makalah teori kontigensi dari kepemimpinan yang efektif

Upload: faisal-nasrul

Post on 08-Oct-2015

403 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

Merupakan teori-teori tentang kepemimpinan yang efektif beserta

TRANSCRIPT

makalah Teori Kontigensi Dari Kepemimpinan Yang Efektif

BAB 1PENDAHULUAN Latar BelakangAwal kita telah melihat bahwa aspek dari situasi menentukan persyaratan peran bagi para pemimpin. Penelitian komporatif mengenai cara perilaku manajerial beragam antarsituasi (dilihat bab 2) memberikan beberapa pandangan yang berguna, tetapi ini hanyalah sebuah pendekatan tidak langsung untuk menentukan jenis kepimpinan apa yang optimal dalam sebuah situasi tertentu. Sebuah pendekatan yang lebih langsung adalah menentukan bagaimana ciri atau perilaku pemimpin berhubungann dengan indikator efektifitas kepemimpinan dalam situasi berbeda. Aspek situasi yang memperkuat atau menghapuskan pengaruh dari ciri atau perilaku dari seorang pemimpin disebut variabel moderator situasional. Teori yang menjelaskan efektiovitas kepemimpinan dalam hal variabel moderator situasional disebut teori kontingensi dari kepemimipinan. Jenis teori ini sangat berguna saat melibatkan variabel yang menghalangi untuk menjelaskan mengapa pengaruh dari perilaku atau hasilnya beragam antarsituasi.

Bab ini meninjau lima teori kontingensi dari kepemimpinan : teori jalur sasaran, teori pengganti pemimpin,teori berbagai-hubungan, teori kontingensi LPC dan teori sumber daya kognitif. Setiap teori dijelaskan secara singkat dan dievaluasi secara koseptual ddan dukungan empiris. Bab ini diakhiri dengan beberapa pedoman umum bagi berbagai perilaku kepemimpinan dari situasi yang satu kesituasi yang lainnya.

PENILITIAN MENGENAI TEORISejumlah besar studi telah di lakukan selama 20 tahun terakhir untuk menguji teori kontigensi LPC.studi-studi ini telah di tinjau oleh strube dan garsia (1981)dan oleh peters ,hartke,dan pohlmann(1985).para peninjau menyimpulkan bahwa penilitian tersebut ,cenderung mendukung model walaupun tidak untuk setiap oktan dan tidak terlalu kuat untuk studi lapangan di bandingkan dengan studi laboratorium.

Walaupun kebanyakan hasilnya possitif,metode yang di gunakan untuk menguji tersebut sangatlah di kecam oleh berjumlah penulis.sebuah kecaman adalah bahwa dukungn empiris di dasarkan pada hasil korelasional yang gagal mencapai kepentingan statistis dalam sebagian besar kasus walaupun korelasinya mungkin berada dalam arah yang benar.(graen,alfares,orris dan martela,1970:mcmahon,1972:feccio,1983)kecaman lainnya melibatkan proses diman ketiga aspek berbeda dari situasi itu di kombinasikan menjadi sebuah kontinum tunggal.bobot yang di gunakan untuk menghitung keuntungan situasi dan membuat oktan kelihatannya secara sembarang.(shiflett,1973)

KELEMAHAN KONSEPTUALTeori kontigensi LPC memiliki beberapa kelemahan konseptul yang serius .nilai LPC merupakan ukuran dalam pencarian makna (schriesheim dan kerr,1977,hal 23).interpretasinya telah berubah dalam cara tidak beraturan,dan interpretasi saat ini adalah spekulatif .nilai LPC mungkintidak stabil seiring waktu dan bias menjadi lebih rumit dari pada yang di perkirakan .

Model tersebut bukan benar-benar sebuah teori karena tidak menjelaskan bagaimana nilai LPC seorang pemimpin yang jelas dan fariabel yang ,mengganggu kinerja kelompok (ashour,1973) saat tidak adanya fariabel perilaku,model tersebut tidak memberikan suatu bimbingan untuk melatih para pemimpin untuk bagaimana beradaptasi dengan situasi. Jika LPC adalah cirri kepribadian yang relative stabil ,seperti yang biasanya di asumsiakan,maka perubahan bukanlah sebuah pilihan ,untuk memperbaiki kepemimpinan.pilihan lain adalah memilih pemimpin agar sesuai dengan situasi ,tetapi skala LPC tidak dapat memenuhi persyaratan untuk ,sbuah perangkat seleksi yang sah.pilihan akhirnya adalah mengubah situasinya agar cocok dengan pemimpin.memang di mungkinkan untuk membuat situasi menjadi kurang atau lebih menguntungkan agar cocok dengan nilai LPC .pemimpin itu (vietler dan chemers 1982)tetapi mengurangi keuntungan barangkali adalah kontra produktif.sebagai contoh,ide bahwa beberapa pemimpin harus berusaha membuat hubungan pemimpin anggota jadi memburuk(yaitu,dengan amat tidak suportif)kelihatannya tidak etis dan juga tidak bijaksana (schriesheim dan kerr 1977)hal berupa,suatu perubahan yang di lakukan dalam struktur tugas harus di pandu oleh perhatian untuk penggunaan ornag dan sumber daya secara efisien,bukan oleh keinginan untuk membuat srtuktur tugas sebanding dengan nilai LPC ,pemimpin itu.penilitian menyatakan bahwa memodifikasi struktur tugas memiliki sepuluh kali pengaruh atas kinerja kelompok seperti nilai LPC (Obriend dan kabanovv,1981)

Moel(dan kebanyakan pe nilitian) mengabaikan para pemimpin yang LPC nya sedang,yang jumlah nya barangkali mengalahkan para pemimpin yang LPC nya tinggi dan rendah.penilitian menyatakan bahwa pemimpin yang LPC nya sedang adalah lebih efektif dari pada pemimpin yang LPCnya tinggi atau rendah dalam sebagian besar situasi (lima dalam delapan okta).barangkali karena mereka menyimbangkan afiliasi dan perhatian akan keberhasilan secara lebih berhasil (kennedi ,1982 :shiflett,1973.)

2.2 TEORI JALUR SASARAN DARI KEPEMIMPINAN

Teori Jalur sasaran dari kepemimpinan telah di kembangkan untuk menjelaskan bagaimana perilaku dari seorang pemimpin mempengaruhi kepuasan dari kinerja dari bawahan. Di bangun atas versi lebih awal dari teori Evans (1970), House (1971) memformulasikan sebuah versi yang lebih teliti yang menyertakan variabel situasional

Menurut House (1972, hlm. 324), Fungsi motivasional dari pemimpin dari pemimpin terdiri dari pembayaran pribadi yang makin meingkat bagi parah bawahan atas pencapaian sasaran kerja dan jalur untuk pembayaran ini menjadi lebih mudah dijalani dengan menjernihkannya, dengan mengurangi hambatan jalan dan lubang, dan sambil berjalan juga meningkatkan keempatan untuk kepuasan pribadi, pemimpin juga mempengaruhi kepuasan bawahan, khususnya kepuasan terhadap pemimpin.

