri. Di dalam timus, limfosit T juga

    mengalami pengenalan antigen diri hanya bila berasosiasi dengan molekul MHC diri, melalui

    proses yang juga belum diketahui dengan jelas yang dinamakan terbatas MHC diri. Molekul

    TCR III diekspresikan pada membran sel T bersama molekul CD3, yaitu salah satu molekul

    petanda permukaan sel T.

    2. AKTIVASI SEL T

    Sel limfosit T biasanya tidak bereaksi dengan antigen utuh. Sel T baru bereaksi terhadap

    antigen yang sudah diproses menjadi peptida kecil yang kemudian berikatan dengan molekul

    MHC di dalam fagosom sitoplasma dan kemudian diekspresikan ke permukaan sel. Sel

    limfosit T hanya dapat mengenal antigen dalam konteks molekul MHC diri. Molekul CD4

    dan CD8 merupakan molekul yang menentukan terjadinya interaksi antara CD3/TCR dengan

    kompleks MHC/antigen. Sel T CD4 akan mengenal antigen dalam konteks molekul MHC

    kelas II, sedang sel T CD8 akan mengenal antigen dalam konteks molekul MHC kelas I.

    Untuk dapat mengaktifkan sel T dengan efektif, perlu adanya adhesi antara sel T dengan sel

    APC atau sel sasaran (target). Adhesi ini, selain melalui kompleks CD4/CD8-TCR-CD3

    dengan MHC kelas II/kelas I-ag, dapat juga ditingkatkan melalui ikatan reseptor-ligan

    lainnya. Reseptor-ligan tersebut antara lain, CD28-B7, LFA-I-ICAM1/2 (molekul asosiasi

    fungsi limfosit 1 = lymphocyte function associated 1, molekul adhesi interselular l = inter

    cellular adhesion molecule 1), CD2-LFA3, CD5-CD72

    Terjadinya ikatan antara antigen dan TCR dinamakan tahapan primer. Aktivasi sel T juga

    memerlukan adanya stimulasi sitokin, seperti interleukin 1 (IL-1) yang dikeluarkan oleh sel

    APC yang dinamakan ko-stimulator. Sinyal adanya ikatan TCR dengan antigen akan

    ditransduksi melalui bagian TCR dan CD3 yang ada di dalam sitoplasma (lihat Gambar 10-

    3). Sinyal ini akan mengaktifkan enzim dan mengakibatkan naiknya Ca++

    bebas intraselular,

  • 11

    naiknya konsentrasi c-GMP dan terbentuknya protein yang dibutuhkan untuk transformasi

    menjadi blast. Terjadilah perubahan morfologis dan biokimia. Tahapan ini dinamakan

    tahapan sekunder. Kemudian terjadilah diferensiasi menjadi sel efektor/sel regulator dan sel

    memori. Sebagai akibat transduksi sinyal, juga terjadi ekspresi gen limfokin dan terbentuklah

    berbagai macam limfokin. Melalui pembentukan limfokin, sel regulator akan meregulasi dan

    mengaktifkan sel yang berperan dalam eliminasi antigen, sedangkan sel efektor akan melisis

    antigen/sel sasaran atau menimbulkan peradangan pada tempat antigen berada, agar antigen

    tereliminasi. Tahapan ini dinamakan tahapan tersier. Tahapan ini dapat dipakai untuk menilai

    fungsi sel T.

    3. FASE-FASE RESPONS SEL T

    Respons limfosit T terhadap antigen mikroba terdiri dari beberapa fase yang menyebabkan

    peningkatan jumlah sel T spesifik dan perubahan sel T naif menjadi sel efektor. Limfosit T

    naif terus bersirkulasi melalui organ limfoid perifer untuk mencari protein antigen asing. Sel

    T naif mempunyai reseptor antigen dan molekul lain yang dibutuhkan dalam pengenalan

    antigen. Di dalam organ limfoid, antigen diproses dan ditunjukkan dengan molekul MHC

    pada antigen-presenting cell (APC), kemudian sel T bertemu dengan antigen tersebut untuk

    pertama kalinya. Pada saat itu, sel T juga menerima sinyal tambahan dari mikroba itu sendiri

    atau dari respons imun alamiah terhadap mikroba.

    Sebagai respons terhadap stimulus tersebut, sel T akan mensekresi sitokin. Beberapa sitokin

    bekerja sama dengan antigen dan sinyal kedua dari mikroba untuk menstimulasi proliferasi

    sel T yang spesifik untuk antigen. Hasil dari proliferasi ini adalah penambahan jumlah

    limfosit spesifik antigen dengan cepat yang disebut clonal expansion. Fraksi dari limfosit ini

    menjalani proses diferensiasi dimana sel T naif (berfungsi untuk mengenal antigen mikroba)

    berubah menjadi sel T efektor (berfungsi untuk memusnahkan mikroba). Sebagian sel T

    efektor tetap di dalam kelenjar getah bening dan berfungsi untuk memusnahkan sel terinfeksi

    atau memberikan sinyal kepada sel B untuk menghasilkan antibodi. Sebagian sel T

    berkembang menjadi sel T memori yang dapat bertahan lama. Sel ini tidak aktif dan

    bersirkulasi selama beberapa bulan atau tahun, serta dapat merespons dengan cepat apabila

    terjadi paparan berulang dengan mikroba. Setelah sel T efektor berhasil mengatasi infeksi,

    stimulus yang memicu ekspansi dan diferensiasi sel T juga berhenti. Klon sel T yang sudah

  • 12

    terbentuk akan mati dan kembali ke keadaan basal. Hal ini terjadi pada sel T CD4+ dan

    CD8+, namun terdapat perbedaan pada fungsi efektornya.

