makalah tunalaras

30
HAMBATAN EMOSI DAN PERILAKU SERTA LAYANAN BIMBINGANNYA Makalah Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus (BABK) Oleh : TANTI HERYANI 100641313 Kelas : B.9 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON 2012

Upload: tanty-syifa-nugraha

Post on 05-Aug-2015

1.781 views

Category:

Documents


27 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH TUNALARAS

HAMBATAN EMOSI DAN PERILAKU SERTA LAYANAN

BIMBINGANNYA

Makalah

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas

mata kuliah Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus (BABK)

Oleh :

TANTI HERYANI 100641313

Kelas : B.9

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON

2012

Page 2: MAKALAH TUNALARAS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam perjalanan hidup manusia, setelah melalui masa perkawinan

memiliki anak yang sehat secara fisik dan psikologis menjadi harapan

berikutnya. Namun tidak semua harapan manusia bisa menjadi kenyataan,

sebagian kecil orang tua memiliki anak yang sejak kecil telah memiliki

kelainan. Kelainan bawaan semacam itu bisa terjadi karena selama masa

kehamilan kondisi kesehatan ibu secara fisik dan atau psikologis kurang

terjaga, sehingga mengganggu dan menghambat perkembangan janin dalam

perut ibu. Penyebab lain seringkali juga tidak diketahui dengan pasti,

sehingga terjadi diluar jangkauan kemampuan manusia untuk mencegahnya.

Down Syndrom merupakan salah satu kelainan bawaan, yang terjadi

karena ada kelainan kromosom pada saat kehamilan berlangsung. Selain

terlihat dari penampilan fisik dengan ciri2 tertentu, juga disertai dengan

keterbelakangan mental, dengan taraf mungkin berat, sedang atau ringan.

Dengan keterbatasannya tersebut memang sulit diharapkan perkembangan

yang normal/seperti anak yang lahir normal, walaupun berbagai upaya telah

dilakukan. Perkembangan manusia sangat dipengaruhi oleh faktor bawaan

dan lingkungan.

Setiap orang dalam sebuah masyarakat diharapkan untuk menyesuaikan

diri dengan standar perilaku tertentu. Norma-norma perubahan perilaku pada

saat anak-anak tumbuh dan berkembang melalui berbagai tahap kehidupan

mereka. Perilaku-perilaku tertentu, seperti mengkomunikasikan rasa lapar

melalui tangisan, mungkin cocok untuk usia tertentu misalnya bayi tetapi

tidak untuk semua (misalnya, masa remaja). Sebuah masyarakat

memberikan norma-norma tingkah laku untuk berbagai tahap perkembangan

dan untuk lingkungan-lingkungan yang spesifik. Misalnya, anak-anak

diharapkan secara umum tenang, tertib, kooperatif, dan penuh perhatian saat

belajar di sekolah. Anak-anak diharapkan untuk mencintai, membantu dan

taat kepada orangtua mereka di rumah. Anak-anak yang perilakunya tidak

Page 3: MAKALAH TUNALARAS

konsisten dengan harapan masyarakat cenderung dianggap mengalami

masalah. Beberapa masalah perilaku ditunjukkan secara jelas dalam

perilaku- perilaku yang mencolok, sementara yang lain pada dasarnya

perilaku emosional atau psikologis.

Dengan demikian, istilah gangguan perilaku dan gangguan emosi,

muncul untuk digunakan bergantian untuk kalangan cacat ataupun seringkali

digabungkan dalam satu istilah: emosional/perilaku gangguan (EBD;

emotional/ behavioral disorders).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya sebagai

berikut:

1. Apakah yang di maksud dengan hambatan emosi dan perilaku?

2. Sebutkan ciri-ciri seseorang dikatakan memiliki hambatan emosi dan

perilaku?

3. Apa sajakah faktor penyebab hambatan emosi dan perilakunya?

4. Layanan bimbingan yang bagaimana untuk mengatasi anak yang memiliki

hambatan emosi dan perilaku?