Proses Penjelasan

Sebuah teori motivasi yang disebut teori harapan (Georgopoulos, Mahoney & Jones, 1957; Vroom, 1964) di gunakan untuk menjelaskan bagaimana seorang pemimpin dapat mempengaruhi kepuasan dan upaya bawahannya. Teori harapan menjelaskan motivasi kerja dalam hal sebuah proses pilihan rasional dan di mana seorang memutukan seberapa banyak upaya yang akan di berikan kepada pekerjaan pada suatu waktu tertentu. Dalam memilih antar upaya maksimal dan upaya minimal dan upaya maksimal ( atau menengah), seorang memprtimbangkan kemungkinan bahw suatu tingkat upaya tertentu akan mengarah kepada penyelesaian tugas dengan berhasil dan kemungkinan bahwa penyelesain tugas akan memberikan hasil yang diinginkan ( yaitu, gaji yng lebih tinggi, pengakuan, promosi rasa keberhasilan) sambil menghindari hasil yang tidak diinginkan, (yaitu, pemberhentian, kecelakaan, teguran, penolakan oleh rekan kerja, tekanan berlebihan).

Bagaimana semua harapan dan valensi yang banyak untuk hasil dan tingkatan upaya yang berada tersebut dikombinasikan untuk menentukan motivasi sesorang adalah masih sebuah masalah spekulasi dan kontroversi. Secara umum, jika bawahan percaya bahwa hsil yang berharga dapat di capai hanya dengan memberikan upaya yang serius dan mereka yakin bahwa upaya demikian akan berhasil, maka mereka akan memberikan upaya tersebut. Pengaruh dari perilaku seorang pemimpin terutama adaah untuk memodifiksikan persepsi dan keyakinan ini.

Perilaku Pemimpin

Versi awal dari teori ini hanya mengandung dua perilaku pemimpin yang didefenisikan secara luas; kepmimpinan suportif ( serupa dengan perhtian) dan kepemimpinanmengarahkan (serupa dengan struktur memprakarsai). Kedua perlaku pemimpin yang lainnya ditambahkan dalam veribelakanagna oleh House Mitchell (1974) keempat perilaku didefenisikan sebagai berikut :

1. Pemimpin suportif, memberikan perhatian terhadap kebutuhaan bawahan, yang memperlihatkan perhatian akan kesejahteraan mereka dan menciptakan iklim yang bersahabat dalam unit kerja.2. Kepemimpinan Mengarahkan, membiarkan bawahan mengetahui apa yang diharapakn untuk mereka lakukan, memberikan bimbingan khusus, meminta bawahan untuk mengikuti peraturan dan prosedur, pembuatan jadwal dan mengordinasikan pekerjaan3. Kepemimpinan Partisipatif, berkonsultasi dengan parah bawahan dan mempertimbangkan opini dan usulan mereka.4. Kepemimpinan Berorientasi Keberhasilan, menetapakn sasaran yang menantang, mencari perbaikan kinerja, menekankan kinerja yang luar biasa, an memperlihatkan keyakinan bahwa bawahan akan mencapai standar yang tinggi. Variabel Situasional

Menurut teori jalur sasaran, pengaruh dari perilaku pemimpin pada kepuasan dan upaya bawahan begantung pada aspek situasi, termasuk karakteristik tugas dan karakteristik bawahan. Variabel moderator situasional ini menentukan potensi meningkatkan motivasi bawahan dan cara d mana pemimpin harus bertindak untuk meningkatkan motivasi. Variabel situasional juga mempengaruhi pilihan bawahan akan sebuah pola periaku kepemimpinan tertentu, yang dengan demikian mempengaruhi dampak dari pemimpin terhadap kepuasan bawahan. Hubungan sebab akibat dalam teori ini diilustrasikan dalam Gambar 8-2

VARIABEL SEBAB AKBATVARIABEL YANG MENGGAGGUVARIABEL HASIL AKHIR

Perilaku pemimpinHarapan Dan Valensi BawahanUpaya dan kepuasan bawahan

VARIABEL MODERATOR SITUASIONAL

Karakteristik tugas dan lingkungan

GAMBAR 8-2 Hubungan Sebab Akibat Dalam Teori Jalur Sasaran Dari Kepemimpinan Usulan Utama

Saat tugasnya membuat tekanan, membosankan atau berbahaya, kepemimpinan suportif mengarah kepada meningkatnya upaya dan kepuasan bawahan dengan meningkatkan keyakinan diri, merendahkan rasa cemas, dan meminimalkan aspek yang tidak menyenangkan dari pekerjaan itu. Dalam terminilogi teori harapan, pemimpin meningkatkan valensi intrinsik (kesenangan) dari melakukan tugas itu dan harapan bahwa tugas itu akan diselesaikan dengan berhasil. Namun, jika sebuah tugas itu menarik dan dapat dinikmati, dan bawahan telah merasa yakin, maka kepemimpinan suportif hanya akan memiliki sedikit pengaruh, jika ada. Hipotesis rantai sebab akibat untuk kepemimpinan suportif digambarkan dalam gambar 8-3

Meningkatkan upaya

Meningkatkan harapan upaya kinerja

Meningkatkan keyakinan diri dan merendahkan kecemasan

Kepemimpinan suportif

Meningkatkan valensi intrinsik dari pekerjaan

Mengurangi kejemuan dan membuat pekerjaan menjadi dapat ditoleransi

GAMBAR 8-3 Hubungan Sebab Akibat Untuk Pengaruh Dari Kepemimpinan Suportif Pada Upaya Bawahan

Saat tugasnya tidak terstruktur dan rumit, bawahan tidak berpengalaman, dan hanya ada sedikit formalisasi dari peraturan dan prosedur untuk membimbing pekerjaan, maka kepemimpinan mengarahkan akan menghasilkan kepuasan dan upaya yang lebih tinggi dari bawahan. Teori tersebut selanjutnya mengasumsikan bahwa ambiguitas peran adalah tidak menyenangkan dan mengurangurangi hal ini akan mengarah kepada kepuasan bawahan yang lebih besar. Saat tugasnya terstruktur atau bawahan amat kompeten, kepemimpinan yang mengarahkan tidak memiliki pengaruh atas upaya selanjutnya, dalam situasi ini, jika bawahan merasa bahwa pengawasan ketat dan arahan menjadi sebuah pembebanan yang tidak perlu dari kendali pemimpin, kepuasan bawahan akan menurun.

Hipotesis rantai sebab akibat untuk kepemimpinan mengarahkan digambarkan dalam gambar 8-4. Seperti yang diperlihatkan oleh gambar itu, terdapat lebih dari satu cara agar kepemimpinan mengarahkan untuk mempengaruhi upaya bawahan. Upaya dapat ditingkatkan dengan menemukan penghargaan yang baru dan lebih besar bagi kinerja dan membuatnya makin tergantung atas kinerja bawahan. Opsi ini disertakan dalam formulasi awal dari teori Evans (1970) dan House (1971) tetapi diabaikan dalam sebagian besar versi berikutnya dan dalam penelitian pengesaha, barang kali karena perilaku penghargaan positif tidak terlalu cocok kedalam definisi yang berlaku atas perilaku yang mengarahkan.

