makalah hubungan pemerintahan sipil & militer
TRANSCRIPT
MAKALAH
HUBUNGAN PEMERINTAHAN SIPIL DAN MILITER
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu :
Drs. H. Khamim Zarkasih Putro, M.Si
Disusun oleh :
Sumarni 09420049
Rohayati Nur Indah Sari 09420127
Tri Rahayu 09420137
Muhamad Arif Hidayat 11420084
Ahmad Syahwandi 114200
Charisma Alimshadeq P. 11420097
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2011
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang masih memberikan kesehatan dan kesempatannya kepada kita semua, terutama kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Berikut ini, penulis persembahkan sebuah makalah yang berjudul “HUBUNGAN PEMERINTAHAN SIPIL dan MILITER”. Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua, terutama bagi penulis sendiri.
Kepada pembaca yang budiman, jika terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam makalah ini, penulis mohon maaf, karena penulis sendiri dalam tahap belajar. Dengan demikian, tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada para pembaca. Semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga benar-benar bermanfaat.
Yogyakarta, 21 Oktober 2011
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ii Daftar isi iii BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 2 C. Tujuan Penulisan Makalah 2
BAB II PEMBAHASANA. Pemerintahan Sipil
1. Pengertian Pemerintahan Sipil 3 2. Karakteristik Pemerintahan Sipil 4
B. Pemerintahan Militer1. Pengertian Pemerintahan Militer 5 2. Karakteristik Pemerintahan Militer 6
C. Hubungan Pemerintahan Sipil dan Militer di Indonesia 7
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 11 B. Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 12
iii
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANGNegara adalah sebuah istilah yang secara terminologi berarti organisasi tertinggi
di antara satu kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk bersatu, hidup dalam
suatu kawasan, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.[1]
Suatu Negara haruslah memiliki sedikitnya 3 unsur yang menjadikan Negara
tersebut berdaulat di tengah-tengah negara lainnya. Mahfud M.D. menyebutkan 3 unsur
penting tersebut sebagai unsur konstitutif.[2] Unsur-unsur tersebut antara lain adalah :
Rakyat, Wilayah, dan Pemerintah, ditambah dengan pengakuan dari Negara lain.
Berbicara tentang bentuk pemerintahan, kita mesti faham terlebih dahulu apa
yang dimaksud dengan negara dan perbedaannya dengan pemerintah. Seperti yang
telah dijelaskan di awal, sejatinya negara adalah sebuah organisasi. Selayaknya
organisasi, maka negara pun memiliki peraturan, selain itu negara juga memiliki sebuah
badan yang berfungsi merumuskan, menjalankan dan mengawasi peraturan itu.
Selanjutnya, dalam perjalanannya berkembang menjadi beberapa bentuk
pemerintahan, sejarah mencatat banyak negara yang memiliki bentuk pemerintahan
yang berbeda-beda karena hal tersebut berdasar kepada para penguasa negara
tersebut. Dalam konteks ini muncul bentuk pemerintahan sipil dan pemerintahan
militer. Tentu saja kedua bentuk pemerintahan tersebut mempunyai karakteristik yang
satu sama lain berbeda.
