makalah tipikor

23
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negarayang termasukdalam kategori negara berkembang (www.worldbank.org). Negara Berkembang merupakan suatu negara yang dapat berhasil dalam mewujudkan pembangunan namun ia belum mencapai tujuanpembangunan yang telahditetapkan atau belum dapat menyeimbangkan pencapaian pembangunan yang telah dilakukan (www.crayonpedia.com). Ciri-ciri dari suatu negara berkembang ialah berikut ini : 1. Memiliki berbagai masalah kependudukan, seperti: a) Laju pertumbuhan dan jumlah penduduk relatif tinggi b) Persebaran penduduk tidak merata c) Tingginya angka beban tanggungan d) Kualitas penduduk relatif rendah sehingga mengakibatkan tingkat produktivitas penduduk juga rendah. e) Angka kemiskinan dan pengangguran relatif tinggi 2. Rendahnya pendapatan perkapita 3. Tingkat pendidikan masih rendah 4. Tingkat pendapatan masih rendah 5. Tingkat kesehatan 6. Produktivitas masyarakat didominasi barang-barang primer 7. Pemanfaatan sumber daya alam belum optimal

Upload: amilya-putri

Post on 21-Jul-2015

719 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang termasuk dalam kategori negara berkembang (www.worldbank.org). Negara Berkembang merupakan suatu negara yang dapat berhasil dalam mewujudkan pembangunan namun ia belum dapat mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan atau belum dapat menyeimbangkan pencapaian pembangunan yang telah dilakukan

(www.crayonpedia.com). Ciri-ciri dari suatu negara berkembang ialah sebagai berikut ini : 1. Memiliki berbagai masalah kependudukan, seperti: a) b) c) d) Laju pertumbuhan dan jumlah penduduk relatif tinggi Persebaran penduduk tidak merata Tingginya angka beban tanggungan Kualitas penduduk relatif rendah sehingga mengakibatkan tingkat produktivitas penduduk juga rendah. e) 2. 3. 4. 5. 6. 7. Angka kemiskinan dan pengangguran relatif tinggi

Rendahnya pendapatan perkapita Tingkat pendidikan masih rendah Tingkat pendapatan masih rendah Tingkat kesehatan Produktivitas masyarakat didominasi barang-barang primer Pemanfaatan sumber daya alam belum optimal1

8. 9.

Ketergantungan terhadap negara maju Kesadaran hukum, kesetaraan gender, dan penghormatan terhadap HAM relatif rendah

Seperti umumnya negara berkembang, Indonesia juga memiliki ciri yang sekaligus menjadi permasalahan di Indonesia yakni kurangnya kesadaran hukum di masyarakat. Tingkat partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum relatif masih rendah. Masyarakatnya (termasuk pejabatnya) masih banyak yang melakukan kecurangan-kecurangan hukum tanpa rasa malu. Bentuk-bentuk pelanggaran hukum yang terjadi, antara lain pemaksaan kehendak, penyuapan, korupsi, kolusi, nepotisme, perusakan fasilitas umum, dan sebagainya. Dari semua tindakan pelanggaran tersebut permasalahan yang saat ini kerap terjadi di Indonesia ialah Korupsi. Korupsi menurut bahasa Latin yaitu corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka (www.wikipedia.com). Dari segi semantik, "korupsi" berasal dari bahasa Inggris, yaitu corrupt, yang berasal dari perpaduan dua kata dalam bahasa latin yaitu com yang berarti bersama-sama dan rumpere yang berarti pecah atau jebol. Istilah "korupsi" juga bisa dinyatakan sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian (www.digg.com). Dari sudut pandang hukum, tindak pidanakorupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur yakni perbuatan melawan hukum,

2

penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Salah dampak dari korupsi ialah menimbulkan adanya kerugian negara. Karena dampaknya yang besar dalam perkembangan dan pertumbuhan perekonomian serta negara secara utuh, banyak sekali upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dengan bekerja sama dengan para ahli untuk menghilangkan korupsi di Indonesia, mulai dengan munculnya UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga memanfaatkan para profesi auditor dalam melacak serta menguak tindakan korupsi, dengan memanfaatkan bidang ilmu Akuntansi Forensik. Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai (UU Pembendaharaan Negara Pasal 1).Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena : (a) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban pejabat lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun di daerah; (b) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.