5. Asesment apakah yang cocok untuk mengatasi anak yang memiliki

hambatan emosi dan perilaku?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuannya adalah untuk:

1. Menjelaskan pengertian dari hambatan emosi dan perilaku.

2. Mengetahui ciri-ciri seseorang dikatakan memiliki hambatan emosi dan

perilaku.

3. Mengetahui penyebab hambatan emosi dan perilakunya.

4. Mengetahui layanan bimbingan untuk mengatasi anak yang memiliki

hambatan emosi dan perilaku.

5. Mengetahui asesment yang cocok untuk mengatasi anak yang memiliki

hambatan emosi dan perilaku.

Page 4: MAKALAH TUNALARAS

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah, penyusun panjatkan kehadiran Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kami sehingga penyusun

dapat menyelesaikan makalah “HAMBATAN EMOSI DAN PERILAKU SERTA

LAYANAN BIMBINGANNYA”.

Penyusunan makalah ini dapat terselesaikan karena adanya bantuan dari

beberapa pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Susilawati S.pd, selaku dosen mata kuliah Bimbingan Anak

Berkebutuhan Khusus.

2. Rekan-Rekan penyusun yang telah memberikan bantuan, baik berupa ide,

waktu maupun tenaga demi terselesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini banyak kekurangan, baik

menyangkut isi maupun penulisan. Karena itu kritik dan saran yang membangun

sangat diharapakan oleh penulis untuk menyempurnakan makalah ini. Namun

dalam penulisan makalah ini memiliki tujuan agar makalah ini dapat bermanfaat

bagi pembaca, serta diridlai oleh Allah SWT amiin.

Cirebon, Oktober 2012

Penulis

Page 5: MAKALAH TUNALARAS

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB. I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB. II PEMBAHASAN

A. Pengertian hambatan Emosi dan Perilaku

B. Ciri-ciri anak yang memiliki Hambatan Emosi dan Perilaku

C. Faktor-faktor Penyebab

D. Layanan bimbingan dalam pendidikan

E. Asesment yang cocok untuk mengatasi hambatan emosi dan perilaku

BAB. III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 6: MAKALAH TUNALARAS

BAB II

PEMBAHASAN

F. Pengertian hambatan Emosi dan Perilaku

Gangguan Emosional atau Perilaku (EBD) mengacu pada suatu kondisi

di mana tanggapan perilaku atau emotional seorang individu di sekolah

sangat berbeda dari norma-norma pria/wanita yang umumnya diterima,

sesuai dengan usia, etnis, atau budaya yang mempengaruhi secara berbeda

kinerja pendidikan di wilayah seperti perawatan diri, hubungan sosial,

penyesuaian pribadi, kemajuan akademis, perilaku di ruang kelas atau

penyesuaian terhadap pekerjaan. Gangguan EBD lebih dari respon yang

diharapkan dan bersifat sementara terhadap tekanan pada lingkup anak-anak

atau remaja dan akan bertahan bahkan dengan intervensi individual, seperti

umpan balik kepada individu, konsultasi dengan orang tua atau keluarga

serta modifikasi pada lingkungan pendidikan. Keputusan kelayakan harus

didasarkan pada beberapa sumber data tentang berfungsinya perilaku

individu atau emosional. EBD harus dilampirkan dalam setidaknya dua

pengaturan yang berbeda, setidaknya salah satu yang harus terkait dengan

sekolah.

Para guru di sekolah reguler perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan

beserta karakteristik anak dengan gangguan emosi dan perilaku agar mampu

melakukan identifikasi terhadap mereka, baik yang sudah menjadi terdaftar

sebagai peserta didik pada sekolah yang bersangkutan maupun yang belum

masuk sekolah yang ada atau bertempat tinggal di sekitar sekolah.

Secara definitif anak dengan gangguan emosi dan perilaku adalah anak

yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak

sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia

maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun

orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi

kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya (ditjenPLB.com, 2006).

Page 7: MAKALAH TUNALARAS

G. Ciri-ciri anak yang memiliki Hambatan Emosi dan Perilaku

Dirjen PLB merumuskan ciri-ciri perilaku anak dengan gangguan emosi

dan perilaku dengan tipe externalizing behavior setidak-tidaknya memiliki

empat ciri (http://www.ditplb.or.id, 2006), yaitu :

1. Bersikap membangkang.

2. Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah.

3. Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu.

4. Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum.

Hallahan dan Kauffman (2006) dapat dimulai dari tiga ciri khas kondisi

emosi dan perilaku, antara lain yaitu :

1. Tingkah laku yang sangat ekstrim dan bukan hanya berbeda dengan

tingkah laku anak lainnya.

2. Suatu problem emosi dan tingkah perilaku yang kronis, yang tidak

muncul secara langsung.

3. Tingkah laku yang tidak diharapkan oleh lingkungan karena

bertentangan dengan harapan sosial dan cultural.

Heward & Orlansky (1988) dalam Sunardi (1996) mengatakan seseorang

dikatakan mengalami gangguan perilaku apabila memiliki satu atau lebih

dari lima karakteristik berikut dalam kurun waktu yang lama, yaitu:

1. Ketidakmampuan untuk belajar yang bukan disebabkan oleh faktor

intelektualitas, alat indra maupun kesehatan.

2. Ketidakmampuan untuk membangun atau memelihara kepuasan dalam

menjalin hubungan dengan teman sebaya dan pendidik.

3. Tipe perilaku yang tidak sesuai atau perasaan yang di bawah keadaan

normal.

4. Mudah terbawa suasana hati (emosi labil), ketidakbahagiaan, atau

depresi.

5. Kecenderungan untuk mengembangkan simtom-simtom fisik atau

6. Ketakutan-ketakutan yang diasosiasikan dengan permasalahan

permasalahan pribadi atau sekolah.

Page 8: MAKALAH TUNALARAS

Simptom gangguan emosi dan perilaku biasanya dibagi menjadi dua

macam, yaitu externalizing behavior dan internalizing behavior.

Externalizing behavior memiliki dampak langsung atau tidak langsung

terhadap orang lain, contohnya perilaku agresif, membangkang, tidak patuh,

berbohong, mencuri, dan kurangnya kendali diri. Internalizing behavior

mempengaruhi siswa dengan berbagai macam gangguan seperti kecemasan,

depresi, menarik diri dari interaksi sosial, gangguan makan, dan

kecenderungan untuk bunuh diri. Kedua tipe tersebut memiliki pengaruh

yang sama buruknya terhadap kegagalan dalam belajar di sekolah (Hallahan

& Kauffman, 1988; Eggen & Kauchak, 1997).

H. Faktor-faktor Penyebab

Secara tepat (beberapa) penyebab dari gangguan emosi dan perilaku

dalam individu biasanya tidak diketahui karena sejumlah variabel yang

terlibat. Kita jarang mampu melacak setiap satu variabel dengan kepastian

sebagai penyebab gangguan emosi dan perilaku. Namun demikian, empat

area umum diidentifikasi turut berperan untuk terjadinya gangguan emotioal

dan perilaku: biologis, lingkungan atau keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Diantaranya sebagai berikut:

1. Faktor biologis

Beberapa penyebab biologis telah ditemukan berhubungan dengan

gangguan emosi dan perilaku tertentu. Contohnya termasuk anak-anak

yang lahir dengan sindrom alkohol janin yang menunjukkan masalah

dalam pengendalian impuls dan hubungan interpersonal yang dihasilkan

dari kerusakan otak. Malnutrisi dapat juga menyebabkan perubahan

perilaku dalam penalaran dan berpikir (Ashem dan Janes, 1978). Selain

itu, kelainan seperti skizofrenia mungkin memiliki dasar genetik.

2. Faktor lingkungan atau keluarga

Keluarga sangat penting dalam perkembangan anak-anak. Interaksi

negatif atau tidak sehat di dalam keluarga seperti pelecehan dan

penelantaran, kurangnya pengawasan, minat, dan perhatian, dapat

Page 9: MAKALAH TUNALARAS

mengakibatkan atau memperburuk kesulitan emosional yang ada dan/

atau kesulitan perilaku. Di sisi lain, interaksi yang sehat seperti

kehangatan dan responsif, disiplin. konsisten dengan panutan, dan

perilaku yang mengharapkan penghargaan dapat sangat meningkatkan

perilaku positif pada anak-anak (Anderson, 1981).