Penilitian Mengenai Teori

Penelitian yang dilakukan untuk menguji teori jalur sasaran telah menghasilkan hasil campuran. Wofford dan Liska (1993) telah meninjau 120 studi survei mengenai teori ini dan melakukan sebuah analisis-meta dari hasilnya bagi periku tugas dan hubungan. Podsakoff, Mackenzie, Ahearne dan Bommer (1995) juga telah melakukan sebuah tinjauan luas atas penelitian mengenai variabel moderator dalam kepemimpinan. Meskipun terdapat begitu banyak studi yang telah menguji teori tersebut, hasilnya tidaklah konklusif. Tidak tersedia cukup studi untuk memberikan ujian hipotesis yang memadai atas moderator situsional dari kepemimpinan partisipatif dan berorientasi Keberhasilan. Kebanyakan usulan tentang moderat situasional dari kepemimpinan mengarahkan tidaklah didukung. Terdapat beberapa bukti bahwa kepemimpinan mengarahkan lebih kuat berkorelasi dengan kepuasan bagi bawahan yang memiliki kemampuan rendah, tetapi hanya ujian tidak langsung atas usulan itu yang dimungkinkan.

Keterbatasan metodologi memberikan kesulitan untuk menerjemahkan hasil dari sebagian besar penelitian yang menguji teori itu (Woffor & Liska, 1993; Yukl, 1989). Kebanyakan studi menggunakan kuesioner bawahan untuk mengukur perilaku pemimpin dan menggunakan rancangan korelasional statis.

Kelemahan Konseptual

Teori jalur-sasaran juga memiliki beberapa kekurangan konseptual yang membatasi penggunaannya. Secara umum, kelemahan terbesar adalah penggunaan teori harapan sebagai dasar utama untuk menjelaskan pengaruh pemimpin. Model keputusan rasional ini memberikan gambaran mengenai perilaku manusia yang terlalu kompleks dan kelihatan tidak realistis (Behling & Starke, 1973; Mitchell, 1974; Schriesheim & Kerr, 1977) Teori harapan tidak mempertimbangkan reaksi emosional terdapat dilema keputusan, seperti penolakan atau distorsi dari informasi yang relefan tentang harapan dan valensi.

Keterbatasan konseptual lainnya adalah kepercayaan pada kategori luas dari perilaku pemimpin yang tidak terlalu sesuai dengan proses yang menengahi. Diasumsikan bahwa ambiguitas peran akan menyebabkan seorang memiliki harapan yang rendah secara tidak realistis, dan bahwa perilaku pemimpin yang menghasilkan kejelasan yang lebih besar secara otomatis akan meningkatkan harapan.

2.3 TEORI PENGGANTI KEPEMIMPINAN

Kerr dan Jermier (1978) mengembangkan sebuah model untuk mengidentifikasi aspek situasi yang mengurangi pentingnya kepemimpinan oleh para manajer dan para pemimpin formal lainnya. Teori itu membuat sebuah perbedaan antara dua jenis variabel situasional: penganti dan netralisatori. Hal ini meliputi suatu karakteristik dari bawahan, tugas atau organisasi yang memastikan bawahan akan jelas memahami peran mereka, mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan, amat bermotivasidan puas dengan pekerjaan mereka. Netralisatori adalah suatu karakteristik dari tugas atau organisasi yang mencegah seorang pemimpin untuk bertindak dalam sebuah cara tertentu atau meniadakan pengaruh dari tindkan pemimpin itu.

Dalam versi awal dari model itu, Kerr dan Jermier (1978) paling memperhatikan penganti dan netralisator yang mengidentifikasi untuk kepemimpinan suportif dan instrumental. Kepemimpinan suportif adalah serupa dengan pertimbangan, dan kepemimpinan instrumen adalah sama dengan struktur memprakarsai.

Karakteristik Bawahan

Saat bawahan memiliki pengalaman atau pelatihan yang cukup luas sebelumnya, hanya diperlukan sedikit arahan karena mereka telah memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukanya. Contoh dokter medis, pilot penerbangan, akuntan, ahli listrik dan profesional lainnya, tidak membutuhkan banyak pengawasan, dan sering kali tidak menginginkannya.

Karakteristik Tugas

Penggantian lain untuk kepemimpinan instrumental adalah tugas yang sederhana dan berulang. Bawahan dapat belajar keterampilan yang tepat untuk jenis tugas ini secara cepat tampa perhatian dan arahan yang luas oleh pemimpin mereka. Saat tugas itu memberikan umpan balik otomatis mengenai bagaimana baiknya pekerjaan itu dilakukan, pemimpin tidak perlu memberikan banyak umpan balik contohnya sebuah studi menemukan bahwa para pekerja dalam sebuah perusahan yang memiliki jaringan sistim komputer dan pabrikasi yang terintegrasi secara komputerisasi tidak membutuhkan banyak pengawasan karena mereka mampu memperoleh umpan balik atas produktifitas dan kualitas secara langsung dari sistem informasi, dan mereka dapat memperoleh bantuan dalam memecahkan masalah dengan menanyakan orang lain dalam jaringan itu (Lawlwr, 1988).

Karakteristik Kelompok dan Organisasi

Dalam organisasi yang memiliki peraturan, regulasi dan kebijakan yang tertulis dengan rinci, hanya diperlukansedikit arahan saat peraturan dan kebijakan telah dipelajari oleh bawahan. Peraturan dan kebijakan dapat berfungsi sebagai netralisator dan juga sebagai pengganti jika mereka begitu tidak fleksibel sehingga mencegah seorang pemimpin membuat peruhbahan dalam pemberian tugas atau prosedur kerja untuk memudahkan upaya bawahan.

Pengganti lainnya untuk kepemimpinan suportif adalah kelompok kerja yang amat kohesif dimana bawahan mendapatkan dukungan psikologis satu sama lain saat dibutuhkan. Kohesivitas kelompok dapat menggantikan upaya kepemimpinan untuk memotifasi bawahan jika terdapat tekanan sosial bagi setiap anggota untuk membuat sebuah konstribusi yang penting kepada tugas kelompok. Di sisi lain kohesivitas dapat berfungsi sebagai netralisator jika hubungan dengan manajemen ternyata buruk, dan tekanan sosial digunakan untuk membatasi produksi.

Implikasi untuk Meningkatkan Kepemimpinan

Howell et al. (1990) berpendapat bahwa bebrapa situasi memiliki begitu banyak netralisator sehingga sulit atau tidak mungkin bagi pemimpin untuk berhasil. Dalam peristiwa ini, perbaikannya adalah tidak menggantikan pemimpin atau memberikan lebih banyak pelatihan, tetapi lebih mudah untuk mengubah situasi.

Penelitian mengenai TeoriMeski demikian,usulan pengujian penelitian tentang pengganti dan netralisator khusus masih terbatas (yaitu,Howell & Dorfman,1981,1986;Pitner, 1986;Podsakoff,MacKenzie & Williams,1993). Penelitianempiris telah menemukan dukungan untuk beberapa aspek dari teori tersebut, tetapi aspek lain belum diuji atau didukung. Sebuah tinjauan konprehensif (Podsakoff et,al1995) menemukan sedikit bukti bahwa variabel situasional menengahi hunbungan antara perilaku pemimipin dengan motifasi atau kepuasan bawahan. Namun terdapat banyak bukti bahwa variabel situasional secara langsung mempengaruhi kepusaan atau motifasi bawahan.Hasilnya kelihatan mendukung kesimpulan yang diraiholeh McIntosh (1988) bahwa banyak penelitian evaluasi telah menentukan aspek yang salah dari teori tersebut.