Hingga saat ini, para pakar hukum menemukan ketidaksinkronan dalam definisi kerugian negara. Frase kerugian negara yang nyata dalam UU Perbendahaaraan Negara menimbulkan penafsiran yang berbeda. Pengertian kerugian negara ini

3

pernah digunakan hakim tingkat pengadilan negeri untuk membebaskan terdakwa. Pada waktu itu, kasus belum menimbulkan adanya kerugian negara yang nyata, padahal dalam kasus korupsi ada yang dinamakan kerugian potensial. Adapaun upaya DPR untuk mencoba mensikronisasi definisi tersebut yang hingga sekarang ini masih dalam perundingan para pakar. Merriam Websters Collegiate Dictionary (edisi 10) mendefinisikan Forensik berkenaan dengan pengadilan atau berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada masalah hukum. Akuntansi forensik dapat diartikan penggunaan ilmu akuntansi untuk kepentingan hukum. Akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum. Artinya akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judisial atau administratif (Crumbley, Larry). Istilah akuntansi forensik merupakan terjemahan dari forensic accounting. Pengertian forensik, bermakna; (1) yang berkenaan dengan pengadilan, atau (2) berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada masalah hukum. Menurut Merriam Websters Collegiate Dictionary, akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi pada masalah hukum. Ilmu Akuntansi Forensik ini kemudian berkembang dan digunakan untuk mengungkap tipikor di Indonesia. Banyak sekali tipikor yang terjadi di Indonesia, baik itu tingkat nasional ataupun masih di tingkat regional dan bahkan hingga ke tingkat kelurahan. Akuntansi Forensik baiknya digunakan untuk menguak segala tipikor yang terjadi dan potensial terjadi serta mengupayakan solusi untuk menghentikannya. Media umumnya memberitakan secara berlebihan tipikor yang terjadi di tingkat nasional sehingga kerap melupakan dan hanya memberitakan4

sedikit tipikor yang terjadi di tingkat regional dan di bawahnya. Padahal, Indonesia begitu luas dan memiliki begitu banyak regional yang rawan tipikor. Salah satu regional yang rawan terjadi di tingkat regional ialah di Provinsi Bali. Dengan memperoleh peringkat sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar negara, melalui sektor pariwisata, Bali merupakan sasaran empuk bagi para pelaku tipikor. Selain itu, karena Bali merupakan salah satu tujuan pariwisata terfavorit internasional, terjadinya tipikor di provinsi tersebut akan menverminkan secara langsung keadaan masyarakat Indonesia yang gemar melakukan korupsi. Salah satu kabupaten di Bali, yang merupakan kabupaten terluas di pulau tersebut, yakni Kabupaten Tabanan. Tabanan menjadi salah satu kabupaten terfavorit dalam sektor pariwisata dengan berbagai obyek yang dimilikinya. Pada tahun 2003, Tabanan direncanakan untuk didirikan sebuah Rumah Sakit Internasional yang pengerjaanya akan dilakukan pada tahun 2008. Rumah sakit tersebut didirikan di Desa Nyitdah, Tabanan, dengan luas lahan 7 hektar dengan bangunan kokoh tiga lantai (sumber: portofolio RSU Internasional Tabanan). Pendirian RSU ini pun tidak luput dari kasus tipikor. Mantan Bupati Tabanan N Adi Wiryatama pun diseret dalam kasus tipikor yakni melakukan markup atas pembelian lahan hingga 14 miliar dari anggaran maksimalnya ialah 7 miliar. Kasus ini sudah jelas menimbulkan kerugian negara akibat terjadinya markup atas lahan yang dibeli tersebut. Permasalahannya bertambah karena hingga sekarang ini pembangunan RS Internasional tersebut terbukti gagal dan kemudian diganti dengan pembangunan BRSUD Private Wings, semacam unit pelayanan khusus bagi pasien BRSUD Tabanan. Namun, pembangunan private wings itu mendapat sorotan kalangan

