makalah tentang hubungan

20
HUBUNGAN KEBEBASAN TANGGUNG JAWAB DAN AKHLAK TASAWUF Kelompok 6 Ketua : Muhammad Zulfi Muttaqin Anggota : Iqbal Syamsuri Nena Apritha M. Iqbal Nursyahid TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2012

Upload: iqbal-nursyahid

Post on 21-Jul-2015

318 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

HUBUNGAN KEBEBASAN TANGGUNG JAWAB DAN AKHLAK TASAWUF Kelompok 6 Ketua : Muhammad Zulfi Muttaqin

Anggota : Iqbal Syamsuri Nena Apritha M. Iqbal Nursyahid

TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2012

DAFTAR ISI A. B. C. D. Pengertian Kebebasan ............................................................................................... 1 Pengertian Tanggung Jawab ................................................................................. 2 Pengertian Hati Nurani ............................................................................................ 3 Pengertian Akhlak..................................................................................................... 3

1. Ciri Perbuatan Akhlak........3

2. Ruang lingkup Kajian Ilmu Akhlak.3E. Kebebasan dan Tanggung Jawab.............................................4 1. Makna Kebebasan5 2. Dasar Kebebasan..6 3. Macam Kebebasan...6 4. Pembentukan Akhlak7 5. Metode Pembentukan Akhlak7 6. Faktor Yang Mempengaruhi Pembinaan Akhlak7

F. Hubungan Kebebasan, Tanggung Jawab Hati Nurani dan Akhlak KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB............................................................. 6

a. Makna Kebebasan ....................................................................................................6 b. Macam-macam Kebebasan ......................................................................................6 c. Tanggung Jawab ......................................................................................................7 d. Eksistensi Tanggung jawab......................................................................................7 DAFTAR PUSTAKA

HUBUNGAN KEBEBASAN TANGGUNG JAWAB DAN AKHLAK TASAWUF

A. Pengertian KebebasanDilihat dari segi sifatnya, kebebasan itu dapat dibagi tiga. Pertama kebebasan jasmaniah, yaitu kebebasan dalam menggerakkan dan

mempergunakan anggota badan yang kita miliki. Dan jika dijumpai adanya batas-batas jangkauan yang dapat dilakukan oleh anggota badan kita, hal itu tidak mengurangi kebebasan, melainkan menentukan sifat dari kebebasan itu. Kedua kebebasan kehendak, yaitu kebebasan untuk menghendaki sesuatu. Kebebasan kehendak berbeda dengan kebebasan jasmaniah. Kebebasan kehendak tidak dapat secara langsung dibatasi dari luar. Orang tidak dapat dipaksakan menghendaki sesuatu, sekalipun jasmaniahnya dikurung. Ketiga, kebebasan moral yang dalam arti luas berarti tidak adanya macam-macam ancaman, tekanan, larangan dan desakan yang tidak sampai berupa paksaan fisik. Dan dalam arti sempit berarti tidak adanya kewajiban, yaitu kebebasan berbuat apabila terdapat kemungkinankemungkinan untuk bertindak. Kebebasan pada tahap selanjutnya mengandung kemampuan khusus manusiawi untuk bertindak, yaitu dengan menentukan sendiri apa yang mau dibuat berhadapan dengan macammacam unsur. Manusia bebas berarti manusia yang dapat menentukan sendiri tindakannya. Selanjutnya manusia dalam bertindak dipengaruhi oleh lingkungan luar, tetapi dapat juga mengambil sikap dan menentukan dirinya sendiri. Dengan demikian kebebasan ternyata merupakan tanda dan ungkapan martabat manusia, sebagai satu-satunya makhluk yang tidak hanya ditentukan dan digerakkan, melainkan yang dapat menentukan dunianya dan dirinya sendiri.

Paham adanya kebebasan pada manusia ini sejalan pula dengan isyarat yang diberikan Al-Quran, yang terdapat pada QS. Kahfi ayat 29 dan QS. Fushilat ayat 40 yaitu:

Artinya: Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir" )( Artinya: Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.[1]

B.