Kelemahan KonseptualTeori ini memiliki bebrapa kelemahan konseptual.Teori ini tidak memiliki dasar pemikiran yang rinci untuk setiap pengganti dan netralisator dalam hal proses sebab akibat yang melibatkan variabel mengganggu yang jelas.Sebuah gambaran dari proses penjelasan akan membantu membedakan antara pengganti yang mengurangi pentingnya sebuah variabel yang mengganggu dan pengganti yang melibatkan perilaku kepemimpinan oleh orang selain dari pemimpin formal.Sebagai conto, pentingnya kemampuan bawahan untuk kinerja kelompok dapat dikurangi daengan perbaikan terknologi seperti otomatisasi dan kecerdasan buatan . Situasi yang cukup berbeda adalah situasi di mana kemampuan tetap penting,tetapi keterampilan tugas yang di butuhkan oleh bawahan di perkuat oleh seseorang di samping pemimpin formal (yaitu rekan kerja,pelatih dari luar).

2.4 MODEL BERBAGAI- HUBUNGAN Model berbagai hubungan (Yukl 1981,1989) didirikan atas model-model yang lebih awal dari kepimimpinan dan evektivitas kelompok. Model itu meliputi empat jenis variabel: perilak manajerial,variabel yang mengganggu ,variabel criteria,dan variabel situasional.Dengan cara yang umum model itu menjelasan pengaruh yang berinteraksi dari perilaku manajerial dan variabel situasional terhadap variabel yang mengganggu yang menentukan kinerja dari sebuah unit kerja.

Variabel yang Mengganggu Untuk memahami bagaiman seorang pemimipin dapat mempengaruhi kinerja dari sebuah subunit kelompok atau organisasi,amatlah beguna untuk menguji variabel yang menngganggu yang menentukan kinerja kelompok.Keenam variabel yang mengganggu dalam model didasarkan pada penelitian dan teori awal atas penetu kinerja individual dan kelompok (yaitu,Hackman,Brousseau & Weiss,1976;Likert,1967;MCGrath,1984;Porter & Lawler,1968;).Variabel yang mengganggu didevinisikan sebagai berikut.

1. Komitmen tugas.Batasan di mana para anggota unit berjuang untuk mencapai tingkatan kinerja yang tinggi dan memperlihatkan derajat komitmen pribadi yang tinggi kepada sasaran tugas unit.2. Kemempuan dan kejelasan peran. Batasan dimana para anggota unit memahami tanggung jawab pekerjaan mereka sendiri,mengetahui apa yang harus dilakukan, dan memiliki keterampilan untuk melakukannya.3. Organisasi pekerjaan.Batasan dimana Trategi kinerja yang efektif digunakan untuk mencapai sasaran tugas dan pekerjaan itu diatur untuk memastikan penggunaan personalia,peralatan,dan fasilitas secara efisien.4. Kerja sama dan saling Mempercayai.Batasan dimana anggota kelompok saling mempercayai,berbagai informasi dan ide,saling membantu,dan dikenali unit kerja.5. Sumber daya dan dukungan.Batasan dimana kelompok memiliki dana anggaran,peralatan,perangkat,persediaan,personel,dan fasilitas yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan,dan informasi dan batuan yang diperlukan dari unit lainnya.6. Koordinasi Eksternal.Batasan dimana aktivitas unit kerja disinkronisasikan dengan aktifitas yang saling bergantung di bagian lain dari organisasi dan organisasi lain. Pengaruh Situasional pada Variabel yang Mengganggu

Aspek dari situasi mempengaruhi tingkat saat ini dari setiap variabel yang mengganggu secara idependen dari apa pun yang dilakukan oleh pemimpin.Aspek dari model ini adalah serupa dengan penggantidari kerr Kermier.Dalam sebuah situasi yang lebih menguntungkan,bebrapa variabel yang menngganggu mungkn telah berada pada tingkat jangka pendek maksimum,yang membuat pekerjaan pemimpin menjadi jauh lebih mudah.

Variabel situasional mempengaruhi kemampuan bawahan meliputi perekrutan dan system seleksi dari organisasi dan pelatihan serta pengalaman sebelumnya dari bawahan itu. Sebuah organisasi yang memiliki prosedur perekrutan dan seleksi yang efektif dan gaji yang tinggi akan lebih besar kemungkinannya untuk menarik orang-orang yang memenuhi syarat yang memiliki kemampuan tinggi.Kemampuan akan lebihh mungkin menjadi lebih tinggi juga bagi para professional dan orang-orang dalam pertukaran keterampilan yang menerima pelatihan luas sebelumnya untuk bergabung dengan organisasi.

Variabel situasional yang mempengaruhi organisasi kelompok kerja meliputi jenis teknologi yang digunakan untuk melakukan pekerjaan dan strategi kompetitif dari organisasi.Peran dan prosedur kerja akan lebih mungkin diberikan oleh manajemen puncak saat tugasnya sederhana dan berulang dari pada tugas yang kompleks dan variabel.Namun prosedur standar yang dikenakan oleh organisasi untuk memaksimalkan efisiensi hanyalah sebuah pengganti untuk perencanaan dan pengorganisasian pemimmpin saat mereka menghasilkan strategi kinerja yang optimal,yang tidak seelalu berlaku bahkan untuk tugas yang amat terstruktur.

Memadainya sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dipengaruhi oleh system anggaran formal organisasi,system persediaan,dan system pengendalian persediaan,dan juga kondisi pada saat tersebut.Tingkat sumber daya dan dukungan yang memadai akan lebih besar kemungkinannya akan tersedia saat organisasi itu makmur dan bertumbu daripada saat organisasi itu sedang menurun dan menghadapi kekurangan sumber daya yang parah.Karena beberapa organisasi memiliki sumber daya tambahan yang berlebihan dalam dunia kompetitif saat ini,maka peran memperoleh sumber daya akan lebih besar kemungkinannya untuk terus menjadi hal yang penting bagi sebagian besar pemimpin.

Koordinasi eksternal dipengaruhi oleh stuktur formal organisasi.Saat tedapat saling ketergantungan yang tinggi secara lateral dalam sebuah organisasi,beberapa koordinasi yang diperlukan antarsubunit dapat dicapai dengan mekanisme pengintegrasian yang khusus seperti posisi integrator dan komite lintas-fungsi (Galbraith,1973;Lawrence &Lorsch,1967;).Hal serupa,beberapa koordinasi eksternal yang dibutuhkan dengan orang luar seperti klien atau subkontraktor dapat dicapai oleh orang-orang yang memiliki posisi hubungan yang khusus.

Tindakan Jangka Pendek untuk Memperbaiki KekuranganSebuah usulan dasar teori itu adalah bahwa tindakan pemimpin untuk meperbaiki suatu kekurangan dalam variabel yang mengganggu akan meningkatkan kinerja kelompok.Seorang pemimpin yang gagal mengenali kesempatan untuk memperbaiki kekurangan dalam variabel mengganggu yanh penting,yang mengenali kesempatan tetapi gagal bertindak,atau yang bertindak tetapi tidak terampil akan tidak efektif secara optimal.Seorang pemimpin yang tidak efektif bisa membuat keadaan menjadi lebihh buruk dengan bertindak dengan cara yang meningkatkan bukannya menurunkan kekurangan dalam satu atau lebih variabel yang mengganggu.

