makalah wacana

12
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam praktek berbahasa ternyata kalimat bukanlah satuan sintaksis terbesar seperti banyak diduga atau diperhitungkan orang selama ini. Kalimat atau kalimat-kalimat ternyata hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana( inggris:discourse) bukti bahwa kalimat bukan satuan terbesar dalam sintaksis, banyak kita jumpai kalimat yang jika kita pisahkan dari kalimat-kalimat yang ada disekitarnya, maka kalimat itu menjadi satuan yang tidak mandiri. Kalimat-kalimat itu tidak mempunyai makna dalam kesendiriannya. Mereka baru mempunyai makna bila berada dalam konteks dengan kalimat-kalimat yang berada disekitarnya. Kalau kalimat itu adalah unsur pembentuk wacana, maka persoalan kita sekarang apakah wacana itu, apakah cirri-cirinya, bagaimana ujudnya, atau bagaimana pembentukannya. Berbagai macam definisi tentang wacana telah dibuat orang. Namun , dari sekian banyak definisi yang berbeda-beda itu, pada dasarnya menekankan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap. Sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca( dalam wacana tulis) atau pendengar( dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun. Sebagai

Upload: kuatsabarbasuki

Post on 15-Apr-2016

23 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Makalah

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH Wacana

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar belakang

Dalam praktek berbahasa ternyata kalimat bukanlah satuan sintaksis terbesar seperti

banyak diduga atau diperhitungkan orang selama ini. Kalimat atau kalimat-kalimat ternyata

hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut

wacana( inggris:discourse)  bukti bahwa kalimat bukan satuan terbesar dalam sintaksis, banyak

kita jumpai kalimat yang jika kita pisahkan dari kalimat-kalimat yang ada disekitarnya, maka

kalimat itu menjadi satuan yang tidak mandiri. Kalimat-kalimat itu tidak mempunyai makna

dalam kesendiriannya. Mereka baru mempunyai makna bila berada dalam konteks dengan

kalimat-kalimat yang berada disekitarnya.

Kalau kalimat itu adalah unsur  pembentuk wacana, maka persoalan kita sekarang apakah

wacana itu, apakah cirri-cirinya, bagaimana ujudnya, atau bagaimana pembentukannya. Berbagai

macam definisi tentang wacana telah dibuat orang. Namun , dari sekian banyak definisi yang

berbeda-beda itu, pada dasarnya menekankan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap.

Sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.

Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep,

gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca( dalam wacana tulis) atau

pendengar( dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi

atau terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi

persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya.

Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina

yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur  yang ada dalam

wacana tersebut. Bila wacana itu kohesi, akan terciptalah kekoherensian, yaitu isi wacana yang

apik dan benar.

 

B.  Rumusan Masalah

Dalam makalah ini memiliki beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1.    Bagaimana pengertian wacana itu?

2.    Bagaimana memahami jenis wacana?

3.      Bagaimana syarat terbentuknya wacana?

Page 2: MAKALAH Wacana

C.  Tujuan Penulisan

Dalam makalah ini ada pun tujuan penulisan yaitu untuk mengetahui pengertian wacana,

memahami jenis wacana dan mengetahui persyaratan terben, tuknya wacana. Tujuan penulisan

ini juga untuk memberikan pengetahuan dan wawasan kepada pembaca.

Page 3: MAKALAH Wacana

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian wacana

Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal

merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka

dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa

dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa

keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari

kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya.

Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu

adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana

apik dan benar.

Istilah wacana mempunyai acuan yang lebih luas dari sekedar bacaan. Wacana

merupakan satuan bahasa yang paling besar di gunakan dalam komunikasi. Satuan bahasa di

bawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frase, kata dan bunyi. Secara berurutan,

rangkaian bunyi merupakan bentuk kata. Rangkaian kata membentuk frase dan rangkaian frase

membentuk kalimat. Akhirnya, rangkaian kalimat membentuk wacana.