Pengertian Tanggung JawabSelanjutnya kebebasan sebagaimana disebutkan diatas itu ditantang jika berhadapan dengan kewajiban moral. Sikap moral yang dewasa adalah sikap bertanggung jawab. Tak mungkin ada tanggung jawab tanpa ada kebebasan. Di sinilah letak hubungan kebebasan dengan tanggung jawab. Dalam kerangka tanggung jawab ini, kebebasan mengandung arti: 1) kemampuan untuk menentukan dirinya sendiri, 2) kemampuan untuk bertanggung jawab, 3) kedewasaan manusia, dan 4) keseluruhan kondisi yang memungkinkan manusia melakukan tujuan hidupnya. Dengan demikian tanggung jawab dalam kerangka akhlak adalah keyakinan bahwa tindakannya itu baik. Ini pun sesuai dengan ungkapan Indonesia, yaitu kalau dikatakan bahwa orang yang melakukan kekacauan sebagai orang yang tidak bertanggung jawab, maka yang dimaksud adalah bahwa perbuatan yang dilakukan orang tersebut secara moral tidak dapat dipertangung jawabkan, mengingat perbuatan tersebut tidak dapat diterima oleh masyarakat. Uraian tersebut menunjukkan bahwa tanggung jawab erat kaitannya dengan kesengajaan atau perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran. Orang yang melakukan perbuatan tapi dalam keadaan tidur atau mabuk dan semacamnya tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan yang dapat

dipertanggung jawabkan, karena perbuatan tersebut dilakukan bukan karena pilihan akalnya yang sehat. Selain itu tanggung jawab juga erat hubungannya dengan hati nurani atau intuisi yang ada dalam diri manusia yang selalu menyuarakan kebenaran. Seseorang baru dapat disebut bertanggung jawab apabila secara intuisi perbuatannya itu dapat dipertanggung jawabkan pada hati nurani dan kepada masyarakat pada umumnya. Paham adanya tanggung jawab pada manusia ini sejalan pula dengan isyarat yang diberikan Al-Quran, yang terdapat pada QS. Al-Isra ayat 36: )( Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

C. Pengertian Hati NuraniHati nurani atau intuisi merupakan tempat di mana manusia dapat memperoleh saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani ini diyakini selalu cenderung kepada kebaikan dan tidak suka kepada keburukan. Karena sifatnya yang demikian itu, maka hati nurani harus menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam melaksanakan kebebasan yang ada dalam diri manusia, yaitu kebebasan yang tidak menyalahi atau membelenggu hati nuraninya, karena kebebasan yang demikian itu pada hakikatnya adalah kebebasan yang merugikan secara moral.[2] Manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu kekuatan yang memperingatkan perbuatan buruk, dan usaha mencegah dari perbuatan itu. Bila ia tetap dalam perbuatannya dan mulai berbuat maka ia merasa tidak senang waktu mengerjakan karena tidak tunduk pada kekuatan itu. Sehingga bila ia telah menyelesaikan perbuatannya, mulailah kekuatan itu meraihnya, atas perbuatan yang ia lakukan dan kemudian ia merasa menyesal atas perbuatan itu. Demikian juga ia merasa bahwa kekuatan itu memerintahnya agar melakukan kewajiban. Bila ia mulai dalam perbuatannya, kekuatan itu mendorongnya untuk melangsungkan perbuatannya, dan