Tabel 8-4 meringkaskan kemungkinan tindakan jangka pendek untuk menghadapi kekurangan dalam variabel yang mengganggu.Para pemimpin dapat mempengaruhi bawahan untuk bekerja lebih cepat atau melakukan pekerjaan yang kualitasnya lebih baik (misalnya,dengan menawarkan insentif khusus,dengan memberikan perkataan yang memberikan inspirasi tentang pentingnya pekerjaan tersebut,dengan menetapkan sasaran yang menantang). Para pemimpin dapat meningkatkan kemampuan bawahan untuk melakukan pekerjaan (misalnya,dengan Memperhatikan metode yang lebih baik kepada mereka untuk melakukan pekerjaan, dengan menjernihkan kebingungan mengenai siapa yang bertanggung jawab untuk hal apa).

Pengaruh jangka panjang pada kinerja kelompokSelama periode waktu yang lebih lama, para pemimpin dapat berbuat perbaikan yang lebih besar dalam kinerja kelompok dengan memodifikasi situasi agar lebih menguntungkan. Para pemimpin efektif bertindak untuk mengurangi batasan menignkatkan pengganti, dan mengurangi pentingnya variabel yang mengganggu yang tidak dapt diperbaiki untuk pengingkatan.

Beberapa contoh kemungkinan tindakan yang dapat diambil oleh seorang pimpinan untuk memperbaiki situasi adalah sebagai berikut.

1. Mendapatkan kendali yang lebih besar atas perolehan sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan dengan mempererat hubungan yang lebih baik dengan para pemasok, menemukan sumber daya alternatif, dan mengurangi ketergantungan pada sumber daya yang tidak dapat di andalkan2. Mendapatkan kendali yang lebih besar atas permintaan akan produk dan jasa unit dengan menemukan pelanggan baru, membuka pelanggan baru membuka pelanggan baru lebh banyak iklan, dan memodifikasi produk atau jasa agar lebih dapat diterima oleh klien dan pelanggan3. Memprakarsai aktivitas baru yang labih menguntungkan untuk unit kerja yang akan menggunakan personel, peralatan, dan fasilitas secara lebih baik4. Memprakarsai program penaikan jangka panjang untuk meningkatkan personel peralatan dan fasilitas dalam unit kerja, seperti dengan mengganti peralatan lama membuat program pelatihan dan rekonstruksi fasilitas5. Memodifikasi struktur formal unit kerja untuk menyelesaikan masalah kronis danmengurangi permintaan pada pemimpin untuk kerusakan jangka pendek seperti dengan mendefinisikan kembali hubungan otoritas, sentralisasi (atau desentralisasi) beberapa pembuatan keputusan, menciptakan (atau menghilangkan) posisi memodifikasi sistem informasi dan menyederhanakan (atau menghilangkan) peraturan dan prosedur standar.6. Mengubah budaya organisasi untuk menekankan nilai, keyakinan dan norma yang merupakan sumber motivasi interal untuk menjadi unggul, belajar dan kerja sama. Evaluasi dari model berbagai hubunganModel berbagai hubungan adalah lebih rumit dan konfrenhensif dari pada teori-teori sebelumnya karena meliputi variabel mengganggu yang lebih relevan kisaran perilaku pemimpin yang lebih luas dan variabel situasional yang lebih banyak.

Model tersebut memiliki beberapa kelemahan konseptual. Model ini tidak menyebutkan bagaimana jenis perilaku yang berbeda dari pemimpij itu saling berinteraksi dalam pengaruhnya pada variabel yang mengganggu.

2.5 TEORI SUMBER DAYA KOGNITIFModel situasional yang lebih baru dikembangkan oleh Fiedler dan para koleganya (Fiedler, 1986; Fiedler & Garcia 1987) berhubungan dengan kemampuan kognitif dari para pemimpin. Teori ini menguji kondisi dimana sumber daya kognitif seperti kecerdasan dan pengalaman itu berhubugan dengan kinerja kelompok.

Hubungan sebab akibat utama dalam teori sumber daya kognitif digambarkan dalam gambar 8-6. Menurut teori tersebut, tekanan antar peribadi bagi pemimpin menengahi hubungan antara kecerdasan pemimpin dengan kinerja bawahan,

Gambar 8-6 hubungan sebab akibat utama dalam teori sumber daya kognitif

Tekanan sosial bagi pemimpin

Kualitas keputusan

Kecerdasan pemimpin

Pengalaman pemimpin

Tekanan antar peribadi bagi pemimpin juga menengahi hubungan antara engalaman pemimpin dengan kinerja bawahan. Biasanya pengalaman diukur dalam hal waktu dalam pekerjaan, dan ini diasumsikan menghasilkan pola perilaku kebiasaan untuk secara efektif menghadapi masalah tugas. Juga diasumsikan bahwa orang berada dibawah tekanan cenderung menghadapi masalah tugas dengan mengacu kepada perilaku yang dipelajari sebelumnya bukannya dengan memperlakukan sebagai masalah baru.

Penelitian mengenai teori sumber daya kognitifBukti yang mendukung usulan bahwa tekanan menengahi pengaruh dari kecerdasan dan pengalaman ditemukan dalam sebuah studi yang dilakukan atas para perwira penjaga pantai (Potter & Fiedler 1981) dan studi atas para petugas pemadam kebakaran (Frost 1983). Namun hanya satu studi yang menguji kemungkinan alasan mengapa tekanan menengahi hubungan dari kecerdasan dan pengalaman pemimpin dengan efektifitas.

Usulan bahwa kepemimpinan intelektual lebih berhubungan dengan kinerja untuk para pemimpin mengarahkan dari pada untuk para pemimpin yang tidak mengarahkan umumnya didukung dalam lima studi awal yang dilaporkan oleh Fiedler Gracia (1987 hlm 161) dan dalam tiga studi berikutnya (Blyth 1987; Murphy, Blyth & Fiedler 1992; Vecchio, 1990)beberapa studi yang dilakukan untuk mengevaluasi model Vroom-Yetton juga memberikan bukti yang mendukung untuk usulan dari teori sumber daya kognotif ini.

Keterbatasan Dari Penelitian

Terlalu dini untuk mencapai suatu kesimpulan mengenai kegunaan dari teori itu. Hasil dari penelitian validasi telah tidak konsisten antarstudi, permasalahan metodologis telah menyulitkan untk menerjemahkan beberapa hasilnya, dan beberapa aspek dari teori tersebut tidak diuji secara memadai (Fiedler, 1992; Gibson, 1992; Vecchio, 1990). Selanjutnya beberapa kelemehan metedologis telah diidentifikasikan.

Kebanyakan studi yang disebutkan oleh Fiedler dan Garcia (1987) telah dilakukan untuk menguji model kontingengsi LPC dan hanya setelah beberapa waktu kemudian ia menganalisis kembali untuk menguji kembali untuk menguji teori sumber daya kogninitif. Studi korelasional ini tidak memberikan sebuah ujian penuh atas usulan dalam teori itu (Vecchio, 1990). Rancangan penelitian yang lebih baik adalah sebuah ekperimen yang membandingkan hail bagi berbagai kombinasi kecerdasan dan pengalaman di bawah kondisi tekanan dan tanpa tekanan.

Aspek yang paling kontroversi dari teori tersebut adalah ide bahwa efetifitas pemimpin diprediksikan oleh kecerdasan dalam kondisis tekanan tinggi. Teori itu memberikan beberapa kemungkinan alasan untuk keputusan yang berkualitas buruk di bawah tekanan, tetapi penjelasannya belum diverivikasikan. Terdapat kebutuhan akan lebih banyak studi yang meliputi ukuran ari proses yang menengahi.