5

dewan. Setelah melakukan sidak, dewan menilai perencanaan proyek ini kurang bagus sehingga terancam molor. Lahan seluas 7 hektar tersebut terbuang sia-sia. Hingga sekarang ini, warga Bali khususnya warga Tabanan masih menyayangkan atas terjadinya markup atas pengadaan lahan RS Internasional tersebut, dan sayangnya lagi RS tersebut ternyata gagal untuk didirikan. Dengan beranjak dari berkembangnya Akuntansi Forensik sebagai jawaban atas terjadinya korupsi di Indonesia, melihat fungsi Akuntansi Forensik dalam pemberantasan kasus korupsi., serta Kasus Markup Pengadaan Lahan RS Internasional Tabanan, penulis ingin mencoba untuk mengaitkan hal-hal tersebut dalam makalah yang berjudul Analisis Tindak Pidana Korupsi; studi kasus Markup Pengadaan Lahan RS Internasional Tabanan, Desa Nyitdah, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan.

1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah suatu tindakan dapat dikatakn sebagai suatu tindakan pidan korupsi? 2. Apakah kasus pengadaan Lahan RS Internasional Tabanan tersebut tergolong kasus korupsi? 3. Undang-undang apa sajakah yang dapat menjerat pelaku dalam pengadaan Lahan RS Internasional Tabanan tersebut?

1.3. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui bagaimana suatu tindakan dapat dikatakan sebagai tindakan korupsi.

6

2. Mengetahui perundangan-perundangan korupsi serta penggunaannya untuk menjerat kasus Lahan RS Internasional Tabanan.

7

BAB II PROBLEMATIKA

2.1. Perbuatan melawan Hukum Kasus Tipikor yang dimaksud dalam makalah ini ialah tindakan penggelembungan danan atau markup dana dalam Proyek Pengadaan Lahan untuk Rumah Sakit (RS) Internasional Tabanan. RS yang direncanakan berdiri di Desa Nyitdah, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, dengan luas hampir 7 hektar dengan bangunan 3 lantai dan bertaraf internasional hingga kini gagal untuk direalisasikan. Padahal pengadaan untuk lahannya saja telah menimbulkan

penggelembungan atau markup dana pembelian lahan yang semulanya 7 miliar menjadi 14 miliar. Diduga kuat kenaikan harga sebesar 7 miliar tersebut merupakan suatu tindakan melawan hukum UU Tindak Pidana Korupsi terkait Pengadaan yakni melakukan suatu markup atau penggelembungan terkait kegiatan pengadaan. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan di tambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penulis mengutip dari beberapa media yang menunjukkan bahwa para ahli hukum merujukkan kenaikan harga lahan tersebut sebagai suatu tindakan markup pengadaan ;KBRN, Jakarta : Mantan Ketua DPRD Bali I Wayan Sukaja, Rabu (6/4) melaporkan kasus korupsi mantan Bupati Tabanan Adi Wriyatama ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adi Wriyatama diduga terlibat 4 kasus korupsi, 8

salah satunya melakukan mark up harga pembelian tanah untuk pembangunan rumah sakit internasional di Tabanan. Menurut I Wayan Sukaja, ada 4 dugaan korupsi yang diduga melibatkan mantan Bupati Tabanan Adi Wriyatama. Kasus yang pertama adalah dugaan korupsi melakukan mark up pembelian tanah untuk Rumah Sakit Internasional di Tabanan, tahun 2003-2005 senilai Rp 7 milyar. (Sumber : www.rri.co.id)

Denpasar (Bali Post) - Kasus dugaan korupsi pembebasan tanah rumah sakit internasional (RSI) di Kediri, Tabanan, kini tengah diselidiki Sat. IV Dit. Reskrim Polda Bali. Bahkan, tim penyidik pun telah diturunkan guna melacak aliran dana sesungguhnya. Hal ini disampaikan Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol. Gde Sugianyar, Senin (19/7) kemarin. Didampingi Kasat IV Tipikor Dit. Reskrim Polda Bali AKBP Komang Suwirya, Kombes Sugianyar menyebutkan, pihaknya masih mengumpulkan fakta-fakta dan alat bukti. Sebab, penyidikan dimulai adanya informasi dari masyarakat yang dimuat di media massa. Untuk penanganan kasus korupsi ini, tentu membutuhkan waktu yang lama. ''Kami juga mesti harus bekerja profesional, tidak adanya intimidasi dari pihak lain,'' tegas mantan Kapolres Balikpapan ini.