    4. PERAN KO-STIMULASI DALAM AKTIVASI SEL T

    Aktivasi penuh sel T tergantung dari pengenalan ko-stimulator di APC. Ko-stimulator

    merupakan sinyal kedua untuk aktivasi sel T. Istilah ko-stimulator menunjukkan bahwa

    molekul tersebut memberikan stimuli kepada sel T bersama-sama dengan stimulasi oleh

    antigen. Contoh ko-stimulator adalah B7-1 (CD80) dan B7-2 (CD86). Keduanya terdapat

    pada APC dan jumlahnya meningkat bila APC bertemu dengan mikroba. Jadi, mikroba akan

    menstimulasi ekspresi B7 pada APC. Protein B7 dikenali oleh reseptor bernama CD28 yang

    terdapat pada sel T. Sinyal dari CD28 bekerja bersama dengan sinyal yang berasal dari

    pengikatan TCR dan ko-reseptor kompleks peptida-MHC pada APC yang sama. Mekanisme

    ini penting untuk memulai respons pada sel T naif. Apabila tidak terjadi interaksi CD28-B7,

    pengikatan TCR saja tidak mampu untuk mengaktivasi sel T sehingga sel T menjadi tidak

    responsif. Antigen presenting cell (APC) juga mempunyai molekul lain yang struktur dan

    fungsinya serupa dengan B7-1 dan B7-2. Molekul B7-like ini penting pada aktivasi sel T

    efektor.

    Molekul lain yang turut berperan sebagai ko-stimulator adalah CD40 pada APC dan ligan

    CD40 (CD154) pada sel T. Kedua molekul ini tidak berperan langsung dalam aktivasi sel T.

    Interaksi CD40 dengan ligannya menyebabkan APC membentuk lebih banyak ko-stimulator

    B7 dan sitokin seperti IL-12. Interaksi ini secara tidak langsung akan meningkatkan aktivasi

    sel T.

    Pentingnya peran ko-stimulator dalam aktivasi sel T dapat menjelaskan mengapa antigen

    protein yang digunakan dalam vaksin tidak dapat menimbulkan respons imun sel T, kecuali

    jika antigen tersebut diberikan bersama dengan bahan lain untuk mengaktivasi makrofag dan

    APC. Bahan ini disebut adjuvant dan berfungsi untuk merangsang pembentukan ko-

    stimulator pada APC, serta untuk menstimulasi produksi sitokin dari APC. Sebagian

    besar adjuvant merupakan produk mikroba atau bahan yang menyerupai

    mikroba. Adjuvant akan mengubah protein antigen inert agar menyerupai mikroba patogen.

    Aktivasi sel T CD8+ distimulasi oleh pengenalan peptida yang berhubungan dengan MHC

    kelas I, serta membutuhkan kostimulasi dan/atau sel T helper. Perkembangan sel T sitotoksik

  • 13

    CD8+ pada infeksi virus membutuhkan sel T helper CD4

    +. Pada infeksi virus, sel yang

    terinfeksi dicerna oleh APC khususnya sel dendrit, kemudian antigen virus akan

    dipresentasikan silang (cross-presented) oleh APC. Antigen presenting cell (APC) akan

    mempresentasikan antigen dari sitosol sebagai kompleks dengan MHC kelas I, dan antigen

    dari vesikel sebagai kompleks dengan MHC kelas II. Oleh sebab itu, sel CD4+ dan sel

    CD8+ yang spesifik untuk antigen virus tersebut akan bekerja secara berdekatan. Sel

    TCD4+ memproduksi sitokin atau molekul membran untuk mengaktivasi sel TCD8

    +,

    sehingga ekspansi klonal dan diferensiasi sel TCD8+ menjadi sel T sitotoksik (TC) efektor

    dan memori tergantung dari bantuan sel TCD4+. Hal ini dapat menjelaskan terjadinya defek

    respons sel TC terhadap virus pada pasien human immunodeficiency virus (HIV). Selain

    respons yang telah dijelaskan di atas, terdapat pula respons sel TC terhadap beberapa virus

    yang tidak bergantung kepada bantuan sel T CD4+.

    5. RESPONS IMUN SELULAR DALAM KLINIK

    Dalam klinik respons imun selular ini dapat kita lihat berupa hipersensitivitas kulit tipe

    lambat, imunitas selular pada penyakit infeksi mikroorganisme intraselular (bakteri, virus,

    jamur) serta penyakit parasit dan protozoa, imunitas selular pada penyakit autoimun,

    reaksi graft versus host, penolakan jaringan transplantasi, dan penolakan sel tumor.

    Hipersensitivitas kulit tipe lambat (reaksi tipe IV) Dalam klinik reaksi tipe IV dapat kita

    lihat berupa reaksi pada kulit bila seseorang yang pernah kontak dengan antigen tertentu

    (seperti bakteri mikobakterium, virus, fungus, obat atau antigen lainnya) kemudian

    dipaparkan kembali dengan antigen tersebut pada kulitnya. Terlihat reaksi berupa eritema,

    indurasi pada kulit atau peradangan pada tempat antigen berada setelah satu sampai beberapa

    hari kemudian. Secara histologis kelainan kulit ini terdiri atas infiltrasi sel mononuklear

    yaitu makrofag, monosit dan limfosit di sekitar pembuluh darah dan saraf. Reaksi tipe IV ini

    umumnya dapat terlihat pada respons imun infeksi mikroorganisme intraselular, juga pada

    reaksi penolakan jaringan yang memperlihatkan peradangan pada tempat transplantasi, dan

    pada reaksi penolakan tumor.