Kebanyakan studi validasi telah bergantung pada ukuran penggati dari pengalaman, seperti lamanya bekerja, bukannya menggunakan kinerja kepemimpinan dari keahlian pekerjaaan yang relevan. Bettin dan Kennedy (1990) menemukan bahwa kinerja kepemimpinan dari para perwira AD diprediksikan oleh jumlah pengalaman sebelumnya yang relevan, tetapi bukan oleh waktu adlam posisi saat ini, lamanya bertugas, atau jumlah posisi sebelumnya. Selanjutnya, ukura pengalaman dapat terkontaminasi oleh faktor dari luar yang berhubungan dengan tekanan. Sebuah penjelasan tandingan untuk hasil tersebut adalah bahwa parapemimpin yang berpengalaman memiliki toleransi yang lebih besar terhadap tekanan (pemimpin yang tidak dapat menangani tekanan telah berhenti atau diberhentikan). Penjelasan tandingan lainnya bahwa para pemimpin yang berpengalaman yang memiliki lebih banyak waktu untuk mengembangkan sebuah jaringan hubungan mendukung yang akan membantu mereka dibawah kondisi yang menekan. Penjelasan tandingan ini harus diselediki.

Kelemahan Konseptual

Teori sumber daya kogitif juga memiliki beberapa kelemahan konseptual yang membatasi kegunaannya untuk menjelaskan kepemimpinan yang efektif sebuah variabel ciri utama dalam teorii ini adalah kecerdasannumum. Tidak diberikan dasar pemikiran yang jelas untuk penggunaan kecerdasan umum dari pada ketrampilan kognitif khusus. Lebih besar kemungkinannya bahwa teori ini akan diperbaiki dengan mengenali aspek khusus dari kemampuan intelektual yang relevan dengan tugasnnya (Vecchio, 1990).

Hanya ada satu kepemimpinan dalam teori itu, dan ini terlalu umum untuk menangkap kerumitan yang ditemukan dalam penelitian awal mengenai kepemimpinan partisipatif. Model Vroom-Yetton yang dijelaskan dalam bab 4 memberikan penjelasan yang jauh lebih baik atas pengaruh ari prosedur keputusan partisipatif dibawah kondisi yang berbeda.teori sumber daya kognitif akan diperbaiki dengan sebuah penjelasan yang lebih tepat atas pengaruh dari sumberdaya kognitif atas perilaku dan efektifitas pemimpin.

2.6 EVALUASI UMUM DAN TEORI KONGTINGENGSI

Tabel 8-5 menjelaskan fitur utama dari teori kongtingsi yang dijelaskan dalam bab ini dan model keputusan normatif Vroom dan Yetton (1973) yang dijelaskan dalam bab 4. Tabel itu memudahkan untuk membandingkan teori tersebutdengan memperhatikan isi dan validasinya. Ketujuh teori tersebut berisi variabel moderator situassional, tetapi keragaman dari variabel situasional adalah lebih besar dalam beberapa teori daripada teori lainnya. Kellihatannya lebih disukai agar teori situasional melibatkkan banyak aspek relevan dari situasi itu, teteapi melakukannya akan membuat sebuah teori sulit diuji. Variabel yang menggagu amatlah berguna untuk menjelaskan bagaimana para pemimpin mempengaruhi kenerja bawahan, tetapi hanya tiga dari teori tersebut yang memiliki variabel menggagu yang jelas.

Sebuah teori situasional didukung oleh sebuah pola hasil yang konsisten dengan ususlan dari teori itu. Jika teori itu mendalilkan sebuah rantai sebab akibat dari pengaruh rangkaian dari perilaku pemimpin untuk menggagu variabel terhadap hasil, hasilnya harus konsisten dengan penjelasan ini. Sayangnya, kebanyakan teori kontingengsi dinyatakan secara begitu ambigusehingga menyulitkan untuk mendapatkan usulan khusus yang dapat di uji. Kebanyakan penelitian hanya memberikan ujian atas teori itu. Secara umum, penelitian menderita akibat kurangnya ukuran yang akurat dan bergantung pada rancangan penelitian yang lemah yang tidak mengizinkan kesimpulan yang kuat tentang arah dari hubungan sebab akibat itu (Korman & Tanofsky, 1975; Schriesheim & Kerr, 1977).

Beberapa ilmuan perilaku telah mempertanyakan apakah teori kontingengsi seperti yang ditinjau dalam bab ini memiliki suatu kegunaan untuk memperlihatkan para manajer tentang bagaimana menjadi lebih efektif. Sebagai contoh, McCall (1977) berpendapat bahwa langkah ribut dari pekerjaan manajerial dan relatif kurangnya kendali atasnya oleh para manajer membuat tidak mungkin untuk menerapkan teori yang rumit yang menyebutkan perilaku optimal untuk setiap jenis situasi. Para manajer begitu sibuk berhadapan dengan permasalahan sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk berhenti dan menganalisis situasi dengan sebuah model yang rumit. McCall juga mempertanyakan asumsi yang implisit dari sebagian besar teori kongtingsi di mana terdapat sebuah cara terbaik untuk manajer bertidak di dalam sebuah situasi tertentu. Para pemimpin menghadapi begitu beragamnya situasi yang berubah dengan cepat, dan beberapa pola perilaku berbeda bisa sama-sama efektif dalam situasi yang sama. Teori kontingensi telah memberikan bimbingan yang cukup dalam bentuk prinsip umum untuk membantu para manajer mengenai persyaratan kepemimpinan yang mendasari dan pilihan dalam begitu banyaknya aktivitas dan masalah terfragmentasi yang menghadapi mereka. Apa yang mungkin dibutuhkan adalah sebuah teori yang memiliki elemen uuniversal (misalnya, prinsip umum) dan elemen situasional (misalnya, bimbingan untuk membantu mengenali perilaku yang diinginkan untuk sejenis situasi tertentu).

APLIKASI: PEDOMAN BAGI PARA MANAJER Menggunakan lebih banyak perencanaan untuk tugas yang panjang dan rumitTugas yang panjang dan rumit adalah tugas yang melibatkan banyak aktivitas yang saling terkait yang di lakukan oleh sebuah kelompok besar selama periode waktu yang cukup panjang (misalnya, beberapa minggu atau beberapa bulan). Menyelesaikan tugas dengan berhasil, tepat waktu, dengan pengeluaran sumber daya yang minimum membutuhkan perencanaan yang teliti atas aktivitas itu. Perencanaan paling berguna saat langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas itu diketahui sejak awal, dan lingkungannya relatif dapat diprediksi. Beberapa contoh dari aktivitas demikian meliputi sebuah proyek konstruksi, pemasangan peralatan baru, pengenalan sistem informai baru, dan rancangan dan pelaksanaan sebuah program pelatihan. Pemimpin harus mengenali sejumlah aktivitas yang diperlukan, menentukan rangkaian optimal untuknya, memperkirakan kapan setiap aktivitas dan mengeali sumber daya yang dibutuhkan. Saat pemimpin bertanggung jawab untuk mengelola sebuah tugas rutin yang sederhana yang tidak membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikannya, maka tidak dibutuhkan sebuah rencana yang rinci. Banyak berkonsultasi dengan orang yang memiliki pengetahuan yang relevanResep utama dari model Vroom-Yetton (1973) adalah kebutuhan akan kepemimpinan yang lebih partisipatif saat terdapat sebuah tugas yang rumit dan tidak terstruktur dan bawahan (atau anggota tim) memiliki pengetahuan yang relevan dan ide kreatif bagaimana melakukan tugas itu. Sebuah kondisi tambahan untuk penggunaan efektif dari konsultasi adalah kesesuaian sasaran. Kualitas keputusan akan lebih mungkin meningkat saat pemimpin berkonsultai dengan orang yang memiliki keahlian yang relevan dan komitmen yang kuat untuk mencapai sasaran tugas. Terkadang tepat untuk melakukan agar bersama-sama memecahkan masalah, dan pada waktu lainnya adalah lebih tepat untuk berkonsultasi dengan satu atau dua orang sebelum membuat semua keputusan.