bila telah selesai ia merasa lapang dada dan gembira, dan terasa pula akan ketinggian dirinya dan kebesarannya. Kekuatan memerintah dan melarang ini disebut suara hati, kekuatan itu sebagai yang kita ketahui mendahului perbuatan mengirinya dan menyusulnya. Dia mendahuluinya dengan memberi petunjuk akan perbuatan wajib dan menakutinya dari kemaksiatan, dan mengiringnya dengan mendorongkan buat menyempurnakan perbuatan yang baik dan menahan dari perbuatan yang buruk, dan menyusulnya dengan gembira dan senang waktu ditaati, dan berasa sakit dan pedih waktu dilanggarnya.[3] Paham tentang hati nurani pada manusia ini sejalan pula dengan isyarat yang diberikan Al-Quran, yang terdapat pada QS. Asy-Syams:7-8 )( () Artinya: Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya) Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Setelah itu, Allah SWT, melanjutkan lagi demi jiwa serta apa yang menyerasikan penciptaannya. Yakni dengan menanamkan potensi-potensi lahiriah dan bathiniahnya, menentukan fungsinya masing-masing dan menempatkan semua itu secara proporsional dalam masing-masing anggota tubuh, agar dapat digunakan sebaik-baiknya. Itulah sebabnya Allah SWT memberikan rincian lagi, lalu ia mengilhaminya (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Jelaslah bahwa diantara penyempurnaan penciptaan jiwa manusia adalah dengan memberinya akal, ia mempu membedakan antara kebaikan dan kejahatan.[4] Ilham merupakan anugerah pembawaan pada sebagian orang, yang bisa diperkuat lagi dengan latihan dan mujahadah, ditumbuhkan dengan taqwa kepada Allah, dipertebal dengan iman dan keyakinan kepada Allah dengan begitu firasatnya menjadi benar.[5] Dari pemahaman kebebasan yang demikian itu, maka timbullah tanggung jawab, yaitu bahwa kebebasan yang diperbuat itu secara hati nurani dan moral harus dapat dipertanggung jawabkan.

D. Pengertian AkhlakMenurut bahasa, akhlak adalah perangai, kebiasaan, watak, peradaban yang baik,agama. Kata akhlak sama dengan kata khuluq. Menurut Istilah, akhlak adalah: 1. Ibnu Maskawaih (w. 421 H/1030 M). Dalam kitabnya, Tahdzib al-Akhlak wa al-Tathhir al-Araq, Ibnu Maskawa-ih, pakar bidang akhlak yang terkemuka dan terdahulu, mengartikan akhlak atau khuluq ini dengan,

Khuluk itu adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatanperbuatan tanpa melalui pertimbangan pemikiran terlebih dahulu.[10]

2.

Al-Ghazali (w. 1059-1111 M) Dalam kitabnya, Ihya Ulum al-Din, al-Ghazaly, seorang tokoh yang di-kenal sebagai Hujjat alIslam, karena kepiawaiannya dalam membela Is-lam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan, dan seorang ahli tasawuf yang telah berhasil mempertemukan antara fiqh dan tasawuf ju-ga dengan filsafat dan kalam, memberikan pengertian kepada akhlak ini sebagai,

Khuluk ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-

perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan pemi-kiran.[11]

Kalau kita perhatikan definisi akhlak yang diberikan oleh al-Ghazali ini, maka kita bisa tahu bahwa yang dimaksud dengan akhlak olehnya itu adalah sifat atau watak yang sudah tertanam dalam hati, sifatnya sudah menjadi adat kebiasaan, sehingga secara otomatis dalam praktik amal perbuatannya tanpa disertakan pertimbangan pemikiran kembali. . 3. Ibrahim Anis Dalam kitabnya Mujam al-Wasit, Ibrahim Anis mengatakan bahwa akh-lak adalah,

Sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam per-buatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.[12]

Akhlak, pada perkembangan selanjutnya tumbuh menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri, yaitu ilmu yang memiliki ruang lingkup pokok ba-hasan, tujuan, rujukan, aliran, dan para tokoh yang mengembangkan-nya. Kesemua aspek yang terkandung dalam akhlak ini kemudian mem-bentuk satu kesatuan yang saling berhubungan dan membentuk suatu il-mu. Berkenaan dengan ilmu akhlak ini Ibrahim Anis mendefinisikannya dengan,

Ilmu yang obyek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan de-ngan perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan baik dan buruk.[13]

4.

Abd al-Hamid Yunus Dalam kitabnya Dairat al-Maarif, Abd al-Hamid Yunus mengartikan akhlak secara singkat dengan,

Sifat-sifat manusia yang terdidik.[14]

Berkenaan dengan ilmu akhlak ini Abd al-Hamid Yunus mendefinisi-kannya dengan,

Ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara mengikutinya hingga terisis de-ngannya dan tentang keburukan dan cara menghindarinya hingga jiwa kosong daripadanya.[15]

5.

Ahmad Amin Dalam kitabnya al-Akhlak, Ahmad Amin mengemukakan bahwa, Khuluk ialah membiasakan kehendak. Dan Ilmu Akhlak ialah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk menerangkan apa yang harus dilaksanakan oleh sebagian manusia terhadap sebagiannya, menjelaskan tujuan yang hendaknya dicapai oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan yang lurus yang harus ditempuh. Definisi ini seringkali kita temukan sebagai definisi Eti-ka. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa,Tetapi tidak semua amal yang baik atau buruk itu dapat dikatakan perbuatan akhlak. Banyak perbuatan yang tidak dapat disebut perbuatan akhlaki, dan tidak dapat dikatakan baik dan buruk. Per-buatan manusia yang dilakukan tidak atas dasar kemauannya atau pilihannya tidaklah disebut akhlak, karena perbuatan tersebut yang dilakukan tanpa pilihan.[16] Ini berbeda dengan definisi atau acuan yang diberikan oleh al-Ghazali dan Ibn Maskawaih, dimana mereka berdua tidak menyertakan pertim-bangan pemikiran dalam akhlak seseorang, tetapi Ahmad Amin membe-rikan acuan dengan membiasakan kehendak,

kata membiasakan berarti bahwa tingkah laku seseorang itu pada awalnya belum pernah dilakukan, kemudian dengan pertimbangan baik dan buruk berdasarkan ilmu akhlak, barulah ia membiasakannya, ada unsur latihan, praktikan dari apa yang telah diketahui oleh orang tersebut.

6.

Dr. Rachmat Djatnika Dalam bukunya, Sistem Etika Islam, Rachmat Djatnika mengemukakan bahwa Ilmu Akhlak itu mengandung hal-hal sebagai berikut: a. b. Menjelaskan pengertian baik dan buruk; Menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang atau sebagian manusia

terhadap sebagian yang lainnya; c. Menjelaskan tujuan yang sepatutnya dicapai oleh manusia dengan perbuatan-perbuatan

manusia itu; d. Menerangkan jalan yang harus dilalui untuk diperbuat.

Pengertian tersebut menjelaskan apa yang telah dikemukakan oleh Dr. Ahmad Amin diatas.

7.

Drs. Barmawie Umarie Dalam bukunya, Materi Akhlak, Barmawie mengemukakan bahwa Ilmu Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara yang baik dan yang buruk, terpuji dan tercela, tentang perbuatan dan perkataan manusia, la-hir dan batin.

Dengan memperhatikan beberapa pendapat tersebut, jelaslah bahwa akhlak itu merupakan gabungan kehendak kebiasaan yang menimbulkan kekuatan-kekuatan yang sangat besar untuk melakukan perbuatan-perbuat-an itu. Kehendak, merupakan kekuatan dari macam-macam keinginan yang ada pada diri manusia setelah dibimbing, dan kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya. Adapun proses perbuatan akhlak itu seringkali didahului dengan penge-nalan dan pengertian, dan setelah meresap di dalam hati, perbuatan itu dila-kukan dengan kesadaran sendiri tidak ada paksaan dari luar. Seorang dermawan misalnya, semula ia bimbang karena sifat semula ia kikir, kemudian timbul ingin derma setelah mempertimbangkan dari bebera-pa keinginan. Keinginan pilihan

inilah yang dinamakan kehendak. Bila ke-hendak ini dibiasakan maka ia akan menjadi seorang dermawan. Perbuatan ini adalah akhlak yang baik bagi dirinya. Selanjutnya ada pula yang mengemukakan bahwa akhlak itu adalah adat yang disertai

kemauan atau kekuatan yang tetap dari suatu kecende-rungan manusia. Jadi orang yang baik akhlaknya adalah orang yang tetap kecenderungannya kepada yang baik, dan orang yang

akhlaknya buruk adalah orang yang tetap kecenderungannya kepada yang buruk. Hal ini di-mulai dengan kebimbangan karena banyaknya keinginan yang diputuskan untuk diambil, yang

dinamakan dengan iradah atau kehendak. Adapun perbuatan akhlak yang merupakan gejala akhlak adalah perbu-atan yang disengaja. Apabila timbulnya suatu perbuatan itu tidak disengaja, atau karena dipaksa, maka perbuatan itu bukanlah merupakan gejala akhlak. Adapula perbuatan yang sulit dinilai, yaitu apabila seseorang melakukan perbuatan yang baik tetapi mempunyai tujuan yang buruk, atau sebaliknya, ia mempunyai tujuan yang baik, namun dengan jalan melakukan perbuatan yang buruk. Masih dalam buku yang sama, Dr. Rachmat Djatnika mengemukakan bahwa perbuatanperbuatan manusia itu dapat dibagi menjadi tiga macam perbuatan. Dari yang tiga ini ada yang masuk perbuatan akhlak dan ada yang tidak masuk perbuatan akhlak. 1. Perbuatan yang dikehendaki di waktu berbuat (amdan), disengaja. Inilah perbuatan akhlak. Sifat perbuatannya mungkin baik, mungkin juga buruk. 2. Perbuatan yang tidak dikehendaki di waktu berbuat, diluar kemampuan, tidak bisa dicegah. Hal ini bukan perbuatan akhlak. Dan perbuatan ma-cam ini ada dua macam: a. Reflex actions, al-amal al-munakiyah, umpamanya: seseorang keluar dari tempat gelap ke

tempat terang, matanya berkedip-kedip. Perbu-atan berkedip-kedip ini tidak ada hukumnya, walaupun ia berha-dap-hadapan dengan seseorang yang seakan-akan dikedipi. Atau seseorang digigit nyamuk, dia menamparkan tangan pada yang di-gigit nyamuk tersebut. b. Automatic actions, al-amal al-aliyah, seperti halnya detak jantung, de-nyut urat nadi dan

sebagainya. Reflex actions dan automatic actions ini adalah perbuatan di luar kemauan seseorang sehingga tidak terma-suk perbuatan akhlak.

3.

Perbuatan

yang

samar-samar,

tengah-tengah, mutasyabihat.

Yang

dimak-sud

dengan mutasyabihat di sini yaitu

memungkinkan perbuatan itu di-masukkan ke dalam

perbuatan akhlak dan mungkin juga tidak. Pada la-hirnya bukan perbuatan akhlak, tapi mungkin perbuatan tersebut terma-suk perbuatan akhlak sehingga berlaku hukum akhlak baginya, yaitu bahwa perbuatan tersebut baik atau buruk. Misalnya lupa, bersalah, di-paksa, perbuatan di waktu tidur dan sebagainya.

Kita perhatikan arti dua buah Hadits berikut ini:

Diangkat kalam (tidak diperhitungkan dosanya) dari umatku, apabila tersalah, lupa, dan yang dipaksa. (HR. Ath-Thabrani). Diangkat kalam (tidak disiksa) umatku dari tiga perkara: dari tidur sehingga bangun, dari yang tidak sadar (pingsan) sehingga sadar, dan dari anak kecil sehingga dewasa. (HR. Ahmad dan Nasai).

Jadi dengan demikian bahwa yang termasuk akhlak adalah perbuatan yang disadari oleh si pelaku, bila dalam perbuatannya si pelaku tanpa me-nyadarinya, tanpa adanya unsur paksaan, atau dikarenakan kelupaan maka ia telah lepas dari dosa, dari pertanggungjawaban, dan kalau kita mengacu kepada apa yang digariskan oleh Rakhmat Djatnika maka ini oleh beliau ti-dak digolongkan kepada hukum akhlak. Tetapi meskipun demikian, menurut al-Quran, kita diperintahkan ber-doa kepada Allah Swt untuk meminta ampun, agar Allah Swt tidak meng-hukum dan menyiksa kita apabila kita berbuat lupa dan tersalah, karena kita harus sadar sesadar-sadarnya bahwa kita adalah manusia yang penuh de-ngan kekhilafan dan kealpaan, itu adalah watak manusia. Dalam surat al-Ba-qarah [2] ayat 286 doa yang dimaksud adalah.

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami ter-salah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang be-rat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kafir.[17] kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang

1. Ciri Perbuatan Akhlak: Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadikepribadiannya. Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran. Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa adapaksaan atau tekanan dari luar. Dilakukan dengan sungguh-sungguh. .Dilakukan dengan ikhlas.

2. Ruang lingkup Kajian Ilmu Akhlak: Perbuatan-perbuatan manusia menurut ukuran baik dan buruk. Objeknya adalah norma atau penilaian terhadap perbuatantersebut. Perbuatan tersebut baik perbuatan individu maupun kolektif. Manfaat mempelajari Ilmu Akhlak: Menetapkan criteria perbuatan yang baik dan buruk. Membersihkan diri dari perbuatan dosa dan maksiat. Mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupanmanusia. Memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalammengetahui perbuatan yang baik atau buruk.

Ada dua pendekatan untuk mendefenisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologi (peristilahan). Akhlak berasal dari bahasa arab yakni khuluqun yang menurut loghat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau

tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian denga perkataan khalakun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.

Secara terminologi kata "budi pekerti" yang terdiri dari kata budi dan pekerti. Budi adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio atau character. Pekerti adalah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh hati, yang disebut behavior. Jadi budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang termanifestasikan pada karsa dan tingkah laku manusia. Sedangkan secara terminologi akhlak suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan dilakukan dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran. Menurut Al Ghazali akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari Defenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu: Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakuakan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang

mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya, bukan main-main atau karena bersandiwara Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian. Disini kita harus bisa membedakan antara ilmu akhlak dangan akhlak itu sendiri. Ilmu akhlak adalah ilmunya yang hanya bersifat teoritis, sedangkan akhlak lebih kepada yang bersifat praktis.

E. Kebebasan dan Tanggung Jawab 1. Makna Kebebasan Kemampuan untuk menentukan diri sendiri, tidak dibatasioleh orang lain. Kemampuan untuk melakukan sesuatu sesuai yangdimilikinya dan tujuan yang diinginkannya. Kemampuan memilih kemungkinan-kemungkinan yangtersedia baginya. Tidak dipaksa/terikat untuk membuat sesuatu yang tidakakan dipilihnya, berbuat dengan leluasa. Kebebasan manusia: apakah manusia memiliki kebebasanatau tidak? Manusia memiliki kebebasan untuk menentukan kemauannya(Qadariyah/Mutazilah). Kebebasan manusia dibatasi oleh Tuhan(Jabariyah/Asyariyah).

2. Dasar Kebebasan

: QS. 3: 164, 18: 29, 41: 40. 3. Macam Kebebasan :Kebebasan jasmani (menggerakkan anggota tubuh). Kebebasan ruhani (berkehendak) Kebebasan moral.

Tanggung Jawab Kesediaan dasar ialah untuk melaksanakan apa yang menjadi kewajiban. Kewajiban untuk melaksanakan segala sesuatu yangbertujuan untuk mempertahankan keadilan, keamanan, dankemakmuran. Menerima pembebanan sebagai akibat perbuatan sendiri. Eksistensi Tanggung jawab berhubungan dengan perbuatan yang dilakukan dengankesadaran. Tanggung jawab berhubungan dengan kebebasan berbuat ,dimana kebebasan berbuat harus dapatdipertanggungjawabkan. Hubungan antara kebebasan dan tanggung jawab meliputi: Kemampuan untuk menentukan diri sendiri Kemampuan untuk bertanggungjawab. Kedewasaan manusia

4. Pembentukan Akhlak Pandangan tentang eksistensi akhlak -Terdapat dua aliran tentang akhlak manusia, apakah akhlakitu dibentuk atau bawaan sejak lahir.

Akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejaklahir. Jadi akhlak adalah pembawaan manusia, yaitukecenderungan kepada fitrah yang ada pada dirinya. Akhlaktumbuh dengan sendirinya tanpa dibentuk atau diusahakan (gairu muktasabah)

Akhlak adalah hasil pendidikan, latihan atau pembinaan yangsungguh-sungguh Akhlak adalah hasil usaha (muktasabah).

5. Metode Pembentukan Akhlak Dalam Islam pembentukan akhlak dilakukan secaraintegrated, melalui rukun iman dan rukun Islam. Ibadahdalam Islam menjadi sarana pembinaan akhlak. Cara lain adalah melalui: pembiasaan, keteladanan,dan instropeksi 6. Faktor Yang Mempengaruhi Pembinaan Akhlak 1.Aliran Nativisme Potensi batin dangat dominantdalam pembinaan akhlak. Potensi tersebut adalah pembawaanyang berupa kecenderungan, bakat, minat, akal, dan lain-ain. 2.Aliran Empiris Lingkungan social, termasukpendidikan merupakan factor penting dalam pembinaan akhlak. 3.Aliran Konvergensi Pembinaan akhlak dipengaruhi oleh factor internal (pembawaan) dan factoreksternal (lingkungan). 4.Islam Sesuai dengan aliran konvergensi (QS. An-Nahl: 78, dan hadis Nabi: kullu mauludin). Petunjuk Pembinaan Akhlak dalam Islam:

Memilih pasangan hidup yang beragama Banyak beribadah saat hamil Mengazani saat kelahiran Memberi makanan yang halal dan bergizi Mencukur rambut dan khitan sebagai tanda kesucian Aqiqah, isyarat menerima kehadiran sang anak Memberi nama yang baik8.Mengajari membaca Al-quran Mengajari salat sejak umur tujuh tahun.

F. Hubungan Kebebasan, Tanggung Jawab,Hati Nurani dan Akhlak

Suatu perbuatan baru dapat dikategorikan sebagai perbuatan akhlaki atau perbuatan yang dapat dinilai berakhlak, apabila perbuatan tersebut dilakukan atas kemauan sendiri, bukan paksaan dan bukan pula dibuat-buat dan dilakukan dengan tulus ikhlas. Untuk mewujudkan perbuatan akhlak yang ciri-cirinya demikian baru bisa terjadi apabila orang yang melakukannya memiliki kebebasan atau kehendak yang timbul dari dalam dirinya sendiri. Dengan demikian perbuatan yang berakhlak itu adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja secara bebas. Di sinilah letak hubungan antara kebebasan dan perbuatan akhlak. Selanjutnya perbuatan akhlak juga harus dilakukan atas kemauan sendiri dan bukan paksaan. Perbuatan yang seperti inilah yang dapat dimintakan pertanggung jawabnya dari orang yang melakukannya. Di sinilah letak hubungan antara tanggung jawab dengan akhlak. Dalam pada itu perbuatan akhlak juga harus muncul dari keikhlasan hati yang melakukannya, dan dapat dipertanggung jawabkan kepada hati sanubari, maka hubungan akhlak dengan kata hati menjadi demikian penting. Dengan demikian, masalah kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani adalah merupakan faktor dominan yang menentukan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan akhlaki.[6]

DAFTAR PUSTAKA