    Imunitas selular pada infeksi bakteri Imunitas selular pada infeksi bakteri misalnya

    terlihat berupa pembentukan kavitas dan granuloma pada infeksi dengan Mycobacterium

    tuberculosis, demikian pula lesi granulomatosa pada kulit penderita lepra. Limfokin yang

  • 14

    dilepaskan sel Td mengakibatkan terjadinya granuloma dan sel yang mengandung antigen

    akan mengalami lisis oleh sel Tc dan sel killerlainnya.

    Reseptor antigen sel limfosit T (TCR) Molekul TCR terdapat pada membran sel T

    berasosiasi dengan molekul CD3, merupakan kompleks glikoprotein transmembran.

    Sebagian besar dari molekul ini berada ekstraselular dan merupakan bagian pengenal antigen.

    Sedangkan bagian transmembran merupakan tempat berlabuhnya TCR pada membran sel

    yang berinteraksi dengan bagian transmembran molekul CD3.

    Imunitas selular pada infeksi virus Imunitas selular pada infeksi virus sangat berperan

    pada penyembuhan yaitu untuk melisis sel yang sudah terinfeksi. Ruam kulit pada penyakit

    campak, lesi kulit pada penyakit cacar dan herpes simpleks juga merupakan reaksi tipe IV

    dan lisis oleh sel Tc.

    Imunitas selular pada infeksi jamur Peradangan pada infeksi jamur seperti kandidiasis,

    dermatomikosis, koksidiomikosis dan histoplasmosis merupakan reaksi imunitas selular. Sel

    TC berusaha untuk melisis sel yang telah terinfeksi jamur dan limfokin merekrut sel-sel

    radang ke tempat jamur berada.

    Imunitas selular pada penyakit parasit dan protozoa Peradangan yang terlihat pada

    penyakit parasit dan protozoa juga merupakan imunitas selular. Demikian pula pembentukan

    granuloma dengan dinding yang menghambat parasit dari sel host sehingga penyebaran tidak

    terjadi.

    Imunitas selular pada penyakit autoimun Meskipun dalam ontogeni sel T autoreaktif

    dihancurkan dalam timus, dalam keadaan normal diperkirakan bahwa sel T autoreaktif ini

    masih tetap ada, tetapi dalam jumlah kecil dan dapat dikendalikan oleh mekanisme

    homeostatik. Jika mekanisme homeostatik ini terganggu dapat terjadi penyakit autoimun.

    Kunci sistem pengendalian homeostatik ini adalah pengontrolan sel T penginduksi/Th. Sel T

    penginduksi/Th dapat menjadi tidak responsif terhadap sel T supresor, sehingga merangsang

    sel T autoreaktif yang masih bertahan hidup atau sel Tc kurang sempurna bekerja dalam

    penghapusan klon antara lain karena gagalnya autoantigen dipresentasikan ke sel T. Jika ada

    gangguan sel T supresor atau gagal menghilangkan sel T autoreaktif atau gagal

    mempresentasikan autoantigen pada masa perkembangan, maka dapat terjadi penyakit

    autoimun.

  • 15

    Imunitas selular pada reaksi graft versus host Pada reaksi graft versus host, kerusakan

    yang terlihat disebabkan oleh sel imunokompeten donor terhadap jaringan resipien. Reaksi

    tersebut berupa kelainan pada kulit seperti makulopapular, eritroderma, bula dan deskuamasi,

    serta kelainan pada hati dan traktus gastrointestinal. Kelainan yang timbul juga disebabkan

    oleh imunitas selular.

    Imunitas selular pada penolakan jaringan Pada transplantasi jaringan dapat terlihat bahwa

    jaringan yang tadinya mulai tumbuh, setelah beberapa hari berhenti tumbuh. Ini disebabkan

    oleh reaksi imunitas selular yang timbul karena adanya antigen asing jaringan transplantasi.

    Organ transplantasi menjadi hilang fungsinya. Secara histologis terlihat adanya infiltrasi

    intensif sel limfoid, sel polimorfonuklear dan edema interstisial. Dapat dilihat terjadinya

    iskemia dan nekrosis. Peradangan ini disebabkan karena sel T resipien mengenal antigen

    kelas I dan II donor yang berbeda dengan antigen diri. Pengenalan ini sama seperti

    pengenalan antigen asing di antara celah domain molekul MHC. Terjadi lisis alograft oleh sel

    TC resipien. Demikian pula limfokin yang dilepaskan sel T akan merusak alograft dengan

    merekrut sel radang.

    Imunitas selular pada penolakan tumor Imunitas selular pada penolakan tumor sama

    dengan imunitas selular pada penolakan jaringan transplantasi. Tentu saja imunitas selular ini

    bukanlah satu-satunya cara untuk menghambat pertumbuhan sel tumor, imunitas humoral

    juga dapat berperan. Adanya ekspresi antigen tumor akan mengaktifkan sel Tc host demikian

    pula interferon yang dilepaskan sel T juga akan mengaktifkan sel NK (natural killer)

    untuk melisis sel tumor. Limfokin akan merekrut sel radang ke tempat tumor berada dan

    menghambat proliferasi tumor serta melisis sel-sel tumor.

  • 16

    6. MEKANISME IMUNITAS SELULER

    Berdasarkan gambar di atas, sistem imunitas seluler dimulai dari limfosit T. Limfosit T

    memiliki fungsi regulator dan efektor. Fungsi regulator terutama dilakukan oleh sel T helper /

    Th (CD4). Sel-sel CD4 mengeluarkan molekul yang dikenal dengan nama sitokin untuk

    melaksanakan fungsi regulatornya. Fungsi efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik / Tc (sel

    CD8). Sel-sel CD8 ini mampu mematikan sel yang terinfeksi oleh virus dengan

    menyuntikkan zat kimia yang disebut perforin ke dalam sasaran asing.