Memberikan lebih banyak arahan bagi orang yang memiliki peran yang saling tergantungKetergantungan peran antaranggota kelompok meningkatkan ambiguitas peran karena membutuhkan penyesuaian bersama yang sering dalam perilaku. Sebuah tim tidak akan mencapai kinerja yang tinggi, kecuali tindakan para anggotanya amat terkordinasi. Bahkan saat tugas individual kelihatan relativ terstruktur, para anggota dapat menjadi bingung mengenai bagaimana membuat penyesuaian bersama untuk mengkoordinasikan tindakan mereka. Kebingunan menjadi lebih besar saat para anggota kelompok kekurangan pengalaman sebelumnya dalam melakukan sebuah tugass khusus bersama-sama. Beberapa contohnya meliputi tim yang baru terbentuk, sebuah tim yang telah maju yang harus melakukan sebuah tugas jenis baru. Dalam situasi demikian, terdapat kebutuhan untuk arahan yang berkelanjutan untuk mengkoordinasikan tindakan yang saling tergantung dari anggota tim berbeda. Jumlah arahan yang dibutuhkan oleh pemimpin dapat dikurangi dengan membuat tim mempraktikan respons mereka terhadap krisis yang disimulasikan sehingga para anggota menjadi terbiasa bekerja bersama secara ketat dan dapat mengantisipasi perilaku masing-masing. Contohnya meliputi tim olahraga (misalnya, bola basket, hoki s), tim penyelamat, tim pertempuran, dan tim yang mengoperasikan peralatan yang rumit (misalnyya, pesawat terbang, kapal selam).

Memberikan lebih banyak arahan dan taklimat saat terjadinya krisis Kebutuhan akan lebih banyak arahan amatlah bagus bagi sebuah tim yang harusbereaksi cepat dalam cara yang terkordiasi untuk menghadpai sebuah krisis serius atau keadaan darurat dimana mereka tidak siap. Mengetahui sebagaimana caranya untuk tetap tenang dan menghadapi krisis dalam cara yang sistematis tetapi tegas membutuhkan pemimpin yang memiliki ketrampilan dan keyakinan yang cukup besar. Amatlah penting bagi pemimpin untuk membuat sebuah analisis cepat tetapi sistematis atau situasi, mengatur sebuah respon yang tepat, mengarahkan tindakan dari para anggota kelompok, dan memberikan informasi kepada bawahan tentang sifat krisis itu dan apa yang dikerjakan untuk menghadapinya (Torance, 1954; Yukl dan Fanflerd 1982). Saat tidak adanya informasi yang tepat dan akurat, desas-desus yang berbahaya akan mungkin terjadi, dan orang bisa merasa kecil hati dan takut. Seorang manajer dapat membantu mencegah tekanan yang tidak perlu bagi bawahan dengan menerjemahkan peristiwa yang mengancamdan menekankan elemen positif bukannya membuat orang berfokus pada hal negatif. Saat memungkinkan, amatlah membantu untuk memberikan taklimat yang singkat dan periodik mengenai kemajuan dalam upaya untuk menghadapi krisis itu.

Mengawasi tugas kritis atau orang yang tidak dapat mengawasi tugas kritis atau orang yang tidak dapat diandalkan secara lebih ketatMengawasi memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mendeteksi dan memperbaiki masalah kinerja pengawsan yang lebih sering dan intensif tepat bagi sebuah tugas kritis yang melibatkan keterpaparan yang tinggi sehingga permasalahan dapat dideteksi sebelum mereka menjadi terlalu buruk sehingga kan merugikan dan sulit diperbaiki namun jumlah pengawasan yang tepat juga bergantung apada dapat diandalkannya para pahlawan yang melakukan tugas tersebut. Makin kurang kompeten dan kurang dapat diandalkan bawahannya, maka akan dibutuhkan pengawasan yang lebih besar. Bentuk pengawasan yang tepat dalam situasi ini adalah penggunanan pengamatan dan pertanyaan khusus tetang pekerjaan. Gaya bertanya yang mendalam tetapi tidak eveluatif adalah lebih baik dari pada nada kritis yang mengancam. Pertanyaan biasanya mendapatkan informasi yang lebih baik jika dikatakan dengan cara berujung datar terbuka bukannya meminta jawabannya atau ya atau tidak yang sederhana. Sebagai contoh, mintalah bawahan untuk menjelaskan apa yang telah dikerjakan bukannya menayakan apakah ada masalah sering kali bawahan merasa takut atasan mereka memberitahu masalah, kesalah dan penundaan, khususnya saat responnya adalah ledakan kemarahan. Jadi, amatlah penting untuk bereaksi dengan cara yang konstuktif dan tidak menghukum bila mendapatkan informasi mengenai permasalahan.

Memberikan lebih banyak pelatihan kepada bawahan yang tidak berpengalaman Saat tugasnya amat rumit dan seseorang bawahan tidak berpengalaman melakukannya, terdapat kebutuhan untuk lebih banyak instruksi dan pelatihan oleh pemimpin itu. Kurangnya pengalaman akan lebih mungkin bawahan yang baru dalam pekerjaan itu, tetapi juga terjadi saat terdapat perubahan besar dalam sebagaimana pekerjaan itu di lakukan (misalnya, teknologi baru, pekerjaan yang dikonfigurasikan kembali). Seorang pemimpin yang memilki keahlian yang kuat dapat membantu seseorang menemukan alasan untuk kinerja yang lemah. Sebuah pendekatan diagnostik adalah secara bersama-sama meninjau langkah demi langkah bagaima orang menjalankan tugas itu untuk menentukan apakah ada langkah penting yang dihilangkan, langkah tidak perlu disertakan, atau langkah penting yang dihilangkan, langkah tidak perlu yang disertakan, atau langkh penting yang dilakukan secara tidak benar.

Bersifat lebih mendukung kepada seseorang yang memiliki tugas yang amat menekanSeseorang yang terganggu secara emosional akan mendapat kesulitan yang lebih besar dalam melakukan sebuah tugas dengan berhasil, khususnya jika membutuhkan pertimbangan dan pemecahan masalah. Tekanan makin meningkat dengan tuntutan yang tidak masuk akal, masalah yang tidak terkendali, hubungan antr pribadi yang sulit, (misalnya, pelanggan yang kritis dan sewenang-wenang) kondisi berbahaya (misalnya, pemadaman kebakaran, pertempuran, pekerjaan polisi), dan resiko kesalahan yang besar resikonya (pembedahan penasihat keuangan, pemelihara pesawat terbang . orang-orang dalam situasi demikian memiliki keutuhan yang kebih besar akan dukungan emosional, yang dapat diberikan oleh seorang pemimpin, rekan kerja, dan orang lain diluar organisasi. Khususnya amat penting bagi pemimpin untuk mengurangi tekanan bukannya meningkatkanya pada seorang bawahan. Tekanan itu berkurang dengan memperlihatkan apresiasi, mendengarkan masalah dan keluhan, memberikan bantuan saat diperlukan, melakukan hal-hal untuk membuat lingkungan kerja lebih menyenagkan, dan menahan orang itu untuk dari tuntutan yang tidak masuk akal kemasukan dari orang luar. Tekanan meningkat dengan menjadi kritis, membuat tuntutan yang tidak masuk aka, menekan orang itu untuk bekerja lebih cepat, dan memaksa untuk memenuhi persyaratan birokratis yang tidak diperlukan.