Pihaknya berharap kepada semua pihak yang memiliki data-data valid dalam kasus dugaan korupsi pembebasan tanah RSI ini, untuk diberitahukan kepada penyidik. Hal itu, kata dia, agar proses penyidikan lebih cepat dan tentunya akan lebih cepat juga pengusutannya.

Sementara itu, ratusan relawan Sukarno mendatangi Polda Bali, Senin (19/7) kemarin. Kedatangan mereka memberikan dukungan moral untuk mengusut tuntas kasus dugaan korupsi pembebasan tanah RSI di Kediri, Tabanan. ''Saya selaku perwakilan relawan Sukarno, meminta kepada Polda Bali untuk menindaklanjuti kasus dugaan korupsi tersebut. Saya juga meminta supaya pihak penyidik bersikap transparan menangani kasus ini. Sebab, kami ini ingin pemerintahan Tabanan bersih dari KKN,'' ucap Made Muskadana selaku korlap relawan Sukarno didampingi enam perwakilan yang diterima Sat. IV Dit. Reskrim Polda Bali. (kmb21)

9

(sumber : www.balipost.co.id)

Kasus ini kemudian dikaitkan dengan kasus-kasus tipikor lainnya yang dilakukan oleh Mantan Bupati Tabanan Adi Wiryatama. Adi Wiryatama sedikitnya telah melakukan 4 dugaan tipikor yang salah satunya ialah markup pengadaan lahan RS Internasional Tabanan ini. Penulis kutip dari salah satu media ;Yang dilaporkan ke KPK ada 4 point. Yakni adanya dugaan markup pengadaan tanah Rumah Sakit Internasional (RSI) di Nyitdah Kediri yang diduga terjadi penggelembungan dari angka 7 milyar menjadi 14 milyar.

Dan adanya dugaan penggelapan uang penalti kerjasama pihak ketiga dengan pemkab Tabanan dalam rangka membangun tower bersama yang sampai hari ini tidak terwujud. Selain itu penggunaan bansos dalam pemilukada lalu yang diduga kuat memenangkan salah satu kandidat, dan terakhir anggaran pemilukada Tabanan yang besarnya 7 milyar lebih sama sekali tidak tercantum dalam APBD maupun APBD Perubahan.

Untuk ke KPK ini yang saya laporkan adalah mantan Bupati Tabanan (N Adi Wiryatama) dan Ketua KPUD Tabanan (I Gde Budiatmika), terang Sukaja. (nod) (sumber : www. beritabali.com)

Dari keseluruhan kasus tersebut, Adi Wiryatama telah diperiksa oleh tim investigatif KPK, dan fokus penuli dalam makalah ini ialah tipikor terkait markup pengadaan lahan RS Internasional Tabanan.

2.2. Munculnya Kerugian Negara Kerugian Keuangan Negara adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik

10

yang ditunjuk (UU Tindak Pidana Korupsi Pasal 32 ayat (1)). Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai (UU Pembendaharaan Negara Pasal 1). Merujuk pada dua definisi tersebut terlihat jelas terjadi dugaan penggelembunngan dana pengadaan lahan yakni sebesar 7 miliar. Sekarang pertanyaan; Apakah kenaikan harga lahan tersebut direkayasa ataukah memang terjadi akibat kenaikan nilai jual dari lahan tersebut? Merujuk pada harian Radar Bali, 13 Juli 2010, dari survey lahan, sarana dan prasarana pendukung, tidak ada lahan di lokasi tersebut yang mencapai harga 10 miliar. Berdasarkan informasi dari Portofolio Perencanaan Pembangunan RS Internasional Tabanan, anggaran maksimal dari pengadaan lahan tersebut ialah 10 miliar dari minimalnya ialah 7 miliar, sedangkan harga perolehan menurut panitia pengadaan lahan tersebut, lahan di desa nyitdah tersebut dibeli dengan harga 14 miliar. Pengadaan tersebut menyebabkan adanya selisih aktual dan anggaran sebesar 7 miliar rupiah. Hasil Kajian pada tanggal 10 Maret 2003 (sumber: harian Radar Bali), tanah di desa nyitdah tersebut 20%-nya senilai Rp 30.000.000 per are dan itu terletak di pinggir jalan dan 80%-nya senilai Rp 8.000.000-9.000.000 per arenya. Jadi, berdasarkan perhitunngan tim kajian, nilai tanah di desa tersebut seharusnya tidak lebih dari Rp 9.500.000.000.