    Sel T helper masih bisa berdiferensiasi menjadi sel T memori dan sel T suppresor. Sel T

    merupakan sel limfosit yang pertama kali berinteraksi dengan zat asing. Hal ini terjadi karena

    sel T memiliki protein permukaan yang disebut CD4 dan CD8. CD4 atau CD8 akan

    mendeteksi keberadaan antigen. Sebab dia akan mengenali sel yang memiliki reseptor

    MHC (major histocompatibility complex) kelas 1 atau MHC kelas 2. MHC 1 adalah reseptor

    dari Limfosit sitolitik sedangkan MHC 2 merupakan reseptor dari Limfosit helper. Apabila

    dia berinteraksi dengan sel yang tidak memiliki MHC maka dia akan menganggap sel

    tersebut sebagai zat asing. Sehingga sel T akan berdifensiasi dan menyerang zat asing

    tersebut. Fungsi sel T helper adalah membantu limfosit T, limfosit B, sel-sel non spesifik (sel

    NK). Sel NK ini diduga terlibat dalam penghancuran non-spesifik sel-sel sasaran.

  • 17

    Th berperan menolong sel B dalam differensiasi dan memproduksi antibodi. Sel Th1

    memproduksi mediator interleukin-2 (IL-2) dan interferon gamma (IFN-) yang memegang

    peranan penting proteksi dengan meningkatkan kemampuan makrophag untuk fagositosis

    dan mencerna kumanyang telah difagotisir.

    Makrofag mengaktifkan sejumlah kecil limfosit T helper yang memiliki reseptor untuk

    antigen yang dipertanyakan dengan menyajikan antigen pada sel T bersama dengan molekul

    self-recognition. Sel T helper yang diaktifkan mengeluarkan limfokin, beberapa

    diantaranya mengaktifkan makrofag dan juga mengumpulkan limfosit-limfosit lain dan

    monosit-makrofag untuk berperan serta dalam reaksi. Makrofag yang diaktifkan

    mengahasilkan monokin, beberapa diantaranya diperlukan untuk aktifasi sel T dan

    mencetuskan inflamasi.

    7. FUNGSI RESPON IMUN :

    Sel CD8 mematikan secara langsung sel sasaran

    Sel T menyebabkan reaksi hipersensitifitas tipe lambat

    Sel T memiliki kemampuan menghasilkan sel pengingat

    Sel T sebagai pengendali CD4 dan CD8 memfasilitasi dan menekan respon imun

    seluler dan humoral

    Fungsi utama sistem imun spesifik seluler ialah untuk pertahanan terhadap bakteri yang

    hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan keganasan. Jalur komplemen merupakan jalur

    yang berperan dalam respon imunologik terhadap bakteri anaerob.

    Ada beberapa macam jenis sel dan mekanisme seluler yang terlihat dalam ekspresi atau

    pengaturan reaksi seluler. Jenis-jenis sel ini meliputi :

    1. Limfosit T

    2. Makrofag

    3. Sel NK / Natural Killer (NK)

    Limfosit T kemudian akan menginduksi 2 hal:

    Fagositosis benda asing tersebut oleh sel yang terinfeksi,

    Lisis sel yang terinfeksi sehingga benda asing tersebut terbebas ke luar sel dan dapat di

    dilekati oleh antibodi.

  • 18

    Peran sel T dapat dibagi menjadi dua fungsi utama : fungsi regulator dan fungsi efektor.

    Fungsi regulator terutama dilakukan oleh salah satu subset sel T, sel T penolong (CD4). Sel-

    sel CD4 mengeluarkan molekul yang dikenal dengan nama sitokin (protein berberat molekul

    rendah yang disekresikan oleh sel-sel sistem imun) untuk melaksanakan fungsi regulatornya.

    Fungsi efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik (sel CD8). Sel-sel CD8 ini mampu mematikan

    sel yang terinfeksi oleh virus, sel tumor dan jaringan transplantasi dengan menyuntikkan zat

    kimia yang disebut perforin ke dalam sasaran asing. Limfosit T menyerang antigen yang

    berada di dalam sel. Fungsi utama sistem imun spesifik seluler ialah untuk pertahanan

    terhadap bakteri, virus , jamur dan keganasan di intra seluler.

    Berdasarkan fungsinya secara umum ada tiga golongan utama dari sel T, yaitu :

    1. Sel sitotoksik (Tc) , yang merupakan sel efektor dari killing sel (sel K)

    2. sel T helper (Th) / CD4 , yang merupakan sel regulasi. Berdasarkan kemampuan sitokin

    yang diproduksi terbagi menjadi Th1 dan Th2. Th1 mempunyai kontribusi di dalam imunitas

    humoral.

    3. sel T suppressor (Ts) / CD8 , yang merupakan sel regulasi

    A. Sel T helper

    Sel T helper adalah golongan sel darah putih yang bertindak sebagai adaptive immunity.

    Dimana fungsi dari sel T helper sendiri antara lain adalah :

    a. Membantu sel B untuk membentuk antibody, mengaktifkan sistem pertahanan adaptive

    humoral atau adaptive cytolitic

    b. Membantu perkembangan sel T sitotoksik

    c. Fasilitator sel-sel pertahanan lain dalam untuk melawan antigen

    Sel T helper masih bisa berdiferensiasi menjadi sel T memori dan sel T penekan / supresor.

    Sel T merupakan sel limfosit yang pertama kali berinteraksi dengan zat asing. Hal ini terjadi

    karena sel T memiliki protein permukaan yang disebut CD4 dan CD8. CD4 atau CD8 akan

    mendeteksi keberadaan antigen. Sebab dia akan mengenali sel yang memiliki reseptor

    MHC (major histocompatibility complex) kelas 1 atau MHC kelas 2. Apabila dia berinteraksi

    dengan sel yang tidak memiliki MHC maka dia akan menganggap sel tersebut sebagai zat

    asing. Sehingga sel T akan berdifensiasi dan menyerang zat asing tersebut.