3. Faktor Sekolah

Guru memiliki pengaruh yang sangat besar dalam interaksi dengan

siswa. Interaksi positif dan produktif guru-murid dapat meningkatkan

pembelajaran siswa dan perilaku sekolah yang sesuai serta memberikan

dukungan ketika siswa mengalami masa-masa sulit. Lingkungan

akademik yang tidak sehat dengan guru yang tidak terampil atau tidak

sensitif dapat menyebabkan atau memperburuk perilaku atau gangguan

emosi yang sudah ada.

4. Faktor Masyarakat

Masalah masyarakat, seperti kemiskinan ekstrim disertai dengan

gizi buruk, keluarga yang tidak berfungsi, berbahaya dan lingkungan

yang penuh kekerasan, dan perasaan putus asa, dapat mengakibatkan

atau memperburuk gangguan emosi atau perilaku.

Kita tidak boleh melupakan contoh anak muda yang telah selamat

dari situasi yang mengerikan dan tumbuh menjadi orang dewasa yang

sehat. Kita belajar dari individual yang ulet ini bahwa lingkungan yang

merugikan tidak tak terhindarkan untuk menyebabkan kesulitan

emosional atau perilaku.

I. Layanan bimbingan dalam pendidikan

Di dalam pelaksanaannya beberapa bentuk penyelenggaraan pendidikan

anak tunalaras antara lain adalah sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan di sekolah reguler. Jika

diantara murid di sekolah tersebut ada anak yang menunjukan gejala

kenakalan ringan segera para pembimbing memperbaiki mereka. Mereka

Page 10: MAKALAH TUNALARAS

masih tinggal bersama-sama kawannya di kelas, hanya mereka mendapat

perhatian dan layanan khusus.

2. Kelas khusus apabila anak tunalaras perlu belajar terpisah dari teman

pada satu kelas. Kemudian gejala-gejala kelainan baik emosinya

maupun kelainan tingkah lakunya dipelajari. Diagnosa itu diperlukan

sebagai dasar penyembuhan. Kelas khusus itu ada pada tiap sekolah dan

masih merupakan bagian dari sekolah yang bersangkutan. Kelas khusus

itu dipegang oleh seorang pendidik yang berlatar belakang PLB dan atau

Bimbingan dan Penyuluhan atau oleh seorang guru yang cakap

membimbing anak.

3. Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras tanpa asrama Bagi Anak

Tunalaras yang perlu dipisah belajarnya dengan kata kawan yang lain

karena kenakalannya cukup berat atau merugikan kawan sebayanya.

4. Sekolah dengan asrama. Bagi mereka yang kenakalannya berat,

sehingga harus terpisah dengan kawan maupun dengan orangtuanya,

maka mereka dikirim ke asrama. Hal ini juga dimaksudkan agar anak

secara kontinyu dapat terus dibimbing dan dibina. Adanya asrama adalah

untuk keperluan penyuluhan.

Beberapa penelitian juga mengungkapkan bahwa pendidikan yang tepat

untuk anak-anak Tunalaras ini adalah pendidikan Inklusi. Pendidikan inklusi

ini sendiri merupakan pendidikan tidak berpihak pada homogenitas

sekelompok siswa. Dengan kata lain secara implikasi pendidikan ini

merupakan pendidikan yang tidak mengenal penyetaraan baik kemampuan

akademik maupun non akademik bagi calon siswa, dan tidak pula mengenal

istilah ‘mengeluarkan’ siswa dari sekolah karena bermasalah. Pendidikan ini

memungkinkan siswa untuk belajar bersama dengan anak normal lainnya,

dan menyatakan penerimaan sepenuhnya pada anak berkebutuhan khusus,

termasuk didalamnya anak-anak tunalaras.

Page 11: MAKALAH TUNALARAS

Beberapa hal yang sebenarnya menyebabkan pendidikan inklusi banyak

direkomendasikan untuk pendidikan anak tunalaras ini antara lain yaitu :

1. Pendidikan inklusi mau merekrut semua jenis siswa Pendidikan ini

menyatakan bahwa anak yang beresiko tidak disukai bahkan mengalami

penolakan lingkungan (Farell, 2008) sebagai sesuatu yang khas menimpa

anak dengan tunalaras.