11

2.3. Menguntungkan diri sindiri, orang lain, atau korporasi Mantan Bupati Tabanan Adi Wiryatama merupakan tersangka utama dari penggelembungan dana pengadaan lahan RS Internasional Tabanan senilai 7 miliar rupiah. Penulis mengutip salah satu media elektronik yang memuat mengenai tipikor markup RS Internasional Tabanan oleh Mantan Bupati Tabanan Adi Wiryatama ini ;Mantan Ketua DPRD Kabupaten Tabanan Bali I Wayan Sukaja menyambangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wayan mengaku ingin mempertanyakan kelanjutan proses hukum laporan kasus korupsi di Tabanan, yang pernah disampaikan Januari lalu.

"Kami ingin tahu tindak lanjutnya," ujarnya, ketika berbicara didepan wartawan, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (6/4/2011).

Menurut Wayan, pada Januari lalu, dirinya bersama rekan-rekannya yang lain, telah melaporkan empat kasus korupsi yang diduga dilakukan oleh mantan Bupati Tabanan N Adi Wiryatama. Kasus korupsi pertama adalah dugaan mark up anggaran dalam pengadaan lahan seluas 14 hektar untuk rumah sakit internasional di Tabanan pada 2003-2005 lalu.

"Untuk pengadaan tanah saja sudah terjadi mark up Rp 7 miliar dari Rp 14 miliar yang dialokasikan," ujarnya.

(sumber : www. tribunnews.com)

Pengadaan tanah tersebut menimbulkan slack sebesar 7 miliar rupiah. Dana inilah yang digelapkan oleh Mantan Bupati tersebut. Kabid Humas Polda Bali menjelaskan pada 19 Juli 2010 pada Harian Bali Pos seperti berikut ;Denpasar- Kasus dugaan korupsi pembebasan tanah rumah sakit internasional (RSI) di Kediri, Tabanan, kini tengah diselidiki Sat. IV Dit. Reskrim Polda Bali. Bahkan, tim penyidik pun telah diturunkan guna melacak aliran dana sesungguhnya. Hal ini disampaikan Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol. Gde Sugianyar, Senin (19/7) kemarin.

12

Aliran sebesar 7 Miliar yang digelapkan oleh mantan bupati tabanan tersebut akan dilacak keberadaanya. Penelusuran ini juga akan dapat menyaring tangan-tangan panjang dari Adi Wiryatama dalam mensukseskan tipikornya.

13

BAB III PEMBAHASAN

3.1. Perbuatan Melawan Hukum 3.1.1.Definisi Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Perbuatan melawan hukum dapat diartikan dengan perbuatan melawan hukum materiil dan melawan hukum formiil, yaitu perbuatan tercela dan tidak sesuai dengan rasa keadilan. Sementara menurut Schaffmeister menjadi empat kelompok, yaitu melawan hukum secara umum, khusus, formil dan materiil. Melawan hukum secara umum berarti semua delik baik tertulis maupun tidak tertulis bagian inti delik dalam rumusan delik, harus melawan hukum baru dapat dipidana sehingga delik semacam ini tidak perlu dibuktikan, cukup dengan melihat dalam undang-undang yang mengatur apakah diatur atau tidak, apakah tidak sesuai hukum (berlawanan dengan hukum) atau tidak. Perbuatan melawan hukum secara khusus, artinya melawan hukum harus dapat dibuktikan adanya melawan hukum. Jika tidak dapat dibuktikan, maka putusannya adalah bebas. Melawan hukum dalam arti formiil artinya bila bagian inti deliknya telah terbukti, maka tidak perlu dibuktikan lagi. Sebaliknya, melawan hukum secara materiil, yaitu delik yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dalam masyarakat.

3.1.2. Perbuatan Melawan Hukum dalam Kasus RS Internasional Tabanan Kasus Markup yang dilakukan oleh Mantan Bupati Tabanan Adi Wiryatama ini tergolong dalam kasus penggelapan dalam kegiatan pengadaan.

14

Lahan yang seharusnya bisa dibeli dengan nilai hampir 10 miliar digelembungkan menjadi 14 miliar. Tindakan ini melanggar UU no. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi yakni pasal 12 point i. Berikut ini penulis sertakan kutipan pasal 12 UU no.20 tahun 2001 ;Pasal 12 Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili; e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan

15

potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

3.1.3.Sanksi Perundangan terkait Kasus RS Internasional Tabanan Mantan Bupati dapat dijerat dengan UU no 20 tahun 2001 pasal 12 poin i dan menerima sanksi pidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

16

3.2. Munculnya Kerugian Negara Penggelembungan dana pengadaan lahan RS Internasional terbukti timbul dengan unsur kesengajaan dan bukan merupakan efek dari kenaikan nilai lahan di tempat tersebut. Penulis menguatkan fakta ini dengan merujuk pada temuan tim kajian, seperti dimuat oleh Harian Radar Bali bahwa : Pada tanggal 10 Maret 2003 tanah di desa nyitdah tersebut 20%-nya senilai Rp 30.000.000 per are dan itu terletak di pinggir jalan dan 80%nya senilai Rp 8.000.000-9.000.000 per arenya. Jadi, berdasarkan perhitunngan tim kajian, nilai tanah di desa tersebut seharusnya tidak lebih dari Rp 9.500.000.000. Jelas sekali terjadi slack sebesar 4 miliar yang sudah jelas merugikan negara. Slack sebesar 4 miliar tersebut sudah dapat diakui sebagai kerugian negara dengan merujuk pada definsi kerugian keuangan negara. Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai (UU Pembendaharaan Negara Pasal 1). Penjelasan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan :Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena : (a) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban pejabat lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun di daerah; (b) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan

17

perusahaan

yang

menyertakan

modal

negara,

atau

perusahaan

yang

menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.

Seseorang baru dapat dikenakan tindak pidana korupsi menurut Undang- Undang bila seseorang dengan sengaja menggelapkan surat berharga dengan jalan menjual saham tersebut secara melawan hukum yang disimpannya karena jabatannya atau membiarkan saham tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No. 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, yang berbunyi:Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

3.3. Menguntungkan diri sindiri, orang lain, atau korporasi 3.3.1.Gambaran Umum tindakan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi Pasal 2 dan Pasal 3 undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang dirubah menjadi undang-undang nomor 20 tahun 2001 yang berbunyi :(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat

18

merugikan keuangan negara atau perekonornian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Pada sebagian besar pengadilan Tipikor, pasal inilah yang paling sering digunakan dalam menjerat pelaku korupsi. Unsur memperkaya dan atau menguntungkan diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi terdapat 2 (dua) rumusan penting dalam memahami persoalan tindak pidana korupsi tersebut, antara lain: 1. Melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau korporasi dan dapat merugikan keuangan negara adalah korupsi 2. Menyalahgunakan kewenangan dan/atau jabatan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dan dapat merugikan keuangan negara adalah korupsi. Berdasarkan hal tersebut, maka suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai delik korupsi jika telah memenuhi hal-hal, antara lain: a. Perbuatan memperkaya dan atau menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang dilakukan dengan cara melawan hukum. b. Perbuatan tersebut menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara atau perekonomian negara. Maka harus diartikan bahwa perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi adalah perbuatan-