    Th berperan menolong sel B dalam differensiasi dan memproduksi antibodi. Sel Th1

    memproduksi mediator interleukin-2 (IL-2) dan interferon gamma (IFN-) yang memegang

  • 19

    peranan penting proteksi dengan meningkatkan kemampuan makrophag untuk fagositosis

    dan mencerna kuman yang telah difagotisir.

    Fungsi sel CD4 :

    Sebagai pengendali, mengaitkan sistem monosit-makrofag ke sistem limfoid

    Berinteraksi dengan sel penyaji antigen untuk mengendalikan Ig

    Menghasilkan sitokin yang memungkin tumbuhnya sel CD4 dan CD8

    Berkembang menjadi sel pengingat.

    B. CTL (Cytotoxic T Limfosit)

    Cytotoxic T Lymphocyte/CTL/ T cytotoxic/T cytolitic/Tc) atau sel T pembunuh (killer). CTL

    merupakan sub-grup dari sel T yang berfungsi :

    1. Membunuh sel yang terinfeksi dengan virus (dan patogen lainnya) dengan

    menghancurkan sel yang mengandung virus tersebut.

    2. Membunuh berbagai bibit penyakit dan sel kanker

    3. Merusak dan mematikan pathogen intraseluler

    4. Menghancurkan sel ganas dan sel histoimkompatibel yang menimbulkan penolakan

    pada transplantasi.

    Sel T sitotoksik disebut juga sel T CD8 karena terdapat glikoprotein CD8 pada permukaan

    sel yang mengikat antigen MHC kelas 1. Sel limfosit T sitotoksik mengandung

    granula azurofilik yang berlimpah dan mampu menghancurkan berbagai sel yang terinfeksi,

    sel tumor, tanpa sensitisati (rangsangan) sebelumnya. Sel limfosit T sitotoksik ini

    diklasifikasikan sebagai sistem kekebalan tubuh bawaan yang merupakan pertahanan tubuh

    terhadap berbagai macam serangan. Secara langsung menyerang sel lainnya yang membawa

    antigen asing atau abnormal di permukaan mereka.

    Sel limfosit T sitotoksik meningkatkan sistem pertahanan dengan cara mengikutsertakan

    sistem pertahanan yang lain. Sel dari sistem imun melepaskan messenger kimiawi (seperti

    sitokin) yang mengambil dan mengaktifkan sel lain seperti polimorf, makrofag dan sel mast

    atau sistem kimiawi (seperti komplemen, amine, kinin, dan sistem lisosomal) untuk

    menghancurkan material asing.

  • 20

    C. Peran sel T suppressor (Ts) (CD8)

    Seperti sel Th, Ts adalah sel regulasi karena aksinya sebagai inhibisi dimana sel tersebut

    melepaskan limpokin yang dapat menekan aktivitas dari sel T dan sel B. Sel Ts akan

    menghentikan respon imun setelah sukses menginaktifkan dan menghancurkna antigen. Hal

    ini membantu mencegah tidak terkontrolnya dan tidak dibutuhkannnya lagi kerja dari sistem

    imun.

    D. Makrofag

    Pencetusan reaksi imun seluler memerlukan pemroses antigen seperti makrofag. Mula-mula,

    makrofag mengaktifkan sejumlah kecil limfosit T helper yang memiliki reseptor untuk

    antigen yang dipertanyakan dengan menyajikan antigen pada sel T bersama dengan molekul

    self-recognition. Sel T helper yang diaktifkan mengeluarkan limfokin, beberapa

    diantaranya mengaktifkan makrofag dan juga mengumpulkan limfosit-limfosit lain dan

    monosit-makrofag untuk berperan serta dalam reaksi.

    Makrofag yang diaktifkan mengahasilkan monokin, beberapa diantaranya diperlukan untuk

    aktifasi sel T dan mencetuskan inflamasi. Makrofag melepaskan interleukin-1, yaitu monokin

    yang diduga identik dengan pirogen leukosit (penyebab reaksi-reaksi demam) dan diperlukan

    untuk aktifasi limfosit T helper.

    E. Sel NK (Natural Killer)

    Sel ini tidak mengandung penanda sel T atau sel B dan tidak memerlukan sensitisasi lebih

    dahulu untuk generasinya. Sel-sel ini diduga terlibat dalam penghancuran non-spesifik sel-sel

    sasaran yang diubah virus, sel alograf, dan penolakan tumor. Peranannya pada manusia

    belum ditemuan namun mempunyai arti besar dalam pengawasan imun penyakit keganasan

    pada manusia.

  • 21

    8. FUNGSI IMUNITAS SELULER :

    Imunitas selular berfungsi untuk mengorganisasi respons inflamasi nonspesifik dengan

    mengaktivasi fungsi makrofag sebagai fagosit dan bakterisid, serta sel fagosit lainnya. Selain

    itu juga mengadakan proses sitolitik atau sitotoksik spesifik terhadap sasaran yang

    mengandung antigen.

