makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

34
TEKNIK LAHAN URUG SAMPAH METODA PEMILIHAN LOKASI TPA OLEH: KELOMPOK II ANGGOTA: ICHSAN APRIS (1010942013) ANGGI ALFIONITA (1110942012) VIVIE JUNIKA DAMID (1110942019) MAMIK SURYANI (1110942044) NAILUL HUSNI (1210942010) ELSHA KEMALA. T (1210942029) ZAKY FARNAS (1210942036) DOSEN: SLAMET RAHARJO, Dr. Eng

Upload: nailul-husni

Post on 07-Aug-2015

154 views

Category:

Engineering


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

TEKNIK LAHAN URUG SAMPAH

METODA PEMILIHAN LOKASI TPA

OLEH:

KELOMPOK II

ANGGOTA:

ICHSAN APRIS (1010942013)

ANGGI ALFIONITA (1110942012)

VIVIE JUNIKA DAMID (1110942019)

MAMIK SURYANI (1110942044)

NAILUL HUSNI (1210942010)

ELSHA KEMALA. T (1210942029)

ZAKY FARNAS (1210942036)

DOSEN:

SLAMET RAHARJO, Dr. Eng

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2015

Page 2: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai

tahap akhir dalam pengelolaannya, dimana diawali dari sumber, pengumpulan,

pemindahan atau pengangkutan, serta pengolahan dan pembuangannya. TPA

merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak

menimbulkan kerusakan atau dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya.

Oleh karena itu diperlukan penyediaan fasilitas dan penanganan yang benar

agar pengelolaan sampah tersebut dapat terlaksanan dengan baik.

Pembuangan limbah ke dalam tanah (land disposal) merupakan cara yang sering

dilakukan dalam pengelolaan limbah, namun pengolahan limbah dengan cara ini

tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang ada. Pengelolaan limbah dengan

lahan urug akan tetap menjadi bagian yang sangat sulit untuk dihilangkan dalam

pengolahan limbah. Salah satu kendala pembatas dalam penerapan metoda

pengurugan limbah dalam tanah (landfilling atau lahan-urug) adalah bagaimana

memilih lokasi yang cocok baik dilihat dari sudut kelangsungan pengoperasian,

maupun dari sudut perlindungan terhadap lingkungan hidup. Aspek teknis

sebagai penentu utama untuk digunakan adalah aspek yang terkait dengan

hidrologi dan hidrogeologi site.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui pemilihan lokasi TPA menurut SNI-T-11-1991-03

dan SNI 19-3241-1994?

2. Untuk mengetahui pemilihan lokasi TPA menurut metode Le Grand?

3. Untuk mengetahui pemilihan lokasi TPA menurut metode Hagerty?

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah:

1. Bagaimana pemilihan lokasi TPA menurut SNI-T-11-1991-03 dan 19-3241-

1994?

2. Bagaimana pemilihan lokasi TPA menurut metode Le Grand?

3. Bagaimana pemilihan lokasi TPA menurut metode Hagerty?

Page 3: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

BAB II

Page 4: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

ISI

2.1 Pengertian Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)

Pembuangan akhir sampah (TPA) merupakan proses terakhir dalam siklus

pengelolaan persampahan formal. Untuk fase ini dapat menggunakan berbagai

metode dari yang sederhana hingga tingkat teknologi tinggi. 

Secara ideal, pertimbangan utama dalam pemilihan lokasi sebuah landfill adalah

didasarkan atas berbagai aspek, terutama (Damanhuri, 2008):

Kesehatan masyarakat;

Lingkungan hidup;

Biaya; dan

Sosio-ekonomi

Pertimbangan utama yang harus selalu dimasukkan dalam penentuan lokasi site

adalah (EPA 530-R-95-023):

Mempertimbangkan penerimaan masyarakat yang akan terkena dampak;

Konsisten dengan land-use planning di daerah tersebut;

Mudah dicapai dari jalan utama;

Mempunyai tanah penutup yang mencukupi;

Berada pada daerah yang tidak akan terganggu dengan dioperasikan landfill

tersebut;

Mempunyai kapasitas tampung yang cukup besar, biasanya 10 sampai 30

tahun;

Tidak memberatkan dalam pendanaan pada saat pengembangan,

pengoperasian;

penutupan, pemeliharaan setelah ditutup, dan bahkan biaya yang terkait

dengan upaya remediasi;

Rencana pengoperasian hendaknya terkait dengan upaya kegiatan lain yang

sangat dianjurkan, yaitu daur-ulang.

Di samping aspek-aspek lain yang sangat penting, seperti aspek politis dan legal

yang berlaku disuatu daerah atau negara. Aspek kesehatan masyarakat

berkaitan langsung dengan manusia, terutama kenaikan mortalitas (kematian),

morbiditas (penyakit), serta kecelakaan karena operasi sarana tersebut. Aspek

lingkungan hidup terutama berkaitan dengan pengaruhnya terhadap ekosistem

akibat pengoperasian sarana tersebut, termasuk akibat transportasi dan

Page 5: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

sebagainya. Aspek biaya berhubungan dengan biaya spesifik antara satu lokasi

dengan lokasi yang lain, terutama dengan adanya biaya ekstra pembangunan,

pengoperasian dan pemeliharaan. Aspek sosio-ekonomi berhubungan dengan

dampak sosial dan ekonomi terhadap penduduk sekitar lahan yang dipilih.