Hubungan Sipil-Militer adalah satu perkara yang amat penting bagi satu bangsa
karena berpengaruh besar kepada ketahanan nasionalnya. Hal itu juga berlaku bagi
bangsa Indonesia. Pengertian Hubungan Sipil-Militer semula tidak dikenal di Indonesia
dan baru dipergunakan setelah pengaruh dunia Barat, khususnya yang berpandangan
liberal, makin kuat. Mula-mula itupun terbatas pada kalangan terpelajar yang banyak
berhubungan dengan ilmu sosial yang berasal dari dunia barat. Akan tetapi lambat laun
pengertian itu menyebar di semua kalangan dan sekarang sudah menjadi pengertian
yang diakui dan dipergunakan secara umum di Indonesia. Namun ada satu perbedaan
yang menonjol dalam penggunaan pengertian itu antara mereka yang hidup dalam
alam sosial barat dengan bangsa Indonesia yang menerima dan menetapkan Pancasila 1
sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Di dunia Barat yang berpaham liberal
Hubungan Sipil-Militer senantiasa berarti supremasi Sipil atas Militer, sedangkan di
Republik Indonesia yang berhaluan Pancasila tidak dengan sendirinya hubungan Sipil-
Militer berarti supremasi sipil atas militer. Bahkan dengan memperhatikan bahwa
Pancasila menekankan faktor kekeluargaan dan kerukunan justru tidak ada supremasi
satu golongan masyarakat atas yang lain, melainkan dalam kebersamaan
memperjuangkan dan mengusahakan hal yang terbaik bagi bangsa, negara dan
masyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan hal-hal yang tersurat dalam latar belakang, maka penulis dalam hal
ini akan merumuskan permasalahan dalam beberapa pertanyaan:
1. Pengertian Pemerintahan Sipil dan karakteristiknya
2. Pengertian Pemerintahan Militer dan karakteristiknya
3. Hubungan Pemerintahan Sipil dan Militer di Indonesia
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Dengan berdasar kepada poin-poin pertanyaan tersebut diatas, maka penulis
mempunyai tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu :
1. Memahami Pengertian Pemerintahan Sipil dan karakteristiknya
2. Memahami Pengertian Pemerintahan Militer dan karakteristiknya
3. Memahami Hubungan Pemerintahan Sipil dan Militer di Indonesia
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PEMERINTAHAN SIPIL
1. Pengertian Pemerintahan Sipil
Sebelum berbicara tentang pemerintahan sipil, seyogyanya perlu diketahui arti
dari istilah pemerintahan. Menurut CF Strong dalam bukunya yang berjudul Modern
Political Construction terbit tahun 1960 dikemukakan bahwa pemerintah itu dalam arti
luas meliputi kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pemerintah juga bertugas
memelihara perdamaian dan keamanan. Oleh karena itu pemerintah harus memiliki (1)
kekuasaan militer, (2) kekuasaan legislatif, dan (3) kekuasaan keuangan.[3]
Sedangkan menurut SE Filner dalam buku Comperative Gonverment (1974)
istilah pemerintahan memiliki 4 arti yaitu :
1. kegiatan atau proses memerintah
2. masalah-masalah kenegaraan
3. pejabat yang dibebani tugas untuk memerintah
4. cara, metode, atau sistem yang dipakai pemerintah untuk memerintah.[4]
Adapun dalam melaksanakan pemerintahan, sejarah mengenal pula bentuk
pemerintahan sipil dan militer. Pembagian bentuk pemerintahan ini berdasarkan kriteria
gaya dan sifat memerintah sebuah pemerintah.
Yang pertama adalah Pemerintahan Sipil, dalam laman e-book Makalah/Training
Islam Intensif/empiris-homepage.blogspot.com-83- Pengantar Ilmu Negara dan
Pemerintahan, disebutkan bahwa pemerintahan sipil adalah pemerintahan di mana
gaya pengambilan keputusan diambil dengan gaya sipil. Sebelum sebuah keputusan
menjadi perintah, keputusan itu dibicarakan terlebih dahulu, dirembukkan dan kalau
perlu diputuskan lewat pemungutan suara (referendum). Setelah itu pun sebuah
keputusan harus menunggu pengesahan terlebih dahulu dari lembaga negara yang
berwenang lewat sebuah sidang.
3
Sedangkan Sayidiman Suryohadiprojo menyatakan bahwa Perkataan Sipil
merupakan satu pengertian yang menyangkut kewarganegaraan (Website’s Ninth New
Collegiate Dictionary : Civil : relating to citizens). Atau dapat dikatakan bahwa Sipil
adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan masyarakat, atau warga negara
pada umumnya.[5]
2. Karakteristik Pemerintahan Sipil
Eric Nordlinger dalam bukunya “Militer dalam Politik” dikemukakan ada 3
bentuk pemerintahan sipil :
a. Pemerintahan sipil Tradisional
Bentuk pemerintahan sipil ini terjadi karena tidak adanya perbedaan antara sipil
dan militer, tanpa perbedaan maka tidak akan timbul konflik yang serius diantara
mereka. dengan demikian tidak terjadi campur tangan militer.