B.     Jenis Wacana

Dalam perbagai kepustakaan ada di sebut berbagai jenis wacana sesuai sdengan sudut

pandang dari mana wacana itu di lihat. Begitulah, pertama-tama di lihat adanya wacana lisan dan

wacana tulis berkenaan dengan sarananya, yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis. Kemudian ada

pembagian wacana prosa dan wacana puisi di lihat dari kegunaan bahasa apakah dalam bentuk

uraian ataukah bentuk puistik.

Selanjutnya, wacana prosa ini di lihat dari penyampaian isinya di bedakan lagi menjadi

wacana narasi, narasi eksposisi, wacana persuasi dan wacana argumentasi. Wacana narasi

bersifat menceritakan suatu topic atau hal ; wacana eksposisi bersifat memaparkan topic atau

watak; wacana persuasi bersifat mengajak, menganjurkan atau melarang; dan wacana

argumentasi bersifat member argument atau alasan terhadap suatu hal. Masih terbuka adanya

Page 4: MAKALAH Wacana

jenis wacana lain mengingat penggunakan bahasa sangat luas, yang mencakup berbagai segi

kehidupan manusia.

C.    Syarat Terbentuknya Wacana

Adapun persyaratan gramatikal dalam wacana dapat di penuhi atau dalam wacana itu sudah

terbina yang di sebut  adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana

tersebut. Bila wacana itu kohesif , akan terciptalah kekoherensian yaitu isi wacana yang apik dan

benar.

Kekohesifan itu dicapai dengan cara pengacuan dengan menggunakan kata ganti –nya mari

kita lihat! Kalimat (1) adalah kalimat bebas, kalimat utama yang berisi pernyataan, bahwa

sekarang di Riau amat sukar mencari terubuk. Kalimat (2) adalah kalimat 3terikat, yang di

kaitkan dengan kalimat (1) dengan menggunakan kata gantinya-nya pada kata ikannya dan

telurnya yang jelas mencakup pada terubuk pada kalimat (1). Kalimat (3) juga di kaitkan dengan

kalimat (1) dan kalimat (2) dengan menggunakan kata ganti -nya pada kata harga-nya yang juga

jelas mencakup pada kata terbuk pada kalimat (1). Lalu, kalimat (4) merupakan kesimpulan

terhadap pernyataan pada kalimat (1), (2) dan (3), yang di kaitkan dengan bantuan konjungsi

antar kalimat makanya.

Kekohesifan wacana itu di lakukan dengan mengulang kata pembaharu pada kalimat (1)

dengan kata pembaharuan pada kalimat (2); serta mengulang frase perubahan jiwa pada kalimat

(2) perubahan pada kalimat (3). Adanya pengulangan unsure yang sama itu menyebabkan

wacana itu menjadi kekoherens dan apik. Namun, pengulangan-pengulangan seperti di atas yang

tampak kohesif, belum tentu menjamin terciptanya kekoherensian.  Jadi syarat terbentuknya

wacana apabila adanya kohesif dan koherensi.

Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif,

antara lain adalah

1.      Konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian  kalimat; atau

menghubungkan paragraf dengan paragraph. Dengan penggunaan konjungsi ini, hubungan itu

menjadi lebih eksplisit, dan akan menjadi lebih jelas bila dibandingkan dengan hubungan yang

tanpa konjungsi. Contohnya: Raja sakit. Permaisuri meninggal.

Pada contoh diatas, hubunngan antara kalimat pertama dengan kalimat kedua itu tidak jelas:

apakah hubungan penambahan, apakah hubungan sebab dan akibat, atau hubungan kewaktuan.

Hubungan menjadi jelas, misalnya diberi konjungsi, dan menjadi kalimat sebagai berikut:

Page 5: MAKALAH Wacana

1.    Raja sakit dan pernaisuri meninggal.

2.    Raja sakit karena permaisuri meninggal.

3.    Raja sakit ketika permaisuri meninggal.

4.    Raja sakit sebelum permaisuri meninggal

5.    Raja sakit. Oleh karena itu, permaisuri meninggal.

6.    Raja sakit, sedangkan permaisuri meninggal.

2.      Menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis. Dengan

menggunakan kata ganti sebagai rujukan anaforis, maka bagian kalimat yang sama tidak perlu di

ulang, melainkan dig anti dengan kata ganti itu. Maka oleh karena itu juga, kalimat-kalimat

tersebut saling berhubungan.