Walaupun dua lokasi yang berbeda mempunyai pengaruh yang sama dilihat dari

aspek sebelumnya, namun reaksi masyarakat setempat dengan dibangunnya

sarana tersebut bisa berbeda (Damanhuri, 2008).

Proses pemilihan lokasi lahan-urug idealnya hendaknya melalui suatu tahapan

penyaringan. Dalam setiap tahap, lokasi-lokasi yang dipertimbangkan akan dipilih

dan disaring. Pada setiap tingkat, beberapa lokasi dinyatakan gugur,

berdasarkan kriteria yang digunakan di tingkat tersebut. Penyisihan tersebut

akan memberikan beberapa calon lokasi yang paling layak dan baik untuk

diputuskan pada tingkat final oleh pengambil keputusan. Di negara industri,

penyaringan tersebut paling tidak terdiri dari tiga tingkat tahapan, yaitu

(Damanhuri, 2008):

− penyaringan awal;

− penyaringan individu; dan

− penyaringan final.

Penyaringan awal biasanya bersifat regional biasanya dikaitkan dengan tata

guna dan peruntukan yang telah digariskan di daerah tersebut. Secara regional,

daerah tersebut diharapkan dapat mendefinisikan secara jelas lokasi-lokasi mana

saja yang dianggap tidak/kurang layak untuk lokasi pengurugan limbah. Pada

taraf ini parameter yang digunakan hanya sedikit.

Tahap kedua dari tahap penyisihan ini adalah penentuan lokasi secara individu,

kemudian dilakukan evaluasi dari tiap individu. Pada tahap ini tercakup kajian-

kajian yang lebih mendalam, sehingga lokasi yang tersisa akan menjadi sedikit.

Parameter beserta kriteria yang diterapkan akan menjadi lebih spesifik dan

lengkap. Lokasi-lokasi tersebut kemudian dibandingkan satu dengan yang lain,

misalnya melalui pembobotan. Ada 3 metode dalam pemilihan lokasi TPA, yaitu

(Damanhuri, 2008):

− SNI 19-3241-1994

− Metode Le Grand

− Metode Hagerty

Page 6: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

Tahap terakhir adalah tahap penentuan. Penyaringan final ini diawali dengan

pematangan aspek-aspek teknis yang telah digunakan di atas, khususnya yang

terkait dengan aspek sosio-ekonomi masyarakat dimana lokasi calon berada.

Tahap ini kemudian diakhiri dengan aspek penentu, yaitu oleh pengambil

keputusan suatu daerah. Aspek ini bersifat politis, karena kebijakan pemerintah

daerah/pusat akan memegang peranan penting. Kadangkala pemilihan akhir ini

dapat mengalahkan aspek teknis yang telah disiapkan sebelumnya (Damanhuri,

2008).

2.2 Pemilihan Lokasi TPA Menurut SNI 19-3241-1994

Ketentuan Teknis

Ketentuan teknis mengatur ketentuan pola ruang pada masing-masing zona,

yakni zona penyangga dan zona budi daya terbatas. Penentuan jenis zona yang

akan diatur dalam kawasan sekitar TPA sesuai dengan kondisi TPA yang ada,

sebagaimana tercantum dalam ketentuan umum. Pemanfaatan ruang yang diatur

dalam pedoman akan berbeda untuk tiap klasifikasi TPA. Ketentuannya adalah

sebagai berikut:

2.2.1 TPA Baru atau yang Direncanakan

2.2.1.1 Zona Penyangga

1) Zona penyangga sesuai dengan Pedoman Pengoperasian dan

Pemeliharaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan Sistem Controlled

Landfill dan Sanitary Landfill dengan jarak 0 – 500 meter. Pemanfaatan

lahannya ditentukan sebagai berikut:

a. 0 – 100 meter : diharuskan berupa sabuk hijau; dan

b. 101 – 500 meter : pertanian non pangan dan hutan.

2) Ketentuan pemanfaatan ruang:

a. Sabuk hijau dengan tanaman keras yang boleh dipadukan dengan

tanaman perdu terutama tanaman yang dapat menyerap racun dengan

ketentuan sebagai berikut:

a) Jenis tanaman adalah tanaman tinggi dikombinasi dengan tanaman

perdu yang mudah tumbuh dan rimbun terutama tanaman yang dapat

menyerap bau; dan

b) Kerapatan pohon adalah minimum 5 m.

b. Pemrosesan sampah utama on situ.

Page 7: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

c. Instalasi pengolahan sampah menjadi energi, atau instalasi pembakaran

(incenerator) bersama unit pengelolaan limbahnya.

d. Kegiatan budi daya perumahan tidak diperbolehkan pada zona

penyangga.