    Imunitas selular berfungsi pula untuk meningkatkan fungsi sel B untuk memproduksi

    antibodi, juga meningkatkan fungsi subpopulasi limfosit T baik sel Th/ penginduksi maupun

    sel Tc/ sel supresor. Fungsi lainnya adalah untuk meregulasi respon imun dengan

    mengadakan regulasi negatif dan regulasi positif terhadap respon imun

  • 22

    B. IMPLEMENTASI IMUNOLOGI DALAM KEHIDUPAN

    Imunisasi dan vaksin merupakan bentuk implementasi dari bidang imunologi yang sering

    dijumpai dalam kehidupan sehari. Pemerintah melalui Program Pengembangan Imunisasi (PPI),

    mewajibkan lima jenis imunisasi dasar pada anak dibawah usia satu tahun, antara lain :

    a. Imunisasi BCG ( Bacillus Calmette Guerin )

    Deskripsi : BCG adalah vaksin bentuk beku kering yang mengandung mycobacterium

    bovis hidup yang sudah dilemahkan dari strain Paris

    Indikasi : untuk pemberian kekebalan aktif terhadap TBC

    Cara pemberian dan dosis :

    - Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan dengan 4 ml pelarut NaCl 0,9%.

    Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril dengan jarum panjang.

    - Dosis pemberian 0,05 ml, sebanyak 1 kali, untuk bayi.

    Kontra indikasi : adanya penyakit kulit yang berat/ menahun seperti : eksim, furunkulosis

    dan sebagainya. Mereka yang sedang menderita TBC.

    Efek samping : Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti

    demam. 1-2 minggu kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikkan

    yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan,

    akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi

    pembesaran kelenjar regional di ketiak dan / atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak

    menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan

    menghilang dengan sendirinya.

    b. Imunisasi DPT Hepatitis B

    Deskripsi : Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang

    dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan sub unit

    vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat non-infectious. Vaksin hepatitis

    B ini merupakan vaksin DNA rekombinan yang berasal dari HbsAg yang diproduksi

    melalui teknologi DNA rekombinan pada sel ragi.

    Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pert usis dan

    hepatitis B.

  • 23

    Cara pemberian dan dosis : Pemberian dengan cara intra muskuler 0,5 ml sebanyak 3 dosis.

    Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4 minggu (1

    bulan). Dalam pelayanan di unit statis, vaksin yang sudah dibuka dapat dipergunakan

    paling lama 4 minggu dengan penyimpanan sesuai ketentuan:

    - vaksin belum kadaluarsa

    - vaksin disimpan dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8 derajat Celcius

    - tidak pernah terendam air

    - sterilitasnya terjaga

    - VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B

    Efek samping : Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar

    tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.

    c. Imunisasi polio

    Deskripsi : Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio trivalent yang terdiri dari suspensi

    virus poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam

    biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.

    Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap Poliomyelitis.

    Cara pemberian dan dosis :

    - Sebelum digunakan pipet penetes harus dipasangkan pada vial vaksin.

    - Diberilan secara oral, 1 dosis adalah 2 (dua) tetes sebanyak 4 kali (dosis) pemberian,

    dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.

    - Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru.

    - Di unit pelayanan statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama

    2 minggu dengan ketentuan :

    - vaksin belum kadaluarsa

    - vaksin disimpan dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8 derajat Celcius

    - tidak pernah terendam air

    - sterilitasnya terjaga

    - VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B

    Kontra Indikasi : Pada individu yang menderita immune deficiency. Tidak ada efek yang

    berbahaya yang timbul akibat pemberian OPV pada anak yang sedang sakit. Namun jika

    ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan

  • 24

    setelah sembuh. Bagi individu yang terinfeksi oleh HIV (Human Immunodefisiency Virus)

    baik yang tanpa gejala maupun dengan gejala, imunisasi OPV harus berdasarkan standar

    jadwal tertentu.Efek samping : Pada umumnya tidak terdapat efek samping.

    Efek samping berupa paralysis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi.

    d. Imunisasi Hepatitis B

    Deskripsi : Hepatitis B rekombinan adalah vaksin virus rekombinan yang telah

    diinaktivasikan dan bersifat non-infeksiosus, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel

    ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan.

    Indikasi :

    - Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis

    B.

    - Tidak dapat mencegah infeksi virus lain seperti virus Hepatitis A atau C atau yang

    diketahui dapat menginfeksi hati.

    Cara pemberian dan dosis :

    - Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi

    homogen.

    - Sebelum disuntikkan, kondisikan vaksin hingga mencapai suhu kamar.

    - Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB.

    - Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB ADS PID, pemberian

    suntikkan secara intra muskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.

    - Pemberian sebanyak 3 dosis.

    - Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval minimum

    4 minggu (1 bulan).

    - Di unit pelayanan statis, vaksin HB yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4

    minggu.Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi

    untuk hari berikutnya.

    e. Imunisasi Campak

    Deskripsi : Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Vaksin ini

    berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan dengan aquabidest steril.

    Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit Campak.

    Cara pemberian dan dosis :

  • 25

    - Sebelum disuntikkan vaksin Campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengann pelarut

    steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut aquabidest.

    - Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan atas, pada usia 9-11

    bulan. Dan ulangan (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD) setelah cath-up campaign

    Campak pada anak Sekolah Dasar kelas 1-6.

    - Vaksin campak yang sudah dilarutkan hanya boleh digunakan maksimum 6 jam.

    Efek samping : pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang

    dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.

    Kontra indikasi : Individu yang mengidap penyakit immuno deficiency atau individu yang

    diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, lymphoma.

    Selain kelima vaksin di atas masih ada beberapa vaksin yang lain, antara lain:

    a. Vaksin rubella

    Pengertian : Vaksin rubella yaitu vaksin yang ditekankan pada anak perempuan, karena jika

    nantinya anak itu dewasa menikah lalu hamil dan terdapat virus rubela di dalam tubuhnya maka

    bisa berakibat fatal pada janin yang dikandungnya.