2. Pendidikan inklusi menghindarkan semua aspek negatif seperti labeling.

Labeling merupakan hal yang dapat memberikan dampak buruk pada

mereka yang diberi label negatif, dan sering kali mereka yang mendapat

label adalah anak-anak kebutuhan khusus. Dengan penerimaan pada

anak kebutuhan khusus dan normal dalam satu lingkungan belajar, tentu

perasaan inferioritas tersebut bisa dihindarkan.

3. Pendidikan inklusi selalu melakukan checks dan balances. Pendidikan

inklusi bukan hanya diatur oleh pihak formal, pemerintah dan sekolah

sebagai penyelenggara. Dimana pendidikan ini memerlukan

keseimbangan terkait pihak-pihak yang berkaitan dengan siswa itu

sendiri, seperti orang tua, masyarakat, serta ahli terkait dengan

karakteristik khusus (Farrell, 2008).

Sejalan dengan pendidikan Inklusi, hal yang juga penting untuk

pendidikan anak Tunaraksa adalah Welcoming school. Ketika komunitas

sekolah, seperti guru dan anak-anak bekerja bersama-sama untuk

meminimalkan hambatan yang dihadapi anak dalam belajar dan

mempromosikan keikutsertaan dari seluruh anak di sekolah, maka ini

merupakan salah satu ciri dari sekolah yang ramah (Welcoming School).

Welcoming School ini telah diperkuat dalam Pernyataan Salamanca

(Salamanca Statement 1994) yang ditetapkan pada konferensi Dunia tentang

Pendidikan Kebutuhan Khusus tahun 1994 yang mengakui bahwa

“Pendidikan untuk Semua” (Education for All) sebagai suatu institusi. Hal

ini bisa dimaknai bahwa setiap anak dapat belajar (all children can learn),

setiap anak berbeda (each children are different) dan perbedaan itu

merupakan kekuatan (difference ist a strength), dengan demikian kualitas

Page 12: MAKALAH TUNALARAS

proses belajar perlu ditingkatkan melalui kerjasama dengan siswa, guru,

orang tua, dan komunitas atau masyarakat.

Di Sekolah yang Ramah (Welcoming Schools) semua komunitas sekolah

mengerti bahwa tujuan pendidikan adalah sama untuk semua, yaitu semua

murid mempunyai hak untuk merasa aman dan nyaman (to be save and

secure), untuk mengembangkan diri (to develop a sense of self), untuk

membuat pilihan (to make choices), untuk berkomunikasi (to communicate),

untuk menjadi bagian dari komunitas (to be part of a community), untuk

mampu hidup dalam situasi dunia yang terus berubah (live in a changing

world), untuk menghadapi banyak transisi dalam hidup, dan untuk memberi

kontribusi yang bernilai (to make valued contributions).

J. Asesment yang cocok untuk mengatasi hambatan emosi dan perilaku

Asesmen pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus merupakan satu

prosessistematik dengan menggunakan instrumen yang relevan untuk

mengetahui perilaku belajar anak bertujuan penempatan dan pembelajaran

(Wallace & Mc Loughlin,1979). Segala informasi yang berkaitan dengan

individu anak harus dikumpulkan dan karenanya, asesmen pendidikan

khusus merupakan upaya interdisipliner melibatkan berbagai profesi, seperti

dokter, fisioterapis, ahli bina wicara, psikolog, psikiater, dan profesi lain.

Ada beberapa istilah lain yang berkaitan dengan asesmen, yaitu

pengujian (testing) dan diagnosa. Kedua istilah ini memang berhubungan

erat dengan istilah asesmen, tetapi bukan sinonim. Testing adalah pemberian

seperangkat pertanyaankepada peserta dalam kondisi sangat terstruktur.

Respon yang diperoleh dari tessedapat mungkin berupa data kuantitatif,

mungkin berupa angka, daftar keterampilanyang telah dikuasai, dan

sebagainya. Testing hanya merupakan salah satu strategidalam asesmen

pendidikan untuk mengumpulkan informasi tentang ALB. Diagnosis adalah

proses penentuan penyebab penyakit atau kelainan dan

mendiskripsikan penyembuhan yang cocok. Jenis penyakit atau kelainan

Page 13: MAKALAH TUNALARAS

dinyatakan dalam satu label,misalnya schizoid dan label tersebut sudah

menunjukkan implikasi penyembuhan.

Asesmen merupakan kegiatan penyaringan terhadap anak-anak yang

telah teridentifikasi sebagai anak berkebutuhan khusus . Kegiatan asesmen

dapat dilakukan oleh guru (untuk beberapa hal), dan tenaga profesional lain

yang tersedia sesuai dengan kompetensinya. Kegiatan asesmen yang cocok

untuk anak yang memiliki hambatan emosi dan perilaku yaitu sebagai

berikut:

1. Asesemen Psikologik, Emosi dan Sosial.

Asesmen psikologik dapat digunakan untuk mengetahui potensi

intelektual dan kepribadian anak, Juga dapat diperluas dengan tingkat

emosi dan sosial anak. Oleh sebab itu asesmen ini sangat cocok untuk

untuk anak penyandang tunalaras agar seorang guru dapat mengetahui,

mengontrol dan mengawasi penyandang tunalaras terhadap hasil

akademik untuk perkembangan intelektual serta perkembangan terhadap

gangguan emosi dan peilaku.

2. Asesemen lain yang dianggap perlu

Misalnya aspek kesehatan, status gizi dan perkembangan fisik

anak. Informasi ini sangat penting karena aspek kesehatan sangat

berpengaruh terhadap kinerja belajar anak.

Ada bagian-bagian tertentu yang dalam pelaksanaan asesmen

mebutuhkan tenaga profesional sesuai dengan kewenangannya. Guru dapat

membantu dan memfasilitasi terselenggaranya asesmen tersebut sesuai

dengan kemampuan orang tua dan sekolah.

Page 14: MAKALAH TUNALARAS

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara definitif anak dengan gangguan emosi dan perilaku adalah anak

yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak

sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia

maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun

orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi

kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya (ditjenPLB.com, 2006).

Ciri-ciri perilaku anak dengan gangguan emosi dan perilaku dengan tipe

externalizing behavior setidak-tidaknya memiliki empat ciri

(http://www.ditplb.or.id, 2006), seperti bersikap membangkang, mudah

terangsang emosinya/emosional/mudah marah, sering melakukan tindakan

agresif, merusak, mengganggu dan bertindak melanggar norma sosial/norma

susila/hukum.

Secara tepat (beberapa) penyebab dari gangguan emosi dan perilaku

dalam individu biasanya tidak diketahui karena sejumlah variabel yang

terlibat. Kita jarang mampu melacak setiap satu variabel dengan kepastian

sebagai penyebab gangguan emosi dan perilaku. Namun demikian, empat

area umum diidentifikasi turut berperan untuk terjadinya gangguan emotioal

dan perilaku: biologis, lingkungan atau keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Program layanan pendidikan untuk anak dengan gangguan emosi dan

perilaku di sekolah dasar hendaknya mulai dirintis untuk menjawab

kemungkinan keberadaan mereka di sana. Peningkatan kemampuan

identifikasi guru terhadap keberadaan anak-anak ini menjadi prasyarat

mutlak yang diperlukan dalam pengelolaan gangguan emosi dan perilaku

sekaligus untuk merancang program pendidikan dan pembelajaran yang

sesuai untuk mereka di lingkungan sekolah dasar. Beberapa fase dari proses

identifikasi akan melibatkan praktisi atau profesional lain yang berkaitan

dengan anak. mengalami gangguan emosi dan perilaku.

Page 15: MAKALAH TUNALARAS

Asesmen pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus merupakan satu

prosessistematik dengan menggunakan instrumen yang relevan untuk

mengetahui perilaku belajar anak bertujuan penempatan dan pembelajaran

(Wallace & Mc Loughlin,1979). Segala informasi yang berkaitan dengan

individu anak harus dikumpulkan;dan karenanya, asesmen pendidikan

khusus merupakan upaya interdisipliner melibatkan berbagai profesi, seperti

dokter, fisioterapis, ahli bina wicara, psikolog, psikiater, dan profesi lain.

B. Saran

Berdasarkan dari kesimpulan yang penulis paparkan diatas, maka dapat

disarankan bahwa:

1. Para guru di sekolah reguler perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan

beserta karakteristik anak dengan gangguan emosi dan perilaku agar

mampu melakukan identifikasi terhadap mereka, baik yang sudah

menjadi terdaftar sebagai peserta didik pada sekolah yang bersangkutan

maupun yang belum masuk sekolah yang ada atau bertempat tinggal di

sekitar sekolah.

2. Seorang guru diharapkan bias membedakan cirri-ciri serta karakteristik

anak berkebutuhan khusus

3. Dengan mengetahui penyebab anak memiliki hambatan emosi dan

perilaku maka seorang guru diharapkan dapat mencegah terulang

kembali pada anak yang normal.

4. Dengan mengetahui layanan bimbingan anak berkebutuhan khusus disni

hambatan emosi dan perilaku diharapkan seorang guru dapat

maksimalkan dalam memberikan pengajaran di kelas.

5. Seorang guru harus menguasai assessment yang cocok untuk mengatasi

anak yang memiliki hambatan emosi dan perilaku.

Page 16: MAKALAH TUNALARAS

DAFTAR PUSTAKA

A. Edward Blackhurst & William H. Berdine. (1981). An Introduction to Special Education. Little, Brown and Company : Boston.

Bill Rogers. (1994). Recovery Behaviour. Terj. A.D Rahayu. (2004). Pemulihan Perilaku, Program Menyeluruh untuk Sekolah-sekolah Umum. Grasindo: Jakarta.

Hallahan, D.P. & Kauffman, J.M. (1988). Exceptional Children: Introduction to Special Education. 4th ed. New Jersey: Prentice Hall.

Hewett & Frank D. (1968). The Emotionally Disturbed Child in The Classroom. Ellyn and Bacon, Inc : USA.

Mahabbati, Aini. 2006. Identifikasi Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku di Sekolah Dasar. JURNAL PENDIDIKAN KHUSUS (JPK) ISSN 1858-0998. Vol.2 No.2 Nopember.

Nafsiah Ibrahim, Rohana Aldy. (1996). Etiologi dan Terapi Anak Tunalaras, Depdiknas Dikti.

Nancy H. Fallen & Warren Umansky. 1989. Young Children with Special Needs. Ohio : A Bell & Howell Company.

Sunardi. (1996). Ortopedagogik Anak Tunalaras I, Depdiknas Dikti.

Triyanto Pristiwaluyo & M. Sodiq AM. (2005). Pendidikan Anak Gangguan Emosi. Depdiknas Dikti.

http://www.ditplb.or.id/profile .

http://id.wikipedia.org/wiki .

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132318126/ARTIKEL%202006%20IDENTIFIKASI.pdf

http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2008/12/13

http://singkrof.blogspot.com/2012/06/anak-dengan-gangguan-emosi-dan-perilaku.html

http://adapa08.wordpress.com/2009/06/17/pendidikan-bagi-anak-tunalaras/

Page 17: MAKALAH TUNALARAS

LAMPIRAN-LAMPIRAN

A. Identifikasi Anak

Biodata Anak

Nama :

Temp. Tgl. Lahir :

Usia :

Agama :

Berat Badan :

Saudara :

Sekolah :

Kelas :

Alamat :

Hobby :

Biodata Orang Tua

Nama Ayah :

TTL :

Usia :

Agama :

Pekerjaan :

Pendidikan Terakhir:

 

Nama Ibu :

TTL :

Usia :

Agama :

Pekerjaan :

Pendidikan Terakhir:

Page 18: MAKALAH TUNALARAS

B. Riwayat Kesehatan Anak

…..C. Hasil Asesmen

1. Instrumen hasil observasi di Sekolah dan di Lingkungan RumahPengisi Instrumen :Tanggal Pelaksanaan :

 Aspek yang diamatiJawaban

KeteranganYa Tidak

SOSIAL  1. Anak dapat menyebutkan identitas dirinya2. Anak dapat memulai percakapan dengan

teman sebayanya3. Anak dapat mengajak teman untuk bermain4. Anak dapat berempati apabila ada teman

yang tidak mempunyai mainan5. Anak dapat berkomunikasi dengan teman

sebayanya atau dengan orang yang lebih dewasa

6. Anak dapat menjalin hubungan dengan orang-orang yang baru dikenalnya

7. Anak mau membagi makanan dengan teman sebayanya

8. Anak memiliki ketertarikan yang besar untuk bergabung dengan anak lain yang sebayanya

9. Anak menegur temannya atau orang yang ia kenal saat bertemu di jalan.

10. Anak memiliki empati terhadap bintang seperti ayam, kucing atau anjing Mis. Memberikan makan

11. Anak memiliki sifat agresif dan posesisf yang tinggi akan suatu hal

     

       

Pengisi Instrumen :Tanggal Pelaksanaan :

Aspek yang diamatiFREKUENSI

Ket30 menit

I jam

2 Jam

PEMBELAJARAN    

1. Anak telat masuk kelas2. Anak tidak konsentrasi dengan pelajarannya3. Anak merasa tidak nyaman di tempat

       

Page 19: MAKALAH TUNALARAS

duduknya4. Anak menggangu teman di kelasnya5. Anak memukul meja atau kursi6. Anak membanting alat-alat belajarnya seperti

buku / pensil7. Anak marah-marah karena alas an yang tidak

jelas8. Anak berteriak di kelas9. Anak menangis tanpa sebab yang jelas10. Anak menunjukkan kecemasan akan dirinya11. Anak izin ke luar kelas12. Anak sibuk dengan buku-bukunya dan tidak

mendengarkan perintah guru13. Anak telat mengumpulkan tugas14. Anak tidak mengerjakan tugas-tugas yang

diberikan guru15. Anak memukul teman sebangkunya16. Anak memakan bekalnya di kelas.17. Anak membentak guru ketika diberi tahu /

dinasihati18. Anak tidur di kelas 

2. Instrumen yang diisi oleh Orang Tua

Aspek yang diamatiJawaban Ket

Ya Tidak

SOSIAL & EMOSI  

Page 20: MAKALAH TUNALARAS

1. Anak merespon dengan baik perintah dari orang tua

2. Anak dapat memulaik komunikasi dengan orang-orang di rumah

3. Anak menunjukkan rasa empati kepada keluarga4. Anak mudah tersenyum social dengan orang-

orang rumah5. Anak menunjukkan rasa sayangnya kepada

kelaurga seperti memeluk atau mencium ibu atau ayahnya

6. Anak dapat bergabung ketika keluarga sedang berkumpul seperti duduk bersama ketika nonton TV

7. Anak mudah tersinggung 8. Agresivitas anak akan suatu hal 9. Anak mudah marah akibat hal-hal kecil seperti

diambil mainannya10. Anak memiliki teman yang banyak11. Anak memiliki masalah dalam membina hubungan

dengan teman sebayanya dan keluarga12. Anak suka berekreasi seperti pergi berenang 13. Anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap

sesuatu hal yang baru.

     

3. Wawancara dengan Orang Tua

Berisi tentang tanya jawab antara anda dengan orang tua mengenai

segala macam perkembangan dan pertumbuhan anak Lebih detail lagi kita

bisa bertanya mengenai pre, natal, dan post natal kepada Ibu.

4. Wawancara Dengan Guru

Berisi tanya jawab dengan guru kelas yang memang mengamti

perkembangan belajar anak. Di sini juga kita mengumpulkan informasi yang

relevan mengenai anak. Pancing guru untuk mengemukakan kelebihan dan

kekurangan anak dalam pembelajaran serta minat anak dalam bidang

akdemik atau non akademik. 

5. Hasil belajar anak (akademik )

Kita dapat melihat portofolio anak, dari sini kita bisa mengetahui juga

apakah anak memiliki kesulitan dalam masalah akademik.