3) Kriteria teknis:

a. Tidak menggunakan air tanah setempat dalam kegiatan pengolahan

sampah;

b. Ketersediaan sistem drainase yang baik; dan

c. Ketersediaan fasilitas parkir dan bongkar muat sampah terpilah yang

akan didaur ulang di lokasi lain.

4) Pengelolaan:

a. Jalan masuk ke TPA, sesuai dengan ketentuan Direktorat Jenderal Bina

Marga, dipersyaratkan:

a) Dapat dilalui truk sampah dua arah dengan lebar badan jalan

minimum 7 meter;

b) Jalan kelas I dengan kemampuan memikul beban 10 ton dan

kecepatan 30 km/jam.

b. Drainase permanen terpadu dengan jalan dan bila diperlukan didukung

oleh drainase lokal tak permanen.

c. Sabuk hijau yang dimaksudkan untuk zona penyangga adalah ruang

dengan kumpulan pohon dan bukan sekedar deretan pohon yang bila

dimungkinkan mempunyai nilai ekonomi.

d. Tanaman yang direkomendasikan adalah yang sesuai dengan kondisi

alam setempat, termasuk iklim, rona fisik, dan kondisi lapisan tanah.

Spesies yang direkomendasikan termasuk:

a) Callophyllum Inophyllum L. Nama lokal: Nyamplung, Bintangur laut.

Famili: Guttiferae. Tinggi sampai 20 meter.

b) Dalbergia Latifotia Roxb. Nama lokal: Sonokeling. Famili:

Leguminosae. Bentuk mahkota bulat dan letaknya kurang dari 5.00

meter.

c) Michelia Champaca L. Nama lokal: Cempaka kuning. Famili:

Magnoliaceae. Berbunga kuning dan wangi sehingga cocok untuk

TPA yang terletak pada lokasi padat atau pada bagian dari lokasi

pariwisata.

Page 8: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

d) Mimusop Elengi L. Nama lokal: Tanjung. Famili: Sapotaceae. Tinggi

kira-kira 13-27 meter.

e) Schleichera Trijuga Willd. Nama lokal: Kesambi. Famili: Sapindaceae.

Tinggi kira-kira 25 meter. Mahkota berbentuk bulat dan letaknya

kurang dari 5 meter.

f) Swietenia Mahagoni Jacq. Nama lokal: Mahoni. Tinggi 10-30 meter.

2.2.1.2 Zona Budi Daya Terbatas

1) Zona budi daya terbatas untuk TPA baru dengan sistem pengurugan

berlapis bersih tidak diperlukan.

2) Zona budi daya terbatas untuk sistem pengurugan berlapis terkendali

ditentukan sejauh 0 – 300 meter dari batas terluar zona inti. Pemanfaatan

ruang adalah sebagai berikut:

a. Rekreasi dan RTH;Industri terkait pengolahan sampah;

b. pengolahan kompos, pendaurulangan sampah, dan lain-lain;

c. Pertanian non pangan;

d. Permukiman di arah hulu TPA bersangkutan diperbolehkan dengan

persyaratan tertentu untuk menghindari dampak pencemaran lindi

pada daerah hilir TPA. Persyaratan tersebut termasuk sistem drainase

yang baik, penyediaan air bersih yang tidak bersumber dari air tanah

setempat;

e. Fasilitas pemilahan, pengemasan, dan penyimpanan sementara.

3) Kriteria teknis:

a. Tersedia akses dan jaringan jalan yang baik;

b. Tersedia drainase yang memadai;

c. Tersedia sistem pembuangan limbah cair yang baik untuk fasilitas-

fasilitas pengolahan sampah yang menghasilkan limbah;

d. Tersedia pasokan air dan tidak menggunakan air tanah setempat

dalam proses produksi dan kegiatan penunjang lain di dalam kawasan;

e. Tersedia parkir dan bongkar muatan sampah dan muat sampah

terpilah yang akan didaur ulang di lokasi lain;

f. Lebar jalan dan ruang terbuka memungkinkan manuver kendaraan

pengangkut sampah dua arah, baik yang sedang bergerak, maupun

yang sedang membongkar muatan;

g. Penggunaan lahan pada zona budi daya terbatas.

Page 9: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

2.2.1.3 Zona Budi Daya

Pola ruang dalam zona budi daya ditentukan sesuai dengan rencana tata

ruang wilayah yang berlaku, RDTR dan peraturan zonasi yang telah

ditetapkan untuk kawasan bersangkutan.

2.2.2 TPA Lama atau yang Sedang Dioperasikan

2.2.2.1 Zona Penyangga

1) Zona penyangga telah tersedia dalam TPA.

2) Pada TPA yang belum memiliki zona penyangga ditetapkan zona

penyangga pada area 0 – 500 meter sekeliling TPA dengan pemanfaatan

sebagai berikut:

a. 0 – 100 meter diharuskan berupa sabuk hijau;

b. 101 – 500 meter pertanian non pangan, hutan.

2.2.2.2 Zona Budi Daya Terbatas

1) Zona budi daya terbatas tidak diperlukan pada TPA lama yang

menggunakan sistem pengurugan berlapis bersih.