3.      Menggunakan ellipsis, yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang

lain. Dengan ellipsis, karena tidak di ulangnya bagian yang sama, maka wacana itu tampak

menjadi lebih efektif, dan penghilangan itu sendiri menjadi alat penghubung kalimat di dalam

wacana itu.

Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koherens dapat juga di buat

dengan bantuan berbagai aspek semantik. Caranya, antara lain:

1.    Menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana.

Misalnya:

a.       Kemarin hujan turun lebat sekali. Hari ini cerahnya bukan main.

b.      Saya datang anda pergi. Saya hadir, anda absen. Maka, mana mungkin kita bisa bicara.

2.    Menggunakan hubungan generik-spesifik; atau sebaliknya spesifik-generik. Misalnya:

a.       Pemerintah berusaha menyediakan kendaraan umum sebanyak-banyaknya dan akan berupaya

mengurangi mobil-mobil pribadi.

b.      Kuda itu jangan kau pacu terus. Binatang juga perlu beristirahat.

3.    Menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah

kalimat dalam satu wacana. Misalnya:

a.       Dengan cepat di sambarnya tas wanita pejalan kaki itu. Bagai elang menyambar anak ayam.

b.      Lahap benar makanannya. Seperti orang yang sudah satu minggu tidak ketemu nasi.

4.    Menggunakan hubungan sebab-akibat di antara isi kedua bagian kalimat; atai isi antara dua buah

kalimat dalam satu wacana. Misalnya:

a.       Dia malas, dan sering kali bolos sekolah. Wajarlah kalau tidak naik kelas.

Page 6: MAKALAH Wacana

b.      Pada pagi hari bus selalu penuh sesak. Bernafas pun susah di dalam bus itu.

5.    Menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana. Misalnya:

a.       Semua anaknya di sekolahkan. Agar kelak tidak seperti dirinya.

b.      Banyak jembatan layang di bangun di Jakarta. Supaya kemacetan lalu lintas teratasi.

6.    Menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada dua kalimat

dalam satu wacana. Misalnya:

a.       Becak sudah tidak ada lagi di Jakarta. Kendaraan roda tiga itu sering di tuduh memacetkan lalu

lintas.

b.      Kebakaran sering melanda Jakarta. Kalau dia datang si jago merah itu tidak kenal waktu, siang

ataupun malam.

D.    Ciri-ciri wacana

1.      Dalam wacana perlu ada unsur-unsur susun atur menurut sabab, akibat, tempat, waktu,

keutaamaan dan sebagainya.

2.      Wacana harus mempunyai andaian dan inferensi. Maklumat pertama dalam wacana di gelar

andaian manakala maklumat berikutnya disebut inferensi.

3.      Setiap kata dalam wacana harus ada maklumat baru yang ada dalam kata sebelumnya.

Page 7: MAKALAH Wacana

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal

merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka

dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa

dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa

keraguan apapun. Untuk membuat sebuah wacana yang baik itu, harus memenuhi persyaratan

terbentuknya wacana. Terbentuknya wacana dibutuhkan adanya kohesif dan koherens di dalam

hubungan antar kalimat di dalam wacana.

B.     Saran

Adapun saran bagi pembaca antara lain:

1.      Bagi pembuatan wacana harus memperhatikan kohesif dan koherens di dalam sebuah wacana.

Karena tanpa kohesif dan koherens kita tidak dapat memahami maksud atau tujuan yang ada di

dalam sebuah wacana tersebut.

2.      Pembaca harus memperhatikan kaidah penulisan yang ada di dalam sebuah wacana.

3.      Dalam pembuatan wacana diharapkan tidak terdapat penyimpangan kata ataupun kalimat.

Page 8: MAKALAH Wacana

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta