makalah hubungan religiusitas dan masyarakat pesisir

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis, Indonesia terdiri dari beribu pulau yang sebagian besar wiliyahnya (62%) merupakan perairan laut, selat dan teluk; sedangkan 38 % lainnya adalah daratan yang didalamnya juga memuat kandungan air tawar dalam bentuk sungai, danau, rawa, dan waduk. Demikian luasnya wiliyah laut di Indonesia sehingga mendorong masyarakat yang hidup di sekitar wilayah laut memanfaatkan sumber kelautan sebagai tumpuan hidupnya. Ketergantungan masyarakat terhadap sektor kelautan ini memberikan identitas tersendiri sebagai masyarakat pesisir dengan pola hidup yang dikenal sebagai kebudayaan pesisir (Geertz, H., 1981: 42). Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka

Upload: nurdin96

Post on 15-Jan-2016

55 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Makalah Wawasan Sosial Budaya Bahari Hubungan Religiusitas dan Masyarakat Pesisir

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Hubungan Religiusitas dan Masyarakat Pesisir

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara geografis, Indonesia terdiri dari beribu pulau yang sebagian besar

wiliyahnya (62%) merupakan perairan laut, selat dan teluk; sedangkan 38 %

lainnya adalah daratan yang didalamnya juga memuat kandungan air tawar dalam

bentuk sungai, danau, rawa, dan waduk. Demikian luasnya wiliyah laut di

Indonesia sehingga mendorong masyarakat yang hidup di sekitar wilayah laut

memanfaatkan sumber kelautan sebagai tumpuan hidupnya. Ketergantungan

masyarakat terhadap sektor kelautan ini memberikan identitas tersendiri sebagai

masyarakat pesisir dengan pola hidup yang dikenal sebagai kebudayaan pesisir

(Geertz, H., 1981: 42).

Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di

Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini

merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan

daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai

"peradaban" sebagai lawan kata dari "alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan

satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti

lebih tinggi dari kebudayaan lainnya. Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi

telah memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas.

Pada tahun 50-an, sub kebudayaan-kelompok dengan perilaku yang sedikit

berbeda dari kebudayaan induknya-mulai dijadikan subyek penelitian oleh para

ahli sosiologi. Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan, yaitu

sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan

Page 2: Makalah Hubungan Religiusitas dan Masyarakat Pesisir

kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh

beberapa hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik,

agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender.

Berbicara masalah budaya, Indonesia mempunyai berbagai macam suku

ras, adat, dan budaya serta alam lainnya. Indonesia juga kaya akan budaya.

Namun seiring dengan perkembangan jaman era globalisasi. Kebudayaan

Indonesia mulai luntur. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya teknologi.

Dengan demikian pola pikir Indonesia menjadi terpengaruh kehidupan barat atau

pola budaya Barat, sehingga mereka melupakan kebudayaannya sendiri.

Desa pesisir merupakan entitas sosial,ekonomi, ekologi dan budaya, yang

menjadi batas antara daratan dan lautan, di mana di dalamnya terdapat suatu

kumpulan manusia yang memiliki pola hidup dan tingkah laku serta karakteristik

tertentu. Masyarakat pesisir ini menjadi tuan rumah di wilayah pesisir sendiri.

Mereka menjadi pelaku utama dalam pembangunan kelautan dan perikanan, serta

pembentuk suatu budaya dalam kehidupan masyarakat pesisir. Banyak

diantaranya faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat pesisir menjadi suatu

komunitas yang terbelakang atau bahkan terisolasi sehingga masih jauh untuk

menjadikan semua masyarakat setempat sejahtera. Dilihat dari faktor internal

masyarakat pesisir kurang terbuka terhadap teknologi dan tidak cocoknya

pengelolaan sumberdaya dengan kultur masyarakat setempat. Sebagai usaha untuk

menindak lanjuti masalah tersebut, pemerintah seharusnya membekali masyarakat

dengan Ilmu pengetahuan Budaya, agar manusia dapat menjadi manusia yang

berbudaya dan agar tidak melupakan budayannya sendiri.

Page 3: Makalah Hubungan Religiusitas dan Masyarakat Pesisir

Oleh karena itu, kebudayaan Pesisir dapat diartikan sebagai sistem-sistem

pengetahuan yang isinya adalah perangkat-perangkat model pengetahuan yang

dipunyai dan dijiwai oleh masyarakat pendukungnya. Perangkat model-model

pengetahuan tadi, berisi konsep-konsep, teori-teori, dan metode atau teknik .

Keseluruhannya itu digunakan secara selektif untuk melangsungkan kehidupan,

yaitu memenuhi kebutuhan-kebutuhan: fisik, sosial, dan integratifnya dalam

lapangan: bahasa, agama, seni, ilmu pengetahuan, organisasi sosial (politik),

teknologi, dan ekonomi.

Dengan demikian, makalah ini akan membahas lebih lanjut pada bab

pembahasan mengenai masyarakat pesisir yang ditinjau dari segi kepercayaannya.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat diambil adalah:

1. Bagaimana kepercayaan masyarakat nelayan di pesisir?

2. Bagaimana upaya pemberdayaan masyarakat nelayan di pesisir?

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari pembuatan makalah ini adalah agar lebih mengetahui mengenai

keadaaan religi atau keyakinan masyarakat di wilayah pesisir, khususnya yang

bermata pencaharian sebagai nelayan. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kepercayaan masyarakat nelayan di pesisir

2. Untuk mengetahui pemberdayaan masyarakat nelayan di pesisir

Page 4: Makalah Hubungan Religiusitas dan Masyarakat Pesisir

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Sistem Religi dan Keyakinan

Konsep sistem kepercayaan berakar dari sistem pengetahuan dan

pengelolaan lokal atau tradisional (Mitcheli, 1997). Sistem kepercayaan

didasarkan atas beberapa karakter penggunaan sumber daya (Matowanyika,

1991), ialah:

1.    Sepenuhnya pedesaan

2.    Sepenuhnya didasarkan atas produksi lingkungan fisik setempat

3.    Integrasi nilai ekonomi, sosial, budaya serta institusi dengan hubungan

keluarga sebagai kunci sistem distribusi dan keluarga sebagai dasar

pembagian kerja

4.    Sistem distribusi yang mendorong adanya kerjasama\

5.  Sistem pemilikan sumber daya yang beragam, tetapi selalu terdapat sistem

pemilikan bersama

6.    Sepenuhnya tergantung pada pengetahuan dan pengalaman lokal.

Pada esensinya, unsur religi (sistem kepercayaan/keyakinan dengan praktik

seremonial ) dari suatu kebudayaan berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan

manusia akan hubungan atau kesatuannya dengan Tuhan Yang Maha Kuasa,

pencipta alam semesta dengan segala isinya. Berikut, agama secara ideal dipahami

sebagai yang berfungsi regulasi berkehidupan bersesama, berhubungan dengan

dan pengelolaan (pemeliharaan) pemanfaatan sumber daya alam sebagai berkah

Page 5: Makalah Hubungan Religiusitas dan Masyarakat Pesisir

dari-Nya. Agama dengan demkian, dipahami sebagai pedoman kehidupan

masyarakat manusia untuk selamat dunia dan akhirat.

Pada kebanyakan kelompok dan komunitas nelayan dan pelayar di dunia,

agama lebih difungsikan dalam urusan duniawi yang pragmatis dari pada

pemungsiannya secara ideal atau esensialnya, yakni sebagai mekanisme

pemecahan persoalan-persoalan lingkungan fisik dan sosial ekonomi yang

dihadapinya di laut sehari-hari. Sama halnya kepercayaan pada ilmu magic dan

praktik sihir yang digunakan oleh masyarakat nelayan atau pelayar (secara

individual atau kelompok) untuk memecahkan berbagai masalah seperti itu karena

tidak dapat diatasi dengan akal sehat dan praktik biasa. Contohnya :

Nelayan Urk (Belanda) meyakini sumber daya dan hasil laut sebagai

berkah dari Tuhan yang harus diusahakan dengan kerja keras disertai doa.

Bahkan, mesin raksasa 3000 PK yang menggerakkan kapal berbobot

ratusan ton diyakini sebagai nakhoda yang digerakkan oleh pneggerak

utama, yaitu Tuhan. Keyakinan religius terkait kehidupan ekonomi dan

kecanggihan iptek ini terwujud dalam pelaksanaan ibadah gereja setiap

hari minggu (Heilig dag), mengharamkan pembatasan kelahiran karena

anak adalah berkah dari Tuhan (Zegen Van God) yang kelak menjadi awak

kapal yang terampil dan produktif. Dan, tidak boleh menggunakan

kendaraan bermotor/mesin pada hari minggu sebagai penghargaan pada

Tuhan penggera mekanik yang utama (Lampe,1986).

Nelayan Islandia hingga sekarang masih banyak yang percaya bahkan

mengandalkan kekuatan bisikan mahluk halus dan roh nenek moyang,

Page 6: Makalah Hubungan Religiusitas dan Masyarakat Pesisir

petunjuk mimpi dan firasat serta feeling dan intuisi yang dikombinasikan

dengan sistem manajemen formal ekonomi yang modern dan rasional

sebagai model untuk sikses dan selamat (model for success and model for

safety) (Palsson, 2001).

Kebanyakan nelayan Bugis, Bajo, Makassar dan Madura yang beragama

Islam sangat percaya pada kekuasaan Allah dan takdir-Nya. Sedikit

banyaknya hasil yang diperoleh senantiasa dikembalikan pada ketentuan

takdir. Rintangan arus dan ombak besar yang diarungi ; dalamnya laut

yang diselami pencari teripang, berbahaya dan angkernya berbagai tempat

yang justru kaya sumberdayanya. Dan ancaman raksasa laut (gurita, hiu

dan paus) semuanya dihadapi dan dilawan atau dihindari dengan

keyakinan religius dan praktik ritual (doa dan penyembahan sesaji).

Keberanian pelaut dari sulawesi selatan dan Tenggara menjelajahi perairan

Nusantara ini sebagian besar dilandasi keyakinan agama, bukan atas modal

pengetahuan dan keterampilan berlayar serta etos ekonomi yang tinggi

semata.

Kebanyakan nelayan suku bangsa Fanti-Ghana (Afrika Barat) dan

komunitas-komunitas nelayan dan pelayar di negara-negara kepulauan

pasifik, termasuk kepulauan Trobriand, percaya dan melakukan praktik

magic untuk menjaga keselamatan mereka dari gangguan hantu-hantu laut.

Bahkan nelayan melakukan persaingan memperebutkan sumber daya laut

dengan menggunakan kekuatan supranatural / jimat dan praktik sihir.

Page 7: Makalah Hubungan Religiusitas dan Masyarakat Pesisir

Sistem kepercayaan dalam memanfaatkan sumber daya laut masyarakat

pesisir selalu mengikuti kebiasaan yang sudah menjadi tradisi adat bahkan ada

yang melakukannya dengan suatu acara dalam bentuk ritual yang menurut sistem

kepercayaan dan pengetahuan masyarakat setempat ritual tersebut dapat

memberikan mereka hasil usaha sebagai nelayan maupun keselamatan selama

melaut.

Di lain pihak mereka juga percaya bahwa pada kondisi tertentu, ketika

penghuni alam ini, maksudnya manusia serakah dan bertindak dalam

memanfaatkan sumberdaya alam laut dan pesisir tidak sesuai dengan sistem nilai,

hukum adat dan tradisi budaya yang dianut, maka alam akan bertindak sebaliknya

yakni memberi sanksi dan hukuman kepada manusia. Menurut sistem

kepercayaan masyarakat setempat bentuk hukuman yang alam berikan kepada

mereka dalam memanfaatkan sumberdaya alam laut dan pesisir yang tidak sesuai

dengan kesepakatan adat dan tradisi masyarakat setempat, dapat berupa bencana

alam, sakit yang tidak dapat diobati secara medis, kecelakaan baik di laut dan di

darat (tenggelam, digigit ikan hiu, paus, ular atau jatuh dari pohon).

Resiko dan hukuman alam ini dapat dialami secara fatal yakni menimbulkan

kematian dan/atau hanya menimbulkan kecelakaan seperti luka, patah, hilang

beberapa organ tubuh dan dapat juga menimbulkan kelumpuhan serta

mempengaruhi gangguan kejiwaan (gila). Mereka sangat menyadari bahwa nilai-

nilai tersebut merupakan warisan leluhur yang perlu ditumbuh-kembangkan

kembali agar menjadi penuntun moral dan pranata untuk mengatur masyarakat

dalam menfaatkan sumberdaya pesisir dan laut secara bertanggung jawab dan

Page 8: Makalah Hubungan Religiusitas dan Masyarakat Pesisir

berkelanjutan. Kesadaran masyarakat dalam melestarikan sistem kepercayaan

yang  berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, juga disebabkan

oleh adanya kekewatiran akan pudarnya atau hilangnya nilai-nilai sistem

kepercayaan . Fenomena lainnya adalah dewasa ini di mana-mana terjadi perilaku

pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut cenderung bersifat destruktif dan tidak

ramah lingkungan.

Selain itu masyarakat pesisir umumnya merasa pesimis dan meragukan

implementasi hukum-hukum positif termasuk aparat penegak hukum. Respons

masyarakat terhadap hukum-hukum positif yang ada dan berlaku sangat rendah. 

Hal ini disebabkan karena adanya kenyataan bahwa para pelaku penrusakan

lingkungan yang ditangkap, tidak jelas penyesaiannya dan tidak membuat jera

terhadap para pelaku pengrusak lingkungan.

2.2 Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Pembangunan memiliki visi memberdayakan manusia dan masyarakat dalam

arti seluas-luasnya. Sebab sepanjang zaman keswadayaan merupakan sumber daya

kehidupan yang abadi dengan manusia sebagai intinya dan partisipasi merupakan

perwujudan optimalnya. Keberdayaan masyarakat merupakan modal utama

masyarakat untuk mengembangkan dirinya serta mempertahankan diri di tengah

masyarakat lainnya. Masyarakat pesisir yang sebagian besar merupakan

masyarakat nelayan memiliki karakteristik yang berbeda dengan masyarakat

lainnya.

Perbedaan ini dikarenakan keterkaitannya yang erat dengan karakteristik

ekonomi wilayah pesisir, latar belakang budaya dan ketersediaan sarana dan

Page 9: Makalah Hubungan Religiusitas dan Masyarakat Pesisir

prasarana penunjang. Pada umumnya, masyarakat pesisir mempunyai nilai budaya

yang berorientasi selaras dengan alam, sehingga teknologi memanfaatkan

sumberdaya alam adalah teknologi adaptif dengan kondisi wilayah pesisir. Di

wilayah DKI Jakarta, kehidupan sosial masyarakat pesisirnya tidak  berbeda jauh

dengan kehidupan sosial masyarakat pesisir lainnya yang ada di Indonesia,

misalnya rendahnya pendidikan, produktivitas yang sangat tergantung pada

musim, terbatasnya modal usaha, kurangnya sarana penunjang buruknya

mekanisme pasar dan lamanya transfer teknologi dan komunikasi yang

mengakibatkan pendapatan masyarakat pesisir, khususnya nelayan pengolah

menjadi tidak menentu. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dalam era

pembangunan yang semakin kompleks dan kompetitif, nelayan pengolah

dihadapkan pada tantangan yang semakin besar dalam keterkaitan usaha nelayan

dengan berbagai aspek lingkungan yang mempengaruhinya serta persaingan

dalam pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya yang tersedia.

Permasalahan mendasar dari kemiskinan yang terjadi di masyarakat tentunya

para nelayan yang tidak berdaya adalah kurang terlibatnya para nelayan dalam

pemberdayaan sosial ekonomi. Masyarakat kurang dilibatkan secara total dalam

pelaksanaan program pembangunan yang menyangkut kepentingan diri mereka

sendiri. Sedangkan pemberdayaan masyarakat seakan-akan menjadi new

mainstream upaya bagi pengentasan kemiskinan. Keberhasilan suatu proses

pemberdayaan dapat dilihat dari seberapa erat kerjasama antara masyarakat dan

stakeholder dan stakeholder dengan pihak pemerintah daerah. Menciptakan

Page 10: Makalah Hubungan Religiusitas dan Masyarakat Pesisir

lapangan kerja dan mendekatkan masyarakat dengan sumber modal, teknologi dan

pasar merupakan salah satu cara pendekatan dari  proses pemberdayaan.

Setelah dikembangkannya program pemberdayaan di masyarakat pesisir,

maka perlu adanya rancangan program-program yang dapat diimplementasikan

sampai generasi mendatang, dapat mengatasi masalah kemiskinan masyarakat

pesisir dan meningkatkan pendapatan para nelayan. Program pengentasan

kemiskinan contohnya penggunaan es dan rantai dingin. Nelayan menggunakan es

untuk hasil tangkapan ikan mereka agar awet sejak ikan ditangkap sampai ikan

tiba di pasar.

Program besar lain yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengentaskan

kemiskinan adalah pembangunan sarana perikanan khususnya pelabuhan

perikanan dari yang paling kecil yang dimiliki nelayan sampai yang paling besar

pelabuhan perikanan samudera. Selain program-program diatas, pengembangan

koperasi perikanan, kelompok usaha bersama, dan pengembangan kemitraan

usaha dapat dijadikan rujukan program untuk mengentaskan kemiskinan

(Nikijuluw dalam Bengen, 2001) Selain program pengentasan kemiskinan,

program pengelolaan wilayah pesisir juga sangatlah penting karena komunitas

masyarakat pesisir berdomisili di wilayah pesisir dan menggantungkan hidupnya

dengan sumber daya yang terkandung di wilayah pesisir dan laut. Pada saat yang

sama juga masyarakat harus bisa menjaga lingkungan dan ekosistem pesisir agar

penggunaan sumberdaya pesisir tidak menimbulkan dampak negatif.

Langkah pertama program pengelolaan sumberdaya adalah mengidentifikasi

isu dan masalah di wilayah pesisir, mengadakan program pendidikan penyuluhan

Page 11: Makalah Hubungan Religiusitas dan Masyarakat Pesisir

bagi masyarakat, mengadakan kerjasama antara masyarakat dengan suatu lembaga

(Darmawan dalam Bengen,2001)

Program nyatanya adalah pengelolaan dan budidaya perikanan,

pengembangan sistem agribisnis dalam upaya meningkatkan pendapatan para

nelayan. Program lain adalah kebijakan pemerintah dalam pemanfaatan

sumberdaya alam untuk mengembangkan pariwisata secara optimal

namun seimbang antara manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat

ekonomi (Soebagio,2004)

Namun perlu diperhatikan, pembangunan sarana pariwisata yang

menggunakan sumberdaya dan keindahan lingkungan laut harus sesuai dengan

ekowisata. Karena bisa jadi hal tersebut dapat mengakibatkan tingginya biaya

hidup setempat. Sementara itu, keunikan ekosistem di suatu lingkungan adalah

nilai dasar dan modal utama yang dapat dijadikan landasan untuk

mengembangkan pariwisata.

Saat ini banyak program pemberdayaan yang menklaim sebagai program

yang berdasar kepada keinginan dan kebutuhan masyarakat (bottom up), tapi

ironisnya masyarakat tetap saja tidak merasa memiliki akan program-program

tersebut sehingga tidak aneh banyak program yang hanya seumur masa proyek

dan berakhir tanpa dampak berarti bagi kehidupan masyarakat.

Pertanyaan kemudian muncul apakah konsep pemberdayaan yang salah atau

pemberdayaan dijadikan alat untuk mencapai tujuan tertentu dari segolongan

orang?

Page 12: Makalah Hubungan Religiusitas dan Masyarakat Pesisir

Memberdayakan masyarakat pesisir berarti menciptakan peluang bagi

masyarakat pesisir untuk menentukan kebutuhannya, merencanakan dan

melaksanakan kegiatannya, yang akhirnya menciptakan kemandirian permanen

dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.

Memberdayakan masyarakat pesisir tidaklah seperti memberdayakan

kelompok-kelompok masyarakat lainnya, karena didalam habitat pesisir terdapat

banyak kelompok kehidupan masayarakat diantaranya:

a)    Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata

pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut.  Kelompok ini dibagi lagi

dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap modern dan nelayan tangkap

tradisional.  Keduanya kelompok ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan

yang digunakan dan jangkauan wilayah tangkapannya.

b)    Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt pesisir

yang bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan.  Mereka akan

mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari

sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya

atau dibawah ke pasar-pasar lokal.  Umumnya yang menjadi pengumpul ini

adalah kelompok masyarakat pesisir perempuan.

c)    Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang

paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka

dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka,

mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang memadai untuk usaha produktif.

Page 13: Makalah Hubungan Religiusitas dan Masyarakat Pesisir

Umumnya mereka bekerja sebagai buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-

kapal juragan dengan penghasilan yang minim.

d)    Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan kelompok

masyarakat nelayan buruh. 

Setiap kelompok masyarakat tersebut haruslah mendapat penanganan dan

perlakuan khusus sesuai dengan kelompok, usaha, dan aktivitas ekonomi mereka. 

Pemberdayaan masyarakat tangkap minsalnya, mereka membutukan sarana

penangkapan dan kepastian wilayah tangkap. Berbeda dengan kelompok

masyarakat tambak, yang mereka butuhkan adalah modal kerja dan modal

investasi, begitu juga untuk kelompok masyarakat pengolah dan buruh. 

Kebutuhan setiap kelompok yang berbeda tersebut, menunjukkan

keanekaragaman pola pemberdayaan yang akan diterapkan untuk setiap kelompok

tersebut.

Dengan demikian program pemberdayaan untuk masyarakat pesisir haruslah

dirancang dengan sedemikian rupa dengan tidak menyamaratakan antara satu

kelompk dengan kelompok lainnya apalagi antara satu daerah dengan daerah

pesisir lainnya.  Pemberdayaan masyarakat pesisir haruslah bersifat bottom up dan

open menu, namun yang terpenting adalah pemberdayaan itu sendiri yang harus

langsung menyentuh kelompok masyarakat sasaran. Persoalan yang mungkin

harus dijawab adalah:  Bagaimana memberdayakannya?

Banyak program pemberdayaan yang sudah dilaksanakan pemerintah, salah

satunya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP).  Pada intinya

program ini dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu:

Page 14: Makalah Hubungan Religiusitas dan Masyarakat Pesisir

(a)   Kelembagaan. Bahwa untuk memperkuat posisi tawar masyarakat, mereka

haruslah terhimpun dalam suatu kelembagaan yang kokoh, sehingga segala

aspirasi dan tuntutan mereka dapat disalurkan secara baik. Kelembagaan ini juga

dapat menjadi penghubung (intermediate) antara pemerintah dan swasta. Selain

itu kelembagaan ini juga dapat menjadi suatu forum untuk menjamin terjadinya

perguliran dana produktif diantara kelompok lainnya.

(b)   Pendampingan. Keberadaan pendamping memang dirasakan sangat

dibutuhkan dalam setiap program pemberdayaan. Masyarakat belum dapat

berjalan sendiri mungkin karena kekurangtauan, tingkat penguasaan ilmu

pengetahuan yang rendah, atau mungkin masih kuatnya tingkat ketergantungan

mereka karena belum pulihnya rasa percaya diri mereka akibat paradigma-

paradigma pembangunan masa lalu.  Terlepas dari itu semua, peran pendamping

sangatlah vital terutama mendapingi masyarakat menjalankan aktivitas usahanya.

Namun yang terpenting dari pendampingan ini adalah menempatkan orang yang

tepat pada kelompok yang tepat pula.

(c) Dana Usaha Produktif Bergulir. Pada program PEMP juga disediakan dana

untuk mengembangkan usaha-usaha produktif yang menjadi pilihan dari

masyarakat itu sendiri. Setelah kelompok pemanfaat dana tersebut berhasil,

mereka harus menyisihkan keuntungannya untuk digulirkan kepada kelompok

masyarakat lain yang membutuhkannya.  Pengaturan pergulirannya akan

disepakati di dalam forum atau lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sendiri

dengan fasilitasi pemerintah setempat dan tenaga pendamping.

Page 15: Makalah Hubungan Religiusitas dan Masyarakat Pesisir

BAB IVPENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. kebanyakan kelompok dan komunitas nelayan dan pelayar di dunia, agama

lebih difungsikan dalam urusan duniawi yang pragmatis dari pada

pemungsiannya secara ideal atau esensialnya, yakni sebagai mekanisme

pemecahan persoalan-persoalan lingkungan fisik dan sosial ekonomi yang

dihadapinya di laut sehari-hari.

2. Upaya program pemberdayaan yang sudah dilaksanakan pemerintah, salah

satunya adalah Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP).

Page 16: Makalah Hubungan Religiusitas dan Masyarakat Pesisir

DAFTAR PUSTAKA

Fadilah Madjid. 2013. Religiusitas dan Pemberdayaan. http://fadilahmadjid.

blogspot.com /2013/03/ religiusitas-dan-pemberdayaan.html. Diakses pada

Selasa, 26 Mei 2015, pukul 20:32 WITA

Kusnadi. 2000. Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Cet. 1. Bandung:

Humaniora Utama Press

Syam, Nur. 2005. Islam Pesisir. Jakarta : Pelangi Aksara

Wahyono, A., 2001, Pemberdayaan Masyarakat Nelayan, Media Pressindo,

Yogjakarta. Undang-Undang Negara RI Nomor 32 tentang Perikanan dan

Kelautan, Tahun 2004