2) Zona budi daya terbatas ditentukan pada TPA lama yang menggunakan

sistem pengurugan berlapis terkendali pada jarak 501 – 800 meter dari

batas terluar tapak TPA. Pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut:

a. Rekreasi dan RTH;

b. Industri terkait sampah;

c. Pertanian non pangan; dan

d. Permukiman di arah hilir bersyarat.

e. Permukiman yang telah ada sebelumnya harus memperhatikan

persyaratan-persyaratan teknis dalam penggunaan air tanah. Khusus

untuk air minum disarankan untuk tidak menggunakan air tanah.

2.2.2.3 Zona Budi Daya

Zona budi daya ditentukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah: RTRW,

RDTR dan peraturan zonasi dengan memperhatikan kembali kesesuaian

pemanfaatan ruang dan aktifitas pada zona budidaya terhadap potensi dampak

yang ditimbulkan dari kegiatan TPA sesuai dengan ketentuan khusus.

Page 10: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

2.2.3 TPA Pascalayan

2.2.3.1 Penambangan Sampah untuk Diolah In Situ dan Gasnya

1) Zona penyangga ditentukan pada area 0 – 500 meter sekeliling TPA,

dengan pola ruang sebagai berikut:

a. 0 – 100 m : sabuk hijau tanaman keras dan perluasan instalasi

pengolahan sampah; dan

b. 101 – 500 m : pertanian tanaman non pangan.

2) Zona budi daya terbatas tidak diperlukan.

3) Zona budi daya sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

2.2.3.2 Pemanfaatan Kembali sebagai TPA

1) Zona penyangga ditentukan pada area 0 – 500 meter sekeliling TPA,

dengan pola ruang sebagai berikut:

a. 0 – 100 m : sabuk hijau tanaman keras dan perluasan instalasi

pengolahan sampah; dan

b. 101 – 500 m : pertanian tanaman non pangan.

2) Zona budi daya terbatas tidak diperlukan baik pada TPA yang akan

digunakan kembali dengan sistem maupun pengurugan berlapis bersih.

3) Zona budi daya terbatas pada TPA yang akan digunakan kembali dengan

sistem pengurugan berlapis terkendali ditentukan pada jarak 501-800

meter. Pola ruang adalah sebagai berikut:

a. Rekreasi dan RTH;

b. Industri terkait sampah;

c. Pertanian non pangan; dan

d. Permukiman di arah hilir bersyarat.

4) Zona budi daya ditentukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

5) Penentuan jarak dan zona bersifat fleksibel mengikuti hasil kajian dampak

TPA terhadap sekitarnya.

2.2.3.3 Penggunaan Lain

1) Di dalam TPA diatur menurut pedoman yang ada.

2) Industri konversi energi sampah dan penambangan sampah akan

mengikuti ketentuan pada kawasan industri.

3) TPA baru boleh dipakai untuk keperluan lain setelah berusia 20 tahun

tanpa persyaratan khusus.

Page 11: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

Ketentuan Khusus

1) Untuk dapat menyelenggarakan penataan ruang yang sesuai pada zona

penyangga dan budi daya terbatas yang telah dihuni oleh masyarakat atau

telah dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, maka kepada

masyarakat akan diberikan kompensasi.

2) Pada kawasan yang masuk ke dalam zona penyangga dilakukan relokasi.

3) Pada kawasan yang masuk ke dalam zona budi daya terbatas, apabila

memungkinkan untuk mengosongkan lahan tersebut, maka dilakukan

relokasi.

4) Apabila tidak memungkinkan untuk dilakukan relokasi, permukiman yang

berada pada kawasan tersebut harus mengikuti peraturan yang disesuaikan

dengan kebijakan lokal melalui:

a. Arahan pengenaan insentif dan disinsentif dalam meningkatkan upaya

pengendalian pemanfaatan ruang;

b. Memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan rtrw, rdtr,

dan peraturan zonasi; dan

c. Meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam

penyelenggaraan penataan ruang.

5) Insentif diberikan untuk mendorong dilakukannya relokasi pemanfaatan

budidaya di kawasan tersebut dan memberikan eksternalitas positif

keberadaan TPA di kawasan tersebut terhadap wilayah sekitarnya berupa:

a. Pemberian kompensasi;

b. Imbalan;

c. Sewa lahan dan urun saham;

d. Penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur;

e. Kemudahan perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang diberikan

oleh pemerintah; dan/atau

f. Kemudahaan perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang diberikan

oleh Pemerintah Daerah penerima manfaat kepada investor yang berasal

dari Daerah pemberi manfaat.

6) Disinsentif diberikan untuk menghambat dan membatasi kegiatan dalam

zona budidaya kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan

rencana tata ruang dan memberikan dampak negatif kepada lingkungan dan

masyarakat, berupa:

Page 12: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

a. Kewajiban pemberian kompensasi;

b. Pensyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang

yang diberikan oleh pemerintah;

c. Kewajiban membayar imbalan;

d. Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur; dan/atau

e. Pensyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang

yang diberikan oleh pemerintah daerah penerima manfaat kepada

investor yang berasal dari Daerah pemberi manfaat.