    Waktu pemberian : vaksin rubella dapat diberikan kepada anak yang sistem kekebalan tubuhnya

    sudah berkembang yaitu pada usia 12 18 bulan. Bila pada usia tersebut belum diberikan,

    vaksinasi dapat dilakukan pada usia 6 tahun. sedangkan vaksinasi dapat dilakukan pada usia 6

    tahun. Sedangkan vaksinasi ulangan di anjurkan pada usia 10 12 tahun atau 12 18 tahun

    (sebelum pubertas). Infeksi rubella, pada umumnya merupakan penyakit ringan. Vaksin rubella

    tidak boleh diberikan pada wanita yang hamil atau akan hamil dalam 3 bulan setelah pemberian

    vaksin.

    Akibat tidak vaksin : Bila tidak dilakukan vaksin dapat mengakibatkan katarak, tuli atau cacat

    b. Vaksin virus influenza

    Pengertian : Vaksin berisi dua subtipe A yaitu H3N2 dan H1N1, serta virus tipe B. Yang di

    gunakan untuk mencegah virus influenza yang datang setiap tahun.

    Waktu pemberian : Vaksin diberikan secara intramuscular dengan dosis untuk umur 6-35 bulan

    0,25 ml dan umur 3 tahun 0,5 ml. Anak-anak yang mendapat vaksin ini pada umur kurang dari 9

    tahun, perlu diberikan 2 dosis dengan jarak pemberian lebih dari 1 bulan. Vaksin influenza tidak

    boleh untuk anak kurang dari 6 bulan. Vaksin ini dianjurkan untuk diberikan setiap tahun pada

    anak usia 6 bulan sampai 18 tahun.

  • 26

    Akibat tidak diberi vaksin : Bila tidak di berikan vaksin kemungkinan terserang influenza jika

    sistem kekebalan tubuhnya turun.

    c. Vaksin campak

    Pengertian : Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5

    ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70, dan tidak lebih dari

    100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku

    kering yang harus dilarutkan hanya dengan pelarut steril yang tersedia secara terpisah untuk

    tujuan tersebut. Vaksin ini telah memenuhi persyaratan WHO untuk vaksin campak.

    Waktu pemberian : Vaksin diberikan pada kisaran usia 6 -9 bulan. Imunisasi ulangan diberikan

    pada umur 6 tahun. Imunisasi campak pada remaja diberikan berupa vaksin MMR.

    Akibat tidak diberi vaksin : Jika tidak di lakukan vaksin bisa menyebabkan Penyakit campak bisa

    berdampak pada radang paru-paru atau radang otak, jika panasnya terlalu tinggi bisa

    menyebabkan kematian.

    d. Vaksin poliomyelitis

    Pengertian : Vaksin dari virus polio (tipe 1,2 dan 3) yang dilemahkan, dibuat dlm biakan sel-vero

    : asam amino, antibiotik, calf serum dalam magnesium klorida dan fenol merah.

    Waktu pemberian : Imunisasi polio yang harus diberikan sesuai dengan rekomandasi WHO

    adalah diberikan sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang usia

    1 tahun, 5 tahun dan usia 15 tahun atau sebelum meninggalkan sekolah. Vaksin polio terdiri

    dari 2 jenis , yaitu Vaksin Virus Polio Oral (Oral Polio Vaccine=OPV) dan Vaksin Polio

    Inactivated (Inactived Poliomielitis Vaccine).

    Akibat tidak diberi vaksin : Akibat dari tidak di lakukan vaksin poliomyelitis yaitu Kelumpuhan

    permanen, bisa pada tungkai, baik kaki maupun tangan. Kelumpuhan berat, misalnya pada otot

    pernapasan. Pada kondisi ini, biasanya pasien membutuhkan alat bantu napas.

    e. Vaksin hepatitis A

    Pengertian : Yaitu vaksin yang di berikan untuk melindungi batita dan anak-anak dari penyakit

    hepatitis A.

    Waktu pemberian : Direkomendasikan pada umur >2 tahun, diberikan 2 kali dengan interval 6-

    12 bulan.

    Akibat tidak diberi vaksin : Bila tidak di berikan vaksin hepatitis A bisa kemungkinan terjangkit

    virus hepatitis A, walaupun hal tersebut tidak pasti. Yang paling rentang terkena virus ini jika

  • 27

    tidak vaksin yaitu Pecandu narkotika dan hubungan seks anal, termasuk homoseks merupakan

    risiko tinggi tertular hepatitis A.

    f. Vaksin hepatitis B

    Pengertian : Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan

    bersifat non infeksius , berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula

    polymorpha) menggunakan teknologi DNA recombinan.

    Waktu pemberian : HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada

    umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam setelah lahir

    diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak

    diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka

    masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.

    - 1 bulan : Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan.

    - 6 bulan : HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun optimal,

    interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.

    Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, pemberian suntikan secara

    intramuskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.

    - Pemberian sebanyak 3 dosis.

    - Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari dosis berikutnya dengan interval minimum 4

    minggu (1 bulan). Vaksin hepatitis B juga direkomendasikan untuk diberikan pada orang

    dewasa. Dengan tiga kali pemberian, vaksin hepatitis B dapat memberikan perlindungan

    sebanyak 90 %.

    Akibat tidak diberi vaksin : Jika tidak di lakukan vaksin hepatitis B, seseorang rentang terkena

    penyakit hepatitis B.

    g. Vaksin Varicella

    Pengertian : Vaksin varicella yaitu vaksin yang di gunakan untuk mencegah cacar air.

    Waktu pemberian : Vaksin varicella diinjeksikan pada usia 1 tahun atau lebih. Bila anak tidak

    menerimanya pada waktu tersebut, dapat diberikan pada usia 11 12 tahun. Setiap anak yang

    berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar air dianjurkan untuk menjalani

    imunisasi varisella. Anak-anak yang mendapatkan suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun

    hanya memerlukan 1 dosis vaksin. Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang

  • 28

    belum pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air, sebaiknya

    diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu.