Bentuk pemerintahan sipil tradisional begitu berpengaruh di bawah sistem
pemerintahan kerajaan pada abad ke-17 dan 18, mereka cenderung untuk tidak
menganggap diri mereka sebagai politisi, walaupun ketika sedang memerintah mereka
telah dicekoki dengan ciri-ciri sikap politik yang sama, yang ternyata kurang
dikembangkan oleh elit sipil.[6]
b. Pemerintahan sipil Liberal
Model pemerintahan liberal didasarkan pada pemisahan para elit berkenaan
keahlian dan tanggung jawab masing-masing pemegang jabatan tinggi di dalam
pemerintahan. Tapi sejalan Model liberal akan menutup kemungkinan militer untuk
menekuni arena dan kegiatan politik. Didalam tindakan dan pelaksanaannya,
pemerintah menghargai kedudukan, kepakaran, dan netralitas pihak militer.[7]
c. Pemerintahan sipil Serapan
Dalam model serapan ini, pemerintahan sipil memperoleh pengabdian dan
kesetiaan dengan cara menanamkan ide untuk menyatakan ideologi, dan para ahli
politik ke dalam tubuh angkatan bersenjata mereka. Model serapan ini telah digunakan
4
secara meluas dalam rezim-rezim komunis. Militer dipisahkan dari bidang sipil karena
keahlian profesionalnya, tetapi sejalan dari segi ideologi.[8]
Dalam sejarahnya, pemerintahan sipil ini banyak dianut oleh negara-negara
barat, karena kebanyakan dari mereka berideologi liberal yang memunculkan
supremasi sipil atas militer (civilian supremacy upon the military). Dalam kata lain militer
adalah subordinat dari pemerintahan sipil yang dipilih secara demokratis melalui
pemilihan umum. Berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia yang berideologikan
Pancasila, sipil dan militer adalah satu bagian, tidak ada supremasi di antara keduanya.
Yang harus dimunculkan adalah bagaimana hubungan keduanya dapat menjamin
kerukunan hidup rakyat Indonesia itu sendiri. Sehingga tercipta kebersamaan dalam
memperjuangkan kepentingan bangsa.
Dalam hal ini muncul karakteristik pemerintahan sipil yang berpijak atas
hubungannya dengan militer, antara lain pemerintahan sipil adalah sebuah bentuk
pemerintahan yang bergaya sipil, semua keputusan pemerintah dapat menjadi perintah
apabila telah dimusyawarahkan terlebih dahulu dan diambil keputusannya dalam suatu
pemungutan suara (referendum). Dan telah mendapat pengesahan dari lembaga
negara yang berwenang.
B. PEMERINTAHAN MILITER
1. Pengertian Pemerintahan Militer
Masa Orde Baru di Indonesia telah berakhir dengan tergulingnya Presiden
Soeharto dari kursi Presidennya, dan dimulailah masa baru yang dinamakan Masa
Reformasi. Sejalan dengan runtuhnya rezim Soeharto, maka runtuh pula dominasi
militer dalam politik Indonesia, masa orde baru tersebut dikendalikan dengan sistem
otoriter. Pada akhirnya, TNI/TNI sebagai pucuk militer di Indonesia harus
menanggalkan dwifungsinya kembali ke barak dan hanya memainkan peran sebagai
alat pertahanan negara dari ancaman luar.
Adapun yang dimaksud dengan pemerintahan militer adalah pemerintahan yang
lebih mengutamakan kecepatan pengambilan keputusan, keputusan diambil oleh pucuk
pimpinan tertinggi, sedang yang lainnya mengikuti keputusan itu sebagai perintah yang
5
wajib diikuti -- konsekuensi rantai komando dalam militer. Sebuah undang-undang
dalam sebuah pemerintahan militer dibuat oleh pucuk pimpinan tertinggi, tanpa
menyerahkan rancangannya kepada parlemen.[9]
2. Karakteristik Pemerintahan Militer
Pemerintahan militer lebih merujuk ke arah gaya pemimpin suatu organisasi/
institusi/ negara. Dimana kepemimpinan itu sendiri memiliki hubungan yang erat antara
seorang dan sekelompok manusia, karena adanya kepentingan bersama; hubungan itu
ditandai tingkah laku yang tertuju dan terbimbing daripada manusia yang seorang itu;
manusia atau orang ini biasanya disebut yang memimpin atau pemimpin, sedangkan
manusia yang mengikutinya disebut yang dipimpin.