7) Dalam menjaga tertib dan tegaknya peraturan dalam mengatasi

pelanggaranan penyelenggaraan penataan ruang di kawasan sekitar TPA

diberlakukan pengenaan sanksi terhadap pemanfaatan ruang yang tidak

sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau izin pemanfaatan ruang khususnya

dalam pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya. Tata cara pengenaan saksi

terhadap pelanggaraan penyelenggaraan penataan ruang berupa: peringatan

tertulis; penghentian kegiatan sementara; penghentian sementara pelayanan

umum; penutupan lokasi; pencabutan izin; penolakan izin; pembatalan izin;

pembongkaran bangunan; pemulihan fungsi ruang

8) Pemberian insentif disinsentif dan sanksi dilakukan dalam jangka waktu

tertentu selama kawasan tersebut mendapatkan efek negatif dari

keberadaan TPA, yang dibuktikan dengan kajian lingkungan yang

menunjukkan terdapatnya hal-hal berikut:

a. Kondisi air tanah yang buruk, tidak sesuai dengan standar baku mutu air

bersih;

b. Padatnya populasi vektor penyakit yang diduga kuat berasal dari TPA,

seperti lalat dan tikus;

c. Buruknya kualitas udara akibat dari proses pengelolaan sampah; dan

d. Dampak negatif lain yang ditimbulkan oleh TPA.

2.3 Pemilihan Lokasi TPA Menurut SNI-T-11-1991-03

Pemilihan lokasi TPA sampah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: TPA

sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai dan laut.

Kriteria

Kriteria pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak

atau zona tidak layak sebagai berikut:

Page 13: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

a. Kondisi geologi: tidak boleh di zona bahaya geologi.

b. Kondisi hidrogeologi:

1). Tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter

2). Tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6 cm/det

3). Jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di

hilir aliran.

4). Dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut di

atas, maka harus diadakan masukan teknologi.

c. Kemiringan zona harus kurang dari 20%.

d. Jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk

penerbangan turbo jet dan harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis

lain.

e. Tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan

perioda ulang 25 tahun.

2. Kriteria penyisih yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik

yaitu terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut:

a. Iklim.

1). Hujan: intensitas hujan makin kecil dinilai makin banyak.

2). Angin: arah angin dominan tidak menuju ke pemukiman dinilai makin

baik.

b. Utilitas: tersedia lebih lengkap dinilai makin baik.

c. Lingkungan biologis.

1). Habitat: kurang bervariasi, dinilai makin baik.

2). Daya dukung: kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai

makin baik

d. Kondisi tanah.

1). Produktifitas tanah: tidak produktifitas dinilai lebih tinggi.

2). Kapasitas dan unsur: dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih

lama dinilai lebih baik.

3). Ketersediaan tanah penutup: mempunyai tanah penutup yang cukup,

dinilai lebih baik.

4). Status tanah: makin bervariasi dinilai tidak baik.

e. Demografi: kepadatan penduduk lebih rendah, dinilai makin baik.

f. Batas administrasi: dalam batas administrasi dinilai semakin baik.

g. Kebisingan: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik.

h. Bau: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik.

Page 14: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

i. Estetika: semakin tidak terlihat dari luar dinilai semakin baik.

j. Ekonomi: semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3/ton)

dinilai semakin baik.

3. Kriteria penetapan yaitu kriteria yang digunakan oleh instansi yang

berwenang untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan

kebijaksanaan instansi yang berwenang setempat dan ketentuan yang

berlaku.

2.4 Pemilihan Lokasi TPA Menurut Metoda Le Grand

Metode “numerical rating” menurut Le Grand yang telah dimodifikasi oleh Knight,

telah digunakan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan, guna evaluasi

pendahuluan dari lokasi pembuangan limbah di Indonesia.

Parameter utama yang digunakan dalam analisis ini adalah:

1. Jarak antara lokasi (sumber pencemaran) dengan sumber air minum;

2. Kedalaman muka air tanah terhadap dasar lahan-urug;

3. Kemiringan hidrolis air tanah dan arah alirannya dalam hubungan dengan

pusat sumber air minum atau aliran air sungai;

4. Permeabilitas tanah dan batuan;

5. Sifat-sifat tanah dan batuan dalam meredam pencemaran;

6. Jenis limbah yang akan diurug di sarana tersebut.

Metode Le Grand ini terdiri dari 4 tahap, yaitu:

Tahap 1: deskripsi hidrogeologis lokasi (Langkah ke 1 sampai ke 7);

Tahap 2: derajat keseriusan masalah (Langkah ke 8);

Tahap 3: gabungan tahap 1 dan tahap 2 (Langkah ke 9); dan

Tahap 4: penilaian setelah perbaikan (Langkah ke 10).

Untuk menentukan score masing-masing tahap tersebut digunakan tabulasi

seperti terlihat dalam langkah-langkah di bawah ini.