    Akibat tidak diberi vaksin : Kepada orang yang belum pernah mendapatkan vaksinasi cacar air

    dan memiliki resiko tinggi mengalami komplikasi (misalnya penderita gangguan sistem

    kekebalan), bisa diberikan immunoglobulin zoster atau immunoglobulin varicella-zoster.

    h. Vaksin retrovirus

    Pengertian : Vaksin retrovirus adalah vaksin yang digunakan untuk menurunkan agen penyakit

    yang dapat menyebabkan sindroma penurunan kekebalan tubuh (Simian Acquired

    lmmunodeficiency Syndrome) pada primata genus Macaca yang berasal dari Asia.

    i. Vaksin rabies

    Pengertian : Suatu vaksin yang dibuat dalam lini sel diploid yang berasal dari sel-sel paru janin

    kera rhesus diijinkan di AS tahun 1988. Virus vaksin ini diinaktivasi oleh - propiolakton dan

    dipekatkan oleh adsorbsi dengan aluminium fosfat. Vaksin yang mencegah penyakit rabies,

    selain itu vaksin ini bisa mencegah simian immunodeficiency virus (SIV), penyakit kekebalan

    tubuh yang mirip dengan HIV.

    Waktu pemberian : Vaksin di berikan jika seseorang aktif menderita rabies / tergigit

    (terkontaminasi) dengan hewan yang terjangkit rabies, maka harus di berikan vaksin rabies.

    Akibat tidak diberi vaksin : Jika seseorang tidak di berikan vaksin ini kemungkinan bisa

    terjangkit virus rabies.

  • 29

    BAB III

    PENUTUP

    KESIMPULAN

    - Imunitas seluler merupakan bagian dari respon imun didapat yang berfungsi untuk

    mengatasi infeksi mikroba intraseluler. Imunitas seluler diperantarai oleh limfosit T.

    Terdapat 2 jenis mekanisme infeksi yang menyebabkan mikroba dapat masuk dan

    berlindung di dalam sel. Pertama, mikroba diingesti oleh fagosit pada awal respons imun

    alamiah, namun sebagian dari mikroba tersebut dapat menghindari aktivitas fagosit. Sebagian

    mikroba tersebut dapat memasuki sitoplasma sel dan bermutltiplikasi menggunakan nutrien

    dari sel tersebut. Mikroba tersebut terhindar dari mekanisme mikrobisidal. Kedua, virus dapat

    berikatan dengan reseptor pada berbagai macam sel, kemudian bereplikasi di dalam

    sitoplasma sel. Sel tersebut tidak mempunyai mekanisme intrinsik untuk menghancurkan

    virus. Beberapa virus menyebabkan infeksi laten, DNA virus diintegrasikan ke dalam genom

    pejamu, kemudian protein virus diproduksi di sel tersebut.

    - Imunitas selular adalah respon imun yang dilakukan oleh molekul-molekul protein yang

    tersimpan dalam limfa dan plasma darah. Imunitas ini dimediasi oleh sel limfosit T.

    Mekanisme ini ditujukan untuk benda asing yang dapat menginfeksi sel (beberapa bakteri

    dan virus) sehingga tidak dapat dilekati oleh antibodi.

    Fungsi imunitas seluler

    Imunitas selular berfungsi untuk mengorganisasi respons inflamasi nonspesifik dengan

    mengaktivasi fungsi makrofag sebagai fagosit dan bakterisid, serta sel fagosit lainnya; selain

    itu juga mengadakan proses sitolitik atau sitotoksik spesifik terhadap sasaran yang

    mengandung antigen.

    Imunitas selular berfungsi pula untuk meningkatkan fungsi sel B untuk memproduksi

    antibodi, juga meningkatkan fungsi subpopulasi limfosit T baik sel Th/penginduksi maupun

  • 30

    sel Tc/sel supresor. Fungsi lainnya adalah untuk meregulasi respons imun dengan

    mengadakan regulasi negatif dan regulasi positif terhadap respons imun.

    SARAN

    Demikianlah hasil pembahasan dalam makalah mengenai Imunitas Seluler, diharapkan pembaca

    sekalian dapat memaklumi apabilah masih terdapat kekurangan dalam pembuatan makalah

    ini. Pembaca sekalian yang menjadikan makalah ini sebagai panduan dalam membuat

    makalah selanjutnya, maka diharapkan dapat melengkapi referensi yang berkaitan dengan

    bahasan. Kritik dan saran dari pembacapun sangat kami harapkan, guna perbaikan dimasa

    mendatang. Akhir kata kami ucapkan terimakasih.

  • 31

    DAFTAR PUSTAKA

    Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. Cellular and molecular immunology. Philadelphia:

    WE Saunders Company, 1991.

    Scandinavian Journal of Immunology. Monthly journal published by Blackwell Science

    Ltd., Osney Mead Oxford OX2 OEL, UK.

    Scientific American. Monthly journal published by Scientific American Inc., 415

    Madison Avenue, N.Y., USA.

    Mims C, Playfair J, Wakelin D, and R Williams. Medical Microbiology. 4th Ed. Mosby,

    London, 2007.

    Dorland. 1995. Pocket Medical Dictionary. Philadelphia: Saunders Company

    Gershon RK. 1987. The immunological. Sunderland: Mass Sinauer Associat ion

    Kresno, Siti Boedina. 1996. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta:

    Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

    Sudibyo. 1989. Dasar- Dasar Imunologi. Jakarta: CV. Sembiring

    Zahroni, Mahfud. 2003. Imunologi Dasar. Bandung: CV. Ilmu Persada