makalah tujuan hukum islam

30
MAKALAH FILSAFAT HUKUM ISLAM “TUJUAN HUKUM ISLAM” Dosen pengampu: DISUSUN OLEH: ABDUL SANI IRWAN DEFRIYANTO RAMADHAN JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN 1

Upload: shi-cho-juventini

Post on 31-Dec-2015

560 views

Category:

Documents


79 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Tujuan Hukum Islam

MAKALAH FILSAFAT HUKUM ISLAM

“TUJUAN HUKUM ISLAM”

Dosen pengampu:

DISUSUN OLEH:

ABDUL SANI

IRWAN DEFRIYANTO

RAMADHAN

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS SYARI’AH IAIN STS JAMBI

2013

1

Page 2: Makalah Tujuan Hukum Islam

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan

Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan

penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk

maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi

keguruan.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun

isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang

saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca

untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk

kesempurnaan makalah ini.

Jambi, Nov 2013

penulis

2

Page 3: Makalah Tujuan Hukum Islam

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tidak dapat dipungkiri bahwa umat Islam di Indonesia adalah unsur

paling mayoritas. Dalam tatanan dunia Islam internasional, umat Islam

Indonesia bahkan dapat disebut sebagai komunitas muslim paling besar yang

berkumpul dalam satu batas teritorial kenegaraan.

Karena itu, menjadi sangat menarik untuk memahami hukum Islam di

tengah-tengah komunitas Islam terbesar di dunia itu. Pertanyaan-pertanyaan

seperti seberapa jauh pengaruh kemayoritasan kaum muslimin Indonesia itu

terhadap penerapan hukum Islam di Tanah Air ? Maka dapat dijawab dengan

hukum Islam di Indonesia.

Tuhan Mensyari’atkan hukum-Nya bagi manusia tentunya bukan

tanpa tujuan, melainkan demi kesejahteraan, kemaslahatan manusia itu sendiri.

Perwujudan perintah tuhan dapat dilihat lewat Al-qu’ran dan penjabaran dapat

tergambar dari hadis Nabi Muhammad SAW. Manusia luar biasa yang

memiliki hak khusus untuk menerangkan kembali maksud Tuhan dalam Al-

qur’an. Tidak satu pun kalam Tuhan yang berakhir sia-sia tanpa dimengerti

oleh hamba-Nya bahkan mungkin berakibat rusaknya tatanan hidup manusia.

Kalam Tuhan tidak diinterpretasikan secara kaku (rigid) sehingga berakibat

tidak terejawantahkan nilai-nilai kemaslahatan universal bagi manusia.

Demi kemaslahatan manusia, interpretasi terhadap Al-qur’an harus

dilakukan secara arif dan bijaksana dengan menggunakan pendekatan filsafat.

Dengan demikian nilai-nilai filosofis (substansial) dalam Al-qur’an akan

mampu terungkap. Teraplikasikannya kemaslahatan manusia (maslahatul

ummat) merupakan cita-cita Tuhan (tujuan) menurunkan risalah-Nya jadi,

jangan membiarkan Alquran dan menggiringnya menjadi mimpi-Nya yang

tidak terungkap dan tidak tersentuh sama sekali (untouchable).

Dalam pandangan aksiologi, ilmu pengetahuan dijadikan sebagai alat

untuk meningkatkan kebudayaan dan kemajuan bagi manusia secara 3

Page 4: Makalah Tujuan Hukum Islam

keseluruhan di dunia ini . dalam konsep Al-qur’an tujuannya mencakap dunia

dan kehidupan setelah di dunia ini yang dalam bahasa al-Syatibi disebutkan

kebaikan dan kesejateraan ummat manusia.

1.2 Rumusan Masalah

1.1.1. Apa tujuan hukum Islam itu?

1.1.2. Bagaimana aspek – aspek hukum Islam itu ?

1.3 Tujuan

1.1.3. Mengetahui tujuan hukum Islam tersebut.

1.1.4. Mengetahui aspek – aspek hukum Islam tersebut.

4

Page 5: Makalah Tujuan Hukum Islam

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tujuan Hukum Islam

Kajian tentang maksud (tujuan) ditetapkannya hukum dalam lslam

merupakan kajian yang sangat menarik dalam bidang usul fikih. Dalam

perkembangan berikutnya, kajian ini merupakan kajian utama dalam filsafat

hukum lslam. Sehingga dapat dikatakan baahwa istilah maqashid al-syari’ah

identik dengan istilah filsafat hukum lslam (the philosophy of lslamic law).

Istilah yang disebut terakhir ini melibatkan pertanyaan-pertanyaan kritis

tentang tujuan ditetapkannya suatu hukum.

Secara lughawi (etimologi), maqashid al-syari’ah terdiri dari dua kata

yakni maqashid dan al-syari’ah. maqashid berarti kesengajaan atau tujuan.

Syari’ah artinya adalah jalan menuju sumber air atau jalan sumber pokok

kehidupan. Menurut istilah (terminology) maqashid al-syari’ah adalah

kandungan nilai yang menjadi tujuan persyari’atan hukum. Jadi sebagaimana

juga yang dikatakan oleh Ahmad al-Rausini dalam Nazhariyat al-maqashid

‘lnda al-Syatibi, maqashid al-syari’ah adalah maksud atau tujuan

disyari’atkannya hukum lslam.

Al- syatibi mengatakan bahwa doktrin ini (maqashid al-syari’ah)

adalah kelanjutan dan perkembangan dari konsep maslahah sebagaimana telah

dicanangkan sebelum masa al-Syatibi dalam tinjauannya tentang hukum

lslam, ia akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa kesatuan hukum lslam

berarti kesatuan dalam asal-usulnya dan terlebih lagi dalam tujuan

hukumnnya. Untuk menegakkan tujuan hukum ini, ia mengemukakan

ajarannya tentang maqashid al-syari’ah dengan penjelasaan bahwa tujuan

hukum adalah satu, yaitu kebaikan dan kesejahteraan umat manusia. Tidaklah

berlebihan bila dikatakan bahwa tidak ditemukan istilah maqashid al-syari’ah

secara jelas sebelum al-Syatibi era sebelumnya hanya pengungkapan masalah

‘illah hukum dan maslahat.

Dalam karyanya al-Muwafaqat, al-Syatibi mempergunakan kata yang

berbeda-beda berkaitan dengan maqashid al-syari’ah. Fi al-syari’ah dan al-

5

Page 6: Makalah Tujuan Hukum Islam

maqashid min syar’I alhukum. Namun, pada prinsipnya semuanya

mengandung makna yang sama yaitu tujuan hukum yang diturunkan oleh

Allah SWT.

Menurutnya, sesungguhnya syari’at itu bertujuan mewujudkan

kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Kajian ini bertolak dari

pandangan bahwa semua kewajiban (taklif) diciptakan dalam rangka

merealisasikan kemaslahatan hamba, tidak satu pun hukum Allah yang tidak

mempunyai tujuan. Sama dengan taklif mala mala yuthoq (membebankan

sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan). Suatu hal yang tidak mungkin terjadi

pada hukum-hukum tuhan.

Kandungan maqashid al-syari’ah adalah pada kemaslahatan.

Kemaslahatan itu, melalui analasis maqashid al-syari’ah tidak hanya dilihat

dalam arti teknis belaka, akan tetapi dalam upaya dinamika dan

pengembangan hukum dilihat sebagai sesuatu yang mengandung nilai-nilai

filosofis dari hukum-hukum yang disyari’atkan tuhan kepada manusia.

Rumusan maqasid itu terbagi kepada dua: yang pertama qasd syar’

yang bermakna tujuan pencipta hukum, yaitu terdiri dari beberapa aspek

yakni: tujuan utama pencipta hukum dalam melembagakan hukum itu sendiri;

tujuan melembagakan hukum adalah supaya dapat dipahami dan untuk

menuntut kewajiban taklifi serta memasukkan mukallaf (kondisi mukallaf baik

tingkatannya, ciri-cirinya), relativitasnya dan keabsolutannya. Aspek lain ialah

dimensi taklif yang dapat dipahami oleh subjeknya, tidak terbatas pada kata-

katanya namun juga pemahaman budayanya.

Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan di dunia dan akhirat,

berdasarkan penelitian para ahli usul fikih, ada lima unsur pokok yang harus

dipelihara dan diwujidkan kelima unsur pokok tersebut adalah agama (hifz al-

din), jiwa (hifz al-nafs), akal (hifz al-aql), keturunan (hifz al-nast) dan harta

(hifz al-mal).

Dalam usaha mewujudkan dan memelihara ke lima unsur pokok

tersebut, al-Syatibi membagi kepada tiga tingkatan maqashid atau tujuan

syari’ah, yaitu: pertama, maqashid al-dharuriyaf (tujuan primer). Maqashid ini

dimaksudkan untuk memelihara lima unsur pokok dalam kehidupan manusia.

6

Page 7: Makalah Tujuan Hukum Islam

Kedua, maqashid alhajiyat (tujuan sekunder). Maksudnya untuk

menghilangkan kesulitan atau menjadikan pemeliharaan terhadap lima unsur

pokok menjadi lebih baik lagi. Ketiga, maqashid al-Ahsiniyar (tujuan tertier).

Maksudnya agar manusia dapat melakukan yang terbaik untuk

penyempurnaan pemelihara lima unsur pokok tersebut.

Yang disyari’atkan lslam untuk hal-hal yang Dharuri bagi manusia.

Sebagaimana yang telah dikemukakan, bahwa hal-hal yang dharuri bagi

manusia kembali kepada lima hal, yaitu: agama,jiwa,akal,kehormatan,dan

harta kekayaan. Agama lslam telah mensyari’atkan berbagai hukum yang

menjamin terwujudkan dan terbentuknya masing-masing dari kelima hal

tersebut dan berbagai hukum yang menjamin pemeliharaannya. Agama lslam

mewujudkan hal-hal yang dharuri bagi manusia.

Tujuan Hukum Islam dapat dilihat dari 2 (dua) segi, yaitu :

Segi pembuat Hukum Islam (Allah dan Rasul)

Tujuannya :

- Untuk memenuhi kebutuhan manusia yang bersifat primer, skunder dan

tersier.

- Untuk ditati dan dilaksanakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Segi Manusia

- Sebagai subyek  : Tercapainya keridhoan Allah dalam kehidupan manusia

di dunia dan di akhirat.

- Kepentingan Primer, meliputi :

2.1.1. Memelihara Agama (Hifz al-din)

Secara umum Agama berarti : kepercayaan kepada Tuhan. Sedangkan

Secara khusus Agama adalah sekumpulan akidah, ibadah, hukum dan

undang- undang yang disyari’atkan oleh Allah SWT. Untuk mengatur

hubungan manusia.dengan Tuhan mereka, dan perhubungan mereka

satu sama lain. Untuk mewujudkan dan menegakkan Agama lslam telah

mensyari’atkan iman dan berbagai hukum pokok yang lima yang

menjadi dasar Agama lslam, yaitu: persaksian bahwa tiada

Tuhan.melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan

7

Page 8: Makalah Tujuan Hukum Islam

Allah, mendirikan shalat,mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan

Ramadhan danmenunaikan haji ke Baitullah.

Menjaga atau melihara Agama berdasarkan kepentingannya dapat

dibedakan menjadi tiga tingkat:

a.) Memelihara Agama dalam perinkat dharuriyat yaitu memelihara dan

melaksanakan kewajiban keagamaan yang masuk perinkat, seperti

melaksanakan shalat lima waktu. Kalau shalat diabaikan maka

terancamlah eksistensi agama.

b.)Memelihara Agama dalam perinkat hajiyat, yaitu melaksanakan

ketentuan Agama dengan maksud menghindari kesulitan seperti

shalat jama’dan shalat qashar bagi orang yang sedang bepergian.

Kalau ketentuan ini tidak dilaksanakan maka tidak akan megancam

eksistensi Agama. Tetapi hanya akan mempersulit bagi orang yang

akan melaksanakannya.

c.) Memelihara Agama dalam perangkat tahsiniyat yaitu memengkapi

pelaksanaan kewajiban kepada Tuhan. Sebagai contoh adalah

menutup aurat dengan pakaian yang bagus dan indah baik dalam

shalat maupun di luar shalat membersihankan badan, pakaian dan

tempat kegiatan ini erat kaitannya dengan akhlak terpuji kalau hal ini

tidak mungkin dilakukan maka tidak akan megancam eksistensi

Agama tidak pula menyebabkan kesulitan bagi orang yang

melaksanakannya. Maksudnya jika seseorang tidak dapat

menggunakan penutup aurat dengan pakaian yang bagus dan

sempurna, maka shalat Tetap dilaksanakan Sebagai dharuriyat

sekalipun dengan pakaian yang minim.

Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 193:

8

Page 9: Makalah Tujuan Hukum Islam

Artinya:

“Dan perangilah mereka itu sehingga tidak ada fitnah lagi dan agama

itu hanya untuk allah SWT. Jika mereka berhenti (memesuhimu) maka

tidak ada lagi permusuhan kecuali terhadap orang-orang yang zalim”

2.1.2. Memelihara Jiwa (Hifzh al-Nafs)

Agama lslam dalam rangka mewujudkannya mensyari’atkan

perkawinan untuk mendapatkan anak dan penerusan keturuan sertia

kelangsungan jenis manusia dalam bentuk kelangsungan yang paling

sempurna.

Memelihara jiwa berdasarkan tingkat kepentingannya dapat dibedaan

menjadi tiga peringkat:

a.) Memelihara jiwa dalam perinkat dharuriyat seperti memenuhi

kebutuhan pokok berupa makanan atau mempertahankan hidup.

Kalau kebutuhan pokok ini diabaikan maka akan berakibat

terancamnya eksistensi manusia.

b.) Memelihara jiwa dalam perinkat hajiyat, seperti diperbolehkan

memburu binatang untuk menikmati makanan yang lezat dan halai.

Kalau kegiatan ini diabaikan maka menyebabkan eksistensi

manusia.terancam tetapi hanya akan menimbulkan kesulitan hidup.

c.) Memelihara jiwa dalam perinkat thasiniyat, seperti ditetapkannya

tata cara makan dan mimun. kegiatan ini hanya berhubungan

dengan kesopanan dan etika yang tidak akan mengancam eksistensi

hidup manusia dan tidak pula mempersulitnya jika tidak

dilaksanakan. Hal ini berbeda dengan pemeliharaan jiwa pada

peringkat atas.

sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 195,

yang berbunyi:

9

Page 10: Makalah Tujuan Hukum Islam

Artinya :

”Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah

kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat

baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang

berbuat baik”

2.1.3. Memelihara Akal (Hifz al-Aql)

Untuk memelihara akal agama lslam mensyari’atkan pengharaman

meminum khamar dan segala yang memabukkan dan mengenakan

hukuman terhadap orang yang meminumnya atau mempergunakan

segala yang memabukkan. Memelihara akal dilihat dari

kepentungannya dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:

a.) Memelihara akal dalam daruriyat, menjaganya dari hal yang

merusak seperti meminum keras, narkoba, dan jenis lainnya.

b.) Memelihara akal dalam peringkat hajiyat, seperti dianjurkannya

menuntut ilmu pengetahuan jika hal ini tidak dilakukan maka tidak

akan menyebabkan eksistensi akal manusia hilang tetapi akan

menimbulkan kesulitan hidup karena kebodohan.

c.) Memelihara akal dalam peringkat tahsinikat seperti menghindarkan

dari menghayal atau memikirkan sesuatu yang tidak bermanfat.

2.1.4. Memelihara Keturunan (Hifzh al-Nas)

Untuk memelihara kehormatan Agama lslam telah mensyari’atkan

hukum had bagi laki-laki yang berzina, perempuan yang berzina dan

hukum hal bagi orang yang menuduh orang lain berbuat zina tanpa

saksi. Memelihara keturunan dilihat dari segi tingkat kebutuhannya

akan dibedakan menjadi tiga peringkat:

a.) Memelihara keturunan dalam peringkat dharuriyat seperti

disyari’atkan nikah dan dilarang berzina, Kalau ketentuan akan

terancam sebab tidak akan dikenali nasib dan hilangnya tanggung

jawab tentang hak-hak yang harus dipenuhi terhadap anak.

b.) Memelihara keturunan dalam peringkat hajiyat seperti

ditetapkannya ketentuan menyebutkan mahar dalam akad nikah dan

diberikan hak talak kepadanya. jika mahar tidak disebutkan pada

10

Page 11: Makalah Tujuan Hukum Islam

waktu akad maka akan menyulitkan bagi suami karena harus

membayar mahar mits. Maka jika suami tidak memiliki hal talak,

maka akan menyulitkan dirinya sebab situsi rumah tangga yang

tidak harmonis tidak mendapatkan jalan keluar.

c.) Memelihara keturunan dalam peringkat tahsinikat sepert

disyari’atkan khutbah atau walimah dalam perkawinan. Hal ini

dilakukan merupakan pelengkap kegiatan perkawinan. jika ini tidak

dilakukan maka tidak akan menimbulkan kesulitannya dalam

keturunan itu.

Sesuai denga firman Allah SWT dalam surat al-Isra‟ ayat 32 :

Artinya :

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah

suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”

2.1.5. Memelihara Harta (Hifzh al-Mal)

Untuk menghasilkan dan memperoleh hartakekayaan, agama lslam

mensyari’atkan kewajiban berusaha mendapat rezeki, memperolehkan

berbagai mu’amalah, pertukaran, perdagangan dan kerjasama dalam

usaha. Sedangkan untuk memelihara harta kekayaan itu agama lslam

mensyari’atkan pengharaman pencrian, menghukum had terhadap laki –

laki maupun wanita yang mencuri,pengharaman penimpuan dan

pengkhianatan sertia merusakkan harta orang lain, pence-gahan orang

yang bodoh dan lalai serta menghidarkan bahaya.

Dilihat dari kepentingannya, Memelihara harta dapat dibedakan

menjadi tiga peringkat:

a.) Memelihara harta dalam peringkat dharuriyat seperti syariat

tentang tata cara pemikikan harta dan larangan mengambil harta

orang lain dengan janlan yang tidak sah. Apabila ketentuan ini

dilanggar maka mengancam eksistensi harta manusia.

11

Page 12: Makalah Tujuan Hukum Islam

b.) Memelihara harta dalam peringkat hajiyat seperti syari’at tentang

jual beli saham. Apabila cara ini tidak dipakai maka tidak akan

mengancam eksistensi harta tetapi akan mentebabkan kesulitan

bagi manusia untuk memiliki harta melalui transaksi jual beli.

c.) Memelihara harta dalam peringkat tahsiniyat seperti ketentuan

tentang menghindarkan diri dari pengecohan atau penipuan. Hal ini

erat kaitannya dengan etika muamalah atau bisnis.

Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 188 :

Artinya :

“ Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain

di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu

membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat

memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan

berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. “

2.2 Aspek – aspek Tujuan Hukum Islam

Aspek – aspek tujuan hukum islam adalah sebagai berikut :

2.2.1. Aspek pemberian dan pembebanan taklief dan mukallaf

Perintah-perintah syara’ yang dibebankan kepada mukallaf

tidaklah dituntut kecuali yang sanggup kita kerjakan. Kerenanya tidak

dibebankan bagi kita untuk meninggalkan segala yang telah menjadi

tabiaat manusia seperti makan minum, karena yang demikian adalah

hal-hal yang harus terpenuhi untuk melangsungkan kehidupan.

Tujuan hukum syara’ adalah untuk dilaksanakan oleh hamba.

Ulama ushul menetapkan bahwa syarat pembebanan hukum ialah

kemampuan mukallaf untuk melaksanakannya, karenanya sesuatu yang

12

Page 13: Makalah Tujuan Hukum Islam

tidak sangggup dikerjakan mukallaf maka tidak boleh dibebani baik

menurut syara’ maupun akal. Menyangkut dengan perbuatan yang

berindikasi kepada hukum maka mukallaf dibebankan dengan hukum

wajib, sunat, mubah, haram, dan makruh. Hal ini sesuatu dengan

tuntutan syarak yang dapat saja luput disebabkan oleh awaridh samawi

dan awaridh muktasabah yakni seperti gila, mabuk, tertidur, lupa dan

sebagainya.

Sekalipun perintah-perintah syarak secara muthlak dibebankan

kepada mukallaf untuk dikerjakan, tentunya dalam kepantasan itu

memiliki batas-batas yang dinilai memungkinkan untuk melaksanakan

seluruh tuntutan yang dibebankan, oleh karenannya seseorang yang

dinilai memiliki kecakapan adalah berdasarkan batas-batas tertentu

sebagaimana dijelaskan dari beberapa ulama mazhab. Hal ini sesuai

dengan pemahaman mereka dalam memahami hukum Allah dalam

menjelaskan maksud-naksud yang dikehendaki dalam ungkapan,

isyarah dan kehendak nash.

Dengan batas-batas tertentu yang menjadi penentu dalam

melaksanakan seluruh tuntutan hukum, maka dalam hal ini Allah

mengisyarahkan kepada manusia dengan tidak membebani melainkan

sesuai dengan kemampuan mukallaf, untuk itu diberikan kelonggaran

dan keringan hukum dalam keadaan-keadaan tertentu dan dengan batas-

batas tertentu yang telah disepakati oleh para ulama dalam memahami

syari’at.

Subjek hukum atau pelaku hukum ialah orang yang dituntut oleh

Allah untuk berbuat dan segala tingkah lakunya diperhitungkan

berdasarkan tuntutan Allah. Jelasnya mukallaf adalah orang-orang yang

dibebani hukum. Para ulama ilmu ushul mengatakan bahwa mahkum

alaihi adalah mukallaf yang dituntut oleh hukum untuk suatu perbuatan.

jadi mukallaf itu merupakan devinisi lain dari mahkum alaihi. Dalam

paradigma hukum, mereka juga disebut subyek hukum. Adapun

Mukallaf secara bahasa adalah berbentuk ism al-maf’ûl dari fi’il al-

mâdli “kallafa” ( �َّل�َف� ,(َك yang bermakna membebankan. Maka, kata

13

Page 14: Makalah Tujuan Hukum Islam

mukallaf berarti orang yang dibebani hukum. Muhammad Abu zahrah

mendefinisikan mahkum alaih dengan “orang mukallaf, karena dialah

yang perbuatannya dihukumi untuk diterima atau ditolak, dantermasuk

atau tidak dalam cakupan perintah dan larangan.

Dalam ilmu ushul fiqh mukallaf adalah orang yang telah

dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan

perintah Allah maupun larangan-Nya. Semua yang berkaitan dengan

seluruh aktivitas mukallaf memiliki implikasi hukum, dan karenanya

harus dipertanggung jawabkan, baik di dunia maupun di akhirat.

Secara istilah, mukallaf adalah: “Seorang manusia yang mana

perlakuannya itu bergantungan dengan ketentuan al-Syari’ atau

hukumnya”.

Dari sini, dapat difahami bahwa mukallaf adalah orang yang

telah dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan

dengan perintah Allah SWT maupun larangan-Nya. Semua tindakan

hukum yang dilakukan mukallaf akan diminta pertanggung-

jawabannya, baik di dunia maupun di akhirat. Pahala akan didapatkan

kalau ia melakukan perintah Allah SWT, dan dosa akan dipikulnya

kalau ia meninggalkan perintah Allah SWT, begitu seterusnya sesuai

dengan krateria hukum taklîfî yang sudah diterangkan.

Sebagian besar ulama Usul Fiqh mengatakan bahwa dasar

adanya taklîf (pembebanan hukum) terhadap seorang mukallaf adalah

akal (العقل) dan pemahaman (الفهم). Seorang mukallaf dapat dibebani

hukum apabila ia telah berakal dan dapat memahami taklîf secara baik

yang ditujukan kepadanya. Oleh karena itu, orang yang tidak atau

belum berakal tidak dikenai taklîf karena mereka dianggap tidak dapat

memahami taklif dari al-Syari’. Termasuk ke dalam kategori ini adalah

orang yang sedang tidur, anak kecil, gila, mabuk, khilaf dan lupa.

14

Page 15: Makalah Tujuan Hukum Islam

Pendapat ini berdasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW:

حتي الصبي عن و يستيقظ حتي النائم عن: ثالث عن القَّلم رفع

)يفيق حتي المجنون وعن يحتَّلم داوود وأبو البخاري رواه

”والدارقطني) ماجة وابن والنسائ والترمذي

Artinya :

“Diangkat pembebanan hukum dari tiga (orang); orang tidur sampai

bangun, anak kecil sampai baligh, dan orang gila sampai sembuh”.

ماجة ابن رواه( له استكره وما والنسيان الخطأ عن أمتي رفع

(”والطبراني

Artinya :

“Beban hukum diangkat dari umatku apabila mereka khilaf, lupa dan

terpaksa”.

2.2.2. Aspek disyari’atkan hukum Islam

Hukum syariat atau hukum syara adalah kata majemuk yang

tersusun dari kata “hukum” dan “syara”.  Kata hukum berasal dari

bahasa Arab, hukum secara etimologi berarti “memutuskan”,

“menetapkan”, dan “menyelesaikan”. Hukum syara’ dalam istilah

ushul, yaitu pembicaraan syar’i bersangkut paut dengan perbuatan

mukallaf. Adapun hukum syar’i menurut istilah fuqaha, yaitu berarti

yang melakukan pembicaraan syar’i dalam perbuatan, seperti wajib,

haram dan mubah.

Ahli fiqhi memberikan definisi “hukum syara” sebagai berikut:

’Sifat yang merupakan pengaruh atau akibat yang timbul dari titah

Allah terhadap orang mukallaf”.  Dalam bentuk ini yang disebut hukum

syara adalah : ”wajibnya shalat’ sebagai pengaruh dari titah Allah yang

menyuruh shalat, atau haramnya memakan harta orang secara batil,

sebagai akibat dari larangan Allah memakan harta orang secara batil.

15

Page 16: Makalah Tujuan Hukum Islam

Dengan demikian, dapat dianalogikan bahwa hukum syara

adalah otoritas Allah SWT dalam menetapkan hukum kepada hamba-

Nya melalui rasul-Nya, agar mereka mentaati hukum itu atas dasar

iman, baik berkaitan dengan akidah, amaliah (ibadah dan muamalah)

maupun dengan akhlak, baik terhadap Allah, terhadap sesama muslim,

alam lingkungan serta kehidupan yang lebih luas.

Dengan menelaah kutipan di atas dapat dipahami bahwa esensi

dari syariat Allah yang ditujukan kepada manusia adalah untuk

membina dan memelihara keselamatan dan kesejahteraan hidup di

dunia dengan menjalin hubungan baik pribadi manusia dengan Tuhan,

manusia dengan sesama manusia, manusia dengan makhluk lain serta

alam lingkungannya.  Dan untuk mendapatkan keselamatan dan

kebahagiaan di akhirat, hanya dapat diukur dari seberapa kadar

keimanan manusia untuk mengimplementasikan beberapa komponen

hubungan dimaksud yang telah disyariatkan kepada mukallaf.

Dilihat dari beberapa pembebanan taklif pada mukallaf, maka

syariat Islam bertujuan untuk membina dan menjaga serta memenuhi

hajat hidup manusia dari berbagai dimensi, menghindarkan perbuatan

manusia yang didominasi oleh otoritas hawa nafsu dan kembali pada

tujuan hidupnya yaitu untuk mengabdi kepada Allah semata.  Menjaga

manusia tetap utuh eksistensinya, serta menjaga syariat sendiri sebagai

amanah Allah yang harus dilaksanankan.  Dengan begitu, syariat

mempunyai dua posisi :

1.  Sebagai kewajiban karena titah ibadah itu berasal dari Allah SWT

yang aturannya wajib diikuti secara apa adanya, dan manusia tidak

berhak membuat aturan sendiri tentang tata cara ibadah.

2.  Dipandang sebagai kebutuhan, karena pelaksanaan ibadah pada

dasarnya memenuhi hajat hidup manusia yang mempunyai pengaruh

positif dan dapat menjaga eksistensi manusia sebagai makhluk unik

yang menerima amanah dari Allah SWT.

Mashlahat yang merupakan tujuan Tuhan dalam syariat-Nya

itu mutlak diwujudkan karena keselamatan dan kesejahteraan duniawi

16

Page 17: Makalah Tujuan Hukum Islam

dan ukhrawi tidak akan mungkin dicapai tanpa mashlahah, terutama

yang meliputi dharuriyah, meliputi lima hal : pemeliharaan agama, jiwa,

akal, keturunan dan harta.  Kelima hal tersebut sedemikian penting

karena merupakan mashlahah yang dipelihara dalam segenap agama.

Adapun mashlahah yang merupakan tujuan syariat itu adalah

tegaknya kehidupan duniawi demi tercapainya kehidupan ukhrawi  (min

hayts taqam al-hayat al-dunnya lil al-ukhra). Dengan demikian segala

hal yang hanya mengandung kemashlahatan dunia tanpa kemashlahatan

akhirat, bukanlah mashlahah yang menjadi tujuan syariat.

2.2.3. Aspek mukallaf dalam menerima taklief

Taklif adalah tanggungjawab melaksanakan syariat dalam segala

aspek kehidupan. Pemikul tanggung jawabnya adalah mukallaf. Ia

adalah mukmin yang memenuhi syarat balig dan berakal sehat.

Perempuan bila mencapai usia 9 tahun atau mengalamai haid menjadi

mukallafah. Pria bila mencapai uia 14 tahun atau mengalami mimpi

jenabat atau mengalami perubahan hormonal.

Mukallaf mesti melaksanakan syariat dengan salah satu dari dua

cara; berijtihad dan bertaqlid. Mukallaf yang memilih taqlid sebagai

sumber dan cara melaksanakan taklif disebut muqallid. Sedangkan

mukallaf yang memilih ijtihad sebagai sumber dan cara melaksanakan

taklif disebut mujtahid.Mujtahid yang dijadikan sebagai rujukan disebut

dengan muqallad atau marja’ taqlid.

Muqallid memikul tanggungjawab-tanggungjawab  sebagai

berikut:

Menjadikan “bertaqlid” sebagai isu di luar masalah-masalah fatwa.

Dengan kata lain, bagi muqallid pemula, taqlid kepada seorang

mujtahid tidak boleh didasarkan pada taqlid, harus dengan ijtihad.

1. Melakukan istifta’, yaitu mengajukan soal fatwa dengan sarana

apapun kepada marja’ melalui komunikasi langsung, bertanya

kepada seseorang yang dipastikan jujur dan memahami fatwa marja

17

Page 18: Makalah Tujuan Hukum Islam

yang ditaqlid atau merujuk ke buku pedoman praktis (risalah

amaliyah) yang berisikan kumpulan fatwa-fatwa dari marja’nya.

2. Melakukan tahkim, yaitu memperlakukan marja’nya sebagai hakim

syar’i pengadilan. Namun, sebagian ulama beranggapan bahwa

fungsi yudikatif adalah wewenang wali fakih, kecuali bila tidak

ditangani atau diserahkan oleh wali fakih bersangkutan kepada

mujtahid lain.

3. Menyerahkan dana-dana syar’i (al-huquq asy-syar’iyah), seperti

khumus dan madhalim kepada marja’ yang ditaqlidnya selaku

wakil imam maksum. Sebagian ulama juga menganggap

penerimaan dana-dana syar’i sebagai hak dan wewenang wali

fakih.

4. Merujuk kepada marja’ a’lam lain yang memberikan fatwa

berkenaan dengan masalah yang sama, jika marja’ yang dijadikan

sebagai muqallad tidak memberikan fatwa (hukum yang tegas)

namun hanya menyarankan untuk ber-ihtiyath berkenaan dengan

suatu masalah.

5. Bertaqlid dalam masalah-msalah ibadah yang berifat zhanni (bukan

dharuri), seperti hukum wajib shalat asar dan puasa Ramadhan.

6. Melakukan identifikasi terhadap subjek hukum atau kasus spesifik.

Dengan kata lain, fatwa hanyalah hukum yang bersifat umum.

(Ketika marja’, mislanya,  berfatwa bahwa diharamkan makan ikan

tidak bersisik, maka muqallid bertanggungjawab unruk melakukan

verifikasi dan identifikasi apakah ikan gurame yang di depan

mejanya bersisik ataukah tidak).

18

Page 19: Makalah Tujuan Hukum Islam

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa tujuan hukum lslam adalah

menciptakan kemaslahatan terhadap kehidupan manusia dengan memelihara

unsur-unsur pokok kemaslahatan manusia berupa agama jiwa akal keturunan

dan harta. Tingkat pemeliharaan terhadap unsur-unsur ini dibedakan dalam

tingkat yang disebut dengan al-dharuriyat, al-hajiyat dan al-tahsiniyat.

Al-Quran dan al-sunnah sebagai sumber ajaran lslam yang lengkap dalam arti

prinsip-prinsip dasar tentang hukum dengan berbagai aspeknya harus

dipahami dengan metode-metode ijtihad dengan memberi penekanan pada

maqashid alsyari’ah.

Konsep ini merupakan altenatif terbaik untuk pengembangan metode-

metode ijtihad. Pemahaman terhadap pertimbangan maqashid al-syari’ah

sebagai pendekakan filosofis dapat lebih dinamis dalam memahami hukum

lslam seecata konsetekstual dan dapat menangkap ruh ajaran lslam yang

sebenarnya.

19

Page 20: Makalah Tujuan Hukum Islam

DAFTAR PUSTAKA

http://www.generalfiles.biz/download/gs5a9180e1h17i0/makalah%20tujuan

%20hukum%20islam.doc.html

20