Contoh:

Suatu calon lokasi landfilling sampah kota memiliki data sebagai berikut:

• Batas lokasi landfill secara horizontal akan berjarak 20 m dari sumur

penduduk;

• Kedalaman muka air tanah dari data bor adalah 14 m;

• Gradien kemiringan 1,5% menuju searah aliran air yang menuju sumur;

Page 15: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

• Dari analisa ayakan, campuran lempung dan pasir = 40% dan merupakan

tanah impermeable dengan ketebalan 10-12 m;

• Tingkat keakuratan data baik.

Kemampuan sorpsi dan permeabilitas: batuan dasar merupakan lapisan

impermeabel (I) dengan lempung dan pasir <50% dengan kedalaman 10-14 m,

sehingga nilai = 2.

Langkah 5:

Parameter 5, yaitu tingkat keakuratan/ketelitian data, yaitu:

A = kepercayaan terhadap nilai parameter: akurat

B = kepercayaan terhadap nilai parameter: cukup

C = kepercayaan terhadap nilai parameter: tidak akurat

Karena dalam contoh data yang diperoleh berasal dari data obeservasi dan

pengukuran langsung di lapangan, maka tingkat kepercayaan terhadap nilai

parameter dianggap akurat, sehingga nilai = A.

Langkah 6:

Parameter 6.1: sumber air sekitar lokasi

Page 16: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

W = jika yang akan tercemar sumur (well)

S = jika yang akan tercemar mata air (spring) atau sungai (stream)

B = jika yang akan tercemar daerah lain (boundary)

Sumber air sekitar lokasi yang mungkin tercemar karena adanya sarana ini

adalah sumur. Dengan demikian Nilai = W.

Parameter 6.2: informasi tambahan tentang calon lokasi:

C : memerlukan kondisi khusus yang memerlukan komentar

D : terdapat kerucut depresi pemompaan

E : pengukuran jarak titik tercemar dilakukan dr pinggir calon lokasi

F : lokasi berada pada daerah banjir

K : batuan dasar calon lokasi adalah karst

M : terdapat tampungan air di bawah timbunan sampah

P : lokasi mempunyai angka perkolasi yang tinggi

Q : akuifer dibawah calon lokasi adalah penting dan sensitif

R : pola aliaran air tanah radial sampai sub radial

T : muka air tanah pada celah/retakan/rongga batuan dasae

Y : terdapat satu atau lebih akuifer tertekan

Informasi tambahan tentang calon lokasi adalah berada pada lokasi banjir (F),

sedang akuifer di bawah calon lokasi adalah penting dan sensitif (Q), dan

terdapat satu atau lebih akuifer tertekan di bawahnya (Y). Nilai menjadi = FQY.

Langkah 7:

Rekapitulasi deskriptif hidrogeologi dari langkah-langkah di atas adalah

menjumlah nilai yang diperoleh yaitu = 15.

Nilai penjumlahan tersebut kemudian dibandingkan dengan standar kondisi

hidrogeologi seperti tercantum dalam Tabel 2.2. Dengan demikian maka site

tersebut dari sisi hidrogeologi merupakan site yang “baik” dengan nilai = C.

Page 17: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

Tabel 2.2 Penilaian Kondisi Hidrogeologi

Langkah 8: Derajat kepekaan akuifer dan jenis limbah

Gambar 2.1 Derajat Keseriusan dan Potensi Bahaya

Tahap ini menggambarkan derajat keseriusan yang disajikan dalam bentuk

matrik yang menggabungkan kepekaan akuifer dengan tingkat bahaya limbah

yang akan diurug/ditimbun. Jenis akuifer dipilih pada ordinat sumbu-Y, yaitu

Page 18: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

mulai dari liat berpasir yang dianggap tidak sensitif sampai batu kapur yang

dianggap sangat sensitif. Sedangkan tingkat keseriusan pencemar, yang dipilih

pada absis sumbu-X, akan tergantung pada jenis limbah yang masuk, mulai dari

limbah inert yang tidak berbahaya sampai limbah B-3. Titik pertemuan garis yang

ditarik dari sumbu-X dan sumbu-Y tersebut menggambarkan derajat keseriusan

pencemaran, mulai dari relatif rendah (A) sampai sangat tinggi (I). Derajat

keseriusan tersebut dibagi dalam 9 katagori. Dari data contoh di atas, calon

lokasi mempunyai tingkat derajat keseriusan agak tinggi (E).

Langkah 9:

Tahap ini merupakan penggabungan langkah 1 sampai 4 dengan langkah 8.

Posisi grafis yang digunakan pada langkah 9 digunakan kembali. Dari posisi

lokasi tersebut dapat diketahui peringkat situasi standar yang dibutuhkan agar

akuifer tidak tercemar. Peringkat ini dinyatakan dalam PAR (protection of aquifer

rating). Hasil pengurangan PAR dari deskripsi numerik lokasi, digunakan untuk

menentukan tingkat kemungkinan pencemaran yang akan terjadi. Nilai-nilai

lempung pasir PAR dalam zone-zone isometrik diperoleh berdasarkan

pengalaman empiris yang menyatakan nilai permeabilitas serta sorpsi yang tidak

boleh terlampaui agar akuifer tidak tercemar:

• Dari langkah 1 sampai 4 diperoleh nilai berturut-turut : 7-3-3-2

• Dari langkah 9, diperoleh PAR = 14-4 maka penggabungannya adalah:

Nilai tersebut (= -1) dibandingkan dengan daftar dalam Tabel 2.3 di bawah ini.