BAB IIIPENUTUP KesimpulanFiedler (1973,1977)telah menjawab kecaman ,dan perdebatan mengenai faliditas model itu masih berjlanjut.namun ,ketertarikan dalam teori itu telah melemah seiring waktu saat teori situasional yang lebih baik telah di kembamngkan .model kontigensi LPC adlah salah satu dari teori kontigensi paling awal dari kepemimpinan ,dari kontribusi utamanya mingkin untuk mendorong ketertarikan yang lebih besar pada factor-faktor situasional.

Sebuah teori situasional didukung oleh sebuah pola hasil yang konsisten dengan ususlan dari teori itu. Jika teori itu mendalilkan sebuah rantai sebab akibat dari pengaruh rangkaian dari perilaku pemimpin untuk menggagu variabel terhadap hasil, hasilnya harus konsisten dengan penjelasan ini. Sayangnya, kebanyakan teori kontingengsi dinyatakan secara begitu ambigusehingga menyulitkan untuk mendapatkan usulan khusus yang dapat di uji. Kebanyakan penelitian hanya memberikan ujian atas teori itu. Secara umum, penelitian menderita akibat kurangnya ukuran yang akurat dan bergantung pada rancangan penelitian yang lemah yang tidak mengizinkan kesimpulan yang kuat tentang arah dari hubungan sebab akibat itu

BAB IIPEMBAHASAN( Teori Kontigensi Dari Kepemimpinan Yang Efektif )2.1 MODEL KONTINGENSI LPCModel kontingentsi LPC dari fiedler (1964,1967) menjelaskan bagaimana situasi menengahi hubungan antara efektifitas kepemimpinan dengan ukuran ciri yang disebut nilai (LPC) rekan kerja yang paling tidak disukai.

Nilai LPC PemimpinNiali LPC ditentukan dengan meminta seorang pemimpin untuk memikirkan semua rekan kerja lama dan yang saat ini, memilih salah satu yang sulit bekerja sama dengan pemimpin, dan memberikan peringkat orang ini. Pada sekumpulan skala sifat bipolar (yaitu bersahabat-tidak bersahabat,kooperatif-tidak kooperatif,efisien-tidak efisien). Nilai LPC adalah jumlah peringkat pada skala sifat bipolar ini. Seorang pemimpin umumnya kritis dalam memberikan peringkatbrekan kerja yang paling tidak disukai akn memperoleh nilai LPC yang rendah, sedangkan seorang pemimpin yannng umumnya toleran akan mendapatkan nilai LPC yang tinggi.

Interpretasi dari nilai LPC yang telah berubah beberapa kali selama ini. Menurut interpretasi dari fiedler(1978), nilai LPC menunjukan hierarki motif seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang LPC-nya tinggi terutama termotivasi untuk memiliki hubungan antarpribadi yang dekat dengan orang lain, termasuk bawahan, dan akan bertindak dalam dcara yang suportif dan perhatian jika hubungan itu harus diperbaiki. Keberhasilan dari sasaran tugas merupakan motif sekunder yang akan menjadi penting hanya jika motif afiliasi telah dipenuhi oleh hubungan pribadi yang dekat dengan bawahan dan rekan sejawat. Pemimpin yang LPC-nya rendah terutama termotivasi oleh keberhasilan sasaran tugas dan akan menekankan perilaku yang berorientasi tugas kapan saja terdapat permasalahan tugas. Motif sekunder dalam membuat hubungan yang baik dengan bawahan akan menjadi penting hanya jika kelompok itu memiliki kinerja yang baik dan tidak ada permasalahan tugas yang serius.

Rice (1978) meninjau 25 tahun penelitian mengenai nilai LPC dan menyimpulkan bahwa data tersebut mendukung interpretasi nilai-sikap yang lebih baik daripada interpretasi hierarki motif. Yaitu, para pemimpin yang LPC-nya menghargai keberhasilan antarpribadi. Sama halnya dengan interpretasi hierarki motif, pola perilaku kepemimpinan Beragam sesuai situasinya. Interpretasi rice pada dasarnya sesuai dengan interpretasi hierarki motif dari fiedler tetapi singkat dan lebih didukung oleh beragam jenis penelitian.

Variabel situasional Hubungan antara nilai LPC pemimpin dan efektivitas bergantung pada sebuah sebuah variabel situasional yang yang rumit disebut keuntungan situasional atau kendali situasional. Fiedler mendefinisikan kesukaan sebagai batasan dimana situasi memberikan kendali kepada seorang pemimpin atas para bawahan. Tiga aspek situasi yang dipertimbangkan adalah sebagai berikut.

1. Hubungan pemimpin-anggota. Batasan dimana pemimpin memiliki dukungan dan kesetiaan dari para bawahan, dan hubungan dengan para bawahan bersahabat dan kooperatif.2. Kekuasaan posisi. Batasan dimana pemimpin memiliki kewenangan untuk mengevaluasi kinerja bawahan dan memberikan penghargaan dan hukuman. 3. Struktur tugas. Batasan dimana terdapat standar prosedur operasi untuk menyelesaikan tugas, sebuah gambaran rinci dari produk atau jasa yang telah jadi, dan idikator objektif mengenai seberapa baiknya tugas itu dilaksankan.Keuntungan ditentukan dengan memberikan bobot dan mengkombinasikan ketiga aspek situasi tersebut. Prosedur pemberian bobot mengasumsikan bahwa hubungan pemimpin-anggota lebih penting daripada struktur tugas, yang pada akhirnya adalah lebih penting daripada kekuasaan posisi. Kemungkinan kombinasi memberikan delapan tingkat keuntungan, yang disebut oktan

Table hubungan dalam model kontinjensi LPC

OktanHubungan P-AStruktur tugasKekuatan posisiPemimpin yang efektif

1BaikTerstrukturKuatLPC rendah

2BaikTidak terstrukturLemahLPC rendah

3BaikTidak terstrukturKuatLPC rendah

4BaikTidak terstrukturLemahLPC rendah

5BurukTerstrukturKuatLPC kuat

6BurukTerstrukturLemahLPC kuat

7BurukTidak terstrukturKuatLPC kuat

8BurukTidak terstrukturLemahLPC rendah

Saat seseorang pemimpin memiliki kekuasaan ,posisi yang tertinggi,lebih mudah untuk mempengaruhi bawahan .saat tugasnya berstruktur ,lebih mudah bagi pemimpin untuk mempengaruhi bawahan dan mengawasi kinerja mereka.situasi yang paling tidak menguntungkan bagi pemimpin (oktan 8)adalah saat hubungan dengan bawahan ternyata buruk,tugasnya tidak terstruktur dan kekuadsaan posisinya rendah.