Gaya kepemimpinan pemerintahan militer ini memiliki karakteristik, sebagaimana
dikemukakan Ninik Widiyanti, adalah sebagai berikut:
Dalam pemerintahan militer, untuk menggerakkan bawahannya digunakan
sistem perintah yang biasa digunakan dalam ketentaraan, gerak geriknya senantiasa
tergantung kepada pangkat dan jabatannya senang akan formalitas yang berlebih-
lebihan, menuntut disiplin keras dan kaku dari bawahannya, senang akan upacara-
upacara untuk berbagai-bagai keadaan dan tidak menerima kritik dari bawahannya dan
lain sebagainya.[10]
Dalam militer tidak ada orang sipil di pemerintahannya, semuanya orang militer,
tatanan sosial terlalu ketat, seperti jam malam, tidak boleh demonstrasi, dan cara
pemilihan pemimpin dilakukan secara turun temurun
Selain Negara kita yang pernah didominasi oleh Militer, Negara lain yang bisa
diambil contoh melaksanakan pemerintahan militer, contoh Junta Militer di Burma
(Myanmar), Kuba Korea Utara, dan negara-negara di Amerika Latin.
Junta militer (diucapkan menurut ucapan bahasa Spanyol hun-ta) biasanya
merujuk ke suatu bentuk pemerintahan diktator militer. Dalam bahasa Spanyol, junta
sendiri berarti "(rapat) bersama", dan biasanya digunakan untuk berbagai kumpulan
yang bersifat kolegial (hubungan kerekanan).
Junta militer biasanya dipimpin oleh seorang perwira militer yang berpangkat tinggi. Pemerintahan ini biasanya hanya dikuasai oleh satu orang perwira yang mengendalikan
6
hampir segala-galanya. Bentuk-bentuk junta militer yang terkenal adalah pemerintahan Augusto Pinochet di Chili dan Proceso de Reorganización Nacional, diktator militer yang terkenal karena kekejamannya di Argentina dari 1976 hingga 1983.[11]
Rezim militer sering dianalogikan untuk menyebut pemerintahan militer, sementara pihak militer dianggap sebagai kelompok dominan yang mengatur dan mengelola negara, sedangkan pihak sipil dinilai sebagai pembantu atau bawahan pihak militer. [12]
C. HUBUNGAN PEMERINTAHAN SIPIL DAN MILITER DI INDONESIA
Sebagai bangsa Indonesia kita mestinya bangga dengan TNI, karena apa?
ternyata Indonesia memperoleh peringkat yang luar biasa dalam bidang kemiliteran.
Jadi sebenarnya tidak beralasan kalau kita meremehkan tentara nasional kita. Menurut
data yang diambil oleh World Military Strengh Ranking. Militer Indonesia berada pada
posisi ke-14 dari seluruh negara di dunia ini, di atas negara-negara maju lainnya seperti
Kanada, Australia, dsb.[13]
Kembali kepada sejarah militer Indonesia, pengambilan alih kekuasaan oleh
pihak militer di Indonesia sekiranya sudah lama diramalkan. Militer Indonesia tidak
pernah jauh dari politik, sejak dari kemerdekaan pada tahun 1945. Organisasi nasional
militer pun diperlukan untuk tugas yang maha penting yakni membangun suatu negara
bangsa dari beribu-ribu pulau yang membentuk negeri ini.
Pada masa itu terjadi kompetisi politik antara Militer dan Partai Komunis
Indonesia yang kadang kala bersifat keras, Komunis yang dalam hal ini sejak
kemerdekaan ada dalam naungan Demokrasi Terpimpin ala Presiden Soekarno
bersaing ketat dengan golongan elit militer. Dan puncaknya adalah terjadinya
pemberontakan G30S/PKI.
Sampai munculnya Supersemar pada tanggal 11 Maret 1966, Soekarno dengan
ikhlas memberi Jenderal Soeharto wewenang yang diperlukan untuk memulihkan
keamanan. Soekarno yang pada saat itu dianggap sebagai presiden seumur hidup kini
nyaris hanya merupakan lambang, sampai secara resmi digantikan oleh Jenderal
Soeharto pada tanggal 27 Maret 1968.[14]
7
Setelah menjadi Presiden, Soeharto memandang tugasnya adalah : memulihkan
tingkat partisipasi rakyat dalam pemerintahan, menstabilkan negeri yang secara politis
terpecah belah, dan membangun perekonomian yang telah diabaikan. Maka untuk
mendukung upaya tersebut Soeharto memutuskan untuk membentuk GOLKAR
(Golongan Karya) atau kelompok yang fungsional, mencakup buruh, petani, birokrat
sipil, birokrat militer, mahasiswa, dan intelegensia. Jika Soekarno ingin mengusahakan
agar kelompok-kelompok fungsional tersebut terlepas dari militer, maka Soeharto lebih
suka mengintergrasikan kedua badan tersebut, dalam kata lain Soeharto telah
menyertakan militer dalam politik sembari memberi fungsi politik pada militer.[15]
Sejak tahun 1959, menurut suatu penelitian, perwira-perwira angkatan darat
secara kasar telah memegang seperempat dari semua portofolio kabinet maupun
berbagai posisi penting pada departemen pemerintahan sipil. Pada tahun 1972, 22 dari
26 Gubernur adalah bekas perwira militer, demikian juga 67% dari bupati dan camat,
dan 40% dari kepala desa.[16]
Masuk ke Era Reformasi, setelah lengsernya Soeharto, maka kedigdayaan
Militer dalam hal ini TNI telah usai, Sejak itu nyaris tiada hari tanpa hujatan dan caci
maki terhadap TNI. Jika sebelumnya tidak ada yang berani mengusik, sejak itu
keberadaan TNI mulai banyak dipersoalkan. TNI bukan cuma dipersalahkan, karena
telah membuat banyak orang di Aceh, Lampung, Tanjung Priok, Irian Jaya, Timor
Timur, kehilangan anggota keluarganya, tetapi juga karena terlibat penculikan para
mahasiswa dan aktivis politik, karena dianggap tidak mampu lagi mengatasi kerusuhan
di berbagai tempat yang telah menelan korban ratusan nyawa sejak Mei 1998.
Saat ini TNI harus menghadapi kenyataan sebaliknya yakni penolakan atas
keterlibatannya. Secara historis keterlibatan TNI tersebut harus dipahami dalam
kerangka menjamin stabilitas nasional. Kalau mau jujur, sebenarnya bangsa dan
negara manapun di dunia ini membutuhkan stabilitas demi pembangunan dan
kemajuan bersama rakyatnya.
Menurut Jenderal Wiranto, ada tiga perkembangan ekstrem yang harus dicegah
dalam hubungan sipil militer di Indonesia, yaitu: pertama, military overreach, yaitu
8
militer menguasai berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti pada masa orde baru.
Yang kedua, subjective civilian control, yaitu kontrol subyektif pemerintahan sipil
terhadap militer seperti yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi
Parlementer; ketiga, pemisahan rakyat dari TNI.[17]
Lalu, apakah artinya dalam konteks hubungan sipil-militer di Indonesia? Dalam
sejarah Indonesia, dikotomi sipil-militer bukanlah satu isu baru. Jika sejauh ini TNI
terkesan tidak suka dan selalu mengelak adanya dikotomi sipil-militer di Indonesia,
sikap semacam itu tidak lepas dari penafsiran diri TNI dalam konteks sejarah Indonesia.
TNI juga mudah curiga kepada cendekiawan, seniman, aktivis LSM dan kalangan
intelektual lain yang memang selalu sangat antusias memperbincangkan hubungan
sipil-militer, yang selalu melemparkan isu-isu demokratisasi, kebebasan berpendapat
dan HAM.
Namun, benar juga bahwa hal ini lalu membuat penafsiran terhadap batas-batas
antara ranah politik dan perang antara tugas-tugas sipil dan militer makin tidak jelas.
Antara perang dan politik ibarat dua sisi pada sekeping mata uang. Perang adalah jalan
lain dari politik. Ini lah yang terjadi pada awal pembentukan Indonesia.
Sejak awal kelahirannya, TNI tidak pernah mempersoalkan presiden dari
kalangan sipil dan tidak mendesakkan tampilnya pimpinan nasional dari kalangan
militer. Dalam sejarahnya Panglima Besar Soedirman memberikan keteladanan dalam
membentuk sikap TNI yang mengakui pemerintahan di tangan sipil. Untuk itu dibuktikan
oleh Panglima Besar Soedirman ketika kembali ke Yogyakarta dari medan perjuangan
bergerilya, TNI tetap mengakui kekuasaan tertinggi berada di tangan Presiden
Soekarno.[18]
Satu hal yang perlu kita (baik militer maupun sipil) refleksikan bahwa militer
Indonesia telah berkembang menjadi militer profesional. Dunia kemiliteran telah
berkembang menjadi dunia profesional, yang bekerja dan mengembangkan solidaritas
tidak hanya atas dasar "semangat patriotisme" tapi atas dasar penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta ketrampilan khusus (profesi) yang terkait dengan
kependidikan.
9
Tanggung jawabnya terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia, dengan
demikian, bisa ditafsirkan sebagai tanggung jawab profesi. Kalau dulu tanggung jawab
ini ditafsirkan secara politis-ideologis, kini perlu dimaknai sebagai tanggung jawab
profesional. Kalau dulu TNI di identifikasi dan dikenal sebagai tentara rakyat kini harus
tampil sebagai militer profesional (TNI adalah tentara professional yang mengabdi
kepada rakyat).
Namun, hal ini tidak berarti militer kehilangan peran politiknya. Peran politik TNI,
menurut saya, tidak boleh melebihi fungsi dasarnya yaitu pertahanan-keamanan
negara, dan hal itu kini bisa ditafsirkan sebagai tanggung jawab profesi. Peran tersebut
cukup diletakkan pada tataran "kebijakan" (policy) di tingkat pusat, dan tidak perlu
diterjemahkan lebih jauh dengan konsep kekaryaan seperti pada masa Orde Baru.
Dengan demikian, militer bukan lah institusi untuk merintis karier politik dan meraih
insentif ekonomi melalui model kekaryaan. Jika ada militer yang ingin menjadi bupati,
gubernur, menteri bahkan presiden, maka harus melepas jaket hijau-lorengnya.
Mereka adalah warga sipil, sehingga jabatan politik yang didudukinya bukan
dalam kerangka doktrin dwifungsi, tapi sebagai hak politik setiap warga negara. Fungsi
pertahanan keamanan sebagai TNI professional itu juga menuntut TNI untuk hanya
punya komitmen dan tangung jawab moral terhadap eksistensi Negara Kesatuan RI.
Konsekuensi moral professional dari komitmen dan tanggung jawab moral ini adalah
bahwa TNI hanya mempunyai loyalitas kepada Negara dan bukan kepada pemerintah.
Loyalitas TNI kepada pemerintah hanya sejauh pemerintah yang berkuasa. Tidak
perduli sipil atau militer, menjalankan kekuasaan negara sesuai dengan tuntutan dan
cita-cita moral bangsa, yaitu demi menjamin kehidupan bersama yang demokratis, adil,
makmur, berprikemanusiaan dan menjamin hak asasi manusia.
Yang sekarang diperlukan adalah tekad untuk melaksanakan proses ini secara
konsisten dan sabar serta memelihara hasilnya secara terus menerus. Hubungan Sipil-
militer yang dihasilkan kemudian akan merupakan faktor positif dalam perwujudan
Ketahanan nasional Indonesia, termasuk pembinaan daya saing nasional bangsa kita.
10
BAB IIIPENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemerintahan Sipil adalah suatu bentuk pemerintahan yang menggunakan gaya
sipil dalam menjalankan kehidupan pemerintahannya, sedangkan pemerintahan militer
adalah suatu pemerintahan yang dipimpin oleh penguasa diktator yang mengandalkan
gaya militer yang sarat dengan disiplin dan kental dengan ketentaraan.
Hubungan antara Sipil dan Militer lebih diungkapkan dalam bentuk ekstrim
karena kegagalan pemerintahan sipil yang menyebabkan terjadinya kudeta-kudeta, dan
ketidakstabilan rezim militer yang tidak punya opsi memerintah lebih baik dari
pemerintahan sipil. Sehingga pada akhirnya kedua hal tersebut tidak dapat berkembang
sesuai dengan tujuan yang dimilikinya.
Dan pada saat ini ketika semua hal dihadapkan kepada profesionalisme yang
menitikberatkan sejauh mana peran seorang warga negara terhadap negaranya, maka
militer memfokuskan diri dalam ranahnya sendiri, demikian pula dengan sipil yang
sekarang terintegrasi dalam bentuk yang lebih dinamis. Sehingga tidak akan terjadi
supremasi sipil terhadap militer.
B. SARAN
Pergulatan politik antara ranah sipil dan militer telah menghasilkan supremasi di
antara kedua bentuk pemerintahan tersebut, maka seyogyanya untuk menghindari hal
tersebut diperlukan langkah perubahan ke arah yang positif sehingga akan
memunculkan hubungan yang baik antara sipil dan militer dan dapat menunjang
kepada terciptanya ketahanan nasional.
11
DAFTAR PUSTAKA
Janowitz, Morri, Hubungan Sipil Militer,Jakarta: Bina Aksara, 1985Nordlinger, Eric, Militer Dalam Politik, Jakarta: Rineka Cipta, 1994Syarafuddin, Makalah Konsep Dan Metodologi Perbandingan Pemerintahan, 2010Ubaedillah, Ahmad, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008Widiyanti, Ninik, YW. Sunindia, Kepemimpinan Dalam Masyarakat Modern,Jakarta: Bina Aksara, 1988Wirahadikusumah, Agus, E-book Mencari Format Baru Hubungan -Militer, http: //www. Wikipedia.com/id/juntamiliterhttp//www. Globalfirepower. Comhttp//www.antaranews.com/berita/1280488947/ presiden-tidak-perlu-ada-dikotomi-sipil-militer
footnote :[1] A. Ubaedillah dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup,2008) hal. 84[2] Ibid, hal 85[3] Syafaruddin, Makalah KONSEP DAN METODOLOGI PERBANDINGAN PEMERINTAH, disajikan tanggal 5 Maret 2010, halaman 5[4] Ibid, hal 6[5] http://www.detik.com/berita/199905/sayidiman.html[6] Eric Nordlinger, Militer dalam Politik ( Jakarta : Rineka Cipta 1994) hal 18-19.[7] ibid, hal 20-21[8] ibid, hal 24-25[9] Makalah/Training Islam Intensif/ empiris-homepage.blogspot.com-83- Pengantar Ilmu Negara dan Pemerintahan[10] Dra. Ninik Widiyanti, YW. Sunindhia,SH., Kepemimpinan dalam Masyarakat Modern, Bina Aksara, Jakarta, 1988, hal 8-9[11] http://www .wikipedia.com/id/junta militer[12] http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2219294-rezim-militer-dan-politik/#ixzz1bQQrjV2W[13] http://www.globalfirepower.com/[14] Morris Janowitz, Hubungan Sipil Militer, Bina Aksara, Jakarta,1985, hal. 14 [15] Ibid, hal 17, op cit hal 15-16.[16] Ibid, hal 17[17] E-book, Ikrar Nusa Bhakti, Hubungan Baru Sipil Militer, hal 9[18] Mayjen TNI Agus Wirahadikusumah disampaikan dalam seminar nasional "Mencari Format Baru Hubungan Sipil-Militer" Jurusan Ilmu Politik Fisip UI, 24 - 25 Mei 1999.
12