Situasi peringkat menghasilkan nilai = C, artinya kemungkinan pencemaran sulit

terkatagorikan, dan derajat penerimaannya adalah “terima” atau “ditolak”.

Tabel 2.3 Situasi Peringkat Nilai

Page 19: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

Langkah 10:

Langkah ini digunakan bila pada lokasi dilakukan tersebut dilakukan masukan

teknologi untuk mengurangi dampak pencemaran yang mungkin terjadi,

sehingga diharapkan terjadi pergeseran nilai PAR. Perubahan dilakukan dengan

memperbaiki kondisi pada langkah 8, sehingga PAR di langkah 9 juga akan

berubah. Masukan teknologi yang mungkin diterapkan pada lokasi ini untuk

mengurangi potensi bahaya pencemaran antara lain:

1. Desain saluran drainase di sekitar lokasi dengan baik dimana meminimalisasi

air hujan yang akan masuk ke area landfill seminimal mungkin pula;

2. Pembuatan lapisan dasar (liner) yang dapat dilakukan dengan beberapa

lapisan pelindung seperti geomembran dengan tujuan agar lindi yang timbul

tidak akan merembes ke dalam ailiran air tanah;

3. Desain pipa lindi yang memungkinkan air lindi dapat terkumpul;

4. Adanya instalasi pengolahan air lindi sebelum dibuang ke badan air penerima

2.4 Pemilihan Lokasi TPA Menurut Metoda Hagerty

Evaluasi dengan metode ini mengandalkan pada tiga karakteristik umum dari

sebuah lahan, yaitu (Damanhuri, 2008):

1. Potensi infiltrasi air eksternal ke dalam sub-permukaan,

2. Potensi transportasi cemaran menuju air tanah,

3. Mekanisme lain yang berkaitan dengan transportasi cemaran ke luar

Pertimbangan yang digunakan dalam sistem pembobotan ini adalah (Damanhuri,

2008):

1. Parameter-parameter yang langsung berpengaruh pada transmisi cemaran

dianggap sebagai parameter dengan prioritas pertama, misalnya potensi

infiltrasi, potensi bocornya dasar lahan-urug, dan kecepatan air tanah. Nilai

maksimum adalah 20 SRP (satuan rangking prioritas).

2. Parameter-parameter yang mempengaruhi transportasi cemaran setelah

terjadinya kontak dengan air dianggap sebagai prioritas kedua, seperti

kapasitas penyaringan dan kapasitas sorpsi. Nilai maksimum adalah 15 SRP.

3. Parameter-parameter yang mewakili kondisi awal dari air tanah dikenal

sebagai prioritas ketiga. Nilai maksimum adalah 10 SRP.

4. Parameter-parameter yang mewakili faktor-faktor lain, dikenal sebagai

prioritas keempat, seperti jarak potensi cemaran, arah angin dan populasi

penduduk. Nilai maksimum adalah 5 SRP.

Page 20: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

Rangking suatu lokasi dihitung berdasarkan penjumlahan parameter yang dinilai

secara individual, yaitu (Damanhuri, 2008):

1. Infiltrasi

Ip + Lp + Fc + Ac + Oc + Bc + Td + Gv + Wp + Pf

dimana :

Ip = potensi infiltrasi Lp = potensi keretakan dasar

Fc = kapasitas filtrasi

Ac = kapasitas adsorpsi

Oc = potensi kandungan organik dalam air

Bc = kemampuan kapasitas penyangga

Td = potensi jarak tempuh cemaran

Gv = kecepatan air tanah

Wd = arah dominan angin

Pf = faktor penduduk

Potensi infiltrasi (Ip) dihitung dengan (Damanhuri, 2008):

dimana:

i = infiltrasi ( % dari rata-rata hujan tahunan)

FC = kapasitas penahan air bervariasi antara 0,05 (pasir) sampai 0,40 (liat)

H = ketebalan tanah penutup (inch)

2. Potensi keretakan dasar (Lp) dihitung dengan (Damanhuri, 2008):

dimana:

K = koefisien permeabilitas (cm/det)

T = ketebalan dasar (ft)

3. Kapasitas filtrasi (Fc) dihitung dengan (Damanhuri, 2008):

dimana: φ = diameter rata-rata butiran (inch)

4. Kapasitas adsorpsi (Ac) dihitung dengan (Damanhuri, 2008):

Page 21: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

dimana:

Or = kandungan organik tanah (% berat kering)

KTK = kapasitas tukar kation (mev/100 gr)

5. Kapasitas organik dalam air tanah (Oc) dihitung dengan (Damanhuri, 2008):

Oc = 0,2 BOD

dimana:

BOD = kebutuhan oksigen secara biokimia (mg/L)

6. Kapasitas penyangga air tanah (Bc) dihitung dengan (Damanhuri, 2008):

Bc = 10 - Nme

dimana:

Nme = nilai terkecil kebutuhan asam atau basa untuk menurunkan pH air sampai

4,5 atau sampai 8,5 (mev)

7. Potensi jarak tempuh cemaran (Td) dihitung seperti Tabel 3.4 di bawah ini

(Damanhuri, 2008):

Tabel 2.4: Jarak tempuh cemaran

Jarak diukur dari dari lokasi lahan-urug ke muka air tanah di bawahnya, atau ke

air permukaan lainnya.