19

perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana. Sementara yang dimaksud dengan merugikan keuangan negara adalah sama artinya dengan menjadi ruginya keuangan negara atau berkurangnya keuangan negara. Unsur memperkaya diri sudah dapat dibuktikan dengan dapat dibuktikannya bahwa pelaku tindak pidana korupsi berpola hidup mewah dalam kehidupan sehari-harinya dalam hal ini, dapat dibuktikan tentang bertambahnya kekayaan pelaku korupsi sebelum dan sesudah perbuatan korupsi dilakukan. Sementara maksud unsur menguntungkan diri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu adanya sarana atau kemudahan sebagai akibat dari perbuatan menyalahgunakan wewenang. Secara umum, tindak pidana korupsi adalah penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok tertentu, maka variabel utama dalam korupsi adalah kekuasaan, dengan kata lain mereka yang memiliki kekuasaan, khususnya terhadap sumber daya publik (sumber daya yang digunakan untuk kepentingan umum) akanmemiliki potensi besar untuk melakukan korupsi. Secara khusus dalam Pasal 2 ayat (1) diatur mengenai unsur memperkaya, dan pada Pasal 3 mengenai unsur menguntungkan jika melihat ketentuan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut. Namun, pada bagian penjelasan atas undang-undang korupsi tersebut sama sekali tidak menjelaskan kriteria dari pada unsur memperkaya

20

dan atau unsur menguntungkan sehingga dapat berdampak multitafsir saat interpretasinya. Pada bagian penjelasannya hanya menyatakan bahwa dalam rangka mencapai tujuan yang lebih efektif untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi, undang-undang korupsi ini memuat ketentuan pidana yang menentukan ancaman pidana minimum khusus, pidana denda yang lebih tinggi, dan ancaman pidana mati. Adapun perbuatan yang dilakukan menurut unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi adalah : 1) Memperkaya diri sendiri, artinya bahwa dengan perbuatan melawan hukum itu pelaku menikmati bertambahnya kekayaan atau harta benda miliknya sendiri. 2) Memperkaya orang lain, artinya akibat perbuatan melawan hukum dari pelaku, ada orang lain yang menikmati bertambahnya kekayaannya atau bertambahnya harta bendanya. Jadi disini yang diuntungkan bukan pelaku langsung. 3) Memperkaya korporasi, atau mungkin juga yang mendapat keuntungan dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku adalah suatu korporasi, yaitu kumpulan orang atau kumpulan kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dihubungkan dengan Pasal 37 ayat (4) dimana terdakwa/tersangka berkewajiban memberikan keterangan tentang sumber kekayaan sedemikian rupa sehingga kekayaan yang

21

tidak seimbang dengan penghasilan atau penambahan yang digunakan sebagai alat bukti. 3.3.2. Tindakan tindakan menguntungkan diri sendiri oleh Adi Wiryatama Mantan Bupati Tabanan Adi Wiryatam telah jelas melanggar perundangan tipikor, Pasal 2 dan Pasal 3 undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang dirubah menjadi undang-undang nomor 20 tahun 2001 yang berbunyi :(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Ia menggelapkan dana pengadaan lahan RS Internasional Tabanan dengan melakukan markup atas biaya pembelian lahan di Desa Nyitdah sebesar 4 miliar rupiah.

22

BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1. Simpulan 1) Suatu tindakan dapat dikatakan korupsi apabila ia telah memenuhi unsurunsur korupsi yakni tindakan melawan hukum, merugikan negara, serta menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi. 2) Kasus Pengadaan Lahan RS Internasional tersebut tergolong kasus korupsi yakni melakukan markup atas pengadaan lahan yang dilakukan oleh Mantan Bupati Tabanan Adi Wiryatama. 3) Pasal yang dapat menjerat Adi Wiryatama dalam kasus pengadaan lahan RS Internasional Tabanan ini ialah pasal 12 poin i, pasal 2 dan 3, UU no 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, serta definisi kerugian negara dalam UU Pembendaharaan Negara.

4.2. Rekomendasi 1) Perlu diadakannya sinkronisasi atas definisi kerugian keuangan negara agar tidak menimbulkan kerancuan dalam mengait pelaku korupsi. 2) Selain adanya Perundangan yang jelas, diperlukan adanya badan-badan pengawas independen yang mengawasi badan-badan pemerintahan di tiantiap regional dan dijaga betul kerahasiaan mengenai keberadaan badan tersebut serta keindependensiannya. 3) Memperbaiki SPI dalam Pengadaan Barang. 4) Transparansi yang memenuhi kepada masyarakat perlu ditingkatkan.

23