8. Potensi kecepatan air tanah (Gv) dihitung dengan (Damanhuri, 2008):

dimana :

S = kemiringan hidrolis (ft/mil)

Page 22: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

K = permeabilitas (cm/det)

9. Potensi arah angin (Wp) dihitung dengan (Damanhuri, 2008):

dimana :

Ai = sudut arah angin potensial terhadap populasi

Pi = populasi di setiap kuadran (jiwa) dalam jarak 40 km

10. Faktor populasi (Pf) dihitung dengan (Damanhuri, 2008):

Pf = log p

dimana : p = populasi terbesar (jiwa) pada radius 40 km.

Kelebihan Metoda Hagerty dibandingkan metoda lain adalah :

1. Parameter-parameter yang dievaluasi cukup luas, meliputi aspek-aspek

penting diantaranya: potensi infiltrasi yang menunjukkan potensi air yang

masuk ke dalam tempat pembuangan limbah, kapasitas organik dalam air

tanah yang menggambarkan transmutasi cemaran yang berkontak dengan

air tanah serta arah dan kecepatan angin untuk mengantisipasi potensi

dampak dari TPA terhadap kualitas udara di sekitarnya.

2. Menggunakan sistem pembobotan dengan empat level prioritas yang

berbeda, disesuaikan dengan tingkat kepentingan dari parameter-parameter

yang ditinjau yaitu parameter-parameter yang langsung berpengaruh pada

transmisi cemaran, parameter-parameter yang mempengaruhi transportasi

cemaran setelah kontak dengan air, parameter-parameter yang mewakili

kondisi awal dari air tanah dan parameter yang mewakili faktor-faktor lain

seperti; jarak potensi cemaran, arah angin dan populasi penduduk

Kelemahan metoda ini dibandingkan metoda lain adalah :

1. Memerlukan biaya lebih mahal dari pada metoda SNI T-11-1991-03, karena

selain pengukuran di lapangan juga perlu dilakukan analisis laboratorium

untuk pengukuran contoh tanah dan air tanah masing-masing lokasi.

2. Lokasi yang dikaji merupakan lokasi hasil dari tahap regional dengan metoda

SNI T-11-1991-03, metoda ini tidak mempunyai kajian pendahuluan seperti

pada tahap regional yang terdapat dalam metoda SNI T-11-1991-03.

3. Dalam analisis terhadap arah angin, arah angin yang digunakan adalah arah

angin regional. Arah angin ini dirasakan tidak mewakili keadaan yang

Page 23: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

sebenarnya di lokasi usulan karena terlalu global. Selain itu populasi yang

diperhitungkan adalah pada radius 40 km. Hal ini dianggap terlalu besar,

karena diperkirakan konsentrasi cemaran yang terbawa angin akan semakin

kecilsehingga tidak mengganggu. Tingkat keterganggguan yang paling besar

yang mungkin terjadi adalah pada populasi yang berada di sekitar lokasi

TPA.

4. Pada metoda Hagerty tidak terdapat kajian tentang batas administrasi dari

lokasi, kapasitas lahan dan jalan menuju lokasi.

Page 24: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan makalah yang telah dibuat, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah

mencapai tahap akhir dalam pengelolaannya, dimana diawali dari sumber,

pengumpulan, pemindahan atau pengangkutan, serta pengolahan dan

pembuangannya. TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara

aman agar tidak menimbulkan kerusakan atau dampak negatif terhadap

lingkungan sekitarnya;

2. Metode-metode yang dapat digunakan dalam pemilihan lokasi TPA adalah:

a.SNI 19-3241-1994;

b.Metode Le Grand;

c. Metode Hagerty.

3.2 Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan makalah yang telah dibuat adalah

pemerintah dan masyarakat hendaknya berpartisipasi dan bekerja sama dalam

mengatasi masalah-masalah tersebut dan memahami metode pemilihan lokasi

TPA yang ada, sehingga dapat menentukan pembuatan lokasi TPA yang baik

dan benar sesuai dngan prosedur yang telah diterapkan.

Page 25: Makalah tlus pemilihan lokasi tpa klp 2

DAFTAR PUSTAKA

Damanhuri, Enri. 2008. Diktat Landfilling Limbah Versi 2008. ITB: Bandung

SNI 03-3241-1994 Tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah

SNI 03-3241-1994 Tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah